glo me rulo nefritis
DESCRIPTION
aloTRANSCRIPT
LAPORAN PENDAHULUAN PADA KLIEN DENGAN GLOMERULONEFRITIS KRONIS
OLEH :
KELOMPOK I
1. G A Eka Pridayanti 10.322.07252. I Ketut Sidia 10.322.07313. I Nyoman Wiana 10.322.07404. Ni Luh Heni Indrawati 10.322.07505. Ni Nyoman ayu Krisna Dewi 10.322.07596. Ni Komang Indah Lestari 10.322.0768
STIKES WIRA MEDIKA PPNI BALIPROGRAM SI KEPERAWATAN
2011
KATA PENGANTAR
Puji syukur dipanjatkan kehadapan Hyang Widhi Wasa,karena berkat anugerah-
Nya sehingga tugas mata ajar System Perkemihan tentang Laporan Pendahuluan pada
Klien Dengan Glomerulunefritis kronis ini dapat diselesaikan tepat pada waktunya
dan sesuai dengan harapan.
Tugas kelompok ini dibuat sebagai syarat untuk memenuhi SKS kurikulum
mata ajar sistem perkemihan yang bertujuan meningkatkan pengetahuan dan
kemampuan mahasiswa dalam memahami asuhan keperawatan pada klien dengan
glomerulonefritis kronis.
Kami menyadari bahwa dalam penulisan tugas kuliah ini masih ada kekurangan
mengingat keterbatasan yang kami miliki baik dalam buku-buku sumber maupun
kemampuan. Kami tidak menutup kemungkinan untuk menerima kritik dan saran
yang bersifat membangun dari berbagai pihak baik secara lisan maupun tulisan.
Akhirnya kami mengucapkan terima kasih kepada semua pihak yang telah
membantu dalam menyelesaikan makalah ini.
Denpasar,24 mei 2011
Kelompok I
LAPORAN PENDAHULUAN PADA KLIEN DENGAN
GLOMERULONEFRITIS KRONIS
A. Konsep Dasar Penyakit
1. Definisi
Glomerulonefritis adalah penyakit yang ditandai oleh inflamasi
glomerulus ginjal, dengan proteinuria, eritrosit, leukosit dalam
urin dan retensi garam, air dan nitrogen dalam derajat yang
bervariasi.
Glomerulusnefritis kronis adalah penyakit yang berkembang lambat yang
sering menimbulkan gagal ginjal ireversible. (Brunner &
Suddarth,Keperawatan Medikal bedah,2002)
Glomerulonefritis Kronis adalah glomerulonefritis tingkat akhir (“and stage”)
dengan kerusakan jaringan ginjal akibat proses nefrotik dan hipertensi
sehingga menimbulkan gangguan fungsi ginjal yang irreversible.
2. Epidemiologi/insiden kasus
Glomerulusnefritis kronis sering ditemukan pada anak-anak
berumur 3-7 tahun dan lebih sering mengenai anak laki-laki
daripada perempuan, perbandingannya 2:1. Diperkirakan pada
lebih dari 90% anak-anak yang menderita penyakit ini. Pada
orang dewasa prognosisnya kurang baik (30% sampai 50%). 2%
sampai 5% dari semua kasus akut mengalami kematian . Hasil
penelitian di indonesia tahun 2008 melaporkan adanya 270
pasien yang dirawat di RS dalam setahun. Pasien terbanyak
dirawat di RS dr. Soetomo (26,5%),di RS Cipto mangun Kusumo
(24,7%),di RS Ssadikin Bandung (17,6%).
3. Etiologi
Glomerulanefritis disebabkan oleh kuman streptocuccus beta
hemoliticus golongan A tipe 12,4,16,25 dan 29 . Lanjutan GNA,
seringkali tanpa riwayat infeksi terjadi akumulasi komplek antigen-antibody
pada membran glomerulus, Penyebab lain yang tidak diketahui yang ditemui
pada stadium lanjut.
4. Patofisiologi
Glomerulusefritis kronik awitannya mungkin seperti GNA atau
tampak sebagai tipe reaksi antigen-antibody yang lebih ringan,
kadang-kadang sangat ringan sehingga terabaikan.Setelah
kejadian berulang akhirnya erjadi kerusakan glomerulus yang
lebih parah,menghasilkan penyakit ginjal tahap akhir (ESRD).
Diawali dari infeksi streptococcus beta hemoliticus grup A tipe
12,4,16,25,29 yang terjadi pada tenggorokan dan kadang-kadang
pada kulit . Setelah masa laten 1 sampai dengan 2 minggu infeksi
ini menimbulkan reaksi antibodi dengan antigen khusus dari
streptococcus yang merupakan unsur membrana plasma spesifik
khusus, yang menimbulkan kompleks antigen-antibodi dalam
darah yang bersirkulasi kedalam glomerulus yang terperangkap
dalam membran basalis yang mengakibatkan terjadinya distensi
yang merangsang terhadap reflek reno-intestinal dan proksimili
anatomi meningkat sehingga timbul anoreksia, mual ,muntah.
Kompleks tersebut juga akan terfiksasi sehingga mengakibatkan
lesi dan peradangan yang menarik leukosit polimerfonuklear
(PMN) dan trombosit menuju tempat lesi terjadi fagositosis dan
pelepasan enzim lisosom yang merusak endotel dan membrana
basalis glomerulus. Respon dari lesi tersebut timbul proliferasi.
Sel-sel endotel yang diikuti oleh sel-sel mesangium dan sel-sel
epitel akibatnya menimbulkan kebocoran kapiler glomerulus
maka protein dan sel darah merah dapat keluar bersama kemih
yang sedang dibentuk ginjal timbul protenuria, hematuria,
albuminuria, oliguria. Dengan penurunan ureum mengakibatkan
pruritus ,hematuria menimbulkan anemia, kadar hb menjadi
menurunyang menyebabkan mengeluh sesak.Albuminuria
mengakibatkan hipoalbumenia yang berpengaruh pada sistem
imun mengakibatkan tekanan osmotik menurun mempengaruhi
transudasi cairan ke interstitiil mengakibatkan edema. selain
menimbulkan, kerusakan kapiler generalit , proliferasi dan
kerusakan glomerulus dapat mempengaruhi GFR yang mengalami
penurunan sehingga aldosteron meningkat terjadi retensi Na + dan
air sehingga menimbulkan edema. Retensi air mempengaruhi
ECF yang meningkat sehingga memicu terjadi hipertensi. Selain
itu hipertensi juga dapat diakibatkan dari aktivitas vasodepresor
yang meningkat sehingga terjadi vasospasme.
PATHWAYS
5. Klasifikasi
Glomerulonefritis dibedakan menjadi 2 :
a.Glomerulus ringan (terjadi setelah infeksi acut,Biasanya
didapat protein uria,hematuria,lesi yang reversible,fungsi
ginjal normal).
b.Glomerulus persisten (terjadi setelah infeksi kronis lesinya
ireversible,tidak ada hematonia makroskopik,sudah mencapai
gagal ginjal)
6. Manifestasi klinis
Gejala glomerulunefritis kronis bervariasi,banyak pasien dengan
penyakit yang telah parah memperlihatkan kondisi tanpa gejala
sama sekali untuk beberapa tahun.Berikut beberapa gejala klinis
yang dapat ditemui:
a. Kadang-kadang tidak memberikan keluhan sama sekali sampai terjadi
gagal ginjal.
b. Rasa lelah dan lemah
c. Sakit kepala, gelisah, coma dan kejang pada stadium akhir.
d. Edema pada wajah sedikit bertambah jelas jika memasuki fase nefrotik.
e. Suhu subfebril (demam)
f. Kolestrol darah naik.
g. Penurunan kadar albumin.
h. Fungsi ginjal menurun.
i. Ureum dan kreatinin serum meningkat
j. Anemia.
k. Tekanan darah meningkat mendadak meninggi.
l. Anoreksia
m. Mual,muntah
n. Nokturia (Selalu merasa haus dan miksi pada malam hari)
o. Hematuria.
p. Proteinuria
q. Oligouria
r. Kulit tampak kuning keabu-abuan
7. Pemeriksaan fisik
Inspeksi :
- Dilakukan pengukuran berat badan
Berat badan biasa ditemukan meningkat.
- Dilakukan pengukuran tekanan darah biasa terjadi
peningkatan tekanan darah.
- Tampak odema dan pruritus
- Kulit tampak kuning keabu-abuan
8. Pemeriksaan diagnostik/penunjang
a.Pemeriksaan laboratorium
Urine
Terdapat protein (proteinuria), terdapat darah
(hematuria), albuminuria, urine tampak kemerah-merahan
seperti kopi.
Secara mikroskopik : sedimen kemih tampak adanya
silindruria (banyak silinder dalam kemih), sel-sel darah
merah dan silinder eritrosit. Berat jenis urine 1,008-1,012
(menetap) biasanya tinggi meskipun terjadi azotemia.
Biakan kuman (sediaan dari suab tenggorokan dan tites
antistreptolisin/ASO) untuk tentukan etiologi
streptococcus.
Darah
Laju endapan darah tetap meningkat, kadar Hb
menurun,ureum meningkat, fosfor serum
meningkat,kalsium serum menurun.
b.Biopsi ginjal
Untuk menegakkan diagnosis penyakit glomerulus. pada uji
fungsi ginjal menunjukan kelainan ginjal yang progresif.
c.Pada stadium akhir:
Serum natrium dan klorida menurun
Kalium meningkat
Anemia tetap
9. Penatalaksanaan
a. Medik :
Pengobatan ditujukan pada gejala klinik dan gangguan elektrolit.
Pengobatan aktivitas sehari-hari sesuai batas kemampuan pasien.
Pengawasan hipertensi dengan pemberian antihipertensi, tekanan
darah diturunkan dengan natrium dan pembatasan cairan.
Pengaturan dalam pemberian cairan (perlu diperhatikan keseimbangan
cairan dan elektrolit) dan diuretik digunakan untuk mengurangi
kelebihan cairan
Pemberian diet rendah protein, rendah garam,dan kalori yang adekuat
untuk pertumbuhan dan perbaikan jaringan.
Berat Badan dipantau
Pemberian antibiotik seperti penisillin untuk mengurangi penyebaran
infeksi streptococus pada traktus urinarius untuk mencgah kerusakan
renal lebih lanjut.
Jika edem berat terjadi,pasien harus tirah baring.
Dialisis berulang untuk memperpanjang harapan hidup
pasien,mencegah ketidak seimbangan cairan dan elektrolit dan
mengurangi resiko komplikasi gagal ginjal.
b. Keperawatan :
Disesuaikan dengan keadaan pasien,perawat akan mengobservasi
perubahan status cairan elektrolit dan neurologi pasien dan tanda-tanda
kemunduran fungsi renal. Jika terjadi perubahan dilaporkan dengan
segera ke dokter.
Perawat dapat memberikan dukungan emosi selama perjalanan
penyakit dan penanganan dengan memberi kesempatan pada pasien
dan keluarga untuk mengungkapkan kekhawatiran mereka dan
menjawab pertanyaan mereka serta mendiskusikan beberapa pilihan.
Pasien dianjurkan secara teratur untuk senantiasa kontrol pada ahlinya.
Program diet ketat tetapi cukup asupan gizinya.
Penjelasan kepada pasien tentang pambatasan aktivitas sesuai
kemampuannya.
Anjuran kontrol ke dokter harus ditaati untuk mencegah berlanjut ke
sindrom nefrotik atau GGK.(Mencangkup kontrol TD,Protein
urinalisis,kadar BUN dan kreatinin serum,fungsi renal)
10. Komplikasi
a. Nefritis lokal
b. Oklusi arteri renalis dan trombosis vena renalis
c. Gagal jantung/hati
d. Endokarditis bakterialis
e. Lesi obstruktif dari traktus urinarius dan hidronefrosis
11. Prognosis
Dapat terjadi gagal jantung sampai kematian.
B. Konsep Dasar Asuhan Keperawatan
1. Pengkajian
Data subyektif :
a. Pasien mengeluh mual
b. Anoreksia
c. Muntah
d. Mengeluh demam
e. Mengeluh sakit kepala/pusing
f. Mengeluh sesak
Data subyektif:
. a. Genitourinaria
Urine keruh
Proteinuria
Penurunan output urine (oliguria)
Hematuri
Albuminuria
b. Kardiovaskuler
Hipertensi
c. Neurologis
Lemah
Letargi
Iritabilitas
Kejang
d. Gastrointestinal
Anorexia
Vomitus
Diare
e. Hematologi
Anemia
Azotemia
Hiperkalemia
f. Integumen
Pucat
Tampak edema dan pruritus
Pada saat disentuh teraba hangat
Kulit kuning keabu-abuan
2. Diagnosa keperawatan
a. Pola nafas tidak efektif berhubungan dengan proses inflamasi
ditandai dengan pasien mengeluh sesak.
b. Hipertermi berhubungan dengan tidak efektifnya
termoregulasi sekunder terhadap infeksi ditandai dengan
demam
c. Perubahan pola eleminasi BAK berhubungan dengan
penurunan kapasitas atau iritasi kandung kemih sekunder
terhadap infeksi ditandai dengan oliguri/anuria
d. Kelebihan volume cairan berhubungan dengan penurunan
mekanisme regulator (gagal ginjal) dengan potensi air
ditandai dengan oliguria, edema, peningkatan berat badan.
e. Gangguan perfusi jaringan b/d retensi air dan hipernatremia ditandai
dengan tekanan darah meningkat, peningkatan retensi air, ada tanda-tanda
hipernatremia
f. Perubahan pemenuhan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh
berhubungan dengan anoreksia ditandai dengan mual, muntah.
g. Risiko infeksi berhubungan dengan penurunan pertahanan
imunologi.
h. Risiko tinggi terhadap kerusakan integritas kulit berhubungan
dengan gangguan turgor kulit (edema), pruritus.
i . Kurang pengetahuan tentang kondisi, prognosis dan
kebutuhan pengobatan berhubungan dengan keterbatasan
kognitif ditandai dengan pertanyaan/permintaan informasi,
pernyataan salah konsep , sering bertanya-tanya tentang
penyakitnya.
3. Perencanaan
1) Pola nafas tidak efektif berhubungan dengan proses
inflamasi
Intervensi Rasional
a) Kaji frekuensi
kedalaman pernafasan
dan ekspansi dada
- Frekuensi nafas biasanya
meningkat, dispnea dan terjadi
peningkatan kerja nafas.
Ekspansi dada yang terbatas
menandakan adanya nyeri dada
b) Tinggikan posisi
kepala dan bantu
bantu dalam
mengubah posisi
- Posisi kepala lebih tinggi
memungkinkan ekspansi paru
dan memudahkan pernafasan.
Pengubahan posisi
meningkatkan pengisian
segmen paru yang berbeda
sehingga memperbaiki
difusigas
c) Membantu pasien
mengatasi ketakutan
dalam bernafas
- Perasaan takut bernafas
meningkatkan terjadi
hipoksemia
d) Kolaborasi dalam
pemberian oksigen
tambahan
- Memaksimalkan bernafas
dan menurunkan kerja nafas
2) Hipertermi berhubungan dengan tidak efektifnya termoregulasi sekunder
terhadap infeksi
Intervensi Rasional
a) Pantau suhu pasien
perhatikan menggigil
- Membantu dalam
menentukan dalam
diagnosis
b) Pantau suhu lingkungan - Suhu ruangan harus
diubah untuk
mempertahankan suhu
mendekati normal.
c) Berikan kompres air hangat - Dapat membantu
mengurangi demam.
d) Kolaborasi dalam
pemberian antipiretik
- Digunakan untuk
mengurangi demam
3) Perubahan pola eleminasi BAK berhubungan dengan kapasitas
atau iritasi kandung kemih sekunder terhadap infeksi
Intervensi Rasional
a) C
atat keluhan urine
(sedikit penurunan/
penghentian aliran
urine tiba-tiba)
- Penurunan aliran urine
tiba-tiba dapat
mengindikasikan
obstruksi/disfungsi
b) O
bservasi dan catat
warna urine,
perhatikan hematuria
- Urine dapat agak
kemerahmudaan
c) A
wasi tanda-tanda vital
- Indikator keseimbangan
cairan menunjukkan tingkat
hidrasi dan keefektifan therapi
penggantian cairan
d) K
olaborasi dalam
pemberian cairan
intravena
- Membantu
mempertahankan
hidrasi/sirkulasi volume
adekuat dan aliran urine.
4) Kelebihan volume cairan berhubungan dengan penurunan
mekanisme regulator (gagal ginjal) dengan potensi air
Intervensi Rasional
a) Aw
asi denyut jantung,
tekanan darah
- Takikardia dan hipertensi
karena kegagalan ginjal untuk
mengeluarkan urine dan
pembatasan cairan berlebihan
selama mengobai
hipovolemik/hipotensi.
b) Cat
at pemasukan dan
pengeluaran adekuat
- Perlu untuk menentukan
fungsi ginjal, kebutuhan
penggantian cairan dan risiko
kelebihan cairan.
c) Kaj
i kulit , wajah, area
tergantung untuk
edema
- Edema terjadi terutama
pada jaringan yang tergantung
pada tubuh.
d) Aw
asi pemeriksaan
laboratorium seperti
BUN/kreatinin
- Mengkaji berlanjutnya
dan penanganan
disfungsi/gagal ginjal
e) Ber
ikan/batasi cairan
- Manajemen cairan diukur
untuk menggantikan
sesuai indikasi pengeluaran dari semua
sumber ditambah perlaraan
kehilangan yang tak tampak
f) Kol
aborasi dalam
pemberi piuretik
- Diberikan pada fase
oliguria dan meningkatkan
volume urine adekuat
5). Gangguan perfusi jaringan b/d retensi air dan hipernatremia
Intervensi
a) Monitor dan catat TD setiap 1 – 2
jam perhari selama fase akut
b) Jaga kebersihan jalan nafas,
siapkan suction
c) Atur pemberian anti HT, monitor
reaksi klien
d) Monitor status volume cairan
setiap 1 – 2 jam, monitor urine
output (N : 1 – 2 ml/kgBB/jam)
e) Kaji status neurologis (tingkat
kesadaran, refleks, respon pupil)
setiap 8 jam
Rasional
- untuk mendeteksi gejala
dini perubahan TD dan
menentukan intervensi
selanjutnya
- serangan dapat terjadi
karena kurangnya perfusi
oksigen ke otak
- Anti HT dapat diberikan
karena tidak terkontrolnya HT
yang dapat menyebabkan
kerusakan ginjal
- monitor sangat perlu
karena perluasan volume cairan
dapat menyebabkan tekanan
darah
- Untuk mendeteksi secara
dini perubahan yang terjadi pada
f) Atur pemberian diuretic :
Esidriks, lasix sesuai order
status neurologis, memudahkan
intervensi selanjutnya
- diuretic dapat
meningkatkan eksresi cairan
6) Perubahan pemenuhan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan
dengan anoreksia, mual, muntah.
Intervensi Rasional
a) Kaji/catat pemasukan diet -Membantu dalam
mengidentifikasi
defisiensi dan kebutuhan
diet
b) Berikan makan sedikit dan
sering
-Meminimalkan anoreksia
dan mual sehubungan
dengan status
uremik/menurunnya
peristaltik
c) Berikan pasien/orang
terdekat daftar makanan
-Memberikan pasien
tindakan kontrol dalam
pembatasan diet.
d) Tawarkan perawatan mulut
sering
-Membran mukosa yang
kering dan pecah dengan
perawatan mulut
menyejukkan, membantu
menyegarkan rasa mulut.
e) Timbang berat badan tiap
hari
-Mengetahui status gizi
pasien
7). Risiko infeksi berhubungan dengan penurunan pertahanan imunologi.
Intervensi Rasional
a) Tingkatkan
cuci tangan yang baik pada
pasien dan staf
-Menurunkan risiko
kontamiasi silang
b) Hindari
prosedur, instrumen dan
manipulasi kateter tidak
menetap, gunakan teknik
aseptik bila
merawat/memanipulasi IV
-Membatasi introduksi
bakteri ke dalam tubuh,
deteksi dini/pengobatan
terjadinya infeksi dapat
mencegah sepsis
c) Berikan
perawatan kateter dan
tingkatkan perawatan
kateter dan tingkatkan
perawatan perionatal
-Menurunkan kolonisasi
bakteri dan risiko 15K
asenden
d) Kaji
integritas kulit
-Ekskoriasi akibat gesekan
dapat menjadi infeksi
sekunder
e) Awasi tanda
vital
-Demam dengan
peningkatan nadi dan
pernafasan adalah tanda
peningkatan laju
metabolik dari proses
inflamasi.
f) Ambil -Memastikan infeksi dan
spesimen untuk kultur dan
sensitivitas dan berikan
antibiotik tepat sesuai
indikasi
identifikasi organisme
khusus, membantu
memilih pengobatan
infeksi paling efektif.
8). Risiko tinggi terhadap kerusakan integritas kulit berhubungan dengan
gangguan turgor kulit (edema), pruritus.
Intervensi Rasional
a) Inspeksi kulit terhadap
perubahan warna, turgor,
vaskuler
-Menandakan area
sirkulasi buru/kerusakan
yang dapat menimbulkan
pembentukan infeksi.
b) Pantau masukan cairan dan
hidrasi kulit dan membran
mukosa
-Mendeteksi adanya
dehidrasi atau hidrasi
berlebihan yang
mempengaruhi sirkulasi
dan integrasi jaringan
pada tingkat seluler
c) Inspeksi area tergantung
terhadap odema
-Jaringan edema lebih
cenderung rusak/robek
d) Ubah posisi dengan sering -Menurunkan tekanan pada
odema, jaringan denagn
perfusi buruk untuk
menurunkan iskemia
e) Berikan perawatan kulit -Iosion dan salep mungkin
dinginkan untuk
menghilangkan kering,
robekan kulit .
9). Kurang pengetahuan tentang kondisi, prognosis dan kebutuhan
pengobatan berhubungan dengan keterbatasan kognitif
Intervensi Rasional
a) Kaji ulang proses penyakit
prognosis dan faktor
pencetus bila diketahui
-Memberikan dasar
pengetahuan dimana
pasien dapat membuat
pilihan informasi
b) Diskusikan/kaji ulang
penggunaan obat. Dorong
pasien untuk mendiskusikan
semua obat
-Obat yang terkonsentrasi/
dikeluarkan oleh ginjal
dapat menyebabkan reaksi
kerusakan permanen pada
ginjal
c) Tekankan perlunya
perawatan evaluasi,
pemeriksaan laboratorium
-Fungsi ginjal dapat
lambat sampai gagal akut
dan defisit dapat menetap,
memerlukan perubahan
dalam terapi untuk
menghindari
kekambuhan/komplikasi
4. Pelaksanaan
Pelaksanaan dilakukan sesuai dengan perencanaan yang telah
dibuat.
5. Evaluasi
Kriteria evaluasi yang diharapkan :
Diagnosa 1
- Menunjukkan pola nafas efektif, sesak berkurang atau
hilang
Diagnosa 2
- Menunjukkan suhu dalam batas normal
Diagnosa 3
- Menunjukkan aliran urine terus-menerus dengan haluaran
urine adekuat untuk situasi individu
Diagnosa 4
- Menunjukkan haluaran urine tepat dengan berat jenis/hasil
laboratorium mendekati normal, berat badan stabil, tanda
vital dalam batas normal, tidak ada odema.
Diagnosa 5
- Menunjukkan tekanan darah dalam batas normal,tidak
terjadi hipernatremia.
Diagnosa 6
-Mempertahankan/meningkatkan berat badan seperti yang
diindikasikan oleh situasi individu, bebas edema.
Diagnosa 7
- Tidak mengalami tanda/gejala infeksi
Diagnosa 8
- Menunjukkan perilaku/tehnik untuk mencegah
kerusakan/cedera kulit .
Diagnosa 9
- Menyatakan pemahaman kondisi, proses penyakit,
prognosis dan pengobatan.
- Mengidentifikasi hubungan tanda/gejala proses penyakit
dan gejala yang berhubungan dengan faktor penyebab.
- Melakukan perubahan perilaku yang perlu dan
berpartisipasi pada program pengobatan.
DAFTAR PUSTAKA
Smeltzer and Brenda. 2002. Buku Ajar Keperawatan Medical Bedah, Brunner and Suddarth edisi 8 volume 2, Jakarta: EGC
Buku saku Keperawatan Pediatri, Cecily L.Betz dan Linda A. Sowden, Edisi 3, Penerbit EGC Jakarta 2002
Rencana Asuhan Keperawatan Medikal-Bedah, Barbara Engram, Volume I, Penerbit EGC, Jakarta 1998.
Perawatan Anak Sakit, Ngastiyah, Penerbit EGC, Jakarta 1997.
Perawatan Medikal Bedah, Volume 3, Barbara C. Long, Bandung 1996.
Patofisiologi, Konsep Klinis Proses-Proses Penyakit buku 2 edisi 4, Penerbit EGC, Jakarta 1995.
Pedoman Praktek Keperawatan, Sandra M.Nettina, Penerbit EGC, Jakarta.