laporan fix pk2 2013 c3

31
LAPORAN PRAKTIKUM PATOLOGI KLINIK BLOK HEMATOIMMUNOLOGI MATERI PRAKTIKUM II Oleh : Kelompok C.3 1. Davira Azzahra F. G1A012067 2. Ummu Nur Fatonah G1A012068 3. Regina W. A. G1A012069 4. Melati Nuretika G1A012070 5. Nur Ichsani P. G1A012101 6. Nadia Muqsitha G1A012102 7. Lathif S. G1A012103 8. Dytha Fitriyani G1A012104 Penanggung Jawab : dr. Dwi Adi Nugroho KEMENTRIAN PENDIDIKAN NASIONAL UNIVERSITAS JENDERAL SOEDIRMAN

Upload: lathif-suryandana

Post on 29-Nov-2015

94 views

Category:

Documents


3 download

TRANSCRIPT

Page 1: Laporan Fix Pk2 2013 c3

LAPORAN PRAKTIKUM PATOLOGI KLINIK

BLOK HEMATOIMMUNOLOGI

MATERI PRAKTIKUM II

Oleh :

Kelompok C.3

1. Davira Azzahra F. G1A012067

2. Ummu Nur Fatonah G1A012068

3. Regina W. A. G1A012069

4. Melati Nuretika G1A012070

5. Nur Ichsani P. G1A012101

6. Nadia Muqsitha G1A012102

7. Lathif S. G1A012103

8. Dytha Fitriyani G1A012104

Penanggung Jawab :

dr. Dwi Adi Nugroho

KEMENTRIAN PENDIDIKAN NASIONAL

UNIVERSITAS JENDERAL SOEDIRMAN

FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU-ILMU KESEHATAN

JURUSAN KEDOKTERAN

PURWOKERTO

2013

Page 2: Laporan Fix Pk2 2013 c3

LEMBAR PENGESAHAN

PRAKTIKUM MATERI II

Oleh :

Kelompok C.3

1. Davira Azzahra F. G1A012067

2. Ummu Nur Fatonah G1A012068

3. Regina W. A. G1A012069

4. Melati Nuretika G1A012070

5. Nur Ichsani P. G1A012101

6. Nadia Muqsitha G1A012102

7. Lathif S. G1A012103

8. Dytha Fitriyani G1A012104

Disusun untuk memenuhi persyaratan mengikuti ujian praktikum Patologi Klinikblok

Hematoimmunologi pada Fakultas Kedokteran dan Ilmu-Ilmu Kesehatan Jurusan Kedokteran

Universitas Jenderal Soedirman Purwokerto

Diterima dan disahkan

Purwokerto, September 2013

Penanggung Jawab

dr. Dwi Adi Nugroho

Page 3: Laporan Fix Pk2 2013 c3

BAB IDASAR TEORI

A. Pemeriksaan Jumlah Eritrosit

1. Pembentukan Eritrosit

2. Hitung Eritrosit

Hitung eritrosit adalah jumlah eritrosit per milimeterkubik atau mikroliter

dalah. Seperti hitung leukosit, untuk menghitung jumlah sel-sel eritrosit ada dua

metode, yaitu manual dan elektronik (automatik). Metode manual hampir sama

dengan hitung leukosit, yaitu menggunakan bilik hitung (Kumala, 2010).

Prinsip hitung eritrosit manual adalah darah diencerkan dalam larutan isotonis

untuk memudahkan menghitung eritrosit dan mencegah hemolisis. Larutan Pengencer

yang digunakan adalah:

1. Larutan Hayem : Natrium sulfat 2.5 g, Natrium klorid 0.5 g, Merkuri klorid 0.25

g, aquadest 100 ml. Pada keadaan hiperglobulinemia, larutan ini tidak dapat

dipergunakan karena dapat menyebabkan precipitasi protein, rouleaux, aglutinasi.

2. Larutan Gower : Natrium sulfat 12.5 g, Asam asetat glasial 33.3 ml, aquadest

200 ml. Larutan ini mencegah aglutinasi dan rouleaux.

3. Natrium klorid 0.85 % (Kumala, 2010).

Berikut ini adalah nilai rujukan yang dianjurkan pada pemeriksaaan jumlah

eritrosit:

1. Pria dewasa : 4,5 – 6,5 juta/mm3

2. Wanita dewasa : 3,9 – 5,6 juta/mm3

3. Anak usia <3 bulan : 4,0 – 5,6 juta/mm3

4. Anak usia 3 bulan : 3,2 – 4,5 juta/mm3

5. Anak usia 1 tahun : 3,6 – 5,0 juta/mm3

6. Anak usia 12 tahun : 4,2 – 5,2 juta/mm3

Page 4: Laporan Fix Pk2 2013 c3

B. Hitung jenis Leukosit

1. Pembentukan Leukosit

2. Jenis jenis Leukosit

3. Hitung Jenis Leukosit

Sel Leukosit terbagi menjadi dua kategori utama, yakni granulosit dan

agranulosit. Granulosit mencakup tiga jenis sel yaitu : neutrofil (polimorfonuklear),

eosinofil, dan basofil, sedangkan agranulosit meliputi limfosit dan monosit.

Persentase jenis-jenis leukosit yang meliputi granulositik (basofil, eosinofil,

neutrofil) maupun agranulositik (limfosit dan monosit) ini dapat dihitung dengan

metode differential count. Differential count ini merupakan salah satu bentuk

pemeriksaan darah rutin. Melalui hitung jenis leukosit, dapat diketahui berbagai jenis

kelainan pada tubuh yang kompensasinya berupa peningkatan atau penurunan kadar

neutrofil, eosinofil, basofil, limfosit, atau monosit dalam darah tepi.

Nilai rujukan menurut Miller yaitu :

Eosinofil          : 1 - 4 %

Basofil             : 0 – 1 %

Stab                 : 2 – 5 %

Segmen            : 50 – 70 %

Limfosit          : 20 – 40 %

Monosit          : 1 – 6 %

C. Hitung Nilai Hemtokrit

1. Pengertian Hematrokrit

2. Hitung Hematrokrit

D. Pemeriksaan Indeks Eritrosit

Page 5: Laporan Fix Pk2 2013 c3
Page 6: Laporan Fix Pk2 2013 c3

BAB IIMETODE PRAKTIKUM

A. Alat dan Bahan

1. Pemeriksaan Hematokrit:

a. Alat

1) Alat untuk memeperoleh darah vena / kapiler.

2) Pipet Hematokrit : panjang 7,5 cm dan diameter 1,2 mm.

3) Lampu spiritus / vasellin.

4) Sentrifuge yang dapat memutar dengan kecepatan 16.000 rpm.

5) Skala pembaca Ht.

b. Bahan :Darah vena / darah kapiler.

c. Reagensia : Heparin (biasanya sudah melapisi lumen pipet kapiler Ht)

2. Pemeriksaan Jumlah Eritrosit:

d. Alat

6) Alat untuk memeperoleh darah vena / kapiler.

7) Pipet Hematokrit : panjang 7,5 cm dan diameter 1,2 mm.

8) Lampu spiritus / vasellin.

9) Sentrifuge yang dapat memutar dengan kecepatan 16.000 rpm.

10) Skala pembaca Ht.

e. Bahan : Darah vena / darah kapiler.

f. Reagensia : Heparin (biasanya sudah melapisi lumen pipet kapiler Ht)

3. Pemeriksaan Hitung Jenis Leukosit:

a. Alat : Mikroskop

b. Bahan : Preparat apusan darah

4. Pemeriksaan Indeks Eritrosit:

Page 7: Laporan Fix Pk2 2013 c3

a. Alat : kalkulator

b. Bahan

1) Data jumlah eritrosit pasien

2) Data hematokrit pasien

3) Data kadar hemoglobn pasien

B. Cara Kerja

1. Pemeriksaan Hematokrit:

a. Melakukan pengambilan darah kapiler atau darah vena. Berikut gambar jika

menggunakan pengambilan darah kapiler.

Gambar :

b. Mengisi tabung kapiler dengan darah sampai 3/4 tabung.

Gambar :

c. Membakar ujung tabung yang kosong dengan lampu spiritus atau disumbat

denganvasellin, hingga benar – benar tertutup.

Gambar :

Page 8: Laporan Fix Pk2 2013 c3

d. Melakukan sentrifuge dengan kecepatan 16.000 rpm selama 3 – 5 menit.

Gambar :

e. Membaca dengan skala hematokrit panjang kolom merah

Gambar :

Bila tidak punya skala Ht dipakai perhitungan :

Ht= Panjangkolom merahPanjang total kolom

x100 %

2. Pemeriksaan Jumlah Eritrosit:

a. Meletakkan bilik hitung yang telah ditutup oleh kaca penutup di bawah

mikroskop.

b. Mencari kotak kecil / kotak eritrosit pada bilik hitung Neubauer Improved.

c. Menghisap darah dengan menggunakan pipet eritrosit sampai angka 0,5

(pengenceran 200 X).

d. Membersihkan ujung pipet.

Page 9: Laporan Fix Pk2 2013 c3

I II IIIIV V VI

e. Dengan menggunakan pipet yang sama, menghisap larutan Hayem sampai

angka 101.

f. Membersihkan ujung pipet kembali.

g. Mengocok pipet dengan arah horizontal.

h. Membuang tiaga tetesan pertama pada pipet.

i. Meneteskannya ke bilik hitung lewat sela-sela kaca penutup.

j. Mengamati banyaknya eritrosit pada mikroskop dan menghitung jumlah

eritrosit dengan rumus sebagai berikut:

Jumlah eritrosit= Sel eritrosit yang dihitungJumlahkotak kecil yangdihitung

x 400 x10 x200

3. Pemeriksaan Hitung Jenis Leukosit:

a. Menyiapkan preparat hapusan darah tepi

b. Meletakkan preparat dibawah mikroskop

c. Mengamati preparat, membagi zona menjadi 6 bagian

Gambar :

d. Menghitung jenis leukosit pada zona 5 dan zona 4, dengan arah perhitungan

sebagaimana ditunjukkan pada gambar.

Page 10: Laporan Fix Pk2 2013 c3

e. Menghitung masing-masing jenis-jenis leukosit:

1) stab / batang

2) segmen

3) eosinofil dan basofil

4) limfosit dan monosit

Page 11: Laporan Fix Pk2 2013 c3

f. Mencatat hasil dan membuat perhitungannya

g. Menginterpretasikan hasil berdasarkan nilai normal

4. Pemeriksaan Indeks Eritrosit:

a. Melakukan pemeriksaan terhadap nilai hematokrit (Ht), hemoglobin (Hb), dan

jumlah eritrosit pasien.

b. Mencatat nilai-nilai tersebut.

c. Melakukan penghitungan MCV dengan rumus berikut.

MCV= HematokritJumlah Eritrosit (dalam juta)

x10

d. Melakukan penghitungan MCH dengan rumus berikut.

MCH= HemoglobinJumlahEritrosit (dalam juta)

x10

e. Melakukan penghitungan MCHC dengan rumus berikut.

MCHC= HemoglobinHematokrit

x 100 %

f. Mencatat hasil penghitungan MCV, MCH, dan MCHC tersebut dan

menginterpretasikannya sesuai nilai normal

Page 12: Laporan Fix Pk2 2013 c3

BAB III

HASIL

A. Data Pemeriksaan

Hari, Tanggal : Jumat, 6 September 2013

Tempat : Laboratorium PK Jurusan Kedokteran FKIK UNSOED

Waktu : 13.00

B. Identitas Probandus

Nama         : Lathif Suryandana

NIM : G1A012103

Umur            : 18 tahun

Jenis Kelamin  : Laki-laki

Tempat Pengambilan Sample darah : Vena Mediana Cubitti Sinistra

C. Pemeriksaan Hematokrit

Dari hasil praktikum menggunakan menggunakan rumus dipakai setelah melihat hasil

di indeks table hematokrit :

Ht= Panjangkolom merahPanjang total kolom

x100 %

Ht= 38100

x 100 %

Hasil Ht = 38%

Nilai normal untuk hematokrit pria dewasa : 47 % ± 7%

Interpretasi : Kurang dari nilai Normal

Page 13: Laporan Fix Pk2 2013 c3

D. Pemeriksaan Jumlah Eritrosit

Jumlah eritrosit= Sel eritrosit yang dihitungJumlahkotak kecil yangdihitung

x 400 x10 x200

Jumlah eritrosit=11216

x 400 x10 x 200

Jumlah eritrosit=5.600 .000 eritrosit /mm3

Interpretasi : Pria dewasa Normal pada kisaran 4,5 – 6,5 juta/mm3

Hasil pemeriksaan tn. Lathif Suryandana Normal

E. Pemeriksaan Hitung Jenis Leukosit

pada hasil pemeriksaan hitung jenis leukosit ini kami

1. Eosinofil                  : 1

30x100 %=3,33 %    (N: 1 – 4 %)

2. Basofil                    : 3

30x100 %=10 %    (N: 0 – 1 %)

3. Neutrofil staf             : 4

30x100 %=13 ,3%     (N: 2 – 5 %)

4. Neutrofil segmen    :1530

x100 %=5 0 %    (N: 50 – 70 %)

5. Limfosit                     : 5

30x100 %=16,67 %       (N: 20 – 40 %)

6. Monosit                     : 2

30x100 %=6,67 %    (N: 1-6 %)

Diff Count      : 3,3/10/13,3/50/16,67/6,67

Interpretasi : basofilia, Neutrofilia, limfositosis, shift to the right

F. Pemeriksaan Indeks Eritrosit

1. Mean Corpusculum Volume

MCV= HematokritJumlah Eritrosit (dalam juta )

x10= 385,6

x10

Page 14: Laporan Fix Pk2 2013 c3

MCV=67,85 fL

Interpretasi : normal

2. Mean Corpusculum Hemoglobin

MCH= HemoglobinJumlahEritrosit (dalam juta )

x10= 165,6

x10

MCH=28,57 pikogram

Interpretasi : normal

3. Mean Corpusculum Hemoglobin Concentration

MCHC= HemoglobinHematokrit

x 100 %=1638

x10=42 %

Interpretasi : normal

Page 15: Laporan Fix Pk2 2013 c3

BAB IV

PEMBAHASAN

1. Pemeriksaan hemoglobin dengan metode sahli

Dari hasil tersebut maka bisa disimpulkan bahwa kadar Hb dalam darah tersebut

adalah kurang dari batas normal atau mengidap anemia sedang. Hal ini berdasarkan

klasifikasi derajat anemia menurut WHO (dalam Handayani, 2008)

Ringan sekali 10,00 – 13,00 gr %

Ringan 8,00 – 9,90 gr %

Sedang 6,00 – 7,70 gr %

Berat <6,00 gr %

Penyebab tersering anemia adalah kekurangan zat gizi yang diperlukan untuk sintesis

eritrosit (terutama besi), vitamin B12 dan asam folat. Selebihnya merupakan akibat dari

beragam kondisi seperti perdarahan, kelainan genetik, dan penyakit kronik (Nugraheny,

2009).

Dalam keadaan normal tubuh orang dewasa rata-rata mengandung 4 sampai 5 g besi,

bergantung pada jenis kelamin dan ukuran tubuhnya (Price & Wilson, 2005). Kurangnya

zat besi di dalam tubuh dapat disebabkan oleh kurang makan sumber makanan yang

mengandung zat besi, makanan cukup namun yang dimakan biovailabilitas besinya

rendah sehingga jumlah zat besi yang diserap kurang dan makanan yang dimakan

mengandung zat penghambat penyerapan besi. Inhibitor (penghambat) utama

penyerapan Fe adalah fitat dan polifenol. Fitat terutama ditemukan pada biji-bijian

sereal, kacang, dan beberapa sayuran seperti bayam. Polifenol dijumpai dalam minuman

kopi, teh, sayuran, dan kacang-kacangan. Enhancer (mepercepat penyerapan) Fe antara

lain asam askorbat atau vitamin C dan protein hewani dalam daging sapi, ayam, ikan

karena mengandung asam amino pengikat Fe untuk meningkatkan absorpsi Fe. Alkohol

dan asam laktat kurang mampu meningkatkan penyerapan Fe (Departemen Gizi dan

Kesehatan Masyarakat, 2008).

2. Pemeriksaan laju endap darah

Proses LED dapat dibagi dalam 3 tingkatanyaitu: tahap pembentukan rouleaux, tahap

pengendapan dan tahap pemadatan.Pertama ialah tingkatan penggumpalan

yangmenggambarkan periode eritrosit membentukgulungan (rouleaux) dan sedikit

Page 16: Laporan Fix Pk2 2013 c3

sedimentasi. Keduaialah tingkatan pengendapan cepat, yaitu eritrositmengendap secara

tetap dan lebih cepat. Ketigaialah tingkatan pemadatan, pengendapan gumpalaneritrosit

mulai melambat karena terjadi pemadataneritrosit yang mengendap. Nilai rujukan LED

padametodeWestergreenuntuklaki-laki 0–15 mm/jam dan perempuan 0–20 mm/jam.

FaktorygmempengaruhiLED :

a. FaktorSelDarahMerah :

Aglutinasieritrosit&pembentukanrouleaux

Semakinbesarmasaeritrosit, makasemakinmudahterbentukroeleux,

sehinggadarahsemakincepatmengendap.

BentukEritrosit

Bentuksferisdanbulansabitmempersulitpembentukanrouleauxsehinggapengendapa

nterjadilebihlambatdanmenurunkannilailajuendapdarah.

Ukuraneritrosit

Eritrosit yang berukuranmakrositmemilikinilailajuendapdarah yang lebihtinggi.

Jumlaheritrosit

Jumlaheritrosit yang rendahmempercepatpengendapansel,

sehingganilailajuendapdarahmeningkat.

b. Faktorkomposisi plasma :

Lajuendapdarahakanmeningkatjikaterjadipeningkatanmakromolekul plasma,

peningkatanperbandingan globulin terhadap albumin, ataupeningkatankadar

fibrinogen.

Lajuendapdarahakanmenurunjikaterjadipeningkatanviskositas plasma.

c. Faktorteknis :

Lajuendapdarahakanmeningkatjikatabung miring atautabungterlalupanjang.

Lajuendapdarahakanmenurunjika diameter tabunglebihkecil,

tidaksegeramemeriksadarah, ataupemberian anti koagulanberlebihan.

3. Hitung jumlah leukosit

Dari hasil yang didapatkan, jumlah leukosit belum dapat dikategorikan normal atau

tidak sebab usia dari pemilik sampel darah tidak diketahui. Usia menjadi penting

diketahui karena jumlah leukosit dengan usia menunjukkan variasi kuantitatif dimana

pada usia 14-15 tahun persentase jumlah leukosit semakin mirip dengan dewasa (Guyton,

1997 dalam Harahap, 2008). Bayi memiliki leukosit lebih banyak daripada dewasa

Page 17: Laporan Fix Pk2 2013 c3

disebabkan masih terdapatnya sel-sel mieloblast dan sel limfosit muda yang telah

terbentuk selama dalam kandungan yang berasal dari hepar dan organ pembentuk

lainnya. Selain itu, usia lanjut juga memungkinkan penurunan sub populasi suatu limfosit

T tertentu (Subowo, 2010).

Hasil pemeriksaan juga belum dapat dipastikan valid karena terdapat beberapa

faktor seperti keadaan saat pengambilan sampel dan pada waktu pengamatan di

mikroskop. Jika pengambilan sampel dilakukan ketika terjadi infeksi, maka jumlah

lekosit yang didapat cukup tinggi sehingga timbul kecurigaan leukositosis. Posisi

peletakkan sampel pada mikroskop juga berpengaruh, yaitu jika sampel darah diteteskan

terlalu banyak atau terlalu sedikit dapat mengubah jumlah leukosit yang dihitung pada

bilik.

4. Penetapan Golongan darah Sistem ABO

Anti A Anti B Anti A, Anti D Golongan Darah

- - + O

Pemeriksaan golongan darah menggunakan sistem pencampuran serum dengan darah

yang kemudian aduk sampai terlihat adanya penggumpalan darah. Hasil pemeriksaan

penentuan golongan darah jenis ABO dan Rhesus dengan darah vena menunjukkan bahwa

darah tersebut bergolongan darah O Rhesus positif, karena pada pemeriksaan menunjukkan

darahtidak menggumpal pada serum anti A dan anti B, sedangkan darah yang dicampur

dengan serum anti D mengalami penggumpalan. Hal ini menunjukkan bahwa darah tersebut

tidak memiliki anti A maupun B, sehingga dikategorikan bergolongan darah O. Dikatakan

suatu darah bergolongan O jika tidak memiliki antibodi A maupun B dan memiliki antigen A

dan B.

BAB V

APLIKASI KLINIS

Page 18: Laporan Fix Pk2 2013 c3

1. Anemia defisiensi besi

Anemia defisiensi besi merupakan suatu penyakit dengan penurunan kuantitatif

sintesis hemoglobin. Penyebabnya antara lain karena asupan besi yang tidak cukup,

gangguan absorpsi setelah gastrektomi, dan kehilangan darah menetap (Price dan

Wilson, 2005). Kebutuhan besi yang dibutuhkan setiap harinya untuk menggantikan zat

besi yang hilang dari tubuh bervariasi. Jumlah besi didalam tubuh seorang normal

berkisar antara 3-5 g tergantung dari jenis kelamin, berat badan, dan hemoglobin. Besi

dalam tubuh terdapat dalam hemoglobin sebanyak 1,5―3 g dan sisa lainnya terdapat

dalam plasma dan jaringan (Sacher. RA, 2000).

Gejala yang ditimbulkan dari anemia defisiensi besi antara lain :

1. Kuku sendok, dimana kuku berubah menjadi rapuh, bergaris-garis vertikal dan

menjadi cekung.

2. Atropil papil lidah. Permukaan lidah tampak licin dan mengkilap disebabkan

karena hilangnya papil lidah.

3. Inflamasi sekitar sudut mulut.

4. Glositis

5. Atrofi mukosa gaster (Bakta, 2007)

Anemia defisiensi besi ini dapat diderita oleh bayi, anak-anak, bahkan orang dewasa

baik pria maupun wanita. Dampak dari anemia defisiensi besi ini sangat luas, antara lain

terjadi perubahan epitel, gangguan pertumbuhan jika terjadi pada anak-anak, kurangnya

konsentrasi pada anak (Hoffbrand, 2005).

2. Reaksi Hemolitik Alloimmune

Reaksihemolitikalloimmune (RHA) terjadisaattransfusieritrosit, denganinsidensi

0,016% dan 0,003% diantaranyamengalamihal yang datal. Hal

inidisebabkanolehdekstruksi donor eritrositakibatpengenalan antigen (aglutinogen)

olehantibodi (aglutinin) dariresipien.Hal

inidapatterjadikarenaketidaksesuaiangolongandarahantara donor

danresipien.Terdapatbeberapagejalayaitudemam, nyeri dada danpunggung, hemoragi,

takikardi, danhipotensi.RHA

Page 19: Laporan Fix Pk2 2013 c3

dapatberlanjutkekomplikasiyaitucederaginjalakibatreaksihemolitik,

tepatnyapadapigmennefropati.Selainitu, RHA jugadapatdisebabkanoleh transfer antibodi

maternal melewatiplasentadalampenyakithemolitikneonatusdantransplantasiallogenik

(Kitchen, 2011).

3. Hemofilia A

Hemofilia A merupakan kasus hemophilia yang paling sering terjadi, di mana terdapat

defek pada gen yang mengkode faktor pembekuan VII. Hemofilia A bersifat herediter

dan berhubungan dengan gen resesif X yang berasal dari ibu (James, 2008).

Hemofilia A disebut juga dengan hemofilia klasik. Umumnya, hemofilia A ditemukan

pada anak laki-laki yang mendapat gen defektif pada kromosom X dari sang ibu. Karena

adanya kekurangan faktor pembekuan VII pada hemofilia A, maka perdarahan hebat

dapat terjadi hanya karena luka kecil atau robekan mikrovaskuler. Perdarahan tersebut

umumnya terjadi pada persendian, menimbulkan nyeri, dan disabilitas (Corwin, 2009).

Penatalaksanaan hemofilia A dapat dilakukan dengan pemberian faktor pembekuan VII

sebagai profilaktik sebanyak 2-3 kali selama seminggu. Hal tersebut dilakukan agar

kadar faktor pembekuan darah dapat dipertahankan (Betz, 2009).

4. Hemofilia B

Penyakit ini juga dikenal dengan Penyakit Christmas (Price dan Wilson, 2005).

Hemofilia B merupakan salah satu jenis lain dari hemofilia. Hemofilia B merupakan

penyakit terkait X yang disebabkan tidak adanya faktor pembekuan IX (Corwin, 2009).

Pria dewasa yang mengidap penyakit ini tidak akan menurunkan kepada anak laki-

lakinya. Namun, semua anak perempuannya dapat menjadi carrier (James, 2008).

Sama halnya dengan Hemofilia A, penatalaksanaan Hemofilia B dapat dilakukan

dengan pemberian faktor IX sebagai profilaktik, sehingga kadarnya tetap berada dalam

darah (Betz, 2009)

5. Leukimia Limfosit Kronik

Penyebab Leukimia Limfosit Kronik belum diketahui. Kemungkinan yang berperan

adalah abnormalitas kromosom, onkogen, dan retrovirus (RNA tumour virus). Penelitian

awal menunjukkan keterlibatan gen bcl-1 dan bcl-2 pada 5-15% pasien, sedangkan gen

bcl-3 hanya kadang-kadang terlibat. Protoonkogen lcr dan c-fgr, yang mengkode protein

Page 20: Laporan Fix Pk2 2013 c3

kinase tirosin diekspresikan pada limfosit yang terkena Leukimia Limfosit Kronik tetapi

tidak pada sel B murni yang normal (Price dan Wilson, 2005). Saat ini pada pasien LLK

didapatkan delesi homozigot dan region genom telomerik gen retinoblastoma tipe-1

d13s25. Hal ini menunjukkan bahwa adanya gen suppressor tumor baru terlibat dalam

Leukimia Limfosit Kronik.Risiko terjadinya LLK meningkat seiring usia. Perbandingan

risiko relatif pada pria tua adalah 2,8:1 perempuan tua. Kebanyakan pasien memiliki ras

kaukasia dan berpendapatan menengah (Handayani dkk, 2008).

Sel B darah tepi normal adalah subpopulasi limfosit B CD5+ matur (sama dengan sel

B-1a) yang terdapat pada zona mantel limfonodi dan dalam jumlah kecil di darah. Sel B

LLK mengekpresikan immunoglobulin membrane permukaan yang umumnya rendah

kadarnya, kebanyakan IgM, IgD dibandingkan sel B darah tepi normal, dan single light

chain (kappa dan lambda). Juga mengekspresi antigen T CD5, antigen HLA-DR dan

antigen B (CD19 dan CD20) mempunyai reseptor untuk sel darah tikus, dan

menghasilkan autoantibodi polireaktif (Douglas, 2008)

Ekpresi gen VH dan VL terbatas pada sel-sel tersebut. Berdasarkan karakteristik

tersebut, LLK kemungkinan merupakan suatu proses bertahap, dimulai dengan ekspansi

poliklonal yang ditimbulkan oleh antigen terhadap limfosit B CD5+ yang dibawah

pengaruh agen mutasi pada akhirnya ditransformasi menjadi proliferasi monoklonal.

Limfosit B CD5+ neoplastik mengumpul akibat hambatan apoptosis (kematian sel

terprogram).

Meskipun gen bcl-2 jarang mengalami translokasi, tetapi terus menerus diekspresikan

secara berlebihan, yang mengakibatkan bertambah panjangnya kelangsungan hidup sel

LLK. Selain itu sitokin terlibat dalam pengaturan pertumbuhan dan sel-sel tersebut. Pada

LLK, TNF alfa dan IL-10 berperan sebagai growth factor. Dalam perjalanan penyakit,

ekspresi berlebihan CD38, onko gen c-myc, delesi gen RB-1, dan mutasi gen supresor

tumor p53 juga terjadi (Kumar, 2009).

Sekitar 55% pasien LLK mempunyai abnormalitas sitogenik, khususnya trisomi 12,

kelainan kromosom 13 pada lajur q14 (lokasi gen supresor RB-1), 14q+, delesi

kromosom 6 dan kromosom 11. Hal ini baik dideteksi melalui fluoresensi in situ,

hibridisasi dibandingkan analisis sitogenik konvensional. Belum jelas makna kelainan

tersebut pada tingkat molekuler.

Page 21: Laporan Fix Pk2 2013 c3

Kelainan kariotipik bertambah pada LLK stadium lanjut dan menunjukkan

abnormalitas yang didapat. Evolusi kariotipik umumnya berhubungan dengan perjalanan

penyakit, terjadi pada 15-40% pasien LLK.Pada awal diagnosis, kebanyakan pasien LLK

tidak menimbulkan gejala. Pada pasien dengan gejala, paling sering ditemukan

limfadenopati generalisata, penurunan berat badan dan kelelahan.Gejala lain meliputi

hilangnya nafsu makan dan penurunan kemampuan latihan/olahraga. Demam, keringat

malam, dan infeksi jarang terjadi pada awalnya, tetapi semakin mencolok sejalan dengan

perjalanan penyakitnya (Handayani dkk, 2008).

Akibat penumpukan sel B neoplastik, pasien yang asimptomatik pada saat diagnosis

pada akhirnya akan mengalami limfadenopati, splenomegali, dan hepatomegali.Dua

puluh hingga tiga puluh persen pasien tidak menunjukkan kelainan fisik. Kelainan fisik

yang dijumpai adalah limfadenopati. Sekitar 50% pasien mengalami limfadenopati

dan/atau hepatosplenomegali. Pembesaran limfonodi dapat terlokalisir atau merata dan

bervariasi dalam ukuran. Splenomegali dan/atau hepatomegali ditemukan pada 25-50%

kasus (Douglas, 2008).

Infiltrasi pada kulit, kelopak mata, jantung, pleura, paru, dan saluran cerna umumnya

jarang, dan timbul pada akhir perjalanan penyakit.Sejalan dengan perjalanan penyakit,

limfadenopati massif dapat menimbulkan obstruksi lumen termasuk ikterus obstruktif,

disfagia uropati obstruktif, edema ekstremitas bawah, dan obtruksi usus parsial.

Timbulnya efusi pleura atau asites berhubungan dengan prognosis yang buruk (Douglas,

2008).

Page 22: Laporan Fix Pk2 2013 c3

DAFTAR PUSTAKA

Bain, BJ dan Rajeev Gupta. 2003. A-Z of Haematology. Australia: Blackwell PublishingBakta, I Made. 2012. Hematologi Klinik Ringkas. Jakarta : EGCBakta, IM. 2007. Hematologi Klinik Ringkas. Jakarta: EGCBetz, Cecily Lynn., Linda A Sowden. 2009. Buku Saku Keperawatan PediatriEd.5 (Alih

Bahasa : Eny Meiliya). Jakarta: EGCCorwin, Elizabeth J.2009. Buku Saku Patofisiologi Edisi Revisi 3. Jakarta: EGCDepartemen Gizi dan Kesehatan Masyarakat. 2008. Gizi Dan Kesehatan Masyarakat.

Jakarta: Rajawali PersDisorder of Hemostasis. WB sanders. PhiladelphiaDouglas M. Anderson. 2007. Dorland’s Illustrated Medical Dictionary 31st Edition.

Philadelphia: Saunders ElsevierGandasoebrata, R. 1984.Penuntun Laboratorium Klinik. Jakarta: Dian RakyatGuyton, Arthur C. dan John E. Hall. 2007. Buku Ajar Fisiologi Kedokteran. Jakarta: EGCHandayani Wiwik dan Andi Sulistyo. 2008. Asuhan Keperawatan pada Klien dengan

Gangguan Sistem Hematologi. Jakarta: Salemba MedikaHandayani, W dan Andi Sulistyo Haribowo. 2008. Hematologi. Jakarta: Salemba MedikaHarahap, Novita Sari. 2008. “Pengaruh Aktivitas Fisik Maksimal Terhadap Jumlah dan

Hitung Jenis Leukosit pada Mencit (Mus Musculus L) Jantan”. Medan: Repository USUHoffbrand, A. V. 2002. Kapita Selekta Hematologi. Jakarta: EGCJames, Joyce., Colin Baker., Helen Swain. 2008. Prinsip-prinsip Sains untuk Keperawatan.

Jakarta: ErlanggaKitchen, Gareth. 2011. Immunology and Haematology Third Edition. Philadelphia: Mosby

ElsevierMartini, FH dkk. 2012. Fundamentals of Anatomy and Physiology 9th Edition. San Fransisco:

Pearson EducationNugraheny, E. 2009. Asuhan Kebidanan Pathologi. Yogyakarta: Pustaka RihanaPrasetyaningrum, Farida. 2009. Pengaruh Lama Penyimpanan Cat Giemsa Enceran terhadap

Hasil Pewarnaan Sediaan Apus Darah. Available at: http://digilib.unimus.ac.id/gdl.php?mod=browse&op=read&id=jtptunimus-gdl-faridapras-5318&q=apus%20darah. Diakses 04 September 2013

Price, Sylvia A. dan Lorraine M. Wilson. Patofisiologi Konsep Klinis Proses-Proses Penyakit. 2005. Edisi 6. Jakarta: EGC

Prihadi, Harsono. 2007. PengaruhWaktuAktifitasFisikRinganterhadap Beda ReratawaktuPembekuandalamSistemKoagulasi.Semarang. Available at: http://eprints.undip.ac.id/22399/DiaksesRabu, 4 September 2013

Sacher, RA. MC Pherson, RA. 2000. Widman’s Clinical Interpretation of Laboratory Tests. Philadelphia: FA Davis Company

Sacher, Ronald A. 2004. Tinjauan Klinis Pemerikasaan Laboratorium. Jakarta: EGCSaito, H. 1996. Normal Hemostatic Mechanism.Subowo. 2010. Imunologi Klinik. Jakarta: Sagung Seto

Tim Patologi Klinik. 2013. Buku Petunjuk Praktikum Patologi Klinik Blok Hemato-Imunologi. Purwokerto: Universitas Jenderal Soedirman

Vinay, Kumar. 2001. Robbins Basic Pathology 8th edition. Philadelphia: Saunders Elsevier

Page 23: Laporan Fix Pk2 2013 c3

LAMPIRAN