kel 8 - dbd
DESCRIPTION
dbd lalaaTRANSCRIPT
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Definisi
Penyakit Demam Berdarah Dengue (DBD) {bahasa medisnya disebut Dengue
Hemorrhagic Fever (DHF)} adalah penyakit yang disebabkan oleh virus dengue yang
ditularkan melalui gigitan nyamuk Aedes aegypti dan Aedes albopictus, yang mana
menyebabkan gangguan pada pembuluh darah kapiler dan pada sistem pembekuan darah,
sehingga mengakibatkan perdarahan-perdarahan.
Penyakit demam berdarah dengue mengenai seseorang melalui gigitan nyamuk Aedes
aegypti. Nyamuk yang menularkan penyakit adalah nyamuk betina dewasa. Nyamuk betina
memerlukan darah manusia atau binatang untuk hidup dan berkembang biak. Apabila di
sekitar tempat bersarang nyamuk tersebut dijumpai seseorang yang sedang sakit demam
berdarah penyakit demam berdarah dengue ringan atau berat. Bila daya tahan tubuh baik
dan virus tidak ganas, maka derajat penyakit tidak berat. Sebaliknya apabila daya tahan
tubuh rendah seperti pada anak-anak, penyakit infeksi dengue ini dapat menjadi berat
bahkan dapat mematikan.
2.2 Etiologi
Penyakit DBD disebabkan oleh virus dengue dengan tipe DEN 1. DEN 2, DEN 3, dan
DEN 4. Virus tersebut termasuk dalam group arthropod borne viruses (arboviruses).
Keempat tipe virus tersebut telah ditemukan di berbagai daerah di Indonesia antara lain
Jakarta dan Jogjakarta. Virus yang banyak berkembang di masyarakat adalah virus dengue
dengan tipe 1 dan 3
2.3 Manifestasi Klinis
1. Demam tinggi yang mendadak 2 - 7 hari (39 - 40°C)
2. Uji tourniquet positif puspura pendarahan, konjungtiva, epitaksis, melena, dan sebagainya
3. Hepatomegali
4. Syok, tekanan nadi menurun
5. Trombositopeni pada hari ke 3 - 7 terjadi penurunan trombosit sampai 100.000/mm3
6. Hemokonsentrasi , meningkatnya nilai hematokrit
7. Anoreksia, lemah, mual, muntah, sakit perut, diare, kejang, dan sakit kepala
8. Pendarahan pada hidung dan gusi
9. Rasa sakit pada otot dan persendian, timbul bintik-bintik merah pada kulit akibat
pecahnya pembuluh darah
2.4 Penularan
Penularan DBD terjadi melalui gigitan nyamuk aedes aegypti betina yang sebelumnya
telah membawa virus dalam tubuhnya dari penderita DHF lain. Nyamuk aedes aegypti
berasala dari Brazil dan Etiopia dan sering menggigit manusia pada waktu pagi dan siang
hari. Orang yang beresiko terkena DBD adalah anak-anak yang berusia di bawah 15 tahun
dan sebagian besar tinggal di lingkungan lembab, serta pinggiran kumuh. Penyakit DBD
sering terjadi di daerah tropis dan muncul pada musim penghujan . virus ini kemungkinan
muncul akibat pengaruh musim serta perilaku manusia.
2.5 Pencegahan
Pencegahan penyakit DBD dilakukan melalui pengendalian vektornya. Beberapa
metode yang digunakan yaitu:
1. lingkungan
pengendalian nyamuk dengan metode lingkungan dilakukan dengan pemberantasa sarang
nyamuk (PSN), pengelolaan samapah padat, modifikasi tempat perkembangbiakan
nyamuk hasil samping kegiatan manusia dan perbaikan desain rumah. Contohnya adalaha
sebagai berikut:
a. menguras bak mandi sekurang-kurangnya satu minggu sekali
b. mengganti air dalam vas bunga dan tempat minum burung seminggu sekali
c. menutup tempat penampungan air dengan rapat
d. mengubur kaleng bekas atau barang bekas yang bisa menampung air
2. biologis
pengendalian biologis antara lain dengan menggunakan ikan pemakan jentik (ikan adu/
ikan cupang), dan bakteri Bt. H-14
3. kimiawi
cara pengendalian ini antara lain:
a. pengasapan. Fogging (dengan menggunakan malathion dan fenthion), berguna untuk
mengurangi kemungkinan penularan sampai batas waktu tertentu
b. memberikan bubuk abate (temephos) pada tempat-tempat penampungan air sseperti
gentong air, vas bunga, kolam, dan lain-lain
Cara yang paling efektif dalam mencegah penyakit DBD adalah mengkombinasikan
cara-cara di atas yang disebut 3M. selain itu juga melakukan beberapa plus seperti
memelihara ikan pemakan jentik, menabur larvasida, menggunakan kelambu pada waktu
tidur, memasang kaca, menyemprot dengan insektisida, menggunakan repellent, memasang
obat nyamuk, memeriksa jentik berkala, dan lain-lain.
2.6 Pengobatan
Pengobatan penderita Demam Berdarah adalah dengan cara :
1. Penggantian cairan tubuh
2. Penderita diberi minum sebanyak 1,5 liter- 2 liter dalam 24 jam (air teh dan gula sirup
atau susu)
3. Gastroenteritis oral solution/Kristal diare yaitu garam elektrolit (oralit),kalau perlu 1
sendok makan setiap 3-5 menit.
2.7 Kebijakan Pemerintah
Dalam rangka mengatasi dampak yang ditimbulkan oleh penyakit demam berdarah,
pemerintah Indonesia telah mengambil beberapa kebijakan diantaranya adalah :
1. Memerintahkan semua rumah sakitbaik swasta maupun negeri untuk tidak menolak
pasien yang menderita DBD.
2. Meminta direktur/direktur utama rumah sakit untuk memberikan pertolongan secepatnya
kepada penderita DBD sesuai dengan prosedur tetap yang berlaku serta membebaskan
seluruh biaya pengobatan dan perawatan penderita yang tidak mampu sesuai program
PKPS-BBM/program kartu sehat. (SK Menkes No.143/Menkes/II/2004 tanggal 20
Februari 2004).
3. Melakukan fogging secara missal di daerah yang banyak terkena DBD.
4. Membagikan bubuk Abate secara gratis pada daerah-daerah yang banyak terkena DBD.
Melakukan penggerakan masyarakat untuk melaksanakan pemberantasan sarang nyamuk
melalui 3M dan merekrut juru pemantau jentik (jumantik).
5. Penyebaran pamflet lewat udara tentang pentingnya melakukan gerakan 3M (Menguras,
Menutup,Mengubur).
6. Menurunkan tim bantuan teknis untuk membantu RS di daerah, yang terdiri dari unsur-
unsur :
a) Ikatan Dokter Anak Indonesia
b) Persatuan Dokter Ahli Penyakit Dalam Indonesia
c) Asosiasi Rumah Sakit Daerah
7. Membantu propinsi yang mengalami KLB dengan dana masing-masing Rp.500 juta, di
luar bantuan gratis dari rumah sakit.
8. Mengundang konsultan WHO untuk memberikan pandangan,saran dan bantuan teknis.
a) Menyediakan call center :
b) DKI Jakarta Pusat, Pusadaldukes (021) 34835188 (24 jam)
c) DEPKES, Sub Direktorat Surveillans (021) 4265974, (021) 42802669
d) DEPKES, Pusat Penanggulangan Masalah Kesehatan (PPMK) (021) 5265043
e) Melakukan Kajian Sero- Epidemologis untuk mengetahui penyebaran virus Dengue.
Dalam rangka membantu mengatasi penyakit Demam Berdarah, Badan Litbang
Kesehatan telah melakukan beberapa penelitian, diantaranya :
1. Penelitian Seroepidemiologi Infeksi Virus Dengue pada anak-anak dan Remaja di
Mataram, tahun 1998
2. Penelitian Evaluasi dan Pembinaan Pokja DBD Khususnya Ibu Dasa Wisma dalam
Pelaksanaan penanggulangan Penularan Penyakit DBD, tahun 1999
3. Penelitian Peningkatan Penanggulangan Demam Berdarah Dengue (DBD) Berbasis
Masyarakat dengan Pendekatan Pendidikan Kesehatan Masyarakat, Tahun 2000
4. Penelitian Pengembangan Metode Pemberantasan Demam Berdarah Dengue di Daerah
Endemis Kabupaten Grobogan, Jawa Tengah, Tahun 2001
5. Penelitian Kejadian Luar Biasa Demam Berdarah Dengue di DKI Jakarta 2003
Penelitian Wabah Demam Berdarah Dengue pada Sepuluh Rumah Sakit di DKI
Jakarta tahun 2004.
Badan Litbangkes bekerja sama dengan Namru 2 telah mengembangkan suatu system
surveilen dengan menggunakan teknologi informasi (Computerize) yang disebut dengan
Early Warning Outbreak Recognition System (EWORS).
EWORS adalah suatu system jaringan informasi yang menggunakan internet untuk
menyampaikan berita adanya kejadian luar biasa pada suatu daerah di seluruh Indonesia ke
pusat EWORS secara cepat.
Melalui system ini peningkatan dan penyebaran kasus dapat diketahui dengan cepat,
sehingga tindakan penanggulangan penyakit dapat dilakukan sedini mungkin. Dalam
masalah DBD kali ini EWORS telah berperan dalam hal menginformasikan data kasus DBD
dari segi jumlah, gejala/karakteristik penyakit, tempat/lokasi, dan wakyu dari seluruh rumah
sakit DATI II di Indonesia.
BAB III
ASUHAN KEPERAWATAN
KASUS
Ditemukan 76 kasus DBD di RT. I RW.I Kelurahan A dari total penduduk 170 jiwa setelah 2
minggu sering turun hujan. Keadaan RT.I sangat kumuh dan banyak sampah yang berserakan.
Penderita DBD rata-rata adalah anak usia sekolah dan remaja. Penduduk disana kebanyakan
adalah pemulung dan buruh tani. Letak geografis RT.I jauh dari tempat pelayanan kesehatan dan
penduduk disana sebagian besar adalah lulusan Sekolah Dasar.
3.1 Pengkajian
Pengkajian komunitas yang dilakukan menggunakan model community as partner (Betty
Neuman) yang terdiri dari :
a. Data inti
Data demograf kelompok atau komunitas yang terdiri :
1) Umur : 0 – 5 th : 18
6 – 12 th : 32
13 – 20 th : 28
21 – 60 th : 71
> 60 th : 21
2) Pendidikan : Sebagian besar masyarakat RT.I menempuh pendidikan terakhir
di Sekolah Dasar.
3) Jenis kelamin : Perempuan : 102 orang
Laki-laki : 68 orang
4) Pekerjaan : Pemulung dan buruh tani
5) Agama : Islam
6) Nilai – nilai : masyarakat RT.I sangat menjunjung tinggi nilai kekeluargaan dan
kebersamaan.
7) Riwayat timbulnya kelompok atau komunitas :
Sebagian besar masyarakat RT.I adalah orang-orang pendatang dari daerah lain.
b. Delapan subsistem yang mempengaruhi komunitas
1. Physical environment
Rumah yang dihuni oleh penduduk berada pada lingkungan kumuh dan padat penduduk.
Jarak antara rumah satu dengan rumah yang lain berdempetan sehingga ventilasi dan
sirkulasi rumah kurang baik.
2. Pelayanan kesehatan dan sosial
Keberadaan poskesdes dalam masyarakat tidak berfungsi secara optimal sehingga
belum ada upaya untuk melakukan deteksi dini, mencegah, dan memantau adanya
wabah penyakit demam berdarah, selain itu letaknya juga cukup jauh dari RT.I
3. Ekonomi
Status ekonomi tidak berpengaruh pada terjadinya wabah DBD karena DBD
merupakan penyakit endemic.
4. Keamanan
Lingkungan RT.I dapat dikatakan cukup aman. Hal ini dikarenakan tingkat
kebersamaan antar warga juga erat, sarana dan prasarana kurang memadahi, dan tingkat
sanitasi limbah dan air minum cukup rendah.
5. Politik dan kebijakan pemerintah
Upaya pencegahan pemerintah terhadap masalah DBD yaitu melalui program 3M
(menguras, mengubur, menutup), PSN (Pemberantasan Sarang Nyamuk), fogging
berkala, pembagian abate secara gratis. Akan tetapi program-program pemerintah
tersebut belum berjalan maksimal.
6. Sistem komunikasi
Promosi kesehatan yang dilakukan pemerintah juga melaui media elektronik berupa
penanganan iklan layanan masyarakat seperti televisi, radio, koran, atau leaflet yang
diberikan kepada komunitas. Tetapi masyarakat RT.I jarang memiliki televisi dan media
elektronik yang lain sehingga sosialisasi dari media-media tersebut tidak sampai
dimasyarakat.
7. Pendidikan
Sebagian besar penderita DHF adalah anak usia sekolah dan remaja. Masyarakat RT.I
kebanyakan adalah lulusan Sekolah Dasar sehingga kurang peduli terhadap kebersihan
dan kesehatan
8. Rekreasi
Masyarakat RT.I jarang melakukan rekreasi karena disibukkan dengan pekerjaannya
untuk menafkahi keluarganya.
3.2 Diagnosa Keperawatan
a. Terjadinya kasus DBD pada komunitas anak dan remaja di RT.I RW.I kelurahan A
yang berhubungan dengan kurangnya sanitasi lingkungan
b. Potensial dukungan masyarakat di RT.I RW.I kelurahan A untuk melaksanakan
program 3M
3.3 Intervensi Keperawatan
Dx kep Tujuan Rencana tindakan
Sasaran Metode Media Waktu Tempat
Terjadinya
kasus DBD
pada
komunitas
anak dan
remaja di RT.I
RW.I
kelurahan A
yang
berhubungan
dengan
kurangnya
sanitasi
lingkungan
Masyarakat RT I
RW I
memahami dan
mengaplikasikan
cara menjaga
kebersihan
lingkungan
1. Memberikan
pendidikan
kesehatan
terkait DBD
2. Demonstrasi
pemberantas
an sarang
nyamuk
secara
serentak
3. Pemberian
bubuk abate
gratis
4. Koordinasi
dengan
kelurahan
setempat
Masyarakat
RT I RW I
Ceramah
Demonstrasi
Kunjungan
rumah
Diskusi
1. LCD,
Leptop
2. Cangkul,
gayung,
timba,
air.
3. Bubuk
abate
4. Proposal
Hari
minggu
Balai
kelurahan
RT I RW I,
rumah
masyarakat,
untuk
melakukan
fogging
Potensial
dukungan
masyarakat di
RT.I RW.I
kelurahan A
untuk
melaksanakan
program 3M
Masyarakat RT I
RW I mampu
program 3M
secara mandiri
1. Penyuluhan
tentang
pelaksanaan
program 3M
2. Mengadakan
lomba
aplikasi 3M
antar
keluarga
3. Koordinasi
dengan kader
kesehatan
masyarakat
RT.I RW.I
4. Evaluasi
pelaksanaan
program 3M
Masyarakat
RT I RW I
Ceramah
Diskusi
1. LCD,
Leptop
2. Cangkul,
gayung,
timba,
air.
3. Proposal
Hari
minggu
Balai
kelurahan
RT I RW I,
rumah
masyarakat
BAB IV
PENUTUP
4.1 Kesimpulan
1. Penyebab penyakit DBD di Indonesia adalah Virus Dengue tipe DEN 1, DEN 2, DEN 3,
dan DEN 4.
2. Sejak bulan Januari sampai Maret 2004 total kasus DBD di seluruh propinsi di Indonesia
sudah mencapai 26.015 dengan jumlah kematian sebanyak 389 orang. Kasus DHF
tertinggi terdapat di Propinsi DKI Jakarta.
3. Perlu kewaspadaan yang tinggi terhadap penyakit DHF terutama pada musim penghujan.
4. Cara yang paling efektif untuk mencegah penyakit DBD adalah Pemberantasan Sarang
Nyamuk (PSN) dengan “3M Plus” yang melibatkan seluruh masyarakat serta disesuaikan
dengan kondisi setempat.
DAFTAR PUSTAKA
Depkes. 1996. Diagnosa dan Pengelolaan penderita. Jakarta : Ditjen PPM & PLP.
Depkes. 2004. Informasi Penyakit Menular Demam Berdarah. Disitasi dari
www.ppmplp.depkes.go.id pada tanggal 24 Oktober 2011 pukul 14.45.
Depkes. 2004. Kebijaksanaan Program P2DBD dan Situasi Terkini DBD di Indonesia. Disitasi
dari www.depkes.go.id pada tanggal 24 Oktober 2011 pukul 14.35.
Kabul A, Titte. 2004. Demam Berdarah Dengue. Jakarta : Badan Penelitian dan Pengembangan
Kesehatan Depkes RI.
Suroso, Thomas. 2003. Pencegahan dan Penanggulangan Penyakit Dengue dan Demam Berdarah
Dengue. Jakarta : Depkes RI.
Hidayat, Aziz Alimul A. 2006. Pengantar Ilmu Keperawatan Anak jilid.2. Salemba Medika :
Jakarta
Nasrul, Effendi. 1995. Pengantar Proses Keperawatan. EGC : Jakarta
Noer, Sjaifoellah dkk. 1998. Standar Perawatan Pasien. Monica Ester : Jakarta.
Suriadi & Yuliani, Rita. 2001. Buku Pegangan Praktek Klinik : Asuhan Keperawatan pada Anak.
Sagung Seto : JakartA.