daftar isi halaman sampul depan halaman sampul … filesalah satu isu yang terjadi dalam dunia...
TRANSCRIPT
DAFTAR ISI
HALAMAN SAMPUL DEPAN
HALAMAN SAMPUL DALAM .............................................................. i
HALAMAN PERSYARATAN GELAR SARJANA HUKUM ............. ii
HALAMAN PERSETUJUAN PEMBIMBING/PENGESAHAN ........ iii
HALAMAN PENGESAHAN PANITIA PENGUJI SKRIPSI ............. iv
KATA PENGANTAR ............................................................................... v
DAFTAR ISI .............................................................................................. ix
SURAT PERNYATAAN KEASLIAN .................................................... xii
ABTSTRAK ............................................................................................... xiii
ABSTRACT ............................................................................................... xiv
BAB I PENDAHULUAN ...................................................................... 1
1.1 Latar Belakang Masalah ....................................................... 1
1.2 Rumusan Masalah .................................................................. 7
1.3 Ruang Lingkup Masalah ........................................................ 8
1.4 Orisinalitas Penelitian ............................................................ 8
1.5 Tujuan Penelitian ................................................................... 10
1.5.1 Tujuan Umum .............................................................. 10
1.5.2 Tujuan Khusus ............................................................. 10
1.6 Manfaat Penelitian ................................................................. 11
1.6.1 Manfaat Teoritis .......................................................... 11
1.6.2 Manfaat Praktis ............................................................ 11
ii
1.7 Landasan Teori ...................................................................... 11
1.8 Metode Penelitian .................................................................. 19
1.8.1 Jenis Penelitian ............................................................ 19
1.8.2 Jenis Pendekatan .......................................................... 20
1.8.3 Sifat Penelitian ............................................................. 20
1.8.4 Sumber Data ................................................................ 21
1.8.5 Teknik Pengumpulan Data .......................................... 22
1.8.6 Teknik Analisis Data ................................................... 22
BAB II TINJAUAN TENTANG PARIWISATA DAN
WISATAWAN ........................................................................... 23
2.1 Pengertian Pariwisata ............................................................. 23
2.2 Bentuk-Bentuk Pariwisata ..................................................... 26
2.3 Jenis-Jenis Pariwisata ............................................................ 27
2.4 Pengertian Wisatawan ........................................................... 32
2.5 Jenis-Jenis Wisatawan ........................................................... 35
BAB III TANGGUNG JAWAB PENGELOLA PARIWISATA
ATAS KERUGIAN WISATAWAN BERDASARKAN
PERATURAN PERUNDANG-UNDANGAN ......................... 39
3.1 Pengaturan Pariwisata Menurut Undang-Undang ................. 39
3.2 Pengaturan Bidang Usaha Pariwisata .................................... 43
3.3 Tanggung Jawab Pengelola Pariwisata Atas Kerugian
Wisatawan .............................................................................. 47
x
iii
BAB IV PELAKSANAAN TANGGUNG JAWAB PENGELOLA
KAWASAN PARIWISATA TIRTA GANGGA ATAS
KERUGIAN WISATAWAN .................................................... 55
4.1 Deskripsi Objek Wisata Tirta Gangga ................................... 55
4.2 Kerugian Wisatawan Pada Obyek wisata Tirta Gangga ........ 59
4.3 Tanggung Jawab Pegelola Kawasan Pariwisata Tirta
Gangga Atas Kerugian Wisatawan ........................................ 62
BAB V PENUTUP .................................................................................. 66
5.1 Kesimpulan ............................................................................ 66
5.2 Saran-Saran ............................................................................ 66
DAFTAR PUSTAKA
DAFTAR INFORMAN
RINGKASAN SKRIPSI
xi
ABSTRAK
Salah satu isu yang terjadi dalam dunia pariwisata kini banyak telah
terjadi kerugian dan tidak kenyamanan pengunjung wisatawan. Seperti yang
terjadi di obyek wisata tirta gangga karangasem telah terjadi mengalami kerugian
salah satunya kerugian ketidaksopanan pedagang-pedagang acung dalam
menjajakan dagangannya, juga banyaknya pengemis-pengemis yang menanggung
menyebabkan berkurangnya kenyamanan wisatawan dan fakta menunjukkan
bahwa ada wisatawan yang mengalami kecelakaan (terjatuh dikolam, terpeleset)
menyebabkan cidera, sehingga sampai dibawa kerumah sakit.
Penelitian ini dilakukan penelitian hukum empiris, yang didasarkan pada,
baik data primer maupun data sekunder. Penelitian dilakukan dengan pendekatan
perundang-undangan (statue approach), dan pendekatan fakta (the fact approach).
Analisi data dilakuan secara deskriptif kualitatif.
Berdasarkan peraturan perundang-undangan yang ada, pengelola kawasan
pariwisata bertanggung jawab untuk memberi ganti rugi atas kerugian wisatawan.
Pengelola kawasan pariwisata Tirta Gangga tidak melaksanakan tanggung jawab
untuk memberikan ganti rugi atas kerugian wisatawan sesuai dengan ketentuan
peraturan perundang-undangan yang berlaku.
Kata Kunci : Tanggung Jawab, Kawasan Pariwisata, Obyek Wisata, Wisatawan.
vi
ABSTRACT
One of the issues that occur in the world of tourism is now a lot of losses
have occurred and no comfort tourist visitors. As happened in the tourism tirta
gangga karangasem there has been a loss one loss immodesty merchants acung in
hawking wares, too many beggars who bear cause a reduction in the comfort of
tourists and the facts show that there are tourists who have an accident (fall pond,
slip ) cause injury, so until it is brought to the hospital.
Research was conducted empirical legal research, which is based on both
primary data and secondary data. The study was conducted with the approach of
legislation (statue approach), and the approach of the fact (the fact approach).
Data analysis was done by descriptive qualitative. Based on the laws
that exist, the area manager responsible tourism to compensate for the loss of
tourists. Tirta Gangga tourism area manager does not implement the
responsibility to provide for compensation for damage rating in accordance with
the provisions of the legislation in force.
Keywords: Responsibility, Region Tourism, Heritage, Travelers
xiv
BAB I
PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang
Pentingnya peranan pariwisata dalam pembangunan ekonomi di berbagai
Negara sudah tidak dirugikan lagi.Banyak Negara sejak beberapa tahun terakhir
menggarap pariwisata dengan serius dan menjadikan pariwisata sebagai sektor
perolehan kerja maupun pengentasan kemiskinan.1Pariwisata juga merupakan
salah satu andalan dalam memperoleh Devisa bagi pembangunan pariwisata
Indonesia harus mampu menciptakan inovasi baru untuk mempertahankan dan
meningkatkan daya saing secara berkelanjutan.2Sektor pariwsata di Indonesia
masih bisa di kembangkan dengan lebih maksimal. Pengembangansektor
pariwisata yang dilakukan dengan baik akan mampu menarik wisatawan domestik
maupun wisatawan untuk datang dan membelanjakan uangnyadalam kegiatan
berwisatanya. Dari transaksi itulah masyarakat daerah wisata akan terangkat taraf
hidupnya serta Negara akan mendapat devisa dari wisatawan asing yang menukar
mata uang negaranya dengan rupiah.
Pengembangan kepariwisataan merupakan perangsang dan daya dorong
bagi terjadinya kegiatan pengembangan sampai ke pelosok-pelosok, pantai-pantai,
dan bukit-bukit yang paling terpencil sekalipun.Hal ini dimungkinkan karena
manusia-manusia modern yang sudah jenuh dengan hasil-hasil kemajuan
1I Gede Pitana dan I Ketut Surya Diarta, 2009, “Pengantar Ilmu Pariwisata”, Penerbit
Andi, Yogyakarta, hlm. 2. 2 Made Metu Dhana, 2012, Perlindungan Hukum dan Keamanan Terhadap Wisatawan,
Paramita, Surabaya, hal.1
2
teknologi justru menuju obyek-obyek wisata terutama obyek wisata alam dan
budaya yang semakin dirindukan.3
Dewasa ini pariwisata menjadi sebuah mega bisnis.Jutaan orang
mengeluarkan triliunan dollar Amerika, meninggalkan pekerjaan dan rumah untuk
membahagiakan diri (pleasure) dan untuk menghabiskan waktu luang
(leisure).Namun demikian memposisikan pariwisata sebagai bagian esensial
dalam kehidupan sehari-hari merupakan fenomena yang relatif baru.Hal ini
terlihat sejak berakhirnya Perang Dunia II di saat mana pariwisata meledak dalam
skala besar ekonomi dan sosial.4
Manusia hidup berpindah-pindah (nomadism) pada jaman prasejarah,
sehingga perjalanan yang jauh (traveling) merupakan gaya dan cara untuk
bertahan hidup. Orang primitif sering mlintasi tempat yang jauh untuk mencari
makanan, minuman, pakaian, dan iklim yang mendukung kehidupannya.5Di abad
11 sampai 15 dalam sejarah peradabanbarat, terjadi model baru perjalanan
manusia untuk melakukan ziarah ke tempat khusus untuk alasan
religius.Selanjutnya abad 17 sampai 20 merupakan era perpindahan dan
perjalanan manuisa melintasi Negara (international) dan benua (intercontinental).
Hal ini merupakan periode migrasi dimana jutaan manusia meninggalkan satu
benua untuk bermukim di dunia lain. Bagi Indonesia, jejak pariwisata dapat
3I Made Dwi Mahardika, 2009, “Peranan Desa Pakraman Dalam Konteks
Pengembangan Pariwisata Budaya” Skripsi Fakultas Hukum Universitas Udayana, Denpasar,
hlm. 1.
4 Hanas Yordi, 2011, Sejarah Pariwisata, URL :https://eclecticismmind.blogspot.com,
diakses pada tanggal 11 Agustus 2015. 5Ibid, hlm. 5.
3
ditelusuri kembali ke dasawarsa 1910an, yang ditandai dengan dibentuknya VTV
(Vereeneging Toeristen Verkeer), sebuah badan pariwisata Belanda, di Batavia.6
Pariwisata merupakan konsep yang sangat multidimensional layaknya
pengertian wisatawan. Tak bias dihindari bahwa pengertian pariwisata dipakai
oleh para praktisi dengan tujuan dan perspektif yang berbeda sesuai tujuan yang
ingin dicapai. Sebagai contoh, beberapa ahli mendefinisikan pariwisata sebagai
berikut :7
“The sum of the phenomena and relationship arising from the interaction
of tourists, host governments, and host communities, in the process of attracting
and other visitors”.
Tourism is defined as the interrelated system that includes tourists and the
associated services that are provided and utilized (facilities, attractions,
transportation, and accommodation) to aid in their movement”.
Selain itu definisi lain mengenai pariwisata menurut Undang-Undang
Republik Indonesia No. 10 Tahun 2009 Pasal 1 ayat 3 yaitu :
Pariwisata adalah berbagai macam kegiatan wisata dan didukung berbagai
fasilitas serta layanan yang disediakan oleh masyarakat, pengusaha, pemerintah
dan pemerintah daerah. Definisi pariwisata memang tidak dapat persis sama di
antara para ahli, hal yang memak jamak terjadi di dunia akademis, sebagaimana
juga bias ditemui pada berbagai disiplin ilmu lain. Meskipun ada variasi batasan,
ada beberapa komponen pokoknya yang secara umum disepakati di dalam batasan
pariwisata (khususnya pariwisata intenasional), yaitu sebagai berikut:
6Ibid, hlm. 35.
7Ibid, hlm. 45.
4
1. Traveler, yaitu orang yang melakukan perjalanan antar du atau lebih lokalitas.
2. Visitor, yaitu orang yang melakukan perjalanan ke daerah yang bukan
merupakan tempat tinggalnya, kurang dari 12 bulan, dan tujuan perjalanannya
bukanlah untuk terlibat dalam kegiatan untuk mencari nafkah, pendapatan atau
penghidupan di tempat tujuan.
3. Tourist, bagian dari visitor yang menghabiskan waktu paling tidak satu malam
(24jam) di daerah yang dikunjungi.
Semua definisi yang dikemukakan mengandung beberapa unsur pokok
yaitu;
1. Adanya unsur travel (perjalanan), yaitu pergerakan manusia dari satu tempat
ke tempat lain;
2. Adanya unsur ‘tinggal sementara’ di tempat yang bukan merupakan tempat
tinggal yang biasanya; dan
3. Tujuan utama dari pergerakan manusia tersebut bukan mencari
penghidupan/pekerjaan di tempat yang dituju.8
Mengaitkan pariwisata nasional yang ada di Indonesia khususnya di Bali,
terdapat sebuat tempat wisata yang terletak di ujung timur Bali yaitu Kabupaten
Karangasem, tempat wisata ini dikenal dengan Tirta Gangga.Tirta Gangga
merupakan bekas istana kerajaan yang terletak di bagian timur Pulau Bali,
Indonesia, sekitar 5 kilometer dari Karangasem, dekat Gunung Agung.Taman ini
terkenal karena istana airnya, yang dimiliki oleh Kerajaan Karangasem.
8Richardson and Fluker, 2004, “Defiinisi Pariwisata Menurut Para Ahli”, URL
:https://tebeatamang.wordpress.com, diakses pada tanggal 12 Agustus 2015.
5
Kebudayaan masyarakat Indonesia yang beraneka ragam merupakan
sesuatu yang lahir dari kemajemukan masyarakat Indonesia yang terdiri dari
berbagai suku bangsa yang berbhineka tunggal ika.Ini merupakan salah satu daya
tarik industri parwisata di Indonesia.9Interaksi atau kontak langsung wisatawan
dengan penduduk setempat dengan berbagai ragam kebudayaan dan pandangan
hidupnya akan membawa pengaruh baik positif maupun negatif. Kebudayaan
yang merupakan keseluruhan hasil karya, rasa, dan cipta manusia sebagai anggota
masyarakat juga akan mengalami perubahan-perubahan karena terkena pengaruh
pariwisata tersebut.
Dalam bidang kepariwisataan, Bali cukup dikenal sebagai daerah
pariwisata budaya, hal ini disebabkan karena terdapatnya kehidupan pariwisata
yang memberi corak kemandirian dan kekhususan. Karena dalam praktek
kehidupan sehari-hari nampak jiwa kepercayaan yang demikian tinggi dan wajar
(tidak dibuat-buat) sebagai suatu bentuk ketaatan dan keyakinan akan apa yang
dilakukannya. Semua praktek kehidupan sehari-hari itulah yang menjadi daya
tarik wisatawan dari dalam maupun dari luar negeri yang berkunjung ke Bali.
Kepariwisataan dan keberadaan hukum yang tak lepas dari aturan-aturan
yang ada di Indonesia yang khususnya ada di Bali merupakan modal yang sangat
penting, walaupun dalam kenyataannya masih banyak warga masyarakat yang
kurang memahami manfaat kepariwisataan dengan berbagai aturannya sehinngga
sering terjadi pelanggaran seperti ketidaksopanan pedagang-pedagang acung
9Soerjono Soekanto dan Soleman B Taneko, Hukum Pakraman, PT Rajawali, Jakarta,
hlm. 13.
6
dalam menjajakan dagangannya, juga banyaknya pengemis-pengemis yang
menanggung menyebabkan berkurangnya kenyamanan wisatawan.
Melihat kendala tersebut di atas dan melihat dari kenyataan yang timbul di
lapangan bahwa kunjungan asing ke Bali pada khususnya ke Desa Abang (Tirta
Gangga) tang setiap tahunnya sekarang sudah makin meningkat sudah tentu
banyak menghadapi masalah-masalah dan tantangan-tantangan. Interaksi atau
kontak langsung wisatawan dengan penduduk setempat dengan berbagau ragam
budaya, wisata dan pandangan hidup yang akan membawa pengaruh positif
maupun negatif.
Tidak hanya itu saja, hubungan antara pengelola tempat wisata dengan
wisatawan juga penting untuk diperhatikan. Tidak jarang terjadi dan tidak
dipungkiri wisatawan merasa tidak aman dan tidak nyaman berada ditempat
wisata tertentu. Begitu juga dalam kenyataan yang terjadi ditempat obyek wisata
Tirta Gangga yang terkenal dengan kolamnya yang banyak dinikmati
keindahannya serta tidak jarang banyak wisatawan yang berenang dikolam yang
airnya jernih.
Fakta menunjukkan bahwa ada wisatawan yang mengalami kecelakaan
(terjatuh dikolam, terpeleset) menyebabkan cidera, sehingga sampai dibawa
kerumah sakit.Disini wisatawan menderita kerugian materiil, tetapi tidak
mendapatkan kompensasi apapun dari pengelola atau mereka yang bertindak
sebagai pengusaha wisata di kawasan Tirta Gangga.Dalam pengamatan di
lapangan, pihak pengelola belum sepenuhnya memberikan pelayanan yang
7
memadai, dalam arti belum menjamin perlindungan terhadap wisatawan, terutama
kerugian yang di alami akibat suatu kecelakaan.
Wisatawan yang datang dan ingin berenang harus berhati-hati karena di
kolam Tirta Gangga pernah terjadi wisatawan yang tenggelam dan menelan
korban.Tetapi disini dari pihak yang bertuga kurang
memperhatikannya.Pertanggungjawaban yang diterapkan disini kurang
memadai.Sehingga wisatawan yang datang jarang ingin berenang, hanya
berkunjung untuk melihat keindahan air, dan pemandangan yang ada di Tirta
Gangga.Padahal sebelum ada wisatawan yang tenggelam dan meninggal banyak
yang berenang dan menikmati air yang mengalir dari pancoran maupun dari
bawah tanah yang dingin dan sejuk. Hanya saja pertanggung jawaban pengelola
disini kurang memadai dan tidak ada hanti rugi atau bentuk kompensasi apapun.
Untuk mengetahui lebih lanjut mengenai tanggung jawab pengelola dalam
kaitannya dengan kerugian wisatawan di obyek wisata Tirta Gangga, maka saya
menuangkannya dalam bentuk skripsi dengan judul “TANGGUNG JAWAB
PENGELOLA KAWASAN PARIWISATA ATAS KERUGIAN
WISATAWAN PADA OBYEK WISATA TIRTA GANGGA
KARANGASEM”.
1.2. Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang masalah sebagaimana dipaparkan diatas, maka
dapat dirumuskan beberapa permasalahan sebagai berikut :
1. Bagaimana tanggung jawab hukum pengelola kawasan pariwisata atas
kerugian wisatawan berdasarkan peraturan perundang-undangan ?
8
2. Bagaimana pelaksanaan tanggung jawab pihak pengelola kawasan pariwisata
Tirta Gangga atas kerugian wisatawan ?
1.3. Ruang Lingkup Masalah
Mengingat begitu luasnya permasalahan yang dapat diangkat, maka
dipandang perlu adanya pembatasan mengenai ruang lingkup masalah yang akan
dibahas nanti. Adapun permasalahan pertama dibatasi hanya mengenai tanggung
jawab hukum pengelola pariwisata atas kerugian wisatawan berdasarkan peraturan
perundang-undangan.Permasalahan kedua dibatasi hanya mengenai tanggung
jawab pihak pengelola kawasan pariwisata Tirta Gangga atas kerugian wisatawan.
1.4. Orisinalitas Penelitian
Dalam rangka menumbuhkan semangat anti plagiat di dalam dunia
pendidikan di Indonesia, maka diwajibkan untuk mampu menunjukan orisinalitas
dari penelitian yang tengah dibuat dengan menampilkan, beberapa judul penelitian
skirpsi terdahulu sebagai pembanding. Adapun dalam penelitian ini, peneliti
menampilkan 2 (dua) skripsi terdahulu yang pembahasannya berkaitan dengan
Tanggung Jawab Pengelola Kawasan Wisata :
Table 1.1. Daftar Penelitian Sejenis
No. Judul Skripsi Penulis Rumusan Masalah
1. Peran Desa Pakraman
dalam Konteks
Pengembangan Pariwisata
Budaya (Studi Kasus di
I Made Dwi
Mahardika
(Fakultas Hukum
Negeri Universitas
1. Bagaimana peranan
desa pakraman
dalam konteks
pengembangan
9
Desa Pakraman Bualu
Kuta, Badung)
Udayana) pariwisata budaya
di desa Pakraman
Bualu ?
2. Apakah upaya
hukum yang dapat
dilakukan oleh desa
pakraman Bualu
dalam menunjang
pengembangan
pariwisata budaya ?
2. Perjanjian pengelola
Objek Wisata Rakyat
Pantai Labombo Antara
Pemerintah Kota dan
Masyarakat Surutanga di
kota Palopo
Muhammad
Taufiq (Fakultas
Hukum
Universitas
Hassanudin,
Tahun 2012)
1. Bagaimana
pelaksanaan
perjanjian
pengelola objek
wisata pantai
Labombo antara
pemerintah kota
dan masyarakat
Surutanga di Kota
Palopo ?
2. Bagaimana
perlindungan
hukum pemerintah
10
terhadap warga
masyarakat
Surutanga di Kota
Palopo atas
perjanjian
pengelolaan objek
wisata pantai
Labombo oleh
pihak ketiga CV
Vista ?
1.5. Tujuan Penelitian
1.5.1. Tujuan Umum
Untuk mengetahui dan memahami aspek tanggung jawab dari pengelola
kawasan pariwisata terkait dengan kerugian wisatawan pada obyek wisata Tirta
Gangga Karangasem.
1.5.2. Tujuan Khusus
1. Untuk mengetahui tanggung jawab pengelola kawasan pariwisata atas
kerugian wisatawan berdasarkan peraturan perundang-undangan.
2. Untuk mengetahui pelaksanaan tanggung jawab pengelola kawasan pariwisata
Tirta Gangga atas kerugian wisatawan.
11
1.6. Manfaat Penelitian
1.6.1. Manfaat Teoritis
Secara teoritis penelitian ini diharapkan bermanfaat untuk menambah
wawasan yang lebih luas bagi masyarakat dan pemerintah mengenai tanggung
jawab pengelola kawasan wisata, dan hasil penelitian ini diharapkan dapat
memberikan sumbangan pemikiran ilmiah bagi pengembangan ilmu pengetahuan
hukum pada umumnya dan hukum kepariwisataan pada khususnya.
1.6.2. Manfaat Praktis
Adapun manfaat praktis penelitian ini diharapkan dapat memberikan
gambaran, informasi atau sumbangan pemikiran dalam memahami tentang
tanggunng jawab pengelola kawasan wisata Tirta Gangga dan bermanfaat menjadi
referensi sebagai bahan peneliti yang lain pada masa yang akan datang.
1.7. Landasan Teori
Bangsa Indonesia telah mendapatkan anugerah dari Tuhan Yang Maha Esa
berupa kekayaan sumber daya yang terdiri atas sumber daya alam nonhayati dan
sumber daya buatan yang bias menjadi obyek dan daya tarik wisata berupa
keadaan alam, flora, dan fauna, hasil karya manusia, serta peninggalan sejarah dan
budaya yang merupakan modal bagi pengembangan dan peningkatan
kepariwisataan di Indonesia. Untuk mencapai keberhasilan dalam pengembangan
dan peningkatan kepariwisataan yang di maksud, diperlukan langkah-langkah
yang serasi antar semua pihak yang terkait, baik Pemerintah maupun masyarakat,
sehingga terwujud keterpaduan lintas sektoral. Hukum Kepariwisataan adalah
keseluruhan peraturan atau kidah-kaidah hukum baik yang tertulis maupun tidak
12
tertulis yang mengatur mengenai keseluruhan kegiatan yang terkait dengan
pariwisata dan bersifat multidimensi serta interaksi antara wisatawan dan
masyarakat setempat, sesama wisatawan, Pemerintah, Pemerintah Daerah, dan
Pengusaha seperti yang dijelaskan dalam Pasal 1 Angka 4 Undang-undang
Pariwisata. Pentingnya pengaturan mengenai pariwisata ini semata-mata memberi
kepastian hukum khusus bagi wisatawan. Pada hakikatnya berpariwisata adalah
suatu proses kepergian sementara dari seseorang atau lebih menuju tempat lain
diluar tempat tinggalnya.10Pariwisata adalah kegiatan dinamis yang melibatkan
banyak manusia serta menghidupkan berbagai bidang usaha.11Sedangkan
pengertian wisatawan pada Pasal 1 Angka 2UUpar menyebutkan bahwa
Wisatawan adalah orang yang melakukan wisata. Menurut Smith dalam buku
Kusumaningrum, menjelaskan Wisatawan adalah orang yang sedang tidak
bekerja, atau sedang berlibur dan secara sukarela mengunjungi daerah lain untuk
mendapatkan suatu yang lain.12 Pengertian Pariwisata menurut pasal 1 angka 3
UUPar adalah berbagai macam kegiatan wisata dan didukung berbagai fasilitas
serta layanan yang disediakan oleh masyrakat, pengusaha dan pemerinta.
Selanjutnya pengertian Usaha pariwisata adalah Usaha Pariwisata adalah usaha
yang menyediakan barang dan atau jasa bagi pemenuhan kebutuhan wisatwan dan
penyelenggaran pariwisata.
10Gamal Suwantoro, SH, 2004, Dasar-Dasar Pariwisata, Andi, Yogyakarta, hlm. 3.
11Ismayanti, A. Par.,M.Sc., 2010, Pengantar Pariwisata, PT Grasindo, Jakarta, hlm. 1. 12 Kusumaningrum, Dian, 2009, Presepsi Wisatawan Nusantara Terhadap Daya Tarik
Wisatadi Kota Palembang, Tesis PS, Magister Kajian Pariwisata, Universitas Gadjahmada, h.17
13
Menurut Pasal 1 Undang-Undang Nomor 8 tahun 1999 Tentang
Perlindungan Konsumen, dirumuskan pengertian konsumen, perlindungan
konsumen, dan pelaku usaha sebagai berikut;
1. Perlindungan konsumen adalah segala upaya yang menjamin adanya kepastian
hukum untuk memberi perlindungan kepada konsumen.
2. Konsumen adalah setiap orang pemakai barang dan/atau jasa yang tersedia
dalam masyarakat, baik bagi kepentingan diri sendiri, keluarga, orang lain
maupun mahluk hidup lain dan tidak untuk diperdagangkan.
3. Pelaku usaha adalah setiap orang perseorangan atau badan usaha, baik yang
berbentuk badan hukum maupun bukan badan hukum yang didirikan dan
berkedudukan atau melakukan kegiatan dalam wilayah hukum Negara
Republik.
Seperti diketahui bahwa pembangunan kepariwisataan di Bali bertujuan
untuk mendorong pemerataan kesempatan berusaha dan memperoleh manfaat
yang sebesar-besarnya bagi kesejahteraan masyarakat sehingga terwujud cita-cita
kepariwisataan untuk Bali dan bukan Bali untuk kepariwisataan.
Dalam dunia pariwisata, perlindungan terhadap wisatawan baik wisatawan
mancan Negara maupun domestik masih dipertanyakan dan terkadang hukum
yang ada belum dapat melindungi wisatawan. Pada dasarnya wisatawan berhak
atas perlindungan hukum dan keamanan serta perlindungan asuransi untuk
kegiatan pariwisata yang berisiko tinggi. Di sisi lain, pengusaha pariwisata
berkewajiban untuk memberikan kenyamanan, perlindungan keamanan, dan
keselamatan wisatawan pada obyek wisata yang ada.
14
Lokasi obyek wisata dalam Pasal 1 Angka 6 Undang-Undang
Kepariwisataan dikenal dengan istilah Destinasi Pariwisata :
“Daerah tujuan pariwisata yang selanjutnya disebut Destinasi Pariwisata
adalah kawasan geografis yang berada dalam satu atau lebih wilayah
administrative yang di dalamnya terdapat daya tarik wisata, fasilitas
umum, fasilitas pariwisata, aksesibilitas, serta masyarakat yang saling
terkait dan melengkapi terwujudnya kepariwisataan.”
Pada dasarnya, keamanan suatu destinasi kepariwisataan dari kecelakaan
ini menyangkut hak dan kewajiban dari pihak-pihak di dalamnya untuk menjaga
kondisi aman dan nyaman.Hak wisatawan salah satunya adalah memperoleh
perlindungan hukum dan keamanan serta perlindungan asuransi untuk kegiatan
pariwisata yang berisiko tinggi (Pasal 20 huruf c dan f UU Kepariwisataan).
Di sisi lain kewajiban pengusaha pariwisata salah satunnya adalah
memberikan kenyamanan, keramahan, perlindungan keamanan, dan keselamatan
wisatawan serta memberikan perlindungan asuransi pada usaha pariwisata dengan
kegiatan yang berisiko tinggi (Pasal 26 huruf d dan e UU Kepariwisataan).
Pada umumnya, destinasi pariwisata itu menggunakan jasa pihak ketiga
(perusahaan asuransi) untuk menanggung risiko atas pengunjung apabila terjadi
hal-hal yang tidak diinginkan.Setiap pengusaha pariwisata yang tidak memenuhi
ketentuan dalam Pasal 26 tersebut dapat dikenai sanksi administratif (Pasal 63
UU Kepariwisataan).
Meskipun sudah terdapat jaminan keselamatan pengunjung yang tertuang
dalam UU Kepariwisataan, namun Pemerintah belum mengatur secara rinci
15
tentang jaminan tersebut dalam sebuah ketentuan sebagai pelaksana undang-
undang yaitu Peraturan Pemerintah. Demikian antara lain yang dijelaskan dalam
sebuah penelitian Rancangan Sistem Penilaian Keselamatan Pengunjung Tempat
Wisata yang diakses dari laman Portal Garuda, sebuah laman indeks publikasi
Indonesia. Dalam praktiknya, jika terjadi kecelakaan yang menimpa pengunjung
di suatu destinasi wisata, maka pengunjung dapat menggugat pemilik atau
pengelola tempat wisata yang bersangkutan atas dasar perbuatan melawan
hukum.Hal ini menyangkut kewajiban hukum dari pengelola tempat wisata
tersebut. Kecelakaan merupakan hal yang mungkin saja terjadi dimanapun dan
kapanpun itu. Bila berbiacara mengenai tanggung jawab dalam konteks hukum
yang mana biasanya diwujudkan dalam bentuk tanggung jawab keperdataan,
menurut Pinto tanggung jawab menunjukan kepada akibat yang timbul dari
bentuk kegagalan untuk memenuhi standar sedangkan bentuk ganti rugi dan
pemulihan sebagai akibat dari terjadinya kerusakan dan kerugian yang telah di
perbuat.13 Prinsip- prinsip tanggung jawab dalam hukum keperdataan dapat
dibedakan sebagai berikut :
1. Prinsip tanggung jawab berdasarkan adanya kesalahan ( Liability Based on
Fault )
Di Indonesia berlakunya prinsip tanggung jawab berdasarkan kesalahan
adalah atas dasar asas konkordansi. Ketentuan ini dilihat dalam pasal 1365
KUHPer yang menentukan bahwa : “setiap perbuatan melanggar hukum yang
membawa kerugian kepada orang lain, mewajibkan orang yang karena salahnya
13 Juanda, 2004, Hukum Pemerintah Daerah: Pasang Surut Hubungan Antara DPRD dan
Kepala Daerah, Alumni, Bandung, hal. 105
16
menerbitkan kerugian itu, mengganti kerugian tersebut.” Sesungguhnya pasal
1365 KUHPer ini tidak merumuskan perbuatan melawan hukum. Perbuatan
melanggar hukum (Onrecht Matigedaad) adalah perbuatan atau kealpaan, yang
atau bertentangan dengan hak orang lain, atau bertentangan dengan kewajiban
hukum si pelaku atau bertentangan baik dengan kesusilaan, maupun dengan
keharusan yang seharusnya diindahkan dalam pergaulan hidup terhadap orang lain
atau benda, sedangkan barang siapa karena salahnya sebagai akibat dari
perbuatannya itu telah mendatangkan kerugian pada orang lain berkewajiban
membayar ganti rugi.14
Adapun unsure-unsur perbuatan melawan hukum adalah sebagi berikut :
a. Adanya perbuatan yang melawan hukum dari tergugat.
b. Perbuatan itu dapat dipersalahkan kepadanya.
c. Adanya kerugian yang di derita penggugat sebagai akibat kesalahan
tersebut.
Maka perbuatan melawan hukum disini bukan hanya dalam arti positif tetapu juga
dalam arti negatif yaitu meliputi tidak berbuat sesuatu yang seharusnya menurut
hukum orang berbuat. Sedangkan makna kesalahan adalah dalam pengertian
umumnya itu baik karena kesengajaan maupun karena kelalaian. Dalam pasal
1365 KUHPer ini adanya kerugian tersebut, sebagai akibat dari perbuatan
tergugat.
2. Prinsip tanggung jawab berdasarkan praduga ( presumption of liability)
14 Djojodirjo Moegni, 1979,
17
Menurut prinsip tanggung jawab berdasarkan praduga ( presumption of
liability), perusahaan dianggap bertanggung jawab atas segala kerugian yang
dialami oleh penggugat, namu tergugat dapat membebaskan dari tanggung jawab
apabila dapat membuktikan bahwa dirinya tidak bersalah ( Absenseof Fault ).
Prinsip tanggug jawab praduga ini juga didasarkan atas adanya kesalahan (
Liability based an fault) dengan menekan pada pembalikan beban pembuktian (
Shifting of Huburden of Parot ) kepada pihak tergugat.
Apabila prinsip ini digabung dengan tanggung jawab perusahaan, jika ada
masyarakat yang merasa dirugikan oleh suatu perusahaan baik sebagai akibat
aktivitas perusahaan maupun karena keberadaannya dalam hal ini masyarakat
dapat langsung menggugat perusahaan dan perusahaanlah nantinya yang
dibebankan untuk membuktikan bahwa kerugian yang dialami oleh masyarakat
bukanlah karena kesalahan pihak perusahaan yang dimaksud.15 Dengan demikin
prinsip-prinsip tanggung jawab dalam hukum dapat dibedakan sebagai berikut :
1. Kesalahan (Liability based on fault)
2. Praduga selalu bertanggung jawab (presumption of Liability)
3. Praduga selalu tidak bertanggung jawab (Presumption of Nonliability)
4. Tanggung jawab mutlak (Strict Liability)
5. Pembatasan tanggung jawab (Limitation Liability)
Dalam hal tanggung jawab perundang-undangan atau tanggung jawab
yang berdarakan adanya perbuatan melanggar hukum, berarti tanggung jawab
tersebut dibebani kepada orang yang melakukan suatu perbuatan yang melanggar
15 Isa Wahyud, Busyra Azahri, 2008, Corporate Social Responsibility, Prinsip, Pengaturan
dan Implementasi, Inspire, Malang, h.6
18
hukum dimana akibat dari perbuatannya menimbulkan adanya suatu tanggung
jawab yang harus dipikulnya sendiri. Baik dari perbuatan yang melanggar hukum
tersebut dikehendaki maupun tidak dikehendaki oleh si pembuat atau dalam arti
karena kurang hati-hati atau kelalaiannya menyebabkan kerugian bagi orang lain.
Meskipun dalam UUPar tanggung jawab biro perjalanan wisata atas kerugian atu
kecelakaan yang dialami oleh wisatawan belum diatur, namun dalam hal ini pihak
wisatawan dapat menggunakan beberapa undang-undang sebagai acuan apabila
terjadi suatu kerugian yang dialami khususnya mengenai kecelakaan yang dialami
oleh dalam perjalanan wisata. Dengan memperhatikan prinsip-prinsip
perlindungan-perlindungan hukum terhadap konsumen tersebut di atas maka,
merupakan kewajiban dari pelaku usaha biro perjalanan wisata untuk mengganti
yang dialami oleh wisatawan sebagai konsumen.
Jika memang kecelakaan wisatawan disebabkan oleh kelalaian pengelola
tempat wisata dalam membangun tempat wisata yang aman dan kondusif bagi
wisatawan, maka pengeloala tempat wisata dapat digugat atas dasar Perbuatan
Melawan Hukum (onrechtmatige daad) yang dalam konteks perdata diatur dalam
Pasal 1365 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata :
“Tiap perbuatan melanggar hukum, yang membawa kerugian kepada
orang lain, mewajibkan orang yang karena salahnya menerbitkan
kerugian itu, mengganti kerugian tersebut.”
19
1.8. Metode Penelitian
Metode penelitian merupakan suatu pedoman untuk mempelajari dan
memahami lingkungan-lingkungan yang di hadapi, dan digunakan dalam setiap
penelitian ilmiah.Menurut Peter R. Senn, metode merupakan suatu prosedur atau
cara mengetahui sesuatu dengan menggunakan langkah-langkah yang sistematis.16
Penelitian ilmiah sendiri merupakan suatu proses penalaran yang mengikuti suatu
alur berpikir yang logis dan dengan menggabungkan metode yang juga ilmiah,
karena penelitian ilmiah selalu menuntut pengujian dan pembuktian. Penelitian
hukum adalah suatu proses untuk menemukan aturan hukum, prisip-prinsip huku,
maupun doktrin-doktrin hukum guna menjawab isu hukum yang sedang
dihadapi.17
1.8.1. Jenis Penelitian
Jenis penelitian yang digunakan dalam penulisan skripsi ini adalah
penelitian hukum empiris.Penelitian empiris merupakan peneiltian hukum yang
memakai sumber data primer dan data sekunder.Adapun maksud penggunaan
metode empiris dalam penelitian ini adalah disamping menelaah peraturan
perundang-undangan dan kebijakan-kebijakan yang mengatur tentang tanggung
jawab pengelola wisata, juga menelaah kenyataannya dalam praktek
pelaksanaannya di masyarakat.Oleh karena itu, penting dan relevan dilakukan
penelitian terhadap hal-hal yang berkaitan dengan permasalahan yang
16 Bahder Johan Nasution, 2008, Metode Penelitian Ilmu Hukum, Mandar Maju,
Bandung, h.3 17 Peter Mahmud Marzuki, 2011, Penelitian Hukum, Cetakan ke-7, Kencana, Jakarta, h.35
20
ada.18Penelitian hukum tersebut dilakukan dalam rangka upaya pengembangan
hukum serta menjawab isu-isu hukum yang baru yang berkembang dalam
masyarakat. Tanpa adanya penelitian hukum maka pembangunan hukum tidak
akan berjalan maksimal.19
1.8.2. Jenis Pendekatan
Pendekatan yang digunakan dalam penelitian ini yaitu pendekatan
perundang-undangan (The Statue Approach) dan pendekatan fakta (The Fact
Approach).Pendekatan perundang-undangan (The Statue Approach) yaitu
dilakukan dengan mengkaji undang-undang dan peraturan yang bersangkut paut
dengan isu hukum yang sedang dibahas.20Dalam penelitian ini pendekatan
perundang-undangan dilakukan dengan mengkaji peraturan perundang-undangan
yang terkait dengan kepariwisataan dan peraturan perundang-undangan lainnya.
Pendekatan fakta (The Fact Approach) dilakukan dengan cara mengkaji fakta-
fakta yang terjadi di masyarakat dalam hal tanggung jawab pengelola kawasan
wisata Tirta Gangga.
1.8.3. Sifat Penelitian
Penelitian ini bersifat penelitian deskriptif. Penelitian deskriptif
merupakan penelitian ilmu hukum yang bertujuan menggambarkan secara tepat
sifat-sifat suatu individu, keadaan, gejala, atau kelompok tertentu, atau untuk
18Ronny Hartijo Soemitro, 2001, Metode Penelitian Hukum, Cet. I Graha Indonesia,
Jakarta, hlm. 40. 19 Dyah Ochtorina Susanti dan A’an Efendi, 2014, Penelitian Hukum (Legal Reseacrh),
Cetakan pertama,Sinar Grafika, Jakarta, h.7. 20 Peter Mahmud Marzuki, op.cit, h. 93.
21
menentukan penyebaran suatu gejala, atau untuk menentukan ada tidaknya
hubungan antara suatu gejala dengan gejala lain dalam masyarakat.
1.8.4. Sumber Data
Data yang dipergunakan dalam penulisan skripsi ini berupa data primer,
data sekunder dan data tersier sebagai berikut ;
1. Data primer adalah data yang diperoleh melalui penelitian dilapangan dari
pengelola kawasan wisata Tirta Gangga melalui wawancara, untuk
memperoleh informasi dengan bertanya langsung pada pihak-pihak yang
diwawancarai terutama pihak-pihak yang berwenang, dalam hal ini pihak yang
berwenang adalah pihak pengelola kawasan wisata Tirta Gangga.
2. Data sekunder adalah data yang diperoleh melalui penelitian kepustakaan,
yang terdiri dari ;
a. Bahan hukum primer, yaitu terdiri dari peraturan perundang-undangan.
b. Bahan hukum sekunder, yaitu nahan hukum yang menjelaskan bahan
hukum primer, seperti pendapat para sarjana, dokumen-dokumen resmi
dan bahan-bahan hukum lainnya yang berkaitan dengan masalah yang
diteliti.
c. Bahan hukum tersier, yaitu bahan hukum yang memberikan petunjuk
maupun penjelasan terhadap bahan hukum primer dan bahan hukum
sekunder.21
21 Amaruddin dan H. Zainal Asikin, op.cit, h. 68.
22
1.8.5. Teknik Pengumpulan Data
Adapun teknik pengumpulan data yang dipergunakan dalam penulisan
skripsi ini adalah :
1. Untuk data sekunder, dilakukan dengan cara mengumpulkan bahan pustaka
yang di dapat dari berbagai literatur atau buku-buku dan perundang-undangan
yang berkaitan dengan permasalahan dalam penelitian ini.
2. Untuk data primer, dilakukan dengan wawancara langsung dengan informan
yang ada hubungannya dengan masalah yang diteliti. Suatu data primer harus
digali melalui penelitian lapangan dengan melihat kenyataannya di masyarakat
pada lokasi penelitian yang sudah ditetapkan.
1.8.6. Teknik Analisis Data
Data yang diperoleh baik dari studi lapangan maupun studi pustaka
selanjutnya dianalisis secara deskriptif kualitatif, yaitu data yang terkumpul
dituangkan dalam bentuk uraian logis dan sistematis.Selanjutnta dianalisis untuk
memperoleh kejelasan penyelesaian masalah, kemudian ditarik simpulan deduktif,
yaitu dari hal yang bersifat umum menuju hal yang bersifat khusus.22
22Bambang Sunggono, 2007, Metodelogi Penelitian Hukum, PT Raja Grafindo Persada,
Jakarta, hlm. 122.