format laporan idk i s1 2015
TRANSCRIPT
KETENTUAN PENULISAN DAN FORMAT LAPORAN PRAKTIKUMILMU DASAR KEPERAWATAN I TAHUN 2015
1. Laporan di tulis tangan menggunakan bolpoin biru di atas kertas folio bergaris satu halaman muka (tidak bolak balik)
2. Format halaman cover laporan dibuat sesuai dengan contoh di bawah dengan logo UMP dibuat menggunakan hasil print out berwarna dan ditempel menggunakan lem (ukuran logo 3,5 x 3,5 cm)
3. Laporan terdiri atas 5 (lima) bab utama yaitu:a) Bab I Dasar Teorib) Bab II Tujuan dan Manfaat Praktikumc) Bab III Metode Praktikum d) Bab IV Hasil dan Pembahasane) Bab V Kesimpulan f) Daftar Referensig) Lampiran
4. Setiap awal Bab ditulis di lembar kertas baru (dalam 1 lembar kertas tidak boleh digunakan untuk menulis 2 bab yang berbeda),
5. Penulisan Bab diletakkan di bagian tengah (center) dari lembar kertas dengan nomor Bab menggunakan angka Romawi (I, II, III, dan seterusnya)
6. Penulisan sub bab diletakkan di bagian tepi kiri (Align text left) dengan nomor sub bab menggunakan angka arab (1, 2, 3, dan seterusnya) disesuaikan dengan nomor bab
7. Penulisan sub bab mengikuti nomor bab (apabila nomor bab adalah I, maka nomor sub bab dimulai dari 1.1., 1.2., 1.3., dan seterusnya)
8. Penulisan nomor tabel dan gambar mengikuti nomor bab (apabila nomor bab adalah IV, maka nomor tabel ditulis Tabel 4.1., Tabel 4.2., dan seterusnya, untuk gambar ditulis Gambar 4.1., Gambar 4.2. dan seterusnya)
9. Penulisan judul tabel diletakkan di bagian atas tabel, sedangkan penulisan judul gambar diletakkan di bagian bawah atau samping gambar
10. Penulisan Kesimpulan harus sesuai dengan tujuan praktikum (kesimpulan adalah jawaban dari tujuan praktikum)
11. Daftar Referensi ditulis dengan format hanging paragraph dan harus terdiri atas:a) Buku teks dengan jumlah minimal 3 bukub) Jurnal penelitian berbahasa indonesia minimal terdiri atas 2 jurnal c) Jurnal penelitian berbahasa inggris minimal terdiri atas 1 jurnal d) Skripsi, tesis, atau disertasi minimal terdiri atas 1 skripsi, tesis, atau disertasie) Informasi dari internet (website, blog, atau yang lainnya) sebanyak-banyaknya
12. Penulisan daftar referensi harus mengikuti format sebagai berikut:a) Penulisan daftar referensi dari buku teks diawali dari nama pengarang, tahun terbit,
judul buku teks, nama penerbit, dan kota tempat penerbitan. Lihat contoh berikut iniGandjar, I., R.A. Samson, K.V.D. Tweel-Vermeulen, A, Oetari, dan I. Santoso. 1999.
Pengenalan Kapang Tropik Umum. Yayasan Obor Indonesia Jakarta. b) Penulisan daftar referensi dari jurnal penelitian (baik berbahasa indonesia maupun
berbahasa inggris) diawali dari nama peneliti, tahun terbit, judul penelitian, nama jurnal, nomor volume dan edisi, dan nomor halaman jurnal. Lihat contoh berikut iniEliza, A. Munif, I. Djatnika, dan Widodo. 2007. Karakter fisiologis dan peranan
antibiosis bakteri perakaran graminae terhadap fusarium dan pemacu pertumbuhan tanaman pisang. Jurnal Hortikultura. 17(2): 150-160.
Haggag, W.M. and A.M. Abdel-Latif. 2007. Biotechnological aspects of microorganisms used in plant biological control. American-Eurasian Journal of Sustainable Agriculture. 1(1): 7-12.
1
c) Penulisan daftar referensi dari skripsi, tesis, atau disertasi (baik berbahasa indonesia atau inggris) diawali dari nama penyusun; tahun cetak; judul skripsi, tesis atau disertasi; keterangan skripsi, tesis, atau disertasi; Nama fakultas dan perguruan tingi; keterangan tidak dipublikasikan. Lihat contoh berikut ini.Haryani, D.S. 2013. Identifikasi Dan Skrining Isolat Kapang Endofit Dari Tanaman
Benalu Teh Sebagai Antibakteri Terhadap Escherichia coli dan Bacillus Subtilis. Skripsi. Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan, Universitas Muhammadiyah Purwokerto, Purwokerto. (Tidak dipublikasikan).
d) Penulisan daftar referensi yang bersumber dari website atau blog diawali dengan nama penulis, tahun penulisan, judul artikel, keterangan on-line, nama institusi (jika ada), dan alamat lengkap website atau blog. Lihat contoh di berikut ini.Ikawati, M., A.E. Wibowo, N.S.Octa, dan R. Adelina. 2008. Pemanfaatan Benalu
Sebagai Antikanker. (On-Line). Fakultas Farmasi, Universitas Gadjah Mada, Yogyakarta.http://ccrcfarmasiugm.files.wordpress.com/2008/06/paper_benalu_muthi.pdf
Contoh Laporan Praktikum yang baik dan benar
LAPORAN PRAKTIKUM MIKROBIOLOGI KEPERAWATAN
ISOLASI DAN IDENTIFIKASI KAPANG ENDOFIT
OlehPUTRI AULIA UTAMI
NIM. 1311020014
PROGRAM STUDI S1 KEPERAWATAN FAKULTAS ILMU KESEHATAN
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH PURWOKERTOPURWOKERTO
2014I. DASAR TEORI
Mikroba dapat kita jumpai pada seluruh lingkungan baik lingkungan normal maupun
ekstrim. Setiap mikroba membutuhkan kondisi lingkungan tertentu terkait dengan karakter
morfologi dan biokimia (metabolisme) yang dimilikinya. Oleh karena itu, lingkungan hidup
suatu mikroba akan berbeda – beda dan ada kalanya hanya spesifik untuk mikroba tertentu.
Dalam suatu lingkungan, tidak dapat dihindari bahwa mikroba akan selalu berinteraksi
dengan organisme lain baik itu dari kelompoknya sendiri maupun dari kelompok lain. Kondisi
lingkungan yang kompleks telah membentuk suatu pola interaksi diantara organisme yang ada
di dalamnya.
Mikroba memiliki berbagai peran penting dalam suatu ekosistem. Peran ini bisa
diemban dalam kapasitasnya sebagai organisme tunggal (sel atau koloni) maupun dalam
kaitannya sebagai organisme yang memiliki kebutuhan dan kemampuan untuk berinteraksi
dengan organisme lain. Proses interaksi akan terjadi secara kompleks yang melibatkan
berbagai faktor fisiologis, anatomis, perilaku dan lainnya. Semua itu terjadi dalam rangka
untuk menciptakan keseimbangan ekosistem untuk menjamin keberlangsungan kehidupan.
Interaksi diantara dua organisme secara umum disebut dengan simbiosis, yaitu suatu
interaksi yang stabil antara dua organisme yang berbeda dimana terjadi asosiasi atau kontak
fisik yang erat tanpa memperhatikan pengaruhnya pada masing – masing pihak. Namun istilah
ini kemudian berkembang untuk menggambarkan bentuk asosiasi yang saling menguntungkan
diantara dua organisme atau lebih (www.sith.itb.ac.id).
Salah satu bentuk interaksi mikroba adalah endosimbiosis, yaitu bentuk asosiasi antara
mikroba dengan organisme lain, dimana mikroba ini hidup di bagian dalam dari sel organisme
lain tersebut. Endosimbiosis ini salah satunya dapat kita jumpai pada interaksi antara mikroba
dengan tanaman.
Istilah mikroba endofit pertama kali dikenalkan oleh Darnel pada tahun 1904 untuk
menyebut mikroba yang hidup di dalam jaringan tumbuhan baik untuk keseluruhan atau
sebagian dari siklus hidupnya tanpa menimbulkan adanya gejala yang tampak dari
keberadaannya (Saikkonen et al., 2004 dalam Bandara et al., 2006). Mikroba ini dapat
ditemukan dimana-mana pada banyak spesies tanaman, dan menjadi tempat tinggal
tersembunyi atau aktif mengkoloni jaringan tanaman (Taghavi et al., 2009).
Mikroba endofit yang umum kita temukan adalah bakteri dan jamur (kapang), dimana
jamur (kapang) merupakan jumlah terbesar dari mikroba endofit ini. Telah banyak dilaporkan
bahwa mikroba endofit (baik bakteri maupun jamur) mampu menghasilkan berbagai senyawa
bioaktif untuk berbagai kepentingan diantaranya di bidang pertanian, industri, dan kesehatan
(Strobel dan Daisy, 2003).
Terdapat sekitar 51 % substansi bioaktif yang berhasil diisolasi dari kapang endofit.
Sampai saat ini telah diketahui bahwa metabolit bioaktif dari kapang endofit telah digunakan
secara luas untuk beragam kepentingan seperti antibiotik, antiviral, antikanker, anti-inflamasi,
antioksidan, dan lainnya (Arunachalam dan Gayathri, 2010). Oleh karena itu, pada praktikum
ini dicoba dilakukan pengkajian kapang endofit dari suatu bagian tanaman.
II. TUJUAN DAN MANFAAT PRAKTIKUM
II.1. Tujuan
Tujuan yang ingin dicapai dari acara praktikum ini adalah:
a) Mahasiswa mampu melakukan isolasi kapang endofit dari beberapa sampel
tanaman berkhasiat obat.
b) Mahasiswa mampu melakukan identifikasi kapang endofit dari beberapa sampel
tanaman berkhasiat obat.
II.2. Manfaat
Manfaat yang diperoleh dari pelaksanaan acara praktikum ini adalah adanya
informasi baru mengenai keragaman jenis kapang endofit pada berbagai tanaman
berkhasiat obat beserta dengan karakter yang dimilikinya
III. METODE PRAKTIKUM
III.1. Alat Praktikum
Beberapa jenis peralatan yang digunakan dalam acara praktikum ini meliputi:
a) Botol semprot
b) Cutter/Silet
c) Beaker glass 100 ml
d) Pinset
e) Jam
f) Sprayer
g) Bunsen
h) Laminar air flow (LAF)
i) Incubator
j) Mikroskop
k) Cawan petri
l) Gelas objek
m) Gelas penutup
n) Pipet tetes
o) Autoklaf
p) Kamera digital
III.2. Bahan Praktikum
Beberapa bahan habis pakai yang diperlukan dalam acara praktikum ini meliputi:
a) Beberapa sampel tanaman alang-alang, cocor bebek, iler-iler, nangka, puring, sirih
hijau dan sirih merah (daun, batang, akar dan buah)
b) Air
c) Alkohol 75%
d) Larutan kaporit
e) Akuades steril
f) Media Potato Dextrose Agar (PDA)
g) Media MEA
h) Kapas
i) Korek api
j) Spiritus
III.3. Cara Kerja
III.3.1.Isolasi Kapang Endofit
a) Sampel dari beberapa tanaman dibersihkan dari kotoran menggunakan air
mengalir selama 10 menit
b) Sampel tanaman dipotong-potong sesuai ukuran yang diinginkan
c) Bagian tanaman yang telah dipotong-potong kemudian disterilisasi
permukaan dengan cara direndam pada alkohol 75% selama 1 menit, larutan
kaporit selama 5 menit, dan alkohol 75% lagi selama 30 detik secara urut
d) Bagian tanaman yang telah dipotong-potong tersebut kemudian dibilas
menggunakan akuades steril beberapa kali
e) Bagian tanaman yang telah dipotong-potong selanjutnya dibelah (batang,
akar, dan buah) atau disayat (daun), untuk kemudian ditanam pada media
agar cawan PDA dan CMM dengan posisi tertelungkup secara aseptis
f) Media agar cawan PDA dan CMM diinkubasi pada suhu kamar selama 4x24
jam – 5x 24 jam
g) Campuran kapang yang tumbuh pada media agar cawan PDA dan CMM
masing-masing dipilah, dipisahkan, dan ditumbuhkan kembali pada media
miring PDA dan diinkubasi pada suhu kamar selama 4x24 jam – 5x24 jam
III.3.2.Identifikasi Kapang Endofit
III.3.2.1. Identifikasi secara langsung
a) Kapang hasil pemurnian pada media agar miring PDA diambil
sedikit bagian miseliumnya;
b) Miselium diletakkan di atas gelas objek yang sebelumnya telah
ditetesi dengan akuades steril
c) Gelas objek ditutup dengan gelas penutup untuk kemudian diamati di
bawah mikroskop
d) Lakukan proses identifikasi dengan membandingkan ciri-ciri dari
kapang endofit hasil pengamatan dengan buku indentifikasi yang ada
III.3.2.2. Identifikasi secara tidak langsung
a) Disiapkan cawan petri steril yang berisi gelas objek dan kapas yang
telah ditetesi air
b) Secara aseptis, bagian tengah dari gelas objek ditetesi dengan media
PDA yang masih cair, untuk kemudian didiamkan hingga padat
c) Diambil miselium dari kapang hasil pemurnian untuk ditumbuhkan
pada cawan petri steril tersebut
d) Cawan petri diinkubasi selama 2x24 jam pada suhu ruang
e) Kapang yang tumbuh pada gelas objek diamati morfologinya di
bawah mikroskop
f) Hasil pengamatan mikroskopis dibandingkan dengan buku
identifikasi yang ada
IV. HASIL DAN PEMBAHASAN
Isolasi kapang endofit dilakukan terhadap beberapa sampel tanaman berbeda untuk
ditumbuhkan pada media PDA dan CMM. Sampel tanaman yang digunakan merupakan jenis
tanaman yang berkhasiat obat.
Menurut Lana (2005) dalam Barata (2009), tanaman cocor bebek memiliki potensi
sebagai antibakteria, antitumor, pencegahan kanker, dan insektisida. Tanaman nangka
menurut Elevitch dan Harley (2006) dapat dimanfaatkan untuk menyembuhkan penyakit
bisul, gigitan ular, pembengkakan glandula, penyakit kulit, asma, demam, dan diare.
Dinyatakan oleh Anonim (2009), bahwa selain digunakan untuk mengobati penyakit jantung,
tanaman sirih juga dimanfaatkan untuk mengobati sakit mata, perdarahan gusi, batuk, diare,
dan jerawat. Sedangkan tanaman puring bermanfaat untuk mengobati penyakit sipilis, peluruh
keringat, dan penguat lambung (Anonim, -)
Tabel 4.1. Hasil isolasi kapang endofit dari beberapa sampel tanaman yang berbeda
No Sampel Hasil Ada koloni Tidak ada koloni Keterangan
1. Daun cocor bebek 1 (+++)2. Daun cocor bebek 2 (+)3. Daun nangka 1 (+) Ada kontaminasi4. Daun nangka 2 (-)5. Daun puring 1 (+++)6. Daun puring 2 (++)7. Daun sirih hijau 1 (-)8. Daun sirih hijau 2 (-)9. Batang nangka 1 (-) Ada kontaminasi 10. Batang nangka 2 (+)11. Batang puring 1 (+++)12. Batang puring 2 (++)13. Batang sirih hijau 1 (-)14. Batang sirih hijau 2 (+)
Keterangan :
(+++) : Jumlah banyak (++) : Jumlah sedang(+) : Jumlah sedikit(-) : Tidak ada
Berdasarkan Tabel 4.1 di atas, dapat kita ketahui bahwa masing-masing sampel
tanaman memiliki jumlah biomasa kapang endofit yang berbeda. Dari tabel tersebut terlihat
bahwa daun cocor bebek 1, daun puring 1, dan batang puring 1 memiliki jumlah biomasa
kapang endofit yang tinggi (lihat Gambar 4.1. poin A, E, dan K).
Adanya perbedaan jumlah biomasa kapang endofit yang berhasil diisolasi dari sampel
tanaman kemungkinan disebabkan oleh beberapa faktor seperti laju pertumbuhan, sumber
nutrisi yang sesuai, bahan sterilisator yang digunakan, dan lainnya. Ketiga faktor ini dapat
dijelaskan sebagai berikut:
1. Laju pertumbuhan
Setiap mikroba memiliki mekanisme fisiologis yang berbeda dalam menjalankan
proses-proses metabolisme di dalam tubuhnya, termasuk diantaranya adalah kapang
endofit. Produksi biomasa sel berkaitan dengan metabolisme primer, dimana proses ini
penting untuk pertumbuhan sel.
Ketika kondisi lingkungan sesuai, maka laju metabolisme akan berlangsung
secara cepat sehingga laju pertumbuhan miseliumnya cepat. Namun sebaliknya, kapang
akan memiliki laju pertumbuhan yang lambat ketika kondisi lingkungan tidak sesuai yang
disebabkan oleh terganggunya proses metabolisme di dalam tubuh.
Seperti diketahui bahwa laju pertumbuhan kapang relatif lebih lambat jika
dibandingkan dengan bakteri dan yeast (Waites et al., 2001). Namun demikian, kapang
memiliki kemampuan untuk merombak berbagai material dari yang sederhana hingga
kompleks.
2. Sumber nutrisi yang tersedia
Sumber nutrisi yang sesuai sangat dibutuhkan oleh kapang endofit untuk bisa
tumbuh secara optimal. Seperti halnya kapang pada umumnya, pemanfaatan nutrisi yang
terkandung di lingkungan sekitar dilakukan melalui mekanisme absorpsi karena kapang
tidak memiliki kemampuan untuk menghasilkan sumber nutrisi sendiri. Fakta ini
menjadikan pertimbangan khusus dalam menyusun komposisi media buatan. Waites et
al., (2001) menyatakan bahwa beberapa nutrisi media atau kondisi lingkungan tertentu
dapat mempengaruhi tidak hanya fisiologi dan biokimia, tetapi juga morfologi mikroba.
Dari tiga hasil isolasi yang memiliki jumlah tertinggi yaitu daun cocor bebek 1,
daun puring 1, dan batang puring 1, kesemuanya ditumbuhkan pada medium PDA. Hal
ini menunjukkan bahwa kandungan nutrisi dari media ini paling ideal untuk isolasi
kapang endofit. Hal ini seperti halnya dinyatakan oleh Simarmata et al (2007), bahwa
untuk mengisolasi kapang endofit dapat digunakan media PDA atau PDB.
A B C
D E F
G H I
J K L
M N
Gambar 4.1. Tahap isolasi kapang endofit dari beberapa sampel tanaman pada dua media cawan berbeda, yaitu media PDA (A. daun cocor bebek; C. daun nangka; E. daun puring; G. daun sirih hijau; I. batang nangka; K. batang puring; M. batang sirih hijau) dan media MEA (B. daun cocor bebek; D. daun nangka; F. daun puring; H. daun sirih hijau; J. batang nangka; L. batang puring; N. batang sirih hijau)
3. Bahan sterilisator yang digunakan
Sebelum proses isolasi kapang endofit dilakukan, terlebih dahulu dilakukan
mekanisme sterilisasi permukaan menggunakan alkohol 75% dan kaporit selama selang
waktu tertentu. Hal ini bertujuan untuk menghambat atau mematikan mikroba yang ada
dibagian permukaan dari masing-masing sampel, sehingga diharapkan nantinya yang
tumbuh di media pertumbuhan adalah benar-benar kapang endofit, bukan mikroba yang
menempel dipermukaan sampel.
Pembatasan waktu pada proses sterilisasi permukaan ditujukan untuk menghindari
adanya proses sterilisasi yang berlangsung secara berlebihan yang bisa menyebabkan
kematian jaringan tanaman sampel (browning) sehingga ikut mematikan pula kapang
endofit yang akan diisolasi. Hal inilah yang kemungkinan terjadi pada sampel daun
nangka 2, daun sirih hijau 1 dan 2, batang nangka 1, dan batang sirih hijau 1 sehingga
tidak ada pertumbuhan pada media pertumbuhan. Sterilisasi menggunakan sodium
hypocloride harus dilakukan dengan tepat, karena apabila perendaman dalam larutan ini
terlalu lama, maka akan menyebabkan kematian pada jaringan tanaman (Ma’rufah, 2008).
Alkohol 75% dan kaporit dengan nama dagang bayclin dalam sterilisasi
permukaan memiliki fungsi sebagai desinfektan. Hal ini sesuai dengan pernyataan
Muslim, (2010) bahwa alkohol 70% dan 95% serta sodium hypocloride berfungsi sebagai
desinfektan.
Setelah tahap isolasi kapang endofit selesai dilakukan, maka tahap selanjutnya adalah
pemurnian hasil isolasi menjadi kultur murni kapang endofit. Kultur murni ialah kultur yang
sel-sel mikrobanya berasal dari pembelahan satu sel tunggal (Pelczar dan Chan, 1986). Pada
praktikum ini telah dilakukan pemurnian menggunakan media agar miring PDA yang
kemudian diinkubasi selama 2x24 jam pada suhu ruang. Hasil pemurnian kapang endofit dari
beberapa sampel tanaman dapat dilihat pada Gambar 4.2.
Dari gambar di bawah terlihat bahwa tahap pemurnian tidak berlangsung lancar. Hal
ini terlihat dari beberapa hasil pemurnian yang masih menampakkan karakter morfologi yang
berbeda dalam satu media agar miring. Hal ini diduga masih ada lebih dari satu spesies
kapang endofit yang tumbuh di dalam satu media pertumbuhan.
Proses pemurnian kapang endofit hanya dilakukan satu kali saja sehingga
kemungkinan untuk mendapatkan kultur murni masih sangat kecil. Diperlukan adanya
pemurnian yang berulang-ulang untuk mendapatkan kultur murni yang diinginkan. Menurut
Waites et al., (2001), pemurnian dilakukan dengan menggunakan media yang selektif yang
sesuai bagi mikroba yang diinginkan.
Proses ketiga dari isolasi kapang endofit adalah identifikasi yang bisa dilakukan
dengan pengamatan morfologi kapang di bawah mikroskop. Proses ini dapat dilakukan
melalui dua metode yang berbeda yaitu metode pengamatan langsung dan metode
pengamatan secara tidak langsung.
Metode pengamatan langsung dilakukan dengan mengambil sedikit miselium kapang
dari stok kultur untuk diletakkan pada gelas objek dan diamati di bawah mikroskop. Metode
ini terlihat sederhana, namun pada kenyataannya tidak semudah itu. Diperlukan adanya
Gambar 4.2. Tahap pemurnian kapang endofit dari beberapa sampel tanaman pada media miring PDA (A. daun cocor bebek 1 [1.1]; B. daun cocor bebek 1 [1.2]; C. daun cocor bebek 2 [1.1]; D. daun nangka 1 [1.1]; E. daun puring 1 [1.2]; F. daun puring 2 [1.2]; G. batang puring 1 [1.1]; H. batang puring 1 [1.2]; I. batang puring 1 [1.3]; J. batang puring 2 [1.2])
G JIHF
CA B
D
E
keterampilan tertentu untuk mendapatkan hasil pengamatan yang baik, karena masalah yang
sering muncul dalam metode ini adalah adanya kesulitan untuk membuat preparat kapang
yang tipis dan tidak menumpuk sehingga jelas ketika diamati di bawah mikroskop.
Metode kedua yang dapat digunakan untuk mengidentifikasi kapang endofit adalah
dengan menumbuhkan kapang endofit pada media tertentu yang diletakkan di atas gelas objek
dalam cawan petri steril. Metode ini membutuhkan waktu beberapa hari, namun umumnya
bisa memberikan hasil yang lebih baik.
Pada praktikum kali ini telah dilakukan identifikasi kapang endofit menggunakan
metode langsung dan tidak langsung. Hasil pengamatan morfologi kapang endofit dapat
dilihat pada Gambar 4.3. di bawah ini.
E F
G A
B C
Dari beberapa gambar yang diperoleh, terlihat hanya ada sebagian kecil dari kapang
endofit yang dapat diamati morfologinya secara jelas, sedangkan untuk yang lainnya tidak
dapat diamati secara jelas. Dari hasil ini, maka hanya ada sedikit kapang endofit yang dapat
diidentifikasi minimal sampai tingkat genus.
Permasalahan yang timbul dalam tahap identifikasi adalah adanya kesulitan dalam
membuat slide preparat yang tipis dan tidak menumpuk. Selain itu, adanya bagian dari
organ/jaringan kapang endofit yang tidak utuh lagi sehingga menyulitkan ketika akan
digunakan untuk identifikasi. Faktor kualitas alat yang digunakan juga merupakan hal penting
yang patut untuk diperhitungkan.
D Gambar 4.3. Tahap identifikasi kapang endofit dari beberapa sampel tanaman. A. daun cocor bebek 1 [1.1]; B. daun cocor bebek 1 [1.2]; C. daun cocor bebek 2 [1.1]; D. daun nangka 1 [1.1]; E. batang puring 1 [1.1]; F. batang puring 1 [1.2]; G. batang puring 2 [1.2]
V. KESIMPULAN
Berdasarkan hasil praktikum dan pembahasan di atas, maka dapat diambil kesimpulan
sebagai berikut:
a) Kapang endofit hasil isolasi dari beberapa tanaman berkhasiat obat memiliki jenis yang
beragam
b) Keragaman kapang endofit hasil isolasi dari beberapa tanaman berkhasiat obat dapat
diidentifikasi menggunakan dua metode yang berbeda yaitu metode langsung dan metode
tidak langsung
DAFTAR REFERENSI
Anonim. Codiaeum variegatum BI. (On-Line). http://kambing.ui.ac.id/bebas/v12/artikel/ttg_tanaman_obat/depkes/buku1/1-078.pdf
Anonim. 2009. Pengobatan Alternatif dengan Tanaman Obat. (On-Line). UPT – Balai Informasi Teknologi LIPI.
Arunachalam, C.,and P. Gayathri. 2010. Studies on bioprospecting of endophytic bacteria from the medicinal plant of Andrographis panicula for their antimicrobial activity and antibiotic susceptibility pattern. International Journal of Current Pharmaceutical Research. 2(4): 63-68.
Bandara, W.M.M.S., G. Seneviratne, and S.A. Kulasooriya. 2006. Interaction among endophytic bacteria and fungi: effect and potentials. Journal of Bioscience. 31(5): 645-650.
Barata, R.W. 2009. Uji aktivitas antimikroba ekstrak etanol daun cocor bebek (Kalanchoe pinnata) terhadap bakteri Staphylococcus aureus ATCC 6538 dan Escherichia coli ATCC 11229 secara in vitro. Skripsi. Fakultas Kedokteran Universitas Muhammadiyah Surakarta (Tidak dipublikasikan)
Elevitch dan Harley, 2006. Artocarpus heterophyllus (jackfruit). (On-Line). Species profiles for Pacific Island Agroforestry. www.traditionaltree.org
http://www.sith.itb.ac.id/mgbm/KULIAH-4%20INTERAKSI%MIKROBA-TUMBUHAN.pdf (On-Line)
Ma’rufah, D. 2008. Laporan praktikum kultur jaringan. Laboratorium fisiologi tumbuhan dan bioteknologi Fakultas Pertanian UNS.
Muslim, A. 2010. Sterilisasi Eksplan (Bahan Tanam) Kultur Jaringan. (On-Line) http://mediakulturjaringan.blogspot.com/2010/08/sterilisasi-eksplan-bahan-tanam-kultur.html
Pelczar, M.J. dan E.C.S. Chan. 1986. Dasar-Dasar Mikrobiologi I. UI Press. Jakarta
Simarmata, R., Sylvia L., dan Harmastini S. 2007. Isolasi mikroba endofit dari tanaman sambung nyawa (Gynura procumbens) dan analisis potensinya sebagai antimikroba. Berkala Penelitian Hayati. 13: 85-90.
Strobel, G., and B. Daisy. 2003. Bioprospecting for microbial endophytes and their natural product. Microbiology and Molecular Biology Reviews. 67(4): 491-502.
Taghavi, S., C. Garafola, S. Monchy, L. Newman, A. Hoffman, N. Weyens, T. Barac, J. Vangronsveld, and D. van der Lelie. 2009. Genome survey and characterization of endophytic bacteria exhibiting a beneficial effect on growth and development of poplar trees. Applied and Enviromental Microbiology. 75(3): 748-757.
Waites, M.J., Neil, L.M., John, S.R., dan Gary H. 2001. Industrial Microbiology: an Introduction. Blackwell Science Ltd. London.
LAMPIRAN