konsep pendidikan anak usia dini menurut ibnu...

83
KONSEP PENDIDIKAN ANAK USIA DINI MENURUT IBNU QAYYIM AL-JAUZIYYAH SKRIPSI Diajukan Kepada Fakultas Ilmu Tarbiyah Dan Keguruan (FITK) Sebagai Salah Satu Syarat Untuk Memperoleh Gelar Sarjana Pendidikan Islam (S.Pd.I) Oleh: SYUKUR YAKUB NIM: 108011000109 JURUSAN PENDIDIKAN AGAMA ISLAM FAKULTAS ILMU TARBIYAH DAN KEGURUAN UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA 2013

Upload: trinhdang

Post on 15-Mar-2019

260 views

Category:

Documents


12 download

TRANSCRIPT

KONSEP PENDIDIKAN ANAK USIA DINI

MENURUT IBNU QAYYIM AL-JAUZIYYAH

SKRIPSI

Diajukan Kepada Fakultas Ilmu Tarbiyah Dan Keguruan (FITK) Sebagai Salah

Satu Syarat Untuk Memperoleh Gelar Sarjana Pendidikan Islam (S.Pd.I)

Oleh:

SYUKUR YAKUB

NIM: 108011000109

JURUSAN PENDIDIKAN AGAMA ISLAM

FAKULTAS ILMU TARBIYAH DAN KEGURUAN

UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH

JAKARTA

2013

LEMBAR PENGESAHAN PEMBIMBING

KONSEP PENDIDIKAN ANAK USIA DINIMENURUT IBNU QAYYIM AL.JAUZIYYAH

SKRIPSIDiajukan Kepada Fakultas Ilmu Tarbiyah Dan Keguruan (Fitk) Sebagai Salah Satu

Syarat Untuk Memperolbh Gelar Sarjana Pendidikan Islam (s.pd.D

Oleh:Syukur Yakub

NIM: 108011000109

Yang MengesahkanPembimbing

@n^--'Drs. Achmad Gholib. MA

1954101s197902 I 001

JURUSAN PENDIDIKAN AGAMA ISLAM

FAKULTAS ILMU TARBIYAH DAN KEGURUAN

UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF' HIDAYATULLAH

JAKARTA

20t3

l

I

KEiIIENTERIAN AGAIT'IAUIN JAKARTAFITKJl. lr. H. Juanda No 95 Ciputat 15412 ldo@ria

FORi'r (FR)

No. Dokumen : FITK-FR-AKD-089

Tgl. Terbit : 1 Maret 2010No. Revisi: : 01

Hal 1t1

SURAT PERNYATAAN KARYA SENDIRI

Saya yang bertanda tangan

Nama

Tempat/Tgl.Lahir

NIM

Jurusan / Prodi

Judul Skripsi

di bawah ini,

SyukurYakub

Bogor,0l Janumi 1989

10801 1000109

Pendidikan Agama Islam / Sl

Konsep Pendidikan Anak Usia Dini Menurut Ibnu Qayyim

Al-Jauziyyah

Drs. H. Achmad Gholib, M.A.Dosen Pembimbing

Dengan ini menyatakan bahwa skripsi yang saya buat benar-benar hasil karya sendiri dan

saya bertanggung jawab secara akademis atas apa yang saya tulis. Pemyataan ini dibuat

sebagai salah satu syarat Ujian Munaqasah

Jakart& 11 April 2013Mahasiswa Ybs.

NIM. 108011000109

KEMENTERIAN AGAMAUtN JAKARTAFITKJt. lr. H. Juada No 95 Ciputat 15412 lndonesia

FORM (FR)

No. Dokumen : FITK-FR-AKD-08E

Tgl. Terbit : 1 Maret 2010

No. Revisi: : 01

Hal 1t1

SURAT PERNYATAAN JURUSAN

Ketua/Sekretaris Jurusan/Program Studi Pedidikan Agama Islam

menyatakan bahwa,

Nama

NIM

Jurusan / Prodi

Semester

Mengetahui,Penasehat Akademik,

SYUKUR YAKUB

r0801 1000109

Pendidikan Agama Islam

X (Sepuluh)

Benar telah menyelesaikan semua program akademik sesuai ketentuan yang berlaku dan

berhak untuk menempuh Ujian Skripsi (Munaqasah).

Jakarta, 9 April2013

Ketua/Sekretaris JurusanlProdi

/ Nn.reotoNrP. I 9700727 1997 032004

LEMBAR PENGESAHAN

Skripsi berjudul : "Pendidikan Anak Usia Dini Menurut Ibnu Qayyim Al-

Jauziyyat'diajukan kepada Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan (FITK) UIN Syarif

Hidayatullah Jakarta dan telah dinyatakan lulus dalam Ujian Munaqosah pada tanggal

14 Mei 2013, dihadapan dewan penguji. Karena itu, penulis berhak memperoleh gelar

Sarjana S1 (S. Pd. D dalam bidang Pendidikan Agama Islam.

Jakarta, 17 Mei20l3

Panitia Ujian Munaqosah

Ketua Panitia

Bahrissalim. M. AgNIP: 19680307 199803 1 002

Sekretaris (Sekretaris Jurusan/ Program Studi)

Drs. Sapiudin Shidiq. M. AeNIP : 19670328 200003 1 001

Penguji I

Dra. Djunaidatul Munawaroh. M. AgNrP. 19580918 198701 2 001

Penguji 2

Tanggal

Siti Kh0dijah. M.ANIP : 19700727 199703 2 004

. Rifat Svauoi

8t/;)or)"r"""""''

Tanda Tangan

&IT

l4l r-D""t"""""'

r9520s20 198103 1 001

i

ABSTRAK

Syukur Ya’kub: Konsep Pendidikan Anak Usia Dini Ibnu Qayyim al-

Jauziyyah, Jurusan Pendidikan Agama Islam, Fakultas Ilmu Tarbiyah dan

Keguruan (FITK), Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah

Jakarta, April 2013.

Dalam lingkungan keluarga dewasa ini, pendidikan anak usia dini masih

sering dianggap hanya sebagai bentuk tradisi yang turun temurun, namun hal itu

sangat tidak boleh disepelekan perhatiaanya bagi kedua orang tua. Karena perlu

diketahui seorang anak yang akan dewasa nanti perilakunya, sikap dan tutur

katanya, itu semua dipengaruhi pada awal perkembangannya yaitu usia dini (saat

awal perkembangan anak). Dimana usia tersebut membutuhkan perhatian penuh

dari orang tua serta bimbingan yang kondusif untuk menunjang kreativitasnya

dalam segala bidang dan aspek-aspek yang ada pada potensi anak usia dini

tersebut.

Penelitian dalam skripsi ini, mengacu pada konsep yang dipaparkan oleh

Ibnu Qayyim Al-Jauziyyah dalam kitab “Tuhfatul Maudud Bi Ahkamil Maulud”.

Dengan mengambil judul Konsep Pendidikan Anak Usia Dini Menurut Ibnu

Qayyim al-Jauziyyah. Adapun tujuan dilakukannya penelitian ini adalah: 1) untuk

mengetahui karakteristik pendidikan anak usia dini menurut Ibnu Qayyim Al-

Jauziyyah, 2) untuk mengetahui aspek-aspek yang mempengaruhi pendidikan anak

usia dini menurut Ibnu Qayyim Al-Jauziyyah, 3) untuk mengetahui relevansi

pendidikan anak usia dini dengan pendidikan Islam. Jenis Penelitian ini, Penelitian

Pustaka (library research) dengan menggunakan pendekatan kualitatif deskriptif.

Yaitu penelitian yang menggambarkan sifat-sifat atau karakteristik individu,

keadaan, gejala, atau kelompok tertentu. Dengan metode deskriptif kontent analysis

yaitu metode dengan menganalisis isi dan mendeskripsikannya dari objek yang

diteliti melalui sumber-sumber yang terkait dalam penelitian ini.

Hasil dari penelitian yang dilakukan adalah: 1) Karakteristik Pendidikan

Anak Usia Dini meliputi 2 masa: a) Masa menyusui pada usia 0-2 tahun yang

memiliki tahapan perhatian yaitu: Memberikan perhatian pada anak dengan

stimulus atau rangsangan individu, baik itu nama, suasana agamis dan pengasuhan

seperti mentahnik, mengakikah dan mengkhitan. b) Masa Batuta pada usia 3-6

tahun adalah perhatian orang tua dalam mendidik anaknya meliputi 5 aspek

tanggung jawab yaitu: tanggung jawab pendidikan iman, akhlak, sosial, fisik dan

intelektual. 2). Aspek-aspek yang mempengaruhi pendidikan anak usia dini

meliputi dua hal: a) aspek hereditas, dan b) aspek lingkungan. 3) Relevansi konsep

pendidikan anak usia dini dengan pendidikan Islam yaitu pentingnya orang tua

dalam mendidik dan menumbuh-kembangkan potensi-potensi anak agar menjadi

generasi yang unggul dan kreatif. Karena orang tua merupakan faktor utama dan

pertama yang berpengaruh bagi pendidikan keislaman anak. selain itu lingkungan

juga sangat berperan penting dalam membentuk kepribadian anak.

Kata Kunci: Ibnu Qayyim al-Jauziyah & Pendidikan Usia Dini

ii

KATA PENGANTAR

Bismillahirrahmanirrahiim.

Assalamu’aliakum warahmatullahi wabarakatuh

Alhamdulillahirobil ‘alamiin, Segala puji dan syukur kita panjatkan atas

kehadirat Allah SWT yang selalu melimpahkan rahmat-Nya dan nikmat-Nya

kepada seluruh hamba-Nya. Shalawat serta salam semoga dilimpahkan kepada

Nabi Muhammad SAW, junjungan dan pemberi tauladan yang telah membawa

cahaya kehidupan bagi ummatnya beserta kepada keluarganya, para sahabat dan

para tabi’ tabi’in.

Skripsi ini bertemakan “PENDIDIKAN ANAK USIA DINI MENURUT

IBNU QAYYIM AL-JAUZIYYAH”. Penulis menyadari bahwa muatan skripsi ini

masih jauh dari sempurna, baik penyusunan, penulisan maupun isinya. Hal tersebut

dikarenakan keterbatasan pengetahuan, pengalaman dan kemampuan penulis. Oleh

karena itu, saran dan kritik untuk menuju perbaikan sangat penulis harapkan.

Dalam proses pembuatan skripsi ini, berbagai hambatan dan kesulitan

penulis hadapi, namun berkat rahmat, taufik, dan hidayah Allah SWT. Serta

berbagai dorongan, saran dan bimbingan dari semua pihak, akhirnya penulisan

skripsi ini dapat terselesaikan dengan lancar. Oleh karena itu, penulis mengucapkan

terima kasih kepada berbagai pihak yang telah membantu, diantaranya :

1. Kedua orang tua penulis yang tercinta, yang tulus memberikan segalanya,

baik cinta, kasih, sayang, perhatian, pikiran, do’a, motivasi, kritik dan saran,

arahan, senyum dan usaha untuk mencukupi segala kebutuhan penulis.

2. Prof. Dr. H. Rif’at Syauqi Nawawi, MA. selaku Dekan Fakultas Ilmu

Tarbiyah dan Keguruan UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.

3. Bahrissalim, MA. selaku Ketua Jurusan dan Drs. H. Syapiuddin Shiddiq,

MA. selaku Wakil Ketua Jurusan Pendidikan Agama Islam UIN Syarif

Hidayatullah.

4. Dosen Penasehat Akademik penulis, Ibu Siti Khodijah, MA atas masukan

dan motivasinya yang telah diberikan kepada penulis.

iii

5. Drs. H. Achmad Gholib, MA. Selaku dosen Pembimbing dalam penyusunan

skripsi ini.

6. Seluruh dosen dan karyawan akademik Fakultas Tarbiyah dan Ilmu

Keguruan UIN Syarif Hidayatullah Jakarta yang telah membimbing dan

membekali dengan Ilmu pengetahuan serta membantu proses perkuliyahan

penulis.

7. Seluruh Staf Perpustakaan Umum dan Tarbiyah UIN Syarif Hidayatullah

Jakarta. Serta perpustakaan yang diluar kampus UIN Syarif Hidayatullah

atas semua bantuan untuk penulis dalam melengkapi referensi.

8. Siti Khanifah, Ulfa Adillah, M.H. Nur Ramadhan, M. Ilwan, Fitri, Abdul

Hafizh, Rahamat Hidayat, Fackrul Roji, M. Samudin, Hardiansyah, Hasan

Fatoni, Resdhia Maula Pracahya, Mudzakir Faozi terimakasih atas

dukungan moral yang kalian berikan dalam penyususnan skripsi ini.

9. Rekan-rekan seperjuangan di Fakultas Tarbiyah dan Keguruan khususnya di

Jurusan Pendidikan Agama Islam angkatan 2008-2009 (PAI C), dan teman-

teman PMII yang tidak dapat penulis sebutkan satu persatu, terima kasih

untuk semangat persaudaraan, kekeluargaannya semoga tetap eksis dan

talisilaturrahmi kita tetap terjalin.

Tidak ada yang dapat membalas kebaikan kalian semua, hanya seuntai do’a

dari lubuk hati yang dapat penulis sampaikan “Jazakumullah Khairon Kastiroo wa

barokallah fi hayatikum wa salamatu fihayatikum”, semoga Allah Ta’ala membalas

kebaikan kalian semua dengan kebaikan yang lebih baik di dunia ini dan kelak di

akhirat nanti. Amiin

Wassalamu’alaikum warahmatullahi wabarakatuh.

Jakarta, 8 April 2013

Penulis

Syukur Ya’kub

iv

MOTTO

"فإذا ف رغت فانصب"“Maka apabila kamu telah selesai (dari suatu urusan), kerjakanlah dengan

sungguh-sungguh (urusan) yang lain”

(QS. Al-Insyiroh: 7)

“Jangan Tunda-tunda Urusan (Pekerjaan) Mu Sampai Besok Sehingga Datang Urusan (Pekerjaan) Yang Baru”

v

PEDOMAN TRANSLITERASI

A. Transliterasi

Tranliterasi merupakan aspek berbahasa yang penting dalam penulisan

skripsi mahasiswa Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan UIN Syarif

Hidayatullah Jakarta, karena banyak istilah Arab, nama orang, nama

tempat, judul buku, nama lembaga, dan lain sebagainya, yang aslinya ditulis

dengan huruf Arab dan harus disalin ke dalam huruf latin. Pedoman

Transliterasi yang digunakan untuk huruf-huruf yang tidak ada padanannya

dalam bahasa Indonesia adalah:

1. Konsonan

Huruf Arab Huruf Latin

Tidak dilambangkan ا

’s ث h ح kh خ

ż ذ sy ش

ş ص đ ض

ţ ط ť ظ ، ع ġ غ

h ة

2. Vokal

Vokal Tunggal Vokal Rangkap

Huruf Arab Huruf Latin Huruf Arab Huruf Latin

a ـ a ـ

I ـ I ـ u ـ U ـ

Contoh: ك ت ب = kataba عرف = ‘urifa يف kaifa = ك

vi

3. Mâdd (Panjang)

Harakat dan Huruf Huruf dan Tanda

â ـــ ــــا

Î ـــ ـي Û ــ و

Contoh: ا ع ,da’â = د yaqûlu = ي قول qÎla = قيل

4. Tâ’ Marbûtah

a. Tâ’ Marbûtah hidup transliterasinya adalah /t/.

b. Tâ’ Marbûtah mati transliterasinya adalah /h/.

c. Kalau pada suatu kata yang akhir katanya adalah Tâ’ Marbûtah

diikuti olah kata yang menggunakan kata sandang al, serta bacaan

kedua kata itu terpisah maka Tâ’ Marbûtah itu ditransliterasikan

dengan /h/.

Contoh: حديقةالحيوانات = hadĭqat al-hayawănăt atau hadĭqatul hayawănăt

al-madrasat al-ibtidă’iyyah = المدرسةاالبتدائية

Hamzah = حمزة

5. Syaddah (Tasydĭd)

Syaddah/tasydĭd ditransliterasikan dengan huruf yang sama dengan

huruf yang diberi tanda Syaddah (digandakan).

Contoh: م لـ م allama‘ = ع kurrima = كر

6. Kata Sandang

a. Kata sandang diikuti oleh huruf syamsiyah ditranliterasikan dengan

huruf yang mengikuti dan dihubungkan dengan tanda

sambung/hubung.

Contoh: الصالة = as-salătu

b. Kata sandang yang diikuti oleh huruf qomariyah ditransliterasikan

sesuai dengan bunyinya.

Contoh: الفلق = al-falaqu

vii

7. Penulisan Hamzah

a. Bila hamzah terletak di awal kata, maka ia tidak dilambangkan dan

ia seperti alif. Contoh: لت akaltu = ا ك

b. Bila di tengah dan di akhir ditransliterasikan dengan apostrof,

contoh: ت أكلون = ta’kulûna شيء = syai’un

8. Huruf Kapital

Huruf kapital dimulai pada awal nama dari, nama tempat, bukan pada

kata sandangnya.

Contoh: القرآن = al-Qur’an المدينةالمنورة = al-Madĭnatul Munawwaroh

viii

DAFTAR ISI

HALAMAN SAMPUL

HALAMAN JUDUL

LEMBAR PENGESAHAN PEMBIMBING

LEMBAR PERNYATAAN KARYA SENDIRI

LEMBAR PERNYATAAN JURUSAN

LEMBAR PENGESAHAN PANITIA UJIAN

ABSTRAK .................................................................................... i

KATA PENGANTAR .................................................................................... ii

MOTTO .................................................................................... iv

PEDOMAN TRANSLITERASI ................................................................... v

DAFTAR ISI .................................................................................... viii

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah .......................................................... 1

B. Identifikasi Masalah ................................................................ 7

C. Pembatasan Masalah ............................................................... 8

D. Perumusan Masalah ................................................................. 8

E. Tujuan Penelitian .................................................................... 8

F. Manfaat Penelitian .................................................................. 9

BAB II LANDASAN TEORI

A. Pengertian Pendidikan Anak Usia Dini ................................... 10

B. Ruang Lingkup Pendidikan Anak Usia Dini ............................ 13

C. Karakteristik Perkembangan Anak Usia Dini .......................... 13

D. Landasan Pendidikan Anak Usia Dini ..................................... 14

1. Landasan Yuridis ................................................................. 14

2. Landasan Filosofis ............................................................... 15

3. Landasan Relegius ............................................................... 16

E. Tujuan Pendidikan Anak Usia Dini ......................................... 18

F. Materi Pendidikan Anak Usia Dini .......................................... 18

ix

1. Pendidikan Iman ................................................................. 18

2. Pendidikan Akhlak .............................................................. 19

3. Pendidikan Fisik ................................................................. 22

4. Pendidikan Sosial ............................................................... 22

5. Pendidikan Intelektual ........................................................ 23

G. Metode Pendidikan Anak Usia Dini ........................................ 23

1. Metode Mutual Education ................................................. 24

2. Metode Bercerita ............................................................... 24

3. Metode Bimbingan dan Penyuluhan ................................... 25

4. Metode Pemberian Contoh dan Teladan ............................ 26

5. Metode Sambil Bermain ..................................................... 27

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

A. Objek dan Waktu Penelitian..................................................... 30

B. Metode Penulisan ..................................................................... 30

C. Fokus Penelitian ....................................................................... 31

D. Prosedur Penelitian................................................................... 31

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

A. Deskripsi Data ......................................................................... 33

1. Biografi Ibnu Qayyim Al-Jauziyah

a. Riwayat Hidup Ibnu Qayyim Al-Jauziyah .................. 33

b. Masa Studi .................................................................. 34

c. Guru dan Murid-Muridnya ......................................... 35

d. Karya-karyanya .......................................................... 36

B. Pembahasan..... ........................................................................ . 37

1. Pemikiran Ibnu Qayyim Al-Jauziyah Tentang Pendidikan

Anak Usia Dini...................... ............................................ 37

2. Pendapat Ibnu Qayyim Al-Jauziyah terhadap tahapan

yang harus dilakukan orang tua dalam mendidik anak usia

0-2 tahun ............................................................................ 39

a. Adzan di Telinga Kanan dan Iqamah di Telinga Kiri.. 40

x

b. Mentahnik Bayi ......................................................... 41

c. Memberi Nama Yang Baik Pada Anak ...................... 43

d. Menyusui Hingga Dua Tahun ................................. 44

e. Aqikah dan Mencukur Rambut Anak .................... .... 46

f. Mengkhitan Anak ........................................................ 47

3. Pendapat Ibnu Qayyim Al-Jauziyah terhadap tahapan yang

harus dilakukan orang tua dalam mendidik anak usia 3-6

tahun .................................................................................. 48

a. Tanggung Jawab Pendidikan Keimanan ....................... 48

b. Tanggung Jawab Pendidikan Moral ............................. 51

c. Tanggung Jawab Pendidikan Fisik ............................... 53

d. Tanggung Jawab Pendidikan Sosial ............................. 55

e. Tanggung Jawab Pendidikan Intelektual ...................... 56

4. Aspek-Aspek Yang Mempengaruhi Perkembangan

Pendidikan Anak Usia Dini Menurut Ibnu Qayyim Al-

Jauziyah

a. Faktor Hereditas (keturunan) ...................................... 58

b. Faktor Lingkungan ..................................................... 59

5. Relevansi Pendidikan Anak Usia Dini Menurut Ibnu Qayyim

Al-Jauziyyah Dengan Pendidikan Islam ........................... 60

BAB V: PENUTUP

A. Kesimpulan ............................................................................ 62

B. Implikasi ................................................................................. 63

C. Saran .................................................... ................................... 64

DAFTAR PUSTAKA .......................................................................... .......... 65

LAMPIRAN-LAMPIRAN

1

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Pendidikan merupakan hal yang sangat penting yang tidak dapat

dipisahkan dari kehidupan manusia. Sebab, disamping pendidikan merupakan

salah satu usaha tindakan untuk memberikan pengalaman belajar kepada anak

dengan tujuan agar anak tersebut mencapai taraf kedewasaan menuju manusia

yang memiliki kesadaran moral dan sikap mental yang kuat. Ia juga merupakan

aspek dalam menunjang pengetahuan bangsa dimasa depan. Berawal dari

kesuksesan di bidang pendidikanlah suatu bangsa menjadi maju dan berkembang.

Pendidikan dalam Islam merupakan sebuah rangkaian proses

pemberdayaan manusia menuju akil baligh (kedewasaan), baik secara fisik,

mental maupun moral, untuk menjalankan fungsi kemanusiaan yang diembannya

sebagai seorang hamba dihadapan tuhannya dan sebagai pemelihara (khalifah)

pada alam semesta. Dengan demikian, fungsi utama pendidikan adalah

mempersiapkan anak didik dengan kemampuan dan keahlian (skill) yang

diperlukan agar memiliki kemampuan dan kesiapan untuk terjun ke tangah

masyarakat (lingkungan), sebagai tujuan akhir pendidikan.

Tujuan akhir pendidikan agama Islam adalah pencapaian tujuan yang

diisyaratkan oleh Al-Qur’an, yaitu serangkaian upaya yang dilakukan oleh

seorang pendidik dalam membantu (membina) anak didik menjalankan fungsinya

di muka bumi, baik pembinaan pada aspek materil maupun spiritual. Dengan

pencapaian tujuan tersebut, diharapkan anak didik akan mampu menjadi makhluk

2

dwi dimensi yang integral dan utuh.1 Dengan perkembangan dua dimensi tersebut

diharapkan anak didik dapat bermanfaat bagi agamanya dan bagi orang-orang

disekitarnya. Bila hal tersebut tercapai, akan berimplikasi pada kebahagiaannya di

dunia dan akhirat. Agar tujuan akhir pendidikan tersebut dapat terwujud, maka

orang tua harus extra aktif dan kerja keras dalam membina dan mendidik anak.

Kerena permulaan pendidikan seorang anak itu bermula dari lingkungan keluarga.

Maka keluarga merupakan lembaga pendidikan yang pertama, tempat anak didik

pertama kali menerima pendidikan dan bimbingan dari orang tuanya maupun

anggota keluarga lainnya. Di dalam keluarga inilah tempat meletakan dasar-dasar

kepribadian anak didik pada usia yang masih dini, karena pada usia tersebut anak

lebih peka terhadap pengaruh dari pendidiknya (orang tua dan anggota keluarga

lainnya).

Rasulullah bersabda:

ا اب واه يجسانه اوي هودانه او ي نصرانه كل مولود ي ولد على )رواه مسلم( الفطرة وانم“setiap anak dilahirkan dalam keadaan fitrah, maka sesungguhnya kedua

orangtuanya lah yang menjadikan ia Majusi, Yahudi, atau Nasrani”. (H.R.

Muslim).

Berdasarkan hadits tersebut, orang tua memegang peranan yang sangat

penting dalam membentuk kepribadian anak didik. Anak merupakan amanah di

tangan kedua orang tuanya. Hatinya yang bersih merupakan permata yang

berharga, lugu dan bebas dari segala macam ukiran dan gambaran. Ukiran berupa

didikan yang baik akan tumbuh subur pada diri anak, sehingga ia akan

berkembang dengan baik dan sesuai ajaran Islam, dan pada akhirnya akan meraih

kebahagiaan di dunia dan di akhirat. Jika anak sejak dini dibiasakan dan dididik

dengan hal-hal yang baik dan diajarkan kebaikan kepadanya, ia akan tumbuh dan

berkembang dengan baik dan akan memperoleh kebahagiaan serta terhindar dari

kesengsaraan/siksa baik dalam hidupnya di dunia maupun di akhirat kelak. Hal ini

sesuai dengan firman Allah:

1 Samsul Nizar, “Pengantar Dasar-dasar Pemikiran Pendidikan Islam”, (Jakarta: Gaya

Media Pratama, 2001), cet.I, h.107

3

ها مآلئكة ياأي ها المذين ءامنوا قوا أنفسكم وأهليكم نارا وقودها النماس والجارة علي ن اهلل مآأمرهم وي فعلون ماي ؤمرون المي عصو غالظ شداد

"Hai orang-orang yang beriman, peliharalah dirimu dan keluargamu

dari api neraka yang bahan bakarnya adalah manusia dan batu;

penjaganya malaikat-malaikat yang kasar, yang keras, yang tidak

mendurhakai Allah terhadap apa yang diperintahkan-Nya kepada

mereka dan selalu mengerjakan apa yang diperintahkan.

(At Tahrim [66]: 6)

Terhadap ayat ini Ibnu Kasir dalam tafsirnya menjelaskan, bahwa

ayat ini menganjurkan kepada setiap individu muslim bertakwa kepada

Allah dan perintahkanlah kepada keluargamu untuk bertakwa kepada

Allah. Ibnu Kasir menjelaskan bahwa Qatada mengatakan bahwa engkau

perintahkan mereka untuk taat kepada Allah dan engkau cegah mereka

dari perbuatan durhaka terhadap-Nya, dan hendaklah engkau tegakkan

terhadap mereka perintah Allah dan engkau anjurkan mereka untuk

mengerjakannya serta engkau bantu mereka untuk mengamalkannya. Jika

engkau melihat di kalangan keluargamu suatu perbuatan maksiat kepada

Allah, maka engkau harus cegah mereka darinya dan engkau larang

mereka melakukannya. Hal yang sama juga dikemukakan Ad-Dahlak dan

Muqatil, bahwa sudah merupakan suatu kewajiban bagi seorang muslim

mengajarkan kepada keluarganya, baik dari kalangan kerabatnya ataupun

budak-budaknya, hal-hal yang difardukan oleh Allah dan mengajarkan

kepada mereka hal-hal yang dilarang oleh Allah yang harus mereka

jauhi.2

Ayat diatas menggambarkan bahwa disinilah tanggung jawab orang tua

untuk mendidik anak-anaknya, karena anak adalah amanah Allah yang diberikan

kepada orang tua yang kelak akan diminta pertanggung-jawaban atas

pendidikannya.

2Al Imam Abul Fida Ismail Ibnu Kasir Ad-Dimasyqi, Tafsir Al Qur’an al-‘Ażīm,

terjemahan Bahrum Abu Bakar, Tafsir Ibnu Kaśīr juz 28, (Bandung: Sinar Baru Algesindo,2003),

h. 751

4

Dalam hal mendidik anak Rasulpun pernah bersabda:

باحة والرماية )رواه الزيلىن( علموا اوالدكم الس“Ajarilah anak-anakmu berenang dan memanah. (H.R. Zaelani)

Dari ayat dan hadits diatas jelaslah bahwa kewajiaban orang tua untuk

mendidik anak-anaknya dalam hal pendidikan agama dan pendidikan umum

termasuk di dalamnya pendidikan keterampilan. Hal ini dimaksudkan agar kelak

anak-anak itu dapat mencapai kebahagiaan hidup di dunia dan akhirat. 3

Untuk itu Islam telah menjelaskan hukum yang berkenaan dengan anak

yang dilahirkan dan dasar-dasar pegadogis yang berkaitan dengannya. Dengan

demikian orang tua dapat melaksanakan kewajiban terhadap anaknya yang

dilahirkan secara benar. Alangkah patutnya bagi setiap orang yang bertanggung

jawab terhadap masalah pendidikan untuk melaksanakan kewajibannya secara

sempurna sesuai dengan dasar-dasar yang telah diletakkan oleh Islam dan yang

diajarkan oleh Rasulullah saw.4

Diantara tanggung jawab yang diperlihatkan oleh Islam adalah tanggung

jawab para pendidik terhadap individu-individu yang berhak menerima

pengarahan, pengajaran dan pendidikan dari mereka. Ketika anak diajarkan

tentang pendidikan agama seperti tauhid, akhlak, dan sebagainya yang sesuai

dengan pertumbuhan dan perkembangan otak serta kejiwaannya, maka seharusnya

sudah tumbuh di dalam diri seorang anak dasar-dasar agama yang pada akhirnya

nanti akan menjadi acuan baginya untuk beribadah kepada tuhannya, dan

bertingkah laku yang sopan dan santun terhadap orang tua, guru, teman maupun

masyarakat disekelilingnya. Akan tetapi, apabila diamati keadaan anak di usia dini

sekarang ini cukup memperihatinkan. Hal ini dapat dilihat dari beberapa realitas,

seperti perilaku anak usia dini yang sudah lupa akan asma’-asma’ Allah, nama-

nama Nabi dan Rasul yang wajib diketahui dan dikenal kini sudah jarang sekali

anak yang mengetahuinya dan jarang sekali orang tua yang mengajarkannya,

3 Zuhairini,“Filsafat Pendidikan Islam” (Jakarta: Bumi Aksara. 2008) cet. 4, h. 177.

4 Ibnu Qayyim Al-Jauziyah,“Tuntunan Rasulullah dalam mengasuh anak”, Terj.

Tuhfatul Maudud Bi Ahkamil Maulud oleh Nabhani Idris (Jakarta: studia press. 2009) cet. I, h.

3.

5

belum lagi rukun Iman, dan rukun Islam yang yang seharusnya sudah diajarkan

kini tidak banyak anak yang mengetahuinya, dan anak pun begitu cepat untuk

melupakannya, berbeda dengan apa yang ia lihat di TV, ia lebih mengenal artis

dibandingkan nabinya, dan ia lebih senang menyanyikan lagu-lagu yang kurang

mendidik yang ia sering lihat dan dengar di TV maupun yang lainnya. Yang

semua itu disebabkan oleh kuarangnya perhatian orang tua dalam mendidik anak

serta perilaku orang tua yang kurang mendidik yang dicontoh dan ditiru oleh

anak. Selain itu juga anak suka berbicara memakai bahasa yang kasar, kotor, yang

ia dapati dari perkataan orang tua, teman serta orang-orang yang berada

dilingkungannya sehari-hari. Setiap saat anak mencontoh sesuatu yang kurang

baik dari orang tua maupun orang-orang yang berada di lingkungannya. Padahal

orang tua harus menjadi figur dan suri tauladan yang baik bagi anak karena orang

tua bertanggung jawab untuk mendidik anaknya sejak sedini mungkin. ini adalah

tanggung jawab yang besar dan sangat penting. Sebab tanggung jawab itu dimulai

dari masa kelahiran sampai berangsur-angsur anak mencapai masa analisa,

puberitas dan sampai anak menjadi dewasa yang wajib memikul segala kewajiban.

Untuk itu orang tua sebagai pendidik harus melaksanakan tanggung jawab secara

sempurna dengan penuh amanat dan kemauan sesuai dengan tuntunan Islam.

Sehingga anak dapat tumbuh besar dengan landasan Al-Qur’an dan Sunnah serta

adab sosial yang tinggi. Sebagaimana Rasulullah bersabda:

ر و أدب وهم. علموا أوالدكم و أهليكم الي “Ajarkanlah kebaikan kepada anak-anak kamu dan keluarga kamu dan

didiklah mereka. (H.R Abdurrazaq dan Said bin Manshur).

ي م ت ها.ل راع ف أهله و مسؤل عن رعي م ت ه, والمرأة راعية ف ب يت زوجها ومسؤلة عن رع الرمج Seorang laki-laki adalah pemimpin di dalam keluarganya dan ia

bertanggung jawab terhadap keluarganya itu, dan seorang wanita adalah

pemimpin di dalam rumah suaminya dan ia bertanggung jawab terhadap apa

yang dipimpinnya. (H.R. Bukhari dan Muslim) 5

5Abdullah Nasih Ulwan, “Pendidikan Anak Dalam Islam”. Tarbiyatul Awlad fii Al-Islam

Terj, Jamaludin Miri (Jakarta: Pustaka Amani. 1994), Juz I, h. 145.

6

Dari pemaparan di atas dapat difahami bahwa amanah yang diberikan

Allah kepada orang tua yang berupa anak, adalah amanah yang sangat besar

tanggung jawabnya. Karena sekali orang tua salah mendidik, maka anaknya pun

kelak setelah dewasa juga akan menjadi orang tua yang salah mendidik anak-

anaknya dan generasi berikutnya.

Imam Ibnu Qayyim Al-Jauziyyah adalah ulama sunni yang sangat

memperhatikan pentingnya pendidikan yang diberikan kepada anak usia dini,

sejak ia lahir sampai ia meranjak dewasa. Beliau menjelaskan bahwa Abdullah bin

Umar RA pernah memberikan taushiyahnya yang berbunyi, “Didiklah anak-mu,

karena engkau bertanggung-jawab atasnya. Engkau akan ditanya, apa yang

engkau ajarkan kepadanya, ia akan ditanya tentang baktinya kepadamu”.6

Imam Ibnu Qayyim menegaskan tanggung jawab ini dalam ucapannya,

“Pada hari kiamat, Allah Swt. Bertanya kepada orang tua perihal anaknya

sebelum sang anak bertanya perihal orang tuanya. Karena, selain orang tua

mempunyai hak yang harus ditunaikan anaknya, anak juga mempunyai hak

yang harus ditunaikan orang tua. Barangsiapa tidak mengajari anaknya

dengan sesuatu yang bermanfaat, atau bahkan membiarkannya tanpa

pendidikan, berarti ia telah benar-benar merusak anaknya. Kebanyakan

anak rusak karena ulah orang tua yang mengabaikan pendidikannya dan

tidak mengajarkan kepadanya masalah-masalah fardu dan sunnah. Orang

tua menyia-nyiakan anaknya di masa kecil mereka, sehingga mereka tidak

mendapatkan manfaat apa-apa darinya. Akibatnya, ketika anak-anak telah

dewasa, mereka tidak memberikan manfaat apa-apa kepada orang tuanya.

Sebagian anak memberikan alasan mengapa mereka durhaka kepada orang

tua mereka, “ayah, engkau telah durhaka kepada aku tatkala aku kecil, kini

setelah aku dewasa, aku pun durhaka kepada mu. Engkau telah menyia-

yiakan ku pada saat aku masih anak-anak. Kini aku pun menyia-yiakan mu

pada saat engkau menjadi tua-renta.”7

Dari pernyataan Ibnu Qayyim di atas dapat disimpulkan bahwa ketika

orang tua acuh terhadap pendidikan anaknya khususnya yang berkenaan dengan

masalah-masalah yang fardu maupun yang sunnah, maka anak pun ketika ia

dewasa nanti akan acuh terhadap orang tuanya, dan anak juga akan mewarisi sifat

acuhnya kepada anak-anaknya kelak.

6 Ibnu Qayyim Al-Jauziyah, Op.cit. h. 162.

7 Syaikh Muhammad Said Mursi, Seni Mendidik Anak 2, Terj, Fan Tarbiyah Al-Aulad fii

Al-Islam, Oleh Muhammad Muchson Anasy, (Jakarta: Pustaka Al-Kautsar, 2006) ed. Khusus, h.5

7

Kesibukan orang tua dalam bekerja yang mengakibatkan kurangnya

perhatian orang tua terhadap pendidikan anaknya menjadikan anak cenderung

nakal dan susah untuk diatur. Belum lagi lingkungan yang merusak dan pergaulan

yang tidak baik akan menodai kefitrahan anak dan dapat mengakibatkan berbagai

penyimpangan dan pada gilirannya akan menghambat perkembangan akal

pikirannya. Sehingga tujuan akhir dari pendidikan anak prasekolah tidak dapat

terwujud dengan baik.

Padahal semestinya tujuan akhir dari pendidikan anak prasekolah adalah

memberikan landasan iman dan mental yang kokoh serta kuat pada anak, sehingga

ia akan hidup bahagia bukan saja pada saat ia dewasa dalam menjalankan

kehidupannya di dunia akan tetapi juga bahagia di akhirat, dan bahkan diharapkan

dapat mengikutsertakan kebahagiaan itu untuk orang tuanya, guru dan orang-

orang yang berada disekelilingnya.8

Dari pernyataan dan keterangan diatas Ibnu Qayyim Al-Jauziyah sangat

memperhatikan tentang pentingnya pendidikan anak sehingga berdasarkan latar

belakang masalah yang telah diuraikan diatas maka penulis tertarik untuk

membahas masalah ini dalam sebuah skripsi dengan judul “KONSEP

PENDIDIKAN ANAK USIA DINI MENURUT IBNU QAYYIM AL-

JAUZIYYAH”

B. Identifikasi Masalah

Berdasarkan latar belakang masalah diatas maka dapat diidentifikasi

masalah penelitian sebagai berikut:

1. Pendidikan yang diberikan orang tua untuk anak usia dini hanya sebatas

tradisi dan kurang maksimal.

2. Tidak banyak orang tua yang mengetahui konsep pendidikan anak usia dini

menurut Ibnu Qayyim Al-Jauziyyah.

3. Kurangnya pengetahuan dan perhatian orang tua terhadap pertumbuhan dan

perkembangan pendidikan anak usia dini.

8 Al-Jauziyah, Muhammad Abu Bakar, Hanya Untuk mu Anakmu : Panduan Lengkap

Pendidikan Anak Sejak Dalam Kandungan Hingga Dewasa, Terj. Hariyanto, Lc. (Pustaka Imam

Asy-Syafi’i , 2010) cet. 1, h. 3

8

4. Kurangnya dasar pendidikan agama yang diberikan orang tua kepada anak

usia dini .

5. Kurangnya suritauladan yang baik, yang dapat dicontoh dan ditiru oleh anak

baik dari orang tua maupun lingkungannya.

C. Pembatasan Masalah

Dari identifikasi masalah diatas maka penelitian ini dibatasi pada

Pendidikan Anak Usia Dini yang dikonsepkan oleh Ibnu Qayyim Al-Jauziyyah

dengan rentang usia 0-2 tahun (masa menyusui) dan 3-6 tahun (masa masa

batuta).

D. Perumusan Masalah

Dari identifikasi masalah dan pembatasan masalah di atas dapat

dirumuskan permasalahan sebagai berikut:

1. Bagaimana karakteristik pendidikan anak usia dini menurut Ibnu Qayyim Al-

Jauziyyah?

2. Apa aspek-aspek yang mempengaruhi pendidikan anak usia dini menurut

Ibnu Qayyim Al-Jauziyyah?

3. Bagaimana relevansi pendidikan anak usia dini menurut Ibnu Qayyim Al-

Jauziyyah dengan pendidikan Islam?

E. Tujuan Penelitian

Berdasarkan rumusan masalah di atas, maka tujuan penelitian ini adalah:

1. Untuk mengetahui karakteristik pendidikan anak usia dini menurut Ibnu

Qayyim Al-Jauziyyah.

2. Untuk mengetahui aspek-aspek pendidikan anak usia dini menurut Ibnu

Qayyim Al-Jauziyyah.

3. Untuk mengetahui relevansi pendidikan anak usia dini menurut Ibnu Qayyim

Al-Jauziyyah dengan pendidikan Islam.

9

F. Manfaat Penelitian

Manfaat yang dapat diperoleh dari penelitian ini adalah:

1. Bagi Penulis

Sebagai Ilmu pengetahuan yang sangat berharga yang menjadi acuan

penulis dalam mendidik anak.

2. Bagi anak

Anak akan merasa terbimbing dan terdidik dengan rasa kasih sayang dan

penuh perhatian.

3. Bagi orang tua

Sebagai ilmu dan masukan dalam mendidik anak agar tidak salah dalam

mendidik. Juga sebagai bahan pembelajaran dan perbandingan dalam mendidik

anak dengan penuh kasih sayang dan suri tauladan yang baik.

4. Bagi peneliti

Sebagai salah satu bentuk karya ilmiah yang dapat dijadikan bahan

referensi oleh para akademisi dalam mengerjakan tugas karya ilmiahnya.

10

BAB II

KAJIAN TEORITIK

A. Pengertian Pendidikan Anak Usia Dini

Kata pendidikan dalam bahasa Inggris diterjemahkan dengan education

yang berarti bimbingan, sedangkan dalam bahasa Arab diterjemahkan dengan al-

tarbiyyah yang berarti pendidikan.

Kata tarbiyah sering digunakan ahli pendidikan Islam untuk

menerjemahkan kata pendidikan dalam bahasa Indonesia. Dalam Al-Qur’an

pengertian kata al-tarbiyyah berasal dari tiga kata, yaitu: pertama, kata raba-

yarbu yang berarti bertambah, bertumbuh, seperti yang terdapat pada surat al-

Rum ayat 39;

ن ربا لي ربوا ف أموال الناس فال ي ربوا عند اهلل . . . ومآءات يتم مDan sesuatu riba (tambahan) yang kamu berikan agar dia

menambah pada harta manusia, maka riba itu tidak menambah pada sisi

Allah...(Q.S ar-Rum [30:39])

Kedua, rabiya-yarba yang berarti menjadi besar; ketiga, dari kata rabba-

yarubbu yang berarti memperbaiki, menguasai urusan, menuntun, menjaga,

memelihara. Dalam arti lain tarbiyah diartikan sebagai pendidikan yang dilakukan

secara berkesinambungan yang tahapan-tahapannya sejalan dengan kehidupan,

tidak berhenti pada batas tertentu, terhitung dari buaian sampai liang lahat.1

Sedangkan kata ta’lim menurut Abdul Fatah Jalal lebih luas dibandingkan dengan

1 Najib Khalid Al ‘Amir, Tarbiyah Rasulullah. Terj, Min Asaalibir-Rasul Saw oleh Ibnu

Muhammad dan Fakhrudin Syam (Jakarta: Gema Insani Press. 1994) h. 22.

11

kata al-tarbiyyah, menurutnya ta’lim tidak berhenti pada pengetahuan lahiriyah

semata, namun mencakup pula aspek-aspek pengetahuan lainnya serta

keterampilan yang dibutuhkan dan pedoman berperilaku. adapun kata al-ta’dib.

Mengacu kepada pengertian ilmu, pengajaran, dan pengasuhan yang baik.2

Dalam Undang-Undang Republik Indonesia No. 20 Tahun 2003 Tentang

Sistem Pendidikan Nasional Bab I Pasal I Ayat I dijelaskan: “Pendidikan adalah

usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan suasana belajar dan proses

pembelajaran agar peserta didik secara aktif mengembangkan potensi dirinya

untuk memiliki spritual keagamaan, pengendalian diri, kepribadian, kecerdasan,

akhlak mulia, serta keterampilan yang diperlukan dirinya, masyarakat, bangsa dan

negara”.3

Selanjutnya definisi anak usia dini. Menurut John Lucke “anak adalah

pribadi yang masih bersih dan peka terhadap rangsangan-rangsangan yang berasal

dari lingkungan. Sedangkan Haditono berpendapat bahwa anak merupakan

makhluk yang membutuhkan pemeliharaan, kasih sayang, dan tempat bagi

perkembangannya. Selain itu anak merupakan bagian dari keluarga, dan keluarga

memberikan kesempatan bagi anak untuk belajar tingkah laku yang penting untuk

perkembangan yang cukup baik dalam kehidupan bersama. Adapun Kasiram

berpendapat bahwa anak adalah makhluk yang sedang dalam taraf perkembangan

yang mempunyai perasaan, pikiran, kehendak sendiri, yang semua itu merupakan

totalitas psikis dan sifat-sifat dan struktur yang berlainan pada tiap-tiap fase

perkembangannya.4

Pada pasal 28 Undang-Undang Simtem Pendidikan Nasional No. 20/2003

ayat 1, yang termasuk anak usia dini adalah anak yang masuk dalam rentang usia

0-6 tahun. Anak usia dini adalah kelompok anak yang berada dalam proses

pertumbuhan dan perkembangan yang bersifat unik, dalam arti memiliki pola

pertumbuhan dan perkembangan (koordinasi motorik halus dan kasar), intelegensi

2 Abdul Aziz Dahlan, Kajian Islam Ilmu-ilmu Keislaman, diterbitkan oleh Tim

Pengembangan Jurnal Ilmiah IAIN Imam Bonjol Padang, (Padang: Kajian Islam. 2001), Vol. XI.

h. 17. 3Ibid., h. 4.

4 Diah Ayu Ningsih Psikologi Perkembangan Anak. (Yogyakarta: Pustaka Larasati. 2000)

h. 11-12.

12

(daya pikir, daya cipta, kecerdasan emosi, dan kecerdasan spiritual), sosial

emosional (sikap dan prilaku serta agama), bahasa dan komunikasi yang khusus

sesuai dengan tingkat pertumbuhan dan perkembangan anak. Sementara itu

menurut kajian rumpunan ilmu PAUD dan penyelenggaraannya di beberapa

negara, PAUD dilaksanakan pada usia 0-8 tahun.5

Berdasarkan keunikan dalam pertumbuhan dan perkembangannya, anak

usia dini terbagi dalam empat tahapan, yaitu: (a) masa bayi lahir sampai 12 bulan,

(b) masa balita usia 1-3 tahun, (c) masa prasekolah usia 3-6 tahun. Pertumbuhan

dan perkembangan anak usia dini perlu diarahkan pada peletakan dasar-dasar

yang tepat bagi pertumbuhan dan perkembangan manusia seutuhnya, yaitu

pertumbuhan dan perkembangan fisik, daya pikir, daya cipta, sosial emosional,

bahasa dan komunikasi yang seimbang sebagai dasar pembentukan pribadi yang

utuh.6

Dengan demikian dari dafinisi pendidikan dan anak usia dini diatas dapat

disimpulkan bahwa Pendidikan Anak Usia Dini adalah jenjang pendidikan

sebelum jenjang pendidikan dasar yang merupakan suatu upaya pembinaan yang

ditujukan bagi anak sejak lahir sampai usia enam tahun yang dilakukan melalui

pemberian rangsangan pendidikan untuk membantu pertumbuhan dan

perkembangan jasmani dan ruhani agar anak memiliki kesiapan dalam memasuki

pendidikan lebih lanjut, yang diselenggarakan pada jalur formal, non formal, dan

informal.7

Hakekat pendidikan anak usia dini adalah periode pendidikan yang sangat

menentukan perkembangan dan arah masa depan seorang anak, sebab pendidikan

yang dimulai dari usia dini akan membekas dengan baik jika pada masa

perkembangannya dilalui dengan suasana yang baik, harmonis, serasi dan

menyenangkan. Pendidikan anak usia dini merupakan dasar dari pendidikan anak

selanjutnya yang penuh dengan tantangan dan berbagai permasalahan yang

5 Maimunah Hasan, PAUD (Pendidikan Anak Usia Dini), (Jogjakarta: DIVA Press. 2011)

cet. V, h. 17. 6 Diah Ayu Ningsih, Op.cit. h. 100-102.

7 Maimunah Hasan, Op.cit.h. 15.

13

dihadapi anak. Dengan demikian, maka pendidikan anak usia dini adalah jendela

pembuka dunia bagi anak.8

B. Ruang Lingkup Pendidikan Anak Usia Dini

Ruang lingkup pendidikan Anak Usia dini adalah sebagai berikut:

1. Masa usia 0-2 tahun (masa menyusui) dengan memberikan pendidikan:

a. Mengadzan dan mengiqomahkan ketika lahir

b. Mentahnik

c. Memberi nama yang baik

d. Meyusui hingga dua tahun

e. Mengakikahkannya

f. Mengkhitannya

2. Masa usia 3-6 tahun (masa batuta) dengan memberikan pendidikan:

a. Pendidikan keimanan

b. Pendidikan akhlak

c. Pendidikan fisik

d. Pendidikan sosial

e. Pendidikan intelektual

C. Karakteristik Perkembangan Anak Usia Dini

1. Infant (masa bayi) usia 0-1 tahun

Dengan beberapa karakteristik sebagai berikut:

a. Mempelajari keterampilan motorik melalui dari berguling, merangkak

duduk, berdiri dan berjalan.

b. Mempelajari keterampilan menggunakan panca indra seperti melihat,

meraba, mendengar, mencium, dan mengecap dengan memasukan

setiap benda ke mulut.

c. Mempelajari komunikasi sosial.

8 Martinis Yamin dan Jamilah Sabri Sanan, Panduan Pendidikan Anak Usia Dini,

(Jakarta: Gaung Persada Press. 2010), cet. 1. h. 3.

14

2. Toddler (anak kecil yang baru belajar berjalan) usia 2-3 tahun

Dengan beberapa karakteristik antara lain yaitu:

a. Anak sangat aktif mengeksplorasi benda-benda yang ada disekitarnya.

b. Anak mulai mengembangkan kemampuan berbahasa.

c. Anak mulai mengembangkan emosi.

3. Preschool (anak yang belum masuk sekolah) usia 4-6 tahun

Anak usia 4-6 tahun memiliki karakteristik antara lain:

a. Berkaiatan dengan perkembangan fisik, anak sangat aktif melakukan

berbagai kegiatan.

b. Perkembangan berbahasa semakin membaik.

c. Perkembangan kognitif (daya pikir) sangat pesat, ditunjukan dengan

rasa ingin tahu anak yang luar biasa terhadap lingkungan sekitar.

d. Bentuk permainan anak masih bersifat individu bukan permainan

sosial.9

Adapun satuan pendidikan penyelanggara antara lain ialah:

a) Keluarga

b) Lingkungan

c) Taman Kanak-kanak (TK)

d) Raudatul Athfal (RA)

e) Bustanul Athfal (BA)

f) Kelompok Bermain (KB)

g) Bina Keluarga Balita10

D. Landasan Pendidikan Anak Usia Dini

1. Landasan Yuridis

a. Undang-Undang Republik Indonesia, Nomor: 20 tahun 2003, tentang

Sistem Pendidikan Nasional:

9 Diah Ayu Ningsih, Psikologi Perkembangan Anak. (Yogyakarta: Pustaka Larasati.

2000) h. 94-95. 10

Maimunah Hasan, Op.cit.h. 17-18.

15

1) Bab I, Pasal 1, butir (14), menetapkan pendidikan anak usia dini

adalah suatu upaya pembinaan yang ditujukan kepada anak sejak

lahir sampai dengan usia enam tahun yang dilakukan melalui

pemberian rangsangan pendidikan untuk membantu pertumbuhan

dan perkembangan jasmani dan rohani agar anak memiliki kesiapan

dalam memasuki pendidikan lebih lanjut.

2) Pasal 28 butir (2) menyatakan bahwa pendidikan anak usia dini

dapat diselenggarakan melalui jalur pendidikan formal, nonformal,

dan informal. Pasal 28 butir (3) menyatakan bahwa pendidikan anak

usia dini pada jaur pendidikan formal berbentuk taman kanak-kanak

(TK), raudatul athfal (RA), atau bentuk lain yang sederajat.

2. Landasan Filosofis

Pendidikan anak usia dini pada dasarnya berdasarkan kepada nilai-nilai

filosofis yang dianut oleh lingkungan yang berada disekitar anak. Dasar-dasar

pendidikan sosial yang diletakan dalam mendidik anak adalah membiasakan anak

berperilaku yang sesuai dengan etika dan tatanan yang ada dalam masyarakat.

Dalam meletakan dasar pondasi pada pertumbuhan dan perkembangan anak

dibutuhkan situasi dan kondisi yang kondusif pada saat anak memberikan

stimulasi dan upaya-upaya pendidikan yang sesuai dengan kebutuhan anak yang

tentu berbeda antara yang satu dan yang lainnya. 11

Dalam keterangan lain dijelaskan bahwa filosofis atau dasar pemikiran

penyelenggaraan anak usia dini yaitu:

a. Setiap anak memiliki multi kemampuan yang bisa berkembang.

b. Setiap anak berhak memperoleh layanan pendidikan sesuai dengan

karakteristik dan kebutuhan perkembangannya.

c. Setiap anak belajar melalui gerak (move), bermain (play), melakukan (do)

untuk memperoleh pengalaman (hands on learning).

11

Martinis Yamin dan Jamilah Sabri Sanan, Op.cit.h.19-22.

16

d. Setting lingkungan yang kondusif bagi perkembangan anak akan

menumbuhkembangkan semua potensi yang dimilikinya.12

3. Landasan Religius

a. Al-Qur’an

Al-Qur’an ialah firman Allah berupa wahyu yang disampaikan oleh

malaikat Jiblil kepada Nabi Muhammad SAW. di dalamnya terkandung

ajaran pokok yang dapat dikembangkan untuk keperluan seluruh aspek

kehidupan melalui ijtihad, yang ajaran berhubungan dengan masalah

keimanan yang disebut aqidah, dan yang berhubungan dengan amal yang

disebut syari’ah.13

Nabi muhammad sebagai pendidik pertama pada masa awal pertumbuhan

Islam telah menjadikan Al-Qur’an sebagai sumber pokok dan landasan

pendidikan Islam. Kedudukan Al-Qur’an sebagai sumber pokok dan

landasan pendidikan Islam dapat difahami dari surat Al-‘Alaq ayat 1-5

yang berbunyi:

الذي علم .اق رأ وربك األكرم .خلق اإلنسان من علق .اق رأ باسم ربك الذي خلق .علم اإلنسان مال ي علم .ابالقلم

Bacalah dengan (menyebut) nama Rabbmu yang menciptakan, Dia telah

menciptakan manusia dengan segumpal darah. Bacalah, dan Rabbmulah

yang paling Pemurah, yang mengajar (manusia) dengan perantaraan

kalam. Dia mengajarkan kepada manusia apa yang tidak diketahuinya.

(QS. Al-‘Alaq: 1-5)14

Al-Qur’an juga menjelaskan bahwa diantara masalah-masalah yang sudah

menjadi ketetapan dalam syariat Islam adalah anak itu diciptakan dengan

fitrah tauhid yang murni, agama yang benar, iman kepada Allah. Hal ini

sesuai dengan firman Allah:

12

Anita Yus, Model Pendidikan Anak Usia Dini, (Jakarta: Kencana. 2011), cet. 1. h.65. 13

Zakiah Darajat, Ilmu Pendidikan Islam, (Jakarta Bumi Aksara, 1996), cet. III, h. 21. 14

Abdurrahman An Nahlawi, Buku Pendidikan Islam di Rumah, Sekolah dan

Masyarakat. Terj, Ushulut Tarbiyah Islamiyah wa Asalabiha fil Baiti wal Madrasati wal

Mujtama’ oleh Syihabuddin (Jakarta: Gema Insani Press. 1995) h. 31.

17

ها الت بديل للق ... ين القيم ولكن أكث ر الناس فطرت اهلل الت فطر الناس علي اهلل ذلك الد .الي علمون

“...fitrah Allah yang telah menciptakan manusia menurut fitrah itu.Tidak

ada perubahan pada fitrah Allah.(Itulah) agama yang lurus; tetapi

kebanyakan manusia tidak mengetahui”. (QS. Ar-Ruum ayat : 30).

Yang dimaksud fitrah Allah adalah manusia diciptakan Allah mempunyai

naluri beragama, yaitu agama tauhid. Jika ada manusia tidak memiliki

agama tauhid, maka hal itu tidak wajar. Mereka tidak beragama tauhid

karena pengaruh lingkungannya baik itu lingkungan keluarga maupun

lingkungan disekitarnya.

Lingkungan yang baik mempunyai pengaruh yang besar terhadap

pendidikan anak dalam kebaikan dan ketaqwaan, dengan membuntuknya

atas dasar iman, aqidah dan akhlak yang mulia.15

Lingkungan yang pertama kali dijumpai oleh anak adalah lingkungan

keluarga. Untuk itu keluarga (orang tua) harus mampu mendidik anak-

anaknya dengan baik, agar mereka terhindar dari kerugian, keburukan, dan

api neraka yang senantiasa menantikan manusia-manusia yang jauh dari

Allah.

Sebagaimana Allah berfirman:

م و أهليكم نارا...يآاي هاال ذين آمن وا ق وآان فسك “Hai orang-orang yang beriman, peliharalah dirimu dan keluargamu dari

api neraka...” (Q.S. At-Tahrim [66:6]).16

Itulah beberapa dalil Al-Qur’an yang merupakan landasan untuk mendidik

anak sejak sedini mungkin.

b. Hadits

Dalam hal mendidik anak terdapat juga beberapa hadist yang bisa

dijadikan landasan dalam mendidik. Diantaranya yaitu:

15

Abdullah Nasih Ulwan, Pendidikan Anak Dalam Islam. Terj, Jamaludin Miri (Jakarta:

Pustaka Amani. 1994), Juz 2, h. 43. 16

Abdurrahman An Nahlawi, Op.cit. h. 141.

18

س ا اب واه يج رانه كل مولود ي ولد على الفطرة وان دانه او ي نص (خباري)رواه انه اوي هو“setiap anak dilahirkan dalam keadaan fitrah, maka sesungguhnya kedua

orang tuanyalah yang menjadikan ia Majusi, Yahudi, atau Nasrani”. (H.R.

Bukhari).

ر و أدب وهم علموا أوالدكم وأهليكم ال ي “Ajarilah Anak-anak dan keluargamu kebaikan, dan didiklah mereka”.

(H.R. Abdur Razaq dan Sa’id bin Manshur)

ق بصاع الن ر من أن ي تصد ي ؤدب الرجل و لده خي “Seseorang yang mendidik anaknya adalah lebih baik dari pada ia

bersedekah satu sha”. (H.R. Tirmidzi)

أدب حسن ما نل والد ولدا أفضل من “Tidaklah ada pemberian yang lebih baik dari seorang ayah kepada

anaknya dari pada akhlak yang baik”. (H.R. Tirmidzi)

على ثالث خصال: حب نبيكم و حب آل ب يته وتالوة القرآن أدب وا أوالدكم “Didiklah anak-anakmu kepada tiga hal: cinta kepada Nabi mu, dan cinta

kepada keluarganya, dan gemar membaca Al-Qur’an”. (H.R. Tabrani).17

E. Tujuan Pendidikan Anak Usia Dini

Adapun tujuan dari pendidikan anak usia dini adalah agar kelak anak

memiliki kesiapan dalam memasuki pendidikan lebih lanjut nantinya, yang

meliputi pertumbuhan dan perkembangan jasmani dan rohani. Selain itu juga

membantu anak agar berkualitas yaitu anak yang tumbuh dan berkembang sesuai

dengan tingkat perkembangannya, sehingga memiliki kesiapan yang optimal

dalam memasuki pendidikan dasar dan mengarungi kehidupan di masa dewasa,

serta membantu menyiapkan anak mencapai kesiapan belajar (akademik) di

sekolah.18

F. Materi Pendidikan Anak Usia Dini

Materi pendidikan anak usia dini sangat banyak jumlahnya, tetapi kalau

diklasifikasikan ada beberapa materi yang sangat penting untuk diberikan kepada

anak usia dini yaitu:

1. Pendidikan Iman

17

Abdullah Nasih Ulwan, Op.cit. h. 44. 18

Maimunah Hasan, Op.cit.h. 17

19

Yang dimaksud dengan pendidikan iman adalah menanamkan kepada anak

dasar-dasar keimanan, rukun Islam dan dasar-dasar syariat sejak sedini mungkin.

Ketika anak baru dilahirkan hendaknya menyerukan adzan di telinga kanan dan

iqomah di telinga kirinya, agar kalimat yang pertama ia dengar adalah kalimat

tauhid yang nantinya akan mempunyai pengaruh terhadap penanaman dasar-dasar

aqidah di dalam jiwanya. Selain itu anak juga harus diajarkan dan diperkenalkan

kepada perkara yang halal dan haram, agar ketika ia memasuki masa baligh ia

sudah memahami tentang hukum-hukum halal dan haram. Serta mengajarkan

kepada anak akan hakekat tuhan yang selalu mengawasinya disetiap saat.

2. Pendidikan Akhlak

Dalam hal ini anak harus diajarkan pada dasar-dasar akhlak yang baik agar

menjadi tabiat yang harus dimiliki dan dijadikan kebiasaan oleh anak sejak kecil.

Ada beberapa hal yang dapat dianggap positif untuk dibiasakan terhadap anak usia

dini, di antaranya adalah:

a. Anak harus dibiasakan menjaga kebersihan, sebab Islam sangat

mementingkan kebersihan, sebagaimana Allah firman:

رين ب المطه …واهلل ي

“… Dan Allah menyukai orang-orang yang bersih”. (Q.S. At-Taubah

[9:108])

Ayat di atas menjelaskan tentang kecintaan Allah terhadap orang yang

bersih, yaitu orang menyucikan dirinya dari segala macam najis dan

kotoran sekaligus membersihan jiwanya dari segala macam dosa.19

Dalam rangka membiasakan hidup bersih dan hidup sehat, pada anak usia

dini, hendaklah anak dibiasakan untuk berdo’a sebelum tidur dan ketika

bangun, mandi secara teratur, menggosok gigi setiap bangun dan

menjelang tidur, mencuci tangan sebelum dan sesudah makan, serta

membuang sampah pada tempatnya.

19

Al Imam Abul Fida Ismail Ibnu Kasir Ad-Dimasyqi, Tafsir Al Qur’an al-‘Ażīm,

terjemahan Bahrum Abu Bakar, Tafsir Ibnu Kaśīr Juz 11, (Bandung: Sinar Baru Algesindo,2003),

h. 661-662.

20

b. Anak dilatih dan dibiasakan hidup teratur, misalnya dengan membiasakan

anak makan secara teratur dan tidak berlebihan, sebagaimana firman

Allah:

ب المسرفي يابن ءادم خذوا زينتكم عند كل مسجد وكلوا واشربوا والتسرفوا إنه الي“Hai anak Adam, pakailah pakaianmu yang indah di setiap (memasuki)

mesjid, makan dan minumlah, dan janganlah berlebih-lebihan.

Sesungguhnya Allah tidak menyukai orang-orang yang berlebih-

lebihan”.(Q.S. Al-A’raaf [7: 31])

Makna yang terdapat pada ayat ini adalah makanlah sesukamu dan

berpakaianlah sesukamu selagi engkau hindari dua pekerti, yaitu berlebih-

lebihan dan sombong. Allah menghalalkan makan dan minum selagi

dilakukan dengan tidak berlebih-lebihan dan tidak untuk kesombongan20

.

Untuk itu anak harus dilatih untuk tidak berlebihan dan sombong dalam

segala hal.

Dalam hadis lain Rasulullah bersabda tentang aturan makan dan minum,

seperti: يطان يأكل بشم اله إذا أكل أحدكم ف ليأكل بيمينه وإذا شرب ف ليشرب بيمينه فإن الش

.شماله ويشرب ب “Jika makan salah seorang diantara kamu, maka makanlah dengan

tangan kanan, dan jika minum, maka minumlah dengan tangan kanan,

karena sesungguhnya syaitan makan dan minum dengan tangan kiri” (HR.

at-Tirmiżi) 21

c. Biasakan anak untuk tidak berbohong

Kebiasaan suka berbohong merupakan kebiasaan yang sangat buruk dalam

Islam. Oleh karena itu, para pendidik baik orang tua maupun guru harus

mencurahkan perhatiannya dalam membiasakan anak untuk selalu berkata

jujur. Dalam hal ini Rasul telah memperingatkan kepada pendidik orang

tua maupun guru agar tidak berbuat kebohongan dihadapan anak-anaknya,

meskipun hanya bujukan ataupun permainan. Karena anak akan meniru

sehinga akan terbiasa dalam kehidupannya.

20

Ibid,. Juz 8, h. 353. 21

Najib Khalid Al ‘Amir, Op.cit.h. 208.

21

Ahmad meriwayatkan dari Abu Hurairah Ra, dari Rasulullah Saw, beliau

bersabda:

من قال لصب هاك، ث ل ي عطه فهي كذبة “Barang siapa berkata kepada seorang anak kecil, “kemarilah dan

ambillah sesuatu”, lalu ia tidak memberinya, maka perbuatan itu adalah

suatu kedustaan”.

d. Ajarilah anak untuk tidak mencela dan mencemooh orang lain.

Kebiasaan mencela dan mencemooh merupakan gejala terburuk yang

tersebar luas ditengah-tengah anak-anak dan lingkungan masyarakat yang

jauh dari petunjuk Al-Qur’an dan pendidikan Islam.

Ada dua faktor utama yang menimbulkan kebiasaan mencela dan

mencemooh, yaitu:

Pertama, karena teladan yang buruk. Apabila anak selalu mendengar

kalimat-kalimat buruk, celaan, dan kata-kata yang mungkar, maka sudah

barang tentu anak akan meniru kalimat-kalimat tersebut dan membiasakan

diri dengan kata-kata kotor dan senantiasa mengeluarkan kata-kata keji

dan mungkar.

Kedua, karena pergaulan yang tidak baik. Apabila anak dibiarkan bermain

di jalanan dan bergaul dengan teman-teman yang buruk akhlaknya, maka

secara alami anak akan mempelajari bahasa kutukan, celaan dan

penghinaan dari teman-temannya. Ia akan mengambil perkataan,

kebiasaan, dan akhlak yang buruk, serta tumbuh dewasa pada dasar

pendidikan dan moralitas yang sangat buruk. Karena Rasulullah pernah

bersabda:

ليس المؤمن بالطعان وال اللعان والالفاحش وال البذيء

“Orang mu’min itu bukanlah orang yang suka mencela, bukan pula orang

yang suka melaknat, dan bukan pula orang yang berkata keji, dan bukan

pula orang yang suka berkata kotor”. (H.R. Tirmidzi)22

22

Abdullah Nasih Ulwan, Pendidikan Anak Dalam Islam. Terj, Jamaludin Miri (Jakarta:

Pustaka Amani. 1994), Juz 1, h. 188.

22

3. Pendidikan Fisik

Untuk membimbing anak agar terikat dan tertarik dengan ajaran-ajaran

kesehatan dan sasaran pencegahan penyakit, maka dalam rangka memelihara

kesehatan anak dan menumbuhkan kekuatan jasmaninya, di samping mereka pun

harus berkonsultasi dengan para spesialis mengenai hal-hal yang harus

diperhatikan untuk menjaga jasmani dari berbagai penyakit, orang tua maupun

guru juga harus membimbing dan mengajari anak untuk selalu menjaga

kesehatannya.

Jika memakan buah-buahan mentah itu dapat menimbulkan penyakit,

hendaklah para pendidik membimbing anak-anak supaya membiasakan diri

memakan buah-buahan yang sudah matang, dan jika memakan sayur-sayuran atau

buah-buahan yang belum dicuci itu bisa menimbulkan berbagai penyakit,

hendaklah para pendidik membimbing anak-anak supaya membiasakan diri

memakan sayuran dan buah-buahan itu setelah dicuci.

Jika mencampurkan satu makanan dengan makanan lainnya dalam satu

waktu dapat menyebabkan penyakit di dalam perut, alat pernafasan dan alat

pencernaan, maka para pendidik hendaknya membimbing anak-anak agar

membiasakan diri mengatur waktu makan. Begitu juga jika mengambil makanan

dengan tangan yang kotor itu dapat menimbulkan penyakit, maka para pendidik

hendaknya membimbing anak-anak untuk menerapkan petunjuk Islam dalam

mencuci tangan sebelum makan dan sesudahnya. Selain itu juga pendidik harus

membimbing anak agar selalu membiasakan diri untuk berolah raga karena akal

yang sehat terdapat dalam jiwa sehat.23

4. Pendidikan Sosial

Dalam menumbuhkan jiwa sosial anak, maka terlebih dahulu anak harus

ditanamkan jiwa Ukhuwah Islamiyah yaitu ikatan kejiwaan yang mewarisi

perasaan mendalam tentang kasih sayang, kecintaan dan penghormatan serta

pengorbanan kepada setiap orang yang diikat oleh perjanjian aqidah Islamiyah,

23

Muhammad Athiyah Al-Abrasyi, Buku Beberapa Pemikiran Pendidikan Islam,Terj.

Ruh Al-Islam, Muthaba’ah Lajnah Al-Bayan Al-‘Arabi oleh Syamsudin Asyrofi, Achmad Warid

khan, dan Nizar Ali, (Yogyakarta: Titian Ilahi Press, 1996) Cet, 1. h. 119.

23

yaitu keimanan dan ketakwaan kepada Allah Swt. Dengan menanamkan jiwa

ukhuwah Islamiyah kepada anak, akan membentuk sikap-sikap positif baginya.

Seperti saling tolong menolong, mengutamakan orang lain, saling berkasih sayang

dan selalu memberikan maaf serta dapat menjauhi sikap-sikap negatif, seperti

menjauhi setiap hal yang dapat membahayakan manusia di dalam diri, harta dan

kehormatan mereka.24

Dengan demikian ia akan menjadi orang yang selalu kasih mengasihi,

saling mengutamakan kepentingan orang lain, saling tolong menolong dan saling

berkorban untuk saudaranya yang lebih membutuhkan.

5. Pendidikan Intelektual

Pendidikan intelektual adalah pembentukan dan pembinaan berpikir anak

dengan segala sesuatu yang bermanfaat, tentang ilmu pengetahuan agama maupun

umum, tentang hukum, peradaban ilmiah dan modernisme, serta kesadaran

berpikir dan berbudaya. Dengan demikian rasio dan peradaban anak benar-benar

terbina.

Untuk merangsang kecerdasan berbahasa verbal ajaklah bercakap-cakap,

bacakan cerita berulang-ulang, rangsangan untuk berbicara dan bercerita,

menyanyikan lagu anak-anak, dan lain-lain.

Adapun untuk melatih kecerdasan logika matematik dengan

mengelompokan, menyusun, merangkai, menghitung mainan, bermain angka,

halma, congklak, sempoa, puzzle, monopoli dan yang lainnya.25

G. Metode Pendidikan Anak Usia Dini

Metode menurut bahasa berasal dari dua kata yaitu meta yang berarti

melalui dan hodos yang artinya jalan atau cara. Jadi secara istilah dapat

disimpulkan bahwa metode adalah suatu jalan atau cara yang dilalui untuk

mencapai suatu tujuan.26

24

Abdullah Nasih Ulwan, Op.cit., Juz 1, h. 395. 25

Diah Ayu Ningsih, Op.cit.h. 89. 26

Nur Uhbiyati Ilmu Pendidikan Islam, (Bandung: CV Pustaka Insani, 1999), cet. II, h.

99.

24

Dalam dunia pendidikan terdapat berbagai macam jenis metode dalam

mengajar dan mendidik, disebabkan karena metode ini dipengaruhi oleh banyak

faktor seperti:

a. Tujuan dan fungsinya yang berbagai jenis.

b. Kemampuan anak didik yang berbagai macam.

c. Situasi yang beragam keadaannya.

d. Fasilitas yang beragam jenisnya.

e. Peribadi guru serta kemampuan profesi yang berbeda-beda.27

Dalam hal ini ada beberapa metode untuk mendidik anak usia dini seperti:

1) Metode Mutual Education

Yaitu suatu metode mendidik secara kelompok yang pernah dicontohkan

oleh Nabi Saw. seperti dicontohkan nabi sendiri dalam mengajarkan sholat dengan

mendemonstrasikan cara-cara sholat yang baik dan benar. Sebagaimana sabdanya:

أصلى )رواه البخاري( صلوا كما رأي تمون “Sholatlah kamu sekalian sebagaimana kalian melihat aku sholat”

2) Metode bercerita

Yaitu metode dengan mengisahkan peristiwa sejarah hidup manusia masa

lampau yang menyangkut keta’atannya atau kemungkarannya kepada perintah

Allah yang dibawa oleh Rasulullah Saw kepada mereka. seperti beberapa ayat Al-

Qur’an yang mengandung nilai pedagogis dalam sejarah digambarkan Allah

sebagai berikut:

رك لظلم عظيم ياب ن التشرك باهلل وإذقال لقمان البنه وهو يعظه إن الش"Dan (ingatlah) ketika Luqman berkata kepada anaknya, di waktu ia

memberi pelajaran kepadanya:"Hai anakku, janganlah kamu mempersekutukan

Allah, sesungguhnya mempersekutukan (Allah) adalah benar-benar kezaliman

yang besar". (QS. 31:13)28

27

Team Didaktik Metodik Kurikulum IKIP Surabaya Pengantar Didaktik Metodik Kurikulum

PBM, (Jakarta: PT RajaGrafindo Persada, 1995), cet. 5, h. 38 28

Abdullah Nasih Ulwan, Op.cit., Juz 2, h. 73.

25

Dalam mengisahkan para Nabi hendaknya pendidik memperbandingkan

antara orang-orang Mukmin yang mengikuti Rasul dengan orang-orang kafir yang

selalu membangkang kepada Rasul dan bagaimana akibat kedua golongan

tersebut, sehingga merasa dan meresap dalam hati anak, bahwa orang-orang

mukmin itu mendapatkan kesenangan dan kebahagiaan dunia akhirat, sedangkan

orang-orang kafir merugi dan celaka. Dengan hal seperti itu akan mengajak anak

untuk selalu patuh dan mengikuti Rasul serta mengamalkan apa yang

diperintahkannya.29

3) Metode Bimbingan dan Penyuluhan

Bimbingan adalah suatu proses memberi bantuan, dalam mengembangkan

dan menyalurkan potensi-potensi yang dimiliki anak didik, membantu dan

menyalurkan dorongan atau motivasi-motivasinya yang positif, membantu dalam

memenuhi kebutuhan-kebutuhannya dan membantu dalam mencapai cita-

citanya.30

Dalam Al-Qur’an terdapat firman-firman Allah yang mengandung metode

bimbingan dan penyuluhan, karena Al-Qur’an sendiri diturunkan untuk

membimbing dan menasehati manusia agar memperoleh kehidupan batin yang

tenang, sehat, serta bebas dari segala konflik kejiwaan.

Pendekatan yang diperlukan dalam melaksanakan metode ini adalah

melalui sikap yang lemah lembut dan lunak hati dengan gaya menuntun atau

membimbing kearah kebenaran.

Hal ini didasarkan atas firman Allah sebagai berikut:

ن اهلل لن وا من حولك ظ القلب الن ت فظا غلي ت لم ولو كن فبما رحة م ...فض“Maka disebabkan rahmat dari Allah-lah kamu berlaku lemah lembut

terhadap mereka. Sekiranya kamu bersikap keras lagi berhati kasar, tentulah

mereka menjauhkan diri dari sekelilingmu. . . (QS. Al-Maidah[5: 159]).

29

Mahmud Yunus, Metodik Khusus Pendidikan Agama. (Padang: Hidakarya Agung.

1983), h. 73. 30

Paimun, Bimbingan Konseling. (Ciputat: UIN Syarif Hidayatullah. 2008), h. 2.

26

Dalam hal ini anak harus dididik dengan perhatian dan penuh kasih

sayang, lemah lembut tanpa adanya ancaman dan cercaan yang dapat

mengakibatkan jiwa anak menjadi terganggu.

4) Metode Pemberian Contoh dan Teladan

Metode yang sangat besar pengaruhnya dalam mendidik anak adalah

medote pemberian contoh dan teladan. Karena sifat anak pada usia dini adalah

suka meniru dan mengikuti apa yang ia lihat dan dengar. Untuk itu pendidik

dalam hal ini adalah figur terbaik dalam pandangan anak, yang tindak-tanduk dan

sopan santunya, disadari atau tidak, akan ditiru oleh anak. Sebagai pendidik harus

bisa mencontohkan yang terbaik untuk anak. Dalam hal ini Allah telah

menunjukan bahwa contoh keteladanan yang terbaik adalah dari kehidupan Nabi

Muhammad. Ia merupakan teladan bagi umat muslim sepanjang sejarah, dan bagi

umat manusia di setiap saat dan tempat, sebagai pelita yang menerangi dan

purnama yang memberi petunjuk. Semuanya itu mengandung nilai pedagogis bagi

kehidupan seluruh manusia. Sebagaimana firman-Nya.

ريالقد كان لكم ف رسول اهلل أسوة حسنة لمن كان ي رجوا اهلل والي وم األخر وذكر اهلل كث “Sesungguhnya telah ada pada (diri) Rasulullah itu suri teladan yang baik

bagimu (yaitu) bagi orang yang mengharap (rahmat) Allah dan (kedatangan) hari

kiamat dan dia banyak menyebut Allah”. (QS. Al-Ahzab [33:21]).31

Masalah keteladanan menjadi faktor penting dalam menentukan baik-

buruknya anak. Jika pendidik jujur, dapat dipercaya, berakhlak mulia, berani dan

menjauhkan diri perbuatan-perbutan yang dilarang agama. Maka anak akan

tumbuh dalam kejujuran, terbentuk dengan akhlak mulia, berani dan menjauhkan

diri dari perbuatan-perbuatan yang bertentangan dengan agama. Begitu pula

sebaliknya, jika pendidik berbohong, khianat, kikir, penakut dan hina. Maka anak

akan tumbuh dalam kebohongan, khianat, durhaka, kikir, penakut dan hina. karena

bagaimanapun besarnya usaha anak dalam mempersiapkan kebaikannya, dan

bagaimanapun kesucian fitrahnya, tidak akan mampu memenuhi prinsip-prinsip

kebaikan dan pokok-pokok utama pendidikan, selama ia tidak melihat sang

pendidik sebagai teladan dari nilai-nilai moral yang tinggi. Padahal sangat mudah

31

Nur Uhbiyati, Op.cit. h. 111-117.

27

bagi pendidik untuk mengajari anak dengan berbagai materi pendidikan, tetapi

teramat sulit bagi anak untuk melaksanakannya ketika ia melihat orang yang

memberikan pengarahan tidak mengamalkannya. Untuk itu tidak ada cara lain

bagi para pendidik selain harus bersikap kasih sayang dan menerapkannya dalam

setiap aktivitas kehidupan sehari-hari dan dalam menjalankan kewajiban dakwah

dan mendidik, agar anak tumbuh dan berkembang dengan akhlak yang baik, dan

terdidik dalam kemuliaan.32

5) Metode belajar sambil bermain

Dalam dunia anak usia dini, bermain dan belajar tidak dapat dipisahkan.

Karena alat mainan bagi anak-anak adalah penting dalam pertumbuhan anak itu

sendiri, baik perkembangan pikirannya maupun jasmaninya dan yang utama

adalah pembentukan tabiatnya. Tabiat yang terbentuk dalam jiwa anak, tidaklah

terjadi dengan mendadak, tetapi karena mengulang-ulangi suatu perbuatan maka

jadilah kebiasaan dan kemudian kebiasaan itu apabila terus dilakukan maka akan

terbentukalah tabiat.

Pada umumnya pembentukan tabiat terjadi pada masa kanak-kanak. Anak-

anak mempunyai kegemaran masing-masing untuk memilih alat mainan apa yang

akan digunakannya, dan jenis permainan apa yang disukainya. Akan tetapi anak-

anak sebelum sekolah, biasanya mempunyai kecenderungan ingin tahu dan ingin

meniru cara anak lain atau gerak-gerik orang dewasa. Pikiran mereka memerlukan

tuntunan dan tidak boleh dibiarkan menurut kehendak sendiri.33

Untuk itu pendidik dalam hal ini orangtua harus bijaksana dalam

memberikan mainan kepada anak-anaknya. Karena pada anak usia dini cenderung

tertarik pada objek yang dapat ia manipulasi seperti mainan yang dimainkannya.

Dengan cara demikian, anak belajar mengenai sifat objek yang dimainkannya.34

Dalam hal ini terdapat beberapa mainan yang dapat diberikan kepada anak-anak

sesuai dengan perkembangan jiwanya.

32

Abdullah Nasih Ulwan, Op.cit.Juz 2, h. 33. 33

M. H. Wauran, Pendidikan Anak Sebelum Sekolah. (Bandung: Indonesia Publishing

House. 1982), cet. 6. h.84. 34

Shoba Dewey Chugani, Anak yang cerdas, Anak yang bermain. (Jakarta: PT Gramedia

Pustaka Utama. 2009), h.19.

28

a. Umur 3 bulan. Benda-benda yang berwarna terang seperti gelang-gelangan

dari plastik, dapat diberikan dengan cara menggantungkannya di atas tempat

tidurnya, sejauh kemampuan anak untuk meraih.

b. Umur 4-5 bulan. Benda-benda yang berwarna dan berbunyi seperti

“rammelear” (kerincing) dapat diberikan dengan menggantungkan pula di

atas tempat tidurnya.

c. Umur 6-7 bulan. Benda-benda dari karet yang berwarna, berbunyi dan

diberikan sedemikian rupa agar bisa diraih.

d. Umur 8-11 bulan. Umumnya anak-anak senang diberi kotak atau

genderengan yang dapat dipukul, bola untuk dilemparkan, dan binatang-

binatangan yang dari plastik atau kain yang dapat dipermainkan.

e. Umur 1 tahun. Anak-anak umumnya senang dengan balok-balokan kayu yang

berwarna atau kotak-kotak kecil yang dapat dikeluar masukkan seperti korek

api.

f. Umur 1 setengah tahun. Anak mulai senang memanjat-manjat, menggeser

kursi atau meja, boneka, beruang-beruangan, bola serta kotak dari plastik.

Ember kecil berisikan air atau pasir, balok-balokan kayu yang disusun secara

vertikal.

g. Umur 2 tahun. Anak mulai meniru apa yang dilihatnya, misalnya memberi

makan bonekanya, disamping ia suka bermain pasir, air dan mobil-mobilan.

Balok-balokan kayu sudah mulai diajarkan seperti kereta api. Dengan diberi

pensil dan kertas, maka anak mulai senang membuat coret-coretan.

h. Umur 2 setengah tahun. Boneka dan binatang-binatangan masih tetap

disenanginya, ia juga senang membuat kue-kuean dari pasir atau tanah,

bermain dengan air, dengan busa sabun membuat balon-balon, dan ditiupnya.

Pada masa ini mulai menggambar dengan coret-coretan, balok-balokan mulai

disusunnya menjadi bangunan yang vertilan dan horizantal.

i. Umur 3 tahun. Boneka dan binatang-binatangan masih berharga baginya.

Pada masa ini mereka mulai sepeda roda tiga, main rumah-rumahan, toko-

tokoan, dan berbicara sendiri, selain itu suka membuat terowongan dengan

pasir dan suka mengangkut pasir dengan mobil-mobilannya.

29

j. Umur 4 tahun. Anak masih senang dengan sepeda roda tiga. Mulai senang

bermain dengan teman sebayanya untuk bermain rumah-rumahan, kereta api-

kereta apian, loncat-loncatan. Disini anak mulai membuat gambar-gambar

dengan pensil warna.

k. Umur 5 tahun. Anak senang main rumah-rumahan dengan meja atau kursi,

dan boneka dianggapnya sebagai anaknya, dimandikannya dan diberi makan,

selain itu ia senang dengan alat masak-masakan, berlari-lari, loncat-loncat,

naik-naik, menari-menari dan menyanyi sering tampak pada anak-anak masa

ini. Anak mulai belajar sepeda roda dua, dan dalam menggambar anak mulai

sering mencontoh huruf ataupun angka yang sederhana.

l. Umur 6 tahun. Pada masa ini anak senang bermain loncat-loncat dengan tali,

main kucing-kucingan dengan teman-temannya, berlomba naik sepeda roda

tiga atau berlari, lempar-lemparan bola dan main sekolah-sekolahan.35

35

Suahartin Citrobroto, Serba-Serbi Pendidikan. (Jakarta: Bhratara Karya. 1983), h.64-

65.

30

BAB III

METODOLOGI PENELITIAN

A. Objek dan Waktu Penelitian

Objek dalam penelitian ini adalah pendidikan yang dikonsepkan oleh Ibnu

Qayyim Al-Jauziyyah yang terdapat dalam kitab Tuhfatul Maûdud Bi Ahkamil

Maulud. Adapun waktu penelitian, dimulai bulan Januari sampai Maret 2013.

B. Metode Penulisan

Penelitian ini mengunakan metode deskriptif kontent analysis yaitu metode

dengan menganalisis isi dari objek yang diteliti melalui sumber-sumber yang

terkait dalam penelitian ini.

Adapun sumber data yang digunakan dalam penelitian ini adalah:

a. Data Primer

Data primer adalah literatur-literatur yang membahas secara langsung

objek permasalahan pada penelitian ini, yaitu berupa karya dari Ibnu

Qayyim Al-Jauziyyah yang berjudul Tuhfatul Maudud Bi Ahkamil

Maulud.

b. Data Sekunder

Sumber data sekunder berupa data-data tertulis baik itu buku-buku

maupun sumber lain yang mengulas tentang karya Ibnu Qayyim Al-

Jauziyyah yang mengulas tentang pendidikan anak usia dini.

31

Adapun jenis penelitian ini adalah Penelitian Pustaka (library research)

dengan menggunakan pendekatan kualitatif deskriptif. Yaitu penelitian yang

menggambarkan sifat-sifat atau karakteristik individu, keadaan, gejala, atau

kelompok tertentu.1 Jadi penelitian ini tidak dimaksudkan untuk menguji

hipotesis tertentu, tetapi hanya menggambarkan apa adanya tentang suatu

variabel, gejala atau suatu keadaan.

C. Fokus Penelitian

Penelitian ini difokuskan pada konsep pendidikan anak usia dini menurut

Ibnu Qayyim Al-Jauziyyah yang terdapat dalam kitab Tuhfatul Maudud Bi

Ahkamil Maulud. Pada rentang usia anak 0-2 tahun (masa menyusui) dan 3-6

tahun (masa batuta) dengan memberikan pendidikan Iman, Akhlak, Fisik,

Sosial dan Intelektual.

D. Prosedur Penelitian

Dalam penelitian ini penulis melakukan penelitian dengan menggunakan

beberapa prosedur diantaranya yaitu:

1. Prosedur Pengumpulan Data

Pengumpulan data dilakukan dengan menelusuri literatur, baik primer

maupun sekunder yang membahas tentang pendidikan anak usia dini, data-

data dikumpulkan kemudian membuat ringkasan untuk menentukan batasan

yang lebih khusus tentang objek kajian dari buku-buku, terutama yang

berhubungan dengan tema pokok yang dibahas.

2. Pengolahan Data

Untuk mendapat data penelitian yang valid. Maka data dari literatur-

literatur baik primer maupun sekunder dikelolah secara sistematis dalam

bentuk dokumentasi yang setidaknya dapat memberikan informasi penting

tentang pendidikan anak usia dini menurut Ibnu Qayyim Al-Jauziyyah.

Setelah data-data itu diperoleh, peneliti mengolah data-data tersebut dengan

cara dibaca dan dianalisis kemudian disimpulkan.

1 Mudji Santoso, Hakekat, Peranan, dan Jenis-jenis Penelitian Pada Pembangunan Lima

Tahun Ke VI, Penelitian Kulitatif Dalam Ilmu-Ilmu Sosial Dan Keagamaan (Malang:

Kalimasahada, 1996), h.13

32

3. Bentuk Pelaporan Data

Bentuk laporan penelitian yang disampaikan dengan menggunakan

pendekatan deskriptif analisis, yakni mendeskripsikan semua data-data yang sudah

diperoleh dan dianalisis, sehingga menjadi satu bentuk kesatuan yang utuh dan

menyeluruh serta sesuai dengan tujuan penelitian yang telah dirumuskan

sebelumnya

Analisis data pada penelitian kualitatif adalah “upaya yang dilakukan

dengan jalan berbagai data, mengorganisasikan data, memilah-milah data menjadi

satu kesatuan data yang diperoleh, mensintesiskannya, mencari dan menentukan

pola, menentukan apa yang diceritakan kepada orang lain”.2 Proses analisis data

dimulai dengan menelaah seluruh data yang terkumpul dari berbagai sumber yang

diperoleh dari kegiatan observasi, wawancara, dokumentasi. Kemudian data yang

telah terkumpul, dianalisis ditafsirkan dan disimpulkan kedalam bahasa yang

mudah difahami dan logis sesuai dengan penelitian yang dibahas.

2 Lexy J. Moeleong, Metodologi Penelitian Kualitatif, (Bandung: Remaja Rosdakarya,

2004), Cet. XVIII, h. 13-14.

33

BAB IV

HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

A. Deskripsi Data

1. Biografi Ibnu Qayyim Al-Jauziyyah

a. Riwayat Hidup Ibnu Qayyim Al-Jauziyah

Orang yang terkenal dengan nama Ibnu Qayyim al-Jauziyyah sebenarnya

bernama Muhammad bin Abu Bakar bin Ayyub bin Saad bin Huraiz az-Zar’i ad-

Dimasyqi Abu Abdullah Syamsuddin. Ayahnya pendiri kampung al-Jauziyah dan

kepala madrasah al-Jauziyyah serta guru di sekolah ash-Shadariyah. Beliau

dilahirkan di Damaskus tahun 691 Hijriyah/1292 Masehi dan berasal dari sebuah

keluarga terhormat yang berilmu dan berharta. Ayahnya seorang guru yang juga

mengajar Ibnu Qayyim dan mempengaruhinya.

Ibnu Qayyim adalah seorang tokoh reformis Islam yang bermazhab

Hambaliyah. Para ulama mengakuinya sebagai orang yang kaya dan berilmu.

Beliau berminat pada bidang hadis dan seluruh ilmu hadis, fikih, syariat, ilmu

kalam, tasawuf, bahasa Arab, dan nahwu. Ibnu Qayyim merupakan murid Ibnu

Taimiyah yang sangat menyayangi dan selalu bersama sang guru, mendukung

pendapat-pendapatnya, meski kadang-kadang mendebat beberapa pendapatnya.

Dialah juga orang yang mengajarkan buku-buku karangan Ibnu Taimiyah dan

menyebarkan ilmunya.

Ibnu Qayyim al-Jauziyah pernah mengalami musibah seperti yang dialami

Ibnu Taimiyah. Mereka sama-sama dipenjara di benteng Damaskus setelah ditarik

dengan seekor unta yang dipukul dengan tongkat. Ia memanfaatkan masa-masa di

34

penjara dengan beribadah, membaca al-qur’an, merenung dan berpikir. Tragisnya,

ia tidak pernah dikeluarkan dari penjara, kecuali setelah Ibnu Taimiyah meninggal

dunia.

Ibnu Qayyim adalah seorang yang berakhlak baik dan disayang oleh

banyak orang. Kepribadiannya sangat berbeda dengan Ibnu Taimiyah. Sang guru

seorang yang emosional dan keras kepala, sementara Ibnu Qayyim seorang yang

tenang, berjiwa stabil dan cenderung untuk berdialog dan memberikan pemuasan

rasional kepada orang lain.

Tujuan terpenting Ibnu Qayyim al-Jauziyah adalah seruan untuk kembali

ke Mazhab Salaf yang mencerminkan Islam sebagai agama yang bebas dari

berbagai pendapat yang menyimpang. Meski begitu, ia sangat memperhatikan

prinsip kebebasan berpikir, menentang taklid buta, mengajak semua orang agar

memahami syariat Islam dan mengamalkan agama berdasarkan syariat dan

menyerukan ijtihad.

Ibnu Qayyim al-Jauziyah meninggal dunia pada tahun 751 Hijriah atau

1350 Masehi dalam usia hampir 60 tahun.1

b. Masa Studi

Ibnu Qayyim mempunyai potensi sebagai penggerak dan akal yang luas,

dan pikiran yang subur, serta daya hafal yang sangat menakjubkan, sejak kecil ia

mempunyai obsesi yang jujur dalam menuntut ilmu, ia sangat ulet dalam meneliti,

dan menganalisa serta memiliki kebebasan dalam menimba ilmu dari guru, ulama

dan masyayikh-nya, baik dari madzhab Hambali maupun yang lainnya. Dengan

semangat orang yang haus dan jiwa yang selalu terpaut akan ilmu, ia selalu

menimba ilmu dari para pakar ilmu dibidangnya diantaranya yaitu; Asy-Syihab

Al-Abir dan Abu Al-Fath Al-Ba’labakki, adalah gurunya dalam bidang ilmu

nahwu, atau lebih khusus pengajar Alfiyah Ibnu Malik. Sehingga ia menguasai dan

pandai berbahasa arab sebelum umurnya menginjak 9 tahun.

1Muhammad Utsman Najati, Buku Jiwa Dalam Pandangan Para Filosof Muslim,Terj Ad-

Dirasat an-Nafsaniyyah ‘inda al-‘Ulama al-Muslimin, oleh Gazi Saloom (Bandung: Pustaka

Hidayah, 2002) cet. I. h. 357-359

35

Selain itu juga Ibnu Qayyim suka menelaah buku-buku ilmu jiwa dan

mempelajari seluruh cabang ilmu syari’ah seperti; ilmu kalam, tafsir, hadits, fikih,

ushul fikih, faraidh, dan yang lainnya. Salah satu guru yang sangat ia sayangi

adalah Ibnu Taimiyah. Kecintaan Ibnu Qayyim kepada gurunya ini sungguh telah

meresap dalam sanubarinya, sehingga ia mengambil mayoritas ijtihadnya,

membelanya serta mengembangkan keontetikan dalil-dalilnya, menyerang

argumentasi para penentangnya. Inilah yang kemudian mendorongnya untuk

melakukan penyederhanaan dan penyuntingan terhadap buku-bukunya serta

penyebarluasan ilmu dan ide-idenya. kebersamaannya bersama Ibnu Taimiyah

selama 16 tahun memiliki pengaruh yang cukup besar dalam membentuk pola

pikirnya, pengisian dan pengembangan potensinya serta penguatan terhadap basis

pengetahuannya terutama yang berkenaan dengan Al-Qur’an dan As-Sunnah.

Hal penting yang diambil oleh Ibnu Qayyim dari gurunya Ibnu Taimiyah

adalah metode dakwah (ajakan) untuk berpegang teguh kepada kitabullah, dan As-

Sunnah Rasulullah yang shahih, serta metode pemahaman terhadap keduanya

dengan pemahaman salafusshalih, yaitu membuang apa saja yang bertentangan

dengan kedua sumber tersebut, memperbaharui ajaran-ajaran agama, serta

membersihkannya dari segala macam bid’ah dan khurafat.2

c. Guru dan Murid-muridnya

Guru-gurunya adalah ayahnya sendiri Abu Bakar bin Ayyub Qayyim Al-

Jauzi, Ibnu Abdiddaim, Ibnu Taimiyah, Asy-Syihab Al-Abir, Ibnu Asy-Syirazi,

Al-Majd Al-Harrani, Ibnu Maktum, Al-Kuhhali, Al-Baha’ bin Asakir, Al-Hakim

Sulaiman Taqiyuddin Abu Fadl bin Hamzah. Syarafuddin bin Taimiyah saudara

Ibnu Taimiyah, Al-Mutha’im, Fatimah binti Jauhar, Majduddin At-Tunisi, Al-

Badar bin Jama’ah, Abu Al-Fath Al-Ba’labaki, Ash-Shaf Al-Hindi, Az-

Zamlakani, Ibnu Muflih dan Al-Mazi yang termasuk penghafal hadist generasi

terakhir yang bermazhab syafi’i.

2 M. Hasan Al-Jamal, Buku Biografi 10 Imam Besar, Terj.Hayat al-immah oleh M.

Khaled Muslih dan Imam Awaludin (Jakarta: Pustaka Al-Kausar, 2005) cet. I. h. 232-235

36

Adapun murid-muridnya adalah Al-Burhan bin Al-Qayyim Al-Jauzi,

anaknya bernama Burhanuddin, Ibnu Katsir, Ibnu Rajab, Sayarafuddin bin Al-

Qayyim, anaknya bernama Abdullah bin Muhammad, As-Subki, Ali bin

Abdulkafi bin Ali bin Tamam As-Subki, Adz-Dzahabi, Ibnu Abdulhadi An-

Nablusi, Al-Ghazi dan Al-Fairuz Abadi Al-Muqri.3

d. Karya-karya Ibnu Qayyim Al-Jauziyah

Ibnu Qayyim memiliki banyak karangan di bidang fikih, ushul,tasawuf,

ilmu kalam, sirah (biografi), dan sejarah. Ia seorang yang berwawasan luas dan

mencintai semua ilmu yang terkenal pada saat hidupnya.

Diantara karangan-karangan beliau adalah:

1. Ar-Ruh. Ditahkikkan dan dikaji oleh Sayyid Jamili, Cetakan II, Beirut:Dar

al-Kitab al-Arabi, 1406/1986.

2. Tuhfat al-Maudud bi Ahkam al-Maulud. Ditahkikkan oleh Abdul Qadir al-

Arnauth, Damaskus: Maktabah Dar al-Bayan, 1391/1971.

3. Miftah Dar as-Sa’adah. Sebanyak dua juz yang disusun dalam satu jilid,

Beirut: Dar al-Kutub al-Ilmiyah (t.t).

4. Raudhat al-Muhibbin wa Nuzhat al-Musytaqim, Kairo: Dar al-Fikr al-

‘Arabi, (t.t).

5. Thariq al-Hijratain wa Bab as-Sa’adatain,Beirut: Dar Maktabah al-Hayat,

1980.

6. Risalah fi Amradh al-Qulub. Ditahkikkan oleh Muhammad Hamid al-Faqi,

Riyadh: Dar Thayyibah, 1403 H.4

7. Zâdul Ma’ad fi Hadyi Khairil Ibad. Yaitu sebuah ensklopedi besar yang

memuat berbagai disiplin ilmu, seperti; Sirah, fikih, tauhid, ilmu kalam,

selekta dalam tafsir dan hadits, nahwu dan yang lainnya.

8. I’lamu Al-Muwaqqi’n an Rabbi Al-Alamin. Yaitu kitab yang menjelaskan

tentang hukum perbuatan hamba dalam agama dan permasalahannya.

9. Jila’ul Afham fi Shalati wa Salam’ala Khairil Anam. Yaitu kitab yang

menjelaskan beberapa hadis yang menjelaskan shalawat dan salam kepada

Rasul serta rahasia do’a dan hikmah yang terkandung di dalamnya.

10. Ighatsatul Lahfan min Mashayid Asy-Syaitan. Kitab ini banyak ulama

yang meresume dan memilih beberapa bab untuk dicetak secara terpisah.

11. Hadil Arwah ila biladil Afrah kitab ini terkenal dikalangan ulama dengan

nama lain Shifatil Jannah.

12. Ad-daa’ wa Ad-Dawaa’ atau Al-Jawaul Kafi Liman Saala’an Dawaa’ Asy-

Syafi’i. Kitab ini memuat jawaban-jawaban terhadap pertanyaan-pertanyan

3Ahmad Farid, Buku 60 Biografi Ulama Salaf, Terj. Min A’lam As-Salam oleh Masturi

Irham dan Asmu’i Taman (Jakarta: Pustaka Al-Kausar, 2006) cet. I. h. 830 4 Muhammad Utsman Najati, loc.cit. h. 359

37

yang diajukan kepadanya, dan memuat manfaat ilmu serta muhasabah dan

pengendalian jiwa.

13. Syarah Al-Asma’ Al-Husna. Kitab ini menjelaskan nama-nama Allah yang

baik.

14. Al-Kalim At-Tayyibu wa Al-Amal Ash-Shalih atau Al-Wabil Ash-Shayyibu

min Al-Kalim Ath-Thayyibah. Kitab ini menjelaskan faedah dzikrullah.

15. Miftah Dar Ash-Sa’adah. Kitab ini memuat tentang ilmu dan

keutamaannya, dan berbagai macam hikmah.

16. Madariju Salikin Baina Manazila Iyyaka Na’budu wa Iyyaka Nasta’in.

Kitab ini memuat tentang bagaimana membina jiwa dan akhlak agar

berperilaku seperti orang-orang bertakwa yang jujur, yang bersih jiwanya

dengan takwa, dan bersinar hatinya dengan hidayah Allajh Ta’ala.5

17. Safar Al-Hijratain wa Bab As-Sadatain (Perjalanan Dua Hijrah dan Pintu

Dua Kebahagiaan).

18. Madarij As-Salakin (Tahapan-tahapan Ahli Suluk).

19. Syarh Asma’ Al-Kitab Al-Aziz (Ulasan-ulasan tentang nama-nama al-

kitab).

20. Zad Al-Mad fi Hadyi ‘Ibad (Bekal untuk tujuan akhir seorang hamba)

21. I’lam Al-Muaqqim ‘an Rabbi Al-Alamin (Pemberitahuan tentang Tuhan

semesta alam).6

B. Pembahasan

1. Pemikiran Ibnu Qayyim Al-Jauziyyah Tentang Pendidikan Anak Usia

Dini

Dalam konteks pendidikan anak usia dini, tanggung jawab orang tua

mendidik anak dengan sabar dan seksama, serta mengetahui kondisi kebutuhan

penyiapan pendidik yang mampu mengasuh dan membimbing anak usia sejak

lahir sampai 6 tahun merupakan suatu keharusan. Hal ini dikatakan oleh Ali RA

dalam kitabnya Ibnu Qayyim al-Jauziyah

اهلل عنه : علموهم و أدب وهم, وقال السن: مر وهم طاعة اهلل وعلموهم رضي -قال علي .الي ر

Imam Ali R.A berkata: Ajari dan didiklah anak-anakmu,sedangkan Hasan

berkata: ajaklah mereka untuk taat pada Allah dan ajarilah mereka tentang

kebaikan.7

5 M. Hasan Op.cit., h.240-242

6 A. Susanto, Pemikiran Pendidikan Islam, (Jakarta: Amzah, 2009) cet. I. h.34

7 Ibnu Qayyim Al-Jauziyah, Tuntunan Rasulullah dalam Mengasuh Anak, Terj. Tuhfatul

Maulud bi Ahkâmil Maulûd. oleh Nabhani Idris (Jakarta: studia press, 2009) cet. I. h.161

38

ه, قال رسول وو ف المسند وسنن أب داود من حديث عمر اهلل صلى بن شعيب عن أبيه عن جدن هم ف عليه وسلم : "مر وا أب نا اهلل ها لعشر , وف رق وا ب ي , واضرب وهم علي ء كم بالصالة لسبع

ن هم ف ها والت فريق ب ي المضاجع المضاجع" ففي هذا الديث ثالثة آداب أمرهم با وضرب هم علي Di dalam Musnad sunan Abu Dawud tentang hadits Amr bin Syuaib dari

ayahnya dari kakeknya. Rasulullah bersabda: perintahlah anak-anakmu untuk

melaksanakan sholat pada usia 10 tahun dan pisahlah tempat tidur mereka. Di

dalam hadits ini terdapat 3 (adab) tatakrama dalam memerintah anak: 1.

Memerintah mereka untuk sholat, 2. Memukul mereka bila membangkang, dan 3.

Memisah tempat tidur mereka.8

Penjelasan diatas menjelaskan bahwa pentingnya mendidik anak sejak dini

terutama dalam mendidik adab (akhlak) bagi anak karena dengan adab (akhlak)

yang baiklah akan terjalin suatu hubungan antara orang tua dengan anak dapat

terjalin dengan baik dan kondusif, yang pada gilirannya dapat menciptakan

kelancaran komunikasi dan interaksi yang harmonis bagi keduanya.

Selain itu juga pendidikan anak saat usia dini akan membekas dalam

memori anak sampai ia usia tua nanti. Dalam hal ini Marwan bin Salim

meriwayatkan dari Isma’il bin Abi Darda’ bahwasannya Rasulullah Saw bersabda:

“Perumpamaan orang yang belajar waktu kecil bagaikan mengukir di atas batu,

dan belajar di usia dewasa bagaikan mengukir di atas air”. Ali bin Abi Tholib RA

berkata: “Hati anak kecil seperti tanah kosong, apa saja yang dilemparkan

kepadanya akan diterimanya. Ini terjadi karena hati anak kecil lebih kosong, lebih

sedikit pekerjaannya, lebih banyak kesempatannya, dan lebih banyak tawadlu”.

Jika belajar sudah usia dewasa apalagi telah berkeluarga, maka akan terganggu

dengan banyaknya pikiran hingga sulit untuk fokus dalam pelajaran, sulitnya

waktu untuk belajar karena habis tersita untuk pekerjaan, dan malu mulai belajar

dari awal.9

Dalam hal ini pendidikan yang diberikan kepada anak usia dini, bagi Ibnu

Qayyim sangatlah penting dan harus diaplikasikankan oleh setiap orang tua untuk

menumbuh kembangkan potensi-potensi pada diri anak sejak sedini mungkin.

8 Ibid., 161

9 Al-Mawardi, Adab al-Dunya wa al-Din, (ttp: Dâr al-Fikr, 1992), h.23

39

Sebab Ibnu Qayyim berkata:

“Jika orang tua mengabaikan pendidikan anaknya dengan hal-hal yang

bermanfaat berarti orang tua telah memperlakukan anaknya dengan perlakuan

yang buruk. Kebanyakan anak berperilaku buruk disebabkan karena orang tua

yang mengabaikan pendidikan anaknya khususnya tentang pendidikan agama

dan akhlaknya. Sehingga menjadikan anak tersebut tidak berguna bagi dirinya

dan orang tuanya”.10

Dari pendapat Ibnu Qayyim di atas jelas bahwa, beliau sangat

memperhatikan pendidikan yang diberikan orang tua kepada anaknya ketika ia

berusia dini, karena usia dini merupakan masa dimana anak sangat cepat

menerima informasi yang ia lihat dan dengar dari lingkungannya khususnya dari

orang tuanya. Untuk itu orang tua harus mengasuh dan membimbingnya dengan

memberikan pendidikan yang bermanfaat khususnya pendidikan agama dan

akhlak yang kelak dewasa nanti anak akan tumbuh dengan cerdas dan berakhlakul

karimah, sehingga pada akhirnya anak dapat dibanggakan dan berguna bagi

orang-orang disekitarnya terlebih khusus kepada orang tuanya.

2. Pendapat Ibnu Qayyim Al-Jauziyah terhadap tahapan yang harus

dilakukan orang tua dalam mendidik anak usia 0-2 tahun

Pada masa ini adalah masa awal perkembangan bagi seorang anak pada

masa menyusui. Seorang anak pertama kali lahir kedunia dipengaruhi oleh

lingkungan disekelilingnya, serta dari siapa saja yang menyentuh, bekerja, dan

bergerak disekitarnya. Untuk itu anak harus benar-benar dijaga dari hal-hal yang

negatif, suara yang keras serta hal-hal yang dipandangnya menakjubkan dan

gerakan-gerakan yang mengganggunya. Sebagaimana yang dikatakan Imam Ibnu

Qayyim Al-Jauziyah:

ة ع ي ظ ف ال ر اظ ن م ال و ة ع ي ن الش ة د ي د الش ات و ص ال ن م ه ع ز ف ي ر م أ ل ك ل ف الط ي ق و ي ن أ ي غ ب ن وي ه ب ك د ع ا ب ب ع ف ت ن ي ال ا ف ه ف ع ض ل ة ل اق ع ال ه ت و ق اد س ف ل ى إ ا أد ب ر ك ل اذ ن إ ف ة ج ع ز م ال ات ك ر ح ال و

Dan seharusnya anak itu dihindarkan dari suara keras dan jelek serta dari

pandangan buruk dan gerakan yang mengagetkan. Karena hal tersebut dapat

mempengaruhi daya pemahamannya ketika besar.11

10

Ibnu Qayyim, Op.cit. h.165 11

Ibid., h. 168

40

Bayi yang masih lemah, harus selalu dilindungi dan dijauhkan dari setiap

yang mengagetkan, seperti suara-suara yang terlalu keras dan pemandangan-

pemandangan yang menakutkan ataupun gerakan-gerakan yang mengejutkan.

Kerena demikian itu akan mengganggu perkembangan akal anak yang kemudian

dapat mengakibatkan berkurangnya fungsi akal pada masa dewasanya. Karena

kondisi anak masih sangat lemah, maka jika sang bayi menemui hal yang

demikian hendaklah sang ibu segera menghiburnya dengan mengalihkan

perhatiannya kepada suatu yang lain agar tidak tertuju kepada hal-hal yang negatif

dan dapat melupakannya, seperti segera menyusui dengan begitu akan hilang

ketakutannya atau dengan menimangnya agar segera tidur dan melupakan

kejadian yang mengagetkan dan menakutkan itu. Ada beberapa tahapan yang

harus dilakukan orang tua dalam mendidik anak usia 0-2 tahun menurut Ibnu

Qayyim Al-Jauziyah yaitu:

a. Adzan di Telinga Kanan dan Iqamah di Telinga Kiri

Dalam pembahasan ini, Ibnu Qayyim Al-Jauziyah memaparkan beberapa

hadits, yaitu:

ه ت د ل و ي ح ي ل ع ن ب ن س ح ال ن ذ أ ف ن ذ " أ م ل س و ه ي ل ع ى اهلل ل ص اهلل ل و س ر ت ي أ ر ،ال ق ع اف ر ب أ ن ع " رواه أبو داود والرتميذي وقاال, حديث صحيح ة م اط ف

Dari Abi Rafi R.A. berkata: “saya melihat Rasulullah mengadzani telinga

Hasan bin Ali saat dilahirkan oleh Fatimah R.A. (H.R. Abu Dawud dan Tirmidzi.

Mereka berkata: Hadits Shahih)12

Dalam hadis lain dijelaskan pula;

ن : "م ال ق م ل س و ه ي ل ع ى اهلل ل ص ب الن ن ع ي ل ع ن ب ن س ال ث ي د ح ن م ب ع ش ال ف ي ق ه ي ب ال اه و ا ر م " ان ي ب الص م أ ه ن ع ت ع ف ى, ر ر س ي ال ه ن ذ أ ف ام ق أ و ن م ي ال ه ن ذ أ ف ن ذ أ ف د و ل و م ه ل د ل و

Baihaqi meriwayatkan dalam Asy-Syu’ab dari Hasan bin Ali R.A. dari Nabi

saw, beliau bersabda: “barang siapa yang lahir baginya seorang anak, lalu ia

mengadzani telinga kanannya dan mengiqamati telinga kirinya, maka ia akan

terhindar dari Umi Sibyan (Setan).” 13

12

Ibid., h. 26 13

Ibid.,. h. 26

41

Menurut riwayat dari Imam Ahmad, Abu Daud dan Nasa’i, bahwa ketika

Husain lahir, Rasulullah Saw memperdengarkan adzan ditelinganya seperti adzan

yang diperdengarkan untuk sholat. Menurut Ad-Dahlawi hikmah dan rahasia

adzan yang diperdengarkan untuk bayi yang baru lahir adalah sebagai berikut:

1) Adzan adalah termasuk syiar Islam

2) Pengumandangan agama yang dibawa oleh Nabi saw.

3) Pengumandangan adzan langsung di telinga anak.

4) Adzan adalah pengusir setan, sedang setan langsung menggoda anak

manusia sejak dilahirkan.

5) Supaya ucapan pertama yang membuka pendengaran anak manusia

yang baru dilahirkan adalah kalimat tentang keagungan Allah dan

kalimat syahadat sebagai kunci memasuki kehidupan dunia,

sebagaimana kalimat tersebut digunakan sebagai kunci seseorang yang

hendak masuk Islam.

6) Diharapkan dapat meninggalkan kesan dan pengaruh positif dalam

jiwanya.

7) Agar ajakan dan seruan ke jalan Allah dalam dirinya dapat mendahului

seruan setan ke jalan kesesatan.14

Adzan dan iqamah telah diajarkan sejak zaman Rasulullah, adapun

penyebaran konsep pendidikan tauhid secara dini dikemukan salah satunya oleh

Ibnu Qayyim al-Jauziyah. Hal ini cukup beralasan, karena Ibnu Qayyim al-

Jauziyah menganggap ketauhidan yang diberikan secara dini kepada anak sangat

berpengaruh terhadap sikap dan perilaku anak.

b. Mentahnik Bayi

Tahnik yaitu menggosok dengan lembut langit-langit mulut bayi yang baru

dilahirkan dengan buah kurma yang telah dilumat. Menurut Ibnu Qayim bayi yang

baru lahir disunahkan untuk ditahnik dengan buah kurma dan menggosok-

gosokkan langit-langit mulutnya dengan jari telunjuk, lalu perlahan-lahan telunjuk

14

Muhammad Ibnu Abdul Hafidh Suwaid, Cara Nabi Mendidik Anak, Terj. Manhaj

Tarbiyah Nabawiyah Lith Thifli. oleh Hamim Thobari (Jakarta: Al-I’stihom Cahaya Umat-, 2004)

cet. I. h. 37-38.

42

tersebut digerakkan ke kanan dan ke kiri. Hal ini berlandasakan kepada hadits

Rasul yang diriwayatkan oleh Imam Bukhari dan Muslim di dalam kitabnya (Ibnu

Qayyim):

، فأت يت به النب عليه السالم م ال غ ل د ل عن أب موسى قال: و دة أب ب ر الصحيحي من حديث ف أب موسى ولد ، وكان أكب ر ة ودف عه إل ك ب ر و دعا له بال ، وحنكه بتمرة ، زاد البخاري اه إب راهيم فسم

Dalam shahih Bukhari dan Muslim telah diriwayatkan dari Abu Buraidah

dari Abu Musa Ra, berkata: “Setelah anak saya lahir, saya mendatangi

Rasulullah Saw, lalu beliau memberinya nama Ibrahim dan mentahniknya dengan

kurma”. Bukhari menambahkan, “Kemudian beliau menyerahkan kepada saya

setelah mendo’akan keberkahan kepadanya”. Ia adalah anak Abu Musa paling

tua.15

Dan ketika sang bayi mulai tumbuh gigi beliaupun mengatakan bahwa:

, ويرخ حدر العنق بغي أن يدلك لئا هم كل ي وم بال ز بد والسمن ن فإذا حضر وقت ن بات السنان ف ي را تريا كثي

Ketika tumbuhnya gigi mereka telah tiba, seyogyanya orang tuanya

menggosok-gosokkan keju atau mentega pada gusi mereka setiap hari juga

meminyaki daerah sekitar leher dengan minyak yang banyak. 16

Adapun Ummul Mukminin, Aisyah R.A. berkata, “Dahulu biasanya bayi

yang baru dilahirkan dibawa kepada Nabi agar diberkati (didoakan untuk

kebaikannya) dan ditahnik. Sehigga Nabi pernah dikencingi oleh seorang bayi,

namun baliau hanya meminta air untuk dibasuhkan di tempat kencingnya bayi

tadi.” (H.R. Muslim dalam kitab shahihnya dari Aisyah)17

Dari beberapa hadits di atas jelas bahwa Ibnu Qayyim sangat menganjurkan

kepada orang tua agar mentahnik anak-anaknya ketika ia baru dilahirkan.

Pendapat ini pun diperkuat oleh Dr. Abdul Aziz Syaraf yang mengemukakan

bahwa “berdasarkan hasil penelitian buah kurma yang matang dapat merangsang

aktifitas gerak kelenjar langit-langit mulut, dan dapat menguatkan urat-urat

kelanjar langit-langit itu serta dapat memperlancar pergerakan urat-uratnya”.

15

Ibnu Qayyim, Op.cit.,h. 28. 16

Ibid.,h. 167. 17

Muhammad Ibnu Abdul Hafidh Suwaid, Op.cit., h. 39.

43

Buah kurma yang matang mempunyai pengaruh yang baik terhadap otot-

otot, sedangkan otot langit-langit mulut bayi yang baru dilahirkan membutuhkan

aktifitas pergerakan. Karena itu, mentahnik langit-langit bayi yang baru dilahirkan

amat besar faedahnya.18

Adanya kelebihan mengapa sunnah Rasul ini menjadi perhatian yang

penting bagi Ibnu Qayyim al-Jauziyah. Karena dengan mentahnik, orang tua telah

memberikan pendidikan jasmani kepada anak-anaknya agar anak tumbuh dengan

sehat dan kuat selain itu dapat menjadikan tumbuhnya gigi mereka menjadi kuat

dan bagus.

c. Memberi nama yang baik pada anak

Pemberian nama yang baik pada anak akan berpengaruh terhadap psikologis

anak, yaitu dalam proses perkembangannya yang mengarah pada keadaan anak

yang lebih baik. Salah satu bentuk kemuliaan dan kebaikan yang dilakukan

kepada bayi yang baru dilahirkan adalah pemberian nama dan kunyah (julukan)

yang terbaik kepada mereka. Kerena nama dan panggilan yang baik itu akan

meninggalkan kesan positif dalam hati.

Rasulullah bersabda:

رداء قال: قال رسول اهلل إنكم تدعون ي وم القيامة بأسآئكم م "صلى اهلل عليه وسل عن أب الد "وأسآء آبآئكم فأحسن وا أساء كم

“Sesungguhnya kalian pada hari kiamat nanti akan dipanggil dengan nama-

nama kalian dan nama-nama bapak-bapak kalian, maka perindahlah nama-nama

kalian”. (H.R. Abu Dawud dan Ibnu Hibban dalam kitab shahihnya dengan para

perawinya yang tsiqat).19

Dalam hal ini Ibnu Qayyim menjelaskan dengan hadits Rasulullah Saw:

، اء ي ب ن ال اء س أ ا ب و م س ت ": م ل س و ه ي ل ع ى اهلل ل ص اهلل ل و س ر ال : ق ال ق ي ع ش ال ب ه و ب أ ن ع و " ة ر م و ب ر ا ح ه ح ب ق أ ، و ام ه و ث ار ا : ح ه ق د ص أ و ، ن ح الر د ب ع و اهلل د ب ، ع اهلل ل إ اء س ال ب ح أ و

Dari Abu Wahab al-Jasya’i RA berkata: Rasulullah bersabda:

“Gunakanlah nama Nabi, dan nama yang paling disenangi Allah ialah Abdullah

18

Muhammad ‘Ali Quthb, Sang Anak Dalam Naungan Pendidikan Islam, Terj. Auladuna

Fii Dhau-it Tarbiyyatil Islamiyyah. oleh Bahrun Abu Bakar Ihsan (Bandung: CV. Diponegoro,

1993) cet. I. h. 37-38. 19

Ibnu Qayyim, Op.cit., h. 84

44

dan Abdurrahman, dan yang paling pas adalah Harits dan Hammam, sedangkan

yang paling jelek ialah Harb dan Murrah.”20

Orang tua menghendaki pemberian nama bagus dan baik. Sehingga Ibnu

Qayyim menggambarkan ukuran berdasarkan hadis, bahwa Rasulullah

menyenangi pemberian nama kepada anak-anak yang baru dilahirkan dengan

nama-nama Nabi dan Asma’ Allah. Dalam memberikan nama orang tua harus

memberikannya dengan nama-nama yang baik dan mengandung do’a yang baik

pula. Nama, bagi Ibnu qayyim sangat penting bagi pendidikan anak terutama anak

yang berusia dini, karena nama yang tidak baik akan mempengaruhi secara

psikologis, seperti adanya keminderan, tidak percaya diri bahkan menutup diri

dari pergaulan.

d. Menyusui Hingga Dua Tahun

Menyusui anak merupakan kerja fisik dan psikis yang mempunyai peranan

dan pengaruh amat besar bagi pertumbuhan fisik, mental dan kepribadian anak.

Karena bayi secara psikis sangat membutuhkan belaian dan dekapan sang ibu,

ketika sang ibu menyusui bayi akan merasa tenteram dan tenang batinnya.

Dalam hal ini Ibnu Qayyim berpendapat disertai dengan firman Allah Swt.

والوالدات ي رضعن أوالدهن حولي كاملي لمن أراد أن يتم الرضاعة : ال ع ت اهلل ل قا ام ط ف ال ت ق و ف بولدها وال والدة وسعها ال تضآر وعلى المولود له رزق هن وكسوت هن بالمعروف ال تكلف ن فس إال

هما وتشاور فال جناح عليهما مولود له بولده وعلى الوارث مثل ذلك فإن أرادا فصاال عن ت راض من ا بالمعروف وات قوا اهلل واعلمو مآءات يتم ا سلمتم ا أوالدكم فال جناح عليكم إذ تست رضعو وإن أردت أن

ام ت ن ا : أ ه د ح : أ ام ك ح أ ة د ى ع ل ع ة اآلي ت ل د ف (٢٢٢ ]٢[ )البقرة : أن اهلل با ت عملون بصي ر ث ك أ و ل و ى ح ل ع ظ ف ل ال ل م ي ال ئ ل ي ل ام ك ب د ك أ و ،ه ي ل إ ج تا اح ا ذ إ د ل و ل ل ق ح ك ل ذ ، و ن ال و ح اع ض الر ا م ه ل ف ل ف الط ة ر ض م ع ن م ع ا م ه ر او ش ت ا و م ه ي اض ر ت ب ك ل ذ ل ب ق ه ام ط ا ف اد ر ا أ ذ إ ن ي و ب ال ن ا: أ ه ي ان ث و ك ل ذ ه ل ف ه م أ ر ي ى غ ر خ أ ة ع ض ر م ه د ل و ل ع ض ر ت س ي ن أ اد ر ا أ ذ إ ب ال ن ا: أ ه ث ال ث و ك ل ذ

Pada masa penyapihan, Allah Swt berfirman: “Para ibu hendaklah

menyusukan anak-anaknya selama dua tahun penuh, yaitu bagi yang ingin

menyempurnakan pernyusuan. Dan kewajiban ayah memberi makan dan pakaian

kepada para ibu dengan cara yang ma'ruf. Seseorang tidak dibebani melainkan

20

Ibid., h.86

45

menurut kadar kesanggupannya. Janganlah seorang ibu menderita kesengsaraan

karena anaknya dan juga seorang ayah karena anaknya, dan warispun

berkewajiban demikian. Apabila keduanya ingin menyapih (sebelum dua tahun)

dengan kerelaan keduanya dan permusyawaratan, maka tidak ada dosa atas

keduanya. Dan jika kamu ingin anakmu disusukan oleh orang lain, maka tidak

ada dosa bagimu bila kamu memberikan pembayaran menurut yang patut.

Bertaqwalah kamu kepada Allah dan ketahuilah bahwa Allah Maha Melihat apa

yang kamu kerjakan.” (QS. Al-Baqarah [2]: 233). Ayat ini mengandung beberapa

hukum: Pertama; sempurnanya masa menyusui adalah dua tahun, itu adalah hak

anak jika ia membutuhkan masa tersebut. Digunakan kata-kata “kâmilain”

(penuh) sebagai penguat sehingga tidak dipahami satu tahun atau lebih dari dua

tahun. Kedua; ibu bapak apabila ingin menyapih anaknya kurang dari masa dua

tahun, harus bermusyawarah dan dengan catatan tidak memudharatkan si anak.

Ketiga; boleh bagi seorang ayah untuk mencarikan seorang ibu yang akan

menyusui si anak sekalipun ibu kandungnya tidak suka asalkan tidak

memudharatkannya. 21

Para ahli kedokteran membuat suatu percobaan yang menghasilkan bahwa

menyusui itu hendaknya dilakukan lebih dari satu tahun, dan yang lebih baik

disempurnakan sampai dua tahun, sehingga tubuh dan gigi-gigi anak menjadi

kuat, dan tidak mudah terkena penyakit-penyakit yang sulit disembuhkan, dan

seorang ibu hendaknya menyusui anaknya secara langsung karena air susu ibu

(ASI) merupakan makanan yang padat gizi dan sangat dibutuhkan bagi

perkembangan dan pertumbuhan fisik anak.22

Beberapa manfaat dalam menyusui anak:

1. Terhindar dari berbagai macam penyakit karena ASI terjamin

kebersihannya.

2. Suhu air susu tersebut akan selalu stabil, tidak dingin dan tidak juga

panas. Suhu yang sangat ideal bagi seorang bayi.

3. Merupakan sumber makanan yang paling cocok untuk bayi karena dapat

memenuhi segala apa yang dibutuhkan dalam pertumbuhannya.

4. Akan menumbuhkan ikatan batin antara ibu dan anak.23

21

Ibid., h. 168-169. 22

Muhammad Athiyah Al-Abrasyi, Beberapa Pemikiran Pendidikan Islam,Terj. Ruh Al-

Islam, Muthaba’ah Lajnah Al-Bayan Al-‘Arabi oleh Syamsudin Asyrofi, Achmad Warid khan, dan

Nizar Ali, (Yogyakarta: Titian Ilahi Press, 1996) cet. I. h. 117-118. 23

Muhammad Nur Abdul Hafizh, Mendidik Anak Bersama Rasulullah. Terj. Manhaj Al-

Tarbiyyah Al-Nabawiyyah Li Al-Thifl, oleh Kuswandani, Sugiri, dan Son Haji, (Bandung: Al-

Bayan [Kelompok Penerbit Mizan], 1997) cet. I. h. 103-104.

46

Sunnah Rasul dengan memberikan ASI dua tahun, akan menghasilkan anak

yang kuat dan memiliki daya imunitas tinggi. Dengan daya imunitas tinggi, anak

tidak mudah sakit. Selain itu, dengan menyusui ASI dua tahun akan mempererat

hubungan batin anak terhadap ibunya. Selain itu, ibu bisa mendidik secara

langsung dengan proses menyusui anak selama 2 tahun.

e. Aqiqah dan Mencukur Rambut Anak

Aqikah merupakan ajaran yang disunahkan, sebab dengan pelaksanaan

aqikah akan terjalin hubungan silaturrahmi antar kerabat maupun saudara dan juga

merupakan sarana untuk mengungkapkan rasa syukur orang tua yang telah

dikaruniai anak. Dalam melaksanakan aqikah disunnahkan menyembelih dua ekor

kambing untuk anak laki-laki, dan satu ekor kambing untuk anak perempuan

ketika berusia tujuh hari.

Sebagaimana Rasulullah bersabda:

م و ي ه ن ع ح ب ذ ت ه ت ق ي ق ع ب ة ن ي ه ر م ال غ ل : "ك م ل س و ه ي ل ع ى اهلل ل ص اهلل ل و س ر ال ق : ال ق ة ر س ن ع و " )رواه الرتميذ(ه س أ ر ق ل ي و ه ي ى ف م س ي و ه ع اب س

Dari Samurah RA bahwa Rasullullah Saw bersabda: “setiap anak tergadai

dengan aqikahnya, yang disembelih pada hari ketujuh, ia diberi nama pada saat

itu dan dicukur rambutnya”. (H.R. Tirmidzi)

Dalam hadits lain dijelaskan:

ن ع و ان ت ئ اف ك ت م ان ات ش م ال غ ال ن ع : " م ل س و ه ي ل ع ى اهلل ل ص اهلل ل و س ر ال ق : ت ال ق ة ش ائ ع ن ع و الرتميذ( االحد و " )رواهاة ش ة ي ار ال

Dari Aisyah RA berkata, Rasulullah Saw bersabda bahwa “untuk seorang

anak laki-laki dua ekor kambing yang sepadan dan untuk seorang anak

perempuan seekor kambing” (H.R. Ahmad dan Tirmidzi)24

Dengan berlandaskan hadits di atas, aqiqah bagi Ibnu Qayyim sangatlah

penting, karena didalamnya mengandung unsur pendidikan keimanan dan sosial.

Dengan mengakikah berarti orang tua telah menebus anaknya yang tergadai

kepada Allah Swt. Selain itu akikah merupakan ungkapan rasa syukur orang tua

kepada Allah yang telah diberikan nikmat sekaligus amanah berupa anak.

24

Ibnu Qayyim, Op.cit.,h. 13

47

Menurut Ibnu Qayyim terdapat beberapa manfaat dari pelaksanaan aqikah:

1. Aqikah merupakan pengurbanan bagi anak pada awal kehadirannya di

dunia. Ia mendapat manfaat darinya sebagaimana ia mendapat manfaat

dari do’a dan dari pembiasaan dibawanya ia ke tempat-tempat ibadah

dan tempat ihram.

2. Anak akan terbebas dari ketergadaiannya dengan aqikah. Yaitu tergadai

(tertahan) dari memberi pertolongan (pembelaan) kepada orang tuanya

di akhirat nanti.

3. Merupakan tebusan untuk anak seperti halnya Allah menebus Isma’il As

dengan kambing kibasy.25

f. Mengkhitan Anak

Khitan adalah memotong kulit yang menutupi ujung kemaluan dengan

tujuan agar bersih dari najis. Perintah khitan bermula dari peristiwa dikhitanya

Nabi Ibrahim As, yang ketika itu beliau berumur 80 tahun. Dan sampai sekarang

perintah tersebut diteruskan oleh Nabi Muhammad Saw, sebagaimana firman

Allah Swt:

نآ إليك أن اتبع ملة إب راهيم حنيفا وماكان من المشركي .ث أوحي “Kemudian Kami wahyukan kepadamu (Muhammad):"Ikutilah agama Ibrahim

seorang yang hanif". dan bukanlah dia termasuk orang-orang musyrik”. (QS. An-

Nahl [16] : 123)

Dan Rasulullah pun bersabda:

: التان سنة للرجال مكرمة صلى اهلل عليه وسلم قال: قال رسول اهلل رضي اهلل عنه عوش شداد بن للنساء )رواه احد(

Syidâd bin Aus berkata: Rasulullah Saw bersabda; “khitan itu disunnahkan bagi

laki-laki dan kemuliaan bagi wanita”. (HR. Ahmad).

، لألظافر، ون تف اإل الشارب، والسواك، وت قليم ا ة، واإلستنشاق، وقص ض ضم م ال من الفطرة : ب ختتان )رواه احد(ستحداد، واإل واإل

25

Ibid.,h.53

48

“Di antara fitrah (kesucian) itu adalah: berkumur-kumur, menghirup air ke

dalam hidung (mencuci hidung), mencukur kumis, bersiwak, memotong kuku,

mencabut bulu ketiak, mencukur bulu kemaluan dan berkhitan”. (HR. Ahmad)26

Dalam hal ini Ibnu Qayyim berpendapat bahwa:

يتم لك ما ال اغ مت ونا فإن ذ بل الب لوغ بيث ي بل الصب ق ل أن يت لى الو ب ع وعندي: أنه ي واجب إال به ال

Menurut saya (Ibnu Qayyim Al-Jauziyah): “Wajib bagi wali untuk mengkhitan

anaknya sebelum baligh. Karena ia tergolong suatu perkara dimana kewajiban

tidak akan sempurna kecuali dengannya”.27

Dari pendapat Ibnu Qayyim di atas jelas bahwa khitan itu wajib dilakukan

oleh orang tua kepada anak-anaknya, karena dengan khitan anak akan terhindar

dari penyakit, dan gangguan kesehatan lainnya. Selain itu juga memudahkan anak

dalam bersuci ketika habis buang air kecil.

Dengan memotong ujung kemaluan anak, maka ia akan terbebas dari

endapan yang berlemak serta lendir yang menjijikan. Karena jika endapan tersebut

mengendap di ujung kemaluan si anak maka akan mengakibatkan peradangan dan

pembusukan.28

3. Pendapat Ibnu Qayyim Al-Jauziyah terhadap tahapan yang harus

dilakukan orang tua dalam mendidik anak usia 3-6 tahun

Pada masa ini anak sangat peka dan mudah meniru hal-hal yang dilakukan

orang lain terutama apa yang telah menjadi kebiasaan. Dengan melihat

perkembangan seperti itu maka salah satu aspek penting dalam hubungan keluarga

dan pendidikan terhadap anak adalah peran orang tua terhadap pendidikan anak.

Dalam hal ini tanggung jawab orang tua terhadap pendidikan anak menurut Ibnu

Qayyim adalah sebagai berikut:

a. Tanggung Jawab Pendidikan Iman

Dalam konteks pendidikan anak usia dini, mengenai pendidikan keimanan

haruslah dikenalkan melalui sejumlah aktifitas pendidikan dan pembinaan dalam

26

Muhammad Ibnu Abdul Hafidh Suwaid, Op.cit., h. 47. 27

Ibid,. h.130 28

Muhammad ‘Ali Quthb, Op.cit., h. 43.

49

menjaga dan menumbuh-kembangkan aspek-aspek keimanan yang dimiliki anak.

Yang dimaksud dengan pendidikan iman adalah mendidik anak tentang dasar-

dasar keimanan sejak ia mulai mengerti, dan membiasakannya dengan rukun

Islam serta mengajarkannya tentang dasar-dasar syariat Islam. Hal yang pertama

kali diajarkan dalam hal ini adalah:

1) Membuka kehidupan anak dengan kalimat tauhid (Laa Ilaaha Illallaah)

Al-Hakim meriwayatkan dari Ibnu Abbas ra. dari nabi Saw bersabda:

اهلل ال إ ه ل إ : ال ت و م ال د ن ع م ه و ن ق ل ، و اهلل ال إ ه ل إ : ال ة م ل ك ل و أ م ك ان ي ب ى ص ل ا ع و ح ت ف ا “Awalilah mengajari anak-anakmu dengan kalimat “Tiada Tuhan

selain Allah” dan talqinilah mereka ketika meninggal dengan kalimat

“Tiada Tuhan selain Allah”.29

Ibnu Qayyim berkata: “Bila anak dilatih ketika awal berbicara

dengan ‘La Ilaha Illallah’ maka hendaknya kalimat yang pertama kali

ia dengar adalah tentang pengenalan kepada Allah, mentauhidkan-Nya,

dan Allah bersemayam di atas ‘Arsy, melihat dan mendengarkan

hamba-Nya di mana saja ia berada. Nama yang paling dicintai Allah

adalah Abdullah dan Abdurrahman agar ketika anak dipanggil dengan

nama tersebut ia mengerti dan faham bahwa ia adalah hamba Allah,

Allah lah Dzat yang maha pengasih dan Dia-lah Pemelihara dan

Penjaganya.30

Tujuan mengajarkan kalimat tauhid kepada anak adalah agar kalimat

tauhid itu menjadi kalimat yang pertama masuk ke dalam

pendengarannya juga kalimat yang pertama diucapkannya serta lafal

pertama yang dipahaminya.

2) Mengajarkan anak untuk taat melaksanakan perintah Allah dan

menjauhi larangan-Nya.

29

Ibid,. h.161 30

Al-Maghribi bin As-Said Al-Maghribi, Begini Seharusnya Mendidik Anak; Panduan

mendidik anak sejak masa kandungan hingga dewasa, Terj. Kaifa Turabbi Waladan Shahihan,

oleh Zaenal Abidin, Murajaah, Ahmad Amin Sjihab (Jakarta: Darul Haq, 2004) h. 138.

50

Sebagaimana Firman Allah SWT:

كر واصب على مآأصابك إن ذلك من ياب ن أقم الصالة وأمر بالمعروف وانه عن المن ك للناس والتش ف الرض مرحا إن اهلل اليب كل متا .عزم المور ل والتصعر خد

ر فخو “Hai anakku, dirikanlah shalat dan suruhlah (manusia) mengerjakan

yang baik dan cegahlah (mereka) dari perbuatan yang mungkar dan

bersabarlah terhadap apa yang menimpa kamu. Sesungguhnya yang

demikian itu termasuk hal-hal yang diwajibkan (oleh Allah). Dan

janganlah memalingkan muka dari manusia (karena sombong) dan

janganlah kamu berjalan di muka bumi dengan angkuh.Sesungguhnya

Allah tidak menyukai orang-orang yang sombong lagi membanggakan

diri”. (QS. Luqman ayat 17-18). 31

Dalam hal ini Ibnu Qayyim Menjelaskan dengan sabda Rasulullah

Saw:

أدب وهم, وقال السن: مر وهم طاعة اهلل وعلموهم رضي اهلل عنه : علموهم و -قال علي .الي ر

Imam Ali R.A berkata: Ajari dan didiklah anak-anakmu,sedangkan

Hasan berkata: ajaklah mereka untuk taat pada Allah dan ajarilah

mereka tentang kebaikan.32

ه, قال رسول عن أبي بن شعيب ور و ف المسند وسنن أب داود من حديث عم ه عن جدها لعش , واضرب وهم علي ر , وف رق وا اهلل صلى اهلل عليه وسلم : "مر وا أب ناء كم بالصالة لسبع

ها والت فريق ن هم ف المضاجع" ففي هذا الديث ثالثة آداب أمرهم با وضرب هم علي ب ي ن هم ف المضاجع ب ي

Di dalam Musnad sunan Abu Dawud tentang hadits Amr bin Syuaib

dari ayahnya dari kakeknya. Rasulullah bersabda: perintahlah anak-

anakmu untuk melaksanakan sholat pada usia 10 tahun dan pisahlah

tempat tidur mereka. Di dalam hadits ini terdapat 3 (adab) tatakrama

dalam memerintah anak: 1. Memerintah mereka untuk sholat,

2. Memukul mereka bila membangkang, dan 3. Memisah tempat tidur

mereka.33

31

Abdullah Nasih Ulwan, Pendidikan Anak Dalam Islam. Tarbiyatul Awlad fii Al-Islam

Terj, oleh Jamaludin Miri (Jakarta: Pustaka Amani. 1994), Juz 2, h. 43. 32

Ibnu Qayyim, Op.cit. h.161 33

Ibid., 161

51

Tujuan mengajarkan anak untuk taat melaksanakan perintah Allah dan

menjauhi larangan-Nya sejak dini adalah agar anak ketika tumbuh besar telah

mengenal akan perintah-perintah Allah SWT, sehingga ia terbiasa untuk

melaksanakannya. Selain itu juga ia sudah mulai mengerti akan larangan Allah

sehingga ia dapat menjauhinya.

Dalam konteks ini bahwa tanggung jawab pendidikan keimanan anak usia

dini berada pada orang tuanya. Namun rata-rata orang tua sibuk pada pekerjaan

atau urusan mencari nafkah. Sehingga anak dibiarkan saja. Namun ada pula yang

menyerahkan pendidikan di PAUD atau TK. Hal ini disebabkan mereka kurang

memahami pentingnya anak usia dini dibekali agama. Mereka hanya tahu, ketika

anak disekolahkan atau diserahkan kepada guru agama atau guru ngaji, maka

urusan tanggung jawab orang tua menjadi selesai. Hal ini bertentangan dengan

konsep Ibnu Qayyim yang mengharuskan anak usia dini mendapatkan perhatian

penuh dari orang tua terutama pendidikan keimanan.

b. Tanggung Jawab Pendidikan Moral (Akhlak)

Pendidikan memiliki peran yang sangat besar dan pengaruh yang kuat

dalam pembinaan akhlak seorang anak. Karena pendidikan membuat anak untuk

terbiasa berperilaku baik, apabila terjadi perilaku yang kurang baik pada sikap dan

tingkahlaku anak itu dikarenakan lemahnya pendidikan akhlak yang seharusnya

diberikan pada awal masa kanak-kanak, dalam hal ini Ibnu Qayyim berkata:

ن ، م ه ر غ ص ف ب ر م ال ه د و ا ع م ع ا ش ن ي ه ن إ ، ف ه ق ل خ ر م أ ب اء ن ت ع اإل اج ي ت ح اال ة اي غ ل ف ط ال ه ي ل ا اج ت ا ي م و ى ف ال ت ه ب ك ف ه ي ل ع ب ع ص ي ، ف ع ش ج و ة د ح و ش ي ط ، و اه و ه ع م ة ف خ و ة ل ج ع و اج ل و ب ض غ ، و ر ح ال و ه ت ح ص ف ز ر ح الت ة اي ا غ ه ن م ز ر ت و ل ف ، ه ل ة خ اس ر ات ئ ي ه و ات ف ص ق ال خ اال ه ذ ه ف ر ي ص ت ، و ك ل ذ ا ه ي ل ع أ ش ن ت ال ة ي ب ر الت ل ب ق ن م ك ل ذ و م ه ق ال خ ا ة ف ر ح ن م اس الن ر ث ك ا د ا ت اذ ل ا، و ام م و ي د ب

Hal lain yang sangat dibutuhkan anak adalah pendidikan akhlak. Karena ia

akan tumbuh dengan perilaku yang sesuai dengan didikan pengasuhnya sejak

kecil. Jika akhlak mulia tidak ditanamkan pada anak sejak dini, maka akan sulit

mendapatkannya ketika dewasa. Akhlak tersebut akan menjadi sifat dan karakter

yang kuat tertanam di dalam dirinya. Oleh karena itu kita dapati kebanyakan

manusia akhlaknya menyimpang atau berubah karena pendidikan yang ia

dapatkan.34

34

Ibid., h. 172

52

Selain itu Ibnu Qayyim, juga menegaskan bahwa:

ه ن إ ، ف ء و الس ق ط ن م و ع د ب ال و ش اح و ف ال و اء ن غ ال و ل اط ب ال و و ه ل ال س ال : م ل ق ا ع ذ إ ب الص ب ن ت ي ن ا ب ي ب ك ال ف ه ت ق ار ف م ه ي ل ع ر س ، ع ه ع م س ب ق ل ا ع ذ إ

Seorang anak juga wajib dijauhkan dari hal-hal tak berguna atau sia-sia,

baik nyanyian, permainan-permainan, berbagai bid’ah, dan ucapan atau pikiran

yang buruk dan batil. Karena kalau semuanya itu sudah melekat, sulit untuk

dirubah atau dihilangkan ketika besar.35

Dalam hal ini Ibnu Qayyim pun menyimpulkan dengan berkata: “Bahwa

sumber kerusakan moral berasal dari empat hal; kebodohan, kedzaliman, syahwat

dan kemarahan. Sebab marah akan menimbulkan sikap sombong, dengki, hasud,

permusuhan, dan kehinaan”.36

Dari beberapa pendapat Ibnu Qayyim diatas, dapat difahami bahwa usia

kanak-kanak sangatlah peka terhadap hal-hal yang diperbuat oleh orang lain. Ia

senang meniru dan mencontoh apa saja yang didengar dan dilihatnya terutama apa

yang telah menjadi kebiasaan. Sedangkan akhlak sangat erat kaitannya dengan

kebiasaan dan perilaku keseharian, sehingga orang tua perlu bertindak ekstra hati-

hati untuk dapat mendidik sikap dan pergaulan dalam lingkungan anak usia dini.

Sebagaimana Imam Al-Ghozali pun pernah berkata bahwa: “anak-anak

adalah amanah bagi kedua orang tuanya, dan hatinya yang suci adalah permata

yang sangat mahal harganya. Karenanya, jika dibiasakan pada kebaikan dan

diajarkan kebaikan kepadanya, maka ia akan tumbuh pada kebaikan tersebut,

dan akan berbahagialah di dunia dan akhirat”. 37

Pembentukan keperibadian anak terjadi melalui seluruh pengalaman

hidupnya, dengan bantuan panca indra yang digunakannya untuk merekam segala

sesuatu yang ia temukan dalam hidupnya. Apabila yang diterima itu baik, indah

dan menyenangkan, maka akan menjadi pengalaman yang baik dan

menenteramkan batinya. Tetapi sebaliknya, apabila yang diterima itu tidak baik

dan tidak menyenangkan, maka jiwanya akan tegang dan menimbulkan

35

Ibid., h. 172 36

Al-Maghribi, Op.cit. h.171 37

Imam Ghozali, Adab Dalam Agama. Terj, Adabu Fii Diin Oleh A. M. Basalamah

(Jakarta: Gema Insani Press. 1992), h.22.

53

kecemasan. Semua pengalaman tersebut bersatu menjadi unsur-unsur yang

kemudian hari akan membentuk menjadi keperibadiannya. Untuk itu dalam

konteks ini Ibnu Qayyim mengingatkan kepada orang tua untuk menjauhkan dan

menghindarkan anak-anak dari hal-hal yang negatif yang secara langsung atau

tidak akan dapat mengganggu perkembangan keperibadiannya.

Dalam hal ini pendapat Ibnu Qayyim diperkuat oleh al-Hafidz Ibnu Hajar

Al-Asqalani ia mengatakan bahwa “dalam mendidik anak harus dengan sikap

lemah lembut dan penuh kasih sayang. Para orang tua jangan sampai bersikap

kasar, memarahi dan membentak anaknya yang masih kecil ketika ia sedang

menangis dan rewel, bahkan ketika bayi kencing sekalipun di atas tubuhnya,

hendaknya orang tua menyikapi semua itu dengan perasaan lemah lembut dan

penuh kasih sayang”.38

Dari pernyataan diatas jelas bahwa tanggung jawab serta peran orang tua

untuk dapat membimbing anak-anak kearah yang baik dan menjaganya dari hal-

hal yang buruk adalah suatu kewajiban yang harus dilaksanakan.

c. Tanggung Jawab Pendidikan Fisik

Diantara kewajiaban lain yang diberikan Islam kepada para pendidik

termasuk orang tua adalah tanggung jawab pendidikan fisik. Pandangan Ibnu

Qayyim pada tanggung jawab ini menitik-beratkan pada perlunya memperhatikan

aspek kesehatan pada anak, yang pada gilirannya diyakini akan berimplikasi pada

upaya memaksimalkan aktifitas fisik anak dalam membangaun kompetensinya.

Beliau memandang layanan pendidikan anak usia dini dapat mencakup pelayanan

kesehatan dan latihan ketangkasan serta kekuatan fisik. Hal ini dimaksudkan agar

daya kreatifitas anak dapat tumbuh dan berkembang dengan baik.

Sebagaimana Ibnu Qayyim berkata:

ت و ف ت ي ، ه ت ال ض ف ال ه ذ ه ف ة ار س ال ن إ ، ف ام ن ل ا ة ط ال م ، و ام ن م ال ، و م ال ك ال ، و ام ع الط ل و ض ف ه ب ن ي و ه ت ر خ آو اه ي ن د ر ي خ د ب ع ى ال ل ع

Jangan dibiasakan makan, berbicara, tidur, dan bergaul secara berlebihan

atau seenaknya, karena akan mendatangkan kerugian dunia akhirat.39

38

Abdul Mun’im Ibrahim, Mendidik Anak Perempuan. (Jakarta: Gema Insani Press.

2005), cet.1, h. 77. 39

Ibid., h. 173

54

Dalam hal ini Ibnu Qayyim berkata: “Hendaknya anak dijauhkan dari

berlebihan dalam makanan, berbicara, tidur, dan berbaur dalam perbuatan dosa,

sebab kerugian akan didapat dari hal-hal itu dan menjadi penyebab hilangnya

kebaikan dunia dan akhirat. Anak harus dijauhkan dari bahaya syahwat perut

dan kemaluan, sebab jika anak sudah dipengaruhi oleh kotoran syahwat maka

akan rusak dan hancur. Berapa banyak anak menjadi rusak akibat teledornya

orang tua dalam mendidik dan membina anak-anaknya, bahkan orang tua

membantu mereka terjerat dalam syahwat dengan anggapan hal itu sebagai

ungkapan perhatian dan rasa kasih sayang kepada anak padahal sejatinya telah

menghinakan dan membinasakan anak sehingga orang tua tidak mengambil

manfaat dan keuntungan dari anak baik di dunia dan akhirat. Apabila engkau

perhatikan dengan seksama maka kebanyakan anak rusak berpangkal dari

orang tua”.40

Anak harus dihindarkan dari cara mengkonsumsi makanan dan minuman

yang berlebihan, hal itu demi menjaga terbentuknya pencernaan yang baik dan

teratur. Karena sehatnya badan itu tergantung pada teraturnya pencernaan yang

baik. Dengan tidak terlalu banyak mengonsumsi makanan dan minuman akan

mengurangi penyakit, karena tubuh tidak dapat timbunan dari sisa-sisa makanan.

Begitu juga tidur, anak harus diajarkan banyak beraktifitas dan jangan banyak

tidur karena nantinya anak akan menjadi malas dan manja, selain itu juga banyak

tidur menyebabkan hati menjadi keras.

Jika para orang tua menerapkan berbagai petunjuk dan ajaran-ajaran

kesehatan kepada anak-anak, maka anak akan tumbuh dengan badan yang sehat

dan kuat bergairah serta penuh semangat. Sehingga nantinya akan menjadi

mu’min yang sehat lagi kuat dan disukai Allah. Sebagaimana sabda Rasul yang

mengatakan bahwa:

)رواه مسلم( و ف كل خي ؤمن الضعيف أحب إل اهلل من ال م ؤمن القوي خي ر و امل

“Orang Mu’min yang kuat adalah lebih baik dan disukai oleh Allah dari pada

orang mu’min yang lemah dalam segalanya ia lebih baik” (H.R. Muslim)

Pengertian kuat pada hadits di atas adalah dalam segala hal (yang positif)

baik dalam bidang duniawiyah maupun ukhrowiyah, termasuk juga kuat dalam hal

jasmaniyah. Agar jasmani kuat maka salah satunya adalah dengan berolah raga.

Ada banyak jenis olah raga yang dianjurkan oleh Rasulullah, misalnya: berenang,

40

Al-Maghribi, Op.cit. h. 205

55

memanah dan naik kuda. Dalam hal berolah raga tentunya banyak cara yang

dilakukan asalkan bermanfaat, sesuai kemampuan dan sesuai dengan syariat

Islam.41

Beberapa penelitian menunjukan bahwa sinar matahari di waktu pagi

mengandung semua vitamin dan bahan-bahan yang sangat diperlukan untuk

kesehatan tubuh, kecepatan pertumbuhan, perlindungan dari penyakit, dan

penyembuhan bagi beberapa penyakit.42

Untuk itu orang tua harus memperhatikan pertumbuhan dan perkembangan

anak usia dini dengan selalu melatih motorik halus dan kasarnya. Selain itu orang

tua juga haruslah memperhatikan kesehatannya, supaya mereka menjadi anak

yang tidak mudah terkena penyakit.

d. Tanggung Jawab Pendidikan Sosial

Yang dimaksud dengan pendidikan sosial adalah mendidik anak sejak kecil

agar menjalankan perilaku sosial dan dasar-dasar kejiwaan yang mulia yang

bersumber pada akidah Islamiyah yang kekal dan kesadaran iman yang

mendalam. Hal itu dimaksudkan agar ditengah-tengah masyarakat nanti mampu

bergaul dan berperilaku sosial, memiliki keseimbangan yang matang dan tindakan

yang bijaksana.

Salah satu pendapat Ibnu Qayyim dalam hal ini adalah:

ن إ ، ف ل غ لش ل ه ن د ب و ه س ف ن م ا ي ب ال إ ه ي ر ي ال ا و ه اد د ض أ ب ه ذ خ أ ي ل ، ب ة اح الر ، و ة ل اط ب ال ، و ل س ك ال ه ب ن ي و ا ف م إ ا و ي ن الد ا ف م ، إ ة د ي ح ب اق و ع ب ع ت ال و د ج ل ل ، و م د ن ة ب غ م و ء و س ب اق و ع ة ل اط ب ال و ل س ك ال ام ه ي ا ف م إ و ب ق ع ال

Anak harus dilatih untuk rajin, tidak malas, nganggur, banyak santai dan

manja. Anak tidak dididik kecuali untuk rajin kerja dan peduli. Sifat malas dan

banyak leha-leha berdampak buruk dan mendatangkan penyesalan dikemudian

hari, sebaliknya kerja dan tekun serta peduli akan mendatangkan pujian baik di

dunia maupun di alam baqo (akhirat).43

41

Heri Jauhari Muchatar, “Fikih Pendidikan”. (Bandung: PT Remaja Rosdakarya. 2005),

cet.1, h. 104. 42

Muhammad Sa’id Mursi, Melahirkan Anak Masya Allah. Terj, Fan Tarbiyah al-Awlad

fi al-Islam, Oleh Ali Yahya (Jakarta: Cendekia Sentra Muslim. 2001), h. 19. 43

Ibid., h. 172

56

Sebagai pendidik khususnya orang tua hendaknya jangan mengajarkan

kepada anak sesuatu hal yang kurang berenergik atau malas-malasan. Tetapi

ajarkanlah sesuatu kegiatan atau aktivitas yang bisa membangun mental anak dan

memberikan imajinasi pada diri anak untuk mengembangkan kreativitasnya.

Karena nanti ketika dewasa ia akan terbiasa bekerja keras sehingga jauh dari

penganguran. Selain itu juga anak harus dilatih untuk peduli terhadap sesama,

kkususya kepada orang-orang yang tidak mampu dan membutuhkan bantuan.

Anak juga harus dilatih agar peduli dengan lingkungan sekitarnya seperti menjaga

kebersihan dengan membuang sampah pada tempatnya, menjaga dan melestarikan

tanaman, serta ajarkanlah anak untuk sayang kepada binatang dan makhluk hidup

lainnya. Hal seperti ini merupakan indikasi dari pendidikan sosial yang baik,

sebagaimana yang telah dikonsepkan Ibnu Qayyim sebelumnya di atas.

e. Tanggung Jawab Pendidikan Intelektual

Sejak anak dilahirkan Islam telah memerintahkan kepada para pendidik

untuk mengajarkan dasar-dasar kesehatan jiwa yang memungkinkan ia dapat

menjadi seorang manusia yang berakal, berpikir sehat, bertindak penuh

pertimbangan dan berkemauan tinggi. Oleh karena itu Ibnu Qayyim memandang

pentingnya memperhatikan pembinaan dan pemeliharaan daya intelektual anak

pada usia dini.

Sebagaimana Ibnu Qayyim berkata:

ه ل ق و ل م ه ن أ م ل ع ي ا، ف ه ن م ه ل أ ي ه م و ال م ع ال ن م ه ل د ع ت س م و ا ه م و ب الص ال ح د م ت ع ي ن أ ي غ ب ن ا ي م و ه ي ف ح ل ف ي ل ه ل د ع ت س م و ا ه م ي ى غ ل ع ل ح ن إ ه ن إ ا، ف ع ر ش ه ي نا ف و ذ أ م ان ا ك م ه ي ى غ ل ع ه ل م ي ال ف ات م ال ع ن م ه ذ ه يا، ف اع و ظ ف ال د ي ج اك ر د اإل ح ي ح ص م ه ف ال ن س ح ه آا ر ذ إ ، ف ه ل أ ي ه م و ا ه م ه ات ف و آه ر ن إ ، و ه ع م و ك ز يو ر ق ت س ي و ه ي ف ن ك م ت ي ه ن إ يا، ف ال خ ام اد م ه ب ل ق ح و ل ف ه ش ق ن ي ، ل م ل ع م ال ه ؤ ي ه ت و ه ل و ب ق ه ن إ ، و ح م الر ب ب ع الل و ي م الر و ب و ك الر ن ا م ه اب ب س أ ، و ة ي س و ر ف ل ل د ع ت س م و ه و ه ج و ل ك ن م ك ل اذ ف ال ب ي م ل س م ل ل و ه ل ع ف ن أ ه ن إ ا ف ه ي ل ع ن ر م الت و ة ي س و ر ف ال اب ب س أ ن م ه ن ك ، م ه ل ق ل ي ل و م ل ع ال ف ه ل اذ ف ن ال

Anjuran untuk mempersiapkan keadaan anak untuk melakukan banyak

tugas dan pekerjaan sehingga tumbuh kesadaran bahwa ia diciptakan untuk itu,

maka selama suatu pekerjaan diperbolehkan oleh syariat, sebaiknya tidak

diberikan kepada yang lain. Sebab jika tugas itu diberikan kepada yang lain

padahal si anak sudah siap atau mampu melakukannya, maka akan hilang

57

kesempatan melakukan yang ia mampu. Jika orang tua melihat anaknya bagus

dalam hal pemahaman dan hafalannya, itu bertanda ia sudah siap untuk

menerima ilmu, hal itu diupayakan agar mantap dan tertanam di hati. Bila

didapati selain itu dan ia mempunyai kesiapan atau bakat naik kuda (ahli dalam

peperangan) seperti memanah dan sejenisnya selain naik kuda, maka orang tua

harus memotivasi dan mengembangkannya karena hal itu bermanfaat baginya

dan orang-orang muslim lainnya.44

Melihat pernyataan Ibnu Qayyim di atas bahwa peran orang tua sangatlah

penting dalam upaya mengembangkan bakat dan kreativitas anak dengan cara

membiasakan untuk diberikan aktivitas yang dapat merangsang perkembangan

otaknya dan mengisinya dengan berbagai kesibukan berupa aktivitas-aktivitas

positif sesuai dengan tingkat usianya. Dalam memberikan pendidikan intelektual,

seharusnya orang tua bisa melatih anak-anaknya dengan diberikan kepada anak-

anak sesuatu yang dapat merangsang perkembangan otaknya, walaupun ada juga

orang tua yang menitipkan anaknya di PAUD atau TK, tapi hanya sebatas di

sekolah saja anak mendapatkan pendidikan intelektualnya, Padahal seharusnya

anak mendapatkan pendidikan intelektual tidak harus di sekolah saja, melainkan

di rumah orang tua harus mampu mendidik dan mengajarkan anak-anaknya agar

bisa melatih kecerdasan otaknya, sehingga ketika menjelang pendidikan sekolah

dasar, anak sudah mampu menerima pelajaran dengan baik, dengan demikian

anak akan tubuh menjadi cerdas dan semangat untuk selalu belajar. Ibnu Qayyim

memberikan gambaran bahwa pendidikan intelektual menjadi tanggung jawab

orang tua dikarenakan dengan memberikan pendidikan intelektual kepada anak,

orang tua akan bisa melihat kecerdasan dan kemampuan anak dalam berpikir dan

beraktifitas, sehingga orang tua bisa selalu memotivasi anak untuk terus

mengembangkan bakat dan kemampuannya, agar kelak anak tersebut dapat

membahagiakan orang tuanya dan bermanfaat bagi orang-orang disekitarnya.

Untuk itu bagi Ibnu Qayyim pendidikan intelektual sangatlah penting bagi anak

usia dini, supaya mereka nantinya mampu berpikir kritis dan mempunyai landasan

ilmu serta berguna di masyarakat.

44

Ibid. h. 174

58

4. Aspek-Aspek Yang Mempengaruhi Perkembangan Pendidikan Anak Usia

Dini Menurut Ibnu Qayyim Al-Jauziyah

a. Faktor Hereditas (keturunan)

Dalam pendapatnya Ibnu Qayyim mengatakan bahwa:

اه ب ت اش ه ي ف ض ر ع ي ال ق ق م ر م أ م ال ن م د ل و ال ن و ك ن ل ك ل ذ ف م ال ن و د ب ال ه ب ش ل ف ائ ق ال ار ب ت ع ا اب ح ص أ د ن ع ن ي و ب أ ب ق ح ل ا ي ذ ل و اء ب ى اآل و ع د ف ة اف لق ا ل إ اج ت ا ي ن إ ا و ه ه ب ش ي ل و ا أ ه ه ب ش أ اء و س ة اف الق ىر أ ان و ب أ اه ع د ا ا ذ إ ف ي م أ ب ق ح ل ي ال و ث ي د ال اء ه ق ف ر ث ك أ و اهلل ل و س ر

Berkanaan dengan pencarian jejak dan penyelidikan, maka untuk

mengetahui bapak si anak, bukan ibunya, karena kalau ibu sudah jelas, yakni

yang melahirkannya. Sekalipun si anak tidak mirip ibu tersebut. Oleh karena itu

menurut para sahabat dan mayoritas ahli hadits, si anak harus dikaitkan kepada

salah seorang dari dua orang pria untuk memastikan bapaknya yang sebenarnya.

Ia harus dinasabkan kepada yang lebih mirip dengannya. Bila seorang anak

diklaim oleh dua orang wanita sebagai anaknya, maka harus dinasabkan kepada

yang lebih menyerupai dengannya.45

Dari penjelasan diatas dapat difahami bahwa faktor kecenderungan untuk

pertumbuhan dan perkembangan anak pada usia dini dipengaruhi oleh hereditas

(keturunan). Seperti kecenderungan untuk berjalan tegak, kecenderungan

bertambah besar, dan kecenderungan untuk menjadi orang lincah, pendiam,

pemarah, dan sebagainya. Oleh karena itu, Ibnu Qayyim menginginkan adanya

persiapan pra nikah, baik pemilihan jodoh yang dilihat dari agama, harta, nasab

dan kecantikan. Hal ini menunjukan bahwa faktor keturunan mempengaruhi

perkembangan anak usia dini. Meskipun ada pula keturunan tidak mempengaruhi

perkembangan anak, namun itu hanya sedikit saja. Tetapi ada beberapa orang tua

yang berasal dari keturunan yang dianggap tidak baik secara agama, namun

anaknya berbeda dengan sifat dan perilaku orang tuanya. Karena ada faktor lain

yang mempengaruhi anak tersebut. Salah satunya yakni lingkungan tempat anak

tersebut tinggal adalah daerah yang tingkat reigiusnya tinggi. Sehingga anak-anak

diberi pendidikan TPA. Komunitas itulah yang membuat anak itu berkembang

menjadi baik.

45

Ibid. h. 201

59

b. Faktor Lingkungan

Faktor dalam pertumbuhan dan perkembangan pendidikan anak usia dini,

yang selanjutnya adalah lingkungan. Dalam pandangan Ibnu Qayyim pola pikir

seseorang dapat terbentuk dari sebuah proses interaksi dengan lingkungan sekitar

sehingga kesan-kesan positif maupun negatif yang didapat oleh anak dari

lingkungan sekitar secara otomastis dapat mempengaruhi pertumbuhan dan

perkembangan pendidikannya.

Untuk itu Ibnu Qayyim berkata:

، ء و الس ق ط ن م و ع د ب ال و ش خ الف اع س و اء ن الغ و ل اط ب ال و و ه الل س ال : م ل ق ع ذا إ ب الص ب ن ت ي ن ا ب ي .ه ن م ه اذ ق ن ت اس ه ي ل ى و ل ع ز ع ، و ب ك ال ف ه ت ق ار ف م ه ي ل ع ر س ، ع ه ع م س ب ق ل ا ع ذ إ ه ن إ ف

Seorang anak juga wajib dijauhkan dari hal-hal tak berguna atau sia-sia,

baik nyanyian, permainan-permainan, berbagai bid’ah, dan ucapan atau pikiran

yang buruk dan batil. Karena kalau semuanya itu sudah melekat, sulit untuk

dirubah atau dihilangkan setelah besar, dan orang tua harus berupaya sekuat

tenaga menghindarkan anak darinya.46

Dari beberapa pendapat Ibnu Qayyim tersebut di atas, jelaslah bahwa anak-

anak adalah sosok yang harus diakui eksistensinya sebagai obyek dan subyek

pendidikan. Dengan demikian, ia harus mendapatkan pendidikan yang baik

dengan cara mengarahkan, membimbing dan menumbuh-kembangkan potensi-

potensi positif yang dimilikinya untuk persiapan di kehidupannya yang akan

datang.

Hal ini selaras dengan pendapat sejumlah ahli pendidikan seperti John

Lucke bahwa lingkungan sangat berpengaruh terhadap perkembangan anak. Bila

lingkungan disekitar mereka tidak baik, tentu akan berpengaruh terhadap

kepribadian. Hal ini dikarenakan anak-anak cenderung meniru setiap tingkahlaku

yang ada disekitarnya. Apalagi jika, terus dibiarkan maka akan menjadi doktrin

yang membentuk kepribadian. Hal ini akan sulit bila sudah membentuk

kepribadian di dalam jiwa anak. Oleh karena itu, Ibnu Qayyim mementingkan

faktor lingkungan sebagai bahan pertimbangan pembentukan pendidikan anak

usia dini. Agar orang tua berhati-hati dalam menempatkan anaknya dilingkungan

tempat ia tinggal dan bergaul.

46

Ibid. h. 172

60

5. Relevansi Pendidikan Anak Usia Dini Menurut Ibnu Qayyim Al-

Jauziyyah Dengan Pendidikan Islam

Dari penjelasan sebelumnya bahwa konsep pendidikan anak usia dini

memiliki berbagai macam tanggung jawab pendidikan yang diberikan orang tua

kepada anak-anaknya. Tanggung jawab tersebut meliputi tanggung jawab

pendidikan iman, moral, sosial, fisik dan intelektual. Dari tanggung jawab

pendidikan anak usia dini tersebut dipengaruhi juga dari faktor hereditas dan

lingkkungan.

Berkaitan dengan pernyaan Ibnu Qayyim tersebut, bahwa setiap anak yang

lahir sudah membawa kemampuan-kemampuan yang disebutnya dengan

pembawaan sejak lahir. Karena manusia secara fitrah memiliki kekuatan potensial

untuk tumbuh secara bertahap dan berangsur-angsur sampai ketingkat

kesempurnaannya secara maksimal dan mengarahkannya untuk mencapai tujuan

penciptanya. Akan tetapi anak tersebut masilah lemah sehingga perlu bantuan

orang tua untuk mengembangkan potensi-potensi tersebut dari ke lima aspek

tanggung jawab pendidikan anak (iman, moral, fisik, sosial dan jiwa intelektual).

Yang ke lima hal tersebut haruslah bagi anak disesuaikan dengan lingkungannya

karena untuk memenuhi kebutuhan dan pengembangan kreativitas anak pada usia

dini. Sebab, anak walaupun dasar potensi yang dimilikinya sangatlah bagus, akan

tetapi jika masih belum waktu usia matang kemampuan tersebut maka akan rusak.

Oleh karena itu orang tua perlu memberikan kesiapan dan kematangan pada anak

tersebut dengan memberikan lima aspek pendidikan yang dikonsepkan Ibnu

Qayyim Al-Jauziyyah.

Dalam hal ini Ibnu Qayyim berkata:

ها، ف ي علم أنه ملوق له وما ي نبغي أن ي عتمد حال الصب وما هو مستعد له من العمال ومهيأ ل ه من فال يمله على غيه ما كان مأذونا فيه شرعا

Anjuran untuk mempersiapkan keadaan anak untuk melakukan banyak

tugas dan pekerjaan sehingga tumbuh kesadaran bahwa ia diciptakan untuk itu,

maka selama suatu pekerjaan diperbolehkan oleh syariat.47

47

Ibid. h. 174

61

Jika seorang anak sudah tumbuh matang dalam segi potensi dan bakat

yang dimilikinya serta mendukungnya faktor lingkungan dan bawaan yang

dibelaki oleh orang tua mereka. maka proses pendidikan akan bisa berjalan

maksimal dan sesuai tujuan pendidikan itu sendiri. Sehingga seorang guru pun

akan lebih mudah melaksanakan kinerja pendidikan Islam secara optimal di masa

depan dengan memiliki bawaan yang sehat dari orang tuanya serta interaksi

lingkungan yang mendukung anak.

62

BAB V

PENUTUP

A. Kesimpulan

Berdasarkan uraian hasil penelitian dan analisis yang peneliti kemukakan,

maka peneliti mengambil kesimpulan sebagai berikut:

1. Pendidikan anak usia dini menurut Ibnu Qayyim Al-Jauziyah dalam kitab

Tuhfatul Maudud Bi Ahkamil Maulud merupakan konsep pendidikan anak

usia dini yang diterapkan kepada anak usia sebelum umur tujuh tahun. Di

mana karakteristik pendidikan ini menurut Ibnu Qayyim Al-Jauziyyah

merupakan pondasi awal bagi perkembangan pendidikan anak selanjutnya.

Dalam hal ini Ibnu Qayyim membagi karakteristik pendidikan anak usia

dini itu menjadi dua masa yaitu: a) Masa Menyusui usia 0-2 tahun dengan

memberikan perhatian pada anak melalui stimulus atau rangsangan individu,

baik itu nama, suasana agamis dan pengasuhan seperti mentahnik,

mengakikah dan mengkhitan. b) Masa Batuta pada usia 3-6 tahun adalah

perhatian orang tua dalam mendidik anaknya meliputi 5 aspek tanggung

jawab yaitu: tanggung jawab pendidikan iman, akhlak, sosial, fisik dan

intelektual.

2. Aspek-aspek yang mempengaruhi perkembangan pendidikan anak usia dini

menurut Ibnu Qayyim Al-Jauziyyah adalah dipengaruhi oleh dua faktor

yaitu: a) Faktor Hereditas (keturunan), dimana anak akan menyerupai orang

tuanya baik itu sifatnya maupun kelakuannya. Karena hal tersebut

63

dipengaruhi oleh gen dari orang tuanya tersebut. b) Faktor Lingkungan,

lingkungan yang baik, ramah, dan agamis akan menjadikan anak baik,

ramah, dan agamis. Tetapi sebaliknya, lingkungan yang buruk, kotor, dan

kriminal akan membuat anak menjadi berutal, jorok, dan susah diatur.

3. Relevanasi konsep pendidikan anak usia dini dengan pendidikan Islam yaitu

bahwa hubungan antara anak usia dini terhadap pendidikan Islam sangatlah

dipengaruhi oleh keturunan dan lingkungan, yang dalam prosesnya

sangatlah ditentukan oleh faktor orang tua dalam mengasuh dan

mendidiknya dari segi tanggung jawab pendidikan yang meliputi:

pendidikan iman, akhlak, fisik, sosial, dan intelektual. Sehingga ke

depannya anak akan tumbuh dengan berlandaskan agama sebagai pedoman

hidupnya.

B. Implikasi

Dari kesimpulan di atas, maka dapat berimplikasi sebagai berikut:

1. Anak usia di bawah tujuh tahun akan lebih terarah dan terbimbing dengan

baik, jika dibimbing sesuai dengan tuntunan Rasulullah Saw yang

dikonsepkan oleh Ibnu Qayyim Al-Jauziyah.

2. Jika konsep Ibnu Qayyim tentang pendidikan anak usia dini belum

sepenuhnya terimplemantasi dengan baik maka akan berimplikasi bagi

anak, anak akan kurang siap dan lemah dalam mengembangkan bakat dan

potensinya.

3. Selain itu anak tidak mendapat bekal pendidikan yang maksimal untuk siap

belajar di sekolah dasar.

4. Anak akan mencontoh segala aktivitas yang ia lihat dan dengar yang

dilakukan orang tuanya maupun masyarakat (lingkungannya) baik itu

perkataan maupun perbuatan, baik ataupun buruk.

64

C. Saran

1. Para orang tua hendaknya segera mengambil langkah untuk secara cermat

melakukan peran dan tugasnya sebagai guru yang pertama dan utama.

2. Pemerintahan baik pusat maupun daerah dari tingkat tinggi sampai tingkat

rendah dihimbau untuk turut mendukung dalam upaya menanamkan

pendidikan agama pada anak usia dini dengan menyediakan perangkat,

sarana maupun pra sarana yang memadai.

3. Semua pihak yang memiliki pengaruh dalam menanamkan pendidikan

agama pada anak usia dini hendaknya bersinergi dan berkerja sama dalam

membimbing dan mengarahkan serta mengembangkan potensi-potensi yang

ada di dalam diri anak.

4. Pemerhati pendidikan khususnya pendidikan agama Islam dapat melakukan

penelitian lanjutan, karena penelitian yang dilakukan saat ini masih jauh dari

kesempurnaan.

65

DAFTAR PUSTAKA

Al-Abrasyi, Muhammad Athiyah. Beberapa Pemikiran Pendidikan Islam,

Yogyakarta: Titian Ilahi Press. 1996

‘Ali Quthb, Muhammad. Sang Anak Dalam Naungan Pendidikan Islam,

Terj. Auladuna Fii Dhau-it Tarbiyyatil Islamiyyah. oleh Bahrun Abu Bakar Ihsan,

Bandung: CV. Diponegoro. 1993

An Nahlawi, Abdurrahman.Pendidikan Islam di Rumah, Sekolah dan

Masyarakat, Jakarta: Gema Insani Press. 1995

Ayu, Ningsih Diah.Psikologi Perkembangan Anak, Yogyakarta: Pustaka

Larasati. 2000

Chugani, Shoba Dewey. Anak yang cerdas, Anak yang bermain, Jakarta:

PT Gramedia Pustaka Utama. 2009

Citrobroto, Suahartin. Serba-Serbi Pendidikan, Jakarta: Bhratara Karya.

1983

Dahlan, Abdul Aziz. Kajian Islam Ilmu-ilmu Keislaman”, diterbitkan oleh

Tim Pengembangan Jurnal Ilmiah IAIN Imam Bonjol Padang, Padang: Kajian

Islam. 2001

Darajat, Zakiah. Ilmu Pendidikan Islam, Jakarta Bumi Aksara, 1996

Farid, Ahmad. 60 Biografi Ulama Salaf, Terj. Min A’lam As-Salam oleh

Masturi Irham dan Asmu’i Taman, Jakarta: Pustaka Al-Kausar, 2006

Ghozali, Imam. Adab Dalam Agama. Terj, Adabu Fii Din Oleh A. M.

Basalamah, Jakarta: Gema Insani Press. 1992

Hasan,Maimunah.PAUD (Pendidikan Anak Usia Dini), Jogjakarta: DIVA

Press. 2011

Hasbullah, Dasar-dasar Ilmu Pendidikan, Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada.

2006

66

Ibnu Kasir, al Imam.Tafsir Al-Qur’an al-‘Azim, Terj Tafsir Ibnu Kasir juz

28 oleh Bahrum Abu Bakar, Bandung: Sinar Baru Algesindo, 2003.

________________, Tafsir Al-Qur’an al-‘Azim, Terj Tafsir Ibnu Kasir juz

11 oleh Bahrum Abu Bakar, Bandung: Sinar Baru Algesindo, 2003.

________________, Tafsir Al-Qur’an al-‘Azim, Terj Tafsir Ibnu Kasir juz

8 oleh Bahrum Abu Bakar, Bandung: Sinar Baru Algesindo, 2003.

Ibrahim, Abdul Mun’im. Pendidikan Anak Perempuan, Jakarta: Gema

Insani Press. 2005

Al-Jamal, M. Hasan. Biografi 10 Imam Besar, Terj. Hayat al-immah oleh

M. Khaled Muslih dan Imam Awaludin, Jakarta: Pustaka Al-Kausar, 2005

Al-Jauziyah, Ibnu Qayyim. Tuntunan Rasulullah dalam Mengasuh Anak,

Terj.Tuhfatul Maulud bi Ahkâmil Maulûd. oleh Nabhani Idris, Jakarta: studia

press, 2009

Al-Jauziyah, Abu Bakar, dkk.Hanya Untuk mu Anakmu : Panduan

Lengkap Pendidikan Anak Sejak Dalam Kandungan Hingga Dewasa, Pustaka

Imam Asy-Syafi’i, 2010

Hafizh, Muhammad Nur Abdul. Mendidik Anak Bersama Rasulullah. Terj.

Manhaj Al-Tarbiyyah Al-Nabawiyyah Li Al-Thifl, oleh Kuswandani, Sugiri, dan Son

Haji, Bandung: Al-Bayan [Kelompok Penerbit Mizan], 1997

Khalid, Najib Al ‘Amir. Tarbiyah Rasulullah, Terj, Min Asaalibir-Rasul

Saw Oleh Ibnu Muhammad Fakhrudin Syam, Jakarta: Gema Insani Press. 1994

Mahmud Yunus.Metodik Khusus Pendidikan Agama, Padang: Hidakarya

Agung. 1983

Al-Maghribi,Begini Seharusnya Mendidik Anak; Panduan mendidik anak

sejak masa kandungan hingga dewasa, Terj. Kaifa Turabbi Waladan Shahihan,

oleh Zaenal Abidin, Murajaah, Ahmad Amin Sjihab,Jakarta: Darul Haq, 2004

Al-Mawardi, Adab al-Dunya wa al-Din, ttp: Dâr al-Fikr, 1992

67

Mursi, Syaikh Muhammad Said. Seni Mendidik Anak 2, Terj, Fan

Tarbiyah Al-Aulad fii Al-Islam, Oleh Muhammad Muchson Anasy, Jakarta:

Pustaka Al-Kautsar, 2006

Mursi, Muhammad Sa’id. Melahirkan Anak Masya Allah. Terj, Fan

Tarbiyah al-Awlad fi al-Islam, Oleh Ali Yahya, Jakarta: Cendekia Sentra Muslim.

2001

M. H. Wauran.Pendidikan Anak Sebelum Sekolah, Bandung: Indonesia

Publishing House. 1982

Moeleong, Lexy. Metodologi Penelitian Kualitatif, Bandung: Remaja

Rosdakarya, 2004

Najati, Muhammad Utsman.Jiwa Dalam Pandangan Para Filosof

Muslim,Terj Ad-Dirasat an-Nafsaniyyah ‘inda al-‘Ulama al-Muslimin, oleh Gazi

Saloom Bandung: Pustaka Hidayah, 2002

Narbuko, Cholid dan Abu Achmadi.Metodologi Penelitian, Jakarta: Bumi

Aksara, 2004

Nizar, Syamsul. Pengantar Dasar-dasar Pemikiran Pendidikan Islam,

Jakarta: Pustaka Antara, 1978

Paimun.Bimbingan Konseling, Ciputat: UIN Syarif Hidayatullah. 2008

Santoso,Mudji Hakekat. Peranan, dan Jenis-jenis Penelitian Pada

Pembangunan Lima Tahun Ke VI, Penelitian Kulitatif Dalam Ilmu-Ilmu Sosial

Dan Keagamaan, Malang: Kalimasahada, 1996

Subagyo, P. Jokon. Metode Penelitian; Dalam Teori dan Praktek, Jakarta:

Rineka Cipta, 2004

Sudjana,Nana.Evaluasi Nilai Belajar, Jakarta: Media Pratama Grup, 2009

Susanto.Pemikiran Pendidikan Islam, Jakarta: Amzah, 2009

68

Suwaid, Muhammad Ibnu Abdul Hafidh. Cara Nabi Mendidik Anak, Terj.

Manhaj Tarbiyah Nabawiyah Lith Thifli. oleh Hamim ThobariJakarta: Al-I’stihom

Cahaya Umat-, 2004

Team Didaktik Metodik Kurikulum IKIP Surabaya.Pengantar Didaktik

Metodik Kurikulum PBM, Jakarta: PT RajaGrafindo Persada, 1995

Tim Penyusun Kamus Pusat Pembinaan dan Pengembangan Bahasa

Departemen Pendidikan dan Kebudayaan.Kamus Besar Bahasa Indonesia,

Jakarta: Balai Pustaka, 1994

Tim Redaksi Fokusmedia.UUD SISDIKNAS, Bandung: Fokusmedia, 2003

Yamin, Martinis dan Jamilah Sanan.Panduan Pendidikan Anak Usia Dini,

Jakarta: Gaung Persada Press. 2010

Uhbiyati, Nur. Ilmu Pendidikan Islam, Bandung: CV Pustaka Insani, 1999

Ulwan, Abdullah Nashih.Tarbiyatul Awlad fii Al-Islam. Pedoman

Pendidikan Anak dalam Islam, Semarang: Asy-Syifa. 1981

Yus, Anita.Model Pendidikan Anak Usia Dini, Jakarta: Kencana. 2011

Zuhairini. Filsafat Pendidikan Islam Jakarta: Bumi Aksara, 2008