isratun nisa
DESCRIPTION
EbookTRANSCRIPT
-
1
Isratun Nisa
Al-Ustadzah Ummu Ishaq Al-Atsariyyah
Isyratun nisa merupakan tema yang sudah berulang dibicarakan dalam
rubrik ini. Namun pertanyaan seputar masalah ini terus saja datang.
Karenanya, tidak ada salahnya kita angkat kembali namun dalam
kemasan lain. Satu bab dalam Kitabun Nikah dari kitab Al-Mulakhkhash
Al-Fiqhi karya Fadhilatusy Syaikh Shalih bin Fauzan bin Abdillah Al-
Fauzan hafizhahullah, ingin kami nukilkan untuk pembaca yang mulia.
Semoga menjadi ilmu yang bermanfaat.
Secara bahasa yang dimaksudkan dengan isyrah adalah perkumpulan dan
percampuran. Sehingga setiap jamaah atau sekumpulan orang disebut
isyrah dan masyar.
Yang dimaksudkan dengan kata isyratun nisa sebagaimana judul di atas
adalah kedekatan yang terjalin di antara suami istri dan pergaulan
keduanya, karena masing-masingnya harus bergaul dengan baik kepada
pasangannya, tanpa menunda penunaian hak pasangannya, tidak merasa
terpaksa memberikan hak pasangannya serta tidak menyertainya dengan
gangguan dan mengungkit-ungkit kebaikan yang telah dilakukan kepada
pasangannya.
Telah datang perintah Rabbul Izzah agar para suami bergaul dengan
maruf kepada istri mereka:
-
ISRATUN NISA
2
Dan bergaullah kalian dengan mereka (para istri) secara patut.
(An-Nisa: 19)
Dalam ayat lain Rabbul Izzah berfirman:
Para istri memiliki hak yang seimbang dengan kewajiban mereka menurut cara
yang maruf. (Al-Baqarah: 228)
Rasul yang mulia menegaskan:
Sebaik-baik kalian adalah yang paling baik kepada keluarganya.
(HR. At-Tirmidzi no. 3895, dishahihkan Al-Imam Al-Albani dalam Shahih At-
Tirmidzi)
Bagaimanakah gambaran pergaulan suami dengan istrinya dalam sebuah
rumah tangga? Berikut ini penjelasannya:
Masing-masing pihak bergaul dengan akhlak yang baik kepada
pasangannya, berlaku lembut, dan sabar dengan kekurangannya.
Rasulullah n memerintahkan:
Mintalah wasiat kebaikan dalam perkara istri-istri kalian karena sungguh
mereka itu hanyalah tawanan di sisi kalian. (HR. Ahmad 5/72, At-Tirmidzi no.
1173, Ibnu Majah no. 1851, hadits ini hasan sebagaimana dalam Shahih At-
-
ISRATUN NISA
3
Tirmidzi dan Shahih Ibni Majah)
Sepantasnya seorang suami tetap menahan istrinya dalam
pernikahan, tidak bermudah-mudah dalam mentalak (menceraikan),
walaupun ada sesuatu yang tidak disukainya dari si istri.
Karena Allah l berfirman:
Dan bergaullah kalian dengan mereka (para istri) secara patut. Jika kalian tidak
menyukai mereka, (maka bersabarlah) karena mungkin kalian tidak menyukai
sesuatu padahal Allah menjadikan padanya kebaikan yang banyak. (An-Nisa:
19)
Ketika memaknai ayat yang mulia di atas, Ibnu Abbas radhiallahu anhu
menyatakan, bisa jadi si suami diberi rezeki berupa anak dari istri
tersebut, lalu Allah Azza wa Jalla jadikan kebaikan yang banyak pada diri
si anak. (Tafsir Ibni Katsir, 2/173)
Rasul yang mulia pernah bersabda:
Janganlah seorang mukmin membenci seorang mukminah. Jika ia tidak suka
satu akhlak dari si mukminah maka (bisa jadi) ia ridha darinya perangai yang
lain. (HR. Muslim no. 1469)
Diharamkan bagi suami melakukan jima dengan istrinya yang sedang
haid.
-
ISRATUN NISA
4
Karena Allah Azza wa Jalla berfirman:
Mereka bertanya kepadamu tentang haid. Katakanlah, Haid itu adalah
kotoran. Oleh karena itulah hendaklah kalian menjauhkan diri dari para istri
(tidak menyetubuhi istri) di waktu haid dan janganlah kalian mendekati
(menyetubuhi) mereka sampai mereka suci (mandi bersih dari haid). Apabila
mereka telah suci, maka campurilah mereka di tempat yang diperintahkan Allah
kepada kalian. Sesungguhnya Allah menyukai orang-orang yang bertaubat dan
orang-orang yang menyucikan diri. (Al-Baqarah: 222)
Suami bisa memaksa istrinya menghilangkan kotoran yang ada pada
si istri, menghilangkan sesuatu yang memang jiwa tidak menyukainya,
seperti rambut ketiak dan kuku yang panjang. Suami juga berhak
melarang istrinya memakan makanan yang memiliki bau tidak sedap,
karena hal itu akan membuat si suami lari darinya.
Suami dapat memaksa istrinya untuk membasuh najis yang ada pada
tubuh si istri dan memerintahnya menunaikan kewajiban agama
seperti shalat lima waktu. Bila si istri enggan, suami harus
memaksanya dan memberikan hukuman pendidikan kepadanya.
Suami juga harus memaksa istrinya meninggalkan perkara-perkara
yang haram.
Kenapa semua ini harus dilakukan suami? Karena Allah Azza wa Jalla
berfirman:
Kaum lelaki adalah pemimpin bagi kaum wanita disebabkan Allah telah
melebihkan sebagian kalian (lelaki) di atas sebagian yang lain (wanita). (An-
Nisa: 34)
-
ISRATUN NISA
5
Wahai orang-orang yang beriman, jagalah/peliharalah diri-diri kalian dan
keluarga kalian dari api neraka yang bahan bakarnya adalah manusia dan batu,
penjaganya para malaikat yang kasar, yang keras, yang tidak mendurhakai Allah
terhadap apa yang diperintahkan-Nya kepada mereka dan selalu mengerjakan
apa yang diperintahkan. (At-Tahrim: 6)
Perintahkanlah keluargamu untuk mengerjakan shalat dan bersabarlah kalian
dalam mengerjakannya. (Thaha: 132)
Allah Azza wa Jalla berfirman memuji Nabi-Nya, Ismail Alaihis Salam:
Dan ceritakanlah (wahai Muhammad kepada mereka) kisah Ismail yang
tersebut di dalam Al-Quran. Sesungguhnya Ismail adalah seorang yang benar
janjinya dan dia adalah seorang rasul dan nabi. Ia memerintahkan keluarganya
untuk mendirikan shalat dan membayar zakat. (Maryam: 54-55)
Seorang suami adalah penanggung jawab terhadap istrinya dan ia adalah
pemberi arahan kepada istrinya. Kelak di hari kiamat, ia akan ditanya
tentang tanggung jawab ini. Suami harus mendidik istrinya terlebih jika
mengingat istri merupakan pendidik anak-anaknya. Tentunya bila rusak
akhlaknya dan cacat agamanya niscaya akan merusak anak-anaknya.
Termasuk pergaulan yang baik kepada istri adalah suami
memberikan nafkah batin kepadanya paling tidak empat bulan sekali.
Karena Allah memberi tenggang waktu empat bulan kepada suami yang
meng-ilaa1 istrinya, setelahnya ia harus kembali menggauli istrinya dengan
1 Suami bersumpah tidak ingin menggauli istrinya selama-lamanya atau lebih dari empat bulan.
-
ISRATUN NISA
6
membayar kaffarah sumpah atau mentalaknya2
. Waktu empat bulan ini
pun diqiyaskan untuk selain kasus ilaa. Sementara Syaikhul Islam Ibnu
Taimiyah berpandangan kewajiban memberi nafkah batin kepada istri ini
tidak ada penetapan waktu berapa lamanya, namun disesuaikan kadar
yang dirasa cukup oleh istri selama tidak memadharatkan suami atau
menyibukkannya dari mencari penghidupan.
Bila suami safar (bepergian) meninggalkan istrinya lebih dari
setengah tahun sedangkan si istri memintanya pulang, maka suami
harus pulang menemui istrinya terkecuali dalam safar haji yang wajib
atau peperangan yang wajib, ataupun suami tidak memiliki
kemampuan untuk pulang.
Haram bagi masing-masing pihak untuk menceritakan kepada orang
lain tentang hubungan intim yang berlangsung di antara mereka.
Karena Nabi shallallahu alaihi wa sallm memperingatkan:
2 Sebagaimana Allah Azza wa Jalla nyatakan dalam firman-Nya:
Kepada para suami yang meng-ilaa istri mereka diberi tangguh empat bulan (lamanya). Kemudian jika setelah itu mereka kembali (menggauli istri mereka) maka sesungguhnya Allah Maha pengampun lagi Maha penyayang. Dan jika mereka berketetapan hati untuk talak maka sesungguhnya Allah Maha mendengar lagi Maha mengetahui. (Al-Baqarah: 226-227)
-
ISRATUN NISA
7
Manusia yang paling jelek kedudukannya di sisi Allah pada hari kiamat nanti
adalah seorang suami berhubungan badan dengan istrinya dan istrinya
berhubungan dengannya, kemudian ia menyebarkan rahasia istrinya. (HR.
Muslim no. 1437)
Siapa yang berbuat demikian, ia serupa dengan setan laki dan setan
perempuan yang berhubungan di jalanan dan ditonton oleh orang-orang,
sebagaimana disebutkan dalam hadits Asma bintu Yazid radhiallahu
anha, Aku sedang berada di sisi Rasulullah shallallahu alaihi wa sallam
sementara para lelaki dan wanita tengah duduk-duduk. Beliau pun
bersabda:
.:
. :
Mungkin ada seorang lelaki menceritakan apa yang diperbuatnya dengan
istrinya dan mungkin ada seorang wanita mengabarkan apa yang dilakukannya
bersama suaminya. Orang-orang yang hadir terdiam. Maka aku menjawab, Iya,
demi Allah, wahai Rasulullah. Mereka para wanita melakukannya dan para lelaki
pun melakukannya. Rasulullah memberi bimbingan, Jangan kalian lakukan
hal tersebut, karena permisalannya tidak lain seperti setan jantan bertemu setan
betina di satu jalan lalu ia menggaulinya sementara orang-orang menontonnya.
(HR. Ahmad 6/456, dan dalam sanadnya ada Syahr ibnu Hausyab dan tentang
-
ISRATUN NISA
8
dirinya ada pembicaraan. Namun hadits ini terangkat menjadi hasan dengan
syawahid [penguat]nya)
Suami berhak melarang istrinya keluar rumahnya tanpa ada
kebutuhan darurat.
Ia tidak boleh membiarkan istrinya pergi sesukanya. Haram pula bagi istri
keluar rumah tanpa izin suaminya.
Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah berkata, Tidak halal bagi seorang istri
keluar dari rumah suaminya kecuali dengan izin suaminya. Beliau
menegaskan, Bila sampai istri keluar dari rumah suaminya tanpa izin si
suami berarti ia telah berbuat nusyuz, bermaksiat kepada Allah dan Rasul-
Nya hingga ia pantas mendapatkan hukuman. (Majmu Al-Fatawa,
32/281)
Tidak sepantasnya suami melarang mertuanya (ayah dan ibu dari
istrinya) untuk menziarahi (mengunjungi) istrinya (putri keduanya) di
rumahnya, kecuali bila ia mengkhawatirkan keduanya akan merusak
hubungannya dengan istrinya atau meracuni pikiran istrinya.
Suami berhak melarang istrinya bekerja, karena suamilah yang
bertanggung jawab memberikan nafkah kepada istrinya.
Disamping itu, bila si istri bekerja akan melalaikannya dari menunaikan
sebagian hak suaminya, menelantarkan pendidikan anak-anaknya,
memperhadapkan si istri kepada penyimpangan akhlak, khususnya di
zaman ini di mana rasa malu semakin sedikit dan penyeru kepada
-
ISRATUN NISA
9
kejelekan semakin banyak. Banyaklah didapati para wanita bercampur
baur dengan lelaki di kantor-kantor dan lapangan pekerjaan yang lain.
Tidak jarang pula terjadi khalwat (bersepi-sepi/berduaan) yang
diharamkan.
Istri tidak boleh menaati kedua orangtuanya bila keduanya
memintanya berpisah dengan suaminya.
Tidak boleh pula menuruti permintaan keduanya bila menyuruhnya
mengunjungi keduanya sementara suaminya tidak ridha. Bahkan taat
kepada suami lebih dikedepankan, karena suami ibaratnya surga dan
neraka bagi si istri. Bibi Hushain bin Mihshan pernah datang kepada
Nabi. Beliau bertanya:
: . :
: .:
Apakah engkau punya suami? Ia menjawab, Iya. Kata Rasulullah lagi,
Bagaimana yang engkau lakukan terhadap suamimu? Ia menjawab, Aku tidak
pernah mengurang-ngurangi dalam menaatinya dan berkhidmat padanya,
kecuali dalam perkara yang memang aku tidak mampu. Rasulullah memberi
nasihat, Perhatikanlah di mana keberadaanmu dalam pergaulanmu dengan
suamimu, karena dia adalah surgamu dan nerakamu. (HR. Ahmad 4/341, An-
Nasai no. 8962, Al-Hakim 2/206, ia berkata, Sanadnya shahih, dan disepakati
Adz-Dzahabi t. Sanadnya memang shahih, kata Al-Imam Al-Albani t, lihat
Adabuz Zifaf, hal. 214 dan Ash-Shahihah no. 2612)
-
ISRATUN NISA
10
Wallahu taala alam bish-shawab.
(Nukilan dari Al-Mulakhkhash Al-Fiqhi, Kitabun Nikah, bab Fi Isyratun
Nisa, 2/307-312, dengan beberapa perubahan dan tambahan)