isratun nisa

10
1 „Isratun Nisa‟ Al-Ustadzah Ummu Ishaq Al-Atsariyyah Isyratun nisa‟ merupakan tema yang sudah berulang dibicarakan dalam rubrik ini. Namun pertanyaan seputar masalah ini terus saja datang. Karenanya, tidak ada salahnya kita angkat kembali namun dalam kemasan lain. Satu bab dalam Kitabun Nikah dari kitab Al-Mulakhkhash Al-Fiqhi karya Fadhilatusy Syaikh Shalih bin Fauzan bin Abdillah Al- Fauzan hafizhahullah, ingin kami nukilkan untuk pembaca yang mulia. Semoga menjadi ilmu yang bermanfaat. Secara bahasa yang dimaksudkan dengan „isyrah adalah perkumpulan dan percampuran. Sehingga setiap jamaah atau sekumpulan orang disebut „isyrah dan ma‟syar. Yang dimaksudkan dengan kata „isyratun nisa‟ sebagaimana judul di atas adalah kedekatan yang terjalin di antara suami istri dan pergaulan keduanya, karena masing-masingnya harus bergaul dengan baik kepada pasangannya, tanpa menunda penunaian hak pasangannya, tidak merasa terpaksa memberikan hak pasangannya serta tidak menyertainya dengan gangguan dan mengungkit-ungkit kebaikan yang telah dilakukan kepada pasangannya. Telah datang perintah Rabbul Izzah agar para suami bergaul dengan ma‟ruf kepada istri mereka:

Upload: abdul-azis

Post on 25-Sep-2015

24 views

Category:

Documents


6 download

DESCRIPTION

Ebook

TRANSCRIPT

  • 1

    Isratun Nisa

    Al-Ustadzah Ummu Ishaq Al-Atsariyyah

    Isyratun nisa merupakan tema yang sudah berulang dibicarakan dalam

    rubrik ini. Namun pertanyaan seputar masalah ini terus saja datang.

    Karenanya, tidak ada salahnya kita angkat kembali namun dalam

    kemasan lain. Satu bab dalam Kitabun Nikah dari kitab Al-Mulakhkhash

    Al-Fiqhi karya Fadhilatusy Syaikh Shalih bin Fauzan bin Abdillah Al-

    Fauzan hafizhahullah, ingin kami nukilkan untuk pembaca yang mulia.

    Semoga menjadi ilmu yang bermanfaat.

    Secara bahasa yang dimaksudkan dengan isyrah adalah perkumpulan dan

    percampuran. Sehingga setiap jamaah atau sekumpulan orang disebut

    isyrah dan masyar.

    Yang dimaksudkan dengan kata isyratun nisa sebagaimana judul di atas

    adalah kedekatan yang terjalin di antara suami istri dan pergaulan

    keduanya, karena masing-masingnya harus bergaul dengan baik kepada

    pasangannya, tanpa menunda penunaian hak pasangannya, tidak merasa

    terpaksa memberikan hak pasangannya serta tidak menyertainya dengan

    gangguan dan mengungkit-ungkit kebaikan yang telah dilakukan kepada

    pasangannya.

    Telah datang perintah Rabbul Izzah agar para suami bergaul dengan

    maruf kepada istri mereka:

  • ISRATUN NISA

    2

    Dan bergaullah kalian dengan mereka (para istri) secara patut.

    (An-Nisa: 19)

    Dalam ayat lain Rabbul Izzah berfirman:

    Para istri memiliki hak yang seimbang dengan kewajiban mereka menurut cara

    yang maruf. (Al-Baqarah: 228)

    Rasul yang mulia menegaskan:

    Sebaik-baik kalian adalah yang paling baik kepada keluarganya.

    (HR. At-Tirmidzi no. 3895, dishahihkan Al-Imam Al-Albani dalam Shahih At-

    Tirmidzi)

    Bagaimanakah gambaran pergaulan suami dengan istrinya dalam sebuah

    rumah tangga? Berikut ini penjelasannya:

    Masing-masing pihak bergaul dengan akhlak yang baik kepada

    pasangannya, berlaku lembut, dan sabar dengan kekurangannya.

    Rasulullah n memerintahkan:

    Mintalah wasiat kebaikan dalam perkara istri-istri kalian karena sungguh

    mereka itu hanyalah tawanan di sisi kalian. (HR. Ahmad 5/72, At-Tirmidzi no.

    1173, Ibnu Majah no. 1851, hadits ini hasan sebagaimana dalam Shahih At-

  • ISRATUN NISA

    3

    Tirmidzi dan Shahih Ibni Majah)

    Sepantasnya seorang suami tetap menahan istrinya dalam

    pernikahan, tidak bermudah-mudah dalam mentalak (menceraikan),

    walaupun ada sesuatu yang tidak disukainya dari si istri.

    Karena Allah l berfirman:

    Dan bergaullah kalian dengan mereka (para istri) secara patut. Jika kalian tidak

    menyukai mereka, (maka bersabarlah) karena mungkin kalian tidak menyukai

    sesuatu padahal Allah menjadikan padanya kebaikan yang banyak. (An-Nisa:

    19)

    Ketika memaknai ayat yang mulia di atas, Ibnu Abbas radhiallahu anhu

    menyatakan, bisa jadi si suami diberi rezeki berupa anak dari istri

    tersebut, lalu Allah Azza wa Jalla jadikan kebaikan yang banyak pada diri

    si anak. (Tafsir Ibni Katsir, 2/173)

    Rasul yang mulia pernah bersabda:

    Janganlah seorang mukmin membenci seorang mukminah. Jika ia tidak suka

    satu akhlak dari si mukminah maka (bisa jadi) ia ridha darinya perangai yang

    lain. (HR. Muslim no. 1469)

    Diharamkan bagi suami melakukan jima dengan istrinya yang sedang

    haid.

  • ISRATUN NISA

    4

    Karena Allah Azza wa Jalla berfirman:

    Mereka bertanya kepadamu tentang haid. Katakanlah, Haid itu adalah

    kotoran. Oleh karena itulah hendaklah kalian menjauhkan diri dari para istri

    (tidak menyetubuhi istri) di waktu haid dan janganlah kalian mendekati

    (menyetubuhi) mereka sampai mereka suci (mandi bersih dari haid). Apabila

    mereka telah suci, maka campurilah mereka di tempat yang diperintahkan Allah

    kepada kalian. Sesungguhnya Allah menyukai orang-orang yang bertaubat dan

    orang-orang yang menyucikan diri. (Al-Baqarah: 222)

    Suami bisa memaksa istrinya menghilangkan kotoran yang ada pada

    si istri, menghilangkan sesuatu yang memang jiwa tidak menyukainya,

    seperti rambut ketiak dan kuku yang panjang. Suami juga berhak

    melarang istrinya memakan makanan yang memiliki bau tidak sedap,

    karena hal itu akan membuat si suami lari darinya.

    Suami dapat memaksa istrinya untuk membasuh najis yang ada pada

    tubuh si istri dan memerintahnya menunaikan kewajiban agama

    seperti shalat lima waktu. Bila si istri enggan, suami harus

    memaksanya dan memberikan hukuman pendidikan kepadanya.

    Suami juga harus memaksa istrinya meninggalkan perkara-perkara

    yang haram.

    Kenapa semua ini harus dilakukan suami? Karena Allah Azza wa Jalla

    berfirman:

    Kaum lelaki adalah pemimpin bagi kaum wanita disebabkan Allah telah

    melebihkan sebagian kalian (lelaki) di atas sebagian yang lain (wanita). (An-

    Nisa: 34)

  • ISRATUN NISA

    5

    Wahai orang-orang yang beriman, jagalah/peliharalah diri-diri kalian dan

    keluarga kalian dari api neraka yang bahan bakarnya adalah manusia dan batu,

    penjaganya para malaikat yang kasar, yang keras, yang tidak mendurhakai Allah

    terhadap apa yang diperintahkan-Nya kepada mereka dan selalu mengerjakan

    apa yang diperintahkan. (At-Tahrim: 6)

    Perintahkanlah keluargamu untuk mengerjakan shalat dan bersabarlah kalian

    dalam mengerjakannya. (Thaha: 132)

    Allah Azza wa Jalla berfirman memuji Nabi-Nya, Ismail Alaihis Salam:

    Dan ceritakanlah (wahai Muhammad kepada mereka) kisah Ismail yang

    tersebut di dalam Al-Quran. Sesungguhnya Ismail adalah seorang yang benar

    janjinya dan dia adalah seorang rasul dan nabi. Ia memerintahkan keluarganya

    untuk mendirikan shalat dan membayar zakat. (Maryam: 54-55)

    Seorang suami adalah penanggung jawab terhadap istrinya dan ia adalah

    pemberi arahan kepada istrinya. Kelak di hari kiamat, ia akan ditanya

    tentang tanggung jawab ini. Suami harus mendidik istrinya terlebih jika

    mengingat istri merupakan pendidik anak-anaknya. Tentunya bila rusak

    akhlaknya dan cacat agamanya niscaya akan merusak anak-anaknya.

    Termasuk pergaulan yang baik kepada istri adalah suami

    memberikan nafkah batin kepadanya paling tidak empat bulan sekali.

    Karena Allah memberi tenggang waktu empat bulan kepada suami yang

    meng-ilaa1 istrinya, setelahnya ia harus kembali menggauli istrinya dengan

    1 Suami bersumpah tidak ingin menggauli istrinya selama-lamanya atau lebih dari empat bulan.

  • ISRATUN NISA

    6

    membayar kaffarah sumpah atau mentalaknya2

    . Waktu empat bulan ini

    pun diqiyaskan untuk selain kasus ilaa. Sementara Syaikhul Islam Ibnu

    Taimiyah berpandangan kewajiban memberi nafkah batin kepada istri ini

    tidak ada penetapan waktu berapa lamanya, namun disesuaikan kadar

    yang dirasa cukup oleh istri selama tidak memadharatkan suami atau

    menyibukkannya dari mencari penghidupan.

    Bila suami safar (bepergian) meninggalkan istrinya lebih dari

    setengah tahun sedangkan si istri memintanya pulang, maka suami

    harus pulang menemui istrinya terkecuali dalam safar haji yang wajib

    atau peperangan yang wajib, ataupun suami tidak memiliki

    kemampuan untuk pulang.

    Haram bagi masing-masing pihak untuk menceritakan kepada orang

    lain tentang hubungan intim yang berlangsung di antara mereka.

    Karena Nabi shallallahu alaihi wa sallm memperingatkan:

    2 Sebagaimana Allah Azza wa Jalla nyatakan dalam firman-Nya:

    Kepada para suami yang meng-ilaa istri mereka diberi tangguh empat bulan (lamanya). Kemudian jika setelah itu mereka kembali (menggauli istri mereka) maka sesungguhnya Allah Maha pengampun lagi Maha penyayang. Dan jika mereka berketetapan hati untuk talak maka sesungguhnya Allah Maha mendengar lagi Maha mengetahui. (Al-Baqarah: 226-227)

  • ISRATUN NISA

    7

    Manusia yang paling jelek kedudukannya di sisi Allah pada hari kiamat nanti

    adalah seorang suami berhubungan badan dengan istrinya dan istrinya

    berhubungan dengannya, kemudian ia menyebarkan rahasia istrinya. (HR.

    Muslim no. 1437)

    Siapa yang berbuat demikian, ia serupa dengan setan laki dan setan

    perempuan yang berhubungan di jalanan dan ditonton oleh orang-orang,

    sebagaimana disebutkan dalam hadits Asma bintu Yazid radhiallahu

    anha, Aku sedang berada di sisi Rasulullah shallallahu alaihi wa sallam

    sementara para lelaki dan wanita tengah duduk-duduk. Beliau pun

    bersabda:

    .:

    . :

    Mungkin ada seorang lelaki menceritakan apa yang diperbuatnya dengan

    istrinya dan mungkin ada seorang wanita mengabarkan apa yang dilakukannya

    bersama suaminya. Orang-orang yang hadir terdiam. Maka aku menjawab, Iya,

    demi Allah, wahai Rasulullah. Mereka para wanita melakukannya dan para lelaki

    pun melakukannya. Rasulullah memberi bimbingan, Jangan kalian lakukan

    hal tersebut, karena permisalannya tidak lain seperti setan jantan bertemu setan

    betina di satu jalan lalu ia menggaulinya sementara orang-orang menontonnya.

    (HR. Ahmad 6/456, dan dalam sanadnya ada Syahr ibnu Hausyab dan tentang

  • ISRATUN NISA

    8

    dirinya ada pembicaraan. Namun hadits ini terangkat menjadi hasan dengan

    syawahid [penguat]nya)

    Suami berhak melarang istrinya keluar rumahnya tanpa ada

    kebutuhan darurat.

    Ia tidak boleh membiarkan istrinya pergi sesukanya. Haram pula bagi istri

    keluar rumah tanpa izin suaminya.

    Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah berkata, Tidak halal bagi seorang istri

    keluar dari rumah suaminya kecuali dengan izin suaminya. Beliau

    menegaskan, Bila sampai istri keluar dari rumah suaminya tanpa izin si

    suami berarti ia telah berbuat nusyuz, bermaksiat kepada Allah dan Rasul-

    Nya hingga ia pantas mendapatkan hukuman. (Majmu Al-Fatawa,

    32/281)

    Tidak sepantasnya suami melarang mertuanya (ayah dan ibu dari

    istrinya) untuk menziarahi (mengunjungi) istrinya (putri keduanya) di

    rumahnya, kecuali bila ia mengkhawatirkan keduanya akan merusak

    hubungannya dengan istrinya atau meracuni pikiran istrinya.

    Suami berhak melarang istrinya bekerja, karena suamilah yang

    bertanggung jawab memberikan nafkah kepada istrinya.

    Disamping itu, bila si istri bekerja akan melalaikannya dari menunaikan

    sebagian hak suaminya, menelantarkan pendidikan anak-anaknya,

    memperhadapkan si istri kepada penyimpangan akhlak, khususnya di

    zaman ini di mana rasa malu semakin sedikit dan penyeru kepada

  • ISRATUN NISA

    9

    kejelekan semakin banyak. Banyaklah didapati para wanita bercampur

    baur dengan lelaki di kantor-kantor dan lapangan pekerjaan yang lain.

    Tidak jarang pula terjadi khalwat (bersepi-sepi/berduaan) yang

    diharamkan.

    Istri tidak boleh menaati kedua orangtuanya bila keduanya

    memintanya berpisah dengan suaminya.

    Tidak boleh pula menuruti permintaan keduanya bila menyuruhnya

    mengunjungi keduanya sementara suaminya tidak ridha. Bahkan taat

    kepada suami lebih dikedepankan, karena suami ibaratnya surga dan

    neraka bagi si istri. Bibi Hushain bin Mihshan pernah datang kepada

    Nabi. Beliau bertanya:

    : . :

    : .:

    Apakah engkau punya suami? Ia menjawab, Iya. Kata Rasulullah lagi,

    Bagaimana yang engkau lakukan terhadap suamimu? Ia menjawab, Aku tidak

    pernah mengurang-ngurangi dalam menaatinya dan berkhidmat padanya,

    kecuali dalam perkara yang memang aku tidak mampu. Rasulullah memberi

    nasihat, Perhatikanlah di mana keberadaanmu dalam pergaulanmu dengan

    suamimu, karena dia adalah surgamu dan nerakamu. (HR. Ahmad 4/341, An-

    Nasai no. 8962, Al-Hakim 2/206, ia berkata, Sanadnya shahih, dan disepakati

    Adz-Dzahabi t. Sanadnya memang shahih, kata Al-Imam Al-Albani t, lihat

    Adabuz Zifaf, hal. 214 dan Ash-Shahihah no. 2612)

  • ISRATUN NISA

    10

    Wallahu taala alam bish-shawab.

    (Nukilan dari Al-Mulakhkhash Al-Fiqhi, Kitabun Nikah, bab Fi Isyratun

    Nisa, 2/307-312, dengan beberapa perubahan dan tambahan)