jurnal ilmiah “dunia ilmu” vol. 2. no. 4 desember...
TRANSCRIPT
Jurnal Ilmiah “DUNIA ILMU” VOL. 2. NO. 4 Desember 2016
23
PERALIHAN HAK CIPTA MELALUI PEWARISAN
MENURUT UNDANG-UNDANG NO. 28 TAHUN 2014 TENTANG
HAK CIPTA
Lily Maryam, S.H. , M.Hum.
Dosen Jurusan Administrasi Niaga
Politeknik Negeri Medan
ABSTRAK
Kepemilikan hak cipta merupakan hak yang diberikan negara kepada
pencipta dimana menurut Undang-undang No. 28 Tahun 2014 Tentang Hak Cipta
pada Pasal 2 ayat (1) hak cipta ini merupakan hak eksklusif bagi pencipta atau
pemegang hak cipta untuk mengumumkan atau memperbanyak ciptaannya yang
timbul secara otomatis setelah suatu ciptaan dilahirkan tanpa mengurangi
pembatasan menurut peraturan perundang-undangan yang berlaku.
Probema yang timbul dari pewarisan hak cipta ini dapat saja terjadi
ditengah-tengah si pencipta hal ini terjadi apabila hak cipta jatuh ketangan orang-
orang yang tidak bertanggung jawab dengan cara menyalahgunakan hasil ciptaan
si pencipta.
Adapun yang menjadi permasalahan dalam penelitian ini adalah
bagaimanakah Undang-undang No. 28 tahun 2014 memberi pengakuan terhadap
kepemilikan hak cipta, bagaimanakah proses terjadinya peralihan kepemilikan hak
cipta menurut Undang-undang Hak Cipta, bagaimanakah cara peralihan hak cipta
melalui pewarisan.
Penelitian ini bersifat deskriptif analitis, yang memberikan gambaran secara
menyeluruh mengenai hal-hal yang berhubungan dengan kepemilikan hak cipta
dikaitkan dengan pewarisan menurut Undang-undang hak cipta. Metode yang
digunakan dalam penelitian ini adalah dengan cara yuridis normatif yang
dilakukan dengan cara studi kepustakaan (Library Research) yang bertujuan
untuk mengumpulkan data sekunder untuk selanjutnya dianalisis dengan
menggunakan metode analisis kualitatif.
Pemegang hak cipta yang meninggal dunia dapat mewariskan hasil karya
ciptaannya seketika pada saat ia meninggal dunia. Pada saat si pemegang hak
cipta meninggal dunia maka segala hak dan kewajiban yang berkenaan dengan
harta kekayaannya termasuk dalam hal ini hak kekayaan intelektual yaitu hak
cipta beralih kepada sekalian ahli warisnya.
Kata Kunci : Hak Cipta, Pewarisan
Jurnal Ilmiah “DUNIA ILMU” VOL. 2. NO. 4 Desember 2016
24
Latar Belakang
Dalam bidang Hak Cipta, Saat ini
Indonesia telah memiliki Undang-
Undang No.28 Tahun 2014 yang mana
telah mengalami beberapa kali
perubahan, yaitu pertama sekali
Undang-Undang No. 6 Tahun 1982
kemudian diubah lagi dengan Undang-
Undang No. 7 Tahun 1987 kemudian
diubah dengan Undang-Undang No. 12
Tahun 1997 dan terakhir diubah
dengan Undang-Undang No. 19 Tahun
2002 yang selanjutnya disebut dengan
Undang-Undang Hak Cipta.
Usaha yang dilakukan oleh
pemerintah Indonesia dalam rangka
memberikan perlindungan terhadap
karya cipta ini ternyata belum
membuahkan hasil yang
maksimal.Dalam realitasnya,
pelanggaran hak cipta masih banyak
terjadi dan seolah-olah tidak dapat
ditangani walaupun pelanggaran itu
dapat dilihat dirasakan dalam
kehidupan sehari-hari. Berbagai
macam bentuk pelanggaran yang
dilakukan dapat berupa pembajakan
terhadap karya cipta, mengumumkan,
mengedarkan, maupun menjual karya
orang lain tanpa seizin pencipta
ataupun pemegang hak cipta.
Kepemilikan hak cipta merupakan
hak yang diberikan negara kepada
pencipta dimana menurut Undang-
Undang RI No.28 Tahun 2014 tentang
hak cipta pada pasal 1 angka 1 hak
cipta ini merupakan hak eksklusif
pencipta yang timbul secara otomatis
berdasarkan prinsip deklaratif setelah
suatu ciptaan diwujudkankan dalam
bentuk nyata tanpa mengurangi
pembatasan sesuai dengan
ketentuan peraturan perundang-
undangan yang berlaku.
Pasal 16 ayat 2 Undang-Undang
Hak Cipta menyatakan bahwa hak
cipta dapat beralih atau dialihkan baik
seluruhnya maupun sebagian, salah
satunya karena pewarisan. Namun
problema yang timbul dari pewarisan
hak cipta ini dapat saja terjadi
ditengah-tengah keluarga si pencipta,
hal ini terjadi apabila hak cipta ini
jatuh ketangan orang-orang yang tidak
bertanggung jawab dan orang lain
yang sebenarnya tidak berhak atas
hasil ciptaan si pencipta yang telah
meninggal dunia tersebut. Hal mana
dialami oleh keluarga mendiang
penyanyi Bob Marley untuk
mendapatkan hak cipta beberapa
album rekamannya yang terkenal,
salah satu lagu terkenalnya adalah no
woman no cry. Ahli waris Bob Marley
menuntut ganti rugi bernilai milyaran
dolar dari UMG karena perusahaan itu
dituduh mengeksploitasi rekaman
penyanyi berambut gimbal itu.
Hal yang sama juga dialami oleh
anak-anak mendiang Jack Kirby yang
dikenal sebagai pengarang superhero
Captain Amerika dengan penerbit
komik sekaligus studio film Marvel.
Ahli waris Kirby sendiri telah terlibat
konflik dengan Marvel sejak tahun
2009 ketika studio film dibeli oleh
Disney sebesar USD 4 miliar.Mereka
berusaha merebut kembali hak cipta
legenda seperhero komik itu agar
dibuat berdasarkan ketentuan hukum
yang berlaku.
Jurnal Ilmiah “DUNIA ILMU” VOL. 2. NO. 4 Desember 2016
25
Berdasarkan paparan tersebut
diatas penelitian ini diberi judul:
“PERALIHAN HAK CIPTA
MELALUI PEWARISAN
MENURUT UNDANG-UNDANG
NO. 28 TAHUN 2014 TENTANG
HAK CIPTA”.
Rumusan Masalah
Adapun rumusan masalah yang
dikemukakan dalam penelitian ini
adalah sebagai berikut :
a. Bagaimanakah Undang-undang
No.28 Tahun 2014 memberi
pengakuan terhadap kepemilikan
hak cipta ?
b. Bagaimanakah terjadinya
peralihan kepemilikan Hak Cipta
menurut UUHC ?
c. Bagaimanakah caraperalihan Hak
Cipta melalui pewarisan ?
Batasan Masalah
Masalah dalam penelitian ini
dibatasi pada penelitian bidang ilmu
hukum khususnya dalam bidang hak
atas kekayaan intelektual dalam ruang
lingkup hak cipta.
Tujuan Penelitian
a. Untuk mengetahui bagaimana
Undang-Undang No. 19
Tahun 2002 memberi
pengakuan terhadap
kepemilikan hak cipta.
b. Untuk mengetahui bagaimana
proses terjadinya peralihan
kepemilikan atas Hak Cipta
menurut UUHC.
d. Untuk mengetahui cara
peralihan Hak Cipta melalui
pewarisan.
Pengertian Hak Cipta
Menurut UUHC pada pasal 1
angka 1, Hak Cipta adalah :
merupakan hak eksklusif pencipta
yang timbul secara otomatis
berdasarkan prinsip deklaratif setelah
suatu ciptaan diwujudkankan dalam
bentuk nyata tanpa mengurangi
pembatasan sesuai dengan ketentuan
peraturan perundang-undangan yang
berlaku.
Dengan hak eksklusif atau hak
khusus dari pencipta dimaksud bahwa
tidak ada orang lain yang boleh
melakukan hak itu kecuali dengan izin
penciptanya. (Suyud, 2002 :107)
Yang dimaksud dengan hak
eksklusif adalah hak yang semata-mata
diperuntukkan bagi pemegangnya,
sehingga tidak ada pihak lain yang
boleh memanfaatkan hak tersebut
tanpa izin pemegangnya. Dalam
pengertian mengumumkan atau
memperbanyak termasuk kegiatan
menerjemahkan, mengadaptasi,
mengaransemen, mengalihwujudkan,
menjual, menyewakan, meminjamkan,
mengimpor, memamerkan,
mempertunjukkan kepada publik
melalui sarana apapun. (Margono
Suyud, 2002 :148)
Hak cipta menurut Soejono
Dridjosisworo adalah “merupakan hak
khusus yang memberikan kepada
pencipta dan penemunya atau
memegang kebebasan menggunakan
ciptaannya atau penemuannya, orang
lain dilarang menggunakan atas
penemuan itu, kecuali dengan
persetujuan atau izin dari pencipta atau
penemunya.”( Dirdjosisworo, 2002
:23)
Jurnal Ilmiah “DUNIA ILMU” VOL. 2. NO. 4 Desember 2016
26
Jika dilihat pada pasal 1 UUHC
Indonesia yang dimaksudkan hak
eksklusif tidak ada pihak lain yang
boleh memanfaatkan hak tersebut
kecuali dengan izin penciptanya.
Perkataan tidak ada pihak lain yang
digaris bawahi diatas mempunyai
pengertian yang sama dengan hak
tunggal yang menunjukkan hanya
pencipta saja yang boleh mendapatkan
hak semacam itu. Inilah yang disebut
dengan hak yang lebih
eksklusif.Eksklusif berarti khusus,
spesifikasi, unik. Keunikannya itu,
sesuai dengan sifat dan cara
melahirkan hak tersebut.
Pencipta adalah orang atau badan
hukum yang namanya terdapat dalam
daftar ciptaan dengan adanya anggapan
sebagai pencipta, maka secara tidak
langsung akan timbul pula anggapan
adanya hak cipta. Dari defenisi
pencipta sering kali terjadi pendaftaran
suatu ciptaan yang nyatanya bukan
orang atau badan hukum tersebut yang
mempunyai karya akan tetapi karya
orang lain yang bekerja sama dengan
orang atau badan hukum tersebut. Cara
pendaftaran tersebut sudah tidak etis
bahkan melanggar hak orang lain yang
seharusnya mendapat surat pendaftaran
atas suatu ciptaan tersebut.
Ditinjau dari pasal 31 UUHC
menentukan yang dianggap sebagai
pencipta adalah :
1. Kecuali terbukti sebaliknya yang
dianggap sebagai pencipta, yaitu
orang yang namanya :
a. Disebut dalam ciptaan
b. Dinyatakan sebagai pencipta
pada suatu ciptaan
c. Disebutkan dalam surat
pencatatan ciptaan; dan /atau
d. Tercantum dalam daftar umum
ciptaan sebagai pencipta.
2. Kecuali terbukti sebaliknya, orang
yang melakukan ceramah yang
tidak menggunakan bahan tertulis
dan tidak ada pemberitahuan siapa
pencipta ceramah tersebut
dianggap sebagai pencipta.
Fungsi dan Sifat Hak Cipta
Didalam UUHC dikatakan hak
cipta adalah hak eksklusif atau hak
khusus, maka sesuai dengan
semangat dan jiwa yang terkandung
dalam pasal 33 ayat 2 UUD 1945 yang
menyebutkan : cabang-cabang
produksi yang penting bagi negara dan
yang menguasai hajat hidup orang
banyak dikuasai oleh negara.
Maka hak cipta mempunyai fungsi
sosial adalah melalui penyebarannya
selama masyarakat masih
membutuhkan dan mempergunakan
hak cipta tersebut.
Berhubung sifat ciptaan adalah
pribadi dan manunggal dengan diri
penciptanya maka hak pribadi itu tidak
dapat disita padanya, hak cipta tidak
dapat dialihkan secara lisan harus
dengan akta otentik atau akta dibawah
tangan.
Adapun sifat hak cipta menurut
Saidin (2003:120) antara lain adalah :
1. Hak Cipta Bersifat Benda
Bergerak Immateriil
Undang-undang hak cipta sebagai
benda bergerak immateriil yang
termasuk dalam kelompok hak atas
kekayaan intelektual sebagai benda
bergerak, hak cipta dapat beralih atau
dialihkan seluruh atau sebagian karena
Jurnal Ilmiah “DUNIA ILMU” VOL. 2. NO. 4 Desember 2016
27
pewarisan, hibah, wasiat yang
dijadikan milik negara, perjanjian yang
dilakukan dengan akta dan dengan
ketentuan bahwa perjanjian itu hanya
mengenai wewenang yang disebut
didalam akta itu. Berdasarkan
ketentuan ini jelaslah bahwa hak cipta
tidak dapat dialihkan secara lisan
melainkan harus tertulis dengan akta
dibawah tangan.
2. Hak Cipta Bersifat Dapat Dibagi
(divisible)
Hak cipta adalah hak khusus bagi
pencipta maupun penerima hak untuk
mengumumkan atau memperbanyak
ciptaannya atau memberi izin untuk itu
dengan tidak mengurangi pembatasan-
pembatasan menurut Undang-undang
yang berlaku.Berdasarkan ketentuan
tersebut pengalihan hak cipta secara
tertulis itu dapat meliputi pengumuman
dan atau memperbanyak
ciptaan.Dengan demikian hak cipta
dapat dibagi-bagi dengan jalan
sebagian-sebagian.
3. Hak Cipta Bersifat Tidak Dapat Di
Sita
Walaupun hak cipta adalah benda
bergerak, namun tidak dapat
disita.Alasannya karena ciptaan
bersifat pribadi dan manunggal dengan
diri sipencipta.Apabila sipencipta
sebagai pemilik hak cipta atau
pemegang hak cipta sebagai orang
yang berwenang menguasai hak cipta,
dengan hak cipta itu melakukan
pelanggaran hukum atau mengganggu
ketertiban umum, maka yang dapat
dilarang oleh hukum adalah perbuatan
pemilik atau pemegang hak cipta yang
menggunakan haknya itu.“Apabila
larangan itu mengakibatkan
penghukuman, maka penghukuman itu
tidak mengenai hak cipta.”
(Muhammad, 1999 : 429)
Masa Berlakunya Hak Cipta
Perlindungan hak cipta
berlangsung selama berlakunya hak
cipta seperti diatur dalam Undang-
undang hak cipta.Masa berlakunya hak
cipta ditentukan menurut jenis
ciptaannya. Menurut Pasal 58 UU Hak
Cipta masa berlakunya hak cipta atas
ciptaan dibedakan menjadi 3 kategori,
yaitu :
1. Hak cipta yang berlaku selama
hidup Pencipta dan terus
berlangsung hingga 70 tahun
setelah pencipta meninggal dunia.
2. Hak cipta yang dimiliki oleh 2
orang atau lebih maka hak cipta
berlaku selama hidup pencipta yang
meninggal dunia paling akhir dan
berlangsung 70 tahun sesudahnya.
2. Hak cipta yang dilindungi dan
dipegang oleh badan hukum maka
masa berlaku hak cipta selama 50
tahun sejak karya tersebut pertama
kali diumumkan.
Berikut karya cipta atau ciptaan
yang berlaku selama hidup sipencipta
dan terus berlangsung hingga 70 tahun
setelah pencipta meninggal dunia dan
karya cipta yang dimiliki 2 orang atau
lebih yang berlaku selama hidup
pencipta yang meninggal dunia paling
akhir berlangsung 70 tahun sesudah ia
meninggal. Karya cipta yang berupa :
a. Buku, pamflet, dan semua hasil
karya tulis lain
b. Ceramah, kuliah, pidato dan
ciptaan sejenis lainnya
Jurnal Ilmiah “DUNIA ILMU” VOL. 2. NO. 4 Desember 2016
28
c. Alat peraga yang dibuat untuk
kepentingan pendidikan dan
ilmu pengetahuan
d. Lagu atau musik dengan atau
tanpa teks
e. Drama atau drama musikal,
tari, koreografi, pewayangan,
dan pantomim
f. Karya seni rupa dalam segala
bentuk seperti lukisan, gambar,
seni pahat, seni patung,
kaligrafi, ukiran
g. Arsitektur
h. Peta
i. Karya seni batik atau seni motif
lain
Hak Moral (Moral Right) Dalam
Hak Cipta
Hak moral dalam hak cipta disebut
sebagai hak yang bersifat asasi,
sebagai natural rights yang dimiliki
manusia. Pengakuan serta
perlindungan terhadap hak moral
selanjutnya menumbuhkan rasa aman
bagi pencipta karena ia tetap
merupakan bagian dari hasil karya /
ciptaannya. Pada gilirannya pun
pengakuan dan perlindungan hak
moral ini akan mampu menjadi
stimulan untuk memunculkan karya-
karya cipta baru.
Menurut Djumhana (1993 : 37)
dinyatakan bahwa:
Hak Moral adalah hak yang
melindungi kepentingan pribadi
atau reputasi pencipta atau penemu.
Apabila Hak Cipta dapat dialihkan
kepada pihak lain, maka hak moral
tidak dapat dipisahkan dari dari
pencipta atau pemilik karena
bersifat pribadi dan kekal. Sifat
pribadi menunjukkan cirri khas
yang berkenan dengan nama baik,
kemampuan dan integritas yang
hanya dimiliki oleh pencipta atau
penemu. Kekal artinya melekat
pada pencipta atau penemu selama
hidup bahkan setelah meninggal
dunia.
Termasuk dalam Hak Moral
adalah hak-hak berikut ini :
a. Hak untuk menuntut kepada
pemegang Hak Cipta supaya nama
pencipta atau penemu tetap
dicantumkan pada ciptaan atau
penemuannya.
b. Hak untk melakukan perubahan
pada ciptaan atau penemuan tanpa
persetujuan pencipta, penemu, atau
ahli waris.
c. Hak pencipta atau penemu untuk
mengadakan perubahan pada
ciptaan atau penemuan sesuai
dengan tuntutan perkembangan dan
kepatutan dalam masyarakat.
Mengenai pengakuan Hak Moral
dalam Undang-Undang Hak cipta
diatur dalam Pasal 5 yaitu menentukan
bahwa :
1) Hak moral sebagaimana dimaksud
dalam pasal 4 merupakan hak yang
melekat secara abadi pada diri
pencipta untuk :
a. Tetap mencantumkan namanya
pada salinan sehubungan dengan
pemakaian ciptaannya untuk
umum.
b. Menggunakan nama aliasnya
atau nama samarannya;
c. Mengubah ciptaannya sesuai
dengan kepatutan didalam
masyarakat;
d. Mengubah judul anak judul
ciptaan; dan
Jurnal Ilmiah “DUNIA ILMU” VOL. 2. NO. 4 Desember 2016
29
e. Mempertahankan haknya dalam
hal terjadi distorsi ciptaan,
mutilasi ciptaan, modifikasi
ciptaan atau hal yang bersifat
merugikan kehormatan diri atau
reputasinya.
Pada pokoknya terdapat dua
prinsip utama dalam hak moral, yaitu :
a. Hak untuk diakui dari karya, yaitu
hak dari pencipta untuk
dipublikasikan sebagai pencipta
atas hasil ciptaannya atau
karyanya, dengan tujuan untuk
mencegah pihak lain mengaku
sebagai pencipta atas hasil
ciptaannya atau karyanya tersebut.
b. Hak keutuhannya, yaitu hak untuk
mengajukan keberatan atas
penyimpangan atas karyanya atau
perubahan lain atau tindakan-
tindakan lain yang dapat
menurunkan kualitas karya
ciptanya.
Dengan hak moral (moral
right), pencipta dari suatu karya cipta
memiliki hak untuk :
1. Dicantumkan nama atau nama
samarannya didalamnya ciptaannya
ataupun salinannya dalam
hubungan dengan penggunaan
secara umum.
2. Mencegah bentuk-bentuk distorsi,
mutilasi, atau bentuk perubahan
lainnya yang meliputi
pemutarbalikkan, pemotongan,
perusakan, penggantian yang
berhubungan dengan karya cipta
yang pada akhirnya akan merusak
apresiasi dan reputasi pencipta.
Selain itu tidak satupun dari hak-
hak tersebut diatas dapat dipindahkan
selama penciptanya masih hidup,
kecuali atas wasiat dari pencipta
berdasarkan peraturan perundang-
undangan.
Hukum Waris Menurut Kitab
Undang-Undang Hukum Perdata
Hukum Waris adalah hukum yang
mengatur mengenai apa yang harus
terjadi dengan hukum kekayaan
seseorang yang meninggal dunia atau
dengan kalimat lain Hukum Waris
mengatur tentang peralihan harta yang
ditinggalkan oleh seseorang yang
meninggal dunia serta akibat-akibat
bagi para ahli waris.
A. Pitlo memberikan batasan
Hukum Waris sebagai berikut :
“Hukum waris adalah kumpulan
peraturan, yang mengatur hukum
mengenai kekayaan karena wafatnya
seseorang yaitu mengenai pemindahan
kekayaan yang ditinggalkan oleh si
mati dan akibat dari pemindahan ini
bagi orang-orang yang
memperolehnya, baik dalam hubungan
antara mereka dengan mereka, maupun
dalam hubungan antara mereka dengan
pihak ketiga”. (Pitlo, 1989 : 1)
Hukum waris menurut Kitab
Undang-undang Hukum Perdata
menganut: :
(a) sistem pribadi, ialah yang
menjadi ahli waris adalah
perseorangan, bukan kelompok
ahli waris atau kelompok
kelompok.
(b) Sistem bilateral, ialah bahwa
seseorang tidak hanya waris
dari Bapak atau Ibu saja, tetapi
mewaris baik dari Bapak
maupun dari Ibu.
(c) Sistem penderajatan, ialah ahli
waris yang derajatnya dekat si
Jurnal Ilmiah “DUNIA ILMU” VOL. 2. NO. 4 Desember 2016
30
pewaris menutup ahli waris
yang lebih jauh derajatnya.
Hukum waris dimulai dari
Pasal 830 KUHPerdata yang
berbunyi: “Pewarisan hanya
berlangsung karena kematian”.
Seperti telah diuraikan di atas,
Hukum Waris mengatur tentang
peralihan harta kekayaan yang
diinginkan seseorang serta akibat-
akibatnya bagi para ahli warisnya.
Hanya hak-hak dan kewajiban-
kewajiban dalam lapangan hukum
kekayaan/harta benda saja yang dapat
diwaris, sehingga perjanjian kerja,
sebagai wali, kekuatan orang tua
terhadap anak-anaknya bukan
merupakan bagian dari yang diwaris,
kecuali hak seorang bapak untuk
menyangkal sahnya dan dipihak lain
hak seseorang anak untuk menuntut
supaya ia dinyatakan sebagai anak
yang sah dari bapaknya atau ibunya.
Pada dasarnya proses beralihnya
harta kekayaan seseorang kepada ahli
warisnya, yang dinamakan Pewarisan,
terjadi hanya karena kematian. Oleh
karena itu pewarisan baru akan terjadi
jika terpenuhi tiga persyaratan :
(a) ada seseorang yang meninggal
dunia;
(b) ada orang yang masih hidup
sebagai ahli waris yang akan
memperoleh warisan pada saat
pewaris meninggal dunia;
(c) ada sejumlah harta kekayaan
yang ditinggalkan pewaris.
Yang merupakan ciri khas menurut
BW antara lain “adanya hak mutlak
dari pada para ahli waris masing-
masing untuk sewaktu-sewaktu
menuntut pembagian dari arta
warisan”. Ini berarti jika seorang waris
menuntut pembagian harta warisan
didepan pengadilan, tuntutan tersebut
tidak dapat ditolak oleh para ahli waris
yang lainnya.Ketentuan ini tertera
dalam Pasal 1066 KUH Perdata.
Menurut Kitab Undang-undang
Hukum Perdata, ada dua cara untuk
mendapatkan warisan, yaitu:
(1) Sebagai ahli waris menurut
ketentuan undang-undang.
(2) Karena ditunjuk dalam surat
warisan (testament). (Subekti ,
1993 : 95)
Cara yang pertama dinamakan
mewarisi “menurut undang-undang”
atau “abintestato”, cara yang kedua
dinamakan mewarisi secara
“testamentair”.
Dalam hukum waris berlaku juga
suatu asas, bahwa apabila seseorang
meninggal, maka seketika itu juga
segala hak dan kewajiban beralih pada
sekalian ahli waris. Asas tersebut
tercantum dalam suatu pepatah
Perancis yang berbunyi : “le mort
saisit le vif”, sedangkan pengalihan
segala hak dan kewajiban dari si
meninggal oleh para ahli waris itu
dinamai “saisini”. (Subekti, 1993 : 96)
Undang-undang telah menentukan
bahwa untuk melanjutkan kedudukan
hukum seseorang yang meninggal,
sedapat mungkin disesuaikan dengan
kehendak dari orang yang meninggal
itu. Undang-undang berprinsip bahwa
seseorang bebas untuk menentukan
kehendaknya tentang harta
kekayaannya termasuk kekayaan
intelektual khususnya hak cipta setelah
nanti ia meninggal dunia. Akan tetapi
apabila ternyata seseorang itu tidak
Jurnal Ilmiah “DUNIA ILMU” VOL. 2. NO. 4 Desember 2016
31
menentukan sendiri ketika ia hidup
tentang apa yang akan terjadi terhadap
harta kekayaannya dalam hal ini
termasuk hak cipta maka dengan
demikian undang-undang kembali
akan menentukan perihal pengaturan
harta benda/kekayaan yang
ditinggalkan seseorang tersebut.
Karena Hak Cipta adalah kekayaan
personal, maka Hak Cipta dapat
disamakan dengan bentuk kekayaan
(property.) yang lain. Di dalam pasal
16 ayat (1) UU No. 28 Tahun 2014
terdapat ketentuan “monumental”
disebutkan bahwa : “Hak Cipta
merupakan benda bergerak tidak
berwujud”. Oleh karena hak cipta
adalah benda bergerak maka hak cipta
dapat dialihkan kepada orang/pihak
lain salah satunya melalui pewarisan.
A. Pengakuan Undang-Undang RI
No.28 Tahun 2014 Terhadap
Kepemilikan Hak Cipta
Dalam undang-undang hak
cipta dibedakan antara pengertian
pencipta dan pemegang hak cipta.Yang
dimaksud dengan pencipta adalah
seseorang atau beberapa orang secara
bersama-sama yang atas inspirasinya
melahirkan suatu ciptaan yang
berdasarkan kemampuan, fikiran,
imajinasi, kecekatan, keterampilan,
atau keahlian, yang dituangkan ke
dalam bentuk yang khas yang bersifat
pribadi.
Pemegang hak cipta adalah
pencipta sebagai pemilik hak cipta atau
pihak yang menerima hak tersebut dari
pencipta atau pihak lain yang
menerima hak lebih lanjut dari pihak
yang menerima hak tersebut.
Maka berdasarkan pengertian
diatas, pencipta dapat sekaligus
sebagai pemegang hak cipta, dalam hal
hak cipta tersebut tidak dialihkan
kepada pihak lain. Pemegang hak cipta
belum tentu sebagai pencipta, karena
dapat dimungkinkan pemegang hak
cipta menerima pengalihan hak dari
pencipta ataupun membeli hak cipta
tersebut dari pencipta.Hak cipta juga
merupakan hak milik bagi pencipta
dan pemegang hak cipta.
Selanjutnya pengaturan mengenai
kepemilikan hak antara pencipta dan
pemegang hak cipta diatur dalam pasal
4 sampai dengan pasal 19 UUHC.
Dalam pasal tersebut ditentukan bahwa
:
1. Hak cipta yang dimiliki oleh
pencipta, yang setelah penciptanya
meninggal dunia, menjadi milik
ahli warisnya atau milik penerima
wasiat, dan hak cipta tersebut tidak
dapat disita, kecuali jika hak itu
diperoleh secara melawan hukum.
2. Hak cipta yang tidak atau belum
diumumkan yang setelah
penciptanya meninggal dunia,
menjadi milik ahli warisnya atau
milik penerima wasiat, dan hak
cipta itu tidak dapat disita, kecuali
jika hak itu diperoleh secara
melawan hukum.
Dari penjelasan pasal diatas dapat
diambil suatu pengertian bahwa hak
cipta itu dapat diwariskan kepada ahli
warisnya apabila sipencipta ini telah
meninggal dunia atau sipencipta ini
juga dapat mewasiatkannya sebelum ia
meninggal dunia. Dan hal ini harus
segera diumumkan oleh ahli waris atau
penerima wasiat.Maka apabila hal ini
Jurnal Ilmiah “DUNIA ILMU” VOL. 2. NO. 4 Desember 2016
32
telah dilakukan oleh ahli waris atau
penerima wasiat, hak cipta tersebut
tidak dapat disita. Namun apabila
diperoleh secara melawan hukum
maka hak cipta ini akan disita.
Mengenai pewarisan dapat diambil
suatu pendapat yang dikatakan oleh A.
Pitlo (1986:1) bahwa :
“Pewarisan adalah peraturan yang
mengatur tentang kekayaan karena
wafatnya seseorang, yaitu mengenai
pemindahan kekayaan yang
ditinggalkannya dan akibat dari
pemindahan ini bagi orang-orang yang
memperolehnya, baik antara hubungan
mereka dengan pihak ketiga.”
Dari defenisi diatas diketahui
bahwa semua kekayaan yang
ditinggalkan oleh si mati adalah
merupakan suatu kumpulan aktiva dan
pasiva yang dinamakan harta
peninggalan atau harta warisan.
Menurut Effendi Perangin
(1999:3), “pewarisan adalah peralihan
harta kekayaan yang ditinggalkan
seseorang yang meninggal serta
akibatnya bagi para ahli warisnya.”
Pada pasal 830 KUHPerdata
menyebutkan bahwa : Pewarisan hanya
berlangsung karena kematian.
Selanjutnya Pasal 832 KUHPerdata
menjelaskan bahwa :
Menurut Undang-undang yang berhak
menjadi ahli waris ialah para keluarga
sedarah, baik sah, maupun luar kawin
dan sisuami atau isteri yang hidup
terlama, semua menurut peraturan
yang tertera dibawah ini.
Kepemilikan hak cipta juga dapat
terjadi karena wasiat. Hal ini tercantum
dalam UUHC, seperti yang telah
dijelaskan sebelumnya, didalam pasal
874 KUHPerdata menyebutkan juga
tentang hal yang sama yaitu : segala
harta peninggalan seorang yang
meninggal dunia adalah kepunyaan
sekalian ahli warisnya menurut
Undang-undang, sekadar terhadap itu
dengan surat wasiat tidak telah
diambilnya sesuatu ketetapan yang
sah.
Dengan adanya pasal diatas maka
dapat disimpulkan bahwa seluruh ahli
waris si pencipta mempunyai hak
untuk memiliki hasil ciptaan si
pencipta, maupun yang menerima
wasiat dari sipencipta juga mempunyai
ketetapan yang sah didalam Undang-
undang. Pasal 875 KUHPerdata yang
menyebutkan bahwa : adapun yang
dinamakan surat wasiat atau testamen
adalah suatu akta yang memuat
pernyataan seseorang tentang apa saja
yang dikehendakinya akan terjadi
setelah ia meninggal dunia dan yang
olehnya dapat dicabut kembali.
Pasal 39 UUHC :
1. Jika suatu ciptaan tidak diketahui
penciptanya dan ciptaan itu belum
diterbitkan, negara memegang hak
cipta atas penciptaan tersebut untuk
kepentingan penciptanya.
2. Jika suatu ciptaan telah diterbitkan
tetapi tidak diketahui penciptanya
atau pada ciptaan tersebut hanya
tertera nama samaran si pencipta,
penerbit memegang hak atas
ciptaan tersebut untuk kepentingan
penciptanya.
3. Jika suatu ciptaan diterbitkan tetapi
tidak diketahui penciptanya
dan/atau penerbitnya, negara
memegang hak cipta atas ciptaan
Jurnal Ilmiah “DUNIA ILMU” VOL. 2. NO. 4 Desember 2016
33
tersebut untuk kepentingan
penciptanya.
Ketentuan ini dimaksudkan untuk
menegaskan status hak cipta dalam hal
suatu karya yang ciptaannya tidak
diketahui dan tidak atau belum
diterbitkan, sebagaimana layaknya
ciptaan itu diwujudkan.Misalnya
dalam hal karya tulis atau karya musik,
ciptaan tersebut belum diterbitkan
dalam bentuk buku atau belum
dipegang oleh negara untuk
melindungi hak cipta bagi kepentingan
penciptanya, sedangkan apabila karya
tersebut berupa karya tulis dan telah
diterbitkan, hak cipta atas ciptaan yang
bersangkutan dipegang oleh penerbit.
Didalam pasal 16 ayat 2 UUHC
yang menyatakan bahwa : Hak cipta
dapat beralih atau dialihkan, baik
seluruhnya maupun sebagian karena :
a. pewarisan
b. hibah
c. wakaf
d. wasiat
e. perjanjian tertulis
f. sebab-sebab lain yang dibenarkan
oleh peraturan perundang-
undangan.
Mengenai wasiat telah dijelaskan
diatas, sekarang penulis akan
menjelaskan tentang hibah karena hak
cipta ini juga dapat beralih disebabkan
oleh hibah. Menurut Effendi Perangin-
angin (1999 : 78) “Hibah adalah
pemberian selama hidup.” Beralih
atau dialihkannya hak cipta tidak dapat
dilakukan secara lisan, tetapi harus
dilakukan secara tertulis baik dengan
maupun tanpa akta notariil.
Kepemilikan hak cipta ini dapat
dimiliki oleh negara apabila hasil
ciptaan tersebut tidak diketahui siapa
penciptanya, sebagaimana halnya
pemegang hak cipta negara selaku
pemegang hak cipta bertindak
melindungi ciptaan tersebut dari
pelanggaran atas ciptaannya.
UUHC mengatur bahwa
kepemilikan hak cipta oleh negara
apabila karya cipta tersebut dianggap
sebagai milik bersama (public domain)
atau milik rakyat.
Fungsi kepemilikan hak cipta oleh
negara ini sangat berfungsi terhadap
masalah yang menyangkut kebutuhan
ciptaan-ciptaan terhadap kemungkinan
pelanggaran ciptaan diluar negeri,
karena itu negara bertindak sebagai
pemegang hak cipta untuk karya-karya
cipta yang dianggap sebagai milik
bersama tersebut misalnya : dongeng,
hikayat, lagu-lagu rakyat, kaligrafi.
B. Proses Terjadinya Pengalihan
Kepemilikan Atas Hak Cipta
Menurut UUHC
Hak cipta merupakan kekayaan
intelektual yang dapat dieksploitasi
hak-hak keekonomiannya seperti
kekayaan-kekayaan lainnya, timbul
hak untuk mengalihkan kepemilikan
atas Hak Cipta, seperti misalnya
dengan dengan cara penyerahan
(assignment). Hak Cipta
tersebut.Pemegang Hak Cipta dapat
juga memberikan lisensi untuk
penggunaan karya Hak Cipta.Bila
pemegang Hak Cipta menyerahkan
Hak Ciptanya, ini berarti terjadi
pengalihan keseluruhan hak-hak
ekonominya yang dapat dieksploitasi
dari suatu ciptaan yang dialihkan
kepada penerima hak/pemegang hak
cipta dalam jangka waktu yang telah
Jurnal Ilmiah “DUNIA ILMU” VOL. 2. NO. 4 Desember 2016
34
disetujui bersama.Lain halnya jika
pengalihan Hak Cipta dilakukan
dengan lisensi.Dengan pengalihan Hak
Cipta secara lisensi, pencipta masih
memiliki hak-hak ekonomi tertentu
dari Ciptaan yang dialihkan kepada
Pemegang Hak Cipta.
Selain dua cara pengalihan Hak
Cipta di atas, masih ada cara-cara lain
pengalihan hak-hak ekonomi Hak
Cipta. Contohnya, seorang Pencipta
karya tulis dapat menngalihkan hak
Cipta atas karya tulisnya dengan cara
penyerahan atau lisensi kepada suatu
penerbit untuk menerbitkan karya
tulisnya hanya dalam bentuk buku
bersampul. Disamping pengalihan
kepada penerbit buku, pencipta karya
tulis yang sama dapat juga
mengalihkan dengan penyerahan atau
lisensi kepada penerbit majalah atau
koran untuk menerbitkan karya
tulisnya dalam bentuk serial yang
dimuat berkala dalam suatu majalah
atau koran. Hak menerjemahkan
kedalam bahasa asing untuk
diterbitkan penerbit di luar negeri juga
dipunyai oleh pencipta karya tulis yang
sama. Dengan demikian, didalam hak
cipta terkandung sekumpul hak
ekonomi yang dapat diekploitasi
manfaat ekonominya oleh pencipta
secara terpisah-pisah.
Cara pengalihan atau beralihnya
hak cipta diatur dalam Pasal 16 ayat 2
Undang-undang No. 28 tahun
2014.Hak Cipta adalah kekayan
intelektual yang dianggab sebagai
benda bergerak tidak berwujud.
Sebagai benda kekayaan, maka secara
hukum hak cipta dapat beralih atau
dialihkan, baik seluruhnya maupun
sebagian kepada pihak lain karena :
a. Pewarisan (inheritance);
b. Hibah (donation);
c. Wakaf
d. Wasiat (testament);
e. Perjanjian tertulis (agreement);
f. Sebab-sebab lain yang
dibenarkan oleh peraturan
perundang-undangan.
Pengalihan hak cipta didasari oleh
motif ekonomi, yaitu keinginan untuk
memperoleh manfaat ekonomi atau
keuntungan secara komersial.Pencipta
mengallihkan hak cipta dengan tujuan
untuk memperoleh royalti, sedangkan
penerima selaku pemegang hak cipta
bertujuan memperoleh keuntungan
ekonomi dari penjualan ciptaan yang
dihasilkan dari hak cipta tersebut.
Hak cipta suatu ciptaan tetap ada
ditangan pencipta/pemegang hak cipta
selama kepada pembeli ciptaan itu
tidak diserahkan seluruh hak
ciptanya.Ketentuan ini menegaskan
berlakunya asas kemanunggalan hak
cipta dengan penciptanya. Hak cipta
yang dijual untuk seluruh atau
sebagian tidak dapat dijual untuk
kedua kalinya oleh penjual yang sama
(pasal 17 ayat 2). Apabila timbul
sengketa antara beberapa pembeli hak
cipta yang sama atas suatu ciptaan,
perlindungan diberikan kepada
pembeli yang lebih dahulu
memperoleh hak cipta tersebut.
Peralihan Hak Cipta harus dengan
tertulis dan ditandatangani dengan cara
langsung oleh pemegang hak cipta
agar berlaku sesuai dengan hukum,
selanjutnya ketika Hak Cipta
dialihkan, maka pihak yang menerima
Jurnal Ilmiah “DUNIA ILMU” VOL. 2. NO. 4 Desember 2016
35
peralihan hak cipta menjadi pemegang
hak cipta yang baru.
Terhadap pengalihan hak cipta ini,
Undang-undang hak Cipta
memberikan pengaturan khusus Pasal
17 UU No. 28 Tahun 2014, yaitu :
(1) Hak cipta atas suatu ciptaan tetap
berada di tangan Pencipta selama
kepada Pembeli ciptaan itu tidak
diserahkan seluruh Hak Cipta
dari pencipta itu.
(2) Hak Cipta yang dijual untuk
seluruh atau sebagian tidak dapat
dijual untuk kedua kalinya oleh
penjual yang sama.
(3) Dalam hal timbul sengketa antara
beberapa Pembeli Hak Cipta
yang sama atas suatu ciptaan
perlindungan diberikan kepada
pembeli yang lebih dahulu
memperoleh Hak Cipta.
Selain itu ditegaskan pula dalam
pasal 18 UUHC bahwa “ciptaan buku,
dan/atau semua hasil karya tulis
lainnya, lagu dan/atau music dengan
atau tanpa teks yang dialihkan dalam
perjanjian jual putus dan/atau
pengalihan tanpa batas waktu, hak
ciptanya beralih kembali kepada
pencipta pada saat perjanjian tersebut
mencapai jangka waktu 25 (dua puluh
lima) tahun.
Penekanan dalam Pasal 17 ini
kepada perlindungan Hak Moral atas
Hak Cipta yang telah dialihkan kepada
Pencipta.Karena bagaimanapun juga
suatu karya cipta (ciptaan) melekat
dengan Penciptanya.
Sebuah pengalihan hak cipta harus
dengan tertulis dan ditanda tangani
dengan atau pemegang hak cipta yang
berlaku sesuai hukum, selanjutnya
ketika hak cipta dialihkan, maka pihak
yang menerima peralihan menjadi
pemegang hak cipta yang baru.
Pembelian hak cipta juga
mensyaratkan beberapa persyaratan
formal sebagai contoh pengalihan hak
harus dalam bentuk tulisan,
ditandatangani oleh satu atau dua belah
pihak dan didaftarkan pada Direktorat
Jenderal HaKI.Selanjutnya sebuah
harga pembelian berkaitan dengan
jumlah uang, dimana perjanjian
pengalihan dapat dilakukan dengan
sistem pembayaran royalti untuk
periode waktu tertentu selama karya
cipta dieksploitasi.
Salah satu cara mengalihkan hak
cipta adalah menjualnya. Contoh
mudah yaitu seorang penulis
mengalihkan hak ciptanya (copyright)
kepada penerbit, yang kemudian
penerbit menyuplai baik dari segi
teknis dan kewirausahaannya serta
menyebarluaskan buku tersebut kepada
pasar. Hal ini sama dengan penulis
lagu yang juga mengalihkan hak cipta
dalam bentuk musical work nya
kepada sebuah recording company.
Terhadap pengalihan ini, undang-
undang hak cipta memberikan
pengaturan khusus (Pasal 17 UUHC),
yaitu :
1. hak cipta atas suatu ciptaan tetap
berada ditangan pencipta selama
kepada pembeli ciptaan itu tidak
diserahkan seluruh hak cipta dari
pencipta itu.
2. hak cipta yang dijual untuk seluruh
atau sebagian tidak dapat dijual
untuk kedua kalinya oleh penjual
yang sama.
Jurnal Ilmiah “DUNIA ILMU” VOL. 2. NO. 4 Desember 2016
36
3. dalam hal timbul sengketa antara
beberapa pembeli hak cipta yang
sama atas suatu ciptaan,
perlindungan diberikan kepada
pembeli yang lebih dahulu
memperoleh hak cipta itu.
Hal ini berarti bahwa pembelian
hasil ciptaan tidak berarti hak cipta
dari ciptaan tersebut berpindah kepada
pembeli (transferred), akan tetapi hak
cipta atas suatu ciptaan tersebut tetap
ada ditangan penciptanya, misalnya
kaset, buku dan lukisan.
Selain itu ditegaskan pula dalam
pasal 18 UUHC bahwa “ciptaan buku,
dan/atau semua hasil karya tulis
lainnya, lagu dan/atau music dengan
atau tanpa teks yang dialihkan dalam
perjanjian jual putus dan/atau
pengalihan tanpa batas waktu, hak
ciptanya beralih kembali kepada
pencipta pada saat perjanjian tersebut
mencapai jangka waktu 25 (dua puluh
lima) tahun.
Selain itu pengalihan hak cipta
juga dapat dilakukan dengan cara
lisensi. Lisensi hak cipta adalah
sebuah lisensi yang dibuat secara
tertulis dan ditandatangani oleh
pemegang hak cipta, dimana
ditentukan bahwa penerima lisensi
(lisence) hanya satu-satunya pihak
yang dapat menggunakan karya cipta
tersebut yang tercantum dalam kontrak
lisensi.
Misalnya “dalam kontrak lisensi
penerbitan, seorang penulis
memberikan hak kepada penerbit
sebuah lisensi eksklusif (exclusive
lisence) untuk meletakkan dan
menerbitkan karya
novelnya”(Margono 2002:73). Dalam
kontrak lisensi tersebut, penulis tidak
diperkenankan untuk memberikan hak
penerbitan kepada perusahaan
penerbitan lainnya sampai jangka
waktu berakhirnya kontrak
tersebut.Penerima hak lisensi eksklusif
atas hak cipta, dapat mengajukan
upaya hukum atas pelanggaran hak
cipta yang dilakukan oleh pihak ketiga.
“Sebuah lisensi dapat juga bersifat
non eksklusif, apabila anda menerima
sebuah lisensi non eksklusif untuk
menggunakan sesuatu dari hak cipta
tersebut, selanjutnya pencipta juga
dapat memberikan lisensi non
eksklusif tersebut kepada pihak lain,
sebagaimana yang telah diterima dari
lisensi non eksklusif tadi.”(Margono,
2003:73).
Pengaturan lisensi dalam Undang-
Undang Hak Cipta diatur secara
lengkap dalam Pasal 80 sampai Pasal
86 UUHC. Berikut ini isi dari
ketentuan lisensi hak cipta tersebut,
yaitu :
Pasal 80 :
1. Pemegang hak cipta berhak
memberikan lisensi kepada pihak
lain berdasarkan surat perjanjian
lisensi untuk melaksanakan
perbuatan sebagaimana dimaksud
dalam Pasal 9 ayat 1, pasal 23 ayat
1, pasal 24 ayat 2 dan pasal 25 ayat
2.
2. Kecuali diperjanjikan lain, lingkup
lisensi sebagaimana dimaksud pada
ayat 1 semua perbuatan
sebagaimana dimaksud dalam
Pasal berlangsung selama jangka
waktu lisensi diberikan dan berlaku
untuk seluruh wilayah Negara
Republik Indonesia.
Jurnal Ilmiah “DUNIA ILMU” VOL. 2. NO. 4 Desember 2016
37
3. Kecuali diperjanjikan lain,
pelaksanaan perbuatan
sebagaimana dimaksud pada ayat 1
dan ayat 2 disertai dengan
kewajiban pemberian royalti
kepada pemegang hak cipta oleh
penerima lisensi.
4. Jumlah royalti yang wajib
dibayarkan oleh pemegang hak
cipta oleh penerima lisensi adalah
pemegang hak cipta oleh penerima
lisensi adalah berdasarkan
kesepakatan kedua belah pihak
dengan berpedoman kepada
kesepakatan organisasi profesi.
Pasal 81 :
Kecuali diperjanjikan lain, pemegang
hak cipta tetap boleh melaksanakan
sendiri atau memberikan lisensi kepada
pihak ketiga untuk melaksanakan
perbuatan sebagaimana dimaksud
dalam Pasal 2.
Pasal 82 :
1. Perjanjian lisensi dilarang
memuat ketentuan-ketentuan
yang dapat menimbulkan akibat
yang merugikan perekonomian
Indonesia atau memuat
ketentuan yang mengakibatkan
persaingan usaha tidak sehat
sebagaimana diatur dalam
peraturan perundang-undangan
yang berlaku.
2. Agar dapat mempunyai akibat
hukum terhadap pihak ketiga,
perjanjian lisensi wajib
dicatatkan di Direktorat
Jenderal.
3. Direktorat Jenderal wajib
menolak pencatatan perjanjian
lisensi yang memuat ketentuan
sebagaimana dimaksud pada
ayat 1.
4. Ketentuan lebih lanjut mengenai
pencatatan perjanjian lisensi
diatur dengan keputusan
Presiden.
Dalam UUHC di Indonesia,
menentukan bahwa perjanjian lisensi
harus dibuat dalam bentuk tertulis.
Melalui perjanjian lisensi, pemilik hak
cipta dapat mengalihkan semua atau
beberapa dari hak-hak eksklusif yang
dimiliki kepada orang lain.
Perjanjian lisensi dapat disebut
lisensi eksklusif, sebuah perjanjian
lisensi seperti ini disebut lisensi
tunggal yaitu pemilik hak cipta ini
melakukan perjanjian hanya dengnan
satu orang atas karya yang dilindungi
hak cipta.Pemilik hak cipta juga dapat
membuat perjanjian lisensi non
eksklusif yaitu perjanjian yang
dilakukan kepada dua atau lebih orang
atas karya yang dilindungi hak cipta.
Pemilihan jenis perjanjian lisensi
akan sangat tergantung pada kekuatan
tawar menawar antara sipemberi
lisensi (licensor) dengan si penerima
lisensi (license), dengan ketentuan
dimana perjanjian lisensi dilarang
memuat ketentuan yang dapat
menimbulkan akibat yang merugikan
perekonomian Indonesia atau memuat
ketentuan yang mengakibatkan
kerugian perekonomian Indonesia
sebagaimana diatur dalam perundang-
undangan yang berlaku (Pasal 82 ayat
1 UUHC).
Agar mempunyai akibat hukum
terhadap pihak ketiga, perjanjian
lisensi harus didaftarkan dikantor
Jurnal Ilmiah “DUNIA ILMU” VOL. 2. NO. 4 Desember 2016
38
HaKI, khususnya kantor Hak Cipta
(Pasal 83 ayat 1 UUHC). Pencatatan
lisensi diwajibkan dengan berdasarkan
beberapa alasan, yaitu :
1. Pencatatan perjanjian lisensi
memberikan kemampuan bagi
perusahaan atau orang-orang yang
ingin mengadakan perjanjian lisensi
untuk meneliti apakah seseorang
sudah mendaftarkan sebuah
perjanjian lisensi yang serupa.
Contoh : Penerbit kedua sangat
meneliti melalui daftar perjanjian
lisensi pada kantor hak cipta
sebelum menandatangani perjanjian
dengan pihak lain. Karena penerbit
kedua kan bertanggung jawab
terhadap penerbit pertama apabila
menerbitkan hal yang sama.
2. Pencatatan perjanjian lisensi
memungkinkan pemerintah untuk
mengontrol perjanjian lisensi yang
merugikan kepentingan Indonesia.
Perjanjian lisensi tidak boleh berisi
peraturan-peraturan yang merugikan
perekonomoan Indonesia (Pasal 83
ayat 1 UUHC).
C. Cara Peralihan Hak Cipta
Melalui Pewarisan
Seperti yang telah dijelaskan
pada pembahasan sebelumnya bahwa
hak cipta ini dapat beralih dan
dialihkan kepada ahli warisnya,
penerima wasiat, penerima hibah,
perjanjian tertulis dan sebab-sebab lain
yang dibenarkan oleh peraturan
perundang-undangan.
Menurut Teuku Muhammad
Hasbi Ash Shiddieqy (2001:46) “yang
dimaksud dengan ahli waris adalah
orang-orang yang berhak mewarisi
harta pusaka.”
Ahli waris menurut A.Pitlo
(1986:1) adalah “orang yang
menggantikan pewaris dalam
kedudukan hukum mengenai kekayaan
baik untuk seluruhnya atau maupun
bagian yang sebanding.”Pasal 832
KUHPerdata menyatakan bahwa
menurut undang-undang yang berhak
menjadi ahli waris ialah para keluarga
sedarah, baik sah, maupun luar kawin
dan sisuami atau isteri yang hidup
terlama, semua menurut peraturan
yang tertera dibawah ini.
Dalam hal bilamana baik
keluarga sedarah maupun si yang
hidup terlama diantara suami isteri
tidak ada maka segala harta
peninggalan si yang meninggal
menjadi milik negara, yang mana akan
melunasi segala utang, sekedar harta
harta peninggalan mencukupi untuk
itu.
Pasal 833 KUH Perdata
menyebutkan “sekalian ahli waris
dengan sendirinya karena hukum
memperoleh hak milik atas segala
barang, segala hak dan segala piutang
si yang meninggal.”
Abdoel Djamali (1993:149)
menyatakan bahwa :
Berdasarkan Hukum Perdata
Belanda, undang-undang
membagi
ahli waris karena kematian dalam
empat golongan :
1. Golongan pertama : keturunan
dari yang meninggal dunia ialah
anak, suami atau isteri yang hidup
terlama dan cucu sebagai
ahli waris pengganti.
Jurnal Ilmiah “DUNIA ILMU” VOL. 2. NO. 4 Desember 2016
39
2. Golongan kedua: terdiri dari
orang tua, saudara-saudara
sekandung dan keturunannya
dari yang meninggal dunia.
3. Golongan ketiga : terdiri
dari leluhur dari yang meninggal
dunia baik dari pihak suami
maupun dari pihak isteri.
4. Golongan keempat : terdiri
dari keluarga sedarah sampai
derajat keenam.
Menurut Effendi Perangin-
angin (1999:33) penggolongan ahli
waris itu dapat disimpulkan sebagai
berikut :
Golongan I :
• Suami/isteri yang hidup terlama
• Anak
• Keturunan anak
Golongan II :
• Ayah dan Ibu
• Saudara
• Keturunan
Golongan III :
• Kakek dan nenek, baik dari pihak
bapak maupun ibu
• Orang tua kakek dan nenek itu, dan
seterusnya keatas
Golongan IV :
• Paman dan bibi, baik dari pihak
bapak maupun ibu
• Keturunan paman dan bibi sampai
derajat keenam dihitung dari si
meninggal.
• Saudara dari kakek dan nenek
beserta keturunannya, sampai
derajat keenam dihitung dari si
meninggal.
Disisi lain Subekti (1989:96)
menekankan bahwa “apabila seorang
meninggal, maka seketika itu juga
segala hak dan kewajibannya beralih
pada sekalian ahli warisnya.”
Sebagaimana disebutkan dalam pasal
852 KUHPerdata :
Anak-anak atau sekalian keturunan
mereka, biar dilahirkan dari lain-lain
perkawinan sekalipun, mewarisi dari
kedua orang tua, kakek, nenek, atau
semua keluarga sedarah mereka
selanjutnya dalam garis lurus keatas,
dengan tiada perbedaan antara laki-laki
atau perempuan dan perbedaan
berdasarkan kelahiran terlebih dahulu.
Ahli waris menurut undang-
undang atau ahli waris ab intestato
berdasarkan hubungan darah terdapat 4
(empat) golongan yaitu :
a. Golongan pertama, keluarga dalam
garis lurus ke bawah, meliputi
anak-anak beserta keturunan
mereka serta suami isteri yang
ditinggalkan/yang hidup paling
lama.
b. Golongan kedua, keluarga dalam
garis lurus ke atas, nmeliputi orang
tua dan saudara, baik laki-laki
maupun perempuan, serta
keturunan mereka.
c. Golongan ketiga, meliputi kakek,
nenek dan leluhur selanjutnya ke
atas dari pewaris.
d. Golongan keempat, meliputi
anggota keluarga dalam garis
kesamping dan sanak keluarga
lainnya sampai derajat keenam.
(Erman Suparman, 1985:39)
Undang-undang tidak
membedakan ahli waris laki-laki dan
perempuan, tidak juga membedakan
urutan kelahiran, hanya ada ketentuan
Jurnal Ilmiah “DUNIA ILMU” VOL. 2. NO. 4 Desember 2016
40
bahwa ahli waris golongan pertama
jika masih ada maka akan menutup
(golongan kedua dan seterusnya) hak
anggota keluarga lainnya yang lebih
tinggi derajatnya akan menutup yang
lebih rendah derajatnya.
Menurut Pasal 834 BW
seorang ahli waris berhak untuk
menuntut supaya segala apa saja yang
termasuk harta peninggalan si yang
meninggal diserahkan padanya
berdasakan haknya sebagai ahli waris.
Harta peninggalan seseorang
itu hanya terdiri dari hak kebendaan
yang materi maupun hak kebendaan
immaterial. Dimana Hak Cipta
merupakan hak kebendaan immaterial
dan termasuk bagian dari hak
kekayaan intelektual dari seorang
pemegang hak cipta yang dapat
diallihkan kepada pihak lain. Salah
satu cara pengalihan hak cipta yaitu
melui pewarisan. Dimana didalam
pewarisan hanyalah hak-hak dan
kewajiban-kewajiban dalam lapangan
hukum kekayaan harta benda saja yang
dapat diwariskan.Hak Cipta
merupakan harta kekayaan dari si
pemegang hak cipta dan merupakan
bagian dari hak kebendaan immaterial
(tak berwujud).
Pemegang Hak Cipta yang
meninggal dunia yang meninggal
dunia dapat mewariskan hasil karya
ciptanya baik dalam bidang seni, sastra
maupun ilmu pengetahuan seketika
pada saat ia meninggal dunia. Dimana
seketika itu juga pada saat si pemegang
hak cipta meninggal dunia maka segala
hak kewajiban yang berkenaan dengan
harta kekayaannya termasuk dalam hal
ini hak kekayaan yang berkenaan yaitu
hak cipta beralih kepada sekalian ahli
warisnya.
Yang berhak atas hasil karya
cipta seorang pemegang hak cipa
berdasarkan pewarisan ahli waris
golongan pertama, jika tidak ada
barulah ahli waris golongan kedua
yang berhak.Jika tidak ada ahli waris
golongan kedua maka barulah ahli
waris golongan ketiga yang berhak
mewaris.Jika tidak ada ahli waris
golongan ketiga maka yang berhak
mewaris adalah ahli waris golongan
keempat.
Serta hak cipta ini juga dapat
dialihkan dengan cara penghibahan,
dimana sipencipta dapat
menghibahkan hak ciptanya, kepada
seseorang yang dipercayainya untuk
mengemban hasil karya ciptanya itu,
seseorang ini dapat saja dari keluarga
si pencipta maupun orang lain yang
bukan berasal dari keluarganya.
Juga mengenai wasiat si
pencipta ini dapat mewasiatkan hasil
karya ciptanya kepada si penerima
wasiat, seperti juga halnya dengan
hibah si pencipta ini bebas
memberikan wasiatnya kepada siapa
saja yang dapat dipercayainya baik itu
dari kalangan keluarganya maupun
dari luar keluarganya atau orang lain.
Hak cipta ini juga dapat
dikuasai oleh negara apabila tidak
diketahui lagi siapa penciptanya serta
ahli warisnya yang berhak atas ciptaan
tersebut, negara selaku pemegang hak
dapat bertindak melindungi ciptaan
tersebut dari pelanggaran atas
ciptaannya.
Selain dari pewarisan, wasiat
dan hibah, pengalihan hak cipta ini
Jurnal Ilmiah “DUNIA ILMU” VOL. 2. NO. 4 Desember 2016
41
juga dapat dilakukan si pencipta
dengan cara menjualnya. Contohnya
yaitu seorang penulis mengalihkan hak
ciptanya (copyright) kepada penerbit,
yang kemudian penerbit penyuplai
baik dari segi teknis dan
kewirausahaannya serta
menyebarluaskan buku tersebut kepada
pasar. Hal ini sama dengan penulis
lagu yang juga mengalihkan hak cipta
dalam bentuk musical work nya
kepada sebuah recording company.
Kesimpulan
1. Undang-undang No.28 Tahun
20014 memberi pengakuan
terhadap kepemilikan hak cipta
terdapat dalam Pasal 4 ayat 1 dan
Pasal 11. jadi setiap pencipta ini
mempunyai hak untuk memiliki
hasil ciptaan dan dilindungi
sepenuhnya oleh Undang-Undang
RI No. 28 Tahun 2014 tentang hak
Cipta. Pemilik hak cipta menurut
UUHC adalah si Pencipta, namun
pemilik hak cipta dialihkan
berdasarkan Pasal 16 ayat 2
UUHC, yaitu : pewarisan, hibah,
wasiat, perjanjian tertulis, sebab-
sebab lain yang dibenarkan oleh
peraturan perundang-undangan.
2. Proses terjadinya peralihan
kepemilikan atas hak cipta menurut
UUHC adalah bahwa setiap
pengalihan hak Cipta baik dengan
cara penghibahan, lisensi,
penjualan maupun dengan cara lain
yang dibenarkan oleh Undang-
undang harus dilakukan dengan
cara tertulis dan ditandatangani
oleh kedua belah pihak dan
didaftarkan pada Direktorat
Jenderal HaKI. Pada saat Hak
Cipta dialihkan maka pada saat itu
pulahlah pihak yang menerima
peralihan menjadi pemegang Hak
Cipta yang baru.
3. Pemegang Hak Cipta yang
meninggal dunia dapat mewariskan
hasil karya ciptaannya baik dalam
bidang seni, sastra maupun ilmu
pengetahuan seketika pada saat ia
meninggal dunia. Dimana seketika
itu juga pada saat si pemegang hak
cipta meninggal dunia maka segala
hak dan kewajiban yang berkenaan
dengan harta kekayaannya
termasuk dalam hal ini hak
kekayaan intelektual yaitu cipta
beralih kepada sekalian ahli
warisnya.
Yang berhak atas hasil karya cipta
seorang hak cipta berdasarkan
pewarisan adalah ahli waris
golongan pertama, jika tidak ada
barulah ahli waris golongan kedua
yang berhak.Jika tidak ada ahli
waris golongan kedua maka ahli
waris golongan ketigalah yang
berhak mewaris. Jika tidak ada ahli
waris golongan ketiga maka yang
berhak mewaris adalah ahli waris
golongan ke empat.
DAFTAR PUSTAKA
Ash Shiddieqy, Teungku Muhammad
Hasby, (2001) Fiqh
Mawaris, PT.
Pustaka Rizki Putra,
Semarang.
Djamali, R. Abdoel, (1993) Pengantar
Hukum Indonesia, PT.
Raja Grafindo
Persada, Jakarta.
Jurnal Ilmiah “DUNIA ILMU” VOL. 2. NO. 4 Desember 2016
42
Eggi Sudjana, Eggi (2003) Mengetahui
Hak Cipta Yang
Disahkan Presiden
Megawati, Durat
Bahagia, Jakarta.
Margono, Suyud (2003), Hukum
Perlindungan Hak
Cipta (Disesuaikan
Dengan Undang-
undang RI Hak Cipta
Tahun 2002, CV.
Novindo Pustaka
Mandiri, Jakarta.
Muhammad, Abdul Kadir, (1999),
Hukum Perusahaan
Indonesia, Aditya,
Bandung.
Pitlo, A Alih (1986), Hukum Warisan
Menurut KUHPerdata
Belanda, PT.
Intermasa, Jakarta.
Perangin angin, Efendi,(1999) Hukum
Warisan, cetakan II,
PT. Raja Grafindo
Persada, Jakarta.
Saidin, O.K, (2003), Aspek Hukum
Hak Kekayaan
Intelektual
(Intelectual Property
Rights), Cetakan ke
III, PT. Raja Grafindo
Persada, Jakarta.
Soedjono Dirdjosisworo, Soedjono,
(2000) Hukum
Perusahaan
Mengenai Hak Atas
Kekayaan Intelektual
(Hak Cipta, Hak
Paten, Hak Merek),
CV. Mandar Maju,
Bandung.
Subekti, R, (1982), Pokok-Pokok
Hukum Perdata, PT.
Intermasa, Jakarta,
1982.
Suparman, Eman, (1985) Intisari
Hukum Waris
Indonesia, CV.
Armico, Bandung.