fix laporan pk2 d4 bahagia gembiraaaa

48
LAPORAN PRAKTIKUM PATOLOGI KLINIK BLOK HEMATOIMUNOLOGI Pemeriksaan Jumlah Eritrosit Pemeriksaan Hematokrit Hitung Jenis Leukosit Indeks Hematokrit Oleh Kelompok D4 Anggota : Risma Pramudya G1A010045 Bayu Aji Pamungkas G1A011071 Gilang Ananda G1A011082 Bagas Ryan Kusuma G1A011089 Btari Farhana Indillah G1A012153 Muhammad Reiza P G1A012154 Ong Reaya Sany G1A012155 PJ Laboratorium : Yefta KEMENTRIAN PENDIDIKAN DAN KEBUDAYAAN UNIVERSITAS JENDERAL SOEDIRMAN 1

Upload: re-aya-san

Post on 30-Nov-2015

129 views

Category:

Documents


7 download

DESCRIPTION

laporan

TRANSCRIPT

Page 1: Fix Laporan Pk2 d4 Bahagia Gembiraaaa

LAPORAN PRAKTIKUM PATOLOGI KLINIK

BLOK HEMATOIMUNOLOGI

Pemeriksaan Jumlah Eritrosit

Pemeriksaan Hematokrit

Hitung Jenis Leukosit

Indeks Hematokrit

Oleh

Kelompok D4

Anggota : Risma Pramudya G1A010045

Bayu Aji Pamungkas G1A011071

Gilang Ananda G1A011082

Bagas Ryan Kusuma G1A011089

Btari Farhana Indillah G1A012153

Muhammad Reiza P G1A012154

Ong Reaya Sany G1A012155

PJ Laboratorium : Yefta

KEMENTRIAN PENDIDIKAN DAN KEBUDAYAAN

UNIVERSITAS JENDERAL SOEDIRMAN

FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU – ILMU KESEHATAN

JURUSAN KEDOKTERAN

PURWOKERTO

2013

1

Page 2: Fix Laporan Pk2 d4 Bahagia Gembiraaaa

BAB I

DASAR TEORI

A. Eritrosit

Eritrosit merupakan elemen terbesar penyusun darah, berbentuk piringan

bikonkaf dengan garis tengah 8 um, ketebalan 2 um di tepi luar, dan ketebalan

1 um di bagian tengah. Bentuk bikonkaf sel darah merah ini menghasilkan

luas permukaan yang lebih besar untuk difusi O2 menembus membran

dibandingkan dengan bentuk sel yang bulat dengan besar volum sama. Sel

yang tipis juga memungkinkan O2 cepat berdifusi antara bagian paling dalam

sel dan eksterior sel. Gambaran lain yang mempermudah fungsi transpor sel

darah merah adalah kelenturan membrannya. Sel darah merah yang memiliki

garis tengah 8 um dapat mengalami perubahan bentuk secara luar biasa

sewaktu mengalir satu per satu melewati kapiler yang garis tengahnya

sesempit 3 um (Sherwood, 2002).

Sel darah merah tidak memiliki nukleus, mitokondria, dan ribosom, serta

tidak dapat bergerak. Eritrosit hanya terdiri dari (Sherwood, 2002):

1. membran luar;

2. hemoglobin (Hb), komponennya terdiri atas:

a. heme yang merupakan gabungan protoporfirin dengan besi;

b. globin bagian protein yang terdiri atas 2 rantai alfa dan 2 rantai

beta;

3. karbonik anhidrase (enzim yang terlibat dalam transpor

karbondioksida).

Kisaran jumlah normal eritrosit adalah: laki – laki 4,5 – 6,5 juta / liter,

wanita 3,9 – 5,8 juta / liter (Gibson, 2002).

Eritropoiesis adalah proses pembentukan eritrosit yang terjadi di sumsum

tulang hingga terbentuk eritrosit matang dalam darah tepi yang dipengaruhi

dan dirangsang oleh hormon eritropoietin. Eritropoietin adalah hormon

glikoprotein yang terutama dihasilkan oleh sel-sel interstisium peritubulus

ginjal, dalam respon terhadap kekurangan oksigen atas bahan globulin plasma,

untuk digunakan oleh sel-sel induk sumsum tulang. Eritropoietin

2

Page 3: Fix Laporan Pk2 d4 Bahagia Gembiraaaa

mempercepat produksi eritrosit pada semua stadium terutama saat sel induk

membelah diri dan proses pematangan sel menjadi eritrosit. Di samping

mempercepat pembelahan sel, eritropoietin juga memudahkan pengambilan

besi, mempercepat pematangan sel dan memperpendek waktu yang

dibutuhkan oleh sel untuk masuk dalam sirkulasi.

Pada orang dewasa terutama terjadi di dalam sumsum tulang, dimana

sistem eritrosit menempati 20% – 30% bagian jaringan sumsum tulang yang

aktif membentuk sel darah. Sel eritrosit berasal dari sel induk multipotensial

dalam sumsum tulang. Sel induk multipotensial ini mampu berdiferensiasi

menjadi sel darah sistem eritroid, mieloid, dan megakariosibila yang

dirangsang oleh eritropoeitin. sel induk multipotensial akan berdiferensiasi

menjadi sel induk unipotensial. Sel induk unipotensial tidak mampu

berdiferensiasi lebih lanjut, sehingga sel induk unipotensial seri eritrosit hanya

akan berdiferensiasi menjadi sel pronormoblas. Sel pronormoblas akan

membentuk DNA yang diperlukan untuk tiga sampai dengan empat kali

mitosis. Melalui empat kali mitosis dari tiap sel pronormoblas akan terbentuk

16 eritrosit. Eritrosit matang kemudian dilepaskan dalam sirkulasi. Pada

produksi eritrosit normal sumsum tulang memerlukan besi, vitamin B12, asam

folat, piridoksin (vitamin B6), kobal, asam amino, dan tembaga. Secara garis

besar, perubahan morfologi sel yang terjadi selama proses diferensiasi sampai

eritrosit matang adalah sebagai berikut (Handayani, 2008):

1. Ukuran sel mengecil akibat mengecilnya inti sel.

2. Inti sel menjadi semakin padat dan akan dikeluarkan pada tingkatan

eritroblas asidosis.

3. Dalam sitoplasma dibentuk hemoglobin yang diikuti dengan

hilangnya RNA dari dalam sitoplasma sel.

B. Hematokrit

Pemeriksaan hematokrit menggambarkan perbandingan persentase antara

sel darah merah, sel darah putih dan trombosit terhadap volume seluruh darah

atau konsentrasi (%) eritrosit dalam 100mL/dL keselurahan darah.

3

Page 4: Fix Laporan Pk2 d4 Bahagia Gembiraaaa

Pemeriksaan ini biasanya dilakukan bersamaan dengan pemeriksaan

hemoglobin (Hb) dan eritrosit.

Hematokrit dapat diukur pada darah vena atau kapiler dengan teknik

makrokapiler dan mikrokapiler. Pada teknik makrokapiler, darah vena diambil

kemudian dimasukkan dalam tabung berskala dengan panjang 100 mm dan

disentrifuse pada 2260 g selama 30 menit. Volume packed red cell dan plasma

dibaca secara langsung dari angka milimeter disisi tabung. Metode

makrokapiler ini sudah tidak banyak lagi digunakan (Sacher, 2004).

Prinsip pengukuran hematokrit cara manual (metode mikro) adalah darah

vena dengan menggunakan antikoagulan, kemudian dimasukkan kedalam

tabung kapiler yang salah satu ujungnya ditutup dengan bahan khusus

(malam) dan dipusingkan dengan kecepatan tertentu sehingga terjadi

pemadatan sel-sel darah merah. Tingginya sel darah merah diukur dengan

menggunakan skala hematokrit yang dinyatakan dalam persen terhadap

seluruh darah.

Metode mikrohematokrit menggunakan darah vena atau darah kapiler

untuk mengisi sebuah tabung kapiler dengan panjang sekitar 7 cm dan

diameter 1 milimeter. Tabung yang sudah terisi kemudian disentrifuse selama

4 – 5 menit pada 10.000 g, dan proporsi plasma dan sel darah merah

ditentukan dengan alat pembaca berkalibrasi. Proses sentrifuse harus dikontrol

agar gaya sentrifugalnya optimal. Teknik ini memungkinkan kita untuk

memperkirakan secara kasat mata volume sel darah putih dan trombosit yang

membentuk buffy coat antara sel darah merah dan plasma. Hematokrit juga

dapat ditentukan dengan menggunakan instrumen elektronik otomatis, dan

hematokrit dihitung dari volume sel rerata dan hitung sel darah merah (Sacher,

2004).

Semakin tinggi persentase hematokrit berarti konsentrasi darah semakin

kental, dan diperkirakan banyak plasma darah yang keluar dari pembuluh

darah hingga berlanjut pada kondisi syok hipovolemik. Penurunan hematokrit

terjadi pada pasien yang mengalami kehilangan darah akut, anemia, leukemia,

dan kondisi lainnya.

4

Page 5: Fix Laporan Pk2 d4 Bahagia Gembiraaaa

C. Indeks Eritrosit

Indeks eritrosit adalah batasan untuk ukuran dan isi hemoglobin eritrosit.

Istilah lain untuk indeks eritrosit adalah indeks kospouskuler. Indeks eritrosit

terdiri atas : isi/volume atau ukuran eritrosit (MCV : mean corpuscular

volume atau volume eritrosit rata-rata), berat (MCH : mean corpuscular

hemoglobin atau hemoglobin eritrosit rata-rata), konsentrasi (MCHC : mean

corpuscular hemoglobin concentration atau kadar hemoglobin eritrosit rata-

rata), dan perbedaan ukuran (RDW : RBC distribution width atau luas

distribusi eritrosit).

Indeks eritrosit dipergunakan secara luas dalam mengklasifikasi anemia

atau sebagai penunjang dalam membedakan berbagai macam anemia.

Indeks eritrosit dapat ditetapkan dengan dua metode, yaitu manual dan

elektronik (automatik) menggunakan hematology analyzer. Untuk dapat

menghitung indeks eritrosit secara manual diperlukan data kadar hemoglobin,

hematokrit/PCV dan hitung eritrosit.

a. MCV (Mean Corpouscular Volume)

MCV atau Volume Eritrosit Rata-rata (VER) merupakan

penghitungan untuk volume eritrosit rata – rata. MCV merupakan

indeks eritrosit yang paling sering digunakan. MCV dapat

dirumuskan sebagai berikut (Kee, 2007):

MCV= HematokritJumlah eritrosit

×10

Nilai normal dari MCV adalah antara 82 – 92 femtoliter untuk

dewasa, 73 – 101 femtoliter untuk anak usia 1 – 3 tahun, 72 – 88

femtoliter untuk anak usia 4 – 5 tahun, 69 – 93 femtoliter untuk anak

usia 6 – 10 tahun, dan 98 – 122 femtoliter untuk bayi yang baru lahir

(Kee, 2007).

Interpretasi dari MCV adalah makrositik (MCV di atas normal),

normositik (MCV dalam batas normal), dan mikrositik (MCV di

bawah normal) (Kee, 2007).

b. MCH (Mean Corpuscular Hemoglobin)

MCH atau Hemoglobin Eritrosit Rata – Rata (HER) mengindikasikan

bobot hemoglobin di dalam eritrosit tanpa memperhatikan ukurannya.

5

Page 6: Fix Laporan Pk2 d4 Bahagia Gembiraaaa

MCH diperoleh dengan mengalikan kadar Hb 10 kali, lalu

membaginya dengan hitung eritrosit (Kee, 2007).

MCH= HemoglobinJumlaheritrosit

×10

Nilai normal dari MCH untuk dewasa adalah antara 27 – 32

pikogram, 33 – 41 pikogram untuk bayi yang baru lahir, 23 – 31

pikogram untuk anak usia 1 – 5 tahun, dan 22 – 34 pikogram untuk

anak usia 6 – 10 tahun (Kee, 2007).

MCH dijumpai meningkat pada anemia makrositik – normokromik

atau sferositosis, dan menurun pada anemia mikrositik –

normokromik atau anemia mikrositik – hipokromik (Kee, 2007).

c. MCHC (Mean Corpuscular Hemoglobin Concentration)

MCHC atau Kadar Hemoglobin Eritrosit Rata-rata (KHER)

mengindikasikan konsentrasi hemoglobin per unit volume eritrosit.

MCHC dapat dirumuskan sebagai berikut (Kee, 2007):

MCHC= HemoglobinHematokrit

× 100 %

Nilai normal untuk dewasa adalah antara 32 – 37%, 31 – 35% untuk

bayi yang baru lahir, 26 – 34% untuk anak usia 1,5 – 3 tahun, dan 32

– 36% untuk anak usia 5 – 10 tahun (Kee, 2007).

Penurunan nilai MCHC dijumpai pada anemia hipokromik, defisiensi

zat besi serta talasemia. Nilai MCHC dihitung dari nilai MCH dan

MCV atau dari hemoglobin dan hematocrit (Kee, 2007).

6

Page 7: Fix Laporan Pk2 d4 Bahagia Gembiraaaa

D. Jenis Leukosit

Leukosit merupakan unit yang aktif dari sistem pertahanan tubuh yang

dibentuk di sumsum tulang dan sebagian lagi di jaringan limfe (Guyton &

Hall, 1997).

Sel darah putih yang secara normal ditemukan dalam darah, yaitu

(Eroschenko, 2003):

a. Eosinofil

Eosinofil merupakan 2 – 4% leukosit di dalam darah. Sel ini biasanya

mudah dikenali pada apusan darah karena sitoplasmanya dipenuhi

granul eosinofilik (merah muda terang) besar. Inti eosinofil berlobus

dua, tetapi kadang – kadang berlobus 3 yang kecil (Eroschenko,

2003).

Gambar 1.1 Eosinofil

b. Basofil

Basofil mencakup kurang dari 1% dari leukosit darah dan itulah

sebabnya basofil paling sulit ditemukan dalam apusan darah. Granula

pada basofil tidak sebanyak pada eosinofil, namun ukuran granulnya

lebih bervariasi, tidak begitu berhimpitan dan terpulas biru tua atau

cokelat. Intinya tidak berlobus banyak dan terpulas basofilik pucat,

namun terhalangi oleh kepadatan granul (Eroschenko, 2003).

Gambar 1.2 Basofil

c. Neutrofil

7

Page 8: Fix Laporan Pk2 d4 Bahagia Gembiraaaa

Neutrofil terdapat kira – kira 60 – 70% dari populasi leukosit darah

dan mudah ditemukan dalam apusan darah. Neutrofil segmen lebih

banyak ditemukan daripada neutrofil stab. Sitoplasma neutrofil

mengandung granul halus berwarna ungu atau merah muda yang

susah dilihat dengan mikroskop cahaya biasa, akibatnya,

sitoplasmanya tampak bening. Inti neutrofil terdiri atas beberapa

lobus yang dihubungkan benang kromatin halus (Eroschenko, 2003).

Gambar 1.3 Stab Neutrofil

Gambar 1.4 Segmen Neutrofil

d. Limfosit

Limfosit mencakup 20 – 30% dalam leukosit darah. Limfosit hampir

tidak memiliki granul sitoplasma, dengan inti bulat sampai berbentuk

tapal kuda. Besarnya bervariasi, dari yang lebih kecil dari eritrosit

sampai dua kali besarnya. Pada limfosit, intinya yang terpulas gelap

mengisi hampir seluruh sitoplasma (Eroschenko, 2003).

Gambar 1.5 Limfosit

e. Monosit

8

Page 9: Fix Laporan Pk2 d4 Bahagia Gembiraaaa

Monosit adalah leukosit terbesar. Intinya bervariasi, dari bulat atau

lonjong sampai berlekuk atau berbentuk tapal kuda dan terpulas lebih

pucat daripada inti limfosit. Sitoplasmanya banyak dan sedikit

basofilik, sering mengandung granula zurofilik halus. Monosit ini

mencakup kira – kira 3 – 8% leukosit darah (Eroschenko, 2003).

Gambar 1.6 Monosit

Nilai normal jenis leukosit menurut Miller (Tim Patologi Klinik, 2010):

1. Eosinofil : 1 – 4%.

2. Basofil : 0 – 1%.

3. Stab : 2 – 5%.

4. Segmen : 50 – 70%.

5. Limfosit : 20 – 40%.

6. Monosit : 1 – 6%.

9

Page 10: Fix Laporan Pk2 d4 Bahagia Gembiraaaa

BAB II

Metode

A. Pemeriksaan Jumlah Eritrosit

Alat :

1. Hemositometer :

a. Bilik Hitung NI

b. Pipet Eritrosit (skala, 0,5-1-101)

c. Kaca Penutup

2. Mikroskop

Bahan :

Darah venna atau darah kapiler

Reagen, Larutan Hayem :

1. NaSO4 kristal : 5 gram

2. NaCl : 1 gram

3. HgCl2 : 0,5 gram

4. Aquadest : 200 ml

Cara Kerja :

1. Bilik hitung ditutupdengan kaca penutup lalu letakkan dibawah

mikroskop

2. Kemudian cari kotak kecil atau kotak eritrosit

10

Page 11: Fix Laporan Pk2 d4 Bahagia Gembiraaaa

3. Dengan mengguanakan pipet eritrosit hisap darah sampai angka

0,5 pengenceran 200 kali.

4. Bersihkan ujung pipet, kocong searah horizontal

5. Buang 3 tetes pertama, teteskan ke bilik hitung

6. Amati dengan menggunakan mikroskop

B. Pemeriksaan Hematokrit

Alat :

1. Pipet Hematokrit

2. Vaselline

3. Sentrifuge (16.000 rpm)

4. Skala Pembaca Ht

Bahan :

Darah venna atau darah kapiler

Reagen :

Heparin

Cara Kerja :

1. Isi tabung kapiler dengan darah hingga ¾ tabung

2. Sumbat bagian ujung tabung dengan menggunakan vaslline

3. Lakukan sentrifuge dengan kecepatan 16000 rpm selama 3-5

menit

4. Baca hasil dengan skala hematokrit panjang kolom merah

C. Pemeriksaan Jumlah Leukosit

Tabel Hitung Leukosit

1 2 3 4 5

Eosinofil

Basofil

Staff

11

Page 12: Fix Laporan Pk2 d4 Bahagia Gembiraaaa

Segmen

Limfosit

Monosit

JUMLAH

Nilai Normal Menurut Miller :

Eosinofil : 1 – 4 %

Basofil : 0 – 1 %

Staff : 2 – 5 %

Segmen : 50 – 70 %

Limfosit : 20 – 40 %

Monosit : 1 – 6 %

D. Nilai Eritrosit Rata – rata ( Nilai Indeks Eritrosit)

1. MCV

Volume Eritrosit Rata-rata ( V E R ) satuan Femtoliter

HematokritJumlah Eritrosit

x 10

Nilai normal = 82 – 92 Femtoliter

2. MCH

Hemoglobin Eritrosit Rata – rata ( H E R ), adalah banyaknya

Hb per eritrosit dinyatakan dengan satuan pikogram

HemoglobinJumlah Eritrosit

x 10

12

Page 13: Fix Laporan Pk2 d4 Bahagia Gembiraaaa

Nilai normal 27 – 32 Pikogram

3. MCHC

Konsentrasi Hemoglobin Eritrosit rata-rata ( KHER ), adalah

Kadar Hemoglobin Eritrosit yang didapat per Eritrosit

dinyatakan dengan satuan %

HemoglobinHematokrit

x100%

Nilai normal 32 – 37 %

13

Page 14: Fix Laporan Pk2 d4 Bahagia Gembiraaaa

BAB III

Hasil

A. Pemeriksaan Jumlah Eritrosit

¿ jumlah eritrositkotak kecil

× 400× 10 ×200

¿ 10716

× 400 ×10 ×200

= 4750 juta / mm3

B. Pemeriksaan Hematokrit

¿ panjang kolom merahpanjang kolom total

× 100 %

¿ 34100

×100 %

¿ 34%

C. Tabel Hitung Leukosit

1 2 3 4 5

Eosinofil I I ii - I

Basofil - - - - -

Staff - - iii Iii -

Segmen iiiii ii Iiiii ii I iii

Limfosit I Iiii iii iiiii i iiiii i

Monosit I - - - -

JUMLAH 10 10 10 10 10

Eosinofil = 10%

Basofil = 4%

Staff = 12%

Segmen = 17%

Limfosit = 20%

Monosit = 0%

14

Page 15: Fix Laporan Pk2 d4 Bahagia Gembiraaaa

Hasil : Eosinofilia

D. Nilai Indeks Eritrosit

MCV (Mean Corpusculum Volume)

¿ Htjumlah eritrosit

×10

¿ 344,75

× 10

= 71,58 Femtoliter (tidak normal)

MCH (Mean Corpusculum Hemoglobin)

¿ Hbjumlaheritrosit

×10

¿ 164,75

× 10

= 33,68 Pikogram (tidak normal)

MCHC (Mean Corpusculum Hemoglobin Concentrate)

¿ HbHt

×100%

¿ 1634

× 100 %

= 47,06% (tidak normal)

15

Page 16: Fix Laporan Pk2 d4 Bahagia Gembiraaaa

BAB IV

PEMBAHASAN

A. Pemeriksaan Jumlah Eritrosit

Berdasarkan hasil pemeriksaan dari sampel darah yang diambil dari

probandus:

Nama : Bagas Ryan Kusuma

Usia : 20 tahun

Jenis kelamin : Laki-laki

didapatkan sebanyak 107 eritrosit pada 16 kotak kecil. Dengan menggunakan

perhitungan jumlah eritrosit, maka didapatkan hasil jumlah eritrosit sebanyak

4,75 juta / mm3. Sedangkan nilai rujukan jumlah eritrosit untuk pria dewasa

adalah 4,5 – 6,5 juta / mm3, hal tersebut menunjukkan bahwa jumlah eritrosit

yang dimiliki probandus masih dalam batas normal. Selain karena probandus

tidak memiliki penyakit yang berhubungan dengan jumlah eritrosit, ketajaman

mata yang baik, penyebaran kotak kecil yang dihitung, dan ketelitian dalam

menghitung sel eritrosit pada mikroskop juga mempengaruhi valid atau

tidaknya pemeriksaan jumlah eritrosit ini.

Nilai rujukan untuk jumlah eritrosit pada bayi < 3 bulan adalah 4,0 – 5,6

juta / mm3, untuk bayi berusia 3 bulan adalah 3,2 – 4,5 juta / mm3, untuk usia

1 tahun adalah 3,6 – 5,0 juta / mm3, untuk anak berusia 12 tahun adalah 4,2 –

5,2 juta / mm3, dan untuk pria dewasa adalah 4,5 – 6,5 juta / mm3 (Tim

Patologi Klinik, 2010).

Jika jumlah eritrosit di bawah nilai rujukan keadaan tersebut disebut

anemia, sedangkan jika jumlah eritrosit melebihi nilai rujukan maka keadaan

tersebut disebut polisitemia.

B. Pemeriksaan Hematokrit

Berdasarkan hasil pemeriksaan dari sampel darah yang diambil dari

probandus:

Nama : Bagas Ryan Kusuma

Usia : 20 tahun

16

Page 17: Fix Laporan Pk2 d4 Bahagia Gembiraaaa

Jenis kelamin : Laki-laki

didapatkan hasil panjang kolom merah adalah 34, sedangkan panjang kolom

total adalah 100. Jika dihitung dengan rumus perhitungan nilai hematokrit,

maka didapatkan nilai hematokrit pada darah probandus adalah 34%.

Sedangkan nilai rujukan hematokrit menurut Dacie untuk pria dewasa adalah

47 ± 7 %. Hal tersebut menunjukkan bahwa nilai hematokrit pada darah

probandus kurang dari normal.

Dalam hal ini dapat terjadi kesalahan dalam pemeriksaan. Sumber

kesalahan dapat berasal dari proses sentrifuge yangtidak benar, lupa

mengocok sampel, penutupan ujung kapiler tidak rapat, antikoagulan yang

digunakan tidak tepat, atau tabung kapiler tidak ditera (Tim Patologi Klinik,

2010).

Nilai hematokrit dapat menurun pada saat perdarahan dan hemolisis.

Selain itu ada beberapa variabel yang dapat menurunkan kadar Ht, di

antaranya (Wirawan, 1996):

1. Penggunaan antikoagulan EDTA yang lebih dari kadar 1,5 mg/ml

darah mengakibatkan eritrosit mengerut sehingga nilai hematokrit akan

turun.

2. Bahan pemeriksaan yang ditunda lebih dari 6 jam akan meningkatkan

hematokrit.

3. Bahan pemeriksaan tidak dicampur hingga homogen sebelum

pemeriksaan dilakukan.

4. Darah yang digunakan untuk pemeriksaan tidak boleh mengandung

bekuan.

5. Kecepatan dan lamanya pemusingan harus sesuai.

6. Pemakaian mikro sentrifuge dalam waktu yang lama mengakibatkan

alat menjadi panas sehingga dapat mengkibatkan hemolisis.

7. Lapisan buffy coat tidak turut dibaca tetapi hal ini sulit diatasi.

8. Endapan atau lisis dari eritrosit dapat terjadi bila salah satu ujung pipet

kapiler disumbat dengan cara dibakar.

9. Penguapan plasma dapat terjadi selama pemusingan atau bila pipet

kapiler yang akan dibaca dibiarkan terlalu lama.

17

Page 18: Fix Laporan Pk2 d4 Bahagia Gembiraaaa

10. Pembacaan yang salah.

Kadar hematokrit sering digunakan untuk mengetahui derajat anemia

(Sacher & McPherson, 2004).

Nilai hematokrit akan menurun pada penderita anemia hemolitik, anemia

aplastik, anemia defisiensi besi, dan beberapa kasus anemia defisiensi asam

folat (Waterbury, 1995).

C. Nilai Indeks Eritrosit

Nilai indeks eritrosit adalah batasan untuk ukuran dan isi hemoglobin

eritrosit maupun Hemotokrit. Istilah lain untuk indeks eritrosit adalah indeks

kospouskuler. Nilai indeks eritrosit rata – rata dihitung dengan tujuan agar

dapat menentukan ukuran eritrosit rata – rata dan menentukan banyaknya

hemoglobin rata – rata pada setiap eritrosit.

Tujuan dari menghitung nilai indeks eritrosit adalah untuk

memperkirakan:

1. Ukuran eritrosit rata – rata

2. Banyaknya hemoglobin tiap eritrosit

3. Untuk menegakkan penyakit anemia yang diderita seseorang

Nilai indeks eritrosit memberikan informasi tentang ukuran (MCV: Mean

Corpusculum Volume), berat (MCH: Mean Corpusculum Hemoglobin) dan

konsentrasi hemoglobin (MCHC: Mean Corpusculum Hemoglobin

Concentration) dari sel darah merah.

Nilai MCV pada probandus didapatkan hasil 71,85 fL. Hasil tersebut jika

dibandingkan dengan normalnya 82 – 92 fL maka didapat hasil menurun,

abnormal. Hal ini dapat disimpulkan sel mikrositik atau ukurannya lebih kecil

dai sel normal. Sel mikrositik ditemukan pada anemia defisiensi besi,

keracunan timah, artritis rematoid, hemoglobinopati: anemia sel sabit,

thalassemia dan hemoglobin C.

Nilai MCH pada probandus didapatkan hasil 33,68 pg jika dibandingkan

dengan nilai normal yaitu 27 – 32 pg dapat dikatakan bawa nilai MCH pada

probandus meningkat, abnormal. Kesalahan kemungkinan saja terjadi, sebab

dalam meghitung MCH menggunakan nilai Hb dan Ht dari probandus yang

18

Page 19: Fix Laporan Pk2 d4 Bahagia Gembiraaaa

berbeda, sehingga nilai yang didapat mempengaruhi penghitungan MCH.

Nilai MCH yang menurun, abnormal disebut hipekromik.

MCHC yang didapat dari probandus adalah 47,06%. Jika dibandingkan

dengan nilai normalnya 32 – 37%. Hal ini dapat disimpulkan nilai MCHC di

atas batas normal. Hal ini mungkin terjadi karena adanya kesalahan yang

dilakukan oleh praktikan dalam proses praktikum.

19

Page 20: Fix Laporan Pk2 d4 Bahagia Gembiraaaa

D. Hitung Jenis Leukosit

Pada pemeriksaan jenis leukosit, digunakan preparat darah apus dan

dilihat melalui mikroskop. Pengamatan dilakukan pada zona 5 atau zona even

atau zona baca. Hasil dari pengamatan pada 23 sel didapatkan hasil:

1. Eosinofil : 10%

2. Basofil : 0%

3. Staff : 12%

4. Segmen : 36%

5. Limfosit : 40%

6. Monosit : 2%

Nilai yang masih dalam batas normal adalah basofil, segmen, limfosit

dan monosit. Sedangkan eosinofil dan staff di atas batas normal. Hal ini dapat

terjadi karena terlalu sedikitnya sel yang diamati, seharusnya ada kurang lebih

100 sel yang diamati, tetapi pada praktikum kali ini hanya 50 sel yang dapat

diamati sehingga mempengaruhi persentase masing-masing jenis sel leukosit

dan menjadikan hasilnya tidak valid.

Kelebihan eosinofil disebut eosinofilia. Eosinofilia adalah tingginya

rasio eosinofil di dalam plasma darah. Eosinofilia bukan merupakan

suatu penyakit, tetapi merupakan respon terhadap suatu penyakit. Peningkatan

jumlah eosinofil dalam darah dipicu sekresi interleukin-5 oleh sel

T, mastosit dan makrofaga, biasanya menunjukkan respon yang tepat terhadap

sel-sel abnormal, parasit atau bahan-bahan penyebab reaksi alergi  (alergen).

Setelah dibuat di dalam sumsum tulang, eosinofil akan memasuki aliran

darah dan tinggal dalam darah hanya beberapa jam, kemudian masuk ke

dalam jaringan di seluruh tubuh. Jika suatu bahan asing masuk ke dalam

tubuh, akan terdeteksi oleh limfosit dan neutrofil, yang akan melepaskan

bahan untuk menarik eosinofil ke daerah ini. Eosinofil kemudian melepaskan

bahan racun yang dapat membunuh parasit dan menghancurkan sel-sel yang

abnormal (Hanson, 2002).

Sedangkan keadaan kelebihan neutrofil disebut neutrofilia. Keadaan ini

dapat diakibatkan banyak hal, misalnya stress, kegirangan, banyak olahraga,

20

Page 21: Fix Laporan Pk2 d4 Bahagia Gembiraaaa

konsumsi obat kortikosteroid, infeksi oleh bakteri dan jamur, reaksi

peradangan, penyakit mieloproliferatif, infark akut (endotoksin), defisiensi

protein adhesi leukosit, ketoasidosis, gagal ginjal akut, keracunan akut pada

eklamsia, karsinoma metastatik, perdarahan akut, atau hemolisis (Gallin,

1995).

Jenis leukosit dapat dibagi menjadi dua, yaitu:

1. Granulosit (leukosit polimorfonuklear)

Merupakan leukosit yang memiliki inti berlobus dua atau lebih yang

dihubungkan dengan benang kromatin, disebut juga leukosit

multinuklear. Ada 3 jenis yaitu eosinofil, basofil, dan neutrofil. Sel –

selnya memiliki granul yang setiap jenisnya memiliki warna yang

berbeda (Saunders Comprehensive Veterinary Dictionary, 2007).

2. Agranulosit (leukosit mononuklear)

Merupakan leukosit yang memiliki inti berlobus satu. Ada 2 jenis

yaitu limfosit dan monosit. Kedua sel ini tidak memiliki granul

(Mitchell, 2009).

21

Page 22: Fix Laporan Pk2 d4 Bahagia Gembiraaaa

BAB V

APLIKASI KLINIS

1. Sindroma Hiper-Eosinofilik Idiopatik

Sindroma hiper-eosinofilik idiopatik adalah suatu penyakit dimana jumlah

eosinofil meningkat sampai lebih dari 1.500 sel/mikroL darah selama lebih

dari 6 bulan tanpa penyebab yang jelas. 

Penyakit ini bisa mengenai usia berapapun, tetapi lebih sering menyerang

pria diatas 50 tahun. Peningkatan jumlah eosinofil bisa merusak jantung, paru-

paru, hati, kulit dan sistem saraf. Misalnya jantung bisa mengalami

peradangan yang menyebabkan terbentuknya bekuan darah, gagal jantung,

serangan jantung atau kelainan fungsi katup jantung. Gejalanya tergantung

kepada organ mana yang mengalami kerusakan. 

Diagnosis ditegakkan jika peningkatan jumlah eosinofil yang bersifat

menetap ditemukan pada orang-orang yang memiliki gejala-gejala

tersebut. Sebelum dimulainya pengobatan, harus yakin bahwa penyebabnya

bukan infeksi parasit ataupun suatu reaksi alergi. Tanpa pengobatan, biasanya

lebih dari 80% penderita meninggal dalam waktu 2 tahun. Dengan

pengobatan, lebih dari 80% penderita yang bisa bertahan hidup. Penyebab

utama dari kematian adalah kerusakan jantung. Beberapa penderita tidak

memerlukan pengobatan selain pengawasan ketat selama 3-6 bulan;

sedangkan sebagian besar penderita memerlukan pengobatan dengan

prednison atau hidroksiurea. Jika pengobatan ini gagal, digunakan obat

lainnya yang bisa digabungkan dengan suatu prosedur untuk membuang

eosinofil dari darah (leukoferesis). 

2. Polisitemia Vera

Polisitemia vera merupakan suatu penyakit kelainan pada sistem

mieloproliferatif yang melibatkan unsur – unsur hemopoetik dalam sumsum

tulang, mulainya diam – diam tetapi progresif, kronik terjadi bila sebagian

populasi eritrosit berasal dari satu klon induk darah yang abnormal. Berbeda

dengan keadaan normalnya, sel induk darah yang abnormal ini tidak

membutuhkan eritropoietin untuk proses pematangannya (Sudoyo, 2009).

22

Page 23: Fix Laporan Pk2 d4 Bahagia Gembiraaaa

Polisitemia vera biasanya mengenai pasien berumur 40 – 60 tahun.

Keseriusan penyakit ini ditegaskan bahwa faktanya survival median pasien

sesudah terdiagnosis tanpa diobati 1,5 – 3 tahun sedangkan dengan

pengobatan > 10 tahun (Sudoyo, 2009).

Penyebab terjadinya penyakit polisitemia vera tidak diketahui, tetapi ada

pendekatan penelitian yang didefinisikan adanya kelainan molekul, salah

satunya menunjukan adanya kariotipe abnormal di sel induk homopoiesis

(Sudoyo, 2009).

Secara umum polisitemia dibagi menjadi 2 yaitu (Sudoyo,2009):

a. Polisitemia primer (eritrosit absolut)

1. Polisitemia vera

2. Polisitemia familial primer

b. Polisitemia sekunder (penurunan oksigenasi pada jaringan)

1. High – altitude erythrocytosis (Mong a disease)

2. Penyakit paru

3. Cyanotic congenital heart disease

4. Sindrom hipoventilasi

5. Hemoglobin abnormal

6. Polisitemia familial

Tanda dan gejala awal polisitemia vera (PV) dibagi kedalam 3 fase yaitu

(Sedoyo, 2009):

1. Gejala awal (early symptoms)

Gejala awal dari PV sangat minimal dan tidak selalu ada kelainan

walaupun telah diketahui melalui tes laboratorium. Gejala awal yang

terjadi biasanya sakit kepala (48%), telingan berdenging (43%),

mudah lelah (47%), gangguan daya ingat, susah bernafas (26%),

darah tinggi (72%), gangguan penglihatan (31%), rasa panas pada

tangan dan kaki (29%), gatal (43%), juga pendarahan dari hidung,

lambung (24%), dan sakit tulang (26%).

2. Gejala akhir (later symptoms) dan komplikasi

Sebagai penyakit progresif, pasien dengan PV mengalami pendrahan

(hemorrhage) atau trombosis. Trombosis adalah penyebab kematian

23

Page 24: Fix Laporan Pk2 d4 Bahagia Gembiraaaa

terbanyak dari PV. Komplikasi lain peningkatan asam urat dalam

darah sekitar 10% berkembang menjadi gout dan peningkatan resiko

ulkus peptikum (10%).

3. Fase splenomegali (Spent phase)

Sekitar 30% gejala akhir berkembang menjadi fase splenomegli. Pada

fese ini terjad kegagalan sumsum tulang dan pasien menjadi anemia

berat, kebutuhan transfusi meningkat, liver dan limpa membesar.

Selain itu terdapat beberapa hal penting yang berhubungan dengan gejala

yaitu (Sudoyo, 2009):

a. Hiperviskositas

Peningkatan jumlah eritrosit akan meningkatkan viskositas darah

yang kemudian akan menyebabkan:

1. Penurunan kecepatan aliran darah

2. Penurunan laju transport oksigen

b. Penurunan kecepatan aliran (shear rate)

Penurunan share rate akan menimbulkan gangguan fungsi hemostasis

primer yaitu agregasi trombosit pada endotel hal tersebut akan

mengakibatkan timbulnya pendarahan, walaupun jumlah trombosit >

450 ribu / mL. Pendarahan terjadi pada 10 – 30% kasus PV,

manifestasinya dapat berupa epistaksis, ekimosis, dan pendarahan

gastrointestinal.

c. Basofilia (> 65 / mL)

Lima puluh persen kasus PV datang dengan gatal di seluruh tubuh

terutama setelah mandi air panas, dan 10% datang dengan urtikaria

suatu keadaan yang disebabkan oleh meningkatnya kadar histamin

dalam darah sebagai akibat dari basofilia. Terjadinya gastritis dan

pendarahan lambung terjadi karena peningkatan kadar histamin.

d. Hepatomegali

Hepatomegali dijumpai pada kira – kira sejumlah 40% PV.

Sebagaimana halnya splenomegali, hepatomegali juga merupakan

akibat sekunder hiperaktif hemopoiesis ekstra medular.

e. Laju siklus yang tinggi

24

Page 25: Fix Laporan Pk2 d4 Bahagia Gembiraaaa

Sebagai konskuensi logis dari hiperaktif hemopoesis dan

splenomegali adalah sekuestrasi sel darah makin cepat dan banyak.

Dengan demikian maka produksi asam urat darah akan meningkat,

disisi lain laju filtrasi glomerulus menurun karena penurunan shear

rate.

f. Defisiensi vitamin B12 dan asam folat

Laju siklus sel darah yang tinggi dapat menimbulkan defisiensi asam

folat dan vitamin B12. Hal ini disebabkan karena penggunaan /

metabolisme untuk pembuatan sel darah, sedangkan kapasitas protein

tidak tersaturasi. Defiiensi kedua vitamin ini dapat menyebabkan

kelainan kulit dan mukosa, neuropati, atrofi N. Optikus, serta

psikosis.

Dapat dilakukan beberapa pemeriksaan laboratorium diantaranya

(Sedoyo, 2009):

a. Pemeriksaan eritrosit

b. Pemeriksaan granulosit

c. Pemeriksaan trombosit

d. Pemeriksaan B12 serum

e. Pemeriksaan sumsum tulang

f. Pemeriksaan sitogenetika

Prinsip pengobatan pada penyakit polisitemia vera adalah (Sedoyo,

2009):

a. Menurunkan viskositas darah sampai tingkat normal kasus individual

dan megotrol eritropoiesis degan flebotomi.

b. Menghindari pembedahan pada fase eritrosik/ polisitemia yang belum

terkontrol.

c. Menghindari pengobatan berlebihan.

d. Menghindari obat yang mutagenik, teratogenik dan berefek sterilisasi

pada pasien usia muda.

Mengontrol panmielosis dengan dosis tertentu fosfor radio aktif atau

kemoterapi sitostatika pada pasien di atas 40 tahun.

25

Page 26: Fix Laporan Pk2 d4 Bahagia Gembiraaaa

3. Thalasemmia

Thalasemmia merupakan sindrom kelainan yang diwariskan (inherited)

dan masuk ke dalam kelompok hemoglobinopati, yakni kelainan yang

disebabkan oleh gangguan sintesis hemoglobin akibat mutasi di dalam atau

dekat gen globin (Sudoyo, 2009).

Mutasi gen globin ini dapat menimbulkan dua perubahan rantai globin,

yakni (Sudoyo, 2009):

a. Perubahan struktur rangkaian asam amino (amino acid sequence)

rantai globin tertentu, disebut hemoglobinopati struktural

b. Perubahan kecepatan sintesis (rate of synthesis) atau kemampuan

produksi rantai globin tertentu, disebut thalassemia.

Penurunan kecepatan sintesis atau kemampuan produksi satu atau lebih

rantai globin a atau b, ataupun rantai globin lainnya, dapat menimbulkan

defisiensi produksi sebagian (parsial) atau menyeluruh (komplit) rantai goblin

tersebut. Akibatnya, terjadi thalassemia yang jenisnya sesuai dengan rantai

globin yang terganggu produksinya, seperti yang ditunjukkan di bawah ini

(Sudoyo, 2009):

1. Thalassemia – α , terjadi akibat berkurangnya (defisiensi parsial)

(thalassemia – α+) atau tidak diproduksi sama sekali rantai globin

(defisiensi total) (thalassemia – α 0) produksi rantai globin – α .

2. Thalassemia – β, terjadi akibat berkurangnya rantai globin – b

(thalassemia – β+) atau tidak diproduksi sama sekali rantai globin – β

(thalassemia – β0).

3. Thalassemia – δβ terjadi akibat berkurangnya atau tidak

diproduksinya kedua rantai – δ dan rantai – β. Hal yang sama terjadi

pada thalassemia – γδβ , dan thalassemia – αβ .

4. Heterozigot ganda thalassemia α atau β dengan varian hemoglobin

thalassemik.

Patogenesis Thalassemia

Thalassemia merupakan sindrom kelainan yang disebabkan oleh

gangguan sintesis hemoglobin akibat mutasi di dalam atau dekat gen globin.

Pada thalassemia mutasi gen globin ini dapat menimbulkan perubahan rantai

26

Page 27: Fix Laporan Pk2 d4 Bahagia Gembiraaaa

globin α atau β, berupa perubahan kecepatan sinteson (rate of synthesis) atau

kemampuan produksi rantai globin tertentu, dengan akibat menurunnya atau

tidak diproduksinya rantai globin tersebut. Perubahan ini disebabkan oleh

adanya mutasi gen globin pada clusters gen α atau β berupa bentuk delesi atau

non delesi. Walaupun telah lebih dari dua ratus mutasi gen thalassemia yang

telah diidentifikasi, tidak jarang pada analisis DNA thalassemia belum dapat

ditentukan jenis mutasi gennya. Hal inilah yang merupakan kendala terapi gen

pada thalassemia (Sudoyo, 2009).

Patofisiologi Thalassemia

Pada thalassemia terjadi pengurangan atau tidak ada sama sekali produksi

rantai globin satu, atau lebih rantai globin. Penurunan secara bermakna

keceoatan sintesis salah satu jenis rantai globin (rantai – α atau rantai – β)

menyebabkan sintesis rantai globin yang tidak seimbang. Bila pada keadaan

normal rantai globin yang disintesis seimbang antara rantai α dan rantai β,

yakni berupa α 2 β2, maka pada thalassemia – β0, dimana tidak disintesis sama

sekali rantai β, maka rantai globin yang diproduksi berupa rantai α yang

berlebihan (α 4). Sedangkan pada thalassemia – α 0, dimana tidak disintesis

sama sekali rantai α , maka rantai globin yang diproduksi berupa rantai β yang

berlebihan (β4) (Sudoyo, 2009).

4. SindromaEosinofilia-Mialgia

Sindroma eosinofilia-mialgia adalah sutu penyakit dimana eosinofilia

disertai dengan nyeri otot, kelelahan, pembengkakan, nyeri sendi, batuk, sesak

nafas, ruam kulit dan kelainan neurologis. Sindroma ini muncul pada awal

tahun1990, yaitu pada orang-orang yang mengkonsumsi sejumlah besar

triptofan, yang merupakan suatu produk toko makanan sehat yang populer,

yang kadang dianjurkan oleh dokter untuk menambah tidur.  Kemungkinan

penyebabnya adalah pencemaran pada produk tersebut, bukan triptofannya

sendiri. Sindroma ini bisa berlangsung selama beberapa minggu sampai

beberapa bulan setelah pemakaian triptofan dihentikan dan bisa menyebabkan

kerusakan saraf yang menetap, bahkan kematian. Obatnya tidak diketahui,

biasanya penderita dianjurkan untuk menjalani rehabilitisi fisik.

27

Page 28: Fix Laporan Pk2 d4 Bahagia Gembiraaaa

5. Hemokonsentrasi pada Penyakit DHF

Dengue hemorrhagic fever adalah penyakit infeksi yang disebabkan oleh

virus dengue yang meyebabkan demam akut selama 2 – 7 hari, ditandai oleh

dua atau lebih manifestasi klinis sebagai berikut (Sedoyo, 2009):

a. Nyeri kepala

b. Nyeri retro – orbital

c. Mialgia / atralgia

d. Ruam kulit

e.

f. Manifestasi pendarahan (petekie atau uji bendung positif)

g. Leukopenia

h. Trombositopenia tanda-tanda plasma leakage (kebocoran plasma),

sebagai berikut:

1. Peningkatan hematokrit > 20% dibandingkan standar sesuai

dengan umur dan jenis kelamin.

2. Efusi pleura, asites atau hipoproteinemia.

Pemeriksaan darah yang rutin dilakukan untuk menapis pasien DHF

adalah melalui pemeriksaan kadar Hb, Ht, jumlah trombosit dan hapusan

darah tepi untuk melihat adanya limfositosis relatif disertai gambaran limfosit

plasma biru (Sedoyo,2009).

Parameter laboratoris yang dapat diperiksa antara lain:

1. Leukosit: dapat normal atau menurun. Mulai hari ke – 3 dapat

ditemui limfositosis relatif (> 45% dari total leukosit) disertai adanya

limfosit plasma biru > 15% dari jumlah total leukosit yang pada fase

syok akan meningkat.

2. Trombosit: umumnya terdapat trombositopenia pada hari ke 3 – 8.

3. Hematokrit: kebocoran plasma dibuktikan dengan ditemukannya

peningkatan hematokrit ≥ 20% dari hematokrit awal, umumnya

dimulai pada hari ke – 3 demam.

4. Hemostasis: dilakukan pemeriksaan PT, APTT, fibrinogen, D –

Dimer, atau FDP.

28

Page 29: Fix Laporan Pk2 d4 Bahagia Gembiraaaa

5. Protein / albumin: dapat terjadi hipoproteinemia akibat kebocoran

plasma.

6. Golongan darah dan cross match (uji cocok serasi) bila akan

diberikan transfusi darah atau komponen darah.

Pada penyakit DHF sering terjadi trombositopenia melalui mekanisme:

a. Supresi sumsum tulang

b. Destruksi dan pemendekan masa hidup trombosit

Kadar trombopoietin dalam darah pada saat terjadi trombositopenia

justru menunjukan kenaikan, hal ini menunjukan adanya stimulasi

trombopoiesis sebagai mekanisme kompensasi terhadap keadaan

trombositopenia. Gangguan fungsi trombosit terjadi melalui mekanisme

gangguan pelepasan ADP, peningkatan kadar b – tromboglobulin dan PF4

yang merupakan petanda degranulasi trombosit (Sedoyo, 2009).

6. HJL pada Infeksi Bakteri Mycobacterium Tuberkulosis

Menurut Sugeng Hartono, analisis cairan pleura digunakan untuk menilai

kemungkinan penderita  suatu efusi pleura tuberkulosis. Dimana cairan

pleuranya hampir selalu exudat. Pada penelitian Luis Valest dkk ditemukan

98,8% cairan pleuranya bersifat exudat. Disamping itu juga, kadar protein

cairan pleura pada penderita efusi pleura tuberkulosis  sering di atas 5,0 g / dl.

Sehingga kemungkinan efusi pleura tuberkulosis sebaiknya dipertimbangkan

pada penderita efusi pleura exudat, terutama pada efusi pleura exudat yang

tidak terdiagnosis. Akan tetapi ada dua penyebab utama efusi pleura exudat

yaitu oleh karena proses infeksi (pneumoni dan tuberkulosis ) dan keganasan.

Dimana pada analisa cairan pleura  secara kimiawi memberikan  hasil yang

sama.  Sehingga diperlukan suatu uji diagnosis lain di dalam penegakan efusi

pleura tuberkulosis.

Sugeng Hartono mengatakan, pada umumnya penderita efusi pleura

tuberkulosis gambaran differensial leukosit cairan pleura adalah lebih dari

50% limfosit (limfositosis). Akan tetapi pada penderita yang gejalanya kurang

dari dua minggu differensial leukosit lebih dominan polymorphonuclear

leukosit dan apabila dilakukan torakosintesis ulang kemudian differensial

29

Page 30: Fix Laporan Pk2 d4 Bahagia Gembiraaaa

leukosit akan menunjukkan limfosit yang dominan. Limfositosis adalah suatu

keadaan dimana terjadi peningkatan jumlah limfosit lebih dari 8000 / µl pada

bayi dan anak – anak serta lebih dari 4000 / µl darah pada dewasa.

Limfositosis dapat disebabkan oleh infeksi virus seperti morbili,

mononukleosis infeksiosa; infeksi kronik seperti tuberkulosis, sifilis, pertusis

dan oleh kelainan limfoproliferatif seperti leukemia limfositik kronik dan

makroglobulinemia primer.

Menurut Sugeng Hartono, pada penderita efusi pleura tuberkulosis jarang

dijumpai eosinofil diatas 10% dan sel mesothelialnya juga jarang diatas 5%.

Kadar glukosa pada cairan pleura biasanya diatas 60 mg / dl tapi bisa di bawah

60 mg / dl dan jarang dibawah 20 mg / dl. PH cairan pleuranya biasanya 7,3

akan tetapi bisa dibawah 7. LDH nya lebih dari 200 u / dl.  Ratio LDH cairan

pleura dan serum diatas 0,6.

7. HJL pada Penyakit akibat Infeksi Virus dan Bakteri

Ada beberapa penyakit akibat infeksi virus atau bakteri yang dapat

diidentifikasi berdasalkan HJL di antaranya:

a. Netrofilia

Netrofilia adalah suatu keadaan dimana jumlah netrofil lebih dari

7000 / µl dalam darah tepi. Penyebab biasanya adalah infeksi bakteri,

keracunan bahan kimia dan logam berat, gangguan metabolik seperti

uremia, nekrosia jaringan, kehilangan darah dan kelainan

mieloproliferatif (Bakta, 2012).

Banyak faktor yang mempengaruhi respons netrofil terhadap

infeksi, seperti penyebab infeksi, virulensi kuman, respons penderita,

luas peradangan dan pengobatan. Infeksi oleh bakteri seperti

Streptococcus hemolyticus dan Diplococcus pneumonine

menyebabkan netrofilia yang berat, sedangkan infeksi oleh

Salmonella typhosa dan Mycobacterium tuberculosis tidak

menimbulkan netrofilia. Pada anak – anak netrofilia biasanya lebih

tinggi dari pada orang dewasa. Pada penderita yang lemah, respons

terhadap infeksi kurang sehingga sering tidak disertai netrofilia.

30

Page 31: Fix Laporan Pk2 d4 Bahagia Gembiraaaa

Derajat netrofilia sebanding dengan luasnya jaringan yang meradang

karena jaringan nekrotik akan melepaskan leucocyte promoting

substance sehingga abses yang luas akan menimbulkan netrofilia

lebih berat daripada bakteremia yang ringan. Pemberian

adrenocorticotrophic hormone (ACTH) pada orang normal akan

menimbulkan netrofilia tetapi pada penderita infeksi berat tidak

dijumpai netrofilia.

Rangsangan yang menimbulkan netrofilia dapat mengakibatkan

dilepasnya granulosit muda keperedaran darah dan keadaan ini

disebut pergeseran ke kiri atau shift to the left (Bakta, 2012).

Pada infeksi ringan atau respons penderita yang baik, hanya

dijumpai netrofilia ringan dengan sedikit sekali pergeseran ke kiri.

Sedang pada infeksi berat dijumpai netrofilia berat dan banyak

ditemukan sel muda. Infeksi tanpa netrofilia atau dengan netrofilia

ringan disertai banyak sel muda menunjukkan infeksi yang tidak

teratasi atau respons penderita yang kurang (Bakta, 2012).

Pada infeksi berat dan keadaan toksik dapat dijumpai tanda

degenerasi, yang sering dijumpai pada netrofil adalah granula yang

lebih kasar dan gelap yang disebut granulasi toksik. Disamping itu

dapat dijumpai inti piknotik dan vakuolisasi baik pada inti maupun

sitoplasma (Bakta, 2012).

b. Monositosis

Monositosis adalah suatu keadaan dimana jumlah monosit lebih

dari 750 / µl pada anak dan lebih dari 800 / µl darah pada orang

dewasa. Monositosis dijumpai pada penyakit mieloproliferatif seperti

leukemia monositik akut dan leukemia mielomonositik akut; penyakit

kollagen seperti lupus eritematosus sistemik dan reumatoid artritis;

serta pada beberapa penyakit infeksi baik oleh bakteri, virus, protozoa

maupun jamur. Perbandingan antara monosit: limfosit mempunyai

arti prognostik pada tuberkulosis. Pada keadaan normal dan

tuberkulosis inaktif, perbandingan antara jumlah monosit dengan

limfosit lebih kecil atau sama dengan 1/3, tetapi pada tuberkulosis

31

Page 32: Fix Laporan Pk2 d4 Bahagia Gembiraaaa

aktif dan menyebar, perbandingan tersebut lebih besar dari 1/3

(Bakta, 2012).

c. Netropenia

Netropenia adalah suatu keadaan dimana jumlah netrofil kurang

dari 2500/µl darah. Penyebab netropenia dapat dikelompokkan atas 3

golongan yaitu meningkatnya pemindahan netrofil dari peredaran

darah, gangguan pembentukan netrofil dan yang terakhir yang tidak

diketahui penyebabnya (Bakta, 2012).

Termasuk dalam golongan pertama misalnya umur netrofil yang

memendek karena drug induced. Beberapa obat seperti aminopirin

bekerja sebagai hapten dan merangsang pembentukan antibodi

terhadap leukosit. Gangguan pembentukan dapat terjadi akibat radiasi

atau obat-obatan seperti kloramfenicol, obat anti tiroid dan fenotiasin;

desakan dalam sum-sum tulang oleh tumor. Netropenia yang tidak

diketahui sebabnya misal pada infeksi seperti tifoid, infeksi virus,

protozoa dan rickettisa; cyclic neutropenia, dan chronic idiopathic

neutropenia (Bakta, 2012).

32

Page 33: Fix Laporan Pk2 d4 Bahagia Gembiraaaa

BAB VI

DAFTAR PUSTAKA

Bakta, Made. 2012. Hematologi Klinik Ringkas. Jakarta: EGC.

Eroschenko, Victor P. 2003. Atlas Histologi di Fiore. Jakarta: EGC.

Gallin, John J. 1995. Harrison: Prinsip – Prinsip Ilmu Penyakit Dalam. Jakarta:

EGC.

Gibson, John. 2002. Fisiologi dan Anatomi Modern untuk Perawat. Jakarta: EGC.

Guyton, Arthur C. dan John E. Hall. 1997. Fisiologi Kedokteran. Jakarta: EGC.

Handayani, Wiwik dan Andi Sulistyo W. 2008. Buku Ajar Asuhan Keperawatan

pada Klien dengan Gangguan Sistem Hematologi. Jakarta: Salemba

Medika.

Hanson, Curtis A. 2002. Clinical Laboratory Medicine, Second Edition.

Philadelphia: Lippincott Williams & Wilkins.

Kee, Joyce LeFever. 2007. Pedoman Pemeriksaan Laboratorium dan Diagnostik.

Jakarta: EGC.

Mitchell, Richard dan Edward C Klatt. 2009. Robbins and Cotran Pathology

Flash Cards: With Student Consult Online Access. Jakarta: EGC.

Purwa. 2011. Hematokrit. http://digilib.unimus.ac.id/files/disk1/125/jtptunimus-gdl-

indahpurwa-6223-2-babii.pdf diakses pada 11 September 03.56.

Sacher, Ronald A. dan Richard A. McPherson. 2004. Tinjauan Klinis Hasil

Pemeriksaan Laboratorium Edisi 11. Jakarta: EGC.

Saunders Comprehensive Veterinary Dictionary. 2007. Available at:

http://medical-dictionary.thefreedictionary.com/polymorphonuclear diakses

pada 10 September 2012 pukul 20.29.

33

Page 34: Fix Laporan Pk2 d4 Bahagia Gembiraaaa

Sherwood, Lauralee. 2002. Fisiologi Manusia dari Sel ke Sistem. Jakarta: EGC.

Sloane, Ethel. 2003. Anatomi dan Fisiologi untuk Pemula. Jakarta: EGC.

Sudoyo, Aru W. 2009. Ilmu Penyakit Dalam Jilid III. Jakarta: Internal Publishing.

Tim Patologi Klinik. 2010. Buku Petunjuk Praktikum Patologi Klinik Blok

Hemato – Imunologi. Purwokerto: Universitas Jenderal Soedirman.

Waterburry, Larry. 1998. Buku Saku Hematologi Edisi 3. Jakarta: EGC.

34