laporan apus darah

Upload: tresna-puspa-herdani

Post on 10-Oct-2015

128 views

Category:

Documents


8 download

DESCRIPTION

laporan praktikum apus darah, anatomi fisiologi manusia

TRANSCRIPT

LAPORAN PRAKTIKUM 3ANATOMI FISIOLOGI MANUSIAKADAR HEMOGLOBIN DAN SEDIAAN APUS DARAHI. KAJIAN PUSTAKA1. HemoglobinHemoglobin adalah suatu molekul yang berbentuk bulat yang terdiri dari 4 subunit. Setiap subunit mengandung satu bagian heme yang berkonjugasi dengan suatu polipeptida. Heme adalah suatu derivat porfirin yang mengandung besi. Polipeptida itu secara kolektif disebut sebagai bagian globin dari molekul hemoglobin. Ada dua pasang polipeptida didalam setiap molekul hemoglobin (Ganong, 2003).

Komponen utama sel darah merah adalah protein hemoglobin yang mengangkut O2 dan CO2 dan mempertahankan pH normal melalui serangkaian dapar intraselular. Molekul-molekul hemoglobin terdiri dari dua pasang rantai polipeptida dan empat gugus heme, masing-masing mengandung sebuah atom besi. Konfigurasi ini memungkinkan pertukaran gas yang sangat sempurna (Supriasa, 2001).

Hemoglobin merupakan senyawa pembawa O2 pada sel darah merah. Hemogloboin dapat diukur secara kimia dan jumlah Hemoglobin/100 ml dalam darah dapat digunakan sebagai indek kapasitas sebagai O2 pada darah. Kandungan hemoglobulin yang rendah dengan demikian mengindikasikan anemia (Supriasa, 2001).

Pengertian lain hemoglobin adalah pigmen merah pembawa O2 pada eritrosit dan di bentuk oleh eritrosit yang berkembang dalam sumsum tulang. Pembentukan berlangsung dari stadium perkembangan eritroblas sampai retukulosit. Molekul-molekul Hemoglobin terdiri atas dua pasang rantai polipeptida (Globin) dan empat kelompok heme (Price & Wilson, 2004). Globulin merupakan satu protein yang terbentukdari empat polipetida yang sangat berlipatlipat. Sedangkan heme merupakan gugus nitrogenosa non protein yang mengandung besi (Sherwood, 2001).

Sel-sel darah merah mampu mengkonsentrasikan hemoglobin dalam cairan sel sampai sekitar 34 gm/dl sel. Konsentrasi ini tidak pernah meningkat lebih dari nilai tersebut, karena ini merupakan batas metabolik dari mekanisme pembentukan hemoglobin sel. Selanjutnya pada orang normal, persentase hemoglobin hampir selalu mendekati maksimum dalam setiap sel, namun bila pembentukan hemoglobin dalam sumsum tulang berkurang, maka persentase hemoglobin dalam darah merah juga menurun karena hemoglobin untuk mengisi sel kurang.

Bila hematokrit (persentase sel dalam darah normalnya 40 sampai 45 persen) dan jumlah hemoglobin dalam masing-masing sel nilainya normal, maka seluruh darah seorang pria rata-rata mengandung 16 gram/dl hemoglobin, dan pada wanita rata-rata 14 gram/dl (Guyton & Hall, 1997).

Hemoglobin dibentuk dalam sitoplasma sel sampai stadium retikulosit. Setelah inti sel dikeluarkan, hilang juga RNA dari dalam sitoplasma, sehingga dalam sel darah merah tersebut tidak dapat dibentuk protein lagi, begitu juga berbagai enzim yang sebelumnya terdapat dalam sel darah merah dan protein membran sel (Suyono, 2001).

Pembentukan hemoglobin dimulai dalam proeritroblas dan kemudian dilanjutkan sedikit dalam stadium retikulosit, karena ketika retikulosit meninggalkan sumsum tulang dan masuk ke dalam aliran darah, maka retikulosit tetap membentuk sedikit hemoglobin selama beberapa hari

Fungsi Hemoglobin Dalam Tubuh Manusia

1. Mengangkut O2 dari organ respirasi ke jaringan perifer dengan cara membentuk oksihemoglobulin. Oksihemoglobin ini akan beredar secara luas pada seluruh jaringan tubuh. Jika kandungan O2 di dalam tubuh lebih rendah dari pada jaringan paru-paru, maka ikatan oksihemoglobulin akan dibebaskan dan O2 akan digunakan dalam metebolisme sel.

2. Mengangkut karbon dioksida dari berbagai proton, seperti ion Cl- dan ion hidrogen asam (H+) dari asam karbonat (H2CO3) dari jaringan perifer ke organ respirasi untuk selanjutnya diekskresikan ke luar. Oleh karena itu, hemoglobin juga termasuk salah satu sistem buffer atau penyangga untuk menjaga keseimbangan pH ketika terjadi perubahan PCO2 (Martini, 2009).

Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Kadar Hemoglobin

Kadar Hemoglobin seseorang tidak hanya dipengaruhi oleh paparan Pb (timbal), kebiasaan minum teh setiap hari setelah makan, menkonsumsi alkohol serta merokok dapat mempengaruhi kadar Hemoglobin. Konsumsi teh setiap hari dapat menhambat penyerapan zat besi sehingga akan mempangruhi terhadap kadar Hemoglobin (Gibson, 2005). Beberapa faktor lain yang mempengaruhi kadar Hemoglobin antara lain:

1) Usia

Anak-anak, orang tua, ibu yang sedang hamil akan lebih mudahmengalami penurunan kadar Hemoglobin. Pada anak-anak dapat disebabkan karena pertumbuhan anak-anak yang cukup pesat dan tidak di imbangi dengan asupan zat besi sehingga dapat menurunkan kadar Hemoglobin (National Anemia Action Council, 2013).

2) Jenis Kelamin

Perempuan lebih mudah mengalami penurunan daripada laki-laki, terutama pada saat menstruasi (Curtale et al., 2000).

3) Penyakit Sistemik

Beberapa penyakit yang dapat mempengaruhi kadar Hemoglobin yaitu Leukimia, thalasemia, tuberkulosi. Penyakit tersebut dapat mempengaruhi produksi sel darah merah yang disebabkan karena terdapat gangguan pada sum-sum tulang (Hoffbrand et al., 2005).

4) Pola Makan

Pola makan adalah menu makanan yang dalam keseharian oleh seseorang. Pola makan yang sehat tercantum dalam pemilihan menu makanan yang seimbang (Prasetyono, 2009). Sumber zat besi terdapat dimakanan bersumber dari hewani dimana hati merupakan sumber yang paling banyak mengandung Fe (antara 6,0 mg sampai dengan 14,0 mg). Sumber lain juga berasal dari tumbuh-tumbuhan tetapi kecil kandunganya sehingga bisa diabaikan (Gibson, 2005).

Zat besi didalam makanan berbentuk heme yaitu berikatan dengan protein atau dalam bentuk nonheme yang berbentuk senyawa besi inorganik yang komplek. Zat besi hem lebih banyak diabsorbsi dibanding dengan zat besi nonhem. Sumber zat besi heme adalah hati, ginjal, daging, ayam, ikan dimana dalam usus diserap 15-35%. Sumber nonhem umumnya terdapat dalam makanan yang berasal dari tumbuh-tumbuhan seperti sayur-sayuran, biji-bijian, kacang-kacangan, buah-buahan dan serelia, sedikit dalam daging, ikan, telur.

Faktor lain yang diperhatikan adalah faktor yang mempengaruhi penyerapan dari Fe, antara lain macam bahan itu sendiri. Yang berasal dari hewani 7-22% dan dari tumbuh-tumbuhan 1-6%. Yang mempermudah absorbsi besi nonhem adalah Vitamin C (buah-buahan yang mengandung asam citrid dan sayuran seperti tomat dll), makanan yang mengandung zat besi hem dan makanan yang telah difermentasi. Sedangkan makan yang menghambat absorbs besi adalah makanan yang mengandung tannin, phytat, fosfat, kalsium dan serat dalam bahan makanan. Konsumsi teh dan kopi satu jam setelah makan akan menurunkan absorbsi dari zat besi sampai 40% untuk kopi dan 85% untuk teh, karena terdapat zat polyphenol seperti tannin yang terdapat dalam teh.

Pada penelitian yang dilakukan olah Muhilal dan Sulaeman (2004), didapat absorbsi zat besi besi turun sampai 2% oleh karena konsumsi teh, sedangkan absorbsi tanpa konsumsi the hanya diabsorbsi sekitar 12%. Entimilasi dari kebutuhan makan yang mengandung metode estimasi food frekuensi bagaimana frekuensi makan itu dikonsumsi dalam satu periode waktu. Food frekuensi menggunakan design kuisioner atau interview (Wahlqvist, 1997).

Angka kecukupan gizi (AKG) adalah suatu kecukupan rata-rata zat gizi setiap hari bagi hampir semua orang menurut golongan umur, jenis kelamin, ukuran tubuh dan aktivitas tubuh untuk mencegah terjadinya defisiensi gizi. Kegunaan AKG antara lain :

1. Untuk menilai kecukupan gizi yang telah dicapai

2. Untuk perhiyunhaan pemberian makanan tambahan

3. Untuk perencanaan penyediaan pangan tingkat regional atau nasional

4. Untuk standar label gizi makan yang dikemas

5. Untuk bahan pendidikan gizi terutama yang terkait dengan kebutuhan kelompok umur dan kegiatan.

Efek Kekurangan Kadar Hemoglobin

Kadar hemoglobin dalam tubuh harus pada nilai yang normal. Apabila kadar hemoglobin di bawah normal akan terjadi hal-hal sebagai berikut :

1. Sering pusing. Hal ini disebabkan otak sering mengalami periode kekurangan pasokan O2 yang di bawa hemoglobin terutama saat tubuh memerlukan tenaga yang banyak.

2. Mata berkunang-kunang. Kurangnya O2 otak akan mengganggu pengaturan saraf-saraf pusat mata.

3. Pingsan. Kekurangan O2 dalam otak yang bersifat ekstrim/mendadak dalam jumlah besar akan menyebabkan pingsan.

4. Nafas cepat. Jika Hemoglobin kurang, untuk memenuhi kebutuhan O2 maka kompensasinya menaikkan frekwensi nafas. Orang awam menggambarkan ini dengan sesak nafas.

5. Jantung berdebar. Untuk menculupi kebutuhan O2 maka jantung harus memompa lebih sering agar darah yang mengalir di paru-paru lebih cepat mengikat O2.

6. Pucat. Hemoglobin adalah zat yang zat yang mewarnai darah menjadi merah maka kekurangan yang ekstrim akan menyebabkan pucat pada tubuh. Untuk mengetahui secara pasti tentunya harus dengan pemeriksaan kadar Hemoglobin secara laboratorik. Kadar hemoglobin adalah salah satu pengukuran tertua dalam laboratorium kedokteran dan tes darah yang paling sering dilakukan (Isbister dkk., 1999).

Nilai Normal kadar Hemoglobin dalam darah menurut Dacie (1996)

1. Bayi (< 3bln) : 13,6 - 19,6 gr%

2. Umur 1 tahun : 11,0 - 13,0 gr%

3. Umur 12 tahun : 11,5 - 14,8 gr%

4. Dewasa laki-laki : 13,5 - 18,0 gr%

5. Dewasa wanita : 11,5 - 16,5 gr%

2. Sediaan Apus Darah

a) Darah

Darah adalah sejenis jaringan ikat yang sel-selnya (elemen pembentuk) tertahan dan dibawa dalam matriks cairan (plasma). Darah lebih berat dibandingkan air dan lebih kental. Cairan ini memiliki rasa dan bau yang khas, serta pH 7,4 (7,35-7,45). Warna darah bervariasi dari merah terang sampai merah tua kebiruan, bergantung pada kadar oksigen yang dibawa sel darah merah (Sloane, 2003).Volume darah total yang beredar pada keadaan normal sekitar 8% dari berat badan (5600 ml pada pria 70 kg). Sekitar 55% dari volume tersebut adalah plasma (Ganong, 2002). Volume ini bervariasi sesuai ukuran tubuh dan berbanding terbalik dengan jumlah jaringan adiposa dalam tubuh. Volume ini juga bervariasi sesuai perubahan cairan darah dan konsentrasi elektrolitnya (Sloane, 2003).Pada dasarnya darah memiliki tiga fungsi utama yaitu membantu pengangkutan zat-zat makanan, perlindungan atau proteksi dari benda asing, dan mengatur regulasi kandungan air jaringan, pengaturan suhu tubuh, dan pengaturan pH. Darah adalah suatu jaringan ikat khusus dengan materi ekstrasel cair yang disebut plasma. Unsur berbentuk yang beredar dalam plasma adalah eritrosit (sel darah merah), leukosit (sel darah putih), dan trombosit (Mescher, 2011).

Eritrosit

Sel ini berbentuk lempengan bikonkaf dan dibentuk di sumsum tulang. Pada manusia, sel ini berada di dalam sirkulasi selama kurang lebih 120 hari. Hitung rata-rata normal sel darah merah adalah 5,4 juta/L pada pria dan 4,8 juta/L pada wanita. Setiap sel darah manusia memiliki diameter sekitar 7,5 m dan tebal 2 m, serta setiap sel mengandung tepat 29 pg hemoglobin (Ganong, 2002).

Eritrosit merupakan sel yang paling banyak dibandingkan dengan 2 sel lainnya, dalam keadaan normal mencapai hampir separuh dari volume darah. Sel darah merah mengandung hemoglobin, yang memungkinkan sel darah merah membawa oksigen dari paru-paru dan mengantarkannya ke seluruh jaringan tubuh. Oksigen dipakai untuk membentuk energi bagi sel-sel, dengan bahan limbah berupa karbon dioksida, yang akan diangkut oleh sel darah merah dari jaringan dan kembali ke paru-paru.

Leukosit

Jumlahnya lebih sedikit, dengan perbandingan sekitar 1 sel darah putih untuk setiap 660 sel darah merah. Sesuai jenis granul dalam sitoplasma dan bentuk intinya, leukosit terbagi menjadi dua kelompok yaitu granulosit polimorfonuklear dan agranulosit mononuklear (Junqueira, 2011). Pada keadaan normal, terdapat jumlah sel darah putih sebanyak 4.000-11.000/L darah manusia. Dari jumlah tersebut jenis terbanyak adalah granulosit (Ganong, 2002).1) Granulosit

Granulosit memiliki dua jenis granul yaitu granul spesifik, yang mengikat komponen netral, basa, atau asam dari campuran pewarna dan memiliki fungsi khusus, dan granul azurofilik, yang merupakan lisosom khusus, terpulas gelap, dan terdapat dalam tingkatan tertentu di semua leukosit. Granulosit memiliki inti polimorfik dengan 2 atau lebih lobus dan mencakup neutrofil, eosinofil, dan basofil.

Neutrofil

Neutrofil merupakan 60-70% leukosit yang beredar. Diameternya 12-15 m pada sediaan apus darah dengan inti terdiri atas 2-5 lobus yang dihubungkan oleh jembatan inti yang halus. Neutrofil adalah fagosit aktif untuk bakteri dan partikel kecil lain dan biasanya merupakan leukosit pertama yang tiba di tempat infeksi, tempat sel-sel ini aktif mengejar sel bakteri dengan menggunakan kemotaksis. Neutrofil adalah sel berumur pendek, dengan waktu paruh 6-7 jam dalam darah (Mescher, 2011). Tingginya kadar neutrifil dalam tubuh mengindikasikan tubuh orang tersebut memilki sistem pertahanan yang kuat.

Gambar 1. Neutrofil

Eosinofil

Eosinofil jauh lebih sedikit daripada neutrofil, dan merupakan 2-4% leukosit dalam darah normal. Pada sediaan apus darah, sel ini berukuran kurang lebih sama dengan neutrofil dan mengandung inti bilobus yang khas. Ciri utama untuk mengenalinya adalah sejumlah besar granul spesifik berukuran besar dan lonjong (sekitar 200 per sel) yang terpulas dengan eosin (Mescher, 2011). Sel ini berdiameter 12 m sampai 15 m. Berfungsi sebagai fagositik lemah. Jumlahnya akan meningkat saat terjadi alergi atau penyakit parasit, tetapi akan berkurang selama stress berkepanjangan. Selain itu eosinofil juga membunuh parasit, merusak sel-sel kanker dan berperan dalam respon alergi.

Gambar 2. Eusinofil

Basofil

Basofil memiliki sejumlah granula sitoplasma besar yang bentuknya tidak beraturan dan akan berwarna keunguan sampai hitam serta memperlihatkan nukleus berbentuk S. diameternya sekitar 12 m sampai 15 m. Basofil juga berperan dalam respon alergi.

Basofil mengandung histamin dan heparin (Ganong, 2002).

Gambar 3. Basofil

2) Agranulosit

Agranulosit tidak memiliki granul spesifik, tetapi sel ini mengandung granul azurofilik (lisosom). Inti tersebut berbentuk bulat atau berlekuk. Kelompok sel ini meliputi limfosit dan monosit (Mescher, 2011).

Limfosit

Limfosit merupakan sel utama pada sistem getah bening yang berbentuk sferis, berukuran yang relatif lebih kecil daripada makrofag dan neutrofil. Selain itu, limfosit bergaris tengah 6-8 m, 20-30% dari leukosit darah, memiliki inti yang relatif besar, bulat sedikit cekung pada satu sisi. Sitoplasmanya sedikit dan kandungan basofilik dan azurofiliknya sedikit. Limfosit-limfosit dapat digolongkan berdasarkan asal, struktur halus, surface markers yang berkaitan dengan sifat imunologisnya, siklus hidup dan fungsi.

Sejumlah limfosit yang berukuran lebih besar dapat berupa sel yang telah diaktifkan oleh antigen spesifik. Limfosit kecil yang mendominasi dalam darah dapat ditandai dengan inti sferis, kadang-kadang berlekuk dengan kromatin yang berkondensasi dan sangat basofilik yang membuat sel ini mudah dibedakan dari granulosit (Mescher, 2011).

Limfosit dibagi ke dalam 2 kelompok utama:

1. Limfosit B berasal dari sel stem di dalam sumsum tulang dan tumbuh menjadi sel plasma, yang menghasilkan antibodi

2. Limfosit T terbentuk jika sel stem dari sumsum tulang pindah ke kelenjar thymus, dimana mereka mengalami pembelahan dan pematangan.

Di dalam kelenjar thymus, limfosit T belajar membedakan mana benda asing dan mana bukan benda asing. Limfosit T dewasa meninggalkan kelenjar thymus dan masuk ke dalam pembuluh getah bening dan berfungsi sebagai bagian dari sistem pengawasan kekebalan.

Gambar 4. Limfosit

Pada sediaan apus darah, anak inti leukosit tidak terlihat, namun dapat terlihat dengan pulasan khusus dengan mikroskop elektron. Sitoplasma limfosit bersifat basa lemah, dan berwarna biru muda pada sediaan yang terpulas. Sitoplasma ini mungkin mengandung granul azurofilik. Inti selnya kebanyakan bulat atau seperti kacang bogor, atau kadang mirip ginjal. Kromatin inti amat padat dan bewarna biru gelap. Sitoplasma sel ini relatif sedikit dan berwarna biru langit tanpa granul spesifik, namun pada beberapa sel terlihat granula azurofil, yang jika pulasannya baik akan bewarna ungu kemerahan.Monosit

Monosit adalah agranulosit yang berasal dari sumsum tulang dengan variasi diameter antara 12 sampai 20 m. Intinya besar, terletak agak eksentris, dan dapat berbentuk lonjong, berbentuk ginjal atau berbentuk seperti huruf U. Kromatinnya kurang pada dibanding pada limfosit dan terpulas lebih terang daripada kromatin limfosit besar (Mescher, 2011). Monosit tergolong fagositik mononuclear (system retikuloendotel) dan mempunyai tempat-tempat reseptor pada permukaan membrannya.

Gambar 5. Monosit

Tabel 1. Nilai normal berbagai komponen sel dalam darah manusia

SelSel/mikroLiter (rata-rata)Kisaran NormalPersen sel darah putih total

Leukosit total90004000-11000

Neutrofil54003000-600050-70

Eusinofil275150-3001-4

Basofil350-1000,4

Limfosit27501500-400020-40

Monosit540300-6002-8

Eritrosit wanita4,8x106. . .. . .

Eritrosit pria5,4x106. . .. . .

Trombosit300.000200.000-500.000. . .

(Ganong, 2002).

TrombositTrombosit adalah jasad kecil bergranula dengan diameter 2-4 m. Jumlahnya sekitar 300.000/L darah dan pada keadaan normal memiliki waktu paruh sekitar 4 hari (Ganong, 2002).

Platelet darah (trombosit) adalah fragmen sel mirip-cakram, dan tak berinti. Trombosit mempermudah pembekuan darah dan membantu memperbaiki robekan atau kebocoran di dinding pembuluh darah, yang mencegah kehilangan darah. Pada sediaan apus darah, trombosit sering tampak bergumpal (Mescher, 2011).

Gambar 6. Trombosit

b) Sediaan apus darah

Sediaan apusan darah adalah suatu sarana yang digunakan untuk menilai berbagai unsur sel darah tepi, seperti eritrosit, leukosit dan trombosit. Selain itu dapat pula digunakan untuk mengidentifikasi adanya parasit seperti malaria, microfilaria, dan lain-lain. Sediaan apus yang dibuat dan dipulas dengan baik merupakan syarat mutlak untuk mendapatkan pemeriksaan yang baik.

Bahan pemeriksaan yang terbaik adalah darah segar yang berasal dari kapiler atau vena dengan atau tanpa EDTA. Sediaan yang disimpan tanpa difiksasi terlebih dahulu tidak dapat dipulas sebaik sediaan segar. Kebanyakan cara memulas sediaan darah menggunakan prinsip Romanowsky seperti Wright, Giemsa, May-Grunwald-Giemsa atau Wright-Giemsa (Murtiati dkk, 2013).

Sediaan apus darah yang baik harus memenuhi syarat yaitu lebar dan panjangnya tidak memenuhi seluruh kaca,ekornya tidak berbentuk seperti bendera robek,secara granula penebalannya nampak berangsur-angsur menipis dari kepala kearah ekor, tidak berlubang-lubang, tidak terputus-putus, tidak terlalu tebal dan pewarnaan yang baik (Imam Budiwiyono, 1995).

Macam-macam pewarnaan pada sediaan apus darah menurut Romanowsky ada empat macam pewarnaan yaitu pewarnaan wrights stain, pewarnaan Lieshman, pewarnaan may grunwald dan pewarnaan giemsa (Imam Budiwiyono, 1995).

Pewarnaan Giemsa (Giemsa Stain) adalah teknik pewarnaan untukpemeriksaan mikroskopis yang namanya diambil dari seorang peneliti malaria yaitu Gustav Giemsa.Pewarnaan ini digunakan untuk pemeriksaan sitogenetik dan untuk diagnosis histopatologis parasit malaria dan parasit lainnya.

Prinsip dari pewarnaan giemsa adalah presipitasi hitam yang terbentuk dari penambahan larutan metilen biru dan eosin yang dilarutkan di dalam metanol.Pewarnaan giemsa digunakan untuk membedakan inti sel dan morfologi sitoplasma dari sel darah merah, sel darah putih, trombosit dan parasit yang ada di dalam darah.Pewarnaan giemsa adalah teknik pewarnaan yang paling bagus digunakan untuk identifikasi parasit yang ada di dalam darah (blood-borne parasite).

II. METODOLOGI

B. Alat dan Bahan

1. Kadar Hemoglobin

Alat :

Bahan

Haemometer (untuk cara Sahli)

- Larutan HCl 0,1 M

Tabung reaksi

- Darah vena

Pipet hemoglobin dan pipet penghisap

- Alkohol 70%

Batang pengaduk

- Aquadest

Tabung standar

Botol reagen

Sikat untuk membersihkan

Alat suntik

Kapas

2. Sediaan Apus Darah

Alat :

Alat suntik

Gelas objek (2 buah)

Gelas penutup

Mikroskop

Pipet

Cawan petri (2 buah)

Bahan :

Darah vena EDTA

Larutan Giemsa

Alkohol 70%

Metanol

Aquadest

C. Prosedur

1. Kadar Hemoglobin

2. Sediaan Apus Darah

A. Membuat Sediaan Apus Darah

B. Memeriksa Sediaan Apus Darah

G. PEMBAHASAN1. Kadar HemoglobinPraktikan melakukan pengamatan pada 8 OP yang berbeda dan untuk mengetahui perbedaan kadar hemoglobin, maka percobaan ini terdiri dari 8 wanita .Ternyata terlihat perbedaan yang cukup besar antara wanita dan pria. Pada OP Fairus yang memiliki Hb diatas normal yakni 18,2 , kelainan ini sangat bermasalah karena dengan kadar Hb pada darah yang tinggi akan mempersulit pertukaran ataupun pelepasan ikatan-ikatan Hb dengan oksigen, CO, dan CO2 . sehingga akan menimbulkan penyakit seperti, hipertensi, penyumbatan pembuluh darah dan sebagainnya.

Pada OP Shelena dan Ardina yang memiliki Hb dibawah normal, kemungkinan mereka memiliki kelainan produksi Hb yang biasa disebut Anemia. Anemia merupakan keadaan menurunnya kadar hemoglobin, hematokrit dan jumlah sel darah merah di bawah nilai normal yang dipatok untuk perorangan (Arisman, 2008). Anemia sebagai keadaan dimana level hemoglobin rendah karena kondisi patologis. Defisiensi Fe merupakan salah satu penyebab anemia, tetapi bukanlah satu-satunya penyebab anemia (Fatmah dalam FKM UI, 2007).

Dari data diatas terlihat didapatkan hasil pengukuran yang berbeda-beda pada setiap OP. Selain karena factor kesehatan OP sendiri, dari praktikum tersebut bias saja terjadi kesalahan yang membuat data agak ganjil, misalnya pada saat penghisapan darah pada pipet hemoglobin masih ada gelembung udara, kesalahan pengamat dalam membandingkan warna larutan darah + HCl + aquades dengan batang standar, dll.

2. Sediaan Apus DarahPada praktikum sediaan apus darah kali ini bertujuan untuk mengamati dan menghitung berbagai unsur sel darah pada manusia seperti sel darah merah (eritrosit), sel darah putih (leukosit), dan keping darah (trombosit). Sediaan apus darah juga dapat digunakan untuk mengidentifikasi adanya parasit seperti malaria, microfilaria, dan lain-lain (Murtiarti dkk, 2012). Namun pada praktikum kali ini sediaan apus darah hanya digunakan untuk mengamati dan mendeskripsikan unsur-unsur sel darah dan menghitung persentase komponen sel darah.Sediaan apus darah dibuat menggunakan darah yang berasal dari vena OP. Pertama praktikan mengambil darah dari ujung jari telunjuk tangan kiri menggunakan blood lancet. Setelah itu praktikan menaruhnya ke kaca objek. Kemudian menyentuhkan kaca penutup ke tetesan darah hingga darah melebar. Selanjutnya membentuk sudut 30-400dengan kaca penutup, lalu digerakkan ke kiri membentuk apusan darah yang tidak terlalu tipis ataupun terlalu tebal karena jika terlalu tebal atau tercetak secara putus-putus maka saat pengamatan di bawah mikroskop akan terlihat tidak jelas karena sel darah bertumpuk.

Setelah mendapat sediaan yang bagus (tidak tebal dan tipis), maka membiarkannya hingga kering, setelah itu sediaan darah di kaca objek diteteskan metanol hingga bagian yang terlapisi darah terkena semuanya dan membiarkannya kering selama 5 menit. Fungsi metanol adalah untuk memfiksasi darah yang akan menjadi sediaan. Setelah sediaan kering, diteteskan dengan giemsa yang telah diencerkan dengan air dan membiarkannya selama 20 menit dan membilasnya dengan air dan mengeringkannya. Giemsa berfungsi untuk mewarnai darah sehingga mudah dibedakan saat diamati..

Sebelum dilakukan pengamatan dengan menggunakan mikroskop, sediaan terlebih dahulu diteteskan minyak emersi. Untuk mencegah kerusakan pada mikroskop. Setelah itu maka dilakukan pengamatan dengan mikroskop untuk memeriksa sediaan. Dengan perbesaran (100x), praktikan hanya melihat bulat-bulat kecil yang sangat banyak dan belum terlihat jelas perbedaan antara leukosit, eritrosit dan trombosit.

Setelah menggunakan pembesaran 400x, praktikan menemukan ukuran eritrosit yang kecil , berbentuk bulat bikonkaf tidak berinti, dan berwarna ungu bening. Warna ungu ini akibat pewarnaan dengan giemsa, sehingga warna darah yang semula merah, setelah diamati di mikroskop berubah menjadi ungu.Hal ini sesuai dengan literatur yaitu eritrosit berbentuk cakram bikonkaf atau cakram pipih, sel tidak berinti dan tidak punya organel seperti sel-sel lain. Eritrosit berukuran sekitar 7,5m dan bagian pusat lebih tipis dan lebih terang dari bagian tepinya. Selain itu, eritrosit mengandung hemoglobin yang berfungsi untuk mentransport O2(Dikaamelia, 2008).

Pembentukan eritrosit atau eritropoiesis terjadi di sumsum merah yang terletak pada tulang belakang, sternum (tulang dada), tulang rusuk, tengkorak, tulang belikat, tulang panggul serta tulang-tulang anggota badan (kaki dan tangan). Eritrosit berumur pendek. Tidak adanya inti pada eritrosit menyebabkan eritrosit tidak mampu mensintesis protein untuk tumbuh, atau untuk memperbanyak diri (Dikaamelia, 2008). Namun dengan tidak adanya inti pada eritrosit dan dengan bentuk yang berupa bikonkaf maka eritrosit memiliki kemampuan yang optimal dalam mengikat oksigen sehingga kebutuhan akan oksigen menjadi terpenuhi. Itu sebabnya apabila seseorang menderita penyakit sel sabit, yaitu penyakit yang disebabkan karena struktur eritrositnya berbentuk seperti bulan sabit, memiliki kemampuan mengikat oksigen yang lebih sedikit sehingga membuat penderita menjadi anemia dan lemah.

Pada pengamatan di praktikum ini tidak ditemukan eritrosit yang berbentuk selain bikonkaf, itu artinya OP tidak menderita kelainan struktur eritrosit. Kelainan pada struktur eritrosit dapat disebabkan karena faktor genetika ataupun lingkungan.

Kemudian didapatkan beberapa jenis leukosit, namun praktikan tidak mampu mengidentifikasinya apakah termasuk basofil, eosinofil, batang, neutrofil, limfosit ataupun monosit. Hal tersebut karena keterbatasan pembesaran pada mikroskop yang digunakan sehingga tidak dapat terlihat dengan jelas bentuk dari inti sel leukosit tersebut. Penggolongan leukisit menjadi 5 macam merupakan penggolongan berdasarkan ukuran sel, bentuk nukleus, da ada tidaknya granula sitoplasma sehingga perlu pengamatan yang lebih teliti dan perbesaran mikroskop yang baik serta dapat pula dibantu dengan menggunakan minyak emersi.

Dari ketiga macam sel darah yang teramati diperoleh persentasenya yaitu eritrosit sebanyak 70% dari lapang pandang yang diamati, leukosit sebanyak 10% dan trombosit sebanyak 20%. Berdasarkan referensi juga disebutkan bahwa persentase sel darah merah (eritrosit) pada tubuh merupakan yang paling besar. Sedangkan leukosit memiliki jumlah yang lebih sedikit daripada sel eritrosit. Dalam Sloane (2003), disebutkan bahwa jumlah eritrosit pada laki-laki sehat mencapai 4,2 hingga 5,5 juta sel per mm3dan sekitar 3,2 hingga 5,2 juta per mm3pada wanita sehat, sedangkan jumlah normal leukosit adalah 7000 sampai 9000 per mm3dan trombosit berjumlah 250.000 sampai 400.000 per mm3. Hal tersebut sesuai dengan hasil pengamatan yaitu jumlah eritrosit > trombosit > leukosit. Meskipun berjumlah paling sedikit dari ketiga sel darah yang ada, fungsi leukosit pada tubuh sangat penting, dimana dalam keadaan sakit atau terserang benda asing maka jumlah leukosit dapat meningkatH. KESIMPULAN

Kadar hemoglobin dalam darah dapat diukur dengan menggunakan alat haemometer (secara Sahli) atau dengan menggunakan skala hemoglobin (secara Tallquist).

Dari hasil pengamatan didapat kadar Hb pada data sekelas antara 11,5 18,2

Faktor yang mempengaruhi kadar Hb antara lain jenis kelamin, usia, dan kadar sel darah merah dala tubuh.

Daftar Pustaka

Budiwiyono, Imam. 1995. Prinsip Pemeriksaan Preparat Hapus Darah Tepi. Dalam : Imam BW, Purwanto AP ed. Workshop Hematologi III. Keganasan Hematologik. Pembacaan Preparat Darah Hapus (Workshop Hematologi III). Bagian PK FK Undip. SemarangCurtale F, Pezzotti P, Sharbini A.L, Maadat H.A, Ingrosso P, et al. 2000. Knowledege, Perceptions, and Behaviour of Mothers towards Intestinal Helminths in Upper. Egypt : Implications for Control.Dacie, J.V. 1996. Basics Haematological Techniques Practical Haematology 8th edition. Edinburgh: Churcill Livingstone.Ganong, William F. 2002. Buku Ajar Fisiologi kedokteran. Jakarta: ECG.Ganong, W. F. 2003. Buku Ajar Fisiologi Kedokteran Ganong. Edisi 22. Jakarta:EGC Gibson RS. 2005. Principles of Nutritional Assessment. Ed ke-2. New York:

Guyton A. C., Hall J. E. 1997. Buku Ajar Fisiologi Kedokteran. Edisi 9. Jakarta : EGCHoffbrand, A.V., et al. 2005. Kapita Selekta Hematologi. Edisi 4. Jakarta: EGC. Isbister, et al.. 1999. Hematologi Klinik: Pendekatan Berorientasi Masalah. Jakarta : HipokatesKosasih, EN. 1984.Penentuan Praktek Hematologi. AlumniBandung. Bandung.

Lauralee, Sherwood. 2001. Fisiologi Manusia;dari Sel ke Sistem. Edisi 2. Jakarta: EGCMartini F. 2009. Fundamentals of Anatomy and Physiology. 2nd ed. USA : Prentice Hall Pangan dan Gizi di Era Otonomi Daerah dan Globalisasi. Jakarta, 17-19 Mei 2004. Jakarta: LIPI Mescher, Anthony L. 2011. Histologi Dasar Junqueira: Teks & Atlas. Jakarta: EGC.

Muhilal dan Sulaeman A. 2004. Angka Kecukupan Vitamin Larut Lemak. Di dalam: Soekirman et al, editor. Widyakarya Nasional Pangan dan Gizi VIII.KetahananMurtiati, Tri dkk. 2012. Penuntun Praktikum Anatomi dan Fisiologi Manusia. Jurusan Biologi FMIPA Universitas Negeri Jakarta.

Sloane, Ethel. 2003. Anatomi dan Fisiologi Untuk Pemula. Jakarta: EGC.

National Anemia Action Council. Dibuka pada 25 September 2013. URL : www.anemia.orgNational Library of Australia Oxford University Press. Prasetyono, D.S, 2009. Buku Pintar ASI Eksklusif. Jogjakarta : Diva Pres Price S. A., Wilson L. M.. 2004. Patofisiologi Konsep Klinis Proses-Proses Penyakit Edisi 6. Jakarta : EGC Supriasa et al. 2001. Penilaian Status Gizi. Jakarta: Buku Kedokteran EGC Suyono, Slamet et.al. 2001. Buku Ajaran Ilmu Penyakit Dalam. Jilid 2. Jakarta: EGC Wahlqvist, M.L. 1997. Food and Nutrition. Austarlia, Asia and the Pasific.

LAPORAN PRAKTIKUM

ANATOMI FISIOLOGI MANUSIA

KADAR HEMOGLOBIN DAN SEDIAAN APUS DARAH

KELOMPOK 1

PENDIDIKAN BIOLOGI REGULER 20111. Kidung Wulandari (3415110212)

2. Qoyima Kamilah (3415111362)

3. Siska Fauziah (3415111364)

4. Tresna Puspa Herdani (3415111369)

5. Qori Elfa Gasari (3415111376)JURUSAN BIOLOGI

FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM

UNIVERSITAS NEGERI JAKARTA

2013Menghapus darah yang melekat pada sebelah luar ujung pipet.

Mengisap darah dengan pipet hemoglobin sampai garis tanda 20 l.

Memasukkan 5 tetes HCl 0,1 M ke dalam tabung pengencer haemometer.

Membaca kadar hemoglobin dengan gram/100 ml darah.

Mencampur isi tabung supaya darah dan asam bersenyawa; warna campuran menjadi coklat tua.

Menambahkan aquadest setetes demi setetes. Membandingkan warna campuran dengan batang standar dalam waktu 3-5 menit.

Mencatat waktu dan mengalirkan darah dari pipet ke dalam dasar tabung pengencer yang berisi HCl.

Mengangkat pipet sedikit, lalu menghisap asam HCl yang jernih ke dalam 2 pipet atau 3 kali untuk membersihkan darah yang masih tertinggal dalm pipet.

Mengatur sudut kaca penghapus antara 30-40, kemudian menghapus darah.

Meneteskan metanol ke atas sediaan. Membiarkan selama 5 menit.

Menyentuhkan kaca pada tetesan darah dan membiarkan hingga menyebar ke sisi kaca.

Mengambil gelas objek lain yang digunakan sebagai kaca penghapus.

Membersihkan ujung jari dengan alkohol dan meneteskan darah ke atas gelas objek.

Memulas sediaan dengan giemsa yang telah diencerkan, membiarkan selama 20 menit, membilas dengan air suling.

Meletakkan sediaan dalam posisi vertikal dan membiarkan mengering pada udara.

Melihat jumlah sel darah yang ada apakah terdapat 100 sel darah atau tidak.

Pada setiap bagiannya, tentukan jumlah jenis leukosit yang ada, kemudian mencatatnya.

Melakukannya sebanyak 10 X pengamatan.

Jika terdapat 100 sel darah, membagi preparat menjadi 10 bagian.

Mengamati sediaan apus darah yang sudah kering di bawah mikroskop.