jurnal opthalmologi
DESCRIPTION
gatifloxacinTRANSCRIPT
Penggunaan Klinis Larutan Optalmik Gatifloxacin
untuk Pengobatan Konjungtivitis Bakteri
Lorenzo J Cervantes
Francis S Mah
Departemen Optalmologi, Kornea dan Penyakit Eksterna,
Universitas Pusat Kedokteran Pittsburgh,Pittsburgh, Pennsylvania, USA.
Abstrak: Konjungtivitis bakteri merupakan penyakit infeksius yang paling sering
terjadi di mata, ditandai dengan hiperemis konjungtiva, edema kelopak mata, dan
kotoran mata yang mengandung pus. Walaupun prevalensi dan insidensi tidak
jelas dilaporkan, konjungtivitis bakteri mewakili satu dari penyebab paling sering
pasien datang ke dokter umum dan dokter spesialis opthalmologi.
Kebanyakan kasus konjungtivitis bakteri nongonococcus dan nonchlamydia
sembuh sendiri dan akan menyembuh tanpa ada intervensi yang diberikan. Ada
cara pengobatan, bagaimanapun, yang memungkinkan waktu yang singkat untuk
penyembuhan klinis dan mikrobiologi yang akan mengurangi sedikit angka
morbiditas, mengurangi biaya pemeliharaan kesehatan dari kunjungan dokter dan
mengurangi komplikasi, lebih cepat membuat pasien dapat kembali bersekolah
atau kembali bekerja, dan membatasi potensi penyebaran infeksi.
Larutan optalmik gatifloxacin merupakan antibiotik spektrum luas bakterisidal
dari 8-methoxyfluoroquinolon, dengan aktivitas tinggi melawan Staphylococcus
aureus, Staphylococcus spesies, dan bakteri patogen gram negatif. Antibiotik ini
juga memiliki resistensi yang bagus, membuat antibiotik ini lebih dari cukup
untuk dijadikan pilihan pengobatan konjungtivitis bakteri jika terapi ini di
1
Pendahuluan
Konjungtivitis, atau inflamasi dari konjungtiva, menunjukkan jenis
penyakit atau kelainan yang berbeda, terutama mempengaruhi konjungtiva. Hal
ini secara luas diklasifikasikan sebagai penyakit infeksius atau non infeksius,
dengan penyebab konjungtivitis infeksius yang disebabkan oleh virus, fungi,
parasit, dan bakteri. Konjungtivitis dapat juga diklasifikasikan lebih lanjut
sebagai akut, kronis atau rekuren. Bentuk hiperakut dari konjungtivitis
mukopurulen juga ada, yang secara khusus disebabkan oleh infeksi dari Neisseria
gonorrhea.
Epidemiologi
Secara keseluruhan konjungtivitis mewakili satu dari kasus terbanyak
pasien berkunjung ke dokter spesialis optalmologi dan personil pemeliharaan
kesehatan lainnya, meliputi optometrist, dokter umum untuk gawat darurat, dokter
spesialis pediatri, dokter keluarga dan dokter penyakit dalam.1 Insidensi
konjungtivitis bakteri sulit ditentukan karena kasus terbanyak konjungtivitis
bakteri infeksius mengalami penyembuhan sendiri, dan beberapa kasus diobati
secara empiris tanpa kultur bakteri oleh dokter-dokter spesialis selain dokter
spesialis optalmologi.2
Kasus terbanyak konjungtivitis bakteri disebabkan oleh organisme
komensal gram positif yang merupakan bagian dari flora kulit normal. Pada tahun
1975, Perkins dkk. melaporkan hasil isolasi dari 267 mata dengan konjungtivitis.
Staphylococcus epidermidis merupakan organisme aerob yang paling sering
didapati (67,8%), diikuti dengan Staphylococcus aureus (23,1%).
Propionibacterium acnes merupakan bakteri anaerob yang paling banyak diisolasi
(46,2%), diikuti dengan Peptostreptococus spesies (29,3%).3
Sama halnya, Brook dkk. melaporkan satu seri kultur positif dari 120
pasien dengan konjungtivitis akut mewakili periode lebih dari tiga bulan pada
2
akhir tahun 1975. S. epidermidis (49,6%) merupakan organisme paling sering
diisolasi dari mata yang mengalami inflamasi konjungtiva, diikuti dengan
Propionibacterium (22,9%), Diphtheroids (18,3%), dan S. aureus (17,5%).4
Pada tahun 1995, Everett dkk. melaporkan 385 bakteri yang diisolasi
dari pasien-pasien dengan konjungtivitis bakteri selama periode lebih dari satu
tahun. Organisme gram positif terhitung sebanyak 75% yang terisolasi, dengan
staphylococci dan S.aureus koagulase negatif menjadi dua bakteri yang paling
banyak dijumpai (39% dan 21%).5
Kejadian paling baru, Cavuoto dkk. melaporkan hasil dari 1254 isolasi
kultur positif yang dikenali dari 2408 kultur konjungtiva yang sama diperiksa
untuk konjungtivitis bakteri akut antara tahun 1994 dan 2003. S. aureus
merupakan yang paling banyak diisolasi (37,6%).6
Sebagai tambahan terhadap flora kulit, organisme gram negatif,
khususnya Haemophilus influenzae, mungkin merupakan etiologi konjungtivitis
bakteri penting, terutama pada anak-anak. Brook membandingkan organisme yang
ditemukan dari 119 anak-anak dengan konjungtivitis dengan 60 kontrol.
Organisme yang paling sering ditemukan pada mata yang mengalamai
inflamasi dibandingkan dengan mata normal yaitu S. aureus (P < 0,05),
Streptococcus pneumoniae (P < 0,002), dan H. influenzae (P < 0,001). Gigliotti
dkk. menemukan hasil yang sama ketika mereka membandingkan kultur
konjungtiva dari 99 pasien dengan konjungtivitis dengan 102 kontrol yang sesuai
jenis dan usia. Organisme kedua yang paling banyak secara statistik berhubungan
dengan konjungtivitis bakteri adalah H. influenzae (42% berbanding 0%) dan S.
pneumoniae (12% berbanding 3%).7
Lama perawatan di unit perawatan intensif neonatus telah ditunjukkan
mempengaruhi isolasi penyebab konjungtivitis bakteri yang disebabkan
nongonococcus dan nonchlamydia pada neonatus. Pemberian perawatan yang
lebih lama dihubungkan dengan tingginya bakteri patogen gram positif,
khususnya S. aureus yang berespon terhadap methicillin/methicillin susceptible S.
aureus (MSSA) dan spesies Enterococcus. Pseudomonas aeruginosa dan Serratia
3
marcescens sering ditemukan setelah perawatan 10 hari pertama, kemungkinan
dari penyebaran yang iatrogenik (belum jelas). Sebaliknya, perawatan yang lebih
lama dihubungkan dengan penurunan frekuensi Klebsiella pneumonia dan
Escherichia coli, yang didapat cepat dari penyebaran secara vertikal.8
Di daerah kultur konjungtiva, yang lebih luas, yang pernah dilakukan,
Abedayo dkk. melaporkan hasil dari 12.134 kultur positif dari 20.180 kultur
konjungtivitis bakteri selama lebih dari periode 11,5 tahun. S. aureus merupakan
bakteri yang paling sering ditemukan (38,7%). Dalam hal ini, S. aureus yang
resisiten terhadap methicillin/methicillin resistant S. aureus (MRSA) ditemukan
sekitar 30%. Organisme lain yang biasa ditemukan yaitu S. viridans (8,!%), S.
pneumoniae (7,6%), H.influenzae (6,9%), P. Aeruginosa (4,8%), dan S.
marcescens 2,4%). Hasil positif yang meningkat selama dua tahun dicatat untuk S.
aureus (+2,78%), S. pneumoniae (+0,87%), S. viridans (+1,55%), dan
P.aeruginosa (+1,94%).9
Presentasi Klinis
Faktor predisposisi untuk perkembangan konjungtivitis bakteri
meliputi kontak dengan individu yang terinfeksi, penyebaran okulogenital, infeksi
atau abnormalitas struktur adneksa, malposisi bulu mata, defisiensi air mata yang
berat, imunosupresi, dan trauma.
Balita dan anak-anak masih mempunyai obstruksi duktus
nasolakrimalis, otitis media bakteri konkomitan atau faringitis, atau kolonisasi
bakteri nasofaring. Neonatus mungkin menerima organisme dari ibu yang
terinfeksi atau dari perawatan pre-natal yang tidak sesuai.10 Tanda-tanda klinis
meliputi kotoran bernanah, edema pada kelopak mata, hiperemis konjungtiva,
membran konjungtiva atau pseudomembran, hipertropi papiler, dan hiperplasia
folikuler.2
Kultur bakteri positif pada anak-anak dengan konjungtivitis akut telah
dihubungkan dengan riwayat bulu mata yang menusuk/banyaknya kotoran mata di
4
pagi hari, kotoran mata bernanah atau mukoid, dan gambaran pemeriksaan
kelopak mata menusuk atau menempel/bulu mata, kekurangan sensasi mata yang
terbakar, dan ketiadaan cairan mata.11
Pada penelitian prospektif dari 428 anak-anak berusia 2-36 bulan yang
didiagnosa dengan konjungtivitis akut di Israel, tanda-tanda klinis dihubungkan
dengan kultur bakteri patogen. Konjungtivitis rekuren lebih sering terjadi pada
pasien-pasien dengan lapangan kultur lebih dari satu patogen. H. influenzae
dihubungkan dengan demam dan otitis media akut konkomitan. H.influenzae juga
lebih dihubungkan dengan konjungtivitis bakteri bilateral dibandingkan dengan S.
pneumoniae atau gabungan infeksi.12
Riwayat Alamiah
Kasus-kasus konjungtivitis bakteri pada negara-negara berkembang
cenderung sembuh sendiri pada orang dewasa dan jarang menimbulkan
komplikasi jangka panjang yang serius. Kecuali dua bakteri yaitu
Staphylococcus13 dan Moraxella.14 Dalam kasus lain, organisme berkolonisasi
pada kulit kelopak mata, yang dapat menjadi resiko menuju penyakit yang kronis.2
Pada kasus yang tidak diobati dapat berlanjut terus, dan dapat menyebabkan
kerusakan parah, seperti infeksi kornea.15, 16
Mengapa kita mengobati konjungtivitis
Walaupun kebanyakan kasus konjungtivitis bakteri akan menyembuh
tanpa pengobatan, mengikuti terapi antibiotik dapat mengurangi lamanya tanda
dan gejala dalam jumlah yang besar. Penelitian meta-analisis oleh Sheik dan
Hurwitz mencakup 1034 pasien dalam lima percobaan kontrol dengan placebo,
metode buta ganda/double blind, menunjukkan bahwa antibiotik topikal
menguntungkan pada pengobatan awal (hari ke-2-hari ke-5) dan akhir pengobatan
(hari ke-10) gejala klinis dan penyembuhan mikrobiologis pada pasien-pasien
5
dengan konjungtivitis bakteri. Mereka menyatakan bahwa konjungtivitis bakteri
akut sering mengalami penyembuhan sendiri, karena pengobatan
klinis/perkembangan signifikan terjadi pada hari ke-2- hari ke-5 dalam 65% (95%
interval kenyataan/confidence interval [CI] 59%-70%) dari mereka yang diobati
dengan placebo.
Penelitian meta-analisis dari gejala klinis dan hasil mikrobiologis tahap
awal (hari ke-2- hari ke-5) dan tahap akhir (hari ke-6- hari ke-10) menunjukkan
bahwa antibiotik topikal memberi keuntungan pada penyembuhan gejala klinis
awal (rasio resiko [RR] 1,24; 95% CI 1,05-1,45) dan penyembuhan mikrobiologis
(RR 1,77; 95% CI 1,23-2,54). Keuntungan ini dikurangi, tetapi tetap ada, untuk
penyembuhan gejala klinis akhir (RR 1,11; 95% CI 1,02-1,21) dan penyembuhan
mikrobiologis (RR 1,56; 95% CI 1,17-2,09). Hasil dari penelitian meta-analisis ini
menunjukkan bahwa jumlah yang dibutuhkan untuk mengobati gejala klinis pada
tahap awal ada enam, dan untuk mengobati gejala klinis pada tahap akhir ada 13.17
Pemberian insidensi yang tinggi dari konjungtivitis bakteri, latihan
klinis singkat mungkin memiliki keuntungan sosioekonomi, seperti pembatasan
banyaknya jumlah hari anak-anak tidak masuk sekolah sampai mereka diobati
atau disembuhkan.
Ada juga sedikit efek penurunan karena orang tua yang harus
mengambil cuti kerja untuk merawat anak-anak mereka yang harus tinggal di
rumah, atau pengasuh bayi/pengasuh anak yang harus dipekerjakan untuk
beberapa hari di luar sekolah, juga mempengaruhi unit sosial keluarga secara
negatif.18
Pengobatan Konjungtivitis
Terapi antibiotik terdiri dari agen spektrum luas ketika organisme
penyebab tidak diketahui atau terapi target setelah identifikasi dan penerimaan
bakteri patogen diketahui. Konjungtivitis disebabkan oleh Chlamydia dan spesies
6
gonococcus, dan konjungtivitis H.influenzae yang parah pada anak-anak
dihubungkan dengan otitis media akut, yang memerlukan terapi sistemik.
Beberapa penelitian kontrol yang dilakukan secara acak pada
pengobatan antibiotik topikal untuk konjungtivitis telah dipublikasikan, dan
hampir semua percobaan menunjukkan sedikit perbedaan pada manfaat antara
agen-agen pengobatan yang dibandingkan.19, 20 Pengecualian pada satu penelitian
yang dipublikasikan pada tahun 1983 menunjukkan kloramfenikol lebih rendah
manfaatnya daripada neomisin-polimisin B-gramicidin dan trimethoprim-
polimisin B.21
Pengobatan konjungtivitis infeksius akut pada dewasa sering dimulai
secara empiris pada waktu pertama kali terlihat gejala klinis, dan sering kali tanpa
mempertimbangkan etiologinya. Hasil dari survei dokter umum di UK
menunjukkan bahwa 95% biasanya meresepkan antibiotik topikal pada kasus
konjungtivitis infeksius akut. Berdasarkan survei ini, 67% tidak pernah dianjurkan
untuk kultur infeksi. Hal ini juga dilaporkan bahwa 46% menggunakan strategi
peresepan yang terlambat (hanya menyediakan resep untuk digunakan jika
diperlukan setelah konjungtivitis berjalan terus beberapa hari.22
Pengobatan antibiotik yang terlambat telah menunjukkan pengurangan
penggunaan antibiotik dan pengurangan kunjungan pasien pada kasus infeksi
mata, dengan durasi yang sama dan keparahan gejala jika dibandingkan dengan
peresepan yang segera/cepat.23 Gambaran ini menunjukkan penggunaan resep
antibiotik yang sebenarnya tidak diperlukan sepenuhnya, yang akan menyebabkan
resistensi organisme.
Kemunculan resistensi pada mikrobiologi dan konjungtivitis
Pada tahun 2003, Kowalski dkk. melaporkan adanya kemunculan
resistensi bakteri patogen yang diisolasi dari endopthalmitis, keratitis,
konjungtivitis, dan blepharitis terhadap antibiotik yang sering digunakan dalam
periode sembilan tahun.
7
Staphylococcus koagulase negatif yang diisolasi dari pasien-pasien
dengan blepharitis menunjukkan peningkatan resistensi erithromisin, dengan
angka penerimaan 61% pada tahun 1993 dibandingkan dengan 20% pada tahun
2001; angka penerimaan terhadap fluoroquinolon generasi kedua untuk
konjungtivitis dan blepharitis yang diisolasi yaitu 100% pada tahun 25% pada
tahun 1999, dan 70% pada tahun 2001. Hal yang sama dengan fluoroquinolon
generasi kedua, terjadi pada isolasi S. aureus. Untuk semua patologi/kelainan ini,
angka penerimaan lebih dari 90% pada tahun 1993, tetapi menurun sampai 70%
untuk konjungtivitis dan blepharitis, sampai 50% untuk keratitis, dan 0% untuk
endopthalmitis pada tahun 2001.24
Program Resistensi Pengobatan Okuli di Amerika Serikat/The Ocular
Tracking Resistence in the US Today (TRUST) bertujuan untuk memantau
penerimaan in vitro bakteri patogen yang diisolasi dari infeksi okuli. Survei pada
tahun pertama, Ocular TRUST I, melaporkan hasil percobaan penerimaan survei
in vitro (data secara retrospektif, dilaporkan dari pusat-pusat yang menjawab
survei) dari bulan Oktober 2005 sampai bulan Juni 2006 untuk isolasi S. aureus,
S. pneumoniae, dan H. influenzae. Hal ini menunjukkan bahwa, walaupun
fluoroquinolon aktif melawan MSSA, kebanyakan isolasi MRSA menunjukkan
resistensi pada tingkat tinggi sampai kelas dan obat lain yang dilakukan
percobaan.
Diantara isolasi S. pneumoniae, semua menunjukkan angka
penerimaan yang tinggi terhadap fluoroquinolon, dengan 100% penerimaan in
vitro terhadap levofloxacin, gatifloxacin, dan moxifloxacin. Walaupun 44%
isolasi H.influenzae merupakan bakteri positif beta-laktamase, semua isolasi
menerima terhadap antibiotik.25
Penelitian cross sectional bersifat retrospektif memeriksa penerimaan
organisme terhadap antibiotik pada pasien-pasien dengan konjungtivitis bakteri
dari tahun 1994 sampai tahun 2003 menunjukkan peningkatan tiga kali lipat pada
resistensi organisme gram positif terhadap ciprofloxacin (11,7% sampai 35,6%, P
< 0,001) dan oxacilin (11,6% sampai 36,7%, P = 0,001). Isolasi S. Aureus
8
menunjukkan peningkatan empat kali lipat pada resistensi (8,7% sampai 36,7%)
dalam periode waktu yang sama.6
Laporan oleh Adebayo dkk. mengevaluasi perkembangan resistensi
antibiotik pada isolasi konjungtivitis bakteri selama periode lebih dari 11,5 tahun.
Ada peningkatan dua kali lipat secara keseluruhan pada resistensi (24% sampai
45%) terhadap erithromisin oleh isolasi gram positif, dengan peningkatan tertinggi
pada S. aureus dan Streptococcus hemoliticus-α (P < 0,0001).
Mereka mengamati peningkatan enam kali lipat pada resistensi grup
isolasi bakteri gram positif terhadap ciprofloxacin (5% sampai 30%, P = 0,002),
sama halnya dengan grup isolasi bakteri gram negatif (1% sampai 16%, P =
0,0131). Semua isolasi menunjukkan resistensi rendah terhadap gatifloxacin dan
moxifloxacin (0% sampai 6%) sampai tahun terakhir, selama terjadi peningkatan
resistensi 4-5 kali lipat dari isolasi bakteri gram positif yang diamati. Oxacillin
menghambat peningkatan resistensi dari 2% sampai 40% (P < 0,0001) terhadap S.
aureus, menunjukkan peningkatan signifikan pada prevalensi MRSA.9
Klasifikasi fluoroquinolon
Fluoroquinolon merupakan analog asam nalidixic berfluor. Asam
nalidixic, antibakteri quinolon pertama, diperkenalkan pada tahun 1963 selama
sintesis kloroquin. Quinolon menghambat sintesis DNA bakteri dengan
menghambat enzim-enzim topoisomerase.
DNA gyrase (topoisomerase II), target aksi fluoroquinolon pada
bakteri gram negatif, termasuk dalam proses pembentukan lengkungan dan
pembukaan lengkungan DNA helix ganda/double helix dari prokariot.
Topoisomerase IV, target bakteri gram positif, termasuk pada pemecahan
duplikasi DNA dari replikasi prokariotik DNA, mencegah pembentukan sel-sel
anak. Dengan mekanisme ini, quinolon secara cepat membunuh
bakteri/bakterisidal.
9
Fluoroquinolon generasi keempat meliputi gatifloxacin dan
moxifloxacin. Kedua antibiotik ini mengandung pengganti kelompok methoxy
pada posisi ke-8 dari rantai quinolon, yang memungkinkan untuk penghambatan
berkelanjutan dari kedua DNA gyrase dan topoisomerase IV pada bakteri gram
positif.28, 29 Perubahan struktur ini dibuat secara khusus untuk meningkatkan
kekuatan/potensi melawan bakteri gram positif selanjutnya ketika menangani
aktivitas spektrum luas dari bakteri gram negatif yang diamati dengan golongan
fluoroquinolon lama.30 Percobaan penerimaan in vitro menunjukkan sensitivitas
peningkatan ini terhadap fluoroquinolon generasi keempat dari S. aureus,
Staphylococcus koagulase negatif, dan isolasi S. viridans terhadap fluoroquinolon
generasi kedua dan ketiga.31
Karakteristik fungsional dan struktural dari fluoroquinolon generasi
keempat mungkin mengurangi munculnya resistensi mikroba. Dalam rangka
menyediakan aktivitas spektrum luas, target ganda dari topoisomerase mengurangi
resiko resistensi karena mutasi berkelanjutan pada kedua gen, kurang menyerupai
yang terjadi daripada mutasi tunggal yang dibutuhkan untuk menyebabkan
resistensi terhadap fluoroquinolon yang lama.32-36
Struktur 8-methoxy fluoroquinolon mengurangi penerimaan untuk
meningkat dari sel bakteri, lebih lanjut menurunkan resiko resistensi.37 Dua
mekanisme lain dari resistensi bakteri terhadap fluoroquinolon meliputi perubahan
pada permeabilitas organisme, dan yang menghambat resistensi quinolon terhadap
S. aureus.38
Gatifloxacin
Gatifloxacin merupakan fluoroquinolon yang dikembangkan oleh
Kyorin dan Bristol-Myers Squibb yang memiliki kelompok 3-methylpiperazine
pada posisi ke-7 dari rantai quinolon dan kelompok methoxy pada posisi ke-8.
Gatifloxacin diterima pada tahun 1999 di Amerika Serikat sebagai Tequin®
(gatifloxacin, Bristol-Myers Squibb, New York, NY) untuk terapi dosis satu kali
10
sehari pada eksaserbasi bakteri akut dari bronkitis kronis, sinusitis akut,
pneumonia yang didapat dari komunitas, pielonefrits, gonorrhea, dan sistitis
berkomplikasi dan sistitis tidak berkomplikasi.39
Pemberian sistemik gatifloxacin, bagaimanapun, secara kuat
dihubungkan dengan hospitalisasi untuk hipoglikemia dan hiperglikemia. Dengan
pengecualian dari peningkatan tipis pada resiko hipoglikemia dengan
levofloxacin, penggunaan obat ini tidak dibagikan oleh flurorquinolon lainnya.40
Beberapa bulan setelah laporan ini pada tahun 2006, Tequin ditarik dari pasar
Amerika Utara.
Penggunaan Opthalmik
Perkembangan dari Gatifloxacin Opthalmik
Formula topikal gatifloxacin yang dikenal dengan Zymar®
(gatifloxacin 0,3% [3mg /ml], Allergan Labs, Irvine, CA) diperkenalkan pada
tahun 2003 untuk pengobatan konjungtivitis bakteri akut pada bulan Mei 2010,
Badan Pemeriksaan Makanan dan Obat-obatan menerima formula yang lebih
konsentrat yang dikenal dengan Zymaxid™ (gatifloxacin 0,5% [5 mg/ml],
Allergen Labs, Irvine, CA). Keduanya diindikasikan untuk pengobatan
konjungtivitis bakteri yang disebabkan oleh organisme yang didapat, dan juga
digunakan pada pemakaian tanpa label obat pada pengobatan keratitis bakteri dan
untuk profilaksis endophthalmitis setelah pembedahan okuler.29 Efek samping
yang paling sering dilaporkan berhubungan dengan kedua produk yaitu iritasi
konjungtiva, peningkatan lakrimasi, keratitis, konjungtivitis papiler, dan
perubahan rasa.41, 42 Tidak ada laporan akan disglicemia yang dihubungkan dengan
penggunaan gatifloxacin topikal.
11
Penelitian-penelitian Terbaru
Penelitian-penelitian in vitro/indikasi yang tidak diterima
Oliveira dkk. membandingkan konsentrasi penghambat
minimum/minimum inhibitory concentrations secara in vitro (MICs) dan
penerimaan terhadap ofloxacin, ciprofloxacin, gatifloxacin, dan moxifloxacin
pada isolasi bakteri gram positif dan bakteri gram negatif dari kasus-kasus
keratitis, konjungtivitis, dan endophthalmitits.
MICs untuk gatifloxacin dan moxifloxacin secara signifikan lebih
rendah dari ciprofloxacin dan ofloxacin untuk semua bakteri gram positif yang
dicoba (S. aureus, Staphylococcus koagulase negatif resisten methicillin,
Staphylococcus koagulase negatif yang berespon terhadap methicillin, S.
pneumoniae, S. viridans). Untuk bakteri gram negatif yang dicoba (Haemophilus
spesies, P. aeruginosa, Serratia spesies, Moraxella spesies) ciprofloxacin dan
gatifloxacin memiliki MICs yang lebih rendah daripada moxifloxacin dan
ofloxacin.43
Kowalski dkk. membandingkan penerimaan terhadap berbagai turunan
fluoroquinolon dari setiap 20 isolasi fluoroquinolon terhadap S. aureus, S. aureus
resisten terhadap fluoroquinolon, S. pneumoniae, dan Haemophilus spesies.
Moxifloxacin dan gatifloxacin merupakan antibiotik yang paling berpotensi
melawan bakteri gram positif, dan gatifloxacin dan ciprofloxacin menjadi
fluoroquinolon yang paling berpotensi terhadap Haemophilus spesies.44
Kowalski dkk. juga melaporkan hasil dari 177 keratitis yang
dikumpulkan sejak tahun 1993 sampai tahun 2001. S. pneumonia dan S. viridans
yang paling berespon terhadap moxifloxacin dan gatifloxacin dibandingkan
dengan ofloxacin dan ciprofloxacin. MICs dari fluoroquinolon generasi keempat
secara signifikan lebih rendah pada semua kelompok dibandingkan dengan
levofloxacin dan ciprofloxacin untuk bakteri gram positif. Moxifloxacin
cenderung memiliki MICs yang lebih rendah dibandingkan dengan gatifloxacin
12
melawan bakteri gram positif. Namun, MICs dari gatifloxacin secara signifikan
lebih rendah dari moxifloxacin untuk kebanyakan bakteri gram negatif yang diuji
coba.45
Mather dkk. memeriksa hasil respon dari 93 bakteri hasil isolasi
endophthalmitis. Staphylococcus koagulase negatif berespon (P = 0,02) terhadap
gatifloxacin dan moxifloxacin daripada terhadap levofloxacin, ciprofloxacin, dan
ofloxacin. S. viridans lebih berespon (P = 0,02) terhadap moxifloxacin,
gatifloxacin, dan levofloxacin daripada ciprofloxacin dan ofloxacin.
Pengarang juga melaporkan bahwa moxifloxacin dan gatifloxacin
memiliki potensi yang sama terhadap Staphylococcus koagulase negatif dan
Bacillus spesies yang resisten fluoroquinolon.31 Perbandingan respon secara in
vitro dan MICs dari ciprofloxacin, gatifloxacin dan moxifloxacin melawan bakteri
patogen okuli juga telah ditinjau ulang.46
Benzalkonium chloride (BAK) merupakan bahan pengawet yang
ditemukan pada beberapa larutan obat mata, termasuk gatifloxacin (Zymar dan
Zymaxid). BAK merupakan kandungan ammonium pada masa quaternary yang
tetap memiliki aktivitas antibakteri berkelanjutan secara in vitro.47-51 Hal ini
dilaporkan bahwa MICs dari berbagai organisme terhadap gatifloxacin dengan
BAK, masa eradikasi organisme, dan rantai bakteri resisten fluoroquinolon
berkurang jika dibandingkan dengan gatifloxacin, moxifloxacin, atau kelas lain
dari fluoroquinolon yang tidak memakai bahan pengawet.
Romanowski dkk. mengumumkan hasil S. aureus penyebab keratitis
yang resisten gatifloxacin pada kelinci putih di Selandia Baru. Empat jam setelah
inokulasi bakteri, mata kelinci diobati dengan gatifloxacin 0,3% ditambah 0,005%
BAK, gatifloxacin 0,3% dengan BAK. BAK sendiri atau larutan garam setiap 15
menit selama empat jam. Satu jam setelah akhir pengobatan, gatifloxacin + BAK
dicatat memiliki jumlah sedikit koloni secara signifikan setiap kornea jika
dibandingkan dengan kelompok yang diobati dengan gatifloxacin sendiri (P <
0,05). Namun, jumlah unit pembentukan koloni rata-rata (colony forming
unit/CFU) dengan BAK secara signifikan berbeda dari kontrol, menunjukkan ada
13
beberapa efek sinergis dari gatifloxacin + BAK pada rantai MRSA yang resisten
fluoroquinolon.52-53
Ada beberapa diskusi mengenai kecepatan pembunuhan kelompok
tertentu antibiotik terutama yang bertujuan untuk meningkatkan efikasi dan oleh
karena itu menurunkan lamanya anak-anak tidak bersekolah atau orang dewasa
tidak pergi bekerja pada pasien-pasien dengan konjungtivitis bakteri. Selain itu,
karena tidak digunakan profilaksis antibiotik pada pembedahan okuli untuk
pencegahan endophthalmitis, kecepatan tinggi pembunuhan bakteri sangat penting
pada periode sebelum operasi.
Hyon dkk. menunjukkan aktivitas durasi pembunuhan dari Zymar
(gatifloxacin 0,3%) dan Vigamox® (moxifloxacin 0,5%, Perusahaan Laboratorium
Alcon, Fort Worth, TX) melawan isolasi S. aureus dan Staphylococcus koagulase
negatif pada waktu 15 menit, 30 menit, dan 60 menit. Log CFU rata-rata
Staphylococci yang diambil setelah inkubasi dengan gatifloxacin lebih renah
secara signifikan daripada setelah inkubasi dengan moxifloxacin setelah 15 menit
(rata-rata 0,47 ± 1,12 log CFU/ml, berbanding 4,55 ± 0,60 log CFU/ml), setelah
30 menit (rata-rata 0,07 ± 0,31 log CFU/ml berbanding 3.82 ± 1,07 log CFU/ml,
dan setelah 60 menit (rata-rata 0,00 ± 0,00 log CFU/ml berbanding 2,75 ± 1,29
log CFU/ml, P < 0,005). Hasil yang sama juga terlihat terhadap isolasi
Staphylococci koagulase negatif.54
Callegan dkk. membandingkan rata-rata waktu pembunuhan bakteri
oleh Zymar dan Vigamox terhadap berbagai isolasi bakteri. Gatifloxacin juga
mampu mengeradikasi H. Influenzae dan S. pneumoniae secara sempurna dalam
waktu lima menit; MRSA, S. epidermidis resisten methicillin, dan S. epidermidis
resisten fluoroquinolon dalam waktu 15 menit, dan S. aureus dalam waktu 60
menit, tetapi tidak mampu mengeradikasi isolasi lainnya secara sempurna dalam
60 menit.55
Respon obat dan resistensi secara in vitro, berdasarkan Clinical and
Laboratory Standards Institute (CLSI), didasarkan pada konsentrasi keamanan
yang dicapai pada serum setelah pemberian sistemik. Namun, konsentrasi
14
fluoroquinolon lokal telah ditunjukkan menjadi lebih tinggi daripada yang didapat
di dalam serum setelah pemberian sistemik, bahkan setelah hanya sedikit dosis.56
Pada keratitis kelinci percobaan, kornea diinokulasikan dengan isolasi
S. aureus menunjukkan resistensi terhadap gatifloxacin (MIC 64 µg/ml),
levofloxacin (MIC 32 µg/ml), dan ciprofloxacin (MIC 256 µg/ml) berdasarkan
standar CLSI. Walaupun resistensi secara in vitro, pengobatan cepat dengan
Zymar, yang diisi dengan jadwal pemberian dosis yang dianjurkan dan khusus
untuk pengobatan keratitis, secara signifikan mengurangi jumlah S. aureus yang
hidup di kornea dan juga mengurangi tanda-tanda infeksi dibandingkan dengan
fluoroquinolon generasi kedua dan ketiga, dan efektif sebagai cefazolin dan
vancomisin terfortifikasi.57
Beberapa penelitian telah memeriksa masuknya gatifloxacin ke dalam
jaringan okuli dan aqueous humor/cairan mata.58-62 Secara umum, gatifloxacin
mampu melewati jaringan dan masuk ke dalam mata sampai ke tingkat tertentu.
Namun, gatifloxacin tidak memasuki jaringan okuli atau mencapai konsentrasi
tinggi di cairan aqueous dibandingkan moxifloxacin.
Pada kelinci percobaan, konsentrasi moxifloxacin rata-rata pada
konjungtiva secara signifikan lebih tinggi daripada levofloxacin (P = 0,0191) atau
gatifloxacin (P = 0,0236).63 Kemajuan ini diulangi pada penelitian pada manusia.
Aihara dkk. membandingkan levofloxacin, gatifloxacin, dan moxifloxacin dalam
pengobatan jaringan pterigium, dikumpulkan setelah 10, 30, dan 45 menit setelah
pemberian dosis tunggal. Mereka menemukan bahwa konsentrasi moxifloxacin
lebih tinggi daripada fluoroquinolon lainnya pada sampel percobaan yang sama,
dengan konsentrasi maksimum 116.7 ± 28,9 µg/g pada 10 menit setelah
pemberian. Pada 30 menit, konsentrasi rata-rata dari levofloxacin, gatifloxacin,
dan moxifloxacin yaitu 11,3 ± 2,3 µg/g, 11,8 ± 3,9 µg/g, dan 19,0 ± 6,3 µg/g.64
Wagner dkk. membandingkan konsentrasi levofloxacin dan
gatifloxacin (2,34 µg/g dan 2,54 µg/g) pada konjungtiva sehat yang dilihat pada
20 menit setelah pemberian dosis tunggal.65 Tordkildsen dkk. menemukan
konsentrasi rata-rata puncak dari satu tetes besifloxacin, gatifloxacin, dan
15
moxifloxacin menjadi 2,30 ± 1,42 µg/g, 4,03 ± 3,84 µg/g, dan 10,7 ± 5, 89 µg/g. 66
Namun, pada pengobatan konjungtivitis bakteri, dimana infeksi terjadi pada
bagian eksternal jaringan okuli, jumlah antibiotik yang tinggi mungkin diperlukan.
Pada Konjungtivitis Bakteri
Pada percobaan fase III dari Zymar dimana pasien-pasien diberi dosis
untuk lima hari, pengobatan gatifloxacin ditemukan paling unggul di hari ke-5
sampai hari ke-7 pada pasien-pasien dengan konjungtivitis dan kultur konjungtiva
positif. Rata-rata penyembuhan klinis dilaporkan menjadi 77% (40/52) untuk
kelompok pengobatan dengan gatifloxacin dibanding 58% (28/48) untuk
kelompok pengobatan dengan placebo. Juga dilaporkan bahwa eradikasi tinggi
secara statistik untuk bakteri patogen penyebab dari 92% (48/52) untuk
gatifloxacin dibanding 72% (34/48) untuk placebo.41
Percobaan klinis secara acak, ditandai oleh pemeriksa, bersifat banyak
pusat, membandingkan efikasi larutan ophthalmik gatifloxacin 0,3% diberikan
untuk lima hari dengan dosis dua kali sehari atau empat kali sehari pada pasien-
pasien dengan konjungtivitis bakteri akut, memperkirakan bahwa dua kali sehari
dibanding empat kali sehari memiliki tingkat penyembuhan yang sama dalam
kelompok pengobatan dan dalam kelompok kontrol. Pada kelompok yang diberi
dosis dua kali sehari, 86,5% (45/52) dan pada kelompok yang diberi dosis empat
kali sehari, 71,2% (37/52) mencapai penyembuhan klinis pada hari kelima (II =
0,096). Namun, penelitian ini dibatasi oleh populasi pasien yang kecil.67
Pada percobaan fase III Zymaxid, pasien-pasien dengan konjungtivitis
dan kultur konjungtiva positif diberi dosis selama lima hari. Efek klinis yang
muncul selama percobaan menunjukkan keberhasilan klinis
(resolusi/penyembuhan hiperemia konjungtiva dan penyembuhan kotoran mata)
dari 58% (193/333) untuk kelompok yang diobati dengan gatifloxacin, berbanding
45% (148/325) untuk kelompok kontrol pengobatan. Hasil mikrobiologi untuk
percobaan klinis yang sama menunjukkan tingkat eradikasi yang tinggi secara
16
statistik untuk bakteri patogen penyebab dari 90% (301/333) untuk gatifloxacin
berbanding 70% (228/325) untuk kelompok kontrol.42
The Charles T Campbell Eye Microbiology Laboratory pada
Universitas Pittsburg secara terus menerus memantau respon antibiotik dari
organisme yang diisolasi dari berbagai infeksi. Mereka melaporkan bahwa 100%
S. pneumoniae, Haemophilus species, Moraxella spesies dan Acinetobacter
spesies yang dikultur dari pasien-pasien dengan konjungtivitis dan blepharitis
respon terhadap gatifloxacin dan moxifloxacin.
Isolasi Staphylococcus koagulase negatif sebanyak 58% berespon pada
keduanya, isolasi S. aureus 81% dan 84% berespon terhadap gatifloxacin dan
moxifloxacin. Organisme gram negatif sangat berespon. Dari semua kultur gram
negatif, isolasi tunggal P. aeruginosa resisten terhadap moxifloxacin, dan isolasi
tunggal Stenotrophomonas maltophilia resisten terhadap keduanya gatifloxacin
dan moxifloxacin. Data ini khusus pada daerah ini di Amerika Serikat, dan
didasarkan pada data CLSI terbaru untuk dosis sistemik yang berespon, segera
dan MICs resisten.
Diperkirakan bahwa dengan konsentrasi gatifloxacin topikal yang lebih
tinggi dan potensial dosis pada frekuensi tinggi dari gatifloxacin sistemik, MIC
titik tengah akan lebih tinggi, dan oleh karena itu, sedikit bakteri yang akan segera
berespon atau resisten terhadap gatifloxacin. Namun, hipotesis ini tidak dapat
dibuktikan dengan percobaan ini karena titik tengah okuli tidak tersedia. Satu hal
yang pasti, data in vitro ini bukan indikasi langsung dari efikasi klinis.
Kesimpulan
17
Konjungtivitis bakteri merupakan penyakit mata yang kebanyakan
akan sembuh dengan sendirinya dengan jarang menimbulkan sekuele yang
menetap, bahkan dibiarkan tidak diobati. Peranan pengobatan antibiotik dijelaskan
dengan baik dan memberikan waktu singkat untuk penyembuhan klinis dan
mikrobiologi. Jika terapi dianjurkan, biaya pengobatan, toksisitas, dan frekuensi
dosis akan mempengaruhi pilihan antibiotik daripada potensi antibiotik itu.
Larutan ophthalmik gatifloxacin merupakan fluoroquinolon generasi
keempat dengan pengawet BAK dan aktivitas spektrum luas. Hal ini memiliki
resistensi rendah, tetapi ada data memperkirakan bahwa rantai yang resisten
berdasarkan titik tengah sistemik yang meningkat dengan cepat. Bagaimana hal
ini meningkat pada gambaran MIC secara in vitro mempengaruhi keberhasilan
pengobatan klinis atau kegagalan pengobatan, tidak diketahui, tetapi hal ini
menjadi kemajuan terbaru. Karena perhatian memilih rantai-rantai bakteri yang
resisten, dan karena banyak penelitian menunjukkan hasil yang sama diantara
berbagai jenis antibiotik pada pengobatan konjungtivitis bakteri, hal ini dianggap
penting akan kecepatan pembunuhan, biaya, toksisitas, frekuensi dosis, spektrum
antibakteri, dan bakteri patogen dimana diputuskan pengobatan anti-infeksi untuk
permulaan. Diantara pilihan pengobatan, fluoroquinolon, meliputi gatifloxacin,
dapat dianggap pilihan pengobatan yang tepat.
Penutup
FSM menerima jaminan dan penelitian didukung dari Alcon, Allergan,
Inspire, dan Ox-danthia, dan berkonsultasi dengan Alcon, Allergan, Inspire, Ista,
Ox-danthia, Foresight, dan Ocular Therapeutix. LJC tidak memiliki penutup yang
dibuat.
18