kajian tasawuf dewasa_menjumpai allah semasa hidup di dunia

Upload: rizky-firmansyah

Post on 18-Jul-2015

149 views

Category:

Documents


1 download

TRANSCRIPT

Kajian Tasawuf Dewasa"AWALUDDINI MAQRIFATULLAH" (AWAL BERAGAMA MENGENAL ALLAH). MAN ARAFA NAFSAHU FAQAD ARAFA RABBAHU (SIAPA YANG MENGENAL DIRINYA, SESUNGGUHNYA DIA DAPAT MENGENAL TUHANNYA)

Jumat, 19 Juni 2009

Menjumpai Allah Semasa Hidup di Dunia

SEKILAS RIWAYAT PENULIS Nama lengkap penulis Mursalim, nama panggilan Salim, kelahiran tahun 1973 di salah satu daerah di Sumatera bagian Selatan. Keseharian penulis bekerja di salah satu perusahaan swasta, yaitu group Perusahaan furniture terbesar di Indonesia sebagai Team IT/MIS (Programmer Komputer). Juli 1995 atas izin Allah SWT, Alhamdulillah penulis dipertemukan kepada seorang Mursyid (guru) yang sudah mengenal Allah (Marifatullah) yang bernama Kyai Penitis DW, yaitu salah satu pewaris ilmu tasawuf dari Sunan Kudus generasi ke 10. Yang Allhamdulillah, dengan perantara beliau penulis bisa memahami/mengenal lebih jauh makna hakekat (sesungguhnya) ilmu tasawuf (ilmu ketauhidan).1

Kyai Penitis DW menurut penulis, bukan saja sosok seorang guru ilmu tasawuf yang hanya bisa memberikan bimbingan atau ceramah-ceramah mengenai ilmu tasawuf, akan tetapi beliau adalah seorang Mursyid (guru) yang sudah mengenal Allah yang seperti diberitakan didalam ayat Suci Al-Quran, yaitu salah seorang hamba Allah yang telah Allah ajarkan ilmu dari sisi-Nya (QS.Al-Kahfi (18);65). Dan Insya Allah juga dengan seizin Allah SWT beliau (Kyai Penitis DW) bisa menuntun para murid-muridnya sampai kepada singgasana Allah sebelum mata berkedip (QS.An Naml (27);40). Lalu mereka bertemu dengan seorang hamba di antara hambahamba Kami, yang telah Kami berikan kepadanya rahmat dari sisi Kami, dan yang telah Kami ajarkan kepadanya ilmu dari sisi Kami (QS.Al-Kahfi (18);65). Berkatalah seorang yang mempunyai ilmu dari AI Kitab: "Aku akan membawa singgasana itu kepadamu sebelum matamu berkedip." Maka tatkala Sulaiman melihat singgasana itu terletak di hadapannya, iapun berkata: "Ini termasuk kurnia Tuhanku untuk mencoba aku apakah aku bersyukur atau mengingkari (akan nikmat-Nya). Dan barangsiapa yang bersyukur maka sesungguhnya dia bersyukur untuk (kebaikan) dirinya sendiri dan barangsiapa yang ingkar, maka sesungguhnya Tuhanku Maha Kaya lagi Maha Mulia (QS.An Naml (27);40) Dalam mempelajari ilmu tasawuf (ilmu ketauhidan), Penulis selain dari membaca buku/Article, browsing (baca) di internet dan diskusi dengan saudara-saudara seiman, penulis juga sering mengikuti bimbingan-bimbingan dan ceramah-ceramah kajian tasawuf di majelis-majelis talim, yang terutama rutinnya yaitu mengikuti bimbingan kajian tasawuf di Institut Kajian Tasawuf Cahaya Perdana Az Zukhruf Jakarta, yang disampaikan langsung oleh guru (Kyai Penitis DW) dan oleh rekan-rekan penerus lainnya. Demikian dengan ringkasnya riwayat penulis ini dibuat, salam bakti2

dan hormat penulis kepada guru (Kyai Penitis DW), yang telah membekali penulis dengan sesuatu yang sangat bermanfaat, mudah-mudahan beliau selalu didalam petunjuk dan lindungan-Nya, Amin yaa Robbal 'Alamin. tak lupa ucapan terima kasih dan bakti penulis juga buat kedua orang tua penulis, Almarhum Bapak Hanafiah Bin Mustopa, Ibunda Jumroh Binti Daharom, kedua mertua penulis, Bapak Mertua Hassan Bin Paimin, Ibu Mertua Nurhayati Binti Asik, para orang tua yang selalu ikhlas dan tulus membimbing dan menyayangi kami para anak-anaknya disetiap waktu dan kesempatan. Ya Allah ampunilah dosa kami dan dosa kedua orang tua kami, tunjukilah kami jalan yang lurus, seperti jalan orang-orang yang telah Engkau beri nikmat, bukan seperti jalan orang-orang yang dimurkai atau sesat Juga ucapan terima kasih dan sayang buat istri penulis tercinta Agustry Nurwahyuni, bidadari penyabar yang selalu menyayangi dan menemani penulis dan anak-anak penulis baik diwaktu senang maupun dikala susah. Peluk kasih dan sayang juga buat dewa-dewi belahan jiwa, putra putri tercinta para penerus cita-cita, yaitu anak-anak penulis Laudia Veriska, Marsha Nadira dan Gibans Pirlo, semoga mereka menjadi anak-anak yang selalu didalam petunjuk dan lindungan-Nya, dan berguna dimanapun mereka berada, Amin yaa Robbal 'Alamin.

DAFTAR ISIKata Pengantar Pendahuluan Akhir Perjalanan Umat Manusia3

Ayat Muhkamaat & Ayat Mutasyaabihaat Tingkatan Keyakinan Kepada Allah Perlunya Mengenal Allah dengan pembuktian Mengenal Manusia Hubungan Kepada Allah Allah Dapat Kita Temui Perwujudan Allah Menurut Al-Quran & Agama Lain Allah Dekat Dengan Hamba-Nya Allah Meliputi Segala Sesuatu Berbagai Pertanyaan Tauhid Mencontoh Nabi Musa Menemui Allah Mencontoh Murid-Murid Nabi Musa dan Ratu Bilqis Dalam Berguru Cara Menerima Cahaya-Nya

KATA PENGANTARPuji syukur Alhamdulillah penulis ucapkan, karena atas rahmat dan karunia-Nya segalanya bisa berjalan dengan sempurna. Sholawat dan salam kita curahkan kepada baginda junjungan kita Nabi besar Muhammad SAW, karena dengan risalah yang telah beliau sampaikan kita bisa menjalani hidup ini menjadi lebih indah dan lebih bermakna. Rasa syukur bercampur bahagia juga yang penulis rasakan, karena insya Allah atas izin-Nya juga Article ini bisa terselesaikan. Dan tak lupa ucapan terima kasih yang mendalam, buat teman-teman serta rekan-rekan semua, atas motivasi serta partisipasinya sehingga Article ini bisa terselesaikan. Dan perlu penulis informasikan juga, bahwa Article ini, memang sengaja ditulis dan dikemas dengan sesederhana mungkin (semungil mungkin), yang dengan tujuan agar Article ini lebih mudah untuk dibaca, dipahami, juga dilengkapi beberapa tanya jawab mengenai ketauhidan, yang insya Allah bisa menjadi salah satu jawaban dari rasa keingintahuan para Salik (pencari Allah)4

dalam pertualangannya untuk mengenal Sang Maha Perkasa, Tuhan Semesta Alam, Allah Azza Wajallah, Sang Penguasa Jagad Raya yang tiada tara. Akan tetapi sebelumnya penulis mohon maaf, jika dalam penulisan, penyampaian serta tata kata yang terdapat didalam Article ini kurang sesuai dengan selera para pembaca. Karena penulis sadar, dengan keterbatasan pengetahuan serta sedikitnya wawasan keilmuan yang dimiliki dan diketahui oleh penulis, sehingga hal yang demikian bisa saja terjadi. Dan kalau ada kebenaran sesungguhnya itu datangnya dari Allah SWT, juga sebaliknya jika ada kesalahan, itu semata-mata kekhilafan dan kesalahan dari penulis sebagai manusia yang tidak sempurna. Dan oleh karena itu mohon kiranya dimaafkan dan diberikan koreksinya. Demikian kata pengantar ini dibuat, kritik dan saran dari para pembaca sekalian akan kami terima, yang tentunya akan kami jadikan sebagai bahan inputan (masukkan) untuk kesempurnaan Article-Article kami.

PENDAHULUANLatarbelakang penulisan Article ini, yaitu didapat dari hasil renungan dan pengajian rutin yang dilakukan penulis didalam mengkaji ilmu ketauhidan (ketuhanan). Dan karena terdorong rasa ingin berbagi, sharing dan diskusi kepada sesama, sehingga terinspirasi sebuah judul Article : Menjumpai Allah Semasa Hidup di Dunia Memang.!!!, mengenai bisa atau tidaknya manusia menjumpai Allah, yang berkaitan juga dengan pemberian judul Article ini. Dari zaman dahulu hingga sekarang masih banyak perbedaan dan perdebatannya, dimana mengenai hal tersebut bila kita lihat di5

sejarah kalangan pendapat

umat Islam, yang

terdapat 3 (tiga) berbeda

golongan :

1. Golongan pendapat yang menyatakan bahwa Allah tidak bisa dilihat (ditemui) oleh manusia, baik semasa manusia masih hidup didunia maupun setelah manusia meninggal dunia (mati) atau setelah di akhirat. Untuk golongan orang-orang yang berpendapat seperti ini, yang bila kita coba berikan kelompok perwakilannya, yaitu kira-kira lebih diwakili oleh aliran Jahmiyah, yang dipimpin oleh Jahm bin Shofwan, dan aliran Mutazilah yang dipimpin oleh Washil bin Atho Al Bashri dan Amru bin Ubaid, yang diperkirakan hidup disekitar tahun 80 Hijriah. Sedangkan dalil atau pedoman yang dipakai oleh para kelompok Mutazilah ini didalam memperkuat pendapatnya, yaitu lebih berdasarkan kepada pendapat bahwa, mustahil (tidak mungkin) Allah bisa dicapai (dilihat) dengan penglihatan mata lahir (mata jasad/fisik) yang penuh dengan segala keterbatasannya. Dia tidak dapat dicapai oleh penglihatan mata, sedang Dia dapat melihat segala yang kelihatan; dan Dialah Yang Maha Halus lagi Maha Mengetahui. (QS.Al An'aam.(6):103). 2. Golongan pendapat yang menyatakan bahwa Allah bisa dilihat (ditemui) oleh manusia diakhirat saja, sedangkan sewaktu manusia masih hidup didunia, mustahil (tidak mungkin) manusia bisa melihat/menemui Allah. Dan untuk perwakilan golongan orang-orang yang berpendapat seperti ini, yaitu lebih diwakili oleh aliran Suni yang dipimpin oleh Abu Hasan. Sedangkan dalil atau pedoman yang dipakai oleh para kelompok/golongan ini didalam memperkuat pendapatnya, yang khususnya dikalangan para Jamaah Ahlus Sunnah Wal Jamaah, yaitu lebih berdasarkan kepada firman Allah dan Hadits Nabi :6

Wajah-wajah (orang-orangmukmin) pada Kepada Tuhannyalah mereka Qiyaamah.(75):22,23).

hari itu berseri-seri. melihat. (QS.Al

Bagi orang-orang yang berbuat baik, ada pahala yang terbaik (surga) dan tambahannya. Dan muka mereka tidak ditutupi debu hitam dan tidak (pula) kehinaan. Mereka itulah penghuni syurga, mereka kekal di dalamnya. (QS.Yunus.(10):26). Sekali-kali tidak, sesungguhnya mereka pada hari itu benar-benar tertutup dari (rahmat) Tuhan mereka. (QS.Al Muthaffifin.(83):15). Sesungguhnya orang-orang (para Sahabat) bertanya : Ya Rasullullah, apakah kita bisa melihat Tuhan kita di hari kiamat..? Maka Rasulullah menjawab : Sulitkah kamu melihat bulan dimalam bulan purnama..? Para Sahabat menjawab :Tidak ya Rasulullah. Rasulullah berkata lagi : Apakah kamu sulit melihat matahari diwaktu tanpa awan..? Para sahabat menjawab :Tidak Ya Rasulullah. Sesungguhnya kamu akan melihat Tuhan seperti itu. (HR Bukhari dari Abu Hurairah r.a.) Saya telah mendengar Imam SyafiI berkata : Kami tahu tentang itu (melihat Tuhan) bahwa ada golongan yang tidak terdinding memandang kepada-Nya, mereka tidak bergerombol melihat-Nya. Sesungguhnya kedudukan Jannah yang paling rendah ialah penghuni Jannah yang melihat Jannahnya, istrinya, pembantuhnya dan pelaminannya dari jarak perjalanan seribu tahun. Dan penghuni Jannah yang paling mulia diantara mereka ialah yang melihat Allah setiap pagi dan petang. Di hari itu penuh ceriah memandang TuhanNya (HR Turmudzi dari Syeikh Rabi r.a.) 3. Golongan pendapat yang menyatakan bahwa Allah bisa dilihat (ditemui) oleh manusia baik semasa manusia masih hidup didunia maupun setelah manusia meninggal dunia (mati/diakhirat), yaitu dengan penglihatan mata qolbu atau mata hati atau dengan7

penglihatan

ruh-Nya.

Perwakilan golongan orang-orang yang berpendapat seperti ini, yaitu lebih diwakili oleh para Kaum Sufi, sedangkan referensi atau pedoman yang dipakai oleh para kaum Sufi ini didalam memperkuat pendapatnya, yaitu lebih berdasarkan kepada firman Allah dan Hadits Nabi : Sungguh telah rugilah orang-orang yang mendustakan pertemuan mereka dengan Tuhan: sehingga apabila kiamat datang kepada mereka dengan tiba-tiba, mereka berkata: "Alangkah besarnya penyesalan kami, terhadap kelalaian kami tentang kiamat itu!", sambil mereka memikul dosa-dosa di atas punggungnya. Ingatlah, amat buruklah apa yang mereka pikul itu. (QS.Al Anaam.(6):31) Mereka tuli, bisu dan buta, maka tidaklah mereka akan kembali (ke jalan yang benar) (QS.Al Baqarah.(2):18) Dan barangsiapa yang buta (hatinya) di dunia ini, niscaya di akhirat (nanti) ia akan lebih buta (pula) dan lebih tersesat dari jalan (yang benar). (QS.Al Israa .(17):72) Wajah-wajah (orang-orang mukmin) pada hari itu berseri-seri. Kepada Tuhannyalah mereka melihat. (QS.Al Qiyaamah.(75):22,23). Sesungguhnya kalian akan melihat Tuhan kalian seperti melihat sinar rembulan. Kalian tidak akan merasa ragu-ragu dalam melihatNya. Kemudian jika kalian mampu agar tidak dikalahkan oleh sholat sebelum terbitnya matahari dan sholat sebelum tenggelamnya matahari, maka lakukanlah (HR Bukhari). Sesungguhnya kalian akan melihat Tuhan kalian dengan mata kepala (HR Bukhari). Apakah engkau melihat Tuhanmu.? Cahaya sesungguhnya aku8

melihat-Nya

(HR

Bukhari).

Ketika para ahlul Jannah berada dalam kenikmatan, tiba-tiba muncullah Cahaya yang terang benderang, maka merekapun mendongakkan kepala-kepala mereka. Ternyata Cahaya itu adalah Allah yang sedang melihat mereka dari atas mereka, Allah berfirman : As Salamualaikum, wahai ahlul Jannah. Beliau melanjutkan Itulah makna firman Allah : (Kepada mereka dikatakan): "Salam", sebagai ucapan selamat dari Tuhan Yang Maha Penyayang (QS. Yasin (36):58). Allah melihat para ahlul Jannah dan merekapun melihat-Nya. Maka mereka tidak mau menoleh kepada kenikmatan yang lain, hingga Allah menghilang dari pandangan mereka, namun barokah dari Cahaya Allah itu terus meliputi mereka di Jannah (HR Ibnu Majah) Dan tentunya!!!, dari kita melihat berbagai dalil atau pedoman yang dipakai oleh ketiga kelompok/golongan tersebut didalam memperkuat pendapatnya, sudah barang tentu semuanya mempunyai alasan dan prinsip tersendiri. Dan disini tentunya tinggal terserah kita untuk memilih atau ikut pada golongan yang mana..? (mana tuan dan nyonya suka silakan saja karena itu adalah hak pribadi anda). Maka untuk itu, agar kita tidak salah dalam memilih, dan sebagai salah satu guide (petunjuk) kita lihat terlebih dahulu keterangan/kutipan ayat-ayat Al-Quran berikut ini : Akan sangat merugilah orang-orang yang mendustakan Pertemuan mereka kepada Allah, dan apabila kiamat datang dengan tiba-tiba, maka mereka akan sangat menyesal terhadap semua kelalaiannya itu, sambil memikul dosa-dosa diatas punggung mereka, sungguh amat buruklah apa yang mereka dipikul itu. Mereka yang tuli (tidak bisa mendengar perkataan Allah), bisu (tidak bisa berkomunikasi dengan Allah) dan buta (tidak bisa menyaksikan/melihat Allah) didunia, maka tidaklah mereka akan9

kembali

kepada

Allah

diakhirat

nanti.

Barangsiapa yang buta didunia ini, maka akan lebih buta lagi di akhirat. Jika kita benar-benar ingin menemui-Nya maka pasti kita bisa menemui-Nya, dan jika kita lalai daripada-Nya (tidak mau menemui-Nya), maka sudah barang tentu azab-Nya atau peringatan yang nyata yang akan kita terima Dari melihat beberapa keterangan/kutipan ayat-ayat Al-Quran tersebut diatas tadi, yang bila kita coba tarik benang merahnya (coba simpulkan), bahwa pertemuan kepada Allah tersebut haruslah kita lakukan sewaktu kita masih hidup didunia, dan bukan setelah kita meninggal dunia (setelah mati/diakhirat nanti). Karena, bila pertemuan kepada Allah tersebut belum bisa kita lakukan sewaktu kita masih hidup di dunia, maka tipislah harapan kita untuk bertemu (kembali) kepada Allah di akhirat nanti. Dan selain itu, untuk lebih memperkuat tingkat keyakinan kita terhadap perihal pertemuan kepada Allah tersebut, berikut kita lihat firman-firman-Nya yang lainnya yang menjelaskan perihal pertemuan kepada-Nya tersebut : Hai manusia, sesungguhnya kamu telah bekerja dengan sungguhsungguh menuju Tuhanmu, maka pasti kamu akan menemui-Nya (QS.Al Insyiqaaq.(84):6) Dan kembalilah kamu kepada Tuhanmu, dan berserah dirilah kepada-Nya sebelum datang azab kepadamu kemudian kamu tidak dapat ditolong (lagi).(QS.Az Zumar.(39):54) Maka segeralah kembali kepada (mentaati) Allah. Sesungguhnya aku seorang pemberi peringatan yang nyata dari Allah untukmu. (QS.Adz Dzaariyaat.(51):50).

10

Demikianlah beberapa penjelasan dari firman-Nya yang menjelaskan perihal pertemuan kepada Allah. Dan tentunya, dari kita melihat berbagai penjelasan beberapa firman-Nya tersebut mungkin akan terbersit segudang pertanyaan dibenak kita, yang mungkin diantaranya : Kalau memang benar Allah bisa kita lihat (temui) semasa kita masih hidup didunia, tentunya Wujud seperti apa yang Allah perkenankan untuk kita temui tersebut..? Dan untuk menemui Allah yang dimaksudkan tersebut, tentunya juga kita harus mencari-Nya kemana, menggunakan apa dan bagaimana caranya...?, dan lain sebagainya. Maka untuk itu, sebagai langkah awal untuk menjawab berbagai pertanyaan tersebut, rasanya akan sangat ditentukan sekali oleh DUIT (Doa, Usaha, Iman dan Takwa) kita kepada Allah. Karena insya Allah, dengan kita berbekal Doa, Usaha, Iman dan Takwa kepada Allah, maka Allah akan berkenan untuk kita temui, aamiin ya robbal'allamiin.

AKHIR PERJALANAN UMAT MANUSIAdan kamu menjadi tiga golongan. Yaitu golongan kanan. Alangkah mulianya golongan kanan itu. Dan golongan kiri. Alangkah sengsaranya golongan kiri itu. Dan orang-orang yang beriman paling dahulu, Mereka itulah yang didekatkan kepada Allah. (QS.Al Waaqi'ah (56):7-11) Pada ayat (QS.Al Waaqi'ah (56):7-11) tersebut diatas dikatakan, bahwa pada hari kiamat (hari berbangkit atau hari dimana kita manusia dihidupkan kembali), kita (manusia) akan terbagi menjadi 3 (tiga) golongan (golongan kiri, golongan kanan dan golongan orang-orang terdahulu) :

11

1. Golongan kiri (golongan orang-orang yang sengsara). Yaitu golongan para manusia yang Allah masukkan kedalam neraka, atau golongan orang-orang yang lebih berat timbangan dosadosanya (keburukannya) daripada timbangan pahalanya (kebaikannya). Dan seperti yang difirmankan-Nya didalam (QS Al A'raaf (7);41), bahwa tempat tidur mereka (para penghuni neraka tersebut) terbuat dari api neraka yang sangat panas, yaitu sebagai balasan terhadap apa yang telah mereka perbuat. Nauzubillah min zalik. Demikianlah balasan terhadap musuh-musuh Allah, (yaitu) neraka; mereka mendapat tempat tinggal yang kekal di dalamnya sebagai balasan atas keingkaran mereka terhadap ayat-ayat Kami.(QS.Fushshilat (41);28) Mereka mempunyai tikar tidur dari api neraka dan di atas mereka ada selimut (api neraka). Demikianlah Kami memberi balasan kepada orang-orang yang zalim,(QS Al A'raaf (7);41) 2. Golongan kanan (golongan orang yang dimuliakan Allah). Yaitu golongan para manusia yang Allah masukkan kedalam Surga, atau golongan para orang-orang yang lebih baik timbangan amal ibadahnya (pahalanya) daripada timbangan dosa-dosanya (keburukannya). Dan tiada kekhawatiran bagi mereka, juga tidaklah mereka bersedih hati, dan bagi mereka (para penghuni surga) disediakan buahbuahan dan sungai-sungai yang mengalir serta istri-istri yang suci dan cantik-cantik di dalamnya, yaitu sebagai imbalan terhadap apa yang telah mereka laksanakan atau perbuat. Allahu Akbar, Maha Suci Allah yang mengatur segala urusan. Sesungguhnya orang-orang mukmin, orang-orang Yahudi, orangorang Nasrani dan orang-orang Shabiin, siapa saja diantara mereka yang benar-benar beriman kepada Allah, hari kemudian dan beramal saleh, mereka akan menerima pahala dari Tuhan mereka,12

tidak ada kekhawatiran kepada mereka, dan tidak (pula) mereka bersedih hati.(QS. Al Baqarah (2);62) Dan sampaikanlah berita gembira kepada mereka yang beriman dan berbuat baik, bahwa bagi mereka disediakan surga-surga yang mengalir sungai-sungai di dalamnya. Setiap mereka diberi rezki buah-buahan dalam surga-surga itu, mereka mengatakan : "Inilah yang pernah diberikan kepada kami dahulu." Mereka diberi buahbuahan yang serupa dan untuk mereka di dalamnya ada isteri-isteri yang suci dan mereka kekal di dalamnya.(QS. Al Baqarah (2);25) 3. Golongan terdahulu (golongan orang-orang yang dekat kepada Allah). Yaitu golongan orang-orang yang beriman paling dahulu, atau golongan orang-orang yang bisa kembali kepada Allah. Innalillahi waainna ilaihi rojiun (berasal dari Allah dan kembali kepada Allah). Orang-orang yang mereka seru itu, mereka sendiri mencari jalan kepada Tuhan mereka siapa di antara mereka yang lebih dekat (kepada Allah) dan mengharapkan rahmat-Nya dan takut akan azab-Nya; sesungguhnya azab Tuhanmu adalah suatu yang (harus) ditakuti.(QS Al Israa' (17);57) Sesungguhnya Ibrahim itu benar-benar seorang yang penyantun lagi penghiba dan suka kembali kepada Allah.(QS Huud (11);75) Dan orang-orang yang menjauhi thaghut (yaitu) tidak menyembahnya dan kembali kepada Allah, bagi mereka berita gembira; sebab itu sampaikanlah berita itu kepada hamba- hamba-Ku,(QS Az Zumar (39);17). Dilihat dari beberapa penjelasan ayat-ayat Al-Quran tersebut diatas tadi, yang bila kita coba garis bawahi, bahwa ketiga golongan tersebut sesungguhnya adalah ending (batas akhir) dari segala usaha kita (manusia) didalam menjalankan perintah dan larangan Allah yang terdapat didalam agama (dalam berkehidupan sehari13

hari). Yang tentunya, dari ke 3 (tiga) golongan tersebut yang bila diantaranya (salah satunya) dijadikan suatu pilihan (harus kita pilih), maka tentu yang akan menjadi target (tujuan) utama kita, yaitu menjadi kelompok atau golongan orang-orang yang beriman paling dahulu, atau menjadi manusia yang dekat kepada Allah dan bisa kembali kepada Allah Innalillahi waainna ilaihi rojiun. Atau seperti yang sering disebutkan dikalangan para kaum Sufi, yaitu : menjadi kelompok atau golongan orang-orang yang sudah Marifatullah (telah mengenal Allah), atau telah memahami makna Ilmu yang Bermanfaat. Menurut Guru besar Ilmu Tauhid (ketuhanan) Imam Al-Ghazali, bahwa keselamatan umat manusia (bisa kembali atau tidaknya manusia kepada Allah) akan sangat tergantung sekali kepada Ilmu yang Bermanfaat, Amal Ibadah dan Doa Anak yang Sholeh. Dimana penjelasan mengenai 3 (tiga) point menurut Iman AlGhazali tersebut : 1. Ilmu yang Bermanfaat Yaitu yang secara umum pengertian dari Ilmu yang bermanfaat tersebut adalah : ilmu (pengetahuan) yang diaplikasikan, disampaikan atau diberikan kepada orang lain dan ada manfaatnya maka itulah yang dinamakan dengan Ilmu yang bermanfaat. Akan tetapi, ilmu yang bermanfaat yang kita maksudkan disini yaitu : Tingkatan Ilmu mengenal Allah yang sampai kepada Penyaksian Cahaya Allah (Allah membimbing kepada cahaya-Nya siapa yang dia kehendaki) (QS.An Nur. (24):35), yang penjelasannya akan kita bahas panjang lebar pada TINGKATAN KEYAKINAN KEPADA ALLAH dan HUBUNGAN KEPADA ALLAH. Allah (Pemberi) cahaya (kepada) langit dan bumi. Perumpamaan cahaya Allah, adalah seperti sebuah lubang yang tak tembus, yang di dalamnya ada pelita besar. Pelita itu di dalam kaca (dan) kaca itu seakan-akan bintang (yang bercahaya) seperti mutiara, yang dinyalakan dengan minyak dari pohon yang berkahnya, (yaitu) pohon zaitun yang tumbuh tidak di sebelah timur (sesuatu) dan14

tidak pula di sebelah barat(nya), yang minyaknya (saja) hampirhampir menerangi, walaupun tidak disentuh api. Cahaya di atas cahaya (berlapis-lapis), Allah membimbing kepada cahaya-Nya siapa yang dia kehendaki, dan Allah memperbuat perumpamaanperumpamaan bagi manusia, dan Allah Maha Mengetahui segala sesuatu. (QS.An Nur.(24):35). 2. Amal Ibadah Allah SWT menerangkan bahwa satu-satunya maksud dan tujuan Allah SWT menciptakan jin dan manusia di dunia ini hanyalah untuk beribadah kepada-Nya, sebagaimana firman-Nya: Padahal mereka tidak disuruh kecuali supaya menyembah Allah dengan memurnikan ketaatan kepada-Nya dalam (menjalankan) agama dengan lurus, mendirikan shalat dan menunaikan zakat; dan yang demikian itulah agama yang lurus. (QS.Al-Bayyinah(98);5). Maka hadapkanlah wajahmu dengan lurus kepada agama (Allah); (tetaplah atas) fitrah Allah yang telah menciptakan manusia menurut fitrah itu. Dan tidak ada perubahan dalam fitrah Allah. (Itulah) agama yang lurus; tetapi kebanyakan manusia tidak mengetahui. (QS.Ar-Rum(31);30). Dan selain itu dikatakan juga, bahwa Ibadah-ibadah kepada Allah disyariatkan sebagai tugas pokok hidup kita sebagai hamba Allah, juga fitrah manusia sejak dilahirkan adalah untuk bertauhid dan beriman kepada Allah SWT, sebagaimana firman-Nya: Dan (ingatlah) ketika Rabb-mu mengeluarkan keturunan anak-anak Adam dari sulbi mereka dan Allah juga mengambil kesaksian terhadap jiwa mereka (seraya berfirman): Bukankah Aku ini Tuhanmu? Mereka menjawab: Betul (Engkau Tuhan kami), kami menjadi saksi. (Kami lakukan yang demikian itu) agar pada hari kiamat kamu tidak mengatakan: Sesungguhnya kami (bani Adam) adalah orang-orang yang lengah terhadap ini (keesaan Allah). (QS. Al-Araf(7);172). Yang tentunya, amal ibadah (ibadah-ibadah) yang disyareatkan Allah SWT sebagai tugas pokok hidup kita tersebut, yang jika hasil ritual pelaksanaannya belum bisa sampai kepada hakekat-Nya15

(sampai Mukhasyafah kepada Allah atau Marifatullah), tentu hanya sebatas Pahala atau Surga saja yang kita (manusia) dapatkan. Atau kita (manusia) hanya masuk pada golongan kanan atau masuk pada golongan orang-orang yang dimuliakan Allah saja. Karena ketahuilah, bahwa sesungguhnya ending (batas akhir) dari semua pelaksanaan syareat agama tersebut, haruslah sampai kepada hakekat-Nya yaitu sampai kepada Allah SWT (kembali kepada Allah SWT). Dan selain itu, Allah SWT juga menciptakan segala sesuatunya semua serba berpasang pasangan, seperti siang pasangannya adalah malam, pagi pasangannya adalah petang, hidup pasangannya adalah mati, surga pasangannya adalah neraka, dunia pasangannya adalah Akhirat, syareat pasangannya adalah hakekat. Yang artinya juga, bahwa ritual syareat agama yang kita laksanakan didalam beragama, sesungguhnya haruslah bisa sampai kepada hakekat-Nya, yaitu sampai kepada Allah SWT (Marifatullah atau mengenal Allah SWT). Dan Dia-lah Tuhan yang membentangkan bumi dan menjadikan gunung-gunung dan sungai-sungai padanya. Dan menjadikan padanya semua buah-buahan berpasang-pasangan, Allah menutupkan malam kepada siang. Sesungguhnya pada yang demikian itu terdapat tanda-tanda (kebesaran Allah) bagi kaum yang memikirkan (Ar Ra'd (13);3). Dan dikatakan juga, bahwa firman-firman Allah yang terdapat didalam Al-Quran, semua pada dasarnya hanya mempunyai 2 (dua) sasaran makna saja, yaitu sasaran makna hubungan Horizontal (habluminannas) dan sasaran makna hubungan Vertikal (habluminallah) : Hubungan Horizontal (Habluminannas). Yaitu hubungan antara manusia dengan sesama manusia dan hubungan antara manusia dengan alam semesta. Yang aturan tata cara hubungannya sudah ditata dengan sedemikian baiknya didalam16

aturan-aturan

syareat

agama,

diantaranya

:

Telah diwajibkan atas kamu wahai manusia (insan) untuk melaksanakan peritah Allah, seperti melaksanakan sodakoh jariah, infaq, zakat, qurban, dan lain sebagainya. Yang tentunya juga, dengan pelaksanaan ritual agama tersebut, tentu akan sangat berdampak baik sekali terhadap hubungan sosial didalam masyarakat kita. Seperti, bisa mengurangi kesenjangan sosial atau bisa memperbaiki hubungan sosial antar ummat didalam masyarakat kita. Hubungan Vertikal (Habluminallah). Yang seperti telah dijelaskan di bagian atas tadi, bahwa segala sesuatunya pasti ada pasangannya (berpasang-pasangan). Dan berikut kita coba ambil contoh pasangan yang dimaksudkan-Nya tersebut yaitu pasangan yang dalam arti/makna yang mengarah kepada makna hakikatnya (sesungguhnya), misalnya : Makna hakikat (sesungguhnya) dari zakat, qurban dan puasa menurut para kaum Sufi yaitu : Bagi para Salik (pencari Allah) yang ingin berjumpa kepada Allah, maka diwajibkan atasnya untuk menzakatkan, mengurbankan dan mempuasakan dirinya (badan jasmani, jiwa/nafsu) agar bisa bertemu kepada Allah. Karena, tidak mungkin seorang Salik (pencari Allah) akan bisa bertemu kepada Allah jika jiwa/nafsunya masih mendominasi dirinya. Atau seperti contoh lain misalnya : didalam Al-Quran (Albaqarah(2);223) difirmankan, bahwa kita (manusia) diperintahkan untuk mendatangi istri-istri kita sebagai tempat bercocok tanam dan dengan bagaimana (terserah) saja cara yang kita kehendaki atau inginkan agar kita (manusia) bisa bertemu kepada Allah. Isteri-isterimu adalah (seperti) tanah tempat kamu bercocok tanam, maka datangilah tanah tempat bercocok-tanammu itu bagaimana saja kamu kehendaki. Dan kerjakanlah (amal yang baik) untuk dirimu, dan bertakwalah kepada Allah dan ketahuilah bahwa kamu17

kelak akan menemui-Nya. Dan berilah kabar gembira orang-orang yang beriman. (QS.Albaqarah (2):223). Yang tentunya, ayat-ayat Al-Quran tersebut disampaikan-Nya dengan ayat-ayat Mutasyaabihaat yang menggunakan bahasa perumpamaan atau kiasan-kiasan yang mempunyai arti atau makna yang tersirat (tersembunyi), yang mungkin jawabannya bisa kita dapatkan dari para Mursyid (guru) yang sudah sampai kepada Allah. Demikian juga halnya dengan pengertian atau makna dari firman Allah berikut ini : Sesungguhnya Aku inilah Tuhanmu, maka tanggalkanlah kedua terompahmu; sesungguhnya kamu berada dilembah yang suci, Thuwa. (Thaahaa (20);12). Dan sesungguhnya kalau Kami perintahkan kepada mereka: "Bunuhlah dirimu atau keluarlah kamu dari kampungmu", niscaya mereka tidak akan melakukannya kecuali sebagian kecil dari mereka. Dan sesungguhnya kalau mereka melaksanakan pelajaran yang diberikan kepada mereka, tentulah hal yang demikian itu lebih baik bagi mereka dan lebih menguatkan (iman mereka), (An Nisaa' (4):66) 3. Doa Anak yang Sholeh Yaitu doa dari seorang anak yang mempunyai kualitas hubungan kepada Allah yang lebih baik. Atau doa dari seorang anak yang sudah memahami betul makna hakekat ilmu yang bermanfaat. Karena, dengan sianak tersebut telah memahami atau mengerti makna ilmu yang bermanfaat, maka dapat dipastikan doa-doa dari sianak tersebut akan benar-benar tertuju dan terarah kepada tempat dimana ia harus meminta atau memohon. Selain itu, pengertian doa anak yang sholeh yang dimaksudkan tersebut, dapat juga kita artikan dengan doa dari orang-orang yang sholeh atau doa dari orang-orang alim yang mempunyai kualitas hubungan kepada Allah yang lebih baik (orang-orang yang dekat18

dengan

Allah).

AYAT MUHKAMAAT & AYAT MUTASYAABIHAAT Dan tidak mungkin bagi seorang manusiapun bahwa Allah berkatakata dengan dia kecuali dengan perantaraan wahyu atau dibelakang tabir atau dengan mengutus seorang utusan (malaikat) lalu diwahyukan kepadanya dengan seizin-Nya apa yang Dia kehendaki. Sesungguhnya Dia Maha Tinggi lagi Maha Bijaksana. Dan demikianlah Kami wahyukan kepadamu wahyu (Al Quran) dengan perintah Kami. Sebelumnya kamu tidaklah mengetahui apakah Al Kitab (Al Quran) dan tidak pula mengetahui apakah iman itu, tetapi Kami menjadikan Al Quran itu cahaya, yang Kami tunjuki dengan dia siapa yang kami kehendaki di antara hamba-hamba Kami. Dan sesungguhnya kamu benar-benar memberi petunjuk kepada jalan yang lurus. (QS. Asy Syuura.(42):51,52). Petunjuk dari Allah tidaklah seperti petunjuk yang disampaikan atau diberitahukan dari sesama kita manusia, misalnya disampaikan dengan cara berbicara atau dengan cara berkomunikasi langsung. Akan tetapi, petunjuk dari Allah tersebut biasanya disampaikan-Nya dengan melalui perantara atau diberitahukan-Nya dengan dibalik tabir. Dan selain itu juga dikatakan, bahwa kita (manusia) sebelumnya (sebelum diturunkan-Nya wahyu) tidaklah mengerti apa itu kitab suci dan keimanan, akan tetapi dengan perantara wahyu-Nya, maka kita (manusia) menjadi mengerti apa itu kitab suci dan keimanan. Demikian juga halnya pemahaman kita terhadap rahasia-rahasia Allah yang lainnya. Karena tentu rahasia-rahasia Allah tersebut baru bisa kita mengerti atau kita pahami dengan benar apabila kita sudah diberitahukan-Nya dengan melalui perantara atau dengan wahyu-Nya.

19

Dan didalam (QS.AlImran (3);7) dijelaskan juga, bahwa firmanfirman Allah yang terdapat didalam kitab suci (Al-Quran) semua pada dasarnya hanya terdiri dari ayat-ayat Muhkamaat (ayat-ayat yang lurus) dan ayat-ayat Mutasyaabihaat (ayat-ayat yang mempunyai beberapa makna, tersurat dan tersirat), yang penjelasannya : Dia-lah yang menurunkan Al Kitab (Al Quran) kepada kamu. Di antara (isi) nya ada ayat-ayat yang muhkamaat, itulah pokok-pokok isi Al qur'an dan yang lain (ayat-ayat) mutasyaabihaat. Adapun orang-orang yang dalam hatinya condong kepada kesesatan, maka mereka mengikuti sebahagian ayat-ayat yang mutasyaabihaat daripadanya untuk menimbulkan fitnah untuk mencari-cari ta'wilnya, padahal tidak ada yang mengetahui ta'wilnya melainkan Allah. Dan orang-orang yang mendalam ilmunya berkata: "Kami beriman kepada ayat-ayat yang mutasyaabihaat, semuanya itu dari sisi Tuhan kami." Dan tidak dapat mengambil pelajaran (daripadanya) melainkan orang-orang yang berakal (AlImran (3);7). 1. Ayat-ayat Muhkamaat (pokok isi Al-Quran) Yaitu ayat-ayat Al-Quran yang arti atau pengertiannya sudah tidak bisa lagi kita belokkan. Karena, isi (bunyi) dari ayat-ayat tersebut sesungguhnya sudah merupakan arti atau makna dari ayat itu sendiri, diantaranya : Aku memilihmu untuk diriKu, Allah membimbing kepada cahayaNya siapa yang dia kehendaki, Aku adalah dekat. Aku mengabulkan permohonan orang yang berdoa apabila ia memohon kepada-Ku, dsb. 2. Ayat-ayat Mutasyaabihaat Yaitu ayat-ayat yang terdapat didalam Al-Quran yang mempunyai beberapa arti, baik arti yang tersurat (tertulis) maupun arti yang tersirat (tersembunyi).

20

Dan seperti yang kita ketahui, bahwa didalam Al-Quran cukup banyak ayat-ayat Mutasyaabihaat (ayat-ayat yang mempunyai beberapa arti/makna) yang penyampaiannya menggunakan bahasa perumpamaan atau kiasan. Dimana kita terkadang kesulitan dan bingung didalam mengartikan maksud dan tujuan dari penjelasan yang disampaikannya. Belum lagi ditambah dengan ketidaktahuan kita terhadap hakikat (bentuk asli) dari perumpamaan atau kias yang dimaksudkan/disampaikannya tersebut, tentu akan sangat sulit bagi kita untuk memahaminya dengan benar. Dan didalam firman-Nya (QS.AlImran (3);7) dikatakan, bahwa bagi orang-orang yang didalam hatinya lebih condong kepada kesesatan, tentu kecenderungan orang-orang tersebut akan mencoba menerka-nerka sendiri arti dari ayat-ayat Mutasyaabihaat tersebut, atau mencoba mencari-cari ta'wilnya (makna sebenarnya) sendiri, yang tanpa didasari pembuktian serta refferensi lainnya. Padahal dikatakan, tidak ada yang bisa mengetahui makna yang sebenarnya kecuali hanya dengan petunjuk-Nya. Dan sebagai salah satu contoh firman Allah yang penyampaiannya menggunakan bahasa perumpamaan atau kiasan, maka berikut kita lihat firman-Nya : Mereka tuli, bisu dan buta, maka tidaklah mereka akan kembali (ke jalan yang benar) (QS.Al Baqarah (2):18) Yang tentunya, dari kita melihat pengertian atau uraian ayat AlQuran tersebut diatas tadi (QS.Al Baqarah (2):18), mungkin dibenak kita berpikir atau berkesimpulan bahwa Allah itu sama seperti kita (manusia) yang mempunyai telinga, mulut dan mata. Tentu...!!! kesimpulan atau cara pikir kita yang seperti itu adalah kesimpulan atau cara pikir kita yang sangat-sangat keliru (salah besar), karena telah salah menyamakan Allah sama seperti kita (manusia) yang mempunyai telinga, mulut dan mata. Dan sebagai salah satu jawaban yang menjelaskan arti/makna dari21

kata buta tersebut, berikut kita lihat penjelasan dari firman-Nya yang lainnya : Maka apakah mereka tidak berjalan di muka bumi, lalu mereka mempunyai hatii yang dengan itu mereka dapat memahami atau mempunyai telinga yang dengan itu mereka dapat mendengar? Karena sesungguhnya bukanlah mata itu yang buta, tetapi yang buta, ialah hati yang di dalam dada. (QS. Al Hajj (22):46) Sesungguhnya yang buta itu bukanlah mata lahir (mata yang ada pada jasad/fisik). Akan tetapi, yang buta itu sesungguhnya adalah hati yang ada didalam dada. Yang tentunya juga, pengertian dari hati yang dimaksudkan tersebut, bukanlah bentuk gumpalan daging merah yang terdapat didalam rongga dada kita (manusia), atau seperti lambang cinta (love) yang sering digambarkan oleh banyak orang. Akan tetapi, yang dimaksudkan dengan hati tersebut, sesungguhnya adalah mata qolbu atau seperti yang sering disebutkan oleh banyak orang yaitu dengan istilah/sebutan mata hati atau hati nurani. Oleh karena itu, disinilah perlunya kita untuk belajar memahami pengertian bahasa-bahasa yang dalam penjelasannya menggunakan bahasa perumpamaan atau kiasan. Karena dengan kita terbiasa memahami bahasa yang penjelasannya menggunakan perumpamaan atau kiasan, maka kita juga bisa lebih mudah untuk memahami makna ayat yang arti atau pengertiannya lebih mendekati kepada makna yang sebenarnya/sesungguhnya. Dan selanjutnya, kembali kita kepada pembahasan arti/makna dari bahasa perumpamaan atau kiasan. Bahwa, yang dimaksud dengan perumpamaan atau kiasan dalam penjelasan kita disini ini adalah : Perumpamaan atau kiasan yang dicontohkan untuk menjelaskan sesuatu yang lainnya. Dimana biasanya yang dicontohkannya tersebut kadang cenderung agak lebih mirip atau mendekati kesamaannya dengan apa yang dijelaskannya. Akan tetapi,22

perumpamaan atau kiasan yang dicontohkannya tersebut sesungguhnya bukanlah hakikat (bentuk asli) dari apa yang dijelaskannya (hanya serupa tetapi tidak sama). Dan selanjutnya juga, mungkin agak sedikit keluar dari pembahasan kita tentang ayat-ayat Muhkamaat dan ayat-ayat Mutasyaabihaat. Dan untuk lebih memperluas wawasan kita terhadap pemahaman isi kandungan ayat-ayat suci Al-Quran, berikut kita simak juga pengertian dan uraian-uraian dari ayat-ayat Al-Quran yang bersifat informasi, perintah dan larangan berikut ini. 1. Ayat-ayat yang bersifat Informasi Yaitu ayat-ayat yang ada didalam Al-Quran yang lebih bersifat Informasi (Ilmu), atau lebih merupakan suatu pemberitahuan, diantaranya seperti : Yaa siin (hai Insan) Demi Al-Quran yang penuh hikmah, Sesungguhnya kamu salah seorang dari rasul-rasul, (QS.Yaasiin (36):1,2,3), dll. 2. Ayat-ayat yang bersifat Perintah Yaitu ayat-ayat yang ada didalam Al-Quran yang lebih bersifat perintah atau seruan agar dilaksanakan, misalnya yang bersifat : Wajib -> yaitu apabila dikerjakan akan mendapatkan pahala atau imbalan, dan bila tidak dikerjakan maka akan mendapatkan dosa. Sunnah -> yaitu apabila dikerjakan akan mendapatkan pahala atau imbalan, dan bila tidak dikerjakan tidak berdosa. Dan sebagai salah satu contoh dari ayat-ayat yang bersifat perintah yang terdapat didalam Al-Quran : Dan pada sebahagian malam hari bersembahyang tahajudlah kamu sebagai suatu ibadah tambahan bagimu; mudah-mudahan Tuhanmu mengangkat kamu ke tempat yang terpuji. (QS.Al23

Israa.(17):79),dll. 3. Ayat-ayat yang bersifat Larangan Yaitu ayat-ayat yang terdapat didalam Al-Quran yang bersifat larangan atau seruan agar dijauhkan : Dan janganlah kamu memalingkan mukamu dari manusia (karena sombong) dan janganlah kamu berjalan di muka bumi dengan angkuh. Sesungguhnya Allah tidak menyukai orang-orang yang sombong lagi membanggakan diri. (QS.Luqman (31):18), dll Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu saling memakan harta sesamamu dengan jalan yang batil, kecuali dengan jalan perniagaan yang berlaku dengan suka sama-suka di antara kamu. Dan janganlah kamu membunuh dirimu; sesungguhnya Allah adalah Maha Penyayang kepadamu (QS. An Nisaa' (4);29)

TINGKATAN KEYAKINAN KEPADA ALLAHSeseorang meyakini keberadaan Allah, akan sangat terkait sekali terhadap informasi, Ilmu, Apal (Ciptaan), Shifat (Sifat) dan Dzat (Wujud). Yang jika kita pilah-pilah atau kita coba kelompokkan, maka tingkatan keyakinan seseorang tersebut terdiri dari empat tingkatan keyakinan : Wajibul-Yakin, Ainul-Yakin, HaqqulYakin dan Isbatul-Yakin. 1. Wajibul-Yakin Yaitu keyakinan seseorang terhadap keberadaan Allah yang bersumber dari Informasi, misalnya informasi dari membaca kitabkitab suci seperti (Al-Quran, Taurat, Injil dan Zabur dan lain-lain). Atau informasi dari mendengar ceramah-ceramah atau mendengar radio, nonton televisi, melihat di internet, dan lain sebagainya. 2. Ainul-Yakin Yaitu Keyakinan seseorang terhadap keberadaan Allah karena ilmu,24

Apal

(Ciptaan)

dan

Shifat

(Sifat-Nya).

Dan sebagai contoh karena Apal (ciptaan-Nya) misalnya, dengan melihat gunung maka seseorang akan menjadi yakin terhadap keberadaan Allah. Karena dengan melihat gunung tersebut membuat logika akal orang tersebut menjadi berpikir bahwa tidak mungkin gunung tersebut ada kalau tidak ada yang menciptakannya. Demikian juga halnya dengan orang tersebut melihat ciptaan-ciptaan-Nya yang lainnya, seperti melihat lautan, melihat flora dan fauna, melihat keajaiban-keajaiban alam, dan yang lain sebagainya, maka tentu besar kemungkinan orang tersebut akan berkeyakinan bahwa Allah itu pasti ada-Nya karena keberadaan ciptaan-ciptaan-Nya tersebut. Dan sebagai contoh karena Shifat (Sifat-Nya) misalnya, seseorang akan yakin terhadap keberadaan Allah karena dari mempelajari sifat-sifat Allah, misalnya dari mempelajari Sifat 20 atau mempelajari sifat-sifat Allah yang lainnya yang serba Maha dan sangat tidak terbatas. 3. Haqqul-Yakin Yaitu keyakinan seseorang terhadap keberadaan Allah karena orang tersebut telah dibimbing/diberi petunjuk oleh Allah kepada CahayaNya (QS.An_Nur.(24):35), atau seperti yang disebutkan dibagian awal Article ini, yaitu mereka atau orang-orang yang sudah mengerti dan memahami makna hakikat dari Ilmu yang bermanfaat. 4. Isbatul-Yakin Keyakinan seseorang terhadap keberadaan Allah karena orang tersebut telah meyakini-Nya dengan Wajibul-Yakin, Ainul-Yakin dan Haqqul-Yakin. Yang kemudian orang tersebut menjadi benarbenar yakin (sangat meyakini-Nya) yang hingga pada akhirnya orang tersebut sampai pada tingkat keyakinan yang tidak akan tergoyahkan lagi, atau sampai pada tingkat keyakinan yang mutlak karena orang tersebut telah mengisbatkan Allah.25

Dan sebagai contoh lainnya yang mungkin lebih mendekati makna tingkatan keyakinan seseorang, kita coba lihat juga beberapa informasi atau cerita berikut ini : Tatkala Laudia menginformasikan kepada Marsha bahwa rasa madu itu adalah manis, maka informasi dari Laudia kepada Marsha tersebut menjadikan Marsha terpaksa meyakini bahwa rasa madu itu adalah manis. Sehingga dengan informasi itu membuat tingkatan keyakinan Marsha terhadap rasa madu tersebut berada pada tingkatan keyakinan Wajibul-Yakin. Karena sebelumnya Marsha pernah mencicipi gula, maka Marsha menjadi merasa-rasa (mengira-ngira) bahwa rasa manisnya madu yang diberitahukan Laudia kepadanya itu sama seperti rasa manisnya gula yang pernah ia rasakan sebelumnya. Sehingga dengan rasa yang kira-kira tersebut membuat tingkatan keyakinan Marsha terhadap rasa madu tersebut berada pada tingkatan keyakinan Ainul-Yakin. Kemudian Marsha mencoba mencicipi madu, sehingga dengan mencicipi madu tersebut membuat Marsha menjadi mengetahui atau tahu persis bagaimana rasanya madu yang diceritakan Laudia kepadanya itu. Dengan demikian membuat tingkatan keyakinan Marsha terhadap rasa madu tersebut berada pada tingkatan keyakinan Haqqul-Yakin. Informasi yang didapatkan Marsha dari Laudia bahwa rasa madu itu adalah manis, yang kemudian dilanjutkan oleh Marsha dengan mencicipi madu, sehingga menbuat Marsha menjadi tahu persis bagaimana rasanya madu yang diceritakan Laudia kepadanya itu. Dan Marsha menjadi sangat meyakini rasa madu tersebut, sehingga tingkatan keyakinan Marsha terhadap rasa madu tersebut sampai pada tingkatan keyakinan yang mutlak yang tidak tergoyahkan lagi, atau sampai pada tingkatan keyakinan Isbatul-Yakin.

26

Dan sebagai gambaran lain juga dari seseorang, kita coba lihat juga contoh

tingkatan keyakinan cerita berikut ini :

Sekembalinya teman saya dari Bali, teman saya bercerita kepada saya bahwa pantai Sanur Bali itu sangatlah indah dan mempesona. Sehingga pada kondisi seperti itu membuat tingkatan keyakinan saya terhadap pantai Sanur Bali tersebut berada pada tingkatan keyakinan Wajibul Yakin. Kemudian saya melihat pantai lain, yaitu melihat pantai Pangandaran yang tak kalah indahnya. Sehingga dengan saya melihat pantai Pangandaran tersebut membuat saya menjadi membayangkan keindahan pantai Sanur Bali yang diceritakan oleh teman saya sebelumnya yang mungkin sama seperti indahnya pantai pangandaran yang sedang saya lihat/kunjungi tersebut. Sehingga, pada kondisi seperti itu membuat tingkatan keyakinan saya terhadap pantai Sanur Bali tersebut berada pada tingkatan keyakinan Ainul Yakin. Kemudian pada saat saya nonton televisi, tiba-tiba ada tayangan di televisi yang menyiarkan tentang indahnya pantai Sanur Bali. Sehingga dengan tontonan di televisi tersebut membuat saya menjadi mengetahui bagaimana pantai Sanur Bali yang indah dan mempesona yang diceritakan oleh teman saya sebelumnya. Sehingga pada kondisi seperti itu, membuat tingkatan keyakinan saya terhadap pantai Sanur Bali tersebut berada pada tingkatan keyakinan Haqqul Yakin. Dan disuatu waktu pergilah saya ke Bali, yang tentunya mengunjungi pantai Sanur Bali yang selama ini telah saya impikan itu. Dan tentu perasaan saya sangat senang sekali, karena sesuatu yang selama ini telah saya idam-idamkan (impikan) dapat tersampaikan (terkunjungi). Dan karena saya pernah mengunjunginya sendiri (melihat pantai Sanur Bali tersebut dengan mata kepala saya sendiri), maka sudah barang tentu saya sangat menyakini kebenaran cerita teman saya tentang keindahan pantai27

Sanur Bali yang indah dan mempesona tersebut. Yang hingga pada akhirnya membuat tingkatan keyakinan saya terhadap pantai Sanur Bali tersebut berada pada tingkatan keyakinan Isbatul Yakin. Demikianlah kira-kira beberapa contoh cerita yang menggambarkan tingkatan keyakinan seseorang. Dan karena pernah mengunjunginya sendiri (melihatnya dengan mata kepala sendiri), maka sudah barang tentu semuanya akan terekam dan tersimpan di memory otak kita (saya). Dan tentunya juga, bila hal tersebut (sesuatu yang pernah kita kunjungi tersebut) diceritakan kembali, maka sudah barang tentu kita akan terbayang dan teringat kembali walaupun tidak secara keseluruhannya (sampai mendetail). Demikian juga hal-nya kita didalam mengingat Allah. Karena.!!!, bagaimana mungkin kita bisa/mampu mengingat Allah dengan benar dan lebih terarah, bila hadirat-Nya belum pernah kita kunjungi (temui/lihat). Dan yang ada, mungkin kita hanya akan mengingat-Nya dengan mengira-gira saja dan tanpa ada kepastian, Nauzubillahi min zalik. Dan ketahuilah wahai saudaraku!!!, bahwa ingatan kepada Allah yang tanpa kepastian bisa menggiring kita kepada syirik atau kesalahan dalam penyembahan kepada Allah, yang tentunya hal tersebut suatu perbuatan yang sangat berbahaya dan sangat dilarang oleh Allah. Memang ada sabda Rasulullah SAW yang mengatakan bahwa, sembahlah Allah seakan-akan kita melihat Allah, dan andai kata kita tidak bisa (belum bisa) melihat Allah, maka percayalah bahwa sesungguhnya Allah melihat kita. Ihsan itu ialah, engkau menyembah Allah seakan-akan engkau melihat-Nya. Andai kata anda tidak dapat melihat-Nya, namun Allah tetap melihat Anda (Al-Hadits). Akan tetapi dalam hal ini, kita tentunya sebagai seorang yang28

sedang berjalan mencari Allah (Salik), rasanya agak terlalu pesimis jika kita hanya puas dengan cara yang seakan-akan (seolah-olah) tersebut saja. Dan tidak ada salahnya bila kita mau mencari Allah dengan suatu kepastian. Dan janganlah kita menjadi orang yang terlalu cepat berpuas diri, sehingga kita membatasi diri dan menjadi gontai (berjalan santai) atau hanya berjalan ditempat saja tanpa mau berusaha melangkah lebih jauh lagi untuk mencari-Nya. Kata seakan-akan (seolah-olah) dalam hadits tersebut, kiranya lebih kepada makna keragu-raguan. Apalagi keragu-raguan dalam berhubungan kepada Allah, sungguh sesuatu yang harus benarbenar kita pikirkan sebelum terlambat. Nabi Muhammad SAW dikenal manusia yang paling bijaksana, dan beliau juga memahami betul berbagai tingkat kualitas keimanan yang dimiliki (dipahami) oleh umat-umatnya. Dan disini mungkin yang dimaksudkan dari kata seakan-akan (seolah-olah) melihat Allah tersebut, hanya diperuntukkan kepada umat-umatnya yang sudah tidak bisa lagi untuk mencapai pertemuan kepada Allah. Jadi saudaraku.., cobalah kita agak sedikit lebih kreatif. Dan janganlah kita hanya puas dan terpaku kepada salah satu hadits saja, karena selain hadits nabi tersebut, cukup banyak juga haditshadits Nabi yang lainnya yang belum tersingkap (tersembunyi) atau yang tidak populer dan tidak dipublikasikan secara terang-terangan kepada khalayak umum. Karena sesungguhnya cukup banyak ayatayat yang terdapat didalam Al-Quran yang lebih menguatkan agar kita mau berusaha melakukan pertemuan kepada Allah tersebut : Janganlah engkau berikan ilmu ini kepada yang tidak membutuhkan, karena itu adalah perbuatan zhalim. Tetapi jangan engkau tidak berikan ilmu ini kepada yang membutuhkan, karena itu juga perbuatan zhalim(Al-Hadits). Aku hafal dua karung (kitab) hadits dari Rasulullah SAW. Yang satu karung (kitab) sudah aku siarkan kepada kalian semua. Sedangkan29

yang satu lagi kalau aku siarkan, niscaya dipotong orang leherku (HR Bukhari diriwayatkan oleh Abu Hurairah) Hai manusia, sesungguhnya kamu telah bekerja dengan sungguhsungguh menuju Tuhanmu, maka pasti kamu akan menemui-Nya (QS. Al Insyiqaaq (84):6) Bacalah apa yang telah diwahyukan kepadamu, yaitu Al Kitab (AlQuran) dan dirikanlah shalat. Sesungguhnya shalat itu mencegah dari (perbuatan- perbuatan) keji dan mungkar. Dan sesungguhnya mengingat Allah (shalat) adalah lebih besar (keutamaannya dari ibadat-ibadat yang lain). Dan Allah mengetahui apa yang kamu kerjakan. (QS. Al 'Ankabuut (29):45) Hai orang-orang beriman, janganlah hartamu dan anak-anakmu melalaikan kamu dari mengingat Allah. Barangsiapa yang berbuat demikian maka mereka itulah orang-orang yang merugi. (QS. Al Munaafiquun (63):9) Syaitan telah menguasai mereka lalu menjadikan mereka lupa mengingat Allah; mereka itulah golongan syaitan. Ketahuilah, bahwa sesungguhnya golongan syaitan itulah golongan yang merugi. (Al Mujaadilah (58):19) Oleh karena itu, maka melalui Article ini, penulis mengajak kepada teman-teman para pembaca sekalian, khususnya diri pribadi penulis, mari kita secara bersama-sama berusaha setekun-tekunnya dan konsisten untuk mencapai pertemuan kepada Allah. Janganlah kita membatasi diri, atau mungkin sampai kita berkesimpulan bahwa mustahil (tidak mungkin) kita bisa bertemu kepada Allah, atau pertemuan kepada Allah tersebut tidak mungkin bisa dilakukan oleh orang-orang seperti kita, atau pertemuan kepada Allah tersebut hanya untuk kalangan orang-orang tertentu saja. Tentu bagi Allah tidak ada yang tidak mungkin, kerena Allah Maha Mendengar, Allah Maha Mengetahui, Allah Maha Mengabulkan30

Permohonan hamba-Nya, dan Allah Maha Pengasih lagi Maha Penyayang, dan juga janji Allah sesungguhnya pasti adanya, karena janji Allah bukanlah omong kosong seperti halnya banyak diantara janji-janji para manusia-manusia pembual (pembohong) yang kerap kita dengar dilingkungan sekitar kita atau diberbagai media. Barangsiapa yang mengharap pertemuan dengan Allah, maka sesungguhnya waktu (yang dijanjikan) Allah itu, pasti datang. Dan Dialah Yang Maha mendengar lagi Maha Mengetahui. (QS.Al Ankabuut.(29):5) Dan pertemuan kepada Allah tidak dilarang oleh Allah, bahkan sebaliknya, Allah memerintahkan kepada kita agar berusaha setekun-tekunnya untuk menemui-Nya maka pasti kita akan menemui-Nya. Yang tentunya juga, pertemuan kepada Allah yang dimaksudkan tersebut tidaklah sama seperti pertemuan kita dengan sesama kita (manusia), karena Allah berbeda dengan ciptaan-Nya Laisa kamistlihi syaiun. Oleh karena itu, karena Allah Laisa kamistlihi syaiun (Allah berbeda dengan ciptaan-Nya), tentu sangat sulit sekali untuk menjelaskan tentang Allah tersebut, dan juga wajar Nabi Muhammad SAW menganjurkan agar kita menemui-Nya terlebih dahulu sebelum mulai beragama Awaluddini Maqrifatullah (Awal beragama mengenal Allah). Karena, dengan kita telah bertemu kepada-Nya terlebih dahulu maka ritual ibadah, penyembahan serta ingatan kita kepada Allah menjadi benar-benar terarah dan tertuju hanya kepada-Nya, Allah Azza Wajallah, dan tidak dikira-kira saja. Kerena ketahuilah.., bahwa sebutan atau tulisan nama-nama Allah sesungguhnya hanya baru sebatas gambaran-Nya saja dan bukan Dia yang sesungguhnya, karena Dia (Allah) berbeda dengan tulisan atau berbeda dengan nama-nama tersebut.

PERLUNYA MENGENAL ALLAH DENGAN PEMBUKTIAN

31

Seperti yang telah disebutkan dibagian awal Article ini, bahwa seringkali kita mendengar atau mendapatkan penjelasan yang hanya dijelaskan dengan perumpamaan atau kiasan-kiasan saja. Apalagi penjelasan tentang Allah, tentu akan sangat sulit untuk dijelaskan atau diuraikan. Memang..!!!, seperti itulah kita (manusia) dengan segala keterbatasannya. Dan kita (manusia) hanya diberikan sedikit pengetahuan (ilmu) tentang hal tersebut, yang itupun juga hanya sebatas dan terbatas kepada para hamba-hamba-Nya yang Allah kehendaki dan tunjukkan juga. Oleh karena itu, maka penjelasan atau uraian tentang Allah SWT tersebut, kiranya hanya bisa kita jelaskan dengan cara berilustrasi saja, yang penjelasan-Nya jika kita coba jelaskan dengan cara berilustrasi, mungkin tak ubahnya seperti penjelasan kita didalam menjelaskan tentang Rasa. Dimana didalam penjelasan tentang rasa tersebut, paling-paling kita (manusia) hanya bisa atau mampu menjelaskannya dengan cara berilustrasi menggunakan perumpamaan-perumpamaan atau kiasan-kiasan yang agak mendekati saja (mirip, seperti, misalnya, seumpama dan lain sebagainya). Dan disini tentunya sebagai orang yang dijelaskan (orang yang menerima penjelasan), tentu baru akan mengerti maksud atau tujuan dari apa yang kita jelaskan, apabila orang tersebut telah benar-benar merasakannya sendiri atau orang tersebut telah benarbenar mencicipinya sendiri. Atau sebagai contoh misalnya : saat kita menjelaskan bagaimana rasanya air sirup kepada orang lain, maka sudah barang tentu orang yang kita jelaskan tersebut baru akan mengerti dan paham bagaimana rasanya air sirup yang kita maksudkan tersebut, apabila orang tersebut sudah pernah meminum atau mencicipi air sirup (orang tersebut sudah membuktikannya secara langsung).32

Demikian juga Allah. Karena, tentang Allah sendiri sudah secara

halnya kita dalam memahami penjelasan tentang tentu kita baru akan mengerti maksud penjelasan tersebut dengan sebenar-benarnya, apabila kita pernah menyaksikan atau bertemu kepada Allah langsung (Haqqul/Isbatul yakin).

Dan bila ingin mencontoh Nabi Muhammad SAW dalam beragama, seperti dinyatakan beliau didalam sabdanya : Awaluddini Maqrifatullah (Awal beragama mengenal Allah). Dari penjelasan sabda Nabi tersebut, sungguh betapa pentingnya pembuktian pertemuan kepada Allah terlebih dahulu sebelum mulai beragama. Dan pasti ada alasannya kenapa Nabi Muhammad SAW menyatakan hal yang demikian. Dan sebagai pendapat awam.., mungkin boleh jadi yang dimaksud sabda Nabi Muhammad SAW tersebut adalah agar kita tidak gampang tersesat didalam memahami dan menjalankan perintah dan larangan Allah yang terdapat didalam agama. Karena, dengan kita telah Marifatullah (mengenal Allah) terlebih dahulu, maka kita akan tahu (mengerti) apa maksud dan tujuan yang sesungguhnya dari ritual peribadatan yang diajarkan didalam agama tersebut. Sehingga, kita tidak hanya menjalankan agama karena hanya ikut-ikutan saja, atau hanya ikut agama yang dianut oleh orang tua atau nenek moyang kita saja, akan tetapi kita juga sudah benar-benar mengerti dan paham terhadap apa yang kita lakukan/laksanakan didalam beragama tersebut. Dan apabila dikatakan kepada mereka: "Ikutilah apa yang telah diturunkan Allah," mereka menjawab: "(Tidak), tetapi kami hanya mengikuti apa yang telah kami dapati dari (perbuatan) nenek moyang kami". "(Apakah mereka akan mengikuti juga), walaupun nenek moyang mereka itu tidak mengetahui suatu apapun, dan tidak mendapat petunjuk?" (QS.Al Baqarah (2);170).

33

Dia telah mensyari'atkan bagi kamu tentang agama apa yang telah diwasiatkan-Nya kepada Nuh dan apa yang telah Kami wahyukan kepadamu dan apa yang telah Kami wasiatkan kepada Ibrahim, Musa dan Isa yaitu: Tegakkanlah agama] dan janganlah kamu berpecah belah tentangnya. Amat berat bagi orang-orang musyrik agama yang kamu seru mereka kepadanya. Allah menarik kepada agama itu orang yang dikehendaki-Nya dan memberi petunjuk kepada (agama)-Nya orang yang kembali (kepada-Nya).(QS. Asy Syuura(42);13) Karena seperti yang kita ketahui, bahwa cukup banyak orang yang memeluk agama yang dianutnya karena hanya ikut agama yang dianut oleh orang tuanya. Karena, seperti yang kita lihat di zaman sekarang ini, cukup banyak para orang tua yang sudah menanamkan nilai-nilai agama yang dianutnya kepada para anakanaknya sedini mungkin (di usia dini). Sehingga anaknya (kita) kadang sadar atau tidak menjadi menganut agama yang dianut orang tua kita (orang tuanya). Sebagai contoh misalnya : orang yang orang tuanya memeluk agama Kristen maka kemungkinan besar anaknya menjadi memeluk agama Kristen, atau orang yang orang tuanya memeluk agama Khatolik maka anaknya juga kemungkinan besar akan memeluk agama Khatolik, atau orang yang orang tuanya memeluk agama Budha maka anaknya menjadi memeluk agama Budha, atau orang yang orang tuanya memeluk agama Islam maka anaknya menjadi memeluk agama Islam, dan seterusnya dan seterusnya... Dan kemudian, setelah akhir baliq (menginjak dewasa), dengan akal dan kehendak merdeka-nya, mungkin barulah sianak tersebut bisa mencermati kembali agama yang dianutnya sejak kecil. Tetapi sayang seribu sayang!!!, kadang kebanyakan dari kita hanya puas dengan apa yang kita terima saja, dan terkadang juga kita menjadi egois (mau menang sendiri) dan fanatik buta, yang terkadang juga menjadi sering mengkafirkan orang lain yang tidak sependapat/sepaham dengan kita.34

Akan tetapi, bila kita coba kaji lebih dalam, bahwa kata kafir tersebut, sesungguhnya adalah sebuah kata yang berasal dari bahasa Arab yaitu kufur yang artinya tertutup, dan antonimnya adalah syakir yang berarti terbuka. Sehingga dengan demikian, arti/makna hakekat yang dimaksud dengan kata kafir (orang kafir) tersebut sesungguhnya adalah orang yang tertutup atau buta mata qalbunya dari melihat kebenaran alias tidak mengenal Allah, maka oleh karena itu orang yang kafir atau orang yang tertutup dari melihat kebenaran (tidak mengenal Allah) tersebut, haruslah diperangi atau dibunuh (dimarifatkan kepada Allah) agar orang tersebut bisa mengenal Allah. Hai orang-orang yang beriman, perangilah orang-orang kafir yang di sekitar kamu itu, dan hendaklah mereka menemui kekerasan daripadamu, dan ketahuilah, bahwasanya Allah bersama orangorang yang bertaqwa. (QS. At Taubah(9):123).

MENGENAL MANUSIABerbicara mengenai manusia, terdapat berbagai pendapat mengenai manusia tersebut. Yang secara garis besar berbagai pendapat mengenai manusia tersebut, kebanyakan hanya membedakannya dari yang lahir dan yang bathinnya saja (yang terlihat dan yang tidak terlihatnya saja). Dan pada pembahasan kita yang terdapat pada Article ini, bahwa manusia tersebut yaitu terdiri dari 3 (tiga) sosok, yaitu Jasad, Jiwa dan Ruh, mudah-mudahan anda termasuk orang-orang yang sependapat dengan pendapat tersebut. Dan untuk lebih jelasnya, kita lihat penjelasan mengenai Jasad, Jiwa dan Ruh tersebut berikut ini : 1. Jasad35

(Jasmani/Badan/Raga)

Dan sesungguhnya Kami telah menciptakan manusia dari suatu saripati (berasal) dari tanah. Kemudian Kami jadikan saripati itu air mani (yang disimpan) dalam tempat yang kokoh (rahim). Kemudian air mani itu Kami jadikan segumpal darah, lalu segumpal darah itu Kami jadikan segumpal daging, dan segumpal daging itu Kami jadikan tulang belulang, lalu tulang belulang itu Kami bungkus dengan daging. Kemudian Kami jadikan dia makhluk yang (berbentuk) lain. Maka Maha sucilah Allah, Pencipta Yang Paling Baik. (QS.Al Muminuun (23):12,13,14) Jasad (Jasmani/Badan/Raga) yaitu Jasad lahir yang diciptakan Allah dengan urutan proses kejadian yaitu mulai dari saripati tanah, yang kemudian menjadi air mani, dan kemudian menjadi segumpal darah, lalu menjadi segumpal daging hingga berbentuk Jasad. Dan kemudian pada proses selanjutnya setelah meninggal dunia (berpisah Jasad dengan Ruh alias mati), maka melalui proses alam atau melalui proses biologis, Jasad tersebut akan kembali lagi kepada unsur awalnya yaitu menjadi saripati tanah, yang kemudian akan dihisap kembali oleh tanaman-tanaman yang lain sebagai pupuk penyubur. Dan kemudian, pada proses selanjutnya tanamantanaman tersebut mungkin akan dimakan atau termakan kembali oleh jasad-jasad yang lainnya dalam memenuhi kebutuhan hidupnya. Dan selain itu, mungkin ada juga yang melalui ragam proses sunnatullah yang lainnya, yang misalnya dimakan ikan, dimakan binatang buas atau mungkin juga dimakan oleh sesama manusia itu sendiri (kanibalisme), sebelum ia kembali menjadi saripati tanah. 2. Ruh (Rohani) Kemudian Dia menyempurnakan dan meniupkan ke dalamnya rohNya dan Dia menjadikan bagi kamu pendengaran, penglihatan dan hati: (tetapi) kamu sedikit sekali bersyukur. (QS. As Sajdah (32):9) Ruh (Rohani) yaitu roh-Nya atau Rohani yang ditiupkan Allah kedalam Jasad/Jasmani sewaktu Jasad/Jasmani masih berada36

didalam

rahim

atau

kandungan.

Dan mengenai pemahaman tentang Ruh/Rohani, saat ini masih cukup banyak ragam dan perbedaannya, terutama dalam hal penafsirannya. Dimana ada yang mengatakan bahwa Ruh adalah Dzat turunan Allah, dan ada juga yang mengatakan bahwa Ruh tersebut adalah sifatnya Allah yang ditularkan Allah kepada manusia, dan ada juga yang mengatakan bahwa Ruh tersebut adalah Jiwa (Nafsu), dan ada juga yang mengatakan Ruh tersebut adalah bagian dari Allah dan lain sebagainya, dan lain sebagainya. Dan untuk lebih jelasnya kita lihat 20 sifat Allah (sifat 20) yang Allah percayakan kepada kita (manusia) berikut ini : 1. Wujud Ada wujudnya. 2. Qidam Lebih dahulu adanya, tiada yg mendahuluinya 3. Baqaa Kekal adanya tiada akhir. 4. Muhalafalil hawaaditsh Serba beda dengan yang serba baru. 5. Qiyamu binafsihi Bangun dengan Dzatnya sendiri. 6. Wahdaniyah Adanya hanya satu. 7. Qudrat Kuasa. 8. Iradat Kehendak/karep. 9. Ilmu Pengetahuan. 10. Hayat Hidup. 11. Sama Mendengar. 12. Bashar Melihat. 13. Qalam Bicara. 14. Qadiran Yang Maha Kuasa. 15. Muridan Yang Maha berkehendak. 16. Alimun Yang Maha mempunyai pengetahuan. 17. Hayyun Yang Maha Hidup. 18. Samian Yang Maha Mendengar. 19. Bashiran Yang Maha Melihat. 20. Mutakalliman Yang Maha Berbicara.

37

Dan dari melihat 20 (dua puluh) sifat yang Allah percayakan kepada manusia tersebut, seperti terlihat pada tabel diatas, tentu membuat kita punya kesimpulan tersendiri tentang Ruh/roh-Nya/Rohani tersebut. Yang misalnya, dengan melihat sifat Qidam yang berarti lebih dahulu adanya, atau sifat Baqaa yang berarti kekal adanya dan tiada akhir, atau sifat-sifat-Nya yang lain yaitu seperti sifat Muhalafalil hawaaditsh yang berarti serba beda dengan yang serba baru, Qiyamu binafsihi yang berarti bangun dengan Dzatnya sendiri, Wahdaniyah yang berarti adanya hanya satu, dan lain sebagainya. Dan seperti yang kita pahami juga, bahwa sifat-sifat Allah tersebut tentu tidak ada batasnya (tidak terbatas/tak terhingga). Kerena, Dia-lah sumber dari sifat itu sendiri dan Dia (Allah) Maha segalagalanya. Dan selain itu, pemahaman mayoritas juga bahwa Jasad akan mati (tidak kekal) dan akan kembali kepada unsur asalnya yaitu menjadi saripati tanah, sedangkan Ruh/Rohani akan tetap hidup kekal selama-lamanya Innalillahi waainna ilaihi rojiun (Ruh berasal dari Allah dan kembali kepada Allah). Sehingga..!!!, atas dasar pemahaman tersebut juga penulis dalam hal ini menjadi berkesimpulan (berpendapat) bahwa Ruh (ruhNya/Rohani) adalah merupakan bagian dari Allah, dan akan kembali kepada Allah, sedangkan Jasad (Jasmani) akan mati (tidak kekal) dan akan kembali kepada unsur asalnya yaitu menjadi saripati tanah. Akan tetapi, pengertian bagian dari Allah yang dimaksudkan tersebut bukan berarti bahwa Ruh (roh-Nya) yang Allah percayakan kepada manusia tersebut adalah Allah secara utuh dengan segala kebesaran-Nya. Karena, boleh jadi jika kita berkesimpulan sama seperti itu, kita juga menjadi terjebak berkesimpulan bahwa Allah jamak (banyak) kerena ada pada setiap manusia. Oleh karena itu, kesimpulan dan cara pikir kita yang seperti itu haruslah kita luruskan. Karena, dengan Maha besarnya Allah, dan Maha38

Meliputinya Allah, maka sudah barang tentu semua yang ada didalam jagad raya (alam semesta) ini termasuk juga kita (manusia), semuanya diliputi oleh Allah dan sudah merupakan bagian dari Allah yang tidak terpisahkan. Dengan demikian maka pengertian bagian dari Allah yang dimaksudkan disini, yang jika kita coba jelaskan dengan cara berilustrasi dengan perumpamaan, mungkin tak ubahnya seperti kita memahami pengertian organ tubuh kita, seperti : tangan, kaki atau organ-organ tubuh kita yang lainnya. Dimana tentu kita tidak bisa mengatakan bahwa tangan atau kaki atau organ-organ tubuh kita yang lainnya tersebut adalah manusia secara utuh. Karena, tangan atau kaki atau organ-organ tubuh kita tersebut sesungguhnya hanyalah merupakan bagian dari yang namanya manusia itu sendiri (hanya merupakan bagian) dan tidak bisa kita katakan namanya adalah manusia. Demikian juga sebaliknya, bila kita berbicara yang namanya manusia. maka sudah barang tentu manusia yang kita maksudkan tersebut yaitu tersusun atau terdiri dari organ-organ tubuh penyusunnya, yaitu seperti : kaki, tangan, kepala, leher, perut, pinggul, dan yang lainnya. Atau mungkin, sama juga seperti kita dalam menyebutkan yang namanya mobil. Karena, tentu kita tidak bisa mengatakan bahwa mesin, ban, spion atau stir tersebut adalah mobil. Karena, bila kita akan menyebutkan yang namanya mobil, maka sudah barang tentu juga termasuk dengan segala kelengkapan yang terdapat pada mobil itu sendiri, seperti : mesin, ban, spion, stir dan yang lainnya. 3. Jiwa (Nafsu) Allah memegang jiwa (orang) ketika matinya dan (memegang) jiwa (orang) yang belum mati di waktu tidurnya; maka Dia tahanlah jiwa (orang) yang telah Dia tetapkan kematiannya dan Dia melepaskan jiwa yang lain sampai waktu yang ditetapkan. Sesungguhnya pada39

yang demikian itu terdapat tanda- tanda kekuasaan Allah bagi kaum yang berfikir.(QS.Az Zumar (39):42). Jiwa (Nafsu). Sama juga seperti banyak orang dalam menafsirkan tentang Ruh (Rohani), dimana dalam menafsirkan Jiwa (Nafsu) ini, masih banyak juga ragam dan perbedaaannya. Dimana ada yang berpendapat bahwa Jiwa sama seperti Ruh/Rohani, atau ada juga yang berpendapat bahwa Jiwa tersebut adalah Nyawa, dan ada juga yang berpendapat bahwa Jiwa tersebut adalah sama seperti Jasad yang hanya saja Jiwa (Nafsu) tersebut bersifat abstrak (tidak terlihat), dan lain sebagainya. Dan akan berfungsinya Jiwa, yaitu apabila Jiwa tersebut telah berada bersama Ruh dan Jasad. Sedangkan faktor kedewasannya, tentu tidak selalu ditentukan oleh faktor usia atau umur dari manusia tersebut. Karena, kedewasaan kejiwaan seseorang tersebut bisa juga dipengaruhi oleh wawasan dan pengalaman dari orang itu sendiri. Jadi..!!! cukup jelas sekali, bahwa kedewasaan jiwa seseorang tersebut tidak semata-mata ditentukan oleh faktor usia/umurnya. Karena seperti yang kita ketahui, cukup banyak orang yang umurnya sudah cukup dewasa atau bahkan sudah jauh lebih tua, akan tetapi secara kejiwaan dan tingkah laku orang tersebut masih seperti kekanak-kanakan (tingkah lakunya masih seperti anak kecil). Demikian juga sebaliknya, banyak orang yang umur/usianya masih relatif lebih mudah (belum terlalu tua) akan tetapi secara kejiwaan orang tersebut kadang sudah jauh lebih unggul atau lebih dewasa ketimbang orang-orang yang umurnya jauh lebih tua daripadanya. Dan selain itu, dari keterangan ayat-ayat Al-Quran sebelumnya tadi juga dijelaskan, bahwa Allah memegang jiwa seseorang ketika seseorang tersebut meninggal dunia (mati) dan sedang tidur, dan Allah juga yang melepaskan jiwa-jiwa atau memberikan jiwa-jiwa yang lainnya sampai waktu yang telah ditetapkan-Nya. Dengan40

demikian maka cukup jelaslah perbedaan antara Jiwa dengan Ruh tersebut, apalagi jika keduanya (Jiwa dan Ruh) tersebut kita coba kaitkan dengan keberadaan Jasad (Jasmani). Dan sebagai contoh lain mengenai jiwa (nafsu) tersebut yang mungkin bisa lebih terlihat, : Tatkala kita melihat orang yang sedang tidur, tentu kita akan melihat adanya tanda-tanda kehidupan pada orang yang sedang tidur tersebut. Dimana pada orang sedang tidur tersebut, kita melihat orang tersebut masih bernafas, bergerak dan bahkan kadang berjalan kemana-mana (gelindur). Padahal, seperti disebutkan Allah pada ayat Al-Quran (firman-Nya) sebelumnya tadi, bahwa jiwa orang yang sedang dalam keadaan tidur atau orang yang sudah meninggal dunia yaitu dipegang oleh Allah (jiwanya sudah tidak lagi bersama Jasadnya atau jiwanya sudah bersama Allah). Dan dari berbagai informasi yang penulis dapatkan, bahwa Jiwa (Nafsu) yang terdapat pada diri manusia tersebut yaitu terdiri 12 (dua belas) Jiwa/Nafsu, seperti : 01 02 03 04 05 06 07 08 09 10 11 12 Al Al Al Al Al Al Al Al Al Al Al Al Ammarah Jiwa yang memaksa Hayawaniah Jiwa yang bersifat Kehewanan Lawwamah Jiwa yang tercelah & mencelah Muthmainah Jiwa yang tenang Mulhamah Jiwa yang di ilhami Mardhiyah Jiwa yang diridhoi Allah Qadisyah Jiwa yang diciptakan Dengan dzikir Wahiddah Jiwa yang unik Radhiyah Jiwa yang ridho kepada Allah Ilahiyah Jiwa yang suci Kulliyah Jiwa yang universal Kamilah Jiwa yang paripurna

Dan dari 12 (dua belas) Jiwa (nafsu) tersebut dikatakan, ada terdapat 4 (empat) Jiwa (nafsu) yang harus bisa kita kendalikan agar kita bisa selamat, yaitu Jiwa (nafsu) :41

Al-Ammarah Al-Hayawaniah Al-Lawwamah Al-Muthmainah

: : :

yang Jiwa yang bersif Jiwa yang tercelah & : Jiwa yang

Jiwa

memaksa Kehewanan mencelah tenang

Dan Insya Allah, dengan kita mengendalikan 4 (empat) jiwa (nafsu) tersebut yaitu jiwa/nafsu (Al-Ammarah, Al-Hayawaniah, AlLawwamah, Al-Muthmainah) maka Allah akan memanggil kita untuk kembali kepada-Nya, seperti halnya yang terlihat didalam keterangan firman-Nya :

Hai jiwa yang tenang. Kembalilah kepada Tuhanmu dengan hati yang puas lagi diridhai-Nya. Maka masuklah ke dalam jama'ah hamba-hamba-Ku, masuklah ke dalam syurga-Ku.(QS. Al Fajr (89);27-30)

HUBUNGAN KEPADA ALLAHBerbicara hubungan kepada Allah, dimana secara garis besar yang dipergunakan seseorang didalam berhubungan kepada Allah, yaitu dengan menggunakan Raga (Gerak), Kata (Asma), Cipta (Ciptaan), Rasa (Rasa Jasmani) dan roh-Nya (Rasa Rohani), yang penjelasannya : 1. Raga (Gerak) Yaitu hubungan kepada Allah yang dilakukan oleh seseorang dengan menggunakan bahasa tubuh (gerak gerik tubuh). Yang cara tersebut menurut Mangkunegara IV yaitu disebutkan dengan sebutan : Sembah Raga. Dan seperti yang kita ketahui, bahwa cukup banyak bahasa tubuh (gerak gerik tubuh) yang dipergunakan seseorang didalam berhubungan kepada Sang Maha Pencipta (Allah), yang diantaranya42

seperti : Berdiri, duduk, sujud, berjalan, berkelana, mengunjungi tempat-tempat tertentu atau menari-nari dan lain sebagainya. 2. Kata (Asma) Yaitu hubungan kepada Allah yang dilakukan oleh seseorang dengan ucapan (bertasbih), atau seperti yang sering kita dengar dengan sebutan Semba Kata/Asma. Dan diantara cara Sembah Kata/Asma, tersebut yaitu seperti dengan cara mengucapkan atau mengagungkan nama-nama Allah (Asmaul Husna) atau dengan cara membaca ayat-ayat suci, berdoa dan lain sebagainya. Dan diantara manusia ada yang menyembah Allah hanya sebatas huruf atau tulisan.. (QS.Al-Hajj(22);11). Mereka tidak mengenal Allah dengan sebenar-benarnya (QS.AlHajj(22);74) kecuali hanya menyembah Asma-Nya yang kamu dan nenek moyangmu buat-buat (QS.Yusuf(12);40)

3. Cipta (Ciptaan) Yaitu hubungan kepada Allah yang dilakukan oleh seseorang karena keberadaan ciptaanNya, atau seperti yang sering disebutkan dengan sebutan Sembah Cipta. Dan diantara cara Sembah Cipta tersebut yaitu seperti : dengan seseorang melihat keindahan Alam atau melihat kejadian-kejadian pada alam atau melihat hal-hal yang sangat luar biasa pada ciptaan-Nya maka seseorang tersebut menjadi merasakan keberadaan Allah.

4. Rasa (Rasa Jasmani)43

Yaitu hubungan kepada Allah yang dilakukan seseorang yang bertumpu kepada rasa (rasa jasmani), atau yang sering disebutkan dengan sebutan Semba Rasa. Dan kebanyakan dari para pelaksana ritual yang menggunakan perangkat rasa ini, kadang mereka sudah bisa merasakan keberadaan Allah sepertinya sudah sangat dekat sekali dengan mereka, dimana mereka terkadang merasakan seperti sedang diawasi oleh Allah. Dan selain itu, ada juga diantara para pengguna perangkat ini yang dalam berhubungan kepada Allah menggunakan perasaan yang lebih halus (menggunakan perasaan yang lebih mendalam), dimana mereka kadang terlihat sangat konsentrasi sekali. Dan terkadang juga mereka seperti orang yang tidak sadarkan diri dan merasakan badannya serasa naik dan melayang-layang terangkat keatas seperti sedang berada di alam lain yang belum pernah dikunjunginya (berada di alam astral).

5. roh-Nya (Rasa Rohani) Yaitu hubungan kepada Allah yang dilakukan seseorang dengan menggunakan roh-Nya/Rohani, atau seperti yang sering disebutkan dengan sebutan Sembah Sukma. Dan pada tingkatan Semba Sukma ini, yaitu kebanyakan dialami oleh mereka yang sudah sampai pada tingkat keyakinan HaqqulYakin/Isbatul-yakin, atau mereka yang sudah bisa menyaksikan Cahaya Allah dengan menggunakan penglihatan mata qalbunya (An Nur 24:35). Dan tentu tidak ada hijab atau tirai lagi yang menutup antara dirinya dengan Allah SWT, dimana pengalaman yang seperti itu dinyatakan oleh Dzin Nun Al-Mishry : Aku kenal Tuhanku, dengan Tuhanku jua.

44

Yang tentunya, karena orang tersebut telah menggunakan roh-Nya dalam berhubungan kepada-Nya, maka sudah barang tentu penyembahan dan ingatannya kepada Allah menjadi tidak lagi hanya dikira-kira (seolah-olah) saja. Dan orang tersebut juga tentu telah mengerti bahwa darah dan daging tidak akan sampai kepada Allah, atau jasad yang terbuat dari sari pati tanah tentu hanya akan kembali kepada tanah, dan yang bisa menemui/sampai kepada Allah hanyalah roh-Nya (Rohani) yang Allah tiupkan kepada janin atau jasad kita (manusia) sewaktu masih berumur sekitar 120 hari didalam kandungan. Dan selanjutnya, masih berkaitan dengan pembahasan kita yaitu mengenai hubungan kepada Allah, dimana selain dengan 5 (lima) cara tersebut diatas tadi, tentu ada banyak cara juga yang telah dilakukan oleh para Salik (pencari Allah) agar bisa sampai kepada Allah, dimana berbagai cara yang dipergunakan mereka tersebut yang jika kita coba bagi dalam 2 (dua) kelompok perjalanan, yaitu : kelompok perjalanan panjang dan kelompok perjalanan pendek. 1. Perjalanan Panjang Yaitu kelompok cara atau jalan yang dilakukan oleh para Salik (pencari Allah) yang dalam perjalanan pencarian-Nya yang memakan waktu yang cukup lama. Dimana didalam perjalanan pencarian-Nya tersebut mungkin tidak sedikit diantara mereka yang tersesat dan disesatkan dijalan. Atau mungkin juga usianya sudah tidak memungkinkan lagi dan keburu meninggal dunia sebelum sampai kepada Allah. Dan diantara penempuh jalan atau cara tersebut, tentu ada juga yang beruntung atau berhasil. Karena dengan ketekunan, kegigihan dan pengorbanannya akhirnya si Salik (pencari Allah) tersebut bisa berhasil sampai kepada Allah, walaupun memakan waktu yang cukup lama dan dengan tingkat kesulitan yang tidak sedikit. Dan masih berkaitan juga dengan perjalanan untuk berhubungan45

kepada Allah yang sedang kita bahas ini, dimana didalam ajaran agama Islam, istilah untuk perjalanan mencapai hubungan kepada Allah tersebut sering juga kita dengar dengan sebutan Syariat, Thoriqat, Hakikat dan Marifat. Yang tingkatan tersebut jika kita coba gambarkan dalam bentuk sketsa gambar kira-kira akan tampak :

A. Syariat Yaitu yang berarti tata-hukum untuk mengatur (menata) hubungan antara manusia dengan sesama manusia, manusia dengan alam dan manusia dengan Sang Maha Pencipta (Allah), atau seperti yang sering disebutkan dengan istilah hubungan Vertikal dan hubungan Horizontal. Dimana penjelasan atau uraian mengenai perihal tersebut telah cukup banyak diatur dan ditata didalam ilmu-ilmu fiqih, ilmu-ilmu adab budaya dan ilmu-ilmu yang lainnya. B. Thoriqat Yang berarti jalan atau cara, untuk berhubungan kepada Allah. Dimana istilah seseorang yang memasuki Thoriqat tersebut, biasanya sering disebutkan dengan istilah Salik (orang yang berjalan), sedangkan istilah jalan/cara yang biasa ditempuhnya disebutkan dengan Suluk. Dan disekitar abad ke 2 & 3 hijriah, dimana kebanyakan jalan/cara yang dilakukan oleh para Salik (pencari Allah) dalam berhubungan kepada Allah, yaitu dengan Dzikirullah dan Bertasbih. Dan diantaranya yang cukup terkenal yaitu seperti : THORIQAT QODIRIYAH yang dibawakan Syekh Abdul Qadir Jaelani q.s (qaddasallhu sirrahu). THORIQAT SYADZALIYAH yang dibawakan Syekh Abu Hasan AsSyadzili q.s.

46

THORIQAT NAQSYABANDIYAH yang dibawakan Syekh Bahauddin An-Naqsyabandi q.s. THORIQAT RIFAIYAH yang dibawakan Syekh Ahmad bin Abil-Hasan Ar-Rifai q.s. Dan selain itu, cukup banyak juga aliran-aliran Thoriqat yang lainnya yang berkembang yang mereka anggap sudah sejalan/sepaham dengan firman Allah : Dan bahwasanya: jikalau mereka tetap berjalan lurus di atas jalan itu (agama Islam), benar-benar Kami akan memberi minum kepada mereka air yang segar (rezki yang banyak) (Q.S Al Jin (72):16). C. Hakikat Yang berarti kebenaran atau kenyataan yang sesungguhnya atau kenyataan yang mutlak. Dan sesungguhnya, kebenaran yang hakiki/mutlak yang dalam arti yang sebenar-benarnya tersebut, bukanlah hanya terletak pada akal, pikiran dan hati saja, akan tetapi kebenaran yang mutlak dan hakiki tersebut bisa juga terletak pada Rasa, seperti : Rasa-Jasmani yaitu kebenaran yang bisa dirasakan oleh jasad. Seperti bisa merasakan rasa pahit, rasa manis, rasa asam, rasa asin, dan lain sebagainya. Rasa-Rohani yaitu kebenaran yang bisa dirasakan oleh Rohani. Seperti bisa merasakan rasa gembira, rasa sedih, rasa bingung, rasa kecewa, dan lain-lain. Rasa-Nurani yaitu rasa yang penuh dengan Cahaya, atau rasa hakiki yang bersumber dari kebenaran yang tidak seperti rasa-Jasmani dan rasa-Rohani.

D. Marifat47

Yaitu yang berasal dari kata arafa yang artinya adalah mengenal, yang bersumber dari hadits nabi : Man arafa nafsahu faqad arafa Rabbahu (Siapa yang mengenal dirinya, sesungguhnya dia dapat mengenal Tuhannya) Dan sesungguhnya, tidak satupun manusia yang sanggup atau bisa mengenal Allah dalam arti yang paling hakiki (dalam arti yang sebenar-benarnya) kecuali hanya dengan Dia (dengan Nurrullah), seperti yang dinyatakan oleh Dzin Nun Al-Mishry berikut : Aku kenal Tuhanku, dengan Tuhanku jua Atau gambaran lain mengenai hubungan kepada Allah tersebut menurut para Arif Billah yaitu seperti : Bahwa seseorang yang berkeinginan untuk mengenal (menemui) Allah, sesungguhnya laksana seperti hubungan antara jarum-jarum terhadap gumpalan besi berani, dimana bila kita coba perhatikan atau cermati, dimana bila jarum-jarum tersebut kita coba letakkan didekat gumpalan besi berani, maka sudah barang tentu jarumjarum tersebut akan tertarik atau terseret dengan cepat oleh kekuatan magnit dari gumpalan besi berani tersebut. Demikian juga halnya kita (manusia) jika berkeinginan untuk mengenal Allah, maka tentu kita akan tertarik oleh kekuatan Allah Azza Wajallah, dan bisa melesat dengan cepat menghadap kepada Allah, Allahu Akbar. Sejengkal engkau menemui-Ku, maka sedepa Aku mendatangimu. Berjalan engkau kepada-Ku, maka berlari Aku menghampirimu. 2. Perjalanan Pendek

48

Yaitu perjalanan yang dilakukan oleh para Salik (pencari Allah) yang sangat beruntung. Karena, dalam proses perjalanan pencarian-Nya mereka diberi petunjuk langsung oleh Allah atau diberi petunjuk oleh-Nya melalui perantara rasul-Nya (utusannya). Dan tentunya perantara (utusannya) yang dimaksudkan tersebut, sebenarnya bukanlah seperti/sejenis Jin ataupun Syetan atau sejenis mahluk halus yang lainnya, akan tetapi perantara yang dimaksudkan tersebut sesungguhnya adalah seorang Guru Mursyid yang telah mengerti atau telah memahami Ilmu yang bermanfaat (sudah mengenal Allah). Berkatalah seorang yang mempunyai ilmu dari AI Kitab: "Aku akan membawa singgasana itu kepadamu sebelum matamu berkedip." Maka tatkala Sulaiman melihat singgasana itu terletak di hadapannya, iapun berkata: "Ini termasuk kurnia Tuhanku untuk mencoba aku apakah aku bersyukur atau mengingkari (akan nikmat-Nya). Dan barangsiapa yang bersyukur maka sesungguhnya dia bersyukur untuk (kebaikan) dirinya sendiri dan barangsiapa yang ingkar, maka sesungguhnya Tuhanku Maha Kaya lagi Maha Mulia." (QS.An Naml (27):40) Dan disini tentunya.., jika kita benar-benar belum mengerti tentang pertemuan kepada Allah yang dimaksudkan tersebut, cobalah bertanya kepada ahlinya (Mursyid). Dan janganlah kita menggurui bila kita tidak mengerti tentang hal tersebut, dan biasanya juga guru ilmu mengenal Allah (guru ilmu tauhid) tersebut jarang sekali mau berdebat. Juga Mursyid (guru) tersebut tidak akan memaksakan kehendaknya didalam memberikan ilmu mengenal Allah kepada para murid-muridnya. Dan tentunya juga, guru ilmu mengenal Allah tersebut akan melihat juga bagaimana keinginan atau kemauan atau karep dari si-Salik (pencari Allah) itu sendiri didalam berkeinginan untuk belajar ilmu mengenal Allah. Karena, akan menjadi perbuatan zholim apabila memberikan ilmu yang bermanfaat kepada orang yang tidak membutuhkannya, dan sudah menjadi kewajiban juga bagi guru mursyid untuk49

memberikan ilmu yang bermanfaat (ilmu mengenal Allah) kepada orang yang membutuhkannya. Janganlah engkau berikan ilmu ini kepada yang tidak membutuhkan, karena itu adalah perbuatan zhalim. Tetapi jangan engkau tidak berikan ilmu ini kepada yang membutuhkan, karena itu juga perbuatan zhalim(Al-Hadits).

Dan tentunya, untuk lebih mempermudah dalam proses pembelajaran ilmu tersebut, diperlukan keterbukaan kita didalam berkeinginan untuk menerima masukan dari orang lain (guru). Janganlah kita hanya melihat figur seseorang saja dalam belajar ilmu mengenal Allah. Karena ilmu Marifatullah tersebut kadang bisa datang dari sosok orang yang tidak pernah terduga oleh kita, seperti halnya cerita seorang Ulama Besar yaitu Syekh Hamzah Fanzuri yang berguru ilmu Marifatullah kepada seorang tukang sol sepatu yang tidak ternama/terkenal, yang pada akhirnya Syekh Hamzah Fanzuri menjadi berhasil Marifatullah (mengenal Allah).(Note: Hamzah Fanzuri memperoleh ilmu makrifatullah (mukasyafah) atas bimbingan Syekh Abdul Qadir Jailani, bukan seornag tukang sol sepatu. Kalau tidak salah, tukang sol sepatu yg dimaksud tsb di atas adalah gurunya Imam Ghazali ARs note)

Dan jadilah orang yang bisa berjiwa besar seperti halnya Jallaludin Ar Rumi, yaitu seorang Guru Besar ilmu muamalah yang sangat terkenal, tetapi masih mau belajar ilmu mengenal Allah kepada Syamsi Tabriz seorang yang tidak ternama/terkenal. Dan karena jiwa besar tersebutlah akhirnya Jallaludin Ar Rumi bisa naik ke tingkat mukhasyafah (menyaksian Cahaya Allah An Nur 24:35), dan menjadi mengerti ilmu esoterik yaitu ilmu yang tidak dapat diketahui tanpa penyaksian langsung, yang ilmu tersebut didaratan Amerika dikenal dengan istilah akoltis. Dan kalaupun ada perbedaan, janganlah kita terlalu cepat memvonis atau cepat menyalahkan, apalagi jika perbedaannya50

tersebut kita juga tidak tahu persis dimana letak perbedaan dan permasalahannya. Dan sesungguhnya perbedaan itu adalah rahmat,dan juga sudah diprediksikan oleh Nabi Muhammad SAW dan difirmankan Allah di dalam Al-Quran seperti : Sesungguhnya kamu sekalian dalam pendapat.(QS.Adz-Dzariyaat(51);8) keadaan berbeda-beda

Perbedaan pendapat didalam umatku adalah rahmat.(Al-Hadits) Sepeninggalku nanti, umat Islam akan terpecah belah menjadi tujuh puluh tiga golongan, semuanya masuk neraka, hanya satu golongan yang benar yaitu yang berpegang teguh kepada Allah dan Rasul-Nya. (Al-Hadits)

ALLAH DAPAT KITA TEMUIKepastian pertemuan kepada Allah telah Allah janjikan kepada kita (manusia), seperti halnya yang terlihat dari keterangan dan firmanfirman-Nya berikut ini : Jika kita mempunyai kesungguhan untuk menemui-Nya, maka janji Allah pasti akan datang. Hai manusia, sesungguhnya kamu telah bekerja dengan sungguhsungguh menuju Tuhanmu, maka pasti kamu akan menemui-Nya. (QS.Al Insyiqaaq (84):6) Barangsiapa yang mengharap pertemuan dengan Allah, maka sesungguhnya waktu (yang dijanjikan) Allah itu, pasti datang. Dan Dialah Yang Maha mendengar lagi Maha Mengetahui. (QS.Al Ankabuut (29):5)

51

Dan mengenai tata cara untuk menemui-Nya, diayat-Nya yang lain telah Allah beritahukan juga, bahwa salah satu cara atau jalan untuk mencapai pertemuan kepada Allah yaitu dengan cara melakukan sembahyang tahajud dan meyakini-Nya, maka insya Allah kita akan menemui-Nya. Dan pada sebahagian malam hari bersembahyang tahajudlah kamu sebagai suatu ibadah tambahan bagimu: mudah-mudahan Tuhanmu mengangkat kamu ke tempat yang terpuji. (QS.Al Israa (17):79) (yaitu) orang-orang yang meyakini, bahwa mereka akan menemui Tuhannya, dan bahwa mereka akan kembali kepada-Nya. (QS.Al Baqarah (2):46) Selain itu, diayat yang lain Allah juga telah memperingatkan kepada kita, bahwa janganlah kita lalai dan terbuai dengan kenikmatankenikmatan yang hanya sesaat saja. Karena ketahuilah, bahwa kehidupan didunia ini hanyalah senda gurau dan penuh dengan tipu daya. Seperti halnya yang sering kita dengar atau dinyanyikan oleh banyak para penyanyi, yaitu dunia ini panggung sandiwara, semuanya semu bagaikan fatamorgana. Sesungguhnya kamu berada dalam keadaan lalai dari (hal) ini, maka Kami singkapkan daripadamu tutup (yang menutupi) matamu, maka penglihatanmu pada hari itu amat tajam. (QS.Qaaf (50):22) Dan contoh tauladan untuk menemui Allah, sudah dicontohkan juga oleh baginda junjungan kita Nabi besar Muhammand SAW, dan juga oleh nabi-nabi Allah yang lainnya dalam usaha serta langkahnya untuk bertemu kepada Allah. Sesungguhnya telah ada pada (diri) Rasulullah itu suri teladan yang baik bagimu (yaitu) bagi orang yang mengharap (rahmat) Allah dan

52

(kedatangan) hari kiamat dan dia banyak menyebut Allah. (QS.Al Ahzab (33):21) Kepada Tuhannyalah mereka melihat.(QS.AlQiyaamah(75):23)

Barangsiapa yang mengharap pertemuan kepada Allah, maka janji Allah pasti datang. Apabila hamba-Ku sungguh-sungguh ingin menemui-Ku, maka pasti akan menemui-Ku. Dari keterangan firman-fiman Allah tersebut diatas, sebenarnya sungguh sudah sangat demikian jelasnya. Dan sudah tentu juga yang dimaksudkan dengan pertemuan dari kutipan ayat-ayat AlQuran tersebut adalah benar-benar menyaksikan (melihat Allah dengan Haqqul-Yakin/Isbatul-Yakin) atau benar-benar melihat/menemui, dan bukan dengan penglihatan yang hanya dikira-kira (seolah-olah) saja. Karena, jika kita hanya mengenal Allah dari informasi atau dari keyakinan karena hanya dari melihat ciptaan-ciptaan-Nya saja, dikhawatirkan penyembahan kita kepada Allah menjadi agak mengambang atau kurang tepat sasaran. Apalagi jika sampai penyembahan kita kepada Allah tersebut kita hanya dengan melihat dan mengingat gambar-gambar yang ada pada tikar sajadah saja, atau hanya dari melihat-melihat tulisan nama-nama Allah yang ada di dinding-dinding saja, sungguh perbuatan yang sia-sia dan sangat dilarang oleh Allah. Memang.., untuk menemui atau menyaksikan Allah dengan segala keterbatasan kita sebagai manusia tersebut, tentulah hanya akan sebatas kapasitas kita sebagai manusia saja, kerena penyaksian terhadap Allah tersebut yang jika kita coba dengan cara berilustrasi, mungkin tak ubahnya seperti kita melihat hamparan lautan yang sangat luas yang tiada bertepi. Dimana tentu penglihatan dan pemahaman kita (manusia) terhadap laut tersebut hanya akan terbatas atau sebatas sisi-sisi laut tersebut saja (tidak semuanya) . Dan sebagai contoh (ilustrasi) penyaksian kita terhadap Allah SWT tersebut misalnya, mungkin tak ubahnya seperti kita melihat53

sebuah rumah yang ukurannya jauh lebih besar daripada ukuran tubuh kita, dimana penglihatan kita terhadap rumah tersebut tentu hanya akan sebatas pada apa yang ada disekeliling kita saja (tidak semuanya atau hanya sebatas atau terbatas pada jangkauan penglihatan mata kita saja). Saudaraku.!!!, sesungguhnya keterbatasan penglihatan kita yang seperti itu, itulah pengetahuan terbesar yang Allah berikan kepada kita sebagai hamba-Nya (khalifah-Nya), dan kita harus mampu mencapai-Nya. Dan Ruh (Rohani) kita harus mampu menyaksikan dan melebur kepada Wujud Cahaya Allah (Nurrullah) Cahaya diatas Cahaya tersebut. Karena.., hanya dengan cara demikianlah Ruh (Rohani) kita manusia akan bisa terbebas dari belenggu Jiwa/Nafsu. Dan sebagai ilustrasi, bahwa penyatuan atau peleburan Ruh kepada Cahaya Allah (pertemuan kepada Allah) tersebut, tak ubahnya seperti kita menyatukan dua cahaya lampu yang berbeda, seperti menyatukan cahaya lampu dari lampu yang kecil kepada cahaya lampu dari lampu yang lebih besar. Dan tentunya, untuk bisa menyatukan cahaya lampu dari lampu yang kecil kepada cahaya lampu dari lampu yang lebih besar tersebut, haruslah kita bersihkan kotoran-kotoran yang menempel pada kaca-kaca lampu tersebut (yang khususnya pada lampu yang kecil), karena hanya dengan cara demikianlah cahaya lampu dari lampu yang lebih kecil tersebut akan bisa memancar keluar dan menyatu, melebur kepada cahaya lampu dari lampu yang lebih besar tersebut. Demikian juga hakikatnya kita didalam menemui Allah, yaitu dengan melepaskan Ruh dari belenggu jiwa/nafsu, sehingga Ruh tidak lagi buta dan tuli, dan Ruh menjadi kembali suci, sehingga Ruh bisa kapan dan dimana saja menyatu, melebur kepada Cahaya Allah (Nurrullah), Cahaya berlapis Cahaya, Allah Azza Wajallah, Tuhan Semesta Alam.

54

PERWUJUDAN ALLAH MENURUT AL-QURAN DAN AGAMA-AGAMA LAINSesungguhnya Kami telah menurunkannya (QS.Al-Quran) pada malam kemuliaan. Dan tahukah kamu apakah malam kemuliaan itu? . Malam kemuliaan itu lebih baik dari seribu bulan. (QS.Al Qadr (97):1,2,3). Allah (Pemberi) cahaya (kepada) langit dan bumi. Perumpamaan cahaya Allah, adalah seperti sebuah lubang yang tak tembus, yang di dalamnya ada pelita besar. Pelita itu di dalam kaca (dan) kaca itu seakan-akan bintang (yang bercahaya) seperti mutiara, yang dinyalakan dengan minyak dari pohon yang berkahnya, (yaitu) pohon zaitun yang tumbuh tidak di sebelah timur (sesuatu) dan tidak pula di sebelah barat(nya), yang minyaknya (saj