kromatografi gas

51
Kromatografi Gas METODA KROMATOGRAFI GAS (Gas Liquid Chromatography, GLC) Pada kromatografi gas, komponen-komponen suatu cuplikan yang berupa uap difraksionasi sebagai hasil distribusi atau partisi komponen-komponen tersebut antara fasa gerak yang berupa gas dan fasa diam yang berada dalam kolom. Berdasarkan atas wujud fasa diam yang terdapat dalam kolom, kromatografi gas dapat dibagi menjadi dua jenis. Kromatografi gas dengan fasa diam suatu padatan disebut sebagai kromatografi gas-padat (gas-solid chromatography) sedangkan jika berupa cairan disebut sebagai kromatografi gas-cair (gas- liquid chromatography). Pada kromatografi gas-padat, partisi komponen cuplikan didasarkan atas fenomena adsorpsi (penyerapan) pada permukaan zat padat yang berfungsi sebagai fasa diam. Jenis kromatografi ini penggunaannya sangat terbatas karena kurva elusi yang dihasilkan atau puncak-puncak kromatogram yang diperoleh umumnya tidak simetris. Pada kromatografi gas-cair, fasa diam cair dilapiskan dengan ketebalan tertentu pada suatu media padat yang disebut zat padat pendukung. Partisi komponen cuplikan didasarkan atas kelarutan uap komponen bersangkutan pada fasa cair tersebut. Ini berarti partisinya/distribusinya bergantung pada kesetimbangan gas-cair yang terjadi di dalam kolom. Metoda kromatografi seperti ini, merupakan salah satu cara kromatografi kolom yang penggunaannya sangat luas sejak pertama kali ditemukan oleh James dan Martin (1952). Peralatan kromatografi jenis ini pula yang merupakan peralatan pertama kromatografi yang dikomersialkan. Dengan komersialisasi peralatan kromatografi gas-cair, berbagai pemisahan yang sebelumnya tak dapat dilakukan dengan cara-cara pemisahan yang lain akhirnya dapat dilakukan dengan baik menggunakan teknik pemisahan ini. Campuran benzen (titik didih 80,1 0 C) dan [email protected] laboratorium pemisahan analitik dan spesiasi – departemen kimia – institut teknologi bandung halaman 1

Upload: shinta-ellisya-fauzia

Post on 04-Oct-2015

275 views

Category:

Documents


12 download

DESCRIPTION

.

TRANSCRIPT

PENGANTAR METODA KROMATOGRAFI GAS

Kromatografi Gas

METODA KROMATOGRAFI GAS

(Gas Liquid Chromatography, GLC)

Pada kromatografi gas, komponen-komponen suatu cuplikan yang berupa uap difraksionasi sebagai hasil distribusi atau partisi komponen-komponen tersebut antara fasa gerak yang berupa gas dan fasa diam yang berada dalam kolom. Berdasarkan atas wujud fasa diam yang terdapat dalam kolom, kromatografi gas dapat dibagi menjadi dua jenis. Kromatografi gas dengan fasa diam suatu padatan disebut sebagai kromatografi gas-padat (gas-solid chromatography) sedangkan jika berupa cairan disebut sebagai kromatografi gas-cair (gas-liquid chromatography).

Pada kromatografi gas-padat, partisi komponen cuplikan didasarkan atas fenomena adsorpsi (penyerapan) pada permukaan zat padat yang berfungsi sebagai fasa diam. Jenis kromatografi ini penggunaannya sangat terbatas karena kurva elusi yang dihasilkan atau puncak-puncak kromatogram yang diperoleh umumnya tidak simetris.

Pada kromatografi gas-cair, fasa diam cair dilapiskan dengan ketebalan tertentu pada suatu media padat yang disebut zat padat pendukung. Partisi komponen cuplikan didasarkan atas kelarutan uap komponen bersangkutan pada fasa cair tersebut. Ini berarti partisinya/distribusinya bergantung pada kesetimbangan gas-cair yang terjadi di dalam kolom. Metoda kromatografi seperti ini, merupakan salah satu cara kromatografi kolom yang penggunaannya sangat luas sejak pertama kali ditemukan oleh James dan Martin (1952). Peralatan kromatografi jenis ini pula yang merupakan peralatan pertama kromatografi yang dikomersialkan. Dengan komersialisasi peralatan kromatografi gas-cair, berbagai pemisahan yang sebelumnya tak dapat dilakukan dengan cara-cara pemisahan yang lain akhirnya dapat dilakukan dengan baik menggunakan teknik pemisahan ini. Campuran benzen (titik didih 80,1 0C) dan sikloheksana (titik didih 80,8 0C) yang praktis tak dapat dipisahkan dengan cara penyulingan bertingkat, dapat dipisahkan dengan alat kromatografi gas yang sederhana sekalipun dalam beberapa menit oleh operator yang tidak perlu memiliki keterampilan yang tinggi. Penggunaannya sebagai piranti analisis sudah sangat luas dibidang industri dan aplikasinya banyak digunakan untuk berbagai bidang penelitian, kontrol kualitas dan analisis kimia dibidang lingkungan.

Saat ini, terdapat kira-kira 30 produsen peralatan kromatografi yang menawarkan tidak kurang dari 130 model yang berbeda dengan harga mulai 1.500 USD hingga 40.000 USD. Dalam kurun waktu dua puluh tahun terakhir, berbagi kemajuan pada peralatan kromatografi gas telah mewarnai pasar instrumen analisis kimia. Era tahun tujuh puluhan diwarnai dengan kemunculan integrator elektronik dan sistem pengolahan data berbasis komputer. Sepuluh tahun berikutnya hampir semua parameter perlatan kromatografi telah dapat dikontrol secara otomatis melalui sistem berbasis komputer.

KOMPONEN UTAMA PERALATAN KROMATOGRAFI GAS

Suatu kromatograf umumnya terdiri dari komponen-konponen berikut :

Reservoir gas pembawa

Sistem penyuntikan cuplikan

Kolom pemisah

Sistem pemanasan (oven)

Detektor

Sistem pengolah data

Komponen utama tersebut diatas dirangkai hingga menjadi suatu peralatan kromatografi gas yang utuh seperti ditunjukkan pada gambar berikut.

Diagram suatu peralatan kromatografi gas

Gas Pembawa

Peralatan kromatografi gas memerlukan gas pembawa dengan kualitas dan tekanan yang memadai agar dapat digunakan untuk memisahkan komponen cuplikan. Pemilihan jenis gas pembawa merupakan hal yang sangat penting karena akan memberikan pengaruh langsung pada proses pemisahan dan kinerja dari detektor. Gas pembawa (fasa gerak) yang digunakan harus bersifat inert, kering dan bebas dari oksigen. Nitrogen, hidrogen dan helium merupakan gas pembawa yang umum digunakan untuk keperluan kromatografi gas. Pemilihan gas pembawa bergantung pada jenis fasa diam serta jenis detektor yang digunakan. Helium misalnya, sangat baik untuk pemisahan yang menggunakan detektor daya hantar panas.Kemurnian gas pembawa yang digunakan paling tidak berada pada tingkat kemurnian 99,99% bahkan hingga 99,999% (disebut sebagai tingkat kemurnian 99999, ditandai dengan 5 buah angka sembilan). Ketakmurnian gas pembawa yang disebabkan adanya uap air, oksigen, sejumlah kecil hidrokarbon dapat menyebabkan berekasinya gas pembawa dengan komponen yang dipisahkan. Adanya pengotor pada gas pembawa juga dapat merusak gerbang injeksi dan kolom serta dapat menurunkan kinerja dari detektor. Karena itu sebelum masuk kedalam gerbang injeksi, gas pembawa sebaiknya dimurnikan lebih lanjut dengan menggunakan penyerap gas pengotor (trap). Untuk menghilangkan uap air dapat digunakan penyaring molekul, bubuk arang/karbon untuk menghilangkan hidrokarbon, dan oxygen trap untuk menyerap oksigen. Penyerap/penyaring tersebut ditempatkan antara silinder gas pembawa dan gerbang injeksi seperti diillustrasikan berikut ini.

Penggunaan penyerap/filter pada gas pembawa

Hal lain yang tak kalah pentingnya adalah pengaturan laju alir dari gas-gas yang digunakan baik sebagai gas pembawa ataupun sebagai gas yang diperlukan untuk menjalankan detektor. Pengukuran laju alir gas dapat dilakukan dengan menggunakan bubble meter, rotameter atau dengan flow meter elektronik/digital.

Bubble meter menggunakan larutan sabun sebagai penunjuk laju alir dan dapat digunakan untuk pengukuran laju setelah melalui kolom atau detektor. Rotameter digunakan untuk pengukuran laju pada pra-kolom. Pengukurannya dilakukan dengan membaca bola kecil yang melayang didalam suatu kaca yang telah dikalibrasi. Alat pengukur digital/elektronik dapat berupa detektor daya hantar termal yang dimodifikasi sehingga memungkinkan pengukuran laju secara kontinu. Alat ukur ini memerlukan kalibrasi sebelum penggunaannya dan responsnya dapat bervariasi bergantung pada jenis gas yang diukur. Gambar berikut menunjukkan peralatan pengukur laju alir yang sering digunakan dalam kromatografi gas.

(A). Soap-bubble flow meter dan (B). Flow meter digital

Oven

Temperatur kolom merupakan parameter penting yang harus dikontrol hingga sepersepuluh derajat untuk memperoleh hasil yang akurat. Karenanya kolom ditempatkan dalam suatu pemanas/oven yang temperaturnya dapat dikontrol dengan mudah dan tepat. Ruang oven yang cukup luas memudahkan untuk pemasangan kolom beserta perangkat ikutannya. Karakteristik lain yang harus dipunyai oleh suatu oven kromatograf adalah responsnya yang cepat dan akurat sesuai dengan profil program temperatur yang diinginkan. Selain itu, oven hendaknya mempunyai sifat termal yang baik agar dapat terjadi pendinginan yang cepat pada akhir analisis.

Sistem penyuntikan (gerbang injeksi)

Injeksi sampel ke dalam kromatograf merupakan tahapan paling awal dari proses kromatografi yang efisiensinya akan menentukan kinerja dan efisiensi proses pemisahan. Tahapan ini juga menentukan presisi dan akurasi dari hasil analisis kualitatif maupun kuantitatif. Untuk memasukkan cuplikan ke dalam peralatan kromatografi gas, terdapat dua pendekatan yang dapat dilakukan yaitu melalui gerbang injeksi (injection ports) atau dengan menggunakan katup injeksi. Gerbang injeksi pada kromatografi gas harus mampu memasukkan cuplikan ke dalam kolom dengan volume tertentu yang akurat dengan tetap mempertahankan laju dan tekanan dari sistim kromatograf secara keseluruhan. Sistem penyuntikan umumnya berupa suatu gerbang yang berhubungan dengan kolom melalui suatu sekat yang disebut septum. Gerbang injeksi ini dilengkapi dengan suatu sistem pemanas yang dimaksudkan agar cuplikan cairan yang disuntikan dapat segera menjadi uap yang selanjutnya akan dibawa ke dalam kolom oleh gas pembawa. Salah satu jenis gerbang injeksi yang sederhana dapat dilihat pada gambar berikut.

Gerbang injeksi peralatan kromatografi gas

Injektor split/splitless dan injektor on-kolom adalah contoh lain gerbang injeksi yang saat ini banyak digunakan. Berbagai jenis injektor ini akan dibahas secara rinci pada bagian lain dari diktat ini. Bagian berikut ini akan membahas cara-cara penyuntikan dengan menggunakan syringe.

Teknik injeksi menggunakan syringe

Cara yang paling umum digunakan untuk memasukkan cuplikan kedalam kromatograf gas adalah dengan bantuan microsyringe seperti ditunjukkan gambar berikut.

Microsyringe untuk kromatografi gas

Alat suntik ini terdiri dari barrel gelas yang telah dikalibrasi dan piston yang berguna untuk menyuntikkan sejumlah volume tertentu dari isi barrel melalui jarum penyuntik. Terdapat juga jenis syringe yang khusus untuk keperluan penyuntikan cuplikan gas atau uap. Cara menginjeksikan cuplikan merupakan tahapan yang sangat menentukan kinerja kromatografi.

Cara yang baik harus mampu :

menghasilkan luas puncak kromartografi yang boleh ulang

memberikan diskriminasi massa yang rendah

tak terkontaminasi dengan penyuntikan sebelumnya

memberikan bentuk puncak yang baik

Cara penyuntikan manual yang telah teruji kebaikannya bergantung pada jenis cuplikan, jenis injektor, jenis syringe, volume injeksi dan preferensi dari analis yang melakukannya. Karenanya analis/operator harus mengembangkan sendiri cara penyuntikan seperti apa yang baik untuk suatu jenis analisis tertentu dengan menggunakan cuplikan standar.

Cara membersihkan syringe

Untuk menghindari terjadinya kontaminasi cuplikan, syringe harus dibersihkan dengan baik sebelum digunakan. Syringe dicuci dengan membilasnya berulang kali menggunakan pelarut yang sesuai seperti aseton atau diklorometana.

Pembilasan ini terutama harus diperhatikan jika konsentrasi cuplikan yang satu dengan yang lainnya mempunyai perbedaan yang sangat besar. Penggunaan ultrasonic-bath juga sangat dianjurkan untuk pencucuian syringe. Biasakanlah membilas syringe segera setelah menggunakannya agar tak terjadi kontaminasi akibat sisa penyuntikan yang mengering dalam syringe.

Cara melakukan injeksi manual

Terdapat dua jenis syringe yang dapat digunakan untuk injeksi cairan,

Plunger-in-needle, dimana cuplikan terdapat di dalam jarum penyuntik sebelum injeksi dilakukan. Jenis ini sesuai untuk volume penyuntikan hingga 1 L.

Plunger-in-barrel, pada jenis ini cuplikan ditempatkan di dalam barrel dari syringe dan sesuai untuk volume cuplikan yang lebih besar dari 1 L.

Beberapa cara melakukan injeksi secara manual yang dapat digunakan antara lain adalah hot needle methods.

Pada cara ini cuplikan diisap ke dalam barrel hingga volume tertentu kemudian bagian ujung cuplikan diisi dengan udara kira-kira 2-3 L. Masukkan jarum ke dalam gerbang injeksi dan biarkan memanas beberapa detik. Selanjutnya suntikkan dengan cepat isi syringe dan cabut dari gerbang injeksi.

Cara-cara lain untuk mengisi syringe diillustrasikan pada gambar berikut.

Cara-cara pengisian syringe

Jika diperlukan faktor koreksi volume penyuntikan maka koreksi volume dapat dihitung dengan melakukan langkah berikut.

Cara mengoreksi volume penyuntikan

Katup injeksi cuplikan gas

Untuk cuplikan berupa gas selain dapat diinjeksikan menggunakan syringe khusus untuk gas, cuplikan seperti ini juga dapat diinjeksikan dengan menggunakan katup injeksi. Melalui katup injeksi seperti ini, volume gas yang diinjeksikan biasanya mempunyai presisi yang sangat baik (+/- 0,1%). Perangkat injeksi seperti ini tidak terlalu mahal dan hanya membutuhkan pengatur temperatur serta sangat mudah penggunaannya.

Katup injeksinya dapat memiliki beberapa buah kanal, yang posisinya dapat diatur untuk keperluan penyuntikan. Beberapa jenis katup injeksi untuk gas dan cara bekerjanya diillustrasikan berikut ini.

Katup injeksi 6 kanal

Untuk keperluan khusus sering pula digunakan katup injeksi 10 kanal seperti berikut ini.

Katup Injeksi 10 kanal.

Kolom

Terdapat dua macam kolom kromatografi gas yang lazim digunakan yakni kolom terbuka dan kolom yang dipack. Kolom terbuka merupakan tabung terbuka yang permukaan dalamnya dilapisi dengan cairan fasa diam. Jenis kolom seperti ini mempunyai beberapa keunggulan, diantaranya adalah karena tekanan yang dibutuhkan rendah jadi kolom dapat dibuat panjang, namun jumlah cuplikan harus sedikit karena kapasitas kolom seperti ini kecil. Kolom pack, fasa diam di-packing di dalam suatu tabung kaca atau logam.

Dalam menyiapkan kolom packing, maka jenis zat padat pendukung dan fasa diam yang akan digunakan harus memiliki karakteristik tertentu agar dapat digunakan untuk keperluan pemisahan yang diinginkan.

Zat padat pendukung ideal adalah yang;

(a). bulat, merata, kecil (20-40) dengan kekuatan mekanis yang baik,

(b). inert pada suhu tinggi,

(c). mudah dibasahi oleh fasa cair dan membentuk lapisan merata.

Fasa diam yang ideal adalah fasa diam (cairan) yang;

(a). tidak mudah menguap (td. > 200oC) atau lebih tinggi dari suhu operasi kolom,

(b). mempunyai kestabilan termik yang tinggi,

(c). inert secara kimia.

Jika didasarkan pada ukurannya, kolom kromatografi gas dapat dibagi menjadi beberapa jenis, yaitu:

kolom konvensional

berdiameter luar 1/8 1 /4 yang terbuat dari baja tahan karat atau pipa gelas dengan panjang 6 20 feet.

kolom preparatif

berdiameter > 1/4 dengan panjang > 10 feet.

kolom kapiler

berdiameter dalam 0,1 0,5 mm dengan panjang 10 100 meter.

Secara skematis, jenis-jenis kolom yang dapat digunakan dalam kromatografiu gas dirangkum sebagai berikut

Jenis-jenis kolom kromatografi gas

Penampang lintang dari beberapa jenis kolom tersebut di atas diillustrasikan pada gambar berikut ini,

Penampang lintang berbagai jenis kolom

Berbagai jenis kolom yang telah disebutkan diatas, fasa diamnya dapat diletakkan didalam pipa yang terbuat dari baja tahan karat, gelas atau di dalam suatu kapiler yang terbuat dari leburan silika.

1/4 packed1/8 packedSS CapillaryFused silica capillary

Bentuk dari beberapa jenis kolom kromatografi gas

Pembahasan mengenai kolom kapiler, akan diberikan secara detail pada bagian yang terpisah dari diktat ini. Bagian berikut ini akan membahas beberapa hal penting dalam pemilihan kolom.

Jika tidak akan mengembangkan suatu metoda baru, pencarian informasi melalui katalog produk kolom kromatografi gas dapat merupakan titik awal pencarian kolom yang sesuai dengan keperluan analisis yang akan dilakukan. Dari spesifikasi produk yang ditawarkan dapat diperoleh informasi mengenai harga, limit temperatur, cara injeksi, jenis fasa yang digunakan dan bahkan seringkali dilengkapi dengan kromatogram hasil pemisahan dari komponen yang diinginkan.

Salah satu contoh informasi yang dapat diperoleh dari katalog ditunjukkan berikut ini.

Beberapa jenis fasa diam dan contoh ukuran packed column

Contoh aplikasi yang dapat ditemukan pada katalog produk kromatografi gas

Pertimbangan pertama dalam memilih kolom adalah memilih produsen/merek yang benar dengan mempertimbangkan : konsistensi dari kualitas yang tinggi dalam memproduksi kolom.

Pertimbangan kedua, memilih kolom yang ideal untuk suatu analisis yang spesifik yaitu meliputi,

- pemilihan fasa diam yang benar

- diameter dalam dari kolom

- tebal lapisan film fasa diam

- panjang kolom

Kepolaran

Kepolaran menunjukkan bagaimana komponen-komponen contoh beriteraksi dengan fasa diam. Fasa non-polar memisahkan komponen-komponen terutama berdasarkan titik didih. Fasa sedikit polar (intermediately polar phase) meretensi komponen-komponen berdasarkan titik didih dan interaksi dipol terinduksi atau melalui ikatan hidrogen. Fasa polar dan sangat polar meretensi lebih kuat senyawa polar dibanding senyawa non-polar akibat interaksi dipol-dipol antara gugus fungsi dari komponen dengan fasa diam.

Kepolaran relatif dari beberapa fasa diam diberikan berikut ini :

Kepolaran relatif beberapa fasa diam

Kestabilan Thermal

Secara umum, jika polaritas kolom meningkat maka kestabilan thermal menurun. Kestabilan thermal yang baik dapat diperoleh dengan menggunakan fasa yang berikatan silang terimmobilisasi. Namun ikatan silang selain merubah sifat fisik juga dapat merubah sifat kimia dari fasa diam.

Kapasitas kolomJika diameter dalam dari kolom membesar maka kapasitas suatu kolom juga akan membesar, namun daya pisah akan menurun. Untuk pemisahan campuran yang sangat rumit, diameter yang sempit akan memberikan hasil yang baik. Di sisi lain, jika konsentrasi komponen dalam contoh sangat bervariasi maka kolom dengan diameter besar harus digunakan untuk memperbesar kapasitas kolom.

Ketebalan lapisan fasa diamLapisan yang tebal akan meretensi komponen lebih lama dan memerlukan suhu yang lebih tinggi untuk mengelusi komponen pada nilai k yang sama. Pada lapisan yang tipis, komponen akan terelusi lebih cepat dan hanya memerlukan suhu yang tidak terlalu tinggi. Secara umum, lapisan yang tebal digunakan bagi komponen bertitik didih rendah untuk meningkatkan interaksinya dengan fasa diam, jadi juga meningkatkan resolusi dari pemisahan. Lapisan yang sangat tebal (3 m atau 5 m) biasanya digunakan untuk analisis campuran gas-gas atau pelarut-pelarut yang mudah menguap pada temperatur kamar. Lapisan dengan ketebalan sedang (1 m atau 1,5 m) berguna untuk komponen-komponen yang dapat terelusi pada suhu antara 100-200oC. Lapisan dengan ketebalan standar (0,25 m atau 0,5 m) dapat digunakan untuk berbagai jenis komponen yang terelusi pada temperatur hingga 300oC. Lapisan yang tipis (0,1 m) sangat baik untuk komponen dengan berat molekul tinggi yang terelusi diatas temperatur 300oC.

Dengan menebalnya lapisan fasa diam, resolusi dari dua komponen yang terelusi secara berurutan juga akan meningkat. Namun, lapisan yang tebal jika digunakan untuk senyawa-senyawa polar dapat menurunkan resolusi atau menyebabkan perubahan orde elusi dari beberapa komponen.

Jika diameter dalam dari kolom membesar sebaiknya tebal lapisan fasa diam juga membesar agar retensi komponen target tidak berubah banyak. Lapisan yang tebal secara umum digunakan pada kolom dengan diameter dalam yang besar untuk mempertahankan sesama mungkin retensi dan resolusi komponen jika komponen tersebut dielusi dalam kolom berdiameter sempit dan berlapisan film fasa diam yang tipis.

Jika lapisan film menebal, batas temperatur operasi kolom akan menurun. Column Bleed bergantung baik pada jumlah maupun pada temperatur degradasi dari fasa diam. Makin tebal lapisan fasa diam makin besar pula phenomena bleed yang terjadi.

Panjang kolom

Untuk analisis isothermal, besaran pelat teoritis dan waktu analisis berhubungan secara proporsional dengan panjang kolom. Namun perlu diingat bahwa resolusi adalah akar pangkat dua dari jumlah pelat teoritis. Jika panjang kolom diperbesar dari 30 m ke 60 m, resolusi akan meningkat kira-kira 40% dan waktu analisis meningkat kira-kira dua kalinya.

Selain hal-hal yang telah disebutkan di atas, column bleed, ke-iner-an zat pendukung dan indeks retensi dari kolom juga perlu dipertimbangkan dalam memilih suatu kolom.

Detektor sensitif memerlukan column bleed yang rendah pada penggunaan temperatur yang tinggi untuk fasa yang spesifik. Column bleed yang rendah juga memungkinkan kuantisasi komponen-komponen dengan titik didih tinggi dan mencegah kontaminasi pada detektor. Permukaan yang aktif dapat menghasilkan peak tailing, atau fenomena adsorpsi. Suatu kolom harus mempunyai permukaan yang benar-benar inert agar komponen renik dapat terelusi sempurna dari kolom. Indeks retensi dari kolom juga perlu diperhatikan karena indeks retensi dari analit adalah salah satu kunci dalam mengidentifikasi suatu komponen. Keboleh-ulangan indeks retensi dari suatu kolom harus baik atau mempunyai kisaran dengan rentang yang sempit.

Pemrograman Temperatur

Temperatur kolom merupakan variabel penting yang harus dikontrol dengan baik untuk memperoleh hasil analisis yang baik. Kebergantungan retensi komponen dalam kolom pada tekanan uap dari masing-masing komponen yang akan dipisahkan, menyebabkan suatu campuran yang terdiri dari berbagai komponen dengan titik didih yang sangat bervariasi tidak mungkin dipisahkan dengan sempurna jika digunakan sistim elusi isotermal. Komponen-komponen yang mudah menguap mungkin dapat dipisahkan dengan baik, tetapi komponen dengan titik didih tinggi akan terelusi dengan waktu retensi yang besar dan disertai dengan gejala pelebaran puncak yang nyata. Sebaliknya jika digunakan temperatur yang tinggi maka komponen dengan titik didih tingi akan teresolusi dengan baik namun komponen-komponen yang mudah menguap akan menunjukkan resolusi yang kurang baik bahkan terdapat kemungkinan di mana komponen-komponen tersebut terelusi secara bersama-sama.

Untuk menghindari hal di atas maka temperatur kolom dinaikkan selama analisis berlangsung. Cara yang disebut terakhir ini yang disebut sebagai cara pemrograman temperatur.

Gambar berikut menunjukkan bagaimana suatu pemisahan dapat diperbaiki dengan menggunakan pemrograman temperatur

Isotermal.

Komponen tak terpisah dengan baik.

Beberapa komponen terelusi pada saat yang sama.

Puncak yang terakhir menunjukkan adanya pelebaran puncak.

Temperatur terprogram

Komponen terpisah dengan sempurna.

Tidak ditemui adanya pelebaran puncak chromatogram.

Dalam pemograman temperatur, faktor-faktor berikut harus diperhitungkan dengan baik.

Variasi kelarutan dari komponen

Perubahan keboleh-penguapan dari komponen

Kestabilan dari komponen

Perubahan laju alir gas pembawa

Kestabilan dari fasa diam

Umumnya temperatur harus diusahakan terletak diantara temperatur minimum dan maksimum dari kolom atau fasa diam yang digunakan (Tmin . kolom < Toven < Tmaks. kolom).

Detektor

Perangkat ini berfungsi untuk mendeteksi komponen-komponen yang keluar dari kolom setelah terjadi proses pemisahan. Respon dari perangkat inilah yang dirubah menjadi isyarat yang dapat terkuantisasi hingga diperoleh suatu kromatogram.

Sebelum melihat lebih jauh bagaimana mekanisme kerja suatu detektor, berikut ini diberikan terlebih dahulu beberapa pemahaman mengenai beberapa besaran karakteristik yang perlu dipunyai oleh detektor.

Kepekaan (sensitivitas)

Kepekaan merupakan ukuran seberapa besar suatu detektor mampu memberikan perubahan isyarat akibat terjadinya perubahan konsentrasi analit.

Daerah linier

Daerah linier merupakan rentang konsentrasi dimana besarnya isyarat detektor linier dengan besarnya konsentrasi.

Batas deteksi

Batas deteksi adalah konsentrasi terkecil dari analit dimana detektor masih mampu memberikan isyarat yang kuantitatif.

Ketiga besaran di atas dapat dijelaskan dengan baik melalui aluran antara isyarat detektor (R) terhadap konsentrasi atau jumlah zat (Q) yang melalui detektor.

Lereng (slope) garis grafik R terhadap Q adalah tan = dR/dQ = S = ukuran kepekaan detektor.

Daerah liniear adalah rentang konsentrasi a hingga b.

Detektor yang umum digunakan pada kromatografi gas dapat digolongkan ke dalam detektor integral dan detektor diferensial.

Pada detektor integral, respon detektor sebanding dengan kepekaan dikalikan jumlah analit (R = S . Q) sedang pada detektor diferensial, respon detektor sebanding dengan kepekaan detektor dikalikan perubahan kuantitas analit persatuan waktu (R = S . dQ/dT).

Selain penggolongan di atas, terdapat pula cara-cara penggolongan lain seperti detektor destruktif atau detektor non-destruktif.

Jenis-jenis detektor yang umum digunakan dalam suatu peralatan kromatografi gas, diantaranya adalah:

- Detektor Daya Hantar Panas (Thermal Conductivity Detector, TCD)

- Detektor Ionisasi Nyala (Flame Ionization Detector, FID)

- Detektor Penangkapan Elektron (Electron Capture Detector, ECD)

- Detektor Nitrogen-Fosfor (Nitrogen-Phosphor Detector, NPD)

- Detektor Photo Ionisasi (Photo Ionization Detector, PID)

- Detektor Fotometri Nyala (Flame Photo Detector, FPD)

- Detektor Emisi Atom (Atomic Emission Detector, AED)

- Electrolytic Conductivity Detection (ELCD)

Kepekaan dan daerah linier dari berbagai detektor yang disebutkan di atas, dirangkum pada gambar berikut ini.

Kepekaan dan daerah linier berbagai detektorDetektor Daya Hantar Panas (Thermal Conductivity Detector, TCD)

Merupakan detektor yang paling sering digunakan dalam kromatografi gas. Detektor ini dikenal juga dengan nama katarometer. Secara skematis, rangkaian detektor ini dapat digambarkan sebagai berikut.

Rangkaian detektor daya hantar panas.

Rangkaian diatas tak lain adalah rangkaian jembatan Wheatstone di mana terdapat 4 buah tahanan listrik utama yang saling berkesetimbangan. Tahanan R1 dan R2 merupakan tahanan yang peka terhadap perubahan temperatur. R3 dan R4 adalah tahanan pembanding, R5 adalah pengatur nol sedangkan R6 adalah pengatur arus. G dan A masing-masing adalah pengukur tegangan dan arus.

Detektor daya hantar termal umumnya merupakan suatu blok logam yang didalamnya terdapat 2 lubang berbentuk silinder. Di dalam silinder inilah ditempatkan suatu kawat hantar yang tipis (R1 dan R2) atau suatu termistor.

Rangkaian tahanan peka temperatur (R1 dan R2) pada TCD

Jika rangkaian dalam keadaan setimbang sedangkan arus total yang ditunjukkan oleh A divariasi dengan merubah R6 maka G akan tetap menunjukkan angka nol. Ini disebabkan karena penambahan arus akan meningkatkan suhu baik di R1 maupun di R2 sehingga kenaikan tahanan juga akan sama dikedua tahanan tersebut. Akan tetapi jika gas yang mengelilingi salah satu tahanan (misalnya R1) diganti dengan gas yang lain, maka kalor yang timbul pada tiap-tiap tahanan tersebut akan dihantarkan oleh gas-gas yang berlainan tersebut dengan kecepatan yang berbeda pula. Akibatnya suhu kedua tahanan (R1 dan R2) akan berbeda, perbedaan suhu ini mengakibatkan terjadinya ketakseimbangan pada rangkaian jembatan Wheatstone. Dengan demikian galvanometer akan menunjukkan penyimpangan dari nol. Dalam hal ini, R3 dan R4 dianggap identik dan sedapat mungkin mempunyai koefisien suhu yang rendah atau nol. Ini berarti pengukur tegangan (G) dapat dibuat responsif terhadap perubahan daya hantar termal dari gas yang mengelilingi R1 dan R2. Jembatan Wheatstone untuk detektor seperti ini dioperasikan secara differensial. Salah satu tahanan (misalnya R2) dikelilingi oleh gas pembawa murni sedangkan tahanan lainnya (misalnya R1) berada dalam lingkungan gas pembawa yang mengelusi uap komponen-komponen cuplikan dari dalam kolom. Jika uap komponen keluar dari kolom dan melalui R1, maka suhu R1 akan berubah (jadi juga tahanannya). Perubahan tahanan ini menyebabkan jembatan menjadi tak setimbang dan ketaksetimbangan inilah yang menimbulkan isyarat listrik yang akan diteruskan ke rekorder. Rekorder mencatat isyarat ini sebagai penyimpangan dari garis dasar berupa suatu puncak kromatogram. Besarnya isyarat, jadi juga besarnya puncak tersebut, berbanding lurus dengan konsentrasi komponen yang bersangkutan. Suhu detektror harus dipertahankan minimal sama dengan suhu kolom agar tak terjadi kondensasi dari uap komponen-komponen cuplikan yang melaluinya. Bila menggunakan TCD sebagai detektor, sebaiknya digunakan helium (He) atau hidrogen (H2) sebagai gas pembawa. Hal ini disebabkan karena kedua gas tersebut mempunyai daya hantar kalor yang jauh lebih tinggi dari uap-uap berbagai analit.

Dibawah ini diberikan nilai ndaya hantar kalor dari berbagai gas (kal.det-1.cm-1.derajat-1).

GasDaya Hantar Kalor

H2 (hidrogen)44,5

He (helium)36,0

Ne (neon)11,6

CH4 (metana)8,18

O2 (oksigen)6,35

N2 (nitrogen)6,24

CO2 (karbon dioksida)3,96

CH3OH (metanol)3,68

Detektor Ionisasi Nyala (Flame Ionization Detector, FID)

Detektor ini bekerja berdasarkan prinsip ionisasi suatu molekul di dalam nyala. Secara skematis konstruksi dari suatu FID dapat digambarkan seperti berikut ini.

Detektor ionisasi nyala (Flame Ionization Detector, FID)

Mula-mula dialirkan udara (O2) dan H2 ke dalam perangkat ini hingga terjadi reaksi pembakaran hidrogen yang menghasilkan energi (dapat dilihat dalam bentuk nyala). Energi yang dihasilkan ini akan mengionisasi komponen-komponen yang dikeluarkan dari kolom sehingga molekul-molekul analit akan melepaskan elektron-elektronnya membentuk suatu ion. Ion-ion positif akan tertarik ke elektroda negatif sehingga arus akan bertambah, kemudian melalui tahanan yang menimbulkan beda tegangan. Beda tegangan yang dihasilkan selanjutnya diperbesar pada rangkaian amplifier untuk menggerakkan rekorder.

Dibandingkan dengan TCD, detektor ini mempunyai beberapa keunggulan seperti :

kepekaannya yang lebih besar,

waktu tanggap yang lebih singkat,

cukup stabil dan tak peka terhadap suhu (hingga 400oC),

memberikan respon yang linier pada rentang konsentrasi yang cukup lebar (106) dan,

memberi respon terhadap hampir semua senyawa organik.

Detektor ini, merupakan detektor yang peka terhadap aliran massa, karenanya kepekaannya terhadap berbagai analit berbeda-beda. Perbedaan kepekaan yang bergantung pada jumlah atom karbon dari analit dapat diilustrasikan seperti berikut ini.

Kepekaan FID yang bergantung pada jenis analit

Walaupun detektor ini memiliki beberapa keunggulan namun tak memberi respon pada senyawa-senyawa anorganik seperti air, nitrogen, oksigen, CO, CO2, gas-gas mulia dan sebagian senyawa organik seperti asam format, karbon disulfida dan formaldehida. Sebagai gas pembawa dapat digunkan nitrogen, helium maupun hidrogen.

Kedua jemis detektor yang telah dibahas diatas (TCD dan FID) dapat secara bersama-sama terinstalasi dalam suatu peralatan kromatografi gas, seperti ditunjukkan pada gambar berikut ini.

Detektor TCD dan FID pada suatu kromatograf

Perbedaan respon antara TCD dan FID untuk cuplikan yang sama diberikan berikut ini.

Kromatogram yang diperoleh dengan menggunakan dua detektor berbeda

Detektor Penangkapan Elektron (Electron Capture Detector, ECD)

Detektor ini bekerja berdasarkan prinsip terjadinya penangkapan elektron oleh komponen-komponen cuplikan yang mempunyai affinitas terhadap elektron bebas. Komponen-komponen tersebut dapat berupa senyawa-senyawa yang memiliki unsur atau gugus yang mempunyai keelektronegatifan yang tinggi. Bila dikenai elektron berenergi rendah, maka senyawa-senyawa tersebut berkecendrungan untuk menangkap elektron sehingga terbentuk ion-ion negatif.

Secara sederhana, konstruksi detektor penangkapan elektron dapat digambarkan sebagai berikut.

Konstruksi Detektor Penangkapan Elektron, ECD.

Bila gas pembawa nitrogen (tanpa komponen cuplikan) mengalir ke dalam ruang dtetktor, maka sinar dari sumber radioaktif 63Ni (atau tritium, 3H) akan mengionisasi molekul-molekul nitrogen dan membentuk ion-ion N2+ dan elektron-elektron bebas yang akan bergerak ke anoda dengan lambat karena tegangan listrik yang dipasang antara katoda dan anoda tidak terlalu tinggi (dapat divariasi antara 2 hingga 100 V). Dengan demikian di dalam ruang detektor terdapat semacam awan elektron-elektron bebas yang dengan lambat bergerak menuju anoda. Elektron-elektron yang berkumpul pada anoda akan menghasilkan arus listrik sebagai arus garis dasar yang steady dan dicatat pada kromatogram sebagai garis dasar (base-line). Gas pembawa nitrogen sering pula dicampur dengan gas metana sebagai quench-gas (gas peredam) untuk mengurangi energi elektron sehingga dapat mempertinggi efisiensi penangkapan elektron oleh komponen cuplikan yang dianalisis.

Bila suatu senyawa dengan keelektronegatifan yang tinggi masuk kedalam ruang detektor yang berisi awan elektron, maka senyawa tersebut akan bereaksi dengan elektron (menangkap elektron) dengan membentuk ion molekul yang bermuatan negatif atau membentuk suatu gugusan netral + ion negatif. Partikel-partikel bermuatan negatif ini akan dibawa keluar dari ruangan detektor oleh aliran gas pembawa. Akibatnya, untuk setiap partikel yang dibawa keluar akan menghasilkan pengurangan satu elektron dari sistem. Pengurangan ini menyebabkan arus yang sebelumnya mengalir dengan konstan dari detektor akan berkurang. Perubahan arus inilah yang dicatat oleh rekorder sebagai puncak-puncak kromatogram.

Detektor jenis ini mampu mendeteksi hingga tingkat 0,1 pg, jadi merupakan detektor yang sangat peka. Perlu dicatat bahwa detektor ini merupakan detektor yang selektif karena hanya memberi respon pada senyawa-senyawa yang mampu menangkap elektron. Sifat keselektifannya inilah yang menyebabkan ECD digunakan sebagai detektor pada analisis senyawa-senyawa yang mengandung halogen, anhidrida, peroksida, karbonil terkonyugasi, nitril, nitrat, ozon dan senyawa-senyawa organologam. ECD tidak peka terhadap senyawa-senyawa hidrokarbon, amin dan keton.

Beberapa variable experimen dapat berpengaruh pada respon detektor ini. Temperatur misalnya dapat mempengaruhi respon detektor karenanya jika digunakan sumber radioaktif tritium maka temperatur sebaiknya tidak melibihi 220oC, sedang jika diguinakan 65Ni suhu dapat ditingkatkan hingga 400oC. Besarnya tegangan yang digunakan juga mempengaruhi kinerja detektor ini. Untuk masing-masing senyawa terdapat nilai tegangan tertentu yang dapat memberikan respon atau kepekaan yang maksimum.

Jenis detektor ini memerlukan perawatan yang intensif terutama dalam hal kebersihannya. Pengotoran yang diakibatkan oleh zat-zat tertentu dapat menimbulkan respon detektor yang tidak sesuai serta kepekaan yang menurun. Bila pengotor terlalu banyak, isyarat detektor dapat hilang sama sekali. Pada penggunaan detektor ini air dan oksigen tak boleh ada karena oksigen juga merupakan penangkap elektron sehingga dapat mengurangi kepekaan detektor. Pengotor lain dapat berupa column bleed yaitu bagian-bagian dari fasa diam yang lambat laun terlepas dari kolom. Komponen-komponen fasa diam yang ikut terelusi ini menyebabkan turunnya arus dasar (standing current) karena menangkap sebagian dari elektron-elektron bebas yang terdapat dalam ruang detektor. Keadaan ini akan menyebabkan terjadinya penurunan kepekaan dan mengecilnya daerah linier dari detektor.

Contoh penggunaan detektor ini dalam analisis perstisida ditunjukkan oleh kromatogram berikut.

Hasil analis pestisida pada buah apel

Detektor Nitrogen-Fosfor (Nitrogen-Phosohorous Detector, NPD)

Dtektor jenis ini merupakan detektor yang sangat selektif terhadap senyawa-senyawa yang mengandung nitrogen dan fosfor. Konstruksi dan prinsip kerjanya mirip dengan detektor ionisasi nyala. Konstruksinya sendiri merupakan modifikasi detektor ionisasi nyala, di mana dibagian atas dari nyala ditempatkan suatu unsur aktif yang selektif terhadap nitrogen dan fosfor. Unsur aktif tersebut dapat berupa unsur rubidium (Rb) yang dipanaskan pada suhu 600 800oC dan diberi tegangan negatif sebesar kira-kira 180 V. Pada keadaan ini maka akan terjadi proses penguapan, ionisasi dan redeposisi dari rubidium. Jika tak ada analit yang keluar dari kolom, maka elektron yang mengalir di dalam sistem ini akan memberikan arus dasar yang dicatat sebagai garis dasar dari kromatogram. Bila eluat merupakan senyawa nitrogen atau fosfor, hasil ionisasinya akan mempengaruhi siklus vaporasi, ionisasi dan redeposisi dari rubidium. Perubahan ini akan menghasilkan arus yang lebih besar di dalam sistem dan dicatat sebagai puncak kromatogram.

Detektor Nitrogen-Fosfor, NPD

Dari konstruksi dan prinsip kerja yang diterangkan di atas dapat dimengerti jika detektor ini sering pula disebut sebagai Flame Thermionic Detector (FTD) atau Thermionic Ionization Detector (TID).

Detektor Fotometri Nyala (Flame Photometric Detector, FPD)

Detektor jenis ini merupakan detektor yang selektif terhadap senyawa-senyawa yang mengandung fosfor dan belerang. Prinsip bekerjanya didasarkan pada pengukuran intensitas sinar yang diemisikan oleh belerang atau fosfor yang terdapat dalam senyawa yang dianalisis. Seperti halnya pada detektor ionisasi nyala, pada detektor ini juga digunakan nyala hidrogen/udara yang akan merubah senyawa belerang dan fosfor masing-masing menjadi spesi S2 dan HPO. Kedua spesi ini mempunyai pita emisi yang karakteristik. Intesitas sinar yang diemisikan inilah yang dicatat oleh rekorder sebagai puncak-puncak kromatogram. Secara skematis, konstruksi detektor ini dapat digambarkan sebagai berikut.

Detektor Fotometri Nyala (Flame Photometric Detector, FPD)

Detektor jenis ini adalah detektor destruktif yang mampu memberikan limit deteksi hingga 20 pg S/detik dan 0,9 pg P/detik. Daerah liniernya dapat mencapai 104 untuk fosfor dan 103 untuk belerang.

Detektor Fotoionisasi (Photoionization Detector, PID)

Detektor ini bekerja berdasarkan pengukuran arus listrik yang dihasilkan dari suatu proses ionisasi menggunakan sinar ultraviolet berintensitas tinggi. Komponen yang keluar dari kolom diionisasi dengan menggunakan sinar ultraviolet berenergi tinggi sehingga dihasilkan ion-ion yang akan bergerak ke elektroda pengumpul (kolektor). Pergerakan partikel bermuatan inilah yang diukur sebagai arus listrik yang dicatat sebagai puncak pada kromatogram.

Kontruksi peralatannya dapat ditunjukkan sebagai berikut.

Detektor Fotoionisasi (Photoionization Detector, PID)

Detektor jenis ini tentu saja hanya memberikan respon terhadap senyawa-senyawa yang dapat diionisasi dengan radiasi UV. Limit deteksinya mampu mencapai hingga 2 pg C/detik dengan daerah kelinieran hingga 107.

Detektor Emisi Atom (Atomic Emission Detector, AED)

Detektor ini terdiri dari sumber plasma helium yang dibangkitkan dengan teknik gelombang mikro dan suatu spektrometer emisi yang dilengkapi dengan diode array sebagai piranti pengukur intensaitas sinar yang diemisikan.

Komponen-komponen yang keluar dari kolom diatomisasi di dalam plasma sehingga membentuk atom-atom netral dalam bentuk uap. Atom netral dalam beentuk uap ini selanjutnya tereksitasi dan pada saat kembali ke keadaan dasar akan mengemisikan sinar dengan panjang gelombang yang karakteristrik bagi atom-atom tersebut. Sinar yang diemisikan pada panjang gelombang tertentu ini selanjutnya dirubah oleh dioda menjadi energi listrik yang dicatat sebagai puncak kromatogram. Besarnya intensitas sinar yang diemisikan ini tentu saja sebanding dengan jumlah atom bersangkutan yang ada dalam plasma yang berarti pula akan sebanding dengan konsentrasi komponen tertentu yang keluar dari kolom. Karena untuk masing-masing atom mempunyai panjang gelombang emisi yang karakteristik, maka berbagai unsur dapat dideteksi secara simultan dengan menggunakan detektor ini.

Secara skematis, detektor emisi atom dapat digambarkan sebagai berikut.

Detektor Emisi Atom (Atomic Emission Detector, AED)

Electrolytic Conductivity Detector (ELCD)

Pada detektor ini, komponen-komponen yang keluar dari kolom direaksikan dengan gas tertentu didalam reaktor bertemperatur tinggi. Hasil reaksi yang terbentuk kemudian dilarutkan dalam pelarut tertentu dan selanjutnya diukur daya hantar listriknya. Detektor jenis ini dapat bersifat selektif tergantung pada temperatur dan jenis pelarut yang digunakan. Secara skematis, detektor ini dapar digambarkan sebagai berikut.

Electrolytic Conductivity Detector, ELCD

Contoh penggunaan detektor ini adalah pada analisis asam-asam organik yang mengandung unsur halogen (haloacid). Senyawa-senyawa ini direduksi dengan gas hidrogen bertemperatur tinggi secara katalitik didalam reaktor yang terbuat dari logam nikel. Hasil reaksinya dialirkan ke dalam sel daya hantar yang berisi pelarut seperti n-propanol. Terlarutnya hasil reaksi ini menyebabkan kenaikan daya hantar yang dicatat sebagai puncak kromatogram.

Bergantung pada jenis gas pereaksi, suhu dan pelarut yang digunakan, detektor ini dapat selektif terhadap senyawa-senyawa yang mengandung halogen, belerang dan nitrogen. Temperatur antara 800 1000oC biasanya digunakan untuk deteksi halogen, 850-950oC untuk nitrogen dan antara 750-825oC untuk belerang. Kepekaan yang dapat diperoleh melalui detektor ini adalah 5-10 pg untuk halogen, 10-20 pg untuk belerang dan 10-20 pg untuk nitrogen.

ANALISIS KUALITATIF DENGAN KROMATOGRAFI GAS

Telah diketahui bahwa kromatografi merupakan salah satu cara pemisahan yang berdasarkan pada perpindahan yang disertai perbedaan laju gerak komponen yang akan dipisahkan. Dengan demikian dapat dimengerti bahwa waktu retensi (tR) tiap komponen adalah karakteristik pada suatu kondisi kromatografi tertentu. Secara teoritis, berdasarkan nilai waktu retensi yang karakteristik ini maka kromatografi dapat digunakan untuk keperluan analisis kualitatif suatu campuran tak diketahui. Akan tetapi pada prakteknya tidak demikian. Metoda kromatografi tak dapat digunakan untuk analisis kualitatif dari suatu campuran yang sama sekali belum diketahui. Yang dapat dilakukan antara lain adalah dengan membandingkan kromatogram, jadi juga waktu retensi, dari campuran yang tak diketahui dengan suatu kromatogram yang diperoleh dengan menyuntikkan komponen-komponen standar yang telah diketahui dengan pasti. Berikut ini diberikan contoh langkah-langkah yang dapat digunakan untuk analisis kualitatif.

Jika terdapat zat A dan B yang tak diketahui sedang zat C telah diketahui dengan pasti dan diduga A atau B tersebut adalah zat C, maka langkah pertama yang dilakukan adalah dengan membuat kromatogram campuran zat A dan B. Kromatogram yang dihasilkan tentu saja akan menghasilkan dua puncak yakni puncak A dan B. Langkah berikutnya adalah menambahkan zat C yang telah diketahui pada campuran A dan B lalu dibuat kromatogramnya. Kromatogram yang dihasilkan akan memberikan beberapa kemungkinan seperti berikut ini.

EMBED Visio.Drawing.6

EMBED Visio.Drawing.6 Campuran A + BKemungkinan IKemungkinan II

Kemungkinan I.

Dari kromatogram yang diperoleh, dihasilkan dua puncak dengan waktu retensi yang sama dengan kromatogram campuran A + B, hanya saja salah satu puncak membesar sedang yang lainnya mengecil. Dengan demikian dapat dikatakan bahwa zat B kemungkinan sama dengan zat C, karena waktu retensinya sama dan adanya zat C memperbesar puncak B.

Kemungkinan II

Dari kromatogram yang diperoleh, terdapat tiga puncak dengan waktu retensi berlainan. Disini, dengan pasti dapat dikatakan bahwa zat A dan B bukanlah zat C.

Untuk keperluan analisis kualitatif sering juga digunakan besaran waktu retensi relatif (Relative Retention Time, RRT). Waktu retensi relatif ini adalah waktu retensi suatu komponen dibandingkan dengan waktu retensi komponen lainnya yang dianggap sebagai pembanding atau standar. Seperti halnya pada cara analisis kualitatif yang telah diberikan diatas, pada cara ini juga ditambahkan zat pembanding tetapi yang diketahui dengan pasti waktu retensinya tidak sama dengan waktu retensi dari komponen-komponen yang ada di dalam campuran.

Mula-mula campuran yang mengandung A dan B dikromatografi kemudian campuran ini ditambah zat standar dan juga dibuat kromatogramnya. RRT dihitung sebagai perbandingan waktu retensi terkoreksi dari suatu komponen dengan waktu retensi terkoreksi dari komponen yang dijadikan sebagai standar.

Kromatogram campuran A+BKromatogram A+B dan Standar C

Dari kromatogram di atas dapat dihitung RRT untuk masing-masing komponen.

RRT A = (tRA to)/ (tRC to)

RRT B = (tRB to)/ (tRC to)

RRT C = (tRC to)/ (tRC to) = 1

Contoh penggunaan RRT dapat dilihat seperti berikut ini.

Dalam analisis campuran A, B dan C yang diperkirakan mengandung n-oktana, tr untuk zat A = 15,5 mm, B = 17 mm, dan C = 62 mm. Jika kedalam campuran ini ditambahkan iso-oktana sebagai standar, diperoleh puncak baru dengan tr = 47 mm dan t0 = 2 mm.

RRT dari n-oktana terhadap iso-oktana (tr n-oktana/tr iso-oktana) adalah 0,33.

RRT A = (15,5 - 2)/(47 - 2) = 0,30

RRT B = (17,0 - 2)/(47 - 2) = 0,33

RRT C = (62,0 - 2)/(47 - 2) = 1,33

Dari hasil perhitungan RRT di atas dapat dikatakan bahwa senyawa B adalah n-oktana karena nilai RRT-nya sama.

Penggunaan RRT untuk analisis kualitatif jauh lebih baik dibanding penggunaan waktu retensi saja karena dengan cara ini dapat dieliminasi beberapa kesalahan yang mungkin timbul, seperti : berubahnya parameter-parameter dalam kolom.

Sebagai standar dalam dapat dipilih salah satu dari daftar yang diakui secara internasional yang dikeluarkan oleh IUPAC. Beberapa diantaranya diberikan dalam tabel berikut.

td (0C)senyawaApiezon-LCarbowax 20 M

-0,5n-butana1,90,6

80,1benzena11,410,2

99,2iso-oktana4,33,0

Standar yang dipilih bergantung pada volume retensi atau waktu retensi komponen yang akan dianalisis. Juga bergantung pada kereaktifannya terhadap komponen cuplikan dan fasa diam. Ini berarti standar tak boleh berekasi baik dengan fasa diam maupun dengan komponen ciplikan dan juga puncaknya terletak berdekatan dengan komponen yang akan dianalisis.

Waktu retensi relatif suatu zat terhadap suatu zat standar akan berubah bila fasa diam dari kolom berubah atau berlainan.

Untuk mempermudah pemilihan standar dalam, E. Kovats telah menyusun suatu sistem indeks yang didasarkan pada senyawa alkana sebagai standar. Senyawa alkana dipakai sebagai standar karena inert dan larut dalam kebanyakan fasa diam yang digunakan dalam kromatografi gas. Indeks yang disusun ini disebut sebagai INDEKS KOVATS (I).

dimana:

RX= tR untuk senyawa X

RZ= tR untuk senyawa n-alkana dengan z buah atom C

RZ+n= tR untuk senyawa n-alkana dengan z+n buah atom C

n= selisih antara jumlah atom C senyawa alkana normal bersangkutan

Dari nilai I, dapat diramalkan urutan-urutan terelusinya komponen dari kolom (orde elusi). Secara umum diperoleh bahwa komponen dengan jumlah atom C paling kecil yang akan terelusi lebih awal sedang komponen dengan jumlah atom C paling besar akan terelusi paling alhir.

Contoh pemakaian indeks Kovats.

Untuk fasa diam Apiezon-L diketemukan nilai-nilai I pada 160 0C seperti berikut ini.

campuran 2 komponenstandar dalam IUPAC

n-oktana(td. = 1260C)etil-benzena(td. = 1360C)benzena(td. = 800C)p-xylena(td. = 1300C)sikloheksana(td. = 1550C)

I = 810I = 920I = 704I = 926I = 894

Jika ingin dilakukan pengukuran waktu retensi relatif (RRT) dari campuran n-oktana + etilbenzena dengan menggunakan salah satu dari ketiga standar diatas maka zat standar dalam yang paling baik adalah syandar dengan indeks Kovats terletak antara 810 920 yaitu sikloheksana dengan nilai I = 894.

Berdasarkan atas nilai-nilai I yang diberikan di atas maka puncak sikloheksana akan terletak diantara puncak n-oktana dan etil-benzena. Prinsipnya adalah bahwa zat dengan I paling kecil akan terelusi paling awal sedang zat dengan I terbesar akan terelusi paling akhir.

Perlu diketahui bahwa jika fasa diam diubah maka nilai indeks Kovats suatu zat juga akan berubah. Jika digunakan Carbowax 20M pada suhu yang sama seperti di atas (1600C) maka nilai indeks Kovats dari n-oktana=800, etil-benzena=1176, benzena=979, p-xylen=1180 dan untuk sikloheksanon=1361. Pada kondisi kromatografi seperti ini, maka untuk pengukuran RRT dari n-oktana dan etil-benzena tak dapat lagi digunakan sikloheksana karena indeks Kovatnya tidak lagi terletak antara indeks Kovats kedua senyawa yang akan ditentukan RRT-nya. Untuk keperluan ini maka yang dapat digunakan sebagai standar dalam adalah benzena dengan nilai I = 979.

ANALISIS KUANTITATIF DENGAN KROMATOGRAFI GAS

Pada kromatografi gas, isyarat detektor yang direkam sebagi puncak-puncak kromatogram sebanding dengan jumlah komponen yang masuk kedalam kolom. Dengan demikian analisis kuantitatif dapat didasarkan pada pengukuran luas puncak kromatogram. Ini berarti ketelitian analisis kuantitatif bergantung pada ketelitian pengukuran luas puncak kromatogram. Berbagai cara seperti cara penimbangan, penggunaan planimeter, atau pendekatan dengan menghitung luas segitiga dapat digunakan untuk menghitung luas puncak suatu kromatogram. Walaupun demikian cara-cara yang telah disebutkan ini sudah jarang digunakan karena hampir semua peralatan kromatografi gas yang mutakhir telah dilengkapi dengan terminal pengolah data yang dapat memberikan luas puncak kromatografi secara langsung.

Selain ketelitian pengukuran luas puncak, kelinieran respon detektor juga merupakan parameter penentu baik tidaknya suatu analisis kuantitatif dengan kromatografi gas.

Beberapa cara analisis kuantitatif dalam kromatografi gas antara lain adalah :

cara relatif, seperti metoda 100% dan metoda 100% yang diperbaiki.

cara mutlak, seperti cara luas permukaan spesifik dan cara standar dalam.

Cara 100% (disebut juga cara normalisasi).

Misalkan diperoleh kromatogram seperti ditunjukkan pada gambar dibawah ini, dengan luas puncak masing-masing komponen adalah AA, AB dan AC, maka jumlah masimng-masing komponen dapat dihitung sebagai berikut.

Jika dianggap bahwa kepekaan detektor sama untuk semua komponen yang terdapat dalam cuplikan, maka jumlah masing-masing komponen tersebut sebanding dengan luas permukaan puncak kromatogramnya.

Jumlah komponen A = QA = (AA/A) x 100%

Jumlah komponen B = QB = (AB/A) x 100%

Jumlah komponen C = QC = (AC/A) x 100%

dimana A adalah jumlah luas semua puncak kromatogram (AA+AB+AC)

Cara seperti ini hanya dapat dilakukan jika semua komponen dari cuplikan dapat terdeteksi dan terekam pada kromatogram. Cara ini digunakan jika diperlukan analisis semua komponen yang terdapat dalam cuplikan.

Kekurangan cara ini adalah karena detektor umumnya tidak memberikan kepekaan yang sama untuk masing-masing komponen yang akan dianalisis. Keragaman kepekaan ini dapat memberikan kesalahan sebesar 10-15%.

Cara 100% yang diperbaiki.

Untuk menghindari kesalahan akibat perbedaan kepekaan detektor untuk masing-masing komponen, dilakukan koreksi dengan menggunakan faktor kalibrasi atau faktor peneraan. Dari kromatogram yang diberiikan di atas, maka :

Jumlah komponen A = qA = fA . AAJumlah komponen B = qB = fB . ABJumlah komponen C = qC = fC . ACfA, fB dan fC adalah faktor kalibrasi untuk komponen A, B dan C

Dengan demikian :

atau secara umum dapat dituliskan sebagai,

Cara menentukan faktor kalibrasi (fi)

Dibuat kromatogram campuran komponen murni dengan jumlah-jumlah yang diketahui dengan pasti (q1, q2dan q3). Dengan menghitung luas puncak masing-masing komponen murni tersebut maka nilai-nilai faktor kalibrasi untuk masing-masing komponen dapat ditentukan.

Cara Standar Eksternal (Cara Kurva Kalibrasi).

Pada cara ini, konsentrasi komponen yang dianalisis diperoleh dengan menggunakan suatu kurva kalibrasi atau kurva standar yaitu aluran antara luas puncak terhadap konsentrasi larutan standar komponen bersangkutan.

Sederetan larutan standar dengan konsentrasi berbeda-beda dibuat kromatogramnya dan luas puncak untuk masing-masing konsentrasi ditentukan. Luas puncak yang diperoleh ini selanjutnya dialurkan terhadap konsentrasi standar seperti ditunjukkan kurva kalibrasi berikut ini.

Kurva standar (kurva kalibrasi)

Selanjutnya dibuat kromatogram dari cuplikan dan luas puncak komponen yang akan dianalisis (komponen yang sama dengan komponen standar) ditentukan. Luas puncak yang diperoleh (Ax) diekstrapolasi ke dalam kurva kalibrasi untuk menentukan konsentrasi komponen bersangkutan (Cx).

CARA CARA MEMPERBAIKI PEMISAHAN PADA METODA KROMATOGRAFI GAS

Tabel berikut merangkum beberapa faktor yang dapat mempengaruhi waktu retensi komponen-komponen pada pemisahannya dengan metoda kromatografi gas.

No.F a k t o rWaktu Retensi

kecilbesar

1Laju alir gas pembawacepatlambat

2Konsentrasi fasa diam atau tebal fasa diamkecilbesar

3Kelarutan komponen dalam fasa diamkecilbesar

4Penguapan (volatility)besarkecil

5Suhu kolomtinggirendah

6Panjang kolompendekpanjang

Beberapa faktor yang dapat mempengaruhi besar kecilnya waktu retensi.

Berikut ini diberikan beberapa contoh hasil pemisahan atau kromatogram yang dapat dijumpai dalam praktek.

Contoh I.

Analisis kromatografi campuran m-xylena (t.d. 1390C) dan p-xylena (t.d. 1380C), dilakukan dengan menggunakan fasa diam semi polar pada suhu 800C. Hasil yang diperoleh ternyata tidak terjadi pemisahan sama sekali.

Dengan meninggikan suhu tidak terlalu baik karena titik didih kedua komponen sangat berdekatan. Dengan mengubah fasa diam juga tidak akan diperoleh pemisahan yang lebih baik karena sifat-sifat keduanya hampir sama. Usaha yang paling baik dilakukan adalah dengan menurunkan suhu karena akan meningkatkan efisiensi kolom. Dengan cara ini diharapkan waktu retensi akan membesar dan dapat terjadi pemisahan.

Contoh II.

Kromatogram menunjukkan puncak-puncak yang tidak terpisah dengan baik dan terdapat puncak yang sangat dekat dengan titik injeksi (tR sangat kecil) seperti ditunjukkan berikut ini.

Penurunan laju alir atau tekanan gas pembawa hanya akan sedikit memperbaiki resolusi, kalau laju alir mula-mula ada di atas laju optimum (kurva Van Deemter).

Dengan memperpanjang kolom, resolusi mungkin dapat doiperbaiki tetapi waktu analisis akan semakin panjang. Menurunkan suhu kolom kemungkinan besar akan memperbaiki pemisahan terutama jika digunakan pemrograman temperatur.

Contoh III.

Suatu kromatogram dengan resolusi yang buruk dimana hampir semua puncak tidak nampak diperoleh walaupun waktu retensi dan waktu analisisnya sudah cukup baik seperti gambar berikut ini.

Menurunkan laju alir gas tidak tepat karena akan memperpanjang waktu retensi sedang waktu retensi dan waktu analisisnya sudah baik. Menurunkan suhu kolom juga kurang baik karena akan memperbesar waktu retensi. Dalam situasi seperti ini, cara terbaik adalah dengan memilih fasa diam lain dengan mempertimbangkan efek polaritas dan afinitas dari komponen yang akan dipisahkan.

Contoh IV.

Kromatogram berikut memperlihatkan hasil pemisahan yang kurang baik dengan dua puncak utama yang tidak terpisah dengan sempurna.

Menurunkan suhu, merubah laju alir gas atau memperpanjang kolom mungkin akan memperbaiki resolusi, namun waktu analisis akan membesar. Cara terbaik yang mungkin dilakukan adalah dengan menggunakan volume cuplikan/volume ijeksi yang lebih sedikit sehingga luas permukaan kedua puncak mengecil dan resolusi menjadi lebih baik.

Contoh V.

Dalam prakteknya, sering pula dijumpai puncak-puncak kromatogram yang tidak simetris seperti ditunjukkan pada hasil pemisahan berikut ini.

Ketaksimetrisan bentuk/profil puncak dapat disebabkan oleh beberapa hal berikut.

Pertama, disebabkan oleh kolom yang overloaded. Hal ini dapat dikoreksi dengan menggunakan volume cuplikan yang lebih sedikit. Kedua, disebabkan oleh dekomposisi termal (penguraian karena pemanasan) dari cuplikan di dalam kolom sehingga kesetimbangan distribusi menjadi kacau.

Usaha-usaha yang dapat dilakukan adalah dengan mempercepat laju alir gas atau mengurangi jumlah/tebal fasa diam, namun usaha ini tidak akan menghalangi terjadinya dekomposisi cuplikan. Dengan demikian cara terbaik adalah dengan mengkombinasikan usaha diatas dengan penurunan suhu kolom.

Contoh VI.

Kromatogram berikut menunjukkan resolusi yang sudah baik namun waktu analisisnya atau waktu retensi komponen masih terlalu besar.

Untuk memperpendek waktu analisis, dapat dilakukan dengan meninggikan suhu kolom atau mempercepat laju alir gas. Kombinasi perubahan kedua parameter ini akan memberikan hasil yang lebih baik.

Contoh VII.

Hasil pemisahan senyawa-senyawa hidrokarbon memberikan kromatogram berikut ini.

Perbaikan resolusi dapat dilakukan dengan menggunakan mengunakan pemrograman temperatur. Agar keempat puncak diawal kromatogram dapat terpisah dengan baik maka suhu awal dapat diturunkan. Kemudian suhu dinaikkan secara bertahap agar ketiga puncak berikutnya tetap terpisah dengan baik dengan waktu retensi yang lebih singkat. Dengan menaikkan suhu pada akhir analisis diharapkan pula mampu memperbaiki profil dari puncak yang terakhir.

PAGE [email protected] pemisahan analitik dan spesiasi departemen kimia institut teknologi bandunghalaman 1

_1087138689.vsd

_1087146619.vsd

_1087292412.vsd

_1087294753.vsd

_1087295767.vsd

_1087293886.vsd

_1087201674.vsd

_1087289693.vsd

_1087199382.vsd

_1087141111.vsd

_1087145209.vsd

_1087138879.vsd

_1085319332.vsd

_1085321544.vsd

_1085419660.vsd

_1085561706.vsd

_1085562899.vsd

_1085564449.vsd

_1086614518.vsd

_1085563603.vsd

_1085562268.vsd

_1085504161.vsd

_1085333430.unknown

_1085333723.unknown

_1085325757.unknown

_1085321336.vsd

_1085319422.vsd

_1085319569.vsd

_1065974280.vsd

_1084870948.vsd

_1085033340.vsd

_1066061889.vsd

_1065454260.vsd

_1065525390.vsd

_1065430667.doc

A

B