guideline stroke

16
Guideline Stroke AGUNG WIDYALAKSONO 1102006013 Pembimbing DR.R.A Neilan Amroisa Sp.S.M.kes

Upload: agung-widyalaksono

Post on 23-Jul-2015

594 views

Category:

Documents


7 download

TRANSCRIPT

Guideline Stroke

AGUNG WIDYALAKSONO

1102006013

Pembimbing

DR.R.A Neilan Amroisa Sp.S.M.kes

RSUD DR. H. ABDUL MOELOEK

BANDAR LAMPUNG

Guideline stroke

Penatalaksaan Umum Stroke Akut

A. Penatalaksanaan diruang gawat darurat

1. Evaluasi cepat dan diagnosis

2. Terapi umum (suportif)

a. Stabilisasi jalan nafas dan pernafasan

Perbaiki jalan nafas termasuk pemasangan pipa orofaring pada pasien yang

tidak sadar. Berikan bantuan ventilasi pada pasien yang mengalami penurunan

kesadaran atau disfungsi bulbar dengan gangguan jalan nafas

Pada pasien hipoksia diberikan suplai oksigen

Pasien stroke iskemik akut yang non hipoksia, tidak memerlukan suplemen

oksigen

Intubasi ETT ( Endo Trachel Tube) atau LMA ( Laryngeal Mask Airway )

diperlukan pada pasien dengan hipoksia (p02 <60mmHg atau pCO2 > 50

mmHg), atau syok, atau pada pasien yang beresiko untuk terjadi aspirasi

Pipa endotrakeal diusahakan terpasang tidak lebih dari 2 minggu maka

dianjurkan dilakukan trakeostomi

b. Stabilisasi nemodinamik (sirkulasi)

Berikan cairan kristaloid atau kolloid intravena (hindari pemberian cairan

hipotonik seperti glukosa)

Dianjurkan pemasangan CVC (Central Venous Catheter), dengan tujuan

disamping dapat memantau kecukupan cairan, juga dapat sebagai sarana untuk

memasukkan cairan infus

Usahakan CVC 5-12mmHg

Optimalisasi tekanan darah

Bila tekanan darah sistolik dibawah 120 mmHg, dan cairan sudah mencukupi

dapat diberikan obat-obat vasopressor secara titrasi seperti dopamin dosis

sedang/tinggi, norepinerfrin atau epinerfin dengan target tekanan darah sistolik

berkisar 140mmHg

Pemantauan jantung (Cardiac Monitoring) harus dilakukan selama 24 jam

pertama setelah awitan serangan stroke iskemik

Bila terdapat adanya penyakit jantung kongestif, segera atasi

Hipotensi arterial harus dihindari dan dicari penyebab nya.hipovolemia harus

dikoreksi dengan larutan salin normal dan aritmia jantung yang

mengakibatkan penurunan curah jantung sekuncup harus dikoreksi

c. Pemeriksaan awal fisik umum

Tekanan darah

Pemeriksaan jantung

Pemeriksaan neurologi umum awal

Derajat kesadaran

Pemeriksaan pupil dan okulomotor

Keparahan hemiparesis

d. Pengendalian peninggian TIK

Pemantauan ketat terhadap penderita dengan resiko edema serebral harus

dilakukan dengan memperhatikan perburukan gejala dan tanda neurologik

pada hari-hari pertama setelah serangan stroke

Monitor tekanan intra kranial harus dipasang pada pasien GCS < 9 dan

penderita yang mengalami penurunan kesadaran karena kenaikan tekanan intra

kranial

Sasaran terapi adalah TIK kurang dari 20 mmHg dan CPP >70 mmHg

Penatalaksanaan penderita dengan peningkatan tekanan intra kranial meliputi :

- Tinggikan posisi kepala 20-300

- Posisi pasien hendaklah menghindari penekanan vena jugulare

- Hindari pemberian cairan glukosa atau cairan hipotonik

- Hindari hipertermia

- Jaga normovolemia

- Osmoterapi atas indikasi :

o Manitol 0,25-0,50gr/kgbb, selam >20 menit, diulangi setiap 4-6

jam dengan target ≤ 310 mOsm/L. Osmolalitas sebaiknya

diperiksa 2 kali dalam sehari selama pemberian osmoterapi

o Kalau perlu diberikan furosemide dengan dosis insial

1mg/KgBB iv

- Intubasi untuk menjaga normoventilasi (pCO2 35-40 mmHg ).

Hipervebtilasi mungkin diperlukan bila akan dilakukan tindakan

operatif

- Paralysis neuromuscular yang dikombinasi dengan sedasi yang adekuat

dapat mengurangi naiknya ICP dengan cara mengurangi naiknya

tekanan intatorakal dan tekanan vena akibat batu, suction, bucking

ventilator. Agen nondepolarized seperti vencuronium atau

pancuronium yang sedikit berefek pada histamin dan blok pada

ganglion lebih baik digunakan. Pasien dengan kenaikan kritis TIK

sebaiknya diberikan muscle relaksan sebelum suctioning atau lidokain

sebagai alternatif

- Kortikosteroid tidak direkomendasi untuk mengatasi udem otak dan

tekanan tinggi intrakranial pada stroke iskemik, dapat diberikan kalau

diyakini tidak ada kontraindikasi

- Drainase ventrikular dianjurkan pada hidrosefalus akut akibat stroke

iskemik serebral

- Tindakan bedah dekompresif pada keadaan iskemik serebelar yang

menimbulkan efek masa, merupakan tindakan yang dapat

menyelamatkan nyawa dan memberikan hasil yang baik.

e. Penanganan transformasi hemoragik

Tidak ada anjuran khusus tentang terapi transformasi perdarahan

asimtomik. Terapi transformasi perdarahan simtomatik sama dengan terapi

stroke perdarahan, anrata lain dengan memperbaiki perfusi serebral dengan

mengendalikan tekanan darah arterial secara hati-hati

f. Pengendalian kejang

Bila kejang, berikan diazepam bolus lambat intravena 5-20 mg dan diikuti

oleh phenitoin loding dose 15-20 mg/kg bolus dengan kecepatan

maksimum 50 mg/menit

Bila kejang belum teratasi maka perlu dirawat diICU

Pemberian antikonvulsan profilaktik pada penderita stroke iskemik tanpa

kejang tidak dianjurkan

Pada stroke perdarahan intraserebral dapat diberikan obat anti epilepsi

profilaksis, selama 1 bulan dan kemudian diturunkan dan dihentikan bila

tidak ada kejang selama pengobatan

g. Pengendalian suhu tubuh

Setiap penderita stroke yang disertai febris harus diobati dengan

antipiretika dan diatasi penyebabnya

Berika asetaminofen 650 mg bila suhu lebih dari 38,50 c

Pada pasien febris atau bereiko terjadi infeksi , harus dilakukan kultur dan

hapusan (tracheal, darah dan urine) dan diberikan antibiotik. Jika memakai

kateter ventrikuler, analisa CSS harus dilakukan untuk mendeteksi

meningitis

Jika didapatkan meningitis, maka segera diikuti terapi antibiotik

h. Pemeriksaan penunjang

EKG

Laboratorium : kimia darah, fungsi ginjal, hematology dan faal hemostasis,

kadar gula darah, analisis urine, analisa gas darah dan elektrolit

Bila perlu pada kecurigaan PSA lakukan punksi lumbal untuk pemeriksaan

CSS

Pemeriksaan radiologi :

- Ronsen dada

- CT scan

B. Penatalaksanaan umum diruang rawat

1. Cairan

a. Berikan cairan isotonis seperti 0,9 % salin dengan tujuan menjaga euvolemi.

Tekanan vena sentral dipertahankan antara 5-12 mmHg.

b. Pada umumnya kebutuhan cairan 30 ml/kgBB/hari (parenteral maupun

enteral).

c. Balans cairan di perhitungkan dengan mengukur produksi urine sehari

ditambah dengan mengeluarkan cairan yang tidak dirasakn (produksi urine

sehari ditambah 500 ml untuk kehilangan cairan yang tidak tampak dan

ditambah lagi 300ml per derajat celcius pada penderita panas.

d. Elektrolit ( sodium, potassium, calcium, magnesium) harus selalu diperiksa dn

diganti bila terjadi kekurangan sampai tercapai nilai normal.

e. Asidosis dan alkalosis harus dikoreksi sesuai dengan hasil analisa gas darah

f. Cairan yang hipotonik atau mengandung glukosa hendaklah dihindari kecuali

pada keadaan hipoglikemia.

2. Nutrisi

a. Nutrisi enteral paling lambat sudah harus diberikan dalam 48 jam, oral nutrisi

hanya boleh diberikan setelah hasil tes fungsi menelan baik.

b. Bila terdapat gangguan menelan atau kesadaran menurun makanan diberikan

melalui NGT.

c. Pada keadaan akut kebutuhan kalori 25-30 kkal/kg/hari dengan komposisi.

d. Karbohidrat 30-40 % dari total kalori.

e. Lemak 20-35 %.

f. Protein 20-30%.

g. Apabila kemungkinan pemakaian NGT diperkirakan >6 minggu,

pertimbangkan untuk gastrostomi.

h. Pada keadaan tertentu yaitu pemberian nutrisi enteral tidak memungkinkan,

dukungan nutrisi bole diberikan secara parenteral.

i. Perhatikan diit pasien yang tidak bertentangan dengan obat-obat yang

diberikan.

3. Pencegahan dan mengatasi komplikasi

a. Mobilisasi dan penilaian dini untuk mencegah komplikasi subakut ( aspirasi,

malnutrisi, pneumonia, DVT, emboli paru, dekubitus, komplikasi ortopedik

dan kontraktur perlu dilakukan.

b. Berikan antibiotik atas indikasi dan usahakan sesuai dengan tes kultur dan

sensitivitas kuman atau minimal terapi empiris sesuai dengan pola kuman

c. Pencegahan dekubitus dengan mobilisasi terbatas dan/atau memakai kasur

antidekubitus

d. Pencegahan DVT dan emboli paru

e. Pada pasien tertentu yang beresiko menderita DVT perlu diberikan heparin

subkutan 5000 IU dua kali sehari atau LMWH atau heparinoid. Perlu

diperhatika terjadinya resiko perdarahan sistemik dan perdarahan

intraserebral. Pada pasien yang tidak bisa menerima antikoagulan, untuk

mencegah DVT pada pasien imolisasi direkomendasikan penggunaan stocking

eksternal atau aspirin

4. Penatalaksanaan medik yang lain

a. Hyperglikemia pada stroke akut harus diobati. Target yang harus dicapai

adalah normoglikemia

b. Jika gelisah lakukan terapi psikologi, kalau perlu berikan minor dan mayor

tranquilizer seperti benzodiazepin short acting atau propofol bisa digunakan

c. Analgesik dan anti muntah sesuai indikasi

d. Berika H2 antagonist, apabila ada indikasi

e. Hati-hati dalam menggerakkan, penyedotan lendir atau memandikan pasien

karena dapat mempengaruhi TIK

f. Mobilisasi bertahap bila hemodinamik dan pernafasan stabil

g. Kandung kemih yang penuh dikosongkan, sebaiknya dengan kateterisasi

intermitten

h. Pemeriksaan penunjang lanjutan seperti pemerikasaan laboratorium, MRI,

dupleks carotid Sonography, Transcranial Doppler, TTE, TEE, dan lain-lain

sesuai dengan indikasi

i. Rehabilitasi

j. Edukasi keluarga

k. Discharge planning

Penatalaksanaan Khusus Stroke Akut

A. Penatalaksanaan Stroke Iskemik

1. Pengobatan terhadap hipertensi arteri pada stroke akut. Pemberian obat yang dapat

menyebabkan hipertensi tidak direkomendasikan diberikan pada kebanyakan

pasien stroke iskemik

2. Strategi untuk memperbaiki aliran darah dengan mengubah reologik darah secara

kharakteristik dengan meningkatkan tekanan perfusi tidak direkomendasi

3. Pemberian antikoagulan :

a. Pemberian antikoagulan (heparin, LMWH atau heparinoid) secara parenteral

meningkatkan komplikasi perdarahan yang serius. Data menunjukan bahwa

pemberian dini antikoagulan tidak menurunkan resiko stroke ulang dini,

termasuk stroke emboli dan tidak mengurangi resiko memburuknya keadaan

neurologik. Pada keadaan tertentu dapat diberikan, namun waspadai

kemungkinan komplikasi perdarahan.

b. Pemberian antikoagulan rutin terhadap pasien stroke iskemik akut dengan

tujuan untuk memperbaiki outcome neurologik atau sebagai pencegahan dini

terjadinya stroke ulang tidak direkomendasi.

c. Pengobatan antikoagulan dalam 24 jam terhadap pesien yang mendapat rt-Pa

intravena tidak direkomendasi

d. Secara umum, pemberian heparin, LMWH atau heparinoid setelah stroke

iskemik tidak direkomendasi

e. Pada beberapa p-enelitian menunjukkan dosis tertentu unfractioned heparin

subkutan menurunkan stroke iskemik ulang secara dini, tetapi dapat

meningkatkan terjadinya perdarahan. Karena itu penggunaan unfractioned

heparin subkutan tidak direkomendasikan untuj menurunkna mortalitas dan

morbilitas atau pencegahan dini stroke ulang. Dosis tinggi LMWH /

heparinoids tidak bermanfaat menurunkan merbiditas, mortalitas atu stroke

ulang dini pada pasien stroke akut.

f. Pemberian antikoagulan tidak dilakukan sampai ada hasil pemerikasaan

imaging memastikan tidak ada perdarahan intrakranial primer. Terhadap

penderita yang mendapat pengobatan antikoagulan perlu dilakukan monitor

kadar antikoagulan.

g. Tidak ditemukan manfaat pemberian heparin pada pasien stroke akut dengan

atrial fibrilasi, walaupun masih dapat diberikan pada pasien yang selektif.

Aspirin dan dilanjutkan dengan pemberian walfarin untuk prevensi jangka

panjang dapat diberikan warfarin merupakna pengobatan lini pertama pada

kebanyakan kasus stroke kardio emboli. Penggunaan warfarin harus hati-hati,

karea dapat meningkatkan resiko perdarahan. Oleh karena itu perlu monitor

INR paling sedikit 1 bulan sekali. Warfarin dapat mencegah terjadinya stroke

emboli kardiogenik dan mencegah emboli ulang pada keadaan major risk.

h. Pemberian antikoagulan sesuai dengan pedoman antikoagulan pada stroke

iskemik.

4. Pemberian antiplatelet aggrerasi :

a. Pemberian aspirin dengan dosis awal 325 mg dalam 24- 48 jam setelah onset

stroke dianjurkan untuk setiap stroke iskemik akut.

b. Aspirin tidak boleh digunakan sebagai pengganti tindakan intervensi akut pada

stroke

c. Jika direncanakan pemberian trombolitik, aspirin jangan diberikan.

d. Penggunaan aspirin sebagai adjunctive terapi dalam 24 jam setelah pemberian

obat trombolitik tidak direkomendasi

e. Pemberian klopidogrel saja, atau kombinasi dengan aspirin, pada stroke

iskemik akut, tidak dianjurkan.

f. Pemberian antiplatelets intravena yang menghambat reseptor glikoprotein

Iib/IIIa tidak dianjurkan

g. Pemberian antiplatelet/aspirin dan antikoagulan ditunjukan untuk mencegah

dan menurunkan resiko stroke kardioemboli

h. Terapi gabungan antiplatelet aspirin dengan clopidogrel pada pasien yang

terdeteksi mikroemboli lebih baik dalam menurunkan kejadian mikroemboli

berulang dibanding aspirin saja (CARESS STUDY)

5. Hemodilusi dengan atau tanpa venaseksi dan ekspansi volume tidak dianjurkan

dalam stroke iskemik akut

6. Pemakaian vasodilator seperti pentoksifilin tidak dianjurkan dalam terapi stroke

iskemik akut.

7. Dalam keadaan tertentu terkadang digunakan vasopresor untuk memperbaiki

aliran darah ke otak (cerebral blood flow). Pada keadaan tersebut harus dilakukan

pantauan kondisi neurologik dan jantung secara secara ketat

8. Tindakan endarterektomi karotid pada stroke iskemik akut dapat mengakibatkan

resiko serius dan luaran yang tidak menyenangkan. Tindakan endovaskular belum

menunjukkan hasil yang bermanfaat, sehingga tidak dianjurkan.

9. Pemakaian obat-obatan neuroprotektan belum menunjukan hasil yang efektif,

sehingga sampai saat ini belum dianjurkan.

10. Konsultasi dikter spesialis jantung untuk mencari kemungkinan sumber emboli

dari jantung serta menanggulangi gangguan jantung terutama gangguan irama

jantung (fibrilasi atrial) TTE (trans thotracal echocardiography) dan TEE (trans

esophageal echocardiography).

11. Osmoterapi dan hiperventilasi direkomendasikan untuk pasien yang mengalami

kemunduran akibat tekanan tinggi intrakranial, termasuk sindrom herniasi.

12. Tindakan bedah termauk drainase cairan serebro spina dapat dilakukan untuk

mengatasi tekanan tinggi intrakranial akibat hidrocephalus. Dekompresi bedah

dan evakuasi infark besar pada serebllum yang menimbulkan penekanan batang

otak dan hidrocephalus. Dekompresi bedah dan evakuasi infark besar pada

hemisfer cerebri dapat dilakukan sebagai tindakn life-saving, tetapi dengan resiko

gejala sisa gangguan neurologik yang berat.

Pedoman Antikoagulan Pada Stroke Iskemik

1. Prevensi

a. Penderita pasca TIA atau pasca stroke iskemik yang memiliki resiko tinggi untuk

emboli otak berulang yang terbukti bersumber dari jantung maupun pembuluh

darah besar misalnya :

- Fibrilasi atrium non valvuler

- Thrombus jantung

- Trombus mural dalam ventrikel kiri

- Infark miokard baru

- Katup jantung buatan

- Trombus pada lumen arteri karotis

- Diseksi karotis dengan trombus

- Hiperkoagulasi

- Sindrom fospolipid

- Plaque dengan trombus

b. Penderita stroke iskemik dengan trombosis vena dalam emboli paru, berbaring

lama dengan paresis berat.

2. Terapi

a. Trombosis vena serebral

b. Trombosis vena dalam pasca stroke

c. Stroke tromboemboli

d. Stroke iskemik dengan sindrom hiperkoagulasi

e. Stroke vertebrobasilar

Kontra-indikasi

1. Kontraindikasi mutlak

Perdarahan intrakranial

Gangguan hemostasis

Ulkus peptikum aktif

Perdarahan traktus gastrointestinal lainnya

Gangguan fungsi ginjal dan hati yang berat

Defisiensi AT III

2. Kontraindikasi relatif :

Infark luas dengan pengeseran garis tengah

Hipertensi berat tidak terkontrol (sistolik >200mmHg diastolik >120 mmHg)

Ulkus peptikum tidak aktif/aktif

Riwayat perdarahan oleh karena pemberian antikoagulan

Riwayat idiosinkrasi dan hipersensitif terhadap antikoagulan karena potensial

terjadi perdarahan

Varises esofagus

Baru dilakukan tindakan operasi / biopsi

ITP atau thrombocytopenia dengan sebab selain DIC