kontruktivisme kritik filsafat absolutis matematika
TRANSCRIPT
BAB I
PENDAHULUAN
Para absolutis teguh pendiriannya dalam memandang secara objektif kenetralan
matematika, walaupun matematika yang dipromosikan itu sendiri secara implisit
mengandung nilai-nilai. Abstrak adalah suatu nilai terhadap konkrit, formal suatu nilai
terhadap informal, objektif terhadap subjektif, pembenaran terhadap penemuan, rasionalitas
terhadap intuisi, penalaran terhadap emosi, hal-hal umum terhadap hal-hal khusus, teori
terhadap praktik, kerja dengan fikiran terhadap kerja dengan tangan, dan seterusnya. Setelah
mendaftar macam-macam nilai di atas maka pertanyaannya adalah, bagaimana matematisi
berpendapat bahwa matematika adalah netral dan bebas nilai ? Jawaban dari kaum absolutis
adalah bahwa niai yang mereka maksud adalah nilai yang melekat pada diri mereka yang
berupa kultur, jadi bukan nilai yang melekat secara implisist pada matematika. Diakui bahwa
isi dan metode matematika, karena hakekatnya, membuat matematika menjadi abstrak,
umum, formal, obyektif, rasional, dan teoritis. Ini adalah hakekat ilmu pengetahuan dan
matematika. Tidak ada yang salah bagi yang kongkrit, informal, subyektif, khusus, atau
penemuan; mereka hanya tidak termasuk dalam sains, dan tentunya tidak termasuk di dalam
matematika (Popper, 1979 dalam Ernest, 1991: 132).
Yang ingin ditandaskan di sini adalah bahwa pandangan kaum absolutis, secara sadar
maupun tak sadar, telah merasuk ke dalam matematika melalui definisi-definisi. Dengan
perkataan lain, kaum absolutis berpendapat bahwa segala sesuatu yang sesuai dengan nilai-
nilai di atas dapat diterima dan yang tidak sesuai tidak dapat diterima. Pernyataan-pernyataan
matematika dan bukti-buktinya, yang merupakan hasil dari matematika formal, dipandang
dapat melegitimasikan matematika. Sementara, penemuan-penemuan matematika, hasil kerja
para matematisi dan proses yang bersifat informal dipandang tidak demikian. Dengan
pendekatan ini kaum absolutis membangun matematika yang dianggapnya sebagai netral dan
bebas nilai. Dengan pendekatan ini mereka menetapkan kriteria apa yang dapat diterima dan
tidak diterima.
Hal-hal yang terikat dengan implikasi sosial dan nilai-nilai yang menyertainya, secara
eksplisit, dihilangkannya. Tetapi dalam kenyataannya, nilai-nilai yang terkandung dalam hal-
hal tersebut di atas, membuat masalah-masalah yang tidak dapat dipecahkan. Hal ini
disebabkan karena mendasarkan pada hal-hal yang bersifat formal saja hanya dapat
menjangkau pada pembahasan bagian luar dari matematika itu sendiri.
Kelompok II Page 1
Jika mereka berkehendak menerima kritik yang ada, sebetulnya pandangan mereka
tentang matematika yang netral dan bebas nilai juga merupakan suatu nilai yang melekat
pada diri mereka dan sulit untuk dilihatnya. Dengan demikian akan muncul pertanyaan
berikutnya, siapa yang tertarik dengan pendapatnya ? Inggris dan negara-negara Barat pada
umumnya, diperintah oleh kaum laki-laki berkulit putih dari kelas atas.
Keadaan demikian mempengaruhi struktur sosial para matematisi di kampus-kampus
suatu Universitas, yang kebanyakan didominasi oleh mereka. Nilai-nilai mereka secara sadar
dan tak sadar terjabarkan dalam pengembangan matematika sebagai bagian dari usaha
dominasi sosial. Oleh karena itu agak janggal kiranya bahwa matematika bersifat netral dan
bebas nilai, sementara matematika telah menjadi alat suatu kelompok sosial. Mereka
mengunggulkan pria di atas wanita, kulit putih di atas kulit hitam, masyarakat strata
menengah di atas strata bawah, untuk kriteria keberhasilan penguasaan pencapaian akademik
matematikanya.
BAB II
Kelompok II Page 2
Sebuah Kritik Filsafat absolutis Matematika
Konstruktivisme
Konstruktivis ada dalam filsafat matematika yang dapat ditelusuri kembali setidaknya
pada jaman Kant dan Kronecker (Korner, 1960). Program konstrutivis salah satunya adalah
merekonstruksi pengetahuan matematika (dan reformasi praktek matematika) dalam rangka
agar matematika tidak kehilangan makna dan dari kontradiksi. Untuk tujuan ini, konstruktivis
menolak pendapat non-konstruktivis seperti buku Cantor bahwa bilangan-bilangan rill tidak
terhitung, dan hukum logika dari Excluded Middle.
Intuinis yang memperkenalkan kontraktifis dengan baik adalah L.E.J. Brouwer (1913)
dan Heyting (1931, 1956). Baru-baru ini ahli matematika E. Bishop (1967) telah melakukan
program konstruktivis yang jauh, dengan merekonstruksi sebagian besar dari Analisis dengan
cara yang konstruktif. Berbagai bentuk konstruktivisme yang masih berkembang saat ini
seperti dalam karya intuisionis M. Filsafat Dummen (1973, 1977) Konstruktivisme mencakup
berbagai macam pandangan yang berbeda,dari ultra-intuitionis (A Yessenin- Volpin) melalui
apa yang disebut filosofis intuitionis yang ketat ( L.E.J. Brouwer), ditengah perjalanan
intuitionis (A Heyting dan awal H weyl) intuitionis logika modern ( A.Troelstra ) untuk
jangkauan lebih atau kurang konstruktivisme liberal termasuk P. Lorenzen, E Uskup, G
Kreisel dan P. Martin-lof
Para Matematikawan ini berbagi pandangan bahwa matematika klasik mungkin tidak
aman dan itu perlu dibangun kembali oleh “konstruktif” metode dan penalaran. Tuntutan
konstruktivis bahwa kedua kebenaran matematika dan keberadaan objek matematika harus
ditetapkan dengan metode konstruktif. Ini berarti bahwa konstruksi matematis diperlukan
untuk menetapkan kebenaran atau keberadaan sebagai lawan untuk metode mengandalkan
pada bukti dengan kontradiksi. Untuk pengetahuan konstruktivis harus didirikan melalui
bukti yang konstruktif, berdasarkan batasan logika konstruktivis dan dari istilah matematika/
objek terdiri dari prosedur resmi matematika itu dibangun.
Meskipun beberapa konstruktivis berpendapat bahwa matematika adalah proses
mempelajari konstruksi yang dirancang/dilakukan dengan pensil dan kertas, menurut
pandangan para ahli brouwer, bahwa matematika pada dasarnya terjadi di dalam pikiran dan
Kelompok II Page 3
dituliskan pada tahap selanjutnya. Salah satu konsekuensi dari itu brouner melibatkan seluruh
aksioma dari pikiran intuisi menjadi tidak lengkap. Pemikiran langsung tidak selalu
menutupi kebenaran aksioma dengan cara intutif dari pemikiran intuisi, jadi itu tidak dapat
dilibatkan sebagaimana yang telah dibentuk di akhir.
Intuitionism mewakili filsafat konstruktivis paling lengkap yang dirumuskan dalam
matematika. Dua tuntutan yang tak dapat dipisahkan dari intuisi dapat dibedakan, yang mana
ada dalam istilah positif dan negatif tesis dari dummet
Yang Positif adalah cara mengintuisi dari menafsirkan dugaan/gagasan matematika
dan operasi-operasi logis adalah tepat dan sah, yaitu teori bentuk-bentuk matematika
intuitif yang dapat dimengerti. Tesis negatif adalah cara menafsirkan dugaan/gagasan
matematika yang klasik dan operasi-operasi logis adalah tidak tepat dan tidak masuk
akal, yaitu matematika klasik yang mengandung bentuk menyimpang, banyak nilai
yang kosong, tidak dapat dimengerti.
(Dummett,1997,halaman 360)
Dalam daerah yang terbatas ,dimana diantara bukti klasik dan kontruksi ada sebuah
hasil, yang terakhir ini sering lebih baik karna lebih informative. Sedangkan bukti kebenaran
klasik mungkin hanya menunjukkan keharusan logis dari keadaannya, bukti keberadaan
konstruktif menunjukkan bagaimana menyusun objek matematika yang keberadaannya
ditegaskan. Hal ini memberikan kekuatan kepada tesis positif, dari sudut pandang
matematika. Namun tesis negative jauh lebih bermasalah, karena tidak hanya gagal
memperhitungkan besarnya badan non-konstruktif matematika klasik, tetapi juga menangkal
kesesuaiannya. Para konstruktivis menunjukkan bahwa ada masalah matematika klasik yang
dihadapi dan tidak terhindarkan atau hal itu kacau dan tidak sesuai. Memang kedua
matematika klasik yaitu murni dan terapan sudah semakin menguat sejak progam
konstruktivis diusulkan. Oleh karena itu, tesis negatif dari intuisi ditolak.
Masalah lain dari pandangan konstruktivis adalah bahwa ada hasil yang tidak
konsisten dengan matematika klasik. Misalnya kesatuan dari bilanagn real, seperti yang
didefenisikan oleh para intuisi adalah terhitung. Hasil ini bertentangan dengan hasil klasik
bukan karna adanya perbedaan yang signifikan, tetapi karena definisi bilanagn real yang
berbeda. Pengertian konstrutivis sering memiliki arti yang berbeda dari pengertian klasik
yang sesuai.
Kelompok II Page 4
Dari pandangan epistemologis, baik tesis positif dan negatif intuisi ini memiliki
kelemahan. Para intuisi mengklaim untuk menyediakan dasar tertentu bagi versi mereka
tentang kebenaran matematika dengan menurunkannya (secara mental) dari aksioma teretntu,
menggunakn metode intuitif dengan pembuktian yang tepat. Pandangan ini berdasarkan
pengetahuan matematiak secara khusus berdasarkan keyakinan yang subjektif. namun
kebenaran mutlak (dimana para intuitif mengklaim menyediakan) tidak dapat didasarkan
pada keyakinan subyektif saja. Tidak ada jaminan bahwa intuisi dari para intuitif yang
berbeda tentang dasar kebenaran akan menjadi sama, karena sesungguhnya tidak sama.
Instuisi mengorbankan sebagian besar matematika sebagai imbalan untuk jaminan
yang menyejukkan yang tetap digunakan oleh” instusi lama” kita (Urintuition).
Tetapi intuisi itu bersifat subjektif dan bukan inter subjektif, dan tidak mungkin untuk
mencegah intuisi intersubjektif diabaikan sebagai landasan dasar matematika
( Kalmar,1967,hal.190)
Dengan demikian tesis intuisi yang positif tidak memberikan dasar tertentu bahkan
untuk bagian dari pengetahuan matematika. Kritik ini mencakup bentuk-bentuk
konstruktivisme dan juga menyatakan kebenaran dasar matematika secara kontruktif atas
dasar asumsi konstruktifis yang sudah jelas.
Tesis intuisi yang negative (dan konstruktivisme, jika dianut), menyebabkan
penolakan yang berdasar dari pengetahuan matematika dengan alasan bahwa hal itu
dimengerti. Tetapi matematika klasik jelas. Hal itu berbeda dari matematika konstruktivis
terutama pada asumsi yang mendasar. Dengan demikian konstruktivisme adalah salah karena
atas apa yang sejalan dengan jenis kesalahan statistik, yaitu penolakan terhadap pengetahuan
yang sesuai.
Suatu kritik mengatakan, untuk suatu kelompok tertentu, misalnya kelompok kulit
putih dari strata atas, mungkin dapat dianggap matematika sebagai netral dan bebas nilai.
Namun kritik demikian menghadapi beberapa masalah. Pertama, terdapat premis bahwa
matematika bersifat netral. Kedua, terdapat pandangan yang tersembunyi bahwa pengajaran
matematika juga dianggap netral. Di muka telah ditunjukkan bahwa setiap pembelajaran
adalah terikat dengan nilai-nilai. Ketiga, ada anggapan bahwa keterlibatan berbagai kelompok
masyarakat beserta nilainya dalam matematika adalah konsekuensi logisnya. Dan yang
terakhir, sejarah menunjukkan bahwa matematika pernah merupakan alat suatu kelompok
Kelompok II Page 5
masyarakat tertentu. Kaum ‘social constructivits’ memandang bahwa matematika merupakan
karya cipta manusia melalui kurun waktu tertentu. Semua perbedaan pengetahuan yang
dihasilkan merupakan kreativitas manusia yang saling terkait dengan hakekat dan sejarahnya.
Akibatnya, matematika dipandang sebagai suatu ilmu pengetahuan yang terikat
dengan budaya dan nilai penciptanya dalam konteks budayanya.Sejarah matematika adalah
sejarah pembentukannya, tidak hanya yang berhubungan dengan pengungkapan kebenaran,
tetapi meliputi permasalahan yang muncul, pengertian, pernyataan, bukti dan teori yang
dicipta, yang terkomunikasikan dan mengalami reformulasi oleh individu-individu atau suatu
kelompok dengan berbagai kepentingannya. Pandangan demikian memberi konsekuensi
bahwa sejarah matematika perlu direvisi.
Kaum absolutis berpendapat bahwa suatu penemuan belumlah merupakan matematika
dan matematika modern merupakan hasil yang tak terhindarkan. Ini perlu pembetulan. Bagi
kaum ‘social constructivist’ matematika modern bukanlah suatu hasil yang tak terhindarkan,
melainkan merupakan evolusi hasil budaya manusia. Joseph (1987) menunjukkan betapa
banyaknya tradisi dan penelitian pengembangan matematika berangkat dari pusat peradaban
dan kebudayaan manusia. Sejarah matematika perlu menunjuk matematika, filsafat, keadaan
sosial dan politik yang bagaimana yang telah mendorong atau menghambat perkembangan
matematika. Sebagai contoh, Henry (1971) dalam Ernest (1991: 34) mengakui bahwa
calculus dicipta pada masa Descartes, tetapi dia tidak suka menyebutkannya karena
ketidaksetujuannya terhadap pendekatan infinitas. Restivo (1985:40), MacKenzie (1981: 53)
dan Richards (1980, 1989) dalam Ernest (1991 : 203) menunjukkan betapa kuatnya hubungan
antara matematika dengan keadaan sosial; sejarah sosial matematika lebih tergantung kepada
kedudukan sosial dan kepentingan pelaku dari pada kepada obyektivitas dan kriteria
rasionalitasnya.
Kaum ‘social constructivist’ berangkat dari premis bahwa semua pengetahuan
merupakan karya cipta. Kelompok ini juga memandang bahwa semua pengetahuan
mempunyai landasan yang sama yaitu ‘kesepakatan’. Baik dalam hal asal-usul maupun
pembenaran landasannya, pengetahuan manusia mempunyai landasan yang merupakan
kesatuan, dan oleh karena itu semua bidang ilmu pengetahuan manusia saling terikat satu
dengan yang lain.
Akibatnya, sesuai dengan pandangan kaum ‘social constructivist’, matematika tidak
dapat dikembangkan jika tanpa terkait dengan pengetahuan lain, dan yang secara bersama-
Kelompok II Page 6
sama mempunyai akarnya, yang dengan sendirinya tidak terbebaskan dari nilai-nilai dari
bidang pengetahuan yang diakuinya, karena masing-masing terhubung olehnya.
A. Kesalahan dari Absolutism
Kita telah melihat bahwa sejumlah filsafat absolutis matematika telah gagal untuk
menetapkan ketentuan logis dari pengetahuan matematika. Masing-masing tiga pembelajaran
dari pemikiran logika, formal dan intuisi (yang paling jelas diutarakan dari bentuk
konstruktivisme) upaya untuk memberikan landasan yang kuat bagi kebenaran matematika,
dari menurunkan dengan bukti matematis dari alam yang terbatas namun aman dari
kebenaran. Dalam setiap kasus ada meletakkan dasar aman akan kebenaran absolut. Untuk,
formalis logistik dan intuitionists ini terdiri dari aksioma-aksioma logika, prinsip-prinsip
intuitif tertentu meta-matematika, dan jelas aksioma 'intuisi permulaan, masing-masing.
Masing-masing rangkaian aksioma prinsip-prinsip diasumsikan tanpa demonstrasi.
Selanjutnya masing-masing sekolah mempekerjakan logika deduktif untuk menunjukkan
kebenaran teorema matematika dari basis yang diasumsikan. Akibatnya ketiga sekolah
pemikiran gagal untuk menetapkan kepastian mutlak kebenaran matematika.
Untuk logika deduktif hanya menyalurkan kebenaran dan kesimpulan dari bukti logis adalah
yang terbaik sebagai premis tertentu yang terlemah.
Hal ini dapat mengatakan bahwa upaya ketiga sekolah juga gagal untuk memberikan
dasar untuk berbagai macam calon kebenaran matematis dengan cara ini.
Seperti Teorema Godel yang pertama menunjukkan kekurangan kelebihan, bukti ini tidak
cukup untuk menunjukkan semua kebenaran. Jadi ada kebenaran matematika tidak ditangkap
oleh sistem sekolah-sekolah.
Kenyataan bahwa tiga sekolah pemikiran dalam filsafat pengetahuan matematika tidak
menyelesaikan masalah umum. Hal ini masih mungkin untuk alasan lain dapat ditemukan
untuk menyatakan kepastian kebenaran matematika. Kebenaran mutlak dalam matematika
masih kemungkinan.
Namun kemungkinan ini dibantah oleh argumen umum yang kuat karena menolak
kesepakatan status kepastian kepada kebenaran matematika.
Ini menyerupai argumen umum digunakan di atas untuk mengkritik tiga sekolah, karena
mereka semua bergantung pada sistem deduktif.
Kelompok II Page 7
Lakatos (1962) menunjukkan bahwa pencarian kepastian dalam matematika pasti
mengarah ke lingkaran setan. Setiap sistem matematika tergantung pada seperangkat asumsi,
dan mencoba untuk menetapkan kepastian mereka dengan membuktikan mereka, mengarah
ke regresi tak terbatas. Tidak ada cara pemakaian asumsi. Tanpa bukti, asumsi tetap
keyakinan keliru, dan pengetahuan tidak tertentu. Yang bisa kita lakukan adalah untuk
meminimalkannya, untuk mendapatkan satu set aksioma dikurangi, yang harus menerima
tanpa bukti, sehingga melanggar lingkaran setan pada biaya mengorbankan kepastian, atau
yang dapat mengganti. Penggantian mengirimkan 'kami di sirkuit lebih lanjut dari lingkaran
setan. Himpunan mengurangi aksioma hanya dapat ditiadakan dengan mengganti dengan
asumsi setidaknya kekuatan yang sama. Jadi kita tidak dapat menetapkan kepastian
matematika tanpa membuat asumsi-asumsi, yang dengan demikian gagal menjadi kepastian
yang mutlak.
Hal ini harus dipahami bahwa argumen ini diarahkan pada seluruh pengetahuan
matematika, dan tidak dibingkai untuk sistem formal tunggal atau bahasa.
Banyak upaya untuk memberikan landasan bagi matematika di bahasa tersebut berhasil
mengurangi asumsi bahwa sistem formal atau bahasa.
Apa yang telah dilakukan dalam kasus seperti itu adalah untuk mendorong beberapa atau
semua asumsi dasar menjadi meta-bahasa, seperti strategi eksplisit formalis '.
Di mana pun itu tetap, dan di suatu tempat harus, ada sebuah kernel asumsi yang
memperkenalkan kebenaran ke dalam sistem, dan yang deduksi kirimkan ke semua teorema
sistem (yang disediakan sistem aman, yaitu, konsisten).
Seperti Lakatos mengatakan: 'kita harus mengakui bahwa meta-matematika tidak
menghentikan kemunduran yang tak terbatas dalam bukti yang sekarang muncul kembali
dalam hirarki tak terbatas teori meta-pernah kaya' (Lakatos, 1978, halaman 22).
Matematika kebenaran akhirnya tergantung pada set direduksi dari asumsi, yang
diadopsi tanpa demonstrasi. Tetapi untuk memenuhi syarat sebagai pengetahuan yang benar,
asumsi memerlukan surat perintah untuk pernyataan mereka. Tidak ada surat perintah yang
berlaku untuk pengetahuan matematika selain demonstrasi atau bukti.
Oleh karena itu asumsi adalah kepercayaan, bukan pengetahuan, dan tetap terbuka.
Ini argumen utama terhadap kemungkinan pengetahuan tertentu dalam matematika.
Ini secara langsung bertentangan dengan klaim absolut dari sekolah foundationist pemikiran.
Kelompok II Page 8
Di luar sekolah foundationist, itu dianggap sebagai sanggahan terjawab absolutisme oleh
seorang penulis.
Kebenaran mutlak sudut pandang harus dibuang. 'Fakta' dari setiap cabang
matematika murni harus diakui sebagai asumsi yang (postulat atau aksioma), atau
definisi atau teorema ... paling yang dapat diklaim adalah bahwa jika postuletes adalah
benar dan definisi diterima, dan jika metode thr penalaran adalah suara, maka teorema
adalah benar. Dengan kata lain kita sampai pada konsep kebenaran relatif (dari
teorema dalam kaitannya dengan postulat, definisi, dan penalaran logis) untuk
menggantikan titik pandang kebenaran mutlak.
(Stabil, 1955, halaman 24).
Apa yang kita miliki disebut matematika murni adalah, untuk itu sistem
hipotetiko-deduktif. Aksioma yang menjadi hipotesis atau asumsi-asumsi,
dipertimbangkan untuk proposisi yang diisyaratkan.
(Cohen dan Nagel, 1963, halaman 133).
[Kita] hanya bisa menggambarkan aritmatika, yaitu, menemukan aturan, tidak
memberikan dasar untuk mereka. Dasar seperti tidak bisa memuaskan kita, untuk
alasan bahwa itu harus diakhiri kapan dan kemudian mengacu pada sesuatu yang tidak
lagi dapat didirikan. Hanya konvensi adalah yang paling. Apapun yang terlihat seperti
yayasan adalah, ketat berbicara, sudah adultareted dan tidak harus memenuhi kita.
(Waismann, 1951, halaman, halaman 122)
Pernyataan atau proposisi atau teori dapat dirumuskan dalam pernyataan yang
mungkin benar dan kebenaran mereka dapat dikurangi, dengan cara turunan dengan
proposisi primitif. Upaya untuk membangun (bukan mengurangi) oleh berarti
kebenaran mereka mengarah ke kemunduran yang tak terbatas.
(Popper, 1979, ekstrak dari meja di halaman 124).
Kritik di atas adalah untuk menentukan pandangan absolutis matematika. Namun,
adalah mungkin untuk menerima kritik tanpa mengadopsi filosofi falibilis matematika. Untuk
itu adalah mungkin untuk menerima bentuk hipotetiko-deductivism yang menyangkal
dikoreksi dan kemungkinan mendalam matematika errorin. Posisi seperti pandangan aksioma
Kelompok II Page 9
hanya sebagai hipotesis dari mana teorema matematika bersifat sementara, logika dan
penggunaan logika untuk menurunkan teorema dari aksioma menjamin pengembangan yang
aman matematika, meskipun dari basis diasumsikan. Bentuk melemah dari posisi absolutis
menyerupai 'Russel yang jika keamanan sistem. Namun posisi absolutis melemah didasarkan
pada asumsi yang meninggalkan terbuka untuk kritik falibilis.
B. Kritik Falibilis dari Absolutisme
Argumen sentral terhadap pandangan absolutis pengetahuan matematika dapat
dielakkan dengan pendekatan hipotetiko-deduktif. Namun, di luar masalah kebenaran asumsi
aksioma-aksioma, pandangan absolutis memiliki kelemahan yang lebih besar.
Yang pertama menyangkut logika yang mendasari bukti
matematis. Pembentukankebenaran matematis, yaitu pengurangan teorema dari satu himpuna
n aksioma, membutuhkanasumsi lebih lanjut, yaitu aksioma dan aturan inferensi logika itu se
ndiri. Ini adalah asumsi yang non-trivial dan asumsi non-eliminasi. Hal ini juga berlaku sama
untuk logika. Jadi, kebenaran matematika tergantung pada inti-inti logika serta asumsi
matematika.
Hal ini tidak hanya untuk mengarahkan semua asumsi logika
ke himpunan dari asumsi matematika, berikut ini hipotetiko-deduktif strategi 'jika-
maka'. Untuk logika menyediakan aturan dari inferensi yang benar dengan yang teorema
yang berasal dari matematika. Memuat semua asumsi logis dan matematis ke dalam bagian
'hipotetiko' tidak ada dasar untuk bagian metode'deduktif'. Deduksi menitikberatkan
pada 'inferensi benar', dan ini pada gilirannya didasarkan pada gagasan tentang kebenaran
(yang pelestarian nilai kebenaran). Tetapi setiap asumsi tanpa dasar yang kuat, apakah itu
diperoleh melalui intuisi, konvensi, yang bermakna atau apa pun, adalah memungkinkan
kekeliruan.
Singkatnya, kebenaran matematika dan pembuktian berdasarkan pada deduksi dan
logika.Tapi logika sendiri tidak memiliki dasar-dasar tertentu. Hal ini terlalu bertumpu pada
asumsi tereduksi. Jadi ketergantungan pada deduksi logis meningkatkan kumpulan asumsi
sebagai dasar kebenaran matematika, dan ini tidak dapat dinetralkan oleh strategi 'jika-maka'.
Sebuah anggapan lebih lanjut dari pandangan absolutis adalah bahwa
matematika pada dasarnya bebas dari kesalahan. Untuk ketidakkonsistenan dan absolutisme
jelas tidak dapat digantikan. Tapi hal ini tidak dapat ditunjukkan. Matematika terdiri dari
Kelompok II Page 10
teori (misalnya, teori grup,teori kategori) yang dipelajari dalam sistem matematika, berdasark
an kumpulan asumsi (aksioma).Untuk menetapkan bahwa sistem matematika aman (yaitu,
konsisten), untuk setiapnya tapi pada sistem yang paling sederhana kita diharuskan untuk
memperluas kumpulan asumsi-asumsi dari sistem (Teorema Ketidaklengkapan Godel Kedua,
1931). Kita memiliki hal hal tersebut untuk menganggap konsistensi sistem kuat guna menun
jukkan dari yang lebih lemah. Oleh karenanya tidak tahu apapun tetapi sistem matematika
yang paling sederhana terjamin, dan kemungkinan kesalahan dan inkonsistensi harus selalu
tetap. Kepercayaan pada keterjaminan matematika harus didasarkan baik pada dasar empiris
(belum ada kontradiksi yang ditemukan dalam sistem matematika kita sekarang) atau
pada keimanan, tidak memberikan dasar tertentu dari apa yangabsolutisme perlukan.
Di luar kritik ini, ada masalah lebih lanjut dari pihak terkait pada penggunaan bukti
sebagaidasar untuk kepastian dalam matematika. Tidak ada bukti deduktif tetapi
sepenuhnya secaraformal dapat berfungsi sebagai penjamin keabsahan untuk kepastian dalam
matematika. Tapi bukti seperti ini hampir tidak ada. Jadi absolutisme menginginkan untuk me
mbentuk kembali matematika informal ke system deduktif yang formal, yang
memperkenalkan asumsi lebih lanjut. Masing-masing asumsi berikut ini merupakan kondisi
yang diperlukan untuk kepastian tersebut dalam matematika. Setiap pendapat itu adalah
sebuah asumsi yang tidak beralasan absolutis.
Asumsi A
Bukti bahwa matematikawan menerbitkan sebagai jaminan untuk
menegaskan teorematerpenuhi, dalam prinsipnya, dapat diterjemahkan ke dalam bukti-bukti
formal yang sepenuhnya ketat.
Bukti informal yang mempublikasikan matematika umumnya memiliki kekurangan,
dan tidak berarti sepenuhnya dapat diandalkan (Davis, 1972). Menerjemahkan
mereka sepenuhnya ke dalam bukti-bukti formal yang keliru sebagian besar adalah tugas non-
mekanis. Hal ini membutuhkan kecerdikan manusia untuk menjembatani dan untuk
memperbaiki kesalahan. Karenakeseluruhan formalisasi matematika adalah tidak mungkin
dilakukan, berapakah nilai pengakuanbahwa bukti informal dapat diterjemahkan ke
dalam bukti formal 'sesuai prinsipnya'? Ini adalah janji yang tak terpenuhi, bukan alasan
untuk kepastian. Keseluruhan tindakan yang ideal tidak tercapai dan bukan realitas
Kelompok II Page 11
praktis. Oleh karena itu, kepastian tidak dapat diklaim untuk bukti matematika, bahkan jika
kritik sebelumnya diabaikan.
Asumsi B
Bukti formal yang ketat dapat diperiksa kebenarannya. Sekarang ada bukti formal
manusiawi terkontrol, seperti pembuktian Appel-Haken (1978) pada teorema empat warna
(Tymoczko, 1979). Diterjemahkan ke dalam bukti formal yang ketat ini akan lebih lama. Jika
tidak mungkin disurvei oleh ahli matematika, atas dasar apa mereka bisa
dianggap sepenuhnya benar? Jika bukti tersebut diperiksa oleh komputer apa yang dapat
diberikan jaminan bahwa perangkat lunak dan perangkat keras yang dirancang benar-benar
sempurna, dan bahwa perangkat lunakberjalan dengan sempurna dalam praktek? Mengingat
kompleksitas hardware dan softwaretampaknya tidak masuk akal bahwa bukti ini dapat
diperiksa oleh satu orang. Selanjutnya, dalampemeriksaan melibatkan unsur empiris
(misalnya, apakah hal itu berjalan sesuai denganrancangan?). Jika memeriksa dari bukti-bukti
formal tidak dapat dilakukan, atau memiliki unsur empiris,
maka pernyataan apapun dari kepastian mutlak harus dilepaskan (Tymoczko, 1979).
Asumsi C
Teori matematika dapat diterjemahkan ke dalam aksioma formal yang sah.
Formalisasi teori matematika intuitif dalam seratus tahun terakhir (Misalnya, logika
matematika, teori bilangan, teori himpunan, analisis) telah menyebabkan masalah tak
terduga yang mendalam, sebagai konsep dan bukti-bukti di bawah pengawasan semakin
mendalam, selama upaya untuk menjelaskan dan merekonstruksinya. Formalisasi memuaskan
sisa matematika tidak dapat diasumsikan untuk menjadi problematis. Sampai saat ini
formalisasi dilakukan tidak mungkin untuk menyatakan dengan pasti bahwa hal itu dapat
dilakukan secara sah. Tapi sampai matematika diformalkan, ketelitian, yang merupakan
kondisi yang diperlukan untuk kepastian, jauh dari ideal.
Asumsi D
Konsistensi dari representasi (dalam C asumsi) dapat dikoreksi.
Seperti kita ketahui dari Teorema Godel, ini menunjukkan secara signifikan terhadap
Kelompok II Page 12
beban pengetahuan yang mendukung asumsi matematika. Jadi tidak ada
mutlak jaminan keselamatan.
Masing-masing dari empat asumsi menunjukkan di mana masalah lebih lanjut dalam
membangun kepastian pengetahuan matematika mungkin timbul. Ini bukan masalah tentang
kebenaran asumsi dasar pengetahuan matematika (yaitu, dasar asumsi). Melainkan ini adalah
masalah dalam mencoba untuk mengirimkan kebenaran asumsi
asumsi ini ke seluruh pengetahuan matematika dengan cara deduktif
bukti, dan dalam membangun keandalan metode ini.
C. Pandangan Para Falibilis
Mengingat pengetahuan matematika. Ini adalah pandangan bahwa kebenaran
matematika adalah keliru dan yg dpt diperbaiki, dan tidak pernah dapat dianggap sebagai
melampaui revisi dan koreksi. Falibilis yang tesis dengan demikian memiliki dua bentuk
setara, satu positif dan satu negatif. Bentuk negative kekhawatiran penolakan absolutisme:
pengetahuan matematika adalah bukan kebenaran mutlak, dan
tidak memiliki validitas mutlak. Bentuk positif adalah bahwa pengetahuan matematika
yg dpt diperbaiki dan terus-menerus terbuka untuk revisi. Dalam bagian ini saya ingin
menunjukkan bahwa dukungan untuk sudut pandang falibilis, dalam satu bentuk atau yang
lain, jauh lebih luas daripada yang telah seharusnya. Berikut ini adalah pilihan dari berbagai
ahli logika, matematikawan dan filsuf yang mendukung pandangan ini:
Dalam makalahnya "Sebuah kebangkitan empirisme dalam filsafat matematika ',
Lakatos mengutip dari karya kemudian Russell, Fraenkel, Carnap, Weyl, von
Neumann, Bernays, Gereja, Godel, Quine, Rosser, Curry, Mostowski dan Kalmar (sebuah
daftar yang mencakup banyak ahli logika kunci dari abad kedua puluh) untuk menunjukkan
mereka umum pandangan tentang 'ketidakmungkinan kepastian lengkap di
matematika, dan dalam banyak kasus, kesepakatan mereka bahwa pengetahuan matematika
telah dasar empiris, entailing penolakan absolutisme. (Lakatos, 1978, halaman 25,
kutipan dari R. Carnap)
Sekarang jelas bahwa konsep tubuh, sempurna diterima secara universal
penalaran-matematika agung dari 1800 dan kebanggaan manusia-adalah
sebuah ilusi besar. Ketidakpastian dan keraguan tentang masa depan
matematika telah menggantikan kepastian dan kepuasan dari
Kelompok II Page 13
masa lalu ... Keadaan matematika adalah ejekan dari deeprooted sampai sekarang
dan kebenaran dan kesempurnaan terkenal luas logis dari matematika.
(Kline, 1980, halaman 6)
Tidak ada sumber otoritatif pengetahuan, dan tidak ada 'sumber' adalah
khususnya diandalkan. Semuanya menyambut sebagai sumber inspirasi,
termasuk 'intuisi' ... Tapi tidak ada yang aman, dan kita semua tidak sempurna.
(Popper, 1979, halaman 134)
Saya ingin mengatakan bahwa di mana surveyability tidak hadir, yaitu, di mana ada
ruang untuk keraguan apakah apa yang kita miliki benar-benar adalah hasil dari ini
substitusi, bukti ini hancur. Dan tidak dalam beberapa konyol dan tidak penting
cara yang tidak ada hubungannya dengan sifat bukti.
Atau: logika sebagai dasar matematika tidak bekerja, dan untuk menunjukkan
ini cukup bahwa daya meyakinkan bukti logis berdiri dan jatuh dengan perusahaan
hal yg meyakinkan geometris. Kepastian logis dari bukti-aku ingin mengatakan-tidak
melampaui mereka geometris kepastian.
(Wittgenstein, 1978, halaman 174-5)
Sebuah teori Euclidean dapat diklaim untuk menjadi kenyataan, sebuah kuasi-empiris
teori-yang terbaik-untuk menjadi baik dikuatkan, tetapi selalu dugaan.Juga, dalam
Euclidean teori dasar pernyataan benar di 'atas' dari deduktif
sistem (biasanya disebut 'aksioma') membuktikan, seolah-olah, seluruh sistem; dalam
kuasi-teori empiris (benar) laporan dasar dijelaskan oleh sisanya
system ... Matematika adalah kuasi-empiris
(Lakatos, 1978, halaman 28-29 & 30)
Tautologi adalah selalu benar, tetapi matematika tidak. Kita tidak bisa mengatakan
apakah aksioma aritmatika konsisten, dan jika mereka tidak, setiap
Teorema aritmatika tertentu mungkin salah. Oleh karena itu teorema-teorema yang
tidak tautologi. Mereka harus tetap dan selalu tentatif, sementara
tautologi adalah kebenaran mutlak tak terbantahkan ...
[T] dia matematika merasa dipaksa untuk menerima matematika sebagai
benar, bahkan meskipun dia sekarang ini kehilangan kepercayaan keharusan logis dan
Kelompok II Page 14
ditakdirkan untuk selamanya mengakui kemungkinan dibayangkan bahwa perusahaan
seluruh kain mungkin tiba-tiba runtuh dengan mengungkapkan kontradiksi-diri yang
menentukan.
(Polanyi, 1958, halaman 187 dan 189)
Doktrin bahwa pengetahuan matematika adalah matematika apriori apriorisme
telah diartikulasikan berbagai selama refleksi tentang matematika ... saya akan mena
warkan gambaran pengetahuan matematika yang menolak apriorisme matematika ...
alternative untuk matematika apriorisme matematika empirisme tidak pernah diberi ri
nci artikulasi. Saya akan mencoba untuk memberikan account hilang.
(Kitcher, 1984, halaman 3-4)
Pengetahuan empiris Matematika menyerupai pengetahuan yaitu, kriteria
kebenaran dalam matematika seperti halnya dalam fisika adalah keberhasilan ide-ide
kami dipraktek, dan bahwa pengetahuan matematika adalah yg dpt diperbaiki dan
tidak mutlak.
(Putnam, 1975, halaman 51)
Ini adalah wajar untuk mengusulkan tugas baru untuk filosofi matematika: tidak
mencari kebenaran pasti, tetapi untuk memberikan account pengetahuan matematika
sebagai itu benar-benar keliru-, dpt diperbaiki, tentatif dan berkembang, seperti setiap
jenis lainnya pengetahuan manusia.
(Hersh, 1979, halaman 43)
Mengapa tidak jujur mengakui kesalahan matematika, dan mencoba untuk
mempertahankan martabat pengetahuan sempurna dari skeptisisme yang sinis,
daripada menipu diri sendiri bahwa kita akan mampu untuk memperbaiki air mata tak
terlihat terbaru dalam kain dari 'utama' kami intuisi.
(Lakatos, 1962, halaman 184)
Kelompok II Page 15
BAB III
PENUTUP
KESIMPULAN
Program konstrutivis salah satunya adalah merekonstruksi pengetahuan matematika
(dan reformasi praktek matematika) dalam rangka agar matematika tidak kehilangan makna
dan dari kontradiksi. Kebenaran mutlak dalam matematika masih kemungkinan. Kita tidak
dapat menetapkan kepastian matematika tanpa membuat asumsi-asumsi, yang dengan
demikian gagal menjadi kepastian yang mutlak. Posisi seperti pandangan aksioma hanya
sebagai hipotesis dari mana teorema matematika bersifat sementara, logika dan penggunaan
logika untuk menurunkan teorema dari aksioma menjamin pengembangan yang aman
matematika, meskipun dari basis diasumsikan.
Kelompok II Page 16
Untuk logika menyediakan aturan dari inferensi yang benar dengan yang teorema
yang berasal dari matematika. Memuat semua asumsi logis dan matematis ke dalam bagian
'hipotetiko' tidak ada dasar untuk bagian metode'deduktif'. Deduksi menitikberatkan
pada 'inferensi benar', dan ini pada gilirannya didasarkan pada gagasan tentang kebenaran.
Demikian juga dalam matematika, karena pengetahuan kita telah menjadi lebih baik
didirikan dan kami belajar lebih banyak tentang dasar, kita telah menyadari bahwa
pandangan absolutis adalah idealisasi, sebuah mitos. Ini merupakan kemajuan dalam
pengetahuan, bukan mundur dari masa lalu kepastian. Taman Eden absolut hanyalah
surga orang bodoh.
SARAN
Adapun saran-saran yang penyusun ajukan terkait pembahasan makalah “Sebuah
Kritik Filsafat absolutis Matematika” adalah:
1. Diharapkan dengan adanya kejelasan tentang hakikat/makna dari kritik filsafat absolutis
matematika para pendidik dapat meng-impletasikan pembelajaran dengan menyesuaikan
falsafah ilmu dan falsafah pendidikan.
2. Diharapkan para pembaca dapat termotivasi untuk terus menggali makna pendidikan
seutuhnya guna mencapai tujuan pendidikan nasional.
DAFTAR PUSTAKA
Ernest, Paul. 1990. The Philosophy of Mathematics Education. University of Exeter : School of Education
http://marsigitphilosophy.blogspot.com/2008/12/matematika-dilihat-dari-berbagai-sudut.html
Kelompok II Page 17