ii. tinjauan pustaka a. tanaman gambir · ... gambir dapat digunakan sebagai zat warna. ... pada...
TRANSCRIPT
4
II. TINJAUAN PUSTAKA
A. TANAMAN GAMBIR
Tanaman gambir (Uncaria gambir (Hunt.) Roxb) merupakan spesies
tanaman berbunga genus Uncaria dalam family Rubiaceae. Berdasarkan
karakteristik morfologinya, tanaman gambir termasuk jenis tanaman perdu
setengah merambat yang memiliki batang berkayu (Fiani dan Denian, 1994
dalam Nazir, 2000). Secara botanis, tanaman gambir diklasifikasikan sebagai
berikut (Nazir, 2000):
Divisi : Spermatophyta
Klas : Angiospermae
Sub-klas : Monocotyledonae
Ordo : Rubiales
Famili : Rubiceae
Genus : Uncaria
Spesies : Uncaria gambir Roxb.
Daun gambir tumbuh tunggal pada tangkai batang dan saling
berhadapan, berwarna hijau dan memiliki panjang 8-13 cm dan lebar 4-7 cm.
Bentuk daun oval, bagian ujung meruncing, bagian tepi bergerigi, dan
permukaan tidak berbulu. Tanaman gambir memiliki bunga mejemuk
berbentuk lonceng dan berwarna merah muda atau hijau yang tumbuh di
ketiak daun. Bunga gambir memiliki panjang sekitar 5 cm dengan lima helai
mahkota bunga. Buah gambir berbentuk bulat telur, berwarna hitam memiliki
panjang sekitar 1.5 cm dan dua ruang buah (Brown, 2009 dalam Gumbira-
Sa’id , et al. 2009a).
Tanaman gambir pada umunya sudah dapat dipanen pada umur 1-1,5
tahun tergantung tingkat pertumbuhannya.. Pemanenan dilakukan dengan
memotong ranting dan daun menggunakan pisau atau ani-ani. Panjang
potongan berkisar pada 40 – 60 cm dari ujung daun atau lima cm dari pangkal
batang. Pemanenan gambir berikutnya dapat dilakukan setelah lima atau enam
bulan tergantung pada kondisi tanaman (Nazir, 2000). Gambar contoh
penampakan tanaman gambir dapat dilihat pada Gambar 1.
5
Gambar 1. Contoh Penampakan Tanaman Gambir (Gumbira-Sa’id , et al., 2009b)
Menurut Sastrapradja et al., (1980) dalam Nazir (2000), tanaman
gambir ditemukan liar di hutan-hutan di Sumatra, Kalimantan, dan di
Semenanjung Malaya. Di samping itu, tanaman gambir juga dibudidayakan di
Jawa, Bali, dan Maluku. Tanaman ini umumnya tumbuh dengan baik pada
ketinggian 0-800 m di atas permukaan laut.
B. GAMBIR
Gambir atau gambir asalan merupakan produk yang berasal dari
ekstrak atau getah daun dan ranting tanaman gambir (Uncaria gambir (Hunt.)
Roxb) yang telah dikeringkan. Dalam perdagangan dunia, gambir dikenal
sebagai gambier, cutch, catechu atau pale catechu. Daun dan ranting
merupakan bagian tanaman gambir yang memiliki nilai ekonomi. Senyawa-
senyawa yang terkandung pada ekstrak atau getah daun dan ranting tanaman
gambir memiliki potensi pemanfaatan yang beragam (Hadad et al., 2007
dalam Gumbira-Sa’id, et al. 2009a). Komponen-konponen kimia yang
terdapat dalam gambir dapat dilihat pada Tabel 1.
6
Tabel 1. Komponen-Komponen dalam Gambir
No. Nama Komponen Jumlah (%)
1 Catechin 7 – 33
2 Asam catechutannat 20 – 55
3 Pyrocathecol 20 -30
4 Gambir flouresensi 1 – 3
5 Red Catechu 3 – 5
6 Quersetin 2 – 4
7 Fixed oil 1 – 2
8 Lilin 1 – 2
9 Alkaloid Sedikit
Sumber : Thorpe dan Whiteley (1921) dalam Gumbira Sa’id, et al. (2009a)
Berikut ini merupakan karakteristik umum komponen-komponen yang
terkandung dalam gambir (Thorpe dan Whiteley, 1921; Nazir, 2000 dalam
Gumbira-Sa’id, et al. 2009a):
1. Katekin
Katekin (C15H14O6) tergolong dalam jenis pseudotanin dan termasuk
polifenol antioksidan yang bersifat dapat larut dalam alkohol dingin, air
panas, serta asam asetat glasial dan aseton. Katekin sukar larut dalam air
dingin dan eter, selain itu tidak larut dalam CHCl3, metil eter dan benzene.
Katekin membentuk endapan jika bereaksi dengan Pb(CH3COO)2.
Katekin menghasilkan larutan yang berwarna biru jika bereaksi dengan
FeCl3. Jika katekin bereaksi dengan pine wood dan HCl akan terbentuk
phloro glucinol.
Menurut Muchtar (2000), senyawa katekin memberikan rasa manis dan
enak, tidak mudah larut dalam air dingin dan larut baik dalam air panas,
jika dalam bentuk kering berbentuk kristal berwarna kuning. Struktur
kimia katekin dapat dilihat pada Gambar 2.
Gambar 2. Struktur Kimia Katekin (Nazir, 2000)
7
2. Asam catechutannat
Asam catechutannat larut dalam alkohol dan air dingin, tidak larut dalam
eter. Asam catechutannat membentuk endapan jika bereaksi dengan Pb
(CH3COO)2 dan membentuk endapan berwarna hijau jika bereaksi dengan
CHCl3. Asam catechutannat bereaksi dengan pine wood dan HCl
membentuk reaksi phloro glucinol. Asam catechutannat disebut anhydride
dan dapat dihasilkan apabila larutan dipanaskan pada suhu 110oC dengan
larutan alkali karbonat. Struktur kimia asam catechutannat dapat dilihat
pada Gambar 3.
Gambar 3. Struktur Kimia Asam Catechutannat (Nazir, 2000)
3. Pyrocathecol
Pyrocathecol larut dalam air, alkohol, eter, benzene, klorofom dan larut
baik pada piridin dengan larutan bersifat basa, jika dipanaskan akan
membentuk catechol. Pyrocathecol membentuk warna hijau dengan FeCl3
dan membentuk endapan dengan brom. Larutannya dalam air cepat
berwarna coklat. Pyrocathecol dapat mereduksi perak amoniakal dan
larutan Fehling.
4. Gambir flouresensi
Gambir flouresensi dapat dilihat apabila larutan gambir dikocok dengan
petroleum eter dalam suasana sedikit basa. Gambir flouresensi pada
lapisan petroleum eter akan terlihat perpendaran berwarna hijau.
5. Red catechu
Red catechu merupakan gambir yang memberikan warna merah.
6. Fixed oil
Fixed oil merupakan minyak yang sukar menguap.
8
7. Quersetin
Quersetin (C15H10O7) merupakan senyawa turunan flavonoid tanaman
yang larut dalam air dan alkohol. Warna quersetin berubah menjadi warna
gelap dengan pemanasan. Quersetin memiliki manfaat sebagai anti-
inflammatory dan antioksidan serta berbagai potensi kesehatan yang
menguntungkan lainnya. Struktur kimia quercetin dapat dilihat pada
Gambar 4.
Gambar 4. Struktur Kimia Quersetin (Gumbira-Sa’id, et al. 2009a)
8. Lilin
Lilin terdapat pada permukaan daun gambir. Lilin merupakan monoester
dari suatu asam lemak dan alkohol.
9. Alkaloid
Alkaloid terdapat tujuh jenis alkaloid pada tanaman gambir yaitu
dihidrogambir taninna, gambirdina, gambirina, isogambirina,
auroparina, oksogambir-tanina. Tanin yang terdapat dalam gambir
merupakan tanin yang tidak dapat dihidrolisa (tanin kondensasi). Tanin
tersebut merupakan turunan dari flavanol yang tidak dapat dihidrolisis
dengan asam ataupun basa.
Secara tradisional, gambir digunakan sebagai pelengkap makan sirih
dan obat-obatan. Di Malaysia, gambir digunakan untuk obat luka bakar,
sedangkan rebusan daun muda dan tunasnya digunakan sebagai obat diare dan
disentri serta obat kumur pada sakit kerongkongan. Secara modern, gambir
banyak digunakan sebagai bahan baku industri farmasi dan makanan, antara
lain: sebagai bahan baku obat penyakit hati dan bahan baku permen yang
melegakan tenggorokan bagi perokok di Jepang (Nazir, 2000).
9
Gambir dapat dimanfaatkan dalam industri kulit, tekstil, dan
kosmetika. Getah gambir dapat digunakan sebagai zat penyamak kulit dalam
industri kulit. Dalam industri tekstil, gambir dapat digunakan sebagai zat
warna. Gambir digunakan sebagai pembantu untuk mendapatkan warna coklat
dan kemerah-merahan pada pembuatan kain batik. Dalam industri kosmetika,
gambir dapat digunakan untuk astringent yang berfungsi untuk melembutkan
kulit dan menambah kelenturan serta daya regang kulit (Nazir, 2000).
Berdasarkan perbedaan bentuknya, gambir asalan yang diproduksi di
Indonesia terdiri dari empat jenis yaitu gambir bootch, lumpang, coin, wafer
block, dan stick. Gambar beberapa jenis gambir dapat dilihat pada Gambar 5.
Gambar 5. Berbagai Jenis Gambir Indonesia (Gumbira-Sa’id, et al. 2009a)
a. Gambir stick; b. Gambir coin; c. Gambir bootch;
d. Gambir dairi; e. Gambir lumpang; f. Gambir wafer block
Gambir asalan diolah melalui beberapa tahapan yaitu perebusan,
pengempaan, pengendapan, penirisan, pencetakan dan pengeringan. Pada
tahap pengolahan secara tradisional terjadi penurunan kadar catechutannatnya
karena ikut terlarut dalam air sisa pengepresan (Zammarel dan Risfaheri, 1991
dalam Gumbira-Sa’id, et al. 2009a). Diagram alir pembuatan gambir rakyat
dapat dilihat pada Gambar 6.
a b c
d e f
10
Daun
Perebusan
Pengepresan
Pengendapan
Penirisan
Pencetakan
Pengeringan
Gambir
Gambar 6. Diagram Alir Pengolahan Gambir Rakyat (Gumbira-Sa’id, et al.
2009a)
Berdasarkan laporan Gumbira-Sa’id, et al. (2009b), secara rinci
urutan proses pengolahan gambir yang dilakukan di Kabupaten Lima
Puluh Kota adalah sebagai berikut:
1. Perebusan daun
Daun dan ranting hasil panen diikat, masing-masing sekitar 3-4 kg
per ikat, kemudian dimasukkan ke dalam keranjang dari anyaman
bambu, di dalamnya terdapat jala rajut dari plastik atau tali kulit,
kemudian dimasukkan ke dalam wajan yang berisi air yang sudah
mendidih terlebih dahulu. Lama perebusan berkisar antara 1-1,5
jam. Selama perebusan dilakukan pembalikan bahan agar
pematangam terjadi secara merata. Gulungan daun gambir dibolak-
11
balik sambil ditusuk-tusuk dengan kayu untuk memberi jalan air
panas agar perebusan merata.
2. Pengempaan
Setelah daun gambir selesai direbus dan diangkat, daun kemudian
dililit kembali oleh rajut agar daun tetap berada dalam gulungan.
Air bekas rebusan disiramkan kembali ke daun yang akan dikempa
karena masih banyak asam samak yang terlarut dalam proses
perebusan. Alat kempa yang digunakan dapat berupa kempa yang
terbuat dari dua bilah kayu besar berbentuk huruf V dengan
panjang kayu sekitar tiga meter. Proses pengempaan membutuhkan
waktu sekitar 60 menit.
3. Pengendapan
Getah gambir yang diperoleh dari proses pengepresan dimasukkan
ke dalam sebuah tempat pengendapan terdiri dari kayu mirip
perahu yang disebut peraku. Pengendapan memerlukan waktu
sekitar 8-12 jam. Endapan yang diperoleh berbentuk kristal-kristal
seperti pasta tetapi lebih encer.
4. Penirisan
Alat penirisan terbuat dari kain blacu, tali, dan alat pemberat
seperti kayu dan lain-lain. Getah dalam bentuk pasta encer
dimasukkan ke dalam kain blacu, diikat dan dipres lagi dengan alat
pemberat agar pasta yang terjadi lebih pekat dan dapat segera
dicetak. Penirisan biasanya memerlukan waktu 10-20 jam,
tergantung pada banyaknya bahan yang ditiriskan.
5. Pencetakan
Bentuk cetakan gambir terdiri dari tiga macam. Untuk konsumsi
dalam negeri (makan sirih), gambir dicetak berbentuk silinder
cekung. Untuk tujuan ekspor atau industri batik, penyamak dan
lain-lain, gambir dicetak berbentuk koin dan silinder. Setiap
kilogram bahan baku gambir mampu dicetak dalam waktu sekitar
25-30 menit per orang.
6. Pengeringan
12
Pengeringan merupakan proses terakhir dalam pengolahan gambir.
Gambir hasil cetakan kemudian diletakkan di atas tempat seperti
baki, kemudian dijemur di panas matahari. Bila cuaca mendung,
gambir dikeringkan di atas tungku perebusan daun. Pengeringan
memerlukan waktu dua hingga tiga hari tergantung pada cuaca.
C. TANIN
Tanin dapat dijumpai pada hampir semua jenis tumbuhan hijau di
seluruh dunia, baik tumbuhan tingkat tinggi maupun tingkat rendah dengan
kadar dan kualitas yang berbeda-beda. Di Indonesia sumber tanin antara lain
diperoleh dari jenis bakau-bakauan atau jenis-jenis dari hutan tanaman industri
seperti akasia (Acacia sp), eukaliptus (Eucalyptus sp), pinus (Pinus sp) dan
sebagainya. Tanin adalah polifenol alami yang selama ini banyak digunakan
sebagai bahan perekat tipe eksterior, yang terutama terdapat pada bagian kulit
kayu. Tanin memiliki sifat dapat larut dalam air atau alkohol karena tanin
banyak mengandung fenol yang memiliki gugus OH, dapat mengikat logam
berat, serta adanya zat yang bersifat anti rayap dan jamur (Carter et al., 1978).
Menurut Muchtar (2000), senyawa tanin memberikan bau dan rasa
yang khas dan memberikan warna merah kecoklatan, mudah larut dalam air
dingin dan alkohol, tetapi tidak larut dalam ester dan bila airnya diuapkan
akan membentuk kristal yang berwarna coklat kemerahan. Berdasarkan
Hathway (1962), tanin adalah senyawa organik yang terdiri dari campuran
senyawaan polifenol kompleks, dibangun dari elemen C, H dan O serta sering
membentuk molekul besar dengan bobot molekul lebih besar dari 2000.
Menurut Sjostrom (1981), tanin adalah suatu senyawa polifenol yang
dari struktur kimianya dapat digolongkan menjadi dua macam, yaitu tanin
terhidrolisis (hidrolizable tannin) dan tanin terkondensasi (condensed tannin).
Ekstrak dari tanin tidak dapat murni 100%, karena selain terdiri dari tanin
terdapat juga zat non tanin seperti glukosa dan hidrokoloid yang memiliki
bobot molekul tinggi (Pizzi, 1983).
Tanin yang tidak dapat terhidrolisis dapat mengalami polimerisasi bila
dipanaskan. Apabila bereaksi dengan asam kuat akan terbentuk suatu zat
13
warna merah yang disebut flobafen atau tanin merah. Tanin yang terdapat
dalam gambir merupakan tanin yang tidak dapat dihidrolisis (tanin
terkondensasi). Tanin terhidrolisis adalah tanin yang mudah terhidrolisis
dengan asam, basa, dan enzim yang membentuk asam galat dan beberapa
asam lainnya (Tyler dalam Yeni et al., 2004). Contoh struktur molekul tanin
terhidrolisis dapat dilihat pada Gambar 7 dan tanin terkondensasi pada
Gambar 8.
Gambar 7. Contoh Struktur Molekul Tanin Terhidrolisis (Gross, 1992).
Gambar 8. Contoh Struktur Molekul Tanin Terkondensasi (Copriady, 2002)
Tanin terkondensasi terjadi melalui biosintesis dengan cara kondensasi
katekin tunggal atau galokatekin yang membentuk senyawa dimer dan
kemudian membentuk senyawa oligomer yang lebih tinggi. Nama lain untuk
tanin terkondensasi adalah proantosianidin, karena bila direaksikan dengan
asam panas, beberapa ikatan karbon penghubung satuan putus dan dibebaskan
monomer antosianidin. Tanin terhidrolisis merupakan senyawa ester dari gula
sederhana. Ikatan ester tersebut dapat terhidrolisis jika dididihkan dalam asam
klorida encer. Tanin terhidrolisis dibagi menjadi dua kelas yaitu galotanin
(ester asam galat dan glukosa) dan ellagitanin (ester asam
heksahidroksiidefenat dan glukosa) (Harbone, 1987).
14
Menurut Browning (1966), sifat utama tanin tumbuh-tumbuhan
tergantung pada gugusan fenolik-OH yang terkandung dalam tanin, dan sifat
tersebut secara garis besar dapat diuraikan adalah sebagai berikut:
1. Sifat kimia tanin
a. Tanin memiliki sifat umum, yaitu memiliki gugus fenol dan
bersifat koloid. Oleh karena itu, di dalam air bersifat koloid dan
asam lemah
b. Semua jenis tanin dapat larut dalam air. Kelarutannya besar, dan
akan bertambah besar apabila dilarutkan dalam air panas. Begitu
juga tanin akan larut dalam pelarut organik seperti metanol, etanol,
aseton dan pelarut organik lainnya
c. Dengan garam besi memberikan reaksi warna. Reaksi tersebut
digunakan untuk menguji klasifikasi tanin, karena tanin dengan
garam besi memberikan warna hijau dan biru kehitaman. Tetapi uji
ini kurang baik, karena selain tanin yang dapat memberikan reaksi
warna, zat-zat lain juga dapat memberikan warna yang sama
d. Tanin akan terurai menjadi pyrogallol, pyrocatechol, dan
phloroglucinol bila dipanaskan sampai suhu 98,890C-101,67
0C
e. Tanin dapat dihidrolisis oleh asam, basa, dan enzim
f. Ikatan kimia yang terjadi antara tanin-protein atau polimer-
polimer lainnya terdiri dari ikatan hidrogen, ikatan ionik dan ikatan
kovalen
2. Sifat fisik tanin
a. Umumnya tanin mempunyai bobot molekul tinggi dan cenderung
mudah dioksidasi menjadi suatu polimer, sebagian besar tanin tidak
berbentuk (amorf) dan tidak mempunyai titik leleh
b. Tanin berwarna putih kekuning-kuningan sampai coklat terang,
tergantung dari sumber tanin tersebut
c. Tanin berbentuk serbuk atau berlapis-lapis seperti kulit kerang,
berbau khas dan mempunyai rasa sepat (astringent)
d. Warna tanin akan menjadi gelap apabila terkena cahaya langsung
atau dibiarkan di udara terbuka
15
e. Tanin mempunyai sifat atau daya bakteriostatik, fungistatik dan
merupakan racun
Tanin dapat digunakan dalam industri kulit, industri tekstil, industri
farmasi, industri kosmetik dan dalam laboratorium. Tanin dalam indstri tekstil
digunakan sebagai pewarna. Tanin dapat digunakan untuk mewarnai sutera,
wool, dan kain batik. Dalam industri farmasi, tanin dapat digunakan sebagai
obat anti diare, obat kumur, dan obat sakit kulit (Nazir, 2000 dalam Yeni, et
al.,2004). Tanin dikenal sebagai senyawa antioksidan dan dapat digunakan
sebagai senyawa peluruh karat (rust converter) dan senyawa anti karat (rust
inhibitor) (Gumbira-Sa’id, et al. 2009a).
Tanin dapat berfungsi sebagai zat yang dapat membersihkan dan
menyegarkan mulut sehingga dapat mencegah kerusakan gigi dan penyakit
gusi. Tanin juga memiliki fungsi sebagai zat antibakteri. Secara garis besar,
mekanisme tanin sebagai zat antibakteri adalah sebagai berikut: toksisitas
tanin dapat merusak membran sel bakteri, senyawa astringent tanin dapat
menginduksi pembentukan kompleks senyawa ikatan terhadap enzim atau
subtrat mikroba dan pembentukan suatu kompleks ikatan tanin terhadap ion
logam yang dapat menambah daya toksisitas tanin sendiri (Akiyama, et al.
2001). Menurut Masduki (1996), tanin juga mempunyai daya antibakteri
dengan cara mempresipitasi protein. Efek antibakteri tanin antara lain melalui
reaksi dengan membran sel, inaktivasi enzim, dan destruksi atau inaktivasi
fungsi materi genetik
D. EKSTRAKSI TANIN
Ekstraksi merupakan unit operasi yang melibatkan pemisahan
komponen-komponen pembentuk suatu bahan dengan cara melarutkannya ke
dalam cairan lain (pelarut). Metode yang paling sederhana untuk
mengekstraksi padatan adalah dengan mencampur semua bahan dengan
pelarut, lalu memisahkan larutan dengan padatan tidak terlarut (Brown, 1950).
Umumnya tanin diekstrak dengan menggunakan pelarut air karena
lebih murah dengan hasil yang relatif cukup tinggi, tetapi tidak menjamin
jumlah senyawa polifenol yang terikut dalam ekstrak tanin tersebut (Hathway,
16
Gambir
Asalan
Pasta Filtrat
Tanin
Katekin Adhesiv
e
Pelarutan dalam
Air Panas
Pendinginan
Komponen
Tidak Larut
Pemerasan
Pencucian Berulang
(Dengan Air Dingin)
Pelarutan
Dengan Etanol
Senyawa Non
Katekin
Pengeringan Pengeringan Pengeringan
Komponen Larut
Pasta
Tanin
1962). Fengel (1993) menambahkan dalam proses ekstraksi, tanin yang
dihasilkan bukan merupakan tanin murni tetapi masih mengandung unsur-
unsur lainnya. Tanin yang banyak terdapat dalam tumbuhan berpembuluh
dapat diperoleh dengan melakukan ekstraksi pada bagian kayu dan kulit kayu
dengan menggunakan air atau pelarut organik seperti aseton atau etanol.
Proses ekstraksi tanin yang berasal dari gambir asalan merupakan
serangkaian proses pemurnian gambir yang dapat menghasilkan produk tanin
dan katekin. Proses pemurnian gambir yang dapat menghasilkan tanin dapat
dilihat pada Gambar 9.
Gambar 9. Diagram Proses Pemurnian Gambir untuk Menghasilkan Tanin
(Gumbira-Sa’id, et al. 2009a)
17
Menurut Syafii (2000), tanin yang terdapat pada kulit Acacia
decurrens dapat diperoleh dengan cara mengekstraksi kulit pada suhu dan
waktu tertentu serta jenis pengekstrak tertentu, tergantung pada asal bahan
baku. Suhu dan lama ekstraksi merupakan faktor yang perlu untuk
diperhatikan karena dapat mempengaruhi efisiensi dalam proses ekstraksi.
Pada pemanasan dengan suhu yang terlalu tinggi akan diperoleh tanin dalam
jumlah yang besar tetapi kualitas tanin yang dihasilkan kurang baik karena
komponen non tanin yang terlarut semakin besar.
Kelarutan suatu senyawa dalam pelarut akan meningkat dengan
meningkatnya suhu karena peningkatan suhu akan mempermudah penetrasi
pelarut dalam sel bahan. Namun, penggunaan suhu yang tinggi akan
menyebabkan kehilangan senyawa tertentu yang tidak stabil pada kondisi
tersebut (Houghton dan Raman, 1998).
Menurut Bernardini (1983), beberapa faktor yang mempengaruhi
jumlah rendemen hasil ekstraksi adalah perlakuan pendahuluan terhadap
bahan yang meliputi pengecilan ukuran bahan dan pengeringan bahan,
pemilihan jenis pelarut, perbandingan jumlah pelarut dan bahan serta
pengaturan kondisi ekstraksi seperti lama ekstraksi dan suhu ekstraksi.
E. PENGERING SEMPROT (SPRAY DRYER)
Proses pengeringan semprot adalah proses yang mengubah bahan
fluida menjadi produk kering dalam satu operasi (Filkova dan Mujumdar,
1995). Alat pengering semprot digunakan untuk mengeringkan larutan,
campuran atau produk cair lain menjadi tepung dengan kadar air yang
mendekati kesetimbangan dengan kondisi udara pada tempat produk keluar
(Wirakartakusumah et al., 1989).
Teknik pengeringan semprot didasarkan pada prinsip penyemprotan
produk ke dalam suatu kamar (ruangan) yang diisi dengan udara panas
tersirkulasi dalam bentuk butiran kecil sehingga suhu permukaannya
meningkat dan memungkinkan transfer panas yang cepat. Butiran-butiran
tersebut kemudian dibawa udara panas dan disirkulasi sehingga menyerap
panas yang dibutuhkan untuk proses pengeringan. Uap air hasil evaporasi
18
diserap oleh udara dan dikeluarkan dari alat pengering semprot. Serbuk kering
kemudian jatuh ke bawah dan ditampung dalam wadah tertentu (Speer, 1998).
Keunggulan pengering semprot antara lain adalah sifat dan mutu
produk dapat terkontrol secara efektif, dapat digunakan pada makanan yang
peka terhadap panas, produk biologi dan farmasi dapat dikeringkan pada suhu
atmosfer dan suhu rendah, menghasilkan produk yang relatif seragam,
partikel-partikelnya berbentuk bulat mendekati proporsi yang sama (Widodo,
2006). Waktu kontak antara droplet bahan dengan udara panas dalam ruangan
pengering berlangsung hanya beberapa detik sehingga kecil kemungkinan
nutrisi terdegradasi akibat panas (Master, 1979).
Menurut Singh dan Heldman (2001), keuntungan dari penggunaan alat
pengering semprot adalah siklus pengeringannya yang cepat, retensi dalam
ruang pengeringan (residence time) singkat dan produk akhir siap dikemas
ketika selesai proses dengan kadar air produk sekitar 5%. Residence time pada
alat pengering semprot antara 5-100 detik dan partikel yang dihasilkan
mempunyai ukuran 10-500 µm (Canovas dan Mercado, 1996).
Menurut Dwiari (2008), alat pengering semprot terdiri atas pemasukan
udara (air inlet), pemanas udara (air heater), drying chamber, inlet atomizer,
cyclone chamber, cyclone separator, tempat penampungan produk yang sudah
dikeringkan, hot air inlet dan outlet, kipas, motor pengering, dan alat
pengontrol. Tahapan pengeringan dengan pengering semprot adalah (1)
atomisasi bahan yang dapat membentuk semprotan sangat halus, (2) kontak
antara partikel hasil atomisasi dengan udara pengering, (3) penguapan air
bahan, (4) pemisahan bubuk kering dengan aliran udara yang membawanya.
Bagian dan tahapan proses pada pengering semprot dengan susunan open
cycle concurrent dapat dilihat pada Gambar 10.