eprints.unm.ac.ideprints.unm.ac.id/5228/1/bab i.docx · web viewbab i. pendahuluan. latar belakang...

133
1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Dalam Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 20 Tahun 2003 Tentang Sistem Pendidikan Nasional pasal 3 ditegaskan bahwa: Pendidikan nasional berfungsi mengembangkan kemampuan dan membentuk watak serta peradaban bangsa yang bermartabat dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa, bertujuan untuk berkembangnya potensi peserta didik agar menjadi manusia yang beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri, dan menjadi warga negara yang demokratis serta bertanggung jawab. Maka dari itu, pendidikan budi pekerti dianggap penting sebagai wahana pembinaan watak dan kepribadian siswa di sekolah. Kenyataan menunjukkan bahwa tidak selamanya harapan itu sesuai dengan kenyataan, akan tetapi cenderung mendapat berbagai macam hambatan atau kendala dalam pencapaiannya.

Upload: hanga

Post on 28-Jun-2019

241 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

1

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Dalam Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 20 Tahun 2003

Tentang Sistem Pendidikan Nasional pasal 3 ditegaskan bahwa: Pendidikan

nasional berfungsi mengembangkan kemampuan dan membentuk watak serta

peradaban bangsa yang bermartabat dalam rangka mencerdaskan kehidupan

bangsa, bertujuan untuk berkembangnya potensi peserta didik agar menjadi

manusia yang beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa,

berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri, dan menjadi warga

negara yang demokratis serta bertanggung jawab.

Maka dari itu, pendidikan budi pekerti dianggap penting sebagai wahana

pembinaan watak dan kepribadian siswa di sekolah. Kenyataan menunjukkan

bahwa tidak selamanya harapan itu sesuai dengan kenyataan, akan tetapi

cenderung mendapat berbagai macam hambatan atau kendala dalam

pencapaiannya. Demikian halnya dengan kedisiplinan siswa di sekolah,

seperti: taat terhadap tata tertib sekolah, menyelesaikan tugas yang diberikan

tepat waktu, megikuti upacara bendera dengan tertib, berpakaian sopan dan

rapi, bertutur kata yang baik, tidak datang terlambat serta menghormati teman,

guru, kepala sekolah dan pegawai lainnya, semua hal itu tampaknya

merupakan suatu harapan yang kurang sesuai dengan kenyataan yang ada.

Akibat dari ketidakdisiplinan siswa di sekolah akan dapat berdampak

negatif yaitu akan mempengaruhi prestasi belajarnya. Disebabkan karena

1

2

dalam belajar siswa kurang tertib dan teratur sesuai dengan waktu dan

tempatnya serta mengerjakannya dengan tidak penuh kesadaran, tidak tekun

serta tidak ikhlas atau selalu ada paksaan baru ingin belajar.

Peran dan fungsi serta tanggung jawab guru mata pelajaran pada setiap

jenjang pendidikan sangat diharapkan untuk mau dan mampu menjadikan para

siswa sebagai calon warga masyarakat sekaligus sebagai warga negara yang

baik dengan ciri-ciri, antara lain: religius, jujur, disiplin, tanggung jawab,

toleran, sadar akan hak dan kewajiban, mencintai kebenaran dan keadilan,

peka terhadap lingkungan, mandiri dan percaya diri, sederhana, terbuka dan

penuh pengertian terhadap kritik dan saran, patuh terhadap peraturan, tidak

suka berbuat onar, kreatif serta inovatif.

Saat ini kualitas pendidikan masih terus gencar diperbincangkan dan

senantiasa menjadi sentral perhatian. Hal ini menjadi bagian kegelisahan dan

keprihatinan kita bersama, terutama oleh para pelaku pendidikan. Dengan roda

zaman terus berputar dan berjalan, budaya terus berkembang, teknologi

berkembang pesat, dan arus informasi global bagai tidak terbatas dan tidak

terbendung lagi akibatnya budaya luar yang negatif mudah terserap tanpa ada

filter yang cukup kuat. Gaya hidup modern yang konsumeristik-kapitalistik

dan hedonistik yang tidak didasari akhlak dan budi pekerti yang luhur dari

bangsa ini cepat masuk dan mudah ditiru oleh generasi muda kita.

Perilaku negatif yang akhir-akhir ini marak terjadi seperti kasus pelecehan

seksual, keterlibatan dalam narkoba, geng motor, kenakalan anak dan remaja

lainnya yang sering muncul disurat kabar maupun televisi merupakan bukti

3

telah terjadi kecenderungan pelecehan terhadap nilai-nilai kemanusiaan

ataupun gersangnya budi pekerti dan moral, terlebih kenyataan ini dilakukan

oleh anak dibawah umur yang khususnya adalah pelajar sekolah. Selain itu,

muncul fenomena adanya sebagian siswa yang senantiasa berada di luar jam

sekolah pada saat jam pelajaran atau kurang menaati tata tertib sekolah,

perkelahian, menyontek, pemalakan, pencurian dan bentuk-bentuk

penyimpangan perilaku lainnya.

Fenomena dan kenyataan tersebut tentu tidak boleh dibiarkan berlalu

begitu saja, maka dari itu dituntut peran aktif orang tua atau keluarga,

masyarakat, serta pemerintah. Tidak kalah penting juga yaitu peran seorang

pendidik atau guru karena ia sebagai motivator, fasilitator dan administrator di

sekolah yang merupakan faktor penunjang dalam penanaman nilai-nilai budi

pekerti, peningkatan kualitas pendidikan serta pembinaan kedisiplinan siswa.

Siswa SD Inpres 12/79 Ulubalang Kec. Salomekko Kab. Bone sebagai

sasaran penelitian, berdasarkan observasi peneliti menunjukkan bahwa

beberapa siswa senantiasa berprilaku kurang disiplin di sekolah, seperti: tidak

masuk belajar walaupun berada di dalam lingkungan sekolah, tidak berpakaian

rapi, kurang memperhatikan guru saat menerangkan di depan kelas, ataupun

tidak mengerjakan tugas yang diberikan guru di sekolah maupun di rumah.

Mengingat dampak negatif ketidakdisiplinan siswa di sekolah terhadap

prestasi hasil belajarnya, maka berbagai upaya perlu dilakukan secara dini.

Dimana hal ini sekaligus menjadi tantangan bagi guru, untuk membentuk

kedisiplinan siswa.

4

Dalam kurikulum setiap mata pelajaran di sekolah dasar, secara umum

berorientasi pada pembinaan sikap atau perilaku. Ini berarti, dalam kegiatan

proses belajar mengajar sehari-hari oleh guru mata pelajaran selalu diajarkan

nilai pendidikan budi pekerti bagi siswa dengan harapan siswa dapat

menerima, memahami sekaligus mengaplikasikan ilmu pengetahuan yang

diberikan tersebut dalam kehidupan sehari-hari, baik di sekolah, di rumah

maupun dalam kehidupan masyarakat.

Berdasarkan issu-issu yang dikemukakan di atas, maka penulis ingin

mengkaji mengenai Penanaman Nilai Pendidikan Budi Pekerti Dalam

Meningkatkan Kedisplinan Siswa Pada SD Inpres 12/79 Ulubalang Kec.

Salomekko Kab. Bone.

B. Rumusan Masalah

Berdasarkan pada latar belakang di atas, maka dapat dirumuskan masalah

penelitian sebagai berikut :

1. Bagaimana pola penanaman nilai pendidikan budi pekerti dalam

meningkatkan kedisiplinan siswa pada SD Inpres 12/79 Ulubalang Kec.

Salomekko Kab. Bone ?

2. Bagaimana dampak yang muncul setelah penanaman nilai-nilai pendidikan

budi pekerti diberikan pada siswa di SD Inpres 12/79 Ulubalang Kec.

Salomekko Kab. Bone ?

5

C. Tujuan Penelitian

Tujuan pelaksanaan penelitian ini adalah sebagai berikut :

1. Untuk mengetahui pola penanaman nilai pendidikan budi pekerti dalam

meningkatkan kedisiplinan siswa pada SD Inpres 12/79 Ulubalang Kec.

Salomekko Kab. Bone.

2. Untuk mengetahui dampak yang muncul setelah penanaman nilai

pendidikan budi pekerti diberikan pada siswa di SD Inpres 12/79

Ulubalang Kec. Salomekko Kab. Bone.

D. Manfaat Penelitian

Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat :

1. Bagi Lembaga Universitas Negeri Makassar, hasil dari penelitian ini

diharapkan dapat menambah atau memperkaya khasanah ilmu

pengetahuan dan informasi serta karya ilmiah yang dapat dijadikan

ssebagai acuan bagi mahasiswa yang hendak mengadakan penelitian.

2. Bagi guru, sebagai masukan dalam melakukan berbagai upaya dalam

meningkatkan kedisiplinan siswa sebagai bagian dalam upaya peningkatan

kemampuan belajar siswa.

3. Bagi peneliti, sebagai masukan dalam memperluas wawasan atau

pengetahuan.

6

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA DAN KERANGKA BERPIKIR

A. Tinjauan Pustaka

1. Pola Penanaman Nilai

Pendidikan dasar sebagai salah satu jenjang pendidikan dalam sistem

pendidikan nasional merupakan tahap awal untuk melanjutkan perjalanan

berikutnya. Gagalnya pendidikan pada tahap ini terutama dalam

penanaman sikap/nilai diyakini akan berdampak sistemik terhadap

pendidikan berikutnya. Orientasi penyelenggaraan pendidikan dasar sangat

menekankan pada pembinaan kepribadian, watak dan karakter anak.

Karena itu, integrasi pendidikan yang bermuatan dengan nilai dan

pembentukan budi pekerti diperlukan untuk membekali siswa dalam

mengantisipasi tantangan ke depan yang dipastikan akan semakin berat

dan kompleks.

Guru sebagai pengembang kurikulum selanjutnya dituntut untuk

mampu secara terampil membuat pola penanaman, menghadirkan suasana

dan aktivitas pembelajaran yang berorietansi pada penanaman dan

pembinaan kepribadian, watak dan karakter. Pola adalah model, contoh,

pedoman (rancangan), dasar kerja.1

1 Pius A Partanto dan M. Dahlan Al Barry, Kamus Ilmiah Populer, ( Surabaya: Arkola, 1994) hal

605

6

7

Nilai sebagai sesuatu yang berharga, baik, luhur, diinginkan dan

dianggap penting oleh masyarakat pada gilirannya perlu diperkenalkan

pada anak.

Frankel mengatakan nilai adalah :

“Standar penentuan perilaku seseorang dalam menentukan apa yang

indah, efisian dan berharga atau tidaknya sesuatu.”2

Nilai sebagai sesuatu yang bermanfaat bagi kehidupan manusia dan

norma yang berfungsi mengatur hak dan kewajiban secara benar dan

bertanggungjawab tentu harus menjadi panduan bagi pembinaan peserta

didik. Muara dari usaha tersebut ditegaskan dengan kalimat bahwa tujuan

pendidikan nasional untuk mengembangkan segenap potensi yang dimiliki

untuk menjadi manusia yang beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang

Maha Esa, berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri dan

menjadi warga negara yang demokratis serta bertanggung jawab.

Dari penjelasan di atas, maka pola penamaman nilai pendidikan budi

pekerti adalah sebagai suatu cara pembentukan ranah sikap/perilaku

seseorang siswa melalui proses pembelajaran di sekolah. Penanaman nilai

merupakan ruhnya penyelenggaraan pendidikan. Oleh karenanya pola-pola

pendidikan hendaknya mengembangan dan menyadarkan siswa terhadap

nilai kebenaran, kejujuran, kebajikan, kearifan dan kasih sayang sebagai

nilai-nilai universal yang dimiliki semua agama. Pendidikan juga

berfungsi untuk memperkuat keimanan dan ketakwaan secara spesifik

2 Kasmawati. Dasar dan Konsep Pendidikan Moral, (Makassar: Universitas Negeri Makassar, 2011) hal 38

8

sesuai keyakinan agama. Maka setiap pembelajaran yang dilakukan

hendaknya selalu diintegrasikan dengan perihal nilai di atas, sehingga

menghasilkan anak didik yang berkepribadian utuh, yang bisa

mengintegrasikan keilmuan yang dikuasai dengan nilai-nilai yang diyakini

untuk mengatasi berbagai permasalahan hidup dan sistem kehidupan

manusia.

Nilai merupakan integritas hidup seseorang yang akan tercermin dalam

pilihannya: cara berpakaian, teman-teman yang dipilih pasangan hidup,

interaksi sosial, dan bagaimana hubungan keluarga dengan saudara-

saudaranya. Penanaman nilai membantu banyak orang untuk membedakan

mana yang baik dan mana yang tidak baik, mana yang harus diprioritaskan

dan mana yang tidak diprioritaskan, mana yang perlu dan

mana tidak perlu. Penanaman nilai dalam dunia pendidikan formal di

sekolah harus terus-menerus diberikan, ditawarkan dan diulang-ulang agar

terinternalisasi dapat diwujudkan dalam tindakan nyata, dalam budi

pekerti yang konkret.

Teknik pembelajaran yang berorientasi pada nilai (afek) menurut

Noeng Muhadjir dapat dibedakan menjadi beberapa macam, diantaranya

yaitu:

1) Teknik indoktrinasi. Ada beberapa tahap untuk melakukan prosedur teknik indoktrinasi, yaitu : (1) Tahap brainwashing, yakni guru memulai penanaman nilai dengan

jalan merusak atau mengacaukan terlebih dahulu tata nilai yang sudah mapan dalam diri siswa, sehingga mereka tidak mempunyai pendirian lagi. Metode yang dapat digunakan guru untuk mengacakau pikiran siswa, antara lain dengan tanya jawab, wawancara mendalam dengan teknik dialektik, dan lain

9

sebagainya. Pada saat pikirannya sudah kosong dan kesadaran rasionalnya tidak lagi mampu mengontrol dirinya, dan pendiriannya sudah hilang, maka dilanjutkan dengan tahap kedua;

(2) Tahap mendirikan fanatisme, yakni guru berkewajiban menanamkan ide-ide baru yang dianggab benar, sehingga nilai-nilai yang ditanamkan dapat masuk kepala anak tanpa melalui pertimbangan rasional yang mapan. Dalam menanamkan fanatisme ini lebih banyak digunakan pendekatan emosional daripada pendekatan rasional. Apabila siswa telah mau menerima nilai-nilai itu secara emosional, barulah ditanamkan doktrin sesungguhnya;

(3) Tahap penanaman doktrin. Pada tahap ini guru dapat memakai pendekatan emosional; keteladanan. Pada waktu penanaman doktrin ini hanya dikenal satu nilai kebenaran yang disajikan, dan tidak ada alternatif lain. Semua siswa harus menerima kebenaran itu tanpa harus mempertanyakan hakekat kebenaran itu.

2) Teknik moral reasoning. Teknik ini dilakukan melalui beberapa tahap, yaitu dengan jalan: (1) Penyajian dilema moral. Pada tahap ini siswa dihadapkan dengan

problematik nilai yang bersifat kontradiktif, dari yang sifatnya sederhana hingga yang kompleks. Metode penyajiannya dapat melalui observasi, membaca koran/majalah, mendengarkan sandiwara, melihat film dan sebagainya;

(2) Setelah disajikan problematik dilemma moral, dilanjutkan dengan pembagian kelompok diskusi. Siswa dibagi ke dalam beberapa kelompok kecil untuk mendiskusikan beberapa hasil pengamatan terhadap dilemma moral tersebut;

(3) Membawa hasil diskusi kelompok ke dalam diskusi kelas, dengan tujuan untuk klarifikasi nilai, membuat alternatif dan konsekuensinya;

(4) Setelah siswa berdiskusi secara intensif dan melakukan seleksi nilai yang terpilih sesuai dengan alternatif yang ajukan, selanjunya siswa dapat mengorganisasikan nilai-nilai yang terpilih tersebut ke dalam dirinya. Untuk mengetahui apakah nilai-nilai tersebut telah diorganisasikan siswa ke dalam dirinya dapat diketahui lewat pendapat siswa, misalnya melalui karangan-karangannya yang disusun setelah diskusi, atau tindakan follow up dari kegiatan diskusi tersebut.

3) Teknik meramalkan konsekuensi. Teknik ini sesungguhnya merupakan penerapan dari pendekatan rasional dalam mengajarkan nilai. Teknik ini mengandalkan kemampuan berpikir ke depan bagi siswa untuk membuat proyeksi langkah-langkah yang digunakan adalah sebagai berikut: a) Tahap pertama, siswa diberikan suatu kasus melalui cerita,

membaca majalah, melihat film, atau melihat kejadian konkret di lapangan;

10

b) Tahap kedua, siswa diberi beberapa pertanyaan melalui beberapa pertanyaan yang berhubungan dengan nilai-nilai yang pernah ia lihat, ketahui, dengarkan, dan rasakan. Pertanyaan itu adakalanya bersifat memperdalam wawasan tentang nilai yang dilihat, alasan dan kemungkinan yang akan terjadi dari nilai-nilai tersebut, atau menghubungkan kejadian itu dengan kejadian-kejadian lain yang berkaitan dengan kasus tersebut;

c) Tahap ketiga, upaya membandingkan nilai-nilai yang terdapat dalam kasus itu dengan nilai lain yang bersifat kontradiktif;

d) Tahap keempat, adalah kemampuan meramalkan konsekuensi yang akan terjadi dari pemilihan dan penerapan suatu tata nilai tertentu.

4) Teknik klarifikasi. Teknik ini merupakan salah satu cara untuk membantu anak dalam menentukan nilai-nilai yang akan dipilihnya. Dalam teknik ini dapat dilakukan melalui tiga tahap, yaitu: (1) Tahap pemberian contoh. Pada tahap ini guru mengenalkan

kepada siswa nilai-nilai yang baik dan memberikan contoh penerapannya. Hal ini bisa ditempuh dengan jalan observasi, melibatkan siswa dalam kegiatan nyata, pemberian contoh secara langsung dari guru kepada siswa, dan sebagainya;

(2) Tahap mengenal kelebihan dan kekurangan nilai yang telah diketahui oleh siswa lewat contoh-contoh tersebut di atas. Hal ini bisa ditempuh melalui diskusi atau tanya jawab guna melihat kelebihan dan kekurangan nilai tersebut. Dari kegiatan ini akhirnya siswa dapat memilih nilai-nilai yang ia setujui dan yang dianggab paling baik dan benar;

(3) Tahap mengorganisasikan tata nilai pada diri siswa. Setelah nilai ditentukan, maka siswa dapat mengorganisasikan system nilai tersebut dalam dirinya dan menjadikan nilai tersebut sebagai pribadinya.

5) Teknik internalisasi. Teknik internalisasi merupakan teknik penanaman nilai yang sasarannya sampai pada tahap kepemilikan nilai yang menyatu ke dalam kepribadian siswa, atau sampai pada taraf karakterisasi atau mewatak. Tahap-tahap dari teknik internalisasi ini adalah (1) Tahap transformasi nilai: pada tahap ini guru sekedar

mentransformasikan nilai-nilai yang baik dan yang kurang baik kepada siswa, yang semata-mata merupakan komunikasi verbal;

(2) Tahap transaksi nilai, yaitu suatu tahap pendidikan nilai dengan jalan melakukan komunikasi dua arah, atau interaksi antara siswa dengan guru yang bersifat interaksi timbal balik. Kalau pada tahap transformasi interaksi masih bersifat satu arah, yakni guru yang aktif, maka dalam transaksi ini guru dan siswa sama-sama bersifat aktif. Tekanan dari tahap ini masih menampilkan sosok fisiknya daripada sosok mentalnya. Dalam tahap ini guru tidak hanya menginformasikan nilai yang baik dan buruk, tetapi juga

11

terlihat untuk melaksanakan dan memberikan contoh amalan yang nyata, dan siswa diminta untuk memberikan tanggapan yang sama, yakni menerima dan mengamalkan nilai tersebut;

(3) Tahap transinternalisasi. Tahap ini jauh lebih dalam dari sekedar transaksi. Dalam tahap ini penampilan guru dihadapan siswa bukan lagi sosoknya, tetapi lebih pada sikap mentalnya (kepribadiannya). Demikian pula sebaliknya, siswa merespon kepada guru bukan hanya gerakan atau penampilan fisiknya saja, melainkan sikap mental dan kepribadiannya. Oleh karena itu, dapat dikatakan bahwa dalam transinternalisasi ini adalah komunikasi dua kepribadian yang masing-masing terlibat secara aktif.3

2. Budi Pekerti

a. Hakikat Pendidikan Budi Pekerti

Pendidikan pada hakikatnya adalah suatu proses dengan metode-

metode tertentu sehingga orang memperoleh pengetahuan, pemahaman

dan cara bertingkah laku yang sesuai dengan kebutuhan.

Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia, bahwa pendidikan adalah:

“Proses pengubahan sikap dan tata laku seseorang atau kelompok

orang dalam usaha mendewasakan manusia melalui upaya

pengajaran dan pelatihan.”4

Pendidikan bukan merupakan sarana transfer ilmu pengetahuan saja,

tetapi juga sebagai sarana pembudayaan dan penyaluran nilai

(enkulturisasi dan sosialisasi). siswa harus mendapatkan pendidikan yang

menyentuh dimensi dasar kemanusiaan yaitu afektif (yang tercermin pada

kualitas keimanan, ketakwaan, akhlak mulia, termasuk budi pekerti luhur

3 Muhaimin. Artikel Teknik Pendekatan dan Penanaman Nilai Dalam Pembelajaran di Sekolah. Pdf. (Diunduh dari http://staff.uny.ac.id/sites/default/files/132280878/9. diakses 20 April 2015) hal 4-74 M. Dalyono, Psikologi Pendidikan , ( Jakarta: Rineka Cipta, 2009 ) Hal 4

12

serta kepribadian unggul, dan kompetensi estetis), kognitif (tercermin pada

kapasitas pikir dan daya intelektualitas untuk menggali dan

mengembangkan serta menguasai ilmu pengetahuan dan teknologi), dan

psikomotorik (tercermin pada kemampuan mengembangkan keterampilan

teknis, kecakapan praktis, dan kompetensi kinestetis).

Menurut Poerbakawatja dan Harahap, pendidikan adalah:

“Usaha secara sengaja dari orang dewasa untuk dengan pengaruhnya meningkatkan si anak ke kedewasaan yang selalu diartikan mampu menimbulkan tanggung jawab moral dari segala perbuatannya. Orang dewasa itu adalah orang tua si anak atau orang yang atas dasar tugas dan kedudukannya mempunyai kewajiban untuk mendidik, misalnya: guru sekolah, pendeta atau kiai dalam lingkungan keagamaan, kepala-kepala asrama, dan sebagainya.”5

Dari pengertian tentang pendidikan di atas, maka pendidikan

mempunyai beberapa aspek, yaitu: pendidikan itu tidak lain dari pada

bantuan untuk mengembangkan potensi seseorang, bantuan itu dilakukan

secara sengaja atau sadar dan memberi konsekuensi yang harus dilakukan

secara teratur dan sistematis, dan batas akhir dari pendidikan itu adalah

tingkat dewasa atau kedewasan dalam berpikir dan bertindak.

Adapun objek penelitian dalam kajian ini adalah budi pekerti yang

merupakan perilaku dalam kehidupan sehari-hari.

Menurut Kurikulum Berbasis Kompetensi, bahwa:

“Budi pekerti berisi nilai-nilai perilaku manusia yang diukur menurut kebaikan dan keburukannya melalui norma agama, norma hukum,tata krama, dan sopan santun, norma budaya dan adat istiadat masyarakat.”6

5 ibid, hal 66 Nurul Zuriah Pendidikan Moral dan Budi Pekerti Dalam Perspektif Perubahan, (Jakarta: PT Bumi Aksara, 2008) hal 17

13

Sedangkan menurut Edi Sedyawati, dkk dikemukakan bahwa:

“Budi pekerti mencakup sikap dan perilaku seseorang dalam

hubungannya dengan Tuhan Yang Maha Esa, dirinya sendiri,

keluarga, masyarakat, bangsa dan negara serta alam sekitarnya.”7

Pendidikan budi pekerti diberikan kepada anak sejak usia dini (kanak-

kanak) karena usia ini terbukti sangat menetukan kemampuan anak dalam

mengembangkan potensinya. Membentuk budi pekerti merupakan proses

yang berlangsung seumur hidup, karena anak-anak akan tumbuh menjadi

pribadi yang berbudi pekerti baik jika ia tumbuh pada lingkungan yang

baik pula.

Dari pengertian di atas disimpulkan bahwa pendidikan budi pekerti

adalah program pengajaran disekolah yang bertujuan mengembangkan

watak atau tabiat siswa dengan cara menghayati nilai-nilai dan keyakinan

masyarakat sebagai kekuatan moral dalam hidupnya melalui kejujuran,

dapat dipercaya, disiplin, dan kerja sama yang menekankan ranah afektif

(perasaan dan sikap) tanpa meninggalkan ranah kognitif (berpikir rasional)

dan ranah psikomotorik (keterampilan, terampil mengolah data,

mengemukakan pendapat, dan kerja sama).

b. Tujuan Pendidikan Budi Pekerti7 Ibid, hal 138

14

Dalam rangka mewujudkan tujuan pendidikan nasional, pendidikan

budi pekerti yang terintegrasi dalam sejumlah mata pelajaran yang relevan

dan tatanan serta iklim kehidupan sosial-kultural dunia persekolahan

secara umum bertujuan untuk memfasilitasi siswa agar mampu

menggunakan pengetahuan, mengkaji dan menginternalisasi serta

mempersonalisasi nilai, mengembangkan keterampilan sosial yang

memungkinkan tumbuh dan berkembangnya akhlak mulia dalam diri

siswa serta mewujudkannya dalam perilaku sehari-hari, dalam berbagai

konteks sosial budaya yang berbhineka sepanjang hidup.

Adapun tujuan pendidikan budi pekerti yaitu:

1) Siswa memahami nilai-nilai budi pekerti di lingkungan keluarga, lokal, nasional, dan internasional melalui adat istiadat, hukum, undang-undang, dan tatanan antarbangsa;

2) Siswa mampu mengembangkan watak atau tabiatnya secara konsisten dalam mengambil keputusan budi pekerti di tengah-tengah rumitnya kehidupan masyarakat saat ini;

3) Siswa mampu menghadapi masalah nyata dalam masyarakat secara rasional bagi pengambilan keputusan yang terbaik setelah melakukan pertimbangan sesuai dengan norma budi pekerti;

4) Siswa mampu menggunakan pengalaman budi pekerti yang baik bagi pembentukan kesadaran dan pola perilaku yang berguna dan bertanggung jawab atas tindakannya.8

c. Strategi Pengintegrasian Pendidikan Budi Pekerti

Guru harus membuat strategi-strategi dalam pembelajaran budi pekerti,

terutama strategi bagaimana mengintegrasikannya ke dalam setiap mata

pelajaran.

Menurut Suwarna, ada beberapa strategi yang bisa digunakan oleh

guru, yaitu:

8 Ibid, hal 67

15

a) Strategi penyajian implisitStrategi implisit dapat juga disebut penyajian tak langsung.

Materi-materi yang menyangkut budi pekerti tidak secara langsung terdapat dalam mata pelajaran. Guru harus membimbing siswa untuk dapat membaca ataupun mendengar tentang pendidikan budi pekerti luhur. Untuk itu diperlukan daya analitis dan kepekaan terhadap fenomena materi pelajaran. Pembelajaran ini akan menarik karena proses diskusi akan meningkatkan daya analitis siswa. Sehingga siswa akan terampil dalam melatih berbicara, mengolah argumen, dan menghormati pendapat orang lain. Pembelajaran juga akan semakin variatif jika guru menerapkan metode dan teknik pembelajaran.

b) Strategi penyajian eksplisitPada strategi eksplisit ini, semua pendidikan budi pekerti

disajikan secara jelas, tegas, dan tersurat. Misalnya dalam pelajaran tertentu terdapat materi tentang tata krama, hak, tugas, dan kewajiban warga negara, cinta tanah air, kewajiban anak terhadap orang tua, dan lain-lain. Pada akhir pelajaran, guru dapat menyimpulkan beberapa nilai-nilai budi pekerti yang terdapat di dalamnya.

c) Strategi pembelajaran deduktifPada strategi ini, guru menyampaikan simpulan tentang nilai-

nilai budi pekerti terlebih dahulu, baru kemudian dicari dalam materi pelajaran. Pembelajaran ini dapat dilaksanakan dengan langkah-langkah berikut: Guru mencari nilai-nilai budi pekerti yang terdapat dalam suatu

bacaan, kasus, cerita, berita, dan sebagainya. Ini semua dapat menjadi media dalam pembelajaran budi pekerti;

Inti pendidikan budi pekerti disampaikan kepada siswa; Peserta didik mencari nilai-nilai budi pekerti yang terintegrasi

dengan cara melakukan analisis sederhana pada bacaan, materi, soal, dan sebagainya. Siswa menunjukkan bukti kutipan atau deskripsi yang menunjukkan nilai-nilai budi pekerti;

Siswa bermain peran (drama) dengan menjadi tokoh-tokoh yang menjadi panutan dalam budi pekerti;

Membuat klarifikasi dengan inti pendidikan budi pekerti luhur yang disampaikan guru pada awal pembelajaran.

d) Strategi pembelajaran induktifGuru meminta kepada siswa untuk membaca, meneliti,

mengkaji, pendidikan budi pekerti luhur yang terintegrasi, kemudian mendeskripsikan dan menyimpulkannya. Langkah-langkah yang dapat dilakukan, yaitu: Guru mencari dan memfasilitasi materi yang mengandung budi

pekerti dari berbagai kasus, majalah, surat kabar, rekaman kaset lagu anak-anak, dan sebagainya;

Guru mencari dan mengidentifikasi nilai-nilai budi pekerti;

16

Guru mendeskripsikan nilai-nilai budi pekerti yang telah teridentifikasi;

Siswa mendiskusikan nilai-nilai budi pekerti; Siswa bersama guru menyimpulkan nilai-nilai budi pekerti.9

Sedangkan menurut Winarno, strategi-strategi yang dapat dilakukan

oleh guru dalam pengintegrasian budi pekerti, yaitu:

a. Pengintegrasian dalam kehidupan sehari-hari1) Keteladanan atau contoh

Kegiatan pemberian teladan/contoh yaitu suatu kegiatan yang dilakukan oleh pengawas, kepala sekolah, staf administrasi, dan yang paling utama adalah guru di sekolah yang dapat dijadikan model oleh siswa.

2) Kegiatan spontanKegiatan yang dilaksanakan secara spontan pada saat itu

juga. Kegiatan ini biasanya dilakukan pada saat guru mengetahui sikap atau tingkah laku siswa yang kurang baik, seperti meminta sesuatu dengan berteriak, mengganggu teman, dan lain-lain. Apabila guru mengetahui sikap atau perilaku siswa yang demikian, hendaknya secara spontan diberikan pengertian dan diberitahu bagaimana sikap atau perilaku yang baik.

3) TeguranGuru perlu menegur siswa yang melakukan perilaku buruk

dan mengingatkannya agar mengamalkan nilai-nilai yang baik sehingga guru dapat membantu mengubah tingkah laku mereka.

4) Pengkondisian lingkunganSuasana sekolah dikondisikan sedemikian rupa dengan

penyediaan sarana fisik yang mudah dibaca oleh peserta didik, aturan dan tata tertib sekolah yang ditempelkan pada tempat strategis sehingga setiap siswa mudah membacanya.

5) Kegiatan rutinMerupakan kegiatan yang dilakukan siswa secara terus-

menerus dan konsisten setiap saat. Contoh kegiatan ini adalah berbaris masuk ruang kelas, berdoa sebelum dan sesudah kegiatan, mengucapkan salam bila bertemu orang lain, dan membersihkan ruangan kelas.

b. Pengintegrasian dalam kegiatan yang telah diprogramkan

9 Suwarna Strategi Integrasi Pendidikan Budi Pekerti Dalam Pembelajaran Berbasis Kompetensi, Dalam Cakrawala Pendidikan. Nomor 1, Tahun XXVI, Februari 2007. Hal 24-30

17

Kegiatan ini merupakan kegiatan yang jika akan dilaksanakan terlebih dahulu dibuat perencanaannya atau diprogramkan oleh guru. Hal ini dilakukan jika guru menganggap perlu memberikan pemahaman atau prinsip-prinsip moral yang diperlukan. 10

Tabel. 2.1. Contoh-contoh pengintegrasian budi pekerti dalam pembelajaran yaitu, sebagai berikut :

No. Budi Pekerti Pengintegrasian

1. Taat kepada ajaran agama Diintegrasikan pada kegiatan

peringatan hari-hari besar keagamaan

2. Toleransi Diintegrasikan pada saat kegiatan

yang menggunakan metode tanya

jawab, diskusi kelompok

3. Disiplin Diintegrasikan pada saat kegiatan

olah raga, upacara bendera, dan

menyelesaikan tugas yang diberikan

guru

4. Tanggung jawab Diintegrasikan pada saat tugas piket

kebersihan kelas dan dalam

menyelesaikan tugas yang diberikan

guru

5. Kasih sayang Diintegrasikan pada saat melakukan

kegiatan sosial dan kegiatan

melestarikan lingkungan

6. Kesetiakawanan Diintegrasikan pada saat kegiatan

bercerita atau diskusi, misalnya

mengenai kegiatan koperasi atau

10 Winarno. (tt). Pendidikan Budi Pekerti, Deskripsi dan Strategi Pembelajaran di Indonesia. (Diunduh dari www.winarno.staff.fkip.uns.ac.id, diakses 10 Novenber 2014) hal 8-9

18

pemberian sumbangan kepada teman

yang ditimpa musibah

7. Hormat menghormati Diintegrasikan pada saat

menyanyikan lagu-lagu daerah,

memberikan sikap menghormati

kepada yang lebih tua, atau pada saat

kegiatan drama

8. Sopan santun Diintegrasikan pada saat belajar

dalam ruangan kelas

9. Jujur Diintegrasikan pada saat ujian atau

bertanding

d. Model dan Metode Pendidikan Budi Pekerti

Pendidikan budi pekerti merupakan spesifikasi pendidikan nilai di

sekolah. oleh karena itu, pendidikan budi pekerti di sekolah harus mampu

melatih dan mengarahkan perkembangan siswa agar pekerti mereka

merupakan manifestasi dari nilai-nilai yang dikenal dan diyakininya.

Untuk dapat mempunyai budi pekerti yang baik dan benar, menusia

tidak cukup sekedar telah melakukan tindakan yang dapat dinilai baik dan

benar. Orang dapat dikatakan sungguh-sungguh berbudi pekerti yang baik

apabila tindakannya disertai dengan keyakinan dan pemahaman akan

kebaikan yang tertanam dalam tindakan tersebut atau karena telah

menemukan nilai hidup melalui pembelajaran dari pengalaman hidupnya.

Peristiwa dan pengalaman hidup yang diolah, didalami dan dimaknai akan

menjadikan orang berbudi pekerti baik secara sejati dan hakiki.

19

Menurut Paul Suparno, dkk ada empat cara penyampaian yang disebut

dengan model penyampain pendidikan budi pekerti di sekolah, yaitu:

a) Model sebagai mata pelajaran tersendiriPendidikan budi pekerti disampaikan sebagai mata pelajaran

tersendiri seperti seperti bidang studi yang lain. Dalam hal ini guru bidang studi budi pekerti harus membuat membuat Garis Besar Pedoman Pengajaran (GBPP), Satuan Pelajaran (SP), Rencana Pengajaran (RP), metodologi pengajaran, dan evaluasi pengajaran. Selain itu, budi pekerti sebagai mata pelajaran harus masuk dalam jadwal yang terstruktur. Keunggulan pendidikan budi pekerti sebagai mata pelajaran adalah materi lebih terfokus dan terencana dengan matang. Kelemahan dari model ini adalah tuntutan yang ketat sehingga budi pekerti lebih banyak menyentuh aspek kognitif belaka, tidak sampai pada kesadaran dan internalisasi nilai hidupnya.

b) Model terintegrasi dalam semua bidang studiPenanaman nilai dalam pendidikan budi pekerti juga dapat

disampaikan secara terintegrasi dalam semua bidang studi. Guru dapat memilih nilai-nilai yang akan ditanamkan melalui beberapa pokok atau subpokok bahasan yang berkaitan dengan nilai-nilai hidup. Dengan model seperti ini, semua guru adalah pengajar budi pekerti tanpa kecuali.

c) Model di luar pengajaranPenanaman nilai dengan model ini lebih mengutamakan

pengolahan dan penanaman nilai melalui suatu kegiatan untuk dibahas dan dikupas nilai-nilai hidupnya. Model kegiatan ini dapat dilaksanakan oleh guru sekolah yang bersangkutan yang mendapat sampiran tugas tersebut atau dipercayakan pada lembaga di luar sekolah untuk melaksanakannya. Keunggulan metode ini adalah bahwa anak mendapat nilai melalui pengalaman konkret. Kelemahan metode ini adalah tidak ada dalam struktur yang tetap dalam kerangka pendidikan dan pengajaran di sekolah.

d) Model gabunganModel gabungan berarti menggunakan gabungan antara model

terintegrasi dan model di luar pelajaran. Penanaman nilai dilakukan melalui pengakaran formal terintegrasi bersamaan dengan kegiatan di luar pelajaran. Model ini dapat dilaksanakan, baik dalam kerja sama dengan tim oleh guru maupun dalam kerja sama dengan pihak di luar sekolah.keunggulan model ini adalah bahwa semua guru terlibat dan bahkan dapat dan harus mau belajar dari pihak luar untuk mengembangkan diri dan siswa. Kelemahan model ini adalah menuntut keterlibatan banyak pihak, banyak waktu untuk

20

koordinasi, banyak biaya dan kesepahaman yang mendalam terlebih apabila melibatkan pihak luar sekolah.11

Apabila model sudah dilihat dan disesuaikan dengan realitas dalam

sekolah, metode perlu mendapat perhatian. Metode juga penting karena

apabila tidak tepat maka tujuan yang akan dicapai sulit untuk diperoleh.

Metode menyangkut cara pendekatan dan penyampaian nilai-nilai hidup

yang akan ditawarkan dan ditanamkan dalam diri anak.

Menurut Paul Suparno, dkk ada beberapa metode yang dapat

digunakan untuk pendidikan budi pekerti, antara lain sebagai berikut:

a) Metode demokratisMetode demokratis menekankan pencarian secara bebas dan

penghayatan nilai-nilai hidup dengan langsung melibatkan anak untuk menemukan nilai-nilai tersebut dalam pendampingan dan pengarahan guru. Metode ini dapat digunakan untuk menanamkan nilai-nilai diantaranya keterbukaan, kejujuran, penghargaan pada pendapat orang lain, sportivitas, kerendahan hati dan toleransi. Melalui metode ini, anak diajak untuk mulai berani mengungkapkan gagasan, pendapat, maupun perasaannya. Tahap demi tahap anak diarahkan untuk menata jalan pikiran, cara berbicara, dan sikap hidupnya. Dengan cara ini anak diajak untuk belajar menentukan nilai hidup secara benar dan jujur.

b) Metode pencarian bersamaMetode ini menekankan pada pencarian bersama yang

melibatkan siswa dan guru. Pencarian bersama lebih berorientasi pada diskusi atas soal-soal yang aktual dalam masyarakat, diman proses ini diharapkan menumbuhkan sikap berpikir logis, analitis, sistematis, argumentatif untuk dapat mengambil nilai-nilai hidup dari masalah yang diolah bersama. Melalui metode ini, siswa diajak aktif mencari dan menemukan tema yang sedang bekembang dan menjadi perhatian bersama. Selain menemukan nilai-nilai dari permasalahan yang diolah, anak juga diajak untuk secara kritis analitis mengolah sebab akibat dari permasalahan yang muncul tersebut. Anak diajak untuk tidak cepat menyimpulkan apalagi mengambil sikap, namun dengan cermat dan hati-hati melihat duduk permasalahan untuk sampai pada pengambilan sikap.

c) Metode siswa aktif11 Ibid, hal 89-91

21

Metode siswa aktif menekankan pada proses yang melibatkan anak sejak awal pembelajaran. Metode ini ingin mendorong anak untuk mempunyai kreativitas, ketelitian, kecintaan terhadap ilmu pengetahuan, kerjasama, kejujuran dan daya juang.

d) Metode keteladananTingkah laku orang muda dimulai dengan meniru (imitation),

dan berlaku sejak anak masih kecil. Apa yang dikatakan orang yang lebih tua akan terekam dan dimunculkan kembali oleh anak. Anak belajar dari lingkungan terdekat dan mempunyai intensitas rasional yang tinggi. Demikian juga dalam dunia pendidikan. Proses pembentukan pekerti pada anak akan dimulai dengan melihat orang yang akan diteladani. Guru dapat menjadi tokoh idola dan panutan bagi anak. Dengan keteladanan guru dapat membimbing anak untuk membentuk sikap yang kokoh.

e) Metode live InMetode live In dimaksudkan agar anak mempunyai

pengalaman hidup bersama orang lain langsung dalam situasi yang sangat berbeda dari kehidupan sehari-harinya. Dengan pengalaman langsung anak dapat mengenal lingkungan hidup yang berbeda dalam cara berpikir, tantangan, permasalahan, termasuk tentang nilai-nilai hidupnya. Live in tidak harus berhari-hari secara berturut-turut dilaksanakan, tetapi dapat juga dilaksanakan secara periodik.

f) Metode penjernihan nilaiLatar belakang sosial kehidupan, pendidikan, dan pengalaman

dapat membawa perbedaan pemahaman dan penerapan nilai-nilai hidup. Adanya berbagai pandangan hidup dalam masyarakat membuat bingung seorang anak. Apabila kebingungan ini tidak dapat terungkap dengan baik dan tidak mendapat pendampingan yang baik, ia akan mengalami pembelokan nilai hidup. Oleh karena itu, dibutuhkan proses penjernihan nilai dengan dialog afektif dalam bentuk diskusi (sharing) yang mendalam dan intensif.12

e. Nilai-nilai Budi Pekerti Pada Jenjang Pendidikan Dasar

Pendidikan budi pekerti mempunyai sasaran kepribadian peserta didik,

khususnya unsur karakter atau watak yang yang mengandung hati nurani

(conscience) sebagai kesadaran diri (consciousness) untuk berbuat

kebajikan (virtue).

Menurut Cahyoto, yaitu:

12 Ibid, hal 91-95

22

“Ruang lingkup pembahasan nilai budi pekerti bersumberkan pada etika atau filsafat moral menekankan unsur utama kepribadian, yaitu kesadaran dan berperannya hati nurani dan kebajikan bagi kehidupan yang baik berdasarkan sisitem dan hukum nilai-nilai moral masyarakat.”13

Dengan demikian, terdapat hubungan antara budi pekerti dengan nilai-

nilai moral dan norma hidup yang unsur-unsurnya merupakan ruang

lingkup pembahasan budi pekerti. Adapun unsur-unsur budi pekerti antara

lain yaitu: hati nurani, kebajikan, kejujuran, dapat dipercaya, disiplin,

kesopanan, kerapian, keikhlasan, pengendalian diri, keberanian,

bersahabat, kesetiaan, kehormatan, dan keadilan.

Isi pendidikan budi pekerti merujuk kepada nilai-nilai agama, nilai-

nilai yang terkandung dalam Undang-undang Dasar 1945, dan nilai-nilai

yang hidup, tumbuh berkembang dalam adat istiadat masyarakat

indonesia yang berbhineka tunggal ika. Mengingat budi pekerti merupakan

etika praktis atau terapan yang bersumber kepada masyarakat (kesusilaan

atau moralitas, agama, hukum, dan adat istiadat setempat), maka konsep

budi pekerti menjadi lebih luas dan menyerap aspek budi pekerti dari

lingkungan yang makin meluas.

Dari lingkungan yang makin meluas inilah budi pekerti mengandung

nilai moral lokal (aturan keluarga, kerabat, dan tatanan lingkungan

setempat), nasional (tatanan demokrasi, loyalitas, nasionalisme, undang-

undang, hukum, hak asasi manusia, dan lain-lain), dan internasional

(hukum internasional, hubungan dan kerja sama antar bangsa, perdamaian,

13 Ibid, hal 67

23

keamanan) dan masih banyak konsep lain yang menjadi norma dan

berlaku bagi kesejahteraan masyarakat.

Tabel 2.2. Nilai-nilai budi pekerti pada jenjang Sekolah Dasar yaitu sebagai berikut:

Nilai budi pekerti deskripsi

1. Meyakini adanya Tuhan Yang

Maha Esa dan selalu menaati

ajaran-Nya

Sikap dan perilaku yang

mencerminkan keyakinan dan

kepercayaan terhadap Tuhan Yang

Maha Esa.

2. Menaati ajaran agama Sikap dan perilaku yang

mencerminkan kepatuhan, tidak

ingkar, dan taat menjalankan

perintah dan menghindari larangan

agama.

3. Memiliki dan mengembangkan

sikap toleransi

Sikap dan perilaku yang

mencerminkan toleransi dan

penghargaan terhadap pendapat,

gagasan, tingkah laku orang lain,

baik yang sependapat maupun

yang tidak sependapat dengan

dirinya.

4. Memiliki rasa menghargai didi

sendiri

Sikap dan perilaku yang

mencerminkan penghargaan

seseorang terhadap dirinya sendiri

dengan memahami kelebihan dan

kekurangan dirinya.

5. Tumbuhnya disiplin diri Sikap dan perilaku sebagai

cerminan dari ketaatan, kepatuhan,

ketertiban, kesetiaan, ketelitian,

dan keteraturan perilaku seseorang

24

terhadap norma dan aturan yang

berlaku.

6. Mengembangkan etos kerja

dan belajar

Sikap dan perilaku sebagai

cerminan dari semangat, kecintaan,

kedisiplinan, kepatuhan atau

loyalitas, dan penerimaan terhadap

kemajuan hasil kerja atau belajar.

7. Memiliki rasa tanggung jawab Sikap dan perilaku seseorang

untuk melaksanakan tugas dan

kewajibannya, yang seharusnya ia

lakukan terhadap diri sendiri,

masyarakat, lingkungan (alam,

sosial), negara, dan Tuhan Yang

Maha Esa.

8. Memiliki rasa keterbukaan Sikap dan perilaku seseorang yang

mencerminkan adanya keterus-

terangan terhadap apa yang

dipikirkan, diinginkan, diketahui,

dan kesediaan menerima saran

serta kritik dari orang lain.

9. Mampu mengendalikan diri Kemampuan seseorang untuk

dapat dapat mengatur dirinya

sendiri berkenaan dengan

kemampuan, nafsu, ambisi,

keinginan, dalam memenuhi rasa

kepuasan dan kebutuhan hidupnya.

10. Mampu berpikir positif Sikap dan perilaku seseorang

untuk dapat berpikir jernih, tidak

buruk sangka, mendahulukan sisi

positif dari suatu masalah.

11. Mengembangkan potensi Sikap dan perilaku seseorang

25

diri untuk dapat membuat keputusan

sesuai dengan kemampuannya

mengenai bakat, minat, dan

prestasi serta sadar akan keunikan

dirinyasehingga dapat

mewujudkan potensi diri yang

sebenarnya.

12. Menumbuhkan cinta dan

kasih sayang

Sikap dan perilaku seseorang yang

mencerminkan adanya unsur

memberi perhatian,perlindungan,

peng-hormatan, tanggung jawab,

dan pengorbanan terhadap orang

yang dicintai dan dikasih.

13. Memiliki kebersamaan dan

gotong royong

Sikap dan perilaku seseorang yang

mencerminkan adanya kesadaran

dan kemauan untuk bersama-sama,

saling membantu, dan saling

memberi tanpa pamrih.

14. Memiliki rasa

kesetiakawanan

Sikap dan perilaku yang

mencerminkan kepedulian kepada

orang lain, keteguhan hati, rasa

setia kawan, dan rasa cinta

terhadap orang lain dan

kelompoknya.

15. Saling menghormati Sikap dan perilaku untuk

menghargai dalam hubungan

antarindividu dan kelompok

berdasarkan norma dan tata cara

yang berlaku.

16. Memiliki tata krama dan

sopan santun

Sikap dan perilaku sopan santun

dalam bertindak dan bertutur kata

26

terhadap orang tanpa

menyinggung atau menyakiti serta

menghargai tata cara yang berlaku

sesuai dengan norma, budaya, dan

adat istiadat.

17. Memiliki rasa malu Sikap dan perilaku yang

menunjukkan tidak enak hati, hina,

rendah karena berbuat sesuatu

yang tidak sesuai dengan hati

nurani, norma, dan aturan.

18. Menumbuhkan kejujuran Sikap dan perilaku untuk bertindak

dengan sesungguhnya dan apa

adanya, tidak berbohong, tidak

dibuat-buat, tidak ditambah dan

tidak dikurangi, serta tidak

menyembunyikan kejujuran.

Berdasarkan uraian diatas, maka perilaku yang minimal dapat

dikembangkan untuk jenjang SD/MI ialah sebagai berikut:

a) Taat kepada ajaran agamab) Memiliki toleransic) Tumbuhnya disiplin dirid) Memiliki rasa menghargai diri sendirie) Memiliki rasa tanggung jawabf) Tumbuhnya potensi dirig) Tumbuhnya cinta dan kasih sayangh) Memiliki kebersamaan dan gotong royongi) Memiliki rasa kesetiakawananj) Memiliki sikap saling menghormatik) Memiliki tata krama dan sopan santunl) Tumbuhnya kejujuran.14

3. Kedisiplinan Siswa

14 Ibid, hal 69-70

27

a. Pengertian Kedisiplinan

Secara etimologis kata disiplin berasal dari bahasa Latin, yaitu

“disciplina” dan “discipulus ”yang berarti perintah dan peserta didik. Jadi

disiplin dapat dikatakan sebagai perintah seorang guru kepada peserta

didiknya.

Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia, bahwa

“Pengertian disiplin adalah tata tertib dan ketaatan atau kepatuhan

terhadap peraturan atau tata tertib.”15

Kemudian The Liang Gie menyatakan bahwa:

“Pengertian disiplin adalah sebagai suatu keadaan tertib yang mana

orang-orang yang tergabung dalam organisasi tunduk pada

peraturan-peraturan yang telah ada dengan senang hati.”16

Dari pengertian diatas, maka dapat dinyatakan bahwa kedisiplinan

adalah sikap atau perilaku yang dilakukan seseorang sesuai dengan

peraturan dan tata tertib yang berlaku tanpa adanya paksaan. Kedisiplinan

siswa disekolah merupakan suatu sikap moral siswa yang terbentuk

melalui proses dari serangkaian perilaku yang menunjukkan nilai-nilai

ketaatan, kepatuhan, keteraturan dan ketertiban pada tata tertib sekolah di

mana ia menekuni pendidikan. siswa yang memiliki disiplin akan

menunjukkan ketaatan, dan keteraturan terhadap perannya sebagai seorang

pelajar yaitu belajar secara terarah dan teratur. Dengan demikian siswa

yang berdisiplin akan lebih mampu mengarahkan dan mengendalikan

15 Novan Ardy Wiyani Manajemen Kelas Teori Dan Aplikasi Untuk Menciptakan Kelas Yang Kondusif, (Jogjakarta: Ar-Ruzz Media, 2013) hal 15916 Ibid, hal 159

28

perilakunya. Disiplin memiliki peranan yang sangat penting dalam

kehidupan manusia terutama siswa dalam hal belajar. Siswa yang terbiasa

belajar teratur baik di rumah maupun di sekolah maka otaknya akan

terlatih setiap hari.

Sekolah sebagai pendidikan formal merupakan komponen yang sangat

penting dalam mengembangkan sikap disiplin siswa. Karena di sekolah

siswa diajarkan tata tertib dan kedisiplinan. Didalam Undang-Undang

Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 pasal 1 ayat (3) ditegaskan

bahwa Negara Indonesia adalah negara hukum.17 Artinya negara kita

memiliki aturan atau tata tertib yang mengatur kehidupan masyarakat,

begitu pula dilingkungan sekolah ada aturan yang mengatur siswa, guru

maupun para pegawai lainnya yang berada dalam sekolah tersebut. Pada

hakikatnya, tata tertib yang berlaku di sekolah tidak lain untuk kebaikan

semua pihak tetapi yang lebih utama yaitu siswa itu sendiri agar proses

kegiatan pendidikan dapat berjalan lancar dan berkualitas sesuai dengan

tujuan pendidikan nasional.

b. Tujuan kedisiplinan

Rachman, mengemukakan bahwa tujuan disiplin sekolah adalah:

a) Memberi dukungan bagi terciptanya perilaku yang tidak menyimpang;

b) Mendorong siswa melakukan yang baik dan benar;17 E. Solaesmini, UUD 1945 Republik Indonesia dan GBHN (Bandung: Wacana Adhitya) hal 3

29

c) Membantu siswa memahami dan menyesuaikan diri dengan tuntutan lingkungannya dan menjauhi melakukan hal-hal yang dilarang oleh sekolah, dan

d) Siswa belajar hidup dengan kebiasaan-kebiasaan yang baik dan bermanfaat baginya serta lingkungannya.” 18

Menurut Rimm, tujuan membentuk sikap disiplin pada anak sangatlah

penting gunanya yaitu :

a) Membantu anak untuk menjadi matang pribadinya dan mengembangkan dari sifat-sifat ketergantungan sehingga ia mampu berdiri sendiri atas tanggung jawab sendiri;

b) Membantu anak untuk mengatasi, mencegah timbulnya problem-problem disiplin dan berusaha untuk menciptakan situasi yang tertib bagi kegiatan belajar mengajar dimana mereka mentaati segala peraturan yang telah di tetapkan.”19

Dari pendapat diatas, disimpulkan bahwa tujuan kedisiplinan adalah

memberi kenyamanan pada para siswa dan staf (guru) serta menciptakan

lingkungan yang kondusif untuk belajar serta perkembangan dari

pengembangan diri sendiri dan pengarahan diri sendiri tanpa pengaruh

atau kendali dari luar.

c. Fungsi kedisiplinan

Fungsi utama disiplin adalah untuk mengajar mengendalikan diri

dengan mudah, menghormati, dan mematuhi otoritas. Dalam mendidik

siswa perlu disiplin, tegas dalam hal apa yang harus dilakukan dan apa

yang tidak boleh dilakukan. Disiplin perlu dibina pada diri peserta didik

agar mereka dengan mudah:

a) Meresapkan pengetahuan dan pengertian sosial secara mendalam dalam dirinya;

18 Pratiwi Fajrin, Skripsi: Studi Deskriptif Pemahaman Kedisiplinan Dalam Mentaati Tata Tertib Pada Siswa Kelas Vii Di Smp Negeri 1 Mandiraja Tahun Ajaran 2012/2013( Universitas Negeri Semarang: 2013) hal 1619 Ibid, hal 16

30

b) Mengerti dengan segera untuk menjalankan apa yang menjadi kewajibannya dan secara langsung mengerti larangan-larangan yang harus ditinggalkan;

c) Mengerti dan dapat membedakan perilaku yang baik dan perilaku yang buruk;

d) Belajar mengendalikan keinginan dan berbuat sesuatu tanpa adanya peringatan dari orang lain.20

d. Faktor-faktor kedisiplinan

Secara garis besar, faktor yang mempengaruhi kedisiplinan dapat

digolongkan menjadi 2 yaitu faktor internal dan faktor eksternal. Faktor

internal ialah faktor yang berasal dari dalam diri individu, sedangkan

faktor eksternal ialah faktor yang berasal dari luar individu, meliputi

lingkungan keluarga, sekolah dan lingkungan lainnya yang dapat

memberikan pengaruh terhadap tingkat kedisiplinan siswa.

Tulus Tu’u menyebutkan bahwa ada beberapa faktor disiplin, yaitu

sebagai berikut:

a) Kesadaran diri sebagai pemahaman diri bahwa disiplin dianggap penting bagi kebaikan dan keberhasilan dirinya, selain itu kesadaran diri menjadi motif kuat terwujudnya disiplin;

b) Pengikutan dan ketaatan sebagai langkah penerapan dan praktik atas peraturan-peraturan yang mengatur individunya;

c) Alat pendidikan untuk mempengaruhi, mengubah, membina, dan membentuk perilaku yang sesuai dengan nilai-nilai yang ditentukan atau diajarkan;

d) Hukuman sebagai upaya menyadarkan, mengoreksi dan meluruskan yang salah sehingga orang kembali pada perilaku yang sesuai dengan harapan.21

Keempat faktor tersebut sangat berpengaruh dan memberikan peran

yang sangat besar bagi peningkatan kedisiplinan siswa. Namun faktor

yang paling utama ialah adanya kesadaran diri dan pengikuan atau

ketaatan terhadap aturan yang berlaku. Untuk mewujudkan perilaku yang

20 Op.cit, Novan Ardy Wiyani, hal 16221 Op. cit. Pratiwi Fajrin. hal 23-24

31

berdisiplin tidak hanya dengan memberikan aturan yang ketat dan

hukuman yang keras atas pelanggaran aturan tersebut, tetapi perlu juga

adanya kesadaran diri dari dalam diri individu untuk bersedia mengikuti

dan menaanti aturan yang berlaku. Jika individu memiliki kesadaran diri

maka ia akan berusaha untuk menaati setiap aturan yang berlaku dan

menjalankan kehidupan dengan teratur, selaras, dan seimbang.

Selain itu menurut Semiawan, ada beberapa faktor lain lagi yang dapat

berpengaruh pada pembentukan disiplin individu yaitu:

a) Hubungan emosional yang kualitatif dan kondusif sebagai landasan untuk membentuk disiplin;

b) Keteraturan yang konsisten dan berkesinambungan dalam menjalankan berbagai aturan;

c) Keteladanan yang berawal dari perbuatan kecil dalam ketaatan disiplin di rumah, seperti belajar tepat waktu;

d) Lingkungan yang berfungsi untuk pengembangan disiplin, baik lingkungan rumah, sekolah dan masyarakat;

e) Ketergantungan dan kewibawaan yang harus dimiliki oleh setiap guru dan orang tua untuk memahami dinamisme perkembangan anak.22

e. Pembentukan kedisiplinan

Disiplin itu lahir, tumbuh dan berkembang dari sikap seseorang pada

sistem nilai budaya yang telah ada pada masyarakat, ada unsur yang

membentuk disiplin yaitu sikap yang telah ada pada diri manusia dan

sistem nilai budaya yang ada di dalam masyarakat. Disiplin dapat dibina

melalui latihan-latihan pendidikan, penanaman kebiasaan dengan

keteladanan-keteladanan tertentu.

Disiplin akan mudah ditegakkan bila muncul dari kesadaran diri,

peraturan yang ada dirasakan sebagai sesuatu yang memang seharusnya 22 Ibid, hal 24-25

32

dipatuhi secara sadar untuk kebaikan dirinya dan sesama, sehingga akan

menjadi suatu kebiasaan yang baik menuju arah disiplin diri.

Musbikin mengemukakan bahwa terdapat beberapa hal yang dapat

dilakukan untuk menerapkan disiplin pada anak yaitu:

a) Menunjukkan kasih sayang walaupun mereka melakukan kesalahan;

b) Menciptakan disiplin yang tegas dan konsisten; c) Membiarkan anak menanggung kesalahan yang diperbuat;d) Tidak menggunakan kata-kata kasar; e) Memberikan pujian yang dapat membangun kepercayaan diri.23

B. Kerangka Pikir

Untuk menjadikan seorang anak didik memiliki budi pekerti luhur atau

akhlaqul karimah (akhlak mulia) diperlukan pembinaan secara terus-menerus

dan berkesinambungan di sekolah. untuk mewujudkan budi pekerti luhur pada

diri anak didik tidaklah mudah karena menyangkut kebiasaan hidup.

Pembinaan akan berhasil hanya dengan usaha keras dan penuh kesabaran dari

para semua guru secara bersama-sama, selain itu harus didukung oleh peran

serta dari orang tua dan masyarakat.

Kedisiplinan siswa sering menjadi fenomena pada setiap sekolah.

indikator masalah kedisiplinan siswa dapat diukur melalui sejauhmana

kemampuan dari siswa dalam menaati peraturan sekolah. Namun demikian,

berbagai perilaku yang senantiasa mengindikasikan ketidakdisiplinan sebagian

siswa disekolah seperti: terlambat masuk sekolah, tidak berpakaian sopan dan

rapi, bolos, dan sebagainya.

23 Ibid, hal 25

33

Disadari bahwa ketidakdisiplinan siswa terhadap tata tertib sekolah dapat

berdampak pada kekacauan, ketidaktertiban, dan keresahan dikalangan siswa,

yang berakibat terganggunya kegiatan proses belajar mengajar. Pada dasarnya

semua kegiatan harus dilakukan secara teratur, karena keteraturan akan

menentukan keberhasilan siswa dalam mencapai kesuksesan belajar. Dengan

ketertiban dan keteraturan menunjukkan tingkat kedisiplinan seseorang

terhadap diri dan lingkungannya.

Kerangka pikir penelitian ini digambarkan dalam bentuk skema berikut:

Undang-undang RI No. 20 Tahun 2003 Tentang Sistem

Pendidikan Nasional

34

Gambar 2.1 : Skema Kerangka Pikir

BAB III

METODE PENELITIAN

A. Variabel dan Desain Penelitian

1. Variabel

Pendidikan Budi Pekerti

Meningkatkan Kedisiplinan Waktu, Berpakaian, Belajar Dalam Mata Pelajaran Pendidikan Agama,

PKn, Bahasa Indonesia, dan Matematika

Pola Penanaman Nilai Pendidikan Budi Pekerti

Dampak Yang Muncul Setelah Penanaman Nilai Pendidikan Budi Pekerti

35

Variabel yang digunakan dalam penelitian ini adalah variabel tentang

Penanaman Nilai Pendidikan Budi Pekerti Dalam Meningkatkan Kedisiplinan

Siswa Pada SD Inpres 12/79 Ulubalang Kec. Salomekko Kab. Bone.

2. Desain Penelitian

Penelitian ini merupakan penelitian survey, yang mendeskripsikan

Penanaman Nilai Pendidikan Budi Pekerti Dalam Meningkatkan Kedisiplinan

Siswa Pada SD Inpres 12/79 Ulubalang Kec. Salomekko Kab. Bone.

B. Defenisi Opersional Variabel

Untuk menghindari terjadinya perbedaan interpretasi terhadap variabel

yang diteliti dan agar variabel tersebut dapat diukur, maka variabel

dikemukakan secara operasional.

1. Pola penanaman nilai pendidikan budi pekerti yang dimaksud yaitu

cara menanamkan nilai kedisiplinan baik dalam hal kedisiplinan

waktu, kedisiplinan berpakaian, maupun kedisiplinan belajar dalam

mata pelajaran pendidikan Agama, PKn, Bahasa Indonesia, dan

Matematika.

2. Kedisiplinan siswa adalah perilaku yang ditunjukkan oleh siswa

terhadap peraturan yang berlaku di sekolah SD Inpres 12/79 Ulubalang

Kec. Salomekko Kab. Bone.

C. Populasi dan Sampel

1. Populasi

Dalam penelitian ini, populasinya yaitu adalah seluruh siswa kelas IV, V

dan VI SD Inpres 12/79 Ulubalang pada tahun ajaran 2013/2014 sebanyak 58

35

36

orang. Tidak terpilihnya kelas I, II dan III dengan pertimbangan bahwa

mereka dianggap belum sepenuhnya mampu memahami isi angket yang

diberikan berkaitan dengan pendidikan budi pekerti dan kedisiplinan siswa.

Serta populasinya adalah wali kelas IV, V dan VI yang sekaligus guru mata

pelajaran Pendidikan Agama Islam, PKn, Bahasa Indonesia dan Matematika

sebanyak 4 orang. Jelasnya mengenai keadaan populasi penelitian, dapat

dilihat pada tabel berikut.

Tabel 3.1. Keadaan Siswa Kelas IV, V, dan VI SD Inpres 12/79 Ulubalang Kec. Salomekko Kab. Bone Tahun Ajaran 2013/2014, Januari 2014.

No

.

Kelas Jumlah

1.

2.

3.

IV

V

VI

21

17

20

Jumlah 58

Sumber : Tata Usaha SD Inpres 12/79 Ulubalang, 15 Januari 2014

Tabel 3.2. keadaan guru kelas IV, V dan VI yang sekaligus guru mata pelajaran Pendidikan Agama Islam, PKn, Bahasa Indonesia dan Matematika SD Inpres 12/79 Ulubalang Kec. Salomekko Kab. Bone.

37

No

.

Guru Mata Pelajaran Jumlah

1.

2.

3.

4.

Pendidikan Agama Islam

PKn (Guru Kelas IV)

Bahasa Indonesia (Guru KelasV)

Matematika (Guru Kelas VI)

1

1

1

1

Jumlah 4

Sumber : Tata Usaha SD Inpres 12/79 Ulubalang, 15 Januari 2014

2. Sampel

Adapun yang menjadi sampel dalam penelitian ini adalah sebanyak 45

siswa dan 4 wali kelas yang sekaligus merupakan guru mata pelajaran

Pendidikan Agama Islam, PKn, Bahasa Indonesia dan Matematika.

Untuk memperoleh sampel yang representatif, maka penarikan sampel

yang digunakan untuk siswa adalah teknik sampling bertingkat (Staratified

Random Sampling), khususnya Proportional Stratified Random Sampling.

Tabel 3.3 Keadaan Sampel Penelitian

No. Kelas Populasi Sampel

1.

2.

3.

IV

V

VI

21

17

20

15

15

15

Jumlah 45

Sumber : hasil olahan data dari tabel 3.1

Sedangkan penarikan sampel yang digunakan untuk guru adalah teknik

“Purposive Sampling” yaitu peneliti menentukan sampel sendiri tanpa

memberi kesempatan kepada populasi lain.

D. Teknik Pengumpulan Data

38

1. Teknik angket

Angket penelitian ini ditujukan kepada siswa pada SD Inpres 12/79

Ulubalang untuk memperoleh data mengenai penanaman nilai pendidikan

budi pekerti dalam meningkatkan kedisiplinan siswa pada SD Inpres 12/79

Ulubalang Kec. Salomekko Kab. Bone.

2. Teknik wawancara

Kegiatan wawancara dalam penelitian ini ditujukan kepada wali kelas

IV, V dan VI yang sekaligus guru mata pelajaran pendidikan Agama, PKn,

Bahasa Indonesia, dan Matematika pada SD Inpres 12/79 Ulubalang untuk

mendapatkan informasi berkaitan tentang penanaman nilai pendidikan

budi pekerti dalam meningkatkan kedisiplinan siswa.

3. Teknik dokumentasi

Teknik dokumentasi merupakan kegiatan pencatatan dokumen

berkaitan dengan jumlah siswa serta pencatatan data-data yang dibutuhkan

sebagai penunjang keobyektifan data yang diperoleh dalam kegiatan

penelitian ini.

E. Teknik Analisis Data

Teknik analisis data yang digunakan dalam penelitian ini sebagai langkah

menjawab permasalahan dalam penelitian adalah analisis statistik deskriptif.

BAB IV

HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

1. Gambaran Umum Lokasi Penelitian

39

A. Sejarah Singkat Berdirinya SD Inpres 12/79 Ulubalang Kec.

Salomekko Kab. Bone

SD Inpres 12/79 Ulubalang berdiri pada Bulan Desember 1979.

Sekolah ini terletak di dusun Tanacellae yang merupakan Ibu kota Desa

Ulubalang. Sejak sekolah ini didirikan sampai sekarang kepala sekolah

sudah berganti selama empat kali, yaitu :

UdengT, pada tahun 1980- tahun 1998.

Andi Bachtiar Massuro tahun 1998 sampai tahun 2008

A.Ikbal,S.Pd tahun 2008 sampai tahun 2013

Mustari,S.Pd tahun 2013 sampai sekarang

Jumlah siswa SD Inpres 12/79 ulubalang pada tahun pelajaran 2014-

2015 berjumlah 218 orang. Sekolah ini telah diadakan rehabilitasi gedung

pada tahun 1995 dari dana Basic Education Projeck ( BEP ) dan pada

tahun 1998 Sekolah ini membentuk kelas jauh di dusun Labukku yang

berjarak kurang lebih 4 km dari kelas induk.

Walaupun ,sarana dan prasarana sangat terbatas namun semangat siswa

dan guru sangat tinggi. Mereka berusaha menggapai cita-cita dengan

segenap tenaga, kompetensi dan sumber daya yang dimiliki. Sekolah kami

mempunyai motto Kaya akan Karya, Sederhana tapi bermakna.

B. Visi dan Misi

a. Visi

Beriman

39

40

Terwujudnya lulusan yang berkualitas, kompetitif, dan berakhlak

mulia

b. Misi

1) Menanamkan keyakinan/akidah melalui pengalaman ajaran agama.

2) Mengoptimalkan proses pembelajaran dan bimbingan

3) Malaksanakan berbagai motivasi dan inovasi pembelajaran

4) Mengembangkan pengetahuan di bidang IPTEK, bahasa, olahraga

dan seni budaya dengan bakat, minat, dan potensi siswa.

5) Melaksanakan pembinaan Profesionalisme guru dan pengawasan

secara kontinu.

6) Melaksanakan pengadaan alat dan media pembelajaran sesuai

dengan standar dan pelayanan.

7) Menjalin kerjasama yang harmonis antara warga sekolah dan

lingkungan.

C. Tujuan Berdirinya

Tujuan pendidikan dasar adalah meletakkan dasar kecerdasan,

pengetahuan, kepribadian, akhlakmulia, serta keterampilan untuk hidup

mandiri dan mengikuti pendidikan lebihlanjut. Merujuk pada tujuan

pendidikan dasar tersebut, maka tujuan SD Inpres 12/79 Ulubalang kec.

Salomekko adalah sebagai berikut :

1) Dapat mengamalkan ajaran agama hasil proses pembelajaran dan

kegiatan pembiasaan;

41

2) Meraih Perestasi Akademik maupun non akademik minimal

tingkat Kabupaten/Kota;

3) Menguasai dasar-dasar ilmu pengetahuan dan tekhnologi sebagai

bekal untuk melanjutkan kesekolah yang lebih tinggi;

4) Terwujudnya lingkungan sekolah yang kondusif sebagai tempat

aktivitas belajar;

5) Menjadi sekolah pelopor dan penggerak di lingkungan

masyarakat dan di lingkungan sekitar;

6) Menjadi sekolah yang diminati di masyarakat.

D. Keadaan Guru

Sekolah SD Inpres 12/79 Ulubalang Kec. Salomekko Kab. Bone

sekarang ini diasuh oleh 9 orang tenaga pendidik/guru termasuk kepala

sekolah, 1 orang tenaga kependidikan yaitu pustakawan dengan status

sebagai Pegawai Negeri Sipil (PNS) sebanyak 6 orang sedangkan 4 orang

lainnya masih berstatus sebagai tenaga honorer.

Mengenai keadaan guru, selanjutnya disajikan pada tabel berikut :

Tabel 4.1. Keadaan Guru SD Inpres 12/79 Ulubalang Kec. Salomekko Kab. Bone

42

No

.Nama

Alamat

Rumah

Pangkat/Gol

RuangMasa Kerja

PNS/

PTTKET

1 MUSTARI,S.Pd ManeraPenata Tk.

I,III/d15 thn 7 bln PNS

Kepala

Sekolah

2 KAMARIA,S.Pd Biccoing Pembina,IV/a 32 thn 7 bln PNS Guru Kelas 1

3 JAMILA,S.Pd pancaitana Pembina,IV/a 27 thn 11 bln PNS Guru Kelas II

4A.HERIANTI,S.

Pdpancaitana - -

NON

PNS

Guru Kelas III

(Honorer)

5 MAPPIARE,S.Pd Mappatoba Pembina,IV/a 21 thn 6 bln PNS Guru Kelas IV

6ROSMIATI,S.Pd Malimongen

g

--

NON

PNS

Guru Kelas V

(Honorer)

7 NURALAM,S.Pd Pancaitana Penata ,III/c 9 thn 9 bln PNS Guru Kelas VI

8 RESMI,A.Ma Pancaitana Pembina,IV/a 31 thn 7 bln PNS Guru PAI

9MUH.NAKIR,S.

Pd

Pancaitana --

NON

PNS

Guru Penjas

10A. RUSTAN A.

Ma. Pust

Data --

NON

PNS

Pustakawan

Sumber : Tata Usaha SD Inpres 12 79 Ulubalang, 02 Februari 2015

2. Hasil Penelitian

43

1. Pola Penanaman Nilai Pendidikan Budi Pekerti Dalam Meningkatkan

Kedisiplinan Siswa

Pendidikan budi pekerti merupakan salah satu materi pengajaran di

sekolah yang dapat diintegrasikan pada semua mata pelajaran dengan

harapan agar nantinya semua siswa dapat memiliki budi pekerti yang baik

dan luhur. Maka dari itu, penanaman nilai budi pekerti tersebut

memerlukan pembiasaan. Artinya sejak usia dini termasuk pada tingkatan

anak sekolah dasar, anak mulai dibiasakan mengenal mana perilaku atau

tindakan yang baik dan mana yang buruk, mana yang boleh dilakukan

mana yang tidak sehingga diharapakan pada gilirannya menjadi sebuah

kebiasaan (habit). Perlahan-lahan sikap/nilai-nilai luhur yang ditanamkan

tersebut akan terinternalisasi ke dalam dirinya dan membentuk kesadaran

sikap dan tindakan sampai usia dewasa. Penyelenggaraan pendidikan yang

berangkat dan didasarkan pada nilai diyakini akan melahirkan para lulusan

yang berkepribadian, berkarakter dan berwatak baik. Karena itu, tugas

utama pendidikan dasar adalah membangun budi pekerti siswa yaitu

bertujuan agar siswa sejak dini tidak gagal menjadi sosok manusia, karena

jika manusia gagal untuk menjadi manusia maka kualitasnya tidak berbeda

bahkan lebih rendah dibandingkan hewan. Dengan demikian, di sinilah

letak nilai strategis pendidikan dasar yaitu sebagai pondasi bagi

pertumbuhan dan perkembangan anak pada tahap-tahap berikutnya, di

mana kita yakini bahwa tantangan ke depan akan besar dan kompleks.

Tabel 4.2. Pola Penanaman Nilai Budi Pekerti Disetiap Mata Pelajaran

44

No. Mata Pelajaran Nilai budi pekerti Ciri pola penanaman nilai

1. Pendidikan agama

islam

1) Meyakini adanya Tuhan

Yang Maha Esa dan

selalu menaati ajarannya

2) Menaati ajaran agama

3) Memiliki dan

mengembangkan sikap

toleransi

a) Sikap dan perilaku yang

mencerminkan keyakinan

dan kepercayaan terhadap

Tuhan Yang Maha Esa.

b) Sikap dan perilaku yang

mencerminkan

kepatuhan, tidak ingkar,

dan taat menjalankan

perintah dan menghindari

larangan agama.

c) Sikap dan perilaku yang

mencerminkan toleransi

dan penghargaan

terhadap pendapat,

gagasan, tingkah laku

orang lain, baik yang

sependapat maupun yang

tidak sependapat dengan

dirinya.

Contoh :

Dalam materi ibadah di bulan

ramadhan yaitu mengajarkan

pada siswa untuk taat dalam

melaksanakan shalat baik 5

waktu maupun tarwih dan

witir, melaksanakan puasa.

2. Pendidikan

Kewarganegaraan

(PKn)

1) Memiliki kebersamaan

dan gotong royong

a) Sikap dan perilaku

seseorang yang

mencerminkan adanya

kesadaran dan kemauan

untuk bersama-sama,

saling membantu, dan

saling memberi tanpa

45

2) Saling menghormati

3) Memiliki tata krama dan

sopan santun

4) Tumbuhnya disiplin diri

pamrih.

b) Sikap dan perilaku untuk

menghargai dalam

hubungan antar individu

dan kelompok

berdasarkan norma dan

tata cara yang berlaku.

c) Sikap dan perilaku sopan

santun dalam bertindak

dan bertutur kata

terhadap orang tanpa

menyinggung atau

menyakiti serta

menghargai tata cara

yang berlaku sesuai

dengan norma, budaya,

dan adat istiadat.

d) Sikap dan perilaku

sebagai cerminan dari

ketaatan, kepatuhan,

ketertiban, kesetiaan,

ketelitian, dan keteraturan

perilaku seseorang

terhadap norma dan

aturan yang berlaku.

Contoh :

Dalam materi kita bagian

dari masyarakat dunia yaitu

mengajarkan pada siswa sifat

nasionalisme, menghargai

budaya bangsa lain.

3. Bahasa Indonesia 1) Memiliki rasa

keterbukaan

a) Sikap dan perilaku

seseorang yang

mencerminkan adanya

46

2) Mampu berpikir positif

3) Mengembangkan potensi

diri

keterusterangan terhadap

apa yang dipikirkan,

diinginkan, diketahui, dan

kesediaan menerima

saran serta kritik orang

lain.

b) Sikap dan perilaku

seseorang untuk dapat

berpikir jernih, tidak

buruk sangka,

mendahulukan sisi positif

dari suatu masalah.

c) Sikap dan perilaku

seseorang untuk dapat

membuat keputusan

sesuai dengan

kemampuannya

mengenai bakat, minat,

dan prestasi serta sadar

akan keunikan dirinya

sehingga dapat

mewujudkan potensi diri

yang sebenarnay.

Contoh :

Dalam pelajaran pengalaman

pada materi menanggapi

peristiwa dengan bahasa

yang baik yaitu mengajarkan

kepada siswa dalam

memberikan komentar atau

saran dengan bahasa yang

santun.

4. Matematika 1) Menumbuhkan kejujuran a) Sikap dan perilaku untuk

bertindak dengan

47

sesungguhnya dan apa

adanya, tidak berbohong,

tidak dibuat-buat, tidak

ditambah dan tidak

dikurangi, serta tidak

menyembunyikan

kejujuran.

Contoh :

Dalam materi operasi

hitungan bulat yaitu

mengajarkan kepada siswa

untuk bersikap /berprilaku

jujur atau tidak dibuat-buat

karena apabila dibuat-buat

maka hasilnya tidak sesuai.

Sumber : Hasil Observasi, 06 Februari 2015

Berdasarkan tabel di atas bahwa dalam meningkatkan kedisiplinan

siswa di SD Inpres 12/79 Ulubalang guru menerapkan pola penanaman

nilai pendidikan budi pekerti yang berbeda pada setiap mata pelajaran,

seperti :

1) Pendidikan Agama Islam

Pendidikan agama islam di sekolah merupakan suatu mata

pelajaran yang mengajarkan siswa dalam menyakini, memahami,

menghayati, dan mengamalkan agama islam melalui kegiatan

bimbingan, pengajaran dan latihan dengan memperhatikan tuntutan

untuk menghormati agama lain dalam hubungan kerukunan antar umat

beragama dalam masyarakat untuk mewujudkan persatuan nasional

48

serta pendidikan terhadap perkembangan fisik dan psikis anak didik

sesuai dengan ajaran islam.

a) Disiplin waktu

1. Religius, guru menanamkan nilai pendidikan budi pekerti

dengan berdoa sebelum dan sesudah pelajaran dengan dipimpin

oleh guru, melaksanakan shalat dzuhur berjamaah ketika tiba

waktu shalat, memberikan kesempatan kepada semua siswa

untuk melakukan ibadah, mengadakan acara israj miraj serta

mengadakan acara maulid di sekolah.

b) Disiplin berpakaian

Guru menanamkan nilai pendidikan budi pekerti seperti

memberikan teguran pada siswa yang tidak berpakaian rapi dengan

memberikan teguran yang sopan dan memberitahukan cara

berpakaian rapi.

c) Disiplin belajar

Guru menanamkan nilai pendidikan budi pekerti seperti :

1. Taat dan patuh, yaitu guru memberikan keteladan dengan

datang tepat waktu, mengecek kehadiran siswa, memastikan

bahwa setiap siswa datang tepat waktu, menegur siswa yang

terlambat dengan sopan.

2. Jujur, yaitu mengajarkan siswa bila dalam mengerjakan ujian

ataupun tugas tidak boleh menyontek, meminta izin jika

hendak menggunakan barang orang lain.

49

3. Sopan, yaitu guru memberikan keteladanan melalui

mengucapkan salam dengan ramah kepada siswa ketika

memasuki ruang kelas, mengajarkan siswa mengucapkan salam

sebelum dan sesudah kegiatan, jika bertemu dengan guru bicara

dan bertindak dengan memerhatikan sopan santun,

mengajarkan siswa untuk mengucapkan terima kasih, maaf,

permisi dan tolong, serta mengetuk pintu sebelum masuk

kedalam ruangan kelas ataupun ruangan orang lain, menegur

siswa jika tidak memperhatikan pelajaran yang diajarkan.

4. Tanggung jawab, yaitu guru memberikan tugas yang harus

dikumpul pada waktu yang ditetapkan serta memberikan sanksi

bagi siswa yang tidak mengerjakannya.

Hal ini dijelaskan oleh Andi Resmi sebagai guru mata pelajaran

pendidikan agama islam (wawancara hari jumat, tanggal 06 Februari

2015) menyatakan bahwa:

“Pola penanaman nilai pendidikan budi pekerti dalam meningkatkan kedisiplinan siswa yaitu dengan memberikan keteladanan atau pencontohan misalnya pertama yang harus disiplin adalah guru sehingga siswa dapat meniru dari guru, kedua guru harus tepat waktu masuk di kelas dan jika ada tugas dari siswa harus dikumpul pada waktu yang ditentukan. Supaya melatih kedisiplinan dan tanggung jawabnya. Kemudian pendidikan budi pekerti itu harus diintegrasikan pada setiap mata pelajaran serta pengintegrasian dalam setiap kegiatan sehari-hari disekolah seperti kegiatan pengembangan diri khususnya kerohanian supaya siswa akan menjadi terbiasa jika selalu dicontohkan oleh setiap guru .” 24

2) Pendidikan Kewarganegaraan (PKn)

24 Hasil Wawancara, Hari Jumat, Tanggal 06 Februari 2015

50

PKn merupakan mata pelajaran yang memfokuskan pada

pembentukan warga negara yang memahami dan mampu

melaksanakan hak-hak dan kewajiban untuk menjadi warga negara

Indonesia yang cerdas, terampil, dan berkarakter yang diamanatkan

oleh Pancasila dan UUD 1945. Nilai-nilai yang terkandung dalam

pancasila dan UUD 1945 ini perlu ditanamkan sejak usia dini yaitu

pada tingkat sekolah dasar sehingga pada nantinya akan terinternalisasi

dan menjadikannya perilaku diusia dewasa.

Waini Rasydin mengemukakan bahwa :

“Konsep pendidikan dasar pada dasarnya ialah pendidikan nilai, di mana tujuannya ialah untuk memfasilitasi peserta didik untuk mengembangkan potensi dasar yang dimiliki dan diorientasikan untuk pembinaan dan pengembangan kepribadian, watak, dan karakter manusia seutuhnya. Sementara pembinaan aspek intelektual hanya sebagai peletak dasar saja berupa pengetahuan-pengetahuan dasar dan bukan menjadi orientasi utama. Peningkatan kemampuan intelektual nantinya akan dikembangkan lebih lanjut pada jenjang pendidikan berikutnya.”25

a) Disiplin waktu

Yaitu seperti memberikan sanksi bagi siswa yang datang terlambat

misalnya siswa disuruh berdiri di depan kelas, memberikan teguran

pada siswa bila saat pembelajaran berlangsung selalu menggunakan

waktu untuk hal-hal yang kurang bermanfaat seperti sering

mengganggu teman saat belajar, bermain sendiri dan tidak

memperhatikan penjelasan guru.

25 Waini Rasyidin Landasan Filosofis Pendidikan Dasar, (Bandung: SPs UPI, 2007)

51

b) Disiplin berpakaian

Sebelum proses pembelajaran dimulai semua siswa disuruh berdiri

kemudian diperiksa kerapiannya, jika ditemukan ada siswa yang

belum rapi diminta untuk merapikannya.

c) Disiplin belajar

1. Nasionalis, yaitu guru mengajarkan pada saat pelaksanaan

upacara, harus dengan khidmat tidak boleh main-main.

Menghayati isi dan arti lagu nasional. Guru menanaman jiwa,

semangat perjuangan demi mempertahankan kemerdekaan

melalui mata pelajaran PKn. Guru menerapkan keteladanan

melalui sikap patriotisme, nasionalisme, pantang menyerah dan

tabah, sabar dalam melaksanakan tugas, meskipun dihadapkan

dengan berbagai hambatan dan tantangan.

2. Patuh, yaitu mengajarkan siswa untuk selalu hormat kepada

kepala sekolah, guru dan karyawan lainnya, memakai pakaian

seragam sekolah sesuai aturan, datang dan pulang tepat waktu,

belajar di kelas dengan tertib, memperhatikan ketika guru

mengajar, mengerjakan tugas-tugas, serta mematuhi tata tertib

yang berlaku di sekolah.

3. Demokratis, yaitu menanamkan sifat tidak melakukan tindakan

diskriminatif terhadap orang lain, baik diskriminatif terhadap

suku, budaya, ras, atau agama tertentu. Melaui pemberikan

tugas kelompok supaya siswa terlatih jika dalam

52

menyelesaikan masalah, budaya musyawarah yang melibatkan

semua pihak harus diutamakan untuk mencapai mufakat.

Menerima hasil musyawarah dengan lapang dada, apapun

keputusannya. Menghargai pendapat orang lain yang berbeda

terhadap sesuatu hal.

4. Bentuk jujurnya yaitu mengajarkan siswa untuk selalu

mengerjakan segala tugas-tugas yang diberikan oleh ibu bapak

guru, tidak mencontek pekerjaan teman, mengerjakan semua

tugas-tugas sekolah dengan seharusnya, membuat jadwal piket

pembersihan di kelas, mengikuti peraturan peraturan sekolah.

5. Bentuk menghargai keberagaman seperti guru menanamankan

kepada siswa sikap saling menghormati dan menghargai

terhadap sesama, membantu teman yang mengalami kesulitan

atau bencana.

6. Bentuk sadar akan hak dan kewajiban diri dan orang lain,

seperti guru tidak membeda-bedakan siswa tanpa memandang

status sosialnya, menanamankan kepada siswa sifat untuk

selalu memanfaatkan waktu untuk belajar, mengerjakan tugas

yang diberikan.

Hal tersebut dijelaskan oleh Ibu Nur Alam sebagai guru PKn

(Guru Kelas VI, wawancara pada hari jumat, tanggal 06 Februari

2015) menyatakan bahwa :

“Pola yang dilakukan untuk menerapkan sikap kedisiplinan siswa adalah dengan pengintegrasian atau dengan menerapkan berbagai

53

strategi dalam pembelajaran. Selalu membudayakan siswa untuk bersikap patuh terhadap peraturan tata tertib sekolah, saling menghargai walaupun berbeda agama, sadar akan hak dan kewajiban sebagai siswa. Serta pembiasaan, misalnya saja pada masing-masing kelas supaya ada piket dalam pembersihan kelas. Karena seperti diketahui bahwa pendidikan budi pekerti bukan merupakan mata pelajaran tersendiri. Jadi guru harus selalu mendidik siswa supaya berbudi pekerti yang baik. Pembudayaan dan pembiasaan ini harus dilakukan pada usia dini sebagai bekalnya diusia dewasanya nanti. ”26

3) Bahasa Indonesia

Bahasa Indonesia merupakan mata pelajaran yang wajib diajarkan

dalam setiap jenjang pendidikan di Indonesia. Dan kemampuan

berbahasa Indonesia merupakan kemampuan dasar yang harus dimiliki

oleh setiap siswa untuk mentransfer ilmu pengetahuan dan teknologi.

a) Disiplin waktu

Pemberian contoh dengan guru masuk di kelas dengan tepat waktu

dan begitupun jika berakhirnya proses pembelajaran, memberikan

sanksi bagi siswa yang terlambat masuk di kelas berupa disuruh

menyapu halaman sekolah ataupun disuruh memungut sampah,

bagi siswa yang tidak mengerjakan atau tidak bisa

mempertanggung jawabkan tugasnya dengan tepat waktu diberi

sanksi dengan mengerjakannya di kelas dan menambahkan dengan

di beri tugas tambahan, dan menyuruh dan mengingatkan kepada

siswa untuk shalat duhur sebelum pulang kerumah masing-masing.

b) Disiplin berpakaian

26 Hasil Wawancara, Hari Jumat, Tanggal 06 Februari 2015

54

Guru harus berpakaian rapi sebagai contoh, kerapian dan

kebersihan pakaian dicek setiap hari oleh guru selain itu kerapian

rambut juga selalu dicek apabila ditemukan rambut dari siswa laki-

laki yang tidak sesuai aturan yang ditetapkan (panjang rambut yang

mengenai telinga dank rah baju) maka diminta untuk mencukur

yang diberi tenggang waktu 3 hari, jika masih membandel rambut

akan dipotong oleh guru.

c) Disiplin belajar

1. Tanggung jawab, guru memberikan sanksi kepada siswa yang

melanggar tata tertib untuk mempertanggung jawabkan

pelanggarannya.

2. Jujur, guru mengajarkan siswa untuk tidak berbohong pada

orang lain, tidak boleh mengambil barang orang lain tanpa

minta izin.

3. Percaya diri yaitu guru mengajarkan siswa untuk

memberanikan diri tampil di depan kelas dengan memberikan

tugas seperti membaca puisi dan pentas drama, memberikan

motivasi kepada siswa yang kurang atau belum berpartisipasi

aktif dalam pembelajaran.

4. Santun yaitu guru mengajarkan siswa menggunakan bahasa

yang sopan, dalam berdiskusi menghargai pendapat teman serta

menghargai guru yang sedang berbicara di depan.

55

Hal ini dijelaskan oleh bapak Mappiare sebagai guru bahasa

Indonesia (Guru Kelas IV, wawancara pada hari sabtu, tanggal 07

Februari 2015) menyatakan bahwa :

“Pola penanaman nilai pendidikan budi pekerti terhadap kedisiplinan dapat dilakukan dengan pengintegrasian pendidikan budi pekerti dalam mata pelajaran, misalnya pada mata pelajaran bahasa Indonesia yaitu siswa disuruh membuat pantun dan puisi untuk melatih kreatifitasnya dan selalu mencontohkan jika menjawab ulangan harus dengan jujur tanpa menunggu contekan dari teman serta tidak melakukan kerja sama pada saat ulangan. Kemudian dalam mata pelajaran bahasa Indonesia juga diajarkan tentang drama sehingga melatih juga sikap percaya diri agar dapat tampil dengan baik. Pola penanaman nilai pendidikan budi pekerti juga saya laksanakan melalui kegiatan pramuka seperti pelatihan kepemimpinan, tata tertib serta kedisiplinan dalam berorganisasi.”27

4) Matematika

Pembelajaran matematika secara manusiawi akan membentuk

nilai-nilai kemanusiaan dalam diri siswa.

a) Disiplin waktu

Guru harus memulai pembelajaran tepat waktu, dan pembelajaran

tidak dimulai bila situasi kelas masih gaduh, guru membuat catatan

kehadiran siswa, guru memerintahkan siswa jika tidak belajar

supaya keperpustakaan untuk membaca.

b) Disiplin berpakaian

Sebelum proses pembelajaran dimulai semua siswa disuruh berdiri

kemudian diperiksa kerapiannya, jika ditemukan ada siswa yang

belum rapi diminta untuk merapikannya.

27 Hasil Wawancara, Hari Sabtu, Tanggal 07 Februari 2015

56

c) Disiplin belajar

1. Menegur siswa yang ribut di dalam kelas dengan

memanggilnya maju kedepan kemudian menyuruhnya

menjelaskan kembali apa yang telah dijelaskan guru.

2. Bekerja mandiri yaitu guru mengajarkan siswa untuk

mengerjakan tugas sendiri tanpa meenyontek pekerjaan teman.

3. Bekerjasama yaitu guru memberikan tugas kelompok pada

siswa seperti dengan melibatkanya mencari informasi yang luas

dan dalam tentang materi yang dipelajari.

4. Bersikap kritis yaitu guru memberi kesempatan kepada siswa

untuk bertanya tentang materi pelajaran yang tidak diketahui.

5. Kreatif yaitu memberikan tugas kepada siswa dengan memberi

kesempatan untuk berpikir, menganalisis, menyelesaikan

masalah dan bertindak tanpa rasa takut.

Pada aspek ini kreativitas guru untuk memfasilitasi kegiatan belajar

siswa dengan berbagai metode dan kreativitas siswa untuk menemukan

atau membangun pengetahuannya sendiri saling terpadu dan

menunjang bagi keberhasilan tujuan belajar siswa.

Hal ini dijelaskan oleh Ibu A. Rosmiati sebagai guru matematika

(Guru Kelas V, wawancara pada hari sabtu, tanggal 07 Februari 2015)

menyatakan bahwa :

“Dalam melakukan penerapan nilai budi pekerti siswa harus selalu diajarkan untuk berfikir secara logis setiap menjawab soal yang diberikan, dan bekerja keras untuk mendapatkan jawaban yang

57

tepat. Kemudian siswa harus selalu dituntun untuk memiliki rasa ingin tahu agar dapat berusaha untuk mendapatkan hasil yang di inginkan, serta siswa selalu diajarkan harus jujur dalam menjawab soal latihan maupun ulangan artinya siswa harus mengerjakan sendiri tugas yang diberikan. Tapi semua itu juga tidak lepas dari tanggung jawab orang tua, maka dari itu guru juga harus saling bekerjasama dengan orangtua siswa dalam menanamkan nilai pendidikan budi pekerti karena jika tidak ada kerjasama bisa menimbulkan perbedaan dan akhirnya membuat siswa jadi tidak tahu yang mana seharusnya dia contoh.”28

Pendidikan budi pekerti secara integrasi dalam mata pelajaran adalah

pengenalan nilai-nilai, diperolehnya kesadaran akan pentingnya

penginternalisasian nilai-nilai kedalam tingkah laku siswa sehari-hari

melalui proses pembelajaran baik yang berlangsung di dalam maupun di

luar kelas pada semua mata pelajaran. Pada dasarnya kegiatan

pembelajaran selain untuk menjadikan siswa menguasai kompetensi atau

materi yang ditargetkan juga dirancang untuk menjadi siswa yang

mengenal, menyadari/peduli, dan mengintenalisasi niali-nilai dan

menjadikan sebagai perilaku.

Mengenai pola penanaman nilai pendidikan budi pekerti dalam

meningkatkan kedisiplinan siswa pada SD Inpres 12/79 Ulubalang, berikut

disajikan data-data hasil penelitian dari 45 responden dalam bentuk tabel

distribusi frekuensi dan persentase berdasarkan urutan pertanyaan dalam

angket.

Tabel 4.3. Distribusi frekuensi tanggapan responden mengenai disekolah selalu dididik oleh Bapak/Ibu guru untuk

28 Hasil Wawancara, Hari Sabtu, Tanggal 07 Februari 2015

58

mengikuti upacara setiap hari senin dan hari-hari besar lainnya.

No. Kategori Jawaban FrekuensiAbsolut Relatif

1 Ya 45 1002 Tidak 0 0

Jumlah 45 100 %Sumber : hasil olahan data No. 1, 05 Februari 2015

Mengikuti upacara setiap hari senin dan hari-hari besar lainnya

memang sudah menjadi kewajiban siswa. Maka dari itu, sangat wajar

apabila dalam pendidikan budi pekerti siswa selalu dididik untuk

mengikuti upacara setiap hari senin dan hari-hari besar lainnya. Hal ini

dapat dilihat dari pernyataan semua responden atau 100% yang

menyatakan selalu dididik untuk mengikuti upacara setiap hari senin dan

hari-hari besar lainnya.

Tabel 4.4. Distribusi frekuensi tanggapan responden mengenai disekolah selalu dididik oleh Bapak/Ibu guru untuk menghormati saling menghormati sesama siswa.

No. Kategori Jawaban FrekuensiAbsolut Relatif

1 Ya 44 97,782 Tidak 1 02,22

Jumlah 45 100 %Sumber : hasil olahan data No. 2, 05 Februari 2015

Setiap mata pelajaran disekolah secara umum berorientasi pada

Pembinaan sikap, baik itu cara bersikap dalam lingkungan sekolah,

dirumah ataupun dilingkungan masyarakat. Dengan pernyataan responden

44 responden atau 97,78% yang menyatakan selalu dididik dan 1

59

responden atau 02,22% yang menyatakan tidak. Pernyataan responden di

atas menunjukkan bahwa guru senantiasa mendidik siswa untuk selalu

saling menghormati terhadap sesama siswa baik itu adalah adik kelas

ataupun kakak kelas dan guru.

Tabel 4.5. Distribusi frekuensi tanggapan responden mengenai disekolah selalu dididik oleh Bapak/Ibu guru untuk menghargai pendapat teman.

No. Kategori Jawaban FrekuensiAbsolut Relatif

1 Ya 43 95,562 Tidak 2 04,44

Jumlah 45 100 %Sumber : hasil olahan data No. 3, 05 Februari 2015

Mendidik siswa untuk selalu menghargai pendapat teman selalu

dilaksanakan guru. Hal tersebut sesuai pernyataan 43 responden atau

95,56% menyatakan selalu dididik dan 2 responden atau 04,44% yang

menyatakan Tidak dididik untuk selalu menghargai pendapat teman.

Berpendapat adalah hak setiap orang. Jadi siswa sebagai orang yang

berpendidikan harus menghargai orang yang berpendapat meskipun

pendapatnya bertentangan. Karena manusia itu harus bersifat baik,

bagaimana pun  diperlakukan oleh orang  kita  harus menerima dengan

berlapang dada  begitu pun apabila saran kita tidak disetujui kita harus

menerima apa adanya.

Tabel 4.6. Distribusi frekuensi tanggapan responden mengenai disekolah selalu dididik oleh Bapak/Ibu guru untuk hormati saling dan patuh terhadap perintah guru.

60

No. Kategori Jawaban FrekuensiAbsolut Relatif

1 Ya 45 1002 Tidak 0 0

Jumlah 45 100 %Sumber : hasil olahan data No. 4, 05 Februari 2015

Selain siswa didik untuk hormat sesama teman, siswa juga senantiasa

dididik untuk hormat dan patuh terhadap perintah guru. Hal ini terlihat dari

45 responden atau 100% yang menyatakan selalu didik untuk hormat dan

patuh terhadap perintah guru. Hormat dan patuh pada guru,

merupakan sifat terpuji yang harus ditanamkan pada setiap

anak didik. Guru adalah orang yang memberikan pelajaran, atau

guru adalah seorang pengajar serta pendidik yang mendidik dan

orang yang memberikan pelajaran terhadap sesuatu yang baru.

Oleh karena itu, siswa wajib hormat dan patuh kepada guru,

karena guru telah mengajarkan ilmu, mendidik, dan membekali

dengan keterampilan yang memadai sehingga dapat berhasil.

Tabel 4.7. Distribusi frekuensi tanggapan responden mengenai disekolah selalu dididik oleh Bapak/Ibu guru untuk selalu berada diruang kelas pada saat jam belajar.

No. Kategori Jawaban FrekuensiAbsolut Relatif

1 Ya 42 93,332 Tidak 3 06,67

61

Jumlah 45 100 %Sumber : hasil olahan data No. 5, 05 Februari 2015

Berada dalam ruang kelas pada saat jam belajar adalah suatu hal yang

wajib dilaksanakan siswa. Hal ini juga menjadi tugas guru untuk selalu

menanamkan nilai pendidikan budi pekerti, khususnya agar siswa taat

terhadap peraturan dikelas. Hal ini terlihat dari pernyataan 42 responden

atau 93,33% yang menyatakan selalu dididik dan 3 responden atau 06,67%

yang menyatakan tidak didik untuk selalu berada diruang kelas pada jam

belajar. Pernyataan dari responden ini menunjukkan bahwa betapa

besarnya pengaruh penanaman nilai budi pekerti itu terhadap kedisiplinan

siswa.

Tabel 4.8. Distribusi frekuensi tanggapan responden mengenai disekolah selalu dididik oleh Bapak/Ibu guru untuk bertanggung jawab terhadap segala perbuatan yang dilakukan.

No.

Kategori Jawaban FrekuensiAbsolut Relatif

1 Ya 44 97,782 Tidak 1 02,22

Jumlah 45 100 % Sumber : hasil olahan data No. 6, 05 Februari 2015

Mendidik siswa untuk selalu bertanggung jawab terhadap segala

perbuatan yang dilakukan juga senantiasa dilakukan oleh guru di SD

Inpres 12/79 Ulubalang. Seperti dinyatakan 44 responden atau 97,78%

yang menyatakan selalu dididik dan 1 responden atau 02,22% yang

menyatakan tidak selalu didik untuk bertanggung jawab terhadap

62

perbuatan yang dilaksanakan. Pernyataan dari responden di atas

menunjukkan pentingnya rasa tanggung jawab ditumbuhkan atau

ditanamkan pada diri siswa, khususnya pada sekolah dasar agar nantinya

siswa terbiasa untuk selalu menanamkan sikap bertanggung jawab.

Tabel 4.9. Distribusi frekuensi tanggapan responden mengenai disekolah selalu dididik oleh Bapak/Ibu guru untuk senantiasa bersifat jujur.

No.

Kategori Jawaban FrekuensiAbsolut Relatif

1 Ya 44 97,782 Tidak 1 02,22

Jumlah 45 100 %Sumber : hasil olahan data No. 7, 05 Februari 2015

Sifat jujur penting ditanamkan pada diri siswa, khususnya pada anak

sekolah dasar. Dengan demikian dapat melatih siswa untuk disiplin dan

bertindak jujur. Siswa tahu kalau berlaku tidak jujur akan merugikan

dirinya sendiri. Selain sifat tanggung jawab, guru juga selalu menanamkan

sifat jujur terhadap diri siswa. Ini terlihat pada pernyataan responden

diatas, yaitu 44 responden atau 97,78% yang menyatakan selalu dididik

dan 1 responden atau 02,22% yang menyatakan tidak selalu dididik untuk

senantiasa bersifat jujur.

Tabel 4.10. Distribusi frekuensi tanggapan responden mengenai disekolah selalu dididik oleh Bapak/Ibu guru untuk senantiasa bekerjasama dengan sesama teman.

No.

Kategori Jawaban FrekuensiAbsolut Relatif

1 Ya 42 93,33

63

2 Tidak 3 06,67Jumlah 45 100 %

Sumber : hasil olahan data No. 8, 05 Februari 2015

Senantiasa bekerjasama dengan sesama teman juga penting untuk

ditanamkan pada diri siswa. Penanaman nilai budi pekerti khususnya

senantiasa bekerjasama dengan sesama teman juga selalu dilaksanakan

guru. Hal ini terlihat dari pernyataan 42 reponden atau 93,33%

menyatakan selalu dididik senantiasa bekerjasama dengan sesama teman

dan 3 responden atau 06,67% yang menyatakan tidak selalu dididik.

Menurut asumsi penulis, bekerjasama disini yaitu yang dalam hal positif

seperti membantu jika ada teman yang kesusahan, berinisiatif untuk

melakukan hal yang bermanfaat bagi temannya, bukan dalam hal negatif

seperti mencontek pekerjaan teman, dan lain-lain.

Tabel 4.11. Distribusi frekuensi tanggapan responden mengenai disekolah selalu dididik oleh Bapak/Ibu guru untuk senantiasa bersikap sopan santun.

No.

Kategori Jawaban FrekuensiAbsolut Relatif

1 Ya 44 97,782 Tidak 1 02,22

Jumlah 45 100 %Sumber : hasil olahan data No. 9, 05 Februari 2015

Nilai budi pekerti khususnya sikap sopan santun sangat penting juga

ditanamkan pada diri siswa karena akan memberikan dampak positif yaitu

dapat menumbuhkan sikap saling menghargai orang lain. Sopan santun

merupakan pencerminan dan budi pekerti luhur yang dimiliki oleh siswa.

64

Sesuai pernyataan 44 responden atau 97,78% menyatakan selalu dididik

dan 1 responden atau 02,22% menyatakan tidak selalu dididik untuk

senantiasa bersikap sopan santun. Dari pernyataan diatas menunjukkan

bahwa guru juga selalu menanamkan nilai budi pekerti khususnya sikap

sopan santun.

Tabel 4.12. Distribusi frekuensi tanggapan responden mengenai disekolah selalu dididik oleh Bapak/Ibu guru untuk senantiasa menjaga kebersihan sekolah.

No.

Kategori Jawaban FrekuensiAbsolut Relatif

1 Ya 45 1002 Tidak 0 0

Jumlah 45 100 %Sumber : hasil olahan data No. 10, 05 Februari 2015

Lingkungan sekolah yang bersih sangat baik dan bermanfaat.

Terutama siswa dapat menerima materi pembelajaran dengan baik. Karena

bila ruangan kelas bersih, pastilah udara akan sejuk. Dan oleh karena itu

otak dapat menjalankan fungsi dan kegunaannya dengan sempurna. Maka

dari itu sangat tepat jika dalam pengajaran siswa dididik untuk selalu

menjaga kebersihan sekolah. Seperti yang dinyatakan 45 responden atau

100% yang menyatakan selalu di didik untuk menjaga kebersihan sekolah

tidak ada yang menyatakan tidak selalu di didik.

Tabel 4.13. Distribusi frekuensi tanggapan responden mengenai dengan pendidikan budi pekerti yang diterima di sekolah membuat selalu taat melakukan ibadah.

No Kategori Jawaban Frekuensi

65

. Absolut Relatif1 Ya 43 95,562 Tidak 2 04,44

Jumlah 45 100 %Sumber : hasil olahan data No. 11, 05 Februari 2015

Pelaksanaan ibadah selain tanggung jawab orang tua siswa juga

menjadi tanggung jawab guru untuk mendidik. Pendidikan budi pekerti

khususnya selalu taat melakukan ibadah yang selalu ditanamkan oleh guru

memberikan dampak yang positif bagi siswa. Karena siswa selalu

dibiasakan untuk melaksanakan ibadah secara berjamaah di mushollah

misalnya saja mendirikan shalat ketika tiba waktunya. Hal ini sesuai

dengan pernyataan 43 responden atau 95,56% yang menyatakan selalu taat

melakukan ibadah dan 2 responden atau 04,44 yang menyatakan tidak.

Pernyataan responden di atas menunjukkan bahwa selain perintah

orang tua untuk taat melakukan ibadah, ternyata dengan pendidikan budi

pekerti yang diterima di sekolah membuat siswa taat melakukan ibadah.

Tabel 4.14. Distribusi frekuensi tanggapan responden mengenai dengan pendidikan budi pekerti yang diterima di sekolah, membuat selalu masuk sekolah dengan tepat waktu.

No.

Kategori Jawaban FrekuensiAbsolut Relatif

1 Ya 42 93,332 Tidak 3 06,67

Jumlah 45 100 %Sumber : hasil olahan data No. 12, 05 Februari 2015

Pendidikan budi pekerti yang ditanamkan pada diri siswa dalam setiap

mata pelajaran ternyata berdampak positif terhadap sikap disiplin siswa

66

untuk selalu masuk sekolah dengan tepat waktu. Hal ini sesuai dengan

pernyataan 42 responden atau 93,33% yang selalu masuk sekolah dengan

tepat waktu dan 3 responden atau 06,67% yang menyatakan tidak masuk

sekolah dengan tepat waktu. Pernyataan responden diatas menunjukkan

perlunya penanaman nilai pendidikan budi pekerti diberikan kepada siswa,

walaupun diketahui bukan hanya faktor pendidikan budi pekerti yang

membuat siswa selalu masuk sekolah dengan tepat waktu tapi setidaknya

memberikan pengetahuan kepada siswa untuk selalu disiplin dan

mematuhi tata tertib sekolah.

Tabel 4.15. Distribusi frekuensi tanggapan responden mengenai dengan pendidikan budi pekerti yang diterima disekolah membuat selalu berpakaian rapi.

No. Kategori Jawaban FrekuensiAbsolut Relatif

1 Ya 45 1002 Tidak 0 0

Jumlah 45 100 %Sumber : hasil olahan data No. 13, 05 Februari 2015

Pendidikan budi pekerti yang ditanamkan oleh guru dalam mata

pelajaran memberikan dampak positif terhadap kerapian siswa dalam

berpakaian. Hal ini dapat dilihat dari pernyataan semua responden

penelitian atau 100% yang menyatakan selalu berpakain rapi. Pernyataan

responden tersebut menunjukkan perlunya penanaman nilai pendidikan

budi pekerti secara dini khususnya berpakaian rapi agar nantinya dapat

menumbuhkan kesadaran pada siswa untuk selalu terbiasa berpakain rapi

meskipun bukan di lingkungan sekolah.

67

Tabel 4.16. Distribusi frekuensi tanggapan responden mengenai dengan pendidikan budi pekerti yang diterima disekolah membuat selalu menyelesaikan tugas tepat waktu.

No. Kategori Jawaban FrekuensiAbsolut Relatif

1 Ya 45 1002 Tidak 0 0

Jumlah 45 100 %Sumber : hasil olahan data No. 14, 05 Februari 2015

Dalam pendidikan budi pekerti, siswa selalu dididik untuk disiplin dan

bertanggung jawab terhadap tugas yang diberikan. Begitu juga dengan

tugas yang diberikan oleh guru. Hal ini dapat dilihat dari pernyataan

semua responden penelitian atau 100% yang menyatakan selalu

menyelesaikan tugas tepat waktu. Pernyataan responden di atas

menunjukkan bahwa dengan pendidikan budi pekerti yang ditanamkan

oleh guru memberikan kesadaran pada siswa betapa pentingnya suatu

tanggung jawab.

Tabel 4.17. Distribusi frekuensi tanggapan responden mengenai dengan pendidikan budi pekerti yang diterima disekolah membuat selalu berusaha berkorban dan mengasihi teman.

No. Kategori Jawaban FrekuensiAbsolut Relatif

1 Ya 43 95,562 Tidak 2 04,44

Jumlah 45 100 %Sumber : hasil olahan data No. 15, 05 Februari 2015

Pendidikan budi pekerti yang ditanamkan oleh guru kepada siswa

ternyata memberikan dampak yang positif. Sikap selalu berkorban dan

68

mengasihi teman perlu ditanamkan pada diri siswa agar senantiasa selalu

tumbuh rasa kasih sayang dan rela berkorban jika ada temannya terkena

musibah. Hal ini terlihat dari pernyataan 43 responden atau 95,56%

menyatakan selalu berusaha berkorban dan mengasihi temannya dan 2

responden atau 04,44% yang menyatakan tidak.

Tabel 4.18. Distribusi frekuensi tanggapan responden mengenai dengan pendidikan budi pekerti yang diterima disekolah membuat tidak pernah meninggalkan pekarangan sekolah sebelum jam sekolah selesai.

No. Kategori Jawaban FrekuensiAbsolut Relatif

1 Ya 43 95,562 Tidak 2 04,44

Jumlah 45 100 %Sumber : hasil olahan data No. 16, 05 Februari 2015

Pendidikan budi pekerti memberikan dampak yang positif bagi siswa

karena membuatnya semakin menyadari untuk tidak pernah meninggalkan

pekarangan sekolah sebelum jam sekolah selesai dan tidak melanggar tata

tertib sekolah yang ada di mana nantinya juga merugikan dirinya sendiri.

Hal ini terlihat pada pernyataan 43 responden atau 95,56% yang

menyatakan tidak pernah dan 2 responden atau 04,44% yang menyatakan

pernah meninggalkan pekarangan sekolah sebelum jam sekolah selesai.

69

Tabel 4.19. Distribusi frekuensi tanggapan responden mengenai dengan pendidikan budi pekerti yang diterima disekolah membuat selalu berusaha hormat dan patuh pada guru.

No. Kategori Jawaban FrekuensiAbsolut Relatif

1 Ya 45 1002 Tidak 0 0

Jumlah 45 100 %Sumber : hasil olahan data No. 17, 05 Februari 2015

Pendidikan budi pekerti yang ditanamkan oleh setiap guru mata

pelajaran memberikan dampak positif terhadap tumbuhnya sikap hormat

dan selalu patuh terhadap guru. Hal ini sesuai dengan pernyataan

responden di atas, yaitu semua responden penelitian atau 100%

menyatakan selalu berusaha hormat dan patuh pada guru.

Tabel 4.20. Distribusi frekuensi tanggapan responden mengenai dengan pendidikan budi pekerti yang diterima disekolah membuat selalu bersifat rendah hati.

No. Kategori Jawaban FrekuensiAbsolut Relatif

1 Ya 36 0,82 Tidak 9 0,2

Jumlah 45 100 %Sumber : hasil olahan data No. 18, 05 Februari 2015

Rendah hati adalah salah satu sifat budi pekerti luhur, yang harus juga

ditanamkan pada diri siswa. Hal ini memberi konsukuensi agar siswa tidak

selalu menyombongkan diri dengan apa yang dimilikinya dan yang telah

diraihnya. Pendidikan budi pekerti yang ditanamkan oleh guru khususnya

sifat rendah hati ternyata memberikan dampak yang positif bagi siswa. Hal

ini terlihat dari pernyataan 36 responden atau 0,8% yang selalu bersifat

70

rendah hati dan 9 responden atau 0,2 yang menyatakan tidak bersifat

rendah hati.

Tabel 4.21. Distribusi frekuensi tanggapan responden mengenai dengan pendidikan budi pekerti yang diterima disekolah membuat selalu memanfaatkan waktu untuk sesuatu yang bermanfaat.

No. Kategori Jawaban FrekuensiAbsolut Relatif

1 Ya 43 95,562 Tidak 2 04,44

Jumlah 45 100 %Sumber : hasil olahan data No. 19, 05 Februari 2015

Dengan pendidikan budi pekerti yang diterima dalam proses

pengajaran di kelas, memberi dampak yang positif terhadap kesadaran

siswa untuk menghargai waktu secara baik. Hal ini sesuai dengan

pernyataan 43 responden atau 95,56% yang menyatakan memanfaatkan

waktu untuk sesuatu yang bermanfaat dan 2 responden atau 04,44%

menyatakan tidak waktu untuk sesuatu yang bermanfaat.

Tabel 4.22. Distribusi frekuensi tanggapan responden mengenai dengan pendidikan budi pekerti yang diterima disekolah membuat selalu tertarik melakukan kegiatan kebersihan di sekolah.

No. Kategori Jawaban FrekuensiAbsolut Relatif

1 Ya 45 1002 Tidak 0 0

Jumlah 45 100 %Sumber : hasil olahan data No. 20, 05 Februari 2015

71

Dengan pendidikan budi pekerti yang diberikan disekolah membuat

siswa tertarik melakukan kegiatan kebersihan. Karena selalu dididik oleh

guru untuk senantiasa menjaga kebersihan maka ini berdampak positif

terhadap tumbuhnya rasa ingin selalu menjaga kebersihan. Hal ini terlihat

pada pernyataan semua responden atau 100% menyatakan tertarik

melakukan kegiatan kebersihan di sekolah.

2. Dampak Yang Muncul Setelah Penanaman Nilai-Nilai Pendidikan

Budi Pekerti Diberikan Pada Siswa

Dalam penanaman budi pekerti memiliki dampak bagi siswa dalam

membentuk karakter yang disiplin baik dalam lingkungan sekolah maupun

di luar lingkungan sekolah. Penanaman nilai budi pekerti memberikan

dampak yang berbeda setiap mata pelajaran seperti :

1. Pendidikan Agama Islam

Penanaman nilai pendidikan budi pekerti dalam mata pelajaran

pendidikan agama islam memberikan dampak yang sangat positif

terhadap siswa, hal ini terlihat dimana siswa memiliki kesadaran untuk

memperkaya dan mempertebal sikap spiritualnya, siswa memahami akan

pekerti dan budi laksana yang diwajibkan agama. Yang dimaksud

dengan memiliki kesadaran di sini adalah siswa sudah mempunyai

pengetahuaan atau mengerti mengenai mana yang seharusnya

dilaksanakan dan yang mana tidak boleh dilaksanakan, misalnya

mematuhi peraturan tata tertib sekolah (tidak meninggalkan lingkungan

sekolah sebelum jam pulang, datang dengan tepat waktu di sekolah,

72

melaksanakan tugas piket yang telah ditetapkan oleh guru, dan lain-lain).

Sedangkan sikap spiritual adalah sikap yang berkaitan dengan

keagamaan, kelakuannya tidak menyimpang dari agama yang dianutnya

seperti orang yang beragama islam mengerjakan shalat jika tiba

waktunya.

Dari penjelasan diatas dapat ditunjukkan dengan tabel dibawah ini :

Tabel. 4.23. Nilai budi pekerti pada mata pelajaran Pendidikan Agama Islam

No. Nilai budi pekerti

1.

2.

3.

Meyakini adanya Tuhan Yang Maha Esa dan selalu menaati

ajarannya

Menaati ajaran agama

Memiliki dan mengembangkan sikap toleransi

Hal ini dijelaskan oleh Ibu A. Resmi sebagai guru pendidikan

agama islam (wawancara pada hari jumat, tanggal 06 Februari 2015)

menyatakan bahwa :

“Pendidikan budi pekerti dalam mata pelajaran pendidikan agama islam memberikan dampak yang sangat positif terhadap siswa karena memberikan kesadaran tentang cara berperilaku baik terhadap sesama manusia baik yang tua maupun muda serta memberikan ajaran bahwa kita harus taat beribadah dan patuh terhadap apa yang diperintahkan-Nya.”29

29 Hasil Wawancara, Hari Jumat, Tanggal 06 Februari 2015

73

2. Mata pelajaran Pendidikan Kewarganegaraan (PKn)

Mata pelajaran pkn sangat penting karena dari situ kita dapat belajar

mengenai rasa nasionalisme terhadap bangsa Indonesia dan dapat

mengamalkan nilai-nilai yang ada pada pancasila dalam kehidupan

sehari-hari. Yang dimaksud dengan rasa rasionalisme adalah perasaan

cinta atau bangga terhadap tanah air dan bangsanya yang tinggi, tanpa

adanya rasa memandang rendah terhadap bangsa lain. Contohnya

seperti mengikuti upacara setiap hari senin dengan hikmad, saling

menghormati dan menghargai terhadap sesama, rela berkorban demi

bangsa dan Negara, bersikap tenggang rasa dan tidak semena-mena

terhadap orang lain.

Dari penjelasan diatas dapat ditunjukkan dengan tabel dibawah ini :

Tabel. 4.24. Nilai budi pekerti pada mata pelajaran Pendidikan Kewarganegaraan (PKn)

No. Nilai budi pekerti

1.

2.

3.

4.

Memiliki kebersamaan dan gotong royong

Saling menghormati

Memiliki tata krama dan sopan santun

Tumbuhnya disiplin diri

Ha

74

Hal ini dijelaskan oleh Ibu Nur Alam sebagai guru mata pelajaran

PKn (Guru Kelas VI, wawancara pada hari jumat, tanggal 06 Februari

2015) menyatakan bahwa:

“Penanaman nilai pendidikan budi pekerti dalam mata pelajaran pkn memberikan pengaruh yang sangat penting terhadap kedisiplinan siswa hal ini terlihat pada saat menerapkan nilai-nilai pancasila dalam kehidupan sehari-hari misalnya melakukan kerjasama, bergotong royong dalam melakukan kerja bakti saling tolong menolong pada teman yang mendapatkan musibah, serta siswa dapat membedakan sikap yang baik dan buruk.”30

3. Mata Pelajaran Bahasa Indonesia

Mata pelajaran bahasa Indoneia sangat penting bagi siswa yaitu

mengajarkan untuk berpikir logis dalam menghadapi atau

menyelesaikan masalah, membuat siswa lebih kreatif dan mengajarkan

bertutur kata dengan menggunakan bahasa Indonesia yang baku. Yang

dimaksud berpikir logis disini adalah suatu proses berpikir dengan

menggunakan logika, rasional  dan masuk akal, contohnya ketika siswa

diberikan tugas membuat suatu kesimpulan/rangkuman dari suatu

bacaan, proses pengerjaannya harus didasarkan pada prinsip yang logis,

rasional, dan masuk akal agar dapat dipertanggungjawabkan.

Sedangkan kreatif adalah suatu pola berpikir siswa yang didasari

dengan pemahaman yang mendalam tentang konsep-konsep yang telah

diketahui sebelumnya dan kemudian memberikan suatu perubahan,

contohnya ketika dalam melaksanakan diskusi kelompok siswa mampu 30 Hasil Wawancara, Hari Jumat, Tanggal 06 Februari 2015

75

memunculkan pendapat atau gagasan baru baik secara lisan maupun

tulisan.

Dari penjelasan diatas dapat ditunjukkan dengan tabel dibawah ini :

Tabel. 4.25. Nilai budi pekerti pada mata pelajaran Bahasa Indonesia

No. Nilai budi pekerti

1.

2.

3.

Memiliki rasa keterbukaan

Mampu berpikir positif

Mengembangkan potensi diri

Hal ini dijelaskan oleh Ibu Bapak Mappiare sebagai guru mata

pelajaran bahasa indonesia (Guru Kelas IV, wawancara pada hari

sabtu, tanggal 07 Februari 2015) menyatakan bahwa :

“Pengintegrasian nilai-nilai budi pekerti dalam mata pelajaran bahasa Indonesia memberikan dampak positif terhadap siswa karena siswa yang dulunya tidak tahu menjadi tahu bahwa dalam pelajaran ini mempunyai nilai-nilai yang harus diterapkan dalam kehidupan sehari-hari. Kemudian memberikan sanksi kepada siswa yang tidak mengerjakan tugas yang diberikan agar dapat bertanggung jawab dengan pelanggaran yang dilakukan.”31

4. Mata Pelajaran Matematika

Pelajaran matematika melatih siswa menjadi manusia yang lebih

teliti, cermat dan tidak ceroboh dalam bertindak. Juga mengajarkan

siswa menjadi orang yang sabar dalam menghadapi semua hal dalam

hidup ini dan mengajarkan siswa untuk berpikir secara logis/logika.

Adapun manfaat berpikir secar logika yaitu :

31 Hasil Wawancara, Hari Sabtu, Tanggal 07 Februari 2015

76

a) Membantu setiap orang yang mempelajari logiika untuk

berpikir secara rasional, kritis, l,urus, tetap, tertib dan metodis;

b) Meningkatkan kemampuan berpikir secara abstrak, cermat dan

obyektif;

c) Menambah kecerdasan dan meningkatkan kemampuan berpikir

secara tajam dan mandiri;

d) Memaksa dan mendorong orang untuk berpikir sendiri dengan

menggunakan asas-asas sistematis;

e) Meningkatkan cinta akan kebenaran dan menghindari

kesalahan-kesalahan berpikir, kekeliruan serta kesesatan;

f) Mampu melakukan analisis terhadap suatu kejadian

Dari penjelasan diatas dapat ditunjukkan dengan tabel dibawah ini :

Tabel. 4.26. Nilai budi pekerti pada mata pelajaran Matematika

No. Nilai budi pekerti

1. Menumbuhkan kejujuran

Hal ini dijelaskan oleh Ibu A. Rosmiati sebagai guru matematika

(Guru Kelas V, wawancara pada hari sabtu, tanggal 07 Februari 2015)

menyatakan bahwa :

“Pendidikan budi pekerti memberikan dampak yang sangat baik terhadap siswa dimana dapat memperbaiki perilaku siswa. Perbaikan perilaku yang dimaksud disini adalah memperbaiki kesalahan, kekurangan, dan kelemahan perilaku siswa. Dengan pemberian pendidikan budi pekerti di sekolah diharapkan akan membantu memperbaiki dan membenahi kesalahan atau kebiasaan

77

yang dilakukan siswa dalam kehidupan sehari-hari. Misalnya, siswa yang dulunya malas belajar menjadi lebih rajin belajar dan selalu mengerjakan tugas-tugas yang diberikan gurunya.”32

3. Pembahasan

1. Pola Penanaman Nilai Pendidikan Budi Pekerti Dalam Meningkatkan

Kedisiplinan Siswa

Pola penanaman nilai harus sejalan dengan orientasi pendidikan. Pola

pembelajarannya dilakukan dengan cara menanamkan nilai-nilai budi

pekerti tertentu dalam diri siswa yang bermanfaat bagi perkembangan

pribadinya sebagai makhluk individual sekaligus sosial. Nilai budi pekerti

perlu diajarkan oleh guru dan orang tua agar generasi sekarang dan yang

akan datang mampu berperilaku sesuai dengan moral yang diharapkan.

Terwujudnya manusia Indonesia yang bermoral, berkarakter, berakhlak

mulia dan berbudi pekerti luhur merupakan tujuan dari pembangunan

manusia Indonesia yang kemudian diimplementasikan ke dalam tujuan

pendidikan nasional. Budi pekerti sendiri merupakan sebuah nilai yang

akan mendasari seluruh perilaku dari segi etika, norma, tatakrama dan

sebagainya. Semua nilai-nilai tersebut akan bernilai baik jika lahir dari

budi pekerti yang telah dibina secara baik sehingga nantinya akan

menghasilkan perilaku yang baik pula. sikap seseorang terhadap sesuatu

obyek tertentu dapat dipengaruhi oleh nilai-nilai yang dianut atau yang

melatarbelakangi seseorang tersebut sebagai pengalaman hidupnya. Orang

yang telah tertanam dan terkristal nilai-nilai tertentu dalam mental atau

kepribadiannya, tentunya dalam menghadapi dan merespon sesuatu 32 Hasil Wawancara, Hari Sabtu, Tanggal 07 Februari 2015

78

tersebut akan diwarnai oleh nilai-nilai yang diyakininya. Dengan demikian

penanaman nilai-nilai budi pekerti sejak usia dini akan berpengaruh

terhadap sikap siswa dikehidupan dewasa nanti. Oleh karenanya

penanaman nilai-nilai budi pekerti kepada siswa perlu dilakukan sedini

mungkin.

Adapun pola penanaman nilai pendidikan budi pekerti yang dilakukan

oleh guru mata pelajaran pendidikan agama islam, PKn, bahasa Indonesia

dan matematika di SD Inpres 12/79 Ulubalang yaitu sebagai berikut :

1) Disiplin waktu

Dalam menanamkan nilai pendidikan budi pekerti kepada siswa

khususnya disiplin waktu yaitu melalui :

a) Pola keteladanan atau pencontohan seperti berdoa sebelum dan

sesudah pelajaran dengan dipimpin oleh guru, melaksanakan

shalat dzuhur berjamaah ketika tiba waktu shalat, guru masuk

di kelas dengan tepat waktu, tidak memulai pembelajaran jika

situasi masih gaduh.

b) Pola pemberikan sanksi dan teguran bagi siswa yang datang

terlambat, jika menemukan siswa yang sedang main-main pada

waktu proses pembelajaran sedang berlangsung, tidak

mengerjakan tugas.

c) Pembiasaan yaitu shalat dzuhur berjamaah ketika tiba waktu

shalat, ketika tidak belajar siswa disuruh masuk

keperpustakaan.

79

2) Disiplin berpakaian

Dalam menanamkan nilai pendidikan budi pekerti kepada siswa

khususnya disiplin berpakaian yaitu melalui pola :

a) Pemberian teguran jika menemukan siswa yang tidak

berpakaian rapi.

b) Memberitahukan cara berpakaian yang rapi.

c) Pembiasaan, yaitu sebelum pembelajaran dimulai siswa disuruh

berdiri kemudian diperiksa kerapiannya, setiap hari jumat

mengadakan pembersihan, membagi kelompok piket setiap

kelas supaya siswa mengetahui betapa pentingnya menjaga

kebersihan dan kerapian.

d) Keteladan, yaitu guru dan seluruh staf berpakain rapi.

3) Disiplin belajar

Dalam menanamkan nilai pendidikan budi pekerti kepada siswa

khususnya disiplin belajar yaitu melalui pola :

a) Memberikan keteladanan kepada siswa tentang sifat jujur jika

mengerjakan ulangan maupun tugas-tugas yang diberikan,

bertanggung jawab terhadap tugas yang diberikan, taat dan

patuh, sopan dan santun kepada siapa pun, bersifat nasionalis,

saling menghargai terhadap sesama, percaya diri, dan

kerjasama.

b) Menuntun siswa untuk memiliki rasa ingin tahu, berpikir secara

logis, kreatif, mandiri dan kritis.

80

c) Memberikan teguran bagi siswa yang ribut di dalam kelas.

2. Dampak Yang Muncul Setelah Penanaman Nilai-Nilai Pendidikan

Budi Pekerti Diberikan Pada Siswa

Dampak yang muncul setelah penanaman nilai pendidikan budi pekerti

diberikan kepada siswa adalah memberikan dampak yang sangat positif

bagi siswa yaitu meningkatkan budi pekerti luhur yang dimiliknya.

Adapun dampak yang muncul setelah penanaman nilai pendidikan budi

pekerti diberikan pada siswa SD Inpres 12/79 Ulubalang, yaitu : siswa

menjadi disiplin terhadap peraturan dan tata tertib sekolah, seperti datang

lebih awal di sekolah, mengikuti upacara dengan tertib, saling

menghormati dan menghargai terhadap sesama teman dan guru, tidak

meninggalkan kelas pada saat pembelajaran, bertanggung jawab terhadap

tugasnya, jujur, bekerjasama dengan temannya, menjaga kebersihan, taat

melakukan ibadah, berpakaian rapi, mengasihi temannya yang mengalami

bencana, tidak meninggalkan pekarangan sekolah sebelum jam sekolah

selesai, patuh terhadap perintah guru, memperhatikan saat guru

menjelaskan, serta siswa menjadi aktif dalam proses pembelajaran.

Pendidikan budi pekerti di sekolah sangat diperlukan, walaupun dasar

dari pendidikan budi pekerti adalah di dalam keluarga. Kalau seorang

siswa mendapatkan pendidikan budi pekerti yang baik dari keluarganya,

siswa tersebut akan berbudi peketi yang baik pada tahap selanjutnya.

Namun banyak orang tua yang lebih mementingkan aspek kecerdasan otak

ketimbang pendidikan budi pekerti. Selain itu, pemberian prakarsa dan

81

tanggung jawab sedini mungkin kepada siswa dalam kegiatan belajar

mengajar akan memupuk kebiasaan dan kemampuan belajar mandiri yang

terus menerus.

BAB V

KESIMPULAN DAN SARAN

A. Kesimpulan

82

Berdasarkan hasil penelitian yang telah dikemukakan di atas, maka ditarik

kesimpulan sebagai berikut :

1. Pola penanaman nilai pendidikan budi pekerti dalam meningkatkan

kedisiplinan siswa pada SD Inpres 12/79 Ulubalang yang dilaksanakan

guru mata pelajaran sebagai berikut :

a) Pendidikan Agama Islam, guru menanamkan nilai religius.

b) Pendidikan Kewarganegaraan (PKn) yaitu guru menanamkan nilai

kebersamaan dan gotong royong, saling menghormati, dan tata

krama serta sopan santun.

c) Bahasa Indonesia yaitu guru menanamkan nilai rasa keterbukaan,

berpikir positif, dan potensi diri pada siswa.

d) Matematika yaitu guru menanamkan nilai kejujuran.

2. Dampak dari penanaman nilai pendidikan budi pekerti yang diberikan

pada siswa di SD Inpres 12/79 Ulubalang yaitu : siswa menjadi disiplin

terhadap peraturan dan tata tertib sekolah, seperti datang lebih awal di

sekolah, mengikuti upacara dengan tertib, saling menghormati dan

menghargai terhadap sesama teman dan guru, tidak meninggalkan kelas

pada saat pembelajaran, bertanggung jawab terhadap tugasnya, jujur,

bekerjasama dengan temannya, menjaga kebersihan, taat melakukan

ibadah, berpakaian rapi, mengasihi temannya yang mengalami bencana,

tidak meninggalkan pekarangan sekolah sebelum jam sekolah selesai,

patuh terhadap perintah guru, memperhatikan saat guru menjelaskan, serta

siswa menjadi aktif dalam proses pembelajaran.

82

82

83

B. Saran

Berdasarkan kesimpulan di atas maka disarankan hal-hal sebagai berikut:

1. Guru

a) Pola penanaman nilai pendidikan budi pekerti guru harus

melakukan pemilihan kegiatan pembelajaran yang tepat, agar

memberikan pengalaman belajar bagi siswa yang efisien dan

efektif untuk mewujudkan pembangunan manusia seutuhya. Selain

itu guru harus memiliki wawasan kependidikan yang tepat serta

menguasai berbagai strategi belajar mengajar sehingga mampu dan

mau merancang dan melaksanakan berbagai kegiatan belajar

mengajar yang kaya dan bermakna bagi siswa.

b) Setiap keputusan dan tindakan guru dalam rangka kegiatan

mendidik/belajar mengajar akan membawa berbagai dampak atau

efek kepada siswa, untuk itu guru diharapkan lebih aktif dalam

pembelajarannya.

2. Siswa

Diharapkan siswa dapat mengembangkan dan menerapkan nilai budi

pekerti dalam kehidupan sehari-hari.

DAFTAR PUSTAKA

Buku:

84

Anas Sudijono. 2012. Pengantar Statistik Pendidikan. Jakarta: Rajawali Pers

Giri Harto Wiratomo. 2007. Skripsi: Tata Tertib Sekolah Sebagai Sarana Pendidikan Moral di Sekolah Menengah Kejuruan (smk) Negeri 5 Semarang. Universitas Negeri Semarang

Heri Gunawan. 2012. Pendidikan Karakter Konsep dan Implementasi. Bandung: Alfabeta.

Irawan Soehartono. 2004. Metode Penelitian Sosial: Suatu Teknik Penelitian Bidang Kesejahteraan Sosial dan Ilmu Sosial Lainnya. Bandung: PT. Remaja Rosdakarya.

Kasmawati. 2011. Dasar dan Konsep Pendidikan Moral. Makassar.

M. Dalyono. 2009. Psikologi Pendidikan. Jakarta: Rineka Cipta

Novan Ardy Wijayani. 2013. Manajemen Kelas: Teori Dan Aplikasi Untuk Menciptakan Kelas Yang Kondusif. Jogjakarta: Ar-Ruzz Media.

2013. Konsep,Praktik, & Membumikan Pendidikan Karakter Di SD. Jogjakarta: Ar-Ruzz Media.

Nurul Zuriah. 2008. Pendidikan Moral dan Budi Pekerti Dalam Perspektif Perubahan: Menggagas Platform Pendidikan Budi Pekerti Secara Kontekstual dan Futuristik. Jakarta: PT Bumi Aksara

Pius A Partanto dan M. Dahlan Al Barry. 1994. Kamus Ilmiah Populer. Surabaya: Arkola

Pratiwi Fajrin. 2013. Skripsi: Studi Deskriptif Pemahaman Kedisiplinan Dalam Mentaati Tata Tertib Pada Siswa Kelas Vii Di Smp Negeri 1 Mandiraja Tahun Ajaran 2012/2013. Universitas Negeri Semarang

Undang-Undang:

Undang-Undang RI No. 20 Tahun 2003 Tentang Sistem Pendidikan Nasional, (Bidang DIKBUD KBRI Tokyo).

Lampiran Peraturan Menteri Pendidikan Nasional Nomor 23 Tahun 2006 Tentang Standar Kompetensi Lulusan Untuk Satuan Pendidikan Dasar Dan Menengah

Solaesmini. UUD 1945 Republik Indonesia dan GBHN. Bandung: Wacana Adhitya.

85

Internet:

Muhaimin. Artikel Teknik Pendekatan dan Penanaman Nilai Dalam Pembelajaran di Sekolah. Pdf. (Diunduh dari http://staff.uny.ac.id/sites/default/files/132280878/9. diakses 20 April 2015)

Suwarna. Strategi Integrasi Pendidikan Budi Pekerti Dalam Pembelajaran Berbasis Kompetensi. Dalam Cakrawala Pendidikan. Nomor 1, Tahun XXVI, Februari 2007

Winarno. (tt). Pendidikan Budi Pekerti, Deskripsi dan Strategi Pembelajaran di Indonesia. (Diunduh dari www.winarno.staff.fkip.uns.ac.id, diakses 10 November 2014)

Yaya S. Kusumah. Telaah Budi Pekerti dalam Pembelajaran di Sekolah (Implementasi Konsep dan Prinsip Tatakrama dalam Kehidupan Berbasis Akademis), http: File.upi.edu/../Telaah Budi_Pekerti.pdf. Diakses pada tanggal 21 Mei 2014 pukul 12.43 WITA

http: stkip.files.wordpress.com/../ppkn1.pdf. Diakses pada tanggal 21 Mei 2014 pukul 10.55 WITA

http: //www.depdiknas.go.id/jurnal/45/udin_s_wahataputra.htm...r%2043.pdf. Diakses pada tanggal 21 Mei 2014 pukul 10.25 WITA