musibah dan kalimat istirja’ perspektif tafsir corak...

69
MUSIBAH DAN KALIMAT ISTIRJA’ PERSPEKTIF TAFSIR CORAK KALAM DAN SUFI (Kajian Surah Al-Baqarah Ayat 155-157) Skripsi Diajukan Kepada Fakultas Ushuluddin Untuk Memenuhi Syarat-Syarat Mencapai Gelar Sarjana Agama (S.Ag) Oleh: Nisa Fathunnisa NIM. 1113034000094 PROGRAM STUDI ILMU AL-QUR’AN DAN TAFSIR FAKULTAS USHULUDDIN UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA 2019

Upload: others

Post on 26-Jan-2020

28 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

Page 1: MUSIBAH DAN KALIMAT ISTIRJA’ PERSPEKTIF TAFSIR CORAK …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/48216/1/Nisa Fathunnisa.pdf · Musibah adalah sesuatu yang memberikan

MUSIBAH DAN KALIMAT ISTIRJA’ PERSPEKTIF

TAFSIR CORAK KALAM DAN SUFI

(Kajian Surah Al-Baqarah Ayat 155-157)

Skripsi

Diajukan Kepada Fakultas Ushuluddin

Untuk Memenuhi Syarat-Syarat Mencapai

Gelar Sarjana Agama (S.Ag)

Oleh:

Nisa Fathunnisa

NIM. 1113034000094

PROGRAM STUDI ILMU AL-QUR’AN DAN TAFSIR

FAKULTAS USHULUDDIN

UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH

JAKARTA

2019

Page 2: MUSIBAH DAN KALIMAT ISTIRJA’ PERSPEKTIF TAFSIR CORAK …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/48216/1/Nisa Fathunnisa.pdf · Musibah adalah sesuatu yang memberikan
Page 3: MUSIBAH DAN KALIMAT ISTIRJA’ PERSPEKTIF TAFSIR CORAK …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/48216/1/Nisa Fathunnisa.pdf · Musibah adalah sesuatu yang memberikan
Page 4: MUSIBAH DAN KALIMAT ISTIRJA’ PERSPEKTIF TAFSIR CORAK …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/48216/1/Nisa Fathunnisa.pdf · Musibah adalah sesuatu yang memberikan
Page 5: MUSIBAH DAN KALIMAT ISTIRJA’ PERSPEKTIF TAFSIR CORAK …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/48216/1/Nisa Fathunnisa.pdf · Musibah adalah sesuatu yang memberikan

i

ABSTRAK

Nisa Fathunisa: Musibah dan Kalimat Istirja’ Perspektif Tafsir Corak

Kalam dan Sufi. (Kajian QS. al-Baqarah [2]: 155-157.

Musibah adalah sesuatu yang memberikan dampak negatif bagi

keberlangsungan hidup manusia. Ketika seorang muslim ditimpa musibah

maka kalimat yang terucap adalah innā lillāhi wa innā ilaihi rāji’ūn.

Kalimat ini disebut kalimat istirja’. Pemahaman tentang musibah dan

kalimat istirja’ ini berbeda-beda setiap mazhab. Karena itu, penting

penulis meneliti musibah dan kalimat istirja’ perspektif mufassir corak

kalam.

Dalam penelitian ini penulis menggunakan metode penelitian

kepustakaan (library research) yaitu menggali informasi dari buku-buku,

jurnal dan dokumen-dokumen yang memiliki kaitan dengan judul penulis.

Penulis menggunakan tiga kitab tafsir dari mazhab yang berbeda, yaitu

Tafsir al-Kasysyāf karya Zamakhsyari (Muktazilah), al-Jāmi’ li ahkām al-

Qur’ān karya al-Qurṭubi (Sunni), Lathāif al-Isyārāt karya al-Qusyairi (Sufi). Analisis data dalam penelitian ini menggunakan deskriptif-analisis

dan deskriptif-komparatif.

Hasil penelitan ini menunjukkan bahwa mufassir Muktazilah

menganggap musibah sebagai cara Allah mengukur keimanan seseorang.

Mufassir sunni mengangap semua musibah adalah ujian, baik itu musibah

yang baik maupun buruk. Sedangkan mufassir sufi memaknai musibah

sebagai cara Allah melihat kesabaran seseorang. Kalimat istirja’ menurut

mufassir muktazilah adalah kalimat yang menunjukkan kepasrahan kepada

Allah. Mufassir sunni berpandangan bahwa kalimat pegangan bagi orang

yang terkena musibah yang mengandung dua pengakuan, yaitu pengakuan

dan penetapan akan keesaan Allah dan pengakuan bahwa segala sesuatu

akan kembali kepada-Nya. Adapun mufassir sufi hanya menjelaskan

seharusnya menghadapinya dengan sabar, syukur, gembira, dan rasa

bangga.

Keynote: Musibah, Istirja’, Muktazilah, Sunni, Sufi.

Page 6: MUSIBAH DAN KALIMAT ISTIRJA’ PERSPEKTIF TAFSIR CORAK …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/48216/1/Nisa Fathunnisa.pdf · Musibah adalah sesuatu yang memberikan

ii

KATA PENGANTAR

Alhamdulillah penulis panjatkan puji syukur atas nikmat yang

Allah berikan dan kehadiratnya Allah SWT. Yang memberikan nikmat

sehat jasmani maupun rohani serta hidayah dan inayah-Nya sehingga

penulis dapat menyeleseikan penyusunan skripsi ini dengan judul “

MUSIBAH DAN KALIMAT ISTIRJA’ PERSEPEKTIK CORAK

KALAM DAN SUFI (Kajian surat Al-Baqarah Ayat 155-156).

Sholawat serta salam tak lupa juga penulis junjungkan kepada baginda

Nabi Muhammad s.a,w. serta kepada keluarga dan para sahabat aamin

allahumma aamiin.

Skripsi ini di ajukan sebagai salah satu syarat untuk mengikuti

ujian munaqasyah guna memperoleh gelar Sarjana Agama Jurusan Ilmu

al-Qur’an dan Tafir ( IQTAF) di Fakultas Ushuluddin Universitas Islam

Negeri Jakarta Syarif Hidayatullah. Penulis menyadari bahwa dalam

penyusunan skripsi ini tentu masih jauh dengan kesempurnaan dan masih

banyak kekurangan, baik dari tekhnik penyusunan dan kosakata yang

tertulis, maupun dari isi pembahasan yang ada dalam skripsi ini. Untuk itu

kritik dan saran yang sifatnya membangun sangat penulis harapkan untuk

perbaikan dan kesempurnaan dalam skripsi ini.

Dalam penyeleseian skripsi ini, penulis banyak memperoleh

bantuan serta bimbingan dari berbagai piha. Untuk itu,dengan penuh rasa

hormat penulis menyampaikan terimakasih yang sebesar-besarnya kepada:

1. Prof. Dr. Hj. Amany Lubis, MA selaku Rektor Universitas Islam

Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta yang telah memberikan

kesempatan untuk belajar dan menuntut ilmu pada Program

Page 7: MUSIBAH DAN KALIMAT ISTIRJA’ PERSPEKTIF TAFSIR CORAK …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/48216/1/Nisa Fathunnisa.pdf · Musibah adalah sesuatu yang memberikan

iii

Sarjana Jurusan Studi Ilmu al-Qur’an dan Tafsir ( IQTAF) di

Fakultas Ushuluddin.

2. Dr,Yusuf Rahman , M.A. selaku Dekan Fakultas Ushuluddin UIN

Syarif Hidayatullah Jakarta.

3. Dr. Eva Nugraha, MA selaku ketua Jurusan di Fakultas

Ushuluudin pada bidang al-Qur’an dan Tafsir ( IQTAF) yang telah

membantu dan memberi saya kesempatan dalam penyusunan

Skripsi.

4. Fahrizal Mahdi, LC,MIRKH selaku Sekretaris Jurusan Ilmu al-

Qur’an dan Tafsir (IQTAF) yang sudah membantu dalam prosedur

Skripsi.

5. Hasanuddin Sinaga, MA Selaku Dosen Penasehat yang telah

banyak memberi saya pengetahuan bagaimana menentukan kata-

kata yang benar dalam penulisan proposal skripsi serta judul yang

bagus.

6. Dr. Eva Nugraha, MA Selaku Dosen penguji proposal yang selalu

sabar memberi arahan serta pertanyaan-pertanyaan dalam

menentukan judul yang baik untuk melanjutkan penulisan skripsi

ini.

7. Muslih.M. A.g selaku Dosen Pembimbing yang selalu saya

lontarkan dengan banyak dan berbagai pertanyaan dalam penulisan

skripsi ini hingga selesainya bimbingan skripsi dengan beliau

hingga saya dapat melanjutkan sidang dengan penguji skripsi

berikutnya.

8. Bapak dan Ibu Dosen Fakultas Ushuluddin UIN Syarif

Hidayatullah Jakarta yang tidak bisa saya sebutkan satu persatu

Nama para Dosen yang saya hormati dengan tulus memberikan

Page 8: MUSIBAH DAN KALIMAT ISTIRJA’ PERSPEKTIF TAFSIR CORAK …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/48216/1/Nisa Fathunnisa.pdf · Musibah adalah sesuatu yang memberikan

iv

ilmu pengetahuan serta wawasan yang luas mengenai segala aspek

keilmuan selama penulis mengikuti perkuliahan.

9. Tercintah dan terkasih serta tersayang penulis banggakan untuk

Kedua Orang tua ibu (Ibu Roisah) dan bapak ( Bapak Ahyar) yang

penulis sayangi dan selalu penulis rindukan tak ada kata-kata lagi

bisa penulis ungkapkan selain ucapan terimakasih yang

memberikan materi serta doa-doa yang selalu di panjatkan untuk

penulis agar segera selesai, dan tak lupa kakak-kakak penulis

Hotimah, Dhohiri,Wahadi, Sohiroh,

10. Teruntuk Teman-Teman penulis ankgkatan 2013 yang sudah

banyak memberi semangat serta motivasi yang banyak untuk

penulis agar tidak malas dalam penyusunan skripsi

11. Teruntuk Nurul Hasanah, Yayah Fauziah, Helmi faridhatun, Nita

Nurningsih, Siti Zulaikha, Arizki, Sakinah, Lia Lianti, telah

mendungkung dan memotivasi penulis dalam penysunan skripsi.

12. Keponakna penulis yang telah mengisi hari-hari penulis skripsi ini

jadi santai dan tersenyum karena mengingingat wajah-wajah

keponakan penulis yang lucu dan imut yaitu, Anna Attabi’ul

musyafa, Tadzkia Adilla Ramadhani, Zhafran Bathin Putra, Alivia

Rahma, Ahmad Muhlis Amin, Zahiran dan Bassam.

13. Seluruh pihak yang telah membantu proses kuliah penulis dan

proses skripsi ini yang tidak mungkin penulis sebut satu persatu

Akhir kata, semoga skripsi ini bermanfaat bagi semua pihak.

Penulis menyadari masih ada kekurangan dalam pelaksanaan skripsi ini.

Untuk itu, penulis menerima segala saran dan kritikan demi perbaikan dan

kemajuan penelitian dimasa mendatang. Terima kasih.

Page 9: MUSIBAH DAN KALIMAT ISTIRJA’ PERSPEKTIF TAFSIR CORAK …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/48216/1/Nisa Fathunnisa.pdf · Musibah adalah sesuatu yang memberikan

v

DAFTAR ISI

ABSTRAK ............................................................................................... i

KATA PENGANTAR ............................................................................ ii

DAFTAR ISI ........................................................................................... v

PEDOMAN TRANSLITERASI ........................................................... vii

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah ...................................................... 1

B. Pembatasan dan Perumusan Masalah .................................. 6

C. Tujuan Penelitian ................................................................ 7

D. Manfaat Penelitian ............................................................... 7

E. Kajian Pustaka ..................................................................... 8

F. Metode Penelitian ............................................................... 10

G. Sistematika Penulisan ......................................................... 11

BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG MUSIBAH DAN ISTIRJA’

A. Pengetian Musibah dan Istirja’ .......................................... 13

B. Macam-macam Musibah .................................................... 16

C. Gambaran Al-Qur’an tentang Bencana .............................. 18

D. Hikmah Adanya Musibah ................................................... 20

BAB III BIOGRAFI MUFASSIR

A. Profil Zamakhsyari ............................................................. 22

B. Profil Al-Qurṭubi ................................................................ 31

C. Profil Al-Qusyairi ............................................................... 35

BAB IV MUSIBAH DAN KALIMAT ISTIRJA’ MENURUT

MUFASSIR TEOLOGIS DAN SUFI

A. Teks Arab dan Terjemah Surah Al-Baqarah 155-157 ..... 38

B. Musibah dan Kalimat Istirja’ Menurut Zamakhsyari ...... 38

C. Musibah dan Kalimat Istirja’ Menurut Al-Qurṭubi ......... 41

D. Musibah dan Kalimat Istirja’ Menurut Al-Qusyairi ........ 45

Page 10: MUSIBAH DAN KALIMAT ISTIRJA’ PERSPEKTIF TAFSIR CORAK …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/48216/1/Nisa Fathunnisa.pdf · Musibah adalah sesuatu yang memberikan

vi

E. Analisis Atas Musibah dan Kalimat Istirja’ ................... 47

BAB V PENUTUP

A. Kesimpulan ...................................................................... 52

B. Saran-saran ....................................................................... 53

DAFTAR PUSTAKA ............................................................................ 54

Page 11: MUSIBAH DAN KALIMAT ISTIRJA’ PERSPEKTIF TAFSIR CORAK …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/48216/1/Nisa Fathunnisa.pdf · Musibah adalah sesuatu yang memberikan

vii

PEDOMAN TRANSLITERASI

A. Konsonan

Huruf Arab Huruf Latin Keterangan

Tidak dilambangkan ا

b be ب

t te ت

ts te dan es ث

j je ج

ḥ h dengan garis bawah ح

kh ka dan ha خ

d da د

dz de dan zet ذ

r er ر

z zet ز

s es س

sy es dan ye ش

ṣ es dengan garis bawah ص

ḍ de dengan garis bawah ض

ṭ te dengan garis bawah ط

zh zet dengan garis bawah ظ

,Koma terbalik ke atas ع

Page 12: MUSIBAH DAN KALIMAT ISTIRJA’ PERSPEKTIF TAFSIR CORAK …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/48216/1/Nisa Fathunnisa.pdf · Musibah adalah sesuatu yang memberikan

viii

menghadap ke kanan

gh ge dan ha غ

f ef ف

q ki ق

k ka ك

l el ل

m em م

n en ن

w we و

يه h ha

apostrof ء

y ye

B. Vokal

Vokal dalam bahasa Arab, seperti bahasa Indonesia, terdiri

dari vokal tunggal dan vokal rangkap atau diftong. Untuk vokal

tunggal alih aksaranya adalah sebagai berikut:

Tanda Vokal Arab Tanda Vokal Latin Keterangan

a Fatḥah

i Kasrah

u Dhammah و

Adapun vokal rangkap, ketentuan alih aksaranya sebagai

berikut:

Page 13: MUSIBAH DAN KALIMAT ISTIRJA’ PERSPEKTIF TAFSIR CORAK …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/48216/1/Nisa Fathunnisa.pdf · Musibah adalah sesuatu yang memberikan

ix

Tanda Vokal Arab Tanda Vokal Latin Keterangan

ai a dan i

au a dan u و

C. Vokal Panjang (Madd)

Ketentuan alih aksara vokal panjang (madd) yang dalam

bahasa Arab dilambangkan dengan harakat dan huruf, adalah sebagai

berikut:

Tanda Vokal Arab Tanda Vokal Latin Keterangan

ā a dengan garis di atas ىا

ī i dengan garis di atas

ىوى ū u dengan garis di atas

D. Kata Sandang

Kata sandang, yang dalam sistem aksara Arab dilambangkan

dengan huruf yaitu alif dan lam, dialih aksara menjadi huruf /l/ baik

diikuti oleh huruf syamsyiah maupun qamariyah. Contoh: al-rijāl

bukan ar-rijāl, al-dīwān bukan ad-dīwān.

E. Syaddah (Tasydid)

Syiddah atau tasydid yang dalam sistem Arab dilambangkan

dengan sebuah tanda, dalam alih aksara ini dilambangkan dengan

huruf, yaitu dengan menggandangkan huruf yang diberi tanda syiddah

itu. Akan tetapi, hal itu tidak berlaku jika huruf yang menerima tanda

syiddah itu terletak setelah kata sandang yang diikuti oleh huruf-huruf

syamsyiah. Misalnya yang secara lisan berbunyai aḍ-ḍauurah, tidak

ditulis “aḍ-ḍaūrah”, melainkan “al-ḍarūrah”, demikian seterusnya.

Page 14: MUSIBAH DAN KALIMAT ISTIRJA’ PERSPEKTIF TAFSIR CORAK …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/48216/1/Nisa Fathunnisa.pdf · Musibah adalah sesuatu yang memberikan

x

F. Ta Marbûtah

Berkaitan dengan alih aksara ini, jika hurf ta marbûtah

terdapat pada kata yang berdiri sendiri, maka huruf tersebut dialih

aksarakan menjadi huruf /h/ (lihat contoh 1 di bawah ini). Hal yang

sama juga berlaku jika ta marbūṭah tersebut diikuti oleh kata sifat

(na’t) (lihat contoh 2). Akan tetapi, jika huruf ta marbūṭah tersebut

diikuti oleh kata benda (isim), maka huruf tersebut dialih aksarakan

menjadi huruf /t/ (lihat contoh 3).

No Kata Arab Alih Aksara

ṭarīqah طرقة 1

al-jāmī‘ah al-islāmiyyah الجامعة اإلسالمة 2

waḥdat al-wujūd وحدة الوجود 3

Page 15: MUSIBAH DAN KALIMAT ISTIRJA’ PERSPEKTIF TAFSIR CORAK …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/48216/1/Nisa Fathunnisa.pdf · Musibah adalah sesuatu yang memberikan

1

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Akhir-akhir ini bencana alam marak terjadi di

Indonesia. Mulai gempa bumi berkekuatan 7 SR di Lombok,

tsunami di Donggala-Palu, sampai banjir di Papua. Bencana

tersebut mengakibatkan kerusakan rumah, kehilangan harta-

benda, dan hilangnya nyawa. Jika dilihat dari definisinya,

bencana dapat disebabkan faktor alam, campur tangan

manusia, atau kombinasi antar keduanya. Sebagaimana

definisi yang dikemukakan oleh S. Arie Priambodo dalam

bukunya Panduan Praktis Menghadapi Bencana, yaitu “suatu

kejadian alam, buatan manusia, atau perpaduan antara

keduanya yang terjadi secara tiba-tiba dan mengakibatkan

dampak negatif yang dahsyat bagi kelangsungan kehidupan.”1

Mengenai bencana-bencana yang terjadi di dunia, Al-

Qur’an menyebutkan bentuk-bentuk bencana yang terjadi.

Misalnya, guncangan atau gempa bumi yang dahsyat (QS. al-

Zalzalah [99]: 1-2), kerusakan yang terjadi di darat dan lautan

(QS. ar-Rūm [30]: 41), angin taufan (QS. al-A’rāf [7]: 133),

banjir bandang (QS. al-Ankabūt [29]: 14), dan masih banyak

lagi ayat yang berbicara mengenai bencana alam.

Musibah merupakan ujian atau peringatan yang

diberikan Allah SWT kepada hamba-Nya. Kuat atau lemahnya

1 S. Arie Priambodo, Panduan Praktis Menghadapi Bencana

(Yogyakarta: Kanisius, 2009) h. 22

Page 16: MUSIBAH DAN KALIMAT ISTIRJA’ PERSPEKTIF TAFSIR CORAK …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/48216/1/Nisa Fathunnisa.pdf · Musibah adalah sesuatu yang memberikan

2

iman seseorang terlihat dari bagaimana menyikapai setiap

bencana yang ditimpakan kepadanya. Para mufassir telah

mendefinisikan tentang musibah, Hamka, misalnya,

mengatakan bahwa musibah adalah bencana, baik bencana

besar yang terjadi pada alam, seperti gunung meletus, banjir,

gempa bumi, maupun bencana kecil yang terjadi pada manusia

seperti sakit dan tenggelam.2

Sedangkan al-Baiḍāwi mengatakan bahwa musibah

merupakan semua kemalangan yang dibenci dan menimpa

umat manusia.3 Muhammad Ali al-Ṣābūnī mengatakan bahwa

musibah adalah semua peristiwa yang menyedihkan dan

menyakitkan orang mukmin, baik berupa kehilangan harta,

mengidap penyakit atau ditinggal orang-orang yang dicintai.4

Selain menimbulkan dampak negatif bagi

kelangsungan hidup manusia, musibah atau bencana juga

memiliki dampak positif bagi kadar keimanan seorang hamba.

Mislanya, dengan adanya musibah, seorang hamba bisa

semakin dekat dengan Rabb-nya. Dengan mendekatkan diri

atau kembali kepada Allah (inabah) seorang hamba akan

merasakan manisnya iman.5

2 Hamka, Tafsir Al-Azhar, Juz XXXVII (Jakarta: Pustaka

Panjimas, t.t) h. 299. 3 al-Baiḍāwī, Tafsīr al-Baiḍāwī, (Beirut: Dar al-Fikr, t.t) juz 1, h.

431. 4 Muhammad Ali al-Ṣābūnī, Ṣafwah al-Tafāsir, terj. Yasin,

(Jakarta: Pustaka Al-Kautsar, 2011), jilid 1, cet. 1, h. 202. 5 Ridwan Kusuma, “Pemahaman Mahasiswa Tafsir Hadits atas

Ayat-Ayat Musibah,” (Skripsi Fakultas Ushuluddin, UIN Syarif

Hidayatullah Jakarta, 2017), h. 33.

Page 17: MUSIBAH DAN KALIMAT ISTIRJA’ PERSPEKTIF TAFSIR CORAK …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/48216/1/Nisa Fathunnisa.pdf · Musibah adalah sesuatu yang memberikan

3

Ketika seseorang ditimpa musibah, kalimat yang

sepontan diucapkan adalah potongan ayat surah al-Baqarah

ayat 156 yang berbunyi ن جعو ه ر ي وإنا إل ه لل إنا (Sesungguhnya

kami milik Allah dan hanya kepada-Nyalah kami kembali).

Potongan ayat di atas disebut dengan kalimat istirja’,6

potongan ayat yang sering diucapkan kaum muslim selain

potongan surah al-Fatihah, yaitu alhamdu lillāh. Dari segi

sosial, penggunaan potongan ayat surah al-Baqarah ini lebih

sering diucapkan ketika ada orang yang meninggal dunia.

Contohnya bisa dilihat pada iklan kematian di koran-koran, di

kaver buku surah Yāsīn, dan ucapan secara langsung kaum

muslim ketika mendengar ada orang yang meninggal dunia.

Jika diteliti lebih dalam, penggunaan potongan ayat ini

seolah-olah direduksi. Padahal, jika membaca ayat ini secara

utuh, maka penggunaannya tidak hanya pada orang yang

meninggal dunia. Tapi, musibah-musibah lain seperti rasa

takut, kelaparan, kekurangan harta, dan buah-buahan juga

termasuk musibah yang harusnya ditanggapi dengan kalimat

istirja’ ini.

لونكم فسوٱلن لٱلمو نم ون قص عوٱلجو ٱلخوفم نء بشيولن ب

هم نإذاأص لذي ٱ﴾٥١١﴿نبري ٱلص وبش روٱلثمر ت قالوا ة بي مصب ت

﴾٥١١﴿نجعو ر إليهوإناهلل إناArtinya: “Dan sungguh akan Kami berikan cobaan kepadamu,

dengan sedikit ketakutan, kelaparan, kekurangan harta, jiwa

6 Muhammad al-Manibi al-Hanbali, Menghadapi Musibah

Kematian. Penerjemah Muhammad Suhadi (Jakarta: Penerbit Hikmah,

2007) h. 24

Page 18: MUSIBAH DAN KALIMAT ISTIRJA’ PERSPEKTIF TAFSIR CORAK …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/48216/1/Nisa Fathunnisa.pdf · Musibah adalah sesuatu yang memberikan

4

dan buah-buahan. Dan berikanlah berita gembira kepada

orang-orang yang sabar. (yaitu) orang-orang yang apabila

ditimpa musibah, mereka mengucapkan, Inna lillaahi wa innaa

ilaihi raaji'uun.” (QS. al-Baqarah [2]: 155-156)

Para mufasir tidak menkhususkan penggunaan kalimat

istirja’ hanya ketika terjadi musibah kematian saja. Ibn Katsīr,

misalnya, dalam menjelaskan ayat ini mengutip hadis yang

diriwayatkan oleh Muslim yang mengatakan bahwa,

“Tidaklah seorang hamba ditimpa suatu musibah maka

ucapkanlah innā lillāhi wa innā ilaihi rājiʻūn.”7

Tidak berbeda dengan Ibn Katsīr, al-Sya’rāwī

mengatakan bahwa musibah apa pun yang dialami oleh

manusia hendaknya mengucapkan kalimat innā lillāhi wa innā

ilaihi rājiūn, lalu ditambah dengan doa ني في مصي بتي الل هم أ جر

لف لي خي ر من ها Ya Allah, karuniakanlah padaku pahala dalam) واخ

musibah yang menimpaku dan berilah aku ganti yang lebih

baik daripadanya).8

Pandangan kaum muslim tentang musibah sangat

beragam. Ada yang mengatakan bahwa musibah terjadi karena

ada andil manusia, ada juga yang mengatakan bahwa setiap

musibah yang terjadi di muka bumi merupakan takdir yang

telah digariskan oleh Allah SWT. Dua pandangan ini dalam

perspektif teologis (ilmu kalam) dikelompokkan pada dua

pemahaman, yaitu qadariyah dan jabariyah. Dari segi

7 Abi al-Fida’ Ismāʻīl bin Umar bin Katsīr al-Qurasy al-Dimasyqī,

Tafsīr al-Qur’ān al-Azhīm (Beirut: Dar Ibnu Jazm, 2000), h 223. 8 Muhammad Mutawalli al-Sya’rāwi, Tafsīr al-Sya’rāwi

(Qahirah: Dar Akhbar al-Yaum, 1991), h. 665.

Page 19: MUSIBAH DAN KALIMAT ISTIRJA’ PERSPEKTIF TAFSIR CORAK …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/48216/1/Nisa Fathunnisa.pdf · Musibah adalah sesuatu yang memberikan

5

teologis, qadariyah menganggap bahwa manusia bebas

menentukan hidupnya dan memiliki kekuatan sendiri untuk

melakukan hal-hal yang diinginkan. Sedangakan kaum

jabariyah mengatakan bahwa manusia tidak memiliki

kekuatan dan kebebasan menentukan hidupnya. Semua yang

terjadi di dunia ini merupakan kehendak Allah. 9

Lantas, bagaimana pandangan orang-orang

Muktazilah yang dikenal dengan aliran kalam yang

memandang segala sesuatu lebih filosofis. Apakah ketika

mereka terkena musibah akan mengucapkan kalimat istirja’

atau tidak? Salah satu kitab tafsir yang populer di kalangan

Muktazilah adalah al-Kasysyāf10 yang ditulis oleh

Zamakhsyari. Zamakhsyari ketika menafsirkan surah al-

Baqarah ini mengutip hadis yang diriwayatkan oleh Abu

Dawūd yang mengatakan bahwa, ketika pelita Rasulullah saw

padam beliau mengucapkan innā lillāhi wa innā ilaihi rājiūn.

Lantas beliau ditanya, “Apakah itu termasuk musibah?”

Rasulullah saw bersabda, “Benar! Segala sesuatu yang

menyakiti setiap muslim adalah musibah.”11 Pandangan

Zamakhsyari tentang musibah tidak terpaku pada kematian

saja, bahkan apa pun bentuknya jika menyakiti seorang

9 Harun Nasution, Teologi Islam, Aliran-aliran Sejarah Analisis

Perbandingan (Jakarta: UI-Press, 1986) h. 33. 10 Muhammad Husain al-Zahabi menyebutkan tiga kitab tafsir

yang populer di kalangan Muktazilah, yaitu Tanzīh al-Qur’ān ‘an al-

Maṭāini karya al-Qāḍi ‘Abd al-Kabbār, Amalī al-Syarīf al-Mustaḍā karya

Abu al-Qāsim ‘Ali bin Ṭāhir Abi Ahmad al-Husain bin Mūsa al-Kāzhimi,

dan Al-Kasysyāf karya Zamakhsyari. (Lihat Tafsīr wa al-Mufassirūn) 11 Abi Al-Qāsim Jārullah Mahmud bin Umar al-Zamakhsyari,

Tafsīr al-Kasysyāf (Beirut: Dar Al-Marefah, 2009) h. 104.

Page 20: MUSIBAH DAN KALIMAT ISTIRJA’ PERSPEKTIF TAFSIR CORAK …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/48216/1/Nisa Fathunnisa.pdf · Musibah adalah sesuatu yang memberikan

6

muslim dapat dikatagorikan sebagai musibah yang patut

direspond dengan kalimat istirja’.

Begitu juga kaum Sunni yang dikenal teguh

memegang prinsip-prisnip agama, yaitu Al-Qur’an, hadis, dan

qaul sahabat. Apakah mereka juga menjadikan kalimat istirja’

ini sebagai kalimat yang pertama kali terucap ketika ditimpa

suatu musibah? Dan, bagaiaman juga pandangan kaum sufi

tentang ayat ini?

Dalam penelitian ini penulis menggunakan tiga kitab

tafsir dari latar teologi yang berbeda. Untuk meneliti lebih

jauh tentang surah al-Baqarah [2]: 155-157 ini penulis

menggunakan tafsir Muktazilah, yaitu Al-Kasysyāf karya

Zamakhsyari, tafsir sunni, yaitu al-Jāmi’ li Ahkām al-Qur’ān

karya Al-Qurṭubi, dan tafsir yang bercorak sufi, yaitu Laṭāif

al-Isyārāt karya al-Qusyairi.

Karena itu, penulis merasa perlu melacak ulang

bagaimana cara pandang tafsir-tafsir yang bercorak kalam di

atas yang membahas tentang surah al-Baqarah [2]: 155-157

ini. Oleh sebab itu, penulis mengangkat judul: MUSIBAH

DAN KALIMAT ISTIRJA’ PERSPEKTIF TAFSIR

CORAK KALAM & SUFI. (Kajian QS. al-Baqarah [2]:

155-157)

B. Pembatasan dan Perumusan Masalah

1. Pembatasan Masalah

Dari latar belakang di atas, perlu membuat batasan

masalah agar pembahasan dalam skripsinya tidak meluas.

Page 21: MUSIBAH DAN KALIMAT ISTIRJA’ PERSPEKTIF TAFSIR CORAK …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/48216/1/Nisa Fathunnisa.pdf · Musibah adalah sesuatu yang memberikan

7

Adapun batasan masalah dalam penelitian ini adalah

mengkaji surah al-Baqarah [2]: 155-157 menggunakan

Tafsir al-Kasysyāf karya Zamakhsyari (Muktazilah),

Tafsir Al-Jāmi’ li Ahkām al-Qur’ān karya al-Qurṭubi

(Sunni), dan Tafsir Laṭāif al-Isyārāt karya al-Qusyairi

(Sufi).

2. Perumusan Masalah

Dari pembatasan masalah tersebut, maka perlu adanya

perumusan masalah. Perumusan masalah dalam

penelitian ini adalah: Bagaimana cara pandang tafsir

Muktazilah, Sunni, dan Sufi terhadap musibah dan

kalimat istirja’?

C. Tujuan Penelitian

Subjek aktivitas yang ditulis oleh seseorang tentu

memiliki tujuan tersendiri. Sama halnya dengan penelitian ini.

Berdasarkan latar belakang, pembatasan, dan perumusan

masalah yang diuraikan di atas, maka tujuan penelitian ini

adalah:

1. Mengidentifikasi musibah apa saja yang bisa direspon

dengan kalimat istirja’.

2. Meninjau pandangan tafsir-tafsir yang bercorak kalam

terhadap surah al-Baqarah [2]: 155-157.

3. Memperoleh gelar Sarjana Agama (S.Ag)

D. Manfaat Penelitian

Adapun manfaat dari penelitian ini adalah:

Page 22: MUSIBAH DAN KALIMAT ISTIRJA’ PERSPEKTIF TAFSIR CORAK …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/48216/1/Nisa Fathunnisa.pdf · Musibah adalah sesuatu yang memberikan

8

1. Diharapkan dari penelitian ini akan menambah khazanah

pengetahuan tentang penggunaan kalimat istirja’.

2. Diharapkan dari penelitian ini bermanfaat bagi pembaca

yang ingin mengetahui perspektif tafsir corak kalam

mengenai surah al-Baqarah [2]: 155-157 tentang

musibah.

E. Kajian Pustaka

Penulis menemukan beberapa tulisan berbentuk

skripsi di UIN Syarif Hidayatullah Jakarta dan jurnal yang

membahas tentang musibah atau bencana, di antaranya:

“Pemahaman Mahasiswa Tafsir Hadits atas Ayat-ayat

Musibah,” karya Ridwan Kusuma, 2017. Skripsi ini

menjelaskan tentang bagaimana 10 pemahaman mahasiswa

Tafsir Hadits terhadap ayat-ayat musibah serta

mengaplikasikannya terhadap kehidupan mereka ketika

tertimpa musibah.

“Musibah Dalam Al-Qur’an: Studi Komparatif

Penafsiran Sayyid Qutb dan Ibn Katsīr Atas Surat al-Hadid

Ayat 22 dan 23,” karya Mutmainah, 2010, skripsi yang

menjelaskan musibah-musibah menurut dua tokoh ulama.

Perspektif al-Quran tentang Musibah (Telaah Tafsir

Tematik tentang Ayat-ayat Musibah), Karya Ade Tisa

Subrata, 2011, Fakultas Ushuluddin Jurusan Tafsir Hadits

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta. Dalam skripsi lebih banyak

membahs musibah secara keselurahan dan umum.

Page 23: MUSIBAH DAN KALIMAT ISTIRJA’ PERSPEKTIF TAFSIR CORAK …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/48216/1/Nisa Fathunnisa.pdf · Musibah adalah sesuatu yang memberikan

9

Musibah Menurut Kajian Surat al-Baqarah ayat 155-

157, karya Layli, 2003, Fakultas Ushuluddin UIN Syarif

Hidayatullah Jakarta. Dalam skripsi ini lebih banyak

membahas tentang bentuk-bentuk musibah sebagaimana yang

dijelaskan dalam surat al-Baqarah.

Penafsiran Ayat-ayat Musibah dalam Al-Qur’an (Studi

Analisis Penafsiran M. Quraish dalam Tafsir Al-Misbah),

karya Ainur Rozin, 2015, Fakultas Ushuluddin dan

Humaniora UIN Walisongo, Semarang. Dalam skripsi ini

berfokus pada pemikiran Quraish Shihab mengenai ayat-ayat

musibah.

Penafsiran Ayat-ayat Musibah Menurut Hamka dan

M. Quraish Shihab, karya M. Tohir, 2011, Fakultas

Pascasarjana UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta, dalam tesis ini

menjelaskan pandangan dua ulama tentang musibah, yaitu

Buya Hamka dan M. Quraish Shihab.

Teologi Bencana dalam Perspektif Al-Qur’an, UIN

Sunan kalijaga, journal yang ditulis oleh Abdul Mustaqim ini

membahas tentang 11 pandangan masyarakat tentang

bencana, mulai yang terkesan sinis, pesimis, hingga yang sarat

dengan muatan politis.

Makna Bencana Menurut Al-Qur’an: (Kajian

Fenomena Terhadap Bencana di Indonesia, LITBANG

Kemenag Pusat Jakarta Indonesia, Jurnal yang ditulis oleh

Abdul Hakim ini membahas bencana dalam Al-Qur’an telah

disebutkan dengan berbagai macam makna, antara lain

Page 24: MUSIBAH DAN KALIMAT ISTIRJA’ PERSPEKTIF TAFSIR CORAK …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/48216/1/Nisa Fathunnisa.pdf · Musibah adalah sesuatu yang memberikan

10

musibah, bala/ujian, fitnah/cobaan. Musibah yang menimpa

dapat diakibatkan kesalahan manusia.

Penafsiran Ayat-ayat Musibah Dalam Al-Qur’an

(Kajian Tafsir Tahlili QS. Al-Baqarah [2]: 156-157) karya

Muhammad Shaleh, Universitas Islam Negeri Alauddin,

Makassar, membahas tentang ayat-ayat Musibah dalam Al-

quran, dan menggunakan metode pendekatan ilmu tafsir,

dengan corak sosial budaya. Pembahasan skripsi di atas

menjelaskan beberapa tentang musibah, akan tetapi yang

membedakan serta skripsi ini layak diangkat yaitu mencoba

menjelaskan bagaimana pemahaman mufassir yang berlatar

belakang teologi berbeda seperti Muktazilah, Sunni, dan Sufi.

F. Metode Penelitian

1. Jenis Penelitian

Penelitian ini menggunakan telaah pustaka (library

research). Penelitian kepustakaan memperoleh data dan

informasi dari buku, jurnal, arsip, dokumen dan tulisan

lainnya yang memiliki hubungan dengan tema yang sedang

diteliti.

2. Jenis Data

Ada dua jenis data dalam penelitian ini yaitu: data

primer dan data sekunder. Data primer adalah sumber

kepustakaan yang berasal dari sumber utama yang digunakan

dalam penelitian ini. Sedangakan data sekunder adalah data

pendukung yang berkaitan dengan tema penelitian ini. Adapun

data primer dalam penelitian ini adalah al-Qur’an al-Karim.

Page 25: MUSIBAH DAN KALIMAT ISTIRJA’ PERSPEKTIF TAFSIR CORAK …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/48216/1/Nisa Fathunnisa.pdf · Musibah adalah sesuatu yang memberikan

11

Sedangkan data sekundernya adalah Tafsir Al-Kasysyāf karya

Zamakhsyari, Tafsīr Al-Jāmi’ li Ahkāmi al-Qur’ān karya al-

Qurṭubi, dan Laṭāif al-Isyārāt karya al-Qusyairi.

3. Tekhnik Pengumpulan Data

Teknik pengumpulan data dalam penelitian ini adalah

dengan mencari sumber-sumber yang mendukung tema yang

penulis angkat. Dalam hal ini penulis mencari informasi

melalui buku-buku, jurnal, dan media-meida cetak lain yang

mendukung.

4. Tekhnik Analisis Data

Dalam penelitian ini penulis menggunakan metode

deskriptif-analisis, yaitu metode yang menjelaskan data apa

adanya Selain itu, penulis juga menggunakan pendekatan

teologis atau ilmu kalam dalam menelaah penelitian ini.

5. Teknik Penulisan

Adapun teknik penulisan dalam penelitian ini merujuk

kepada buku pedoman Pedoman Penulisan Skripsi yang

diterbitkan oleh Fakultas Ushuluddin UIN Syarif Hidayatullah

Jakarta tahun 2017.

G. Sistematika Penulisan

Untuk memudahkan penyusun skripsi ini, penulis

membagi pembahasanya menjadi beberapa bab dengan

sistematika sebagai berikut:

Bab pertama adalah pendahuluan, bertujuan untuk

mengetahui latar belakang masalah penelitian, perumusan dan

pembatasan masalah, tujuan penelitian, manfaat penelitian,

Page 26: MUSIBAH DAN KALIMAT ISTIRJA’ PERSPEKTIF TAFSIR CORAK …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/48216/1/Nisa Fathunnisa.pdf · Musibah adalah sesuatu yang memberikan

12

metode penelitian yang digunakan, penelitian, teknik analisa

data, tinjauan pustaka, serta sistematika penulisan.

Bab kedua adalah tinjauan umum, bertujuan untuk

mengetahui definisi musibah dan istirja’, macam-macam

musibah, gambaran al-Qur’an tentang bencana dan istirja’,

dan hikmah adanya musibah.

Bab ketiga adalah biografi mufassir, bertujuan untuk

mengetahui profil Zamakhsyari, profil al-Qurṭubi, dan profil

al-Qusyairi.

Bab keempat adalah musibah dan kalimat istirja’

menurut mufassir teologis dan sufi, bertujuan untuk

mengetahui uraian teks Arab dan terjemah QS. al-Baqarah [2]:

155-157, musibah dan kalimat istirja’ menurut Zamakhsyari,

musibah dan kalimat istirja’ menurut al-Qurṭubi, musibah dan

kalimat istirja’ menurut al-Qusyairi, dan analisis.

Bab lima adalah bab terakhir yakni penutup.

Bertujuan untuk menguraikan kesimpulan penelitian dan

memberikan saran-saran untuk penelitian selanjutnya.

Page 27: MUSIBAH DAN KALIMAT ISTIRJA’ PERSPEKTIF TAFSIR CORAK …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/48216/1/Nisa Fathunnisa.pdf · Musibah adalah sesuatu yang memberikan

13

BAB II

TINJUAN UMUM

TENTANG MUSIBAH DAN ISTIRJA’

A. Pengertian Musibah dan Istirja’

Kata musibah diambil dari bahasa Arab, yaitu أصاب–

مصيبة -يصيب yang memiliki beberapa makna, di antaranya:

yang berarti mengenai sasaran, kadang berarti أصاب الغرض

memperoleh atau mendapatkan nikmat ( أصابة النعمة), bisa juga

berarti mengambil seperti lafaz أصاب من المال (mengambil

sebagian harta), dan dapat diartikan menimpa seperti lafaz

berikut 1.أصابته المصيبة Sedangkan menurut Kamus Besar

Bahasa Indonesia, musibah diartikan (1) kejadian (peristiwa)

menyedihkan yang menimpa, (2) malapetaka, atau bencana.2

Dalam Kamus Al-Munawwir, Arab-Indonesaia, kata

muṣībah diartikan dengan memperoleh, mencapai,

mengambil, mencabut sampai akarnya, dan membasmi.3

Menurut al-Qurṭubi, musibah adalah semua peristiwa

yang menyakiti kaum muslim. Hal ini dilandaskan hadis yang

menyatakan bahwa pada suatu malam lampu Rasulullah Saw

padam. Kemudian ia berkata, ‘Innā lillāhi wa innā ilaihi

rājiʻūn.’ Ditanyakan kepada Rasulullah, ‘Apakah itu termasuk

1 Syofrianisda, Tafsir Maudhu’iy, (Yogyakarta: Deepublish,

2015) h. 107.

2 Lihat Kamus Besar Bahasa Indonesai.

3 Lihat A.W. Munawwir, Kamus Al-Munawwir, Arab-Indonesia

(Surabaya: Pustaka Progresif, 1984) h. 800.

Page 28: MUSIBAH DAN KALIMAT ISTIRJA’ PERSPEKTIF TAFSIR CORAK …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/48216/1/Nisa Fathunnisa.pdf · Musibah adalah sesuatu yang memberikan

14

musibah, ya Rasulullah? Rasulullah Saw, ‘Iya, segala sesuatu

yang menyakiti adalah musibah.’4

Kata أصاب tidak hanya digunakan untuk hal yang

buruk, tapi dapat juga dipergunakan untuk hal yang baik. Hal

ini dikemukakan oleh Raghib al-Aṣfahānī. Sebagaimana

firman Allah SWT,

من أمرنا أخذنا قد وال ي قو بة مصي تصبك وإن تسؤهم إن تصبك حسنة .فرحون وهم وي ت ولوا ق بل

Artinya: Jika kamu mendapat suatu kebaikan, mereka menjadi

tidak senang karenanya; dan jika kamu ditimpa oleh sesuatu

bencana, mereka berkata: "Sesungguhnya kami sebelumnya

telah memperhatikan urusan kami (tidak pergi perang)" dan

mereka berpaling dengan rasa gembira. (QS. At-Taubah [9]:

50)

Dua kata تصبك pada ayat di atas berasal dari akar kata

tidak menunjukkan أصاب Jika dilihat, penggunaan kata .أصاب

kepada sesuatu yang buruk, tapi sebaliknya, penggunaannya

untuk hal yang baik.5

Sementara itu, Muhamad Sayyid Ṭanṭāwī memberikan

definisi bahwa kata musibah merupakan isim fa’il dari kata

iṣābah yang berarti kepedihan yang diterima oleh seseorang

disebabkan karena bencana yang menimpanya. Adapun Abu

Hayyan mendefinisikan musibah lebih terperinci, yaitu

4 Muhammad al-Manjibi al-Hanbali, Menghadapi Musibah

Kematian, terj. Muhammadi Suhadi (Jakarta: Hikmah, 2007) h. 4.

5 Muhammad al-Manjibi al-Hanbali, Menghadapi Musibah

Kematian, terj. Muhammadi Suhadi (Jakarta: Hikmah, 2007) h. 108.

Page 29: MUSIBAH DAN KALIMAT ISTIRJA’ PERSPEKTIF TAFSIR CORAK …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/48216/1/Nisa Fathunnisa.pdf · Musibah adalah sesuatu yang memberikan

15

“kepedihan atau kesedihan yang besar atau kecil menimpa

seseorang, baik pada diri, harta, dan keluarganya.”6

Dari beberapa pengertian musibah yang dikemukakan

di atas dapat ditarik garis besarnya bahwa musibah merupakan

sesuatu yang ditimpakan kepada manusia, baik musibah itu

kecil atau pun besar, menimpa pada diri, harta, atau keluarga,

dan membawa kepedihan serta kesedihan.

Adapun kata istirja’ merupakan kata akronim. Asal

katanya adalah ( واسترجاع -واست رجع –رجع ). Karena bentuk

katanya akronim, maka kalimat dasarnya adalah ( إنا لله وإنا إليه

Dalam kamus Lisān al-‘Arab disebutkan makna kata 7.(راجعون

istirja’ yaitu diambil dari asal kata ا -يرجع –رجع رجع yang

berarti kembali atau menyerahkan diri. Kata ع ترج bermakna

penyerahan diri seorang hamba ketika tertimpa musibah.

Sedangkan kalimat istirja’ adalah 8.انا لله وانا اليه راجعون

Kalimat istirja’ merupakan kalimat yang diajarkan

oleh Allah khusus kepada umat Islam. Ketika umat-umat

terdahulu mendapat musibah, mereka tidak mengucapkan

kalimat yang memiliki makna istirja’. Hal ini dapat dilihat

ketika Nabi Yakub kehilangan anak kesayangannya, Yusuf.

6 Muhammad al-Manjibi al-Hanbali, Menghadapi Musibah

Kematian, terj. Muhammadi Suhadi (Jakarta: Hikmah, 2007) h. 109.

7 Akronim merupakan proses pemendekan yang menggabungkan

huruf atau suku kata atau bagian lain yang ditulis atau dilafalkan sebagai

sebuah kata yang sedikit banyak memenuhi kaidah fonotaktik Indonesia.

(Lihat Syamsul Hadi, “Akronim dalam Bahasa Arab: Pembahasan Seputar

Perkembangan Mutakhir dalam Bahasa Arab Seri iv”, dalam Humaniora,

vol. xii, No. 3, (2000): 254)

8 Abi al-Faḍl Jamal al-Dīn Muhammad bin Mukarram ibn

Manzhur al-Ifriqī al-Miṣrī, Lisan al-‘Arab (Beirut: Dar Ṣād, t.t.) jilid 8, h.

117.

Page 30: MUSIBAH DAN KALIMAT ISTIRJA’ PERSPEKTIF TAFSIR CORAK …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/48216/1/Nisa Fathunnisa.pdf · Musibah adalah sesuatu yang memberikan

16

Ketika itu Nabi Yakub mengatakan, ‘Yā asafā ‘alā yūsuf’

‘Aduhai dukacitaku terhadap Yusuf.9

Ibn Qayyim al-Jauziyah berpendapat, istirja’

merupakan formula yang manjur bagi orang yang tertimpa al-

balā’. Ungkapan tersebut mengandung dua hal, yaitu

seseorang beserta keluarga dan hartanya adalah milik Allah

dan perjalanan manusia yang terakhir adalah menuju Allah.10

Al-Maraghi dalam tafsirnya menjelaskan bahwa

mengucapkan kalimat istirja’ merupakan salah satu

manifestasi orang sabar. Yaitu, mengimani segala ketetapan

(qaḍa) dan takdir (qadar) dengan sepenuh hati.11

B. Macam-macam Musibah

Musibah yang ditimpakan oleh Allah kepada manusia

bentuknya bermacam-macam. Ada yang dikirimkan bencana

alam berupa gempa bumi, gunung meletus, banjir, bahkan

tsunami. Ada juga yang ditimpa musibah penyakit, seperti

influenza, rabies, kanker, bahkan AIDS. Semua bentuk

musibah ini membuat hati terguncang dan melahirkan

kepedihan.

Jika ditinjau dari segi objeknya, musibah dapat dibagi

menjadi empat macam, yaitu musibah yang ditimpakan pada

9 Mardan, Wawasan Al-Qur’an tentang Malapetaka (Jakarta:

T.pn., 2008) h. 347

10 Mardan, Wawasan Al-Qur’an tentang Malapetaka (Jakarta:

T.pn., 2008) h. 348.

11 Didi Junaidi, Qur’anic Inspiration Meresapi Makna Ayat-ayat

Penggugah Jiwa (Jakarta: Quanta, 2014) h. 58.

Page 31: MUSIBAH DAN KALIMAT ISTIRJA’ PERSPEKTIF TAFSIR CORAK …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/48216/1/Nisa Fathunnisa.pdf · Musibah adalah sesuatu yang memberikan

17

diri (jiwa), musibah yang ditimpakan kepada harta-benda,

musibah yang ditimpakan kepada harga diri, dan musibah

yang ditimpakan kepada keluarga.12 Namun, dari keempat

musibah di atas, yang paling berat adalah musibah yang

ditimpakan kepada jiwa, yaitu berupa kematian. Setiap yang

hidup pasti akan merasakan mati. Sebagaimana firman Allah

SWT,

.ٱلموت ذا ئقة كل ن فس Artinya: Tiap-tiap yang bernyawa akan merasakan mati. (QS.

Ali Imran [3]: 185)

Menurut Mutawalli al-Sya’rāwī, musibah ada dua

macam, yaitu musibah yang berkaitan dengan dunia dan

musibah yang berkaitan dengan agama. Musibah dunia

meliputi: harta, kemelaratan, penyakit, kematian keluarga

dekat, gagal panen, kebangkrutan usaha, dan lain-lain.

Sedangkan musibah dalam urusan agama adalah orang yang

tidak mempunyai amal saleh dalam hidupnya.13

Dalam konteks tujuan ditimpakan musibah kepada

manusia dapat dibagi menjadi empat, yaitu 1) Musibah

diberikan sebagai ujian bagi kaum muslimin. 2) Musibah

sebagai peringatan atau teguran bagi manusia secara umum. 3)

Musibah sebagai azab dan siksa bagi orang yang sering

12 Ibn Qayyim al-Jauziyah, Jangan Menyerah Ada Hikmah di

Balik Musibah, terj. Inayatur Rasyidah (Jakarta: Qisthi Press, 2012) h. 58.

13 Muhammad Mutawalli al-Sya’rāwī, Anda Bertanya Islam

Menjawab, terj. Abu Abdillah Almansur (Jakarta: Gema Insani Press,

2007), h. 379

Page 32: MUSIBAH DAN KALIMAT ISTIRJA’ PERSPEKTIF TAFSIR CORAK …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/48216/1/Nisa Fathunnisa.pdf · Musibah adalah sesuatu yang memberikan

18

berbuat dosa dan maksiat. 4) Musibah sebagai bentuk kasih

sayang Allah kepada seorang mukmin.14

C. Gambaran Al-Qur’an tentang Bencana

Menurut BNPB (Badan Nasional Penanggulangan

Bencana), setidaknya ada delapan jenis bencana yang terjadi

di alam, yaitu puting beliung, tanah longsor, banjir, kebakaran

hutan dan lahan, gempa bumi, gelombang pasang/abrasi,

banjir dan tanah longsor, dan letusan gunung berapi.15

Mengenai jenis-jenis bencana yang disebutkan di atas,

bagaimana Al-Qur’an menggambarkannya? Dalam Al-Qur’an

tidak sedikit menggambarkan terjadinya bencana terutama

yang berkaitan dengan bencana alam. Di antara ayat yang

menggambarkan terjadinya bencana adalah sebagai berikut:

1. Gempa Bumi

ب و هم ٱلرجفة فأصبحو ا في دارهم جثمي ن.فكذ ه فأخذت Artinya: “Maka mereka mendustakan Syu'aib, lalu

mereka ditimpa gempa yang dahsyat, dan jadilah

mereka mayat-mayat yang bergelimpangan di tempat-

tempat tinggal mereka.” (QS. al-Ankabut [29]: 37)

2. Gunung Meletus

.ل مهي اب ي وم ت رجف ٱلرض وٱلجبال وكانت ٱلجبال كثي Artinya: “Pada hari bumi dan gunung-gunung

bergoncangan, dan menjadilah gunung-gunung itu

14 Abdul Rahman Rusli Tanjung, “Musibah dalam Perspektif Al-

Qur’an; Studi Analisis Tafsir Tematik,” dalam Analytica Islamica, vol. 1,

No. 1, (2012): 151.

15 Lihat website resmi Badan Nasional Penanggulanngan

Bencana, diakses dari http://dibi.bnpb.go.id/

Page 33: MUSIBAH DAN KALIMAT ISTIRJA’ PERSPEKTIF TAFSIR CORAK …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/48216/1/Nisa Fathunnisa.pdf · Musibah adalah sesuatu yang memberikan

19

tumpukan-tumpukan pasir yang berterbangan.” (QS.

Muzammil [73]: 14)

3. Banjir Bandang

لن فأرسلنا عليه فأعرضوا بجن ت يهم جن ت ين م ه م سيل ٱلعرم وبد .ل قلي سدر م ن وشيء وأثل ذواتي أكل خمط

Artinya: “Tetapi mereka berpaling, maka Kami

datangkan kepada mereka banjir yang besar dan Kami

ganti kedua kebun mereka dengan dua kebun yang

ditumbuhi (pohon-pohon) yang berbuah pahit, pohon

Atsl dan sedikit dari pohon Sidr.” (QS. Saba [34]: 16)

4. Angin Kencang

بت عاد ام ريح ف كان عذابي ونذر. إنا أرسلنا عليه فكي كذ .مستمر ي ي وم نحس ف اصرصر

Artinya: “Kaum 'Aad pun mendustakan (pula). Maka

alangkah dahsyatnya azab-Ku dan ancaman-ancaman-

Ku. Sesungguhnya Kami telah menghembuskan

kepada mereka angin yang sangat kencang pada hari

nahas yang terus menerus.” (QS. Al-Qamar [54]: 18-

19)

5. Tanah Longsor

دون من نصرونهۥي وبداره ٱلرض فما كان لهۥ من فئة فخسفنا بهۦ .ن ٱلمنتصري من كان وما ه ٱلل

Artinya: “Maka Kami benamkanlah Karun beserta

rumahnya ke dalam bumi. Maka tidak ada baginya

suatu golonganpun yang menolongnya terhadap azab

Allah. Dan tiadalah ia termasuk orang-orang (yang

dapat) membela (dirinya).” (QS. Qaṣaṣ [28]: 81)

Page 34: MUSIBAH DAN KALIMAT ISTIRJA’ PERSPEKTIF TAFSIR CORAK …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/48216/1/Nisa Fathunnisa.pdf · Musibah adalah sesuatu yang memberikan

20

D. Hikmah Adanya Musibah

Allah menimpakan suatu musibah kepada hamba-

hamaba-Nya bukan tanpa alasan. Musibah merupakan ujian

yang diberikan Allah untuk mengetahui sejauh mana keimana

seseorang kepada-Nya. Semakin berat musibah dan cobaan

yang diberikan, maka semakin kuat keimanan seseorang jika

disikapi dengan sabar dan tawakal.

Ahmad Abduh Iwadh mengatakan bahwa hikmah dari

musibah yang diberikan kepada manusia selalu berbeda sesuai

dengan perbedaan tingkat manusia. Di antaranya hikmahnya

adalah:

1. Penetahuan terhadap kemuliaan Allah dalam sifat

rububiyah-Nya.

2. Pengetahuan terhadap kehinaan manusia dari sisi

ʻubūdiyah-nya.

3. Ikhlas beribadah kepada Allah, karena tidak ada tempat

kembali untuk menghilangkan musibah selain kepada-

Nya.

4. Agar manusia tunduk pasrah dan berdoa.

5. Musibah akan menghapuskan kesalahan dan dosa

seseorang.

6. Dalam setiap musibah pasti tersimpan hikmah sebagai

pelajaran.

7. Musibah berupa bencana akan mencegah seseorang

memilikii sifat jahat, sombong, kikir, dan ujub.

Page 35: MUSIBAH DAN KALIMAT ISTIRJA’ PERSPEKTIF TAFSIR CORAK …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/48216/1/Nisa Fathunnisa.pdf · Musibah adalah sesuatu yang memberikan

21

8. Keridaan dalam menerima setiap musibah akan

mendatangkan keridaan Allah SWT, karena musibah

akan ditimpakan kepada orang yang baik maupun jahat.

Barangsiapa yang tidak marah dengan musibah yang

diberikan, maka baginya murka Allah. Namun,

barangsiapa yang ikhlas dan rida akan musibah, maka

baginya keridaan Allah.16

16 Ahmad ‘Abduh ‘Iwadh, Mutiara Hadis Qudsi; Jalan Menuju

Kemuliaan dan Kesucian Jiwa, terj. Dewi Ariyanti (Bandung: PT Mizan

Pustaka, 2008) h. 31-33.

Page 36: MUSIBAH DAN KALIMAT ISTIRJA’ PERSPEKTIF TAFSIR CORAK …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/48216/1/Nisa Fathunnisa.pdf · Musibah adalah sesuatu yang memberikan

BAB III

BIOGRAFI MUFASSIR

A. Profil Zamakhsyari

1. Riwayat Hidup

Nama lengkapnya adalah Abu al-Qāsim Mahmud bin

Umar bin Muhammad bin Umar al-Khuwarizmi. Lahir pada

bulan Rajab, 467 H di Desa Zamakhsyar, salah satu desa di

daerah Khawarizmi,1 Irak.2 Zamakhsyari merupakan mufassir

yang menganut teologi Muktazilah, bahkan tidak menutup-

nutupi bahwa ia seorang yang bermazhab Muktazilah.

Karier pendidikannya dimulai dari tempat

kelahirannya sendiri, kemudian melanjutkan ke Bukhara. Di

sana ia belajar sastra kepada Syekh Manṣur Abi Muḍar. Dari

Bukhara ia bertolak ke Mekah dan tinggal di sana cukup lama,

hingga ia diberi julukan jārullāh (tentangga Allah). Di

Mekahlah Zamakhsyari menulis tafsirnya yang sampai saat ini

dikaji banyak orang, yaitu Al-Kasysyāf.3

2. Karya-karya

Zamakhsyari dikenal sebagai ulama yang paham ilmu

bahasa, ma’āni dan bayan. Karena itu, banyak ditemukan

argumentasi kebahasaan dalam tafsirnya. Zamakhsyari bukan

ulama yang mengikuti pendapat orang lain begitu saja, tetapi

1 Muhammad Husain al-Zahabi, Tafsīr wa al-Mufassiūn (Kairo:

Maktabah Wahbah, t.t.) h. 304 2 Lihat Muqaddimah Tafsīr Al-Kasysyāf 3 Manna’ al-Qaṭṭān, Pengantar Studi Ilmu Al-Qur’an, terj. Aunur Rafiq

El-Mazni, dkk. (Jakarta: Pustaka Al-Kautsar, 2019), cet. 18, h. 481.

22

Page 37: MUSIBAH DAN KALIMAT ISTIRJA’ PERSPEKTIF TAFSIR CORAK …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/48216/1/Nisa Fathunnisa.pdf · Musibah adalah sesuatu yang memberikan

memiliki pendapat sendiri yang orisinil. Itu sebabnya,

Zamakhsyari terbilang cukup produktif dalam menghasilkan

karya. Karya-karya yang ditulisnya pun dari berbagai disiplin

ilmu, di antaranya bidang hadis, tafsir, nahwu, bahasa, ma’āni,

dan lain-lain. Berikut beberapa judul karya yang dihasilkan

Zamakhsyari:

a. Al-Kasysyāf (bidang tafsir)

b. Al-Fa’iq (bidang hadis)

c. Al-Minhaj (bidang ushul fiqh)

d. Al-Mufaṣṣal (bidang ilmu nahwu)

e. Asas al-Balāghah (bidang bahasa)

f. Ru’us al-Masā’il al-Fiqhiyah (bidang fiqih)4

3. Mazhab dan Akidah

Zamakhsyari dikenal sebagai ulama yang rasional, ini

terlihat dari penafsiran-penafsirannya terhadap ayat Al-

Qur’an. Karena itu, dalam hal teologi Zamakhsyari dikenal

sebagai seroang Muktazilah, sedangkan mazhab fiqih, ia

mengikuti Fiqih Hanafi yang dikenal cukup rasional juga.

Zamakhsyari mentakwil Al-Qur’an sesuai dengan mazhab dan

teologinya. Ia menyebut kaum Muktazilah sebagai ‘saudara

seagama dan golongan utama yang selamat dan adil.’5

4. Tentang Tafsir al-Kasysyāf

Al-Kasysyāf merupakan salah satu tafsir yang ditulis

berdasarkan metode bi al-ra’yi dan bahasa. Ulama lain seperti

4 Manna’ al-Qaṭṭān, Pengantar Studi Ilmu Al-Qur’an, terj. Aunur Rafiq

El-Mazni, dkk. (Jakarta: Pustaka Al-Kautsar, 2019), cet. 18, h. 481. 5 Manna’ al-Qaṭṭān, Pengantar Studi Ilmu Al-Qur’an, terj. Aunur Rafiq

El-Mazni, dkk. (Jakarta: Pustaka Al-Kautsar, 2019), cet. 18, h. 482

23

Page 38: MUSIBAH DAN KALIMAT ISTIRJA’ PERSPEKTIF TAFSIR CORAK …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/48216/1/Nisa Fathunnisa.pdf · Musibah adalah sesuatu yang memberikan

Al-Alusi, Abu Al-Su’d, An-Nasafi dan yang lainnya banyak

mengutip dari kitab karangan Zamakhsyari ini, meskipun

tidak menyebutkan sumbernya secara eksplisit.

Zamakhsyari menulis kitab Al-Kasysyāf karena

disarankan oleh sahabat-sahabatnya. Ini diungkapkan dalam

kata pengantar tafsirnya sebagaimana dikutip oleh

Muhammad Solahudin:

“Sungguh telah datang kepadaku sahabat-sahabatku dari

golongan orang-orang yang mulia, selamat, dan adil.

Mereka menguasai ilmu bahasa Arab dan tauhid.

Sewaktu mereka datang kepadaku untuk menafsirkan

suatu ayat, maka aku menjelaskan kandungan-

kandungan ayat tersebut yang masih ghaib/tertutup, dan

mereka pun menyatakan kekagumannya atas diriku. Saat

itu pula mereka meminta agar aku membuat suatu karya

yang berisi pokok-pokok penjelasan Al-Qur’an serta

mengajarkannya kepada mereka ‘sekumpulan tentang

hakikat turunnya Al-Qur’an dan padangan-pandangan

yang esensial dalam segi penta’wilan’. Pada mulanya

aku tidak bersedia, kemudian mereka tetap bersikeras

meminta, bahkan mereka datang kembali beserta tokoh-

tokoh agama ahl al-‘adl wa al-tauhīd. Dan, mereka

mendorongku bersedia, karena sadar bahwa mereka

minta sesuatu yang wajib aku turuti, karena melibatkan

diri pada sesuatu (yang mereka minta) itu hukumnya

fardhu ‘ain. Di mana pada saat itu situasi dan kondisi

negeri sedang kacau, dan lemahnya tokoh-tokoh ulama,

serta jarangnya orang yang menguasai bermacam-

macam keilmuan, apalagi berbicara tentang penguasaan

ilmu bayan dan ilmu badi’.”6

6 Muhammad Solahudin, “Metodologi dan Karakteristik Penafsiran

dalam Tafsir Al-Kasysyāf”, dalam Jurnal Ilmiah Agama dan Sosial Budaya I, 1

Januari (2016): 117.

24

Page 39: MUSIBAH DAN KALIMAT ISTIRJA’ PERSPEKTIF TAFSIR CORAK …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/48216/1/Nisa Fathunnisa.pdf · Musibah adalah sesuatu yang memberikan

Dari segi karakteritik penafsiran, ada dua hal yang

menjadi ciri khas Tafsir Al-Kasysyāf ini, yaitu:7

a. Kental dengan nuansa Muktazilah

Paham Muktazilah sangat terlihat dalam tafsir ini. Mulai

pembentukan rasionalitas-metodologis, sampai

penerapannya dalam menafsirkan. Rumusan itu

berlandaskan ada Surah Ali Imran ayat 7 yang berbunyi:

وأخر ب ٱلكت أم ن ه ت محكم ت عليك ٱلكتب منه ءاي زل هو ٱلذي أن ٱل ٱبتغاء منه به تش ما ن عو ف ي تب زيغ بهم ق لو في ن ٱلذي فأما ت به متش ن فت

وي وٱبتغاء وي ي علم وما لهۦ تأ

و و ه ٱلل إل لهۥ تأ امناء ن لو ي قو ٱلعلم في ن ٱلر

لوا ٱللب د رب نا وما يذك ن ع م ن كل بهۦ .ب ر إل أو Artinya: “Dialah yang menurunkan Al-Kitab (Al-Qur’an)

kepada kamu. Di antara (isi)nya ada ayat-ayat yang

muhkamāt, itulah pokok-pokok isi Al-Qur’an dan yang lain

(ayat-ayat) mutasyābihāt. Adapun orang-orang yang dalam

hatinya condong kepada kesesatan, maka mereka

mengikuti sebahagian ayat-ayat yang mutasyābihāt

daripadanya untuk menimbulkan fitnah untuk mencari-cari

ta’wilnya, padahal tidak ada yang mengetahui ta’wilnya

melainkan Allah. Dan orang-orang yang mendalam

ilmunya berkata: “Kami beriman kepada ayat-ayat yang

mutasyābihāt, semuanya itu dari sisi Tuhan kami”. Dan

tidak dapat mengambil pelajaran (daripadanya) melainkan

orang-orang yang berakal.” (QS. Ali Imran [3]: 7)

Menurut Muktazilah, ayat-ayat muhkamat tersebut

terhimpun dalam lima asas pokok (uṣul al-khamsah) yang

mereka yakini, yaitu (1) Tauhīd, (2) ‘Adl, (3) al-Wa’ād wa

7 Muhammad Solahudin, “Metodologi dan Karakteristik Penafsiran

dalam Tafsir Al-Kasysyāf”, dalam Jurnal Ilmiah Agama dan Sosial Budaya I, 1

Januari (2016): 119.

25

Page 40: MUSIBAH DAN KALIMAT ISTIRJA’ PERSPEKTIF TAFSIR CORAK …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/48216/1/Nisa Fathunnisa.pdf · Musibah adalah sesuatu yang memberikan

al-wa’īd, (4) Manzilah bain al-Manzilatain, (5) al-Amr bi

al-Ma’ruf wa al-Nahy ‘an al-Munkar.

b. Kental dengan analisis bahasa, sastra, dan gramatika

Tafsir al-Kasysyāf juga dikenal dengan tafsir mengulas

ayat dari segi bahasa, sastra, dan gramatika. Keahlian

Zamakhsyari dalam bidang itu tidak disia-siakan begitu

saja. Penggunaan isim isyārah, isim mauṣūl, jumlah

ismiyah, ḍamir, fi’il, dan lain-lain sangat terlihat dalam

penafsirannya.8

5. Ajaran Pokok Teologi Muktazilah

Nafy al-Sifah (Peniadaan Sifat Tuhan)

Ajaran Muktazilah sangat menekankan pada ajaran

tentang transendensi Tuhan. Mereka membuat garis

perbedaan yang tegas antara Tuhan dan makhluk-Nya.

Bagi mereka, pengakuan terhadap adanya Tuhan selain

Allah adalah sirik. Karena penekanannya yang kuat

terhadap keesaan Allah inilah, mereka menolak adanya

sifat-sifat Allah yang kekal sebagai sifat yang berdiri

sendiri dan mengakuinya sebagai Dzat Tuhan itu

sendiri. Bagi mereka, Allah mengetahui, berkuasa,

berkehendak, dan hidup hanya melalui Dzat-Nya, dan

bukan sebagai sifat-Nya. Menurut mereka, hal ini

disebabkan karena kalau sifat-sifat-Nya berdampingan

8 Muhammad Solahudin, “Metodologi dan Karakteristik Penafsiran

dalam Tafsir Al-Kasysyāf”, dalam Jurnal Ilmiah Agama dan Sosial Budaya I, 1

Januari (2016): 123.

26

Page 41: MUSIBAH DAN KALIMAT ISTIRJA’ PERSPEKTIF TAFSIR CORAK …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/48216/1/Nisa Fathunnisa.pdf · Musibah adalah sesuatu yang memberikan

dengan kekekalan-Nya yang merupakan kerakteristik-

Nya yang khas, maka berarti sifat-sifat tersebut

mengambil bagian dalam Dzat Tuhan. Dengan

demikian, maka ada sesuatu qadīm lain selain qadīm-

nya Tuhan atau adanya berbilangnya yang qadīm

(ta’addud al-qudama’. Yang perlu diperhatikan di sini

adalah peniadaan sifat-sifat Tuhan oleh Muktazilah

tersebut tidak berarti bahwa Tuhan tidak mempunyai

sifat sama sekali. Tuhan bagi mereka tetap diberi sifat,

tetapi sifat ini tidak dapat dipisahkan dari Dzat-Nya.

Dengan kata lain, sifat-sifat Tuhan merupakan esensi

Tuhan itu sendiri.9

Keadilan Tuhan

Prinsip ajaran Muktazilah kedua adalah keadilan. Bagi

Muktazilah, Tuhan itu Mahaadil dan keadilan-Nya

hanya bisa dipahami kalau manusia mempunyai

kemerdekaan untuk memilih perbuatannya. Tuhan

tidak bisa dikatakan adil bila Dia menghukum orang

yang berbuat buruk bukan atas kemauannya sendiri,

tetapi atas paksaan dari luar dirinya yaitu Tuhan.

Mereka menganggap, siksaan terhadap ketidakbebasan

adalah suatu bentuk kezaliman. Hal itu dikarenakan

jika seseorang memerintahkan sesuatu kepada

seseorang lainnya, kemudian ia dipaksa untuk

melawan perintah itu atau seseorang dilarang untuk

9 Tsuroya Kiswati, Ilmu Kalam, Aliran Sekte, Tokoh Pemikiran, dan

Analisis Perbandingan (Surabaya: IAIN Sunan Ampel, 2013) h. 65.

27

Page 42: MUSIBAH DAN KALIMAT ISTIRJA’ PERSPEKTIF TAFSIR CORAK …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/48216/1/Nisa Fathunnisa.pdf · Musibah adalah sesuatu yang memberikan

melakukan sesuatu, tetapi ia dipaksa melakukannya,

maka balasan untuk orang tersebut bukanlah cerminan

dari keadilan. Oleh karena itu, maka keadilan Tuhan

hanya bias dipahami, jika Tuhan memberikan taklif

kepada manusia dan sekaligus memberikan kekuasaan

dan kebebasan untuk menentukan perbuatan mereka

sendiri.10

Al-Wa’ad wa al-wa’īd (Janji dan Ancaman)

Konsekwensi logis dari pemikiran di atas adalah

kepastian penerimaan pahala bagi orang yang berbuat

baik dan siksaan bagi orang yang berbuat jahat. Tuhan

hanya bisa dikatakan adil apabila Dia memberi pahala

untuk orang yang berbuat baik, begitu pula sebaliknya.

Perbuatan dosa takkan diampuni tanpa bertobat lebih

dahulu, sehingga bila ada orang mukmin mati dalam

keadaan dosa besar dan belum bertobat, dia akan

mendapat siksaan yang kekal di neraka, sekalipun

demikian, ia disiksa dengan siksaan yang lebih ringan

dari siksaan orang kafir.11

Al-Manzilah bain al-Manzilatain

Prinsip di atas berkaitan dengan perdebatan teologis

tentang nasib orang mukmin yang mati dalam keadaan

pernah melakukan dosa besar dan belum bertobat.

Seperti telah diketahui, Khawarij menghukuminya

10 Tsuroya Kiswati, Ilmu Kalam, Aliran Sekte, Tokoh Pemikiran, dan

Analisis Perbandingan (Surabaya: IAIN Sunan Ampel, 2013) h. 66. 11 Tsuroya Kiswati, Ilmu Kalam, Aliran Sekte, Tokoh Pemikiran, dan

Analisis Perbandingan (Surabaya: IAIN Sunan Ampel, 2013) h. 66.

28

Page 43: MUSIBAH DAN KALIMAT ISTIRJA’ PERSPEKTIF TAFSIR CORAK …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/48216/1/Nisa Fathunnisa.pdf · Musibah adalah sesuatu yang memberikan

sebagai orang kafir dan akan kekal di neraka. Bagi

Muktazilah, orang seperti itu, bukan mukmin, bukan

pula kafir, tetapi statusnya berada di antara posisi

mukmin dan kafir (al-manzilah bain al manzilatain).

Seperti telah dikutip oleh Abu Zahrah, Wasil bin ‘Aṭa’

menjelaskan logika posisi tengah ini sebagai berikut:

“Iman adalah suatu gambaran tentang macam-macam

kebaikan. Jika kebaikan itu terhimpun dalam diri

seseorang, maka ia disebut mukmin. Akan tetapi orang

yang fasik, ia tidak dinamakan orang mukmin, tidak

pula kafir, karena ia mengucapkan syahadatain dan

pada dirinya terdapat berbagai kebaikan yang tidak

bisa dipungkiri. Karena itu, jika ia mati tanpa bertobat

dari dosa besarnya, ia menjadi ahli neraka dan akan

kekal di dalamnya, sebab di akhirat hanya ada dua

kelompok, yaitu kelompok yang berada di surga dan

kelompok yang berada di neraka, namun siksaan yang

dirasakannya lebih ringan.” Iman sebagai gambaran

tentang bermacam-macam kebaikan seperti yang

dijelaskan oleh Wasil bin’Aṭa’ di atas, bisa dipahami

kalau kita kembali kepada pengertian iman menurut

Muktazilah. Iman bagi mereka, bukan hanya sekadar

pengakuan dalam hati dan diucapkan dengan lisan,

tetapi juga menyangkut perbuatan. Erat kaitannya

dengan konsep tentang iman ini, maka Muktazilah

berpendapat bahwa manusia sendirilah yang

menciptakan perbuatannya berdasarkan qudrah

29

Page 44: MUSIBAH DAN KALIMAT ISTIRJA’ PERSPEKTIF TAFSIR CORAK …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/48216/1/Nisa Fathunnisa.pdf · Musibah adalah sesuatu yang memberikan

(kekuatan) yang telah diberikan oleh Allah kepadanya.

Manusia dengan perbuatannya akan mendapatkan

pahala dan siksa. Manusia tidak dapat menyalahkan

Tuhan atas perbuatan jahat yang dilakukannya, begitu

pula sebaliknya. Hal tersebut, karena Tuhan

memberikan taklif kepada manusia sekaligus

dilengkapi dengan memberikan kekuatan kepada

mereka.12

Al-‘Amr bi al-Ma’rūf wa al-Nahy ‘an al-Munkar

Prinsip berikutnya adalah al-amr bi al-ma’rūf wa al-

nahy ‘an al-munkar, yakni adanya kewajiban bagi

manusia untuk menyeru kepada kebaikan dan

melarang melakukan kejahatan. Prinsipnya adalah

berkaitan dengan ajaran sebelumnya, yakni keadilan,

al-wa’ad wa al-wa’īd, dan al-manzilah bain al-

manzilatain, semuanya berhubungan erat dan bisa

masuk dalam prinsip keadilan. Dengan demikian,

sebetulnya prinsip pokok ajaran Muktazilah hanya ada

dua yakni tauhid dan adil. Oleh karenanya, ‘Abd al-

Jabbar mengklaim bahwa kaum Muktazilah adalah

kaum Ahl al-tawhīd wa al-‘adl.13

12 Tsuroya Kiswati, Ilmu Kalam, Aliran Sekte, Tokoh Pemikiran, dan

Analisis Perbandingan (Surabaya: IAIN Sunan Ampel, 2013) h. 66 13 Tsuroya Kiswati, Ilmu Kalam, Aliran Sekte, Tokoh Pemikiran, dan

Analisis Perbandingan (Surabaya: IAIN Sunan Ampel, 2013)s h. 67.

30

Page 45: MUSIBAH DAN KALIMAT ISTIRJA’ PERSPEKTIF TAFSIR CORAK …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/48216/1/Nisa Fathunnisa.pdf · Musibah adalah sesuatu yang memberikan

B. Profil Al-Qurṭubi

1. Riwayat Hidup

Nama lengkapnya adalah Muhammad bin Ahmad bin

Abi Bakr bin Farh, Abi ‘Abdillāh al-Anṣārī al-Khazrajī, al-

Qurṭūbī al-Andalusī, al-Mālikī.14 Al-Qurṭubi bermazhab fiqih

Maliki. Ia wafat tahun 671 H.15

Al-Qurṭubi berasal dari Kota Cordova, salah satu kota

di Andalusia (Spanyol). Pendidikannya dimulai dari kota

kelahirannya. Ia mengikuti banyak halaqah di masjid-masjid

dan di sekolah-sekolah. Iklim keilmuan Andalusia yang

terbilang maju saat itu, sedikit tidak mempengaruhi

kesuksesannya dalam menguasai berbagai ilmu. Selain

menimba ilmu di kota kelahirannya, Al-Qurṭubi juga rihlah ke

Mesir. Di sana ia mempelajari berbagai disiplin ilmu

pengetahuna.

Adapun guru-guru Al-Qurṭubi di Andalusia antara

lain: al-Qaḍi Abu Amir Yahya bin Amir bin Ahmad bin Mani’,

Yahya bin Abdurrahman bin Ahmad bin Abdurrahman bin

Rabi’, dan Ahmad bin Muhammad bin al-Qaisi yang lebih

dikenal dengan panggilan Ibn Abi Hujjah.16

Sedangkan guru-gurunya di Mesir antara lain: Abu

Bakr Muhammad bin al-Walid, Al-Hafiz al-Salafi Abu al-

14 Lihat muqaddimah Tafsir Al-Qurṭūbī, Abī ‘Abdillāh Muhammad bin

Ahmad bin Abi Bakr al-Qurṭubī, al-Jāmi’ li Ahkām al-Qur’ān (Beirut: Al-

Risālah, 2006) h. 37 15 Lihat Muqaddimah Tafsir Al-Qurṭubī 16 Syamsuddin Al-Qurṭubī, Al-Tadzkirah, Bekal Menghadapi

Kehidupan Abadi, terj. H. Anshori Umar Sitanggal (Jakarta: Pustaka Al-

Kautsar, 2017) Cet. 10, h. 3.

31

Page 46: MUSIBAH DAN KALIMAT ISTIRJA’ PERSPEKTIF TAFSIR CORAK …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/48216/1/Nisa Fathunnisa.pdf · Musibah adalah sesuatu yang memberikan

Ṭāhir Ahmad bin Muhammad bin Ibrāhim al-Aṣbahāni, Ibn

Jumaizi Bahauddin Abu al-Hasan Ali bin Hitbatullāh bin

Salamah bin Muslim bin Ahmad bin Ali al-Lakhmi al-Miṣri

al-Syafi’i, Ibn Rawaj Rasyid al-Dīn Abu Muhammad Abd al-

Wahab bin Rawaj, dan Abu al-Abbas Ahmad bin Umar bin

Ibrahim al-Maliki.17

2. Karya-karya

Al-Qurṭubī termasuk ulama yang produktif menulis

kitab dari berbagai disiplin ilmu. Di antara karya-karyanya

sebagai berikut:

- Al-Jāmi’ al-Ahkām al-Qur’ān wa al-Mubin Lima

Taḍammanahu min al-Sunnah wa Ayi al-Furqān.

- Al-Tazkirah fi Ahwal al-Mauta wa Umur al-Akhirah.

- Al-Asna fi Syarh Asmāillāh al-Husna.

- Syarh al-Taqaṣṣi.

- Al-I’lam Bima fi Dīn al-Naṣāra min al-Mufasid wa al-

Auhan wa Izhar Mahasin din al-Islām.

- Al-Misbāh fi al-Jami’ Baina al-Af’al wa al-Ṣihah.

- Al-Muqtabas fi Syarh Muwaṭṭa’ Malik Ibn Anas.

- Manhaj al-Ibad wa Mahajjah al-Salikin wa al-Zuhhad.

- Al-Luma’ al-Lu’luiyah fi Syarh al-Isyrinat al-

Nabawiyah,

17 Syamsuddin Al-Qurṭubi, Al-Tadzkirah, Bekal Menghadapi

Kehidupan Abadi, terj. H. Anshori Umar Sitanggal (Jakarta: Pustaka Al-

Kautsar, 2017) Cet. 10, h. 3.

32

Page 47: MUSIBAH DAN KALIMAT ISTIRJA’ PERSPEKTIF TAFSIR CORAK …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/48216/1/Nisa Fathunnisa.pdf · Musibah adalah sesuatu yang memberikan

Al-Qurṭubī wafat pada hari Senin, 9 Syawal 761 H. Ia

dikebumikan di Kota Bani Khushaib (Al-Menya) Menya al-

Fuli di dataran tinggi Mesir.18

3. Tentang Tafsir Al-Jāmi’ li Ahkām al-Qur’ān

Al-Jāmi’ li Ahkām al-Qur’ān merupakan karya

terbesar Al-Qurṭubī. Kitab tafsir ini masih dikaji sampai saat

ini. Al-Qurṭubī menulis kitab tafsirnya ini karena dorongan

hatinya sendiri. Hal ini ia ungkapkan dalam muqaddimah

kitabnya. Al-Qurṭubī mengatakan”

“Kitab Allah merupakan kitab yang mengandung

seluruh ilmu syariat yang berbicara tentang masalah

hukum dan kewajiban. Allah menurunkannya kepada

āmin al-arḍ (Muhammad saw), aku pikir harus

menggunakan hidupku dan mencurahkan karunia ini

untuk menyibukkan diri dengan Al-Qur’an dengan cara

menulis penjelasan yang ringkas yang memuat intisari-

intisari tafsir, bahasa, i’rab, qira’at, menolak

penyimpangan dan kesesatan, menyebutkan hadis-hadis

nabi dan sebab turunnya ayat sebagai keterangan dalam

menjelaskan hukum-hukum Al-Qur’an. Mengumpulkan

penjelasan maknanya sebagai penjelasan ayat-ayat yang

samar dengan menyertakan qaul-qaul ulama salaf dan

khalaf.19

Tafsir Al-Qurṭubi merupakan salah satu kitab tafsir

yang disusun berdasarkan metode tahlili. Metode tafsir tahlili

merupakan metode tafsir yang menggunakan tartib mushafi

dalam menafsirkan Al-Qur’an. Selanjutnya, menjelaskan

18 Syamsuddin Al-Qurṭubi, Al-Tadzkirah, Bekal Menghadapi

Kehidupan Abadi, terj. H. Anshori Umar Sitanggal (Jakarta: Pustaka Al-

Kautsar, 2017) Cet. 10, h. 4. 19 Abī ‘Abdillāh Muhammad bin Ahmad bin Abi Bakr al-Qurṭubī, al-

Jāmi’ li Ahkām al-Qur’ān (Beirut: Al-Risālah, 2006) juz I, h. 22.

33

Page 48: MUSIBAH DAN KALIMAT ISTIRJA’ PERSPEKTIF TAFSIR CORAK …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/48216/1/Nisa Fathunnisa.pdf · Musibah adalah sesuatu yang memberikan

ayat-ayat-Al-Qur’an dari berbagai aspek dan menyingkap

maksud sebuah ayat secara detail.

Adapun corak penafsiran Tafsir Al-Qurṭubī adalah

corak fiqhi. Al-Qurṭubī menguak hukum-hukum fiqih yang

terkandung dalam sebuah ayat. Meskipun Al-Qurṭubī

bermazhab Maliki, tapi ia tidak fanatik terhadap mazhabnya.

4. Prinsip Akidah Sunni

Prinsip ajaran akidah Ahl al-Sunnah wa al-Jamā’ah

ada enam. Hal ini sebagaimana sabda Rasulullah Saw ketika

beliau ditanya oleh seseorang.

ب ي مان: قال ان ت ؤ من بالله وملئكته وكتبه ر فاخ له وال ي و م ني عن ال ورر خي ره وشر ه. )رواه مسلم خر وال قد (ال

Artinya: “Maka beritahukanlah kepadaku tentang iman!

Beliau bersabda, engkau percaya kepada Allah, malaikat-

malaikat-Nya, kitab-kitab-Nya, rasul-rasul-Nya, hari akhir

dan ketentuan baik dan buruk-Nya. (HR. Muslim)

Berdasarkan hadis di atas maka pembahasan tentang

akidah dalam i’tiqād Ahl al-Sunnah wa al-Jamā’ah itu

meliputi 6 perkara:20

Tentang ketuhanan (Allah)

Tentang malaikat-malaikat-Nya

Tentang kitab-kitab-Nya

Tentang Rasul-rasul-Nya

Tentang hari akhirat

Tentang qadha dan qadar.

20 Usman, “Pendidikan Aqidah dalam Kemurnian I’tiqād Ahlussunnah

wal Jama’ah.” Dalam Al-Ihda’: Jurnal Pendidikan dan Pemikiran 13, No. 2

(Januari 2019): 4

34

Page 49: MUSIBAH DAN KALIMAT ISTIRJA’ PERSPEKTIF TAFSIR CORAK …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/48216/1/Nisa Fathunnisa.pdf · Musibah adalah sesuatu yang memberikan

C. Profil Al-Qusyairi

1. Riwayat Hidup

Nama lengkapnya adalah Abu al-Qāsim Abd al-Karīm

al-Qusyairi. Lahir di Istawā pada tahun 986 M (376 H), yaitu

suatu wilayah di Kota Naisyapur (Iran).21 Ada beberapa gelar

yang disematkan kepada Al-Qusyairi, di antaranya al-

Naisabūri, yaitu dinisbatkan kepada kota kelahirannya

Naisyapur atau Syabur. Al-Qusyairi, yaitu sebutan marga

Sa’dal Asyīrah al-Qaṭaniya yang tinggal di pesisir Hadramaut.

Dan, al-Istiwā, yaitu orang-orang yang datang dari Arab yang

memasuki daerah Khurasan melalui daerah Istawā (negara

besar di pesisir Naisabur).22

Al-Qusyairi merupakan keturunan Arab yang pindah

ke Khurasan. Ayahnya berasal dari suku Qusyair sedangkan

ibunya dari suku Sulam. Ayahnya meninggal sewaktu Al-

Qusyairi masih kanak-kanak, itu sebabnya Al-Qusyairi

tumbuh dalam keadaan yatim.

Al-Qusyairi dikenal dengan ulama yang menggeluti

dunia sufi. Tetapi, sebelum menyelami dunia spiritual, Al-

Qusyairi lebih dulu mendalami ilmu fiqih, kalam, uṣul fiqh,

sastra, dan lain-lain. Ia mendalami berbagai ilmu dari guru-

gurunya, di antaranya Abu Bakr Muhammad bin Abu Bakr

al-Tūsi (w. 1014 M/418 H) ahli fiqih, Abu Bakr bin Faurak

21 Anisa Listiana, “Menimbang Teologi Kaum Sufi Menurut Al-

Qusyairi dalam Kitab al-Risālah al-Qusyairi”, dalam Kalam: Jurnal Studi

Agama dan Pemikiran Islam, volume 7, No. 1, (Juni 2013): 202. 22 Irwan Muhibudin, Tafsir Ayat-ayat Sufistik, Studi Komparatif antara

Tafir Al-Qusyairi dan Tafsir Al-Jailani (Jakarta: UAI Press, 2018) h. 23.

35

Page 50: MUSIBAH DAN KALIMAT ISTIRJA’ PERSPEKTIF TAFSIR CORAK …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/48216/1/Nisa Fathunnisa.pdf · Musibah adalah sesuatu yang memberikan

(w.1016 M/407 H) ahli ushul fiqh, dan Abu Ishāq al-

Isfarayaini (w.1027 M/418 H) ahli kalam, dan lain-lain.23

2. Karya-karya

Al-Qusyairi dikenal dengan ulama yang produktif. Ia

melahirkan karya-karya yang banyak dikaji oleh generasi

setelahnya. Menurut Ismaīl Bāsyā al-Baghdādī dalam

kitabnya Hidiyyah al-‘Ārifīn berikut kitab-kitab karya al-

Qusyairi:24

a. Arbaʻūn fi al-Hadits

b. Istifāḍah al-Murādāt

c. Balaghah al-Maqāṣid

d. Al-Takhyīr fi ‘Ilm al-Tadzkīr fi Ma’ānī Ismillāh Ta’ālā

e. Al-Taisīr fi ‘ilm Tafsīr

f. ‘Uyūn al-Ajūbah fi Funūn al-As’ilah

g. Al-Fuṣūl fi al-Uṣūl

h. Kitāb al-Miʻrāj

i. Laṭāif al-Isyārāt fi Tafsīr al-Qur’ān

j. Al-Muntaha fi Nukti Ūli al-Nuhā

k. Nāsikh al-Hadīts wa Mansūkhuhu

l. Hayāh al-Arwāh wa al-Dalīl Ilā Ṭarīq al-Ṣalāh

m. Syakāyah Ahl al-Sunnah bi Hikāyah Mā Nālahum min

al-Mahnah

n. Mantsūr al-Khiṭāb fi Syuhūd al-Albāb

23 Anisa Listiana, “Menimbang Teologi Kaum Sufi Menurut Al-

Qusyairi dalam Kitab Al-Risālah al-Qusyairiyyah”, dalam Kalam: Jurnal Studi

Agama dan Pemikiran Islam, volume 7, No. 1 (Juni 2013): 202. 24 Lihat Tarjamah al-Muallif Tafsīr al-Qusyairī al-Musamma Lațāif al-

Isyārāt (Beirut: Dar al-Kutub al-‘Alamiyyah, 1971) h. 4.

36

Page 51: MUSIBAH DAN KALIMAT ISTIRJA’ PERSPEKTIF TAFSIR CORAK …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/48216/1/Nisa Fathunnisa.pdf · Musibah adalah sesuatu yang memberikan

3. Tentang Tafsīr Laṭāif al-Isyārāt

Sebelum Al-Qusyairi menulis kitab tafsirnya, ia

menulis kitab yang membahas tentang metode tafsir yang

diberi nama Taisīr fi ‘Ilm Tafsīr. Setelah itu, Al-Qusyairi

mulai menulis kitab tafsirnya yang diberi judul Laṭāif al-

Isyārāt. Penamaan Isyārāt pada kitab tafsirnya karena kata

tersebut bisa digunakan sebagai bahasa orang yang mencinta

kepada yang dicintainya. Begitu juga bahasa isyārāt dapat

digunakan untuk menyanjung seseorang yang dituju walaupun

tidak menggunakan bahasa verbal.25

Dalam menyusun kitab tafsinya, Al-Qusyairi

menggunakan metode yang ia utarakan di dalam muqaddimah

tafsinya, yaitu menukil pendapat, kaidah, atau ucapan orang-

orang saleh yang ia yakini sebagai orang yang suci dan

pemahaman Al-Qusyairi sendiri terhadap ayat-ayat Al-Qur’an

berdasarkan ilmu tasawufnya.26

25 Irwan Muhibudin, Tafsir Ayat-ayat Sufistik, Studi Komparatif antara

Tafir Al-Qusyairi dan Tafsir Al-Jailani (Jakarta: UAI Press, 2018), h. 40. 26 Irwan Muhibudin, Tafsir Ayat-ayat Sufistik, Studi Komparatif antara

Tafir Al-Qusyairi dan Tafsir Al-Jailani (Jakarta: UAI Press, 2018), h. 41.

37

Page 52: MUSIBAH DAN KALIMAT ISTIRJA’ PERSPEKTIF TAFSIR CORAK …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/48216/1/Nisa Fathunnisa.pdf · Musibah adalah sesuatu yang memberikan

BAB IV

MUSIBAH DAN KALIMAT ISTIRJA’ MENURUT

MUFASSIR TEOLOGI DAN SUFI

A. Teks Arab dan Terjemah Surah Al-Baqarah 155-157

لونكم ت والثمر فسلن والمو الم نص عون قلجو افولخوام نء بشيولن ب

بري اوبش ر هم أص إذا لذينا﴾٥١١﴿نلص إليهوإنا هلل ناإقالو ابة مصي ب ت

ل ﴾٥١١﴿نجعو ر ورحرب همم ن ت صلو عليهمئكأو ل ومة همئكأو

﴾٥١١﴿نلمهتدو اArtinya: Dan sungguh akan Kami berikan cobaan kepadamu

dengan sedikit ketakutan, kelaparan, kekurangan harta, jiwa

dan buah-buahan. Dan berikanlah berita gembira kepada

orang-orang yang sabar. (Yaitu) orang-orang yang apabila

ditimpa musibah, mereka mengucapkan: "Inna lillaahi wa

innaa ilaihi raaji'uun". Mereka itulah yang mendapat

keberkatan yang sempurna dan rahmat dari Tuhan mereka dan

mereka itulah orang-orang yang mendapat petunjuk. (QS. Al-

Baqarah [2]: 155-157)

B. Musibah dan Kalimat Istirja’ Menurut Zamakhsyari

( لونكم Artinya sungguh kami akan turunkan (ولن ب

musibah kepada kalian. Apakah kalian akan sabar dan tetap

dalam ketaatan dan senantiasa menjalankan perintah Allah

dan aturan-aturan-Nya atau tidak?

( Artinya dengan kekurangan salah satu atau (بشيء

beberapa dari musibah ini. ( بري اوبش ر نلص ) Yaitu orang-orang

38

Page 53: MUSIBAH DAN KALIMAT ISTIRJA’ PERSPEKTIF TAFSIR CORAK …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/48216/1/Nisa Fathunnisa.pdf · Musibah adalah sesuatu yang memberikan

yang mengucapkan innā lillāhi wa innā ilaihi rājiʻūn ketika

ditimpa suatu musibah, karena istirja’ adalah kepasrahan.1

Dari Nabi Saw, “Barangsiapa mengucapkan kalimat

istirja’ ketika ditimpa musibah maka Allah akan mengganti

dan memperbaikinya, dan menjadikannya orang yang tinggi

derajatnya, saleh, dan yang diridai. (HR. Baihaqi)

Diriwayatkan bahwa lampu Rasulullah Saw padam,

lalu beliau mengucapkan, “Innā lillāhi wa innā ilaihi rājiʻūn.”

Maka salah seorang sahabat bertanya, “Apakah ini musibah?”

Rasulullah Saw menjawab, “Ya, setiap yang menyakiti kaum

muslimin adalah musibah.” (HR. Abu Dawud)

Maka setiap kekurangan sebagaimana firman Allah di

atas, pada setiap musibah yang menimpa menusia adalah

menyakiti. Entah musibah itu besar atau lebih besar lagi.

Dengan kekurangan tersebut maka rahmat pun akan

berkurang. Sesuatu yang dijanjikan agar ditanamkan pada diri

mereka, meskipun musibah itu belum terjadi.

Lafaz نقص di-aṭaf-kan kepada lafaz شيء atau bisa juga

pada lafaz الخوف, maknanya adalah kekurangan harta-benda.

Adapun orang yang diperintahkan memberikan kabar gembira

adalah Rasulullah Saw atau setiap orang yang menyampaikan

kabar gembira.

Dari al-Syafi’i rahimahullāh, yang dimaksud dengan

takut adalah ‘takut’ kepada Allah. Yang dimaksud dengan

‘lapar’ adalah berpuasa pada bulan Ramadan. Yang dimaksud

1 Abi al-Qāsim Jārullāh Mahmud bin Umar al-Zamakhsyari, Tafsīr al-

Kasysyāf (Beirut: Dar al-Ma’rifah, 2009) h. 105

39

Page 54: MUSIBAH DAN KALIMAT ISTIRJA’ PERSPEKTIF TAFSIR CORAK …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/48216/1/Nisa Fathunnisa.pdf · Musibah adalah sesuatu yang memberikan

dengan ‘kurang harta’ adalah berzakat dan sedekah. Yang

dimaksud dengan ‘kekurangan jiwa’ adalah sakit. Dan yang

dimaksud dengan ‘kekurangan buah-buahan’ adalah

meninggalnya anak.2

Dari Nabi Saw, “Apabila anak seorang hamba

meninggal, maka Allah berfirman kepada para malaikat,

‘Apakah kalian merenggut nyawa anak hambaku?’ Malaikat

menjawab, ‘Benar’. ‘Apakah kalian merenggut buah hatinya?’

Malaikat menjawab, ‘Benar.’ ‘Apa yang hambaku katakan?’

Malaikat menjawab, ‘Mereka memujamu dan mengucapkan

kalimat istirja’. Maka Allah berfirman, “Bangunkanlah

hambaku itu rumah di surga, dan berilah nama rumah itu

dengan rumah pujian ( الحمد بيت ). (HR. Tirmidzi)

Yang dimaksud dengan ة ل لص ا adalah kasih sayang

yang ditempatkan di tempat yang mulia dan berada di antara

rahmat. Sebagaimana firman Allah, فةرأ

ورحمة “Rasa santun

dan kasih sayang.” (QS. Al-Hadid [57]: 27). Yang dimaksud

pengasih dan penyayang adalah semakin mulia. “Mereka

itulah orang-orang yang mendapat petunjuk.” Yaitu jalan

yang benar selagi mereka memasrahkannya kepada Allah dan

senantiasa menjalankan perintah-Nya.3

2 Abi al-Qāsim Jārullāh Mahmud bin Umar al-Zamakhsyari, Tafsīr al-

Kasysyāf (Beirut: Dar al-Ma’rifah, 2009) h. 105 3 Abi al-Qāsim Jārullāh Mahmud bin Umar al-Zamakhsyari, Tafsīr al-

Kasysyāf (Beirut: Dar al-Ma’rifah, 2009) h. 106

40

Page 55: MUSIBAH DAN KALIMAT ISTIRJA’ PERSPEKTIF TAFSIR CORAK …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/48216/1/Nisa Fathunnisa.pdf · Musibah adalah sesuatu yang memberikan

C. Musibah dan Kalimat Istirja’ Menurut Al-Qurṭubī

( لونكم huruf wawu pada ayat ini dibaca dengan (ولن ب

harakat fathah oleh Sibawaih, sedangkan beberapa ulama lain

dibaca dengan harakat ḍammah. Adapun musibah ada kalanya

baik dan ada kalanya buruk. Tapi pada dasarnya semua itu

ujian.4

( -lafaz ini mufrad tetapi maknanya jama’. Al (بشيء

Ḍahhāq membacanya dengan lafaz jama’ (بأشياء). Akan tetapi

mayoritas ulama membacanya dengan lafaz mufrad. (م ن

maknanya adalah takut terhadap musuh dan rasa takut (الخوف

ketika berada dalam peperangan. Pendapat ini dikemukakan

oleh Ibn Abbās. Sedangkan menurut Imam Syafi’i adalah

takut kepada Allah SWT.

Ibn Abbās berpendapat maknanya adalah (والجو ع)

kurangannya hujan dan kekeringan. Sedangkan Imam Syafi’i

berpendapat, maknanya adalah lapar pada bulan ramadan.

ل) المو م ن yang disebabkan karena sibuk memerangi (ون قص

orang kafir. Imam Syafi’i berpendapat, dengan mengeluarkan

zakat. (والن فس) Ibn Abbās: dengan terbunuh di medan jihad.

4 Abī ‘Abdillāh Muhammad bin Ahmad bin Abi Bakr al-Qurṭubī, al-

Jāmi’ li Ahkām al-Qur’ān (Beirut: Al-Risālah, 2006) h. 462

41

Page 56: MUSIBAH DAN KALIMAT ISTIRJA’ PERSPEKTIF TAFSIR CORAK …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/48216/1/Nisa Fathunnisa.pdf · Musibah adalah sesuatu yang memberikan

Imam Syafi’i: yakni dengan kondisi sakit. ( والثمر ت) Imam

Syafi’i: Maksudnya adalah meninggalnya anak. Karena anak

merupakan buah hati. Sedangkan Ibn Abbās memaknainya

dengan kekurangan tumbuh-tumbuhan dan berkah.

Firman Allah SWT (بري ن الص maknanya adalah (وبش ر

balasan pahala sebab bersabar. Yang dimaksud dengan sabar

adalah menahan. Adapun balasannya tidak bisa ditakar. Sahl

ibn Abdullāh al-Tustari berkata sabar terbagi dua, yaitu sabar

dari bermaksiat kepada Allah. Ini sabarnya mujāhid, dan sabar

dalam ketaatan kepada Allah. Ini sabarnya hamba yang

sebenarnya. Apabila sabar terhadap maksiat dan ketaatan

kepada Allah, maka Allah akan memberikan keridhaan

dengan kehendak-Nya. Adapun tanda Allah ridha adalah

tenangnya hati terhadap suatu yang menimpa diri, baik itu

yang tidak disukai maupun yang disukai.5

Al-Khawwāṣ berkata, “Sabar adalah ketetapan

berhukum dengan Al-Qur’an dan hadits.” Dzunnun al-Miṣri

berkata, “Sabar adalah memohon pertolongan kepada Allah.”

هم أص إذا لذينال ﴾٥١١﴿نجعو ر ليهإوإنا هلل إناقالو ابة مصي ب ت ئكأو

ورحرب همم ن ت صلو عليهم ل مة ﴾٥١١﴿نلمهتدو اهمئكوأو

Mengenai ayat di atas, terdapat enam pembahasan. Di

antaranya:

5 Abī ‘Abdillāh Muhammad bin Ahmad bin Abi Bakr al-Qurṭubī, al-

Jāmi’ li Ahkām al-Qur’ān (Beirut: Al-Risālah, 2006) h. 463

42

Page 57: MUSIBAH DAN KALIMAT ISTIRJA’ PERSPEKTIF TAFSIR CORAK …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/48216/1/Nisa Fathunnisa.pdf · Musibah adalah sesuatu yang memberikan

1. Firman Allah SWT ( بة yang dimaksud dengan musibah (مصي

adalah segala sesuatu yang menyakiti umat muslim. Musibah

adalah bencana yang menimpa manusia meskipun itu kecil

dan membawa keburukan. Diriwayatkan dari Ikrimah bahwa

lampu Rasulullah Saw padam pada suatu malam, maka beliau

berkata, “Innā lillāhi wa innā ilaihi rājiʻūn.” Ikrimah

bertanya, “Apakah ini musibah, wahai Rasulullah? Beliau

bersabda, “Ya! Setiap yang menyakiti kaum muslim adalah

musibah.” (HR. Abu Dawud) Diriwayatkan oleh Ibn Mājah

dalam kitab Sunannya, Abu Bakr ibn Abi Syaibah

meriwayatkan kepada kami, Waqi’ ibn Jarrāh meriwayatkan

kepada kami, dari Hisyam bin Ziād, dari ibunya, dari Fatimah

binti Husain, dari ayahnya berkata, Rasulullah Saw bersabda,

“Barangsiapa yang tertimpa misibah dan mengingat

musibahnya lalu mengucapkan kalimat istirja’ maka Allah

akan membalasnya dengan yang serupa pada hari

pembalasan. (HR. Ibn Mājah)6

2. Firman Allah SWT (ر جعو ن إليه وإنا ه لل إنا Allah SWT (قالو ا

menjadikan kalimat ini sebagai pelindung bagi orang yang

tertimpa musibah dan sebagai pegangan bagi orang yang diuji.

Jika digabungkan maknya, maka Firmman Allah (ه لل (إنا

merupakan pengesaan dan penetapan akan ketuhanan Allah,

6 Abī ‘Abdillāh Muhammad bin Ahmad bin Abi Bakr al-Qurṭubī, al-

Jāmi’ li Ahkām al-Qur’ān (Beirut: Al-Risālah, 2006) h. 465

43

Page 58: MUSIBAH DAN KALIMAT ISTIRJA’ PERSPEKTIF TAFSIR CORAK …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/48216/1/Nisa Fathunnisa.pdf · Musibah adalah sesuatu yang memberikan

sedangkan (ر جعو ن إليه merupakan ketetapan akan (وإنا

kebinasaan manusia, dibangkitkan dari alam kubur, dan

meyakini bahwa segala sesuatu akan kembali kepada-Nya.

Sa’id bin Jubair berkata, kalimat ini tidak diberikan kepada

nabi sebelum Nabi Muhammad Saw, meskipun Nabi Yakub

mengetahuinya sebagaimana firman Allah (يوسف على (ي أسفى

“Aduhai duka-citaku terhadap Yusuf. (QS. Yusuf [12]: 84)7

3. Abu Sanān berkata, “Aku menguburkan anakku Ibn Sanān

sedangkan Abu Ṭalhah al-Khawlāni berada di sisi kubur.

Ketika aku hendak keluar, ia memegang tanganku dan

memberikan semangat kepadaku. Ia berkata, ‘Apakah engkau

tidak berbahagia, wahai Abu Sanān? Al-Ḍahāk meriwayatkan

kepadaku, dari Abi Musa bahwa Rasulullah Saw bersabda,

“Apabila anak hambaku meninggal dunia, maka Allah

berfirman kepada para malaikat. Apakah engkau mencabut

nyawa anak hambaku? Malaikat menjawab, ‘Benar’. Apakah

engkau merenggut buah hatinya? Malaikat menjawab,

‘Benar.’ Lantas apa yang mereka katakan?’ Malaikat

menjawab, ‘Mereka memujamu dan mengucapkan kalimat

istirja’ “Bangunkanlah hambaku itu rumah di surga, dan

berilah nama rumah itu dengan rumah pujian (بيت الحمد). (HR.

Tirmidzi)

4. Firman Allah SWT (رب هم م ن ت صلو عليهم ل ئك ini adalah (أو

nikmat yang diberikan oleh Allah kepada orang yang bersabar

dan berserah diri. Adapun shalawatnya Allah kepada

hambanya adalah ampunan, rahmat, dan berkah baginya serta

7 Abī ‘Abdillāh Muhammad bin Ahmad bin Abi Bakr al-Qurṭubī, al-

Jāmi’ li Ahkām al-Qur’ān (Beirut: Al-Risālah, 2006) h. 467

44

Page 59: MUSIBAH DAN KALIMAT ISTIRJA’ PERSPEKTIF TAFSIR CORAK …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/48216/1/Nisa Fathunnisa.pdf · Musibah adalah sesuatu yang memberikan

Allah akan memuliakannya di dunia dan akhirat. Al-Zajjāj

berkata, Shalawatnya Allah adalah ampunan dan pujian yang

baik.8

D. Musibah dan Kalimat Istirja’ Menurut Al-Qusyairi

لونكم ت والثمر فسلن والمو الم نص عون قلجو افولخوام نء بشيولن ب بري اوبش ر هم أص إذا لذينا﴾٥١١﴿نلص

إليهوإنا هلل ناإقالو ابة مصي ب ت ل ﴾٥١١﴿نجعو ر ورحرب همم ن ت صلو عليهمئكأو

ل ومة همئكأو

﴾٥١١﴿نلمهتدو اAllah memberikan mereka nikmat agar nampak rasa

syukurnya dan mereka diberi cobaan agar terlihat rasa

sabarnya. Mereka diberikan rasa takut karena di dalamnya

terdapat pemurnian hati, dengan rasa lapar karena

mengandung pemurnian badan, kekurangan harta untuk

menyucikan jiwa mereka, musibah kehilangan jiwa sebab

Allah akan memberikan balasan berupa kemuliaan, dan

kekurangan buah-buahan maka ganjarannya akan Allah lipat

gandakan.

( بري اوبش ر نلص ) yaitu orang-orang yang tidak menolak

takdir yang diberikan kepadanya. Dikatakan, memohon

dengan rasa takut menjauhkan dari balasan. Kemudian dengan

lapar berharap dekat kepada Allah dan karamah. Kekurangan

8 Abī ‘Abdillāh Muhammad bin Ahmad bin Abi Bakr al-Qurṭubī, al-

Jāmi’ li Ahkām al-Qur’ān (Beirut: Al-Risālah, 2006) h. 469

45

Page 60: MUSIBAH DAN KALIMAT ISTIRJA’ PERSPEKTIF TAFSIR CORAK …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/48216/1/Nisa Fathunnisa.pdf · Musibah adalah sesuatu yang memberikan

harta dengan bersedekah, keluarnya harta tersebut semata-

mata mengharapkan kebaikan dan makrifat.

( فسلن وا ) penyerahan diri dengan ibadah. ( ت والثمر )

perkataan, dengan meninggalkan sesuatu yang diharapkannya

seperti bertambahnya nikmat. ( بري اوبش ر نلص ) atas kebaikan

yang diharapkan.

Orang mencari yang gaib, ada kalanya dengan harta,

jiwa, dan keluarga. Barangsiapa yang mewakafkan hartanya

kepada Allah, maka baginya keselamatan. Barangsiapa yang

memberi dengan otoritas dirinya, maka baginya derajat

kemuliaan. Barangsiapa yang bersabar atas musibah yang

menimpa keluarganya, maka ia dekat dengan Allah.

Firman Allah SWT ( هم أص إذا لذينابة مصي ب ت ) mereka

menghadapinya dengan sabar. Tidak, bahkan dengan syukur.

Tidak, bahkan dengan gembira. Tidak, bahkan dengan rasa

bangga.

Dikatakan, barangsiapa yang menyaksikan musibah

kemudian bersaksi bahwa dirinya milik Allah dan akan

kembali kepada-Nya. Barangsiapa yang menyaksikan orang

terkena musibah sedangkan ia mengetahui bahwa segala

sesuatu terjadi atas kehendak Allah, maka dia adalah hamba

dengan Allah. Perbedaan antara ada karena Allah dengan ada

dengan Allah adalah orang yang ada karena Allah akan tetap

sabar, sedangkan orang yang ada dengan Allah mereka akan

berhenti berusaha, jika Allah menetapkan demikian, maka

46

Page 61: MUSIBAH DAN KALIMAT ISTIRJA’ PERSPEKTIF TAFSIR CORAK …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/48216/1/Nisa Fathunnisa.pdf · Musibah adalah sesuatu yang memberikan

demikian, jika Allah menghapus, maka hilang, jika Allah

menggerakkannya maka bergerak, jika Allah mendiaminya,

maka ia diam.

Firman Allah ( ل ورحرب همم ن ت صلو عليهمئكأو ل ومة ئكأو

نلمهتدو اهم ) dengan keberkahan di awal, kemudian

keberkahan atas kesabaran dan ketetapan mereka ketika

memohon takdir. Bukan atas kesabaran, ketetapan, dan

shalawat mereka atas keberkatannya. Kalau bukan karena

rahmat Allah yang sudah ada sejak zaman azali, maka tidak

akan tercapai ketaatan mereka dengan penghambaan. Maka

dengan pertolongan Allah yang telah ada sejak dulu, wajib

bagi mereka hidayah.

Firman Allah SWT ( ل نلمهتدو اهمئكوأو ) Jika kalian

tidak dirahmat di awal, maka kalian akan diberikan petunjuk

di akhir.9

E. Analisis Atas Musibah dan Kalimat Istirja’

Penjelasan ketiga mufassir di atas terlihat berbeda

dalam memaknai surah al-Baqarah [2]: 155-157. Sebagai

mufassir dari yang berlatar belakang Muktazilah,

Zamakhsyari memandang musibah sebagai ujian untuk

mengukur kualitas keimanan seseorang. Apakah dengan

9 Al-Imām Abu al-Qāsim ‘Abd al-Karīm bin Hawazan bin ‘Abd al-

Malik al-Qusyairi al-Naisaburi, Tafsīr al-Qusyairī al-Musammā Laṭāif al-

Isyārāt (Beirut: Dar al-Kitab al-‘Alamiyyah, 1971) h. 79

47

Page 62: MUSIBAH DAN KALIMAT ISTIRJA’ PERSPEKTIF TAFSIR CORAK …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/48216/1/Nisa Fathunnisa.pdf · Musibah adalah sesuatu yang memberikan

adanya musibah seseorang tersebut akan sabar dan tetap

menjalankan perintah-Nya, atau sebaliknya. Adapun Al-

Qurṭubī melihat bahwa musibah tidak selalu berkaitan dengan

hal-hal yang buruk saja. Musibah ada kalanya baik dan ada

kalanya buruk. Tetapi, semuanya itu merupakan ujian dari

Allah SWT. Tidak jauh berbeda dengan dua mufassir di atas,

Al-Qusyairi berpendapat bahwa adanya musibah untuk

mengetahui kesabaran seseorang.

Mengenai makna ( بري اروبش نلص ) dalam ayat di atas,

ketiga mufassir ini memaknainya berbeda. Zamakhsyari

memaknainya sebagai orang yang mengucapkan innā lillāhi

wa innā ilaihi rājiʻūn dan memasrahkan segalanya kepada

Allah. Sebab, kalimat istirja’ adalah tanda kepasrahan. Al-

Qurṭubī yang berlatar belakang Sunni memaknainya sebagai

balasan pahala sebab sabar, dan sabar adalah menahan diri. Al-

Qurṭubī juga mengutip pendapat Sahl ibn ‘Abdullāh al-Tustari

yang membagi sabar menjadi dua, yaitu sabar tidak melakukan

maksiat kepada Allah dan sabar dalam ketaatan kepada Allah.

Sedangkan Al-Qusyairi yang berlatar belakang sufi

memaknainya sebagai orang yang tidak menolak takdir Allah.

Dalam memaknai kata takut, lapar, kurang harta, jiwa,

dan buah-buahan pun terlihat berbeda dari segi konteksnya.

Al-Qurṭubī memaknainya dalam konteks peperangan. Yaitu,

memerangi orang kafir. Kata takut dalam ayat di atas

ditafsirkan sebagai rasa takut ketika berada di medan perang,

kekurangan harta karena sibuk memerangi orang kafir,

48

Page 63: MUSIBAH DAN KALIMAT ISTIRJA’ PERSPEKTIF TAFSIR CORAK …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/48216/1/Nisa Fathunnisa.pdf · Musibah adalah sesuatu yang memberikan

kekurangan jiwa karena syahid di medan laga, dan kekurangan

buah-buahan adalah kurangnya keberkahan. Pendapat ini

dikutip Al-Qurṭubī dari Ibn Abbās.

Meski demikian, Al-Qurṭubī dan Zamakhsyari sama-

sama mengutip pendapat Imam Syafi’i tentang makna takut,

lapar, kekurangan harta, jiwa, dan buah-buahan. Menurut

Imam Syafi’i yang bermazhab Sunni, takut maknanya adalah

takut keapda Allah SWT. Lapar, yaitu menahan lapar saat

berpuasa di bulan Ramadhan. Kekurangan harta, karena

dikeluarkan untuk menyucikannya berupa zakat. Kekurangan

jiwa, yaitu sakit. Dan, kekurangan buah-buahan adalah

meninggalnya buah hati (anak).

Adapun Al-Qusyairi menafsirkannya berbeda,

seseorang diberikan rasa takut karena di dalam ketakutan

tersebut terdapat pemurnian hati. Diberikan rasa lapar karena

di dalamnya terkandung pemurnian tubuh. Kekurangan harta

untuk menyucikan jiwa mereka. Musibah kehilangan jiwa

yang akan diberikan balasan oleh Allah berupa kemuliaan.

Dan kekurangan buah-buahan yang nanti akan Allah lipat

gandakan balasannya. Kekurangan buah-buahan juga

ditafsirkan sebagai meninggalkan sesuatu yang diharap-

harapkan, misalnya bertambahnya nikmat. Unsur sufi dalam

penafsirannya memang sangat terlihat.

Mengenai kalimat istirja’, Al-Qurṭubī berpandangan

bahwa kalimat tersebut merupakan kalimat pegangan bagi

orang yang tertimpa musibah. Jika dilihat dari maknasnya, ada

49

Page 64: MUSIBAH DAN KALIMAT ISTIRJA’ PERSPEKTIF TAFSIR CORAK …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/48216/1/Nisa Fathunnisa.pdf · Musibah adalah sesuatu yang memberikan

dua pengakuan di dalamnya, yaitu (ه لل pengakuan dan (إنا

penetapan akan keesaan Allah. Dan, (إليهر جعو ن pengakuan (وإنا

akan kebinasaan manusia, akan dibangkitkan, dan keyakinan

akan kembalinya segala sesuatu kepada-Nya.

Al-Qusyairi tidak membahas terlalu detail tentang

makna kalimat istirja’, tapi lebih mengungkapkan makna

bagaimana seseorang harus menghadapi musibah. Al-Qusyairi

mengatakan bahwa orang yang ditimpa musibah harus

menghadapinya dengan sabar. Bahkan tidak cukup dengan

sabar, tapi dengan syukur. Bahkan tidak cukup dengan syukur,

harus ada rasa gembira. Dan, tidak cukup dengan rasa

gembira, harus ada rasa bangga ketika menerima musibah dari

Allah. Itulah orang yang sabar menurut surah Al-Baqarah

tersebut.

Adapun Zamakhsyari tidak mengungkap makna

istirja’ secara komprehensif. Ia hanya menjelaskan bahwa

kalimat istirja’ merupakan kalimat yang menunjukkan

kepasrahan seseorang kepada Allah.

Dari penjelasan tiga mufassir di atas, penulis lebih

cenderung dengan pendapat Zamakhsyari. Sebab, setiap

musibah datang bukan tanpa tujuan. Adapun tujuan utamanya

adalah untuk mengukur sejauh mana keimanan seseorang.

Ketika seseorang ditimpakan musibah oleh Allah, maka

kalimat istirja’ seperti yang dikatakan Zamakhsyari

50

Page 65: MUSIBAH DAN KALIMAT ISTIRJA’ PERSPEKTIF TAFSIR CORAK …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/48216/1/Nisa Fathunnisa.pdf · Musibah adalah sesuatu yang memberikan

merupakan tanda kepasrahan seorang hamba atas takdir yang

diberikan oleh Allah SWT.

51

Page 66: MUSIBAH DAN KALIMAT ISTIRJA’ PERSPEKTIF TAFSIR CORAK …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/48216/1/Nisa Fathunnisa.pdf · Musibah adalah sesuatu yang memberikan

BAB V

PENUTUP

A. Kesimpulan

Dari pemaparan penafsiran yang dituangkan dalam

bab sebelumnya dan melihat kembali rumusan masalah

penelitian ini, maka kesimpulan dari penelitian ini adalah:

1. Mufassir Muktazilah menganggap musibah sebagai

cara Allah mengukur keimanan seseorang. Mufassir

Sunni mengangap semua musibah adalah ujian, baik itu

musibah yang baik maupun buruk. Sedangkan Mufassir

Sufi memaknai musibah sebagai cara Allah melihat

kesabaran seseorang.

2. Kalimat istirja’ menurut mufassir Muktazilah adalah

kalimat yang menunjukkan kepasrahan kepada Allah.

Mufassir Sunni berpandangan bahwa kalimat tersebut

sebagai kalimat pegangan bagi orang yang terkena

musibah yang mengandung dua pengakuan, yaitu

pengakuan dan penetapan akan keesaan Allah dan

pengakuan bahwa segala sesuatu akan kembali kepada-

Nya. Adapun mufassir Sufi tidak menjelaskan secara

detail makna kalimat istirja’, tetapi menerangkan

bahwa orang yang ditimpa musibah seharusnya

menghadapinya dengan sabar, syukur, gembira, dan

rasa bangga.

52

Page 67: MUSIBAH DAN KALIMAT ISTIRJA’ PERSPEKTIF TAFSIR CORAK …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/48216/1/Nisa Fathunnisa.pdf · Musibah adalah sesuatu yang memberikan

B. Saran-saran

Kajian-kajian Al-Qur’an berdasarkan teologi seorang

mufassir belum banyak dilakukan. Untuk itu, penulis

menyarankan agar penelitian ke depan lebih memperhatikan

ideologi mufassir dalam mengkaji ayat Al-Qur’an. Sebab,

ideologi seorang mufassir sedikit tidak mempengaruhi cara

pandangnya dalam mengungkap makna ayat-ayat Al-Qur’an.

53

Page 68: MUSIBAH DAN KALIMAT ISTIRJA’ PERSPEKTIF TAFSIR CORAK …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/48216/1/Nisa Fathunnisa.pdf · Musibah adalah sesuatu yang memberikan

DAFTAR PUSTAKA

al-Baiḍāwī. Tafsīr al-Baiḍāwī, (Beirut: Dar al-Fikr, t.t)

al-Dimasyqī, Abi al-Fida’ Ismāʻīl bin Umar bin Katsīr al-Qurasy.

Tafsīr al-Qur’ān al-Azhīm (Beirut: Dar Ibnu Jazm, 2000)

Hadi, Syamsul, “Akronim dalam Bahasa Arab: Pembahasan

Seputar Perkembangan Mutakhir dalam Bahasa Arab Seri

iv”, dalam Humaniora, vol. xii, No. 3, (2000): 254

Hamka, Tafsir Al-Azhar, Juz XXXVII (Jakarta: Pustaka Panjimas,

t.t)

al-Hanbali, Muhammad al-Manjibi. Menghadapi Musibah

Kematian, terj. Muhammadi Suhadi (Jakarta: Hikmah,

2007)

‘Iwadh, Ahmad ‘Abduh. Mutiara Hadis Qudsi; Jalan Menuju

Kemuliaan dan Kesucian Jiwa, terj. Dewi Ariyanti

(Bandung: PT Mizan Pustaka, 2008)

Junaidi, Didi. Qur’anic Inspiration Meresapi Makna Ayat-ayat

Penggugah Jiwa (Jakarta: Quanta, 2014)

al-Jauziyah, Ibn Qayyim. Jangan Menyerah Ada Hikmah di Balik

Musibah, terj. Inayatur Rasyidah (Jakarta: Qisthi Press,

2012)

Kiswati, Tsuroya. Ilmu Kalam, Aliran Sekte, Tokoh Pemikiran,

dan Analisis Perbandingan (Surabaya: IAIN Sunan

Ampel, 2013)

Kusuma, Ridwan. “Pemahaman Mahasiswa Tafsir Hadits atas

Ayat-Ayat Musibah,” (Skripsi Fakultas Ushuluddin, UIN

Syarif Hidayatullah Jakarta, 2017)

Listiana, Anisa. “Menimbang Teologi Kaum Sufi Menurut Al-

Qusyairi dalam Kitab al-Risālah al-Qusyairi”, dalam

Kalam: Jurnal Studi Agama dan Pemikiran Islam, volume

7, No. 1, Juni (2013): 202

Mardan, Wawasan Al-Qur’an tentang Malapetaka (Jakarta: T.pn.,

2008)

Muhibudin, Irwan. Tafsir Ayat-ayat Sufistik, Studi Komparatif

antara Tafir Al-Qusyairi dan Tafsir Al-Jailani (Jakarta:

UAI Press, 2018)

Munawwir, A.W. Kamus Al-Munawwir, Arab-Indonesia

(Surabaya: Pustaka Progresif, 1984)

al-Miṣrī, Abi al-Faḍl Jamal al-Dīn Muhammad bin Mukarram ibn

Manzhur al-Ifriqī. Lisan al-‘Arab (Beirut: Dar Ṣād, t.t.)

54

Page 69: MUSIBAH DAN KALIMAT ISTIRJA’ PERSPEKTIF TAFSIR CORAK …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/48216/1/Nisa Fathunnisa.pdf · Musibah adalah sesuatu yang memberikan

Nasution, Harun, Teologi Islam, Aliran-aliran Sejarah Analisis

Perbandingan (Jakarta: UI-Press, 1986)

al-Naisaburi, Al-Imām Abu al-Qāsim ‘Abd al-Karīm bin Hawazan

bin ‘Abd al-Malik al-Qusyairi. Tafsīr al-Qusyairī al-

Musammā Laṭāif al-Isyārāt (Beirut: Dar al-Kitab al-

‘Alamiyyah, 1971)

Priambodo, S. Arie. Panduan Praktis Menghadapi Bencana

(Yogyakarta: Kanisius, 2009)

al-Qaṭṭān, Manna’. Pengantar Studi Ilmu Al-Qur’an, terj. Aunur

Rafiq El-Mazni, dkk. (Jakarta: Pustaka Al-Kautsar, 2019)

al-Qurṭubī, Abī ‘Abdillāh Muhammad bin Ahmad bin Abi Bakr.

al-Jāmi’ li Ahkām al-Qur’ān (Beirut: Al-Risālah, 2006)

--------, Al-Tadzkirah, Bekal Menghadapi Kehidupan Abadi, terj.

H. Anshori Umar Sitanggal (Jakarta: Pustaka Al-Kautsar,

2017)

Solahudin, Muhammad. “Metodologi dan Karakteristik Penafsiran

dalam Tafsir Al-Kasysyāf”, dalam Jurnal Ilmiah Agama

dan Sosial Budaya I, 1 Januari (2016): 117

Syofrianisda, Tafsir Maudhu’iy, (Yogyakarta: Deepublish, 2015)

al-Sya’rāwi, Muhammad Mutawalli. Tafsīr al-Sya’rāwi (Qahirah:

Dar Akhbar al-Yaum, 1991)

--------, Anda Bertanya Islam Menjawab, terj. Abu Abdillah

Almansur (Jakarta: Gema Insani Press, 2007)

al-Ṣābūnī, Muhammad Ali, Ṣafwah al-Tafāsir, terj. Yasin,

(Jakarta: Pustaka Al-Kautsar, 2011)

Tanjung, Abdul Rahman Rusli, “Musibah dalam Perspektif Al-

Qur’an; Studi Analisis Tafsir Tematik,” dalam Analytica

Islamica, vol. 1, No. 1, (2012): 151

Usman, “Pendidikan Aqidah dalam Kemurnian I’tiqād

Ahlussunnah wal Jama’ah,” dalam Al-Ihda’: Jurnal

Pendidikan dan Pemikiran 13, No. 2 (Januari 2019): 4

al-Zahabī, Muhammad Husain. Tafsīr wa al-Mufassirūn (Kairo:

Maktabah Wahbah, t.t.)

al-Zamakhsyari, Abi Al-Qāsim Jārullah Mahmud bin Umar. Tafsīr

al-Kasysyāf (Beirut: Dar Al-Marefah, 2009)

55