isi referat

Upload: rahmanita-sinaga

Post on 14-Oct-2015

74 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

BAB 1PENDAHULUAN

Banyak manfaat yang sudah didapatkan dari tindakan minimal invasif pada operasi ginekologi, termasuk rasa nyeri yang ringan, pemulihan yang lebih cepat dan perbaikan dari segi kosmetik yang lebih baik. Tindakan laparotomi yang standar sudah banyak digantikan dengan laparoskopi akses multipel untuk beberapa prosedur dengan persyaratan yang kompleks.1 Single-port Laparoscopy Surgery (SPLS) merupakan kemajuan dalam tindakan pembedahan invasif yang minimal. Tindakan ini menggunakan endoskopi yang fleksibel dan instrumen yang jelas. Seorang ahli bedah dapat menyelesaikan prosedur kompleks melalui sayatan tunggal selebar 2 cm diperut . Sayatan ini biasanya ditempatkan diumbilikus dan dapat disembunyikan dengan mudah. Sejak histerektomi laparoskopi pertama melalui sayatan tunggal dilakukan 20 tahun yang lalu , SPLS telah digunakan dengan sukses dalam melakukan nefrektomi, prostatektomi, hemikolektomi, kolesistektomi, splenektomi, reduksi intususepsi, gastrostomi, biopsi paru dengan torakoskopi dan usus buntu . Dalam operasi ginekologi, SPLS telah digunakan untuk melakukan ooforektomi, salfingektomi, ligasi tuba bilateral, kistektomi ovarium, pembedahan kehamilan ektopik, dan histerektomi. Setidaknya dua studi terbaru menyimpulkan bahwa SPLS adalah cara yang dapat diterima untuk mengobati banyak kondisi ginekologi jinak maupun ganas dengan menggunakan multiport laparoscopy.1Single-Port Laparoscopy sebenarnya telah dilakukan sejak lama.Pada tahun 1970, ligasi tuba dengan laparoskopi sudah dilakukan dengan menggunakan Yoons ring melalui insisi tunggal umbulikus. Selain itu pada tahun 1991 juga dilakukan histerektomi dengan salfingo-ooforektomi bilateral menggunakan teknik insisi tunggal. Namun, prosedur ini tidak lagi populer karena masalah teknis. Dan sekarang ini inovasi teknologi terus dikembangakan dengan menggunakan teknik ini pada berbagai prosedur seperti kolesistektomi, appendektomi, nefrektomi, dan sakrokolpopeksi.2Telah dilaporkan bahwa SPLS di bidang ginekologi menghasilkan rasa nyeri pasca operasi yang lebih ringan dibandingkan dengan laparoskopi konvensional. Selain itu, SPLS diharapkan dapat menawarkan hasil kosmetik yang lebih baik dan dapat mengurangi komplikasi operasi yang berhubungan dengan penyisipan trokar karena jumlah trokar yang lebih sedikit untuk dimasukkan. Namun, SPLS memiliki keterbatasan sistemik, termasuk benturan antara instrumen atau antara instrumen dan endoskop, platform kamera yang tidak stabil, dan mobilitas yang terbatas akibat instrumen laparoskopi lurus karena instrumen bedah hanya bekerja melalui satu port. Masalah teknis ini menyebabkan tingkat akurasi yang lebih rendah dan waktu operasi yang lebih lama dibandingkan dengan laparoskopi konvensional. Selain itu ada keterbatasan untuk penggunaan SLPS ini karena biaya yang tinggi dan kurangnya keterampilan untuk melakukannya. 2,3Prosedur sakrokolpopeksi perabdominal telah menunjukkan keunggulan jika dibandingkan dengan penanganan pervaginam. Namun, penyembuhan yang lama, waktu operasi yang lama, dan kosmesis yang buruk menjadi kerugian dan tantangan bagi para urooginekologis untuk melakukan prosedur ini. Single-Port Laparoscopy Sakrokolpopeksi kini menjadi pilihan bagi kalangan uroginekologis. Operasi laparaskopi dengan menggunakan instrumen terbaru yang lebih fleksibel, dengan estetika yang jauh lebih baik ini menawarkan kelebihan dibandingkan tindakan laparoskopi konvensional. 4BAB 2Single-Port Laparoscopy

2.1 Terminologi Single-port laparoscopy adalah suatu teknik akses laparoskopi yang menggunakan insisi tunggal pada fascia dengan trokar dan port tunggal atau multichannel. Single-port laparoscopy dapat menjadi berbeda dalam terminologinya dan tidak secara akurat dapat menggambarkan teknik yang digunakan.5 Namun, faktor utama dalam teknik ini adalah insisi tunggal dilakukan pada kulit tepat di umbilikus dengan ukuran tidak lebih panjang dari 2 cm. 1Beberapa istilah telah digunakan untuk tindakan Single Port Laparoscopy Surgery (SILS) diantaranya Single-Port access (SPA), Single Laparoscopic Port Procedure (SlaPP), Single-Incision Laparoscopic Surgery (SILS), One-Port Umbilical Surgery (OPUS), Single-Incision Multi-Port Laparo Endoscopic Surgery (SIMPLE), Natural Orifice Transumbilical Surgery (NOTUS) dan Embryonic Natural Orifice Transumbilical Endoscopic Surgery( E-NOTES). Ada kepentingan untuk menyatukan operasi ini di bawah nomenklatur tunggal , sehingga akan lebih mudah untuk mendokumentasikan perkembangan yang terbaru. Sebuah konsorsium multidisiplin ahli bedah bertemu di Klinik Cleveland pada bulan Juli 2008 (LESSCAR- Laparo-Endoscopic Single Site Surgery Consortium for Assessment and Research) , yang mengeluarkan tentang hal ini . Mereka menyarankan agar semua prosedur diatas disatukan dalam satu akses. 1,4,5

2.2 Tipe Single-Port LaparoscopySingle-Port Laparoscopy dapat dilakukan dengan alat yang diproduksi khusus untuk prosedur Single-Port Laparoscopy, atau dengan instrumen standar yang digunakan pada laparoskopi konvensional. SILS menggunakan polimer elastik yang dapat mengakomodasi tiga trokar dengan ukuran bervariasi antar 5 sampai 12 mm. Ada juga Single-Port Laparoscopy (TriPort) yang terdiri dari lapisan plastik yang ditahan oleh cincin karet internal dan eksternal dan tiga lumen instrumen eksternal dengan katup gel yang mempertahanan pneumoperitoneum . Instrumen lain (GelPOINT) menggunakan retraktor dan pengembangan diatas insisi, membentuk pseudo-abdomen diatas cincin umbilikus. Ahli bedah yang lebih nyaman dengan jarum veres tetap dapat melakukan prosedur ini. Instrumen lain pernah dilaporkan dengan menggunakan sarung tangan dan retraktor. Sarung tangan ditempatkan di sekitar retraktor dan jari-jari sarung tangan berfungsi sebagai multi port instrumen laparoskopi dan kamera.1,4,5,6

Gambar 1. Jenis-Jenis port laparoskopi

2.3 Penggunaan Single- Port Laparoscopy pada Operasi GinekologiSPLS meskipun sering dipromosikan sebagai teknik baru, namun telah digunakan beberapa tahun pada operasi ginekologi. Laparoskopi ligasi tuba dengan insisi tunggal telah dilakukan lebih dari 30 tahun setelah inovasi yang dilakukan ginekologis Dr. Clifford Wheeless. Banyak ginekologis yang melakukan single-port laparoscopy pada kasus ligasi tuba, namun penggunaannya pada kasus ginekologi lainnya masih jarang. Reich et al pertama kali melakukan Laparoscopic Assisted Vaginal Hysterectomy (LAVH) pada tahun 1989 pada pasien yang tidak dapat menjalani total vaginal histerektomi, dan secara sukses melakukan total laparoscopic hysterectomy (TLH) pada tahun 1994. Single-Port Access Total Laparoscopic Hysterectomy (SPA-TLH) pertama kali dilakukan pada tahun 2009 dan secara cepat mulai menggantikan operasi laparoskopi konvensional. Dengan dikenalnya SPA-TLH, operasi laparoskopi multi port yang menggunakan 3 sampai 4 port kini dikenal dengan laparoskopi tradisonal atau konvensional.2,7Single-Port Laparoscopy pernah dilaporkan dilakukan pada prosedur ginekologi : ligasi tuba, salpingo-ooforektomi bilateral, kehamilan ektopik, miomektomi, histerektomi total dan subtotal, pengambilan kelenjar getah bening, dan prosedur robotic-assisted laparoscopic. Sejumlah kecil penelitian telah melaporkan perbandingan histerektomi dengan laparoskopi konvensional dengan single-port laparoscopy dan didapatkan rerata lama operasi adalah sama pada kedua prosedur. Namun, belum ada publikasi penelitian yang mengevaluasi laparoskopi konvensional dengan single-port laparoscopy secara prospektif pada saat ini. 2,7

BAB 3Single-Port Laparoscopy Sacrocholpopexypada Prolapsus Puncak Vagina

3.1 Laparoskopi Pada Prolapsus Puncak VaginaProlapsus puncak vagina merupakan fenomena yang umum terjadi dan terjadi pada 0,2-45% wanita setelah histerektomi. Secara tradisional, dua metode yang dapat dilakukan untuk memperbaiki prolapsus puncak vagina antara lain fiksasi sakrospinosus melalui vagina dan sakrokolpopeksi melalui abdomen. Pendekatan perabdominal telah dilaporkan lebih unggul daripada pendekatan pervaginam dilihat dari keluaran fungsional khususnya aktivitas seksual. Namun, karena tingginya tingkat morbiditas melalui perabdominal, banyak ahli bedah yang lebih memilih pendekatan pervaginam. 2,7,8 Laparoskopi sakrokolpopeksi mengkombinasi keuntungan dari pendekatan perabdominal dengan tingkat morbiditas postoperatif yang rendah. Kemajuan dalam teknik laparoskopi sejak dilaporkan tahun 1994 dengan visualisasi yang lebih baik pada pelvis bawah dapat meningkatkan keluaran fungsional. Namun, dengan kurangnya penelitian yang membandingkannya dengan pendekatan pervaginam, khususnya dengan penggunaan mesh, membuat keputusan teknik mana yang lebih unggul menjadi sulit. 2,7,8Indikasi sakrokolpopeksi bervariasi tergantung kepada di daerah mana prosedur akan dilakukan. Di negara Eropa, sakrokolpopeksi laparoskopik dilakukan pada prolapsus organ pelvis multi kompartemen, prolapsus genitalia simptomatik pada wanita usia muda (