laporan 1 (analisis biokimia darah)
DESCRIPTION
Uji BIokimia DarahTRANSCRIPT
KATA PENGANTAR
LAPORAN PRAKTIKUM BIOKIMIA
“Analisis Biokimia Darah”
Disusun Oleh :
Dina Haryanti 108102000035Faritz Azhar 108102000031Septi Purnamasari 108102000027Siti Mardiyanti 108102000029Sivia Nurullina 108102000025Ummu Hikamah 108102000010
Kelompok 4Farmasi V A
FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU KESEHATAN
JAKARTA
2010
Assalamu’alaikum Wr. Wb.
Segala puji syukur kehadirat Allah SWT. yang telah melimpahkan
berkah dan hidayah-Nya kepada kami, sehingga kami dapat menyelesaikankan
laporan Praktikum biokimia yang berjudul “Analisis Biokimia Darah”. Adapun
tujuan dari pembuatan laporan praktikum biokimia ini ialah untuk memenuhi
tugas mata kuliah Praktikum Biokimia pada semester lima ini.
Tak lupa kami mengucapkan banyak terima kasih atas bimbingan Ibu
Dosen Mata Kuliah Praktikum Biokimia, orang tua kami atas dukungannya,
beserta pihak-pihak lain yang namanya tak bisa disebutkan satu-persatu yang
telah banyak membantu atas terselesainya laporan ini baik moril maupun materil
berupa buku-buku referensi, dan yang lainnya.
Tidak ada gading yang tak retak, begitu juga dengan laporan ini. Oleh
karena itu kritik dan saran yang membangun dari para pembaca tetap kami
tunggu untuk penyempurnaan pembuatan selanjutnya.
Semoga laporan ini dapat bermanfaat dan menambah wawasan bagi
para pembaca.
Wassalamu’alaikum Wr. Wb.
Jakarta, 14 Oktober 2010
Penyusun
DAFTAR ISI
Kata pengantar............................................................................................... i
Daftar isi......................................................................................................... ii
1.1 Tujuan.......................................................................................................1
1.2 Waktu dan Tempat...................................................................................1
1.3 Tinjauan Pustaka......................................................................................1
1.4 Materi dan Metode.................................................................................14
1.5 Hasil Pengamatan dan Lampiran Foto.....................................................16
1.6 Pembahasan............................................................................................23
1.7 Kesimpulan..............................................................................................30
Daftar Pustaka................................................................................................ iii
ANALISIS BIOKIMIA DARAH
1.1 Tujuan
1.Untuk membuat filtrat darah bebas protein dengan metode Folin-Wu
2.Untuk menghitung kadar glukosa darah dengan metode Folin-Wu
3.Untuk menghitung kadar kreatinin darah/plasma dengan bantuan larutan
pikrat-basa metode Jaffe menggunakan Filtrat Folin-Wu.
1.2 Waktu dan Tempat
07 Oktober 2010 di Laboratorium Biokimia Klinis
1.3 Tinjauan Pustaka
a. Pembuatan Filtrat Darah Bebas Protein (Folin-Wu)
a. Darah
Darah adalah cairan yang terdapat pada semua makhluk hidup (kecuali
tumbuhan) tingkat tinggi yang berfungsi
mengirimkan zat-zat dan oksigen yang dibutuhkan
oleh jaringan tubuh, mengangkut bahan-bahan
kimia hasil metabolisme, dan juga sebagai
pertahanan tubuh terhadap virus atau bakteri.
Istilah medis yang berkaitan dengan darah diawali
dengan kata hemo- atau hemato- yang berasal dari
bahasa Yunani haima yang berarti darah.
Darah manusia berwarna merah, antara merah
terang apabila kaya oksigen sampai merah tua apabila kekurangan oksigen.
Warna merah pada darah disebabkan oleh hemoglobin, protein pernapasan
(respiratory protein) yang mengandung besi dalam bentuk heme, yang
merupakan tempat terikatnya molekul-molekul oksigen.
Komposisi Darah terdiri daripada beberapa jenis korpuskula yang
membentuk 45% bagian dari darah, angka ini dinyatakan dalam nilai hermatokrit
atau volume sel darah merah yang dipadatkan yang berkisar antara 40 sampai
47. Bagian 55% yang lain berupa cairan kekuningan yang membentuk medium
cairan darah yang disebut plasma darah.
Korpuskula darah terdiri dari:
Sel darah merah atau eritrosit (sekitar 99%).
Eritrosit tidak mempunyai nukleus sel ataupun organela, dan tidak
dianggap sebagai sel dari segi biologi. Eritrosit mengandung hemoglobin
dan mengedarkan oksigen. Sel darah merah juga berperan dalam
penentuan golongan darah. Orang yang kekurangan eritrosit menderita
penyakit anemia.
Keping-keping darah atau trombosit (0,6 - 1,0%)
Trombosit bertanggung jawab dalam proses pembekuan darah.
Sel darah putih atau leukosit (0,2%)
Leukosit bertanggung jawab terhadap sistem imun tubuh dan bertugas
untuk memusnahkan benda-benda yang dianggap asing dan berbahaya
oleh tubuh, misal virus atau bakteri. Leukosit bersifat amuboid atau tidak
memiliki bentuk yang tetap. Orang yang kelebihan leukosit menderita
penyakit leukimia, sedangkan orang yang kekurangan leukosit menderita
penyakit leukopenia.
Susunan Darah. serum darah atau plasma terdiri atas:
1. Air: 91,0%
2. Protein: 8,0% (Albumin, globulin, protrombin dan fibrinogen)
3. Mineral: 0.9% (natrium klorida, natrium bikarbonat, garam dari kalsium,
fosfor, magnesium dan zat besi, dll)
Plasma darah pada dasarnya adalah larutan air yang mengandung :-
albumin
bahan pembeku darah
immunoglobin (antibodi)
hormon
berbagai jenis protein
berbagai jenis garam
Serum merupakan bagian dari plasma darah yang
telah dihilangkan fibrinogen terlebih dahulu. Plasma
terdiri dari 4 jenis tergantung pada kandungan di
dalamnya. Empat serum itu adalah serum albumin,
serum globulin, dan serum wewenang. Salah satu zat
yang terkandung di dalam serum adalah albumin yang
merupakan protein globular (Podjiadi, 1994). Protein ini
memiliki sifat-sifat yang khas, salah stunya dapat
terdenaturasi atau terjadi perubahan struktur, hal ini dapat di tandai dengan
terbentuknya endapan. Terbentuknya endapan dapat di lakukan dengan
penambahan asam, ion logam, gram divalent, atau dengan pemanasan (Arakawa
dan Timashiff, 1984).
b. Pemisahan Protein
Pada analisis kuantitatif darah senyawa tertentu, protein dapat
mengganggu, terutama pada analisis senyawa yang mengandung nitrogen amin
atau amido serta reaksi yang melibatkan reduksi atau oksidasi ion metal.
Sebelum analisis dilakukan, protein dapat harus dipisahkan terlebih dahulu
dengan cara pengendapan. Cara pengendapan protein yang biasa dilakukan
antara lain dengan penambahan asam tungstat, seng hidroksida dan asam
trikoloasetat.
Pemisahan protein acap kali dilakukan dengan menggunakan berbagai
pelarut, elektrolit atau keduanya, untuk mengeluarkan fraksi protein yang
berbeda menurut karakteristiknya (Murray et al., 1990). Pemisahan protein dari
berbagai campuran yang terdiri dari berbagai macam sifat asam-basa, ukuran
dan bentuk protein dapat dilakukan dengan cara elektrofesa, kromatografi,
pengendapan, dan perbedaan kelarutan (Wirahadikusumah, 1981). Prinsip dari
masing-masing metode pemisahan fraksi protein tersebut adalah sebagai
berikut:
1. Elektroforesa
Elektroforesa merupakan teknik pemisahan senyawa yang tergantung dari
pergerakan molekul bermuatan. Jika suatu larutan campuran protein diletakkan
di antara kedua elektroda, molekul yang bermuatan akan berpindah ke salah
satu electrode dengan kecepatan tergantung pada muatan bersihnya, dan
tergantung pada medium penyangga yang digunakan (Montgomery et al., 1983).
Kecepatan gerak albumin dalam elektroforesa adalah 6,0 dalam buffer
berkekuatan ion 0,1 pH 8,6 (Pesce and Lawrence, 1987)
2. Kromatografi
Kromatografi meliputi cara pemisahan bahan terlarut dengan
memanfaatkan perbedaan kecepatan geraknya melalui medium berpori
(Sudarmadji, 1996). Metode ini didasarkan pada perbedaan kelarutan dan sifat
asam basa pada masing-masing fraksi protein. Ada tiga teknik kromatografi yang
biasanya dipergunakan untuk pemisahan protein yaitu kromatografi partisi dan
kromatografi penukar ion, dan kromatografi lapis tipis (WIrahadikusumah, 1981).
3. Pengendapan protein sebagai garam
Sebagian besar protein dapat diendapkan dari larutan air dengan
penambahan asam tertentu, seperti asam triklorasetat dan asam perklorat.
Penambahan ini menyebabkan terbentuknya garam protein yang tidak larut. Zat
pengendap lainnya adalah asam tungstat, fosfotungstat, dan metafosfat. Protein
juga dapat diendapkan dengan kation tertentu seperti Zn dan Pb
(Wirahadikusumah, 1981).
4. Pengendapan protein dengan penambahan garam
Pengendapan protein dengan cara penambahan garam didasarkan pada
pengaruh yang berbeda daripada penambahan garam tersebut pada kelarutan
protein globuler (Wirahadikusumah, 1981). Lebih lanjut Thena wijaya (1987)
menjelaskan bahwa pada umunya dengan meningkatnya kekuatan ion, kelarutan
protein semakin besar, tetapi setelah mencapai titik tertentu kekuatannya justru
akan semakin menurun. Pada kekuatan ion rendah gugus protein yang terionisasi
dikelilingi oleh ion lawan sehingga terjadinya interaksi antar protein, dan
akibatnya kelarutan protein akan menurun. Jenis garam netal yang biasa
digunakan untuk pengendapan protein adalah magnesium klorida, magnesium
sulfat, natrium sulfat, dan ammonium sulfat.
5. Pengendapan pada titik isoelektik
Titik isoelektrik adalah pH pada saat protein memiliki kelarutan terendah
dan mudah membentuk agregat dan mudah diendapkan (Sudarmadji, 1996).
Berbagai protein globular mempunyai daya kelarutan yang berbeda di dalam air.
Variable yang mempengaruhi kelarutan ini dalah pH, kekuatan ion, sifat
dielektrik pelarut dan temperature. Setiap protein mempunyai pH isoelektrik,
dimana pada pH isoelekrik tersebut molekul protein mempunyai daya kelarutan
yang minimum. Thenawijaya (1987) menjelaskan bahwa perubahan pH akan
mengubah ionisasi gugus fungsional protein, yang berarti pula mengubah
muatan protein. Protein akan mengendap pada titik isoelektiknya, yaitu titik yang
menunjukkan muatan total protein sama dengan nol (0), sehingga interaksi antar
protein menjadi maksimum.
6. Pengedapan protein dengan pemanasan
Temperature dalam batas-batas tertentu dapat menaikkan kelarutan
protein. Pada umunya kelarutan protein naik pada suhu lebih tinggi (0-40°C).
pada suhu di atas 40°C kebanyakan protein mulai tidak mantap dan mulai terjadi
denaturasi (Wirahadikusumah, 1981). Suwandi dkk. (1989) menjelaskan bahwa
denaturasi dapat didefinisikan sebagai perubahan struktur sekunder, tersier, dan
kuartener dari molekul protein tanpa terjadinya pemecahan ikatan peptide.
Peristiwa denaturasi biasanya diikuti dengan koagulasi (penggumpalan). De Man
(1989) menjelaskan bahwa rentang suhu denaturasi dan koagulasi sebagian
besar protein sekitas 55 sampai 75°C. suhu koagulasi albumin telur 56°C, albumin
serum sapi 67°C, dan albumin susu dapi 72°C.
c. Metode Folin-Wu
Pada tahun 1919 Folin dan Wu (1) mengusulkan persiapan protein
bebas filtrat darah dengan presipitasi dari protein dengan asam tungstat
terbentuk dengan penambahan 1 bagian 10 per tungstat natrium persen dan 1
bagian 8 N asam sulfat untuk 1 darah bagian dan 7 bagian air. Mereka
menyatakan bahwa filtrat hampir "netral,". filtrat harus memerlukan hanya
sekitar 0,2 ml sebesar 0,1 N NaOH untuk netralisasi; nilai pH filtrat tidak
diberikan. Merrill melaporkan bahwa pengendapan maksimal nitrogen dari
serum antitoksin difteri oleh asam tungstat terjadi pada pH 5.0 atau lebih
rendah. Pengendap protein asam Tungstat biasanya dianggap hasil dari
kombinasi dari anion asam dengan bentuk kationik protein (protein +), kembali
yang membutuhkan protein untuk berada di sisi asam dari titik isoelektriknya.
Titik isoelektrik protein serum jatuh pada kisaran sekitar pH 5 sampai 7 .
Ini yang diharapkan, karena itu, bahwa filtrat Folin-Wu akan harus memiliki pH
sekitar 5 atau kurang dengan kadar protein yang minimal.
Metode
Asam sulfat yang digunakan adalah dibuat dari grade reagen analitis dan
0.663 telah disesuaikan sampai dititrasi 0,663 N. 10 per natrium persen tungstat
(Na2W04.2Hz0) dibuat dari dua analisis kelas yang berbeda reagen dengan
perbedaan signifikan dalam hasil di penelitian ini. Kecuali jika tercatat
antikoagulan yang digunakan dalam pengumpulan darah 1 tetes 20 persen
kalium oksalat kering dalam tabung per 5 ml. Penyaring yang dilakukan dengan
kertas Whatman No 1. Konsentrasi protein dalam filtrat ditentukan dengan
metode Looney dan Walsh.\
b. Pengukuran Kadar Gula Darah (Kuantitatif)
Glukosa, suatu gula monosakarida, adalah salah satu karbohidrat terpenting
yang digunakan sebagai sumber tenaga bagi hewan dan tumbuhan. Glukosa merupakan
salah satu hasil utama fotosintesis dan awal bagi respirasi. Dalam respirasi, melalui
serangkaian reaksi terkatalisis
enzim, glukosa teroksidasi hingga
akhirnya membentuk karbon
dioksida dan air, menghasilkan
energi, terutama dalam bentuk
ATP. Sebelum digunakan, glukosa
dipecah dari polisakarida.
Glukosa dan fruktosa
diikat secara kimiawi menjadi
sukrosa. Pati, selulosa, dan glikogen merupakan polimer glukosa umum polisakarida).
Glukosa merupakan hasil fotosintesis pada tumbuhan dan beberapa prokariota. Glukosa
juga terbentuk dalam hati dan otot rangka dari pemecahan simpanan glikogen (polimer
glukosa) serta disintesis dalam hati dan ginjal dari zat antara melalui proses yang disebut
glukoneogenesis.
Karbohidrat merupakan sumber energi utama bagi tubuh manusia, yang
menyediakan 4 kalori (17 kilojoule) energi pangan per gram. Pemecahan karbohidrat
(misalnya pati) menghasilkan mono- dan disakarida, terutama glukosa. Melalui glikolisis,
glukosa segera terlibat dalam produksi ATP, pembawa energi sel. Di sisi lain, glukosa
sangat penting dalam produksi protein dan dalam metabolisme lipid. Karena pada
sistem saraf pusat tidak ada metabolisme lipid, jaringan ini sangat tergantung pada
glukosa.
Glukosa diserap ke dalam peredaran darah melalui saluran pencernaan.
Sebagian glukosa ini kemudian langsung menjadi bahan bakar sel otak, sedangkan yang
lainnya menuju hati dan otot, yang menyimpannya sebagai glikogen ("pati hewan") dan
sel lemak, yang menyimpannya sebagai lemak. Glikogen merupakan sumber energi
cadangan yang akan dikonversi kembali menjadi glukosa pada saat dibutuhkan lebih
banyak energi. Meskipun lemak simpanan dapat juga menjadi sumber energi cadangan,
lemak tak pernak secara langsung dikonversi menjadi glukosa. Fruktosa dan galaktosa,
gula lain yang dihasilkan dari pemecahan karbohidrat, langsung diangkut ke hati, yang
mengkonversinya menjadi glukosa.
Darah manusia normal mengandung glukosa dalam jumlah atau konsentrasi
tetap, yaitu antara 70-100 mg tiap 100 ml darah. Glukosa darah ini dapat bertambah
setelah kita makan makanan sumber karbohidrat, namun kira-kira 2 jam setelah itu,
jumlah glukosa darah akan kembali pada keadaan semula. Pada orang yang menderita
diabetes mellitus atau kencing manis, jumlah glukosa darah lebih besar dari 130 mg per
100 ml darah (Poedjiadi, 1994).
Dalam ilmu kedokteran, gula darah adalah istilah yang mengacu kepada tingkat
glukosa di dalam darah. Konsentrasi gula darah, atau tingkat glukosa serum, diatur
dengan ketat di dalam tubuh. Glukosa yang dialirkan melalui darah adalah sumber
utama energi untuk sel-sel tubuh. Umumnya tingkat gula darah bertahan pada batas-
batas yang sempit sepanjang hari: 4-8 mmol/l (70-150 mg/dl). Tingkat ini meningkat
setelah makan dan biasanya berada pada level terendah pada pagi hari, sebelum orang
makan. Diabetes mellitus adalah penyakit yang paling menonjol yang disebabkan oleh
gagalnya pengaturan gula darah. Meskipun disebut "gula darah", selain glukosa, kita
juga menemukan jenis-jenis gula lainnya, seperti fruktosa dan galaktosa. Namun
demikian, hanya tingkatan glukosa yang diatur melalui insulin.
Glukosa terbentuk dari karbohidrat dalam makanan dan disimpan sebagai
glikogen dalam hati dan otot rangka. Kadar glukosa dipengaruhi oleh 3 macam hormon
yang dihasilkan oleh kelenjar pankreas. Hormon-hormon itu adalah : insulin, glukagon,
dan somatostatin.
Insulin dihasilkan oleh sel-sel β, mendominasi gambaran metabolik. Hormon ini
mengatur pemakaian glukosa melalui banyak cara : meningkatkan pemasukan glukosa
dan kalium ke dalam sebagian besar sel; merangsang sintesis glikogen di hati dan otot;
mendorong perubahan glukosa menjadi asam-asam lemak dan trigliserida; dan
meningkatkan sintesis protein, sebagian dari residu metabolisme glukosa. Secara
keseluruhan, efek hormone ini adalah untuk mendorong penyimpanan energi dan
meningkatkan pemakaian glukosa. Sedangkan, Glukagon dihasilkan oleh sel-sel α,
meningkatkan sintesis protein dan menstimulasi glikogenolisis (pengubahan glikogen
cadangan menjadi glukosa) dalam hati; ia membalikkan efek-efek insulin. Somatostatin
dihasilkan oleh sel-sel delta, menghambat sekresi glukagon dan insulin; hormone ini juga
menghambat hormone pertumbuhan dan hormone-hormon hipofisis yang mendorong
sekresi tiroid dan adrenal.
Saat setelah makan atau minum, terjadi peningkatan kadar gula darah yang
merangsang pankreas menghasilkan insulin untuk mencegah kenaikan kadar gula darah
lebih lanjut. Insulin memasukkan gula ke dalam sel sehingga bisa menghasilkan energi
atau disimpan sebagai cadangan energi. Adanya kelainan sekresi insulin, kerja insulin,
atau kombinasi keduanya, akan berpengaruh terhadap konsentrasi glukosa dalam darah.
Penurunan kadar glukosa darah (hipoglikemia) terjadi akibat asupan makanan yang
tidak adekuat atau darah terlalu banyak mengandung insulin. Peningkatan kadar glukosa
darah (hiperglikemia) terjadi jika insulin yang beredar tidak mencukupi atau tidak dapat
berfungsi dengan baik; keadaan ini disebut diabetes mellitus. Apabila kadar glukosa
plasma atau serum sewaktu (kapan saja, tanpa mempertimbangkan makan terakhir)
sebesar ≥ 200 mg/dl, kadar glukosa plasma/serum puasa yang mencapai > 126 mg/dl,
dan glukosa plasma/serum 2 jam setelah makan (post prandial) ≥ 200 mg/dl biasanya
menjadi indikasi terjadinya diabetes mellitus.
Metode Reduksi Karbohidrat
1. Metode Somogyi-Nelson
Metode Nelson/Somogyi merupakan yang terbaik bila digunakan untuk uji aktivitas
enzim karena memberikan respon pewarnaan stoikiometri dengan oligosakarida
homolog dengan berbagai derajat polimerisasi sehingga memberikan pengukuran
yang benar dari ikatan-ikatan glikosida yang terpotong yang menunjukkan aktivitas
enzimnya
2. Fehling
Fehling adalah salah satu metode reduksi yang digunkan untuk mengidentifikasi gula
pereduksi. Gula reduksi adalah gula yang dapat mereduksi Fehling menjadi tembaga
oksida yang mengendap berwarna merah merah (ion kupri tereduksi menjadi ion
kupro). Larutan Fehling A mengandung ionkupri CuSO4, sedangkan Fehling B
mengandung campuran alkali (NaOH dan KNaC4H4O6). Gula reduksi dengan alkali
(Fehling B) akan bereaksi membentuk enediol, kemudian enediol ini dengan ion
kupri (Fehling A) membentuk ion kupro dan campuran asam-asam. Selanjutnya ion
kupro dalam suasana basa akan membentuk kupro hidroksidayang dalam keadaan
panasa akan mendidih dan mengendap menjadi endapan kupro oksida (Cu2O) yang
berwarna merah bata (Kuswurj 2009).
3. Metode Follin Wu
Metode ini digunakan dalam analisis kuantitatif gula dalam darah. Prinsip
pengukuran kadar glukosa darah dengan metode Folin Wu adalah ion kupri akan
direduksi oleh gula dalam darah menjadi kupro dan mengendap menjadi Cu 2O.
Penambahan pereaksi fosfomolibdat akan melarutkan Cu2O dan warna larutan
menjadi biru tua, karena ada oksida Mo. Dengan demikian, banyaknya Cu2O yang
terbentuk berhubungan linier dengan banyaknya glukosa di dalam darah. Filtrat
yang berwarna biru tua yang terbentuk akibat melarutnya Cu2O karena oksida Mo
dapat diukur kadar glukosanya dengan menggunakan spektrofotometer pada
panjang gelombang 660 nm. Dalam penentuan kadar glukosa darah, protein yang
juga terkandung dalam darah harus diendapkan atau didenaturasi terlebih dahulu.
Setelah proses tersebut barulah darah mengalami proses pemanasan dan
penambahan reagen Cu alkanis dan reagen fosfomolibdat untuk memberikan warna
biru secara bervariasi tergantung konsentrasi dari molekul. Hal ini perlu dilakukan
( penambahan fosfomolibdat ) agar pengukuran dapat dilakukan dengan
menggunakan spektrofotometri UV/Vis karena Cu+ memiliki warna yang sangat
kurang kuat (merah) sehingga kuran sensitif yang dapat mengakibatkan kesalahan
pengukuran menjadi besar. Variasi warna tersebut kemudian diukur absorbannya
dengan spektrofotometer untuk menentukan konsentrasi yang
terbentuk. penentuannya cukup mudah, yaitu dengan menggunakan kurfa kalibrasi
dari Absorbansi Cu alkanis yang terukur.
Penentuan kadar selanjutnya dilakukan dengan cara
spektrofotometri. Untuk mengukur absorbansinya maka
ditambahkan Cu alkanis dan juga fosfomolibdat.
Absorbansi ini sebanding dengan konsentrasi glukosa
yang akan diukur. Makin biru pekat warna larutan maka
makin besar konsentrasi glukosa yang terkandung.
Kadar glukosa yang diketahui ini bisa membantu
kita memprediksi metabolisme yang mungkin terjadi dalam sel dengan kandungan gula
yang tersedia. Jika kandungan lglukosa dalam tubuh sangat berlebih maka glukosa
tersebut akan mengalami reaksi katabolisme secara enzimatik untuk menghasilkan
energy. Namun jika kandungan glukosa tersebut dibawah batas minimum,maka asam
piruvat yang dihasilkan dari proses katabolisme bisa mengalami proses enzimatik secara
anabolisme melalui glukoneogenesis untuk mensintesis glukosa dan memenuhi kadar
normal glukosa dalam darah ( dalam serum atau plasma darah ) yaitu 65-110 mg/dL
(3,6-6,1 mmol/L),
NILAI RUJUKAN
Gula darah sewaktu
a. DEWASA : Serum dan plasma : sampai dengan 140 mg/dl; Darah lengkap
: sampai dengan 120 mg/dl
b. ANAK : sampai dengan 120 mg/dl
c. LANSIA : Serum dan plasma : sampai dengan 160 mg/dl; Darah lengkap :
sampai dengan 140 mg/dl.
Gula darah puasa
a. DEWASA : Serum dan plasma : 70 – 110 mg/dl; Darah lengkap : 60 – 100
mg/dl; Nilai panik : kurang dari 40 mg/dl dan > 700 mg/dl
b. ANAK : Bayi baru lahir : 30 – 80 mg/dl; Anak : 60 – 100 mg/dl
c. LANSIA : 70 – 120 mg/dl.
Gula darah post prandial
a. DEWASA : Serum dan plasma : sampai dengan 140 mg/dl; Darah lengkap
: sampai dengan 120 mg/dl
b. ANAK : sampai dengan 120 mg/dl
c. LANSIA : Serum dan plasma : sampai dengan 160 mg/dl; Darah lengkap :
sampai dengan 140 mg/dl.
c.Kreatinin darah
Kreatinin merupakan produk sisa dari perombakan kreatin fosfat yang
terjadi di otot yang merupakan zat racun dalam darah, terdapat pada seseorang
yang ginjalnya sudah tidak berfungsi dengan normal. Sejumlah besar kreatinin
yang terdapat dalam sirkulasi darah akan ditapis keluar bersama dengan urin,
dan tidak diserap kembali ke dalam darah. Kreatin adalah asam organic
bernitrogen yang terdapat secara alami di dalam hewan vertebrata. Kreatin
dapat membantu menyediakan cadangan energi bagi jaringan otot dan saraf.
Kreatin ditemukan pertama kali oleh Derek Edward Bye pada tahun 1832 sebagai
komponen dari otot rangka. Nama kreatin sendiri berasal dari bahasa Yunani,
dari kata Kreas yang berarti daging. Batas normal ureum : 20 – 40 mg/dl. Batas
normal kreatinin : 0,5–1,5 mg/dl (Tanyuri, 2008). Kreatinin terbentuk akibat
penguraian otot. Tingkat kreatinin dalam darah mengukur fungsi ginjal. Tingkat
yang tinggi biasanya karena masalah dalam ginjal. Rasio kadar asam
urat/kreatinin dalam urin sewaktu: Rasio > 0.8 menandakan over-production.
Bila rasio ini > 0.9, menandakan adanya acute uric acid nephropathy. Bila rasio ini
< 0.7 , menandakan terjadi hiperurisemia akibat gagal ginjal (Schlattner dkk.,
2006).
Kreatinin merupakan produk penguraian keratin. Kreatin disintesis di hati
dan terdapat dalam hampir semua otot rangka yang berikatan dengan dalam
bentuk kreatin fosfat (creatin phosphate, CP), suatu senyawa penyimpan energi.
Dalam sintesis ATP (adenosine triphosphate) dari ADP (adenosine diphosphate),
kreatin fosfat diubah menjadi kreatin dengan katalisasi enzim kreatin kinase
(creatin kinase, CK). Seiring dengan pemakaian energi, sejumlah kecil diubah
secara ireversibel menjadi kreatinin, yang selanjutnya difiltrasi oleh glomerulus
dan diekskresikan dalam urin.
Jumlah kreatinin yang dikeluarkan seseorang setiap hari lebih bergantung
pada massa otot total daripada aktivitas otot atau tingkat metabolisme protein,
walaupun keduanya juga menimbulkan efek. Pembentukan kreatinin harian
umumnya tetap, kecuali jika terjadi cedera fisik yang berat atau penyakit
degeneratif yang menyebabkan kerusakan masif pada otot.
Kreatin disintesis di hati dan terdapat dalam hampir semua otot rangka
yang berikatan dengan dalam bentuk kreatin fosfat (creatin phosphate, CP), suatu
senyawa penyimpan energi. Dalam sintesis ATP (adenosine triphosphate) dari
ADP (adenosine diphosphate), kreatin fosfat diubah menjadi kreatin dengan
katalisasi enzim kreatin kinase (creatin kinase, CK). Seiring dengan pemakaian
energi, sejumlah kecil diubah secara ireversibel menjadi kreatinin, yang
selanjutnya difiltrasi oleh glomerulus dan diekskresikan dalam urin (Anonim,
2008).
Sejumlah besar kreatinin yang terdapat dalam sirkulasi darah akan ditapis
keluar bersama dengan urin, dan tidak diserap kembali ke dalam darah. Oleh
karena itu rasio konsentrasi kreatinina di dalam darah dan urin, dapat digunakan
untuk menghitung rasio tapis kreatinina (bahasa Inggris: creatinine clearance,
CrCl), yang setara dengan laju filtrasi glomerular (bahasa Inggris: glomerular
fltration rate, GFR).
Perhitungan kadar kreatinin menggunakan metode Jaffe yang merupakan
salah satu pengembangan metode kolorimetri. berdasarkan reaksi antara
kreatinin dengan pikrat dalam suasana basa, membentuk kompleks kreatinin
pikrat berwarna jingga yang dapat diukur menggunakan spektrofotometer visibel
pada alpha 492 nm. Protein darah dapat mengganggu penetapan kadar
kreatinin.
Perhitungan kadar kreatinin darah/plasma
AU-AB / AS-AB X (5 X 0,006) X 15/25 X 100 (10 X 0,1) X mg/dl
1.4 Materi (Alat dan Bahan)
Alat
1. Gelas Beker
2. Pipet tetes dan pipet volumetri
3. Corong
4. Tabung Reaksi
5. Kertas Saring
6. Gelas Ukur
7. Kuvet dan Spektrofotometer
8. Mikro pipet
Bahan untuk pembuatan filtrat bebas protein
1. Darah Segar
2. Na-tungstat 10 %
3. Asam sulfat 2/3 N
4. Aquadest
Bahan untuk pengukuran kadar glukosa
1. Filtrat darah Folin-Wu
2. Larutan tembaga alkalis
3. Pereaksi asam fosfomolibdat
4. Larutan standar glukosa 0,1 mg/ml
Bahan untuk penetapan kadar kreatinin
1. Darah/plasma bebas protein
2. Larutan asam pikrat jenuh
3. Larutan NaOH 10%
4. Larutan standar kreatinin mengandung 0,006 mg/ml
5. Larutan pikrat alkalis
1.5 Metode (Cara Kerja)
a. Pembuatan Filtrat Darah Bebas Protein
1. Darah disiapkan sebanyak 3 ml
2. Kemudian dimasukkan ke dalam gelas beker yang berisi aquadest 21 ml
3. Dimasukkan Na-Tungstat 10 % sebanyak 3 ml dan asam sulfat (H2S04) sebanyak 3 ml
4. Beker gelas digoyangkan hingga semua larutan tercampur
5. Didiamkan selama 5 menit lalu disaring dengan kertas saring
6. Filtrat ditampung ke dalam tabung reaksi
b. Penetapan kadar glukosa darah (kuantitatif)
BAHAN Tabung 1 3 4Filtrat folin wu (ml) 2 - -standar glukosa 0,1 g/ml (ml) - 2 -aquadest (ml) - - 2tembaga alkalis (ml) 2 2 2panaskan dalam air 1000 C selama 8 menit, dinginkan selama 3 menitas.fosfomolibdat (ml) 2 2 2encerkan sampai 25 ml, kemudian baca pada λ=420 nm KETERANGAN :
Tabung 1 = larutan unknown
Tabung 3 = larutan standard
Tabung 4 = blanko
c. Penetapan Kadar Kreatinin
1. Siapkan 3 tabung, Tabung 1 sebagai blanko, Tabung 2 sebagai standart, dan
tabung 3 sebagai uji
2. Pada tabung 1, dimasukkan 1ml aquadest, 0,5ml larutan pikrat alkalis, dan
NaOH 10% sebanyak 0,1ml
3. Pada tabung 2, dimasukkan 0,5ml larutan standart kreatinin, 1,5ml
aquadest, 0,5ml larutan pikrat alkalis dan 0,1ml NaOH 10%
4. Pada tabung 3, dimasukkan 1ml filtrate Folin-Wu, 0,5ml larutan pikrat alkalis
dan 0,1ml larutan NaOH 10%
5. Masing – masing tabung dicampurkan dengan baik, dan didiamkan selama
15menit.
6. Amati dan catat perubahan warna yang terjadi.
7. Baca serapan masing – masing tabung pada Spektrofotometer pada λ = 520
nm.
1.6 Hasil Pengamatan dan Lampiran Foto
a. Hasil Pengamatan Pembuatan Filtrat Darah Bebas Protein
Perlakuan terhadap sampel darah
Adam (1 ml) Yuni (3 ml)
Setelah penambahan aquadest
Setelah ditambahkan aquadest 7 ml berwarna
merah
Setelah pemberian aquadest 21 ml
berwarna merahSetelah penambahan Na
TungstatMerah pekat Merah pekat
Setelah ditambahkan H2SO4
Merah hitam Merah hitam
Filtrat yang dihasilkan setelah disaring
Tidak begitu bening Filtrat bening
b. H asil Pengamatan Pengukuran Kadar Glukosa
Tabung 1: filtrate folin wu + tembaga alkalis = berwarna biru, jika
dipanaskan menjadi warna hijau kebiruan, kemudian ditambahkan
as.fosfomolibdat menghasilkan warna bening putih.
Tabung 3: standar glukosa + tembaga alkalis = berwarna biru, jika
dipanaskan menjadi warna hijau yang kemudian berubah menjadi warna
coklat, kemudian diberi as.fosfomolibdat menghasilkan warna biru
dongker.
Tabung 4: aquadest + tembaga alkalis = biru, jika dipanaskan menjadi
warna biru, kemudian ditambahkan as. Fosfomolibdat menghasilkan
warna bening dan berbusa.
Tabung ke- Absorban
1 0,066 Å
3 0,735 Å
4 0,009 Å
c. Hasil Pengamatan penetapan kreatinin darah
Blanko = kuning Standar = orange kemerahan (senja) Uji = kuning
Absorbansi spektro uv-visible
Au (adam) = 0,270 A
AB (adam) = 0,077 A
As (adam) = 3,350 A
Au (yuni) = 0,089 A
AB (yuni) = 0,077 A
As (yuni) = 3,35
b. Lampiran Foto
Pembuatan filtrat bebas protein (adam)
(Darah adam) (darah + na tungstat) (darah +H2SO4)
(darah + aquadest) (darah
diaduk)
Pembuatan filtrat bebas protein (yuni)
(darah segar) (darah + as.sulfat+na tungstat) (saat t=0’)
(setelah 5’)(reagen yang dipergunakan)
(menyaring darah)(filtrate darah bebas protein)
Penentuan kadar glukosa darah
Dari kiri ke kanan = 1,3,4
1 = larutan unknown
2 = larutan standar
3 = larutan blanko
PENETAPAN KADAR KREATININ
Reagen yang dipergunakan
larutan blangko, standar, uji.
Absorbsi larutan blankoabsorbsi larutan uji (adam)
1.7 Pembahasan
a. Filtrat bebas protein
Pada praktikum ini kita mencoba untuk
mengukur kadar gula darah, dan penetapan kadar
kreatinin. Untuk mendapatkan hasil yang akurat,
hal pertama yang harus dilakukan adalah
membuat filtrat darah bebas protein. Pada uji
penetapan kreatinin, protein darah dapat
mengganggu penetapan kadar kreatinin. Maka
dibutuhkan filtrat darah bebas protein untuk
melakukan penetapan kadar kreatinin. Selain itu
filtrat darah bebas protein juga digunakan untuk
pengukuran kadar urea, asam amino, klorida, dan
NPN (Non Protein Nitrogen).
Ada 2 metode dalam pembuatan filtrat
darah bebas protein yaitu metode Somogy dan
metode Folin-wu. Seperti yang kita ketahui
metode Follin Wu menggunakan 2 pereaksi yaitu
Na tungstat dan Asam sulfat. Dalam metode Folin-
Wu dimana darah segar ditambahkan aquadest
yang tujuan utamanya sebagai pengencer agar
protein larut dalam bagian air sehingga mudah
untuk diendapkan. Na- tungstat 10% digunakan
sebagai pengendap proteinnya seperti albumin
yang terlarut dalam air. Fungsi tersebut terlihat
jelas pada saat praktikum dimana setelah
penambahan Na- tungstat terjadi penggumpalan.
Sedangkan Asam sulfat 2/3 N digunakan sebagai
katalisator sehingga reaksi berjalan lebih cepat
tanpa ikut bereaksi sehingga tidak mempengaruhi
hasil. Setelah didiamkan selama 5 menit darah
yang sudah ditambahkan 2 reagen tersebut
berwarna coklat pekat yang menunjukan darah
sudah mengalami kerusakan.
Kemudian darah disaring dengan kertas
saring atau bisa juga disentrifuge dan
menghasilkan filtrat berupa cairan bening yang
sudah bebas dari protein dan berwarna bening.
Filtrate darah dari probandus perempuan
berwarna bening sedangkan pada probandus laki-
laki berwarna bening agak kekuningan. Menurut
kami hal ini terjadi karena reaksi pengendapan
yang belum sempurna. Seharusnya filtrate yang
sudah jadi diuji menggunakan peraksi biuret
dimana jika masih berwana biru maka di dalam
filtrate masih terdapat protein yang belum
diendapkan. Namun praktikum kali ini kami tidak
menggunakan uji kualitatif tersebut, sehingga
ditakutkan akan mempengaruhi hasil pengukuran
kadar glukosa ataupun kadar kreatinin.
Protein dapat diendapkan karena memiliki
berbagai sifat diantaranya bersifat sebagai
amfoter yakni memiliki 2 muatan yang berlainan
dalam satu molekul atau dikenal juga sebagai
zwitter ion. Sifat ini membuat protein memiliki
muatan yang berbeda pada ph yang berbeda pula
akibatnya protein dapat larut pada rentang pH
tertentu dimana protein bermuatan. Suatu saat di
pH tertentu protein akan mencapai titik iso
elektrik, yakni pH dimana jumlah total muatan
protein sama dengan nol (muatan positif =
muatan negatif), hal ini akan mempengaruhi
kelarutan protein. Pada titik iso elektrik, kelarutan
protein sangat rendah sehingga protein dapat
mengendap.
Metode yang kami gunakan merupakan
metode pengendapan protein dengan
penambahan garam. Penambahan garam
didasarkan pada pengaruh yang berbeda dari
pada penambahan garam tersebut pada kelarutan
protein globular. Pada umumnya dengan
meningkatnya kekuatan ion, kelarutan protein
semakin besar, tetapi setelah mencapai titik
tertentu kekuatannya justru akan semakin
menurun. Pada kekuatan ion rendah, gugus
protein yang terionisasi dikelilingi oleh ion lawan
sehingga terjadinya interaksi antar protein dan
akibatnya kelarutan protein akan menurun.
b. Pembahasan Pengukuran kadar Glukosa Darah
Kadar glukosa darah perlu diketahui
karena dapat membantu kita memprediksi
metabolisme yang mungkin terjadi dalam sel
dengan kandungan gula yang tersedia. Jika
kandungan glukosa dalam tubuh normal maka
glukosa tersebut akan mengalami reaksi
katabolisme secara enzimatik untuk menghasilkan
energy. Akan tetapi, jika kadar glukosa darah
sangat berlebih dan kelebihan tersebut tidak
dapat dimetabolisme karena ketidakmampuan
insulin untuk memetabolismenya. Namun jika
kandungan glukosa tersebut dibawah batas
minimum,maka asam piruvat yang dihasilkan dari
proses katabolisme bisa mengalami proses
enzimatik secara anabolisme melalui
glukoneogenesis untuk mensintesis glukosa dan
memenuhi kadar normal glukosa dalam darah
( dalam serum atau plasma darah ) yaitu 65-110
mg/dL (3,6-6,1 mmol/L).
Begitu pentingnya mengetahui kadar gula
darah sehingga penghitungan akan kadar gula
darah sangat dianjurkan untuk mencegah kejadian
yang tidak diinginkan seperti diabetes mellitus.
Praktikum kali ini mencoba menghitung kadar
gula darah pada probandus. Dalam penentuan
kadar glukosa darah ini digunakan filtrate bebas
protein karena jika filtrate mengandung protein
akan mengganggu hasil reaksi.
Pada pengukuran kadar glukosa darah
dipersiapkan tiga tabung reaksi, ketiga tabung diisi
dengan 2 ml filtrate, 2 ml standar glukosa dan 2
ml aquades, masing-masing tabung ditambahkan
2 ml larutan tembaga alkalis (cupri tartrat).
Larutan kupritartrat ditambahkan untuk
membentuk warna biru ketika ditambahkan
pereaksi fosfomolibdat, karena larutan ini
mengandung asam laktat dan ion Cu+. Hal ini
sesuai dengan prinsip uji tauber yang memberikan
hasil positif (warna biru) pada larutan yang
mengandung monosakarida (glukosa).
Dari data pengamatan terlihat pada
tabung 4 (blanko) warna biru yang dihasilkan pada
penambahan antara aquadest 2ml dengan
tembaga alkalis 2ml itu dikarenakan warna dari
tembaga alkalisnya itu sendiri, dan ketika
dipanaskan warnanya tidak berubah karena tidak
terjadi reaksi, dan ketika ditambahkan asam
fosfomolibdat 2 ml mengkasilkan warna bening
berbusa karena asam fosfomolibdat sendiri
termasuk senyawa saponin (senyawa sabun).
Pada tabung 3 (standar) dari data yg
terlihat ketika standar glukosa 0,1 g/ml sebanyak
2 ml ditambahkan + tembaga alkalis 2 ml
menghasilkan warna biru, warna ini dihasilkan
dari tembaga alkalisnya itu sendiri. Dan ketika di
panaskan warnanya berubah menjadi hijau yang
kemudian berubah jadi coklat. Setelah
ditambahkan asam fosfomolibdat warna larutan
berubah menjadi biru pekat, hal ini karena
pereaksi fosfomolibdat akan melarutkan Cu2O dan
warna larutan menjadi biru tua, karena ada oksida
Molibdat.
Pada tabung 1 (uji) penambahan filtrate
folin wu 2 ml dengan tembaga alkalis 2ml
menghasilkan warna biru. Dan ketika di panaskan
warnanya berubah menjadi bening. Setelah
ditambahkan asam fosfomolibdat warna berubah
menjadi bening.
Pada prinsipnya pengukuran kadar glukosa
darah dengan metode Folin Wu adalah ion kupri
akan direduksi oleh gula dalam darah menjadi
kupro dan mengendap menjadi Cu2O.
Penambahan pereaksi fosfomolibdat akan
melarutkan Cu2O dan warna larutan menjadi biru
tua, karena ada oksida Mo. Dengan demikian,
banyaknya Cu2O yang terbentuk berhubungan
linier dengan banyaknya glukosa di dalam darah.
Filtrat yang berwarna biru tua yang terbentuk
akibat melarutnya Cu2O karena oksida Mo dapat
diukur kadar glukosanya dengan menggunakan
spektrofotometer pada panjang gelombang 420
nm.
Pengukuran dengan spektrofotometer uv-
visible menghasilkan serapan untuk blangko
0.010, standar uji 0.735 dan untuk uji 0.066
sehingga jika dihitung dengan rumus yang ada
Didapatkan kadar glukosa darah probandus yaitu
7.724 mg/dL. Sebenarnya kadar glukosa normal
seorang sebelum makan 70-120 mg/dL. Hasil yang
didapat memang tidak baik. Namun menurut kami
angka tersebut dikarenakan pembanding yang
dipakai itu adalah 0.1mg/ml atau sebanding
dengan 10 mg/dL. Selain itu, kami juga
memperkirakan penyebab hasil yang tidak baik
adalah karena filtrat yang digunakan masih
mengandung protein, sehingga protein tersebut
menggangu absorbance.
Penetapan Kadar Kreatinin
Darah adalah cairan yang terdapat pada
hewan tingkat tinggi yang berfungsi sebagai alat
transportasi zat seperti oksigen, bahan hasil
metabolisme tubuh, pertahanan tubuh dari
serangan kuman, dan lain sebagainya. Darah pada
tubuh manusia mengandung 55% plasma darah
(cairan darah) dan 45% sel-sel darah (darah
padat). Jumlah darah yang ada pada tubuh kita
yaitu sekitar sepertigabelas berat tubuh orang
dewasa atau sekitar 4 atau 5 liter.
Darah cair atau plasma darah adalah
cairan darah berbentuk butiran-butiran darah. Di
dalamnya terkandung benang-benang fibrin /
fibrinogen yang berguna untuk menutup luka
yang terbuka.
Isi Kandungan Plasma Darah Manusia :
1. Gas oksigen, nitrogen dan karbondioksida
2. Protein seperti fibrinogen, albumin dan
globulin
3. Enzim
4. Antibodi
5. Hormon
6. Urea
7. Kreatinin
8. Sari makanan dan mineral seperti glukosa,
gliserin, asam lemak, asam amino,
kolesterol, dsb.
Dengan kadungan seperti ini, darah dapat
dijadikan tes untuk menentukan kadar ataupun
penyakit yang dapat diderita seseorang.
Praktikum kali ini dilakukan pengujian
biokimia darah yaitu penggujian kreatinin. Seperti
yang diketahui kreatinin merupakan produk sisa
dari perombakan kreatin fosfat yang terjadi di
otot yang merupakan zat racun dalam darah,
terdapat pada seseorang yang ginjalnya sudah
tidak berfungsi dengan normal. Sejumlah besar
kreatinin yang terdapat dalam sirkulasi darah akan
ditapis keluar bersama dengan urin, dan tidak
diserap kembali ke dalam darah. Kreatin adalah
asam organik bernitrogen yang terdapat secara
alami di dalam hewan vertebrata. Kreatin dapat
membantu menyediakan cadangan energi bagi
jaringan otot dan saraf. Penetapak kiadar kreatini
dapat dijadikan acuan untuk mengetahui CGF
ginjal.
Metode yang digunakan unutk mendeteksi
kreatinin adalah dengan metode jaffe. Prinsipnya
adalah reaksi antara kreatinin dengan pikrat
dalam suasana basa, membentuk kompleks
kreatinin pikrat berwarna jingga dan diukur
menggunakan spektrofotometer visibel pada
nm. Metode spektrofotometer ini
berdasarkan absorban yang diserap oleh kreatinin
pikrat sehingga kadarnya akan dapat diperiksa.
Kali ini dilakukan terhadap 2 probandus. Yaitu
perempuan usia 20tahun dengan berat
dan lelaki usia 20 tahun dengan berat badan
.
Filtrate yang digunakan adalah filtrate
follin wu yang merupakan filtrate bebas protein.
Filtrate inilah yang ditambahkan dengan larutan
pikrat alkalis dalam suasana basa yaitu dengan
penambahan NAOH 10%. Selain filtrate,
dibutuhkan juga larutan blangko yaitu larutan
aquadest yang ditambahakan pereaksi yang sama
dengan filtrate serta dibuat pula larutan standar
uji dengan konsentrasi kreatinin 0.006 mg/mL.
Reaksi tersebut berdasarkan tautometer
kreatinin pikrat yang berwarna merah bila
kreatinin direaksikan dengan larutan pikrat alkalis.
Kejadian ini terlihat saat praktikum, untuk larutan
standar uji terlihat warna yang menjadi merah ,
sedangkan untuk larutan blangko tidak terlihat
warna merah sedikitpun dan itu membuktikan
bahwa tidak ada kreatinin yang terkandung.
Sedangkan pada larutan uji masih terlihat
lembayung-lembayung merah meskipun terlihat
juga kuningnnya. Larutan uji tersebut membuktikn
bahwa didalamnya mengandung kreatinin dalam
kadar yang sangat sedikit.
Reaksiya dapat dijelaskan sebagai berikut :
Pada pemeriksaan kadar kreatinin dalam
darah probandus laki-laki yaitu sekitar
sedangkan pada
probandus perempuan absorban yang didapat
. setelah perhitungan kadar didapatkan
kadar probandus laki-laki 0.107 mg/dL sedangkan
probandus perempuan didapat kadar 7.694x10-3.
Jika dilihat normalnya, kadar normal laki-laki
dewasa 0.7 – 1.2 mg/dL dan yang perempuan 0.5
– 0.9 mg/dL. Menurut rentan yang ada, kadar
kreatinin probandus laki-laki berada dibawah
batas. Namun kadar kreatinin yang ada masih
dapat menunjukan bahwa ginjal masih berfungsi
dengan baik, jika kadar kreatinin melebihi normal
menunjukan fungsi ginjal menurun. Oleh karena
itu kreatinin dianggap lebih sensitif dan
merupakan indikator khusus pada penyakit ginjal
dibandingkan uji dengan kadar nitrogen urea
darah (BUN). Sedikit peningkatan kadar BUN
dapat menandakan terjadinya hipovolemia
(kekurangan volume cairan); namun kadar
kreatinin sebesar 2,5 mg/dl dapat menjadi indikasi
kerusakan ginjal. Kreatinin serum sangat berguna
untuk mengevaluasi fungsi glomerulus.
Jumlah kreatinin yang dikeluarkan setiap
organisme setiap hari berbeda-beda. Pernyataan
iini tebukti dengan 2orang probandus yang
bebeda kadarnya berbeda pula. Biasanya lelaki
memiliki kadar kreatinin lebih besar disbanding
dengan perempuan, karena kadar kreatinin
bergantung pada massa otot total daripada
aktivitas otot atau tingkat metabolisme protein.
Selain itu, ada keadaan-keadaan yang membuat
kreatinin meningkatan seperti : gagal ginjal akut
dan kronis, nekrosis tubular akut,
glomerulonefritis, nefropati diabetik, pielonefritis,
eklampsia, pre-eklampsia, hipertensi esensial,
dehidrasi, penurunan aliran darah ke ginjal (syok
berkepanjangan, gagal jantung kongestif),
rhabdomiolisis, lupus nefritis, kanker (usus,
kandung kemih, testis, uterus, prostat), leukemia,
penyakit Hodgkin, diet tinggi protein (mis. daging
sapi kadar tinggi [ karena terjadi penyerapan
kretiinin dari luar], unggas, dan ikan [efek
minimal]).
Selain makanan ada pula obat-obatan yang
mempengaruhi kadar kreatinin darah. Obat-
obatan yang dapat meningkatkan kadar kreatinin
adalah : Amfoterisin B, sefalosporin (sefazolin,
sefalotin), aminoglikosid (gentamisin), kanamisin,
metisilin, simetidin, asam askorbat, obat
kemoterapi sisplatin, trimetoprim, barbiturat,
litium karbonat, mitramisin, metildopa,
triamteren. Selain itu pula, terdapat Penurunan
kadar kreatinin dapat dijumpai pada : distrofi otot
(tahap akhir), myasthenia gravis.
1.8 Kesimpulan
Berdasarkan hasil pengamatan yang diperoleh
maka dapat disimpulkan, bahwa,
1. Protein di dalam darah / plasma dapat
diendapkan dengan metode Folin.
2. Metode follin wu berdasarkan
pengendapan dengan penambahan garam.
3. Filtrat yang dihasilkan akan berwarna
bening.
4. Perbandingan kadar gula darah uji dan
absorban dengan kadar gula darah standar
dan absorbanya sebanding
5. Kadar gula akan naik sesaat setelah kita
makan.
6. Intensitas warna biru merupakan ukuran
banyaknya tembaga yang direduksi
sebanding dengan jumlah glukosa yang
ada.
7. Absorbance yang didapat unutk
pengukuran kadar glukosa adalah 0.066
amstrong.
8. Absorbance kreatinin yang dihasilkan
probandus laki-laki 0.270 A, dan
probandus perempuan 0.089A.
9. Tidak mungkin kadar kreatinin tidak ada
dalam darah.
10. Kadar kreatinin dapat dipengaruhi oleh
aktivitas, asupan protein dll.
DAFTAR PUSTAKA
[Anonim]. 2004. Gula dan Lemak Darah.
Yayasan Spiritia: Jakarta.
[Anonim]. 2007. Hukum Beer-Lambert.
http://www.chem-is-try.org (22 Desember
2007).
[Anonim]. 2007. Pengenalan Kepada
Glukosa.
http://dianais82.tripod.com/id1.html (22
Desember 2007).
[Anonim]. 2007. Spectrophotometer
Absorbsi UV/VIS.
http://sentrabd.com/main/info/Insight/Sp
ectrophotometer.htm (22 Desember
2007).
Anna Poedjiadi, 1994. Dasar-Dasar
Biokimia. Penerbit UI-Press: Jakarta.
Girinda A. 1989. Biokimia Patologi. Bogor:
IPB
Robert.K.Murray.”biokimia
harper”.macGraw and hill.2000. page 829.
(1 Juni 2010).
Schlattner U, Tokarska-Schlattner M,
Wallimann T. 2006. Mitochondrial creatine
kinase in human health and disease. 2006
Feb;1762(2):164-80. Review. Biochim
Biophys Acta.
http://digilib.ubaya.ac.id/skripsi/farmasi/
F_724_1940808/F_724_Bab%20II.pdf
Azizahwati, Penuntun Praktikum Biokimia,
Laboratorium Biokimia Jurusan Farmasi
FMIPA UI, 1994, Hal 36-44.
Ganong, W. F, Fisiologi Kedokteran edisi
14, Penerbit buku kedokteran, EGC, alih
bahasa oleh dr. Petrus Andrianto.
Murray, K. Robert, Daryl K. Granner, Peter
A. Mayes, Victor W.R, Biokimia Harper
edisi 22, Penerbit bku kedokteran, EGC.