daftar isi halaman sampul dalam i halaman …
TRANSCRIPT
1
DAFTAR ISI
HALAMAN SAMPUL DALAM .............................................................................. i
HALAMAN PRASYARAT GELAR SARJANA HUKUM .................................. ii
HALAMAN PERSETUJUAN PEMBIMBING SKRIPSI .................................. iii
HALAMAN PENGESAHAN PANITIA PENGUJI SKRIPSI ........................... iv
HALAMAN SURAT PERNYATAAN KEASLIAN ............................................ v
HALAMAN KATA PENGANTAR ....................................................................... vi
HALAMAN DAFTAR ISI ...................................................................................... ix
ABSTRACT .............................................................................................................. xii
ABSTRAK ............................................................................................................... xiii
BAB I PENDAHULUAN ...................................................................................
1
1.1 Latar belakang Masalah .......................................................................
1
1.2 Rumusan Masalah ..............................................................................
8
1.3 Ruang Lingkup Masalah ......................................................................
8
1.4 Orisinalitas Penelitian ..........................................................................
9
2
1.5 Tujuan Penelitian .................................................................................
10
1.5.1. Tujuan Umum .........................................................................
10
1.5.2. Tujuan Khusus ........................................................................
11
1.6 Manfaat Penelitian ..............................................................................
11
1.6.1. Manfaat Teoritis .....................................................................
11
1.6.2. Manfaat Praktis .......................................................................
12
1.7 Landasan Teoritis ...............................................................................
12
1.8 Metode Penelitian ...............................................................................
13
1.8.1. Jenis Penelitian .......................................................................
14
1.8.2. Pendekatan penelitian .............................................................
15
1.8.3. Sumber Bahan Hukum ...........................................................
16
3
1.8.4. Teknik Pengumpulan Bahan Hukum ......................................
17
1.8.5. Teknik Analisis ........................................................................
17
BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG PERLINDUNGAN KONSUMEN
BAHAN BAKU PRODUK PANGAN .................................................. 18
2.1. Perlindungan Konsumen .................................................................... 18
2.1.1. Pelaku Usaha ...................................................................... 22
2.1.2. Konsumen ........................................................................... 23
2.1.3. Tanggung Jawab ................................................................. 25
2.2. Bahan Baku Produk Pangan .......................................................... 26
2.2.1. Jenis-jenis Bahan Baku Produk Pangan ............................. 27
2.2.2. Pemalsuan Bahan Baku Produk Pangan ............................. 28
2.2.3. Pengawasan BPOM Terhadap Pemalsuan Bahan Baku
Produk Pangan ................................................................... 29
BAB III BENTUK PERTANGGUNGJAWABAN PELAKU USAHA DAN
AKIBAT HUKUM PEMALSUAN BAHAN BAKU ...................... 31
3.1. Konsep Pemalsuan Bahan Baku Produk Pangan .......................... 31
3.2. Ruang Lingkup Tanggung Jawab Pelaku Usaha ........................... 33
3.3. Akibat Hukum Atas Pemalsuan Bahan Baku Produk Pangan Oleh
Pelaku Usaha ................................................................................ 36
4
BAB IV MEKANISME PENYELESAIAN SENGKETA KONSUMEN
TERHADAP PELAKU USAHA YANG MELAKUKAN
PELANGGARAN .............................................................................. 39
4.1. Pengaturan Penyelesaian Sengketa Yang Merugikan Konsumen
Akibat Pemalsuan Bahan Baku Produk Pangan ........................... 39
4.2. Penyelesaian Sengketa Konsumen Melalui Proses Peradilan ....... 40
BAB V PENUTUP .......................................................................................... 51
5.1. Kesimpulan ................................................................................... 51
5.2. Saran .......................................................................................... 51
DAFTAR PUSTAKA
RINGKASAN SKRIPSI
5
ABSTRAK
Peristiwa pemalsuan bahan baku produk pangan cukup marak di Indonesia,
hal ini disebabkan oleh beberapa faktor, salah satunya adalah pangan yang
dipalsukan tersebut menampakkan tampilan fisik yang lebih memikat. Undang-
Undang Perlindungan Konsumen hadir sebagai aturan yang berperan untuk
melindungi hak-hak konsumen dan mengendalikan aktivitas pelaku usaha dalam
menjalankan kegiatan usahanya. Namun dalam penerapanya masih saja
kepentingan konsumen terabaikan, banyak produk-produk pangan palsu yang
berbahaya bagi kesehatan beredar di masyarakat. Dalam Undang Undang
Perlindungan Konsumen pemalsuan produk pangan tidak diatur dengan tegas.
Masalah yang akan diteliti meliputi, Apakah pelaku usaha dapat dimintai
pertanggungjawaban atas pemalsuan bahan baku produk pangan yang berakibat
kerugian konsumen dan Bagaimanakah tata cara penyelesaian sengketa yang
merugikan konsumen akibat pemalsuan bahan baku produk pangan.
Metode penelitian yang dipergunakan adalah metode penelitian normatif,
yaitu pendekatan perundang-undangan (the statue approach) dan pendekatan
analisa konsep hukum (Analytical & Conceptual Approach), artinya suatu masalah
akan dilihat dengan menelaah semua undang-undang dan menganalisa konsep
hukum.
Adapun hasil yang diperoleh pada penelitian ini adalah konsep pemalsuan
bahan baku produk pangan digunakan sebagai dasar tanggung jawab pelaku usaha.
Pemalsuan bahan baku produk pangan erat kaitanya dengan sifat
pertanggungjawaban yang dikenakan atau dipikulkan kepada pelaku usaha. Akibat
hukum atas pemalsuan bahan baku produk pangan oleh pelaku usaha berupa sanksi
pidana penjara dan denda serta dapat dikenai sanksi tambahan dalam bentuk ganti
rugi dan lain-lain. Sengketa antara konsumen dengan pelaku usaha tentang produk
konsumen, barang dan/ atau jasa konsumen tertentu khususnya terhadap pemalsuan
bahan baku produk pangan dapat dilakukan semua konsumen baik perorangan
maupun kelompok (class action) bahkan bisa dilakukan oleh Lembaga Swadaya
Masyarakat melalui gugatan legal standing. Penyelesaian sengketa ini dapat
ditempuh melalui beberapa cara yaitu negosiasi, litigasi, dan non-litigasi. Undang-
undang telah menentukan suatu badan yang bertugas dalam penyelesaian sengketa
antara konsumen dan pelaku usaha yaitu Badan Penyelesaian Sengketa Konsumen.
Penyelesaian melalui BPSK dapat ditempuh melalui beberapa cara yaitu Konsiliasi,
Mediasi, maupun Arbitrase.
Saran dalam penulisan ini adalah pemerintah membuat peraturan yang
spesifik dalam UUPK untuk praktik pemalsuan bahan baku produk pangan, lalu
sebaiknya pemerintah memperketat pengawasan terhadap perdagangan bahan-
bahan kimia berbahaya yang digunakan dalam praktik pemalsuan bahan baku
produk pangan.
Kata Kunci: Sengketa Konsumen, Pemalsuan, Bahan Baku, Pangan
6
BAB I
PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang Masalah
Manusia terlahir dengan tiga kebutuhan primer dalam hidup, salah satu
diantaranya adalah pangan. Manusia tidak dapat hidup jika tidak ditunjang oleh
pangan dalam menjalankan aktifitas, baik makanan maupun minuman. Manusia
memperoleh energi untuk beraktifitas dari pangan, Pangan adalah segala sesuatu
yang berasal dari sumber hayati produk pertanian, perkebunan, kehutanan,
perikanan, peternakan, perairan, dan air, baik yang diolah maupun tidak diolah yang
diperuntukan sebagai makanan atau minuman bagi konsumsi manusia, termasuk
bahan tambahan pangan, bahan baku pangan, dan bahan lainnya yang digunakan
dalam proses penyiapan, pengolaahan, dan/atau pembuatan makanan atau
minuman.
Masyarakat di masa modern memperoleh kebutuhan pangan sehari-harinya
dengan membeli di pasar atau swalayan, disini masyarakat berperan sebagai
konsumen yang didefenisikan sebagai orang pemakai barang dan/atau jasa yang
tersedia dalam masyarakat, baik bagi kepentingan diri sendiri, keluarga, orang lain,
maupun makhluk hidup lain dan tidak untuk diperdagangkan. Bahan panganan yang
dibeli di pasar atau swalayan berasal dari para pelaku usaha, pelaku usaha adalah
orang-perseorangan atau badan usaha, baik yang berbentuk badan hukum maupun
bukan badan hukum yang didirikan dan berkedudukan atau melakukan kegiatan
dalam wilayah hukum negara Republik Indonesia, baik sendiri maupun bersama-
7
sama melalui perjanjian menyelenggarakan kegiatan usaha dalam berbagai bidang
ekonomi.1 Pelaku usaha disini berperan sebagai yang menyediakan benda-benda
konsumsi masyarakat yang salah satunya adalah bahan pangan. Dalam kegiatan
perdagangan ini beberapa pelaku usaha melakukan kecurangan salah satunya
memalsukan bahan baku daganganya, sebagai contoh kasus pertama, Balai Besar
Pengawas Obat dan Makanan (BBPOM) Bali menemukan makanan mengandung
bahan berbahaya saat bersama dinas terkait melaksanakan Kampanye Pasar Aman
di Pasar Nyanggelan, Jalan Tukad Pakerisan Denpasar, Kamis (6/10/2016). Dalam
kegiatan tersebut, BBPOM menguji sampel yang dicurigai mengandung bahan
berbahaya. Alhasil, dari 50 sampel makanan yang diambil terdapat dua jenis
makanan mengandung Rhodamin B. Dari sejumlah sampel yang dibeli, dua
makanan yakni apem dan jaje uli positif mengandung Rhodamin B.
Kasus kedua Badan Pengawasan Obat dan Makanan (BPOM) Denpasar
menemukan bahan makanan berbahaya di Pasar Sindu, Sanur, Denpasar. Kepala
BPOM Endang Widowati dan pihaknya melakukan sidak bahan-bahan makanan
yang mengandung rhodamin, boraks, formalin, dan metaniyellow. BPOM
mengambil sampel 50 produk dan bahan makanan. Dari hasil pengujian terdapat
dua makanan ringan yang diduga mengandung bahan pewarna tekstil atau
rhodamin. Dia menjelaskan kalau makanan itu hasilnya negatif maka tidak akan
berubah warna, sementara makanan yang positif mengandung bahan berbahaya
1Anonim,____,URL//http://balitribune.co.id/content/bbpom-kembali-temukan-makanan-
berzat-kimia, diakses tanggal 15 Maret 2017
8
maka akan berwarna.2 Masih banyak kasus-kasus lain seperti susu berbahan
melamin, makanan yang mengandung formalin, boraks, pewarna tekstil dan bahan
kimia berbahaya lainya. Konsumen semata-mata tergantung pada informasi yang
diberikan dan disediakan oleh pelaku usaha, akan tetapi informasi yang diberikan
tanpa disertai dengan edukasi akan kurang dirasakan manfaatnya.
Hal ini antara lain dilakukan melalui pemasangan label atau standarisasi
mutu. Adanya pemasangan label atau pelabelan ataupun standarisasi mutu produk
dirasakan sangat penting, khususnya terhadap produk makanan, karena hal ini
sangat berhubungan dengan nyawa manusia.
Label berfungsi sebagai tanda pengenal suatu produk yang didalamnya
memuat informasi mengenai produk yang bersangkutan, antara lain seperti nama
produk, berat/isi bersih, bahan yang digunakan, nama dan alamat produsen, tanggal
kadaluarsa dan harga. Label merupakan sumber informasi yang esensial bagi
konsumen sehingga konsumen memiliki kontrol dan pilihan yang efektif terhadap
apa yang mereka konsumsi berhubungan dengan alasan-alasan kesehatan,
keamanan, dan kepercayaan yang diyakini konsumen (misalnya label halal) oleh
karena itu keterangan atau informasi pada label harus jujur, benar, dan tidak
menyesatkan. Dalam Pasal 7 huruf (b) Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1999 telah
diatur bahwa memberikan informasi yang benar, jelas, jujur, mengenai kondisi
2Anonim,____,URL://http://news.okezone.com/read/2015/10/06/340/1226780/produk-
makanan berbahaya-dijual-bebas-di-bali, diakses tanggal 15 Maret 201
9
jaminan barang dan/ atau jasa serta memberi penjelasan penggunaan, perbaikan dan
pemeliharaan adalah salah satu dari kewajiban pelaku usaha.
Konsumen menjadi objek dari aktifitas bisnis untuk mendapatkan
keuntungan yang sebesar-besarnya oleh pelaku usaha melalui cara-cara promosi,
cara-cara penjualan serta penerapan standar yang dapat merugikan konsumen,
sebagai contoh pelaku usaha obat dan makanan menjanjikan khasiat yang cepat
pada produk yang dijual dengan cara mencampurkan bahan berbahaya. Informasi
tentang produk obat dan bahan makanan semestinya dapat dilihat pada label yang
ada di kemasan dan iklan namun label dan iklan seringkali memuat keterangan yang
membingungkan bahkan cenderung menyesatkan konsumen.3
Peristiwa diatas telah melanggar hak-hak dari konsumen, masyarakat
dirugikan dengan tidak mendapatkan apa yang mereka bayarkan tidak mendapat
kejujuran dari pelaku usaha. Pada zaman yang berkembang pesat ini, kegiatan
perdagangan merupakan kegiatan yang terus menerus dan berkesinambungan
karena adanya saling ketergantungan antara produsen dan konsumen. Kegiatan
dimulai dari produksi yang berdasarkan permintaan pasar, dari proses produksi
tersebut maka dihasilkanlah produk-produk yang kemudian dapat dikonsumsi oleh
masyarakat setelah sebelumnya melalui pendistribusian.
Masalah perlindungan konsumen semakin gencar dibicarakan,
permasalahan ini tidak akan pernah habis dan akan selalu menjadi bahan
3Warta konsumen, 2001, Mengapa label dan iklan demikian penting?, h.18.
10
perbincangan masyarakat selama masih banyak konsumen yang dirugikan, oleh
karena itu, masalah perlindungan konsumen perlu diperhatikan.4
Menurut Penjelasan Umum Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1999 tentang
Perlindungan Konsumen (selanjutnya disebut UUPK), faktor utama yang menjadi
penyebab eksploitasi terhadap konsumen sering terjadi adalah masih rendahnya
tingkat kesadaran konsumen akan haknya. Kenyataan bahwa konsumen yang
sangat awam terhadap barang-barang yang dikonsumsinya disebabkan oleh adanya
kesulitan untuk meneliti mengenai keamanan dan keselamatan di dalam
mengkonsumsi barang tersebut.
Kondisi dan fenomena tersebut dapat mengakibatkan kedudukan pelaku
usaha dan konsumen menjadi tidak seimbang dan konsumen selalu berada pada
posisi yang lemah. Untuk meningkatkan harkat dan martabat konsumen maka perlu
ditingkatkan kesadaran, pengetahuan, kepedulian, kemampuan, dan kemandirian
konsumen untuk melindungi dirinya serta menumbuh kembangkan sikap pelaku
usaha yang bertanggung jawab, agar kewajiban untuk menjamin keamanan suatu
produk tidak menimbulkan kerugian bagi konsumen maka dibebankan kepada
produsen dan pelaku usaha, karena pihak produsen dan pelaku usahalah yang
mengetahui komposisi dan masalah-masalah yang menyangkut keamanan suatu
produk tertentu dan keselamatan dalam mengkonsumsi produk tersebut. Kerugian-
kerugian yang diderita oleh konsumen merupakan akibat kurangnya tanggung
jawab pelaku usaha dalam menjalankan kewajiban-nya untuk memberikan jaminan
4Happy Susanto, 2008, Hak-hak Konsumen Jika dirugikan, Transmedia Pustaka, Jakarta,
h. 1.
11
mutu barang dan/ atau jasa yang diproduksi dan diperdagangkan berdasarkan
ketentuan standar mutu barang dan/ jasa yang berlaku, yang terdapat pada Pasal 7
UUPK huruf (d).
Konsumen di Indonesia layak mendapatkan perlindungan untuk mencegah
terjadinya hal-hal yang merugikan konsumen. Perlindungan konsumen adalah
segala upaya yang menjamin adanya kepastian hukum untuk memberi perlindungan
kepada konsumen serta kepastian hukum untuk memberikan perlindungan kepada
konsumen itu antara lain adalah dengan meningkatkan harkat dan martabat
konsumen serta membuka akses informasi tentang barang dan/atau jasa baginya,
dalam menumbuhkan sikap pelaku usaha yang jujur dan bertanggung jawab.5
UUPK hadir dan bertujuan untuk menjamin kepastian dan perlindungan
terhadap konsumen dan pelaku usaha, khususnya terhadap pelaku usaha agar
menjalankan usahanya dengan jujur agar konsumen tidak merasa dirugikan.
Peraturan yang mengatur tentang produk pangan untuk saat ini, sebenarnya cukup
memadai, tetapi dalam penerapanya produsen pangan masih belum mampu
menerapkan atau menindaklanjuti setiap ketentuan itu secara maksimal, maka
dibutuhkan peran pemerintah secara efektif dan berkelanjutan untuk melakukan
pengawasan terhadap setiap produk pangan tanpa ada laporan dari anggota
masyarakat lembaga atau yayasan perlindungan konsumen. Upaya-upaya untuk
memberikan perlindungan yang memadai terhadap kepentingan konsumen
5Adrian Sutedi, 2008, Tanggung Jawab Produk Dalam Perlindungan Konsumen, Ghalia
Indonesia, Bogor, h. 9.
12
merupakan suatu hal kompleks, kompleksnya permasalahan yang menyangkut
perlindungan konsumen mendesak untuk segera dicari solusinya. Permasalahan
etika dalam kegiatan usaha sudah cukup luas dan mendalam, bahkan menjadi beban
moral yang memberatkan. Etika harus dimasukkan sebagai hal yang wajib dalam
melakukan kegiatan usaha dalam upaya perlindungan hak-hak konsumen.
Dalam kelangsungan roda perekonomian, konsumen menduduki posisi
cukup penting, namun ironisnya sebagai salah satu pelaku ekonomi, kedudukan
konsumen sangat lemah dalam hal perlindungan hukum. Lemahnya posisi
konsumen menyebabkan posisi hukum konsumen ikut menjadi lemah. Sebelum
diterbitkannya UUPK, penegakan hukum untuk mengawasi produsen sangat sulit
dilakukan, terutama dalam kaitannya dengan pengajuan gugatan atas kerugian yang
diderita oleh konsumen. Kesulitan dalam melakukan gugatan terhadap pelaku usaha
yang telah merugikan konsumen adalah dimana setiap pengugat haruslah dapat
membuktikan, bahwa pihak pelaku usaha telah melakukan kesalahan. Dengan
demikian, setiap pihak yang mendalilkan adanya suatu kesalahan, maka pihak yang
mendalilkan tersebut haruslah dapat membuktikan kesalahannya. Hal ini tentu
menyulitkan konsumen untuk membuktikan kesalahan produsen sebagai pihak
yang bertindak sebagai pelaku usaha.6 Dalam proses penegakan UUPK, peraturan-
peraturan tersebut tertulis sebagai hukum positif namun dalam penyelesaian
peristiwa pemalsuan bahan baku produk pangan seperti contoh kasus diatas masih
sulit untuk diselesaikan karena dalam UUPK tidak ada diatur dengan jelas tentang
6 Shidarta, 2004, Hukum Perlindungan Konsumen Indonesia, Grasindo, Jakarta, h. 45.
13
pemalsuan bahan baku produk pangan, akibatnya terjadi di masyarakat peredaran-
peredaran produk pangan yang membahayakan kehidupan manusia, maka dari itu
penulis terinspirasi untuk mengangkat dan melakukan penelitian hukum, yang
berjudul “TANGGUNG JAWAB PELAKU USAHA DALAM MELAKUKAN
PEMALSUAN BAHAN BAKU PRODUK PANGAN TERHADAP KERUGIAN
KONSUMEN MENURUT UU No 8 TAHUN 1999 TENTANG
PERLINDUNGAN KONSUMEN”
1.2. Rumusan Masalah
Dari latar belakang masalah tersebut, dapat dirumuskan
permasalahan sebagai berikut:
1. Apakah pelaku usaha dapat dipertanggungjawabkan atas pemalsuan
bahan baku produk pangan yang berakibat kerugian konsumen?
2. Bagaimanakah tata cara penyelesaian sengketa yang merugikan
konsumen akibat pemalsuan bahan baku produk pangan?
1.3. Ruang Lingkup Masalah
Mencegah isi dan uraian tidak menyimpang dari pokok-pokok
permasalahan, maka perlu diberikan batasan-batasan mengenai ruang lingkup
masalah yang akan dibahas.7
1. Pertama akan membahas mengenai Apakah pelaku usaha dapat
dipertanggungjawaban atas pemalsuan bahan baku produk pangan
yang berakibat kerugian konsumen?
7Bambang Sunggono, 2007, Metedologi Penelitian Hukum, PT. Raja Grafindo Persada,
Jakarta, h. 111.
14
2. Kedua akan membahas tentang tata cara penyelesaian sengketa yang
merugikan konsumen akibat pemalsuan bahan baku produk pangan
1.4. Orisinalitas Penelitian
Penulisan ini didasarkan kepada ide, gagasan, maupun pemikiran penulis
secara pribadi dari awal hingga akhir penyelesaian. Ide maupun gagasan yang
timbul karena melihat keadaan yang berkembang mengenai bagaimana
perlindungan terhadap konsumen mengenai tanggung jawab pelaku usaha dalam
melakukan pemalsuan bahan baku produk pangan. Jika terdapat referensi terhadap
karya orang lain atau pihak lain, maka dituliskan sumber dengan jelas.
Nomor Peneliti Judul Rumusan Masalah
1 AGUS FAHMI
PRASETYA
1103005181
FAKULTAS
HUKUM
UNIVERSITAS
UDAYANA,
2015
Perlindungan Hukum
Terhadap Konsumen
Yang Mengkonsumsi
Makanan Kadaluwarsa
1. Bagaimanakah pengaturan
mengenai perlindungan
hukum terhadap konsumen
yang mengkonsumsi makanan
kadaluwarsa?
2. Bagaimanakah
pertanggungjawaban pelaku
usaha atas kerugian konsumen
yang mengkonsumsi makanan
yang telah kadaluwarsa?
15
2 PANDE MADE
AYU DWI
LESTARI
1203005081
FAKULTAS
HUKUM
UNIVERSITAS
UDAYANA,
2016
Tanggung Jawab
Pelaku Usaha Dalam
Peredaran Produk
Kadaluwarsa
Berdasarkan Undang-
undang Nomor 8 Tahun
1999 Tentang
Perlindungan
Konsumen
1. Bagaimana ketentuan
peredaran produk kadaluwarsa
berdasarkan peraturan
perundang-undangan?
2. Bagaimana tanggung
jawab pelaku usaha terhadap
kerugian yang dialami oleh
konsumen akibat
mengkonsumsi produk
kadaluwarsa?
1.5. Tujuan Penelitian
Penelitian ini sudah tentu nantinya mempunyai tujuan yang ingin dicapai.
Adapun yang menjadi tujuan dalam penelitian ini adalah sebagai berikut:
1.5.1 Tujuan Umum
Yang menjadi tujuan umum dalam penelitian ini adalah untuk
mengetahui dan memahami mengenai pertanggung jawaban pelaku usaha
dalam melakukan pemalsuan bahan baku produk pangan terhadap kerugian
konsumen.
16
1.5.2 Tujuan Khusus
Adapun tujuan khusus yang ingin dicapai dari penelitian ini adalah:
a. Untuk memahami mengenai pertanggung jawaban
mengenai tanggung jawab pelaku usaha dalam melakukan
pemalsuan bahan baku produk pangan terhadap kerugian
konsumen .
b. Untuk memahami pengaturan penyelesaian sengketa
konsumen yang dapat ditempuh untuk menyelesaikan
berbagai pelanggaran.
1.6. Manfaat Penelitian
1.6.1. Manfaat Teoritis
1. Hasil penelitian ini diharapkan dapat melatih masyarakat untuk
mengetahui pengaturan mengenai tanggung jawab pelaku usaha
dalam melakukan pemalsuan bahan baku produk pangan terhadap
kerugian konsumen
2. Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat bagi
perkembangan hukum khususnya mengetahui tanggung jawab
pelaku usaha dalam melakukan pemalsuan bahan baku produk
pangan terhadap kerugian konsumen dan pengaturan penyelesaian
sengketa konsumen yang dapat ditempuh untuk menyelesaikan
berbagai pelanggaran.
17
1.6.2 Manfaat Praktis
1. Melalui penulisan ini maka peneliti dapat mencari jawaban atas
permasalahan yang diteliti, sehingga nantinya dapat memberikan
kesimpulan dan saran sebagai akhir dari penulisan.
2. Dengan adanya hasil penulisan ini, diharapkan dapat
mengembangkan pemikiran, penalaran, pemahaman, tambahan
pengetahuan serta pola kritis bagi pihak-pihak yang berkepentingan
dalam penulisan atau dalam bidang ini.
1.7. Landasan Teoritis
- Peraturan perundang-undangan
Peraturan perundang – undangan yang digunakan dalam penulisan ini
adalah Undang-undang Nomor 8 Tahun 1999 Tentang Perlindungan Konsumen.
Dalam mengatur perilaku masyarakat dibutuhkan kaidah-kaidah yang mengikat
bagi seluruh lapisan masyarakat demi menghindari kejahatan dan pelanggaran
terhadap ketertiban umum agar masyarakat dapat hidup damai, tenteram dan aman.
Demikian pula bagi konsumen, sebagai anggota masyarakat tentunya juga
memerlukan kaidah-kaidah yang dapat menjaganya dari perbuatan pelaku usaha
yang melanggar aturan ketertiban kegiatan wirausaha itu sendiri.
- Pendapat Para Sarjana
Menurut Kholmi & Yuningsih (2009;136), mendefinisikan bahwa, “Produk
palsu adalah barang yang dihasilkan tidak dapat memenuhi standar yang telah
ditetapkan.” Menurut Bustami & Nurlela (2007;136), “Produk palsu adalah produk
18
yang dihasilkan dalam proses produksi, dimana produk yang dihasilkan tersebut
tidak sesuai dengan standar mutu yang ditetapkan, tetapi masih bisa diperbaiki
dengan mengeluarkan biaya tertentu.”
Hadirnya produk palsu ini disebabkan oleh permintaan pasar yang
menginginkan barang yang sama tetapi dengan harga yang lebih murah. Dalam
prakteknya proses produksi pangan palsu ini adalah dengan secara sengaja
mengganti sebagian atau keseluruhan kandungan bahan baku yang tidak memenuhi
standar mutu yang ditetapkan. Produk palsu adalah barang tiruan dengan kualitas
yang lebih rendah, hasil produksi usaha yang mengelabui konsumen untuk
mempercayai bahwa barang produksi telah memenuhi standar.
1.8. Metode Penelitian
Untuk melengkapi penulisan skripsi ini dengan tujuan agar dapat lebih
terarah dan dapat dipertanggung jawabkan secara ilmiah, maka metode penulisan
yang digunakan antara lain:
1.8.1 Jenis Penelitian
Sebagai suatu penelitian dan untuk mendapatkan jawaban hasil ilmiah
sesuai dengan permasalahan yang diajukan, maka jenis penelitian yang digunakan
dalam penelitian ini merupakan jenis penelitian secara yuridis normatif. Yang
dimaksud dengan penelitian hukum normatif adalah penelitian hukum kepustakaan
atau penelitian hukum yang didasarkan pada data sekunder.8
8Amiruddin dan Zainal Asikin, 2003, Pengantar Metode Penelitian Hukum, PT. Raja
Grafindo Persada, Jakarta, h. 18
19
Penelitian hukum normatif digunakan dalam penulisan ini beranjak dari
adanya kekaburanan dalam aspek norma hukum, dimana dalam peraturan
perundang-undangan tidak diatur secara spesifik terkait pemalsuan bahan baku
produk pangan dalam UUPK.
1.8.2. Pendekatan Penelitian
Pendekatan yang digunakan adalah jenis pendekatan perundang-undangan
(The Statue Approach), pendekatan analisis konsep hukum (Analitical & The
Conceptual Approach). Pendekatan perundang-undangan digunakan karena yang
akan diteliti adalah berbagai aturan hukum yang menjadi fokus sekaligus tema
sentral dalam penelitian ini.9
Pendekatan perundang-undangan digunakan berdasarkan pada peraturan
perundang-undangan, norma-norma hukum yang berhubungan dengan pemalsuan
bahan baku produk pangan. Pendekatan perundang-undangan (The Statue
Approach), yang oleh Peter Mahmud Marzuki disebut pendekatan Undang-
undang (The Statue Approach) dilakukan dengan menelaah semua undang-undang
dan regulasi yang bersangkut paut dengan isu hukum yang sedang ditangani.10
Pendekatan ini menggunakan ketentuan UUPK.
Pendekatan analisis konsep hukum (Analitical & The Conseptual
Approach) merupakan pendekatan yang digunakan untuk memahami dan
9 Ibrahim Johnny, 2006, Teori Metodologi & Penelitian Hukum Normatif, Bayumedia
Publishing, Malang, h. 302. 10 Peter Mahmud Marzuki, 2010, Penelitian Hukum, Prenada Media Group, Jakarta, h.
93.
20
menemukan konsep-konsep hukum, asas-asas hukum yang relevan dengan
permasalahan pemalsuan bahan baku produk pangan.
1.8.3 Sumber Bahan Hukum
Bahan hukum pada penelitian hukum ini menggunakan beberapa sumber
bahan hukum, yaitu bahan hukum primer, bahan hukum sekunder dan bahan hukum
tersier.
1. Bahan Hukum Primer
Sumber bahan hukum primer adalah sumber bahan hukum yang
bersifat mengikat yakni berupa norma, kaidah dasar dan peraturan yang
berkaitan, yang bersifat mengikat.11 Sumber bahan hukum primer yang
digunakan adalah Undang – undang Nomor 8 Tahun 1999 UUPK
2. Bahan Hukum Sekunder
Sumber bahan hukum sekunder yakni bahan hukum yang
memberikan penjelasan mengenai bahan hukum primer. Meliputi buku-
buku, literature, makalah, skripsi, tesis, dan bahan-bahan hukum tertulis
lainnya yang berhubungan dengan permasalahan penelitian.12 Bahan hukum
sekunder yang digunakan dalam penelitian ini adalah literatur-literatur yang
relevan dengan pemalsuan bahan baku produk pangan, baik literatur-
literatur hukum yang berupa buku-buku hukum (textbook) yang ditulis para
ahli hukum, jurnal-jurnal hukum, pendapat para sarjana (doktrin), skripsi
atau makalah hukum yang berkaitan dengan perlindungan konsumen,
11Soerjono Soekanto dan Sri Mahmmudji, 1988, Penulisan Hukum Normatif, Rajawali
Press, Jakarta, h. 34. 12Peter Mahmud Marzuki, 2008, Penulisan Hukum, Kencana, Jakarta, h. 16.
21
hukum, maupun literatur non hukum dan artikel atau berita yang diperoleh
via internet dengan cara mengcopy atau mendownload bahan hukum yang
diperlukan.
3. Bahan Hukum Tersier
Bahan hukum tersier, yakni bahan yang memberikan petunjuk
maupun penjelasan terhadap bahan hukum primer dan sekunder, seperti
kamus besar bahasa Indonesia dan kamus hukum.13
1.8.4. Teknik Pengumpulan Bahan Hukum
Teknik yang digunakan dalam pengumpulan bahan hukum yang diperlukan
dalam penelitian ini adalah teknik kepustakaan (study document).14 Mengumpulkan
semua peraturan perundang-undangan yang beraitan dengan pemalsuan bahan baku
produk pangan. Telaah kepustakaan yaitu dengan cara mencatat dan memahami isi
dari masing-masing informasi yang diperoleh dari bahan hukum primer, bahan
hukum sekunder, dan bahan hukum tersier yang relevan, kemudian dikelompokkan
secara sistematis sesuai dengan permasalahan.
1.8.5. Teknik Analisis Bahan Hukum
Teknik analisis yang digunakan dalam penulisan ini adalah ketika telah
mengumpulkan semua bahan-bahan hukum primer dan bahan hukum sekunder
ditambah dengan bahan hukum tersier sebagai tambahan, selanjutnya diolah dan
dianalisis dengan menggunakan metode deskriptif-analisis dan dengan
13 Amiruddin dan H. Zainal Asikin, Op. cit., h. 15. 14H. Zainuddin Ali, 2009, Metode Penulisan Hukum, Sinar Grafika, Jakarta, h.107.
22
menggunakan teknik argumentatif, yaitu dengan menguraikan serta
menghubungkan dengan teori-teori dan literatur-literatur yang berkaitan dengan
pengaturan pemalsuan bahan baku produk pangan terkait pengaturan hukum
tentang perlindungan konsumen di Indonesia, melakukan penafsiran sehingga
dapat ditarik suatu kesimpulan dalam bentuk argumentasi hukum untuk
mendapatkan hasil yang akurat, karena suatu undang-undang pada hakikatnya
merupakan bagian dari keseluruhan sistem perundang-undangan yang berlaku
sehingga tidak mungkin ada satu undang-undang yang berdiri sendiri tanpa terikat
dengan peraturan perundang-undangan lainnya.
23