eprints.unm.ac.ideprints.unm.ac.id/5228/1/bab i.docx · web viewbab i. pendahuluan. latar belakang...
TRANSCRIPT
1
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Dalam Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 20 Tahun 2003
Tentang Sistem Pendidikan Nasional pasal 3 ditegaskan bahwa: Pendidikan
nasional berfungsi mengembangkan kemampuan dan membentuk watak serta
peradaban bangsa yang bermartabat dalam rangka mencerdaskan kehidupan
bangsa, bertujuan untuk berkembangnya potensi peserta didik agar menjadi
manusia yang beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa,
berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri, dan menjadi warga
negara yang demokratis serta bertanggung jawab.
Maka dari itu, pendidikan budi pekerti dianggap penting sebagai wahana
pembinaan watak dan kepribadian siswa di sekolah. Kenyataan menunjukkan
bahwa tidak selamanya harapan itu sesuai dengan kenyataan, akan tetapi
cenderung mendapat berbagai macam hambatan atau kendala dalam
pencapaiannya. Demikian halnya dengan kedisiplinan siswa di sekolah,
seperti: taat terhadap tata tertib sekolah, menyelesaikan tugas yang diberikan
tepat waktu, megikuti upacara bendera dengan tertib, berpakaian sopan dan
rapi, bertutur kata yang baik, tidak datang terlambat serta menghormati teman,
guru, kepala sekolah dan pegawai lainnya, semua hal itu tampaknya
merupakan suatu harapan yang kurang sesuai dengan kenyataan yang ada.
Akibat dari ketidakdisiplinan siswa di sekolah akan dapat berdampak
negatif yaitu akan mempengaruhi prestasi belajarnya. Disebabkan karena
1
2
dalam belajar siswa kurang tertib dan teratur sesuai dengan waktu dan
tempatnya serta mengerjakannya dengan tidak penuh kesadaran, tidak tekun
serta tidak ikhlas atau selalu ada paksaan baru ingin belajar.
Peran dan fungsi serta tanggung jawab guru mata pelajaran pada setiap
jenjang pendidikan sangat diharapkan untuk mau dan mampu menjadikan para
siswa sebagai calon warga masyarakat sekaligus sebagai warga negara yang
baik dengan ciri-ciri, antara lain: religius, jujur, disiplin, tanggung jawab,
toleran, sadar akan hak dan kewajiban, mencintai kebenaran dan keadilan,
peka terhadap lingkungan, mandiri dan percaya diri, sederhana, terbuka dan
penuh pengertian terhadap kritik dan saran, patuh terhadap peraturan, tidak
suka berbuat onar, kreatif serta inovatif.
Saat ini kualitas pendidikan masih terus gencar diperbincangkan dan
senantiasa menjadi sentral perhatian. Hal ini menjadi bagian kegelisahan dan
keprihatinan kita bersama, terutama oleh para pelaku pendidikan. Dengan roda
zaman terus berputar dan berjalan, budaya terus berkembang, teknologi
berkembang pesat, dan arus informasi global bagai tidak terbatas dan tidak
terbendung lagi akibatnya budaya luar yang negatif mudah terserap tanpa ada
filter yang cukup kuat. Gaya hidup modern yang konsumeristik-kapitalistik
dan hedonistik yang tidak didasari akhlak dan budi pekerti yang luhur dari
bangsa ini cepat masuk dan mudah ditiru oleh generasi muda kita.
Perilaku negatif yang akhir-akhir ini marak terjadi seperti kasus pelecehan
seksual, keterlibatan dalam narkoba, geng motor, kenakalan anak dan remaja
lainnya yang sering muncul disurat kabar maupun televisi merupakan bukti
3
telah terjadi kecenderungan pelecehan terhadap nilai-nilai kemanusiaan
ataupun gersangnya budi pekerti dan moral, terlebih kenyataan ini dilakukan
oleh anak dibawah umur yang khususnya adalah pelajar sekolah. Selain itu,
muncul fenomena adanya sebagian siswa yang senantiasa berada di luar jam
sekolah pada saat jam pelajaran atau kurang menaati tata tertib sekolah,
perkelahian, menyontek, pemalakan, pencurian dan bentuk-bentuk
penyimpangan perilaku lainnya.
Fenomena dan kenyataan tersebut tentu tidak boleh dibiarkan berlalu
begitu saja, maka dari itu dituntut peran aktif orang tua atau keluarga,
masyarakat, serta pemerintah. Tidak kalah penting juga yaitu peran seorang
pendidik atau guru karena ia sebagai motivator, fasilitator dan administrator di
sekolah yang merupakan faktor penunjang dalam penanaman nilai-nilai budi
pekerti, peningkatan kualitas pendidikan serta pembinaan kedisiplinan siswa.
Siswa SD Inpres 12/79 Ulubalang Kec. Salomekko Kab. Bone sebagai
sasaran penelitian, berdasarkan observasi peneliti menunjukkan bahwa
beberapa siswa senantiasa berprilaku kurang disiplin di sekolah, seperti: tidak
masuk belajar walaupun berada di dalam lingkungan sekolah, tidak berpakaian
rapi, kurang memperhatikan guru saat menerangkan di depan kelas, ataupun
tidak mengerjakan tugas yang diberikan guru di sekolah maupun di rumah.
Mengingat dampak negatif ketidakdisiplinan siswa di sekolah terhadap
prestasi hasil belajarnya, maka berbagai upaya perlu dilakukan secara dini.
Dimana hal ini sekaligus menjadi tantangan bagi guru, untuk membentuk
kedisiplinan siswa.
4
Dalam kurikulum setiap mata pelajaran di sekolah dasar, secara umum
berorientasi pada pembinaan sikap atau perilaku. Ini berarti, dalam kegiatan
proses belajar mengajar sehari-hari oleh guru mata pelajaran selalu diajarkan
nilai pendidikan budi pekerti bagi siswa dengan harapan siswa dapat
menerima, memahami sekaligus mengaplikasikan ilmu pengetahuan yang
diberikan tersebut dalam kehidupan sehari-hari, baik di sekolah, di rumah
maupun dalam kehidupan masyarakat.
Berdasarkan issu-issu yang dikemukakan di atas, maka penulis ingin
mengkaji mengenai Penanaman Nilai Pendidikan Budi Pekerti Dalam
Meningkatkan Kedisplinan Siswa Pada SD Inpres 12/79 Ulubalang Kec.
Salomekko Kab. Bone.
B. Rumusan Masalah
Berdasarkan pada latar belakang di atas, maka dapat dirumuskan masalah
penelitian sebagai berikut :
1. Bagaimana pola penanaman nilai pendidikan budi pekerti dalam
meningkatkan kedisiplinan siswa pada SD Inpres 12/79 Ulubalang Kec.
Salomekko Kab. Bone ?
2. Bagaimana dampak yang muncul setelah penanaman nilai-nilai pendidikan
budi pekerti diberikan pada siswa di SD Inpres 12/79 Ulubalang Kec.
Salomekko Kab. Bone ?
5
C. Tujuan Penelitian
Tujuan pelaksanaan penelitian ini adalah sebagai berikut :
1. Untuk mengetahui pola penanaman nilai pendidikan budi pekerti dalam
meningkatkan kedisiplinan siswa pada SD Inpres 12/79 Ulubalang Kec.
Salomekko Kab. Bone.
2. Untuk mengetahui dampak yang muncul setelah penanaman nilai
pendidikan budi pekerti diberikan pada siswa di SD Inpres 12/79
Ulubalang Kec. Salomekko Kab. Bone.
D. Manfaat Penelitian
Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat :
1. Bagi Lembaga Universitas Negeri Makassar, hasil dari penelitian ini
diharapkan dapat menambah atau memperkaya khasanah ilmu
pengetahuan dan informasi serta karya ilmiah yang dapat dijadikan
ssebagai acuan bagi mahasiswa yang hendak mengadakan penelitian.
2. Bagi guru, sebagai masukan dalam melakukan berbagai upaya dalam
meningkatkan kedisiplinan siswa sebagai bagian dalam upaya peningkatan
kemampuan belajar siswa.
3. Bagi peneliti, sebagai masukan dalam memperluas wawasan atau
pengetahuan.
6
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA DAN KERANGKA BERPIKIR
A. Tinjauan Pustaka
1. Pola Penanaman Nilai
Pendidikan dasar sebagai salah satu jenjang pendidikan dalam sistem
pendidikan nasional merupakan tahap awal untuk melanjutkan perjalanan
berikutnya. Gagalnya pendidikan pada tahap ini terutama dalam
penanaman sikap/nilai diyakini akan berdampak sistemik terhadap
pendidikan berikutnya. Orientasi penyelenggaraan pendidikan dasar sangat
menekankan pada pembinaan kepribadian, watak dan karakter anak.
Karena itu, integrasi pendidikan yang bermuatan dengan nilai dan
pembentukan budi pekerti diperlukan untuk membekali siswa dalam
mengantisipasi tantangan ke depan yang dipastikan akan semakin berat
dan kompleks.
Guru sebagai pengembang kurikulum selanjutnya dituntut untuk
mampu secara terampil membuat pola penanaman, menghadirkan suasana
dan aktivitas pembelajaran yang berorietansi pada penanaman dan
pembinaan kepribadian, watak dan karakter. Pola adalah model, contoh,
pedoman (rancangan), dasar kerja.1
1 Pius A Partanto dan M. Dahlan Al Barry, Kamus Ilmiah Populer, ( Surabaya: Arkola, 1994) hal
605
6
7
Nilai sebagai sesuatu yang berharga, baik, luhur, diinginkan dan
dianggap penting oleh masyarakat pada gilirannya perlu diperkenalkan
pada anak.
Frankel mengatakan nilai adalah :
“Standar penentuan perilaku seseorang dalam menentukan apa yang
indah, efisian dan berharga atau tidaknya sesuatu.”2
Nilai sebagai sesuatu yang bermanfaat bagi kehidupan manusia dan
norma yang berfungsi mengatur hak dan kewajiban secara benar dan
bertanggungjawab tentu harus menjadi panduan bagi pembinaan peserta
didik. Muara dari usaha tersebut ditegaskan dengan kalimat bahwa tujuan
pendidikan nasional untuk mengembangkan segenap potensi yang dimiliki
untuk menjadi manusia yang beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang
Maha Esa, berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri dan
menjadi warga negara yang demokratis serta bertanggung jawab.
Dari penjelasan di atas, maka pola penamaman nilai pendidikan budi
pekerti adalah sebagai suatu cara pembentukan ranah sikap/perilaku
seseorang siswa melalui proses pembelajaran di sekolah. Penanaman nilai
merupakan ruhnya penyelenggaraan pendidikan. Oleh karenanya pola-pola
pendidikan hendaknya mengembangan dan menyadarkan siswa terhadap
nilai kebenaran, kejujuran, kebajikan, kearifan dan kasih sayang sebagai
nilai-nilai universal yang dimiliki semua agama. Pendidikan juga
berfungsi untuk memperkuat keimanan dan ketakwaan secara spesifik
2 Kasmawati. Dasar dan Konsep Pendidikan Moral, (Makassar: Universitas Negeri Makassar, 2011) hal 38
8
sesuai keyakinan agama. Maka setiap pembelajaran yang dilakukan
hendaknya selalu diintegrasikan dengan perihal nilai di atas, sehingga
menghasilkan anak didik yang berkepribadian utuh, yang bisa
mengintegrasikan keilmuan yang dikuasai dengan nilai-nilai yang diyakini
untuk mengatasi berbagai permasalahan hidup dan sistem kehidupan
manusia.
Nilai merupakan integritas hidup seseorang yang akan tercermin dalam
pilihannya: cara berpakaian, teman-teman yang dipilih pasangan hidup,
interaksi sosial, dan bagaimana hubungan keluarga dengan saudara-
saudaranya. Penanaman nilai membantu banyak orang untuk membedakan
mana yang baik dan mana yang tidak baik, mana yang harus diprioritaskan
dan mana yang tidak diprioritaskan, mana yang perlu dan
mana tidak perlu. Penanaman nilai dalam dunia pendidikan formal di
sekolah harus terus-menerus diberikan, ditawarkan dan diulang-ulang agar
terinternalisasi dapat diwujudkan dalam tindakan nyata, dalam budi
pekerti yang konkret.
Teknik pembelajaran yang berorientasi pada nilai (afek) menurut
Noeng Muhadjir dapat dibedakan menjadi beberapa macam, diantaranya
yaitu:
1) Teknik indoktrinasi. Ada beberapa tahap untuk melakukan prosedur teknik indoktrinasi, yaitu : (1) Tahap brainwashing, yakni guru memulai penanaman nilai dengan
jalan merusak atau mengacaukan terlebih dahulu tata nilai yang sudah mapan dalam diri siswa, sehingga mereka tidak mempunyai pendirian lagi. Metode yang dapat digunakan guru untuk mengacakau pikiran siswa, antara lain dengan tanya jawab, wawancara mendalam dengan teknik dialektik, dan lain
9
sebagainya. Pada saat pikirannya sudah kosong dan kesadaran rasionalnya tidak lagi mampu mengontrol dirinya, dan pendiriannya sudah hilang, maka dilanjutkan dengan tahap kedua;
(2) Tahap mendirikan fanatisme, yakni guru berkewajiban menanamkan ide-ide baru yang dianggab benar, sehingga nilai-nilai yang ditanamkan dapat masuk kepala anak tanpa melalui pertimbangan rasional yang mapan. Dalam menanamkan fanatisme ini lebih banyak digunakan pendekatan emosional daripada pendekatan rasional. Apabila siswa telah mau menerima nilai-nilai itu secara emosional, barulah ditanamkan doktrin sesungguhnya;
(3) Tahap penanaman doktrin. Pada tahap ini guru dapat memakai pendekatan emosional; keteladanan. Pada waktu penanaman doktrin ini hanya dikenal satu nilai kebenaran yang disajikan, dan tidak ada alternatif lain. Semua siswa harus menerima kebenaran itu tanpa harus mempertanyakan hakekat kebenaran itu.
2) Teknik moral reasoning. Teknik ini dilakukan melalui beberapa tahap, yaitu dengan jalan: (1) Penyajian dilema moral. Pada tahap ini siswa dihadapkan dengan
problematik nilai yang bersifat kontradiktif, dari yang sifatnya sederhana hingga yang kompleks. Metode penyajiannya dapat melalui observasi, membaca koran/majalah, mendengarkan sandiwara, melihat film dan sebagainya;
(2) Setelah disajikan problematik dilemma moral, dilanjutkan dengan pembagian kelompok diskusi. Siswa dibagi ke dalam beberapa kelompok kecil untuk mendiskusikan beberapa hasil pengamatan terhadap dilemma moral tersebut;
(3) Membawa hasil diskusi kelompok ke dalam diskusi kelas, dengan tujuan untuk klarifikasi nilai, membuat alternatif dan konsekuensinya;
(4) Setelah siswa berdiskusi secara intensif dan melakukan seleksi nilai yang terpilih sesuai dengan alternatif yang ajukan, selanjunya siswa dapat mengorganisasikan nilai-nilai yang terpilih tersebut ke dalam dirinya. Untuk mengetahui apakah nilai-nilai tersebut telah diorganisasikan siswa ke dalam dirinya dapat diketahui lewat pendapat siswa, misalnya melalui karangan-karangannya yang disusun setelah diskusi, atau tindakan follow up dari kegiatan diskusi tersebut.
3) Teknik meramalkan konsekuensi. Teknik ini sesungguhnya merupakan penerapan dari pendekatan rasional dalam mengajarkan nilai. Teknik ini mengandalkan kemampuan berpikir ke depan bagi siswa untuk membuat proyeksi langkah-langkah yang digunakan adalah sebagai berikut: a) Tahap pertama, siswa diberikan suatu kasus melalui cerita,
membaca majalah, melihat film, atau melihat kejadian konkret di lapangan;
10
b) Tahap kedua, siswa diberi beberapa pertanyaan melalui beberapa pertanyaan yang berhubungan dengan nilai-nilai yang pernah ia lihat, ketahui, dengarkan, dan rasakan. Pertanyaan itu adakalanya bersifat memperdalam wawasan tentang nilai yang dilihat, alasan dan kemungkinan yang akan terjadi dari nilai-nilai tersebut, atau menghubungkan kejadian itu dengan kejadian-kejadian lain yang berkaitan dengan kasus tersebut;
c) Tahap ketiga, upaya membandingkan nilai-nilai yang terdapat dalam kasus itu dengan nilai lain yang bersifat kontradiktif;
d) Tahap keempat, adalah kemampuan meramalkan konsekuensi yang akan terjadi dari pemilihan dan penerapan suatu tata nilai tertentu.
4) Teknik klarifikasi. Teknik ini merupakan salah satu cara untuk membantu anak dalam menentukan nilai-nilai yang akan dipilihnya. Dalam teknik ini dapat dilakukan melalui tiga tahap, yaitu: (1) Tahap pemberian contoh. Pada tahap ini guru mengenalkan
kepada siswa nilai-nilai yang baik dan memberikan contoh penerapannya. Hal ini bisa ditempuh dengan jalan observasi, melibatkan siswa dalam kegiatan nyata, pemberian contoh secara langsung dari guru kepada siswa, dan sebagainya;
(2) Tahap mengenal kelebihan dan kekurangan nilai yang telah diketahui oleh siswa lewat contoh-contoh tersebut di atas. Hal ini bisa ditempuh melalui diskusi atau tanya jawab guna melihat kelebihan dan kekurangan nilai tersebut. Dari kegiatan ini akhirnya siswa dapat memilih nilai-nilai yang ia setujui dan yang dianggab paling baik dan benar;
(3) Tahap mengorganisasikan tata nilai pada diri siswa. Setelah nilai ditentukan, maka siswa dapat mengorganisasikan system nilai tersebut dalam dirinya dan menjadikan nilai tersebut sebagai pribadinya.
5) Teknik internalisasi. Teknik internalisasi merupakan teknik penanaman nilai yang sasarannya sampai pada tahap kepemilikan nilai yang menyatu ke dalam kepribadian siswa, atau sampai pada taraf karakterisasi atau mewatak. Tahap-tahap dari teknik internalisasi ini adalah (1) Tahap transformasi nilai: pada tahap ini guru sekedar
mentransformasikan nilai-nilai yang baik dan yang kurang baik kepada siswa, yang semata-mata merupakan komunikasi verbal;
(2) Tahap transaksi nilai, yaitu suatu tahap pendidikan nilai dengan jalan melakukan komunikasi dua arah, atau interaksi antara siswa dengan guru yang bersifat interaksi timbal balik. Kalau pada tahap transformasi interaksi masih bersifat satu arah, yakni guru yang aktif, maka dalam transaksi ini guru dan siswa sama-sama bersifat aktif. Tekanan dari tahap ini masih menampilkan sosok fisiknya daripada sosok mentalnya. Dalam tahap ini guru tidak hanya menginformasikan nilai yang baik dan buruk, tetapi juga
11
terlihat untuk melaksanakan dan memberikan contoh amalan yang nyata, dan siswa diminta untuk memberikan tanggapan yang sama, yakni menerima dan mengamalkan nilai tersebut;
(3) Tahap transinternalisasi. Tahap ini jauh lebih dalam dari sekedar transaksi. Dalam tahap ini penampilan guru dihadapan siswa bukan lagi sosoknya, tetapi lebih pada sikap mentalnya (kepribadiannya). Demikian pula sebaliknya, siswa merespon kepada guru bukan hanya gerakan atau penampilan fisiknya saja, melainkan sikap mental dan kepribadiannya. Oleh karena itu, dapat dikatakan bahwa dalam transinternalisasi ini adalah komunikasi dua kepribadian yang masing-masing terlibat secara aktif.3
2. Budi Pekerti
a. Hakikat Pendidikan Budi Pekerti
Pendidikan pada hakikatnya adalah suatu proses dengan metode-
metode tertentu sehingga orang memperoleh pengetahuan, pemahaman
dan cara bertingkah laku yang sesuai dengan kebutuhan.
Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia, bahwa pendidikan adalah:
“Proses pengubahan sikap dan tata laku seseorang atau kelompok
orang dalam usaha mendewasakan manusia melalui upaya
pengajaran dan pelatihan.”4
Pendidikan bukan merupakan sarana transfer ilmu pengetahuan saja,
tetapi juga sebagai sarana pembudayaan dan penyaluran nilai
(enkulturisasi dan sosialisasi). siswa harus mendapatkan pendidikan yang
menyentuh dimensi dasar kemanusiaan yaitu afektif (yang tercermin pada
kualitas keimanan, ketakwaan, akhlak mulia, termasuk budi pekerti luhur
3 Muhaimin. Artikel Teknik Pendekatan dan Penanaman Nilai Dalam Pembelajaran di Sekolah. Pdf. (Diunduh dari http://staff.uny.ac.id/sites/default/files/132280878/9. diakses 20 April 2015) hal 4-74 M. Dalyono, Psikologi Pendidikan , ( Jakarta: Rineka Cipta, 2009 ) Hal 4
12
serta kepribadian unggul, dan kompetensi estetis), kognitif (tercermin pada
kapasitas pikir dan daya intelektualitas untuk menggali dan
mengembangkan serta menguasai ilmu pengetahuan dan teknologi), dan
psikomotorik (tercermin pada kemampuan mengembangkan keterampilan
teknis, kecakapan praktis, dan kompetensi kinestetis).
Menurut Poerbakawatja dan Harahap, pendidikan adalah:
“Usaha secara sengaja dari orang dewasa untuk dengan pengaruhnya meningkatkan si anak ke kedewasaan yang selalu diartikan mampu menimbulkan tanggung jawab moral dari segala perbuatannya. Orang dewasa itu adalah orang tua si anak atau orang yang atas dasar tugas dan kedudukannya mempunyai kewajiban untuk mendidik, misalnya: guru sekolah, pendeta atau kiai dalam lingkungan keagamaan, kepala-kepala asrama, dan sebagainya.”5
Dari pengertian tentang pendidikan di atas, maka pendidikan
mempunyai beberapa aspek, yaitu: pendidikan itu tidak lain dari pada
bantuan untuk mengembangkan potensi seseorang, bantuan itu dilakukan
secara sengaja atau sadar dan memberi konsekuensi yang harus dilakukan
secara teratur dan sistematis, dan batas akhir dari pendidikan itu adalah
tingkat dewasa atau kedewasan dalam berpikir dan bertindak.
Adapun objek penelitian dalam kajian ini adalah budi pekerti yang
merupakan perilaku dalam kehidupan sehari-hari.
Menurut Kurikulum Berbasis Kompetensi, bahwa:
“Budi pekerti berisi nilai-nilai perilaku manusia yang diukur menurut kebaikan dan keburukannya melalui norma agama, norma hukum,tata krama, dan sopan santun, norma budaya dan adat istiadat masyarakat.”6
5 ibid, hal 66 Nurul Zuriah Pendidikan Moral dan Budi Pekerti Dalam Perspektif Perubahan, (Jakarta: PT Bumi Aksara, 2008) hal 17
13
Sedangkan menurut Edi Sedyawati, dkk dikemukakan bahwa:
“Budi pekerti mencakup sikap dan perilaku seseorang dalam
hubungannya dengan Tuhan Yang Maha Esa, dirinya sendiri,
keluarga, masyarakat, bangsa dan negara serta alam sekitarnya.”7
Pendidikan budi pekerti diberikan kepada anak sejak usia dini (kanak-
kanak) karena usia ini terbukti sangat menetukan kemampuan anak dalam
mengembangkan potensinya. Membentuk budi pekerti merupakan proses
yang berlangsung seumur hidup, karena anak-anak akan tumbuh menjadi
pribadi yang berbudi pekerti baik jika ia tumbuh pada lingkungan yang
baik pula.
Dari pengertian di atas disimpulkan bahwa pendidikan budi pekerti
adalah program pengajaran disekolah yang bertujuan mengembangkan
watak atau tabiat siswa dengan cara menghayati nilai-nilai dan keyakinan
masyarakat sebagai kekuatan moral dalam hidupnya melalui kejujuran,
dapat dipercaya, disiplin, dan kerja sama yang menekankan ranah afektif
(perasaan dan sikap) tanpa meninggalkan ranah kognitif (berpikir rasional)
dan ranah psikomotorik (keterampilan, terampil mengolah data,
mengemukakan pendapat, dan kerja sama).
b. Tujuan Pendidikan Budi Pekerti7 Ibid, hal 138
14
Dalam rangka mewujudkan tujuan pendidikan nasional, pendidikan
budi pekerti yang terintegrasi dalam sejumlah mata pelajaran yang relevan
dan tatanan serta iklim kehidupan sosial-kultural dunia persekolahan
secara umum bertujuan untuk memfasilitasi siswa agar mampu
menggunakan pengetahuan, mengkaji dan menginternalisasi serta
mempersonalisasi nilai, mengembangkan keterampilan sosial yang
memungkinkan tumbuh dan berkembangnya akhlak mulia dalam diri
siswa serta mewujudkannya dalam perilaku sehari-hari, dalam berbagai
konteks sosial budaya yang berbhineka sepanjang hidup.
Adapun tujuan pendidikan budi pekerti yaitu:
1) Siswa memahami nilai-nilai budi pekerti di lingkungan keluarga, lokal, nasional, dan internasional melalui adat istiadat, hukum, undang-undang, dan tatanan antarbangsa;
2) Siswa mampu mengembangkan watak atau tabiatnya secara konsisten dalam mengambil keputusan budi pekerti di tengah-tengah rumitnya kehidupan masyarakat saat ini;
3) Siswa mampu menghadapi masalah nyata dalam masyarakat secara rasional bagi pengambilan keputusan yang terbaik setelah melakukan pertimbangan sesuai dengan norma budi pekerti;
4) Siswa mampu menggunakan pengalaman budi pekerti yang baik bagi pembentukan kesadaran dan pola perilaku yang berguna dan bertanggung jawab atas tindakannya.8
c. Strategi Pengintegrasian Pendidikan Budi Pekerti
Guru harus membuat strategi-strategi dalam pembelajaran budi pekerti,
terutama strategi bagaimana mengintegrasikannya ke dalam setiap mata
pelajaran.
Menurut Suwarna, ada beberapa strategi yang bisa digunakan oleh
guru, yaitu:
8 Ibid, hal 67
15
a) Strategi penyajian implisitStrategi implisit dapat juga disebut penyajian tak langsung.
Materi-materi yang menyangkut budi pekerti tidak secara langsung terdapat dalam mata pelajaran. Guru harus membimbing siswa untuk dapat membaca ataupun mendengar tentang pendidikan budi pekerti luhur. Untuk itu diperlukan daya analitis dan kepekaan terhadap fenomena materi pelajaran. Pembelajaran ini akan menarik karena proses diskusi akan meningkatkan daya analitis siswa. Sehingga siswa akan terampil dalam melatih berbicara, mengolah argumen, dan menghormati pendapat orang lain. Pembelajaran juga akan semakin variatif jika guru menerapkan metode dan teknik pembelajaran.
b) Strategi penyajian eksplisitPada strategi eksplisit ini, semua pendidikan budi pekerti
disajikan secara jelas, tegas, dan tersurat. Misalnya dalam pelajaran tertentu terdapat materi tentang tata krama, hak, tugas, dan kewajiban warga negara, cinta tanah air, kewajiban anak terhadap orang tua, dan lain-lain. Pada akhir pelajaran, guru dapat menyimpulkan beberapa nilai-nilai budi pekerti yang terdapat di dalamnya.
c) Strategi pembelajaran deduktifPada strategi ini, guru menyampaikan simpulan tentang nilai-
nilai budi pekerti terlebih dahulu, baru kemudian dicari dalam materi pelajaran. Pembelajaran ini dapat dilaksanakan dengan langkah-langkah berikut: Guru mencari nilai-nilai budi pekerti yang terdapat dalam suatu
bacaan, kasus, cerita, berita, dan sebagainya. Ini semua dapat menjadi media dalam pembelajaran budi pekerti;
Inti pendidikan budi pekerti disampaikan kepada siswa; Peserta didik mencari nilai-nilai budi pekerti yang terintegrasi
dengan cara melakukan analisis sederhana pada bacaan, materi, soal, dan sebagainya. Siswa menunjukkan bukti kutipan atau deskripsi yang menunjukkan nilai-nilai budi pekerti;
Siswa bermain peran (drama) dengan menjadi tokoh-tokoh yang menjadi panutan dalam budi pekerti;
Membuat klarifikasi dengan inti pendidikan budi pekerti luhur yang disampaikan guru pada awal pembelajaran.
d) Strategi pembelajaran induktifGuru meminta kepada siswa untuk membaca, meneliti,
mengkaji, pendidikan budi pekerti luhur yang terintegrasi, kemudian mendeskripsikan dan menyimpulkannya. Langkah-langkah yang dapat dilakukan, yaitu: Guru mencari dan memfasilitasi materi yang mengandung budi
pekerti dari berbagai kasus, majalah, surat kabar, rekaman kaset lagu anak-anak, dan sebagainya;
Guru mencari dan mengidentifikasi nilai-nilai budi pekerti;
16
Guru mendeskripsikan nilai-nilai budi pekerti yang telah teridentifikasi;
Siswa mendiskusikan nilai-nilai budi pekerti; Siswa bersama guru menyimpulkan nilai-nilai budi pekerti.9
Sedangkan menurut Winarno, strategi-strategi yang dapat dilakukan
oleh guru dalam pengintegrasian budi pekerti, yaitu:
a. Pengintegrasian dalam kehidupan sehari-hari1) Keteladanan atau contoh
Kegiatan pemberian teladan/contoh yaitu suatu kegiatan yang dilakukan oleh pengawas, kepala sekolah, staf administrasi, dan yang paling utama adalah guru di sekolah yang dapat dijadikan model oleh siswa.
2) Kegiatan spontanKegiatan yang dilaksanakan secara spontan pada saat itu
juga. Kegiatan ini biasanya dilakukan pada saat guru mengetahui sikap atau tingkah laku siswa yang kurang baik, seperti meminta sesuatu dengan berteriak, mengganggu teman, dan lain-lain. Apabila guru mengetahui sikap atau perilaku siswa yang demikian, hendaknya secara spontan diberikan pengertian dan diberitahu bagaimana sikap atau perilaku yang baik.
3) TeguranGuru perlu menegur siswa yang melakukan perilaku buruk
dan mengingatkannya agar mengamalkan nilai-nilai yang baik sehingga guru dapat membantu mengubah tingkah laku mereka.
4) Pengkondisian lingkunganSuasana sekolah dikondisikan sedemikian rupa dengan
penyediaan sarana fisik yang mudah dibaca oleh peserta didik, aturan dan tata tertib sekolah yang ditempelkan pada tempat strategis sehingga setiap siswa mudah membacanya.
5) Kegiatan rutinMerupakan kegiatan yang dilakukan siswa secara terus-
menerus dan konsisten setiap saat. Contoh kegiatan ini adalah berbaris masuk ruang kelas, berdoa sebelum dan sesudah kegiatan, mengucapkan salam bila bertemu orang lain, dan membersihkan ruangan kelas.
b. Pengintegrasian dalam kegiatan yang telah diprogramkan
9 Suwarna Strategi Integrasi Pendidikan Budi Pekerti Dalam Pembelajaran Berbasis Kompetensi, Dalam Cakrawala Pendidikan. Nomor 1, Tahun XXVI, Februari 2007. Hal 24-30
17
Kegiatan ini merupakan kegiatan yang jika akan dilaksanakan terlebih dahulu dibuat perencanaannya atau diprogramkan oleh guru. Hal ini dilakukan jika guru menganggap perlu memberikan pemahaman atau prinsip-prinsip moral yang diperlukan. 10
Tabel. 2.1. Contoh-contoh pengintegrasian budi pekerti dalam pembelajaran yaitu, sebagai berikut :
No. Budi Pekerti Pengintegrasian
1. Taat kepada ajaran agama Diintegrasikan pada kegiatan
peringatan hari-hari besar keagamaan
2. Toleransi Diintegrasikan pada saat kegiatan
yang menggunakan metode tanya
jawab, diskusi kelompok
3. Disiplin Diintegrasikan pada saat kegiatan
olah raga, upacara bendera, dan
menyelesaikan tugas yang diberikan
guru
4. Tanggung jawab Diintegrasikan pada saat tugas piket
kebersihan kelas dan dalam
menyelesaikan tugas yang diberikan
guru
5. Kasih sayang Diintegrasikan pada saat melakukan
kegiatan sosial dan kegiatan
melestarikan lingkungan
6. Kesetiakawanan Diintegrasikan pada saat kegiatan
bercerita atau diskusi, misalnya
mengenai kegiatan koperasi atau
10 Winarno. (tt). Pendidikan Budi Pekerti, Deskripsi dan Strategi Pembelajaran di Indonesia. (Diunduh dari www.winarno.staff.fkip.uns.ac.id, diakses 10 Novenber 2014) hal 8-9
18
pemberian sumbangan kepada teman
yang ditimpa musibah
7. Hormat menghormati Diintegrasikan pada saat
menyanyikan lagu-lagu daerah,
memberikan sikap menghormati
kepada yang lebih tua, atau pada saat
kegiatan drama
8. Sopan santun Diintegrasikan pada saat belajar
dalam ruangan kelas
9. Jujur Diintegrasikan pada saat ujian atau
bertanding
d. Model dan Metode Pendidikan Budi Pekerti
Pendidikan budi pekerti merupakan spesifikasi pendidikan nilai di
sekolah. oleh karena itu, pendidikan budi pekerti di sekolah harus mampu
melatih dan mengarahkan perkembangan siswa agar pekerti mereka
merupakan manifestasi dari nilai-nilai yang dikenal dan diyakininya.
Untuk dapat mempunyai budi pekerti yang baik dan benar, menusia
tidak cukup sekedar telah melakukan tindakan yang dapat dinilai baik dan
benar. Orang dapat dikatakan sungguh-sungguh berbudi pekerti yang baik
apabila tindakannya disertai dengan keyakinan dan pemahaman akan
kebaikan yang tertanam dalam tindakan tersebut atau karena telah
menemukan nilai hidup melalui pembelajaran dari pengalaman hidupnya.
Peristiwa dan pengalaman hidup yang diolah, didalami dan dimaknai akan
menjadikan orang berbudi pekerti baik secara sejati dan hakiki.
19
Menurut Paul Suparno, dkk ada empat cara penyampaian yang disebut
dengan model penyampain pendidikan budi pekerti di sekolah, yaitu:
a) Model sebagai mata pelajaran tersendiriPendidikan budi pekerti disampaikan sebagai mata pelajaran
tersendiri seperti seperti bidang studi yang lain. Dalam hal ini guru bidang studi budi pekerti harus membuat membuat Garis Besar Pedoman Pengajaran (GBPP), Satuan Pelajaran (SP), Rencana Pengajaran (RP), metodologi pengajaran, dan evaluasi pengajaran. Selain itu, budi pekerti sebagai mata pelajaran harus masuk dalam jadwal yang terstruktur. Keunggulan pendidikan budi pekerti sebagai mata pelajaran adalah materi lebih terfokus dan terencana dengan matang. Kelemahan dari model ini adalah tuntutan yang ketat sehingga budi pekerti lebih banyak menyentuh aspek kognitif belaka, tidak sampai pada kesadaran dan internalisasi nilai hidupnya.
b) Model terintegrasi dalam semua bidang studiPenanaman nilai dalam pendidikan budi pekerti juga dapat
disampaikan secara terintegrasi dalam semua bidang studi. Guru dapat memilih nilai-nilai yang akan ditanamkan melalui beberapa pokok atau subpokok bahasan yang berkaitan dengan nilai-nilai hidup. Dengan model seperti ini, semua guru adalah pengajar budi pekerti tanpa kecuali.
c) Model di luar pengajaranPenanaman nilai dengan model ini lebih mengutamakan
pengolahan dan penanaman nilai melalui suatu kegiatan untuk dibahas dan dikupas nilai-nilai hidupnya. Model kegiatan ini dapat dilaksanakan oleh guru sekolah yang bersangkutan yang mendapat sampiran tugas tersebut atau dipercayakan pada lembaga di luar sekolah untuk melaksanakannya. Keunggulan metode ini adalah bahwa anak mendapat nilai melalui pengalaman konkret. Kelemahan metode ini adalah tidak ada dalam struktur yang tetap dalam kerangka pendidikan dan pengajaran di sekolah.
d) Model gabunganModel gabungan berarti menggunakan gabungan antara model
terintegrasi dan model di luar pelajaran. Penanaman nilai dilakukan melalui pengakaran formal terintegrasi bersamaan dengan kegiatan di luar pelajaran. Model ini dapat dilaksanakan, baik dalam kerja sama dengan tim oleh guru maupun dalam kerja sama dengan pihak di luar sekolah.keunggulan model ini adalah bahwa semua guru terlibat dan bahkan dapat dan harus mau belajar dari pihak luar untuk mengembangkan diri dan siswa. Kelemahan model ini adalah menuntut keterlibatan banyak pihak, banyak waktu untuk
20
koordinasi, banyak biaya dan kesepahaman yang mendalam terlebih apabila melibatkan pihak luar sekolah.11
Apabila model sudah dilihat dan disesuaikan dengan realitas dalam
sekolah, metode perlu mendapat perhatian. Metode juga penting karena
apabila tidak tepat maka tujuan yang akan dicapai sulit untuk diperoleh.
Metode menyangkut cara pendekatan dan penyampaian nilai-nilai hidup
yang akan ditawarkan dan ditanamkan dalam diri anak.
Menurut Paul Suparno, dkk ada beberapa metode yang dapat
digunakan untuk pendidikan budi pekerti, antara lain sebagai berikut:
a) Metode demokratisMetode demokratis menekankan pencarian secara bebas dan
penghayatan nilai-nilai hidup dengan langsung melibatkan anak untuk menemukan nilai-nilai tersebut dalam pendampingan dan pengarahan guru. Metode ini dapat digunakan untuk menanamkan nilai-nilai diantaranya keterbukaan, kejujuran, penghargaan pada pendapat orang lain, sportivitas, kerendahan hati dan toleransi. Melalui metode ini, anak diajak untuk mulai berani mengungkapkan gagasan, pendapat, maupun perasaannya. Tahap demi tahap anak diarahkan untuk menata jalan pikiran, cara berbicara, dan sikap hidupnya. Dengan cara ini anak diajak untuk belajar menentukan nilai hidup secara benar dan jujur.
b) Metode pencarian bersamaMetode ini menekankan pada pencarian bersama yang
melibatkan siswa dan guru. Pencarian bersama lebih berorientasi pada diskusi atas soal-soal yang aktual dalam masyarakat, diman proses ini diharapkan menumbuhkan sikap berpikir logis, analitis, sistematis, argumentatif untuk dapat mengambil nilai-nilai hidup dari masalah yang diolah bersama. Melalui metode ini, siswa diajak aktif mencari dan menemukan tema yang sedang bekembang dan menjadi perhatian bersama. Selain menemukan nilai-nilai dari permasalahan yang diolah, anak juga diajak untuk secara kritis analitis mengolah sebab akibat dari permasalahan yang muncul tersebut. Anak diajak untuk tidak cepat menyimpulkan apalagi mengambil sikap, namun dengan cermat dan hati-hati melihat duduk permasalahan untuk sampai pada pengambilan sikap.
c) Metode siswa aktif11 Ibid, hal 89-91
21
Metode siswa aktif menekankan pada proses yang melibatkan anak sejak awal pembelajaran. Metode ini ingin mendorong anak untuk mempunyai kreativitas, ketelitian, kecintaan terhadap ilmu pengetahuan, kerjasama, kejujuran dan daya juang.
d) Metode keteladananTingkah laku orang muda dimulai dengan meniru (imitation),
dan berlaku sejak anak masih kecil. Apa yang dikatakan orang yang lebih tua akan terekam dan dimunculkan kembali oleh anak. Anak belajar dari lingkungan terdekat dan mempunyai intensitas rasional yang tinggi. Demikian juga dalam dunia pendidikan. Proses pembentukan pekerti pada anak akan dimulai dengan melihat orang yang akan diteladani. Guru dapat menjadi tokoh idola dan panutan bagi anak. Dengan keteladanan guru dapat membimbing anak untuk membentuk sikap yang kokoh.
e) Metode live InMetode live In dimaksudkan agar anak mempunyai
pengalaman hidup bersama orang lain langsung dalam situasi yang sangat berbeda dari kehidupan sehari-harinya. Dengan pengalaman langsung anak dapat mengenal lingkungan hidup yang berbeda dalam cara berpikir, tantangan, permasalahan, termasuk tentang nilai-nilai hidupnya. Live in tidak harus berhari-hari secara berturut-turut dilaksanakan, tetapi dapat juga dilaksanakan secara periodik.
f) Metode penjernihan nilaiLatar belakang sosial kehidupan, pendidikan, dan pengalaman
dapat membawa perbedaan pemahaman dan penerapan nilai-nilai hidup. Adanya berbagai pandangan hidup dalam masyarakat membuat bingung seorang anak. Apabila kebingungan ini tidak dapat terungkap dengan baik dan tidak mendapat pendampingan yang baik, ia akan mengalami pembelokan nilai hidup. Oleh karena itu, dibutuhkan proses penjernihan nilai dengan dialog afektif dalam bentuk diskusi (sharing) yang mendalam dan intensif.12
e. Nilai-nilai Budi Pekerti Pada Jenjang Pendidikan Dasar
Pendidikan budi pekerti mempunyai sasaran kepribadian peserta didik,
khususnya unsur karakter atau watak yang yang mengandung hati nurani
(conscience) sebagai kesadaran diri (consciousness) untuk berbuat
kebajikan (virtue).
Menurut Cahyoto, yaitu:
12 Ibid, hal 91-95
22
“Ruang lingkup pembahasan nilai budi pekerti bersumberkan pada etika atau filsafat moral menekankan unsur utama kepribadian, yaitu kesadaran dan berperannya hati nurani dan kebajikan bagi kehidupan yang baik berdasarkan sisitem dan hukum nilai-nilai moral masyarakat.”13
Dengan demikian, terdapat hubungan antara budi pekerti dengan nilai-
nilai moral dan norma hidup yang unsur-unsurnya merupakan ruang
lingkup pembahasan budi pekerti. Adapun unsur-unsur budi pekerti antara
lain yaitu: hati nurani, kebajikan, kejujuran, dapat dipercaya, disiplin,
kesopanan, kerapian, keikhlasan, pengendalian diri, keberanian,
bersahabat, kesetiaan, kehormatan, dan keadilan.
Isi pendidikan budi pekerti merujuk kepada nilai-nilai agama, nilai-
nilai yang terkandung dalam Undang-undang Dasar 1945, dan nilai-nilai
yang hidup, tumbuh berkembang dalam adat istiadat masyarakat
indonesia yang berbhineka tunggal ika. Mengingat budi pekerti merupakan
etika praktis atau terapan yang bersumber kepada masyarakat (kesusilaan
atau moralitas, agama, hukum, dan adat istiadat setempat), maka konsep
budi pekerti menjadi lebih luas dan menyerap aspek budi pekerti dari
lingkungan yang makin meluas.
Dari lingkungan yang makin meluas inilah budi pekerti mengandung
nilai moral lokal (aturan keluarga, kerabat, dan tatanan lingkungan
setempat), nasional (tatanan demokrasi, loyalitas, nasionalisme, undang-
undang, hukum, hak asasi manusia, dan lain-lain), dan internasional
(hukum internasional, hubungan dan kerja sama antar bangsa, perdamaian,
13 Ibid, hal 67
23
keamanan) dan masih banyak konsep lain yang menjadi norma dan
berlaku bagi kesejahteraan masyarakat.
Tabel 2.2. Nilai-nilai budi pekerti pada jenjang Sekolah Dasar yaitu sebagai berikut:
Nilai budi pekerti deskripsi
1. Meyakini adanya Tuhan Yang
Maha Esa dan selalu menaati
ajaran-Nya
Sikap dan perilaku yang
mencerminkan keyakinan dan
kepercayaan terhadap Tuhan Yang
Maha Esa.
2. Menaati ajaran agama Sikap dan perilaku yang
mencerminkan kepatuhan, tidak
ingkar, dan taat menjalankan
perintah dan menghindari larangan
agama.
3. Memiliki dan mengembangkan
sikap toleransi
Sikap dan perilaku yang
mencerminkan toleransi dan
penghargaan terhadap pendapat,
gagasan, tingkah laku orang lain,
baik yang sependapat maupun
yang tidak sependapat dengan
dirinya.
4. Memiliki rasa menghargai didi
sendiri
Sikap dan perilaku yang
mencerminkan penghargaan
seseorang terhadap dirinya sendiri
dengan memahami kelebihan dan
kekurangan dirinya.
5. Tumbuhnya disiplin diri Sikap dan perilaku sebagai
cerminan dari ketaatan, kepatuhan,
ketertiban, kesetiaan, ketelitian,
dan keteraturan perilaku seseorang
24
terhadap norma dan aturan yang
berlaku.
6. Mengembangkan etos kerja
dan belajar
Sikap dan perilaku sebagai
cerminan dari semangat, kecintaan,
kedisiplinan, kepatuhan atau
loyalitas, dan penerimaan terhadap
kemajuan hasil kerja atau belajar.
7. Memiliki rasa tanggung jawab Sikap dan perilaku seseorang
untuk melaksanakan tugas dan
kewajibannya, yang seharusnya ia
lakukan terhadap diri sendiri,
masyarakat, lingkungan (alam,
sosial), negara, dan Tuhan Yang
Maha Esa.
8. Memiliki rasa keterbukaan Sikap dan perilaku seseorang yang
mencerminkan adanya keterus-
terangan terhadap apa yang
dipikirkan, diinginkan, diketahui,
dan kesediaan menerima saran
serta kritik dari orang lain.
9. Mampu mengendalikan diri Kemampuan seseorang untuk
dapat dapat mengatur dirinya
sendiri berkenaan dengan
kemampuan, nafsu, ambisi,
keinginan, dalam memenuhi rasa
kepuasan dan kebutuhan hidupnya.
10. Mampu berpikir positif Sikap dan perilaku seseorang
untuk dapat berpikir jernih, tidak
buruk sangka, mendahulukan sisi
positif dari suatu masalah.
11. Mengembangkan potensi Sikap dan perilaku seseorang
25
diri untuk dapat membuat keputusan
sesuai dengan kemampuannya
mengenai bakat, minat, dan
prestasi serta sadar akan keunikan
dirinyasehingga dapat
mewujudkan potensi diri yang
sebenarnya.
12. Menumbuhkan cinta dan
kasih sayang
Sikap dan perilaku seseorang yang
mencerminkan adanya unsur
memberi perhatian,perlindungan,
peng-hormatan, tanggung jawab,
dan pengorbanan terhadap orang
yang dicintai dan dikasih.
13. Memiliki kebersamaan dan
gotong royong
Sikap dan perilaku seseorang yang
mencerminkan adanya kesadaran
dan kemauan untuk bersama-sama,
saling membantu, dan saling
memberi tanpa pamrih.
14. Memiliki rasa
kesetiakawanan
Sikap dan perilaku yang
mencerminkan kepedulian kepada
orang lain, keteguhan hati, rasa
setia kawan, dan rasa cinta
terhadap orang lain dan
kelompoknya.
15. Saling menghormati Sikap dan perilaku untuk
menghargai dalam hubungan
antarindividu dan kelompok
berdasarkan norma dan tata cara
yang berlaku.
16. Memiliki tata krama dan
sopan santun
Sikap dan perilaku sopan santun
dalam bertindak dan bertutur kata
26
terhadap orang tanpa
menyinggung atau menyakiti serta
menghargai tata cara yang berlaku
sesuai dengan norma, budaya, dan
adat istiadat.
17. Memiliki rasa malu Sikap dan perilaku yang
menunjukkan tidak enak hati, hina,
rendah karena berbuat sesuatu
yang tidak sesuai dengan hati
nurani, norma, dan aturan.
18. Menumbuhkan kejujuran Sikap dan perilaku untuk bertindak
dengan sesungguhnya dan apa
adanya, tidak berbohong, tidak
dibuat-buat, tidak ditambah dan
tidak dikurangi, serta tidak
menyembunyikan kejujuran.
Berdasarkan uraian diatas, maka perilaku yang minimal dapat
dikembangkan untuk jenjang SD/MI ialah sebagai berikut:
a) Taat kepada ajaran agamab) Memiliki toleransic) Tumbuhnya disiplin dirid) Memiliki rasa menghargai diri sendirie) Memiliki rasa tanggung jawabf) Tumbuhnya potensi dirig) Tumbuhnya cinta dan kasih sayangh) Memiliki kebersamaan dan gotong royongi) Memiliki rasa kesetiakawananj) Memiliki sikap saling menghormatik) Memiliki tata krama dan sopan santunl) Tumbuhnya kejujuran.14
3. Kedisiplinan Siswa
14 Ibid, hal 69-70
27
a. Pengertian Kedisiplinan
Secara etimologis kata disiplin berasal dari bahasa Latin, yaitu
“disciplina” dan “discipulus ”yang berarti perintah dan peserta didik. Jadi
disiplin dapat dikatakan sebagai perintah seorang guru kepada peserta
didiknya.
Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia, bahwa
“Pengertian disiplin adalah tata tertib dan ketaatan atau kepatuhan
terhadap peraturan atau tata tertib.”15
Kemudian The Liang Gie menyatakan bahwa:
“Pengertian disiplin adalah sebagai suatu keadaan tertib yang mana
orang-orang yang tergabung dalam organisasi tunduk pada
peraturan-peraturan yang telah ada dengan senang hati.”16
Dari pengertian diatas, maka dapat dinyatakan bahwa kedisiplinan
adalah sikap atau perilaku yang dilakukan seseorang sesuai dengan
peraturan dan tata tertib yang berlaku tanpa adanya paksaan. Kedisiplinan
siswa disekolah merupakan suatu sikap moral siswa yang terbentuk
melalui proses dari serangkaian perilaku yang menunjukkan nilai-nilai
ketaatan, kepatuhan, keteraturan dan ketertiban pada tata tertib sekolah di
mana ia menekuni pendidikan. siswa yang memiliki disiplin akan
menunjukkan ketaatan, dan keteraturan terhadap perannya sebagai seorang
pelajar yaitu belajar secara terarah dan teratur. Dengan demikian siswa
yang berdisiplin akan lebih mampu mengarahkan dan mengendalikan
15 Novan Ardy Wiyani Manajemen Kelas Teori Dan Aplikasi Untuk Menciptakan Kelas Yang Kondusif, (Jogjakarta: Ar-Ruzz Media, 2013) hal 15916 Ibid, hal 159
28
perilakunya. Disiplin memiliki peranan yang sangat penting dalam
kehidupan manusia terutama siswa dalam hal belajar. Siswa yang terbiasa
belajar teratur baik di rumah maupun di sekolah maka otaknya akan
terlatih setiap hari.
Sekolah sebagai pendidikan formal merupakan komponen yang sangat
penting dalam mengembangkan sikap disiplin siswa. Karena di sekolah
siswa diajarkan tata tertib dan kedisiplinan. Didalam Undang-Undang
Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 pasal 1 ayat (3) ditegaskan
bahwa Negara Indonesia adalah negara hukum.17 Artinya negara kita
memiliki aturan atau tata tertib yang mengatur kehidupan masyarakat,
begitu pula dilingkungan sekolah ada aturan yang mengatur siswa, guru
maupun para pegawai lainnya yang berada dalam sekolah tersebut. Pada
hakikatnya, tata tertib yang berlaku di sekolah tidak lain untuk kebaikan
semua pihak tetapi yang lebih utama yaitu siswa itu sendiri agar proses
kegiatan pendidikan dapat berjalan lancar dan berkualitas sesuai dengan
tujuan pendidikan nasional.
b. Tujuan kedisiplinan
Rachman, mengemukakan bahwa tujuan disiplin sekolah adalah:
a) Memberi dukungan bagi terciptanya perilaku yang tidak menyimpang;
b) Mendorong siswa melakukan yang baik dan benar;17 E. Solaesmini, UUD 1945 Republik Indonesia dan GBHN (Bandung: Wacana Adhitya) hal 3
29
c) Membantu siswa memahami dan menyesuaikan diri dengan tuntutan lingkungannya dan menjauhi melakukan hal-hal yang dilarang oleh sekolah, dan
d) Siswa belajar hidup dengan kebiasaan-kebiasaan yang baik dan bermanfaat baginya serta lingkungannya.” 18
Menurut Rimm, tujuan membentuk sikap disiplin pada anak sangatlah
penting gunanya yaitu :
a) Membantu anak untuk menjadi matang pribadinya dan mengembangkan dari sifat-sifat ketergantungan sehingga ia mampu berdiri sendiri atas tanggung jawab sendiri;
b) Membantu anak untuk mengatasi, mencegah timbulnya problem-problem disiplin dan berusaha untuk menciptakan situasi yang tertib bagi kegiatan belajar mengajar dimana mereka mentaati segala peraturan yang telah di tetapkan.”19
Dari pendapat diatas, disimpulkan bahwa tujuan kedisiplinan adalah
memberi kenyamanan pada para siswa dan staf (guru) serta menciptakan
lingkungan yang kondusif untuk belajar serta perkembangan dari
pengembangan diri sendiri dan pengarahan diri sendiri tanpa pengaruh
atau kendali dari luar.
c. Fungsi kedisiplinan
Fungsi utama disiplin adalah untuk mengajar mengendalikan diri
dengan mudah, menghormati, dan mematuhi otoritas. Dalam mendidik
siswa perlu disiplin, tegas dalam hal apa yang harus dilakukan dan apa
yang tidak boleh dilakukan. Disiplin perlu dibina pada diri peserta didik
agar mereka dengan mudah:
a) Meresapkan pengetahuan dan pengertian sosial secara mendalam dalam dirinya;
18 Pratiwi Fajrin, Skripsi: Studi Deskriptif Pemahaman Kedisiplinan Dalam Mentaati Tata Tertib Pada Siswa Kelas Vii Di Smp Negeri 1 Mandiraja Tahun Ajaran 2012/2013( Universitas Negeri Semarang: 2013) hal 1619 Ibid, hal 16
30
b) Mengerti dengan segera untuk menjalankan apa yang menjadi kewajibannya dan secara langsung mengerti larangan-larangan yang harus ditinggalkan;
c) Mengerti dan dapat membedakan perilaku yang baik dan perilaku yang buruk;
d) Belajar mengendalikan keinginan dan berbuat sesuatu tanpa adanya peringatan dari orang lain.20
d. Faktor-faktor kedisiplinan
Secara garis besar, faktor yang mempengaruhi kedisiplinan dapat
digolongkan menjadi 2 yaitu faktor internal dan faktor eksternal. Faktor
internal ialah faktor yang berasal dari dalam diri individu, sedangkan
faktor eksternal ialah faktor yang berasal dari luar individu, meliputi
lingkungan keluarga, sekolah dan lingkungan lainnya yang dapat
memberikan pengaruh terhadap tingkat kedisiplinan siswa.
Tulus Tu’u menyebutkan bahwa ada beberapa faktor disiplin, yaitu
sebagai berikut:
a) Kesadaran diri sebagai pemahaman diri bahwa disiplin dianggap penting bagi kebaikan dan keberhasilan dirinya, selain itu kesadaran diri menjadi motif kuat terwujudnya disiplin;
b) Pengikutan dan ketaatan sebagai langkah penerapan dan praktik atas peraturan-peraturan yang mengatur individunya;
c) Alat pendidikan untuk mempengaruhi, mengubah, membina, dan membentuk perilaku yang sesuai dengan nilai-nilai yang ditentukan atau diajarkan;
d) Hukuman sebagai upaya menyadarkan, mengoreksi dan meluruskan yang salah sehingga orang kembali pada perilaku yang sesuai dengan harapan.21
Keempat faktor tersebut sangat berpengaruh dan memberikan peran
yang sangat besar bagi peningkatan kedisiplinan siswa. Namun faktor
yang paling utama ialah adanya kesadaran diri dan pengikuan atau
ketaatan terhadap aturan yang berlaku. Untuk mewujudkan perilaku yang
20 Op.cit, Novan Ardy Wiyani, hal 16221 Op. cit. Pratiwi Fajrin. hal 23-24
31
berdisiplin tidak hanya dengan memberikan aturan yang ketat dan
hukuman yang keras atas pelanggaran aturan tersebut, tetapi perlu juga
adanya kesadaran diri dari dalam diri individu untuk bersedia mengikuti
dan menaanti aturan yang berlaku. Jika individu memiliki kesadaran diri
maka ia akan berusaha untuk menaati setiap aturan yang berlaku dan
menjalankan kehidupan dengan teratur, selaras, dan seimbang.
Selain itu menurut Semiawan, ada beberapa faktor lain lagi yang dapat
berpengaruh pada pembentukan disiplin individu yaitu:
a) Hubungan emosional yang kualitatif dan kondusif sebagai landasan untuk membentuk disiplin;
b) Keteraturan yang konsisten dan berkesinambungan dalam menjalankan berbagai aturan;
c) Keteladanan yang berawal dari perbuatan kecil dalam ketaatan disiplin di rumah, seperti belajar tepat waktu;
d) Lingkungan yang berfungsi untuk pengembangan disiplin, baik lingkungan rumah, sekolah dan masyarakat;
e) Ketergantungan dan kewibawaan yang harus dimiliki oleh setiap guru dan orang tua untuk memahami dinamisme perkembangan anak.22
e. Pembentukan kedisiplinan
Disiplin itu lahir, tumbuh dan berkembang dari sikap seseorang pada
sistem nilai budaya yang telah ada pada masyarakat, ada unsur yang
membentuk disiplin yaitu sikap yang telah ada pada diri manusia dan
sistem nilai budaya yang ada di dalam masyarakat. Disiplin dapat dibina
melalui latihan-latihan pendidikan, penanaman kebiasaan dengan
keteladanan-keteladanan tertentu.
Disiplin akan mudah ditegakkan bila muncul dari kesadaran diri,
peraturan yang ada dirasakan sebagai sesuatu yang memang seharusnya 22 Ibid, hal 24-25
32
dipatuhi secara sadar untuk kebaikan dirinya dan sesama, sehingga akan
menjadi suatu kebiasaan yang baik menuju arah disiplin diri.
Musbikin mengemukakan bahwa terdapat beberapa hal yang dapat
dilakukan untuk menerapkan disiplin pada anak yaitu:
a) Menunjukkan kasih sayang walaupun mereka melakukan kesalahan;
b) Menciptakan disiplin yang tegas dan konsisten; c) Membiarkan anak menanggung kesalahan yang diperbuat;d) Tidak menggunakan kata-kata kasar; e) Memberikan pujian yang dapat membangun kepercayaan diri.23
B. Kerangka Pikir
Untuk menjadikan seorang anak didik memiliki budi pekerti luhur atau
akhlaqul karimah (akhlak mulia) diperlukan pembinaan secara terus-menerus
dan berkesinambungan di sekolah. untuk mewujudkan budi pekerti luhur pada
diri anak didik tidaklah mudah karena menyangkut kebiasaan hidup.
Pembinaan akan berhasil hanya dengan usaha keras dan penuh kesabaran dari
para semua guru secara bersama-sama, selain itu harus didukung oleh peran
serta dari orang tua dan masyarakat.
Kedisiplinan siswa sering menjadi fenomena pada setiap sekolah.
indikator masalah kedisiplinan siswa dapat diukur melalui sejauhmana
kemampuan dari siswa dalam menaati peraturan sekolah. Namun demikian,
berbagai perilaku yang senantiasa mengindikasikan ketidakdisiplinan sebagian
siswa disekolah seperti: terlambat masuk sekolah, tidak berpakaian sopan dan
rapi, bolos, dan sebagainya.
23 Ibid, hal 25
33
Disadari bahwa ketidakdisiplinan siswa terhadap tata tertib sekolah dapat
berdampak pada kekacauan, ketidaktertiban, dan keresahan dikalangan siswa,
yang berakibat terganggunya kegiatan proses belajar mengajar. Pada dasarnya
semua kegiatan harus dilakukan secara teratur, karena keteraturan akan
menentukan keberhasilan siswa dalam mencapai kesuksesan belajar. Dengan
ketertiban dan keteraturan menunjukkan tingkat kedisiplinan seseorang
terhadap diri dan lingkungannya.
Kerangka pikir penelitian ini digambarkan dalam bentuk skema berikut:
Undang-undang RI No. 20 Tahun 2003 Tentang Sistem
Pendidikan Nasional
34
Gambar 2.1 : Skema Kerangka Pikir
BAB III
METODE PENELITIAN
A. Variabel dan Desain Penelitian
1. Variabel
Pendidikan Budi Pekerti
Meningkatkan Kedisiplinan Waktu, Berpakaian, Belajar Dalam Mata Pelajaran Pendidikan Agama,
PKn, Bahasa Indonesia, dan Matematika
Pola Penanaman Nilai Pendidikan Budi Pekerti
Dampak Yang Muncul Setelah Penanaman Nilai Pendidikan Budi Pekerti
35
Variabel yang digunakan dalam penelitian ini adalah variabel tentang
Penanaman Nilai Pendidikan Budi Pekerti Dalam Meningkatkan Kedisiplinan
Siswa Pada SD Inpres 12/79 Ulubalang Kec. Salomekko Kab. Bone.
2. Desain Penelitian
Penelitian ini merupakan penelitian survey, yang mendeskripsikan
Penanaman Nilai Pendidikan Budi Pekerti Dalam Meningkatkan Kedisiplinan
Siswa Pada SD Inpres 12/79 Ulubalang Kec. Salomekko Kab. Bone.
B. Defenisi Opersional Variabel
Untuk menghindari terjadinya perbedaan interpretasi terhadap variabel
yang diteliti dan agar variabel tersebut dapat diukur, maka variabel
dikemukakan secara operasional.
1. Pola penanaman nilai pendidikan budi pekerti yang dimaksud yaitu
cara menanamkan nilai kedisiplinan baik dalam hal kedisiplinan
waktu, kedisiplinan berpakaian, maupun kedisiplinan belajar dalam
mata pelajaran pendidikan Agama, PKn, Bahasa Indonesia, dan
Matematika.
2. Kedisiplinan siswa adalah perilaku yang ditunjukkan oleh siswa
terhadap peraturan yang berlaku di sekolah SD Inpres 12/79 Ulubalang
Kec. Salomekko Kab. Bone.
C. Populasi dan Sampel
1. Populasi
Dalam penelitian ini, populasinya yaitu adalah seluruh siswa kelas IV, V
dan VI SD Inpres 12/79 Ulubalang pada tahun ajaran 2013/2014 sebanyak 58
35
36
orang. Tidak terpilihnya kelas I, II dan III dengan pertimbangan bahwa
mereka dianggap belum sepenuhnya mampu memahami isi angket yang
diberikan berkaitan dengan pendidikan budi pekerti dan kedisiplinan siswa.
Serta populasinya adalah wali kelas IV, V dan VI yang sekaligus guru mata
pelajaran Pendidikan Agama Islam, PKn, Bahasa Indonesia dan Matematika
sebanyak 4 orang. Jelasnya mengenai keadaan populasi penelitian, dapat
dilihat pada tabel berikut.
Tabel 3.1. Keadaan Siswa Kelas IV, V, dan VI SD Inpres 12/79 Ulubalang Kec. Salomekko Kab. Bone Tahun Ajaran 2013/2014, Januari 2014.
No
.
Kelas Jumlah
1.
2.
3.
IV
V
VI
21
17
20
Jumlah 58
Sumber : Tata Usaha SD Inpres 12/79 Ulubalang, 15 Januari 2014
Tabel 3.2. keadaan guru kelas IV, V dan VI yang sekaligus guru mata pelajaran Pendidikan Agama Islam, PKn, Bahasa Indonesia dan Matematika SD Inpres 12/79 Ulubalang Kec. Salomekko Kab. Bone.
37
No
.
Guru Mata Pelajaran Jumlah
1.
2.
3.
4.
Pendidikan Agama Islam
PKn (Guru Kelas IV)
Bahasa Indonesia (Guru KelasV)
Matematika (Guru Kelas VI)
1
1
1
1
Jumlah 4
Sumber : Tata Usaha SD Inpres 12/79 Ulubalang, 15 Januari 2014
2. Sampel
Adapun yang menjadi sampel dalam penelitian ini adalah sebanyak 45
siswa dan 4 wali kelas yang sekaligus merupakan guru mata pelajaran
Pendidikan Agama Islam, PKn, Bahasa Indonesia dan Matematika.
Untuk memperoleh sampel yang representatif, maka penarikan sampel
yang digunakan untuk siswa adalah teknik sampling bertingkat (Staratified
Random Sampling), khususnya Proportional Stratified Random Sampling.
Tabel 3.3 Keadaan Sampel Penelitian
No. Kelas Populasi Sampel
1.
2.
3.
IV
V
VI
21
17
20
15
15
15
Jumlah 45
Sumber : hasil olahan data dari tabel 3.1
Sedangkan penarikan sampel yang digunakan untuk guru adalah teknik
“Purposive Sampling” yaitu peneliti menentukan sampel sendiri tanpa
memberi kesempatan kepada populasi lain.
D. Teknik Pengumpulan Data
38
1. Teknik angket
Angket penelitian ini ditujukan kepada siswa pada SD Inpres 12/79
Ulubalang untuk memperoleh data mengenai penanaman nilai pendidikan
budi pekerti dalam meningkatkan kedisiplinan siswa pada SD Inpres 12/79
Ulubalang Kec. Salomekko Kab. Bone.
2. Teknik wawancara
Kegiatan wawancara dalam penelitian ini ditujukan kepada wali kelas
IV, V dan VI yang sekaligus guru mata pelajaran pendidikan Agama, PKn,
Bahasa Indonesia, dan Matematika pada SD Inpres 12/79 Ulubalang untuk
mendapatkan informasi berkaitan tentang penanaman nilai pendidikan
budi pekerti dalam meningkatkan kedisiplinan siswa.
3. Teknik dokumentasi
Teknik dokumentasi merupakan kegiatan pencatatan dokumen
berkaitan dengan jumlah siswa serta pencatatan data-data yang dibutuhkan
sebagai penunjang keobyektifan data yang diperoleh dalam kegiatan
penelitian ini.
E. Teknik Analisis Data
Teknik analisis data yang digunakan dalam penelitian ini sebagai langkah
menjawab permasalahan dalam penelitian adalah analisis statistik deskriptif.
BAB IV
HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
1. Gambaran Umum Lokasi Penelitian
39
A. Sejarah Singkat Berdirinya SD Inpres 12/79 Ulubalang Kec.
Salomekko Kab. Bone
SD Inpres 12/79 Ulubalang berdiri pada Bulan Desember 1979.
Sekolah ini terletak di dusun Tanacellae yang merupakan Ibu kota Desa
Ulubalang. Sejak sekolah ini didirikan sampai sekarang kepala sekolah
sudah berganti selama empat kali, yaitu :
UdengT, pada tahun 1980- tahun 1998.
Andi Bachtiar Massuro tahun 1998 sampai tahun 2008
A.Ikbal,S.Pd tahun 2008 sampai tahun 2013
Mustari,S.Pd tahun 2013 sampai sekarang
Jumlah siswa SD Inpres 12/79 ulubalang pada tahun pelajaran 2014-
2015 berjumlah 218 orang. Sekolah ini telah diadakan rehabilitasi gedung
pada tahun 1995 dari dana Basic Education Projeck ( BEP ) dan pada
tahun 1998 Sekolah ini membentuk kelas jauh di dusun Labukku yang
berjarak kurang lebih 4 km dari kelas induk.
Walaupun ,sarana dan prasarana sangat terbatas namun semangat siswa
dan guru sangat tinggi. Mereka berusaha menggapai cita-cita dengan
segenap tenaga, kompetensi dan sumber daya yang dimiliki. Sekolah kami
mempunyai motto Kaya akan Karya, Sederhana tapi bermakna.
B. Visi dan Misi
a. Visi
Beriman
39
40
Terwujudnya lulusan yang berkualitas, kompetitif, dan berakhlak
mulia
b. Misi
1) Menanamkan keyakinan/akidah melalui pengalaman ajaran agama.
2) Mengoptimalkan proses pembelajaran dan bimbingan
3) Malaksanakan berbagai motivasi dan inovasi pembelajaran
4) Mengembangkan pengetahuan di bidang IPTEK, bahasa, olahraga
dan seni budaya dengan bakat, minat, dan potensi siswa.
5) Melaksanakan pembinaan Profesionalisme guru dan pengawasan
secara kontinu.
6) Melaksanakan pengadaan alat dan media pembelajaran sesuai
dengan standar dan pelayanan.
7) Menjalin kerjasama yang harmonis antara warga sekolah dan
lingkungan.
C. Tujuan Berdirinya
Tujuan pendidikan dasar adalah meletakkan dasar kecerdasan,
pengetahuan, kepribadian, akhlakmulia, serta keterampilan untuk hidup
mandiri dan mengikuti pendidikan lebihlanjut. Merujuk pada tujuan
pendidikan dasar tersebut, maka tujuan SD Inpres 12/79 Ulubalang kec.
Salomekko adalah sebagai berikut :
1) Dapat mengamalkan ajaran agama hasil proses pembelajaran dan
kegiatan pembiasaan;
41
2) Meraih Perestasi Akademik maupun non akademik minimal
tingkat Kabupaten/Kota;
3) Menguasai dasar-dasar ilmu pengetahuan dan tekhnologi sebagai
bekal untuk melanjutkan kesekolah yang lebih tinggi;
4) Terwujudnya lingkungan sekolah yang kondusif sebagai tempat
aktivitas belajar;
5) Menjadi sekolah pelopor dan penggerak di lingkungan
masyarakat dan di lingkungan sekitar;
6) Menjadi sekolah yang diminati di masyarakat.
D. Keadaan Guru
Sekolah SD Inpres 12/79 Ulubalang Kec. Salomekko Kab. Bone
sekarang ini diasuh oleh 9 orang tenaga pendidik/guru termasuk kepala
sekolah, 1 orang tenaga kependidikan yaitu pustakawan dengan status
sebagai Pegawai Negeri Sipil (PNS) sebanyak 6 orang sedangkan 4 orang
lainnya masih berstatus sebagai tenaga honorer.
Mengenai keadaan guru, selanjutnya disajikan pada tabel berikut :
Tabel 4.1. Keadaan Guru SD Inpres 12/79 Ulubalang Kec. Salomekko Kab. Bone
42
No
.Nama
Alamat
Rumah
Pangkat/Gol
RuangMasa Kerja
PNS/
PTTKET
1 MUSTARI,S.Pd ManeraPenata Tk.
I,III/d15 thn 7 bln PNS
Kepala
Sekolah
2 KAMARIA,S.Pd Biccoing Pembina,IV/a 32 thn 7 bln PNS Guru Kelas 1
3 JAMILA,S.Pd pancaitana Pembina,IV/a 27 thn 11 bln PNS Guru Kelas II
4A.HERIANTI,S.
Pdpancaitana - -
NON
PNS
Guru Kelas III
(Honorer)
5 MAPPIARE,S.Pd Mappatoba Pembina,IV/a 21 thn 6 bln PNS Guru Kelas IV
6ROSMIATI,S.Pd Malimongen
g
--
NON
PNS
Guru Kelas V
(Honorer)
7 NURALAM,S.Pd Pancaitana Penata ,III/c 9 thn 9 bln PNS Guru Kelas VI
8 RESMI,A.Ma Pancaitana Pembina,IV/a 31 thn 7 bln PNS Guru PAI
9MUH.NAKIR,S.
Pd
Pancaitana --
NON
PNS
Guru Penjas
10A. RUSTAN A.
Ma. Pust
Data --
NON
PNS
Pustakawan
Sumber : Tata Usaha SD Inpres 12 79 Ulubalang, 02 Februari 2015
2. Hasil Penelitian
43
1. Pola Penanaman Nilai Pendidikan Budi Pekerti Dalam Meningkatkan
Kedisiplinan Siswa
Pendidikan budi pekerti merupakan salah satu materi pengajaran di
sekolah yang dapat diintegrasikan pada semua mata pelajaran dengan
harapan agar nantinya semua siswa dapat memiliki budi pekerti yang baik
dan luhur. Maka dari itu, penanaman nilai budi pekerti tersebut
memerlukan pembiasaan. Artinya sejak usia dini termasuk pada tingkatan
anak sekolah dasar, anak mulai dibiasakan mengenal mana perilaku atau
tindakan yang baik dan mana yang buruk, mana yang boleh dilakukan
mana yang tidak sehingga diharapakan pada gilirannya menjadi sebuah
kebiasaan (habit). Perlahan-lahan sikap/nilai-nilai luhur yang ditanamkan
tersebut akan terinternalisasi ke dalam dirinya dan membentuk kesadaran
sikap dan tindakan sampai usia dewasa. Penyelenggaraan pendidikan yang
berangkat dan didasarkan pada nilai diyakini akan melahirkan para lulusan
yang berkepribadian, berkarakter dan berwatak baik. Karena itu, tugas
utama pendidikan dasar adalah membangun budi pekerti siswa yaitu
bertujuan agar siswa sejak dini tidak gagal menjadi sosok manusia, karena
jika manusia gagal untuk menjadi manusia maka kualitasnya tidak berbeda
bahkan lebih rendah dibandingkan hewan. Dengan demikian, di sinilah
letak nilai strategis pendidikan dasar yaitu sebagai pondasi bagi
pertumbuhan dan perkembangan anak pada tahap-tahap berikutnya, di
mana kita yakini bahwa tantangan ke depan akan besar dan kompleks.
Tabel 4.2. Pola Penanaman Nilai Budi Pekerti Disetiap Mata Pelajaran
44
No. Mata Pelajaran Nilai budi pekerti Ciri pola penanaman nilai
1. Pendidikan agama
islam
1) Meyakini adanya Tuhan
Yang Maha Esa dan
selalu menaati ajarannya
2) Menaati ajaran agama
3) Memiliki dan
mengembangkan sikap
toleransi
a) Sikap dan perilaku yang
mencerminkan keyakinan
dan kepercayaan terhadap
Tuhan Yang Maha Esa.
b) Sikap dan perilaku yang
mencerminkan
kepatuhan, tidak ingkar,
dan taat menjalankan
perintah dan menghindari
larangan agama.
c) Sikap dan perilaku yang
mencerminkan toleransi
dan penghargaan
terhadap pendapat,
gagasan, tingkah laku
orang lain, baik yang
sependapat maupun yang
tidak sependapat dengan
dirinya.
Contoh :
Dalam materi ibadah di bulan
ramadhan yaitu mengajarkan
pada siswa untuk taat dalam
melaksanakan shalat baik 5
waktu maupun tarwih dan
witir, melaksanakan puasa.
2. Pendidikan
Kewarganegaraan
(PKn)
1) Memiliki kebersamaan
dan gotong royong
a) Sikap dan perilaku
seseorang yang
mencerminkan adanya
kesadaran dan kemauan
untuk bersama-sama,
saling membantu, dan
saling memberi tanpa
45
2) Saling menghormati
3) Memiliki tata krama dan
sopan santun
4) Tumbuhnya disiplin diri
pamrih.
b) Sikap dan perilaku untuk
menghargai dalam
hubungan antar individu
dan kelompok
berdasarkan norma dan
tata cara yang berlaku.
c) Sikap dan perilaku sopan
santun dalam bertindak
dan bertutur kata
terhadap orang tanpa
menyinggung atau
menyakiti serta
menghargai tata cara
yang berlaku sesuai
dengan norma, budaya,
dan adat istiadat.
d) Sikap dan perilaku
sebagai cerminan dari
ketaatan, kepatuhan,
ketertiban, kesetiaan,
ketelitian, dan keteraturan
perilaku seseorang
terhadap norma dan
aturan yang berlaku.
Contoh :
Dalam materi kita bagian
dari masyarakat dunia yaitu
mengajarkan pada siswa sifat
nasionalisme, menghargai
budaya bangsa lain.
3. Bahasa Indonesia 1) Memiliki rasa
keterbukaan
a) Sikap dan perilaku
seseorang yang
mencerminkan adanya
46
2) Mampu berpikir positif
3) Mengembangkan potensi
diri
keterusterangan terhadap
apa yang dipikirkan,
diinginkan, diketahui, dan
kesediaan menerima
saran serta kritik orang
lain.
b) Sikap dan perilaku
seseorang untuk dapat
berpikir jernih, tidak
buruk sangka,
mendahulukan sisi positif
dari suatu masalah.
c) Sikap dan perilaku
seseorang untuk dapat
membuat keputusan
sesuai dengan
kemampuannya
mengenai bakat, minat,
dan prestasi serta sadar
akan keunikan dirinya
sehingga dapat
mewujudkan potensi diri
yang sebenarnay.
Contoh :
Dalam pelajaran pengalaman
pada materi menanggapi
peristiwa dengan bahasa
yang baik yaitu mengajarkan
kepada siswa dalam
memberikan komentar atau
saran dengan bahasa yang
santun.
4. Matematika 1) Menumbuhkan kejujuran a) Sikap dan perilaku untuk
bertindak dengan
47
sesungguhnya dan apa
adanya, tidak berbohong,
tidak dibuat-buat, tidak
ditambah dan tidak
dikurangi, serta tidak
menyembunyikan
kejujuran.
Contoh :
Dalam materi operasi
hitungan bulat yaitu
mengajarkan kepada siswa
untuk bersikap /berprilaku
jujur atau tidak dibuat-buat
karena apabila dibuat-buat
maka hasilnya tidak sesuai.
Sumber : Hasil Observasi, 06 Februari 2015
Berdasarkan tabel di atas bahwa dalam meningkatkan kedisiplinan
siswa di SD Inpres 12/79 Ulubalang guru menerapkan pola penanaman
nilai pendidikan budi pekerti yang berbeda pada setiap mata pelajaran,
seperti :
1) Pendidikan Agama Islam
Pendidikan agama islam di sekolah merupakan suatu mata
pelajaran yang mengajarkan siswa dalam menyakini, memahami,
menghayati, dan mengamalkan agama islam melalui kegiatan
bimbingan, pengajaran dan latihan dengan memperhatikan tuntutan
untuk menghormati agama lain dalam hubungan kerukunan antar umat
beragama dalam masyarakat untuk mewujudkan persatuan nasional
48
serta pendidikan terhadap perkembangan fisik dan psikis anak didik
sesuai dengan ajaran islam.
a) Disiplin waktu
1. Religius, guru menanamkan nilai pendidikan budi pekerti
dengan berdoa sebelum dan sesudah pelajaran dengan dipimpin
oleh guru, melaksanakan shalat dzuhur berjamaah ketika tiba
waktu shalat, memberikan kesempatan kepada semua siswa
untuk melakukan ibadah, mengadakan acara israj miraj serta
mengadakan acara maulid di sekolah.
b) Disiplin berpakaian
Guru menanamkan nilai pendidikan budi pekerti seperti
memberikan teguran pada siswa yang tidak berpakaian rapi dengan
memberikan teguran yang sopan dan memberitahukan cara
berpakaian rapi.
c) Disiplin belajar
Guru menanamkan nilai pendidikan budi pekerti seperti :
1. Taat dan patuh, yaitu guru memberikan keteladan dengan
datang tepat waktu, mengecek kehadiran siswa, memastikan
bahwa setiap siswa datang tepat waktu, menegur siswa yang
terlambat dengan sopan.
2. Jujur, yaitu mengajarkan siswa bila dalam mengerjakan ujian
ataupun tugas tidak boleh menyontek, meminta izin jika
hendak menggunakan barang orang lain.
49
3. Sopan, yaitu guru memberikan keteladanan melalui
mengucapkan salam dengan ramah kepada siswa ketika
memasuki ruang kelas, mengajarkan siswa mengucapkan salam
sebelum dan sesudah kegiatan, jika bertemu dengan guru bicara
dan bertindak dengan memerhatikan sopan santun,
mengajarkan siswa untuk mengucapkan terima kasih, maaf,
permisi dan tolong, serta mengetuk pintu sebelum masuk
kedalam ruangan kelas ataupun ruangan orang lain, menegur
siswa jika tidak memperhatikan pelajaran yang diajarkan.
4. Tanggung jawab, yaitu guru memberikan tugas yang harus
dikumpul pada waktu yang ditetapkan serta memberikan sanksi
bagi siswa yang tidak mengerjakannya.
Hal ini dijelaskan oleh Andi Resmi sebagai guru mata pelajaran
pendidikan agama islam (wawancara hari jumat, tanggal 06 Februari
2015) menyatakan bahwa:
“Pola penanaman nilai pendidikan budi pekerti dalam meningkatkan kedisiplinan siswa yaitu dengan memberikan keteladanan atau pencontohan misalnya pertama yang harus disiplin adalah guru sehingga siswa dapat meniru dari guru, kedua guru harus tepat waktu masuk di kelas dan jika ada tugas dari siswa harus dikumpul pada waktu yang ditentukan. Supaya melatih kedisiplinan dan tanggung jawabnya. Kemudian pendidikan budi pekerti itu harus diintegrasikan pada setiap mata pelajaran serta pengintegrasian dalam setiap kegiatan sehari-hari disekolah seperti kegiatan pengembangan diri khususnya kerohanian supaya siswa akan menjadi terbiasa jika selalu dicontohkan oleh setiap guru .” 24
2) Pendidikan Kewarganegaraan (PKn)
24 Hasil Wawancara, Hari Jumat, Tanggal 06 Februari 2015
50
PKn merupakan mata pelajaran yang memfokuskan pada
pembentukan warga negara yang memahami dan mampu
melaksanakan hak-hak dan kewajiban untuk menjadi warga negara
Indonesia yang cerdas, terampil, dan berkarakter yang diamanatkan
oleh Pancasila dan UUD 1945. Nilai-nilai yang terkandung dalam
pancasila dan UUD 1945 ini perlu ditanamkan sejak usia dini yaitu
pada tingkat sekolah dasar sehingga pada nantinya akan terinternalisasi
dan menjadikannya perilaku diusia dewasa.
Waini Rasydin mengemukakan bahwa :
“Konsep pendidikan dasar pada dasarnya ialah pendidikan nilai, di mana tujuannya ialah untuk memfasilitasi peserta didik untuk mengembangkan potensi dasar yang dimiliki dan diorientasikan untuk pembinaan dan pengembangan kepribadian, watak, dan karakter manusia seutuhnya. Sementara pembinaan aspek intelektual hanya sebagai peletak dasar saja berupa pengetahuan-pengetahuan dasar dan bukan menjadi orientasi utama. Peningkatan kemampuan intelektual nantinya akan dikembangkan lebih lanjut pada jenjang pendidikan berikutnya.”25
a) Disiplin waktu
Yaitu seperti memberikan sanksi bagi siswa yang datang terlambat
misalnya siswa disuruh berdiri di depan kelas, memberikan teguran
pada siswa bila saat pembelajaran berlangsung selalu menggunakan
waktu untuk hal-hal yang kurang bermanfaat seperti sering
mengganggu teman saat belajar, bermain sendiri dan tidak
memperhatikan penjelasan guru.
25 Waini Rasyidin Landasan Filosofis Pendidikan Dasar, (Bandung: SPs UPI, 2007)
51
b) Disiplin berpakaian
Sebelum proses pembelajaran dimulai semua siswa disuruh berdiri
kemudian diperiksa kerapiannya, jika ditemukan ada siswa yang
belum rapi diminta untuk merapikannya.
c) Disiplin belajar
1. Nasionalis, yaitu guru mengajarkan pada saat pelaksanaan
upacara, harus dengan khidmat tidak boleh main-main.
Menghayati isi dan arti lagu nasional. Guru menanaman jiwa,
semangat perjuangan demi mempertahankan kemerdekaan
melalui mata pelajaran PKn. Guru menerapkan keteladanan
melalui sikap patriotisme, nasionalisme, pantang menyerah dan
tabah, sabar dalam melaksanakan tugas, meskipun dihadapkan
dengan berbagai hambatan dan tantangan.
2. Patuh, yaitu mengajarkan siswa untuk selalu hormat kepada
kepala sekolah, guru dan karyawan lainnya, memakai pakaian
seragam sekolah sesuai aturan, datang dan pulang tepat waktu,
belajar di kelas dengan tertib, memperhatikan ketika guru
mengajar, mengerjakan tugas-tugas, serta mematuhi tata tertib
yang berlaku di sekolah.
3. Demokratis, yaitu menanamkan sifat tidak melakukan tindakan
diskriminatif terhadap orang lain, baik diskriminatif terhadap
suku, budaya, ras, atau agama tertentu. Melaui pemberikan
tugas kelompok supaya siswa terlatih jika dalam
52
menyelesaikan masalah, budaya musyawarah yang melibatkan
semua pihak harus diutamakan untuk mencapai mufakat.
Menerima hasil musyawarah dengan lapang dada, apapun
keputusannya. Menghargai pendapat orang lain yang berbeda
terhadap sesuatu hal.
4. Bentuk jujurnya yaitu mengajarkan siswa untuk selalu
mengerjakan segala tugas-tugas yang diberikan oleh ibu bapak
guru, tidak mencontek pekerjaan teman, mengerjakan semua
tugas-tugas sekolah dengan seharusnya, membuat jadwal piket
pembersihan di kelas, mengikuti peraturan peraturan sekolah.
5. Bentuk menghargai keberagaman seperti guru menanamankan
kepada siswa sikap saling menghormati dan menghargai
terhadap sesama, membantu teman yang mengalami kesulitan
atau bencana.
6. Bentuk sadar akan hak dan kewajiban diri dan orang lain,
seperti guru tidak membeda-bedakan siswa tanpa memandang
status sosialnya, menanamankan kepada siswa sifat untuk
selalu memanfaatkan waktu untuk belajar, mengerjakan tugas
yang diberikan.
Hal tersebut dijelaskan oleh Ibu Nur Alam sebagai guru PKn
(Guru Kelas VI, wawancara pada hari jumat, tanggal 06 Februari
2015) menyatakan bahwa :
“Pola yang dilakukan untuk menerapkan sikap kedisiplinan siswa adalah dengan pengintegrasian atau dengan menerapkan berbagai
53
strategi dalam pembelajaran. Selalu membudayakan siswa untuk bersikap patuh terhadap peraturan tata tertib sekolah, saling menghargai walaupun berbeda agama, sadar akan hak dan kewajiban sebagai siswa. Serta pembiasaan, misalnya saja pada masing-masing kelas supaya ada piket dalam pembersihan kelas. Karena seperti diketahui bahwa pendidikan budi pekerti bukan merupakan mata pelajaran tersendiri. Jadi guru harus selalu mendidik siswa supaya berbudi pekerti yang baik. Pembudayaan dan pembiasaan ini harus dilakukan pada usia dini sebagai bekalnya diusia dewasanya nanti. ”26
3) Bahasa Indonesia
Bahasa Indonesia merupakan mata pelajaran yang wajib diajarkan
dalam setiap jenjang pendidikan di Indonesia. Dan kemampuan
berbahasa Indonesia merupakan kemampuan dasar yang harus dimiliki
oleh setiap siswa untuk mentransfer ilmu pengetahuan dan teknologi.
a) Disiplin waktu
Pemberian contoh dengan guru masuk di kelas dengan tepat waktu
dan begitupun jika berakhirnya proses pembelajaran, memberikan
sanksi bagi siswa yang terlambat masuk di kelas berupa disuruh
menyapu halaman sekolah ataupun disuruh memungut sampah,
bagi siswa yang tidak mengerjakan atau tidak bisa
mempertanggung jawabkan tugasnya dengan tepat waktu diberi
sanksi dengan mengerjakannya di kelas dan menambahkan dengan
di beri tugas tambahan, dan menyuruh dan mengingatkan kepada
siswa untuk shalat duhur sebelum pulang kerumah masing-masing.
b) Disiplin berpakaian
26 Hasil Wawancara, Hari Jumat, Tanggal 06 Februari 2015
54
Guru harus berpakaian rapi sebagai contoh, kerapian dan
kebersihan pakaian dicek setiap hari oleh guru selain itu kerapian
rambut juga selalu dicek apabila ditemukan rambut dari siswa laki-
laki yang tidak sesuai aturan yang ditetapkan (panjang rambut yang
mengenai telinga dank rah baju) maka diminta untuk mencukur
yang diberi tenggang waktu 3 hari, jika masih membandel rambut
akan dipotong oleh guru.
c) Disiplin belajar
1. Tanggung jawab, guru memberikan sanksi kepada siswa yang
melanggar tata tertib untuk mempertanggung jawabkan
pelanggarannya.
2. Jujur, guru mengajarkan siswa untuk tidak berbohong pada
orang lain, tidak boleh mengambil barang orang lain tanpa
minta izin.
3. Percaya diri yaitu guru mengajarkan siswa untuk
memberanikan diri tampil di depan kelas dengan memberikan
tugas seperti membaca puisi dan pentas drama, memberikan
motivasi kepada siswa yang kurang atau belum berpartisipasi
aktif dalam pembelajaran.
4. Santun yaitu guru mengajarkan siswa menggunakan bahasa
yang sopan, dalam berdiskusi menghargai pendapat teman serta
menghargai guru yang sedang berbicara di depan.
55
Hal ini dijelaskan oleh bapak Mappiare sebagai guru bahasa
Indonesia (Guru Kelas IV, wawancara pada hari sabtu, tanggal 07
Februari 2015) menyatakan bahwa :
“Pola penanaman nilai pendidikan budi pekerti terhadap kedisiplinan dapat dilakukan dengan pengintegrasian pendidikan budi pekerti dalam mata pelajaran, misalnya pada mata pelajaran bahasa Indonesia yaitu siswa disuruh membuat pantun dan puisi untuk melatih kreatifitasnya dan selalu mencontohkan jika menjawab ulangan harus dengan jujur tanpa menunggu contekan dari teman serta tidak melakukan kerja sama pada saat ulangan. Kemudian dalam mata pelajaran bahasa Indonesia juga diajarkan tentang drama sehingga melatih juga sikap percaya diri agar dapat tampil dengan baik. Pola penanaman nilai pendidikan budi pekerti juga saya laksanakan melalui kegiatan pramuka seperti pelatihan kepemimpinan, tata tertib serta kedisiplinan dalam berorganisasi.”27
4) Matematika
Pembelajaran matematika secara manusiawi akan membentuk
nilai-nilai kemanusiaan dalam diri siswa.
a) Disiplin waktu
Guru harus memulai pembelajaran tepat waktu, dan pembelajaran
tidak dimulai bila situasi kelas masih gaduh, guru membuat catatan
kehadiran siswa, guru memerintahkan siswa jika tidak belajar
supaya keperpustakaan untuk membaca.
b) Disiplin berpakaian
Sebelum proses pembelajaran dimulai semua siswa disuruh berdiri
kemudian diperiksa kerapiannya, jika ditemukan ada siswa yang
belum rapi diminta untuk merapikannya.
27 Hasil Wawancara, Hari Sabtu, Tanggal 07 Februari 2015
56
c) Disiplin belajar
1. Menegur siswa yang ribut di dalam kelas dengan
memanggilnya maju kedepan kemudian menyuruhnya
menjelaskan kembali apa yang telah dijelaskan guru.
2. Bekerja mandiri yaitu guru mengajarkan siswa untuk
mengerjakan tugas sendiri tanpa meenyontek pekerjaan teman.
3. Bekerjasama yaitu guru memberikan tugas kelompok pada
siswa seperti dengan melibatkanya mencari informasi yang luas
dan dalam tentang materi yang dipelajari.
4. Bersikap kritis yaitu guru memberi kesempatan kepada siswa
untuk bertanya tentang materi pelajaran yang tidak diketahui.
5. Kreatif yaitu memberikan tugas kepada siswa dengan memberi
kesempatan untuk berpikir, menganalisis, menyelesaikan
masalah dan bertindak tanpa rasa takut.
Pada aspek ini kreativitas guru untuk memfasilitasi kegiatan belajar
siswa dengan berbagai metode dan kreativitas siswa untuk menemukan
atau membangun pengetahuannya sendiri saling terpadu dan
menunjang bagi keberhasilan tujuan belajar siswa.
Hal ini dijelaskan oleh Ibu A. Rosmiati sebagai guru matematika
(Guru Kelas V, wawancara pada hari sabtu, tanggal 07 Februari 2015)
menyatakan bahwa :
“Dalam melakukan penerapan nilai budi pekerti siswa harus selalu diajarkan untuk berfikir secara logis setiap menjawab soal yang diberikan, dan bekerja keras untuk mendapatkan jawaban yang
57
tepat. Kemudian siswa harus selalu dituntun untuk memiliki rasa ingin tahu agar dapat berusaha untuk mendapatkan hasil yang di inginkan, serta siswa selalu diajarkan harus jujur dalam menjawab soal latihan maupun ulangan artinya siswa harus mengerjakan sendiri tugas yang diberikan. Tapi semua itu juga tidak lepas dari tanggung jawab orang tua, maka dari itu guru juga harus saling bekerjasama dengan orangtua siswa dalam menanamkan nilai pendidikan budi pekerti karena jika tidak ada kerjasama bisa menimbulkan perbedaan dan akhirnya membuat siswa jadi tidak tahu yang mana seharusnya dia contoh.”28
Pendidikan budi pekerti secara integrasi dalam mata pelajaran adalah
pengenalan nilai-nilai, diperolehnya kesadaran akan pentingnya
penginternalisasian nilai-nilai kedalam tingkah laku siswa sehari-hari
melalui proses pembelajaran baik yang berlangsung di dalam maupun di
luar kelas pada semua mata pelajaran. Pada dasarnya kegiatan
pembelajaran selain untuk menjadikan siswa menguasai kompetensi atau
materi yang ditargetkan juga dirancang untuk menjadi siswa yang
mengenal, menyadari/peduli, dan mengintenalisasi niali-nilai dan
menjadikan sebagai perilaku.
Mengenai pola penanaman nilai pendidikan budi pekerti dalam
meningkatkan kedisiplinan siswa pada SD Inpres 12/79 Ulubalang, berikut
disajikan data-data hasil penelitian dari 45 responden dalam bentuk tabel
distribusi frekuensi dan persentase berdasarkan urutan pertanyaan dalam
angket.
Tabel 4.3. Distribusi frekuensi tanggapan responden mengenai disekolah selalu dididik oleh Bapak/Ibu guru untuk
28 Hasil Wawancara, Hari Sabtu, Tanggal 07 Februari 2015
58
mengikuti upacara setiap hari senin dan hari-hari besar lainnya.
No. Kategori Jawaban FrekuensiAbsolut Relatif
1 Ya 45 1002 Tidak 0 0
Jumlah 45 100 %Sumber : hasil olahan data No. 1, 05 Februari 2015
Mengikuti upacara setiap hari senin dan hari-hari besar lainnya
memang sudah menjadi kewajiban siswa. Maka dari itu, sangat wajar
apabila dalam pendidikan budi pekerti siswa selalu dididik untuk
mengikuti upacara setiap hari senin dan hari-hari besar lainnya. Hal ini
dapat dilihat dari pernyataan semua responden atau 100% yang
menyatakan selalu dididik untuk mengikuti upacara setiap hari senin dan
hari-hari besar lainnya.
Tabel 4.4. Distribusi frekuensi tanggapan responden mengenai disekolah selalu dididik oleh Bapak/Ibu guru untuk menghormati saling menghormati sesama siswa.
No. Kategori Jawaban FrekuensiAbsolut Relatif
1 Ya 44 97,782 Tidak 1 02,22
Jumlah 45 100 %Sumber : hasil olahan data No. 2, 05 Februari 2015
Setiap mata pelajaran disekolah secara umum berorientasi pada
Pembinaan sikap, baik itu cara bersikap dalam lingkungan sekolah,
dirumah ataupun dilingkungan masyarakat. Dengan pernyataan responden
44 responden atau 97,78% yang menyatakan selalu dididik dan 1
59
responden atau 02,22% yang menyatakan tidak. Pernyataan responden di
atas menunjukkan bahwa guru senantiasa mendidik siswa untuk selalu
saling menghormati terhadap sesama siswa baik itu adalah adik kelas
ataupun kakak kelas dan guru.
Tabel 4.5. Distribusi frekuensi tanggapan responden mengenai disekolah selalu dididik oleh Bapak/Ibu guru untuk menghargai pendapat teman.
No. Kategori Jawaban FrekuensiAbsolut Relatif
1 Ya 43 95,562 Tidak 2 04,44
Jumlah 45 100 %Sumber : hasil olahan data No. 3, 05 Februari 2015
Mendidik siswa untuk selalu menghargai pendapat teman selalu
dilaksanakan guru. Hal tersebut sesuai pernyataan 43 responden atau
95,56% menyatakan selalu dididik dan 2 responden atau 04,44% yang
menyatakan Tidak dididik untuk selalu menghargai pendapat teman.
Berpendapat adalah hak setiap orang. Jadi siswa sebagai orang yang
berpendidikan harus menghargai orang yang berpendapat meskipun
pendapatnya bertentangan. Karena manusia itu harus bersifat baik,
bagaimana pun diperlakukan oleh orang kita harus menerima dengan
berlapang dada begitu pun apabila saran kita tidak disetujui kita harus
menerima apa adanya.
Tabel 4.6. Distribusi frekuensi tanggapan responden mengenai disekolah selalu dididik oleh Bapak/Ibu guru untuk hormati saling dan patuh terhadap perintah guru.
60
No. Kategori Jawaban FrekuensiAbsolut Relatif
1 Ya 45 1002 Tidak 0 0
Jumlah 45 100 %Sumber : hasil olahan data No. 4, 05 Februari 2015
Selain siswa didik untuk hormat sesama teman, siswa juga senantiasa
dididik untuk hormat dan patuh terhadap perintah guru. Hal ini terlihat dari
45 responden atau 100% yang menyatakan selalu didik untuk hormat dan
patuh terhadap perintah guru. Hormat dan patuh pada guru,
merupakan sifat terpuji yang harus ditanamkan pada setiap
anak didik. Guru adalah orang yang memberikan pelajaran, atau
guru adalah seorang pengajar serta pendidik yang mendidik dan
orang yang memberikan pelajaran terhadap sesuatu yang baru.
Oleh karena itu, siswa wajib hormat dan patuh kepada guru,
karena guru telah mengajarkan ilmu, mendidik, dan membekali
dengan keterampilan yang memadai sehingga dapat berhasil.
Tabel 4.7. Distribusi frekuensi tanggapan responden mengenai disekolah selalu dididik oleh Bapak/Ibu guru untuk selalu berada diruang kelas pada saat jam belajar.
No. Kategori Jawaban FrekuensiAbsolut Relatif
1 Ya 42 93,332 Tidak 3 06,67
61
Jumlah 45 100 %Sumber : hasil olahan data No. 5, 05 Februari 2015
Berada dalam ruang kelas pada saat jam belajar adalah suatu hal yang
wajib dilaksanakan siswa. Hal ini juga menjadi tugas guru untuk selalu
menanamkan nilai pendidikan budi pekerti, khususnya agar siswa taat
terhadap peraturan dikelas. Hal ini terlihat dari pernyataan 42 responden
atau 93,33% yang menyatakan selalu dididik dan 3 responden atau 06,67%
yang menyatakan tidak didik untuk selalu berada diruang kelas pada jam
belajar. Pernyataan dari responden ini menunjukkan bahwa betapa
besarnya pengaruh penanaman nilai budi pekerti itu terhadap kedisiplinan
siswa.
Tabel 4.8. Distribusi frekuensi tanggapan responden mengenai disekolah selalu dididik oleh Bapak/Ibu guru untuk bertanggung jawab terhadap segala perbuatan yang dilakukan.
No.
Kategori Jawaban FrekuensiAbsolut Relatif
1 Ya 44 97,782 Tidak 1 02,22
Jumlah 45 100 % Sumber : hasil olahan data No. 6, 05 Februari 2015
Mendidik siswa untuk selalu bertanggung jawab terhadap segala
perbuatan yang dilakukan juga senantiasa dilakukan oleh guru di SD
Inpres 12/79 Ulubalang. Seperti dinyatakan 44 responden atau 97,78%
yang menyatakan selalu dididik dan 1 responden atau 02,22% yang
menyatakan tidak selalu didik untuk bertanggung jawab terhadap
62
perbuatan yang dilaksanakan. Pernyataan dari responden di atas
menunjukkan pentingnya rasa tanggung jawab ditumbuhkan atau
ditanamkan pada diri siswa, khususnya pada sekolah dasar agar nantinya
siswa terbiasa untuk selalu menanamkan sikap bertanggung jawab.
Tabel 4.9. Distribusi frekuensi tanggapan responden mengenai disekolah selalu dididik oleh Bapak/Ibu guru untuk senantiasa bersifat jujur.
No.
Kategori Jawaban FrekuensiAbsolut Relatif
1 Ya 44 97,782 Tidak 1 02,22
Jumlah 45 100 %Sumber : hasil olahan data No. 7, 05 Februari 2015
Sifat jujur penting ditanamkan pada diri siswa, khususnya pada anak
sekolah dasar. Dengan demikian dapat melatih siswa untuk disiplin dan
bertindak jujur. Siswa tahu kalau berlaku tidak jujur akan merugikan
dirinya sendiri. Selain sifat tanggung jawab, guru juga selalu menanamkan
sifat jujur terhadap diri siswa. Ini terlihat pada pernyataan responden
diatas, yaitu 44 responden atau 97,78% yang menyatakan selalu dididik
dan 1 responden atau 02,22% yang menyatakan tidak selalu dididik untuk
senantiasa bersifat jujur.
Tabel 4.10. Distribusi frekuensi tanggapan responden mengenai disekolah selalu dididik oleh Bapak/Ibu guru untuk senantiasa bekerjasama dengan sesama teman.
No.
Kategori Jawaban FrekuensiAbsolut Relatif
1 Ya 42 93,33
63
2 Tidak 3 06,67Jumlah 45 100 %
Sumber : hasil olahan data No. 8, 05 Februari 2015
Senantiasa bekerjasama dengan sesama teman juga penting untuk
ditanamkan pada diri siswa. Penanaman nilai budi pekerti khususnya
senantiasa bekerjasama dengan sesama teman juga selalu dilaksanakan
guru. Hal ini terlihat dari pernyataan 42 reponden atau 93,33%
menyatakan selalu dididik senantiasa bekerjasama dengan sesama teman
dan 3 responden atau 06,67% yang menyatakan tidak selalu dididik.
Menurut asumsi penulis, bekerjasama disini yaitu yang dalam hal positif
seperti membantu jika ada teman yang kesusahan, berinisiatif untuk
melakukan hal yang bermanfaat bagi temannya, bukan dalam hal negatif
seperti mencontek pekerjaan teman, dan lain-lain.
Tabel 4.11. Distribusi frekuensi tanggapan responden mengenai disekolah selalu dididik oleh Bapak/Ibu guru untuk senantiasa bersikap sopan santun.
No.
Kategori Jawaban FrekuensiAbsolut Relatif
1 Ya 44 97,782 Tidak 1 02,22
Jumlah 45 100 %Sumber : hasil olahan data No. 9, 05 Februari 2015
Nilai budi pekerti khususnya sikap sopan santun sangat penting juga
ditanamkan pada diri siswa karena akan memberikan dampak positif yaitu
dapat menumbuhkan sikap saling menghargai orang lain. Sopan santun
merupakan pencerminan dan budi pekerti luhur yang dimiliki oleh siswa.
64
Sesuai pernyataan 44 responden atau 97,78% menyatakan selalu dididik
dan 1 responden atau 02,22% menyatakan tidak selalu dididik untuk
senantiasa bersikap sopan santun. Dari pernyataan diatas menunjukkan
bahwa guru juga selalu menanamkan nilai budi pekerti khususnya sikap
sopan santun.
Tabel 4.12. Distribusi frekuensi tanggapan responden mengenai disekolah selalu dididik oleh Bapak/Ibu guru untuk senantiasa menjaga kebersihan sekolah.
No.
Kategori Jawaban FrekuensiAbsolut Relatif
1 Ya 45 1002 Tidak 0 0
Jumlah 45 100 %Sumber : hasil olahan data No. 10, 05 Februari 2015
Lingkungan sekolah yang bersih sangat baik dan bermanfaat.
Terutama siswa dapat menerima materi pembelajaran dengan baik. Karena
bila ruangan kelas bersih, pastilah udara akan sejuk. Dan oleh karena itu
otak dapat menjalankan fungsi dan kegunaannya dengan sempurna. Maka
dari itu sangat tepat jika dalam pengajaran siswa dididik untuk selalu
menjaga kebersihan sekolah. Seperti yang dinyatakan 45 responden atau
100% yang menyatakan selalu di didik untuk menjaga kebersihan sekolah
tidak ada yang menyatakan tidak selalu di didik.
Tabel 4.13. Distribusi frekuensi tanggapan responden mengenai dengan pendidikan budi pekerti yang diterima di sekolah membuat selalu taat melakukan ibadah.
No Kategori Jawaban Frekuensi
65
. Absolut Relatif1 Ya 43 95,562 Tidak 2 04,44
Jumlah 45 100 %Sumber : hasil olahan data No. 11, 05 Februari 2015
Pelaksanaan ibadah selain tanggung jawab orang tua siswa juga
menjadi tanggung jawab guru untuk mendidik. Pendidikan budi pekerti
khususnya selalu taat melakukan ibadah yang selalu ditanamkan oleh guru
memberikan dampak yang positif bagi siswa. Karena siswa selalu
dibiasakan untuk melaksanakan ibadah secara berjamaah di mushollah
misalnya saja mendirikan shalat ketika tiba waktunya. Hal ini sesuai
dengan pernyataan 43 responden atau 95,56% yang menyatakan selalu taat
melakukan ibadah dan 2 responden atau 04,44 yang menyatakan tidak.
Pernyataan responden di atas menunjukkan bahwa selain perintah
orang tua untuk taat melakukan ibadah, ternyata dengan pendidikan budi
pekerti yang diterima di sekolah membuat siswa taat melakukan ibadah.
Tabel 4.14. Distribusi frekuensi tanggapan responden mengenai dengan pendidikan budi pekerti yang diterima di sekolah, membuat selalu masuk sekolah dengan tepat waktu.
No.
Kategori Jawaban FrekuensiAbsolut Relatif
1 Ya 42 93,332 Tidak 3 06,67
Jumlah 45 100 %Sumber : hasil olahan data No. 12, 05 Februari 2015
Pendidikan budi pekerti yang ditanamkan pada diri siswa dalam setiap
mata pelajaran ternyata berdampak positif terhadap sikap disiplin siswa
66
untuk selalu masuk sekolah dengan tepat waktu. Hal ini sesuai dengan
pernyataan 42 responden atau 93,33% yang selalu masuk sekolah dengan
tepat waktu dan 3 responden atau 06,67% yang menyatakan tidak masuk
sekolah dengan tepat waktu. Pernyataan responden diatas menunjukkan
perlunya penanaman nilai pendidikan budi pekerti diberikan kepada siswa,
walaupun diketahui bukan hanya faktor pendidikan budi pekerti yang
membuat siswa selalu masuk sekolah dengan tepat waktu tapi setidaknya
memberikan pengetahuan kepada siswa untuk selalu disiplin dan
mematuhi tata tertib sekolah.
Tabel 4.15. Distribusi frekuensi tanggapan responden mengenai dengan pendidikan budi pekerti yang diterima disekolah membuat selalu berpakaian rapi.
No. Kategori Jawaban FrekuensiAbsolut Relatif
1 Ya 45 1002 Tidak 0 0
Jumlah 45 100 %Sumber : hasil olahan data No. 13, 05 Februari 2015
Pendidikan budi pekerti yang ditanamkan oleh guru dalam mata
pelajaran memberikan dampak positif terhadap kerapian siswa dalam
berpakaian. Hal ini dapat dilihat dari pernyataan semua responden
penelitian atau 100% yang menyatakan selalu berpakain rapi. Pernyataan
responden tersebut menunjukkan perlunya penanaman nilai pendidikan
budi pekerti secara dini khususnya berpakaian rapi agar nantinya dapat
menumbuhkan kesadaran pada siswa untuk selalu terbiasa berpakain rapi
meskipun bukan di lingkungan sekolah.
67
Tabel 4.16. Distribusi frekuensi tanggapan responden mengenai dengan pendidikan budi pekerti yang diterima disekolah membuat selalu menyelesaikan tugas tepat waktu.
No. Kategori Jawaban FrekuensiAbsolut Relatif
1 Ya 45 1002 Tidak 0 0
Jumlah 45 100 %Sumber : hasil olahan data No. 14, 05 Februari 2015
Dalam pendidikan budi pekerti, siswa selalu dididik untuk disiplin dan
bertanggung jawab terhadap tugas yang diberikan. Begitu juga dengan
tugas yang diberikan oleh guru. Hal ini dapat dilihat dari pernyataan
semua responden penelitian atau 100% yang menyatakan selalu
menyelesaikan tugas tepat waktu. Pernyataan responden di atas
menunjukkan bahwa dengan pendidikan budi pekerti yang ditanamkan
oleh guru memberikan kesadaran pada siswa betapa pentingnya suatu
tanggung jawab.
Tabel 4.17. Distribusi frekuensi tanggapan responden mengenai dengan pendidikan budi pekerti yang diterima disekolah membuat selalu berusaha berkorban dan mengasihi teman.
No. Kategori Jawaban FrekuensiAbsolut Relatif
1 Ya 43 95,562 Tidak 2 04,44
Jumlah 45 100 %Sumber : hasil olahan data No. 15, 05 Februari 2015
Pendidikan budi pekerti yang ditanamkan oleh guru kepada siswa
ternyata memberikan dampak yang positif. Sikap selalu berkorban dan
68
mengasihi teman perlu ditanamkan pada diri siswa agar senantiasa selalu
tumbuh rasa kasih sayang dan rela berkorban jika ada temannya terkena
musibah. Hal ini terlihat dari pernyataan 43 responden atau 95,56%
menyatakan selalu berusaha berkorban dan mengasihi temannya dan 2
responden atau 04,44% yang menyatakan tidak.
Tabel 4.18. Distribusi frekuensi tanggapan responden mengenai dengan pendidikan budi pekerti yang diterima disekolah membuat tidak pernah meninggalkan pekarangan sekolah sebelum jam sekolah selesai.
No. Kategori Jawaban FrekuensiAbsolut Relatif
1 Ya 43 95,562 Tidak 2 04,44
Jumlah 45 100 %Sumber : hasil olahan data No. 16, 05 Februari 2015
Pendidikan budi pekerti memberikan dampak yang positif bagi siswa
karena membuatnya semakin menyadari untuk tidak pernah meninggalkan
pekarangan sekolah sebelum jam sekolah selesai dan tidak melanggar tata
tertib sekolah yang ada di mana nantinya juga merugikan dirinya sendiri.
Hal ini terlihat pada pernyataan 43 responden atau 95,56% yang
menyatakan tidak pernah dan 2 responden atau 04,44% yang menyatakan
pernah meninggalkan pekarangan sekolah sebelum jam sekolah selesai.
69
Tabel 4.19. Distribusi frekuensi tanggapan responden mengenai dengan pendidikan budi pekerti yang diterima disekolah membuat selalu berusaha hormat dan patuh pada guru.
No. Kategori Jawaban FrekuensiAbsolut Relatif
1 Ya 45 1002 Tidak 0 0
Jumlah 45 100 %Sumber : hasil olahan data No. 17, 05 Februari 2015
Pendidikan budi pekerti yang ditanamkan oleh setiap guru mata
pelajaran memberikan dampak positif terhadap tumbuhnya sikap hormat
dan selalu patuh terhadap guru. Hal ini sesuai dengan pernyataan
responden di atas, yaitu semua responden penelitian atau 100%
menyatakan selalu berusaha hormat dan patuh pada guru.
Tabel 4.20. Distribusi frekuensi tanggapan responden mengenai dengan pendidikan budi pekerti yang diterima disekolah membuat selalu bersifat rendah hati.
No. Kategori Jawaban FrekuensiAbsolut Relatif
1 Ya 36 0,82 Tidak 9 0,2
Jumlah 45 100 %Sumber : hasil olahan data No. 18, 05 Februari 2015
Rendah hati adalah salah satu sifat budi pekerti luhur, yang harus juga
ditanamkan pada diri siswa. Hal ini memberi konsukuensi agar siswa tidak
selalu menyombongkan diri dengan apa yang dimilikinya dan yang telah
diraihnya. Pendidikan budi pekerti yang ditanamkan oleh guru khususnya
sifat rendah hati ternyata memberikan dampak yang positif bagi siswa. Hal
ini terlihat dari pernyataan 36 responden atau 0,8% yang selalu bersifat
70
rendah hati dan 9 responden atau 0,2 yang menyatakan tidak bersifat
rendah hati.
Tabel 4.21. Distribusi frekuensi tanggapan responden mengenai dengan pendidikan budi pekerti yang diterima disekolah membuat selalu memanfaatkan waktu untuk sesuatu yang bermanfaat.
No. Kategori Jawaban FrekuensiAbsolut Relatif
1 Ya 43 95,562 Tidak 2 04,44
Jumlah 45 100 %Sumber : hasil olahan data No. 19, 05 Februari 2015
Dengan pendidikan budi pekerti yang diterima dalam proses
pengajaran di kelas, memberi dampak yang positif terhadap kesadaran
siswa untuk menghargai waktu secara baik. Hal ini sesuai dengan
pernyataan 43 responden atau 95,56% yang menyatakan memanfaatkan
waktu untuk sesuatu yang bermanfaat dan 2 responden atau 04,44%
menyatakan tidak waktu untuk sesuatu yang bermanfaat.
Tabel 4.22. Distribusi frekuensi tanggapan responden mengenai dengan pendidikan budi pekerti yang diterima disekolah membuat selalu tertarik melakukan kegiatan kebersihan di sekolah.
No. Kategori Jawaban FrekuensiAbsolut Relatif
1 Ya 45 1002 Tidak 0 0
Jumlah 45 100 %Sumber : hasil olahan data No. 20, 05 Februari 2015
71
Dengan pendidikan budi pekerti yang diberikan disekolah membuat
siswa tertarik melakukan kegiatan kebersihan. Karena selalu dididik oleh
guru untuk senantiasa menjaga kebersihan maka ini berdampak positif
terhadap tumbuhnya rasa ingin selalu menjaga kebersihan. Hal ini terlihat
pada pernyataan semua responden atau 100% menyatakan tertarik
melakukan kegiatan kebersihan di sekolah.
2. Dampak Yang Muncul Setelah Penanaman Nilai-Nilai Pendidikan
Budi Pekerti Diberikan Pada Siswa
Dalam penanaman budi pekerti memiliki dampak bagi siswa dalam
membentuk karakter yang disiplin baik dalam lingkungan sekolah maupun
di luar lingkungan sekolah. Penanaman nilai budi pekerti memberikan
dampak yang berbeda setiap mata pelajaran seperti :
1. Pendidikan Agama Islam
Penanaman nilai pendidikan budi pekerti dalam mata pelajaran
pendidikan agama islam memberikan dampak yang sangat positif
terhadap siswa, hal ini terlihat dimana siswa memiliki kesadaran untuk
memperkaya dan mempertebal sikap spiritualnya, siswa memahami akan
pekerti dan budi laksana yang diwajibkan agama. Yang dimaksud
dengan memiliki kesadaran di sini adalah siswa sudah mempunyai
pengetahuaan atau mengerti mengenai mana yang seharusnya
dilaksanakan dan yang mana tidak boleh dilaksanakan, misalnya
mematuhi peraturan tata tertib sekolah (tidak meninggalkan lingkungan
sekolah sebelum jam pulang, datang dengan tepat waktu di sekolah,
72
melaksanakan tugas piket yang telah ditetapkan oleh guru, dan lain-lain).
Sedangkan sikap spiritual adalah sikap yang berkaitan dengan
keagamaan, kelakuannya tidak menyimpang dari agama yang dianutnya
seperti orang yang beragama islam mengerjakan shalat jika tiba
waktunya.
Dari penjelasan diatas dapat ditunjukkan dengan tabel dibawah ini :
Tabel. 4.23. Nilai budi pekerti pada mata pelajaran Pendidikan Agama Islam
No. Nilai budi pekerti
1.
2.
3.
Meyakini adanya Tuhan Yang Maha Esa dan selalu menaati
ajarannya
Menaati ajaran agama
Memiliki dan mengembangkan sikap toleransi
Hal ini dijelaskan oleh Ibu A. Resmi sebagai guru pendidikan
agama islam (wawancara pada hari jumat, tanggal 06 Februari 2015)
menyatakan bahwa :
“Pendidikan budi pekerti dalam mata pelajaran pendidikan agama islam memberikan dampak yang sangat positif terhadap siswa karena memberikan kesadaran tentang cara berperilaku baik terhadap sesama manusia baik yang tua maupun muda serta memberikan ajaran bahwa kita harus taat beribadah dan patuh terhadap apa yang diperintahkan-Nya.”29
29 Hasil Wawancara, Hari Jumat, Tanggal 06 Februari 2015
73
2. Mata pelajaran Pendidikan Kewarganegaraan (PKn)
Mata pelajaran pkn sangat penting karena dari situ kita dapat belajar
mengenai rasa nasionalisme terhadap bangsa Indonesia dan dapat
mengamalkan nilai-nilai yang ada pada pancasila dalam kehidupan
sehari-hari. Yang dimaksud dengan rasa rasionalisme adalah perasaan
cinta atau bangga terhadap tanah air dan bangsanya yang tinggi, tanpa
adanya rasa memandang rendah terhadap bangsa lain. Contohnya
seperti mengikuti upacara setiap hari senin dengan hikmad, saling
menghormati dan menghargai terhadap sesama, rela berkorban demi
bangsa dan Negara, bersikap tenggang rasa dan tidak semena-mena
terhadap orang lain.
Dari penjelasan diatas dapat ditunjukkan dengan tabel dibawah ini :
Tabel. 4.24. Nilai budi pekerti pada mata pelajaran Pendidikan Kewarganegaraan (PKn)
No. Nilai budi pekerti
1.
2.
3.
4.
Memiliki kebersamaan dan gotong royong
Saling menghormati
Memiliki tata krama dan sopan santun
Tumbuhnya disiplin diri
Ha
74
Hal ini dijelaskan oleh Ibu Nur Alam sebagai guru mata pelajaran
PKn (Guru Kelas VI, wawancara pada hari jumat, tanggal 06 Februari
2015) menyatakan bahwa:
“Penanaman nilai pendidikan budi pekerti dalam mata pelajaran pkn memberikan pengaruh yang sangat penting terhadap kedisiplinan siswa hal ini terlihat pada saat menerapkan nilai-nilai pancasila dalam kehidupan sehari-hari misalnya melakukan kerjasama, bergotong royong dalam melakukan kerja bakti saling tolong menolong pada teman yang mendapatkan musibah, serta siswa dapat membedakan sikap yang baik dan buruk.”30
3. Mata Pelajaran Bahasa Indonesia
Mata pelajaran bahasa Indoneia sangat penting bagi siswa yaitu
mengajarkan untuk berpikir logis dalam menghadapi atau
menyelesaikan masalah, membuat siswa lebih kreatif dan mengajarkan
bertutur kata dengan menggunakan bahasa Indonesia yang baku. Yang
dimaksud berpikir logis disini adalah suatu proses berpikir dengan
menggunakan logika, rasional dan masuk akal, contohnya ketika siswa
diberikan tugas membuat suatu kesimpulan/rangkuman dari suatu
bacaan, proses pengerjaannya harus didasarkan pada prinsip yang logis,
rasional, dan masuk akal agar dapat dipertanggungjawabkan.
Sedangkan kreatif adalah suatu pola berpikir siswa yang didasari
dengan pemahaman yang mendalam tentang konsep-konsep yang telah
diketahui sebelumnya dan kemudian memberikan suatu perubahan,
contohnya ketika dalam melaksanakan diskusi kelompok siswa mampu 30 Hasil Wawancara, Hari Jumat, Tanggal 06 Februari 2015
75
memunculkan pendapat atau gagasan baru baik secara lisan maupun
tulisan.
Dari penjelasan diatas dapat ditunjukkan dengan tabel dibawah ini :
Tabel. 4.25. Nilai budi pekerti pada mata pelajaran Bahasa Indonesia
No. Nilai budi pekerti
1.
2.
3.
Memiliki rasa keterbukaan
Mampu berpikir positif
Mengembangkan potensi diri
Hal ini dijelaskan oleh Ibu Bapak Mappiare sebagai guru mata
pelajaran bahasa indonesia (Guru Kelas IV, wawancara pada hari
sabtu, tanggal 07 Februari 2015) menyatakan bahwa :
“Pengintegrasian nilai-nilai budi pekerti dalam mata pelajaran bahasa Indonesia memberikan dampak positif terhadap siswa karena siswa yang dulunya tidak tahu menjadi tahu bahwa dalam pelajaran ini mempunyai nilai-nilai yang harus diterapkan dalam kehidupan sehari-hari. Kemudian memberikan sanksi kepada siswa yang tidak mengerjakan tugas yang diberikan agar dapat bertanggung jawab dengan pelanggaran yang dilakukan.”31
4. Mata Pelajaran Matematika
Pelajaran matematika melatih siswa menjadi manusia yang lebih
teliti, cermat dan tidak ceroboh dalam bertindak. Juga mengajarkan
siswa menjadi orang yang sabar dalam menghadapi semua hal dalam
hidup ini dan mengajarkan siswa untuk berpikir secara logis/logika.
Adapun manfaat berpikir secar logika yaitu :
31 Hasil Wawancara, Hari Sabtu, Tanggal 07 Februari 2015
76
a) Membantu setiap orang yang mempelajari logiika untuk
berpikir secara rasional, kritis, l,urus, tetap, tertib dan metodis;
b) Meningkatkan kemampuan berpikir secara abstrak, cermat dan
obyektif;
c) Menambah kecerdasan dan meningkatkan kemampuan berpikir
secara tajam dan mandiri;
d) Memaksa dan mendorong orang untuk berpikir sendiri dengan
menggunakan asas-asas sistematis;
e) Meningkatkan cinta akan kebenaran dan menghindari
kesalahan-kesalahan berpikir, kekeliruan serta kesesatan;
f) Mampu melakukan analisis terhadap suatu kejadian
Dari penjelasan diatas dapat ditunjukkan dengan tabel dibawah ini :
Tabel. 4.26. Nilai budi pekerti pada mata pelajaran Matematika
No. Nilai budi pekerti
1. Menumbuhkan kejujuran
Hal ini dijelaskan oleh Ibu A. Rosmiati sebagai guru matematika
(Guru Kelas V, wawancara pada hari sabtu, tanggal 07 Februari 2015)
menyatakan bahwa :
“Pendidikan budi pekerti memberikan dampak yang sangat baik terhadap siswa dimana dapat memperbaiki perilaku siswa. Perbaikan perilaku yang dimaksud disini adalah memperbaiki kesalahan, kekurangan, dan kelemahan perilaku siswa. Dengan pemberian pendidikan budi pekerti di sekolah diharapkan akan membantu memperbaiki dan membenahi kesalahan atau kebiasaan
77
yang dilakukan siswa dalam kehidupan sehari-hari. Misalnya, siswa yang dulunya malas belajar menjadi lebih rajin belajar dan selalu mengerjakan tugas-tugas yang diberikan gurunya.”32
3. Pembahasan
1. Pola Penanaman Nilai Pendidikan Budi Pekerti Dalam Meningkatkan
Kedisiplinan Siswa
Pola penanaman nilai harus sejalan dengan orientasi pendidikan. Pola
pembelajarannya dilakukan dengan cara menanamkan nilai-nilai budi
pekerti tertentu dalam diri siswa yang bermanfaat bagi perkembangan
pribadinya sebagai makhluk individual sekaligus sosial. Nilai budi pekerti
perlu diajarkan oleh guru dan orang tua agar generasi sekarang dan yang
akan datang mampu berperilaku sesuai dengan moral yang diharapkan.
Terwujudnya manusia Indonesia yang bermoral, berkarakter, berakhlak
mulia dan berbudi pekerti luhur merupakan tujuan dari pembangunan
manusia Indonesia yang kemudian diimplementasikan ke dalam tujuan
pendidikan nasional. Budi pekerti sendiri merupakan sebuah nilai yang
akan mendasari seluruh perilaku dari segi etika, norma, tatakrama dan
sebagainya. Semua nilai-nilai tersebut akan bernilai baik jika lahir dari
budi pekerti yang telah dibina secara baik sehingga nantinya akan
menghasilkan perilaku yang baik pula. sikap seseorang terhadap sesuatu
obyek tertentu dapat dipengaruhi oleh nilai-nilai yang dianut atau yang
melatarbelakangi seseorang tersebut sebagai pengalaman hidupnya. Orang
yang telah tertanam dan terkristal nilai-nilai tertentu dalam mental atau
kepribadiannya, tentunya dalam menghadapi dan merespon sesuatu 32 Hasil Wawancara, Hari Sabtu, Tanggal 07 Februari 2015
78
tersebut akan diwarnai oleh nilai-nilai yang diyakininya. Dengan demikian
penanaman nilai-nilai budi pekerti sejak usia dini akan berpengaruh
terhadap sikap siswa dikehidupan dewasa nanti. Oleh karenanya
penanaman nilai-nilai budi pekerti kepada siswa perlu dilakukan sedini
mungkin.
Adapun pola penanaman nilai pendidikan budi pekerti yang dilakukan
oleh guru mata pelajaran pendidikan agama islam, PKn, bahasa Indonesia
dan matematika di SD Inpres 12/79 Ulubalang yaitu sebagai berikut :
1) Disiplin waktu
Dalam menanamkan nilai pendidikan budi pekerti kepada siswa
khususnya disiplin waktu yaitu melalui :
a) Pola keteladanan atau pencontohan seperti berdoa sebelum dan
sesudah pelajaran dengan dipimpin oleh guru, melaksanakan
shalat dzuhur berjamaah ketika tiba waktu shalat, guru masuk
di kelas dengan tepat waktu, tidak memulai pembelajaran jika
situasi masih gaduh.
b) Pola pemberikan sanksi dan teguran bagi siswa yang datang
terlambat, jika menemukan siswa yang sedang main-main pada
waktu proses pembelajaran sedang berlangsung, tidak
mengerjakan tugas.
c) Pembiasaan yaitu shalat dzuhur berjamaah ketika tiba waktu
shalat, ketika tidak belajar siswa disuruh masuk
keperpustakaan.
79
2) Disiplin berpakaian
Dalam menanamkan nilai pendidikan budi pekerti kepada siswa
khususnya disiplin berpakaian yaitu melalui pola :
a) Pemberian teguran jika menemukan siswa yang tidak
berpakaian rapi.
b) Memberitahukan cara berpakaian yang rapi.
c) Pembiasaan, yaitu sebelum pembelajaran dimulai siswa disuruh
berdiri kemudian diperiksa kerapiannya, setiap hari jumat
mengadakan pembersihan, membagi kelompok piket setiap
kelas supaya siswa mengetahui betapa pentingnya menjaga
kebersihan dan kerapian.
d) Keteladan, yaitu guru dan seluruh staf berpakain rapi.
3) Disiplin belajar
Dalam menanamkan nilai pendidikan budi pekerti kepada siswa
khususnya disiplin belajar yaitu melalui pola :
a) Memberikan keteladanan kepada siswa tentang sifat jujur jika
mengerjakan ulangan maupun tugas-tugas yang diberikan,
bertanggung jawab terhadap tugas yang diberikan, taat dan
patuh, sopan dan santun kepada siapa pun, bersifat nasionalis,
saling menghargai terhadap sesama, percaya diri, dan
kerjasama.
b) Menuntun siswa untuk memiliki rasa ingin tahu, berpikir secara
logis, kreatif, mandiri dan kritis.
80
c) Memberikan teguran bagi siswa yang ribut di dalam kelas.
2. Dampak Yang Muncul Setelah Penanaman Nilai-Nilai Pendidikan
Budi Pekerti Diberikan Pada Siswa
Dampak yang muncul setelah penanaman nilai pendidikan budi pekerti
diberikan kepada siswa adalah memberikan dampak yang sangat positif
bagi siswa yaitu meningkatkan budi pekerti luhur yang dimiliknya.
Adapun dampak yang muncul setelah penanaman nilai pendidikan budi
pekerti diberikan pada siswa SD Inpres 12/79 Ulubalang, yaitu : siswa
menjadi disiplin terhadap peraturan dan tata tertib sekolah, seperti datang
lebih awal di sekolah, mengikuti upacara dengan tertib, saling
menghormati dan menghargai terhadap sesama teman dan guru, tidak
meninggalkan kelas pada saat pembelajaran, bertanggung jawab terhadap
tugasnya, jujur, bekerjasama dengan temannya, menjaga kebersihan, taat
melakukan ibadah, berpakaian rapi, mengasihi temannya yang mengalami
bencana, tidak meninggalkan pekarangan sekolah sebelum jam sekolah
selesai, patuh terhadap perintah guru, memperhatikan saat guru
menjelaskan, serta siswa menjadi aktif dalam proses pembelajaran.
Pendidikan budi pekerti di sekolah sangat diperlukan, walaupun dasar
dari pendidikan budi pekerti adalah di dalam keluarga. Kalau seorang
siswa mendapatkan pendidikan budi pekerti yang baik dari keluarganya,
siswa tersebut akan berbudi peketi yang baik pada tahap selanjutnya.
Namun banyak orang tua yang lebih mementingkan aspek kecerdasan otak
ketimbang pendidikan budi pekerti. Selain itu, pemberian prakarsa dan
81
tanggung jawab sedini mungkin kepada siswa dalam kegiatan belajar
mengajar akan memupuk kebiasaan dan kemampuan belajar mandiri yang
terus menerus.
BAB V
KESIMPULAN DAN SARAN
A. Kesimpulan
82
Berdasarkan hasil penelitian yang telah dikemukakan di atas, maka ditarik
kesimpulan sebagai berikut :
1. Pola penanaman nilai pendidikan budi pekerti dalam meningkatkan
kedisiplinan siswa pada SD Inpres 12/79 Ulubalang yang dilaksanakan
guru mata pelajaran sebagai berikut :
a) Pendidikan Agama Islam, guru menanamkan nilai religius.
b) Pendidikan Kewarganegaraan (PKn) yaitu guru menanamkan nilai
kebersamaan dan gotong royong, saling menghormati, dan tata
krama serta sopan santun.
c) Bahasa Indonesia yaitu guru menanamkan nilai rasa keterbukaan,
berpikir positif, dan potensi diri pada siswa.
d) Matematika yaitu guru menanamkan nilai kejujuran.
2. Dampak dari penanaman nilai pendidikan budi pekerti yang diberikan
pada siswa di SD Inpres 12/79 Ulubalang yaitu : siswa menjadi disiplin
terhadap peraturan dan tata tertib sekolah, seperti datang lebih awal di
sekolah, mengikuti upacara dengan tertib, saling menghormati dan
menghargai terhadap sesama teman dan guru, tidak meninggalkan kelas
pada saat pembelajaran, bertanggung jawab terhadap tugasnya, jujur,
bekerjasama dengan temannya, menjaga kebersihan, taat melakukan
ibadah, berpakaian rapi, mengasihi temannya yang mengalami bencana,
tidak meninggalkan pekarangan sekolah sebelum jam sekolah selesai,
patuh terhadap perintah guru, memperhatikan saat guru menjelaskan, serta
siswa menjadi aktif dalam proses pembelajaran.
82
82
83
B. Saran
Berdasarkan kesimpulan di atas maka disarankan hal-hal sebagai berikut:
1. Guru
a) Pola penanaman nilai pendidikan budi pekerti guru harus
melakukan pemilihan kegiatan pembelajaran yang tepat, agar
memberikan pengalaman belajar bagi siswa yang efisien dan
efektif untuk mewujudkan pembangunan manusia seutuhya. Selain
itu guru harus memiliki wawasan kependidikan yang tepat serta
menguasai berbagai strategi belajar mengajar sehingga mampu dan
mau merancang dan melaksanakan berbagai kegiatan belajar
mengajar yang kaya dan bermakna bagi siswa.
b) Setiap keputusan dan tindakan guru dalam rangka kegiatan
mendidik/belajar mengajar akan membawa berbagai dampak atau
efek kepada siswa, untuk itu guru diharapkan lebih aktif dalam
pembelajarannya.
2. Siswa
Diharapkan siswa dapat mengembangkan dan menerapkan nilai budi
pekerti dalam kehidupan sehari-hari.
DAFTAR PUSTAKA
Buku:
84
Anas Sudijono. 2012. Pengantar Statistik Pendidikan. Jakarta: Rajawali Pers
Giri Harto Wiratomo. 2007. Skripsi: Tata Tertib Sekolah Sebagai Sarana Pendidikan Moral di Sekolah Menengah Kejuruan (smk) Negeri 5 Semarang. Universitas Negeri Semarang
Heri Gunawan. 2012. Pendidikan Karakter Konsep dan Implementasi. Bandung: Alfabeta.
Irawan Soehartono. 2004. Metode Penelitian Sosial: Suatu Teknik Penelitian Bidang Kesejahteraan Sosial dan Ilmu Sosial Lainnya. Bandung: PT. Remaja Rosdakarya.
Kasmawati. 2011. Dasar dan Konsep Pendidikan Moral. Makassar.
M. Dalyono. 2009. Psikologi Pendidikan. Jakarta: Rineka Cipta
Novan Ardy Wijayani. 2013. Manajemen Kelas: Teori Dan Aplikasi Untuk Menciptakan Kelas Yang Kondusif. Jogjakarta: Ar-Ruzz Media.
2013. Konsep,Praktik, & Membumikan Pendidikan Karakter Di SD. Jogjakarta: Ar-Ruzz Media.
Nurul Zuriah. 2008. Pendidikan Moral dan Budi Pekerti Dalam Perspektif Perubahan: Menggagas Platform Pendidikan Budi Pekerti Secara Kontekstual dan Futuristik. Jakarta: PT Bumi Aksara
Pius A Partanto dan M. Dahlan Al Barry. 1994. Kamus Ilmiah Populer. Surabaya: Arkola
Pratiwi Fajrin. 2013. Skripsi: Studi Deskriptif Pemahaman Kedisiplinan Dalam Mentaati Tata Tertib Pada Siswa Kelas Vii Di Smp Negeri 1 Mandiraja Tahun Ajaran 2012/2013. Universitas Negeri Semarang
Undang-Undang:
Undang-Undang RI No. 20 Tahun 2003 Tentang Sistem Pendidikan Nasional, (Bidang DIKBUD KBRI Tokyo).
Lampiran Peraturan Menteri Pendidikan Nasional Nomor 23 Tahun 2006 Tentang Standar Kompetensi Lulusan Untuk Satuan Pendidikan Dasar Dan Menengah
Solaesmini. UUD 1945 Republik Indonesia dan GBHN. Bandung: Wacana Adhitya.
85
Internet:
Muhaimin. Artikel Teknik Pendekatan dan Penanaman Nilai Dalam Pembelajaran di Sekolah. Pdf. (Diunduh dari http://staff.uny.ac.id/sites/default/files/132280878/9. diakses 20 April 2015)
Suwarna. Strategi Integrasi Pendidikan Budi Pekerti Dalam Pembelajaran Berbasis Kompetensi. Dalam Cakrawala Pendidikan. Nomor 1, Tahun XXVI, Februari 2007
Winarno. (tt). Pendidikan Budi Pekerti, Deskripsi dan Strategi Pembelajaran di Indonesia. (Diunduh dari www.winarno.staff.fkip.uns.ac.id, diakses 10 November 2014)
Yaya S. Kusumah. Telaah Budi Pekerti dalam Pembelajaran di Sekolah (Implementasi Konsep dan Prinsip Tatakrama dalam Kehidupan Berbasis Akademis), http: File.upi.edu/../Telaah Budi_Pekerti.pdf. Diakses pada tanggal 21 Mei 2014 pukul 12.43 WITA
http: stkip.files.wordpress.com/../ppkn1.pdf. Diakses pada tanggal 21 Mei 2014 pukul 10.55 WITA
http: //www.depdiknas.go.id/jurnal/45/udin_s_wahataputra.htm...r%2043.pdf. Diakses pada tanggal 21 Mei 2014 pukul 10.25 WITA