fix penugasan sistem neurovaskuler.docx
TRANSCRIPT
PENUGASAN SISTEM NEUROVASKULER
ASUHAN KEPERAWATAN PADA PASIEN STROKE
NON HEMORAGIK
KELOMPOK IV
TRANSFER II.B
ANDI RISJAN MICHELLE ANDREA
AYU AGUSTIANI TALA’A NENI ANDRAYANI
DERI IRMANSYAH OKTIA NURVIANSYAH
FUAIDAH SALIMAH RUHWATUSIPIYYAH
IIS RISNASARI SRI SURANI
INNA ROTULUYYUN TUTY APRIYANTY
YARLIN MONTES
PROGRAM STUDI ILMU KEPERAWATAN
FAKULTAS ILMU KEPERAWATAN
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH JAKARTA
2014-2015
BAB I
KATA KUNCI
1. Kelemahan sejak jatuh 3 jam sebelum masuk rumah sakit 2. Lemas saat bangun dari tidur 3. Riwayat hipertensi saat 4 tahun yang lalu 4. Bicara pelo 5. Hemiparese sinistra 6. TTV : Tensi: 220/100 mmHg
PERTANYAAN PENTING
1. Apa yang menandakan kasus diatas stroke non hemoragic 2. Kenapa pada pemeriksaan TTV didapatkan data suhu 40ᴼC dan Tensi 220/100 mmHg
MENJAWAB PERTANYAAN
1. Stroke non hemoragic ditandai:
Terjadi pada saat istirahat, bangun dari tidur Ada keluhan tiba-tiba merasa lemas
2. Pasien sebelumnya ada riwayat hipertensi sejak 4 tahun yang lalu
ANALISA DATA
Data Subjektif:
Pasien mengatakan memiliki riwayat hipertensi sejak 4 tahun yang lalu Pasien mengatakan tiba-tiba lemas saat bangun dari tidur Pasien mengatakan mengalami kelemahan sejak jatuh 3 jam sebelum masuk rumah
sakit
Data Objektif:
Respon buka mata spontan dan respon motoric baik Bicara pelo Pupil isokor 3 mm Reflex patologis (+) Hemiparese sinistra Wajah tidak simetris Motorik mampu menahan dan melawan gravitasi TTV: TD: 220/100 mmHg, RR: 18 x/menit, Nadi: 98 x/menit, Suhu: 40ᴼC
Data Fokus:
Diagnosa Keperawatan:
1. Gangguan perfusi jaringan serebral b.d interupsi aliran darah ke otak 2. Gangguan mobilitas fisik b.d penurunan kekuatan otot3. Gangguan komunikasi verbal b.d kerusakan area bicara, penurunan fungsi saraf
kranial VII
No Data Masalah Etiologi
1. Ds:
Pasien mengatakan memiliki riwayat hipertensi sejak 4 tahun yang lalu
Pasien mengatakan tiba-tiba lemas saat bangun dari tidur
Pasien mengatakan mengalami kelemahan sejak jatuh 3 jam sebelum masuk rumah sakit
Do:
Respon buka mata spontan dan respon motoric baik
Bicara pelo Pupil isokor 3 mm Reflex patologis (+) Hemiparese sinistra Wajah tidak simetris Motorik mampu menahan dan
melawan gravitasi TTV: TD: 220/100 mmHg,
RR: 18 x/menit, Nadi: 98 x/menit, Suhu: 40ᴼC
Gangguan perfusi
jaringan serebral
interupsi aliran
darah ke otak
2. Ds:
Pasien mengatakan tiba-tiba lemas saat bangun dari tidur
Pasien mengatakan mengalami kelemahan sejak jatuh 3 jam sebelum masuk rumah sakit
Do:
Hemiparese sinistra
TTV: TD: 220/100 mmHg, RR: 18 x/menit, Nadi: 98 x/menit, Suhu: 40ᴼC
Gangguan mobilitas
fisik
penurunan kekuatan
otot
3. Ds: -
Do:
Bicara pelo Wajah tidak simetris
Gangguan komunikasi
verbal
kerusakan area
bicara, penuruna
fungsi saraf kranial
XII, penurunan
fungsi saraf kranial
VII
INTERVENSI
No Diagnosa Tujuan Intervensi
1. Gangguan perfusi jaringan
serebral b.d interupsi aliran
darah ke otak
Ds:
Pasien mengatakan memiliki riwayat hipertensi sejak 4 tahun yang lalu
Pasien mengatakan tiba-tiba lemas saat bangun dari tidur
Pasien mengatakan ngalami kelemahan sejak jatuh 3 jam sebelum masuk rumah sakit
Do:
Respon buka mata spontan dan respon motoric baik
Bicara pelo Pupil isokor 3 mm Reflex patologis (+) Hemiparese sinistra Wajah tidak simetris Motorik mampu
menahan dan melawan gravitasi
TTV: TD: 220/100 mmHg, RR: 18 x/menit, Nadi: 98 x/menit, Suhu: 40ᴼC
Setelah dilakukan
tindakan keperawatan
diharapkan suplai
aliran darah keotak
lancar dengan kriteria
hasil:
Berfungsinya
saraf dengan baik
Tanda-tanda vital
stabil
Monitorang neurologis
1. Monitor ukuran,
kesimetrisan, reaksi dan
bentuk pupil
2. Monitor tingkat kesadaran
klien
3. Monitir tanda-tanda vital
4. Monitor keluhan nyeri
kepala, mual, muntah
5. Monitor respon klien
terhadap pengobatan
6. Hindari aktivitas jika TIK
meningkat
7. Observasi kondisi fisik
klien
Terapi oksigen1. Pertahankan jalan nafas
tetap efektif
2. Berikan oksigen sesuai
intruksi
3. Beri penjelasan kepada
klien tentang pentingnya
pemberian oksigen
4. Observasi tanda-tanda
hipo-ventilasi
5. Monitor respon klien
terhadap pemberian
oksigen
6. Anjurkan klien untuk tetap
memakai oksigen selama
aktifitas dan tidur
2. Gangguan mobilitas fisik
b.d penurunan kekuatan otot
Ds:
Pasien mengatakan tiba-tiba lemas saat bangun dari tidur
Pasien mengatakan mengalami kelemahan sejak jatuh 3 jam sebelum masuk rumah sakit
Do:
Hemiparese sinistra
TTV: TD: 220/100 mmHg, RR: 18 x/menit, Nadi: 98 x/menit, Suhu: 40ᴼC
Setelah dilakukan
tindakan eperawatan,
diharapkan klien
dapat melakukan
pergerakan fisik
dengan kriteria hasil :
Tidak terjadi
kontraktur otot
dan footdrop
Pasien
berpartisipasi
dalam program
latihan
Pasien mencapai
keseimbangan
saat duduk
Pasien mampu menggunakan sisi tubuh yang tidak sakit untuk kompensasi hilangnya fungsi pada sisi yang parese/plegi
1. Ajarkan klien untuk
latihan rentang gerak
aktif pada sisi ekstrimitas
yang sehat
2. Ajarkan rentang gerak
pasif pada sisi ekstrimitas
yang parese / plegi dalam
toleransi nyeri
3. Topang ekstrimitas
dengan bantal untuk
mencegah atau
mangurangi bengkak
4. Ajarkan ambulasi sesuai
dengan tahapan dan
kemampuan klien
5. Motivasi klien untuk
melakukan latihan sendi
seperti yang disarankan
6. Libatkan keluarga untuk
membantu klien latihan
sendi
3. Gangguan komunikasi
verbal b.d kerusakan area
bicara, penurunan fungsi
saraf kranial XII, penurunan
fungsi saraf kranial VII
Ds: -
Do:
Bicara pelo
Setelah dilakukan
tindakan
keperawatan,
diharapkan klien
mampu untuk
berkomunikasi lagi
dengan kriteria hasil:
dapat menjawab
1. Libatkan keluarga untuk
membantu memahami /
memahamkan informasi
dari / ke klien
2. Dengarkan setiap ucapan
klien dengan penuh
perhatian
3. Gunakan kata-kata
Wajah tidak simetris pertanyaan yang
diajukan perawat
dapat mengerti
dan memahami
pesan-pesan
melalui gambar
dapat mengekspresikan perasaannya secara verbal maupun nonverbal
sederhana dan pendek
dalam komunikasi
dengan klien
4. Dorong klien untuk
mengulang kata-kata
5. Berikan arahan / perintah
yang sederhana setiap
interaksi dengan klien
6. Programkan speech-
language teraphy
7. Lakukan speech-language teraphy setiap interaksi dengan klien
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
STROKE NON HEMORAGIK / STROKE ISKEMIK
A. Definisi
Menurut WHO (World Health Organization) 2005 stroke adalah suatu gangguan
fungsional otak yang terjadi secara mendadak dengan tanda dan gejala klinik baik fokal
maupun global yang berlangsung lebih dari 24 jam, atau dapat langsung menimbulkan
kematian, dan semata-mata disebabkan gangguan peredaran darah otak non traumatik.
Stroke non hemoragik merupakan proses terjadinya iskemia akibat emboli dan
trombosis serebral biasanya terjadi setelah lama beristirahat, baru bangun tidur atau di
pagi hari dan tidak terjadi perdarahan. Namun terjadi iskemia yang menimbulkan
hipoksia dan selanjutnya dapat timbul edema sekunder (Arif Muttaqin. 2008).
Stroke non hemoragik sekitar 85%, yang terjadi akibat obstruksi atau bekuan di
satu atau lebih arteri besar pada sirkulasi serebrum. Obstruksi dapat disebabkan oleh
bekuan (trombus) yang terbentuk di dalam suatu pembuluh otak atau pembuluh atau
organ distal. Trombus yang terlepas dapat menjadi embolus (Anonim. 2004).
Stroke non hemoragik didefinisikan sebagai sekumpulan tanda klinik yang
berkembang oleh sebab vaskular. Gejala ini berlangsung 24 jam atau lebih pada
umumnya terjadi akibat berkurangnya aliran darah ke otak, yang menyebabkan cacat atau
kematian.
B. Etiologi
Pada tingkatan makroskopik, stroke non hemoragik paling sering disebabkan oleh
emboli ektrakranial atau trombosis intrakranial. Selain itu, stroke non hemoragik juga
dapat diakibatkan oleh penurunan aliran serebral. Pada tingkatan seluler, setiap proses
yang mengganggu aliran darah menuju otak menyebabkan timbulnya kaskade iskemik
yang berujung pada terjadinya kematian neuron dan infark serebri.
1. Emboli
Sumber embolisasi dapat terletak di arteria karotis atau vertebralis akan
tetapi dapat juga di jantung dan sistem vaskuler sistemik.
a) Embolisasi kardiogenik dapat terjadi pada:
Penyakit jantung dengan “shunt” yang menghubungkan bagian
kanan dengan bagian kiri atrium atau ventrikel;
Penyakit jantung rheumatoid akut atau menahun yang
meninggalkan gangguan pada katup mitralis;
Fibralisi atrium;
Infark kordis akut;
Embolus yang berasal dari vena pulmonalis
Kadang-kadang pada kardiomiopati, fibrosis endrokardial, jantung
miksomatosus sistemik;
b) Embolisasi akibat gangguan sistemik dapat terjadi sebagai:
Embolia septik, misalnya dari abses paru atau bronkiektasis.
Metastasis neoplasma yang sudah tiba di paru.
Embolisasi lemak dan udara atau gas N (seperti penyakit
“caisson”).
Emboli dapat berasal dari jantung, arteri ekstrakranial, ataupun dari right-
sided circulation (emboli paradoksikal). Penyebab terjadinya emboli kardiogenik
adalah trombi valvular seperti pada mitral stenosis, endokarditis, katup buatan),
trombi mural (seperti infark miokard, atrial fibrilasi, kardiomiopati, gagal jantung
kongestif) dan atrial miksoma. Sebanyak 2-3% stroke emboli diakibatkan oleh
infark miokard dan 85% di antaranya terjadi pada bulan pertama setelah terjadinya
infark miokard.
2. Trombosis
Stroke trombotik dapat dibagi menjadi stroke pada pembuluh darah besar
(termasuk sistem arteri karotis) dan pembuluh darah kecil (termasuk sirkulus
Willisi dan sirkulus posterior). Tempat terjadinya trombosis yang paling sering
adalah titik percabangan arteri serebral utamanya pada daerah distribusi dari arteri
karotis interna. Adanya stenosis arteri dapat menyebabkan terjadinya turbulensi
aliran darah (sehingga meningkatkan resiko pembentukan trombus aterosklerosis
(ulserasi plak), dan perlengketan platelet. Penyebab lain terjadinya trombosis
adalah polisetemia, anemia sickle sel, displasia fibromuskular dari arteri serebral,
dan vasokonstriksi yang berkepanjangan akibat gangguan migren. Setiap proses
yang menyebabkan diseksi arteri serebral juga dapat menyebabkan terjadinya
stroke trombotik (contohnya trauma, diseksi aorta thorasik, arteritis) (Diunduh
pada, Sep 2015 dalam http://emedicine.medscape.com/article/793904-overview).
C. Faktor Resiko
Pemeriksaan faktor resiko dengan cermat dapat memudahkan seorang dokter
untuk menemukan penyebab terjadinya stroke. Terdapat beberapa faktor resiko stroke
non hemoragik, yakni:
1. Usia lanjut (resiko meningkat setiap pertambahan dekade)
2. Hipertensi
3. Merokok
4. Penyakit jantung (penyakit jantung koroner, hipertrofi ventrikel kiri, dan fibrilasi
atrium kiri)
5. Hiperkolesterolemia
6. Riwayat mengalami penyakit serebrovaskuler
Resiko stroke juga meningkat pada kondisi di mana terjadi peningkatan viskositas
darah dan penggunaan kontrasepsi oral pada pasien dengan resiko tinggi mengalami
stroke non hemoragik(Feigin, Valery. 2006).
D. Klasifikasi
Stroke iskemik dapat dijumpai dalam 4 bentuk klinis:
1. Serangan Iskemia Sepintas/Transient Ischemic Attack (TIA)
Pada bentuk ini gejalah neurologik yang timbul akibat gangguan peredaran darah
di otak akan menghilang dalam waktu 24 jam.
2. Defisit Neurologik Iskemia Sepintas/Reversible Ischemic Neurological Deficit
(RIND).
Gejala neurologik yang timbul akan menghilang dalam waktu lebih dari 24 jam,
tapi tidak lebih dari seminggu.
3. Stroke progresif (Progressive Stroke/Stroke in evolution)
Gejala neurologik makin lama makin berat.
4. Stroke komplet (Completed Stroke/Permanent Stroke)
Gejala klinis sudah menetap. Kasus completed stroke ini ialah hemiplegi dimana
sudah memperlihatkan sesisi yang sudah tidak ada progresi lagi. Dalam hal ini,
kesadaran tidak terganggu
Berdasarkan subtipe penyebab :
a. Stroke lakunar
Terjadi karena penyakit pembuluh halus hipersensitif dan menyebabkan sindrom
stroke yang biasanya muncul dalam beberapa jam atau kadang-kadang lebih lama.
Infark lakunar merupakan infark yang terjadi setelah oklusi aterotrombotik salah
satu dari cabang-cabang penetrans sirkulus Willisi, arteria serebri media, atau
arteri vertebralis dan basilaris. Trombosis yang terjadi di dalam pembuluh-
pembuluh ini menyebabkan daerah-daerah infark yang kecil, lunak, dan disebut
lacuna. Gejala-gejala yang mungkin sangat berat, bergantung pada kedalaman
pembuluh yang terkena menembus jaringan sebelum mengalami trombosis.
b. Stroke trombotik pembuluh besar
Sebagian besar dari stroke ini terjadi saat tidur, saat pasien relative mengalami
dehidrasi dan dinamika sirkulasi menurun. Gejala dan tanda akibat stroke iskemik
ini bergantung pada lokasi sumbatan dan tingkat aliran kolateral di jaringan yang
terkena. Stroke ini sering berkaitan dengan lesi aterosklerotik.
c. Stroke embolik
Asal stroke embolik dapat dari suatu arteri distal atau jantung. Stroke yang terjadi
akibat embolus biasanya menimbulkan defisit neurologik mendadak dengan efek
maksimum sejak awitan penyakit. Biasanya serangan terjadi saat pasien
beraktivitas. Pasien dengan stroke kardioembolik memiliki risiko besar menderita
stroke hemoragik di kemudian hari.
d. Stroke kriptogenik
Biasanya berupa oklusi mendadak pembuluh intrakranium besar tanpa penyebab
yang jelas walaupun telah dilakukan pemeriksaan diagnostik dan evaluasi klinis
yang ekstensif(Anonim. 2004).
E. Manifestasi Klinis
Gejala neurologik yang timbul akibat gangguan peredaran darah di otak
bergantung pada berat ringannya gangguan pembuluh darah dan lokalisasinya. Sebagian
besar kasus terjadi secara mendadak, sangat cepat, dan menyebabkan kerusakan otak
dalam beberapa menit.
Gejala utama stroke iskemik akibat trombosis serebri ialah timbulnya defisit
neurologik secara mendadak/subakut, terjadi pada waktu istirahat atau bangun pagi dan
kesadaran biasanya tidak menurun. Biasanya terjadi pada usia lebih dari 50 tahun.
Sedangkan stroke iskemik akibat emboli serebri didapatkan pada usia lebih muda, terjadi
mendadak dan pada waktu beraktifitas. Kesadaran dapat menurun bila emboli cukup
besar (Anonim. 2010).
Vaskularisasi otak dihubungkan oleh 2 sistem yaitu sistem karotis dan sistem
vertebrobasilaris. Gangguan pada salah satu atau kedua sistem tersebut akan memberikan
gejala klinis tertentu(Anonim. 2005).
a. Gangguan pada sistem karotis
Pada cabangnya yang menuju otak bagian tengah (a.serebri media) dapat terjadi
gejala :
1) Gangguan rasa di daerah muka dan sesisi atau disertai gangguan rasa di lengan
dan tungkai sesisi.
2) Gangguan gerak dan kelumpuhan dari tingkat ringan sampai total pada lengan dan
tungkai sesisi (hemiparesis/hemiplegi)
3) Gangguan untuk berbicara baik berupa sulit mengeluarkan kata-kata atau sulit
mengerti pembicaraan orang lain, ataupun keduanya (afasia)
4) Gangguan pengelihatan dapat berupa kebutaan satu sisi, atau separuh lapangan
pandang (hemianopsia)
5) Mata selalu melirik ke satu sisi
6) Kesadaran menurun
7) Tidak mengenal orang-orang yang sebelumnya dikenalnya
Pada cabangnya yang menuju otak bagian depan (a.serebri anterior) dapat terjadi
gejala:
1) Kelumpuhan salah satu tungkai dan gangguan saraf perasa
2) Ngompol (inkontinensia urin)
3) Penurunan kesadaran
4) Gangguan mengungkapkan maksud
Pada cabangnya yang menuju otak bagian belakang (a.serebri posterior), dapat
memberikan gejala :
1) Kebutaan seluruh lapangan pandang satu sisi atau separuh lapangan pandang pada
satu sisi atau separuh lapangan pandang pada kedua mata. Bila bilateral disebut
cortical blindness.
2) Rasa nyeri spontan atau hilangnya persepsi nyeri dan getar pada separuh sisi
tubuh.
3) Kesulitan memahami barang yang dilihat, namun dapat mengerti jika meraba atau
mendengar suaranya.
b. Gangguan pada sistem vertebrobasilaris
Gangguan pada sistem vertebrobasilaris dapat menyebabkan gangguan
penglihatan, pandangan kabur atau buta bila gangguan pada lobus oksipital, gangguan
nervus kranialis bila mengenai batang otak, gangguan motorik, gangguan koordinasi,
drop attack, gangguan sensorik dan gangguan kesadaran.
Selain itu juga dapat menyebabkan :
Gangguan gerak bola mata, hingga terjadi diplopia, sehingga jalan sempoyongan
Kehilangan keseimbangan
Vertigo
Nistagmus.
Bila lesi di kortikal, akan terjadi gejala klinik seperti afasia, gangguan sensorik
kortikal, muka dan lengan lebih lumpuh, deviasi mata, hemiparese yang disertai kejang.
Bila lesi di subkortikal, akan timbul tanda seperti; muka, lengan dan tungkai sama berat
lumpuhnya, distonic posture, gangguan sensoris nyeri dan raba pada muka lengan dan
tungkai (tampak pada lesi di talamus). Bila disertai hemiplegi, ini berarti terdapat lesi
pada kapsula interna.
Bila lesi di batang otak, gambaran klinis berupa hemiplegi alternans, tanda-tanda
serebelar, nistagmus, dan gangguan pendengaran. Selain itu juga dapat terjadi gangguan
sensoris, disartri, gangguan menelan, dan deviasi lidah (Anonim. 2010).
F. Patofisiologis
Banyak faktor yang menyebabkan terjadinya stroke iskemik, salah satunya adalah
aterosklerosis, dengan mekanisme thrombosis yang menyumbat arteri besar dan arteri
kecil, dan juga melalui mekanisme emboli. Pada stroke iskemik, penyumbatan bisa terjadi
di sepanjang jalur arteri yang menuju ke otak. Aterosklerosis dapat menimbulkan
bermacam-macam manifestasi klinik dengan cara:
1. Menyempitkan lumen pembuluh darah dan mengakibatkan insufisiensi aliran
darah.
2. Oklusi mendadak pembuluh darah karena terjadinya trombus atau perdarahan
aterom.
3. Merupakan terbentuknya trombus yang kemudian terlepas sebagai emboli
Menyebabkan dinding pembuluh menjadi lemah dan terjadi aneurisma yang
kemudian dapat robek.
Suatu penyumbatan total dari aliran darah pada sebagian otak akan menyebabkan
hilangnya fungsi neuron yang bersangkutan pada saat itu juga. Bila anoksia ini berlanjut
sampai 5 menit maka sel tersebut dengan sel penyangganya yaitu sel glia akan mengalami
kerusakan ireversibel sampai nekrosis beberapa jam kemudian yang diikuti perubahan
permeabilitas vaskular disekitarnya dan masuknya cairan serta sel-sel radang.
Di sekitar daerah iskemi timbul edem glia, akibat berlebihannya H+ dari asidosis
laktat. K+ dari neuron yang rusak diserap oleh sel glia disertai rentensi air yang timbul
dalam empat hari pertama sesudah stroke. Edem ini menyebabkan daerah sekitar nekrosis
mengalami gangguan perfusi dan timbul iskemi ringan tetapi jaringan otak masih hidup.
Daerah ini adalah iskemik penumbra. Bila terjadi stroke, maka di suatu daerah tertentu
dari otak akan terjadi kerusakan (baik karena infark maupun perdarahan). Neuron-neuron
di daerah tersebut tentu akan mati, dan neuron yang rusak ini akan mengeluarkan
Pembuluh darah
Trombus/embolus karena plak ateromatosa, fragmen, lemak, udara, bekuan darah
Oklusi
Perfusi jaringan cerebral ↓
Iskemia
Hipoksia
Metabolisme anaerob Aktivitas elektrolit terganggu Nekrotik jaringan otak
Asam laktat ↑ Na & K pump gagal Infark
Na & K influk
Retensi cairan
Oedem serebral
Gg.kesadaran, kejang fokal, hemiplegia, defek medan penglihatan, afasia
glutamat, yang selanjutnya akan membanjiri sel-sel disekitarnya. Glutamat ini akan
menempel pada membran sel neuron di sekitar daerah primer yang terserang. Glutamat
akan merusak membran sel neuron dan membuka kanal kalsium (calcium channels).
Kemudian terjadilah influks kalsium yang mengakibatkan kematian sel. Sebelumnya, sel
yang mati ini akan mengeluarkan glutamat, yang selanjutnya akan membanjiri lagi
neuron-neuron disekitarnya. Terjadilah lingkaran setan. Neuron-neuron yang rusak juga
akan melepaskan radikal bebas, yaitu charged oxygen molecules (seperti nitric acida atau
NO), yang akan merombak molekul lemak didalam membran sel, sehingga membran sel
akan bocor dan terjadilah influks kalsium. Stroke iskemik menyebabkan berkurangnya
aliran darah ke otak yang menyebabkan kematian sel.
G. Diagnosis
1. Gambaran Klinis
a) Anamnesis
Stroke harus dipertimbangkan pada setiap pasien yang mengalami defisit
neurologi akut (baik fokal maupun global) atau penurunan tingkat kesadaran.
Tidak terdapat tanda atau gejala yang dapat membedakan stroke hemoragik dan
non hemoragik meskipun gejala seperti mual muntah, sakit kepala dan perubahan
tingkat kesadaran lebih sering terjadi pada stroke hemoragik. Beberapa gejala
umum yang terjadi pada stroke meliputi hemiparese, monoparese, atau
qudriparese, hilangnya penglihatan monokuler atau binokuler, diplopia, disartria,
ataksia, vertigo, afasia, atau penurunan kesadaran tiba-tiba. Meskipun gejala-
gejala tersebut dapat muncul sendiri namun umumnya muncul secara bersamaan.
Penentuan waktu terjadinya gejala-gejala tersebut juga penting untuk menentukan
perlu tidaknya pemberian terapi trombolitik. Beberapa faktor dapat mengganggu
dalam mencari gejala atau onset stroke seperti:
Stroke terjadi saat pasien sedang tertidur sehingga kelainan tidak didapatkan
hingga pasien bangun (wake up stroke).
Stroke mengakibatkan seseorang sangat tidak mampu untuk mencari
pertolongan.
Penderita atau penolong tidak mengetahui gejala-gejala stroke.
Terdapat beberapa kelainan yang gejalanya menyerupai stroke seperti kejang,
infeksi sistemik, tumor serebral, subdural hematom, ensefalitis, dan
hiponatremia.
b) Pemeriksaan Fisik
Tujuan pemeriksaan fisik adalah untuk mendeteksi penyebab stroke
ekstrakranial, memisahkan stroke dengan kelainan lain yang menyerupai stroke,
dan menentukan beratnya defisit neurologi yang dialami. Pemeriksaan fisik harus
mencakup pemeriksaaan kepala dan leher untuk mencari tanda trauma, infeksi,
dan iritasi menings. Pemeriksaan juga dilakukan untuk mencari faktor resiko
stroke seperti obesitas, hipertensi, kelainan jantung, dan lain-lain.
c) Pemeriksaan Neurologi
Tujuan pemeriksaan neurologi adalah untuk mengidentifikasi gejala
stroke, memisahkan stroke dengan kelainan lain yang memiliki gejala seperti
stroke, dan menyediakan informasi neurologi untuk mengetahui keberhasilan
terapi. Komponen penting dalam pemeriksaan neurologi mencakup pemeriksaan
status mental dan tingkat kesadaran, pemeriksaan nervus kranial, fungsi motorik
dan sensorik, fungsi serebral, gait, dan refleks tendon profunda. Tengkorak dan
tulang belakang pun harus diperiksa dan tanda-tanda meningimus pun harus
dicari. Adanya kelemahan otot wajah pada stroke harus dibedakan dengan Bell’s
palsy di mana pada Bell’s palsy biasanya ditemukan pasien yang tidak mampu
mengangkat alis atau mengerutkan dahinya.
Gejala-gejala neurologi yang timbul biasanya bergantung pada arteri yang
tersumbat:
Sirkulasi terganggu Sensomotorik Gejala klinis lain
Sindrom Sirkulasi Anterior
A.Serebri media (total) Hemiplegia kontralateral
(lengan lebih berat dari
tungkai) hemihipestesia
kontralateral.
Afasia global (hemisfer dominan),
Hemi-neglect (hemisfer non-
dominan), agnosia, defisit
visuospasial, apraksia, disfagia
A.Serebri media (bagian
atas)
Hemiplegia kontralateral
(lengan lebih berat dari
tungkai) hemihipestesia
kontralateral.
Afasia motorik (hemisfer
dominan), Hemi-negelect
(hemisfer non-dominan),
hemianopsia, disfagia
A.Serebri media (bagian
bawah)
Tidak ada gangguan Afasia sensorik (hemisfer
dominan), afasia afektif (hemisfer
non-dominan), kontruksional
apraksia
A.Serebri media dalam Hemiparese kontralateral,
tidak ada gangguan sensoris
atau ringan sekali
Afasia sensoris transkortikal
(hemisfer dominan), visual dan
sensoris neglect sementara
(hemisfer non-dominan)
A.Serebri anterior Hemiplegia kontralateral
(tungkai lebih berat dari
lengan) hemiestesia
kontralateral (umumnya
ringan)
Afasia transkortikal (hemisfer
dominan), apraksia (hemisfer non-
dominan), perubahan perilaku dan
personalitas, inkontinensia urin dan
alvi
Sindrom Sirkulasi Posterior
A.Basilaris (total) Kuadriplegia, sensoris
umumnya normal
Gangguan kesadaran samapi ke
sindrom lock-in, gangguan saraf
cranial yang menyebabkan
diplopia, disartria, disfagia,
disfonia, gangguan emosi
A.Serebri posterior Hemiplegia sementara,
berganti dengan pola gerak
chorea pada tangan,
hipestesia atau anestesia
terutama pada tangan
Gangguan lapang pandang bagian
sentral, prosopagnosia, aleksia
Pembuluh Darah Kecil
Lacunar infark Gangguan motorik murni,
gangguan sensorik murni,
hemiparesis ataksik, sindrom
clumsy hand
2. Gambaran Laboratorium
Pemeriksaan darah rutin diperlukan sebagai dasar pembelajaran dan mungkin
pula menunjukkan faktor resiko stroke seperti polisitemia, trombositosis,
trombositopenia, dan leukemia). Pemeriksaan ini pun dapat menunjukkan
kemungkinan penyakit yang sedang diderita saat ini seperti anemia.
Pemeriksaan kimia darah dilakukan untuk mengeliminasi kelainan yang
memiliki gejala seperti stoke (hipoglikemia, hiponatremia) atau dapat pula
menunjukka penyakit yang diderita pasien saat ini (diabetes, gangguan ginjal).
Pemeriksaan koagulasi dapat menunjukkan kemungkinan koagulopati pada pasien.
Selain itu, pemeriksaan ini juga berguna jika digunakan terapi trombolitik dan
antikoagulan. Biomarker jantung juga penting karena eratnya hubungan antara stroke
dengan penyakit jantung koroner. Penelitian lain juga mengindikasikan adanya
hubungan anatara peningkatan enzim jantung dengan hasil yang buruk dari stroke
(Feigin, Valery. 2006).
3. Gambaran Radiologi
a) CT scan kepala non kontras
Modalitas ini baik digunakan untuk membedakan stroke hemoragik dan stroke
non hemoragik secara tepat kerena pasien stroke non hemoragik memerlukan
pemberian trombolitik sesegera mungkin. Selain itu, pemeriksaan ini juga berguna
untuk menentukan distribusi anatomi dari stroke dan mengeliminasi kemungkinan
adanya kelainan lain yang gejalahnya mirip dengan stroke (hematoma, neoplasma,
abses)
Adanya perubahan hasil CT scan pada infark serebri akut harus dipahami.
Setelah 6-12 jam setelah stroke terbentuk daerah hipodense regional yang
menandakan terjadinya edema di otak. Jika setelah 3 jam terdapat daerah hipodense
yang luas di otak maka diperlukan pertimbangan ulang mengenai waktu terjadinya
stroke. Tanda lain terjadinya stroke non hemoragik adalah adanya insular ribbon sign,
hiperdense MCA (oklusi MCA), asimetris sulkus, dan hilangnya perberdaan gray-
white matter.
CT perfusion merupakan modalitas baru yang berguna untuk mengidentifikasi
daerah awal terjadinya iskemik. Dengan melanjutkan pemeriksaan scan setelah
kontras, perfusi dari region otak dapat diukur. Adanya hipoatenuasi menunjukkan
terjadinya iskemik di daerah tersebut.
Pemeriksaan CT scan non kontras dapat dilanjutkan dengan CT angiografi
(CTA). Pemeriksaan ini dapat mengidentifikasi defek pengisian arteri serebral yang
menunjukkan lesi spesifik dari pembuluh darah penyebab stroke. Selain itu, CTA juga
dapat memperkirakan jumlah perfusi karena daerah yang mengalami hipoperfusi
memberikan gambaran hipodense(Feigin, Valery. 2006).
b) MR angiografi (MRA)
MRA juga terbukti dapat mengidentifikasi lesi vaskuler dan oklusi lebih awal
pada stroke akut. Sayangnya, pemerikasaan ini dan pemeriksaan MRI lainnya
memerlukan biaya yang tidak sedikit serta waktu pemeriksaan yang agak panjang.
Protokol MRI memiliki banyak kegunaan untuk pada stroke akut.
c) USG, ECG, EKG, Chest X-Ray
Untuk evaluasi lebih lanjut dapat digunakan USG. Jika dicurigai stenosis
atau oklusi arteri karotis maka dapat dilakukan pemeriksaan dupleks karotis. USG
transkranial dopler berguna untuk mengevaluasi anatomi vaskuler proksimal lebih
lanjut termasuk di antaranya MCA, arteri karotis intrakranial, dan arteri
vertebrobasiler. Pemeriksaan ECG (ekhokardiografi) dilakukan pada semua pasien
dengan stroke non hemoragik yang dicurigai mengalami emboli kardiogenik.
Transesofageal ECG diperlukan untuk mendeteksi diseksi aorta thorasik. Selain
itu, modalitas ini juga lebih akurat untuk mengidentifikasi trombi pada atrium kiri.
Modalitas lain yang juga berguna untuk mendeteksi kelainan jantung adalah EKG
dan foto thoraks(Feigin, Valery. 2006).
H. Penatalaksanaan
Terapi pada stroke iskemik dibedakan menjadi fase akut dan pasca fase akut:
1. Fase Akut (hari ke 0 – 14 sesudah onset penyakit)
Sasaran pengobatan pada fase ini adalah menyelamatkan neuron yang menderita
jangan sampai mati dan agar proses patologik lainnya yang menyertai tidak
mengganggu/mengancam fungsi otak. tindakan dan obat yang diberikan haruslah
menjamin perfusi darah ke otak tetap cukup, tidak justru berkurang. Karena itu
dipelihara fungsi optimal:
Respirasi : jalan napas harus bersih dan longgar
Jantung : harus berfungsi baik, bila perlu pantau EKG
Tekanan darah : dipertahankan pada tingkat optimal, dipantau jangan
sampai menurunkan perfusi otak
Gula darah : kadar gula yang tinggi pada fase akut tidak boleh
diturunkan secara drastis, terutama bila pasien memiliki diabetes mellitus
kronis
Balans cairan : bila pasien dalam keadaan gawat atau koma balans
cairan, elektrolit, dan asam basa darah harus dipantau (Aliah A, Kuswara
FF dkk. 2005).
Penggunaan obat untuk memulihkan aliran darah dan metabolisme otak yang
menderita di daerah iskemi (ischemic penumbra) masih menimbulkan perbedaan
pendapat. Obat-obatan yang sering dipakai untuk mengatasi stroke iskemik akut:
a) Mengembalikan reperfusi otak
1. Terapi Trombolitik
Tissue plaminogen activator (recombinant t-PA) yang diberikan
secara intravena akan mengubah plasminogen menjadi plasmin yaitu
enzim proteolitik yang mampu menghidrolisa fibrin, fibrinogen dan
protein pembekuan lainnya. Pada penelitian NINDS (National Institute of
Neurological Disorders and Stroke) di Amerika Serikat, rt-PA diberikan
dalam waktu tida lebih dari 3 jam setelah onset stroke, dalam dosis 0,9
mg/kg (maksimal 90 mg) dan 10% dari dosis tersebut diberikan secara
bolus IV sedang sisanya diberikan dalam tempo 1 jam. Tiga bulan setelah
pemberian rt-PA didapati pasien tidak mengalami cacat atau hanya
minimal. Efek samping dari rt-PA ini adalah perdarahan intraserebral,
yang diperkirakan sekitar 6%. Penggunaan rt-PA di Amerika Serikat telah
mendapat pengakuan FDA pada tahun 1996.
2. Antikoagulan
Warfarin dan heparin sering digunakan pada TIA dan stroke yang
mengancam. Suatu fakta yang jelas adalah antikoagulan tidak banyak
artinya bilamana stroke telah terjadi, baik apakah stroke itu berupa infark
lakuner atau infark massif dengan hemiplegia. Keadaan yang memerlukan
penggunaan heparin adalah trombosis arteri basilaris, trombosis arteri
karotis dan infark serebral akibat kardioemboli. Pada keadaan yang
terakhir ini perlu diwaspadai terjadinya perdarahan intraserebral karena
pemberian heparin tersebut.
3. Antiplatelet (Antiaggregasi Trombosit)
Aspirin
Obat ini menghambat sklooksigenase, dengan cara menurunkan
sintesis atau mengurangi lepasnya senyawa yang mendorong adhesi seperti
thromboxane A2. Aspirin merupakan obat pilihan untuk pencegahan
stroke. Dosis yang dipakai bermacam-macam, mulai dari 50 mg/hari, 80
mg/hari samapi 1.300 mg/hari. Obat ini sering dikombinasikan dengan
dipiridamol. Aspirin harus diminum terus, kecuali bila terjadi reaksi yang
merugikan. Konsentrasi puncak tercapai 2 jam sesudah diminum. Cepat
diabsorpsi, konsentrasi di otak rendah. Hidrolise ke asam salisilat terjadi
cepat, tetapi tetap aktif. Ikatan protein plasma: 50-80%. Waktu paro (half
time) plasma: 4 jam. Metabolisme secara konjugasi (dengan glucuronic
acid dan glycine). Ekskresi lewat urine, tergantung pH.Sekitar 85% dari
obat yang diberikan dibuang lewat urin pada suasana alkalis. Reaksi yang
merugikan: nyeri epigastrik, muntah, perdarahan, hipoprotrombinemia dan
diduga: sindrom Reye.
Tiklopidin (ticlopidine) dan klopidogrel (clopidogrel)
Pasien yang tidak tahan aspirin atau gagal dengan terapi aspirin, dapat
menggunakan tiklopidin atau clopidogrel. Obat ini bereaksi dengan
mencegah aktivasi platelet, agregasi, dan melepaskan granul platelet,
mengganggu fungsi membran platelet dengan penghambatan ikatan
fibrinogen-platelet yang diperantarai oleh ADP dan antraksi platelet-
platelet. Berdasarkan sejumlah 7 studi terapi tiklopidin, disimpulkan
bahwa efikasi tiklopidin lebih baik daripada plasebo, aspirin maupun
indofen dalam mencegah serangan ulang stroke iskemik. Efek samping
tiklopidin adalah diare (12,5 persen) dan netropenia (2,4 persen). Bila
obat dihentikan akan reversibel. Pantau jumlah sel darah putih tiap 15
hari selama 3 bulan. Komplikasi yang lebih serius, tetapi jarang, adalah
purpura trombositopenia trombotik dan anemia aplastik (Wibowo,
Samekto dkk. Hal: 53-73).
b) Anti-oedema otak
Untuk anti-oedema otak dapat diberikan gliserol 10% per infuse
1gr/kgBB/hari selama 6 jam atau dapat diganti dengan manitol 10%.
c) Neuroprotektif
Terapi neuroprotektif diharapkan meningkatkan ketahanan neuron
yang iskemik dan sel-sel glia di sekitar inti iskemik denganmemperbaiki
fungsi sel yang terganggu akibat oklusi dan reperfusi.
2. Fase Pasca Akut
Setelah fase akut berlalu, sasarn pengobatan dititiberatkan pada tindakan
rehabilitasi penderita, dan pencegahan terulangnya stroke.1
Rehabilitasi
Stroke merupakan penyebab utama kecacatan pada usia di atas 45 tahun, maka
yang paing penting pada masa ini adalah upaya membatasi sejauh mungkin
kecacatan penderita, fisik dan mental, dengan fisioterapi, terapi wicara, dan
psikoterapi.
Terapi preventif
Tujuannya untuk mencegah terulangnya atau timbulnya serangan baru sroke,
dengan jalan antara lain mengobati dan menghindari faktor-faktor resiko
stroke seperti:
Pengobatan hipertensi
Mengobati diabetes mellitus
Menghindari rokok, obesitas, stress, dll
Berolahraga teratur
(Aliah A, Kuswara FF dkk. 2005).
I. Asuhan Keperawatan
I. Pengkajian
1. Identitas klien
Meliputi nama, umur (kebanyakan terjadi pada usia tua), jenis kelamin,
pendidikan, alamat, pekerjaan, agama, suku bangsa, tanggal dan jam MRS,
nomor register, diagnose medis.
2. Keluhan utama
Biasanya didapatkan kelemahan anggota gerak sebelah badan, bicara pelo, dan
tidak dapat berkomunikasi.
3. Riwayat penyakit sekarang
Serangan stroke seringkali berlangsung sangat mendadak, pada saat klien
sedang melakukan aktivitas. Biasanya terjadi nyeri kepala, mual, muntah
bahkan kejang sampai tidak sadar, disamping gejala kelumpuhan separoh
badan atau gangguan fungsi otak yang lain.
4. Riwayat penyakit dahulu
Adanya riwayat hipertensi, diabetes militus, penyakit jantung, anemia, riwayat
trauma kepala, kontrasepsi oral yang lama, penggunaan obat-obat anti
koagulan, aspirin, vasodilator, obat-obat adiktif, kegemukan.
5. Riwayat penyakit keluarga
Biasanya ada riwayat keluarga yang menderita hipertensi ataupun diabetes
militus.
6. Pengkajian Fokus:
Aktivitas/istirahat:Klien akan mengalami kesulitan aktivitas akibat kelemahan,
hilangnya rasa, paralisis, hemiplegi, mudah lelah, dan susah tidur.
Sirkulasi : Adanya riwayat penyakit jantung, katup jantung, disritmia, CHF,
polisitemia. Dan hipertensi arterial.
Integritas Ego : Emosi labil, respon yang tak tepat, mudah marah, kesulitan
untuk mengekspresikan diri.
Eliminasi : Perubahan kebiasaan Bab. dan Bak. Misalnya inkoontinentia urine,
anuria, distensi kandung kemih, distensi abdomen, suara usus menghilang.
Makanan/caitan :Nausea, vomiting, daya sensori hilang, di lidah, pipi,
tenggorokan, dysfagia
Neuro Sensori : Pusing, sinkope, sakit kepala, perdarahan sub arachnoid, dan
intrakranial. Kelemahan dengan berbagai tingkatan, gangguan penglihatan,
kabur, dyspalopia, lapang pandang menyempit. Hilangnya daya sensori pada
bagian yang berlawanan dibagian ekstremitas dan kadang-kadang pada sisi
yang sama di muka.
Nyaman/nyeri: Sakit kepala, perubahan tingkah laku kelemahan, tegang pada
otak/muka.
Respirasi : Ketidakmampuan menelan, batuk, melindungi jalan nafas. Suara
nafas, whezing, ronchi.
Keamanan: Sensorik motorik menurun atau hilang mudah terjadi injury.
Perubahan persepsi dan orientasi Tidak mampu menelan sampai
ketidakmampuan mengatur kebutuhan nutrisi. Tidak mampu mengambil
keputusan.
Interaksi social : Gangguan dalam bicara, Ketidakmampuan berkomunikasi.
II. Diagnosa Keperawatan
1. Ketidakefektifan Perfusi jaringan serebral berhubungan dengan aliran darah ke
otak terhambat
2. Kerusakan komunikasi verbal berhubungan dengan penurunan sirkulasi ke
otak
3. Defisit perawatan diri: makan, mandi, berpakaian, toileting berhubungan
kerusakan neurovaskuler
4. Kerusakan mobilitas fisik berhubungan dengan kerusakan neurovaskuler
III. Rencana Keperawatan
No Diagnosa
Keperawatan
Tujuan Intervensi
1. Ketidakefektifan
Perfusi jaringan
serebral b.d aliran
darah ke otak
terhambat.
Setelah dilakukan tindakan
keperawatan diharapkan suplai
aliran darah keotak lancar
dengan kriteria hasil:
- Nyeri kepala / vertigo
berkurang sampai de-ngan
hilang
- Berfungsinya saraf
dengan baik
- Tanda-tanda vital stabil
Monitorang neurologis
1. Monitor ukuran, kesimetrisan, reaksi
dan bentuk pupil
2. Monitor tingkat kesadaran klien
3. Monitir tanda-tanda vital
4. Monitor keluhan nyeri kepala, mual,
muntah
5. Monitor respon klien terhadap
pengobatan
6. Hindari aktivitas jika TIK meningkat
7. Observasi kondisi fisik klien
Terapi oksigen
1. Bersihkan jalan nafas dari sekret
2. Pertahankan jalan nafas tetap efektif
3. Berikan oksigen sesuai intruksi
4. Monitor aliran oksigen, kanul
oksigen dan sistem humidifier
5. Beri penjelasan kepada klien tentang
pentingnya pemberian oksigen
6. Observasi tanda-tanda hipo-ventilasi
7. Monitor respon klien terhadap
pemberian oksigen
8. Anjurkan klien untuk tetap memakai
oksigen selama aktifitas dan tidur
2 Kerusakan
komunikasi verbal b.d
penurunan sirkulasi ke
otak
Setelah dilakukan tindakan
keperawatan, diharapkan klien
mampu untuk berkomunikasi
lagi dengan kriteria hasil:
- dapat menjawab
pertanyaan yang diajukan
perawat
- dapat mengerti dan
memahami pesan-pesan
melalui gambar
- dapat mengekspresikan
perasaannya secara verbal
maupun nonverbal
1. Libatkan keluarga untuk membantu
memahami / memahamkan informasi dari
/ ke klien
2. Dengarkan setiap ucapan klien
dengan penuh perhatian
3. Gunakan kata-kata sederhana dan
pendek dalam komunikasi dengan klien
4. Dorong klien untuk mengulang
kata-kata
5. Berikan arahan / perintah yang
sederhana setiap interaksi dengan klien
6. Programkan speech-language
teraphy
7. Lakukan speech-language teraphy
setiap interaksi dengan klien
3 Defisit perawatan diri;
mandi,berpakaian,
makan,
Setelah dilakukan tindakan
keperawatan, diharapkan
kebutuhan mandiri klien
terpenuhi, dengan kriteria
hasil:
- Klien dapat makan
dengan bantuan orang lain /
mandiri
- Klien dapat mandi de-
ngan bantuan orang lain
- Klien dapat memakai
pakaian dengan bantuan orang
lain / mandiri
- Klien dapat toileting
dengan bantuan alat
1 Kaji kamampuan klien untuk
perawatan diri
2 Pantau kebutuhan klien untuk alat-
alat bantu dalam makan, mandi,
berpakaian dan toileting
3 Berikan bantuan pada klien hingga
klien sepenuhnya bisa mandiri
4 Berikan dukungan pada klien untuk
menunjukkan aktivitas normal sesuai
kemampuannya
5 Libatkan keluarga dalam
pemenuhan kebutuhan
perawatan diri klien
4 Kerusakan mobilitas
fisik b.d kerusakan
neurovas-kuler
Setelah dilakukan tindakan
keperawatan, diharapkan klien
dapat melakukan pergerakan
fisik dengan kriteria hasil :
- Tidak terjadi kontraktur
otot dan footdrop
- Pasien berpartisipasi
dalam program latihan
1. Ajarkan klien untuk latihan rentang
gerak aktif pada sisi ekstrimitas
yang sehat
2. Ajarkan rentang gerak pasif pada
sisi ekstrimitas yang parese / plegi
dalam toleransi nyeri
3. Topang ekstrimitas dengan bantal
untuk mencegah atau mangurangi
bengkak
- Pasien mencapai
keseimbangan saat duduk
- Pasien mampu
menggunakan sisi tubuh yang
tidak sakit untuk kompensasi
hilangnya fungsi pada sisi
yang parese/plegi
4. Ajarkan ambulasi sesuai dengan
tahapan dan kemampuan klien
5. Motivasi klien untuk melakukan
latihan sendi seperti yang
disarankan
6. Libatkan keluarga untuk membantu
klien latihan sendi
BAB III
PEMBAHASAN KASUS
KASUS
Seorang ibu rumah tangga masuk IGD dengan mengalami kelemahan sejak jatuh 3
jam sebelum masuk RS. Ny.A memiliki riwayat hipertensi sejak 4 tahun yang lalu, pasien
tiba-tiba merasakan lemas saat bangun dari tidur, pada pemeriksaan fisik didapatkan respon
buka mata spontan dan respon motorik baik, bicara pelo, pupil isokor 3 mm, reflek cahaya
positif, reflex patologis (+), hemiparese sinistra, wajah tidak simetris, motorik mampu
menahan dan melawan gravitasi, tanda-tanda vital TD 220/100 mmHg, ND 98x/menit, RR:
18 x/menit, suhu 40°C.
Berdasarkan data-data yang didapatkan dari anamnesis, pemeriksaan fisik, dan
pemeriksaan penunjang dapat disimpulkan pasien menderita stroke non hemoragik/iskemik.
A. ANAMNESIS
Dari anamnesis data yang menunjang adalah defisit neurologis berupa
hemiparese sinistra, bicara pelo, dan wajah tidak simetris, Dari anamnesis juga
ditemukan faktor resiko stroke seperti hipertensi yang tidak terkontrol.
B. PEMERIKSAAN FISIK
Pemeriksaan fisik yang menunjang ke arah diagnosis kerja adalah bukti
hipertensi pada pemeriksaan tanda vital. Hipertensi merupakan salah satu faktor
resiko penyebab tersering serangan stroke iskemik. Namun demikian tidak menutup
kemungkinan stroke yang menyerang pasien merupakan stroke hemoragik,
dikarenakan tekanan darah yang begitu tinggi sampai 220/100 mmHg dapat
menyebabkan pecahnya pembuluh darah cerebri.
Dari pemeriksaan motorik didapatkan kekuatan otot penuh pada keempat
ekstremitas. respon motorik baik, bicara pelo, hemiparese sinistra, wajah tidak
simetris, motorik mampu menahan dan melawan gravitasi, didapatkan data dari
pemeriksaan umum seperti pupil isokor 3 mm, reflek cahaya positif, reflex patologis
(+), Dari hasil anamnesis dan pemeriksaan fisik sebelum dilakukannya CT-scan dapat
dilakukan penegakkan diagnosis berdasarkan sistem skoring:
Siriraj skor
Skor Stroke SirirajRumus :(2,5 x derajat kesadaran) + (2 x nyeri kepala) + (2 x muntah) + (0,1 x tekanan diastolik) – (3 x penanda ateroma) – 12Keterangan :Derajat kesadaran
MuntahNyeri kepalaAteroma
Hasil :Skor > 1Skor < 1
0 = kompos mentis; 1 = somnolen;2 = sopor/koma
0 = tidak ada; 1 = ada0 = tidak ada; 1 = ada0 = tidak ada; 1 = salah satu atau lebih (diabetes; angina; penyakit pembuluh darah)
Perdarahan supratentorialInfark serebri
Skor pasien:
(2,5 x 0) + (2 x 0) + (2 x 0) + (0,1 x 100) - (3 x 1) – 12 = -5
infark cerebri
C. PEMERIKSAAN PENUNJANG
Dari pemeriksaan penunjang yang mendukung diagnosis ke arah strok iskemik
tidak banyak, pemeriksaan laboratorium stroke diantaranya adalah penurunan
hematokrit. Penurunan hematokrit menandakan kondisi viskositas darah, dimana
viskositas darah mempengaruhi aliran darah ke otak. Aliran darah ke otak yang tidak
lancar menyebabkan hipoksia otak yang dapat berakhir terjadinya iskemik.
Pemeriksaan laboratorium darah lainnya seperti anemia, kesan renal insufisiensi, dan
hipoproteinemia tidak mendukung ke arah stroke iskemik, namun bisa merupakan
komplikasi dari keadaan hipertensi yang tidak terkontrol pada pasien.
Pemeriksaan CT-scan menjadikan diagnosa stroke iskemik menjadi lebih
tegak.
D. Analisa data
Data Subjektif: Data Objektif:
Pasien mengatakan memiliki
riwayat hipertensi sejak 4 tahun
yang lalu
Pasien mengatakan tiba-tiba lemas
saat bangun dari tidur
Pasien mengatakan mengalami
kelemahan sejak jatuh 3 jam
sebelum masuk rumah sakit
Respon buka mata spontan dan
respon motoric baik
Bicara pelo
Pupil isokor 3 mm
Reflex patologis (+)
Hemiparese sinistra
Wajah tidak simetris
Motorik mampu menahan dan
melawan gravitasi
TTV: TD: 220/100 mmHg, RR:
18 x/menit, Nadi: 98 x/menit,
Suhu: 40ᴼC
E. Diagnosa Keperawatan :
1. Gangguan perfusi jaringan serebral b.d interupsi aliran darah ke otak
2. Gangguan mobilitas fisik b.d penurunan kekuatan otot, penurunan kesadaran
3. Gangguan komunikasi verbal b.d kerusakan area bicara, penurunan fungsi saraf
kranial XII penurunan fungsi saraf kranial VII
No Data Masalah Etiologi
1. Ds:
Pasien mengatakan memiliki riwayat hipertensi sejak 4 tahun yang lalu
Pasien mengatakan tiba-tiba lemas saat bangun dari tidur
Pasien mengatakan mengalami kelemahan sejak jatuh 3 jam sebelum masuk rumah sakit
Do:
Respon buka mata spontan dan respon motoric baik
Bicara pelo Pupil isokor 3 mm Reflex patologis (+) Hemiparese sinistra Wajah tidak simetris Motorik mampu menahan dan
melawan gravitasi TTV: TD: 220/100 mmHg,
RR: 18 x/menit, Nadi: 98 x/menit, Suhu: 40ᴼC
Gangguan perfusi
jaringan serebral
interupsi aliran
darah ke otak
2. Ds:
Pasien mengatakan tiba-tiba lemas saat bangun dari tidur
Pasien mengatakan mengalami kelemahan sejak jatuh 3 jam sebelum masuk rumah sakit
Do:
Hemiparese sinistra
TTV: TD: 220/100 mmHg, RR: 18 x/menit, Nadi: 98 x/menit, Suhu: 40ᴼC
Gangguan mobilitas
fisik
penurunan kekuatan
otot
3. Ds: -
Do:
Bicara pelo Wajah tidak simetris
Gangguan komunikasi
verbal
kerusakan area
bicara, penurunan
fungsi saraf kranial
XII penurunan
fungsi saraf kranial
VII
F. Intervensi Keperawatan
No Diagnosa Tujuan Intervensi
1. Gangguan perfusi jaringan
serebral b.d interupsi aliran
darah ke otak
Ds:
Pasien mengatakan
memiliki riwayat
hipertensi sejak 4
tahun yang lalu
Pasien mengatakan
tiba-tiba lemas saat
bangun dari tidur
Pasien mengatakan
ngalami kelemahan
sejak jatuh 3 jam
sebelum masuk
rumah sakit
Do:
Respon buka mata
spontan dan respon
motoric baik
Bicara pelo
Pupil isokor 3 mm
Reflex patologis (+)
Hemiparese sinistra
Wajah tidak simetris
Motorik mampu
menahan dan
melawan gravitasi
TTV: TD: 220/100
mmHg, RR: 18
x/menit, Nadi: 98
Setelah dilakukan
tindakan keperawatan
diharapkan suplai
aliran darah keotak
lancar dengan kriteria
hasil:
Berfungsinya
saraf dengan baik
Tanda-tanda vital
stabil
Monitorang neurologis
1. Monitor ukuran,
kesimetrisan, reaksi dan
bentuk pupil
2. Monitor tingkat kesadaran
klien
3. Monitir tanda-tanda vital
4. Monitor keluhan nyeri
kepala, mual, muntah
5. Monitor respon klien
terhadap pengobatan
6. Hindari aktivitas jika TIK
meningkat
7. Observasi kondisi fisik
klien
Terapi oksigen1. Pertahankan jalan nafas
tetap efektif
2. Berikan oksigen sesuai
intruksi
3. Beri penjelasan kepada
klien tentang pentingnya
pemberian oksigen
4. Observasi tanda-tanda
hipo-ventilasi
5. Monitor respon klien
terhadap pemberian
oksigen
6. Anjurkan klien untuk tetap
memakai oksigen selama
aktifitas dan tidur
x/menit, Suhu: 40ᴼC
2. Gangguan mobilitas fisik
b.d penurunan kekuatan otot
Ds:
Pasien mengatakan
tiba-tiba lemas saat
bangun dari tidur
Pasien mengatakan
mengalami
kelemahan sejak
jatuh 3 jam sebelum
masuk rumah sakit
Do:
Hemiparese sinistra
TTV: TD: 220/100
mmHg, RR: 18
x/menit, Nadi: 98
x/menit, Suhu: 40ᴼC
Setelah dilakukan
tindakan eperawatan,
diharapkan klien
dapat melakukan
pergerakan fisik
dengan kriteria hasil :
Tidak terjadi
kontraktur otot
dan footdrop
Pasien
berpartisipasi
dalam program
latihan
Pasien mencapai
keseimbangan
saat duduk
Pasien mampu
menggunakan
sisi tubuh yang
tidak sakit untuk
kompensasi
hilangnya fungsi
pada sisi yang
parese/plegi
1. Ajarkan klien untuk
latihan rentang gerak
aktif pada sisi ekstrimitas
yang sehat
2. Ajarkan rentang gerak
pasif pada sisi ekstrimitas
yang parese / plegi dalam
toleransi nyeri
3. Topang ekstrimitas
dengan bantal untuk
mencegah atau
mangurangi bengkak
4. Ajarkan ambulasi sesuai
dengan tahapan dan
kemampuan klien
5. Motivasi klien untuk
melakukan latihan sendi
seperti yang disarankan
6. Libatkan keluarga untuk
membantu klien latihan
sendi
3. Gangguan komunikasi
verbal b.d kerusakan area
bicara, penurunan fungsi
saraf kranial XII, penurunan
fungsi saraf kranial VII
Ds: -
Do:
Bicara pelo
Setelah dilakukan
tindakan
keperawatan,
diharapkan klien
mampu untuk
berkomunikasi lagi
dengan kriteria hasil:
dapat menjawab
1. Libatkan keluarga untuk
membantu memahami /
memahamkan informasi
dari / ke klien
2. Dengarkan setiap ucapan
klien dengan penuh
perhatian
3. Gunakan kata-kata
Wajah tidak simetris pertanyaan yang
diajukan perawat
dapat mengerti
dan memahami
pesan-pesan
melalui gambar
dapat
mengekspresikan
perasaannya
secara verbal
maupun
nonverbal
sederhana dan pendek
dalam komunikasi
dengan klien
4. Dorong klien untuk
mengulang kata-kata
5. Berikan arahan / perintah
yang sederhana setiap
interaksi dengan klien
6. Programkan speech-
language teraphy
7. Lakukan speech-
language teraphy
setiap interaksi dengan
klien
BAB IV
KESIMPULAN
Stroke non hemoragik didefinisikan sebagai sekumpulan tanda klinik yang
berkembang oleh sebab vaskular. Gejala ini berlangsung 24 jam atau lebih pada umumnya
terjadi akibat berkurangnya aliran darah ke otak, yang menyebabkan cacat atau kematian.
Stroke iskemik sering diklasifikasin berdasarkan etiologinya yaitu trombotik dan embolik.
Untuk mendiagnosa suatu stroke iskemik diperlukan anamnesis dan pemeriksaan fisik yang
menyeluruh dan teliti. Pemeriksaan yang menjadi gold standar untuk mendiagnosa stroke
iskemik adalah CT-scan. Penting untuk membedakan gejala klinis stroke hemoragik dan
iskemik. Bila tidak dapat dilakukan CT-scan maka dpaat dilakukan sistem skoring untuk
mengerucutkan diagnosa.
Setelah dapat ditegakkan diagnosis, perlu dilakukan terapi segera agar tidak terjadi
iskemik lebih lanjut. Prinsip terapi dari stroke iskemik adalah perbaikan perfusi ke otak,
mengurangi oedem otak, dan pemberian neuroprotektif.
DAFTAR PUSTAKA
1. Aliah A, Kuswara FF, Limoa RA, Wuysang G. Gambaran umum tentang gangguan
peredaran darah otak. Dalam: eds. Harsono. Kapita Selekta Neurologi. Edisi ke-2.
Yogyakarta : Gadjah Mada University Press; 2005. h.81-82.
2. Hassmann KA. Stroke, Ischemic. [Online]. Available from:
http://emedicine.medscape.com/article/793904-overview
3. Anonim. Stroke. Dalam: eds. Mansjoer A. Kapita selekta kedokteran. Jilid 2. Edisi 3.
Jakarta: Media Aesculapius Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia; 2000. h.17-
26.
4. NANDA, 2012, Diagnosis Keperawatan NANDA : Definisi dan Klasifikasi.
5. Santosa, Budi. 2007. Panduan Diagnosa Keperawatan NANDA 2005-2006. Jakarta:
Prima Medika
6. Smeltzer, dkk. 2002. Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah Brunner & Suddarth
Edisi 8 Vol 2. alih bahasa H. Y. Kuncara, Andry Hartono, Monica Ester, Yasmin asih.
Jakarta: EGC