laporan hiperbilirubin

24
LAPORAN PENDAHULUAN ASUHAN KEPERAWATAN ANAK PADA KASUS HIPERBILIRUBINEMIA OLEH ISNAINI OKTA AMALIAH 3H YAYASAN RUMAH SAKIT ISLAM NUSA TENGGARA BARAT SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN YARSI MATARAM JURUSAN KEPERAWATAN PRODI PROFESI NERS MATARAM 2015 LAPORAN PENDAHULUAN ASUHAN KEPERAWATAN PADA ANAK DENGAN HIPERBILIRUBINEMIA

Upload: isnaini-amaliah

Post on 08-Oct-2015

52 views

Category:

Documents


2 download

DESCRIPTION

nain

TRANSCRIPT

LAPORAN PENDAHULUANASUHAN KEPERAWATAN ANAK PADA KASUS HIPERBILIRUBINEMIA

OLEHISNAINI OKTA AMALIAH3H

YAYASAN RUMAH SAKIT ISLAM NUSA TENGGARA BARATSEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN YARSI MATARAMJURUSAN KEPERAWATAN PRODI PROFESI NERSMATARAM2015

LAPORAN PENDAHULUAN ASUHAN KEPERAWATAN PADA ANAK DENGAN HIPERBILIRUBINEMIA

1.1 DefenisiHiperbilirubinemia adalah berlebihnya akumulasi bilirubin dalam darah (level normal 5 mg/dl pada bayi normal) yang mengakibatkan jaundice, warna kuning yang terlihat jelas pada kulit, mukosa, sklera dan urine.(Doenges, Marilyn E., Maternal.1988).Hiperbilirubin adalah suatu keadaan dimana konsentrasi bilirubin dalam darah berlebihan sehingga menimbulkan joundice pada neonatus (Dorothy R. Marlon, 1998)Hiperbilirubin adalah kondisi dimana terjadi akumulasi bilirubin dalam darah yang mencapai kadar tertentu dan dapat menimbulkan efek patologis pada neonatus ditandai joudince pada sclera mata, kulit, membrane mukosa dan cairan tubuh (Adi Smith, G, 1988).Hiperbilirubin adalah peningkatan kadar bilirubin serum (hiperbilirubinemia) yang disebabkan oleh kelainan bawaan, juga dapat menimbulkan ikterus. (Suzanne C. Smeltzer, 2002)Hiperbilirubinemia adalah kadar bilirubin yang dapat menimbulkan efek pathologis.(Markum, 1991:314)Kesimpulan:Hiperbilirubin adalah suatu keadaan dimana kadar bilirubin dalam darah melebihi batas atas nilai normal bilirubin serum.1.2 Klasifikasia. Ikterus prehepatikDisebabkan oleh produksi bilirubin yang berlebihan akibat hemolisis sel darah merah. Kemampuan hati untuk melaksanakan konjugasi terbatas terutama pada disfungsi hati sehingga menyebabkan kenaikan bilirubin yang tidak terkonjugasi.b. Ikterus hepatikDisebabkan karena adanya kerusakan sel parenkim hati. Akibat kerusakan hati maka terjadi gangguan bilirubin tidak terkonjugasi masuk ke dalam hati serta gangguan akibat konjugasi bilirubin yang tidak sempurna dikeluarkan ke dalam doktus hepatikus karena terjadi retensi dan regurgitasi.

c. Ikterus kolestatikDisebabkan oleh bendungan dalam saluran empedu sehingga empedu dan bilirubin terkonjugasi tidak dapat dialirkan ke dalam usus halus. Akibatnya adalah peningkatan bilirubin terkonjugasi dalam serum dan bilirubin dalam urin, tetapi tidak didaptkan urobilirubin dalam tinja dan urin.d. Ikterus neonatus fisiologiIkterus fisiologik adalah ikterus yang timbul pada hari kedua dan ketiga yang tidak mempunyai dasar patologis, kadarnya tidak melewati kadar yang membahayakan atau mempunyai potensi menjadi kernicterus dan tidak menyebabkan suatu morbiditas pada bayi. Ikterus patologik adalah ikterus yang mempunyai dasar patologis atau kadar bilirubinnya mencapai suatu nilai yang disebut hiperbilirubin.Ikterus pada neonatus tidak selamanya patologis. Ikterus fisiologis adalah ikterus yang memiliki karakteristik sebagai berikut menurut (Hanifah, 1987), dan (Callhon, 1996), (Tarigan, 2003) dalam (Schwats, 2005): Timbul pada hari kedua - ketiga. Kadar bilirubin indirek setelah 2x24 jam tidak melewati 15 mg% pada neonatus cukup bulan dan 10 mg% pada kurang bulan. Kecepatan peningkatan kadar bilirubin tidak melebihi 5 mg% perhari. Kadar bilirubin direk kurang dari 1 mg%. Ikterus hilang pada 10 hari pertama. Tidak mempunyai dasar patologis; tidak terbukti mempunyai hubungan dengan keadaan patologis tertentu.e. Ikterus neonatus patologisIkterus Patologik adalah ikterus yang mempunyai dasar patologik atau kadar bilirubinnya mencapai suatu nilai yang disebut hiperbilirubinemia. Dasar patologik ini misalnya, jenis bilirubin, saat timbulnya dan menghilangnya ikterus dan penyebabnya.Menurut Ngastiyah (2005) Ikterus dikatakan Patologis bila :a) Ikterus terjadi dalam 24 jam pertama b) Kadar bilirubin melebihi 10 mg% pada neonatus cukup bulan atau melebihi 12,5 mg% pada neonatus kurang bulan.c) Peningkatan bilirubin lebih dari 5 mg% perhari. d) Ikterus menetap susudah 2 minggu pertama. e) Kadar bilirubin direct melebihi 1 mg%. f) Mempunyai hubungan dengan proses hemolitik. f. Kern IkterusAdalah suatu kerusakan otak akibat perlengketan Bilirubin Indirek pada otak terutama pada Korpus Striatum, Talamus, NukleusSubtalamus, Hipokampus, Nukleus merah , dan Nukleus pada dasar Ventrikulus IV.1.3 Jenin BilirubinMenurut Klous dan Fanaraft (1998) bilirubin dibedakan menjadi dua jenis yaitu:a) Bilirubin tidak terkonjugasi atau bilirubin indirek (bilirubin bebas) yaitu bilirubin tidak larut dalam air, berikatan dengan albumin untuk transport dan komponen bebas larut dalam lemak serta bersifat toksik untuk otak karena bisa melewati sawar darah otak.b) Bilirubin terkonjugasi atau bilirubin direk (bilirubin terikat) yaitu bilirubin larut dalam air dan tidak toksik untuk otak.1.4 Metabolisme BilirubinSegera setelah lahir bayi harus mengkonjugasi bilirubin (merubah bilirubin yang larut dalam lemak menjadi bilirubin yang mudah larut dalam air) di dalam hati. Frekuensi dan jumlah konjugasi tergantung dari besarnya hemolisis dan kematangan hati, serta jumlah tempat ikatan albumin (albumin binding site). Pada bayi yang normal dan sehat serta cukup bulan, hatinya sudah matang dan menghasilkan enzim glukoronil transferase yang memadai sehingga serum bilirubin tidak mencapai tingkat patologis.Untuk mendapat pengertian yang cukup mengenai masalah ikterus pada neonatus, perlu diketahui sedikit tentang metabolisme bilirubin pada neonatus. Bilirubin merupakan produk yang bersifat toksik dan harus dikeluarkan oleh tubuh. Sebagian besar bilirubin tersebut berasal dari degredasi hemoglobin darah dan sebagian lagi dari hem bebas atau eritropoesis yang tidak efektif. Pembentukan bilirubin tadi dimulai dengan proses oksidasi yang menghasilkan biliverdin serta beberapa zat lain.Biliverdin inilah yang mengalami reduksi dan menjadi bilirubin bebas atau bilirubin IX alfa. Zat ini sulit larut dalam air tetapi larut dalam lemak, karenanya mempunyai sifat lipofilik yang sulit diekskresi dan mudah melalui membran biologik seperti plasenta dan sawar darah otak. Bilirubin bebas tersebut kemudian bersenyawa dengan albumin dan dibawa ke hepar.Di dalam hepar terjadi mekanisme ambilan, sehingga bilirubin terikat oleh reseptor membran sel hati dan masuk ke dalam sel hati. Segera setelah ada dalam sel hati, terjadi persenyawaan dengan ligandin (protein-Y) protein Z dan glutation hati lain yang membawanya ke retikulum endoplasma hati, tempat terjadinya proses konjugasi.Prosedur ini timbul berkat adanya enzim glukotonil transferase yang kemudian menghasilkan bentuk bilirubin indirek. Jenis bilirubin ini dapat larut dalam air dan pada kadar tertentu dapat diekskresikan melalui ginjal. Sebagian besar bilirubin yang terkonjugasi ini dikeskresi melalui duktus hepatikus ke dalam saluran pencernaan dan selanjutnya menjadi urobilinogen dan keluar dengan tinja sebagai sterkobilin. Dalam usus sebagian diabsorbsi kembali oleh mukosa usus dan terbentuklah proses absorbsi enterohepatik.Sebagian besar neonatus mengalami peninggian kadar bilirubin indirek pada hari-hari pertama kehidupan. Hal ini terjadi karena terdapatnya proses fisiologik tertentu pada neonatus. Proses tersebut antara lain karena tingginya kadar eritrosit neonatus, masa hidup eritrosit yang lebih pendek (80-90 hari) dan belum matangnya fungsi hepar. Peninggian kadar bilirubin ini terjadi pada hari ke 2-3 dan mencapai puncaknya pada hari ke 5-7, kemudian akan menurun kembali pada hari ke 10-14 kadar bilirubin pun biasanya tidak melebihi 10 mg/dl pada bayi cukup bulan dan kurang dari 12 mg/dl pada bayi kurang bulan.Pada keadaan ini peninggian bilirubin masih dianggap normal dan karenanya disebut ikterus fisiologik. Masalah akan timbul apabila produksi bilirubin ini terlalu berlebihan atau konjugasi hati menurun sehingga kumulasi di dalam darah. Peningkatan kadar bilirubin yang berlebihan dapat menimbulkan kerusakan sel tubuh t3, misal kerusakan sel otak yang akan mengakibatkan gejala sisa dihari kemudian.1.5 Etiologia. Peningkatan produksi : Hemolisis, misal pada Inkompatibilitas yang terjadi bila terdapat ketidaksesuaian golongan darah dan anak pada penggolongan Rhesus dan ABO. Pendarahan tertutup misalnya pada trauma kelahiran. Ikatan Bilirubin dengan protein terganggu seperti gangguan metabolik yang terdapat pada bayi Hipoksia atau Asidosis . Defisiensi G6PD/ Glukosa 6 Phospat Dehidrogenase. Ikterus ASI yang disebabkan oleh dikeluarkannya pregnan 3 (alfa), 20 (beta) , diol (steroid). Kurangnya Enzim Glukoronil Transeferase, sehingga kadar Bilirubin Indirek meningkat misalnya pada berat lahir rendah Kelainan kongenital (Rotor Sindrome) dan Dubin Hiperbilirubinemiab. Gangguan transportasi akibat penurunan kapasitas pengangkutan misalnya pada Hipoalbuminemia atau karena pengaruh obat-obat tertentu misalnya Sulfadiasine.c. Gangguan fungsi Hati yang disebabkan oleh beberapa mikroorganisme atau toksion yang dapat langsung merusak sel hati dan darah merah seperti Infeksi, Toksoplasmosis, Siphilis.d. Gangguan ekskresi yang terjadi intra atau ekstra Hepatik.e. Peningkatan sirkulasi Enterohepatik misalnya pada Ileus Obstruktif

1.6 PatofisiologiBilirubin adalah produk pemecahan hemoglobin yang berasal dari pengrusakan sel darah merah/RBCs. Ketika RBCs rusak maka produknya kan masuk sirkulasi, diimana hemoglobin pecah menjadi heme dan globin. Gloobin {protein} digunakan kembali oleh tubuh sedangkan heme akan diruah menjadi bilirubin unkonjugata dan berikatan dengan albumin.Kejadian yang sering ditemukan adalah apabila terdapat penambahan bebab bilirubin pada streptucocus hepar yang terlalu berlebihan. Hal ini dapat ditemukan bila terdapat peningkatan penghancuran eritrosit, polisitemia, memendeknya umur eritrosit janin/bayi, meningkatnya bilirubin dari sumber lain, atau terdapatnya peningkatan sirkulasi enterohepatik.Gangguan ambilan bilirubin plasma terjadi apabila kadar protein-Z dan protein-Y terikat oleh anion lain, misalnya pada bayi dengan asidosis atau dengan anoksia/hipoksia, ditentukan gangguan konjugasi hepar (defisiensi enzim glukuronii transferase) atau bayi menderita gangguan ekskresi, misalnya penderita hepatitis neonatal atau sumbatan saluran empedu intra/ekstra hepatika.Pada derajat tertentu, bilirubin ini akan bersifat toksik dan merusakan jaringan otak. Toksisitas ini terutama ditemukan pada bilirubin indirek. Sifat indirek ini yang memungkinkan efek patologik pada sel otak apabila bilirubin tadi dapat menembus sawar darah otak. Kelainan yang terjadi pada otak ini disebut kernikterus atau ensefalopati biliaris.Mudah tidaknya bilirubin melalui sawar darah otak ternyata tidak hanya tergantung dari tingginya kadar bilirubin tetapi tergantung pula pada keadaan neonatus sendiri. Bilirubin indirek akan mudah melalui sawar darah otak apabila pada bayi terdapat keadaan imaturitas. Berat lahir rendah, hipoksia, hiperkarbia, hipoglikemia dan kelainan susunan saraf pusat yang karena trauma atau infeksi.Peningkatan kadar Bilirubin tubuh dapat terjadi pada beberapa keadaan. Kejadian yang sering ditemukan adalah apabila terdapat penambahan beban Bilirubin pada sel Hepar yang berlebihan. Hal ini dapat ditemukan bila terdapat peningkatan penghancuran Eritrosit, Polisitemia. Gangguan pemecahan Bilirubin plasma juga dapat menimbulkan peningkatan kadar Bilirubin tubuh. Hal ini dapat terjadi apabila kadar protein Y dan Z berkurang, atau pada bayi hipoksia, asidosis.Keadaan lain yang memperlihatkan peningkatan kadar Bilirubin adalah apabila ditemukan gangguan konjugasi Hepar atau neonatus yang mengalami gangguan ekskresi misalnya sumbatan saluran empedu. Pada derajat tertentu Bilirubin ini akan bersifat toksik dan merusak jaringan tubuh. Toksisitas terutama ditemukan pada Bilirubin Indirek yang bersifat sukar larut dalam air tapi mudah larut dalam lemak. sifat ini memungkinkan terjadinya efek patologis pada sel otak apabila Bilirubin tadi dapat menembus sawar darah otak. Kelainan yang terjadi pada otak disebut kernikterus.Pada umumnya dianggap bahwa kelainan pada saraf pusat tersebut mungkin akan timbul apabila kadar Bilirubin Indirek lebih dari 20 mg/dl. Mudah tidaknya kadar Bilirubin melewati sawar darah otak ternyata tidak hanya tergantung pada keadaan neonatus. Bilirubin Indirek akan mudah melalui sawar darah otak apabila bayi terdapat keadaan BBLR , hipoksia, dan hipoglikemia (AH Markum, 1991).

1. Pathway Produksi berlebihanGangguan konjugasi heparGangguan transportasiGangguan ekskeresi

Hyperbilirubinmia

Bil Indirek bebas dalam darah

Mudah melekat pada sel otak

Kerusakan otak (kernikterus)

LetargiKejang

Tak mau mengisapTonus otot Epistotonus Ikterus pada kulit

Gatal

Resiko gangguan integritas kulit

Resiko gangguan jalan nafas

Resiko kurang nutrisi

Resiko aspirasiBilirubin dalam darah terikat albumin

Defisiensi albumin

Defisiensi immunology

Resiko infeksi

1.7 Manifestasi klinisTanda dan gejala yang jelas pada anak yang menderita hiperbilirubin adalah;a. Tampak ikterus pada sklera, kuku atau kulit dan membran mukosa. b. Jaundice yang tampak dalam 24 jam pertama disebabkan oleh penyakit hemolitik pada bayi baru lahir, sepsis, atau ibu dengan diabetik atau infeksi. c. Jaundice yang tampak pada hari ke dua atau hari ke tiga, dan mencapai puncak pada hari ke tiga sampai hari ke empat dan menurun pada hari ke lima sampai hari ke tujuh yang biasanya merupakan jaundice fisiologis.d. Ikterus adalah akibat pengendapan bilirubin indirek pada kulit yang cenderung tampak kuning terang atau orange, ikterus pada tipe obstruksi (bilirubin direk) kulit tampak berwarna kuning kehijauan atau keruh. Perbedaan ini hanya dapat dilihat pada ikterus yang berat.e. Muntah, anoksia, fatigue, warna urin gelap dan warna tinja pucat, seperti dempulf. Perut membuncit dan pembesaran pada hatig. Pada permulaan tidak jelas, yang tampak mata berputar-putarh. Letargik (lemas), kejang, tidak mau menghisapi. Dapat tuli, gangguan bicara dan retardasi mentalj. Bila bayi hidup pada umur lebih lanjut dapat disertai spasme otot, epistotonus, kejang, stenosis yang disertai ketegangan otot.Menurut Surasmi (2003) gejala hiperbilirubinemia dikelompokkan menjadi :a. Gejala akut : gejala yang dianggap sebagai fase pertama kernikterus pada neonatus adalah letargi, tidak mau minum dan hipotoni.b. Gejala kronik : tangisan yang melengking (high pitch cry) meliputi hipertonus dan opistonus (bayi yang selamat biasanya menderita gejala sisa berupa paralysis serebral dengan atetosis, gengguan pendengaran, paralysis sebagian otot mata dan displasia dentalis).Sedangakan menurut Handoko (2003) gejalanya adalah warna kuning (ikterik) pada kulit, membrane mukosa dan bagian putih (sclera) mata terlihat saat kadar bilirubin darah mencapai sekitar 40 mol/l.

1.8 PenilaianPenilaian ikterus secara klinis dengan menggunakan rumus KRAMER (Sri agung Lestari, 2009): NoLuas IkterusKadar bilirubin (mg%)

1Kepala dan leher5

2Daerah 1 dan badan bagian atas9

3Daerah 1,2 + badan bagian bawah dan tungkai11

4Daerah 1,2,3 dan lengan dan kaki di bawah dengkul12

5Daerah 1,2,3,4 + tangan dan kaki16

1.9 Komplikasi1. Bilirubin Encephalopathy ( komplikasi serius )Ikterus neonatorum yang berat dan tidak ditata laksana dengan benar dapat menimbulkan komplikasi ensefalopati bilirubin. Hal ini terjadi akibat terikatnya asam bilirubin bebas dengan lipid dinding sel neuron di ganglia basal, batang otak dan serebelum yang menyebabkan kematian sel. Pada bayi dengan sepsis, hipoksia dan asfiksia bisa menyebabkan kerusakan pada sawar darah otak. Dengan adanya ikterus, bilirubin yang terikat ke albumin plasma bisa masuk ke dalam cairan ekstraselular. Sejauh ini hubungan antara peningkatan kadar bilirubin serum dengan ensefalopati bilirubin telah diketahui. Tetapi belum ada studi yang mendapatkan nilai spesifik bilirubin total serum pada bayi cukup bulan dengan hiperbilirubinemia non hemolitik yang dapat mengakibatkan terjadinya gangguan pada kecerdasan atau kerusakan neurologik yang disebabkannya.2. Retardasi mental - Kerusakan neurologisEfek Hiperbilirubinemia dapat menimbulkan kerusakan sel-sel saraf, meskipun kerusakan sel-sel tubuh lainnya juga dapat terjadi. Bilirubin dapat menghambat enzim-enzim mitokondria serta mengganggu sintesis DNA. Bilirubin juga dapat menghambat sinyal neuroeksitatori dan konduksi saraf (terutama pada nervus auditorius) sehingga menimbulkan gejala sisa berupa tuli saraf.3. Gangguan pendengaran dan penglihatan4. Asfiksia5. Hipotermi6. Hipoglikemi7. Terjadi kernikterusTerjadi kernikterus yaitu kerusakan pada otak akibat perlengketan bilirubin indirek pada otak terutama pada korpus striatum, thalamus, nucleus subtalamus hipokampus, nucleus merah didasar ventrikel IV. 8. KernikterusKerusakan neurologis, cerebral palsy, RM, hyperaktif, bicara lambat, tidak ada koordinasi otot, dan tangisan yang melengking.9. Kematian.1.10 Pemeriksaan Penunjang/Diagnostika. VisualPemeriksaan dilakukan dengan pencahayaan yang cukup (di siang hari dengan cahaya matahari) karena ikterus bias terlihat lebih parah bila dilihat dengan pencahayaan yang kurang.Tekan kulit bayi dengan lembut dengan jari untuk mengetahui warna dibawah kulit dan jaringan subkutan.Tentukan keparahan ikterus berdasarkan umur bayi dan bagian tubuh yang tampak kuning.Bila kuning terlihat pada bagian tubuh manapun pada hari pertama dan terlihat pada lengan , tungkai, tangan dan kaki pada hari kedua, maka digoongkan sebagai ikterus sangat berat dan memerlukan terapi sinar secepatnya. Tidak perlu menunggu hasil pemeriksaan kadar bilirubin serum untuk memulai terapi sinar.b. Pemeriksaan laboratorium. Test Coombpada tali pusat BBLHasil positiftest Coombindirek menunjukkan adanya antibody Rh-positif, anti-A, anti-B dalam darah ibu.Hasil positif daritest Coombdirek menandakan adanya sensitisasi ( Rh-positif, anti-A, anti-B) SDM dari neonatus. Golongan darah bayi dan ibu : mengidentifikasi incompatibilitas ABO.

Bilirubin total.Kadar direk (terkonjugasi) bermakna jika melebihi 1,0-1,5 mg/dl yang mungkin dihubungkan dengan sepsis.Kadar indirek (tidak terkonjugasi) tidak boleh melebihi 5 mg/dl dalam 24 jam atau tidak boleh lebih dari 20 mg/dl pada bayi cukup bulan atau 1,5 mg/dl pada bayi praterm tegantung pada berat badan. Protein serum totalKadar kurang dari 3,0 gr/dl menandakan penurunan kapasitas ikatan terutama pada bayi praterm. Hitung darah lengkapHb mungkin rendah (< 14 gr/dl) karena hemolisis.Hematokrit mungin meningkat (> 65%) pada polisitemia, penurunan (< 45%) dengan hemolisis dan anemia berlebihan. GlukosaKadar dextrostix mungkin < 45% glukosa darah lengkap