gagal jantung baru
DESCRIPTION
Gagal JantungTRANSCRIPT
GAGAL JANTUNG
A. DEFINISI
Gagal jantung merupakan gejala klinis yang disebabkan oleh ketidakmampuan
jantung dalam memompa darah pada jumlah yang cukup bagi kebutuhan metabolisme
tubuh. Gagal jantung dapat disebabkan oleh ganggguan yang mengakibatkan
terjadinya pengurangan pengisian ventrikel (disfungsi diastolik) dan/atau
kontraktilitas miokardial (disfungsi sistolik).
B. EPIDEMIOLOGI
Gagal jantung merupakan penyakit yang sifatnya epidemik di Amerika
Serikat. Diperkirakan sekitar 5 juta orang Amerika menderita gagal jantung. Berbeda
dengan gangguan kardiovaskular lainnya, prevalensi gagal jantung meningkat dan
diperkirakan akan terus meningkat selama beberapa dekade kedepan sejalan dengan
meningkatnya umur. Penderita gagal jantung kebanyakan adalah pasien geriatri
dengan berbagai macam kondisi yang juga mempengaruhi morbiditas dan mortalitas.
Kejadian gagal jantung meningkat dua kali lipat setiap dekade dan terjadi pada
setidaknya 10% individu berusia mendekati 75 tahun. Gagal jantung lebih sering
terjadi pada pria daripada wanita sampai umur 65 tahun. Beberapa penelitian
menunjukkan bahwa insidensi gagal jantung pada pria tidak berubah sampai usia 40
tahun tapi menurun kira-kira sepertiga dari insidensi pada wanita. Perbedaan insidensi
ini mungkin terkait dengan perbedaan gender, dimana penyebab gagal jantung pada
pria adalah infark miokard, sedangkan gagal jantung pada wanita lebih didominasi
oleh adanya hipertensi.
Di rumah sakit, gagal jantung merupakan kasus utama yang seringkali
terdiagnosa pada usia sekitar 65 tahun. Angka penderita gagal jantung berdasarkan
data rumah sakit pada tahun 1993 mendekati 1 juta orang, meningkat 165% dalam
dua dekade. Gagal jantung juga menimbulkan dampak ekonomi yang sangat besar.
Perkiraan pengeluaran tahunan untuk gagal jantung berkisar antara 24 – 50 milyar US
1
dolar, yang sebagian besar dari biaya tersebut dialokasikan untuk pasien rawat inap.
Jadi gagal jantung adalah permasalahan utama dalam bidang kesehatan dengan
dampak ekonomi yang sangat substansial
Meskipun telah banyak pengetahuan mengenai etiologi, patofisiologi, dan
farmakoterapi gagal jantung, prognosis pasien dengan gangguan tersebut masih tetap
sama. Walaupun angka kematian mengalami penurunan selama 50 tahun terakhir,
hanya sekitar 50% dari keseluruhan pasien gagal jantung yang dapat bertahan selama
5 tahun, dimana mortalitasnya akan meningkat jika gejala yang dialami pasien makin
parah. Sekitar 65.80% pasien pria dan 70% pasien wanita penderita gagal jantung
meninggal dalam kurun waktu 8 tahun. Prosentase pasien dengan kematian mendadak
kurang lebih sekitar 40%, diakibatkan oleh terjadinya aritmia ventrikel yang
merupakan penyebab utama kematian pada pasien gagal jantung.
C. ETIOLOGI
Gagal jantung dapat disebabkan oleh berbagai macam gangguan yang
mempengaruhi kemampuan jantung baik kontraksi jantung (fungsi sistolik) dan atau
relaksasi (fungsi diastolik).
Gagal jantung sistolik merupakan kasus klasik, tapi estimasi terbaru
menyatakan bahwa 20 – 50% pasien gagal jantung mengalami disfungsi sistolik
ventrikel kiri dan disfungsi diastolik. Gagal jantung sistolik biasanya disebabkan oleh
infark miokard yang pernah diderita pasien, sedangkan gagal jantung diastolik
biasanya diderita pasien usia lanjut, wanita, serta pasien penderita hipertensi dan
diabetes. Bagaimanapun juga disfungsi sistolik dan diastolik seringkali diderita secara
bersamaan. Gangguan kardiovaskular yang umum seperti infark miokard dan
hipertensi dapat disebabkan oleh disfungsi sistolik dan diastolik. Banyak penderita
gagal jantung yang diakibatkan dari berkurangnya kontraktilitas miokardial dan
pengisian ventrikel yang abnormal.
CAD (Coronary Artery Disease) merupakan penyebab utama gagal jantung
sistolik. Infark miokard memicu berkurangnya massa otot jantung akibat dari
2
kematian sel miokardium. Derajat kontraktilitas yang dianggap mengganggu
tergantung pada ukuran infark (sumbatan) yang terbentuk. Untuk menjaga cardiac
output tetap stabil, miokardium yang masih bertahan melakukan mekanisme
kompensasi. Selanjutnya memulai proses maladaptif yang menginisiasi terjadinya
gejala gagal jantung. Iskemi miokard dan infark miokard mempengaruhi kemampuan
diastolik jantung dengan memperlambat relaksasi ventrikel dan meningkatkan
kekakuan ventrikel. Jadi, infark miokard seringkali menyebabkan disfungsi sistolik
dan diastolik.
Disfungsi kontraktil sistolik merupakan gambaran utama gangguan
miokardium yang diikuti dengan kardiomyopati. Walaupun penyebab menurunnya
kontraktilitas seringkali tidak diketahui, abnormalitas seperti fibrosis interstisial,
infiltrasi selular, hipertrofi selular, dan degenerasi sel miokardial dapat diketahui
melalui pengamatan histologi.
Tekanan atau volume yang terlalu besar diakibatkan oleh hipertrofi ventrikel,
yang merupakan suatu usaha untuk mengembalikan kontraktilitas pada keadaan yang
mendekati normal. Jika tekanan dan volume yang yang terlalu besar berlangsung
terus menerus, proses remodelling akan menyebabkan perubahan geometri sel
miokardial yang mengalami hipertrofi dan disertai peningkatan deposisi kolagen
dalam cairan ekstraseluler, sehingga fungsi sistolik maupun diastolik mungkin saja
dapat terganggu. Contoh dari kondisi dimana terjadi overload pressure (tekanan
yang berlebihan) misalnya pada hipertensi sistemik maupun pulmo, dan stenosis
katup pulmo dan aorta. Hipertensi masih merupakan penyebab utama yang memicu
gagal jantung pada banyak pasien, terutama wanita, lansia, dan ras afro-amerika.
Hipertensi tidak boleh dianggap remeh karena merupakan faktor pemicu utama
iskemik jantung yang prosentasenya sangat tinggi. Volume yang berlebihan dapat
terjadi pada saat katup jantung terbuka, menutup, maupun keadaan high-output
seperti pada kondisi anemia atau kehamilan.
Sejak diketahuinya penyakit iskemik jantung dan hipertensi ternyata memiliki
kontribusi yang signifikan terhadap gagal jantung pada sebagian besar pasien. Perlu
3
ditekankan bahwa gagal jantung merupakan gangguan yang sangat mungkin untuk
dicegah. Oleh sebab itu tidak mengejutkan apabila ada bukti yang menyatakan bahwa
obesitas dan intake natrium berlebihan merupakan resiko utama terjadinya gagal
jantung. Lebih jauh lagi, pengaturan yang tepat terhadap tekanan darah dan faktor-
faktor lain yang memperantarai gangguan kardiovaskular (misalnya berhenti
merokok, terapi gangguan lipid, terapi diabetes, modifikasi diet, dll) merupakan
langkah penting yang perlu diterapkan oleh para tenaga medis untuk mengurangi
resiko gagal jantung pada pasiennya.
D. PATOFISIOLOGI
Jantung yang Berfungsi Secara Normal
Untuk mengetahui patofisiologi gagal jantung, maka diperlukan juga adanya
pemahaman tantang fungsi jantung dalam keadaan normal. Cardiac output (CO)
didefinisikan sebagai volume darah yang dialirkan per menit (L/menit) dan
merupakan hasil perkalian heart rate (HR/detak jantung) dan stroke volume
(SV/curah sekuncup)
Hubungan antara CO dan mean arterial pressure (MAP/rata-rata tekanan
darah arteri ) adalah
Detak jantung diatur oleh sistem saraf otonom. Volume stroke, atau velume
darah yang dialirkan pada fase sistolik, tergantung pada preload, afterload, dan
kontraktilitas. berdasarkan mekanisme Frank-Starling, dijelaskan bahwa kemampuan
jantung untuk mengubah kekuatan kontraksi bergantung pada perubahan pada saat
preload. Dengan memanjangnya lengan sarcomere myokardial, maka jarak antara
myofilament yang tebal dan tipis semakin besar, sehingga kekuatan kontraksi
meningkat. Panjang lengan sarcomere sangat dipengaruhi oleh volume darah pada
ventrikel; jadi left ventricle end-diastolic volume (LVEDV/volume diastolik akhir
4
pada ventrikel kiri) merupakan faktor utama yang mempengaruhi preload. Pada
jantung normal, respons preload merupakan mekanisme kompensasi primer sehingga
sedikit peningkatan pada volume akhir diastolik akan menyebabkan peningkatan yang
besar pada CO. Karena adanya hubungan antara tekanan dan volume jantung, left
ventricle end-diastolic pressure (LVEDP/tekanan diastolik akhir pada ventrikel kiri)
seringkali digunakan secara klinis untuk memperkirakan preload. Perkiraan yang
digunakan untuk menentukan LVEDP secra hemodinamik adalah pulmonary artery
occlusion pressure (PAOP/tekanan darah arteri pada pulmo karena adanya
sumbatan). Afterload merupakan konsep fisiologi yang lebih kompleks yang dapat
digambarkan secara pragmatis sebagai jumlah gaya/tenaga yang menghambat laju
aliran darah melalui ventrikel. Komponen utama afterload ventrikel secara umum
adalah impedansi laju aliran darah, tekanan dinding pembuluh darah, dan bentuk
dinding pembuluh darah secara geometri. Pada pasien dengan disfungsi sistolik
ventrikel kiri, merupakan kebalikan dari hubungan antara afterload (atau SVR) dan
volume stroke. Kontraktilitas merupakan kemampuan intrinsik otot jantung yang
menggambarkan kemampuan serat otot untuk meregang dan mengendur.
Tabel 1. Efek dari respon kompensasi.
No. Respons
Kompensasi
Efek yang menguntungkan dari
mekanisme kompensasi
Efek yang tidak
menguntungkan dari
kompensasi
1.
2.
Peningkatan
preload
(dengan adanya
retensi
Na+ dan air)
Vasokonstriksi
Optimasi volume stroke
Melalui mekanisme Frank-Starling
Menjaga tekanan darah untuk
mencegah berkurangnya cardiac
Kongesti paru
Paru dan sistemik
serta pembentukan
Edema.
Peningkatan MVO2.
Peningkatan MVO2,
Peningkatan afterload
mengurangi volume
5
No. Respons
Kompensasi
Efek yang menguntungkan dari
mekanisme kompensasi
Efek yang tidak
menguntungkan dari
kompensasi
3.
4.
Takikardi dan
Peningkaan
Kontraktilitas
(karena aktivasi
SSP)
Hipertrofi
ventrikular dan
remodelling
output.
Melangsir darah dari organ-organ
non essensial untuk dialirkan ke
otak dan jantung
Membantu menjaga cardiac output
Membantu menjaga cardiac output
Mengurangi tekanan dinding
miokardial
Mengurangi MVO2
stroke dan selanjutnya
mengaktivasi respons
kompensasi.
Peningkatan MVO2
Mempersingkat waktu
pengisian
Diastolik downregulasi
reseptor ß1,
mengurangi sensitivitas
reseptor
Pengendapan pada
aritmia ventrikular
Meningkatkan resiko
kematian sel miokardial
Disfungsi diastolik
Disfungsi sistolik
Meningkatkan resiko
kematian sel miokardial
Meningkatkan iskemi
miokardial
Meningkatkan
Resiko Aritmia
Fibrosis
6
E. PEMERIKSAAN
1. TANDA DAN GEJALA
Penderita gagal jantung yang tidak terkompensasi akan merasakan lelah dan
lemah jika melakukan aktivitas fisik karena otot-ototnya tidak mendapatkan jumlah
darah yang cukup. Lokasi dan efek pembengkakan juga dipengaruhi oleh sisi jantung
yang mengalami gangguan.
Dibagi dalam 3 kategori :
1. Tanda-tanda daya kerja miokard yang terganggu : Gangguan pertumbuhan,
berkeringat, kardiomegali, takikardia, irama gallop, perubahan pada pulsus perifer
termasuk pulsus paradoksus dan alternans.
2. Tanda-tanda kongesti paru-paru : "tachypnea", "dyspnea d'effort", batuk, bronkhi
basah, mengi, sianosis. Terjadi karena gagal jantung kiri yang menyebabkan
pengumpulan cairan di dalam paru-paru (edema pulmoner), yang menyebabkan
sesak nafas yang hebat.
3. Tanda-tanda kongesti vena sistemik : hepatomegali, bendungan vena leher,
sembab perifer, edema palpebra sering pada bayi. Terjadi karena gagal jantung
kanan yang menyebabkan pengumpulan darah yang mengalir ke bagian kanan
jantung. Hal ini menyebabkan terjadinya pembengkakan di kaki, pergelangan
kaki, tungkai, hati dan perut.
2. DIAGNOSIS
Diagnosis gagal jantung dibuat berdasarkan anamnesis, gejala klinis, pemeriksaan
fisik, dan foto torak. Pemeriksaan EKG membantu untuk mendiagnosis etiologi
(misalnya disritmia). Diagnosis biasanya ditegakkan berdasarkan gejala-gejala yang
terjadi. Pada penderita gagal jantung, pemeriksaan fisik biasa menunjukkan :
- denyut nadi yang lemah dan cepat
- tekanan darah menurun
7
- bunyi jantung abnormal
- pembesaran jantung
- pembengkakan vena leher
- cairan dalam paru-paru
- pembesaran hati
- penambahan berat badan yang cepat
- pembengkakan perut atau tungkai
3. DIAGNOSIS BANDING
a. Efusi perikardial : CTR besar, vaskularisasi paru sepi, suara-suara terdengar
b. Pada bayi dengan infeksi saluran pernafasan bagian bawah : (bronkiolitis,
pneumonia)
Bila terdapat bising, kardiomegali atau sianosis hebat, kemungkinan besar
adalah kelainan jantung.
8
F. TATALAKSANA TERAPI
Tujuan terapi pada gagal jantung adalah:
1. meningkatkan kualitas hidup penderita
2. mengurangi gejala
3. mengurangi perawatan di rumah sakit
4. memperlambat proses terjadinya penyakit
5. mengurangi kasakitan.
6. memperpanjang kemampuan pasien untuk bertahan
Penyakit gagal jantung American Heart Association (AHA) dibagi menjadi 4
klasifikasi:
1. Stage A
Pasien beresiko tinggi mengalami perkembangan gagal jantung seperti hipertensi,
CAD, diabetes. Pasien yang menderita gagal jantung pada stadium ini aktivitas
fisiknya tidak dibatasi.
2. Stage B
Pasien sudah mengalami gagal jantung, tetapi tidak menunjukkan adanya gejala,
seperti MI, hipertrofi ventrikel kiri, disfungsi sistolik ventrikel kiri. Pasien yang
menderita gagal jantung pada stadium ini aktivitas fisiknya sedikit dibatasi.
3. Stage C
Pasien sudah mengalami gagal jantung disertai adanya gejala, seperti fatigue,
disfungsi sistolik ventrikel kiri, dyspnea, retensi cairan atau gejala lain dari gagal
jantung. Pasien yang menderita gagal jantung pada stadium ini aktivitas fisiknya
sangat dibatasi.
4. Stage D
Pasien dengan gejala gagal jantung meskipun telah mendapatkan pengobatan
yang maksimal, tapi sudah sulit untuk disembuhkan. Pasien ini harus melakukan
istirahat total.
9
Terapi gagal jantung berdasarkan klasifikasinya:
1. Terapi pada gagal jantung stage A
2. Terapi pada gagal jantung stage B
10
Mengontrol faktor resiko koroner otak, perifer CV
Apakah pasien merokok HTN, diabetes, hiperlipidemia
Menghentikan merokok Terapi menggunakan guideline yang
ada
Apakah pasien mengalami ateroskelosis vaskular (koroner, otak perifer), diabetes, atau hipertensi dan faktor resiko lainnya
ACE inhibitor
Semua pengobatan pada stage A
Pasien sudah menderita MI dan disfungsi sistole ventrikel kiri asimptomatik
Inisiasi terapi dengan ACEI dan ß-bloker secara
titrasi
Ya Ya
Ya
Ya
3. Terapi pada gagal jantung stage C
4. Terapi pada gagal jantung stage D
Semua langkah-langkah tahap A, B, dan C, dibantu dengan peralatan
mekanik, transplantasi jantung, kontinyu (tidak intermiten) IV inotropic
infus untuk paliatif, hospice care.
Sasaran terapi pada gagal jantung adalah:
1. Meningkatkan kekuatan kontraksi otot jantung (inotropik positif)
2. Mengurangi kerja jantung (mereduksi preload dan afterload)
11
Inisiasi terapi dengan ACEI dan ß-bloker secara titrasi
Kelebihan volume cairan
Inisiasi dengan diuretik secara titrasi
Gejala memburuk
MonitoringDipertimbangkan penambahan spironolakton
SpironolaktonDitambah ARBJika gejala memburuk disarankan untuk rawat inap
Volume overload tidak berubah
Angina
Intoleran dengan ACEI
Terapi diuretik (loop diuretik/kombinasi thiazid)
ARBAmlodipin atau felodipin
NitratAmlodipin atau felodipin
ARBHidralazin/nitrat
Hipertensi
Ya
tdk
Ya
tdk
Ya
Ya
Ya
Ya
tdk
tdk
tdk
Tatalaksana umum pada gagal jantung adalah:
1. Beri O2 dengan kelembaban 40-50%.
2. Sedasi dengan morphin 0,1-0,2 mg/kg/dosis s.c.setiap 4 jam kalau perlu, atau
Phenobarbital 2-3 mg/kg/dosis p.o/i.m. setiap 8 jam selama 1-2 hari.
3. Eliminasi faktor pencetus : demam diberi antipiretik, anemia ditranfusi PRC
sampai PCV > 35%.
4. Atasi penyakit dasar seperti hipertensi, aritmia atau tirotoksikosis.
Gagal jantung kongestif dapat diatasi dengan :
1. Meningkatkan daya kerja jantung
2. Mengurangi beban kerja jantung
3. Mengurangi beban volume.
TERAPI TANPA OBAT
1. Mengurangi aktivitas dan bedrest adalah standar perawatan pasien
2. Regular exercise (walking or cycling) direkomendasikan untuk pasien gagal
jantung stabil kelas I-III
3. Diet sodium dibatasi
4. Tidak boleh mendapatkan pemasukan cairan yang berlebihan
5. Berhenti merokok dan minum alkohol
6. Revaskularisasi atau transplantasi
TERAPI OBAT
I. I.a. Digitalis :
Sebelum digitalis diberikan, dilakukan pemeriksaan EKG, serum elektrolit
(terutama Kalium), fungsi ginjal kadang perlu diketahui. Obat : Digoxin, lanatosida
C. Dosis inisial total digitalis diberikan sebagai berikut :
Prematur : 0,020 mg/kg, Neonatus aterm : 0,030 mg/kg, < 2 th : 0,04 mg/kg, > 2 th :
0,030-0,040 mg/kg diberikan segera, dosis sisanya dibagi dua dengan interval 8-12
12
jam. Bila diberikan secara intravena dosis harus dikurangi 25%.
Dosis digitalisasi rumatan :
Prematur : 0.005 mg/kg/hari
< 2 th : 0.01 - 0,015 mg/kg/hari.
2 th : 0,005 - 0,01 mg/kg/hari.
Interaksi dapat terjadi dengan : quinidine, verapamil, amiodarone sehingga
memerlukan reduksi digitalis 25%.
I.b. Obat kardiotonik lain :
Apabila gagal jantung disertai hipotensi, gagal ginjal, sepsis atau refrakter
terhadap terapi lain dapat dipakai "support" yaitu dengan : Dopamine 5-10
mcg/kg/menit diberikan dengan infus secara kontinyu dengan pemantauan yang ketat,
dosis 5 mcg/kg/min memberikan vasodilatasi renal, dosis > 10 mcg/min
meningkatkan resisten perifer dan denyut jantung, serta vasokonstriksi ginjal.
II. Mengurangi beban kerja Jantung.
a. Mengurangi aktifitas fisik :
- Istirahat
- Humidified oxygen dengan masker nasal prong
b. Reduksi afterload atau preload dengan vasodilator.
- Pemilihan jenis obat bergantung pada apa yang akan diturunkan, preload atau
afterload.
- Pemberian obat-obat ini memerlukan pemantauan :
* Tekanan pengisian
* Tekanan darah arteri
Bila keduanya menurun, curah jantung akan menurun.
Obat :
- Hydralazine : dosis 1 mg/kg - 5 mg/kg/hr oral dalam 3-4x (dilatasi arteriolar perifer,
curah jantung meningkat)
13
- Captopril :
neonatus : 0,1-0,4 mg/kg/dose, 1-4 x/hari
bayi : 0,5-6,0 mg/kg/hr, tiap 6-24 jam
dewasa: 12,5 mg/dose oral tiap 12-24 jam
III. Mengurangi beban volume :
a. Restriksi natrium
b. Restriksi cairan hanya apabila ada "dilutional hyponatremia' pada bayi-bayi cairan
formula jangan dikurangi.
c. Diuretika :
Furosemide : 1- 2 mg/kg/dosis p.o/i.v. 2-4x/hari, dosis maksimum 4-5
mg/kg/hari.
Spironolakton : 1-3,5 mg/kg/hari, 1-2 dosis/hari.
Thiazide : 20-30 mg/kg/hari, oral.
Hydrocholorothiazide 2-3 mg/kg/hari (2 x)
Pada bayi yang sakit keras : beri dextrose 10% intravena.
- Bila PaCO2 > 50 mmHg, beri ventilator.
- Sembab paru : sedatif; morfin sulfat 0,05mg/kg subkutan.
- Bila ada infeksi : antibiotik yang sesuai.
OBAT-OBAT YANG DIGUNAKAN DALAM PENGOBATAN GAGAL
JANTUNG
1. ACE-I
ACE-I (Angiotensin Converting Enzyme Inhibitors) digunakan untuk pasien
dengan disfungsi sistolik ventrikel kiri dan yang mempunyai fraksi ejeksi ventrikel
kiri < 40%. Obat ini tidak hanya meringankan gejala, tetapi juga memperpanjang
harapan hidup penderita.
Efek yang dihasilkan adalah menurunkan preload dan afterload dan
kardiak indeks serta meningkatkan fraksi ijeksi. ACE-I juga dapat melebarkan arteri
14
dan vena. Beberapa contoh ACEI adalah kaptopril, enalapril, lisinopril, fosinopril,
dan kuinapril.
Gambar 1. Mekanisme Kerja ACEI (Picciotto G et al, 2003)
a. Dosis :
- Diawali dosis sangat rendah, ditingkatkan secara gradual jika telah ditoleransi
- Dosis dititrasi sampai dosis target untuk menurunkan morbiditas dan
mortalitas
- Dilakukan Pengamatan fungsi renal dan serum K 1-2 minggu setelah terapi
dimulai dan dilakukan secara periodik.
No Nama obat Dosis Inisiasi Dosis Pemeliharaan
1 Captopril 6,25 mg t.i.d 50 mg t.i.d
2 Enalapril 2,5-5 mg b.i.d 10 mg b.i.d
3 Lisinopril 2,5-5 mg q.d 20-40 mg q.d
4 Quinapril 10 mg b.i.d 20-40 mg b.i.d
5 Ramipril 1,25-2,5 mg b.i.d 5 mg b.i.d
15
6 Fosinopril 5-10 mg q.d 40 mg q.d
7 Trandolapril 0,1-1 mg q.d 4 mg q.d
b. Kontraindikasi :
- Pasien Angioudema (bisa menyebabkan reaksi alergi yang fatal)
- Pasien gagal ginjal
- Wanita hamil
c. Perhatian :
- Pasien dengan TDS < 80 mmHg
- Pasien dengan SrCr > 3 mg/dL
- Pasien dengan Serum K > 5,5 mmol/L
c. Efek Samping Obat
Efek samping secara umum untuk obat-obatan golongan ACEI adalah Pusing,
sakit kepala, fatigue, diare, angioudema di wajah, hipotensi (dosis pertama), dan
batuk kering (umum) terjadi pada 5-15% pasien.
2. DIURETIK
Diuretik loop yang digunakan secara intravena, seperti furosemid, bumetanid, serta
torsemid merupakan jenis diuretika yang paling umum digunakan untuk penanganan
gagal jantung parah / tingkat lanjut. Furosemid merupakan jenis diuretik yang paling
sering dipelajari. Penggunaan diuretika secara intravena bolus dapat menurunkan
preload melalui mekanisme venodilasi dalam jangka waktu sekitar 5-15 menit, serta
melalui ekskresi air dan natrium (setelah < 20 menit) yang membantu mengatasi
kongesti pulmonari. Namun reduksi pada venous return dapat memberikan pengaruh
besar pada preload pada pasien dengan disfungsi diastolik yang cukup signifikan
ataupun deplesi intravaskuler. Namun karena diuretika dapat menyebabkan reduksi
preload secara berlebihan maka harus digunakan dibawah pengawasan agar
didapatkan hasil yang maksimal pada penanganan kongesti pulmonari namun tidak
16
menyebabkan reduksi pada curah jantung. Diuresis dapat ditingkatkan dengan
menambahkan senyawa diuretik lain yang memiliki mekanisme aksi berbeda dalam
terapi
Dosis penggunaan diuretik
1). Loop diuretik
Furosemid (peroral) : 20-160 mg perhari
2). Diuretik hemat kalium
Tiazid (peroral) : 12,5-50 mg perhari. Tiazid diberikan 1X sehari
3. BETA BLOCKER
Beta bloker bekerja dengan cara mengeblok aksi katekolamin endogen (epeinefrin,
adrenalin dan norepinefrin) pada reseptor ß-adrenergik, bagian dari sympathetic
nervous system. Ada 3 tipe reseptor ß, yaitu ß1-adrenergik reseptor yang terdapat
pada jantung, ß2-adrenergik reseptor yang terdapat di paru-paru, saluran
gastrointestinal, liver, uterus, otot halus vascular dan otot skelet, adrenergik reseptor
terdapat pada sel lemak.
Dosis: Bisoprolol (p.o)
Dosis awal : 1,25 mg perhari
Dosis target : 10 mg perhari
Carvedilol (p.o)
Dosis awal : 3,125 mg 2x sehari
Dosis target : 25 mg 2x sehari
Metoprolol suksinat (p.o)
Dosis awal : 12,5-25 mg perhari
Dosis target : 200 mg perhari
Dosis ditingkatkan 2 kali lipatnya setiap 2 minggu sampai dosis target atau dosis
tertinggi yang dapat ditoleransi tercapai.
17
4.DIGOKSIN
Digoksin digunakan pada penderita gagal jantung dengan disfungsi sistolik ventrikel
kiri, sebagai terapi tambahan untuk diuretik, ACEI dan Beta Blocker. Digoksin
meningkatkan kekuatan setiap denyut jantung yang lemah.
Mekanisme aksinya dengan efek positif inotropik dengan menghambat aktivitas Na-K
adenosin trifosfatase membran sel sehingga Ca dalam sel meningkat.
Dosis : pasien dengan fungsi ginjal normal dapat mencapai target dengan konsentrasi
0,125 mg perhari, pasien dengan fungsi ginjal buruk, lansia, maupun pasien yang juga
diterapi dengan obat yang dapat berinteraksi (amiodaron) dapat diterapkan dosis
0,125 mg setiap 2 hari.
ESO : toksisitas digoksin terjadi pada 20% pasien dan 18% meninggal akibat aritmia;
GI (anoreksia, nausea dan vomit); CNS (sakit kepala, fatigue, bingung, disorientasi,
gangguan penglihatan).
5. Kombinasi hidralazin/isosorbitdinitrat
Obat ini digunakan untuk pasien yang kontraindikasi dengan ACEI
Mekanisme aksi : vasodilator
Dosis : Isosorbitdinitrat 10 mg 4x sehari dapat ditingkatkan ad 40 mg 4x
sehari setelah 1 minggu; Hidralazin 25 mg 4x sehari dan dapat ditingkatkan 75
mg 4x sehari.
ESO : refleks takikardi, sakit kepala, muka merah, nausea, pusing, sinkop,
toleransi nitrat dan retensi Na dan air.
6. Antagonis reseptor angiotensin II tipe 1 (AT1)
Bekerja dengan mengeblok efek angiotensi II dengan menghambat stimulasi
reseptor AT1. Tidak mengeblok degradasi vasoaktif (bradikinin, enkefalin dan
senyawa P) sehingga tidak ada efek samping batuk seperti ACEI yang dipacu
akumulasi bradikinin.
18
Contoh : losartan, candesartan, valsartan, irbesartan dan telmisartan
Untuk menggantikan ACEI bila pasien intoleran (angioudema atau batuk
kering).
MONITORING
1. Monitoring kapasitas fungsional jantung
Monitoring dilihat dengan mengamati aktivitas yang dilakukan oleh pasien
sehari-hari, jika dalam aktivitasnya pasien tidak mengalami
gangguan/hambatan maka pemberian obat menunjukkan perubahan
kondisi pasien kearah yang lebih baik.
2. Monitoring status volume cairan tubuh
3. Monitoring hasil laboratorium.
EVALUASI HASIL TERAPI
a. Gagal Jantung Kronik
Pasien harus ditanyakan mengenai ada tidaknya gejala serta keparahannya,
juga bagaimana gejala gejala tersebut mempengaruhi aktivitas harian pasien.
Efikasi pengobatan diuresis dapat dievaluasi melalui hilangnya tanda atau
gejala retensi cairan berlebih. Pemeriksaan fisik harus berfokus pada berat
badan, extentor jugular venous distention, keberadaan refluks hepatojugular,
dan keberadaan serta keparahan kongesti pulmonari (rales, dyspnea on
exertion, orthopnea, paroxysmal nocturnal dyspnea).
Evaluasi lain meliputi peningkatan toleransi terhadap aktivitas fisik dan
kelelahan, penurunan nocturia dan penurunan denyut jantung.
Tekanan darah harus diawasi untuk meyakinkan tidak adanya hipotensi
simptomatis yang diakibatkat oleh efek samping dari obat-obatan yang
digunakan dalam terapi.
Berat badan merupakan penanda yang cukup sensitif atas kehilangan atau
penambahan cairan, oleh karena itu pasien diharuskan menambah berat badan
19
setiap hari dan melaporkan perubahan yang mungkin timbul.
Gejala yang timbul dapat diperparah dengan penggunaan obat-obat β blocker
dan dibutuhkan waktu berminggu minggu hingga berbula bulan untuk
membaik.
Pengawasan rutin akan kandungan elektrolit dalam serum dan fungsi renal
merupakan keharusan bagi pasien gagal jantung,
b. Gagal Jantung Tingkat Lanjut/dekompensasi
Untuk mencapai kestabilan awal diperlukan optimasi penjenuhan dan
konsentrasi oksigen arterial.
Indeks cardiac dan tekanan darah harus mencukupi untuk meyakinkan
terjadinya perfusi organ yang memadai, mental status, bersihan kreatinin
harus memadai untuk mencegah komplikasi metabolit azo, fungsi hati juga
memadai untuk mengatur fungsi sintetis dan eksresi, denyut dan ritme jantung
yang stabil, tidak adanya infark atau iskemia miokardiak, serta otot skelet dan
aliran darah kulit, ketiganya harus memadai untuk mencegah ischemic injury,
serta pH darah yang normal (antara 7,34 – 7,47) dengan kadar laktat pada
serum yang juga normal.
Pembebasan dari UGD membutuhkan pemeliharaan parameter sebelumnya
pada saat terapi infus iv tidak berlangsung lama lagi, dukungan sirkulasi
mekanis atau ventilasi tekanan positif.
20