konsep pendidikan anak usia dini menurut ibnu...
TRANSCRIPT
KONSEP PENDIDIKAN ANAK USIA DINI
MENURUT IBNU QAYYIM AL-JAUZIYYAH
SKRIPSI
Diajukan Kepada Fakultas Ilmu Tarbiyah Dan Keguruan (FITK) Sebagai Salah
Satu Syarat Untuk Memperoleh Gelar Sarjana Pendidikan Islam (S.Pd.I)
Oleh:
SYUKUR YAKUB
NIM: 108011000109
JURUSAN PENDIDIKAN AGAMA ISLAM
FAKULTAS ILMU TARBIYAH DAN KEGURUAN
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH
JAKARTA
2013
LEMBAR PENGESAHAN PEMBIMBING
KONSEP PENDIDIKAN ANAK USIA DINIMENURUT IBNU QAYYIM AL.JAUZIYYAH
SKRIPSIDiajukan Kepada Fakultas Ilmu Tarbiyah Dan Keguruan (Fitk) Sebagai Salah Satu
Syarat Untuk Memperolbh Gelar Sarjana Pendidikan Islam (s.pd.D
Oleh:Syukur Yakub
NIM: 108011000109
Yang MengesahkanPembimbing
@n^--'Drs. Achmad Gholib. MA
1954101s197902 I 001
JURUSAN PENDIDIKAN AGAMA ISLAM
FAKULTAS ILMU TARBIYAH DAN KEGURUAN
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF' HIDAYATULLAH
JAKARTA
20t3
l
I
KEiIIENTERIAN AGAIT'IAUIN JAKARTAFITKJl. lr. H. Juanda No 95 Ciputat 15412 ldo@ria
FORi'r (FR)
No. Dokumen : FITK-FR-AKD-089
Tgl. Terbit : 1 Maret 2010No. Revisi: : 01
Hal 1t1
SURAT PERNYATAAN KARYA SENDIRI
Saya yang bertanda tangan
Nama
Tempat/Tgl.Lahir
NIM
Jurusan / Prodi
Judul Skripsi
di bawah ini,
SyukurYakub
Bogor,0l Janumi 1989
10801 1000109
Pendidikan Agama Islam / Sl
Konsep Pendidikan Anak Usia Dini Menurut Ibnu Qayyim
Al-Jauziyyah
Drs. H. Achmad Gholib, M.A.Dosen Pembimbing
Dengan ini menyatakan bahwa skripsi yang saya buat benar-benar hasil karya sendiri dan
saya bertanggung jawab secara akademis atas apa yang saya tulis. Pemyataan ini dibuat
sebagai salah satu syarat Ujian Munaqasah
Jakart& 11 April 2013Mahasiswa Ybs.
NIM. 108011000109
KEMENTERIAN AGAMAUtN JAKARTAFITKJt. lr. H. Juada No 95 Ciputat 15412 lndonesia
FORM (FR)
No. Dokumen : FITK-FR-AKD-08E
Tgl. Terbit : 1 Maret 2010
No. Revisi: : 01
Hal 1t1
SURAT PERNYATAAN JURUSAN
Ketua/Sekretaris Jurusan/Program Studi Pedidikan Agama Islam
menyatakan bahwa,
Nama
NIM
Jurusan / Prodi
Semester
Mengetahui,Penasehat Akademik,
SYUKUR YAKUB
r0801 1000109
Pendidikan Agama Islam
X (Sepuluh)
Benar telah menyelesaikan semua program akademik sesuai ketentuan yang berlaku dan
berhak untuk menempuh Ujian Skripsi (Munaqasah).
Jakarta, 9 April2013
Ketua/Sekretaris JurusanlProdi
/ Nn.reotoNrP. I 9700727 1997 032004
LEMBAR PENGESAHAN
Skripsi berjudul : "Pendidikan Anak Usia Dini Menurut Ibnu Qayyim Al-
Jauziyyat'diajukan kepada Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan (FITK) UIN Syarif
Hidayatullah Jakarta dan telah dinyatakan lulus dalam Ujian Munaqosah pada tanggal
14 Mei 2013, dihadapan dewan penguji. Karena itu, penulis berhak memperoleh gelar
Sarjana S1 (S. Pd. D dalam bidang Pendidikan Agama Islam.
Jakarta, 17 Mei20l3
Panitia Ujian Munaqosah
Ketua Panitia
Bahrissalim. M. AgNIP: 19680307 199803 1 002
Sekretaris (Sekretaris Jurusan/ Program Studi)
Drs. Sapiudin Shidiq. M. AeNIP : 19670328 200003 1 001
Penguji I
Dra. Djunaidatul Munawaroh. M. AgNrP. 19580918 198701 2 001
Penguji 2
Tanggal
Siti Kh0dijah. M.ANIP : 19700727 199703 2 004
. Rifat Svauoi
8t/;)or)"r"""""''
Tanda Tangan
&IT
l4l r-D""t"""""'
r9520s20 198103 1 001
i
ABSTRAK
Syukur Ya’kub: Konsep Pendidikan Anak Usia Dini Ibnu Qayyim al-
Jauziyyah, Jurusan Pendidikan Agama Islam, Fakultas Ilmu Tarbiyah dan
Keguruan (FITK), Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah
Jakarta, April 2013.
Dalam lingkungan keluarga dewasa ini, pendidikan anak usia dini masih
sering dianggap hanya sebagai bentuk tradisi yang turun temurun, namun hal itu
sangat tidak boleh disepelekan perhatiaanya bagi kedua orang tua. Karena perlu
diketahui seorang anak yang akan dewasa nanti perilakunya, sikap dan tutur
katanya, itu semua dipengaruhi pada awal perkembangannya yaitu usia dini (saat
awal perkembangan anak). Dimana usia tersebut membutuhkan perhatian penuh
dari orang tua serta bimbingan yang kondusif untuk menunjang kreativitasnya
dalam segala bidang dan aspek-aspek yang ada pada potensi anak usia dini
tersebut.
Penelitian dalam skripsi ini, mengacu pada konsep yang dipaparkan oleh
Ibnu Qayyim Al-Jauziyyah dalam kitab “Tuhfatul Maudud Bi Ahkamil Maulud”.
Dengan mengambil judul Konsep Pendidikan Anak Usia Dini Menurut Ibnu
Qayyim al-Jauziyyah. Adapun tujuan dilakukannya penelitian ini adalah: 1) untuk
mengetahui karakteristik pendidikan anak usia dini menurut Ibnu Qayyim Al-
Jauziyyah, 2) untuk mengetahui aspek-aspek yang mempengaruhi pendidikan anak
usia dini menurut Ibnu Qayyim Al-Jauziyyah, 3) untuk mengetahui relevansi
pendidikan anak usia dini dengan pendidikan Islam. Jenis Penelitian ini, Penelitian
Pustaka (library research) dengan menggunakan pendekatan kualitatif deskriptif.
Yaitu penelitian yang menggambarkan sifat-sifat atau karakteristik individu,
keadaan, gejala, atau kelompok tertentu. Dengan metode deskriptif kontent analysis
yaitu metode dengan menganalisis isi dan mendeskripsikannya dari objek yang
diteliti melalui sumber-sumber yang terkait dalam penelitian ini.
Hasil dari penelitian yang dilakukan adalah: 1) Karakteristik Pendidikan
Anak Usia Dini meliputi 2 masa: a) Masa menyusui pada usia 0-2 tahun yang
memiliki tahapan perhatian yaitu: Memberikan perhatian pada anak dengan
stimulus atau rangsangan individu, baik itu nama, suasana agamis dan pengasuhan
seperti mentahnik, mengakikah dan mengkhitan. b) Masa Batuta pada usia 3-6
tahun adalah perhatian orang tua dalam mendidik anaknya meliputi 5 aspek
tanggung jawab yaitu: tanggung jawab pendidikan iman, akhlak, sosial, fisik dan
intelektual. 2). Aspek-aspek yang mempengaruhi pendidikan anak usia dini
meliputi dua hal: a) aspek hereditas, dan b) aspek lingkungan. 3) Relevansi konsep
pendidikan anak usia dini dengan pendidikan Islam yaitu pentingnya orang tua
dalam mendidik dan menumbuh-kembangkan potensi-potensi anak agar menjadi
generasi yang unggul dan kreatif. Karena orang tua merupakan faktor utama dan
pertama yang berpengaruh bagi pendidikan keislaman anak. selain itu lingkungan
juga sangat berperan penting dalam membentuk kepribadian anak.
Kata Kunci: Ibnu Qayyim al-Jauziyah & Pendidikan Usia Dini
ii
KATA PENGANTAR
Bismillahirrahmanirrahiim.
Assalamu’aliakum warahmatullahi wabarakatuh
Alhamdulillahirobil ‘alamiin, Segala puji dan syukur kita panjatkan atas
kehadirat Allah SWT yang selalu melimpahkan rahmat-Nya dan nikmat-Nya
kepada seluruh hamba-Nya. Shalawat serta salam semoga dilimpahkan kepada
Nabi Muhammad SAW, junjungan dan pemberi tauladan yang telah membawa
cahaya kehidupan bagi ummatnya beserta kepada keluarganya, para sahabat dan
para tabi’ tabi’in.
Skripsi ini bertemakan “PENDIDIKAN ANAK USIA DINI MENURUT
IBNU QAYYIM AL-JAUZIYYAH”. Penulis menyadari bahwa muatan skripsi ini
masih jauh dari sempurna, baik penyusunan, penulisan maupun isinya. Hal tersebut
dikarenakan keterbatasan pengetahuan, pengalaman dan kemampuan penulis. Oleh
karena itu, saran dan kritik untuk menuju perbaikan sangat penulis harapkan.
Dalam proses pembuatan skripsi ini, berbagai hambatan dan kesulitan
penulis hadapi, namun berkat rahmat, taufik, dan hidayah Allah SWT. Serta
berbagai dorongan, saran dan bimbingan dari semua pihak, akhirnya penulisan
skripsi ini dapat terselesaikan dengan lancar. Oleh karena itu, penulis mengucapkan
terima kasih kepada berbagai pihak yang telah membantu, diantaranya :
1. Kedua orang tua penulis yang tercinta, yang tulus memberikan segalanya,
baik cinta, kasih, sayang, perhatian, pikiran, do’a, motivasi, kritik dan saran,
arahan, senyum dan usaha untuk mencukupi segala kebutuhan penulis.
2. Prof. Dr. H. Rif’at Syauqi Nawawi, MA. selaku Dekan Fakultas Ilmu
Tarbiyah dan Keguruan UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.
3. Bahrissalim, MA. selaku Ketua Jurusan dan Drs. H. Syapiuddin Shiddiq,
MA. selaku Wakil Ketua Jurusan Pendidikan Agama Islam UIN Syarif
Hidayatullah.
4. Dosen Penasehat Akademik penulis, Ibu Siti Khodijah, MA atas masukan
dan motivasinya yang telah diberikan kepada penulis.
iii
5. Drs. H. Achmad Gholib, MA. Selaku dosen Pembimbing dalam penyusunan
skripsi ini.
6. Seluruh dosen dan karyawan akademik Fakultas Tarbiyah dan Ilmu
Keguruan UIN Syarif Hidayatullah Jakarta yang telah membimbing dan
membekali dengan Ilmu pengetahuan serta membantu proses perkuliyahan
penulis.
7. Seluruh Staf Perpustakaan Umum dan Tarbiyah UIN Syarif Hidayatullah
Jakarta. Serta perpustakaan yang diluar kampus UIN Syarif Hidayatullah
atas semua bantuan untuk penulis dalam melengkapi referensi.
8. Siti Khanifah, Ulfa Adillah, M.H. Nur Ramadhan, M. Ilwan, Fitri, Abdul
Hafizh, Rahamat Hidayat, Fackrul Roji, M. Samudin, Hardiansyah, Hasan
Fatoni, Resdhia Maula Pracahya, Mudzakir Faozi terimakasih atas
dukungan moral yang kalian berikan dalam penyususnan skripsi ini.
9. Rekan-rekan seperjuangan di Fakultas Tarbiyah dan Keguruan khususnya di
Jurusan Pendidikan Agama Islam angkatan 2008-2009 (PAI C), dan teman-
teman PMII yang tidak dapat penulis sebutkan satu persatu, terima kasih
untuk semangat persaudaraan, kekeluargaannya semoga tetap eksis dan
talisilaturrahmi kita tetap terjalin.
Tidak ada yang dapat membalas kebaikan kalian semua, hanya seuntai do’a
dari lubuk hati yang dapat penulis sampaikan “Jazakumullah Khairon Kastiroo wa
barokallah fi hayatikum wa salamatu fihayatikum”, semoga Allah Ta’ala membalas
kebaikan kalian semua dengan kebaikan yang lebih baik di dunia ini dan kelak di
akhirat nanti. Amiin
Wassalamu’alaikum warahmatullahi wabarakatuh.
Jakarta, 8 April 2013
Penulis
Syukur Ya’kub
iv
MOTTO
"فإذا ف رغت فانصب"“Maka apabila kamu telah selesai (dari suatu urusan), kerjakanlah dengan
sungguh-sungguh (urusan) yang lain”
(QS. Al-Insyiroh: 7)
“Jangan Tunda-tunda Urusan (Pekerjaan) Mu Sampai Besok Sehingga Datang Urusan (Pekerjaan) Yang Baru”
v
PEDOMAN TRANSLITERASI
A. Transliterasi
Tranliterasi merupakan aspek berbahasa yang penting dalam penulisan
skripsi mahasiswa Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan UIN Syarif
Hidayatullah Jakarta, karena banyak istilah Arab, nama orang, nama
tempat, judul buku, nama lembaga, dan lain sebagainya, yang aslinya ditulis
dengan huruf Arab dan harus disalin ke dalam huruf latin. Pedoman
Transliterasi yang digunakan untuk huruf-huruf yang tidak ada padanannya
dalam bahasa Indonesia adalah:
1. Konsonan
Huruf Arab Huruf Latin
Tidak dilambangkan ا
’s ث h ح kh خ
ż ذ sy ش
ş ص đ ض
ţ ط ť ظ ، ع ġ غ
h ة
2. Vokal
Vokal Tunggal Vokal Rangkap
Huruf Arab Huruf Latin Huruf Arab Huruf Latin
a ـ a ـ
I ـ I ـ u ـ U ـ
Contoh: ك ت ب = kataba عرف = ‘urifa يف kaifa = ك
vi
3. Mâdd (Panjang)
Harakat dan Huruf Huruf dan Tanda
â ـــ ــــا
Î ـــ ـي Û ــ و
Contoh: ا ع ,da’â = د yaqûlu = ي قول qÎla = قيل
4. Tâ’ Marbûtah
a. Tâ’ Marbûtah hidup transliterasinya adalah /t/.
b. Tâ’ Marbûtah mati transliterasinya adalah /h/.
c. Kalau pada suatu kata yang akhir katanya adalah Tâ’ Marbûtah
diikuti olah kata yang menggunakan kata sandang al, serta bacaan
kedua kata itu terpisah maka Tâ’ Marbûtah itu ditransliterasikan
dengan /h/.
Contoh: حديقةالحيوانات = hadĭqat al-hayawănăt atau hadĭqatul hayawănăt
al-madrasat al-ibtidă’iyyah = المدرسةاالبتدائية
Hamzah = حمزة
5. Syaddah (Tasydĭd)
Syaddah/tasydĭd ditransliterasikan dengan huruf yang sama dengan
huruf yang diberi tanda Syaddah (digandakan).
Contoh: م لـ م allama‘ = ع kurrima = كر
6. Kata Sandang
a. Kata sandang diikuti oleh huruf syamsiyah ditranliterasikan dengan
huruf yang mengikuti dan dihubungkan dengan tanda
sambung/hubung.
Contoh: الصالة = as-salătu
b. Kata sandang yang diikuti oleh huruf qomariyah ditransliterasikan
sesuai dengan bunyinya.
Contoh: الفلق = al-falaqu
vii
7. Penulisan Hamzah
a. Bila hamzah terletak di awal kata, maka ia tidak dilambangkan dan
ia seperti alif. Contoh: لت akaltu = ا ك
b. Bila di tengah dan di akhir ditransliterasikan dengan apostrof,
contoh: ت أكلون = ta’kulûna شيء = syai’un
8. Huruf Kapital
Huruf kapital dimulai pada awal nama dari, nama tempat, bukan pada
kata sandangnya.
Contoh: القرآن = al-Qur’an المدينةالمنورة = al-Madĭnatul Munawwaroh
viii
DAFTAR ISI
HALAMAN SAMPUL
HALAMAN JUDUL
LEMBAR PENGESAHAN PEMBIMBING
LEMBAR PERNYATAAN KARYA SENDIRI
LEMBAR PERNYATAAN JURUSAN
LEMBAR PENGESAHAN PANITIA UJIAN
ABSTRAK .................................................................................... i
KATA PENGANTAR .................................................................................... ii
MOTTO .................................................................................... iv
PEDOMAN TRANSLITERASI ................................................................... v
DAFTAR ISI .................................................................................... viii
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah .......................................................... 1
B. Identifikasi Masalah ................................................................ 7
C. Pembatasan Masalah ............................................................... 8
D. Perumusan Masalah ................................................................. 8
E. Tujuan Penelitian .................................................................... 8
F. Manfaat Penelitian .................................................................. 9
BAB II LANDASAN TEORI
A. Pengertian Pendidikan Anak Usia Dini ................................... 10
B. Ruang Lingkup Pendidikan Anak Usia Dini ............................ 13
C. Karakteristik Perkembangan Anak Usia Dini .......................... 13
D. Landasan Pendidikan Anak Usia Dini ..................................... 14
1. Landasan Yuridis ................................................................. 14
2. Landasan Filosofis ............................................................... 15
3. Landasan Relegius ............................................................... 16
E. Tujuan Pendidikan Anak Usia Dini ......................................... 18
F. Materi Pendidikan Anak Usia Dini .......................................... 18
ix
1. Pendidikan Iman ................................................................. 18
2. Pendidikan Akhlak .............................................................. 19
3. Pendidikan Fisik ................................................................. 22
4. Pendidikan Sosial ............................................................... 22
5. Pendidikan Intelektual ........................................................ 23
G. Metode Pendidikan Anak Usia Dini ........................................ 23
1. Metode Mutual Education ................................................. 24
2. Metode Bercerita ............................................................... 24
3. Metode Bimbingan dan Penyuluhan ................................... 25
4. Metode Pemberian Contoh dan Teladan ............................ 26
5. Metode Sambil Bermain ..................................................... 27
BAB III METODOLOGI PENELITIAN
A. Objek dan Waktu Penelitian..................................................... 30
B. Metode Penulisan ..................................................................... 30
C. Fokus Penelitian ....................................................................... 31
D. Prosedur Penelitian................................................................... 31
BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
A. Deskripsi Data ......................................................................... 33
1. Biografi Ibnu Qayyim Al-Jauziyah
a. Riwayat Hidup Ibnu Qayyim Al-Jauziyah .................. 33
b. Masa Studi .................................................................. 34
c. Guru dan Murid-Muridnya ......................................... 35
d. Karya-karyanya .......................................................... 36
B. Pembahasan..... ........................................................................ . 37
1. Pemikiran Ibnu Qayyim Al-Jauziyah Tentang Pendidikan
Anak Usia Dini...................... ............................................ 37
2. Pendapat Ibnu Qayyim Al-Jauziyah terhadap tahapan
yang harus dilakukan orang tua dalam mendidik anak usia
0-2 tahun ............................................................................ 39
a. Adzan di Telinga Kanan dan Iqamah di Telinga Kiri.. 40
x
b. Mentahnik Bayi ......................................................... 41
c. Memberi Nama Yang Baik Pada Anak ...................... 43
d. Menyusui Hingga Dua Tahun ................................. 44
e. Aqikah dan Mencukur Rambut Anak .................... .... 46
f. Mengkhitan Anak ........................................................ 47
3. Pendapat Ibnu Qayyim Al-Jauziyah terhadap tahapan yang
harus dilakukan orang tua dalam mendidik anak usia 3-6
tahun .................................................................................. 48
a. Tanggung Jawab Pendidikan Keimanan ....................... 48
b. Tanggung Jawab Pendidikan Moral ............................. 51
c. Tanggung Jawab Pendidikan Fisik ............................... 53
d. Tanggung Jawab Pendidikan Sosial ............................. 55
e. Tanggung Jawab Pendidikan Intelektual ...................... 56
4. Aspek-Aspek Yang Mempengaruhi Perkembangan
Pendidikan Anak Usia Dini Menurut Ibnu Qayyim Al-
Jauziyah
a. Faktor Hereditas (keturunan) ...................................... 58
b. Faktor Lingkungan ..................................................... 59
5. Relevansi Pendidikan Anak Usia Dini Menurut Ibnu Qayyim
Al-Jauziyyah Dengan Pendidikan Islam ........................... 60
BAB V: PENUTUP
A. Kesimpulan ............................................................................ 62
B. Implikasi ................................................................................. 63
C. Saran .................................................... ................................... 64
DAFTAR PUSTAKA .......................................................................... .......... 65
LAMPIRAN-LAMPIRAN
1
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Pendidikan merupakan hal yang sangat penting yang tidak dapat
dipisahkan dari kehidupan manusia. Sebab, disamping pendidikan merupakan
salah satu usaha tindakan untuk memberikan pengalaman belajar kepada anak
dengan tujuan agar anak tersebut mencapai taraf kedewasaan menuju manusia
yang memiliki kesadaran moral dan sikap mental yang kuat. Ia juga merupakan
aspek dalam menunjang pengetahuan bangsa dimasa depan. Berawal dari
kesuksesan di bidang pendidikanlah suatu bangsa menjadi maju dan berkembang.
Pendidikan dalam Islam merupakan sebuah rangkaian proses
pemberdayaan manusia menuju akil baligh (kedewasaan), baik secara fisik,
mental maupun moral, untuk menjalankan fungsi kemanusiaan yang diembannya
sebagai seorang hamba dihadapan tuhannya dan sebagai pemelihara (khalifah)
pada alam semesta. Dengan demikian, fungsi utama pendidikan adalah
mempersiapkan anak didik dengan kemampuan dan keahlian (skill) yang
diperlukan agar memiliki kemampuan dan kesiapan untuk terjun ke tangah
masyarakat (lingkungan), sebagai tujuan akhir pendidikan.
Tujuan akhir pendidikan agama Islam adalah pencapaian tujuan yang
diisyaratkan oleh Al-Qur’an, yaitu serangkaian upaya yang dilakukan oleh
seorang pendidik dalam membantu (membina) anak didik menjalankan fungsinya
di muka bumi, baik pembinaan pada aspek materil maupun spiritual. Dengan
pencapaian tujuan tersebut, diharapkan anak didik akan mampu menjadi makhluk
2
dwi dimensi yang integral dan utuh.1 Dengan perkembangan dua dimensi tersebut
diharapkan anak didik dapat bermanfaat bagi agamanya dan bagi orang-orang
disekitarnya. Bila hal tersebut tercapai, akan berimplikasi pada kebahagiaannya di
dunia dan akhirat. Agar tujuan akhir pendidikan tersebut dapat terwujud, maka
orang tua harus extra aktif dan kerja keras dalam membina dan mendidik anak.
Kerena permulaan pendidikan seorang anak itu bermula dari lingkungan keluarga.
Maka keluarga merupakan lembaga pendidikan yang pertama, tempat anak didik
pertama kali menerima pendidikan dan bimbingan dari orang tuanya maupun
anggota keluarga lainnya. Di dalam keluarga inilah tempat meletakan dasar-dasar
kepribadian anak didik pada usia yang masih dini, karena pada usia tersebut anak
lebih peka terhadap pengaruh dari pendidiknya (orang tua dan anggota keluarga
lainnya).
Rasulullah bersabda:
ا اب واه يجسانه اوي هودانه او ي نصرانه كل مولود ي ولد على )رواه مسلم( الفطرة وانم“setiap anak dilahirkan dalam keadaan fitrah, maka sesungguhnya kedua
orangtuanya lah yang menjadikan ia Majusi, Yahudi, atau Nasrani”. (H.R.
Muslim).
Berdasarkan hadits tersebut, orang tua memegang peranan yang sangat
penting dalam membentuk kepribadian anak didik. Anak merupakan amanah di
tangan kedua orang tuanya. Hatinya yang bersih merupakan permata yang
berharga, lugu dan bebas dari segala macam ukiran dan gambaran. Ukiran berupa
didikan yang baik akan tumbuh subur pada diri anak, sehingga ia akan
berkembang dengan baik dan sesuai ajaran Islam, dan pada akhirnya akan meraih
kebahagiaan di dunia dan di akhirat. Jika anak sejak dini dibiasakan dan dididik
dengan hal-hal yang baik dan diajarkan kebaikan kepadanya, ia akan tumbuh dan
berkembang dengan baik dan akan memperoleh kebahagiaan serta terhindar dari
kesengsaraan/siksa baik dalam hidupnya di dunia maupun di akhirat kelak. Hal ini
sesuai dengan firman Allah:
1 Samsul Nizar, “Pengantar Dasar-dasar Pemikiran Pendidikan Islam”, (Jakarta: Gaya
Media Pratama, 2001), cet.I, h.107
3
ها مآلئكة ياأي ها المذين ءامنوا قوا أنفسكم وأهليكم نارا وقودها النماس والجارة علي ن اهلل مآأمرهم وي فعلون ماي ؤمرون المي عصو غالظ شداد
"Hai orang-orang yang beriman, peliharalah dirimu dan keluargamu
dari api neraka yang bahan bakarnya adalah manusia dan batu;
penjaganya malaikat-malaikat yang kasar, yang keras, yang tidak
mendurhakai Allah terhadap apa yang diperintahkan-Nya kepada
mereka dan selalu mengerjakan apa yang diperintahkan.
(At Tahrim [66]: 6)
Terhadap ayat ini Ibnu Kasir dalam tafsirnya menjelaskan, bahwa
ayat ini menganjurkan kepada setiap individu muslim bertakwa kepada
Allah dan perintahkanlah kepada keluargamu untuk bertakwa kepada
Allah. Ibnu Kasir menjelaskan bahwa Qatada mengatakan bahwa engkau
perintahkan mereka untuk taat kepada Allah dan engkau cegah mereka
dari perbuatan durhaka terhadap-Nya, dan hendaklah engkau tegakkan
terhadap mereka perintah Allah dan engkau anjurkan mereka untuk
mengerjakannya serta engkau bantu mereka untuk mengamalkannya. Jika
engkau melihat di kalangan keluargamu suatu perbuatan maksiat kepada
Allah, maka engkau harus cegah mereka darinya dan engkau larang
mereka melakukannya. Hal yang sama juga dikemukakan Ad-Dahlak dan
Muqatil, bahwa sudah merupakan suatu kewajiban bagi seorang muslim
mengajarkan kepada keluarganya, baik dari kalangan kerabatnya ataupun
budak-budaknya, hal-hal yang difardukan oleh Allah dan mengajarkan
kepada mereka hal-hal yang dilarang oleh Allah yang harus mereka
jauhi.2
Ayat diatas menggambarkan bahwa disinilah tanggung jawab orang tua
untuk mendidik anak-anaknya, karena anak adalah amanah Allah yang diberikan
kepada orang tua yang kelak akan diminta pertanggung-jawaban atas
pendidikannya.
2Al Imam Abul Fida Ismail Ibnu Kasir Ad-Dimasyqi, Tafsir Al Qur’an al-‘Ażīm,
terjemahan Bahrum Abu Bakar, Tafsir Ibnu Kaśīr juz 28, (Bandung: Sinar Baru Algesindo,2003),
h. 751
4
Dalam hal mendidik anak Rasulpun pernah bersabda:
باحة والرماية )رواه الزيلىن( علموا اوالدكم الس“Ajarilah anak-anakmu berenang dan memanah. (H.R. Zaelani)
Dari ayat dan hadits diatas jelaslah bahwa kewajiaban orang tua untuk
mendidik anak-anaknya dalam hal pendidikan agama dan pendidikan umum
termasuk di dalamnya pendidikan keterampilan. Hal ini dimaksudkan agar kelak
anak-anak itu dapat mencapai kebahagiaan hidup di dunia dan akhirat. 3
Untuk itu Islam telah menjelaskan hukum yang berkenaan dengan anak
yang dilahirkan dan dasar-dasar pegadogis yang berkaitan dengannya. Dengan
demikian orang tua dapat melaksanakan kewajiban terhadap anaknya yang
dilahirkan secara benar. Alangkah patutnya bagi setiap orang yang bertanggung
jawab terhadap masalah pendidikan untuk melaksanakan kewajibannya secara
sempurna sesuai dengan dasar-dasar yang telah diletakkan oleh Islam dan yang
diajarkan oleh Rasulullah saw.4
Diantara tanggung jawab yang diperlihatkan oleh Islam adalah tanggung
jawab para pendidik terhadap individu-individu yang berhak menerima
pengarahan, pengajaran dan pendidikan dari mereka. Ketika anak diajarkan
tentang pendidikan agama seperti tauhid, akhlak, dan sebagainya yang sesuai
dengan pertumbuhan dan perkembangan otak serta kejiwaannya, maka seharusnya
sudah tumbuh di dalam diri seorang anak dasar-dasar agama yang pada akhirnya
nanti akan menjadi acuan baginya untuk beribadah kepada tuhannya, dan
bertingkah laku yang sopan dan santun terhadap orang tua, guru, teman maupun
masyarakat disekelilingnya. Akan tetapi, apabila diamati keadaan anak di usia dini
sekarang ini cukup memperihatinkan. Hal ini dapat dilihat dari beberapa realitas,
seperti perilaku anak usia dini yang sudah lupa akan asma’-asma’ Allah, nama-
nama Nabi dan Rasul yang wajib diketahui dan dikenal kini sudah jarang sekali
anak yang mengetahuinya dan jarang sekali orang tua yang mengajarkannya,
3 Zuhairini,“Filsafat Pendidikan Islam” (Jakarta: Bumi Aksara. 2008) cet. 4, h. 177.
4 Ibnu Qayyim Al-Jauziyah,“Tuntunan Rasulullah dalam mengasuh anak”, Terj.
Tuhfatul Maudud Bi Ahkamil Maulud oleh Nabhani Idris (Jakarta: studia press. 2009) cet. I, h.
3.
5
belum lagi rukun Iman, dan rukun Islam yang yang seharusnya sudah diajarkan
kini tidak banyak anak yang mengetahuinya, dan anak pun begitu cepat untuk
melupakannya, berbeda dengan apa yang ia lihat di TV, ia lebih mengenal artis
dibandingkan nabinya, dan ia lebih senang menyanyikan lagu-lagu yang kurang
mendidik yang ia sering lihat dan dengar di TV maupun yang lainnya. Yang
semua itu disebabkan oleh kuarangnya perhatian orang tua dalam mendidik anak
serta perilaku orang tua yang kurang mendidik yang dicontoh dan ditiru oleh
anak. Selain itu juga anak suka berbicara memakai bahasa yang kasar, kotor, yang
ia dapati dari perkataan orang tua, teman serta orang-orang yang berada
dilingkungannya sehari-hari. Setiap saat anak mencontoh sesuatu yang kurang
baik dari orang tua maupun orang-orang yang berada di lingkungannya. Padahal
orang tua harus menjadi figur dan suri tauladan yang baik bagi anak karena orang
tua bertanggung jawab untuk mendidik anaknya sejak sedini mungkin. ini adalah
tanggung jawab yang besar dan sangat penting. Sebab tanggung jawab itu dimulai
dari masa kelahiran sampai berangsur-angsur anak mencapai masa analisa,
puberitas dan sampai anak menjadi dewasa yang wajib memikul segala kewajiban.
Untuk itu orang tua sebagai pendidik harus melaksanakan tanggung jawab secara
sempurna dengan penuh amanat dan kemauan sesuai dengan tuntunan Islam.
Sehingga anak dapat tumbuh besar dengan landasan Al-Qur’an dan Sunnah serta
adab sosial yang tinggi. Sebagaimana Rasulullah bersabda:
ر و أدب وهم. علموا أوالدكم و أهليكم الي “Ajarkanlah kebaikan kepada anak-anak kamu dan keluarga kamu dan
didiklah mereka. (H.R Abdurrazaq dan Said bin Manshur).
ي م ت ها.ل راع ف أهله و مسؤل عن رعي م ت ه, والمرأة راعية ف ب يت زوجها ومسؤلة عن رع الرمج Seorang laki-laki adalah pemimpin di dalam keluarganya dan ia
bertanggung jawab terhadap keluarganya itu, dan seorang wanita adalah
pemimpin di dalam rumah suaminya dan ia bertanggung jawab terhadap apa
yang dipimpinnya. (H.R. Bukhari dan Muslim) 5
5Abdullah Nasih Ulwan, “Pendidikan Anak Dalam Islam”. Tarbiyatul Awlad fii Al-Islam
Terj, Jamaludin Miri (Jakarta: Pustaka Amani. 1994), Juz I, h. 145.
6
Dari pemaparan di atas dapat difahami bahwa amanah yang diberikan
Allah kepada orang tua yang berupa anak, adalah amanah yang sangat besar
tanggung jawabnya. Karena sekali orang tua salah mendidik, maka anaknya pun
kelak setelah dewasa juga akan menjadi orang tua yang salah mendidik anak-
anaknya dan generasi berikutnya.
Imam Ibnu Qayyim Al-Jauziyyah adalah ulama sunni yang sangat
memperhatikan pentingnya pendidikan yang diberikan kepada anak usia dini,
sejak ia lahir sampai ia meranjak dewasa. Beliau menjelaskan bahwa Abdullah bin
Umar RA pernah memberikan taushiyahnya yang berbunyi, “Didiklah anak-mu,
karena engkau bertanggung-jawab atasnya. Engkau akan ditanya, apa yang
engkau ajarkan kepadanya, ia akan ditanya tentang baktinya kepadamu”.6
Imam Ibnu Qayyim menegaskan tanggung jawab ini dalam ucapannya,
“Pada hari kiamat, Allah Swt. Bertanya kepada orang tua perihal anaknya
sebelum sang anak bertanya perihal orang tuanya. Karena, selain orang tua
mempunyai hak yang harus ditunaikan anaknya, anak juga mempunyai hak
yang harus ditunaikan orang tua. Barangsiapa tidak mengajari anaknya
dengan sesuatu yang bermanfaat, atau bahkan membiarkannya tanpa
pendidikan, berarti ia telah benar-benar merusak anaknya. Kebanyakan
anak rusak karena ulah orang tua yang mengabaikan pendidikannya dan
tidak mengajarkan kepadanya masalah-masalah fardu dan sunnah. Orang
tua menyia-nyiakan anaknya di masa kecil mereka, sehingga mereka tidak
mendapatkan manfaat apa-apa darinya. Akibatnya, ketika anak-anak telah
dewasa, mereka tidak memberikan manfaat apa-apa kepada orang tuanya.
Sebagian anak memberikan alasan mengapa mereka durhaka kepada orang
tua mereka, “ayah, engkau telah durhaka kepada aku tatkala aku kecil, kini
setelah aku dewasa, aku pun durhaka kepada mu. Engkau telah menyia-
yiakan ku pada saat aku masih anak-anak. Kini aku pun menyia-yiakan mu
pada saat engkau menjadi tua-renta.”7
Dari pernyataan Ibnu Qayyim di atas dapat disimpulkan bahwa ketika
orang tua acuh terhadap pendidikan anaknya khususnya yang berkenaan dengan
masalah-masalah yang fardu maupun yang sunnah, maka anak pun ketika ia
dewasa nanti akan acuh terhadap orang tuanya, dan anak juga akan mewarisi sifat
acuhnya kepada anak-anaknya kelak.
6 Ibnu Qayyim Al-Jauziyah, Op.cit. h. 162.
7 Syaikh Muhammad Said Mursi, Seni Mendidik Anak 2, Terj, Fan Tarbiyah Al-Aulad fii
Al-Islam, Oleh Muhammad Muchson Anasy, (Jakarta: Pustaka Al-Kautsar, 2006) ed. Khusus, h.5
7
Kesibukan orang tua dalam bekerja yang mengakibatkan kurangnya
perhatian orang tua terhadap pendidikan anaknya menjadikan anak cenderung
nakal dan susah untuk diatur. Belum lagi lingkungan yang merusak dan pergaulan
yang tidak baik akan menodai kefitrahan anak dan dapat mengakibatkan berbagai
penyimpangan dan pada gilirannya akan menghambat perkembangan akal
pikirannya. Sehingga tujuan akhir dari pendidikan anak prasekolah tidak dapat
terwujud dengan baik.
Padahal semestinya tujuan akhir dari pendidikan anak prasekolah adalah
memberikan landasan iman dan mental yang kokoh serta kuat pada anak, sehingga
ia akan hidup bahagia bukan saja pada saat ia dewasa dalam menjalankan
kehidupannya di dunia akan tetapi juga bahagia di akhirat, dan bahkan diharapkan
dapat mengikutsertakan kebahagiaan itu untuk orang tuanya, guru dan orang-
orang yang berada disekelilingnya.8
Dari pernyataan dan keterangan diatas Ibnu Qayyim Al-Jauziyah sangat
memperhatikan tentang pentingnya pendidikan anak sehingga berdasarkan latar
belakang masalah yang telah diuraikan diatas maka penulis tertarik untuk
membahas masalah ini dalam sebuah skripsi dengan judul “KONSEP
PENDIDIKAN ANAK USIA DINI MENURUT IBNU QAYYIM AL-
JAUZIYYAH”
B. Identifikasi Masalah
Berdasarkan latar belakang masalah diatas maka dapat diidentifikasi
masalah penelitian sebagai berikut:
1. Pendidikan yang diberikan orang tua untuk anak usia dini hanya sebatas
tradisi dan kurang maksimal.
2. Tidak banyak orang tua yang mengetahui konsep pendidikan anak usia dini
menurut Ibnu Qayyim Al-Jauziyyah.
3. Kurangnya pengetahuan dan perhatian orang tua terhadap pertumbuhan dan
perkembangan pendidikan anak usia dini.
8 Al-Jauziyah, Muhammad Abu Bakar, Hanya Untuk mu Anakmu : Panduan Lengkap
Pendidikan Anak Sejak Dalam Kandungan Hingga Dewasa, Terj. Hariyanto, Lc. (Pustaka Imam
Asy-Syafi’i , 2010) cet. 1, h. 3
8
4. Kurangnya dasar pendidikan agama yang diberikan orang tua kepada anak
usia dini .
5. Kurangnya suritauladan yang baik, yang dapat dicontoh dan ditiru oleh anak
baik dari orang tua maupun lingkungannya.
C. Pembatasan Masalah
Dari identifikasi masalah diatas maka penelitian ini dibatasi pada
Pendidikan Anak Usia Dini yang dikonsepkan oleh Ibnu Qayyim Al-Jauziyyah
dengan rentang usia 0-2 tahun (masa menyusui) dan 3-6 tahun (masa masa
batuta).
D. Perumusan Masalah
Dari identifikasi masalah dan pembatasan masalah di atas dapat
dirumuskan permasalahan sebagai berikut:
1. Bagaimana karakteristik pendidikan anak usia dini menurut Ibnu Qayyim Al-
Jauziyyah?
2. Apa aspek-aspek yang mempengaruhi pendidikan anak usia dini menurut
Ibnu Qayyim Al-Jauziyyah?
3. Bagaimana relevansi pendidikan anak usia dini menurut Ibnu Qayyim Al-
Jauziyyah dengan pendidikan Islam?
E. Tujuan Penelitian
Berdasarkan rumusan masalah di atas, maka tujuan penelitian ini adalah:
1. Untuk mengetahui karakteristik pendidikan anak usia dini menurut Ibnu
Qayyim Al-Jauziyyah.
2. Untuk mengetahui aspek-aspek pendidikan anak usia dini menurut Ibnu
Qayyim Al-Jauziyyah.
3. Untuk mengetahui relevansi pendidikan anak usia dini menurut Ibnu Qayyim
Al-Jauziyyah dengan pendidikan Islam.
9
F. Manfaat Penelitian
Manfaat yang dapat diperoleh dari penelitian ini adalah:
1. Bagi Penulis
Sebagai Ilmu pengetahuan yang sangat berharga yang menjadi acuan
penulis dalam mendidik anak.
2. Bagi anak
Anak akan merasa terbimbing dan terdidik dengan rasa kasih sayang dan
penuh perhatian.
3. Bagi orang tua
Sebagai ilmu dan masukan dalam mendidik anak agar tidak salah dalam
mendidik. Juga sebagai bahan pembelajaran dan perbandingan dalam mendidik
anak dengan penuh kasih sayang dan suri tauladan yang baik.
4. Bagi peneliti
Sebagai salah satu bentuk karya ilmiah yang dapat dijadikan bahan
referensi oleh para akademisi dalam mengerjakan tugas karya ilmiahnya.
10
BAB II
KAJIAN TEORITIK
A. Pengertian Pendidikan Anak Usia Dini
Kata pendidikan dalam bahasa Inggris diterjemahkan dengan education
yang berarti bimbingan, sedangkan dalam bahasa Arab diterjemahkan dengan al-
tarbiyyah yang berarti pendidikan.
Kata tarbiyah sering digunakan ahli pendidikan Islam untuk
menerjemahkan kata pendidikan dalam bahasa Indonesia. Dalam Al-Qur’an
pengertian kata al-tarbiyyah berasal dari tiga kata, yaitu: pertama, kata raba-
yarbu yang berarti bertambah, bertumbuh, seperti yang terdapat pada surat al-
Rum ayat 39;
ن ربا لي ربوا ف أموال الناس فال ي ربوا عند اهلل . . . ومآءات يتم مDan sesuatu riba (tambahan) yang kamu berikan agar dia
menambah pada harta manusia, maka riba itu tidak menambah pada sisi
Allah...(Q.S ar-Rum [30:39])
Kedua, rabiya-yarba yang berarti menjadi besar; ketiga, dari kata rabba-
yarubbu yang berarti memperbaiki, menguasai urusan, menuntun, menjaga,
memelihara. Dalam arti lain tarbiyah diartikan sebagai pendidikan yang dilakukan
secara berkesinambungan yang tahapan-tahapannya sejalan dengan kehidupan,
tidak berhenti pada batas tertentu, terhitung dari buaian sampai liang lahat.1
Sedangkan kata ta’lim menurut Abdul Fatah Jalal lebih luas dibandingkan dengan
1 Najib Khalid Al ‘Amir, Tarbiyah Rasulullah. Terj, Min Asaalibir-Rasul Saw oleh Ibnu
Muhammad dan Fakhrudin Syam (Jakarta: Gema Insani Press. 1994) h. 22.
11
kata al-tarbiyyah, menurutnya ta’lim tidak berhenti pada pengetahuan lahiriyah
semata, namun mencakup pula aspek-aspek pengetahuan lainnya serta
keterampilan yang dibutuhkan dan pedoman berperilaku. adapun kata al-ta’dib.
Mengacu kepada pengertian ilmu, pengajaran, dan pengasuhan yang baik.2
Dalam Undang-Undang Republik Indonesia No. 20 Tahun 2003 Tentang
Sistem Pendidikan Nasional Bab I Pasal I Ayat I dijelaskan: “Pendidikan adalah
usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan suasana belajar dan proses
pembelajaran agar peserta didik secara aktif mengembangkan potensi dirinya
untuk memiliki spritual keagamaan, pengendalian diri, kepribadian, kecerdasan,
akhlak mulia, serta keterampilan yang diperlukan dirinya, masyarakat, bangsa dan
negara”.3
Selanjutnya definisi anak usia dini. Menurut John Lucke “anak adalah
pribadi yang masih bersih dan peka terhadap rangsangan-rangsangan yang berasal
dari lingkungan. Sedangkan Haditono berpendapat bahwa anak merupakan
makhluk yang membutuhkan pemeliharaan, kasih sayang, dan tempat bagi
perkembangannya. Selain itu anak merupakan bagian dari keluarga, dan keluarga
memberikan kesempatan bagi anak untuk belajar tingkah laku yang penting untuk
perkembangan yang cukup baik dalam kehidupan bersama. Adapun Kasiram
berpendapat bahwa anak adalah makhluk yang sedang dalam taraf perkembangan
yang mempunyai perasaan, pikiran, kehendak sendiri, yang semua itu merupakan
totalitas psikis dan sifat-sifat dan struktur yang berlainan pada tiap-tiap fase
perkembangannya.4
Pada pasal 28 Undang-Undang Simtem Pendidikan Nasional No. 20/2003
ayat 1, yang termasuk anak usia dini adalah anak yang masuk dalam rentang usia
0-6 tahun. Anak usia dini adalah kelompok anak yang berada dalam proses
pertumbuhan dan perkembangan yang bersifat unik, dalam arti memiliki pola
pertumbuhan dan perkembangan (koordinasi motorik halus dan kasar), intelegensi
2 Abdul Aziz Dahlan, Kajian Islam Ilmu-ilmu Keislaman, diterbitkan oleh Tim
Pengembangan Jurnal Ilmiah IAIN Imam Bonjol Padang, (Padang: Kajian Islam. 2001), Vol. XI.
h. 17. 3Ibid., h. 4.
4 Diah Ayu Ningsih Psikologi Perkembangan Anak. (Yogyakarta: Pustaka Larasati. 2000)
h. 11-12.
12
(daya pikir, daya cipta, kecerdasan emosi, dan kecerdasan spiritual), sosial
emosional (sikap dan prilaku serta agama), bahasa dan komunikasi yang khusus
sesuai dengan tingkat pertumbuhan dan perkembangan anak. Sementara itu
menurut kajian rumpunan ilmu PAUD dan penyelenggaraannya di beberapa
negara, PAUD dilaksanakan pada usia 0-8 tahun.5
Berdasarkan keunikan dalam pertumbuhan dan perkembangannya, anak
usia dini terbagi dalam empat tahapan, yaitu: (a) masa bayi lahir sampai 12 bulan,
(b) masa balita usia 1-3 tahun, (c) masa prasekolah usia 3-6 tahun. Pertumbuhan
dan perkembangan anak usia dini perlu diarahkan pada peletakan dasar-dasar
yang tepat bagi pertumbuhan dan perkembangan manusia seutuhnya, yaitu
pertumbuhan dan perkembangan fisik, daya pikir, daya cipta, sosial emosional,
bahasa dan komunikasi yang seimbang sebagai dasar pembentukan pribadi yang
utuh.6
Dengan demikian dari dafinisi pendidikan dan anak usia dini diatas dapat
disimpulkan bahwa Pendidikan Anak Usia Dini adalah jenjang pendidikan
sebelum jenjang pendidikan dasar yang merupakan suatu upaya pembinaan yang
ditujukan bagi anak sejak lahir sampai usia enam tahun yang dilakukan melalui
pemberian rangsangan pendidikan untuk membantu pertumbuhan dan
perkembangan jasmani dan ruhani agar anak memiliki kesiapan dalam memasuki
pendidikan lebih lanjut, yang diselenggarakan pada jalur formal, non formal, dan
informal.7
Hakekat pendidikan anak usia dini adalah periode pendidikan yang sangat
menentukan perkembangan dan arah masa depan seorang anak, sebab pendidikan
yang dimulai dari usia dini akan membekas dengan baik jika pada masa
perkembangannya dilalui dengan suasana yang baik, harmonis, serasi dan
menyenangkan. Pendidikan anak usia dini merupakan dasar dari pendidikan anak
selanjutnya yang penuh dengan tantangan dan berbagai permasalahan yang
5 Maimunah Hasan, PAUD (Pendidikan Anak Usia Dini), (Jogjakarta: DIVA Press. 2011)
cet. V, h. 17. 6 Diah Ayu Ningsih, Op.cit. h. 100-102.
7 Maimunah Hasan, Op.cit.h. 15.
13
dihadapi anak. Dengan demikian, maka pendidikan anak usia dini adalah jendela
pembuka dunia bagi anak.8
B. Ruang Lingkup Pendidikan Anak Usia Dini
Ruang lingkup pendidikan Anak Usia dini adalah sebagai berikut:
1. Masa usia 0-2 tahun (masa menyusui) dengan memberikan pendidikan:
a. Mengadzan dan mengiqomahkan ketika lahir
b. Mentahnik
c. Memberi nama yang baik
d. Meyusui hingga dua tahun
e. Mengakikahkannya
f. Mengkhitannya
2. Masa usia 3-6 tahun (masa batuta) dengan memberikan pendidikan:
a. Pendidikan keimanan
b. Pendidikan akhlak
c. Pendidikan fisik
d. Pendidikan sosial
e. Pendidikan intelektual
C. Karakteristik Perkembangan Anak Usia Dini
1. Infant (masa bayi) usia 0-1 tahun
Dengan beberapa karakteristik sebagai berikut:
a. Mempelajari keterampilan motorik melalui dari berguling, merangkak
duduk, berdiri dan berjalan.
b. Mempelajari keterampilan menggunakan panca indra seperti melihat,
meraba, mendengar, mencium, dan mengecap dengan memasukan
setiap benda ke mulut.
c. Mempelajari komunikasi sosial.
8 Martinis Yamin dan Jamilah Sabri Sanan, Panduan Pendidikan Anak Usia Dini,
(Jakarta: Gaung Persada Press. 2010), cet. 1. h. 3.
14
2. Toddler (anak kecil yang baru belajar berjalan) usia 2-3 tahun
Dengan beberapa karakteristik antara lain yaitu:
a. Anak sangat aktif mengeksplorasi benda-benda yang ada disekitarnya.
b. Anak mulai mengembangkan kemampuan berbahasa.
c. Anak mulai mengembangkan emosi.
3. Preschool (anak yang belum masuk sekolah) usia 4-6 tahun
Anak usia 4-6 tahun memiliki karakteristik antara lain:
a. Berkaiatan dengan perkembangan fisik, anak sangat aktif melakukan
berbagai kegiatan.
b. Perkembangan berbahasa semakin membaik.
c. Perkembangan kognitif (daya pikir) sangat pesat, ditunjukan dengan
rasa ingin tahu anak yang luar biasa terhadap lingkungan sekitar.
d. Bentuk permainan anak masih bersifat individu bukan permainan
sosial.9
Adapun satuan pendidikan penyelanggara antara lain ialah:
a) Keluarga
b) Lingkungan
c) Taman Kanak-kanak (TK)
d) Raudatul Athfal (RA)
e) Bustanul Athfal (BA)
f) Kelompok Bermain (KB)
g) Bina Keluarga Balita10
D. Landasan Pendidikan Anak Usia Dini
1. Landasan Yuridis
a. Undang-Undang Republik Indonesia, Nomor: 20 tahun 2003, tentang
Sistem Pendidikan Nasional:
9 Diah Ayu Ningsih, Psikologi Perkembangan Anak. (Yogyakarta: Pustaka Larasati.
2000) h. 94-95. 10
Maimunah Hasan, Op.cit.h. 17-18.
15
1) Bab I, Pasal 1, butir (14), menetapkan pendidikan anak usia dini
adalah suatu upaya pembinaan yang ditujukan kepada anak sejak
lahir sampai dengan usia enam tahun yang dilakukan melalui
pemberian rangsangan pendidikan untuk membantu pertumbuhan
dan perkembangan jasmani dan rohani agar anak memiliki kesiapan
dalam memasuki pendidikan lebih lanjut.
2) Pasal 28 butir (2) menyatakan bahwa pendidikan anak usia dini
dapat diselenggarakan melalui jalur pendidikan formal, nonformal,
dan informal. Pasal 28 butir (3) menyatakan bahwa pendidikan anak
usia dini pada jaur pendidikan formal berbentuk taman kanak-kanak
(TK), raudatul athfal (RA), atau bentuk lain yang sederajat.
2. Landasan Filosofis
Pendidikan anak usia dini pada dasarnya berdasarkan kepada nilai-nilai
filosofis yang dianut oleh lingkungan yang berada disekitar anak. Dasar-dasar
pendidikan sosial yang diletakan dalam mendidik anak adalah membiasakan anak
berperilaku yang sesuai dengan etika dan tatanan yang ada dalam masyarakat.
Dalam meletakan dasar pondasi pada pertumbuhan dan perkembangan anak
dibutuhkan situasi dan kondisi yang kondusif pada saat anak memberikan
stimulasi dan upaya-upaya pendidikan yang sesuai dengan kebutuhan anak yang
tentu berbeda antara yang satu dan yang lainnya. 11
Dalam keterangan lain dijelaskan bahwa filosofis atau dasar pemikiran
penyelenggaraan anak usia dini yaitu:
a. Setiap anak memiliki multi kemampuan yang bisa berkembang.
b. Setiap anak berhak memperoleh layanan pendidikan sesuai dengan
karakteristik dan kebutuhan perkembangannya.
c. Setiap anak belajar melalui gerak (move), bermain (play), melakukan (do)
untuk memperoleh pengalaman (hands on learning).
11
Martinis Yamin dan Jamilah Sabri Sanan, Op.cit.h.19-22.
16
d. Setting lingkungan yang kondusif bagi perkembangan anak akan
menumbuhkembangkan semua potensi yang dimilikinya.12
3. Landasan Religius
a. Al-Qur’an
Al-Qur’an ialah firman Allah berupa wahyu yang disampaikan oleh
malaikat Jiblil kepada Nabi Muhammad SAW. di dalamnya terkandung
ajaran pokok yang dapat dikembangkan untuk keperluan seluruh aspek
kehidupan melalui ijtihad, yang ajaran berhubungan dengan masalah
keimanan yang disebut aqidah, dan yang berhubungan dengan amal yang
disebut syari’ah.13
Nabi muhammad sebagai pendidik pertama pada masa awal pertumbuhan
Islam telah menjadikan Al-Qur’an sebagai sumber pokok dan landasan
pendidikan Islam. Kedudukan Al-Qur’an sebagai sumber pokok dan
landasan pendidikan Islam dapat difahami dari surat Al-‘Alaq ayat 1-5
yang berbunyi:
الذي علم .اق رأ وربك األكرم .خلق اإلنسان من علق .اق رأ باسم ربك الذي خلق .علم اإلنسان مال ي علم .ابالقلم
Bacalah dengan (menyebut) nama Rabbmu yang menciptakan, Dia telah
menciptakan manusia dengan segumpal darah. Bacalah, dan Rabbmulah
yang paling Pemurah, yang mengajar (manusia) dengan perantaraan
kalam. Dia mengajarkan kepada manusia apa yang tidak diketahuinya.
(QS. Al-‘Alaq: 1-5)14
Al-Qur’an juga menjelaskan bahwa diantara masalah-masalah yang sudah
menjadi ketetapan dalam syariat Islam adalah anak itu diciptakan dengan
fitrah tauhid yang murni, agama yang benar, iman kepada Allah. Hal ini
sesuai dengan firman Allah:
12
Anita Yus, Model Pendidikan Anak Usia Dini, (Jakarta: Kencana. 2011), cet. 1. h.65. 13
Zakiah Darajat, Ilmu Pendidikan Islam, (Jakarta Bumi Aksara, 1996), cet. III, h. 21. 14
Abdurrahman An Nahlawi, Buku Pendidikan Islam di Rumah, Sekolah dan
Masyarakat. Terj, Ushulut Tarbiyah Islamiyah wa Asalabiha fil Baiti wal Madrasati wal
Mujtama’ oleh Syihabuddin (Jakarta: Gema Insani Press. 1995) h. 31.
17
ها الت بديل للق ... ين القيم ولكن أكث ر الناس فطرت اهلل الت فطر الناس علي اهلل ذلك الد .الي علمون
“...fitrah Allah yang telah menciptakan manusia menurut fitrah itu.Tidak
ada perubahan pada fitrah Allah.(Itulah) agama yang lurus; tetapi
kebanyakan manusia tidak mengetahui”. (QS. Ar-Ruum ayat : 30).
Yang dimaksud fitrah Allah adalah manusia diciptakan Allah mempunyai
naluri beragama, yaitu agama tauhid. Jika ada manusia tidak memiliki
agama tauhid, maka hal itu tidak wajar. Mereka tidak beragama tauhid
karena pengaruh lingkungannya baik itu lingkungan keluarga maupun
lingkungan disekitarnya.
Lingkungan yang baik mempunyai pengaruh yang besar terhadap
pendidikan anak dalam kebaikan dan ketaqwaan, dengan membuntuknya
atas dasar iman, aqidah dan akhlak yang mulia.15
Lingkungan yang pertama kali dijumpai oleh anak adalah lingkungan
keluarga. Untuk itu keluarga (orang tua) harus mampu mendidik anak-
anaknya dengan baik, agar mereka terhindar dari kerugian, keburukan, dan
api neraka yang senantiasa menantikan manusia-manusia yang jauh dari
Allah.
Sebagaimana Allah berfirman:
م و أهليكم نارا...يآاي هاال ذين آمن وا ق وآان فسك “Hai orang-orang yang beriman, peliharalah dirimu dan keluargamu dari
api neraka...” (Q.S. At-Tahrim [66:6]).16
Itulah beberapa dalil Al-Qur’an yang merupakan landasan untuk mendidik
anak sejak sedini mungkin.
b. Hadits
Dalam hal mendidik anak terdapat juga beberapa hadist yang bisa
dijadikan landasan dalam mendidik. Diantaranya yaitu:
15
Abdullah Nasih Ulwan, Pendidikan Anak Dalam Islam. Terj, Jamaludin Miri (Jakarta:
Pustaka Amani. 1994), Juz 2, h. 43. 16
Abdurrahman An Nahlawi, Op.cit. h. 141.
18
س ا اب واه يج رانه كل مولود ي ولد على الفطرة وان دانه او ي نص (خباري)رواه انه اوي هو“setiap anak dilahirkan dalam keadaan fitrah, maka sesungguhnya kedua
orang tuanyalah yang menjadikan ia Majusi, Yahudi, atau Nasrani”. (H.R.
Bukhari).
ر و أدب وهم علموا أوالدكم وأهليكم ال ي “Ajarilah Anak-anak dan keluargamu kebaikan, dan didiklah mereka”.
(H.R. Abdur Razaq dan Sa’id bin Manshur)
ق بصاع الن ر من أن ي تصد ي ؤدب الرجل و لده خي “Seseorang yang mendidik anaknya adalah lebih baik dari pada ia
bersedekah satu sha”. (H.R. Tirmidzi)
أدب حسن ما نل والد ولدا أفضل من “Tidaklah ada pemberian yang lebih baik dari seorang ayah kepada
anaknya dari pada akhlak yang baik”. (H.R. Tirmidzi)
على ثالث خصال: حب نبيكم و حب آل ب يته وتالوة القرآن أدب وا أوالدكم “Didiklah anak-anakmu kepada tiga hal: cinta kepada Nabi mu, dan cinta
kepada keluarganya, dan gemar membaca Al-Qur’an”. (H.R. Tabrani).17
E. Tujuan Pendidikan Anak Usia Dini
Adapun tujuan dari pendidikan anak usia dini adalah agar kelak anak
memiliki kesiapan dalam memasuki pendidikan lebih lanjut nantinya, yang
meliputi pertumbuhan dan perkembangan jasmani dan rohani. Selain itu juga
membantu anak agar berkualitas yaitu anak yang tumbuh dan berkembang sesuai
dengan tingkat perkembangannya, sehingga memiliki kesiapan yang optimal
dalam memasuki pendidikan dasar dan mengarungi kehidupan di masa dewasa,
serta membantu menyiapkan anak mencapai kesiapan belajar (akademik) di
sekolah.18
F. Materi Pendidikan Anak Usia Dini
Materi pendidikan anak usia dini sangat banyak jumlahnya, tetapi kalau
diklasifikasikan ada beberapa materi yang sangat penting untuk diberikan kepada
anak usia dini yaitu:
1. Pendidikan Iman
17
Abdullah Nasih Ulwan, Op.cit. h. 44. 18
Maimunah Hasan, Op.cit.h. 17
19
Yang dimaksud dengan pendidikan iman adalah menanamkan kepada anak
dasar-dasar keimanan, rukun Islam dan dasar-dasar syariat sejak sedini mungkin.
Ketika anak baru dilahirkan hendaknya menyerukan adzan di telinga kanan dan
iqomah di telinga kirinya, agar kalimat yang pertama ia dengar adalah kalimat
tauhid yang nantinya akan mempunyai pengaruh terhadap penanaman dasar-dasar
aqidah di dalam jiwanya. Selain itu anak juga harus diajarkan dan diperkenalkan
kepada perkara yang halal dan haram, agar ketika ia memasuki masa baligh ia
sudah memahami tentang hukum-hukum halal dan haram. Serta mengajarkan
kepada anak akan hakekat tuhan yang selalu mengawasinya disetiap saat.
2. Pendidikan Akhlak
Dalam hal ini anak harus diajarkan pada dasar-dasar akhlak yang baik agar
menjadi tabiat yang harus dimiliki dan dijadikan kebiasaan oleh anak sejak kecil.
Ada beberapa hal yang dapat dianggap positif untuk dibiasakan terhadap anak usia
dini, di antaranya adalah:
a. Anak harus dibiasakan menjaga kebersihan, sebab Islam sangat
mementingkan kebersihan, sebagaimana Allah firman:
رين ب المطه …واهلل ي
“… Dan Allah menyukai orang-orang yang bersih”. (Q.S. At-Taubah
[9:108])
Ayat di atas menjelaskan tentang kecintaan Allah terhadap orang yang
bersih, yaitu orang menyucikan dirinya dari segala macam najis dan
kotoran sekaligus membersihan jiwanya dari segala macam dosa.19
Dalam rangka membiasakan hidup bersih dan hidup sehat, pada anak usia
dini, hendaklah anak dibiasakan untuk berdo’a sebelum tidur dan ketika
bangun, mandi secara teratur, menggosok gigi setiap bangun dan
menjelang tidur, mencuci tangan sebelum dan sesudah makan, serta
membuang sampah pada tempatnya.
19
Al Imam Abul Fida Ismail Ibnu Kasir Ad-Dimasyqi, Tafsir Al Qur’an al-‘Ażīm,
terjemahan Bahrum Abu Bakar, Tafsir Ibnu Kaśīr Juz 11, (Bandung: Sinar Baru Algesindo,2003),
h. 661-662.
20
b. Anak dilatih dan dibiasakan hidup teratur, misalnya dengan membiasakan
anak makan secara teratur dan tidak berlebihan, sebagaimana firman
Allah:
ب المسرفي يابن ءادم خذوا زينتكم عند كل مسجد وكلوا واشربوا والتسرفوا إنه الي“Hai anak Adam, pakailah pakaianmu yang indah di setiap (memasuki)
mesjid, makan dan minumlah, dan janganlah berlebih-lebihan.
Sesungguhnya Allah tidak menyukai orang-orang yang berlebih-
lebihan”.(Q.S. Al-A’raaf [7: 31])
Makna yang terdapat pada ayat ini adalah makanlah sesukamu dan
berpakaianlah sesukamu selagi engkau hindari dua pekerti, yaitu berlebih-
lebihan dan sombong. Allah menghalalkan makan dan minum selagi
dilakukan dengan tidak berlebih-lebihan dan tidak untuk kesombongan20
.
Untuk itu anak harus dilatih untuk tidak berlebihan dan sombong dalam
segala hal.
Dalam hadis lain Rasulullah bersabda tentang aturan makan dan minum,
seperti: يطان يأكل بشم اله إذا أكل أحدكم ف ليأكل بيمينه وإذا شرب ف ليشرب بيمينه فإن الش
.شماله ويشرب ب “Jika makan salah seorang diantara kamu, maka makanlah dengan
tangan kanan, dan jika minum, maka minumlah dengan tangan kanan,
karena sesungguhnya syaitan makan dan minum dengan tangan kiri” (HR.
at-Tirmiżi) 21
c. Biasakan anak untuk tidak berbohong
Kebiasaan suka berbohong merupakan kebiasaan yang sangat buruk dalam
Islam. Oleh karena itu, para pendidik baik orang tua maupun guru harus
mencurahkan perhatiannya dalam membiasakan anak untuk selalu berkata
jujur. Dalam hal ini Rasul telah memperingatkan kepada pendidik orang
tua maupun guru agar tidak berbuat kebohongan dihadapan anak-anaknya,
meskipun hanya bujukan ataupun permainan. Karena anak akan meniru
sehinga akan terbiasa dalam kehidupannya.
20
Ibid,. Juz 8, h. 353. 21
Najib Khalid Al ‘Amir, Op.cit.h. 208.
21
Ahmad meriwayatkan dari Abu Hurairah Ra, dari Rasulullah Saw, beliau
bersabda:
من قال لصب هاك، ث ل ي عطه فهي كذبة “Barang siapa berkata kepada seorang anak kecil, “kemarilah dan
ambillah sesuatu”, lalu ia tidak memberinya, maka perbuatan itu adalah
suatu kedustaan”.
d. Ajarilah anak untuk tidak mencela dan mencemooh orang lain.
Kebiasaan mencela dan mencemooh merupakan gejala terburuk yang
tersebar luas ditengah-tengah anak-anak dan lingkungan masyarakat yang
jauh dari petunjuk Al-Qur’an dan pendidikan Islam.
Ada dua faktor utama yang menimbulkan kebiasaan mencela dan
mencemooh, yaitu:
Pertama, karena teladan yang buruk. Apabila anak selalu mendengar
kalimat-kalimat buruk, celaan, dan kata-kata yang mungkar, maka sudah
barang tentu anak akan meniru kalimat-kalimat tersebut dan membiasakan
diri dengan kata-kata kotor dan senantiasa mengeluarkan kata-kata keji
dan mungkar.
Kedua, karena pergaulan yang tidak baik. Apabila anak dibiarkan bermain
di jalanan dan bergaul dengan teman-teman yang buruk akhlaknya, maka
secara alami anak akan mempelajari bahasa kutukan, celaan dan
penghinaan dari teman-temannya. Ia akan mengambil perkataan,
kebiasaan, dan akhlak yang buruk, serta tumbuh dewasa pada dasar
pendidikan dan moralitas yang sangat buruk. Karena Rasulullah pernah
bersabda:
ليس المؤمن بالطعان وال اللعان والالفاحش وال البذيء
“Orang mu’min itu bukanlah orang yang suka mencela, bukan pula orang
yang suka melaknat, dan bukan pula orang yang berkata keji, dan bukan
pula orang yang suka berkata kotor”. (H.R. Tirmidzi)22
22
Abdullah Nasih Ulwan, Pendidikan Anak Dalam Islam. Terj, Jamaludin Miri (Jakarta:
Pustaka Amani. 1994), Juz 1, h. 188.
22
3. Pendidikan Fisik
Untuk membimbing anak agar terikat dan tertarik dengan ajaran-ajaran
kesehatan dan sasaran pencegahan penyakit, maka dalam rangka memelihara
kesehatan anak dan menumbuhkan kekuatan jasmaninya, di samping mereka pun
harus berkonsultasi dengan para spesialis mengenai hal-hal yang harus
diperhatikan untuk menjaga jasmani dari berbagai penyakit, orang tua maupun
guru juga harus membimbing dan mengajari anak untuk selalu menjaga
kesehatannya.
Jika memakan buah-buahan mentah itu dapat menimbulkan penyakit,
hendaklah para pendidik membimbing anak-anak supaya membiasakan diri
memakan buah-buahan yang sudah matang, dan jika memakan sayur-sayuran atau
buah-buahan yang belum dicuci itu bisa menimbulkan berbagai penyakit,
hendaklah para pendidik membimbing anak-anak supaya membiasakan diri
memakan sayuran dan buah-buahan itu setelah dicuci.
Jika mencampurkan satu makanan dengan makanan lainnya dalam satu
waktu dapat menyebabkan penyakit di dalam perut, alat pernafasan dan alat
pencernaan, maka para pendidik hendaknya membimbing anak-anak agar
membiasakan diri mengatur waktu makan. Begitu juga jika mengambil makanan
dengan tangan yang kotor itu dapat menimbulkan penyakit, maka para pendidik
hendaknya membimbing anak-anak untuk menerapkan petunjuk Islam dalam
mencuci tangan sebelum makan dan sesudahnya. Selain itu juga pendidik harus
membimbing anak agar selalu membiasakan diri untuk berolah raga karena akal
yang sehat terdapat dalam jiwa sehat.23
4. Pendidikan Sosial
Dalam menumbuhkan jiwa sosial anak, maka terlebih dahulu anak harus
ditanamkan jiwa Ukhuwah Islamiyah yaitu ikatan kejiwaan yang mewarisi
perasaan mendalam tentang kasih sayang, kecintaan dan penghormatan serta
pengorbanan kepada setiap orang yang diikat oleh perjanjian aqidah Islamiyah,
23
Muhammad Athiyah Al-Abrasyi, Buku Beberapa Pemikiran Pendidikan Islam,Terj.
Ruh Al-Islam, Muthaba’ah Lajnah Al-Bayan Al-‘Arabi oleh Syamsudin Asyrofi, Achmad Warid
khan, dan Nizar Ali, (Yogyakarta: Titian Ilahi Press, 1996) Cet, 1. h. 119.
23
yaitu keimanan dan ketakwaan kepada Allah Swt. Dengan menanamkan jiwa
ukhuwah Islamiyah kepada anak, akan membentuk sikap-sikap positif baginya.
Seperti saling tolong menolong, mengutamakan orang lain, saling berkasih sayang
dan selalu memberikan maaf serta dapat menjauhi sikap-sikap negatif, seperti
menjauhi setiap hal yang dapat membahayakan manusia di dalam diri, harta dan
kehormatan mereka.24
Dengan demikian ia akan menjadi orang yang selalu kasih mengasihi,
saling mengutamakan kepentingan orang lain, saling tolong menolong dan saling
berkorban untuk saudaranya yang lebih membutuhkan.
5. Pendidikan Intelektual
Pendidikan intelektual adalah pembentukan dan pembinaan berpikir anak
dengan segala sesuatu yang bermanfaat, tentang ilmu pengetahuan agama maupun
umum, tentang hukum, peradaban ilmiah dan modernisme, serta kesadaran
berpikir dan berbudaya. Dengan demikian rasio dan peradaban anak benar-benar
terbina.
Untuk merangsang kecerdasan berbahasa verbal ajaklah bercakap-cakap,
bacakan cerita berulang-ulang, rangsangan untuk berbicara dan bercerita,
menyanyikan lagu anak-anak, dan lain-lain.
Adapun untuk melatih kecerdasan logika matematik dengan
mengelompokan, menyusun, merangkai, menghitung mainan, bermain angka,
halma, congklak, sempoa, puzzle, monopoli dan yang lainnya.25
G. Metode Pendidikan Anak Usia Dini
Metode menurut bahasa berasal dari dua kata yaitu meta yang berarti
melalui dan hodos yang artinya jalan atau cara. Jadi secara istilah dapat
disimpulkan bahwa metode adalah suatu jalan atau cara yang dilalui untuk
mencapai suatu tujuan.26
24
Abdullah Nasih Ulwan, Op.cit., Juz 1, h. 395. 25
Diah Ayu Ningsih, Op.cit.h. 89. 26
Nur Uhbiyati Ilmu Pendidikan Islam, (Bandung: CV Pustaka Insani, 1999), cet. II, h.
99.
24
Dalam dunia pendidikan terdapat berbagai macam jenis metode dalam
mengajar dan mendidik, disebabkan karena metode ini dipengaruhi oleh banyak
faktor seperti:
a. Tujuan dan fungsinya yang berbagai jenis.
b. Kemampuan anak didik yang berbagai macam.
c. Situasi yang beragam keadaannya.
d. Fasilitas yang beragam jenisnya.
e. Peribadi guru serta kemampuan profesi yang berbeda-beda.27
Dalam hal ini ada beberapa metode untuk mendidik anak usia dini seperti:
1) Metode Mutual Education
Yaitu suatu metode mendidik secara kelompok yang pernah dicontohkan
oleh Nabi Saw. seperti dicontohkan nabi sendiri dalam mengajarkan sholat dengan
mendemonstrasikan cara-cara sholat yang baik dan benar. Sebagaimana sabdanya:
أصلى )رواه البخاري( صلوا كما رأي تمون “Sholatlah kamu sekalian sebagaimana kalian melihat aku sholat”
2) Metode bercerita
Yaitu metode dengan mengisahkan peristiwa sejarah hidup manusia masa
lampau yang menyangkut keta’atannya atau kemungkarannya kepada perintah
Allah yang dibawa oleh Rasulullah Saw kepada mereka. seperti beberapa ayat Al-
Qur’an yang mengandung nilai pedagogis dalam sejarah digambarkan Allah
sebagai berikut:
رك لظلم عظيم ياب ن التشرك باهلل وإذقال لقمان البنه وهو يعظه إن الش"Dan (ingatlah) ketika Luqman berkata kepada anaknya, di waktu ia
memberi pelajaran kepadanya:"Hai anakku, janganlah kamu mempersekutukan
Allah, sesungguhnya mempersekutukan (Allah) adalah benar-benar kezaliman
yang besar". (QS. 31:13)28
27
Team Didaktik Metodik Kurikulum IKIP Surabaya Pengantar Didaktik Metodik Kurikulum
PBM, (Jakarta: PT RajaGrafindo Persada, 1995), cet. 5, h. 38 28
Abdullah Nasih Ulwan, Op.cit., Juz 2, h. 73.
25
Dalam mengisahkan para Nabi hendaknya pendidik memperbandingkan
antara orang-orang Mukmin yang mengikuti Rasul dengan orang-orang kafir yang
selalu membangkang kepada Rasul dan bagaimana akibat kedua golongan
tersebut, sehingga merasa dan meresap dalam hati anak, bahwa orang-orang
mukmin itu mendapatkan kesenangan dan kebahagiaan dunia akhirat, sedangkan
orang-orang kafir merugi dan celaka. Dengan hal seperti itu akan mengajak anak
untuk selalu patuh dan mengikuti Rasul serta mengamalkan apa yang
diperintahkannya.29
3) Metode Bimbingan dan Penyuluhan
Bimbingan adalah suatu proses memberi bantuan, dalam mengembangkan
dan menyalurkan potensi-potensi yang dimiliki anak didik, membantu dan
menyalurkan dorongan atau motivasi-motivasinya yang positif, membantu dalam
memenuhi kebutuhan-kebutuhannya dan membantu dalam mencapai cita-
citanya.30
Dalam Al-Qur’an terdapat firman-firman Allah yang mengandung metode
bimbingan dan penyuluhan, karena Al-Qur’an sendiri diturunkan untuk
membimbing dan menasehati manusia agar memperoleh kehidupan batin yang
tenang, sehat, serta bebas dari segala konflik kejiwaan.
Pendekatan yang diperlukan dalam melaksanakan metode ini adalah
melalui sikap yang lemah lembut dan lunak hati dengan gaya menuntun atau
membimbing kearah kebenaran.
Hal ini didasarkan atas firman Allah sebagai berikut:
ن اهلل لن وا من حولك ظ القلب الن ت فظا غلي ت لم ولو كن فبما رحة م ...فض“Maka disebabkan rahmat dari Allah-lah kamu berlaku lemah lembut
terhadap mereka. Sekiranya kamu bersikap keras lagi berhati kasar, tentulah
mereka menjauhkan diri dari sekelilingmu. . . (QS. Al-Maidah[5: 159]).
29
Mahmud Yunus, Metodik Khusus Pendidikan Agama. (Padang: Hidakarya Agung.
1983), h. 73. 30
Paimun, Bimbingan Konseling. (Ciputat: UIN Syarif Hidayatullah. 2008), h. 2.
26
Dalam hal ini anak harus dididik dengan perhatian dan penuh kasih
sayang, lemah lembut tanpa adanya ancaman dan cercaan yang dapat
mengakibatkan jiwa anak menjadi terganggu.
4) Metode Pemberian Contoh dan Teladan
Metode yang sangat besar pengaruhnya dalam mendidik anak adalah
medote pemberian contoh dan teladan. Karena sifat anak pada usia dini adalah
suka meniru dan mengikuti apa yang ia lihat dan dengar. Untuk itu pendidik
dalam hal ini adalah figur terbaik dalam pandangan anak, yang tindak-tanduk dan
sopan santunya, disadari atau tidak, akan ditiru oleh anak. Sebagai pendidik harus
bisa mencontohkan yang terbaik untuk anak. Dalam hal ini Allah telah
menunjukan bahwa contoh keteladanan yang terbaik adalah dari kehidupan Nabi
Muhammad. Ia merupakan teladan bagi umat muslim sepanjang sejarah, dan bagi
umat manusia di setiap saat dan tempat, sebagai pelita yang menerangi dan
purnama yang memberi petunjuk. Semuanya itu mengandung nilai pedagogis bagi
kehidupan seluruh manusia. Sebagaimana firman-Nya.
ريالقد كان لكم ف رسول اهلل أسوة حسنة لمن كان ي رجوا اهلل والي وم األخر وذكر اهلل كث “Sesungguhnya telah ada pada (diri) Rasulullah itu suri teladan yang baik
bagimu (yaitu) bagi orang yang mengharap (rahmat) Allah dan (kedatangan) hari
kiamat dan dia banyak menyebut Allah”. (QS. Al-Ahzab [33:21]).31
Masalah keteladanan menjadi faktor penting dalam menentukan baik-
buruknya anak. Jika pendidik jujur, dapat dipercaya, berakhlak mulia, berani dan
menjauhkan diri perbuatan-perbutan yang dilarang agama. Maka anak akan
tumbuh dalam kejujuran, terbentuk dengan akhlak mulia, berani dan menjauhkan
diri dari perbuatan-perbuatan yang bertentangan dengan agama. Begitu pula
sebaliknya, jika pendidik berbohong, khianat, kikir, penakut dan hina. Maka anak
akan tumbuh dalam kebohongan, khianat, durhaka, kikir, penakut dan hina. karena
bagaimanapun besarnya usaha anak dalam mempersiapkan kebaikannya, dan
bagaimanapun kesucian fitrahnya, tidak akan mampu memenuhi prinsip-prinsip
kebaikan dan pokok-pokok utama pendidikan, selama ia tidak melihat sang
pendidik sebagai teladan dari nilai-nilai moral yang tinggi. Padahal sangat mudah
31
Nur Uhbiyati, Op.cit. h. 111-117.
27
bagi pendidik untuk mengajari anak dengan berbagai materi pendidikan, tetapi
teramat sulit bagi anak untuk melaksanakannya ketika ia melihat orang yang
memberikan pengarahan tidak mengamalkannya. Untuk itu tidak ada cara lain
bagi para pendidik selain harus bersikap kasih sayang dan menerapkannya dalam
setiap aktivitas kehidupan sehari-hari dan dalam menjalankan kewajiban dakwah
dan mendidik, agar anak tumbuh dan berkembang dengan akhlak yang baik, dan
terdidik dalam kemuliaan.32
5) Metode belajar sambil bermain
Dalam dunia anak usia dini, bermain dan belajar tidak dapat dipisahkan.
Karena alat mainan bagi anak-anak adalah penting dalam pertumbuhan anak itu
sendiri, baik perkembangan pikirannya maupun jasmaninya dan yang utama
adalah pembentukan tabiatnya. Tabiat yang terbentuk dalam jiwa anak, tidaklah
terjadi dengan mendadak, tetapi karena mengulang-ulangi suatu perbuatan maka
jadilah kebiasaan dan kemudian kebiasaan itu apabila terus dilakukan maka akan
terbentukalah tabiat.
Pada umumnya pembentukan tabiat terjadi pada masa kanak-kanak. Anak-
anak mempunyai kegemaran masing-masing untuk memilih alat mainan apa yang
akan digunakannya, dan jenis permainan apa yang disukainya. Akan tetapi anak-
anak sebelum sekolah, biasanya mempunyai kecenderungan ingin tahu dan ingin
meniru cara anak lain atau gerak-gerik orang dewasa. Pikiran mereka memerlukan
tuntunan dan tidak boleh dibiarkan menurut kehendak sendiri.33
Untuk itu pendidik dalam hal ini orangtua harus bijaksana dalam
memberikan mainan kepada anak-anaknya. Karena pada anak usia dini cenderung
tertarik pada objek yang dapat ia manipulasi seperti mainan yang dimainkannya.
Dengan cara demikian, anak belajar mengenai sifat objek yang dimainkannya.34
Dalam hal ini terdapat beberapa mainan yang dapat diberikan kepada anak-anak
sesuai dengan perkembangan jiwanya.
32
Abdullah Nasih Ulwan, Op.cit.Juz 2, h. 33. 33
M. H. Wauran, Pendidikan Anak Sebelum Sekolah. (Bandung: Indonesia Publishing
House. 1982), cet. 6. h.84. 34
Shoba Dewey Chugani, Anak yang cerdas, Anak yang bermain. (Jakarta: PT Gramedia
Pustaka Utama. 2009), h.19.
28
a. Umur 3 bulan. Benda-benda yang berwarna terang seperti gelang-gelangan
dari plastik, dapat diberikan dengan cara menggantungkannya di atas tempat
tidurnya, sejauh kemampuan anak untuk meraih.
b. Umur 4-5 bulan. Benda-benda yang berwarna dan berbunyi seperti
“rammelear” (kerincing) dapat diberikan dengan menggantungkan pula di
atas tempat tidurnya.
c. Umur 6-7 bulan. Benda-benda dari karet yang berwarna, berbunyi dan
diberikan sedemikian rupa agar bisa diraih.
d. Umur 8-11 bulan. Umumnya anak-anak senang diberi kotak atau
genderengan yang dapat dipukul, bola untuk dilemparkan, dan binatang-
binatangan yang dari plastik atau kain yang dapat dipermainkan.
e. Umur 1 tahun. Anak-anak umumnya senang dengan balok-balokan kayu yang
berwarna atau kotak-kotak kecil yang dapat dikeluar masukkan seperti korek
api.
f. Umur 1 setengah tahun. Anak mulai senang memanjat-manjat, menggeser
kursi atau meja, boneka, beruang-beruangan, bola serta kotak dari plastik.
Ember kecil berisikan air atau pasir, balok-balokan kayu yang disusun secara
vertikal.
g. Umur 2 tahun. Anak mulai meniru apa yang dilihatnya, misalnya memberi
makan bonekanya, disamping ia suka bermain pasir, air dan mobil-mobilan.
Balok-balokan kayu sudah mulai diajarkan seperti kereta api. Dengan diberi
pensil dan kertas, maka anak mulai senang membuat coret-coretan.
h. Umur 2 setengah tahun. Boneka dan binatang-binatangan masih tetap
disenanginya, ia juga senang membuat kue-kuean dari pasir atau tanah,
bermain dengan air, dengan busa sabun membuat balon-balon, dan ditiupnya.
Pada masa ini mulai menggambar dengan coret-coretan, balok-balokan mulai
disusunnya menjadi bangunan yang vertilan dan horizantal.
i. Umur 3 tahun. Boneka dan binatang-binatangan masih berharga baginya.
Pada masa ini mereka mulai sepeda roda tiga, main rumah-rumahan, toko-
tokoan, dan berbicara sendiri, selain itu suka membuat terowongan dengan
pasir dan suka mengangkut pasir dengan mobil-mobilannya.
29
j. Umur 4 tahun. Anak masih senang dengan sepeda roda tiga. Mulai senang
bermain dengan teman sebayanya untuk bermain rumah-rumahan, kereta api-
kereta apian, loncat-loncatan. Disini anak mulai membuat gambar-gambar
dengan pensil warna.
k. Umur 5 tahun. Anak senang main rumah-rumahan dengan meja atau kursi,
dan boneka dianggapnya sebagai anaknya, dimandikannya dan diberi makan,
selain itu ia senang dengan alat masak-masakan, berlari-lari, loncat-loncat,
naik-naik, menari-menari dan menyanyi sering tampak pada anak-anak masa
ini. Anak mulai belajar sepeda roda dua, dan dalam menggambar anak mulai
sering mencontoh huruf ataupun angka yang sederhana.
l. Umur 6 tahun. Pada masa ini anak senang bermain loncat-loncat dengan tali,
main kucing-kucingan dengan teman-temannya, berlomba naik sepeda roda
tiga atau berlari, lempar-lemparan bola dan main sekolah-sekolahan.35
35
Suahartin Citrobroto, Serba-Serbi Pendidikan. (Jakarta: Bhratara Karya. 1983), h.64-
65.
30
BAB III
METODOLOGI PENELITIAN
A. Objek dan Waktu Penelitian
Objek dalam penelitian ini adalah pendidikan yang dikonsepkan oleh Ibnu
Qayyim Al-Jauziyyah yang terdapat dalam kitab Tuhfatul Maûdud Bi Ahkamil
Maulud. Adapun waktu penelitian, dimulai bulan Januari sampai Maret 2013.
B. Metode Penulisan
Penelitian ini mengunakan metode deskriptif kontent analysis yaitu metode
dengan menganalisis isi dari objek yang diteliti melalui sumber-sumber yang
terkait dalam penelitian ini.
Adapun sumber data yang digunakan dalam penelitian ini adalah:
a. Data Primer
Data primer adalah literatur-literatur yang membahas secara langsung
objek permasalahan pada penelitian ini, yaitu berupa karya dari Ibnu
Qayyim Al-Jauziyyah yang berjudul Tuhfatul Maudud Bi Ahkamil
Maulud.
b. Data Sekunder
Sumber data sekunder berupa data-data tertulis baik itu buku-buku
maupun sumber lain yang mengulas tentang karya Ibnu Qayyim Al-
Jauziyyah yang mengulas tentang pendidikan anak usia dini.
31
Adapun jenis penelitian ini adalah Penelitian Pustaka (library research)
dengan menggunakan pendekatan kualitatif deskriptif. Yaitu penelitian yang
menggambarkan sifat-sifat atau karakteristik individu, keadaan, gejala, atau
kelompok tertentu.1 Jadi penelitian ini tidak dimaksudkan untuk menguji
hipotesis tertentu, tetapi hanya menggambarkan apa adanya tentang suatu
variabel, gejala atau suatu keadaan.
C. Fokus Penelitian
Penelitian ini difokuskan pada konsep pendidikan anak usia dini menurut
Ibnu Qayyim Al-Jauziyyah yang terdapat dalam kitab Tuhfatul Maudud Bi
Ahkamil Maulud. Pada rentang usia anak 0-2 tahun (masa menyusui) dan 3-6
tahun (masa batuta) dengan memberikan pendidikan Iman, Akhlak, Fisik,
Sosial dan Intelektual.
D. Prosedur Penelitian
Dalam penelitian ini penulis melakukan penelitian dengan menggunakan
beberapa prosedur diantaranya yaitu:
1. Prosedur Pengumpulan Data
Pengumpulan data dilakukan dengan menelusuri literatur, baik primer
maupun sekunder yang membahas tentang pendidikan anak usia dini, data-
data dikumpulkan kemudian membuat ringkasan untuk menentukan batasan
yang lebih khusus tentang objek kajian dari buku-buku, terutama yang
berhubungan dengan tema pokok yang dibahas.
2. Pengolahan Data
Untuk mendapat data penelitian yang valid. Maka data dari literatur-
literatur baik primer maupun sekunder dikelolah secara sistematis dalam
bentuk dokumentasi yang setidaknya dapat memberikan informasi penting
tentang pendidikan anak usia dini menurut Ibnu Qayyim Al-Jauziyyah.
Setelah data-data itu diperoleh, peneliti mengolah data-data tersebut dengan
cara dibaca dan dianalisis kemudian disimpulkan.
1 Mudji Santoso, Hakekat, Peranan, dan Jenis-jenis Penelitian Pada Pembangunan Lima
Tahun Ke VI, Penelitian Kulitatif Dalam Ilmu-Ilmu Sosial Dan Keagamaan (Malang:
Kalimasahada, 1996), h.13
32
3. Bentuk Pelaporan Data
Bentuk laporan penelitian yang disampaikan dengan menggunakan
pendekatan deskriptif analisis, yakni mendeskripsikan semua data-data yang sudah
diperoleh dan dianalisis, sehingga menjadi satu bentuk kesatuan yang utuh dan
menyeluruh serta sesuai dengan tujuan penelitian yang telah dirumuskan
sebelumnya
Analisis data pada penelitian kualitatif adalah “upaya yang dilakukan
dengan jalan berbagai data, mengorganisasikan data, memilah-milah data menjadi
satu kesatuan data yang diperoleh, mensintesiskannya, mencari dan menentukan
pola, menentukan apa yang diceritakan kepada orang lain”.2 Proses analisis data
dimulai dengan menelaah seluruh data yang terkumpul dari berbagai sumber yang
diperoleh dari kegiatan observasi, wawancara, dokumentasi. Kemudian data yang
telah terkumpul, dianalisis ditafsirkan dan disimpulkan kedalam bahasa yang
mudah difahami dan logis sesuai dengan penelitian yang dibahas.
2 Lexy J. Moeleong, Metodologi Penelitian Kualitatif, (Bandung: Remaja Rosdakarya,
2004), Cet. XVIII, h. 13-14.
33
BAB IV
HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
A. Deskripsi Data
1. Biografi Ibnu Qayyim Al-Jauziyyah
a. Riwayat Hidup Ibnu Qayyim Al-Jauziyah
Orang yang terkenal dengan nama Ibnu Qayyim al-Jauziyyah sebenarnya
bernama Muhammad bin Abu Bakar bin Ayyub bin Saad bin Huraiz az-Zar’i ad-
Dimasyqi Abu Abdullah Syamsuddin. Ayahnya pendiri kampung al-Jauziyah dan
kepala madrasah al-Jauziyyah serta guru di sekolah ash-Shadariyah. Beliau
dilahirkan di Damaskus tahun 691 Hijriyah/1292 Masehi dan berasal dari sebuah
keluarga terhormat yang berilmu dan berharta. Ayahnya seorang guru yang juga
mengajar Ibnu Qayyim dan mempengaruhinya.
Ibnu Qayyim adalah seorang tokoh reformis Islam yang bermazhab
Hambaliyah. Para ulama mengakuinya sebagai orang yang kaya dan berilmu.
Beliau berminat pada bidang hadis dan seluruh ilmu hadis, fikih, syariat, ilmu
kalam, tasawuf, bahasa Arab, dan nahwu. Ibnu Qayyim merupakan murid Ibnu
Taimiyah yang sangat menyayangi dan selalu bersama sang guru, mendukung
pendapat-pendapatnya, meski kadang-kadang mendebat beberapa pendapatnya.
Dialah juga orang yang mengajarkan buku-buku karangan Ibnu Taimiyah dan
menyebarkan ilmunya.
Ibnu Qayyim al-Jauziyah pernah mengalami musibah seperti yang dialami
Ibnu Taimiyah. Mereka sama-sama dipenjara di benteng Damaskus setelah ditarik
dengan seekor unta yang dipukul dengan tongkat. Ia memanfaatkan masa-masa di
34
penjara dengan beribadah, membaca al-qur’an, merenung dan berpikir. Tragisnya,
ia tidak pernah dikeluarkan dari penjara, kecuali setelah Ibnu Taimiyah meninggal
dunia.
Ibnu Qayyim adalah seorang yang berakhlak baik dan disayang oleh
banyak orang. Kepribadiannya sangat berbeda dengan Ibnu Taimiyah. Sang guru
seorang yang emosional dan keras kepala, sementara Ibnu Qayyim seorang yang
tenang, berjiwa stabil dan cenderung untuk berdialog dan memberikan pemuasan
rasional kepada orang lain.
Tujuan terpenting Ibnu Qayyim al-Jauziyah adalah seruan untuk kembali
ke Mazhab Salaf yang mencerminkan Islam sebagai agama yang bebas dari
berbagai pendapat yang menyimpang. Meski begitu, ia sangat memperhatikan
prinsip kebebasan berpikir, menentang taklid buta, mengajak semua orang agar
memahami syariat Islam dan mengamalkan agama berdasarkan syariat dan
menyerukan ijtihad.
Ibnu Qayyim al-Jauziyah meninggal dunia pada tahun 751 Hijriah atau
1350 Masehi dalam usia hampir 60 tahun.1
b. Masa Studi
Ibnu Qayyim mempunyai potensi sebagai penggerak dan akal yang luas,
dan pikiran yang subur, serta daya hafal yang sangat menakjubkan, sejak kecil ia
mempunyai obsesi yang jujur dalam menuntut ilmu, ia sangat ulet dalam meneliti,
dan menganalisa serta memiliki kebebasan dalam menimba ilmu dari guru, ulama
dan masyayikh-nya, baik dari madzhab Hambali maupun yang lainnya. Dengan
semangat orang yang haus dan jiwa yang selalu terpaut akan ilmu, ia selalu
menimba ilmu dari para pakar ilmu dibidangnya diantaranya yaitu; Asy-Syihab
Al-Abir dan Abu Al-Fath Al-Ba’labakki, adalah gurunya dalam bidang ilmu
nahwu, atau lebih khusus pengajar Alfiyah Ibnu Malik. Sehingga ia menguasai dan
pandai berbahasa arab sebelum umurnya menginjak 9 tahun.
1Muhammad Utsman Najati, Buku Jiwa Dalam Pandangan Para Filosof Muslim,Terj Ad-
Dirasat an-Nafsaniyyah ‘inda al-‘Ulama al-Muslimin, oleh Gazi Saloom (Bandung: Pustaka
Hidayah, 2002) cet. I. h. 357-359
35
Selain itu juga Ibnu Qayyim suka menelaah buku-buku ilmu jiwa dan
mempelajari seluruh cabang ilmu syari’ah seperti; ilmu kalam, tafsir, hadits, fikih,
ushul fikih, faraidh, dan yang lainnya. Salah satu guru yang sangat ia sayangi
adalah Ibnu Taimiyah. Kecintaan Ibnu Qayyim kepada gurunya ini sungguh telah
meresap dalam sanubarinya, sehingga ia mengambil mayoritas ijtihadnya,
membelanya serta mengembangkan keontetikan dalil-dalilnya, menyerang
argumentasi para penentangnya. Inilah yang kemudian mendorongnya untuk
melakukan penyederhanaan dan penyuntingan terhadap buku-bukunya serta
penyebarluasan ilmu dan ide-idenya. kebersamaannya bersama Ibnu Taimiyah
selama 16 tahun memiliki pengaruh yang cukup besar dalam membentuk pola
pikirnya, pengisian dan pengembangan potensinya serta penguatan terhadap basis
pengetahuannya terutama yang berkenaan dengan Al-Qur’an dan As-Sunnah.
Hal penting yang diambil oleh Ibnu Qayyim dari gurunya Ibnu Taimiyah
adalah metode dakwah (ajakan) untuk berpegang teguh kepada kitabullah, dan As-
Sunnah Rasulullah yang shahih, serta metode pemahaman terhadap keduanya
dengan pemahaman salafusshalih, yaitu membuang apa saja yang bertentangan
dengan kedua sumber tersebut, memperbaharui ajaran-ajaran agama, serta
membersihkannya dari segala macam bid’ah dan khurafat.2
c. Guru dan Murid-muridnya
Guru-gurunya adalah ayahnya sendiri Abu Bakar bin Ayyub Qayyim Al-
Jauzi, Ibnu Abdiddaim, Ibnu Taimiyah, Asy-Syihab Al-Abir, Ibnu Asy-Syirazi,
Al-Majd Al-Harrani, Ibnu Maktum, Al-Kuhhali, Al-Baha’ bin Asakir, Al-Hakim
Sulaiman Taqiyuddin Abu Fadl bin Hamzah. Syarafuddin bin Taimiyah saudara
Ibnu Taimiyah, Al-Mutha’im, Fatimah binti Jauhar, Majduddin At-Tunisi, Al-
Badar bin Jama’ah, Abu Al-Fath Al-Ba’labaki, Ash-Shaf Al-Hindi, Az-
Zamlakani, Ibnu Muflih dan Al-Mazi yang termasuk penghafal hadist generasi
terakhir yang bermazhab syafi’i.
2 M. Hasan Al-Jamal, Buku Biografi 10 Imam Besar, Terj.Hayat al-immah oleh M.
Khaled Muslih dan Imam Awaludin (Jakarta: Pustaka Al-Kausar, 2005) cet. I. h. 232-235
36
Adapun murid-muridnya adalah Al-Burhan bin Al-Qayyim Al-Jauzi,
anaknya bernama Burhanuddin, Ibnu Katsir, Ibnu Rajab, Sayarafuddin bin Al-
Qayyim, anaknya bernama Abdullah bin Muhammad, As-Subki, Ali bin
Abdulkafi bin Ali bin Tamam As-Subki, Adz-Dzahabi, Ibnu Abdulhadi An-
Nablusi, Al-Ghazi dan Al-Fairuz Abadi Al-Muqri.3
d. Karya-karya Ibnu Qayyim Al-Jauziyah
Ibnu Qayyim memiliki banyak karangan di bidang fikih, ushul,tasawuf,
ilmu kalam, sirah (biografi), dan sejarah. Ia seorang yang berwawasan luas dan
mencintai semua ilmu yang terkenal pada saat hidupnya.
Diantara karangan-karangan beliau adalah:
1. Ar-Ruh. Ditahkikkan dan dikaji oleh Sayyid Jamili, Cetakan II, Beirut:Dar
al-Kitab al-Arabi, 1406/1986.
2. Tuhfat al-Maudud bi Ahkam al-Maulud. Ditahkikkan oleh Abdul Qadir al-
Arnauth, Damaskus: Maktabah Dar al-Bayan, 1391/1971.
3. Miftah Dar as-Sa’adah. Sebanyak dua juz yang disusun dalam satu jilid,
Beirut: Dar al-Kutub al-Ilmiyah (t.t).
4. Raudhat al-Muhibbin wa Nuzhat al-Musytaqim, Kairo: Dar al-Fikr al-
‘Arabi, (t.t).
5. Thariq al-Hijratain wa Bab as-Sa’adatain,Beirut: Dar Maktabah al-Hayat,
1980.
6. Risalah fi Amradh al-Qulub. Ditahkikkan oleh Muhammad Hamid al-Faqi,
Riyadh: Dar Thayyibah, 1403 H.4
7. Zâdul Ma’ad fi Hadyi Khairil Ibad. Yaitu sebuah ensklopedi besar yang
memuat berbagai disiplin ilmu, seperti; Sirah, fikih, tauhid, ilmu kalam,
selekta dalam tafsir dan hadits, nahwu dan yang lainnya.
8. I’lamu Al-Muwaqqi’n an Rabbi Al-Alamin. Yaitu kitab yang menjelaskan
tentang hukum perbuatan hamba dalam agama dan permasalahannya.
9. Jila’ul Afham fi Shalati wa Salam’ala Khairil Anam. Yaitu kitab yang
menjelaskan beberapa hadis yang menjelaskan shalawat dan salam kepada
Rasul serta rahasia do’a dan hikmah yang terkandung di dalamnya.
10. Ighatsatul Lahfan min Mashayid Asy-Syaitan. Kitab ini banyak ulama
yang meresume dan memilih beberapa bab untuk dicetak secara terpisah.
11. Hadil Arwah ila biladil Afrah kitab ini terkenal dikalangan ulama dengan
nama lain Shifatil Jannah.
12. Ad-daa’ wa Ad-Dawaa’ atau Al-Jawaul Kafi Liman Saala’an Dawaa’ Asy-
Syafi’i. Kitab ini memuat jawaban-jawaban terhadap pertanyaan-pertanyan
3Ahmad Farid, Buku 60 Biografi Ulama Salaf, Terj. Min A’lam As-Salam oleh Masturi
Irham dan Asmu’i Taman (Jakarta: Pustaka Al-Kausar, 2006) cet. I. h. 830 4 Muhammad Utsman Najati, loc.cit. h. 359
37
yang diajukan kepadanya, dan memuat manfaat ilmu serta muhasabah dan
pengendalian jiwa.
13. Syarah Al-Asma’ Al-Husna. Kitab ini menjelaskan nama-nama Allah yang
baik.
14. Al-Kalim At-Tayyibu wa Al-Amal Ash-Shalih atau Al-Wabil Ash-Shayyibu
min Al-Kalim Ath-Thayyibah. Kitab ini menjelaskan faedah dzikrullah.
15. Miftah Dar Ash-Sa’adah. Kitab ini memuat tentang ilmu dan
keutamaannya, dan berbagai macam hikmah.
16. Madariju Salikin Baina Manazila Iyyaka Na’budu wa Iyyaka Nasta’in.
Kitab ini memuat tentang bagaimana membina jiwa dan akhlak agar
berperilaku seperti orang-orang bertakwa yang jujur, yang bersih jiwanya
dengan takwa, dan bersinar hatinya dengan hidayah Allajh Ta’ala.5
17. Safar Al-Hijratain wa Bab As-Sadatain (Perjalanan Dua Hijrah dan Pintu
Dua Kebahagiaan).
18. Madarij As-Salakin (Tahapan-tahapan Ahli Suluk).
19. Syarh Asma’ Al-Kitab Al-Aziz (Ulasan-ulasan tentang nama-nama al-
kitab).
20. Zad Al-Mad fi Hadyi ‘Ibad (Bekal untuk tujuan akhir seorang hamba)
21. I’lam Al-Muaqqim ‘an Rabbi Al-Alamin (Pemberitahuan tentang Tuhan
semesta alam).6
B. Pembahasan
1. Pemikiran Ibnu Qayyim Al-Jauziyyah Tentang Pendidikan Anak Usia
Dini
Dalam konteks pendidikan anak usia dini, tanggung jawab orang tua
mendidik anak dengan sabar dan seksama, serta mengetahui kondisi kebutuhan
penyiapan pendidik yang mampu mengasuh dan membimbing anak usia sejak
lahir sampai 6 tahun merupakan suatu keharusan. Hal ini dikatakan oleh Ali RA
dalam kitabnya Ibnu Qayyim al-Jauziyah
اهلل عنه : علموهم و أدب وهم, وقال السن: مر وهم طاعة اهلل وعلموهم رضي -قال علي .الي ر
Imam Ali R.A berkata: Ajari dan didiklah anak-anakmu,sedangkan Hasan
berkata: ajaklah mereka untuk taat pada Allah dan ajarilah mereka tentang
kebaikan.7
5 M. Hasan Op.cit., h.240-242
6 A. Susanto, Pemikiran Pendidikan Islam, (Jakarta: Amzah, 2009) cet. I. h.34
7 Ibnu Qayyim Al-Jauziyah, Tuntunan Rasulullah dalam Mengasuh Anak, Terj. Tuhfatul
Maulud bi Ahkâmil Maulûd. oleh Nabhani Idris (Jakarta: studia press, 2009) cet. I. h.161
38
ه, قال رسول وو ف المسند وسنن أب داود من حديث عمر اهلل صلى بن شعيب عن أبيه عن جدن هم ف عليه وسلم : "مر وا أب نا اهلل ها لعشر , وف رق وا ب ي , واضرب وهم علي ء كم بالصالة لسبع
ن هم ف ها والت فريق ب ي المضاجع المضاجع" ففي هذا الديث ثالثة آداب أمرهم با وضرب هم علي Di dalam Musnad sunan Abu Dawud tentang hadits Amr bin Syuaib dari
ayahnya dari kakeknya. Rasulullah bersabda: perintahlah anak-anakmu untuk
melaksanakan sholat pada usia 10 tahun dan pisahlah tempat tidur mereka. Di
dalam hadits ini terdapat 3 (adab) tatakrama dalam memerintah anak: 1.
Memerintah mereka untuk sholat, 2. Memukul mereka bila membangkang, dan 3.
Memisah tempat tidur mereka.8
Penjelasan diatas menjelaskan bahwa pentingnya mendidik anak sejak dini
terutama dalam mendidik adab (akhlak) bagi anak karena dengan adab (akhlak)
yang baiklah akan terjalin suatu hubungan antara orang tua dengan anak dapat
terjalin dengan baik dan kondusif, yang pada gilirannya dapat menciptakan
kelancaran komunikasi dan interaksi yang harmonis bagi keduanya.
Selain itu juga pendidikan anak saat usia dini akan membekas dalam
memori anak sampai ia usia tua nanti. Dalam hal ini Marwan bin Salim
meriwayatkan dari Isma’il bin Abi Darda’ bahwasannya Rasulullah Saw bersabda:
“Perumpamaan orang yang belajar waktu kecil bagaikan mengukir di atas batu,
dan belajar di usia dewasa bagaikan mengukir di atas air”. Ali bin Abi Tholib RA
berkata: “Hati anak kecil seperti tanah kosong, apa saja yang dilemparkan
kepadanya akan diterimanya. Ini terjadi karena hati anak kecil lebih kosong, lebih
sedikit pekerjaannya, lebih banyak kesempatannya, dan lebih banyak tawadlu”.
Jika belajar sudah usia dewasa apalagi telah berkeluarga, maka akan terganggu
dengan banyaknya pikiran hingga sulit untuk fokus dalam pelajaran, sulitnya
waktu untuk belajar karena habis tersita untuk pekerjaan, dan malu mulai belajar
dari awal.9
Dalam hal ini pendidikan yang diberikan kepada anak usia dini, bagi Ibnu
Qayyim sangatlah penting dan harus diaplikasikankan oleh setiap orang tua untuk
menumbuh kembangkan potensi-potensi pada diri anak sejak sedini mungkin.
8 Ibid., 161
9 Al-Mawardi, Adab al-Dunya wa al-Din, (ttp: Dâr al-Fikr, 1992), h.23
39
Sebab Ibnu Qayyim berkata:
“Jika orang tua mengabaikan pendidikan anaknya dengan hal-hal yang
bermanfaat berarti orang tua telah memperlakukan anaknya dengan perlakuan
yang buruk. Kebanyakan anak berperilaku buruk disebabkan karena orang tua
yang mengabaikan pendidikan anaknya khususnya tentang pendidikan agama
dan akhlaknya. Sehingga menjadikan anak tersebut tidak berguna bagi dirinya
dan orang tuanya”.10
Dari pendapat Ibnu Qayyim di atas jelas bahwa, beliau sangat
memperhatikan pendidikan yang diberikan orang tua kepada anaknya ketika ia
berusia dini, karena usia dini merupakan masa dimana anak sangat cepat
menerima informasi yang ia lihat dan dengar dari lingkungannya khususnya dari
orang tuanya. Untuk itu orang tua harus mengasuh dan membimbingnya dengan
memberikan pendidikan yang bermanfaat khususnya pendidikan agama dan
akhlak yang kelak dewasa nanti anak akan tumbuh dengan cerdas dan berakhlakul
karimah, sehingga pada akhirnya anak dapat dibanggakan dan berguna bagi
orang-orang disekitarnya terlebih khusus kepada orang tuanya.
2. Pendapat Ibnu Qayyim Al-Jauziyah terhadap tahapan yang harus
dilakukan orang tua dalam mendidik anak usia 0-2 tahun
Pada masa ini adalah masa awal perkembangan bagi seorang anak pada
masa menyusui. Seorang anak pertama kali lahir kedunia dipengaruhi oleh
lingkungan disekelilingnya, serta dari siapa saja yang menyentuh, bekerja, dan
bergerak disekitarnya. Untuk itu anak harus benar-benar dijaga dari hal-hal yang
negatif, suara yang keras serta hal-hal yang dipandangnya menakjubkan dan
gerakan-gerakan yang mengganggunya. Sebagaimana yang dikatakan Imam Ibnu
Qayyim Al-Jauziyah:
ة ع ي ظ ف ال ر اظ ن م ال و ة ع ي ن الش ة د ي د الش ات و ص ال ن م ه ع ز ف ي ر م أ ل ك ل ف الط ي ق و ي ن أ ي غ ب ن وي ه ب ك د ع ا ب ب ع ف ت ن ي ال ا ف ه ف ع ض ل ة ل اق ع ال ه ت و ق اد س ف ل ى إ ا أد ب ر ك ل اذ ن إ ف ة ج ع ز م ال ات ك ر ح ال و
Dan seharusnya anak itu dihindarkan dari suara keras dan jelek serta dari
pandangan buruk dan gerakan yang mengagetkan. Karena hal tersebut dapat
mempengaruhi daya pemahamannya ketika besar.11
10
Ibnu Qayyim, Op.cit. h.165 11
Ibid., h. 168
40
Bayi yang masih lemah, harus selalu dilindungi dan dijauhkan dari setiap
yang mengagetkan, seperti suara-suara yang terlalu keras dan pemandangan-
pemandangan yang menakutkan ataupun gerakan-gerakan yang mengejutkan.
Kerena demikian itu akan mengganggu perkembangan akal anak yang kemudian
dapat mengakibatkan berkurangnya fungsi akal pada masa dewasanya. Karena
kondisi anak masih sangat lemah, maka jika sang bayi menemui hal yang
demikian hendaklah sang ibu segera menghiburnya dengan mengalihkan
perhatiannya kepada suatu yang lain agar tidak tertuju kepada hal-hal yang negatif
dan dapat melupakannya, seperti segera menyusui dengan begitu akan hilang
ketakutannya atau dengan menimangnya agar segera tidur dan melupakan
kejadian yang mengagetkan dan menakutkan itu. Ada beberapa tahapan yang
harus dilakukan orang tua dalam mendidik anak usia 0-2 tahun menurut Ibnu
Qayyim Al-Jauziyah yaitu:
a. Adzan di Telinga Kanan dan Iqamah di Telinga Kiri
Dalam pembahasan ini, Ibnu Qayyim Al-Jauziyah memaparkan beberapa
hadits, yaitu:
ه ت د ل و ي ح ي ل ع ن ب ن س ح ال ن ذ أ ف ن ذ " أ م ل س و ه ي ل ع ى اهلل ل ص اهلل ل و س ر ت ي أ ر ،ال ق ع اف ر ب أ ن ع " رواه أبو داود والرتميذي وقاال, حديث صحيح ة م اط ف
Dari Abi Rafi R.A. berkata: “saya melihat Rasulullah mengadzani telinga
Hasan bin Ali saat dilahirkan oleh Fatimah R.A. (H.R. Abu Dawud dan Tirmidzi.
Mereka berkata: Hadits Shahih)12
Dalam hadis lain dijelaskan pula;
ن : "م ال ق م ل س و ه ي ل ع ى اهلل ل ص ب الن ن ع ي ل ع ن ب ن س ال ث ي د ح ن م ب ع ش ال ف ي ق ه ي ب ال اه و ا ر م " ان ي ب الص م أ ه ن ع ت ع ف ى, ر ر س ي ال ه ن ذ أ ف ام ق أ و ن م ي ال ه ن ذ أ ف ن ذ أ ف د و ل و م ه ل د ل و
Baihaqi meriwayatkan dalam Asy-Syu’ab dari Hasan bin Ali R.A. dari Nabi
saw, beliau bersabda: “barang siapa yang lahir baginya seorang anak, lalu ia
mengadzani telinga kanannya dan mengiqamati telinga kirinya, maka ia akan
terhindar dari Umi Sibyan (Setan).” 13
12
Ibid., h. 26 13
Ibid.,. h. 26
41
Menurut riwayat dari Imam Ahmad, Abu Daud dan Nasa’i, bahwa ketika
Husain lahir, Rasulullah Saw memperdengarkan adzan ditelinganya seperti adzan
yang diperdengarkan untuk sholat. Menurut Ad-Dahlawi hikmah dan rahasia
adzan yang diperdengarkan untuk bayi yang baru lahir adalah sebagai berikut:
1) Adzan adalah termasuk syiar Islam
2) Pengumandangan agama yang dibawa oleh Nabi saw.
3) Pengumandangan adzan langsung di telinga anak.
4) Adzan adalah pengusir setan, sedang setan langsung menggoda anak
manusia sejak dilahirkan.
5) Supaya ucapan pertama yang membuka pendengaran anak manusia
yang baru dilahirkan adalah kalimat tentang keagungan Allah dan
kalimat syahadat sebagai kunci memasuki kehidupan dunia,
sebagaimana kalimat tersebut digunakan sebagai kunci seseorang yang
hendak masuk Islam.
6) Diharapkan dapat meninggalkan kesan dan pengaruh positif dalam
jiwanya.
7) Agar ajakan dan seruan ke jalan Allah dalam dirinya dapat mendahului
seruan setan ke jalan kesesatan.14
Adzan dan iqamah telah diajarkan sejak zaman Rasulullah, adapun
penyebaran konsep pendidikan tauhid secara dini dikemukan salah satunya oleh
Ibnu Qayyim al-Jauziyah. Hal ini cukup beralasan, karena Ibnu Qayyim al-
Jauziyah menganggap ketauhidan yang diberikan secara dini kepada anak sangat
berpengaruh terhadap sikap dan perilaku anak.
b. Mentahnik Bayi
Tahnik yaitu menggosok dengan lembut langit-langit mulut bayi yang baru
dilahirkan dengan buah kurma yang telah dilumat. Menurut Ibnu Qayim bayi yang
baru lahir disunahkan untuk ditahnik dengan buah kurma dan menggosok-
gosokkan langit-langit mulutnya dengan jari telunjuk, lalu perlahan-lahan telunjuk
14
Muhammad Ibnu Abdul Hafidh Suwaid, Cara Nabi Mendidik Anak, Terj. Manhaj
Tarbiyah Nabawiyah Lith Thifli. oleh Hamim Thobari (Jakarta: Al-I’stihom Cahaya Umat-, 2004)
cet. I. h. 37-38.
42
tersebut digerakkan ke kanan dan ke kiri. Hal ini berlandasakan kepada hadits
Rasul yang diriwayatkan oleh Imam Bukhari dan Muslim di dalam kitabnya (Ibnu
Qayyim):
، فأت يت به النب عليه السالم م ال غ ل د ل عن أب موسى قال: و دة أب ب ر الصحيحي من حديث ف أب موسى ولد ، وكان أكب ر ة ودف عه إل ك ب ر و دعا له بال ، وحنكه بتمرة ، زاد البخاري اه إب راهيم فسم
Dalam shahih Bukhari dan Muslim telah diriwayatkan dari Abu Buraidah
dari Abu Musa Ra, berkata: “Setelah anak saya lahir, saya mendatangi
Rasulullah Saw, lalu beliau memberinya nama Ibrahim dan mentahniknya dengan
kurma”. Bukhari menambahkan, “Kemudian beliau menyerahkan kepada saya
setelah mendo’akan keberkahan kepadanya”. Ia adalah anak Abu Musa paling
tua.15
Dan ketika sang bayi mulai tumbuh gigi beliaupun mengatakan bahwa:
, ويرخ حدر العنق بغي أن يدلك لئا هم كل ي وم بال ز بد والسمن ن فإذا حضر وقت ن بات السنان ف ي را تريا كثي
Ketika tumbuhnya gigi mereka telah tiba, seyogyanya orang tuanya
menggosok-gosokkan keju atau mentega pada gusi mereka setiap hari juga
meminyaki daerah sekitar leher dengan minyak yang banyak. 16
Adapun Ummul Mukminin, Aisyah R.A. berkata, “Dahulu biasanya bayi
yang baru dilahirkan dibawa kepada Nabi agar diberkati (didoakan untuk
kebaikannya) dan ditahnik. Sehigga Nabi pernah dikencingi oleh seorang bayi,
namun baliau hanya meminta air untuk dibasuhkan di tempat kencingnya bayi
tadi.” (H.R. Muslim dalam kitab shahihnya dari Aisyah)17
Dari beberapa hadits di atas jelas bahwa Ibnu Qayyim sangat menganjurkan
kepada orang tua agar mentahnik anak-anaknya ketika ia baru dilahirkan.
Pendapat ini pun diperkuat oleh Dr. Abdul Aziz Syaraf yang mengemukakan
bahwa “berdasarkan hasil penelitian buah kurma yang matang dapat merangsang
aktifitas gerak kelenjar langit-langit mulut, dan dapat menguatkan urat-urat
kelanjar langit-langit itu serta dapat memperlancar pergerakan urat-uratnya”.
15
Ibnu Qayyim, Op.cit.,h. 28. 16
Ibid.,h. 167. 17
Muhammad Ibnu Abdul Hafidh Suwaid, Op.cit., h. 39.
43
Buah kurma yang matang mempunyai pengaruh yang baik terhadap otot-
otot, sedangkan otot langit-langit mulut bayi yang baru dilahirkan membutuhkan
aktifitas pergerakan. Karena itu, mentahnik langit-langit bayi yang baru dilahirkan
amat besar faedahnya.18
Adanya kelebihan mengapa sunnah Rasul ini menjadi perhatian yang
penting bagi Ibnu Qayyim al-Jauziyah. Karena dengan mentahnik, orang tua telah
memberikan pendidikan jasmani kepada anak-anaknya agar anak tumbuh dengan
sehat dan kuat selain itu dapat menjadikan tumbuhnya gigi mereka menjadi kuat
dan bagus.
c. Memberi nama yang baik pada anak
Pemberian nama yang baik pada anak akan berpengaruh terhadap psikologis
anak, yaitu dalam proses perkembangannya yang mengarah pada keadaan anak
yang lebih baik. Salah satu bentuk kemuliaan dan kebaikan yang dilakukan
kepada bayi yang baru dilahirkan adalah pemberian nama dan kunyah (julukan)
yang terbaik kepada mereka. Kerena nama dan panggilan yang baik itu akan
meninggalkan kesan positif dalam hati.
Rasulullah bersabda:
رداء قال: قال رسول اهلل إنكم تدعون ي وم القيامة بأسآئكم م "صلى اهلل عليه وسل عن أب الد "وأسآء آبآئكم فأحسن وا أساء كم
“Sesungguhnya kalian pada hari kiamat nanti akan dipanggil dengan nama-
nama kalian dan nama-nama bapak-bapak kalian, maka perindahlah nama-nama
kalian”. (H.R. Abu Dawud dan Ibnu Hibban dalam kitab shahihnya dengan para
perawinya yang tsiqat).19
Dalam hal ini Ibnu Qayyim menjelaskan dengan hadits Rasulullah Saw:
، اء ي ب ن ال اء س أ ا ب و م س ت ": م ل س و ه ي ل ع ى اهلل ل ص اهلل ل و س ر ال : ق ال ق ي ع ش ال ب ه و ب أ ن ع و " ة ر م و ب ر ا ح ه ح ب ق أ ، و ام ه و ث ار ا : ح ه ق د ص أ و ، ن ح الر د ب ع و اهلل د ب ، ع اهلل ل إ اء س ال ب ح أ و
Dari Abu Wahab al-Jasya’i RA berkata: Rasulullah bersabda:
“Gunakanlah nama Nabi, dan nama yang paling disenangi Allah ialah Abdullah
18
Muhammad ‘Ali Quthb, Sang Anak Dalam Naungan Pendidikan Islam, Terj. Auladuna
Fii Dhau-it Tarbiyyatil Islamiyyah. oleh Bahrun Abu Bakar Ihsan (Bandung: CV. Diponegoro,
1993) cet. I. h. 37-38. 19
Ibnu Qayyim, Op.cit., h. 84
44
dan Abdurrahman, dan yang paling pas adalah Harits dan Hammam, sedangkan
yang paling jelek ialah Harb dan Murrah.”20
Orang tua menghendaki pemberian nama bagus dan baik. Sehingga Ibnu
Qayyim menggambarkan ukuran berdasarkan hadis, bahwa Rasulullah
menyenangi pemberian nama kepada anak-anak yang baru dilahirkan dengan
nama-nama Nabi dan Asma’ Allah. Dalam memberikan nama orang tua harus
memberikannya dengan nama-nama yang baik dan mengandung do’a yang baik
pula. Nama, bagi Ibnu qayyim sangat penting bagi pendidikan anak terutama anak
yang berusia dini, karena nama yang tidak baik akan mempengaruhi secara
psikologis, seperti adanya keminderan, tidak percaya diri bahkan menutup diri
dari pergaulan.
d. Menyusui Hingga Dua Tahun
Menyusui anak merupakan kerja fisik dan psikis yang mempunyai peranan
dan pengaruh amat besar bagi pertumbuhan fisik, mental dan kepribadian anak.
Karena bayi secara psikis sangat membutuhkan belaian dan dekapan sang ibu,
ketika sang ibu menyusui bayi akan merasa tenteram dan tenang batinnya.
Dalam hal ini Ibnu Qayyim berpendapat disertai dengan firman Allah Swt.
والوالدات ي رضعن أوالدهن حولي كاملي لمن أراد أن يتم الرضاعة : ال ع ت اهلل ل قا ام ط ف ال ت ق و ف بولدها وال والدة وسعها ال تضآر وعلى المولود له رزق هن وكسوت هن بالمعروف ال تكلف ن فس إال
هما وتشاور فال جناح عليهما مولود له بولده وعلى الوارث مثل ذلك فإن أرادا فصاال عن ت راض من ا بالمعروف وات قوا اهلل واعلمو مآءات يتم ا سلمتم ا أوالدكم فال جناح عليكم إذ تست رضعو وإن أردت أن
ام ت ن ا : أ ه د ح : أ ام ك ح أ ة د ى ع ل ع ة اآلي ت ل د ف (٢٢٢ ]٢[ )البقرة : أن اهلل با ت عملون بصي ر ث ك أ و ل و ى ح ل ع ظ ف ل ال ل م ي ال ئ ل ي ل ام ك ب د ك أ و ،ه ي ل إ ج تا اح ا ذ إ د ل و ل ل ق ح ك ل ذ ، و ن ال و ح اع ض الر ا م ه ل ف ل ف الط ة ر ض م ع ن م ع ا م ه ر او ش ت ا و م ه ي اض ر ت ب ك ل ذ ل ب ق ه ام ط ا ف اد ر ا أ ذ إ ن ي و ب ال ن ا: أ ه ي ان ث و ك ل ذ ه ل ف ه م أ ر ي ى غ ر خ أ ة ع ض ر م ه د ل و ل ع ض ر ت س ي ن أ اد ر ا أ ذ إ ب ال ن ا: أ ه ث ال ث و ك ل ذ
Pada masa penyapihan, Allah Swt berfirman: “Para ibu hendaklah
menyusukan anak-anaknya selama dua tahun penuh, yaitu bagi yang ingin
menyempurnakan pernyusuan. Dan kewajiban ayah memberi makan dan pakaian
kepada para ibu dengan cara yang ma'ruf. Seseorang tidak dibebani melainkan
20
Ibid., h.86
45
menurut kadar kesanggupannya. Janganlah seorang ibu menderita kesengsaraan
karena anaknya dan juga seorang ayah karena anaknya, dan warispun
berkewajiban demikian. Apabila keduanya ingin menyapih (sebelum dua tahun)
dengan kerelaan keduanya dan permusyawaratan, maka tidak ada dosa atas
keduanya. Dan jika kamu ingin anakmu disusukan oleh orang lain, maka tidak
ada dosa bagimu bila kamu memberikan pembayaran menurut yang patut.
Bertaqwalah kamu kepada Allah dan ketahuilah bahwa Allah Maha Melihat apa
yang kamu kerjakan.” (QS. Al-Baqarah [2]: 233). Ayat ini mengandung beberapa
hukum: Pertama; sempurnanya masa menyusui adalah dua tahun, itu adalah hak
anak jika ia membutuhkan masa tersebut. Digunakan kata-kata “kâmilain”
(penuh) sebagai penguat sehingga tidak dipahami satu tahun atau lebih dari dua
tahun. Kedua; ibu bapak apabila ingin menyapih anaknya kurang dari masa dua
tahun, harus bermusyawarah dan dengan catatan tidak memudharatkan si anak.
Ketiga; boleh bagi seorang ayah untuk mencarikan seorang ibu yang akan
menyusui si anak sekalipun ibu kandungnya tidak suka asalkan tidak
memudharatkannya. 21
Para ahli kedokteran membuat suatu percobaan yang menghasilkan bahwa
menyusui itu hendaknya dilakukan lebih dari satu tahun, dan yang lebih baik
disempurnakan sampai dua tahun, sehingga tubuh dan gigi-gigi anak menjadi
kuat, dan tidak mudah terkena penyakit-penyakit yang sulit disembuhkan, dan
seorang ibu hendaknya menyusui anaknya secara langsung karena air susu ibu
(ASI) merupakan makanan yang padat gizi dan sangat dibutuhkan bagi
perkembangan dan pertumbuhan fisik anak.22
Beberapa manfaat dalam menyusui anak:
1. Terhindar dari berbagai macam penyakit karena ASI terjamin
kebersihannya.
2. Suhu air susu tersebut akan selalu stabil, tidak dingin dan tidak juga
panas. Suhu yang sangat ideal bagi seorang bayi.
3. Merupakan sumber makanan yang paling cocok untuk bayi karena dapat
memenuhi segala apa yang dibutuhkan dalam pertumbuhannya.
4. Akan menumbuhkan ikatan batin antara ibu dan anak.23
21
Ibid., h. 168-169. 22
Muhammad Athiyah Al-Abrasyi, Beberapa Pemikiran Pendidikan Islam,Terj. Ruh Al-
Islam, Muthaba’ah Lajnah Al-Bayan Al-‘Arabi oleh Syamsudin Asyrofi, Achmad Warid khan, dan
Nizar Ali, (Yogyakarta: Titian Ilahi Press, 1996) cet. I. h. 117-118. 23
Muhammad Nur Abdul Hafizh, Mendidik Anak Bersama Rasulullah. Terj. Manhaj Al-
Tarbiyyah Al-Nabawiyyah Li Al-Thifl, oleh Kuswandani, Sugiri, dan Son Haji, (Bandung: Al-
Bayan [Kelompok Penerbit Mizan], 1997) cet. I. h. 103-104.
46
Sunnah Rasul dengan memberikan ASI dua tahun, akan menghasilkan anak
yang kuat dan memiliki daya imunitas tinggi. Dengan daya imunitas tinggi, anak
tidak mudah sakit. Selain itu, dengan menyusui ASI dua tahun akan mempererat
hubungan batin anak terhadap ibunya. Selain itu, ibu bisa mendidik secara
langsung dengan proses menyusui anak selama 2 tahun.
e. Aqiqah dan Mencukur Rambut Anak
Aqikah merupakan ajaran yang disunahkan, sebab dengan pelaksanaan
aqikah akan terjalin hubungan silaturrahmi antar kerabat maupun saudara dan juga
merupakan sarana untuk mengungkapkan rasa syukur orang tua yang telah
dikaruniai anak. Dalam melaksanakan aqikah disunnahkan menyembelih dua ekor
kambing untuk anak laki-laki, dan satu ekor kambing untuk anak perempuan
ketika berusia tujuh hari.
Sebagaimana Rasulullah bersabda:
م و ي ه ن ع ح ب ذ ت ه ت ق ي ق ع ب ة ن ي ه ر م ال غ ل : "ك م ل س و ه ي ل ع ى اهلل ل ص اهلل ل و س ر ال ق : ال ق ة ر س ن ع و " )رواه الرتميذ(ه س أ ر ق ل ي و ه ي ى ف م س ي و ه ع اب س
Dari Samurah RA bahwa Rasullullah Saw bersabda: “setiap anak tergadai
dengan aqikahnya, yang disembelih pada hari ketujuh, ia diberi nama pada saat
itu dan dicukur rambutnya”. (H.R. Tirmidzi)
Dalam hadits lain dijelaskan:
ن ع و ان ت ئ اف ك ت م ان ات ش م ال غ ال ن ع : " م ل س و ه ي ل ع ى اهلل ل ص اهلل ل و س ر ال ق : ت ال ق ة ش ائ ع ن ع و الرتميذ( االحد و " )رواهاة ش ة ي ار ال
Dari Aisyah RA berkata, Rasulullah Saw bersabda bahwa “untuk seorang
anak laki-laki dua ekor kambing yang sepadan dan untuk seorang anak
perempuan seekor kambing” (H.R. Ahmad dan Tirmidzi)24
Dengan berlandaskan hadits di atas, aqiqah bagi Ibnu Qayyim sangatlah
penting, karena didalamnya mengandung unsur pendidikan keimanan dan sosial.
Dengan mengakikah berarti orang tua telah menebus anaknya yang tergadai
kepada Allah Swt. Selain itu akikah merupakan ungkapan rasa syukur orang tua
kepada Allah yang telah diberikan nikmat sekaligus amanah berupa anak.
24
Ibnu Qayyim, Op.cit.,h. 13
47
Menurut Ibnu Qayyim terdapat beberapa manfaat dari pelaksanaan aqikah:
1. Aqikah merupakan pengurbanan bagi anak pada awal kehadirannya di
dunia. Ia mendapat manfaat darinya sebagaimana ia mendapat manfaat
dari do’a dan dari pembiasaan dibawanya ia ke tempat-tempat ibadah
dan tempat ihram.
2. Anak akan terbebas dari ketergadaiannya dengan aqikah. Yaitu tergadai
(tertahan) dari memberi pertolongan (pembelaan) kepada orang tuanya
di akhirat nanti.
3. Merupakan tebusan untuk anak seperti halnya Allah menebus Isma’il As
dengan kambing kibasy.25
f. Mengkhitan Anak
Khitan adalah memotong kulit yang menutupi ujung kemaluan dengan
tujuan agar bersih dari najis. Perintah khitan bermula dari peristiwa dikhitanya
Nabi Ibrahim As, yang ketika itu beliau berumur 80 tahun. Dan sampai sekarang
perintah tersebut diteruskan oleh Nabi Muhammad Saw, sebagaimana firman
Allah Swt:
نآ إليك أن اتبع ملة إب راهيم حنيفا وماكان من المشركي .ث أوحي “Kemudian Kami wahyukan kepadamu (Muhammad):"Ikutilah agama Ibrahim
seorang yang hanif". dan bukanlah dia termasuk orang-orang musyrik”. (QS. An-
Nahl [16] : 123)
Dan Rasulullah pun bersabda:
: التان سنة للرجال مكرمة صلى اهلل عليه وسلم قال: قال رسول اهلل رضي اهلل عنه عوش شداد بن للنساء )رواه احد(
Syidâd bin Aus berkata: Rasulullah Saw bersabda; “khitan itu disunnahkan bagi
laki-laki dan kemuliaan bagi wanita”. (HR. Ahmad).
، لألظافر، ون تف اإل الشارب، والسواك، وت قليم ا ة، واإلستنشاق، وقص ض ضم م ال من الفطرة : ب ختتان )رواه احد(ستحداد، واإل واإل
25
Ibid.,h.53
48
“Di antara fitrah (kesucian) itu adalah: berkumur-kumur, menghirup air ke
dalam hidung (mencuci hidung), mencukur kumis, bersiwak, memotong kuku,
mencabut bulu ketiak, mencukur bulu kemaluan dan berkhitan”. (HR. Ahmad)26
Dalam hal ini Ibnu Qayyim berpendapat bahwa:
يتم لك ما ال اغ مت ونا فإن ذ بل الب لوغ بيث ي بل الصب ق ل أن يت لى الو ب ع وعندي: أنه ي واجب إال به ال
Menurut saya (Ibnu Qayyim Al-Jauziyah): “Wajib bagi wali untuk mengkhitan
anaknya sebelum baligh. Karena ia tergolong suatu perkara dimana kewajiban
tidak akan sempurna kecuali dengannya”.27
Dari pendapat Ibnu Qayyim di atas jelas bahwa khitan itu wajib dilakukan
oleh orang tua kepada anak-anaknya, karena dengan khitan anak akan terhindar
dari penyakit, dan gangguan kesehatan lainnya. Selain itu juga memudahkan anak
dalam bersuci ketika habis buang air kecil.
Dengan memotong ujung kemaluan anak, maka ia akan terbebas dari
endapan yang berlemak serta lendir yang menjijikan. Karena jika endapan tersebut
mengendap di ujung kemaluan si anak maka akan mengakibatkan peradangan dan
pembusukan.28
3. Pendapat Ibnu Qayyim Al-Jauziyah terhadap tahapan yang harus
dilakukan orang tua dalam mendidik anak usia 3-6 tahun
Pada masa ini anak sangat peka dan mudah meniru hal-hal yang dilakukan
orang lain terutama apa yang telah menjadi kebiasaan. Dengan melihat
perkembangan seperti itu maka salah satu aspek penting dalam hubungan keluarga
dan pendidikan terhadap anak adalah peran orang tua terhadap pendidikan anak.
Dalam hal ini tanggung jawab orang tua terhadap pendidikan anak menurut Ibnu
Qayyim adalah sebagai berikut:
a. Tanggung Jawab Pendidikan Iman
Dalam konteks pendidikan anak usia dini, mengenai pendidikan keimanan
haruslah dikenalkan melalui sejumlah aktifitas pendidikan dan pembinaan dalam
26
Muhammad Ibnu Abdul Hafidh Suwaid, Op.cit., h. 47. 27
Ibid,. h.130 28
Muhammad ‘Ali Quthb, Op.cit., h. 43.
49
menjaga dan menumbuh-kembangkan aspek-aspek keimanan yang dimiliki anak.
Yang dimaksud dengan pendidikan iman adalah mendidik anak tentang dasar-
dasar keimanan sejak ia mulai mengerti, dan membiasakannya dengan rukun
Islam serta mengajarkannya tentang dasar-dasar syariat Islam. Hal yang pertama
kali diajarkan dalam hal ini adalah:
1) Membuka kehidupan anak dengan kalimat tauhid (Laa Ilaaha Illallaah)
Al-Hakim meriwayatkan dari Ibnu Abbas ra. dari nabi Saw bersabda:
اهلل ال إ ه ل إ : ال ت و م ال د ن ع م ه و ن ق ل ، و اهلل ال إ ه ل إ : ال ة م ل ك ل و أ م ك ان ي ب ى ص ل ا ع و ح ت ف ا “Awalilah mengajari anak-anakmu dengan kalimat “Tiada Tuhan
selain Allah” dan talqinilah mereka ketika meninggal dengan kalimat
“Tiada Tuhan selain Allah”.29
Ibnu Qayyim berkata: “Bila anak dilatih ketika awal berbicara
dengan ‘La Ilaha Illallah’ maka hendaknya kalimat yang pertama kali
ia dengar adalah tentang pengenalan kepada Allah, mentauhidkan-Nya,
dan Allah bersemayam di atas ‘Arsy, melihat dan mendengarkan
hamba-Nya di mana saja ia berada. Nama yang paling dicintai Allah
adalah Abdullah dan Abdurrahman agar ketika anak dipanggil dengan
nama tersebut ia mengerti dan faham bahwa ia adalah hamba Allah,
Allah lah Dzat yang maha pengasih dan Dia-lah Pemelihara dan
Penjaganya.30
Tujuan mengajarkan kalimat tauhid kepada anak adalah agar kalimat
tauhid itu menjadi kalimat yang pertama masuk ke dalam
pendengarannya juga kalimat yang pertama diucapkannya serta lafal
pertama yang dipahaminya.
2) Mengajarkan anak untuk taat melaksanakan perintah Allah dan
menjauhi larangan-Nya.
29
Ibid,. h.161 30
Al-Maghribi bin As-Said Al-Maghribi, Begini Seharusnya Mendidik Anak; Panduan
mendidik anak sejak masa kandungan hingga dewasa, Terj. Kaifa Turabbi Waladan Shahihan,
oleh Zaenal Abidin, Murajaah, Ahmad Amin Sjihab (Jakarta: Darul Haq, 2004) h. 138.
50
Sebagaimana Firman Allah SWT:
كر واصب على مآأصابك إن ذلك من ياب ن أقم الصالة وأمر بالمعروف وانه عن المن ك للناس والتش ف الرض مرحا إن اهلل اليب كل متا .عزم المور ل والتصعر خد
ر فخو “Hai anakku, dirikanlah shalat dan suruhlah (manusia) mengerjakan
yang baik dan cegahlah (mereka) dari perbuatan yang mungkar dan
bersabarlah terhadap apa yang menimpa kamu. Sesungguhnya yang
demikian itu termasuk hal-hal yang diwajibkan (oleh Allah). Dan
janganlah memalingkan muka dari manusia (karena sombong) dan
janganlah kamu berjalan di muka bumi dengan angkuh.Sesungguhnya
Allah tidak menyukai orang-orang yang sombong lagi membanggakan
diri”. (QS. Luqman ayat 17-18). 31
Dalam hal ini Ibnu Qayyim Menjelaskan dengan sabda Rasulullah
Saw:
أدب وهم, وقال السن: مر وهم طاعة اهلل وعلموهم رضي اهلل عنه : علموهم و -قال علي .الي ر
Imam Ali R.A berkata: Ajari dan didiklah anak-anakmu,sedangkan
Hasan berkata: ajaklah mereka untuk taat pada Allah dan ajarilah
mereka tentang kebaikan.32
ه, قال رسول عن أبي بن شعيب ور و ف المسند وسنن أب داود من حديث عم ه عن جدها لعش , واضرب وهم علي ر , وف رق وا اهلل صلى اهلل عليه وسلم : "مر وا أب ناء كم بالصالة لسبع
ها والت فريق ن هم ف المضاجع" ففي هذا الديث ثالثة آداب أمرهم با وضرب هم علي ب ي ن هم ف المضاجع ب ي
Di dalam Musnad sunan Abu Dawud tentang hadits Amr bin Syuaib
dari ayahnya dari kakeknya. Rasulullah bersabda: perintahlah anak-
anakmu untuk melaksanakan sholat pada usia 10 tahun dan pisahlah
tempat tidur mereka. Di dalam hadits ini terdapat 3 (adab) tatakrama
dalam memerintah anak: 1. Memerintah mereka untuk sholat,
2. Memukul mereka bila membangkang, dan 3. Memisah tempat tidur
mereka.33
31
Abdullah Nasih Ulwan, Pendidikan Anak Dalam Islam. Tarbiyatul Awlad fii Al-Islam
Terj, oleh Jamaludin Miri (Jakarta: Pustaka Amani. 1994), Juz 2, h. 43. 32
Ibnu Qayyim, Op.cit. h.161 33
Ibid., 161
51
Tujuan mengajarkan anak untuk taat melaksanakan perintah Allah dan
menjauhi larangan-Nya sejak dini adalah agar anak ketika tumbuh besar telah
mengenal akan perintah-perintah Allah SWT, sehingga ia terbiasa untuk
melaksanakannya. Selain itu juga ia sudah mulai mengerti akan larangan Allah
sehingga ia dapat menjauhinya.
Dalam konteks ini bahwa tanggung jawab pendidikan keimanan anak usia
dini berada pada orang tuanya. Namun rata-rata orang tua sibuk pada pekerjaan
atau urusan mencari nafkah. Sehingga anak dibiarkan saja. Namun ada pula yang
menyerahkan pendidikan di PAUD atau TK. Hal ini disebabkan mereka kurang
memahami pentingnya anak usia dini dibekali agama. Mereka hanya tahu, ketika
anak disekolahkan atau diserahkan kepada guru agama atau guru ngaji, maka
urusan tanggung jawab orang tua menjadi selesai. Hal ini bertentangan dengan
konsep Ibnu Qayyim yang mengharuskan anak usia dini mendapatkan perhatian
penuh dari orang tua terutama pendidikan keimanan.
b. Tanggung Jawab Pendidikan Moral (Akhlak)
Pendidikan memiliki peran yang sangat besar dan pengaruh yang kuat
dalam pembinaan akhlak seorang anak. Karena pendidikan membuat anak untuk
terbiasa berperilaku baik, apabila terjadi perilaku yang kurang baik pada sikap dan
tingkahlaku anak itu dikarenakan lemahnya pendidikan akhlak yang seharusnya
diberikan pada awal masa kanak-kanak, dalam hal ini Ibnu Qayyim berkata:
ن ، م ه ر غ ص ف ب ر م ال ه د و ا ع م ع ا ش ن ي ه ن إ ، ف ه ق ل خ ر م أ ب اء ن ت ع اإل اج ي ت ح اال ة اي غ ل ف ط ال ه ي ل ا اج ت ا ي م و ى ف ال ت ه ب ك ف ه ي ل ع ب ع ص ي ، ف ع ش ج و ة د ح و ش ي ط ، و اه و ه ع م ة ف خ و ة ل ج ع و اج ل و ب ض غ ، و ر ح ال و ه ت ح ص ف ز ر ح الت ة اي ا غ ه ن م ز ر ت و ل ف ، ه ل ة خ اس ر ات ئ ي ه و ات ف ص ق ال خ اال ه ذ ه ف ر ي ص ت ، و ك ل ذ ا ه ي ل ع أ ش ن ت ال ة ي ب ر الت ل ب ق ن م ك ل ذ و م ه ق ال خ ا ة ف ر ح ن م اس الن ر ث ك ا د ا ت اذ ل ا، و ام م و ي د ب
Hal lain yang sangat dibutuhkan anak adalah pendidikan akhlak. Karena ia
akan tumbuh dengan perilaku yang sesuai dengan didikan pengasuhnya sejak
kecil. Jika akhlak mulia tidak ditanamkan pada anak sejak dini, maka akan sulit
mendapatkannya ketika dewasa. Akhlak tersebut akan menjadi sifat dan karakter
yang kuat tertanam di dalam dirinya. Oleh karena itu kita dapati kebanyakan
manusia akhlaknya menyimpang atau berubah karena pendidikan yang ia
dapatkan.34
34
Ibid., h. 172
52
Selain itu Ibnu Qayyim, juga menegaskan bahwa:
ه ن إ ، ف ء و الس ق ط ن م و ع د ب ال و ش اح و ف ال و اء ن غ ال و ل اط ب ال و و ه ل ال س ال : م ل ق ا ع ذ إ ب الص ب ن ت ي ن ا ب ي ب ك ال ف ه ت ق ار ف م ه ي ل ع ر س ، ع ه ع م س ب ق ل ا ع ذ إ
Seorang anak juga wajib dijauhkan dari hal-hal tak berguna atau sia-sia,
baik nyanyian, permainan-permainan, berbagai bid’ah, dan ucapan atau pikiran
yang buruk dan batil. Karena kalau semuanya itu sudah melekat, sulit untuk
dirubah atau dihilangkan ketika besar.35
Dalam hal ini Ibnu Qayyim pun menyimpulkan dengan berkata: “Bahwa
sumber kerusakan moral berasal dari empat hal; kebodohan, kedzaliman, syahwat
dan kemarahan. Sebab marah akan menimbulkan sikap sombong, dengki, hasud,
permusuhan, dan kehinaan”.36
Dari beberapa pendapat Ibnu Qayyim diatas, dapat difahami bahwa usia
kanak-kanak sangatlah peka terhadap hal-hal yang diperbuat oleh orang lain. Ia
senang meniru dan mencontoh apa saja yang didengar dan dilihatnya terutama apa
yang telah menjadi kebiasaan. Sedangkan akhlak sangat erat kaitannya dengan
kebiasaan dan perilaku keseharian, sehingga orang tua perlu bertindak ekstra hati-
hati untuk dapat mendidik sikap dan pergaulan dalam lingkungan anak usia dini.
Sebagaimana Imam Al-Ghozali pun pernah berkata bahwa: “anak-anak
adalah amanah bagi kedua orang tuanya, dan hatinya yang suci adalah permata
yang sangat mahal harganya. Karenanya, jika dibiasakan pada kebaikan dan
diajarkan kebaikan kepadanya, maka ia akan tumbuh pada kebaikan tersebut,
dan akan berbahagialah di dunia dan akhirat”. 37
Pembentukan keperibadian anak terjadi melalui seluruh pengalaman
hidupnya, dengan bantuan panca indra yang digunakannya untuk merekam segala
sesuatu yang ia temukan dalam hidupnya. Apabila yang diterima itu baik, indah
dan menyenangkan, maka akan menjadi pengalaman yang baik dan
menenteramkan batinya. Tetapi sebaliknya, apabila yang diterima itu tidak baik
dan tidak menyenangkan, maka jiwanya akan tegang dan menimbulkan
35
Ibid., h. 172 36
Al-Maghribi, Op.cit. h.171 37
Imam Ghozali, Adab Dalam Agama. Terj, Adabu Fii Diin Oleh A. M. Basalamah
(Jakarta: Gema Insani Press. 1992), h.22.
53
kecemasan. Semua pengalaman tersebut bersatu menjadi unsur-unsur yang
kemudian hari akan membentuk menjadi keperibadiannya. Untuk itu dalam
konteks ini Ibnu Qayyim mengingatkan kepada orang tua untuk menjauhkan dan
menghindarkan anak-anak dari hal-hal yang negatif yang secara langsung atau
tidak akan dapat mengganggu perkembangan keperibadiannya.
Dalam hal ini pendapat Ibnu Qayyim diperkuat oleh al-Hafidz Ibnu Hajar
Al-Asqalani ia mengatakan bahwa “dalam mendidik anak harus dengan sikap
lemah lembut dan penuh kasih sayang. Para orang tua jangan sampai bersikap
kasar, memarahi dan membentak anaknya yang masih kecil ketika ia sedang
menangis dan rewel, bahkan ketika bayi kencing sekalipun di atas tubuhnya,
hendaknya orang tua menyikapi semua itu dengan perasaan lemah lembut dan
penuh kasih sayang”.38
Dari pernyataan diatas jelas bahwa tanggung jawab serta peran orang tua
untuk dapat membimbing anak-anak kearah yang baik dan menjaganya dari hal-
hal yang buruk adalah suatu kewajiban yang harus dilaksanakan.
c. Tanggung Jawab Pendidikan Fisik
Diantara kewajiaban lain yang diberikan Islam kepada para pendidik
termasuk orang tua adalah tanggung jawab pendidikan fisik. Pandangan Ibnu
Qayyim pada tanggung jawab ini menitik-beratkan pada perlunya memperhatikan
aspek kesehatan pada anak, yang pada gilirannya diyakini akan berimplikasi pada
upaya memaksimalkan aktifitas fisik anak dalam membangaun kompetensinya.
Beliau memandang layanan pendidikan anak usia dini dapat mencakup pelayanan
kesehatan dan latihan ketangkasan serta kekuatan fisik. Hal ini dimaksudkan agar
daya kreatifitas anak dapat tumbuh dan berkembang dengan baik.
Sebagaimana Ibnu Qayyim berkata:
ت و ف ت ي ، ه ت ال ض ف ال ه ذ ه ف ة ار س ال ن إ ، ف ام ن ل ا ة ط ال م ، و ام ن م ال ، و م ال ك ال ، و ام ع الط ل و ض ف ه ب ن ي و ه ت ر خ آو اه ي ن د ر ي خ د ب ع ى ال ل ع
Jangan dibiasakan makan, berbicara, tidur, dan bergaul secara berlebihan
atau seenaknya, karena akan mendatangkan kerugian dunia akhirat.39
38
Abdul Mun’im Ibrahim, Mendidik Anak Perempuan. (Jakarta: Gema Insani Press.
2005), cet.1, h. 77. 39
Ibid., h. 173
54
Dalam hal ini Ibnu Qayyim berkata: “Hendaknya anak dijauhkan dari
berlebihan dalam makanan, berbicara, tidur, dan berbaur dalam perbuatan dosa,
sebab kerugian akan didapat dari hal-hal itu dan menjadi penyebab hilangnya
kebaikan dunia dan akhirat. Anak harus dijauhkan dari bahaya syahwat perut
dan kemaluan, sebab jika anak sudah dipengaruhi oleh kotoran syahwat maka
akan rusak dan hancur. Berapa banyak anak menjadi rusak akibat teledornya
orang tua dalam mendidik dan membina anak-anaknya, bahkan orang tua
membantu mereka terjerat dalam syahwat dengan anggapan hal itu sebagai
ungkapan perhatian dan rasa kasih sayang kepada anak padahal sejatinya telah
menghinakan dan membinasakan anak sehingga orang tua tidak mengambil
manfaat dan keuntungan dari anak baik di dunia dan akhirat. Apabila engkau
perhatikan dengan seksama maka kebanyakan anak rusak berpangkal dari
orang tua”.40
Anak harus dihindarkan dari cara mengkonsumsi makanan dan minuman
yang berlebihan, hal itu demi menjaga terbentuknya pencernaan yang baik dan
teratur. Karena sehatnya badan itu tergantung pada teraturnya pencernaan yang
baik. Dengan tidak terlalu banyak mengonsumsi makanan dan minuman akan
mengurangi penyakit, karena tubuh tidak dapat timbunan dari sisa-sisa makanan.
Begitu juga tidur, anak harus diajarkan banyak beraktifitas dan jangan banyak
tidur karena nantinya anak akan menjadi malas dan manja, selain itu juga banyak
tidur menyebabkan hati menjadi keras.
Jika para orang tua menerapkan berbagai petunjuk dan ajaran-ajaran
kesehatan kepada anak-anak, maka anak akan tumbuh dengan badan yang sehat
dan kuat bergairah serta penuh semangat. Sehingga nantinya akan menjadi
mu’min yang sehat lagi kuat dan disukai Allah. Sebagaimana sabda Rasul yang
mengatakan bahwa:
)رواه مسلم( و ف كل خي ؤمن الضعيف أحب إل اهلل من ال م ؤمن القوي خي ر و امل
“Orang Mu’min yang kuat adalah lebih baik dan disukai oleh Allah dari pada
orang mu’min yang lemah dalam segalanya ia lebih baik” (H.R. Muslim)
Pengertian kuat pada hadits di atas adalah dalam segala hal (yang positif)
baik dalam bidang duniawiyah maupun ukhrowiyah, termasuk juga kuat dalam hal
jasmaniyah. Agar jasmani kuat maka salah satunya adalah dengan berolah raga.
Ada banyak jenis olah raga yang dianjurkan oleh Rasulullah, misalnya: berenang,
40
Al-Maghribi, Op.cit. h. 205
55
memanah dan naik kuda. Dalam hal berolah raga tentunya banyak cara yang
dilakukan asalkan bermanfaat, sesuai kemampuan dan sesuai dengan syariat
Islam.41
Beberapa penelitian menunjukan bahwa sinar matahari di waktu pagi
mengandung semua vitamin dan bahan-bahan yang sangat diperlukan untuk
kesehatan tubuh, kecepatan pertumbuhan, perlindungan dari penyakit, dan
penyembuhan bagi beberapa penyakit.42
Untuk itu orang tua harus memperhatikan pertumbuhan dan perkembangan
anak usia dini dengan selalu melatih motorik halus dan kasarnya. Selain itu orang
tua juga haruslah memperhatikan kesehatannya, supaya mereka menjadi anak
yang tidak mudah terkena penyakit.
d. Tanggung Jawab Pendidikan Sosial
Yang dimaksud dengan pendidikan sosial adalah mendidik anak sejak kecil
agar menjalankan perilaku sosial dan dasar-dasar kejiwaan yang mulia yang
bersumber pada akidah Islamiyah yang kekal dan kesadaran iman yang
mendalam. Hal itu dimaksudkan agar ditengah-tengah masyarakat nanti mampu
bergaul dan berperilaku sosial, memiliki keseimbangan yang matang dan tindakan
yang bijaksana.
Salah satu pendapat Ibnu Qayyim dalam hal ini adalah:
ن إ ، ف ل غ لش ل ه ن د ب و ه س ف ن م ا ي ب ال إ ه ي ر ي ال ا و ه اد د ض أ ب ه ذ خ أ ي ل ، ب ة اح الر ، و ة ل اط ب ال ، و ل س ك ال ه ب ن ي و ا ف م إ ا و ي ن الد ا ف م ، إ ة د ي ح ب اق و ع ب ع ت ال و د ج ل ل ، و م د ن ة ب غ م و ء و س ب اق و ع ة ل اط ب ال و ل س ك ال ام ه ي ا ف م إ و ب ق ع ال
Anak harus dilatih untuk rajin, tidak malas, nganggur, banyak santai dan
manja. Anak tidak dididik kecuali untuk rajin kerja dan peduli. Sifat malas dan
banyak leha-leha berdampak buruk dan mendatangkan penyesalan dikemudian
hari, sebaliknya kerja dan tekun serta peduli akan mendatangkan pujian baik di
dunia maupun di alam baqo (akhirat).43
41
Heri Jauhari Muchatar, “Fikih Pendidikan”. (Bandung: PT Remaja Rosdakarya. 2005),
cet.1, h. 104. 42
Muhammad Sa’id Mursi, Melahirkan Anak Masya Allah. Terj, Fan Tarbiyah al-Awlad
fi al-Islam, Oleh Ali Yahya (Jakarta: Cendekia Sentra Muslim. 2001), h. 19. 43
Ibid., h. 172
56
Sebagai pendidik khususnya orang tua hendaknya jangan mengajarkan
kepada anak sesuatu hal yang kurang berenergik atau malas-malasan. Tetapi
ajarkanlah sesuatu kegiatan atau aktivitas yang bisa membangun mental anak dan
memberikan imajinasi pada diri anak untuk mengembangkan kreativitasnya.
Karena nanti ketika dewasa ia akan terbiasa bekerja keras sehingga jauh dari
penganguran. Selain itu juga anak harus dilatih untuk peduli terhadap sesama,
kkususya kepada orang-orang yang tidak mampu dan membutuhkan bantuan.
Anak juga harus dilatih agar peduli dengan lingkungan sekitarnya seperti menjaga
kebersihan dengan membuang sampah pada tempatnya, menjaga dan melestarikan
tanaman, serta ajarkanlah anak untuk sayang kepada binatang dan makhluk hidup
lainnya. Hal seperti ini merupakan indikasi dari pendidikan sosial yang baik,
sebagaimana yang telah dikonsepkan Ibnu Qayyim sebelumnya di atas.
e. Tanggung Jawab Pendidikan Intelektual
Sejak anak dilahirkan Islam telah memerintahkan kepada para pendidik
untuk mengajarkan dasar-dasar kesehatan jiwa yang memungkinkan ia dapat
menjadi seorang manusia yang berakal, berpikir sehat, bertindak penuh
pertimbangan dan berkemauan tinggi. Oleh karena itu Ibnu Qayyim memandang
pentingnya memperhatikan pembinaan dan pemeliharaan daya intelektual anak
pada usia dini.
Sebagaimana Ibnu Qayyim berkata:
ه ل ق و ل م ه ن أ م ل ع ي ا، ف ه ن م ه ل أ ي ه م و ال م ع ال ن م ه ل د ع ت س م و ا ه م و ب الص ال ح د م ت ع ي ن أ ي غ ب ن ا ي م و ه ي ف ح ل ف ي ل ه ل د ع ت س م و ا ه م ي ى غ ل ع ل ح ن إ ه ن إ ا، ف ع ر ش ه ي نا ف و ذ أ م ان ا ك م ه ي ى غ ل ع ه ل م ي ال ف ات م ال ع ن م ه ذ ه يا، ف اع و ظ ف ال د ي ج اك ر د اإل ح ي ح ص م ه ف ال ن س ح ه آا ر ذ إ ، ف ه ل أ ي ه م و ا ه م ه ات ف و آه ر ن إ ، و ه ع م و ك ز يو ر ق ت س ي و ه ي ف ن ك م ت ي ه ن إ يا، ف ال خ ام اد م ه ب ل ق ح و ل ف ه ش ق ن ي ، ل م ل ع م ال ه ؤ ي ه ت و ه ل و ب ق ه ن إ ، و ح م الر ب ب ع الل و ي م الر و ب و ك الر ن ا م ه اب ب س أ ، و ة ي س و ر ف ل ل د ع ت س م و ه و ه ج و ل ك ن م ك ل اذ ف ال ب ي م ل س م ل ل و ه ل ع ف ن أ ه ن إ ا ف ه ي ل ع ن ر م الت و ة ي س و ر ف ال اب ب س أ ن م ه ن ك ، م ه ل ق ل ي ل و م ل ع ال ف ه ل اذ ف ن ال
Anjuran untuk mempersiapkan keadaan anak untuk melakukan banyak
tugas dan pekerjaan sehingga tumbuh kesadaran bahwa ia diciptakan untuk itu,
maka selama suatu pekerjaan diperbolehkan oleh syariat, sebaiknya tidak
diberikan kepada yang lain. Sebab jika tugas itu diberikan kepada yang lain
padahal si anak sudah siap atau mampu melakukannya, maka akan hilang
57
kesempatan melakukan yang ia mampu. Jika orang tua melihat anaknya bagus
dalam hal pemahaman dan hafalannya, itu bertanda ia sudah siap untuk
menerima ilmu, hal itu diupayakan agar mantap dan tertanam di hati. Bila
didapati selain itu dan ia mempunyai kesiapan atau bakat naik kuda (ahli dalam
peperangan) seperti memanah dan sejenisnya selain naik kuda, maka orang tua
harus memotivasi dan mengembangkannya karena hal itu bermanfaat baginya
dan orang-orang muslim lainnya.44
Melihat pernyataan Ibnu Qayyim di atas bahwa peran orang tua sangatlah
penting dalam upaya mengembangkan bakat dan kreativitas anak dengan cara
membiasakan untuk diberikan aktivitas yang dapat merangsang perkembangan
otaknya dan mengisinya dengan berbagai kesibukan berupa aktivitas-aktivitas
positif sesuai dengan tingkat usianya. Dalam memberikan pendidikan intelektual,
seharusnya orang tua bisa melatih anak-anaknya dengan diberikan kepada anak-
anak sesuatu yang dapat merangsang perkembangan otaknya, walaupun ada juga
orang tua yang menitipkan anaknya di PAUD atau TK, tapi hanya sebatas di
sekolah saja anak mendapatkan pendidikan intelektualnya, Padahal seharusnya
anak mendapatkan pendidikan intelektual tidak harus di sekolah saja, melainkan
di rumah orang tua harus mampu mendidik dan mengajarkan anak-anaknya agar
bisa melatih kecerdasan otaknya, sehingga ketika menjelang pendidikan sekolah
dasar, anak sudah mampu menerima pelajaran dengan baik, dengan demikian
anak akan tubuh menjadi cerdas dan semangat untuk selalu belajar. Ibnu Qayyim
memberikan gambaran bahwa pendidikan intelektual menjadi tanggung jawab
orang tua dikarenakan dengan memberikan pendidikan intelektual kepada anak,
orang tua akan bisa melihat kecerdasan dan kemampuan anak dalam berpikir dan
beraktifitas, sehingga orang tua bisa selalu memotivasi anak untuk terus
mengembangkan bakat dan kemampuannya, agar kelak anak tersebut dapat
membahagiakan orang tuanya dan bermanfaat bagi orang-orang disekitarnya.
Untuk itu bagi Ibnu Qayyim pendidikan intelektual sangatlah penting bagi anak
usia dini, supaya mereka nantinya mampu berpikir kritis dan mempunyai landasan
ilmu serta berguna di masyarakat.
44
Ibid. h. 174
58
4. Aspek-Aspek Yang Mempengaruhi Perkembangan Pendidikan Anak Usia
Dini Menurut Ibnu Qayyim Al-Jauziyah
a. Faktor Hereditas (keturunan)
Dalam pendapatnya Ibnu Qayyim mengatakan bahwa:
اه ب ت اش ه ي ف ض ر ع ي ال ق ق م ر م أ م ال ن م د ل و ال ن و ك ن ل ك ل ذ ف م ال ن و د ب ال ه ب ش ل ف ائ ق ال ار ب ت ع ا اب ح ص أ د ن ع ن ي و ب أ ب ق ح ل ا ي ذ ل و اء ب ى اآل و ع د ف ة اف لق ا ل إ اج ت ا ي ن إ ا و ه ه ب ش ي ل و ا أ ه ه ب ش أ اء و س ة اف الق ىر أ ان و ب أ اه ع د ا ا ذ إ ف ي م أ ب ق ح ل ي ال و ث ي د ال اء ه ق ف ر ث ك أ و اهلل ل و س ر
Berkanaan dengan pencarian jejak dan penyelidikan, maka untuk
mengetahui bapak si anak, bukan ibunya, karena kalau ibu sudah jelas, yakni
yang melahirkannya. Sekalipun si anak tidak mirip ibu tersebut. Oleh karena itu
menurut para sahabat dan mayoritas ahli hadits, si anak harus dikaitkan kepada
salah seorang dari dua orang pria untuk memastikan bapaknya yang sebenarnya.
Ia harus dinasabkan kepada yang lebih mirip dengannya. Bila seorang anak
diklaim oleh dua orang wanita sebagai anaknya, maka harus dinasabkan kepada
yang lebih menyerupai dengannya.45
Dari penjelasan diatas dapat difahami bahwa faktor kecenderungan untuk
pertumbuhan dan perkembangan anak pada usia dini dipengaruhi oleh hereditas
(keturunan). Seperti kecenderungan untuk berjalan tegak, kecenderungan
bertambah besar, dan kecenderungan untuk menjadi orang lincah, pendiam,
pemarah, dan sebagainya. Oleh karena itu, Ibnu Qayyim menginginkan adanya
persiapan pra nikah, baik pemilihan jodoh yang dilihat dari agama, harta, nasab
dan kecantikan. Hal ini menunjukan bahwa faktor keturunan mempengaruhi
perkembangan anak usia dini. Meskipun ada pula keturunan tidak mempengaruhi
perkembangan anak, namun itu hanya sedikit saja. Tetapi ada beberapa orang tua
yang berasal dari keturunan yang dianggap tidak baik secara agama, namun
anaknya berbeda dengan sifat dan perilaku orang tuanya. Karena ada faktor lain
yang mempengaruhi anak tersebut. Salah satunya yakni lingkungan tempat anak
tersebut tinggal adalah daerah yang tingkat reigiusnya tinggi. Sehingga anak-anak
diberi pendidikan TPA. Komunitas itulah yang membuat anak itu berkembang
menjadi baik.
45
Ibid. h. 201
59
b. Faktor Lingkungan
Faktor dalam pertumbuhan dan perkembangan pendidikan anak usia dini,
yang selanjutnya adalah lingkungan. Dalam pandangan Ibnu Qayyim pola pikir
seseorang dapat terbentuk dari sebuah proses interaksi dengan lingkungan sekitar
sehingga kesan-kesan positif maupun negatif yang didapat oleh anak dari
lingkungan sekitar secara otomastis dapat mempengaruhi pertumbuhan dan
perkembangan pendidikannya.
Untuk itu Ibnu Qayyim berkata:
، ء و الس ق ط ن م و ع د ب ال و ش خ الف اع س و اء ن الغ و ل اط ب ال و و ه الل س ال : م ل ق ع ذا إ ب الص ب ن ت ي ن ا ب ي .ه ن م ه اذ ق ن ت اس ه ي ل ى و ل ع ز ع ، و ب ك ال ف ه ت ق ار ف م ه ي ل ع ر س ، ع ه ع م س ب ق ل ا ع ذ إ ه ن إ ف
Seorang anak juga wajib dijauhkan dari hal-hal tak berguna atau sia-sia,
baik nyanyian, permainan-permainan, berbagai bid’ah, dan ucapan atau pikiran
yang buruk dan batil. Karena kalau semuanya itu sudah melekat, sulit untuk
dirubah atau dihilangkan setelah besar, dan orang tua harus berupaya sekuat
tenaga menghindarkan anak darinya.46
Dari beberapa pendapat Ibnu Qayyim tersebut di atas, jelaslah bahwa anak-
anak adalah sosok yang harus diakui eksistensinya sebagai obyek dan subyek
pendidikan. Dengan demikian, ia harus mendapatkan pendidikan yang baik
dengan cara mengarahkan, membimbing dan menumbuh-kembangkan potensi-
potensi positif yang dimilikinya untuk persiapan di kehidupannya yang akan
datang.
Hal ini selaras dengan pendapat sejumlah ahli pendidikan seperti John
Lucke bahwa lingkungan sangat berpengaruh terhadap perkembangan anak. Bila
lingkungan disekitar mereka tidak baik, tentu akan berpengaruh terhadap
kepribadian. Hal ini dikarenakan anak-anak cenderung meniru setiap tingkahlaku
yang ada disekitarnya. Apalagi jika, terus dibiarkan maka akan menjadi doktrin
yang membentuk kepribadian. Hal ini akan sulit bila sudah membentuk
kepribadian di dalam jiwa anak. Oleh karena itu, Ibnu Qayyim mementingkan
faktor lingkungan sebagai bahan pertimbangan pembentukan pendidikan anak
usia dini. Agar orang tua berhati-hati dalam menempatkan anaknya dilingkungan
tempat ia tinggal dan bergaul.
46
Ibid. h. 172
60
5. Relevansi Pendidikan Anak Usia Dini Menurut Ibnu Qayyim Al-
Jauziyyah Dengan Pendidikan Islam
Dari penjelasan sebelumnya bahwa konsep pendidikan anak usia dini
memiliki berbagai macam tanggung jawab pendidikan yang diberikan orang tua
kepada anak-anaknya. Tanggung jawab tersebut meliputi tanggung jawab
pendidikan iman, moral, sosial, fisik dan intelektual. Dari tanggung jawab
pendidikan anak usia dini tersebut dipengaruhi juga dari faktor hereditas dan
lingkkungan.
Berkaitan dengan pernyaan Ibnu Qayyim tersebut, bahwa setiap anak yang
lahir sudah membawa kemampuan-kemampuan yang disebutnya dengan
pembawaan sejak lahir. Karena manusia secara fitrah memiliki kekuatan potensial
untuk tumbuh secara bertahap dan berangsur-angsur sampai ketingkat
kesempurnaannya secara maksimal dan mengarahkannya untuk mencapai tujuan
penciptanya. Akan tetapi anak tersebut masilah lemah sehingga perlu bantuan
orang tua untuk mengembangkan potensi-potensi tersebut dari ke lima aspek
tanggung jawab pendidikan anak (iman, moral, fisik, sosial dan jiwa intelektual).
Yang ke lima hal tersebut haruslah bagi anak disesuaikan dengan lingkungannya
karena untuk memenuhi kebutuhan dan pengembangan kreativitas anak pada usia
dini. Sebab, anak walaupun dasar potensi yang dimilikinya sangatlah bagus, akan
tetapi jika masih belum waktu usia matang kemampuan tersebut maka akan rusak.
Oleh karena itu orang tua perlu memberikan kesiapan dan kematangan pada anak
tersebut dengan memberikan lima aspek pendidikan yang dikonsepkan Ibnu
Qayyim Al-Jauziyyah.
Dalam hal ini Ibnu Qayyim berkata:
ها، ف ي علم أنه ملوق له وما ي نبغي أن ي عتمد حال الصب وما هو مستعد له من العمال ومهيأ ل ه من فال يمله على غيه ما كان مأذونا فيه شرعا
Anjuran untuk mempersiapkan keadaan anak untuk melakukan banyak
tugas dan pekerjaan sehingga tumbuh kesadaran bahwa ia diciptakan untuk itu,
maka selama suatu pekerjaan diperbolehkan oleh syariat.47
47
Ibid. h. 174
61
Jika seorang anak sudah tumbuh matang dalam segi potensi dan bakat
yang dimilikinya serta mendukungnya faktor lingkungan dan bawaan yang
dibelaki oleh orang tua mereka. maka proses pendidikan akan bisa berjalan
maksimal dan sesuai tujuan pendidikan itu sendiri. Sehingga seorang guru pun
akan lebih mudah melaksanakan kinerja pendidikan Islam secara optimal di masa
depan dengan memiliki bawaan yang sehat dari orang tuanya serta interaksi
lingkungan yang mendukung anak.
62
BAB V
PENUTUP
A. Kesimpulan
Berdasarkan uraian hasil penelitian dan analisis yang peneliti kemukakan,
maka peneliti mengambil kesimpulan sebagai berikut:
1. Pendidikan anak usia dini menurut Ibnu Qayyim Al-Jauziyah dalam kitab
Tuhfatul Maudud Bi Ahkamil Maulud merupakan konsep pendidikan anak
usia dini yang diterapkan kepada anak usia sebelum umur tujuh tahun. Di
mana karakteristik pendidikan ini menurut Ibnu Qayyim Al-Jauziyyah
merupakan pondasi awal bagi perkembangan pendidikan anak selanjutnya.
Dalam hal ini Ibnu Qayyim membagi karakteristik pendidikan anak usia
dini itu menjadi dua masa yaitu: a) Masa Menyusui usia 0-2 tahun dengan
memberikan perhatian pada anak melalui stimulus atau rangsangan individu,
baik itu nama, suasana agamis dan pengasuhan seperti mentahnik,
mengakikah dan mengkhitan. b) Masa Batuta pada usia 3-6 tahun adalah
perhatian orang tua dalam mendidik anaknya meliputi 5 aspek tanggung
jawab yaitu: tanggung jawab pendidikan iman, akhlak, sosial, fisik dan
intelektual.
2. Aspek-aspek yang mempengaruhi perkembangan pendidikan anak usia dini
menurut Ibnu Qayyim Al-Jauziyyah adalah dipengaruhi oleh dua faktor
yaitu: a) Faktor Hereditas (keturunan), dimana anak akan menyerupai orang
tuanya baik itu sifatnya maupun kelakuannya. Karena hal tersebut
63
dipengaruhi oleh gen dari orang tuanya tersebut. b) Faktor Lingkungan,
lingkungan yang baik, ramah, dan agamis akan menjadikan anak baik,
ramah, dan agamis. Tetapi sebaliknya, lingkungan yang buruk, kotor, dan
kriminal akan membuat anak menjadi berutal, jorok, dan susah diatur.
3. Relevanasi konsep pendidikan anak usia dini dengan pendidikan Islam yaitu
bahwa hubungan antara anak usia dini terhadap pendidikan Islam sangatlah
dipengaruhi oleh keturunan dan lingkungan, yang dalam prosesnya
sangatlah ditentukan oleh faktor orang tua dalam mengasuh dan
mendidiknya dari segi tanggung jawab pendidikan yang meliputi:
pendidikan iman, akhlak, fisik, sosial, dan intelektual. Sehingga ke
depannya anak akan tumbuh dengan berlandaskan agama sebagai pedoman
hidupnya.
B. Implikasi
Dari kesimpulan di atas, maka dapat berimplikasi sebagai berikut:
1. Anak usia di bawah tujuh tahun akan lebih terarah dan terbimbing dengan
baik, jika dibimbing sesuai dengan tuntunan Rasulullah Saw yang
dikonsepkan oleh Ibnu Qayyim Al-Jauziyah.
2. Jika konsep Ibnu Qayyim tentang pendidikan anak usia dini belum
sepenuhnya terimplemantasi dengan baik maka akan berimplikasi bagi
anak, anak akan kurang siap dan lemah dalam mengembangkan bakat dan
potensinya.
3. Selain itu anak tidak mendapat bekal pendidikan yang maksimal untuk siap
belajar di sekolah dasar.
4. Anak akan mencontoh segala aktivitas yang ia lihat dan dengar yang
dilakukan orang tuanya maupun masyarakat (lingkungannya) baik itu
perkataan maupun perbuatan, baik ataupun buruk.
64
C. Saran
1. Para orang tua hendaknya segera mengambil langkah untuk secara cermat
melakukan peran dan tugasnya sebagai guru yang pertama dan utama.
2. Pemerintahan baik pusat maupun daerah dari tingkat tinggi sampai tingkat
rendah dihimbau untuk turut mendukung dalam upaya menanamkan
pendidikan agama pada anak usia dini dengan menyediakan perangkat,
sarana maupun pra sarana yang memadai.
3. Semua pihak yang memiliki pengaruh dalam menanamkan pendidikan
agama pada anak usia dini hendaknya bersinergi dan berkerja sama dalam
membimbing dan mengarahkan serta mengembangkan potensi-potensi yang
ada di dalam diri anak.
4. Pemerhati pendidikan khususnya pendidikan agama Islam dapat melakukan
penelitian lanjutan, karena penelitian yang dilakukan saat ini masih jauh dari
kesempurnaan.
65
DAFTAR PUSTAKA
Al-Abrasyi, Muhammad Athiyah. Beberapa Pemikiran Pendidikan Islam,
Yogyakarta: Titian Ilahi Press. 1996
‘Ali Quthb, Muhammad. Sang Anak Dalam Naungan Pendidikan Islam,
Terj. Auladuna Fii Dhau-it Tarbiyyatil Islamiyyah. oleh Bahrun Abu Bakar Ihsan,
Bandung: CV. Diponegoro. 1993
An Nahlawi, Abdurrahman.Pendidikan Islam di Rumah, Sekolah dan
Masyarakat, Jakarta: Gema Insani Press. 1995
Ayu, Ningsih Diah.Psikologi Perkembangan Anak, Yogyakarta: Pustaka
Larasati. 2000
Chugani, Shoba Dewey. Anak yang cerdas, Anak yang bermain, Jakarta:
PT Gramedia Pustaka Utama. 2009
Citrobroto, Suahartin. Serba-Serbi Pendidikan, Jakarta: Bhratara Karya.
1983
Dahlan, Abdul Aziz. Kajian Islam Ilmu-ilmu Keislaman”, diterbitkan oleh
Tim Pengembangan Jurnal Ilmiah IAIN Imam Bonjol Padang, Padang: Kajian
Islam. 2001
Darajat, Zakiah. Ilmu Pendidikan Islam, Jakarta Bumi Aksara, 1996
Farid, Ahmad. 60 Biografi Ulama Salaf, Terj. Min A’lam As-Salam oleh
Masturi Irham dan Asmu’i Taman, Jakarta: Pustaka Al-Kausar, 2006
Ghozali, Imam. Adab Dalam Agama. Terj, Adabu Fii Din Oleh A. M.
Basalamah, Jakarta: Gema Insani Press. 1992
Hasan,Maimunah.PAUD (Pendidikan Anak Usia Dini), Jogjakarta: DIVA
Press. 2011
Hasbullah, Dasar-dasar Ilmu Pendidikan, Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada.
2006
66
Ibnu Kasir, al Imam.Tafsir Al-Qur’an al-‘Azim, Terj Tafsir Ibnu Kasir juz
28 oleh Bahrum Abu Bakar, Bandung: Sinar Baru Algesindo, 2003.
________________, Tafsir Al-Qur’an al-‘Azim, Terj Tafsir Ibnu Kasir juz
11 oleh Bahrum Abu Bakar, Bandung: Sinar Baru Algesindo, 2003.
________________, Tafsir Al-Qur’an al-‘Azim, Terj Tafsir Ibnu Kasir juz
8 oleh Bahrum Abu Bakar, Bandung: Sinar Baru Algesindo, 2003.
Ibrahim, Abdul Mun’im. Pendidikan Anak Perempuan, Jakarta: Gema
Insani Press. 2005
Al-Jamal, M. Hasan. Biografi 10 Imam Besar, Terj. Hayat al-immah oleh
M. Khaled Muslih dan Imam Awaludin, Jakarta: Pustaka Al-Kausar, 2005
Al-Jauziyah, Ibnu Qayyim. Tuntunan Rasulullah dalam Mengasuh Anak,
Terj.Tuhfatul Maulud bi Ahkâmil Maulûd. oleh Nabhani Idris, Jakarta: studia
press, 2009
Al-Jauziyah, Abu Bakar, dkk.Hanya Untuk mu Anakmu : Panduan
Lengkap Pendidikan Anak Sejak Dalam Kandungan Hingga Dewasa, Pustaka
Imam Asy-Syafi’i, 2010
Hafizh, Muhammad Nur Abdul. Mendidik Anak Bersama Rasulullah. Terj.
Manhaj Al-Tarbiyyah Al-Nabawiyyah Li Al-Thifl, oleh Kuswandani, Sugiri, dan Son
Haji, Bandung: Al-Bayan [Kelompok Penerbit Mizan], 1997
Khalid, Najib Al ‘Amir. Tarbiyah Rasulullah, Terj, Min Asaalibir-Rasul
Saw Oleh Ibnu Muhammad Fakhrudin Syam, Jakarta: Gema Insani Press. 1994
Mahmud Yunus.Metodik Khusus Pendidikan Agama, Padang: Hidakarya
Agung. 1983
Al-Maghribi,Begini Seharusnya Mendidik Anak; Panduan mendidik anak
sejak masa kandungan hingga dewasa, Terj. Kaifa Turabbi Waladan Shahihan,
oleh Zaenal Abidin, Murajaah, Ahmad Amin Sjihab,Jakarta: Darul Haq, 2004
Al-Mawardi, Adab al-Dunya wa al-Din, ttp: Dâr al-Fikr, 1992
67
Mursi, Syaikh Muhammad Said. Seni Mendidik Anak 2, Terj, Fan
Tarbiyah Al-Aulad fii Al-Islam, Oleh Muhammad Muchson Anasy, Jakarta:
Pustaka Al-Kautsar, 2006
Mursi, Muhammad Sa’id. Melahirkan Anak Masya Allah. Terj, Fan
Tarbiyah al-Awlad fi al-Islam, Oleh Ali Yahya, Jakarta: Cendekia Sentra Muslim.
2001
M. H. Wauran.Pendidikan Anak Sebelum Sekolah, Bandung: Indonesia
Publishing House. 1982
Moeleong, Lexy. Metodologi Penelitian Kualitatif, Bandung: Remaja
Rosdakarya, 2004
Najati, Muhammad Utsman.Jiwa Dalam Pandangan Para Filosof
Muslim,Terj Ad-Dirasat an-Nafsaniyyah ‘inda al-‘Ulama al-Muslimin, oleh Gazi
Saloom Bandung: Pustaka Hidayah, 2002
Narbuko, Cholid dan Abu Achmadi.Metodologi Penelitian, Jakarta: Bumi
Aksara, 2004
Nizar, Syamsul. Pengantar Dasar-dasar Pemikiran Pendidikan Islam,
Jakarta: Pustaka Antara, 1978
Paimun.Bimbingan Konseling, Ciputat: UIN Syarif Hidayatullah. 2008
Santoso,Mudji Hakekat. Peranan, dan Jenis-jenis Penelitian Pada
Pembangunan Lima Tahun Ke VI, Penelitian Kulitatif Dalam Ilmu-Ilmu Sosial
Dan Keagamaan, Malang: Kalimasahada, 1996
Subagyo, P. Jokon. Metode Penelitian; Dalam Teori dan Praktek, Jakarta:
Rineka Cipta, 2004
Sudjana,Nana.Evaluasi Nilai Belajar, Jakarta: Media Pratama Grup, 2009
Susanto.Pemikiran Pendidikan Islam, Jakarta: Amzah, 2009
68
Suwaid, Muhammad Ibnu Abdul Hafidh. Cara Nabi Mendidik Anak, Terj.
Manhaj Tarbiyah Nabawiyah Lith Thifli. oleh Hamim ThobariJakarta: Al-I’stihom
Cahaya Umat-, 2004
Team Didaktik Metodik Kurikulum IKIP Surabaya.Pengantar Didaktik
Metodik Kurikulum PBM, Jakarta: PT RajaGrafindo Persada, 1995
Tim Penyusun Kamus Pusat Pembinaan dan Pengembangan Bahasa
Departemen Pendidikan dan Kebudayaan.Kamus Besar Bahasa Indonesia,
Jakarta: Balai Pustaka, 1994
Tim Redaksi Fokusmedia.UUD SISDIKNAS, Bandung: Fokusmedia, 2003
Yamin, Martinis dan Jamilah Sanan.Panduan Pendidikan Anak Usia Dini,
Jakarta: Gaung Persada Press. 2010
Uhbiyati, Nur. Ilmu Pendidikan Islam, Bandung: CV Pustaka Insani, 1999
Ulwan, Abdullah Nashih.Tarbiyatul Awlad fii Al-Islam. Pedoman
Pendidikan Anak dalam Islam, Semarang: Asy-Syifa. 1981
Yus, Anita.Model Pendidikan Anak Usia Dini, Jakarta: Kencana. 2011
Zuhairini. Filsafat Pendidikan Islam Jakarta: Bumi Aksara, 2008