chapter ii.pdf usu dbd

Upload: mely-c-damanik

Post on 07-Jul-2015

540 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Demam Berdarah Dengue (DBD) 2.1.1. Pengertian Demam Berdarah Demam dengue (dengue fever, DF) adalah penyakit yang terutama terdapat pada anak remaja atau orang dewasa, dengan tanda-tanda klinis demam, nyeri otot dan/atau nyeri sendi yang disertai leukopenia, dengan/tanpa ruam (rash) dan limfadenopati, demam bifasik, sakit kepala yang hebat, nyeri pada pergerakan bola mata, rasa mengecap yang terganggu, trombositopenia ringan dan bintik-bintik perdarahan (petekie) spontan. (Hendarwanto, 1996). Demam berdarah dengue/DBD (dengue henorrhagic fever, DHF), adalah suatu penyakit trombositopenia infeksius akut yang parah, sering bersifat fatal, penyakit febril yang disebabkan virus dengue. Pada DBD terjadi pembesaran plasma yang ditandai hemokonsentrasi (peningkatan hematokrit) atau penumpukan cairan tubuh, abnormalitas hemostasis, dan pada kasus yang parah, terjadi suatu sindrom renjatan kehilangan protein masif (dengue shock syndrome), yang dipikirkan sebagai suatu proses imunopatologik (Halstead, 2007).

2.1.2. Etiologi Demam dengue dan demam berdarah dengue disebabkan oleh virus dengue, yang termasuk dalam genus Flavivirus, keluarga Flaviviridae. Flavivirus merupakan virus dengan diameter 30 nm terdiri dari asam ribonukleat rantai tunggal dengan berat molekul 4x10 6 (Suhendro, 2006). Terdapat paling tidak 4 tipe serotipe virus dengue, yaitu DEN-1, DEN-2, DEN3 dan DEN-4 yang semuanya dapat menyebabkan demam dengue atau demam berdarah dengue. Keempat serotipe ditemukan di Indonesia dengan DEN-3 merupakan serotipe terbanyak. Sebagai tambahan, terdapat 3 virus yang ditulari oleh artropoda (arbovirus) lainnya yang menyebabkan penyakit mirip dengue (Halstead, 2007).

Universitas Sumatera Utara

Tabel 2.1. Vektor dan distribusi geografis penyakit-penyakit mirip dengue. Virus Nama Penyakit Vektor Distribusi Togavirus Chikungunya Aedes aegepty Aedes africanus Togavirus Flavivirus Onyong-nyong West Nile Fever Anopheles funestus Culex molestus Culex univittatus (Halstead, 2007). Afrika, India, Asia Tenggara Afrika Timur Eropa, Afrika, Timur Tengah, India

2.1.3. Penularan Demam Dengue/ Demam Berdarah Dengue Penularan infeksi virus dengue terjadi melalui vektor nyamuk genus Aedes (terutama A. Aegepty dan A. Albopticus). Peningkatan kasus setiap tahunnya berkaitan dengan sanitasi lingkungan dan tersedianya tempat perindukan bagi nyamuk betina yaitu bejana yang berisi air, seperti bak mandi, kaleng bekas, dan tempat penampungan air lainnya. Beberapa faktor yang diketahui berkaitan dengan transmisi virus dengue, yaitu: a. Vektor: perkembangbiakan vektor, kebiasaan menggigit, kepadatan vektor di lingkungan, transportasi vektor dari satu tempat ke tempat lain. b. Penjamu: terdapatnya penderita di lingkungan, mobilisasi dan paparan terhadap nyamuk, usia dan jenis kelamin; c. Lingkungan: curah hujan, suhu, sanitasi, kepadatan penduduk, dan ketinggian di bawah 1000 di atas permukaan laut (Suhendro, 2006).

2.1.4. Patogenesis Patogenesis terjadinya demam berdarah dengue hingga saat ini masih diperdebatkan (Suhendro, 2006). Berdasarkan data yang ada, terdapat bukti yang kuat bahwa mekanisme imunopatologis berperan dalam terjadinya demam berdarah dengue dan sindroma syok dengue (dengue shock syndrome). Virus dengue masuk ke dalam tubuh melalui gigitan nyamuk dan infeksi pertama kali mungkin memberi gejala demam dengue. Reaksi tubuh merupakan reaksi

Universitas Sumatera Utara

yang biasa terlihat pada infeksi virus. Reaksi yang amat berbeda tampak, bila seseorang mendapat infeksi berulang dengan tipe virus yang berlainan. Berdasarkan hal ini Halstead pada tahun 1973 mengajukan hipotesis yang disebut secondary heterologous infection atau sequential infection hypothesis. Hipotesis ini telah diakui oleh sebagian besar para ahli saat ini (Hendarwanto, 1996). Infeksi dengue heterolog sekunder Replikasi virus Respons antibodi

Kompleks antigen virus-antibodi

Agregasi trombosit Eliminasi trombosit oleh sistem retikuloendotel (RES) Ketidakseimbangan fungsi trombosit Trombositopenia

Pengeluar an faktor III trombosit Konsumtifitas faktor-faktor pembekuan

Aktivasi kaskade koagulasi Aktivasi faktor Hageman Kinin

Aktivasi komplemen Reaksi anafilaksis Peningkatan permeabilitas vaskular

Penurunan jumlah faktor pembekuan

Syok

Gambar 2.1. Hipotesis secondary heterologous infection (Suhendro, 2006).

Respon imun yang diketahui berperan dalam patogenesis DBD adalah respon imun humoral. Respon humoral berupa pembentukan antibodi yang berperan dalam proses netralisasi virus, sitolisis yang dimediasi komplemen dan sitotoksisitas yang dimediasi antibodi. Antibodi terhadap virus dengue berperan dalam mempercepat replikasi virus pada monosit atau makrofag. Hipotesis ini disebut antibody dependent enhancement (ADE). Limfosit T, baik T-helper (CD4) dan T-sitotoksik (CD8)

berperan dalam respon imun seluler terhadap virus dengue. Diferensiasi T-helper yaitu

Universitas Sumatera Utara

TH1 akan memproduksi interferon gamma, interleukin-2 (IL-2) dan limfokin, sedangkan TH2 memproduksi IL-4, IL-5, IL-6 dan IL-10. Monosit dan makrofag berperan dalam fagositosis virus. Namun, proses fagositosis ini menyebabkan peningkatan replikasi virus dan sekresi sitokin oleh makrofag. Selain itu, aktivasi oleh kompleks imun menyebabkan terbentuknya senyawa proaktivator C3a dan C5a, sementara proaktivator C1q, C3, C4, C5-C8, dan C3 menurun. Faktor-faktor di atas dapat berinteraksi dengan sel-sel endotel untuk menyebabkan peningkatan permeabilitas vaskular melalui jalur akhir nitrat oksida. Sistem pembekuan darah dan fibrinolisis diaktivasi, dan jumlah faktor XII (faktor Hageman) berkurang. Mekanisme perdarahan pada DBD belum diketahui, tetapi terdapat hubungan terhadap koagulasi diseminata intravaskular (dissemintated intravascular coagulation, DIC) ringan, kerusakan hati, dan trombositopenia. Trombositopenia pada infeksi dengue terjadi melalui mekanisme supresi sumsum tulang, serta destruksi dan pemendekan masa hidup trombosit. Gambaran sumsum tulang pada fase awal infeksi (45% dari total leukosit) disertai adanya limfosit plasma biru (>15% dari jumlah total leukosit) yang pada fase syok meningkat.

Universitas Sumatera Utara

Tabel 2.2. Hitung leukosit normal. Tipe sel Persentase Leukosit Neutrofil Monosit Eosinofil Basofil Limfosit (Hillman, 2005). b. Trombosit 45-75 5-10 0-5 0-1 10-45

Hitung Absolut Normal 5.000-11.000/l 4000-6000/l 500-1000/l