konstruksi fiqh majlis taujih wal irsyad lembaga dakwah

30
39 Konstruksi Fiqh Majlis Taujih Wal Irsyad Lembaga Dakwah Islam Indonesia (LDII) (Studi Tentang Pemikiran Hukum Majlis Taujih Wal Irsyad LDII) Oleh : Al Furqon, M. Th.I Abstrak Sejak menyatakan diri sebagai organisasi terbuka dengan paradigma bam pada tahun 2005 lalu, Lembaga Dakwah Islam Indonesia (LDII) segera melakukan langkah-langkah progresif guna menyosialisasikan program- program keorganisasian. Salah satu langkah yang ditempuh LDII sebagai aksi nyata adalah dengan membentuk Majlis Taujih Wal Irsyad yang berfungsi sebagai lembaga perumus hukum dalam organisasi sebagaimana lembaga sejenis di Ormas-Ormas Islam yang lain. Hal tersebut Mengingat kebutuhan akan penjelasan hukum cukup mendesak di zaman modem ini. Majlis Taujih wal Irsyad juga memainkan peran yang cukup strategis guna membangun komunikasi antara LDII dengan Ormas-Ormas Islam lainnya, mengingat Selama ini LDII dikesankan sebagai organisasi yang eksklusif. Dari produk hukum yang dikeluarkan oleh Majlis Taujih wal Irsyad dapat diketahui pemikiran hukum yang dianut oleh warga LDII. Dan yang tak kalah pentingnya adalah dari rumusan hukum Majlis Taujih Wal Irsyad dapat pula diketahui oleh khalayak umum apakah LDII selama ini menganut paham ekstrim seperti yang dikesankan banyak orang. Penelitian ini berusaha mengupas konstruksi fiqh Majlis Taujih Wal Irsyad LDII sebagai sebuah studi tentang pemikiran hukum LDII dalam konteks sebagai sebuah organisasi terbuka. A. Pendahuluan Sejak menyatakan diri sebagai organisasi massa Islam terbuka dan berparadigma bam di tahun 2005 lalu, Lembaga Dakwah Islam Indonesia (LDII) terns melakukan langkah-langkah progressif untuk turut serta berpartisipasi dalam upaya membangun masyarakat sipil yang kuat. Sebagai organisasi modem LDII memiliki badan-badan otonom yang berfungsi sebagai alat kelengkapan organisasi. Salah satunya adalah Majelis Taujih Wal Irsyad yang dibentuk tahun 2012 melalui Rapat Kerja Nasional (Rakemas) LDII ke V di Bogor. Majelis Taujih Wal Irsyad berfungsi sebagai lembaga perumus hukum dalam organisasi sebagaimana lembaga-lembaga yang sama pada ormas-ormas lain 53 Dari produk 53 Pada ormas-oramas lain seperti Nahdlatu Ulama (NU) lembaga perumus hukum disebut Lajnah Bahtsul Masail (LBM), sedang dalam Muhammadiyah disebut Majelis Taijih wa Tajdid (MTT). Sedangkan lembaga permus hukum di Ormas Persis disebut Dewan Hlsbah. Volume 13 Nomor02llsTiQRO I

Upload: others

Post on 06-May-2022

16 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

Page 1: Konstruksi Fiqh Majlis Taujih Wal Irsyad Lembaga Dakwah

39

Konstruksi Fiqh Majlis Taujih Wal Irsyad Lembaga Dakwah Islam Indonesia (LDII)

(Studi Tentang Pemikiran Hukum Majlis Taujih Wal Irsyad LDII) Oleh : Al Furqon, M. Th.I

Abstrak

Sejak menyatakan diri sebagai organisasi terbuka dengan paradigma bam pada tahun 2005 lalu, Lembaga Dakwah Islam Indonesia (LDII) segera melakukan langkah-langkah progresif guna menyosialisasikan program­program keorganisasian. Salah satu langkah yang ditempuh LDII sebagai aksi nyata adalah dengan membentuk Majlis Taujih Wal Irsyad yang berfungsi sebagai lembaga perumus hukum dalam organisasi sebagaimana lembaga sejenis di Ormas-Ormas Islam yang lain. Hal tersebut Mengingat kebutuhan akan penjelasan hukum cukup mendesak di zaman modem ini. Majlis Taujih wal Irsyad juga memainkan peran yang cukup strategis guna membangun komunikasi antara LDII dengan Ormas-Ormas Islam lainnya, mengingat Selama ini LDII dikesankan sebagai organisasi yang eksklusif. Dari produk hukum yang dikeluarkan oleh Majlis Taujih wal Irsyad dapat diketahui pemikiran hukum yang dianut oleh warga LDII. Dan yang tak kalah pentingnya adalah dari rumusan hukum Majlis Taujih Wal Irsyad dapat pula diketahui oleh khalayak umum apakah LDII selama ini menganut paham ekstrim seperti yang dikesankan banyak orang. Penelitian ini berusaha mengupas konstruksi fiqh Majlis Taujih Wal Irsyad LDII sebagai sebuah studi tentang pemikiran hukum LDII dalam konteks sebagai sebuah organisasi terbuka.

A. Pendahuluan Sejak menyatakan diri sebagai organisasi massa Islam terbuka dan

berparadigma bam di tahun 2005 lalu, Lembaga Dakwah Islam Indonesia (LDII) terns melakukan langkah-langkah progressif untuk turut serta berpartisipasi dalam upaya membangun masyarakat sipil yang kuat. Sebagai organisasi modem LDII memiliki badan-badan otonom yang berfungsi sebagai alat kelengkapan organisasi. Salah satunya adalah Majelis Taujih Wal Irsyad yang dibentuk tahun 2012 melalui Rapat Kerja Nasional (Rakemas) LDII ke V di Bogor. Majelis Taujih Wal Irsyad berfungsi sebagai lembaga perumus hukum dalam organisasi sebagaimana lembaga-lembaga yang sama pada ormas-ormas lain53

• Dari produk

53 Pada ormas-oramas lain seperti Nahdlatu Ulama (NU) lembaga perumus hukum disebut Lajnah Bahtsul Masail (LBM), sedang dalam Muhammadiyah disebut Majelis Taijih wa Tajdid (MTT). Sedangkan lembaga permus hukum di Ormas Persis disebut Dewan Hlsbah.

Volume 13 Nomor02llsTiQRO I

Page 2: Konstruksi Fiqh Majlis Taujih Wal Irsyad Lembaga Dakwah

40

hukum yang dirumuskan oleh Majelis Taujih Wal Irsyad ini dapat diketahui proses perumusan hukum, dalil-dalil yang digunakan sebagai hujjah serta hasil akhir yang berupa rekomendasi dalam bentuk produk ijtihad.

Sejak periode awal sejarah perkembangan Islam, prilaku kehidupan kaum muslimin dalam segala aspeknya diatur oleh hukum Islam. Hukum Islam mampu memenuhi kebutuhan masyarakat karena ia terdiri dari dua bagian. Pertama, bagian yang bersumber pada nash qoth 'iy. Bagian ini berlaku universal, menjadi media pemersatu dan mempola arus utama aktifitas umat Islam sedunia. Kedua, bagian yang bersumber pada nash dhanniy. Bagaian ini merupakan wilayah ijtihad yang produk-produknya disebut fiqh. Bagian inilah yang memungkinkan umat Islam di suatu kawasan tertentu mernerapkan hukum Islam yang berbeda dengan kawasan yang lain, sesuai dengan konteks kebutuhan dan permasalahan yang dihadapi. Perbedaan produk hukum ini selain dipengaruhi oleh metode istimbath hukum yang dijadikan pegangan oleh para ulama, juga dipengaruhi oleh latar belakang sosial budaya sehingga mengakibatkan munculnya beraneka ragam madzhab fiqh.

Perubahan-perubahan sosial yang dihadapi umat Islam pada periode ·modern telah mengundang sejumlah masalah serius berkaitan dengan hukum Islam. Kondisi ini diperparah dengan lemahnya metode yang dikembangkan oleh para pembaharu Islam yang seringkali terlihat belum memuaskan. Dalam penelitian tentang pembaharuan hukum Islam Anderson54 dan John L Esposito sampai pada kesimpulan bahwa metode yang dikembang oleh para pembaharu Islam mengenai isu-isu hukum masih bertumpuh pada pendekatan yang bersifat ad hoc dan fragmented (terpilah-pilah) dengan mengekploitasi prinsip takhayyur (suatu metode yurisprudensi yang karena suatu kondisi spesifik diperbolehkan meninggalkan madzhab untuk mengikuti madzhab lainnya) serta talfiq (metode mengkombinasi berbagai pandangan dalam berbagai madzhab untuk membentuk peraturan tunggal), yang pada gilirannya akan menghasilkan pranata-pranata hukum yang serampangan arbiter, dan self contradictory55

• Oleh karena itu perlu dikembangkan suatu metode ijtihad yang dapat menjamin validitas produk hukum.

Ijtihad adalah upaya pencurahan segala kemampuan secara optimal untuk menggali hukum syara' yang bersumber dari al-Qur'an dan al­Sunnah56. Upaya penggalian hukum tersebut menggunakan metodologi pemikiran hukum Islam yang dalam wacana ilmu-ilmu keislaman dikenal dengan ushul fiqh. Sebagai sebuah produk pemikiran hukum para ulama

54 J.N.D. Anderson, Islamic Law In The Modern World, (New York University Press: 1959), him I. 55 Amir Muallim, ljtihad Suatu Kontroversi Antara Teori Dan Fungsi (Jogjakarta: Titian Ilahi Press, 1997), him 15. 56 Zahroh, Muhammad Abu, Ushul Fiqih, (Jakarta: Pustaka Firdaus, 1994), hal567. I Volume 13 Nomor 02 \lsTiQRO

Page 3: Konstruksi Fiqh Majlis Taujih Wal Irsyad Lembaga Dakwah

41

yang merupakan basil penafsiran dan pemahamnnya terhadap nash, huk:um Islam mengalami pertumbuhan dan perkembangan seiring dengan perubahan zaman, dan memiliki corak yang beraneka ragam. Dorongan keagamaan kaum muslimin yang demikian intens untuk membumikan norma dan nilai normatif Islam, menyebabkan kaum muslimin sejak masa awal sampai kini berusaha berbagai macam disiplin ilmu. Kemudian mereka mengabdikan diri di lembaga-lembaga keagamaan untuk turut serta berkontribusi dalam pembinaan umat. Lembaga sosial keagamaan tersebut mengapresiasi itikat baik mereka dengan menempatkan mereka pada posisi yang strategis sebagai upaya aktualisasi diri, seperti lembaga Majelis Taujih Wal Irsyad Lembaga Dakwah Islam Indonesia (LDII). Majelis Taujih Wal Irsyad dibentuk dalam rangkah mewadahi kaum intelektual LDII dalam mengembangkan keilmuan dalam bidang huk:um sebagai jawaban atas kebutuhan warga LDII terhadap permasalahan yang mereka hadapi.

B. Masalah Penelitian Berangkat dari latar belakang di atas, ada dua persoalan yang ingin

dijawab dalam penelitian ini adalah: Pertama, bagaimana mekanisme pengambilan keputusan fatwa hukum dalam Majelis Tarjih Wal Irsyad Lembaga Dakwah Islam Indonesia (LDII)? Kedua, bagaimana metode istimbath huk:um Majelis Taujih Wal Irsyad LDII?

C. Pembatasan Masalah Penelitian ini akan dibatasi pada konstruksi fiqh Majelis Taujih Wal

Irsyad yang meliputi mekanisme pengambilan keputusan fatwa huk:um dan metodologi istimbath hukum Majelis Taujih Wal lrsyad Lembaga Dakwah Islam Indonesia (LDII).

LDII sebagai Organisasi Sosial Keagamaan 1. Sejarah Singkat LDII

LDII yang dahulu dikenal sebagai Islam Jamaah dibawa oleh KH Nurhasan Al-Ubaidah Lubis. Nurhasan kecil yang bemama Madkhal atau dalam sebutan Jawa Madigol belajar selama hampir sepuluh tahun di Mekkah. Ketika tahun 1943 terjadi Perang Dunia II, ia kembali ke tanah air. Ia mulai berdakwah menyebarkan ajarannya yang berpedoman pada Al-Qur'an dan Hadis dalam bentuk jamaah. Jamaah berarti adanya kesadaran bahwa hidup harus dipimpin oleh seorang pemimpin yang mengarahkan dan membimbing jamaahnya. Pada waktu itu jamaah Nurhasan belum terwadai dalam satu organisasi. Maka pada tahun 1972 dibentuklah organisasi dengan nama Y ayasan Lembaga Karyawan Islam. Pada musyawarah besar (Mubes) tahun 1981 namanya diganti menjadi LEMKARI, dan pada Mubes tahun 1990 sesuai dengan

Volume 13 Nomor 02 !lsTiQRO I

Page 4: Konstruksi Fiqh Majlis Taujih Wal Irsyad Lembaga Dakwah

42

arahari-Jenderal Rudini sebagai Mendagri waktu itu, nama LEMKARl yang sama dengan akronim Lembaga Karate-Do Indo57nesia, diubah menjadi LDII (Lembaga Dakwah Islam Indonesia) sampai hari ini.

Sebagai organisasi sosial keagamaan LDII mempunyai AD/ART dan kepengurusan mulai dari tingkat pusat sampai anak cabang di kecatan-kecamatan. Dalam hal fiqh LDII berpegang pada Al-Qur'an, Hadis, Ijma, dan Qiyas. LDII tidak berpegang pada salah satu madzhab fiqh yang empat tetapi mengambil semuanya dengan memilih dalil yang lebih kuat (al-arjah). Dalam mengajarkan hadis LDII menggunakan metode tradisional, yaitu guru mengajarkan murid secara langsung mengenai bacaan, makna, dan keterangan yang sering disebut dengan istilah mangkul. Istilah mangkul berasal dari bahasa Arab "naqala"' yang artinya pindah. Maka ilmu yang mangkul adalah ilmu yang dipindahkan dari guru kepada muridnya. Dalam penafsiran, LDII memahami tafsir berdasarkan metode tafsir biZ ma 'tsur. Yaitu penafsiran ayat Al-Qur'an dengan ayat Al-Qur'an lainnya, menafsirkan ayat Al-Qur'an dengan hadis, menafsirkan ayat Al-qur'an dengan Fatwa sahabat dan tabiin. Ini menunjukkan bahwa LDII mengikuti ajaran salaf al-shalih.

LDII juga aktif dalam kegiatan kemasyarakatan. Motto yang dipegang adalah " Dan hendaklah ada di antara kamu sekalian segolongan yang mengajak kepada kebajikan dan menyuruh kepada yang makruf dan mencegah yang mungkar, maka itulah orang-orang yang beruntung58

", LDII berusaha mengejawantahkan dalam kehidupan sehari-hari. LDII aktif dalam pembinaan bidang pendidikan, kepemudaan, dan olah raga. Dalam bidang pendidikan ketrampilan, kepemudaan dan olah raga, LDII menyelenggarakan kursus keorganisasian, ketrampilan, perkemahan pemuda, dan kegiatan pramuka. Dalam bidang olah raga, LDII menyeleggarakan tumamen sepak bola sampai tingkat nasioanl dalam rangkah memperingati Hari Sumpah Pemuda pada tahu 1991, 1994, dan 1996, 2000, dan 2002. Dalam bidang ekonomi, LDII peduli dan turut serta dalam pemberdayaan ekonomi rakyat dengan uji coba mengadakan kegiatan Usaha Bersama (UB) yang berbasis di tingkat PC yang tersebar di seluruh Indonesia. 59

Sedangkan dasar-dasar sikap kemasyarakatan LDII tercakup dalam ni1ai-nilai universal berikut: a. Ta'aruf

Adanya interaksi dapat lebih mengenal karekter individu. Perkenalan pertama tentunya kepada penampilan fisik (jasadiyah),

57 Tim Direktori LDII, (Jakarta: ttp, 2003),hal 1. 58 QS: (al-Imran: 104). Ada liga motto LDII yang semuanya diambil dari ayal Al-Qur'an. Dua lainnya yaitu sural ~suf: 108 dan Sural al-Nahl: 125. 9 Tim Direktori LDII, hal 8 I Volume 13 Nomor 02 llsTiQRO

Page 5: Konstruksi Fiqh Majlis Taujih Wal Irsyad Lembaga Dakwah

43

sperti tubuh, wajah gaya berpaikaian, gaya bicara, tingkah laku, pekerjaan, pendidikan, dsb. Selanjutnya interaksi berlanjut ke pengenalan pemikiran(ftkriyah). Hal itu dilakukan dengan dialog, pan dang an terhadap suatu masalah, kecenderungan berftkir, tokoh idolah yang diakui/diikuti, dll. Dan perkenalan terakhir adalah mengenal kejiwaan (nafsiyah) yang ditekankan kepada upaya memeahami kejiwaan, karakter, emosi, dan tingkah laku. Setiap manusia tentu mempunyai keunikan dan kekhasan sendiri yang mempengarui kejiwaannya. Proses ukhuwah islamiyah akan terganggu apabila tidak mengenal karekter kejiwaan ini.

b. Tafahum Saling memahami adalah kunci ukhuwah islamiyah. Tanpa

tafahum maka ukhuwah islamiyah tidak akab berjalan. Proses ta'aruf dapat deprogram namun proses tafahum dapat dilakukan secara alami bersamaan dengan berjalannya ukhuwah. Dengan salaing memahami maka setiap individu akan mudah mengetahui kekuatan dan kelemahannya dan menerima perbedaan. Dari sini akan lahir ta'awun (saling tolong menolong) dalam persaudaraan. Ukhuwah tidak dapat berjalan apabila seseorang selalu ingin dipahami dan tidak berusaha memahami orang lain. Saling memahami keadaan dilakukan dengan cara penyatuan hati, pikiran dan amal. Allah-lah yang menyatukan hati manusia.

c. Ta'awun Bila saling memahami sudah lahir maka timbullah rasa

ta'awun. Ta'awun dapat dilakukan dengan hati (saling mendo'akan), pemikiran (berdiskusi dan saling menasehati), dan amal (saling bantu membantu).

Saling membantu dalam kebaikan adalah kebahagian tersendiri. Manusia adalah makhluk sosial yang butuh berinteraksi dan membutuhkan orang lain. Kebersaman akan bernilai hila kita mengadakan saling bantu membantu yang muncul setelah proses ta'awun berjalan. Rasa sedih dan senang diselesaikan bersama.

d. Takaful Takaful adalah tingkatan ukhuwah yang tertinggi. Banyak

kisah dan hadits Nabi saw dan para sahabat yang menunjukkan pelaksanaan takaful ini. Seperti seorang sahabat yang kehausan tapi memberikan air kepada sahabat yang lain yang merintih kehausan juga, namun setelah diberi air, air itu diberikan kepada sahabat yang lain yang juga kehausan. Begitu seterusnya sehingga semua mati dalam kondisi kehausan. Mereka saling mengutamakan saudaranya sendiri dibandingkan dengan dirinya (itsar). Inilah cirri utama dari ukhuwah islamiyah. Rasullah saw bersabda: "Tidak beriman seorang

Volume 13 Nomor02llsTiQR0 I

Page 6: Konstruksi Fiqh Majlis Taujih Wal Irsyad Lembaga Dakwah

44

diantara kamu hingga kamu mencintainya seperti kamu mencintai dirimu sendiri (HR. Bukhari-Muslim).

LDII memandang ukhuwah islamiya akan terlihat indah sebagaimana diajarkan Allah swt hila umat Islam melakukannya dengan iman di hati dan hidup terasa indahjika dalam kebersamaan.

2. LDII dan Politik Di masa lalu LDII mempunyai hubungan yang erat dengan partai

Golkar. Afiliasi LDII dengan partai Golkar terjalin sebelum tahun 1986. Dukungan LDII terhadap partai Golkar kala itu sebenamya bukan bagian dari faktor langsung yang menyebabkan terjadinya resistensi politik dari kalangan ormas Islam mainstream. Stigma kedekatan LDII secara politik dengan Golkar hanyalah merupakan keterikatan sejarah dan hanya salah satu faktor tidak langsung, yang kedudukannya menguatkan resistensi politik tersebut, setelah Golkar tidak lagi menjadi kekuatan politiik dominan yang ditakuti. Namun faktor ini tidak dapat dinafikan telah berkontribusi kepada resistensi politik ormas-ormas Islam mainstream terhadap LDII, sehubungan di masa Orde Baru mereka dimarjinalkan oleh Golkar, dan sebaliknya LDII berada di "pangkuannya".

Secara historis dapat dilihat keterlibatab LDII dengan partai Gorkar berawal pada 1970an. Warga LDII dan keluarga besar Pondok Burengan Kediri-tempat pertama kali penyebaran gerakan yang kini bemama LDII-telah menyalurkan aspirasi politiknya secara resmi kepada Sekber Golkar. Hubungan politik tersebut ditandai dengan adanya rekomendasi Sekber Golkar Nomer B349/SKB/XII/1970 tertanggal 2 Desember 1970 yang ditandatangani oleh Mayjen TNI S. Sukowati.

Dukungan politik tersebut diamini oleh pengurus LDII kota Jember Drs Sunardi,MT yang mengatakan bahwa pada zaman Orde Baru, sewaktu Pak Harto berkuasa, memang diputuskan untuk menyalurkan aspirasi politik warga LDII ke Golkar. Namun setelah era reformasi yang ditandai dengan jatuhnya mantan Presiden Soeharta dan Orde baru, dimana partai-partai banyak bermunculan dengan berbagai idiologinya, warga LDII diberi kebebasan untuk menyalurkan aspirasi politiknya. Sikap tersebut doperkuat dengan keputusan Munas VI LDII pada tahun 2005. Warga LDII dipersilakan untuk menjalin kerja sama dengan partai manapun selama kerjasama tersebut saling memberi keuntungan.

3. Sumber Dana LDII Banyak kalangan mempertanyakan asal muasal sumber dana LDil

yang nampak berlimpah sehingga LDII sebagai organisasi mampu I Volume 13 Nomor 02 jlsTiQRO

Page 7: Konstruksi Fiqh Majlis Taujih Wal Irsyad Lembaga Dakwah

45

membengun sarana dan prasarana pendukung organisasi dengan cepat. Tidak heran jika aset organisasi yang berupa gedung perkantoran, alat transportasi serta pendukung lainnya cukup reprentasif untuk sebuah organisasi modem. Adapun sumber dana LDII berdasarkan AD/ART LDII (Anggaran Dasar Bab XV Pasal 35 dan Anggaran Dasar Rumah Tangga Bab XII Pasal 30) berasal dari:

a. Modal pertama saat pendirian organisasi b. Sumbangan yang sifatnya tetap atau tidak tetap, dan tidak

mengikat c. Shodaqoh, wasiat, hibah, dan athiyah (pemberian) dari orang

per orang, masyarakat, lembaga baik instansi pemerinta maupun swasta.

d. Dana-dana yang diperoleh dari uasaha lain yang sah. Menurut pengurus LDII, di LDII banyak kegiatan berupa

pembinaan dalam bentuk pengajian yang dilaksanakan 3 sampai 4 kali per minggu. Sebagaimana lazimnya umat Islam, ketika mengikuti pengajian mereka selalu berinfaq secara suka rela ikhlas tanpa paksaan. Hal tersebut juga terjadi di LDII. Warga LDII yang mengikuti pengajian juga berinfaq secara suka rela. Dengan jurnlah warga LDII yang mencapai puluhan juta dan frekwensi pengajian yang intens setiap minggunya maka dana yang dikumpulkan tidaklan sedikit. Belum lagi dana sumbangan lain yang sifatnya tidak mengikat, maka dana yang dikumpulkan cukup untuk operasional organisasi. Intinya, dalam urusan keuangan LDII menggunakan buttom up.

4. Hubungan LDII dengan Islam Jamaah Banyak kalangan yang mempertanyakan hubungan LDII dengan

Islam Jamaah. Tidak bisa dipungkiri bahwa keterkaitan itu ada dan hal tersebut menjadi bagian masa lalu bagi LDII. Dengan paradigma bam yang diputuskan pada Rakemas VI tahun 2005, LDII berusaha melepaskan bayang-bayang Islam Jamaah di masa lalu. Dalam situs resmi LDII secara tegas LDII menyatakan diri sebagai organisasi kemasyarakatan yang terbuka dengan latar belakang beragam. Anggota LDII terdiri dari berbagai kalangan yang beragam, baik dari aspek pendidikan, profesi, status sosial, maupun aspirasi keagamaan, termasuk mereka yang dulunya "dianggap' melaksanakan ajaran Islam Jamaah.

Perubahan prilaku anggota LDII kini semakin tampak di masyarakat. Banyak warga LDII yang ikut berbaur dalam banyak kegiatan di tempat mereka tinggal. Mereka menjadi pengurus RT/RW, menjadi panitia peringatan hari besar Islam, serta aktif dalam kegiatan ber~ama baik di lingkungan setempat maupun di forum-forum resmi keagamaan seperti di Forum Kerukunan Umat Beragama (FKUB).

Volume 13 Nomor 02 llsTiQRO I

Page 8: Konstruksi Fiqh Majlis Taujih Wal Irsyad Lembaga Dakwah

46

Intinya semakin hari keberadaan warga LDII semakin terbuka (insklusif). Hal tersebut sangat berbeda dengan prilaku warga LDII di masa lalu yang dikesankan sangat tertutup. Banyak stiama negative yang dialamatkan kepada warga LDII seperti tidak mau bersalaman dengan orang selain warga LDII, menajiskan orang lain, tidak mau menerima pemberian orang lain, dan stigma negatif lainnya.

Tidak mudah bagi LDII untuk melepaskan baying-bayang Islam Jamaah di masa lalu. Ada dua faktor penting, yang masing-masing disekat oleh diskontinuitas spirit zamannya. Pertama, faktor nondiskursif, yaitu faktor yang terkait dengan domain institusional dan sistemik. Di antaranya meliputi kebijakan organisasi, langkah-langkah strategis yang dimabil organisasi, dan lainnya. Kedua, faktor perubahan cara berpikir (mindset) yang melibatkan hadimya gesekan intensif antara komunitas LDII dengan realitas baru (perkembangan zaman) dan serangkain dinamika ekstemal yang lebih berfokus pada transmisi budaya dan pengetahuan. Antara faktor nondiskursif dan faktor diskursif, masing-masing tiak dapat dipisahkan satu sama lain karena di dalamnya selalu terjadi hubungan timbale balik yang salng mempengarui.

5. Fathonah dan Bithonah Salah satu isu minor bagi LDII sampai saat ini adalah konsep

fathanah dan bithonah. Sebagian kalangan menggangap bahwa konsep fathanah dan bithonah LDII adalah menyerupai konsep taqiyah dalam theology Syi'ah. Taqiyah sendiri sering diartikan sebagai bentuk kepura-puraan dalam rangkah menyembunyikan sesuatu yang diyakini. Menurut al-Thusi dalam kitab al-tibyan adalah:

" ... menyatakan dengan lisan yang menyalahi hati karena takut kemudharatan diri walaupun yang disembunyikan itu perkara yang benar".

Salah satu yang menuding bahwa konsep bithanah tidak berbeda dengan taqiyah dalam konsep Syiah adalah Amin Djamaludin dari LPPI. Adalah Amin Djamaludin yang selama ini bersuara lantang menyatakan bahwa warga LDII senantiasa berbohong demi menutupi keyakinannya. Dia menuding bahwa konsep bithanah tidak hanya hanya menjadikan warga LDII militant tapi juga pandai berbohong demi keselamatan perjuangannya. Amin mengutip tuliasa Anang H kaharudin, pemimpin redaksi Radar Minggu Jombang yang menyatakan bahwa warga LDII bermanis-manis di muka tetapi di belakang memusuhui.

Tudingan yang menyatakan bahwa konsep bithanah LDII sama dengan konsep taqiyah dalam theologi Syi'ah telah dibantah secara resmi oleh tim Direktori LDII yang diterbitkan oleh DPP LDII. Salah satu ketua DPP LDII, Teddy Suratmadji menegaskan, "Kebetulan saya

I Volume 13 Nomor 0211sTiQR0

Page 9: Konstruksi Fiqh Majlis Taujih Wal Irsyad Lembaga Dakwah

47

juga bagian dari tim yang waktu itu tabayyun ke MUI pusat. Waktu itu, bahkan Ketua Umum DPP LDII Prof. Dr. Ir. KH Abdullah Syam, M.Sc juga disumpah untuk tidak taqiyah." Menututnya kritik yang disampaikan merupakan umpan balik gratis bagi LDII.

Fathanah dalam konsep LDII adalah semangat saling menguntungkan atau mutual simbiosis antara satu dengan yang lain. Sedangkan bithonah adalah hal-hal yang bersifat internal organisatoris yang tidak diperuntukan konsumsi publik dan semua organisasi juga mempunyai konsep "bithonah" dengan terminologi yang berbeda. Menyikapi polemik fathanah dan bithonah ini, KH Ma'ruf Amin memberikan komentar, "Taqiyah itu tidak usah kita urusi. ltu urusan dalam hati merekan. Urusan mereka dengan Allah." Menurutnya manusia tidak bisa menghakimi hati manusia. Manusia hanya bisa mengurusi hal-hal yang bersifat lahiriah, yang bisa dibuktikan dengan data. " kalau nanti ada indikasi bahwa itu (baca: sikap baik LDII) hanya akal-akalan, ya kita cabut lagi klarifikasinya. Tapi ketika dia bersungguh-sungguh (mau berubah) ya kita berika (kesempatan). Masa kita membelah dadanya." KH Ma'ruf Amin menghimbau para dai dan ustadz untuk berpikir yang jemih, karena MUI bertugas mengajak orang-orang yang sesat kembali kepada kebenaran.

6. Mengkafirkan dan Menajiskan kelompok Lain Sering terdengar di kalangan luar LDII yang mengatakan bahwa

warga LDII mengkafirkan dan menajiskan orang lain. Karena selain warga LDII dianggap kafir dan najis maka jika mereka masuk masjid harus dibersihkan dengan air ( dipel). Pemahaman seperti ini sudah sangat lazim di kalangan warga non LDII. Tidak sebatas itu saja, warga LDII juga tidak mau bersalaman dengan orang lain dan jika memang mereka terpaksa bersalaman dengan orang lain makan harus dicuci tangannya. Anggapan lain yang sering terdengar adalah bahwa warga LDII tidak mau membeli makanan di warung atau took warga selain LDII karena semua itu najis.

Tuduhan tersebut di atas tentu perlu diteliti lebih mendalam apakah benar warga LDII bersikap ekstrim kepada selain mereka. Berdasarkan wawancara penulis dengan pengurus LDII di Mangli Jember, mereka membantah semua tuduhan itu. Sebagai bukti nyata adalah masjid Ar-Royyan yang dibangun warga LDII berada di pinggir jalan Hayam Wuruk mangli Jember. Masjid tersebut terbuka untuk umum. Setiap jum'at banyak warga non LDII melaksankan shalat jum'at di masjid tersebut karena posisinya memeang strategis di pinggir jalan. Setelah shalat jum'at selesai tidak dibersihkan (dipel) dan bagaimana ngepelnya kalau seluruh bagian dalam masjid dilapisi karpet dan diikatkan satu sama lain supaya tidak dicuri maling.

Volume 13 Nomor 02 jlsTiQRO I

Page 10: Konstruksi Fiqh Majlis Taujih Wal Irsyad Lembaga Dakwah

48

Demikian pula dengan tuduhan bahwa warga LDII tidak mau membeli makanan di warung orang non LDII. Tuduhan ini juga dibantah oleh pengurus LDII Jember, Sunardi, ST, MT. Sunardi mengatakan bahwa di Jember banyak sekali anak-anak LDII yang kuliah baik di Universitar Negeri Jember (Unej), Poli Tekhnik Negeri Jember (Polije) dan Sekolah Tinggi Agama Islam negeri (STAIN) Jember. Mereka semua rata-rata indekost dan kalau makari mesti ke warung-warung. Betapa sulitnya anak-anak itu kalau tidak mau makan di warung milik warga non LDII. Adapun berkaitan dengan tidak mau salaman warga lain selain warga LDII. Hal ini perlu diklarifikasi. Menurut Sunardi bahwa memang benar warga LDII tidak bersalaman dengan orang yang bukan mahramnya. Misalnya laki-laki bersalaman dengan perempuan yang bukan mahramnya. Tetapi salaman laki-laki sesama laki dan perempuan sesama perempuan, maka hal itu tidak menjadi masalah.

7. LDII dan pesantren Sebelum membahas tradisi keilmuan warga LDII, terlebih dahulu

hams dipahami perangkat keras dan perangkat lunak yang dimiliki organisasi ini. Sarana fisik itu salah satunya adalah pesantren. Meski tidak sepopuler di NU, LDII juga mempunyai banyak pesantren. Umur pesantren di LDII juga tidak setua umur pesantren di NU. Adat istiadat dan tradisi pesantren LDII juga berbeda dengan pesantren NU. Santri di pesantren NU mempunyai ciri khas yang mudah dikenali seperti cara berpakaian. Sarong, kopiah, baju koko, sandal bakiak merupakan ciri ketradisionalan pesantren NU yang tidak dijumpai di pesantren LDII. Namun demikian secara umum pesantren di Indonesia mempunyai banyak kesamaan.

Unsur-unsur pokok dalam pesantren adalah60:

a. Aktor atau pelaku: kyai, ustadz, santri dan pengurus. b. Sarana perangkat keras: masjid, rumah kyai, rumahlasrama ustadz,

pondok atau asrama santri, gedung sekolah/ madrasah, tanah untuk olah raga, pertanian atau pertemakan, empang, makan dan sebagainya.

c. Sarana perangkat lunak: tujuan, kurikulum, kitab, penilaian, tata tertib, perpustakaan, pusat dokumentasi dan penerangan, cara pengajaran (sorogan, bandongan halaqah/1

, ketrampilan, pusat pengembangan masyarakat dan sebagainya.

Di dalam terminologi LDII, pondok pesantren dibagi dua macam, pondok pusat dan pondok mini. Pondok pusat LDII adalah Pondok Wali Barokah di Burengan Kediri, Pondok Kertosono dan Pondok Lengkong.

60 Mastuhu, Dinamika Sistem Pendidikan Pesantren (Jakarta: INIS, 1994), htm. 25. 61 Dalam kitab Ta 'lim ai-Muta 'alim dijelaskan bahwa kepada anak seorang guru, santripun harus menghormati sebagaimana gurunya. Santri tidak boleh berjalan di depan guru, dan berbicara di depan guru kecuali atas izinnya. Santri tidak boleh mengetok pintu rumah guru, melainkan harus bersabar menunggu sampai guru keluar dari rumahnya. I Volume 13 No mar 02 llsTiQRO

Page 11: Konstruksi Fiqh Majlis Taujih Wal Irsyad Lembaga Dakwah

49

Disebut pondok pusat karena santrinya berjumlah di atas seribu orang. Pondok pusat merupakan tempat ujian bagi calon mubaligh dan mubalighat LDII. Setelah mereka lulus tes mubaligh dan mubalighat, mereka dikirim untuk bertugas ke seluruh Indonesia. Mereka ditempatkan di masjid-masjid yang terdapat Taman Pendidikan Al-Qur'an (TPA/TPQ) di seluruh Indonesia bahkan di beberapa negara tetangga seperti Malaysia, Singapura, Thailand bahkan ada juga yang bertugas di Australia. Sekarang ini warga LDII ada di 33 negara62

• Setiap warga LDII dalam satu komunitas memerlukan mubaligh. Pondok pusat LDII pun setiap bulan mengirim 300 mubaligh dan mubalighat ke berbagai tempat. Sedangkan tipologi pondok mini seperti pondok brangkal adalah pondok yang jurnlah santrinya berkisar antara 30 sampai 100 orang. Para santri berasal dari berbagai daerah. Kelebihan pondok mini dibanding pondok pusat adalah kegiatan amal shalihnya lebih sedikit karena area pondoknya kecil. Materi yang diajarkan hanya kitab himpunan hadits. Jurnlah guru di Pondok Mini berkisar lima orang dan dibantu oleh beberapa orang pengurus pondok.

Materi yang diajarkan di pondok pusat juga berbeda dengan pondok mini. Di pondok pusat LDII, seperti pondok Wali Barokah Kediri, materi yang diajarkan adalah selain Al-Qur'anjuga hadis-hadis besar seperti Shahih Bukhari, Shahih Muslim, Sunan Ibn Majah, Sunan Abi Dawud,Sunan Tirmidhi, dan Sunan Nasa'i (kutub al-sittah). Kelasnya di bagi menjadi 3 kategori. Pertama, kelas cepatan, maksudnya pengajarannya dilakukan dengan cepat. Kelas ini diperuntukkan bagi siswa yang masuk kategori pandai. Kedua, kelas lambatan, kelas ini dikhususkan untuk siswa yang membutuhkan waktu lebih lama untuk memahami materi pelajaran. ketiga adalah kelas khusus bahasa jawa. Sedangkan materi pondok mini adalah kitab-kitab himpunan. Kitab himpunan adalah kitab hadis yang disusun sederhana berdasarkan tematik. Ada 15 macam kitab himpunan, di antaranya kitab al-shalat, kitab al-zakat, kitab al-shaum, kitab al-hajj, kitab a!- ahkam, kitab jannah wa nar, dan lain-lain. Masa belajar siswa di Pondok mini berkisar antara l 0 bulan sampai setahun tergantung kemampuan siswa. Setelah itu mereka mengikuti tes mubaligh atau mubalighat di Pondok Kediri. Adapun biaya untuk mondok semuanya gratis kecuali untuk biaya makan sebesar 170 ribu per bulan63

Majelis Taujid Wal lrsyad Sebagai Komisi Fatwa LDII.

Sejak diresmikan di Bagor oleh Wakil Presiden pada tahun 2012 lalu, Majelis Taujih Wal Irsyad segera merumuskan alat kelengkapan organisasi dan menyusun program kerja. Berikut ini adalah deskripsi tentang Majelis Tauijh Wal Irsyad.

62 Disampaikan pada pengajian bulan ramadhan dimasjid Baiturrahim Pogung Baru, Jogkalarta. Kamis, Agustus 2012. 63 Wawancara dengan KH Yazid Abdullah, salah satu pengasuh Pondok Brangkal, Sabtu 8 September 2013.

Volume 13 Nomor 02 llsTiQRO I

Page 12: Konstruksi Fiqh Majlis Taujih Wal Irsyad Lembaga Dakwah

50

Nama

MAJELIS TAUJIH W AL IRSY AD

a. Majelis b. Taujih c. Irsyad

: Institusi I lembaga Islami : Memberi pengarahan : Memberi petunjuk (teori & praktek)

Singkatan : MTI (DPP LDII)

Motto

Konsisten dalam me-realisasi-kan nilai-nilai Islam Relevan di setiap waktu dan tempat.

Latar Belakang

a. Realitas kehidupan yang selalu berkembang tiada henti dari masa ke masa sehingga problematika di segala bidang selalu muncul dengan variatif dan komplikatif.

b. Universalisme syari'at Islam yang pasti mampu menjadi solusi setiap permasalahan di segala aspek kehidupan, harus di realisasi-kan.

c. Kondisi spesialisasi (Takhosshush) keilmuan dalam kehidupan modern dan sulitnya dijumpai seorang cendikiawan muslim yang ensiklopedis (Mausu 'iy !Muj 'tahid muthlaq ).

Hal tersebut diatas adalah beberapa faktor yang secara aksiomatik (Badihiy) menunjukkan keniscayaan terhadap urgenitas kegiatan Ijtihad kolektif (Jama 'iy) untuk menghasilkan fatwa - fatwa kolektif yang rensponsive, adaptif, obyektif, Komprehensif sekaligus aplikatif sehingga nilai- nilai elastisitas (Muruunah) syari'at Islam bisa di rejleksi-kan dan di implementasikan dalam realita kehidupan sosial masyarakat untuk mewujudkan mashlahat bagi seluruh umat.

Visi

Terwujudnya sebuah majelis yang mampu mengkoordinir Ulama' - Ulama' dan pakar- pakar keilmuan dalam kinerja yang harmonis, untuk meng­Optimalkan aktifitas da'wah yang ter-organisir, Dinamis, Aktual, Profesional, serta ikhlas dalam menyampaikan kemurnian agama islam pada seluruh umat.

I Volume 13 Nomor 02 llsTiQRO

Page 13: Konstruksi Fiqh Majlis Taujih Wal Irsyad Lembaga Dakwah

51

Misi

a. Da'wah bil haal wallisan ( Teori dan Praktek ).

b. Mengejawantahkan dan mensosialisasikan nilai - nilai dan prinsip -prinsip Al-qur'an dan Al-Hadist secara praktis, sistematis, dinamis, dan universal.

c. Memberi kontribusi untuk mewujudkan kondisi ideal keagamaan masyarakat dengan selalu responsive terbadap problematika aktual -faktual serta menawarkan solusinya secara Sar 'iy.

d. Menjadi mediator bagi generasi yang mempunyai kualitas sumber daya manusia, Integritas dan moral yang tinggi sebingga mampu mengkaji dan menggali ajaran Islam secara logis, obyektif, komprehensif, dari sumber aslinya Al-qur'an dan Al-Hadist.

e. Ikut andil dalam menjaga kelestarian kemumian ajaran Islam dengan memabami Al-qur'an dan Al-Hadist dengan berbagai Interpretasinya sebingga agama Islam yang merupakan Rohmatan Lil 'Alamin bisa ter­realisasikan dalam realita kebidupan.

Program kerj a

a. Pemberian fatwa agama.

b. Kajian, diskusi, dan seminar kegamaan.

c. Penyusunan buku -buku pedoman ibadab.

d. Perumusan kurikulum pendidikan.

e. Penerbitan produk- produk majelis dalam masalab agama dan da'wab.

f. Publikasi dan sosialisasi produk- produk majelis.

g. Tafahum dan ta 'awun (Berbagi dan Bekerja sama) dengan majelis -majelis hukum yang lain.

Target pencapaian dan harapan

a. Mengabantarkan umat dari kebodoban kepada pengetabuan.

b. Dari pengetahuan kepada pemikiran.

c. Dari pemikiran kepada 'azam (niat kuat).

d. Dari 'azam kepada amalan.

e. Dari amalan kepada basil.

f. Dari basil kepada keridboan Allob SWT. Volume 13 Nomor 02 llsTiQRO I

Page 14: Konstruksi Fiqh Majlis Taujih Wal Irsyad Lembaga Dakwah

52

Dasar-dasar pembahasan (Mabadi al-bahst)

a. Mengetahui wahyu dan pengunaan yang tunduk keapadanya (al-iman bi wahyi wa i'mal al aqal khadhi' lahu)

b. Ijtihad yang berkelanjutan (istimror al-ijtihad wa rofadh an ta 'adhi tsawabit)

c. Mempermudah dan fleksibel dalam dakwah (Taisir ji al-khutwah wa tabshir ji dakwah)

d. Berpegang teguh pada sumber primer (Tammasuk bi al-ashalah ma 'a al harsh ala al mu 'ashirah)

Rujukan (al-Mashadir)

a. Al-kitab (al-Qur'an) b. Al-sunnah (al-Hadits) c. Ijma' (Kesepakatan ulama) d. Al-fatawa wa al-aqwal (fatwa dan pendapat ulama) e. Al-aql (akal) f. al-funun (seni) g. al-urf(kebiasaan)

Lapangan pembahasan

Untuk lapangan pembahsan ini Majelis Taujih Wal Irsyad membagi menajadi dua: permasalahan dan target pembahsan.

Permasalahan yang dibahas meliputi:

a. Aktual (al-Mutahadistat): tidak dapat dipungkiri bahwa masalah yang dihadapi umat Islam menhadapi masalah-masalah yang berkembang sesuai dengan perkembangan zaman.

b. Perkara yang berubah (al-Mutaghayirat): masalah-masalah dalam kehidupan sehari-hari senantiasa berubah yang membutuhkan penjelasan yang relevan dengan perubahan zaman.

c. Tarjih (al-tarjihat): umat Islam sering dihadapkan pada banyaknya rumusan-rumusan hukum yang beragam. Untuk itu Majelis taujuh Wal Irsyad memberikan penjelasan yang bersifat menguatkan di antara rumusan-rumusan hukum yang telah ada.

Sedangkan lapangan pembahasan meliputi:

a. Perorangan (jardiah): MTI memberikan penjelasan hukum bagi setiap warga LDII yang menghadapi masalah dalm urusan ibadah maupun mu'amalah

b. Keluarga (usriah): setiap keluarga LDII juga tidak lepas dari permasalahan hukum yang memerlukan penjelasan. Untuk itu MTI hadir untuk mereka.

I Volume 13 Nomor 02 llsTiQRO

Page 15: Konstruksi Fiqh Majlis Taujih Wal Irsyad Lembaga Dakwah

53

c. Masyarakat (ijtimaiyah): masalah kemasyarakatan dimaksudkan sebagai sumbangsih pemikiran MTI bagi seluruh warga Indonesia yang membutuhkannya.

Adapun pembahasan mengenaui kemasyarakatan dibagi menjadi tiga:

a. Lokal (mahalliyah) b. Nasional (iqlimiah!wataniah) c. Kawasan (dauliyah)

Standard pembahasan

a. Teoritik (nadzariyah) b. Praktis (Tathbiq)

Target pembahasan (ahdaf al-bahst)

a. Menemukan yang bel urn ada (Ikhrira al-ma 'dum) b. Inventarisir masalah (Jam 'u al-muftarifah) c. Melengkapi yang kurang (Takmil al-naqis) d. Menjelaskan yang global (Tafsil al-jumal) e. Menyederhanakan (Tahdhib al-matul) f. Menertipkan yang berantakan (Tartib al-mukhalath) g. Menentukan yang samar (Ta 'yin al-mubham) h. Memperingatkan kesalahan (Tanbih al-khatha') i. Menjawab pertanyaan (Jjabah al-su 'a!) j. Memecahkan masalah (Tahlil al-mas 'alah)

Praktik pembabasan ( dhawabit al-bahs)

a. Berpegang pada Al-Qur'an, al- Hadits dan atsar (I'timad ala kitabillah wa sunnah wal atsar a 'immah ).

b. Menetapi manhaj dalam menentukan dalil (iltizam al-manhaj iltira 'I fi is tid! a!)

c. Menghilangkan ra'yu dalam agama (adam al-khaudh fi al-din bi ara' wa a! uqul)

d. Menjaga adab pembahsan ( mura'at adab al-bahs wa al-munadirah) e. Mengikuti kebenaran tanpa fanatic golongan (tajarud li ittiba 'I al-haq

wa akhdab li dalil duna ashabiah wa al-hawa)

Etika pembahsan:

a. Ikhlas karena Allah (Ikhlas li allah) b. Kompetensi (Ta 'ahul amaly) c. Sabar dan tidak sombong (Sabr wa a l-ana 'adam al-kibr wa al-tljub bi

ra 'yihi) d. Semangat kebersamaan (al-nafs al-ta 'awuni wa al-jama 'y)

Volume 13 Nomor 02 llsTiQRO I

Page 16: Konstruksi Fiqh Majlis Taujih Wal Irsyad Lembaga Dakwah

•! ;-\~ /.[; ''' \I'.-,\

~-~_nf.i·y· f.li~~JflfAJni ;:;~.nfi··H dl:Tt.·l' .. ·~ f::~r;d fTtv1 n.u-u)iri:··Jn ;-:~:·:.:_~fJGGrf:;_: ... ; -~·~.t/:~_;>

T"abapan pemballasan: - :; :. ; I(! b.'' 'I i' ; lr r;' ii'.> if'

a. Pene.nh'~n.mac<>l<>h/tt;~,hd;Aal;;mcwAfHJ.-; "'' ::·><:···-·,.,·! .. , .. _ ... :·r'J'<;,., ... , ,., .,,,.r. :. b. Pen~ifg~~,~~Q~hJiJ·;}~·~;;J~m ..... ,_. · ~o~ .... ""- ·' ... ··~ _,,.,., ...

c. Telaah referensi (al-ihatha ala al-masadir wa dflmc:Wt:tjrl)'''i !r;!n.l .r.

d. Mencatat perhatian dan perktaan\ 1\yang' ·:,·b~kia'fHtn\ i denganV judul pembahsan(tadwin al-mulahadha wa al-aq...V'tif.; 'ill·' 'in'ut&Jii:jdh >lbPal-

maudhu'): ,,,. ·vrb;'''l''·'": ('·!"l''"' •;; e. Telaah referensi (al-ithla' wa istiqra' ala al-mashadzr'wa''at:.fha'ra}l'')':'" ' f. Diskusi (al-munaqasah wa al-munadhirah ): :: ,-,, ... ; ·. '·' .~'-J' ,- ) Ad i·;:: ,r .r; g. Komperatif dan tmjih (al-muqaranah wa al-tarjih ')Mil·,aMntiq.aii)l'i .d h. Penetuan hasil akhir (taqrir al-nataij): . . . . ,.

{E·!~(~~.if.~- ~.f: ~;-.;~~)~1;:;) Hi.:::t:t.:-1r~;ffif~·~>.q 1'::}~~1i~ ~~

Kerangka Metodologj~~~~~~~~~~~- ~~~~~~~~~S'i,~1 I,~~i,}~1~~~~~ ~~~.t~d ,; Setelah menganalisis p:ro.dJrlk, pemikira:n ~·.huktinidslam: :Majte1is: : [' auj ih

Wal Irsyad dalam bidang A~icil{lh~, iba'dah\·.fuiJiamala:h1maurp~rLsosia1( maka dapat diketahui krangkah m~Gidolggis\'l}!tHinikiirtub cjhnkum.!-Islain::!Majelis Taujih Wal Irsyad sebagai berikut.i \i~\•,_\1\\-\·., r\\1\1·,1\\ \ ·~ : r:r;/r:u;rJ uk:I~''·' fi __ ,

(\\\\~\\-j~,--}.\\~'.1.-·\r, A\\'·~~·;\'·.~ ru~Ar:!n~~l~}l".i ~ .. ~yti:.\ :it)c~i.i·r~ .. n~~~··.t1 .~t

Beristidlal dengan nash 1\\-:;g~~~:\~:~\~"~~~b~l,a~Jl~c, :Jri!;.·• 11 .!.:il:: 1 ;1:;:vt '!

Dalam menjawab r p~r§tllirflspbt~~li1ri •hUIIWm;>iyan.g: ';(iiajuRan; i'l(ephda Majelis Taujih W al Irsyad, terl'ebih-''dahtilu\\ Maj1eHs:> l'f'aujfu::; Willi -I:Irsyad menjawab berdasarkan nash (1\ll~Qut?-an\·· -diin1 ·al-Hildi.tsi;di a:allaln-' menetapkan

h~kumnya.64

Sepe~i _ke:ika menja~~~\,·r.~.~~?X~~R~rf~V\~P%;;R:r/H,~~ha\1 1~~~P'; ktblat yang selama m1 drrasakan warga LD1I kllrang pas. Dalam Jawa£annya Maj'eiis, · lfaujili.M\ul Irsyad rbeui&tidl~l;l:fungarr firmah iAl1ab::q ·rr; '!.c·' p :.o H :;

~ 0 0 0

'1!1 "" .\·\,\) ;'·:< 0,~\\\~~.\.,.'Y .'·'.\\~.\}~;I ,=.~.\\\';! t~)f ,..

'\~ ~~-. ~!&h~l.~i~i:IJ).,~.~:;o~r~~l~~~~J~~~;~ I.$~ :U ~ J 0 .4 .; ... ... 0 .J Gl ~ 0 J. ., \\ • .fl , J.

. W -~~ tlJ1 ~J ', ~) '. ,,J;JI Ai\,1)~ y~llj§j.~l_l)!j op ~~-~·f~~j! ~ \'>',;, ,,~;"~;.,,~,-·,;, -.'\. ~\i\-*'A·'·'··, >~.\\:.\'·,·: 1 t\il~r>'~J.: rr;s 1.<.:L uv ::·r !i :~::,;;;;,::t~t·~!'/1 _.·~,_,_

(\~',\;"~:. \;~·. L~-";i LJP (\\\_··:\·\\)1\\1\'\'if\~\n ·u·ti -n\•.;\\ .\···- .. \·~·;\·.'":.: \,·_.,' '.':;::;\~ 1• 'l fd,·,_.:riL;(i~n·.Jq d~~1x_: Jl~d};;·J~.~~\.1~ .b

.. ~~A- \\~v~g'ffi\~ \ ~p;u;\ ,~,trr\n:g, ~mtM~Stt, mW.ffi-nii1-bme~Wngg,St~~ ~' Jii~gjh: ~!lka sungguh kami akan meiDf\\i~l\~, ~~; ~.i,1:?.4-t,-.:v;wg., ~<lflm, -~¥1;\ai,., ;ffl:~#?-~!1-nnlah mukamu kea rah masjidil haram dan di mana kamu berada palingkannyalah mukamu ke arahnya. Dan sesungguhnya orang-orang YaJ\ootlr~hifi!N'asrtin{i

"Yaitu menjadikan Al-Qur'an maupun al-Sunnah sebagai sebagai!~alll'illi-l~ttnht,.mMa~kai.'tfui<Jm(ijeflliisa-lkan-~urat {1_\i~-fP.\'\~~.:!-~;:.l \1.\!j '\•:

1\\/ ... \\.; \\';t·l\,.~·,·1:.\·i\J-\L '.,·;1 -\(~\.?-:.J~~ ;-ili,~~:.~&~i~~~:·~( .• d ·~~\~ &. c~/j~J. ~1~~ili~1u~J ~·-~~ ~· ·.i ~JJJ" JrY rr<J ,.....,..-~.,.,~~- . H"r -.r

Katakanlah jika kamu benar-benar mencintai Allah, ikutilah Aku, niscaya Allah mengasihi d~ me~)iJd,p~hi dosa-·

dosamu. Allah Maha 'l!enganlp~n\!Agi:Malia Penyayang. \ :· j: ~~~j; ~~ ~ ~~}~ ~~;~ ~l ;l~(~~;'~/ Jyi Ill S'l:j,\Pgguhnya Kam~r~~I!~[U}jjc~n, \<i,lflj>.,~ep~d~ff!~J!~I'fgan meru'bawa kebenaran, ·s~paya kamu ru'engadili 'antar~ m~sta dengan apa yang teliih Allah wahyulnin kepadamu. Dan Janganlah kamu menJadt penentang (orang yang tidak bersalah), karena (membela) orang-orang yang berkhianat. I Volume 13 Nomor 02 \lsTiQRO

Page 17: Konstruksi Fiqh Majlis Taujih Wal Irsyad Lembaga Dakwah

55

yang diberi kitab Taurat dan Injil memang mengetahui bahwa berpaling ke Masjidil Haram itu adalah benar dari tuhannya, dan Allah sekali-kali tidak lengah terhadap apa yang mereka kerjakan. (QS Al-Baqarah: 144)

Mempertimbangkan mashlahah65

Majelis Taujih Wal Irsyad dalam menjawab persolan hukum Islam selalu mempertimbangkan mashlahah. Menurut Majelis Taujih Wal Irsyad dalam bidang ibadah, hams berpegang pada Al-Qur'an dan al-Hadits. Tidak akan sah ibadah makhdhah seseorang, bila hanay berpegang pada kaidah­kaidah al-mashalih al-mursalah. Juga tidak sah hila berpedoman pada qiyas, karena maksud utama beribadah kepada Allah adalah hanya untuk mencari ridha-Nya. Dengan demikian ibadah itu merupakan hak prerogative Allah sendiri, bukan orang lain.

Adapun dalam bidang mu'amalah atau masalah-masalah yang menyangkut fardhu kifayah, dalam hubungan kehidupan untuk mensej ahterahkan sosial, prinsipnya adalah memelihara kemashlahatan duniawi yang dapat dipikirkan oleh akal sehat. Karena itu ulama sepakat dalam urusan mu'amalat dan kebiasaan (uri) kita perlu memperhatikan illat (latar belakang munculnya hukum), yaitu hukum yang memperbolehkan atau melarang berbuat sesuatu, seperti dalam bidang ekonomi berupa upaya mencega sekaligus menekan sedini mungkin angka kerniskinan, meningkatkan tarap hidup ekonomi masyarakat melalui penyediaan lapangan kerja. Di bidang sosial; menegakkan control sosial, menekan angka kesenjangan sosial dan lain-lain. Jadi dalam bidang mu'amalah pertimbangannya adanya mashlahah atau mafsadah, manfaat mudharat sangat menentukan hukum suatau perbuatan.

Pada tataran aplikasinya ketika Majelis Taujih Wal Irsyad ditanya tentang hukum merokok, secara tegas Majelis Taujih Wal Irsyad menjawab haram hukumnya. Hal demikian itu karena mengingat madharat dan mafsadah yang jelas pada aktifitas merorok dan hal itu diperkuat dengan adanya peringan dari pemerintah tentang bahayanya merokok bagi perokok aktif maupun perokok pasif.

Begitu pula ketika Majelis Taujih Wal Irsyad ditanya tentang hukum kurban secara patungan atau kolektif. Majelis Taujih Wal Irsyad berpendapat tang bolehnya kurban secara patungan atau kolektif. Hal tersebut mengingat mashlahah yang ada pada kurban patungan. Dengan berkurban secara patungan manfaat yang didapat adalah besamya semangat untuk berkorban dapat terealisasi. Semakin mahalnya harga hewan kurban dari tahun ke tahun

65 Kata mashlaha berasal dari bahasa Arab dan sudah dibakukan dalarn Bahasa Indonesia. Mashlahat merupakan salah satu metode berpikir untuk mendapatkan kepastian hukum terhadap suatu masalah atas pertimbangan mashlahat (manfaat dan mudharat) disebabkan tidak adanya nash atau ijma yang menetukan hukurnnya.

Volume 13 Nomor 02 JlsTiQRO I

Page 18: Konstruksi Fiqh Majlis Taujih Wal Irsyad Lembaga Dakwah

:56 :; fid ~)Cp:~/.-j L ·.r-rdG.--j i.u ~: .~; r~r\F~ ~;:fl gnen: ~.:r~r ) [(_~·ti. :;!: ~-: .:rn u ;~ · f' d CJ :-:A i·.l'jd t b ~:. r; c ·< -!cbi: iL_;~·{-ii:..:>l~J2 -r~.i:~iL!\ z"i!)J J.:ynnr~i11J i·u:J., l:·:.:i:)r:j ;·lr.u-)Lr..: 1JJi iT!Ftsf·i !i.bti~~;;t,/1

menj adikail( iW~rg~(Jl<;~w»J.iptJp: 'uii,tW<., R-~~'?~~~P,{ ~$~\fW<:! 'w~ixi4u;.:o m$~ j mrP.?n secara patungan atau kolektifbisa menjadi,.pili~a11 ~eini kerriaslilahatan. -·

·- ~·} n:: ~:~ 5 ~l-? .fJ r~·, n. f,; .)~~~i1 ,:·~ ~~ rn , 7 ., ::.;; r~ ~.n s ~\'1 Menggunakan Kaidah Fiq hiyah 66

rrn~};\ unrA:Jrf rn)(l?T.:f.J dir·//f:l:i.~Ci! n·L:.\;h J·Jb\·~:·:1! {(l·t/ .di~_u:~T :~.(~--.i(f/v1

tJ:,v~;t0i:'J:~nta,:t;~r:l).ai4~n.".fJ.H4i!Y.l\r¥wn.g .4J:£WlW.kJin .Q),t;}.IJ,'!~j~H%q'Ml:~j~l:J,J:W9J Jir;~yjll;d P:alli>i!)rpnen§t~tp~-a~,~~W11,ijp,lflr~~~~~Wy'd :o :::r: JL!)I:~!! :,nc'J;,: :;o;!cn

. :~~~: ~Jii[~ _, Li);;r;. ,:;::,':t:·~::~:1':!1 ,;; :~::1'~;~, ,;: ',; :;;, ; ~-~~:~~~; ;''' :,;';\,=,:,,·~.I;','~;-":;~-~~~~~~~' ~~k~~~ :i,~~llii~~li~~ffiK4~fW~ ~~~g~~ m~~~I?rt' ''::~~~.:~~>.~i:'lJ: !~; :.:';~.: ._;~· ,',' .:lj ':·! .dr~~:.~,/~; ·:;~·.~·: ::

''io"l "''LlC• w:Aii1Jij!_i~~1

{)/"(··r ,.:l'[····-~r·l·''· ,.l.,·,l,, .. -.... -, ,. • '.·.·- -·~r·(•-·-'ft'' ;·.-.-· ~ f~rf\i(< ]'('1 '_;·,1,<_.,:.-.' .. '· .. IJn,:.._·f_,_/· .. ·c" "·· ',,,en'·'' : ··.·." kan ·. J ud_~·.·at h_ ~"· 's' ]J_·~ ilah kan_:··· :' . -"'. >\iXf!Hg ~l!:(}H-1-J.?H-~--~~ ~ij~~:l\,~~;!r; 11fn~-4r~-~~ ~fS:·{:-~-l~ ·1 i:d~_j·u~·f ~~_!.?1~-FiJ.:.'(n·:nn ! 1 1 ' i!. rt<.~1da11' :u~hu1'fiqh idi-'atas' dtgi.makan I daltlftfl menj a wahl liu'lGlm ifiHirokoki I 'Begftu '~pu1it I kdfil&.i :M:ij e lis:: 1'tuiJ1&: Wal' ltl'!yad! i·dttailyar;ltehtatrg i httirui:h '··lliertonh.lh'itnfullihlli:i~n't ( y3:ng lieri~i ( tentahg; 'g6s~ip(i gliibah; r daifl perteiitling · : dala:m'l rmlisalah • 'rumalf 'tanggaJir! arli<s; · maka I 'MaJehs · '·'Fauj in' 1\W:~ ,.:Irsyaid ·•menggunkari ka1\1~1i'fiqhiyah::J ;u•;;,~;! ' ;:,;q:;,, ,,;J:;:.·:J,; ·,, ''·h:::• 1 ~·:,rt•;i:•ci'

.!ii::;;~;[:~rrr;·Jtl :;):.::Pi') l'(;/:.~iJ!:·r~ !:l-:L ;;..: ·u.)~;r.:~~r~·: ~~J\~. ·1 ..!~ .. ·(: :,.~J_'.; ... :n.:~r":

!'iL/'-)fJ:.·r;·\ .ir-.i~:r:;.~ !~·~·:.:tJ.1 :. _)_~(;3-J_::. :'jli 1 ,\!~;~(·~. /..:.1;\)LH:i .rJ .t\·!:::·1 r.:f:;·~_r;;:;r~tll

fi_, , .-Yr'i!V:g,memrMfl~an ,l)~P.Wil s~m,ua hl.!l)1ang dap~t::t;netryt:)qphkan t~ri~WY# ·m~t:W!~tm1wWG~cmrJ:~,df\llJ:h h~AP}·!; :;: : '.'f ... •(',!;:-;::;,,,,,, ~, il:'.:l ;: : ;,·,ur::_(;!:r!;:;;;;.,,i

I', j c; ; A'iJ~BH~ <>iertf.$!Wfltia' kertis~kan '~ahg T ~aitri~ 'bettetifungaif i ililika h&iis diperhatikan salah satunya dengan mengambil kerusakan yang lebih ringan.

;,::::,:·~;!:·-:: .... ;..J,\!~ r'·.r;.·::,:rl l!l~r:.• :";:_,L.\·.·,: :!.Li:_,: .:1 .. ·:/1:-'., ,,,_,·,~.;lo~!.·::r •:~1::; ·,,i·.··.:• ,:; .. ,,·.·r· _;~,:·· i!l.l: .. -

66 'Kaidah Fl\II:>}(Ya\;; \I!I~)P,)l, jgljc;lil)l~l.v!.ipah, YWI» yang m~liRtJti,;~~l\lf\lb1;-~baf18.,!'l~~ll!li,l)las~l~~, xapg_.l)l<;tli.~di p~;l:),oman untuk me~e,\'IPW~!Jc lln,!lq.lffi, ~~01' _peri,s\i'!"a. fiqhiyyah baik yang Ielah ditunjuk oleh nash yang sharih m\Wpun yang belum adii'nasht\ya sama sekali. Baca Mukhtar Yahya dan Fatchurrahman, Dasar-Dasar Hukum Fiqh Is/ami, Cetakan III (Bandung: PT. Al-Ma'arif, 1993), 485. I Volume 13 Nomor 02 llsTiQRO

Page 19: Konstruksi Fiqh Majlis Taujih Wal Irsyad Lembaga Dakwah

57

Pola pikir kontekstual, praktis dan tidak kaku

Pola pikir kontektual dalam memahami syara' (maqasid al-syari'ah) mempunyai kandungan yang sangat luas. Mujtahid bisa menggunakan pendekatan apa saja dalam memahami syara', asal misinya tetap yaitu kemashlahatan umum. Ia mengaitkannya dengan latar belakang kondidi sosial dimana atau kapan wahyu (teks) turun, mengaitkannya dengan latar belakang kondisi sosial, politik,adat istiadat dimana ia tinggal, kontemporer, dan kaitan-kaitan lainnya adalah termasuk dalam cakupan kontekstual. Memahami maksud nash adalah mencari makana di seberang teks, selagi hasil yang diperoleh tidak bertentangan dengan teks-teks tersebut, kecuali teks-teks terse but bersifat multak.

Dalam konteks ini kiranya dapat dijadikan contoh tentang pola piker kontekstual Majelis Taujih Wal Irsyad yaitu ketika ditanyakan kepada Majelis Taujih Wal Irsyad tentang hukum kurban patungan atau kolektif atau perubahan posisi masjid karena ditemukan alat yang canggih yang dapat mengetahui posisi ka'bah yang lebih tepat. Dalam pandangan Majelis Taujih Wal Irsyad perubahan arah kiblat karena kurang pas harus dilakukan dengan pengawasan ahli teknologi dan dalam praktiknya disaksikan oleh pejabat yang berwenang dari Kementrian Agama. Alasannya adalah semakain berkembangnya ilmu dan teknologi yang memungkinkan untuk melakukan pengukuran kembali arah kiblat yang kurang presisi meskipun hasilnya tidak harus membongkar bangunan masjid tetapi cukup menyesuaikan shafnya saja.

Begitu pula dengan kebolehannya kurban patungan, dalam pandangan Majelis Taujih Wal Irsyad kurban patungan atau kolektif diperbolehkan menginggat harga hewan kurban yang terns meningkat dari tahun ke tahun dan besarnya keinginan warga untuk bisa berkurban. Dalam konteks kekinian adalah semangat untuk berbagi bagi mereka yang kurang mampu. Dengan banyaknya daging kurban yang didapat dari kurban patungan maka semakin banyak pula daging kurban yang bisa dibagi67

.

Menggunakan pola Madzhab Manhaji daripada Madzhab Qawli/8

Sebagaimana umurnnya kaum modemis di Indonesia, Majelis Taujih Wal Irsyad LDII jika berhadapan dengan al-masail al-fiqhiyah menggunkan pendekatan madzhab manhaji. Hal ini karena tema yang diusung oleh kaum modernis Indonesia adalah kembali kepada kemurnian Al-Qur'an dan al-

67 Pada Idul Adha tahun 2013 ini jumlah sapi yang dikurbankan warga LDII di Jawa Timur berdasarkan data Dewan Pimpinan Wilayah Jawa Timur mendekati jum1ah 4000 ekor sedangkan jumlah kambing hampir 6000 ekor. 68 Bermadzhab secara qawli (aqWal) berarti mengikuti hasil istinbath yang telah dilakukan oleh mujtahid terdahulu. Sedangkan bermadzhab secara manhaji adalah bermadzhab dengan mengikuti jalan pikiran dan kaidah penetapan hukum yang telah diusung oleh imam madzhab (Imam yahya, Dinamika ljtihad NU, Cet I, (Semarang, Wali Songo Press, 2009), 49. Metode qawli adalah suatu metode istinbath dengan cara langsung merujuk kepada redaksi ibarah kitab fiqh atau dengan kala lain mengikuti pendapat-pendapat yang sudah jadi dalam lingkup madzhab tertentu (Aziz mashuri, Masa/ah Keagamaan: Hasil Muktamar dan Munas Ulama NU (Surabaya: PP. RMI Dinamika Press, 1997), 364.

Volume 13 Nom or 02 llsTiQRO I

Page 20: Konstruksi Fiqh Majlis Taujih Wal Irsyad Lembaga Dakwah

58

Hadits. Oleh karena itu jawaban-jawaban yang diberikan selalu mendahulukan teks dari Al-Qur'an dan ai-Hadits daripada kitab-kitab madzhab.

Ketika ditanyakan tentang hukum praktik perdukunan yang disamarkan dengan iklan ditelivisi, Majelis Taujih Wal Irsyad menjawab dengan firman Allah SAW:

..ili:. ·. ' ~:JS ·" •. ~ ~li J ' ' '. -. "'1 ·' Ul 26 1J;..t .._i le '.t~ ill ~~ :tiS, " ~J,- -~~ - ; ,l""'J~~J .;r" :< ) -;- ..r~ ,·- 1""=-

ll:,.:,j

Dialah yang mengetahui yang ghaib, maka Dia tidak akan memperlihatkan kepada seorang pun tentang yang ghaib itu. Kecuali kepada Rasul yang diridloi-Nya, maka sesungguhnya Dia mengadakan penjaga­penjaga (malaikat) di depan dan di belakang. (QS Al-Jin: 26-27).

~J I~~~~~ :,.1' 'i~Jj ~J ~G-)01 J ~ ~J ;. )il Jfij ~CJI ~ o~ ilJ1 ~~ '· ~ AlJI ~I '· '" · 'f • t • •., Ji .Y-r-;- ,;;..Jj4J~J 'i-~'iJ

.... ,.. ~ .. ...

Sesungguhnya Allah hanya pada sisi-Nya sajalah pengetahuan tentang hari kiamat; dan Dia-lah yang menurunkan hujan dan mengetahui apa yang ada dalam rahim. Dan tidak seorang pun yang dapat mengetahui dengan pasti apa yang diusahakannya besok. Dan tidak seorang pun yang mengetahui di bumi mana ia akan mati. Sesungguhnya Allah Maha Mengeathui lagi MahaMengenal. (QS Luqman: 34)

Dan juga hadits Nabi SAW:

Hadits Nabi SAW:

~ ::.r:~t) ~IL 41 ~ ;.J ,~;;. ~ tiU ~~1- ..;f :;

Barang siapa yang mendatangi tukang ramal kemudian ia bertanya kepadanya tentang sesuatu maka shalatnya tidak diterima selama 40 malam. (HR Muslim).

~ Js. Jjl ~ ;£ ~ ,j)l. ~ ~~ ,J\1- '},~IS' .jf:;

Barang siapa yang mendatangi dukun atau peramal kemudian ia membenarkannya apa yang orang tersebut katakana , maka orang tersebut telah kufur terhadap apa yang diturunkan kepada Muhammad. (HR Ahmad)

Bagi Majelis Taujih Wal Irsyad, sumber hukum adalah Al-Qur'an dan al-sunnah al-maqbulat, sedangkan ruang lingkup ijtihad bagi Majelis Taujih Wal Irsyad adalah masalah-masalah yang terdapat dalil dhanniy, dan

I Volume 13 Nomor 02 llsTiQRO

Page 21: Konstruksi Fiqh Majlis Taujih Wal Irsyad Lembaga Dakwah

59

masalah-masalah yang secara eksplisit tidak terdapat dalam Al-Qur'an dan al­Sunnah.

Majelis Taujih Wal Irsyad membedakan tiga istilah teknis dalam ijtihad, yaitu metode, pendekatan dan teknik. Metode ijtihad MTI adalah:

1. Bayani (semantik), yang metode istinbath hukum dengan pendekatan kebahasaan.

2. Ta 'lili (rasional), yaitu pendekatan istinbath hukum dengan pendekatan berpikir logis yang tunduk kepada nash.

3. Istishlahi (filosofis), yaitu metode istinbath dengan pendekatan kemashlahatan.

Apabila tetjadipertentangan beberapa dalil yang masing-masing menunjukkan ketentuan hukum yang berbeda-beda (ta'arudh al-adillah), maka langkah-langkah yang ditempuh oleh Majelis Taujih Wal Irsyad adalah:

A! -jam 'u wa al-taujiq, yaitu menerima semua dalil yang Walaupun secara eksplisit terdapat pertentangan.

1. Al-arjah, yaitu memilih dalil yang lebih kuat untuk diamalkan dan meninggalkan dalil yangblebih lemah.

2. Al-naskh, yaitu menggunakan dalil yang munculnya lebih akhir. 3. Al-tawwakuf, yaitu menghentikan penelitian tentang dalil yang dipakai

dengan cara mencari dalil baru.

Karakteristik Pemikiran Hokum Islam Majelis Taujih Wal Irsyad

Tidak Fanatik Madzhab

Fanatik madzhab atau taqlid merupakan tema yang sering dibacarakan oleh ilmuan Islam. Karena kedua hal inilah yang menjadi sebab utama mandegnya perkembangan pemikiran hukum Islam, sehingga ada banyak pertanyaan seputar kemampuan Islam dalam merespon perkembangan dunia yang begitu cepatnya. Dengan tidak terpaku pada pendapat ulama-ulama terdahulu, menjadi prasyarat untuk menjawab dan mengatasi persoalan­persoalan kekinian. Tidak bertaqlid kepada ulama terdahuliu bukanlah penghinaan kepada mereka, bahkan dengan demikian justru melaksanakan pesan mereka untuk tidak bertaqlid kepadanya dan hendaknya mengambil masalah itu langsung dari sumber yang mereka ambil.

Persoalan di aats juga tidak luput dari perhatian Majelis Taujih Wal Irsyad dalam menjawab pertanyaan-pertanyaan yang diajukan kepadanya. Majelis Taujih Wal Irsyad tidak terpaku kepada salah satu madzhab yang sekarang ini banyak diikuti oleh umat Islam meskipun juga sama sekali tidak meninggalkan pendapat-pendapat ulama terdahulu terutama pendapat-

Volume 13 Nomor 02 llsTiQRO I

Page 22: Konstruksi Fiqh Majlis Taujih Wal Irsyad Lembaga Dakwah

60

pendapat yang telah menjadi kesepakatan ulama terdahulun mengenai suatu masalah.

Fatwa hukum yang diberikan oleh Majelis Taujih Wal Irsyad juga memperhatikan pendapat-pendapat ulama madzhab, namun demikian Majelis Taujih Wal Irsyad tidak selalu mengikuti salah satu madzhab. Majelis Taujih W al Irsyad lebih memilih pendapat lebih kuat setelah menelaah seluruh hujjah dari masing-masing madzhab.

Metode Komperatif

Dalam memberikan jawaban yang diajukan oleh jamaah kepada Majelis Taujih Wal Irsyad, tidakjarang Majelis Taujih Wal Irsyad mengutip beberpa pendapat dari madzhab yang berbeda. Setelah menguraikan pendapat­pendapat tersebut, Majelis Taujih Wal Irsyad kemudian melakukan analisis komperatif dengan membandingkan pendapat-pendapat tersebut dan menelityi kembali nash-nash yang dijadikan dasar pendapat tersebut yang pada akhimya dipilih pendapat yang dalam pandangan Majelis Taujih Wal Irsyad dalilnya paling kuat.

Metode ini lahir dari salah atu prinsip Majelis Taujih Wal Irsyad dalam melaukuan istinbath hukum yaitu tidak fanatic madzhab dfan menghindari taqlid. Dengan tidak mengikatkan diri pada suatu madzhab maka seorabg dituntut untuk mencari dan menemukan sendiri hukum suatu persoalan dengan berusaha mencari penyelesaiannya berdasarkan nash hukum yang pokok di samping juga perlu meninjau kembali pendapat-pendapat ulama terdahulu.

Menggunkan Prinsip Mempermudah (al-Taisir)69

Majelis Taujih Wal Irsyad dalam melakukan istinbath menggunakan asas kemudahan karena syari'at Islam dibangun berdasarkan prinsip-prinsip kemudahan dan menghilangkan kesulitan. Prinsip ini ditegaskan oleh Allah SWT dalam berbagai kesempatan di antaranya seperti dalam QS al-Baqarah: 185:

Allah menghendaki kemudahan bagimu dan tidak menghendaki kesukaran bagimu.

Dalam menjawab persaolan-persoalan yang diajukan kepada Majelis Taujih Wal lrsyad, jika didapati dua pendapat yang seimbang maka Majelis

69 Yang dimaksud dengan prinsip al-taisir adalah pemahaman dan pelaksanaan ajaran agama dengan makna yang luas dan tidak sempit sehingga mudah mengamalkannya tanpa diberat-beratkan. Mudah mengamalkan agama maknanya mengamalkan agarna itu sesuai dengan yang diperintahkan dalam Al-Qur'an dan al-Sunnah, tidak menambah-nambah yang berakibat memberatkan. I Volume 13 Nomor 02 llsTiQRO

Page 23: Konstruksi Fiqh Majlis Taujih Wal Irsyad Lembaga Dakwah

61

Taujih Wal Irsyad lebih memilih pendapat yang lebih mudah. Hal ini bukan berarti meremehkan agama dengan memutarbalikkan ketentuan agama demi mencari kemudahannya.

Sebagai contoh ketika Majelis Taujih Wal lrsyad ditanya tentang hukum kurban patungan atau kolektif. Menjawab pertanyaan tersebut Majelis Taujih Wal Irsyad mengutarakan hadits tentang kurbannya Nabi SAW:

-~'1 ° 'J,;' ' :1:~- .oi<- ~I L .. -~'1 J' '' ,, ,'.: ,o2"".' ~I ,o 0 J' ,, ~--L•. '~ r» : "'J '~~ ~ J ~ all ~.$'""" ~ _,...) ~.I! ~ ..; J ~r ~ Y ~

,.. "' ... r-' _. _.

((~~ ~ ~ rr :;s-1 ,.}$ ~~ ,:r.s-, lllij Dari Jabir bin Abdullah ra, ia berkata: saya menyaksikan bersama

Rasullah Shalat Idul Adha di lapangan, kemudian tatkala menyelesaikan khutbahnya beliau turun dari mimbarnya, dan beliau diberi satu ekor domba kemudian Rasullulah SAW menyembelihnya dan mengucapkan: "Bismillahi Wallahu Akbar, ini kurban dariku dan orang-orang yang belum berkurban dari umatku (HR Abu Dawud dan al-Tirmidzi)

Dari Abi Rafi maula Rasulullah SAW bahwa Rasulullah SAW jika berkurban membeli dua ekor kambing yang gemuk, bertanduk dan putih bersih. Setelah shalat dan berkuthbah seekor kambing diberikan keapda Beliau dan Nabi berdiri di mushallanya kemudian menyembelih dengan tangan beliau sendiri. Kemudian berkata," Ya Allah kurban ini dari semua umatku yang bersaksi kepadamu dengan keesaan dan bersaksi kepadaku terhadap yang sampaikan. Kemudian didatangkan kepada beliau kambing yang kedua dan beliau menyembelih dengan tangannya sendiri seraya berkata," Ini dari Muhammad dan keluarga Muhammad." (HR Ahmad)

Pemilihan hadits-hadits diatas juga didasarkan pada prinsip bahwa agama Islam itu mudah dan tidak ingin memberatkan hamba. Dalam Al-Qur'an, Allah sendiri berfirman:

Allah tidak membebani seseorang di luar kemampuannya ..... (al-Baqarah: 286)

Volume 13 Nomor 02 llsTiQRO I

Page 24: Konstruksi Fiqh Majlis Taujih Wal Irsyad Lembaga Dakwah

62

Dan frrman Allah SWT:

(.f ~ 0:u' J ~ ja;:. ~J Dia (Allah) sekali-kali tidak menjadikan untuk kamu dalam agama suatu

kesempitan. (al-Hajj: 78)

Dalam kaidah Ushul fiqh disebutkan:

Kesukaran itu bisa menarik kemudahan.

Menggunakan Bahasa Yang Mudah Dimengerti

Dalam memberikan jawaban atas pertanyaan-pertanyaan yang diajukan kepada Majelis Taujih Wal Irsyad, Majelis Taujih Wal Irsyad selalu menggunakan bahasa yang mudah danjelas sehingga tidak memerlukan tafsir lagi. Majelis Taujih Wal Irsyad berusaha menghindari bahasa yang sulit dimengerti, tidak menggunakan istilah-istilah asing agar jawaban dapat dipahami secara mendalam.

Bagi pemberi fatwa ada tiga hal yang perlu diperhatikan oleh seorang mufti berkaitan dengan pemakaian bahasa, yaitu a) memakai bahasa yang logis, b) meninggal;kan kata-kata yang dipaksakan dan dibuat-buat, c) dalam menyebutkan hukum suatu persoalan hendaknya disertai illat dan hikmah ditetapkannya suatu hukum. Hal seperti ini selalu menjadi perhatian bagi Majelis Taujih Wal lrsyad dalam menjawab setiap pertanyaan.

Hal tersebut dapat dilihat pada jawaban Majelis Taujih Wal lrsyad ketika ditanya persolan hukum Islam baik berkaitan dengan masalah akidah, ibadah, mu'amalah maupun sosial. Semua jawaban yang diberikan oleh Majelis Taujih Wal lrsyad sangat mudah dipahami dan tidak bertele-tele.

Kontribusi Majelis Taujih Wal Irsyad Terhadap Pengembangan Hokum Islam

Perkembangan hukum Islam dewasa ini telah menjadi daya tarik dan menjadi unsure penting dalam pembentukan masyarakat yang beradab. Persoalan-persoalan hukum Islam yang baru di sekitar masyarakat terns bermunculan. Sementara rumusan fiqh yang dikonstruksikan ratusan tahun yang lalu jelas tidak memadahi untuk menjawab semua persoalan yang terjadi dewasa ini. Situasi politik dan kebudayaan sudah berbeda, hukum sendiri harus berputar sesuai dengan ruang dan waktu. Demikian juga jika hanya berlandaskan pada rumusan teks, maka persoalannya dalah bagaimana jika ada hukum yang tidak ditemukan dalam rumusan tekstual fiqh klasik. Apakah harus mawquf (tidak menjawab ), padahal memawqufkan persoalan hukum

I Volume 13 Nomor 02llsTiQRO

Page 25: Konstruksi Fiqh Majlis Taujih Wal Irsyad Lembaga Dakwah

63

hukumnya tidak boleh menurut hukum sebagian ulama (foqaha). Di sinilah perlu fatwa barn yang mengkombinasi persoalan-persoalan barn yang muncul dalam masyarakat. Di sinilah peran penting ulama fiqh dalam menjawab segala problem sosial termasuk dalam menjawab atas pertanyaan hukum Islam yang diajukan oleh masyarakat.

Fatwa mempunyai kedudukan penting dalam konteks perkembangan hukum Islam dari masa ke masa, dan fatwa itu sendiri bersifat dinamis. Karena munculnya fatwa mengindikasikan munculnya kasus-kasus hukum Islam yang berkembang dalam masyarakat yang membutuhkan pemecahan dalam kacamata hukum Islam dalam kurun waktu tertentu. Mengingat fatwa adalah salah satu bagian dari ijtihad, maka kedudukan fatwa dalam agama Islam sangat penting sebagai salah satu instrument dalam meproduk hukum Islam. Oleh karenanya perlu adanya pengembangan metodologi yang berorentasi pada pengembangan dan kemaslahatan umat.

Hal inilah yang dilakukan oleh Majelis Taujih Wal Irsyad. Dalam konteks ini, apa yang dilakukukan oleh Majelis Taujih Wal Irsyad dalam menjawab persoalan-persoalan hulum Islam ynag diajukan kepadanya sesunggunya mempunyai kedudukan yang sama dengan seorang mufti. Kontribusi penting yang diberikan Majelis Taujih Wal Irsyada adalah sikapnya dalam memberikan fatwa yang tidak terikat pda madzhab tertentu. Sikap ini menjadi penting ditengah digalakkannya pengembangan pemikiran hukum Islam yang masyaratkan adanya kebebasan berpikir dan tidak terikat pada satu madzhab tertentu. Tentu saja kebebasan berpikir versi Majelis Taujih Wal Irsyad adalah kebebasan yang terukur dan terbingkai dalam maqasid al-syari 'ah yang menjadi tujuan diturunkannya syari'ah Islam.

Apa yang dilakukan oleh Majelis Taujih Wal Irsyad sebenamya dalam rangka untuk mengaWal hukum Islam agar tetap dinarnis, responsif dan punya adaptabilitas yang tinggi terhadap tuntutan perubahan. Dalam konteks ini Majelis Taujih Wal Irsayd menyadari sepenuhnya bahwa sumber-sumber hukum normatif-tekstual sangatlah terbatas jumlahnya, sementara kasus-kasus baru dibidang hukum tidak terbatas jumlahnya. Kiranya apa yang lakukan oleh Majelis Taujih Wal Irsyad secara tidak langsung merespon pemyataan Ibn Rusyd dalam kitab Bidayah al-Mujtahid sebagai berikut:

Persoalan-persoalan kehidupan masyarakat tidak terbatas jumlahnya, sementara jumlah nash (baik Al-Qur'an dan al-hadits terbatas jurnlahnya. Oleh karena itu mustahil suatu yang terbatas jumlahnya bisa menghadapi sesuatu yang tidak terbatas jumlahnya. 70

Dari ungkapan di atas dinyatakan bahwa persoalan-persoalan kehidupan masyarakat tidaklah terbatas jumlahnya, sementara jumlah nash (baik Al-

70 Ibn Rusy, Bidayah ai-Mujtahid wa Nihayah ai-Muqtashid (Beirut: Dar al-Kutub ai-Arabiyah, t.t.), hal 2

Volume 13 Nomor 02 llsTiQRO I

Page 26: Konstruksi Fiqh Majlis Taujih Wal Irsyad Lembaga Dakwah

64

Qur'an dan al-hadits) jumlahnya terbatas. Oleh karena itu, mustahil sesuatu yang jumlahnya terbatas menjawab yang tidak terbatas.

Selanjutnya, andai jawaban yang diberikan oleh Majelis Taujih Wal lrsyad berubah karena ada penemuan dalil baru, atau karena keadaan yang telah berubah maka yang ahrus difatwakan selanjutnya adalah hasil ijtihad yang baru. Majelis Taujih Wal Irsyad sebagai lembaga pemberi fatwa harus segera membertahu kepada jamaah tentang adanya perubahan itu, supaya segera berhenti beramal dengan hasil fatwa yang lama. Apa yang telah diamalkan dengan ahsil ijtihad yang lama tidaklah batal, karena hasil hasil ijtihad tidak bisa dibatalkan dengan ijtihad yang lain. 71

Dalam kaitan ini, Muhammad Atho Mudzar menegaskan bahwa karena fatwa bersifat kasuistik yakni merupakan jawaban atas respon pertanyaan yang diajukan peminta fatwa, maka fatwa tidak mempunyai daya ikat dlam arti bahwa si peminta fatwa tidak harus mengikuti isi hukum fatwa yang diberikan kepadanya. Akan tetapi fatwa biasanya bersifat dimanis karena merupakan respon terhadap perkembangan baru yang sedang dialami oleh masyarakat peminta fatwa. lsi fatwa itu sendiri belum tentu dinamis, tetapi sifat responsifnya itu yang sekurang-kuranga dapat dikatan dinamis.72

Majelis Taujih Wal Irsyad yang diresmikan tahun 2012 di Bogor merupakan wadah bagi intelektual LDII untuk mengplikasikan keilmuannya sebagai bentuk kontribusi nyata kepada masyarakat Indonesia. LDII sebagai organisasi kemasyarakatan telah cukup lama turut serta mewamai sekaligus mempengaruhi corak dan dinamika perkembangan hukum Islam di Indonesia, terutama mengenai berbagai aspek yang berkembang dalam bidang kemasyarakatan dan kebangsaan dalam perspektif hukum Islam.

Pokok-pokok pikiran dari hasil penelitian ini dapat diambil kesimpulan sebagai berikut:

1. Penerapan metode istinbath hukum yang dikonstruksikan Majelis Taujih Wal Irsyad sesungguhnya merupakan modiftkasi dari metode-metode istinbath yang pemah ada, namun dengan memberikan tekanan-tekanan pada hal-hal tertentu. Dengan demikian Majelis Taujih Wal' Irsyad tetap berusaha mengembangkannya secara dinamis dan kreatif untuk mencari jawaban yang ideal. Ciri khas yang dapat diketahui dari Majelis Taujih Wal Irsyad adalah tidak fanatik kepada pendapat-pendapat madzhab

71 Perubahan ini sejalan dengan teori qaul qadim dan qaul jaded yang dikemukankan oleh Imam Shafi"l bahwa hukum dapat berubah karena berubanya dalil hukum yang ditetapkan pada peristiwa tertentu dalam melaksanakan maqasid al-syari'ah. Perubahan hukum perlu dilaksankan secara terus menerus karena hasil ijtihad selalu bersifat relative, sdangkan kebenaran perlu ditemukan atau didekatkan sedekat mungkin. Oleh karena iyu ijtihad sebagai metode penemuan kebenaran itu perlu terus dilaksanakan. Oleh karena itu jawaban terhadap masalah baru senantiasa harus brsifat baru juga. ljtihad tidak penna tertutup dan setiap saat harus selalu terbuka un tuk menenukan jawaban terhdapa hukum baru dalam rnenghadapi arus globalisasi yang terjadi saat ini. 72 M Atho' Mudzhar, Fiqh Dan Reaktualisasi Ajaran Islam, dalam Bhudy Munawar-Rahrnan, Doktrin Islam daiam Sejarah (Jakarta: Paramadina, 1994), 369.

• Volume 13 Nomor 02 llsTiQRO

Page 27: Konstruksi Fiqh Majlis Taujih Wal Irsyad Lembaga Dakwah

65

tertentu, dan perlunya usaha untuk mengembangkanya secara dinamis dan kreatif sesuai dengan perkembangan situasi dan kondisi umat Islam yang berkaitan dengan kemaslahatan yang dihubungkan dengan maqasid al­syariah. Terbukti bahwa dalam merumuskan ijtihad secara metodologis tidak mengikuti suatu pola tertentu. Beberapa fatwa berawal dengan dalil­dalil menurut Al-Qur'an sebelum melacak hadits-hadits yang bersangkutan atau merujuk pada naskah-naskah fiqh. Secara teori Majelis taujih Wal lrsyad percaya bahwa suatu fatwa hanya dapat dikeluarkan setelah memperlajari secara mendalam keempat sumber hukum Islam. Sumber-sumber itu adalah Al-Qur'an, al-Hadits, ijma, dan qiyas, demikian urutan tingkat wewenangnya menurut madzhab Syafi'i. akan tetapi dalam praktik, prosedur metodologis semacam itu tidak selalu dipergunakan.

2. Kerangka metodologis pemikiran hukum Islam Majelis Taujih Wal Irsyad sebagai berikut: a. Apabila permasalahan itu berkaitan dengan bidanh ibadah, maka

metode istinbath bayaniy. Ketika istinbath itu menggunakan metode bayaniy maka aplikasinya adalah dengan cara menggali hukum dari AL-Qur'an dan hadits terlebih dahulu. Kemudian dikeluarkan dengan pendapat-pendapat ulama terdahulu dan selanjutnya dinalar dengan rasio, setelah itu barulah Majelis Taujih Wal Irsyad memberikan jawabannya.

b. Apabila permasalahan itu berkaitan dengan bidang mu'amalah maka metode yang ditempuh oleh Majelis Taujih Wal Irsyad adalah dengan menggunakan metode istishlahi, maka apliksinya dengan menggali hukum secara nalar dulu kemudian dikuatkan dengan beberapa ayat dan atau hadits serta beberapa pendapat ulama terdahulu baru kemudian Majelis Taujih Wal Irsyad menetapkan hukum permasalahan tersebut. Beberpa fatwa Majelis Taujih Wal Isyad sejalan dengan kebijakan pemerintah dan fatwa Majelis Ulama Indonesia.

Kontribusi yang diberikan Majelis Taujih Wal Irsyad bagi pegembangan hukum Islam adalah pemikiran-pemikiran barunya tentang permasalahan hukum yang dijawabnya. Kontribusi penting lainnya yang diberikan Oleh Majelis Taujih Wal Irsyad adalah sikap Majelis Taujih Wal Irsyad yang tidak terpaku pada satu madzhab tertentu. Tentu saja kebebasan berpikir versi Majelis Taujih Wal Irsyad adalah kebebasan yang terukur dan terbingkai dalam maqasid al-syari 'ah yang menjadi tujuan diturunkannya syari'at Islam.

Volume 13 Nomor 02 llsTiQRO I

Page 28: Konstruksi Fiqh Majlis Taujih Wal Irsyad Lembaga Dakwah

66

Daftar Pustaka

Abdurrahman, Asjmuni, Manhaj Tarjih Muhammadiyah: Metodologi dan Aplikasi, Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2002.

Abdurrahman, Hafidz, Ushul al-fiqh: Membangun Paradigma Berpikir Tasyri' Bogor: Al-Azhar Press, 2003.

Abu Bakar, Al-Yasa, Metode Istinbath, 40, Muhammad Ma'ruf al-Dawalibi, al-Madkhal ala Ilm Ushul al-Fiqh Damaskus: Jami'ah Damaskus, tt.

Abu Dawud, Sunan Abi Dawud. Juz III, Kairo: Dar al-Fikri, tt Al-Afganistani, Sayyid Muhammad Musa, Jjtihad wa Madza Hajatina Ilaihi

fi Hadza Ashr, Kairo: al-Madani, 1973. Al-Amidi, Sifudin Abi Hasan, al-Ahkam fi Ushul al-Ahkam,

juz III ttp: Dar al-Fikr, 1981.

Al-Anshari, Abdul Ali Muhammad ibn Nidham al-Din, Fath al-Wahhab, Juz II Beirut: Dar al-Fikr, tt.

Al-Asqalani, Ibn Hajar, Fath al-Bary, juz XV Beirut: Dar al-Fikri, 1996. Al-Bahi, Muhammad, al-Din wa al-Daulah min Taujihad Al-Qur 'an al­

Karim, Beirut: Dar al-Fikr, 1971. Al-Ghazali, Abu Hamid Muhammad bin Muhammad, al-Musthafa mi Ilm al­

Ushul Beirut: Dar al-Kutub al-Ilmiyyah, 1993. Al-Jabiri, Muhammad Abed, Kritik Pemikiran Islam: Wacana Baru Filsafal

Islam terj. Burhan Yogyakarta: Fajar Pustaka Baru, 2003. Allah, Ali Hasan, Ushul al-Tasyri' al-Islam, Kairo: Dar al-Ma'rifah, 1971. Al-Mubarakfury, abu al-Ula Muhammad Abdurrahman, Tuhfah al-Ahwaziy

Bi Syarh Jami' al-Tirmidzi, jiz IV (Beirut: Dar al-Kutub al-Ilmiyyah, 1990.

Al-Naisabury, Abi al-Husain Muslim, Shahih Muslim, juz III Beirut: Dar al-Kutub al-Ilmiyyah, 1992.

Al-Qardhawi, Yusuf, Aj-Jjtihad fi al-Syari 'ah al-Ilamiyyah, Kuwait: Dar al­Qalam, 1985. Al-Syathibi, Abu Ishaq, al-I'tisham Beirut: Dar al-Ma'rifah, t.t. ------------, Abu Ishaq, Al-Muwafaqat fi Ushul al-Syari 'ah Beirut: Dar al­Ma'rifah, t.t. ------------, al-Muwafaqat li Ushul al-Ahkam, Juz II Beirut: Dar al-Fikr, 1341 H. Al-Taftazani, Syarh al-Talwih 'ala al-Taudih, juz II, Beirut: Dar al-kutub, tt. Anderson, J.N.D, Islamic Law In The Modern World, New York University Press: 1959.

Arief, Abd.Salam. Pembaharuan Pemikiran Hukum Islam Antara Fakta dan Realita Jogjakarta: LESFI, 2003.

As-Subki, Tajuddin bin Abdul Wahhab, Jam 'ul jawami ', juz II ttp: Dar Ihya al-Kutub al-Arabiyyah, tt.

I Volume 13 Nomor 02 llsTiQRO

Page 29: Konstruksi Fiqh Majlis Taujih Wal Irsyad Lembaga Dakwah

67

As-Syuyuti, Jalaluddin, al-Radd ala man Akhlada ila al-Radd wa Jahala Anna Jjtahadaji Kull Asr Fard ttp: Mu'assasah as-Shabab, tt.

Asy-Syaukani, Muhammmad bin Ali bin Muhammad, Irsyad al-Fuhul, Beirut: Dat al-Fikr,tt.

Az-Zuhali, Wahbah, Ushul al-Fiqh al-Islamiy, juz I Damaskus: Dar al-Fikr, 1986. Bek, Khudlari, Tarikh al-Tasyri' al-Islam, Mesir: Maktanah al-Tijariyyah, 1965. Djamil, Fathurrahman, Metode Jjtihad Majlis Tarjih Muhammadiyah, Jakarta:

Logos Publishing House, 1995. Hakim, Abd Hamid, al-Sulam, Jakarta: Sa'adiyah, t.t. Hallaq, Wael B, Sejarah Teori Hukum Islam Pengantar untuk Ushul Fiqh

Madzhab Sunni (A History of Islamic Legal Theories), ditetjemahkan oleh E. Kusnadiningrat dan Abdul Baris bin Wahid Jakarta: Raja Grafindo Persada, 2000.

Hasan, Husain Hamid, Nadhariyah al-Mashlahahji al-Fiqh al-Islami, Mesir: Maktabah al-Nahdlah, 1976.

Hasballah, Muhammad Ali, Ushul al-Tasyri' al-Islamiy, Beirut: Dar al­Fikri,tt. Kailan M.S., Metode Penelitian Kualitatif Bidang Pendekatan Filsafat,

Yogyakarta: Paradigma,2005. Kamali, Muhammad Hasyim, kebebasan Berpendapat Dalam Islam, ter Eva

Y. Nukman dan Fathiyah Basri, Bandung: Mizan, 1996. -------------, Principle of Islamic Jurisprudence, Kuala Lumpur: Pelanduk

Publication, 1989.

Khallaf, Abdul Wahhab, Ilmu Ushul al-Fiqh, Kuwait: Dar al-Qalam, 1978. Madkur, Muhammad Salam, al-ijtihadji al-Tasyri' al-Islami, Dar al-Nahdhah

al-Arabiyyah, 1984. -------------, Manahij al-Jjtihad, Dar al-Nahdhah al-Arabiyyah Asafri Jaya Bakri, Konsep Maqashid Syari "ah Menurut al-Syatibi Jakarta:

Raja Grafindo, 1996. Mahmassani, Subhi, Filsafat Hukum dalam Islam, terj. Ahmad Sudjono

Bandung: Al-Ma'arif, 1977. Majelis Tatjih Pimpinan Pusat Muhammadiyah, Himpunan Putusan Tarjih

Muhammadiyah, Y ogyakarta, PP Muhammadiyah, t.th.

Majelis Ulama Indonesia, Keputusan Jjtima' Ulama Komisi Fatwa Se­Indonesia III tahun 2009: Masa'il Asasiyyah wathaniyyah (Masalah Strategis Kebangsaan), Masa'il Fiqhiyyah Mu'ashirah (Masalah Fiqih Kontemporer), Masa'il Qanuniyyah (Hukum dan Perundang-undangan), Jakarta: MUI, 2009.

Volume 13 Nomor 02 llsTiQRO I

Page 30: Konstruksi Fiqh Majlis Taujih Wal Irsyad Lembaga Dakwah

68

Mas'ud, M. Khalid, Filsafat Hukum Islam (Islamic Legal Philosophy): A Study of Abu Ishaqal-Syathibi Bandung: Pustaka, 1996.

Masyhuri, KHA Aziz, Masalah Keagamaan NU, Surabaya: PP RMI dan Dinamika Press, 1997.

Moleong,Lexy J, Metodologi Penelitian Kualitatif, Bandung: CV Flosdakarya,2006. Muallim, Amir, Ijtihad Suatu Kontroversi Antara Teori Dan Fungsi

Jogjakarta: Titian Ilahi Press, 1997. Mubarok, Jaih, Metodologi Ijtihad Hukum Islam Yogyakarta: UII Press, 2002. Mudzhar, Muhammad Atho, Fatwa-fatwa Majlis Ulama Indonesia (Sebuah

Studi tentang Pemikiran Hukum Islam di Indonesia), terj. Soedarso Soekamo, Jakarta: INIS, 1993.

Muslehuddin, Muhammad, Filsafat Hukum Islam dan Pemikiran Orientalis, terj. YudianAsmin, Yogyakarta: Tiara Wacana, 1991.

Flusli, Nasrun, Konsep Ijtihad al-Syaukani Relevansinya bagi pembaruan Hukum Islam di Indonesia Jakarta: Logos, 1999.

Safi, Louay, Ancangan Metodologi Alternatif (The Foundation of Knowledge: A Comparative Study in Islamic and Western Methods of Inquiry), diterjemahkan o leh Imam Khoiri Y ogyakarta: Tiara W acana, 2001.

I Volume 13 Nomor 02 llsTiQRO