jurnal ilmiah “dunia ilmu” vol. 2. no. 4 desember...

20
Jurnal Ilmiah “DUNIA ILMU” VOL. 2. NO. 4 Desember 2016 23 PERALIHAN HAK CIPTA MELALUI PEWARISAN MENURUT UNDANG-UNDANG NO. 28 TAHUN 2014 TENTANG HAK CIPTA Lily Maryam, S.H. , M.Hum. Dosen Jurusan Administrasi Niaga Politeknik Negeri Medan ABSTRAK Kepemilikan hak cipta merupakan hak yang diberikan negara kepada pencipta dimana menurut Undang-undang No. 28 Tahun 2014 Tentang Hak Cipta pada Pasal 2 ayat (1) hak cipta ini merupakan hak eksklusif bagi pencipta atau pemegang hak cipta untuk mengumumkan atau memperbanyak ciptaannya yang timbul secara otomatis setelah suatu ciptaan dilahirkan tanpa mengurangi pembatasan menurut peraturan perundang-undangan yang berlaku. Probema yang timbul dari pewarisan hak cipta ini dapat saja terjadi ditengah-tengah si pencipta hal ini terjadi apabila hak cipta jatuh ketangan orang- orang yang tidak bertanggung jawab dengan cara menyalahgunakan hasil ciptaan si pencipta. Adapun yang menjadi permasalahan dalam penelitian ini adalah bagaimanakah Undang-undang No. 28 tahun 2014 memberi pengakuan terhadap kepemilikan hak cipta, bagaimanakah proses terjadinya peralihan kepemilikan hak cipta menurut Undang-undang Hak Cipta, bagaimanakah cara peralihan hak cipta melalui pewarisan. Penelitian ini bersifat deskriptif analitis, yang memberikan gambaran secara menyeluruh mengenai hal-hal yang berhubungan dengan kepemilikan hak cipta dikaitkan dengan pewarisan menurut Undang-undang hak cipta. Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah dengan cara yuridis normatif yang dilakukan dengan cara studi kepustakaan (Library Research) yang bertujuan untuk mengumpulkan data sekunder untuk selanjutnya dianalisis dengan menggunakan metode analisis kualitatif. Pemegang hak cipta yang meninggal dunia dapat mewariskan hasil karya ciptaannya seketika pada saat ia meninggal dunia. Pada saat si pemegang hak cipta meninggal dunia maka segala hak dan kewajiban yang berkenaan dengan harta kekayaannya termasuk dalam hal ini hak kekayaan intelektual yaitu hak cipta beralih kepada sekalian ahli warisnya. Kata Kunci : Hak Cipta, Pewarisan

Upload: vuongtu

Post on 06-Mar-2019

216 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

Jurnal Ilmiah “DUNIA ILMU” VOL. 2. NO. 4 Desember 2016

23

PERALIHAN HAK CIPTA MELALUI PEWARISAN

MENURUT UNDANG-UNDANG NO. 28 TAHUN 2014 TENTANG

HAK CIPTA

Lily Maryam, S.H. , M.Hum.

Dosen Jurusan Administrasi Niaga

Politeknik Negeri Medan

ABSTRAK

Kepemilikan hak cipta merupakan hak yang diberikan negara kepada

pencipta dimana menurut Undang-undang No. 28 Tahun 2014 Tentang Hak Cipta

pada Pasal 2 ayat (1) hak cipta ini merupakan hak eksklusif bagi pencipta atau

pemegang hak cipta untuk mengumumkan atau memperbanyak ciptaannya yang

timbul secara otomatis setelah suatu ciptaan dilahirkan tanpa mengurangi

pembatasan menurut peraturan perundang-undangan yang berlaku.

Probema yang timbul dari pewarisan hak cipta ini dapat saja terjadi

ditengah-tengah si pencipta hal ini terjadi apabila hak cipta jatuh ketangan orang-

orang yang tidak bertanggung jawab dengan cara menyalahgunakan hasil ciptaan

si pencipta.

Adapun yang menjadi permasalahan dalam penelitian ini adalah

bagaimanakah Undang-undang No. 28 tahun 2014 memberi pengakuan terhadap

kepemilikan hak cipta, bagaimanakah proses terjadinya peralihan kepemilikan hak

cipta menurut Undang-undang Hak Cipta, bagaimanakah cara peralihan hak cipta

melalui pewarisan.

Penelitian ini bersifat deskriptif analitis, yang memberikan gambaran secara

menyeluruh mengenai hal-hal yang berhubungan dengan kepemilikan hak cipta

dikaitkan dengan pewarisan menurut Undang-undang hak cipta. Metode yang

digunakan dalam penelitian ini adalah dengan cara yuridis normatif yang

dilakukan dengan cara studi kepustakaan (Library Research) yang bertujuan

untuk mengumpulkan data sekunder untuk selanjutnya dianalisis dengan

menggunakan metode analisis kualitatif.

Pemegang hak cipta yang meninggal dunia dapat mewariskan hasil karya

ciptaannya seketika pada saat ia meninggal dunia. Pada saat si pemegang hak

cipta meninggal dunia maka segala hak dan kewajiban yang berkenaan dengan

harta kekayaannya termasuk dalam hal ini hak kekayaan intelektual yaitu hak

cipta beralih kepada sekalian ahli warisnya.

Kata Kunci : Hak Cipta, Pewarisan

Jurnal Ilmiah “DUNIA ILMU” VOL. 2. NO. 4 Desember 2016

24

Latar Belakang

Dalam bidang Hak Cipta, Saat ini

Indonesia telah memiliki Undang-

Undang No.28 Tahun 2014 yang mana

telah mengalami beberapa kali

perubahan, yaitu pertama sekali

Undang-Undang No. 6 Tahun 1982

kemudian diubah lagi dengan Undang-

Undang No. 7 Tahun 1987 kemudian

diubah dengan Undang-Undang No. 12

Tahun 1997 dan terakhir diubah

dengan Undang-Undang No. 19 Tahun

2002 yang selanjutnya disebut dengan

Undang-Undang Hak Cipta.

Usaha yang dilakukan oleh

pemerintah Indonesia dalam rangka

memberikan perlindungan terhadap

karya cipta ini ternyata belum

membuahkan hasil yang

maksimal.Dalam realitasnya,

pelanggaran hak cipta masih banyak

terjadi dan seolah-olah tidak dapat

ditangani walaupun pelanggaran itu

dapat dilihat dirasakan dalam

kehidupan sehari-hari. Berbagai

macam bentuk pelanggaran yang

dilakukan dapat berupa pembajakan

terhadap karya cipta, mengumumkan,

mengedarkan, maupun menjual karya

orang lain tanpa seizin pencipta

ataupun pemegang hak cipta.

Kepemilikan hak cipta merupakan

hak yang diberikan negara kepada

pencipta dimana menurut Undang-

Undang RI No.28 Tahun 2014 tentang

hak cipta pada pasal 1 angka 1 hak

cipta ini merupakan hak eksklusif

pencipta yang timbul secara otomatis

berdasarkan prinsip deklaratif setelah

suatu ciptaan diwujudkankan dalam

bentuk nyata tanpa mengurangi

pembatasan sesuai dengan

ketentuan peraturan perundang-

undangan yang berlaku.

Pasal 16 ayat 2 Undang-Undang

Hak Cipta menyatakan bahwa hak

cipta dapat beralih atau dialihkan baik

seluruhnya maupun sebagian, salah

satunya karena pewarisan. Namun

problema yang timbul dari pewarisan

hak cipta ini dapat saja terjadi

ditengah-tengah keluarga si pencipta,

hal ini terjadi apabila hak cipta ini

jatuh ketangan orang-orang yang tidak

bertanggung jawab dan orang lain

yang sebenarnya tidak berhak atas

hasil ciptaan si pencipta yang telah

meninggal dunia tersebut. Hal mana

dialami oleh keluarga mendiang

penyanyi Bob Marley untuk

mendapatkan hak cipta beberapa

album rekamannya yang terkenal,

salah satu lagu terkenalnya adalah no

woman no cry. Ahli waris Bob Marley

menuntut ganti rugi bernilai milyaran

dolar dari UMG karena perusahaan itu

dituduh mengeksploitasi rekaman

penyanyi berambut gimbal itu.

Hal yang sama juga dialami oleh

anak-anak mendiang Jack Kirby yang

dikenal sebagai pengarang superhero

Captain Amerika dengan penerbit

komik sekaligus studio film Marvel.

Ahli waris Kirby sendiri telah terlibat

konflik dengan Marvel sejak tahun

2009 ketika studio film dibeli oleh

Disney sebesar USD 4 miliar.Mereka

berusaha merebut kembali hak cipta

legenda seperhero komik itu agar

dibuat berdasarkan ketentuan hukum

yang berlaku.

Jurnal Ilmiah “DUNIA ILMU” VOL. 2. NO. 4 Desember 2016

25

Berdasarkan paparan tersebut

diatas penelitian ini diberi judul:

“PERALIHAN HAK CIPTA

MELALUI PEWARISAN

MENURUT UNDANG-UNDANG

NO. 28 TAHUN 2014 TENTANG

HAK CIPTA”.

Rumusan Masalah

Adapun rumusan masalah yang

dikemukakan dalam penelitian ini

adalah sebagai berikut :

a. Bagaimanakah Undang-undang

No.28 Tahun 2014 memberi

pengakuan terhadap kepemilikan

hak cipta ?

b. Bagaimanakah terjadinya

peralihan kepemilikan Hak Cipta

menurut UUHC ?

c. Bagaimanakah caraperalihan Hak

Cipta melalui pewarisan ?

Batasan Masalah

Masalah dalam penelitian ini

dibatasi pada penelitian bidang ilmu

hukum khususnya dalam bidang hak

atas kekayaan intelektual dalam ruang

lingkup hak cipta.

Tujuan Penelitian

a. Untuk mengetahui bagaimana

Undang-Undang No. 19

Tahun 2002 memberi

pengakuan terhadap

kepemilikan hak cipta.

b. Untuk mengetahui bagaimana

proses terjadinya peralihan

kepemilikan atas Hak Cipta

menurut UUHC.

d. Untuk mengetahui cara

peralihan Hak Cipta melalui

pewarisan.

Pengertian Hak Cipta

Menurut UUHC pada pasal 1

angka 1, Hak Cipta adalah :

merupakan hak eksklusif pencipta

yang timbul secara otomatis

berdasarkan prinsip deklaratif setelah

suatu ciptaan diwujudkankan dalam

bentuk nyata tanpa mengurangi

pembatasan sesuai dengan ketentuan

peraturan perundang-undangan yang

berlaku.

Dengan hak eksklusif atau hak

khusus dari pencipta dimaksud bahwa

tidak ada orang lain yang boleh

melakukan hak itu kecuali dengan izin

penciptanya. (Suyud, 2002 :107)

Yang dimaksud dengan hak

eksklusif adalah hak yang semata-mata

diperuntukkan bagi pemegangnya,

sehingga tidak ada pihak lain yang

boleh memanfaatkan hak tersebut

tanpa izin pemegangnya. Dalam

pengertian mengumumkan atau

memperbanyak termasuk kegiatan

menerjemahkan, mengadaptasi,

mengaransemen, mengalihwujudkan,

menjual, menyewakan, meminjamkan,

mengimpor, memamerkan,

mempertunjukkan kepada publik

melalui sarana apapun. (Margono

Suyud, 2002 :148)

Hak cipta menurut Soejono

Dridjosisworo adalah “merupakan hak

khusus yang memberikan kepada

pencipta dan penemunya atau

memegang kebebasan menggunakan

ciptaannya atau penemuannya, orang

lain dilarang menggunakan atas

penemuan itu, kecuali dengan

persetujuan atau izin dari pencipta atau

penemunya.”( Dirdjosisworo, 2002

:23)

Jurnal Ilmiah “DUNIA ILMU” VOL. 2. NO. 4 Desember 2016

26

Jika dilihat pada pasal 1 UUHC

Indonesia yang dimaksudkan hak

eksklusif tidak ada pihak lain yang

boleh memanfaatkan hak tersebut

kecuali dengan izin penciptanya.

Perkataan tidak ada pihak lain yang

digaris bawahi diatas mempunyai

pengertian yang sama dengan hak

tunggal yang menunjukkan hanya

pencipta saja yang boleh mendapatkan

hak semacam itu. Inilah yang disebut

dengan hak yang lebih

eksklusif.Eksklusif berarti khusus,

spesifikasi, unik. Keunikannya itu,

sesuai dengan sifat dan cara

melahirkan hak tersebut.

Pencipta adalah orang atau badan

hukum yang namanya terdapat dalam

daftar ciptaan dengan adanya anggapan

sebagai pencipta, maka secara tidak

langsung akan timbul pula anggapan

adanya hak cipta. Dari defenisi

pencipta sering kali terjadi pendaftaran

suatu ciptaan yang nyatanya bukan

orang atau badan hukum tersebut yang

mempunyai karya akan tetapi karya

orang lain yang bekerja sama dengan

orang atau badan hukum tersebut. Cara

pendaftaran tersebut sudah tidak etis

bahkan melanggar hak orang lain yang

seharusnya mendapat surat pendaftaran

atas suatu ciptaan tersebut.

Ditinjau dari pasal 31 UUHC

menentukan yang dianggap sebagai

pencipta adalah :

1. Kecuali terbukti sebaliknya yang

dianggap sebagai pencipta, yaitu

orang yang namanya :

a. Disebut dalam ciptaan

b. Dinyatakan sebagai pencipta

pada suatu ciptaan

c. Disebutkan dalam surat

pencatatan ciptaan; dan /atau

d. Tercantum dalam daftar umum

ciptaan sebagai pencipta.

2. Kecuali terbukti sebaliknya, orang

yang melakukan ceramah yang

tidak menggunakan bahan tertulis

dan tidak ada pemberitahuan siapa

pencipta ceramah tersebut

dianggap sebagai pencipta.

Fungsi dan Sifat Hak Cipta

Didalam UUHC dikatakan hak

cipta adalah hak eksklusif atau hak

khusus, maka sesuai dengan

semangat dan jiwa yang terkandung

dalam pasal 33 ayat 2 UUD 1945 yang

menyebutkan : cabang-cabang

produksi yang penting bagi negara dan

yang menguasai hajat hidup orang

banyak dikuasai oleh negara.

Maka hak cipta mempunyai fungsi

sosial adalah melalui penyebarannya

selama masyarakat masih

membutuhkan dan mempergunakan

hak cipta tersebut.

Berhubung sifat ciptaan adalah

pribadi dan manunggal dengan diri

penciptanya maka hak pribadi itu tidak

dapat disita padanya, hak cipta tidak

dapat dialihkan secara lisan harus

dengan akta otentik atau akta dibawah

tangan.

Adapun sifat hak cipta menurut

Saidin (2003:120) antara lain adalah :

1. Hak Cipta Bersifat Benda

Bergerak Immateriil

Undang-undang hak cipta sebagai

benda bergerak immateriil yang

termasuk dalam kelompok hak atas

kekayaan intelektual sebagai benda

bergerak, hak cipta dapat beralih atau

dialihkan seluruh atau sebagian karena

Jurnal Ilmiah “DUNIA ILMU” VOL. 2. NO. 4 Desember 2016

27

pewarisan, hibah, wasiat yang

dijadikan milik negara, perjanjian yang

dilakukan dengan akta dan dengan

ketentuan bahwa perjanjian itu hanya

mengenai wewenang yang disebut

didalam akta itu. Berdasarkan

ketentuan ini jelaslah bahwa hak cipta

tidak dapat dialihkan secara lisan

melainkan harus tertulis dengan akta

dibawah tangan.

2. Hak Cipta Bersifat Dapat Dibagi

(divisible)

Hak cipta adalah hak khusus bagi

pencipta maupun penerima hak untuk

mengumumkan atau memperbanyak

ciptaannya atau memberi izin untuk itu

dengan tidak mengurangi pembatasan-

pembatasan menurut Undang-undang

yang berlaku.Berdasarkan ketentuan

tersebut pengalihan hak cipta secara

tertulis itu dapat meliputi pengumuman

dan atau memperbanyak

ciptaan.Dengan demikian hak cipta

dapat dibagi-bagi dengan jalan

sebagian-sebagian.

3. Hak Cipta Bersifat Tidak Dapat Di

Sita

Walaupun hak cipta adalah benda

bergerak, namun tidak dapat

disita.Alasannya karena ciptaan

bersifat pribadi dan manunggal dengan

diri sipencipta.Apabila sipencipta

sebagai pemilik hak cipta atau

pemegang hak cipta sebagai orang

yang berwenang menguasai hak cipta,

dengan hak cipta itu melakukan

pelanggaran hukum atau mengganggu

ketertiban umum, maka yang dapat

dilarang oleh hukum adalah perbuatan

pemilik atau pemegang hak cipta yang

menggunakan haknya itu.“Apabila

larangan itu mengakibatkan

penghukuman, maka penghukuman itu

tidak mengenai hak cipta.”

(Muhammad, 1999 : 429)

Masa Berlakunya Hak Cipta

Perlindungan hak cipta

berlangsung selama berlakunya hak

cipta seperti diatur dalam Undang-

undang hak cipta.Masa berlakunya hak

cipta ditentukan menurut jenis

ciptaannya. Menurut Pasal 58 UU Hak

Cipta masa berlakunya hak cipta atas

ciptaan dibedakan menjadi 3 kategori,

yaitu :

1. Hak cipta yang berlaku selama

hidup Pencipta dan terus

berlangsung hingga 70 tahun

setelah pencipta meninggal dunia.

2. Hak cipta yang dimiliki oleh 2

orang atau lebih maka hak cipta

berlaku selama hidup pencipta yang

meninggal dunia paling akhir dan

berlangsung 70 tahun sesudahnya.

2. Hak cipta yang dilindungi dan

dipegang oleh badan hukum maka

masa berlaku hak cipta selama 50

tahun sejak karya tersebut pertama

kali diumumkan.

Berikut karya cipta atau ciptaan

yang berlaku selama hidup sipencipta

dan terus berlangsung hingga 70 tahun

setelah pencipta meninggal dunia dan

karya cipta yang dimiliki 2 orang atau

lebih yang berlaku selama hidup

pencipta yang meninggal dunia paling

akhir berlangsung 70 tahun sesudah ia

meninggal. Karya cipta yang berupa :

a. Buku, pamflet, dan semua hasil

karya tulis lain

b. Ceramah, kuliah, pidato dan

ciptaan sejenis lainnya

Jurnal Ilmiah “DUNIA ILMU” VOL. 2. NO. 4 Desember 2016

28

c. Alat peraga yang dibuat untuk

kepentingan pendidikan dan

ilmu pengetahuan

d. Lagu atau musik dengan atau

tanpa teks

e. Drama atau drama musikal,

tari, koreografi, pewayangan,

dan pantomim

f. Karya seni rupa dalam segala

bentuk seperti lukisan, gambar,

seni pahat, seni patung,

kaligrafi, ukiran

g. Arsitektur

h. Peta

i. Karya seni batik atau seni motif

lain

Hak Moral (Moral Right) Dalam

Hak Cipta

Hak moral dalam hak cipta disebut

sebagai hak yang bersifat asasi,

sebagai natural rights yang dimiliki

manusia. Pengakuan serta

perlindungan terhadap hak moral

selanjutnya menumbuhkan rasa aman

bagi pencipta karena ia tetap

merupakan bagian dari hasil karya /

ciptaannya. Pada gilirannya pun

pengakuan dan perlindungan hak

moral ini akan mampu menjadi

stimulan untuk memunculkan karya-

karya cipta baru.

Menurut Djumhana (1993 : 37)

dinyatakan bahwa:

Hak Moral adalah hak yang

melindungi kepentingan pribadi

atau reputasi pencipta atau penemu.

Apabila Hak Cipta dapat dialihkan

kepada pihak lain, maka hak moral

tidak dapat dipisahkan dari dari

pencipta atau pemilik karena

bersifat pribadi dan kekal. Sifat

pribadi menunjukkan cirri khas

yang berkenan dengan nama baik,

kemampuan dan integritas yang

hanya dimiliki oleh pencipta atau

penemu. Kekal artinya melekat

pada pencipta atau penemu selama

hidup bahkan setelah meninggal

dunia.

Termasuk dalam Hak Moral

adalah hak-hak berikut ini :

a. Hak untuk menuntut kepada

pemegang Hak Cipta supaya nama

pencipta atau penemu tetap

dicantumkan pada ciptaan atau

penemuannya.

b. Hak untk melakukan perubahan

pada ciptaan atau penemuan tanpa

persetujuan pencipta, penemu, atau

ahli waris.

c. Hak pencipta atau penemu untuk

mengadakan perubahan pada

ciptaan atau penemuan sesuai

dengan tuntutan perkembangan dan

kepatutan dalam masyarakat.

Mengenai pengakuan Hak Moral

dalam Undang-Undang Hak cipta

diatur dalam Pasal 5 yaitu menentukan

bahwa :

1) Hak moral sebagaimana dimaksud

dalam pasal 4 merupakan hak yang

melekat secara abadi pada diri

pencipta untuk :

a. Tetap mencantumkan namanya

pada salinan sehubungan dengan

pemakaian ciptaannya untuk

umum.

b. Menggunakan nama aliasnya

atau nama samarannya;

c. Mengubah ciptaannya sesuai

dengan kepatutan didalam

masyarakat;

d. Mengubah judul anak judul

ciptaan; dan

Jurnal Ilmiah “DUNIA ILMU” VOL. 2. NO. 4 Desember 2016

29

e. Mempertahankan haknya dalam

hal terjadi distorsi ciptaan,

mutilasi ciptaan, modifikasi

ciptaan atau hal yang bersifat

merugikan kehormatan diri atau

reputasinya.

Pada pokoknya terdapat dua

prinsip utama dalam hak moral, yaitu :

a. Hak untuk diakui dari karya, yaitu

hak dari pencipta untuk

dipublikasikan sebagai pencipta

atas hasil ciptaannya atau

karyanya, dengan tujuan untuk

mencegah pihak lain mengaku

sebagai pencipta atas hasil

ciptaannya atau karyanya tersebut.

b. Hak keutuhannya, yaitu hak untuk

mengajukan keberatan atas

penyimpangan atas karyanya atau

perubahan lain atau tindakan-

tindakan lain yang dapat

menurunkan kualitas karya

ciptanya.

Dengan hak moral (moral

right), pencipta dari suatu karya cipta

memiliki hak untuk :

1. Dicantumkan nama atau nama

samarannya didalamnya ciptaannya

ataupun salinannya dalam

hubungan dengan penggunaan

secara umum.

2. Mencegah bentuk-bentuk distorsi,

mutilasi, atau bentuk perubahan

lainnya yang meliputi

pemutarbalikkan, pemotongan,

perusakan, penggantian yang

berhubungan dengan karya cipta

yang pada akhirnya akan merusak

apresiasi dan reputasi pencipta.

Selain itu tidak satupun dari hak-

hak tersebut diatas dapat dipindahkan

selama penciptanya masih hidup,

kecuali atas wasiat dari pencipta

berdasarkan peraturan perundang-

undangan.

Hukum Waris Menurut Kitab

Undang-Undang Hukum Perdata

Hukum Waris adalah hukum yang

mengatur mengenai apa yang harus

terjadi dengan hukum kekayaan

seseorang yang meninggal dunia atau

dengan kalimat lain Hukum Waris

mengatur tentang peralihan harta yang

ditinggalkan oleh seseorang yang

meninggal dunia serta akibat-akibat

bagi para ahli waris.

A. Pitlo memberikan batasan

Hukum Waris sebagai berikut :

“Hukum waris adalah kumpulan

peraturan, yang mengatur hukum

mengenai kekayaan karena wafatnya

seseorang yaitu mengenai pemindahan

kekayaan yang ditinggalkan oleh si

mati dan akibat dari pemindahan ini

bagi orang-orang yang

memperolehnya, baik dalam hubungan

antara mereka dengan mereka, maupun

dalam hubungan antara mereka dengan

pihak ketiga”. (Pitlo, 1989 : 1)

Hukum waris menurut Kitab

Undang-undang Hukum Perdata

menganut: :

(a) sistem pribadi, ialah yang

menjadi ahli waris adalah

perseorangan, bukan kelompok

ahli waris atau kelompok

kelompok.

(b) Sistem bilateral, ialah bahwa

seseorang tidak hanya waris

dari Bapak atau Ibu saja, tetapi

mewaris baik dari Bapak

maupun dari Ibu.

(c) Sistem penderajatan, ialah ahli

waris yang derajatnya dekat si

Jurnal Ilmiah “DUNIA ILMU” VOL. 2. NO. 4 Desember 2016

30

pewaris menutup ahli waris

yang lebih jauh derajatnya.

Hukum waris dimulai dari

Pasal 830 KUHPerdata yang

berbunyi: “Pewarisan hanya

berlangsung karena kematian”.

Seperti telah diuraikan di atas,

Hukum Waris mengatur tentang

peralihan harta kekayaan yang

diinginkan seseorang serta akibat-

akibatnya bagi para ahli warisnya.

Hanya hak-hak dan kewajiban-

kewajiban dalam lapangan hukum

kekayaan/harta benda saja yang dapat

diwaris, sehingga perjanjian kerja,

sebagai wali, kekuatan orang tua

terhadap anak-anaknya bukan

merupakan bagian dari yang diwaris,

kecuali hak seorang bapak untuk

menyangkal sahnya dan dipihak lain

hak seseorang anak untuk menuntut

supaya ia dinyatakan sebagai anak

yang sah dari bapaknya atau ibunya.

Pada dasarnya proses beralihnya

harta kekayaan seseorang kepada ahli

warisnya, yang dinamakan Pewarisan,

terjadi hanya karena kematian. Oleh

karena itu pewarisan baru akan terjadi

jika terpenuhi tiga persyaratan :

(a) ada seseorang yang meninggal

dunia;

(b) ada orang yang masih hidup

sebagai ahli waris yang akan

memperoleh warisan pada saat

pewaris meninggal dunia;

(c) ada sejumlah harta kekayaan

yang ditinggalkan pewaris.

Yang merupakan ciri khas menurut

BW antara lain “adanya hak mutlak

dari pada para ahli waris masing-

masing untuk sewaktu-sewaktu

menuntut pembagian dari arta

warisan”. Ini berarti jika seorang waris

menuntut pembagian harta warisan

didepan pengadilan, tuntutan tersebut

tidak dapat ditolak oleh para ahli waris

yang lainnya.Ketentuan ini tertera

dalam Pasal 1066 KUH Perdata.

Menurut Kitab Undang-undang

Hukum Perdata, ada dua cara untuk

mendapatkan warisan, yaitu:

(1) Sebagai ahli waris menurut

ketentuan undang-undang.

(2) Karena ditunjuk dalam surat

warisan (testament). (Subekti ,

1993 : 95)

Cara yang pertama dinamakan

mewarisi “menurut undang-undang”

atau “abintestato”, cara yang kedua

dinamakan mewarisi secara

“testamentair”.

Dalam hukum waris berlaku juga

suatu asas, bahwa apabila seseorang

meninggal, maka seketika itu juga

segala hak dan kewajiban beralih pada

sekalian ahli waris. Asas tersebut

tercantum dalam suatu pepatah

Perancis yang berbunyi : “le mort

saisit le vif”, sedangkan pengalihan

segala hak dan kewajiban dari si

meninggal oleh para ahli waris itu

dinamai “saisini”. (Subekti, 1993 : 96)

Undang-undang telah menentukan

bahwa untuk melanjutkan kedudukan

hukum seseorang yang meninggal,

sedapat mungkin disesuaikan dengan

kehendak dari orang yang meninggal

itu. Undang-undang berprinsip bahwa

seseorang bebas untuk menentukan

kehendaknya tentang harta

kekayaannya termasuk kekayaan

intelektual khususnya hak cipta setelah

nanti ia meninggal dunia. Akan tetapi

apabila ternyata seseorang itu tidak

Jurnal Ilmiah “DUNIA ILMU” VOL. 2. NO. 4 Desember 2016

31

menentukan sendiri ketika ia hidup

tentang apa yang akan terjadi terhadap

harta kekayaannya dalam hal ini

termasuk hak cipta maka dengan

demikian undang-undang kembali

akan menentukan perihal pengaturan

harta benda/kekayaan yang

ditinggalkan seseorang tersebut.

Karena Hak Cipta adalah kekayaan

personal, maka Hak Cipta dapat

disamakan dengan bentuk kekayaan

(property.) yang lain. Di dalam pasal

16 ayat (1) UU No. 28 Tahun 2014

terdapat ketentuan “monumental”

disebutkan bahwa : “Hak Cipta

merupakan benda bergerak tidak

berwujud”. Oleh karena hak cipta

adalah benda bergerak maka hak cipta

dapat dialihkan kepada orang/pihak

lain salah satunya melalui pewarisan.

A. Pengakuan Undang-Undang RI

No.28 Tahun 2014 Terhadap

Kepemilikan Hak Cipta

Dalam undang-undang hak

cipta dibedakan antara pengertian

pencipta dan pemegang hak cipta.Yang

dimaksud dengan pencipta adalah

seseorang atau beberapa orang secara

bersama-sama yang atas inspirasinya

melahirkan suatu ciptaan yang

berdasarkan kemampuan, fikiran,

imajinasi, kecekatan, keterampilan,

atau keahlian, yang dituangkan ke

dalam bentuk yang khas yang bersifat

pribadi.

Pemegang hak cipta adalah

pencipta sebagai pemilik hak cipta atau

pihak yang menerima hak tersebut dari

pencipta atau pihak lain yang

menerima hak lebih lanjut dari pihak

yang menerima hak tersebut.

Maka berdasarkan pengertian

diatas, pencipta dapat sekaligus

sebagai pemegang hak cipta, dalam hal

hak cipta tersebut tidak dialihkan

kepada pihak lain. Pemegang hak cipta

belum tentu sebagai pencipta, karena

dapat dimungkinkan pemegang hak

cipta menerima pengalihan hak dari

pencipta ataupun membeli hak cipta

tersebut dari pencipta.Hak cipta juga

merupakan hak milik bagi pencipta

dan pemegang hak cipta.

Selanjutnya pengaturan mengenai

kepemilikan hak antara pencipta dan

pemegang hak cipta diatur dalam pasal

4 sampai dengan pasal 19 UUHC.

Dalam pasal tersebut ditentukan bahwa

:

1. Hak cipta yang dimiliki oleh

pencipta, yang setelah penciptanya

meninggal dunia, menjadi milik

ahli warisnya atau milik penerima

wasiat, dan hak cipta tersebut tidak

dapat disita, kecuali jika hak itu

diperoleh secara melawan hukum.

2. Hak cipta yang tidak atau belum

diumumkan yang setelah

penciptanya meninggal dunia,

menjadi milik ahli warisnya atau

milik penerima wasiat, dan hak

cipta itu tidak dapat disita, kecuali

jika hak itu diperoleh secara

melawan hukum.

Dari penjelasan pasal diatas dapat

diambil suatu pengertian bahwa hak

cipta itu dapat diwariskan kepada ahli

warisnya apabila sipencipta ini telah

meninggal dunia atau sipencipta ini

juga dapat mewasiatkannya sebelum ia

meninggal dunia. Dan hal ini harus

segera diumumkan oleh ahli waris atau

penerima wasiat.Maka apabila hal ini

Jurnal Ilmiah “DUNIA ILMU” VOL. 2. NO. 4 Desember 2016

32

telah dilakukan oleh ahli waris atau

penerima wasiat, hak cipta tersebut

tidak dapat disita. Namun apabila

diperoleh secara melawan hukum

maka hak cipta ini akan disita.

Mengenai pewarisan dapat diambil

suatu pendapat yang dikatakan oleh A.

Pitlo (1986:1) bahwa :

“Pewarisan adalah peraturan yang

mengatur tentang kekayaan karena

wafatnya seseorang, yaitu mengenai

pemindahan kekayaan yang

ditinggalkannya dan akibat dari

pemindahan ini bagi orang-orang yang

memperolehnya, baik antara hubungan

mereka dengan pihak ketiga.”

Dari defenisi diatas diketahui

bahwa semua kekayaan yang

ditinggalkan oleh si mati adalah

merupakan suatu kumpulan aktiva dan

pasiva yang dinamakan harta

peninggalan atau harta warisan.

Menurut Effendi Perangin

(1999:3), “pewarisan adalah peralihan

harta kekayaan yang ditinggalkan

seseorang yang meninggal serta

akibatnya bagi para ahli warisnya.”

Pada pasal 830 KUHPerdata

menyebutkan bahwa : Pewarisan hanya

berlangsung karena kematian.

Selanjutnya Pasal 832 KUHPerdata

menjelaskan bahwa :

Menurut Undang-undang yang berhak

menjadi ahli waris ialah para keluarga

sedarah, baik sah, maupun luar kawin

dan sisuami atau isteri yang hidup

terlama, semua menurut peraturan

yang tertera dibawah ini.

Kepemilikan hak cipta juga dapat

terjadi karena wasiat. Hal ini tercantum

dalam UUHC, seperti yang telah

dijelaskan sebelumnya, didalam pasal

874 KUHPerdata menyebutkan juga

tentang hal yang sama yaitu : segala

harta peninggalan seorang yang

meninggal dunia adalah kepunyaan

sekalian ahli warisnya menurut

Undang-undang, sekadar terhadap itu

dengan surat wasiat tidak telah

diambilnya sesuatu ketetapan yang

sah.

Dengan adanya pasal diatas maka

dapat disimpulkan bahwa seluruh ahli

waris si pencipta mempunyai hak

untuk memiliki hasil ciptaan si

pencipta, maupun yang menerima

wasiat dari sipencipta juga mempunyai

ketetapan yang sah didalam Undang-

undang. Pasal 875 KUHPerdata yang

menyebutkan bahwa : adapun yang

dinamakan surat wasiat atau testamen

adalah suatu akta yang memuat

pernyataan seseorang tentang apa saja

yang dikehendakinya akan terjadi

setelah ia meninggal dunia dan yang

olehnya dapat dicabut kembali.

Pasal 39 UUHC :

1. Jika suatu ciptaan tidak diketahui

penciptanya dan ciptaan itu belum

diterbitkan, negara memegang hak

cipta atas penciptaan tersebut untuk

kepentingan penciptanya.

2. Jika suatu ciptaan telah diterbitkan

tetapi tidak diketahui penciptanya

atau pada ciptaan tersebut hanya

tertera nama samaran si pencipta,

penerbit memegang hak atas

ciptaan tersebut untuk kepentingan

penciptanya.

3. Jika suatu ciptaan diterbitkan tetapi

tidak diketahui penciptanya

dan/atau penerbitnya, negara

memegang hak cipta atas ciptaan

Jurnal Ilmiah “DUNIA ILMU” VOL. 2. NO. 4 Desember 2016

33

tersebut untuk kepentingan

penciptanya.

Ketentuan ini dimaksudkan untuk

menegaskan status hak cipta dalam hal

suatu karya yang ciptaannya tidak

diketahui dan tidak atau belum

diterbitkan, sebagaimana layaknya

ciptaan itu diwujudkan.Misalnya

dalam hal karya tulis atau karya musik,

ciptaan tersebut belum diterbitkan

dalam bentuk buku atau belum

dipegang oleh negara untuk

melindungi hak cipta bagi kepentingan

penciptanya, sedangkan apabila karya

tersebut berupa karya tulis dan telah

diterbitkan, hak cipta atas ciptaan yang

bersangkutan dipegang oleh penerbit.

Didalam pasal 16 ayat 2 UUHC

yang menyatakan bahwa : Hak cipta

dapat beralih atau dialihkan, baik

seluruhnya maupun sebagian karena :

a. pewarisan

b. hibah

c. wakaf

d. wasiat

e. perjanjian tertulis

f. sebab-sebab lain yang dibenarkan

oleh peraturan perundang-

undangan.

Mengenai wasiat telah dijelaskan

diatas, sekarang penulis akan

menjelaskan tentang hibah karena hak

cipta ini juga dapat beralih disebabkan

oleh hibah. Menurut Effendi Perangin-

angin (1999 : 78) “Hibah adalah

pemberian selama hidup.” Beralih

atau dialihkannya hak cipta tidak dapat

dilakukan secara lisan, tetapi harus

dilakukan secara tertulis baik dengan

maupun tanpa akta notariil.

Kepemilikan hak cipta ini dapat

dimiliki oleh negara apabila hasil

ciptaan tersebut tidak diketahui siapa

penciptanya, sebagaimana halnya

pemegang hak cipta negara selaku

pemegang hak cipta bertindak

melindungi ciptaan tersebut dari

pelanggaran atas ciptaannya.

UUHC mengatur bahwa

kepemilikan hak cipta oleh negara

apabila karya cipta tersebut dianggap

sebagai milik bersama (public domain)

atau milik rakyat.

Fungsi kepemilikan hak cipta oleh

negara ini sangat berfungsi terhadap

masalah yang menyangkut kebutuhan

ciptaan-ciptaan terhadap kemungkinan

pelanggaran ciptaan diluar negeri,

karena itu negara bertindak sebagai

pemegang hak cipta untuk karya-karya

cipta yang dianggap sebagai milik

bersama tersebut misalnya : dongeng,

hikayat, lagu-lagu rakyat, kaligrafi.

B. Proses Terjadinya Pengalihan

Kepemilikan Atas Hak Cipta

Menurut UUHC

Hak cipta merupakan kekayaan

intelektual yang dapat dieksploitasi

hak-hak keekonomiannya seperti

kekayaan-kekayaan lainnya, timbul

hak untuk mengalihkan kepemilikan

atas Hak Cipta, seperti misalnya

dengan dengan cara penyerahan

(assignment). Hak Cipta

tersebut.Pemegang Hak Cipta dapat

juga memberikan lisensi untuk

penggunaan karya Hak Cipta.Bila

pemegang Hak Cipta menyerahkan

Hak Ciptanya, ini berarti terjadi

pengalihan keseluruhan hak-hak

ekonominya yang dapat dieksploitasi

dari suatu ciptaan yang dialihkan

kepada penerima hak/pemegang hak

cipta dalam jangka waktu yang telah

Jurnal Ilmiah “DUNIA ILMU” VOL. 2. NO. 4 Desember 2016

34

disetujui bersama.Lain halnya jika

pengalihan Hak Cipta dilakukan

dengan lisensi.Dengan pengalihan Hak

Cipta secara lisensi, pencipta masih

memiliki hak-hak ekonomi tertentu

dari Ciptaan yang dialihkan kepada

Pemegang Hak Cipta.

Selain dua cara pengalihan Hak

Cipta di atas, masih ada cara-cara lain

pengalihan hak-hak ekonomi Hak

Cipta. Contohnya, seorang Pencipta

karya tulis dapat menngalihkan hak

Cipta atas karya tulisnya dengan cara

penyerahan atau lisensi kepada suatu

penerbit untuk menerbitkan karya

tulisnya hanya dalam bentuk buku

bersampul. Disamping pengalihan

kepada penerbit buku, pencipta karya

tulis yang sama dapat juga

mengalihkan dengan penyerahan atau

lisensi kepada penerbit majalah atau

koran untuk menerbitkan karya

tulisnya dalam bentuk serial yang

dimuat berkala dalam suatu majalah

atau koran. Hak menerjemahkan

kedalam bahasa asing untuk

diterbitkan penerbit di luar negeri juga

dipunyai oleh pencipta karya tulis yang

sama. Dengan demikian, didalam hak

cipta terkandung sekumpul hak

ekonomi yang dapat diekploitasi

manfaat ekonominya oleh pencipta

secara terpisah-pisah.

Cara pengalihan atau beralihnya

hak cipta diatur dalam Pasal 16 ayat 2

Undang-undang No. 28 tahun

2014.Hak Cipta adalah kekayan

intelektual yang dianggab sebagai

benda bergerak tidak berwujud.

Sebagai benda kekayaan, maka secara

hukum hak cipta dapat beralih atau

dialihkan, baik seluruhnya maupun

sebagian kepada pihak lain karena :

a. Pewarisan (inheritance);

b. Hibah (donation);

c. Wakaf

d. Wasiat (testament);

e. Perjanjian tertulis (agreement);

f. Sebab-sebab lain yang

dibenarkan oleh peraturan

perundang-undangan.

Pengalihan hak cipta didasari oleh

motif ekonomi, yaitu keinginan untuk

memperoleh manfaat ekonomi atau

keuntungan secara komersial.Pencipta

mengallihkan hak cipta dengan tujuan

untuk memperoleh royalti, sedangkan

penerima selaku pemegang hak cipta

bertujuan memperoleh keuntungan

ekonomi dari penjualan ciptaan yang

dihasilkan dari hak cipta tersebut.

Hak cipta suatu ciptaan tetap ada

ditangan pencipta/pemegang hak cipta

selama kepada pembeli ciptaan itu

tidak diserahkan seluruh hak

ciptanya.Ketentuan ini menegaskan

berlakunya asas kemanunggalan hak

cipta dengan penciptanya. Hak cipta

yang dijual untuk seluruh atau

sebagian tidak dapat dijual untuk

kedua kalinya oleh penjual yang sama

(pasal 17 ayat 2). Apabila timbul

sengketa antara beberapa pembeli hak

cipta yang sama atas suatu ciptaan,

perlindungan diberikan kepada

pembeli yang lebih dahulu

memperoleh hak cipta tersebut.

Peralihan Hak Cipta harus dengan

tertulis dan ditandatangani dengan cara

langsung oleh pemegang hak cipta

agar berlaku sesuai dengan hukum,

selanjutnya ketika Hak Cipta

dialihkan, maka pihak yang menerima

Jurnal Ilmiah “DUNIA ILMU” VOL. 2. NO. 4 Desember 2016

35

peralihan hak cipta menjadi pemegang

hak cipta yang baru.

Terhadap pengalihan hak cipta ini,

Undang-undang hak Cipta

memberikan pengaturan khusus Pasal

17 UU No. 28 Tahun 2014, yaitu :

(1) Hak cipta atas suatu ciptaan tetap

berada di tangan Pencipta selama

kepada Pembeli ciptaan itu tidak

diserahkan seluruh Hak Cipta

dari pencipta itu.

(2) Hak Cipta yang dijual untuk

seluruh atau sebagian tidak dapat

dijual untuk kedua kalinya oleh

penjual yang sama.

(3) Dalam hal timbul sengketa antara

beberapa Pembeli Hak Cipta

yang sama atas suatu ciptaan

perlindungan diberikan kepada

pembeli yang lebih dahulu

memperoleh Hak Cipta.

Selain itu ditegaskan pula dalam

pasal 18 UUHC bahwa “ciptaan buku,

dan/atau semua hasil karya tulis

lainnya, lagu dan/atau music dengan

atau tanpa teks yang dialihkan dalam

perjanjian jual putus dan/atau

pengalihan tanpa batas waktu, hak

ciptanya beralih kembali kepada

pencipta pada saat perjanjian tersebut

mencapai jangka waktu 25 (dua puluh

lima) tahun.

Penekanan dalam Pasal 17 ini

kepada perlindungan Hak Moral atas

Hak Cipta yang telah dialihkan kepada

Pencipta.Karena bagaimanapun juga

suatu karya cipta (ciptaan) melekat

dengan Penciptanya.

Sebuah pengalihan hak cipta harus

dengan tertulis dan ditanda tangani

dengan atau pemegang hak cipta yang

berlaku sesuai hukum, selanjutnya

ketika hak cipta dialihkan, maka pihak

yang menerima peralihan menjadi

pemegang hak cipta yang baru.

Pembelian hak cipta juga

mensyaratkan beberapa persyaratan

formal sebagai contoh pengalihan hak

harus dalam bentuk tulisan,

ditandatangani oleh satu atau dua belah

pihak dan didaftarkan pada Direktorat

Jenderal HaKI.Selanjutnya sebuah

harga pembelian berkaitan dengan

jumlah uang, dimana perjanjian

pengalihan dapat dilakukan dengan

sistem pembayaran royalti untuk

periode waktu tertentu selama karya

cipta dieksploitasi.

Salah satu cara mengalihkan hak

cipta adalah menjualnya. Contoh

mudah yaitu seorang penulis

mengalihkan hak ciptanya (copyright)

kepada penerbit, yang kemudian

penerbit menyuplai baik dari segi

teknis dan kewirausahaannya serta

menyebarluaskan buku tersebut kepada

pasar. Hal ini sama dengan penulis

lagu yang juga mengalihkan hak cipta

dalam bentuk musical work nya

kepada sebuah recording company.

Terhadap pengalihan ini, undang-

undang hak cipta memberikan

pengaturan khusus (Pasal 17 UUHC),

yaitu :

1. hak cipta atas suatu ciptaan tetap

berada ditangan pencipta selama

kepada pembeli ciptaan itu tidak

diserahkan seluruh hak cipta dari

pencipta itu.

2. hak cipta yang dijual untuk seluruh

atau sebagian tidak dapat dijual

untuk kedua kalinya oleh penjual

yang sama.

Jurnal Ilmiah “DUNIA ILMU” VOL. 2. NO. 4 Desember 2016

36

3. dalam hal timbul sengketa antara

beberapa pembeli hak cipta yang

sama atas suatu ciptaan,

perlindungan diberikan kepada

pembeli yang lebih dahulu

memperoleh hak cipta itu.

Hal ini berarti bahwa pembelian

hasil ciptaan tidak berarti hak cipta

dari ciptaan tersebut berpindah kepada

pembeli (transferred), akan tetapi hak

cipta atas suatu ciptaan tersebut tetap

ada ditangan penciptanya, misalnya

kaset, buku dan lukisan.

Selain itu ditegaskan pula dalam

pasal 18 UUHC bahwa “ciptaan buku,

dan/atau semua hasil karya tulis

lainnya, lagu dan/atau music dengan

atau tanpa teks yang dialihkan dalam

perjanjian jual putus dan/atau

pengalihan tanpa batas waktu, hak

ciptanya beralih kembali kepada

pencipta pada saat perjanjian tersebut

mencapai jangka waktu 25 (dua puluh

lima) tahun.

Selain itu pengalihan hak cipta

juga dapat dilakukan dengan cara

lisensi. Lisensi hak cipta adalah

sebuah lisensi yang dibuat secara

tertulis dan ditandatangani oleh

pemegang hak cipta, dimana

ditentukan bahwa penerima lisensi

(lisence) hanya satu-satunya pihak

yang dapat menggunakan karya cipta

tersebut yang tercantum dalam kontrak

lisensi.

Misalnya “dalam kontrak lisensi

penerbitan, seorang penulis

memberikan hak kepada penerbit

sebuah lisensi eksklusif (exclusive

lisence) untuk meletakkan dan

menerbitkan karya

novelnya”(Margono 2002:73). Dalam

kontrak lisensi tersebut, penulis tidak

diperkenankan untuk memberikan hak

penerbitan kepada perusahaan

penerbitan lainnya sampai jangka

waktu berakhirnya kontrak

tersebut.Penerima hak lisensi eksklusif

atas hak cipta, dapat mengajukan

upaya hukum atas pelanggaran hak

cipta yang dilakukan oleh pihak ketiga.

“Sebuah lisensi dapat juga bersifat

non eksklusif, apabila anda menerima

sebuah lisensi non eksklusif untuk

menggunakan sesuatu dari hak cipta

tersebut, selanjutnya pencipta juga

dapat memberikan lisensi non

eksklusif tersebut kepada pihak lain,

sebagaimana yang telah diterima dari

lisensi non eksklusif tadi.”(Margono,

2003:73).

Pengaturan lisensi dalam Undang-

Undang Hak Cipta diatur secara

lengkap dalam Pasal 80 sampai Pasal

86 UUHC. Berikut ini isi dari

ketentuan lisensi hak cipta tersebut,

yaitu :

Pasal 80 :

1. Pemegang hak cipta berhak

memberikan lisensi kepada pihak

lain berdasarkan surat perjanjian

lisensi untuk melaksanakan

perbuatan sebagaimana dimaksud

dalam Pasal 9 ayat 1, pasal 23 ayat

1, pasal 24 ayat 2 dan pasal 25 ayat

2.

2. Kecuali diperjanjikan lain, lingkup

lisensi sebagaimana dimaksud pada

ayat 1 semua perbuatan

sebagaimana dimaksud dalam

Pasal berlangsung selama jangka

waktu lisensi diberikan dan berlaku

untuk seluruh wilayah Negara

Republik Indonesia.

Jurnal Ilmiah “DUNIA ILMU” VOL. 2. NO. 4 Desember 2016

37

3. Kecuali diperjanjikan lain,

pelaksanaan perbuatan

sebagaimana dimaksud pada ayat 1

dan ayat 2 disertai dengan

kewajiban pemberian royalti

kepada pemegang hak cipta oleh

penerima lisensi.

4. Jumlah royalti yang wajib

dibayarkan oleh pemegang hak

cipta oleh penerima lisensi adalah

pemegang hak cipta oleh penerima

lisensi adalah berdasarkan

kesepakatan kedua belah pihak

dengan berpedoman kepada

kesepakatan organisasi profesi.

Pasal 81 :

Kecuali diperjanjikan lain, pemegang

hak cipta tetap boleh melaksanakan

sendiri atau memberikan lisensi kepada

pihak ketiga untuk melaksanakan

perbuatan sebagaimana dimaksud

dalam Pasal 2.

Pasal 82 :

1. Perjanjian lisensi dilarang

memuat ketentuan-ketentuan

yang dapat menimbulkan akibat

yang merugikan perekonomian

Indonesia atau memuat

ketentuan yang mengakibatkan

persaingan usaha tidak sehat

sebagaimana diatur dalam

peraturan perundang-undangan

yang berlaku.

2. Agar dapat mempunyai akibat

hukum terhadap pihak ketiga,

perjanjian lisensi wajib

dicatatkan di Direktorat

Jenderal.

3. Direktorat Jenderal wajib

menolak pencatatan perjanjian

lisensi yang memuat ketentuan

sebagaimana dimaksud pada

ayat 1.

4. Ketentuan lebih lanjut mengenai

pencatatan perjanjian lisensi

diatur dengan keputusan

Presiden.

Dalam UUHC di Indonesia,

menentukan bahwa perjanjian lisensi

harus dibuat dalam bentuk tertulis.

Melalui perjanjian lisensi, pemilik hak

cipta dapat mengalihkan semua atau

beberapa dari hak-hak eksklusif yang

dimiliki kepada orang lain.

Perjanjian lisensi dapat disebut

lisensi eksklusif, sebuah perjanjian

lisensi seperti ini disebut lisensi

tunggal yaitu pemilik hak cipta ini

melakukan perjanjian hanya dengnan

satu orang atas karya yang dilindungi

hak cipta.Pemilik hak cipta juga dapat

membuat perjanjian lisensi non

eksklusif yaitu perjanjian yang

dilakukan kepada dua atau lebih orang

atas karya yang dilindungi hak cipta.

Pemilihan jenis perjanjian lisensi

akan sangat tergantung pada kekuatan

tawar menawar antara sipemberi

lisensi (licensor) dengan si penerima

lisensi (license), dengan ketentuan

dimana perjanjian lisensi dilarang

memuat ketentuan yang dapat

menimbulkan akibat yang merugikan

perekonomian Indonesia atau memuat

ketentuan yang mengakibatkan

kerugian perekonomian Indonesia

sebagaimana diatur dalam perundang-

undangan yang berlaku (Pasal 82 ayat

1 UUHC).

Agar mempunyai akibat hukum

terhadap pihak ketiga, perjanjian

lisensi harus didaftarkan dikantor

Jurnal Ilmiah “DUNIA ILMU” VOL. 2. NO. 4 Desember 2016

38

HaKI, khususnya kantor Hak Cipta

(Pasal 83 ayat 1 UUHC). Pencatatan

lisensi diwajibkan dengan berdasarkan

beberapa alasan, yaitu :

1. Pencatatan perjanjian lisensi

memberikan kemampuan bagi

perusahaan atau orang-orang yang

ingin mengadakan perjanjian lisensi

untuk meneliti apakah seseorang

sudah mendaftarkan sebuah

perjanjian lisensi yang serupa.

Contoh : Penerbit kedua sangat

meneliti melalui daftar perjanjian

lisensi pada kantor hak cipta

sebelum menandatangani perjanjian

dengan pihak lain. Karena penerbit

kedua kan bertanggung jawab

terhadap penerbit pertama apabila

menerbitkan hal yang sama.

2. Pencatatan perjanjian lisensi

memungkinkan pemerintah untuk

mengontrol perjanjian lisensi yang

merugikan kepentingan Indonesia.

Perjanjian lisensi tidak boleh berisi

peraturan-peraturan yang merugikan

perekonomoan Indonesia (Pasal 83

ayat 1 UUHC).

C. Cara Peralihan Hak Cipta

Melalui Pewarisan

Seperti yang telah dijelaskan

pada pembahasan sebelumnya bahwa

hak cipta ini dapat beralih dan

dialihkan kepada ahli warisnya,

penerima wasiat, penerima hibah,

perjanjian tertulis dan sebab-sebab lain

yang dibenarkan oleh peraturan

perundang-undangan.

Menurut Teuku Muhammad

Hasbi Ash Shiddieqy (2001:46) “yang

dimaksud dengan ahli waris adalah

orang-orang yang berhak mewarisi

harta pusaka.”

Ahli waris menurut A.Pitlo

(1986:1) adalah “orang yang

menggantikan pewaris dalam

kedudukan hukum mengenai kekayaan

baik untuk seluruhnya atau maupun

bagian yang sebanding.”Pasal 832

KUHPerdata menyatakan bahwa

menurut undang-undang yang berhak

menjadi ahli waris ialah para keluarga

sedarah, baik sah, maupun luar kawin

dan sisuami atau isteri yang hidup

terlama, semua menurut peraturan

yang tertera dibawah ini.

Dalam hal bilamana baik

keluarga sedarah maupun si yang

hidup terlama diantara suami isteri

tidak ada maka segala harta

peninggalan si yang meninggal

menjadi milik negara, yang mana akan

melunasi segala utang, sekedar harta

harta peninggalan mencukupi untuk

itu.

Pasal 833 KUH Perdata

menyebutkan “sekalian ahli waris

dengan sendirinya karena hukum

memperoleh hak milik atas segala

barang, segala hak dan segala piutang

si yang meninggal.”

Abdoel Djamali (1993:149)

menyatakan bahwa :

Berdasarkan Hukum Perdata

Belanda, undang-undang

membagi

ahli waris karena kematian dalam

empat golongan :

1. Golongan pertama : keturunan

dari yang meninggal dunia ialah

anak, suami atau isteri yang hidup

terlama dan cucu sebagai

ahli waris pengganti.

Jurnal Ilmiah “DUNIA ILMU” VOL. 2. NO. 4 Desember 2016

39

2. Golongan kedua: terdiri dari

orang tua, saudara-saudara

sekandung dan keturunannya

dari yang meninggal dunia.

3. Golongan ketiga : terdiri

dari leluhur dari yang meninggal

dunia baik dari pihak suami

maupun dari pihak isteri.

4. Golongan keempat : terdiri

dari keluarga sedarah sampai

derajat keenam.

Menurut Effendi Perangin-

angin (1999:33) penggolongan ahli

waris itu dapat disimpulkan sebagai

berikut :

Golongan I :

• Suami/isteri yang hidup terlama

• Anak

• Keturunan anak

Golongan II :

• Ayah dan Ibu

• Saudara

• Keturunan

Golongan III :

• Kakek dan nenek, baik dari pihak

bapak maupun ibu

• Orang tua kakek dan nenek itu, dan

seterusnya keatas

Golongan IV :

• Paman dan bibi, baik dari pihak

bapak maupun ibu

• Keturunan paman dan bibi sampai

derajat keenam dihitung dari si

meninggal.

• Saudara dari kakek dan nenek

beserta keturunannya, sampai

derajat keenam dihitung dari si

meninggal.

Disisi lain Subekti (1989:96)

menekankan bahwa “apabila seorang

meninggal, maka seketika itu juga

segala hak dan kewajibannya beralih

pada sekalian ahli warisnya.”

Sebagaimana disebutkan dalam pasal

852 KUHPerdata :

Anak-anak atau sekalian keturunan

mereka, biar dilahirkan dari lain-lain

perkawinan sekalipun, mewarisi dari

kedua orang tua, kakek, nenek, atau

semua keluarga sedarah mereka

selanjutnya dalam garis lurus keatas,

dengan tiada perbedaan antara laki-laki

atau perempuan dan perbedaan

berdasarkan kelahiran terlebih dahulu.

Ahli waris menurut undang-

undang atau ahli waris ab intestato

berdasarkan hubungan darah terdapat 4

(empat) golongan yaitu :

a. Golongan pertama, keluarga dalam

garis lurus ke bawah, meliputi

anak-anak beserta keturunan

mereka serta suami isteri yang

ditinggalkan/yang hidup paling

lama.

b. Golongan kedua, keluarga dalam

garis lurus ke atas, nmeliputi orang

tua dan saudara, baik laki-laki

maupun perempuan, serta

keturunan mereka.

c. Golongan ketiga, meliputi kakek,

nenek dan leluhur selanjutnya ke

atas dari pewaris.

d. Golongan keempat, meliputi

anggota keluarga dalam garis

kesamping dan sanak keluarga

lainnya sampai derajat keenam.

(Erman Suparman, 1985:39)

Undang-undang tidak

membedakan ahli waris laki-laki dan

perempuan, tidak juga membedakan

urutan kelahiran, hanya ada ketentuan

Jurnal Ilmiah “DUNIA ILMU” VOL. 2. NO. 4 Desember 2016

40

bahwa ahli waris golongan pertama

jika masih ada maka akan menutup

(golongan kedua dan seterusnya) hak

anggota keluarga lainnya yang lebih

tinggi derajatnya akan menutup yang

lebih rendah derajatnya.

Menurut Pasal 834 BW

seorang ahli waris berhak untuk

menuntut supaya segala apa saja yang

termasuk harta peninggalan si yang

meninggal diserahkan padanya

berdasakan haknya sebagai ahli waris.

Harta peninggalan seseorang

itu hanya terdiri dari hak kebendaan

yang materi maupun hak kebendaan

immaterial. Dimana Hak Cipta

merupakan hak kebendaan immaterial

dan termasuk bagian dari hak

kekayaan intelektual dari seorang

pemegang hak cipta yang dapat

diallihkan kepada pihak lain. Salah

satu cara pengalihan hak cipta yaitu

melui pewarisan. Dimana didalam

pewarisan hanyalah hak-hak dan

kewajiban-kewajiban dalam lapangan

hukum kekayaan harta benda saja yang

dapat diwariskan.Hak Cipta

merupakan harta kekayaan dari si

pemegang hak cipta dan merupakan

bagian dari hak kebendaan immaterial

(tak berwujud).

Pemegang Hak Cipta yang

meninggal dunia yang meninggal

dunia dapat mewariskan hasil karya

ciptanya baik dalam bidang seni, sastra

maupun ilmu pengetahuan seketika

pada saat ia meninggal dunia. Dimana

seketika itu juga pada saat si pemegang

hak cipta meninggal dunia maka segala

hak kewajiban yang berkenaan dengan

harta kekayaannya termasuk dalam hal

ini hak kekayaan yang berkenaan yaitu

hak cipta beralih kepada sekalian ahli

warisnya.

Yang berhak atas hasil karya

cipta seorang pemegang hak cipa

berdasarkan pewarisan ahli waris

golongan pertama, jika tidak ada

barulah ahli waris golongan kedua

yang berhak.Jika tidak ada ahli waris

golongan kedua maka barulah ahli

waris golongan ketiga yang berhak

mewaris.Jika tidak ada ahli waris

golongan ketiga maka yang berhak

mewaris adalah ahli waris golongan

keempat.

Serta hak cipta ini juga dapat

dialihkan dengan cara penghibahan,

dimana sipencipta dapat

menghibahkan hak ciptanya, kepada

seseorang yang dipercayainya untuk

mengemban hasil karya ciptanya itu,

seseorang ini dapat saja dari keluarga

si pencipta maupun orang lain yang

bukan berasal dari keluarganya.

Juga mengenai wasiat si

pencipta ini dapat mewasiatkan hasil

karya ciptanya kepada si penerima

wasiat, seperti juga halnya dengan

hibah si pencipta ini bebas

memberikan wasiatnya kepada siapa

saja yang dapat dipercayainya baik itu

dari kalangan keluarganya maupun

dari luar keluarganya atau orang lain.

Hak cipta ini juga dapat

dikuasai oleh negara apabila tidak

diketahui lagi siapa penciptanya serta

ahli warisnya yang berhak atas ciptaan

tersebut, negara selaku pemegang hak

dapat bertindak melindungi ciptaan

tersebut dari pelanggaran atas

ciptaannya.

Selain dari pewarisan, wasiat

dan hibah, pengalihan hak cipta ini

Jurnal Ilmiah “DUNIA ILMU” VOL. 2. NO. 4 Desember 2016

41

juga dapat dilakukan si pencipta

dengan cara menjualnya. Contohnya

yaitu seorang penulis mengalihkan hak

ciptanya (copyright) kepada penerbit,

yang kemudian penerbit penyuplai

baik dari segi teknis dan

kewirausahaannya serta

menyebarluaskan buku tersebut kepada

pasar. Hal ini sama dengan penulis

lagu yang juga mengalihkan hak cipta

dalam bentuk musical work nya

kepada sebuah recording company.

Kesimpulan

1. Undang-undang No.28 Tahun

20014 memberi pengakuan

terhadap kepemilikan hak cipta

terdapat dalam Pasal 4 ayat 1 dan

Pasal 11. jadi setiap pencipta ini

mempunyai hak untuk memiliki

hasil ciptaan dan dilindungi

sepenuhnya oleh Undang-Undang

RI No. 28 Tahun 2014 tentang hak

Cipta. Pemilik hak cipta menurut

UUHC adalah si Pencipta, namun

pemilik hak cipta dialihkan

berdasarkan Pasal 16 ayat 2

UUHC, yaitu : pewarisan, hibah,

wasiat, perjanjian tertulis, sebab-

sebab lain yang dibenarkan oleh

peraturan perundang-undangan.

2. Proses terjadinya peralihan

kepemilikan atas hak cipta menurut

UUHC adalah bahwa setiap

pengalihan hak Cipta baik dengan

cara penghibahan, lisensi,

penjualan maupun dengan cara lain

yang dibenarkan oleh Undang-

undang harus dilakukan dengan

cara tertulis dan ditandatangani

oleh kedua belah pihak dan

didaftarkan pada Direktorat

Jenderal HaKI. Pada saat Hak

Cipta dialihkan maka pada saat itu

pulahlah pihak yang menerima

peralihan menjadi pemegang Hak

Cipta yang baru.

3. Pemegang Hak Cipta yang

meninggal dunia dapat mewariskan

hasil karya ciptaannya baik dalam

bidang seni, sastra maupun ilmu

pengetahuan seketika pada saat ia

meninggal dunia. Dimana seketika

itu juga pada saat si pemegang hak

cipta meninggal dunia maka segala

hak dan kewajiban yang berkenaan

dengan harta kekayaannya

termasuk dalam hal ini hak

kekayaan intelektual yaitu cipta

beralih kepada sekalian ahli

warisnya.

Yang berhak atas hasil karya cipta

seorang hak cipta berdasarkan

pewarisan adalah ahli waris

golongan pertama, jika tidak ada

barulah ahli waris golongan kedua

yang berhak.Jika tidak ada ahli

waris golongan kedua maka ahli

waris golongan ketigalah yang

berhak mewaris. Jika tidak ada ahli

waris golongan ketiga maka yang

berhak mewaris adalah ahli waris

golongan ke empat.

DAFTAR PUSTAKA

Ash Shiddieqy, Teungku Muhammad

Hasby, (2001) Fiqh

Mawaris, PT.

Pustaka Rizki Putra,

Semarang.

Djamali, R. Abdoel, (1993) Pengantar

Hukum Indonesia, PT.

Raja Grafindo

Persada, Jakarta.

Jurnal Ilmiah “DUNIA ILMU” VOL. 2. NO. 4 Desember 2016

42

Eggi Sudjana, Eggi (2003) Mengetahui

Hak Cipta Yang

Disahkan Presiden

Megawati, Durat

Bahagia, Jakarta.

Margono, Suyud (2003), Hukum

Perlindungan Hak

Cipta (Disesuaikan

Dengan Undang-

undang RI Hak Cipta

Tahun 2002, CV.

Novindo Pustaka

Mandiri, Jakarta.

Muhammad, Abdul Kadir, (1999),

Hukum Perusahaan

Indonesia, Aditya,

Bandung.

Pitlo, A Alih (1986), Hukum Warisan

Menurut KUHPerdata

Belanda, PT.

Intermasa, Jakarta.

Perangin angin, Efendi,(1999) Hukum

Warisan, cetakan II,

PT. Raja Grafindo

Persada, Jakarta.

Saidin, O.K, (2003), Aspek Hukum

Hak Kekayaan

Intelektual

(Intelectual Property

Rights), Cetakan ke

III, PT. Raja Grafindo

Persada, Jakarta.

Soedjono Dirdjosisworo, Soedjono,

(2000) Hukum

Perusahaan

Mengenai Hak Atas

Kekayaan Intelektual

(Hak Cipta, Hak

Paten, Hak Merek),

CV. Mandar Maju,

Bandung.

Subekti, R, (1982), Pokok-Pokok

Hukum Perdata, PT.

Intermasa, Jakarta,

1982.

Suparman, Eman, (1985) Intisari

Hukum Waris

Indonesia, CV.

Armico, Bandung.