contoh proposal ptk non daftar pustaka

77
PENINGKATAN KEMAMPUAN PEMECAHAN MASALAH DAN KEMAMPUAN KOMUNIKASI MATEMATIS SISWA MELALUI PENDEKATAN MATEMATIS REALISTIK KELAS V SD SWASTA AMALIA MEDAN T.A 2015/2016 PROPOSAL Diajukan Untuk Memenuhi Persyaratan Dalam Memperoleh Gelar Magister Pendidikan Program Studi Pendidikan Dasar OLEH: TRI ASTARI NIM: 08146182041

Upload: astari-adja

Post on 09-Jan-2017

495 views

Category:

Education


11 download

TRANSCRIPT

Page 1: Contoh proposal ptk non daftar pustaka

PENINGKATAN KEMAMPUAN PEMECAHAN MASALAH DAN KEMAMPUAN KOMUNIKASI MATEMATIS SISWA

MELALUI PENDEKATAN MATEMATIS REALISTIK KELAS V SD SWASTA AMALIA MEDAN

T.A 2015/2016

PROPOSAL

Diajukan Untuk Memenuhi Persyaratan Dalam Memperoleh Gelar Magister Pendidikan

Program Studi Pendidikan Dasar

OLEH:

TRI ASTARINIM: 08146182041

PROGRAM PASCASARJANAUNIVERSITAS NEGERI MEDAN

MEDAN

Page 2: Contoh proposal ptk non daftar pustaka

2015DAFTAR ISI

DAFTAR ISI.............................................................................................................

i

BAB I PENDAHULUAN.........................................................................................

1

1.1 Latar Belakang Masalah ......................................................................................

1

1.2 Identifikasi Masalah.............................................................................................

7

1.3 Pembatasan Masalah ...........................................................................................

8

1.4 Perumusan Masalah ............................................................................................

8

1.5 Tujuan Penelitian ...............................................................................................

9

1.6 Manfaat Penelitian .............................................................................................

9

1.7 Definisi Operasional ...........................................................................................

9

BAB II KAJIAN PUSTAKA ..................................................................................

8

Page 3: Contoh proposal ptk non daftar pustaka

2. 1 Kemampuan Pemecahan Masalah Matematika...................................................

11

2.2 Kemampuan Komunikasi Matematis ..................................................................

14

....................................................................................................................................

12

1. Pembelajaran Matematika .................................................................

13

2. Konsep Accelerated learning ............................................................

14

3. Materi ................................................................................................

25

B. Kerangka Konseptual ....................................................................................

28

C. Hipotesis tindakan .........................................................................................

29

BAB III METODOLOGI PENELITIAN..............................................................

30

A. Setting Penelitian ..........................................................................................

30

B. Subjek Penelitian ...........................................................................................

30....................................................................................................................

C. Objek Penelitian ............................................................................................

30

Page 4: Contoh proposal ptk non daftar pustaka

D. Jenis dan Pendekatan Penelitian ....................................................................

31

E. Prosedur Penelitian ........................................................................................

32

F. Alat Pengumpulan Data ...............................................................................

34

G. Teknik Analisis Data .....................................................................................

38

DAFTAR PUSTAKA

Page 5: Contoh proposal ptk non daftar pustaka

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang Masalah

Pendidikan merupakan suatu pembentukan jiwa manusia yang memungkinkan

manusia tumbuh dan berkembang dengan potensi dan kemampuan yang

dimilikinya. Selain itu, pendidikan juga merupakan suatu upaya untuk

meningkatkan kualitas setiap individu dalam semua ranah, baik ranah afektif,

kognitif dan psikomotorik, yang dipersiapkan agar mampu mengikuti laju

perkembangan Ilmu Pengetahuan dan Teknologi (IPTEK) dalam rangka

menghasilkan sumber daya manusia (SDM) yang tangguh, terampil dan siap

kerja.

Hal ini sangat berhubungan dengan sistem pendidikan nasional yang terdapat

pada Undang-Undang No. 20 Tahun 2003, yaitu “untuk mengembangkan potensi

peserta didik agar menjadi manusia yang beriman dan bertaqwa kepada Tuhan

Yang Maha Esa, berakhlak mulia, sehat, cakap, kreatif, mandiri dan menjadi

warga negara yang demokratis serta bertanggung jawab”. Sehubungan dengan hal

ini maka diperlukan adanya sumber daya manusia yang handal dan dapat

menghadapi tantangan diera global serta menciptakan lapangan kerja, karena

berdasarkan SDM Indonesia dalam persaingan global pengalaman salah satu

penyebab terjadinya krisis ekonomi adalah rendahnya kualitas sumber daya

manusia. Oleh karena itu, diperlukan pengembangan sumber daya manusia

Indonesia dalam mengahadapi tantangan era global, dan salah satu upaya untuk

meningkatkan sumber daya manusia itu adalah pendidikan.Karena dengan

pendidikan yang baik dan berkualitas, dapat menciptakan sumber daya manusia

yang berdaya saing pula.

Salah satu diantara masalah besar dalam bidang pendidikan di Indonesia yang

banyak diperbincangkan adalah rendahnya mutu pendidikan yang tercermin dari

rendahnya rata-rata hasil belajar. Masalah lain dalam pendidikan di Indonesia

yang juga banyak diperbincangkan adalah bahwa pendekatan dalam pembelajaran

masih terlalu didominasi peran guru (teacher center). Guru banyak menempatkan

Page 6: Contoh proposal ptk non daftar pustaka

siswa sebagai obyek dan bukan sebagai subyek didik. Pendidikan kita kurang

memberikan kesempatan pada siswa dalam berbagai mata pelajaran untuk

mengembangkan kemampuan berpikir holistik (menyeluruh), kreatif, objektif, dan

logis.

Jerome Bruner dalam teorinya menyatakan bahwa belajar matematika berhasil

jika proses pengajaran diarahkan kepada konsep-konsep dan struktur-struktur

yang terbuat dalam pokok bahasan yang diajarkan. Dengan mengenal konsep dan

struktur yang tercakup dalam bahan yang sedang dibicarakan, anak akan

memahami materi yang harus dikuasainya itu. Ini menunjukkan bahwa materi

yang mempunyai suatu pola atau struktur tertentu akan lebih dipahami dan diingat

anak.

Sejalan dengan teori Bruner, pembelajaran matematika yang optimal

seharusnya dapat membuat siswa menjadi pandai menyelesaikan permasalahan

dimana tujuan ini dapat tercapai bila prinsip pembelajaran matematika diterapkan

secara dua arah sehingga siswa dapat benar-benar menguasai konsep-konsep

matematika dengan baik. Selain itu, siswa diharapkan pandai dalam berhitung dan

mampu melakukan perhitungan dengan benar dan tepat sesuai kreativitas diri

siswa masing-masing. Pada dasarnya belajar matematika haruslah dimulai dari

mengerjakan masalah yang berkaitan dengan kehidupan sehari-hari. Melalui

mengerjakan masalah yang dikenal dan berlangsung dalam kehidupan nyata ,

peserta didik dapat membangun konsep dan pemahaman dengan naluri, insting,

daya nalar, dan konsep yang telah diketahui(Slamet H.W. dan Nining

Setyaningsih, 2010 : 126).

Menurut Gagne (dalam Ruseffendi, 1988: 335) menyatakan bahwa,

“Pemecahan masalah adalah tipe belajar yang tingkatnya paling tinggi dan

kompleks dibandingkan dengan tipe belajar lainnya”. Kemampuan pemecahan

masalah adalah suatu tindakan untuk menyelesaikan masalah atau proses yang

menggunakan kekuatan dan manfaat matematika dalam menyelesaikan masalah,

yang juga merupakan metode penemuan solusi melalui tahap-tahap pemecahan

masalah. Siswa di Singapura dilatih kemampuannya dalam memecahkan

masalah pada setiap jenjang sekolah. Untuk menunjang pencapaian tujuan

tersebut, konsep silabus matematika dikembangkan dengan mengintegrasikan

Page 7: Contoh proposal ptk non daftar pustaka

lima komponen yang terdiri dari konsep (concept), keterampilan (skill),

proses (process), sikap(attitude), dan metakognisi (metacognition) (Kaur,

2004). Di Jepang, soal-soal pemecahan masalah berupa soal-soal yang bersifat

open-ended. Gerakan penggunaan soal open-ended ditujukan untuk menggantikan

penggunaan soal tertutup yang hanya mempunyai satu jawaban (Yamada,

1977:1).

Walaupun secara formal Indonesia telah menempatkan kemampuan

pemecahan masalah matematik sebagai salah satu tujuan utama pembelajaran

matematika, namun dalam pembelajaran pengetahuan siswa masih didominasi

oleh belajar secara verbal. Misalnya, ketika siswa diberikan permasalahan tentang

perkalian 8 x 4 mereka dapat menjawab 32, tetapi ketika dipresentasikan 8 x 5 =

…, mereka tidak mampu menyelesaikannya. Hal ini terjadi karena mereka tidak

mampu berpikir bahwa penjumlahan berturutan delapan buah angka empat

sehingga menghasilkan tiga puluh dua merupakan bagian pemecahan masalah

yang dihadapinya.

Menurut Bell (dalam Widjayanti: 2009) hasil-hasil penelitian menunjukkan

bahwa strategi-strategi pemecahan masalah yang umumnya dipelajari dalam

pelajaran matematika, dalam hal-hal tertentu, dapat ditransfer dan

diaplikasikan dalam situasi pemecahan masalah yang lain. Penyelesaian

masalah secara matematis dapat membantu para siswa meningkatkan daya

analitis mereka dan dapat menolong mereka dalam menerapkan daya tersebut

pada bermacam-macam situasi. Dengan perkataan lain, bila peserta didik

dilatih menyelesaikan masalah, maka peserta didik itu akan mampu

mengambil keputusan, sebab peserta didik itu telah menjadi trampil tentang

bagaimana mengumpulkan informasi yang relevan, menganalisis informasi,

dan menyadari betapa perlunya meneliti kembali hasil yang telah diperolehnya.

Selain kemampuan pemecahan masalah matematika yang masih rendah,

kemampuan komunikasi matematis juga masih perlu dikembangkan. Kemampuan

komunikasi matematis dapat diartikan sebagai suatu kemampuan siswa dalam

menyampaikan sesuatu yang diketahuinya. Sedikitnya ada dua alasan penting

mengapa komunikasi dalam pembelajaran matematika perlu ditumbuh

kembangkan di sekolah dasar, pertama adalah matematika tidak hanya sekedar

Page 8: Contoh proposal ptk non daftar pustaka

alat bantu berpikir, alat untuk menemukan pola, menyelesaikan masalah atau

mengambil keputusan tetapi matematika juga sebagai alat untuk

mengkomunikasikan berbagai ide dengan jelas, tepat dan ringkas, kedua adalah

sebagai aktivitas sosial dalam pembelajaran matematika di sekolah, matematika

juga sebagai wahana interaksi antarsiswa dan juga sebagai sarana komunikasi

guru dan siswa.

Greenes dan Schulman (1996: 168) mengatakan bahwa komunikasi matematik

merupakan: (I) kekuatan sentral bagi siswa dalam merumuskan konsep dan

strategi matematik, (2) modal keberhasilan bagi siswa terhadap pendekatan dan

penyelesaian dalam eksplorasi dan investigasi matematik, (3) wadah bagi siswa

dalam berkomunikasi dengan temannya untuk memperoleh informasi, membagi

pikiran dan penemuan, curah pendapat, menilai dan mempertajam ide untuk

meyakinkan orang lain.

Kemampuan komunikasi matematis (mathematical communication) dalam

pembelajaran matematika sangat perlu untuk dikembangkan. Hal ini karena

melalui komunikasi matematis siswa dapat mengorganisasikan berpikir

matematisnya baik secara lisan maupun tulisan. Di samping itu, siswa juga dapat

memberikan respon yang tepat antar siswa dan media dalam proses pembelajaran.

Bahkan dalam pergaulan bermasyarakat, seseorang yang mempunyai kemampuan

komunikasi yang baik akan cenderung lebih mudah beradaptasi dengan siapa pun

dimana dia berada dalam suatu komunitas, yang pada gilirannya akan menjadi

seorang yang berhasil dalam hidupnya.

Komunikasi matematika perlu menjadi fokus perhatian dalam pembelajaran

matematika, sebab melalui komunikasi, siswa dapat mengorganisasi dan

mengkonsolidasi berpikir matematisnya (NCTM, 2000a), dan siswa dapat

meng’explore’ ide-ide matematika (NCTM, 2000b).

Beberapa masalah belajar diatas dapat terlihat ketika guru memberikan

ulangan harian kebanyakan siswa kelas V SD Swasta Amalia Medan salah dalam

menyelesaikan suatu permasalahan. Akibatnyalebih dari 70 % siswa belum tuntas

belajar dan rata-rata nilai ulangan harian kurang dari batas ketuntasan belajar

minimal adalah 65 serta siswa tidak paham dalam memecahkan masalah yang

terdapat pada soal. Hal ini dapat diketahui dari hasil rata–rata nilai ulangan harian

Page 9: Contoh proposal ptk non daftar pustaka

dan dokumentasi ulangan siswa kelas V SD Swasta Amalia Medansebagaimana

diperlihatkan berikut ini:

Tabel 1.1

Nilai rata-rata Ulangan Harian Matematika Siswa

Nilai rata-rata Ulangan Harian (UH)

UH 1 UH 2

51.94 57.54

Salah satu dokumentasi mengenai cara siswa menyelesaikan masalah dari

sebuah soal cerita

Soal:

Seorang pedagang membeli seekor kambing dengan harga Rp

250.000. Kambing tersebut dia jual kembali seharga Rp 275.000.

Setelah itu dia membeli kambing yang lebih besar dengan harga Rp

300.000, dan menjualnya kembali seharga Rp350.000. Apakah

pedagang tersebut untung atau rugi? Tentukan keuntungan atau

kerugiannya!

Penyelesaian beberapa orang siswa:

Siswa I

Siswa II

Sumber : SD Swasta Amalia Medan

Dari data observasi diatas dapat diindikasikan bahwa kemampuan

pemecahan masalah dan kemampuan komunikasi matematis siswa masih rendah.

Faktor yang menyebabkan rendahnya kemampuan pemecahan masalah dan

kemampuan komunikasi matematis di SD Swasta Amalia Medan dikarenakan

siswa tidak mampu menunjukkan pemahaman masalah, tidak dapat

mengorganisasikan data dan memilih informasi yang relevan, serta siswa juga

lemah dalam menafsirkan model atau pola matematika dari suatu masalah. Di

Page 10: Contoh proposal ptk non daftar pustaka

samping itu dalam pembelajaran siswa tidak dapat mengkomunikasikan ide dalam

pemikirannya, sehingga tidak dapat menganalisa dan mengevaluasi pemikiran

matematika. Hal demikian menjadikan kondisi belajar mengajar tidak kondusif

yang dapat menimbulkan tidak munculnya keterampilan siswa dalam belajar

matematika dan berakibat nilai yang diperoleh siswa cenderung rendah.

Dalam proses pembelajaran respon siswa terhadap pembelajaran juga menjadi

sesuatu yang sangat penting untuk diperhatikan. Hal ini disebabkan karena

pembelajaran adalah proses interaksi yang dilakukan oleh guru dan siswa di

dalam maupun di luar kelas dengan menggunakan berbagai sumber belajar

sebagai bahan kajian. Interaksi antara guru dan siswa akan efektif jika

berlangsung dua arah. Guru diharapkan menciptakan proses pembelajaran yang

dapat memunculkan respons siswa. Respons siswa dapat dilihat dari partisipasi

siswa selama proses pembelajaran.

Menurut hasil observasi terhadap proses pembelajaran siswa kelas IV SD

Swasta Amalia Medan pada semester ganjil menunjukkan bahwa respons siswa

masih kurang. Hal tersebut tampak pada perilaku siswa antara lain sekitar 15%

kurang memperhatikan pelajaran, 15% siswa bermain sendiri dan 20%

mengganggu teman yang lain. Peran serta atau keterlibatan siswa dalam

kegiatan belajar mengajar masih kurang, hal ini karena kegiatan siswa dalam

proses belajar mengajar lebih banyak mendengarkan dan menulis apa yang

disampaikan oleh guru.

Salah satu upaya untuk mengatasi permasalahan belajar diatas, telah

direncanakan dengan menyusun pembelajaran matematika realistik yang akan

diterapkan pada semester ganjil tahun pelajaran 2015 – 2016. Pembelajaran

matematika relistik memungkinkan siswa untuk berfikir ilmiah, serta mampu

mengkomunikasikan ide, gagasan serta konsep dengan tepat. Pembelajaran

matematika realistik mungkin dapat memotivasi siswa untuk aktif sehingga dapat

mengurangi kebosanan dan bahkan meningkatkan hasil belajar matematika siswa.

Berdasarkan uraian diatas, maka peneliti akan mengkaji masalah ini melalui

Penelitian Tindakan Kelas dengan menerapkan pembelajaran matematika realistik

untuk meningkatkan kemampuan pemecahan masalah dan kemampuan

komunikasi matematis siswa yang pada akhirnya akan memperbaiki hasil belajar

Page 11: Contoh proposal ptk non daftar pustaka

matematika siswa kelas V SD Swasta Amalia Medan. Adapun judul penelitian ini

adalah “Peningkatan Kemampuan Pemecahan Masalah Dan Kemampuan

Komunikasi Matematis Siswa Melalui Pendekatan Matematika Realistik Kelas V

SD Swasta Amalia Medan T.A 2015/2016”.

1.2 Identifikasi Masalah

Berdasarkan latar belakang masalah yang telah diuraikan dapat

diidentifikasi masalah-masalah yang terjadi sebagai berikut :

1. Kondisi pembelajaran yang masih bersifat verbalistik, sehingga siswa

belajar dengan konsep ingatan dan hafalan.

2. Dalam proses pembelajaran guru kurang memberi kesempatan kepada

siswa untuk terlibat langsung dalam pembentukan pengetahuan

matematika mereka, sehingga kemampuan pemecahan masalah yang

dimiliki siswa masih rendah.

3. Siswa mengalami kesulitan dalam menyelesaikan masalah matematika

karena pemahaman materi yang bersifat menghafal sehingga keterampilan

siswa menyelesaikan soal masih kurang.

4. Kurang bervariasi pendekatan belajar yang digunakan guru di dalam

menyampaikan materi ajar, sehingga siswa mengalami kebosanan dalam

menerima pelajaran.

5. Pembelajaran matematika yang dilakukan di kelas masih bersifat abstrak

sehingga siswa kurang memahami konsep matematika dari materi yang

diajarkan

6. Komunikasi siswa dalam belajar masih sangat terbatas sehingga siswa

hanya mampu menjawab pada jawaban verbal yang pendek atas berbagai

pertanyaan yang diajukan oleh guru

7. Kurangnya partisipasi siswa dalam proses pembelajaran, sehingga siswa

kurang merespon pembelajaran yang pada akhirnya dapat mengakibatkan

rendahnya hasil belajar siswa.

1.3 Pembatasan Masalah

Page 12: Contoh proposal ptk non daftar pustaka

Agar permasalahan dalam penelitian ini lebih terarah dan jelas maka masalah

Penelitian ini dibatasi pada :

1. Peningkatan kemampuan pemecahan masalah dan komunikasi matematis

siswa kelas V SD Swasta Amalia Medan.

2. Efektivitas penerapan pembelajaran matematika realistik pada siswa kelas V

SD Swasta Amalia Medan.

3. Respon siswa kelas V SD Swasta Amalia Medan terhadap pembelajaran

matematika realistik.

1.4 Perumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang, identifikasi dan batasan masalah tersebut di atas,

diajukan perumusan masalah sebagai berikut:

1. Bagaimana peningkatan kemampuan pemecahan masalah matematika pada

siswa kelas V SD Swasta Amalia Medan tahun pelajaran 2015/2016 melalui

pendekatan realistik dilihat per siklus?

2. Bagaimana peningkatan kemampuan komunikasi matematispada siswa kelas

V SD Swasta Amalia Medan tahun pelajaran 2015/2016 melalui pendekatan

realistik dilihat per siklus?

3. Bagaimana efektivitas penerapan Pembelajaran Matematika Realistik terhadap

pembelajaran matematika siswa kelas V SD Swasta Amalia Medan Tahun

Pelajaran 2015/2016?

4. Bagaimana respon siswa terhadap Pendekatan Realistik yang dilakukan di

kelas V SD Swasta Amalia Medan Tahun Pelajaran 2014/2015?

1.5 Tujuan Penelitian

Berdasarkan rumusan masalah di atas, maka tujuan penelitian ini adalah:

1. Meningkatkan kemampuan pemecahan masalah matematika siswa kelas V

SD Swasta Amalia Medan Tahun Pelajaran 2014/2015 melalui pendekatan

matematika realistik.

2. Meningkatkan kemampuan komunikasi matematis pada siswa kelas V SD

Swasta Amalia Medan Tahun Pelajaran 2014/2015 melalui pendekatan

matematika realistik.

Page 13: Contoh proposal ptk non daftar pustaka

3. Mengetahui efektivitas penerapan Pembelajaran Matematika Realistik

terhadap pembelajaran matematika siswa kelas V SD Swasta Amalia Medan

Tahun Pelajaran 2014/2015.

4. Mengetahui respon siswa terhadap Pendekatan Realistik yang dilakukan di

kelas V SD Swasta Amalia Medan Tahun Pelajaran 2014/2015.

1.6 Manfaat Penelitian

Adapun beberapa manfaat dalam penelitian ini diantaranya adalah:

1. Bagi siswa penelitian ini dapat dimanfaatkan siswa sebagai upaya untuk

meningkatkan motivasi dan hasil belajar siswa khususnya dalam proses

pembelajaran matematika.

2. Bagi guru penelitian ini dapat dimanfaatkan guru sebagai dasar pemikiran

dalam memilih strategi pembelajaran di kelas yang tepat dalam proses belajar

mengajar matematika.

3. Bagi sekolah penelitian ini memberikan sumbangan yang baik dalam rangka

perbaikan pembelajaran matematika, peningkatan mutu sekolah dan

mengembangkan profesionalisme guru.

1.7 Definisi Operasional

Dalam pembahasan penelitian ini agar lebih terfokus pada permasalahan yang

akan dibahas, sekaligus menghindari terjadinya persepsi lain mengenai istilah-

istilah yang ada, maka perlu adanya penjelasan mengenai defenisi istilah dan

batasan-batasannya.

Adapun defenisi dan batasan istilah yang berkaitan dengan judul dalam

penelitian ini adalah sebagai berikut:

1. Kemampuan pemecahan masalah, kemampuan pemecahan masalah adalah

kemampuan siswa dalam menyelesaikan masalah matematika dengan

memperhatikan proses memperhatikan proses menemukan jawaban

berdasarkan langkah-langkah pemecahan masalah yaitu: (1) memahami

masalah, (2) merencanakan penyelesaian, (3) melaksanakan penyelesaian, dan

(3) memeriksa kembali kebenaran jawaban. Kemampuan pemecahan masalah

Page 14: Contoh proposal ptk non daftar pustaka

juga merupakan salah satu sarana bagi siswa untuk mengasah penalaran yang

cermat, logis, kritis, analitis, dan kreatif.

2. Kemampuan komunikasi matematis adalah kekuatan/kemampuan siswa dalam

memberikan respon yang tepat terhadap media dalam proses pembelajaran

matematika. Kemampuan komunikasi matematis juga merupakan kemampuan

siswa dalam menyampaikan suatu informasi matematis yang diketahuinya.

3. Efektivitas Pembelajaranmatematika merupakan suatu usaha atau strategi yang

melibatkan seluruh komponen pendidikan dalam mencapai tujuan pendidikan

yang telah ditetapkan sebelumnya secara tepat terutama pada pembelajaran

matematika. Efektivitas pembelajaran pada penelitian ini mengacu pada tiga

hal yaitu: (1) Ketuntasan belajar secara klasikal, (2) Ketuntasan Tujuan

Pembelajaran, (3) Waktu, dalam hal ini efisiensi waktu yang digunakan

selama proses pembelajaran.

4. Respon siswa adalah pendapat atau tanggapan siswa terhadap apa yang

diberikan guru kepadanya untuk mempelajari sesuatu dengan suka, senang,

dan berminat. Respon siswa merupakan salah satu aspek yang ikut

mempengaruhi keberhasilan siswa dalam pembelajaran matematika.

5. Pendekatan Matematika Realistik merupakan suatu pendekatan pembelajaran

matematika yang menggunakan konteks ‘dunia nyata’. Dalam hal ini dunia

nyata diartikan sebagai segala sesuatu yang ada diluar matematika seperti

kehidupan sehari-hari, lingkungan sekitar ataupun mata pelajaran yang lain.

BAB II

KAJIAN PUSTAKA

2.1. Kemampuan Pemecahan Masalah Matematika

Pemecahan masalah adalah proses melibatkan suatu tugas yang metode

pemecahannya belum diketahui lebih dahulu, untuk mengetahui penyelesaiannya

siswa hendaknya memetakan pengetahuan mereka, dan melalui proses ini mereka

Page 15: Contoh proposal ptk non daftar pustaka

sering mengembangkan pengetahuan baru tentang matematika, sehingga

pemecahan masalah merupakan bagian tak terpisahkan dalam semua bagian

pembelajaran matematika, dan juga tidak harus diajarkan secara terisolasi dari

pembelajaran matematika (Turmudi, 2008). Menurut Bell (1978) hasil-hasil

penelitian menunjukkan bahwa strategi-strategi pemecahan masalah yang

umumnya dipelajari dalam pelajaran matematika, dalam hal-hal tertentu, dapat

ditransfer dan diaplikasikan dalam situasi pemecahan masalah yang lain.

Penyelesaian masalah secara matematis dapat membantu para siswa

meningkatkan daya analitis mereka dan dapat menolong mereka dalam

menerapkan daya tersebut pada bermacam-macam situasi. Conney (dikutip

Hudoyo, 1988) juga menyatakan bahwa mengajarkan penyelesaian masalah

kepada peserta didik, memungkinkan peserta didik itu menjadi lebih analitis di

dalam mengambil keputusan di dalam hidupnya. Dengan perkataan lain, bila

peserta didik dilatih menyelesaikan masalah, maka peserta didik itu akan mampu

mengambil keputusan, sebab peserta didik itu telah menjadi trampil tentang

bagaimana mengumpulkan informasi yang relevan, menganalisis informasi, dan

menyadari betapa perlunya meneliti kembali hasil yang telah diperolehnya.

NCTM (2000) mengemukakan bahwa pemecahan masalah

merupakanproses menerapkan pengetahuan yang telah diperoleh sebelumnya pada

situasi barudan berbeda. Selain itu NCTM juga mengungkapkan tujuan

pengajaran pemecahanmasalah secara umum adalah untuk (1) membangun

pengetahuan matematika baru,(2) memecahkan masalah yang muncul dalam

matematika dan di dalam konteks-kontekslainnya, (3) menerapkan dan

menyesuaikan bermacam strategi yang sesuaiuntuk memecahkan permasalahan

dan (4) memantau dan merefleksikan proses daripemecahan masalah matematika.

Branca (Krulik dan Reys, 1980) mengemukakan bahwa

pemecahanmasalah memiliki tiga interpretasi yaitu: pemecahan masalah (1)

sebagai suatutujuan utama; (2) sebagai sebuah proses, dan (3) sebagai

keterampilan dasar. Ketiga hal itu mempunyai implikasi dalam pembelajaran

matematika. Pertama,jika pemecahan masalah merupakan suatu tujuan maka ia

terlepas dari masalahatau prosedur yang spesifik, juga terlepas dari materi

matematika, yang terpenting adalah bagaimana cara memecahkan masalah sampai

15

Page 16: Contoh proposal ptk non daftar pustaka

berhasil. Dalam hal inipemecahan masalah sebagai alasan utama untuk belajar

matematika. Kedua, jikapemecahan masalah dipandang sebagai suatu proses maka

penekanannya bukansemata-mata pada hasil, melainkan bagaimana metode,

prosedur, strategi danlangkah-langkah tersebut dikembangkan melalui penalaran

dan komunikasi untukmemecahkan masalah. Ketiga, pemecahan masalah sebagai

ketrampilan dasar ataukecakapan hidup (life skill), karena setiap manusia harus

mampu memecahkanmasalahnya sendiri.Jadi pemecahan masalah merupakan

ketrampilan dasar yangharus dimiliki setiap siswa.

NCTM (2000) menyebutkan bahwa memecahkan masalah bukan saja

merupakan suatu sasaran belajar matematika, tetapi sekaligus merupakan alat

utama untuk melakukan belajar itu.Oleh karena itu, kemampuan pemecahan

masalah menjadi fokus pembelajaran matematika di semua jenjang, dari sekolah

dasar hingga perguruan tinggi. Dengan mempelajari pemecahan masalah di dalam

matematika, para siswa akan mendapatkan cara-cara berfikir, kebiasaan tekun,

dan keingintahuan, serta kepercayaan diri di dalam situasi-situasi tidak biasa,

sebagaimana situasi yang akan mereka hadapi di luar ruang kelas matematika. Di

kehidupan sehari-hari dan dunia kerja, menjadi seorang pemecah masalah yang

baik bisa membawa manfaat-manfaat besar. Karena menyelesaikan masalah bagi

siswa itu dapat bermakna proses untuk menerima tantangan, sebagaimana

dikatakan Hudoyo (1988), maka mengajarkan bagaimana menyelesaikan masalah

merupakan kegiatan guru untuk memberikan tantangan atau motivasi kepada para

siswa agar mereka mampu memahami masalah tersebut, tertarik untuk

memecahkannya, mampu menggunakan semua pengetahuannya untuk

merumuskan strategi dalam memecahkan masalah tersebut, melaksanakan strategi

itu, dan menilai apakah jawabannya benar. Untuk dapat memotivasi para siswa

secara demikian, maka setiap guru matematika harus mengetahui dan memahami

langkah-langkah dan strategi dalam penyelesaian masalah matematika. Langkah

pemecahan masalah matematika yang terkenal dikemukakan oleh G. Polya, dalam

bukunya ”How to Solve It”. Empat langkah pemecahan masalah matematika

menurut G. Polya tersebut adalah: ” (1) Understanding the problem, (2)Devising

plan, (3) Carrying out the plan, (4) Looking Back” (Alfeld, 1996).

Page 17: Contoh proposal ptk non daftar pustaka

Hampir sama dengan Polya, Dominowski (2002) menyatakan ada 3

tahapan umum untuk menyelesaikan suatu masalah, yaitu: interpretasi, produksi,

dan evaluasi. Interpretasi merujuk pada bagaimana seorang pemecah masalah

memahami atau menyajikan secara mental suatu masalah.Produksi menyangkut

pemilihan jawaban atau langkah yang mungkin untuk membuat penyelesaian.

Evaluasi adalah proses dari penilaian kecukupan dari jawaban yang mungkin, atau

langkah lanjutan yang telah dilakukan selama mencoba atau berusaha

menyelesaikan suatu masalah.

Kirkley (2003) menyebutkan bahwa model pemecahan masalah yang

umum pada tahun 60-an, adalah Bransford’s IDEAL model, yaitu: (1) Identify the

problem, (2) Define the problem through thinking about it and sorting out the

relevant information, (3) Explore solutions through looking at alternatives,

brainstorming, and checking out different points of view, (4) Act on the strategies,

and (5) Look back and evaluate the effects of your activity.Sedangkan model

pemecahan masalah yang lain, yang akhir-akhir sering digunakan adalah model

dari Gick (Kirkley, 2003). Dalam model ini urutan dasar dari tiga kegiatan

kognitif dalam pemecahan masalah, yaitu: (1) Menyajikan masalah,termasuk

memanggil kembali konteks pengetahuan yang sesuai, dan mengidentifikasi

tujuan dan kondisi awal yang relevan dari masalah tersebut, (2) Mencari

penyelesaian,termasuk memperhalus tujuan dan mengembangkan suatu rencana

untuk bertindakguna mencapai tujuan, dan (3) Menerapkan penyelesaian,

termasuk melaksanakan rencana dan menilai hasilnya.

Berdasarkan uraian di atas, dalam penelitian ini kemampuan pemecahan

masalah adalah kemampuan siswa dalam menyelesaikan masalah matematika

dengan memperhatikan proses menemukan jawaban berdasarkan langkah-langkah

pemecahan masalah. Langkah-langkah pemecahan masalah menurutPolya secara

garis besar mengemukakan empat langkah utama dalam pemecahan masalah

yaitu: (1) Understanding the problem(memahami masalah), (2) Devising a

Plan(menyusun rencana pemecahan masalah),(3) Carrying out

thePlan(melaksanakan rencana penyelesaikan masalah), dan (4) Looking Back

(melakukan pengecekankembali).

Page 18: Contoh proposal ptk non daftar pustaka

Adapun indikator untuk mengukur kemampuan pemecahan masalah

matematis menurut Sumarmo (2012) sebagai berikut:

(1) mengidentifikasi unsur yang diketahui, ditanyakan, dan kecukupan unsur,

(2) membuat model matematika,

(3) menerapkan strategi menyelesaikan masalah dalam/diluar matematika,

(4) menjelaskan/menginterpretasikan hasil,

(5) menyelesaikan model matematika dan masalah nyata,

(6) menggunakan matematika secara bermakna.

Memperhatikan apa yang akan diperoleh siswa dengan belajar

memecahkanmasalah, maka wajarlah jika pemecahan masalah adalah bagian yang

sangat penting,bahkan paling penting dalam belajar matematika. Hal ini karena

pada dasarnya salahsatu tujuan belajar matematika bagi siswa adalah agar ia

mempunyai kemampuan atauketrampilan dalam memecahkan masalah atau soal-

soal matematika, sebagai saranabaginya untuk mengasah penalaran yang cermat,

logis, kritis, analitis, dan kreatif.

2.2. Kemampuan Komunikasi Matematis

Kemampuan komunikasi matematis (mathematical communication)

dalampembelajaran matematika sangat perlu untuk dikembangkan.Hal ini karena

melaluikomunikasi matematis siswa dapat mengorganisasikan berpikir

matematisnya baik secara lisan maupun tulisan. Di samping itu, siswa juga dapat

memberikan respon yangtepat antar siswa dan media dalam proses pembelajaran.

Bahkan dalam pergaulanbermasyarakat, seseorang yang mempunyai kemampuan

komunikasi yang baik akan cenderung lebih mudah beradaptasi dengan siapa pun

dimana dia berada dalam suatu komunitas, yang pada gilirannya akan menjadi

seorang yang berhasil dalam hidupnya.

Greenes dan Schulman (1996: 168) mengatakan bahwa komunikasi

matematik merupakan: (I) kekuatan sentral bagi siswa dalammerumuskan konsep

dan strategi matematik, (2) modal keberhasilan bagisiswa terhadap pendekatan

dan penyelesaian dalam eksplorasi dan investigasimatematik, (3) wadah bagi

siswa dalam berkomunikasi dengan temannyauntuk memperoleh informasi,

Page 19: Contoh proposal ptk non daftar pustaka

membagi pikiran dan penemuan, curahpendapat, menilai dan mempertajam ide

untuk meyakinkan orang lain.

Komunikasi matematika perlu menjadi fokus perhatian dalam

pembelajaranmatematika, sebab melalui komunikasi, siswa dapat mengorganisasi

dan mengkonsolidasi berpikir matematisnya (NCTM, 2000a), dan siswa

dapatmeng’explore’ ide-ide matematika (NCTM, 2000b). Selain itu menurut

Atkins(1999) komunikasi matematika secara verbal (mathematical

conversation)merupakan “a tool for measuring growth in understanding, allow

participants to learn about the mathematical constructions from others, and give

participants opportunities to reflect on their own mathematical understandings.”

Menurut Baroody (1993) sedikitnya ada 2 alasan penting yang

menjadikankomunikasi dalam pembelajaran matematika perlu menjadi fokus

perhatianyaitu (1) mathematics as language (matematika sebagai bahasa);

matematika tidak hanya sekedar alat bantuberpikir (a tool to aid thinking), alat

untuk menemukan pola, ataumenyelesaikan masalah namun matematika juga “an

invaluable tool for communicating a variety of ideas clearly, precisely, and

succintly,” dan (2)mathematics learning as social activity (belajar matematika

merupakan aktivitas sosial); sebagai aktivitas sosial, dalampembelajaran

matematika, interaksi antar siswa, seperti juga komunikasi guru-siswamerupakan

bagian penting untuk “nurturing children’s mathematical potential”. Bahkan

menurut Cai (1996) “communication is considered as the means by which

teachers and students can share the process of learning, understanding, dan

doing mathematics.”

Melalui komunikasi, siswa dapat mengeksplorasi dan mengonsolidasikan

pemikiran matematisnya, pengetahuan dan pengembangan dalam memecahkan

masalah dengan penggunaan bahasa matematis dapat dikembangkan, sehingga

komunikasi matematis dapat dibentuk.Menurut Hirschfeld (2008:4) komunikasi

adalah bagian penting dari matematika dan pendidikan matematika.Pentingnya

komunikasi tersebut membuat beberapa ahli melakukan riset tentang komunikasi

matematis.Beberapa hasil temuan penelitian (Fuentes, 1998; Wahyudin, 1999;

Osterholm, 2006; Ahmad, Siti & Roziati, 2008) dalam Neneng Maryani (2011:23)

menunjukkan bahwa kemampuan komunikasi matematis siswa dinilai masih

Page 20: Contoh proposal ptk non daftar pustaka

rendah terutama keterampilan dan ketelitian dalam mencermati atau mengenali

sebuah persoalan matematika.Menurut riset Bergeson dalam penelitian Gusni

Satriawati (2006:24) mengemukakan bahwa siswa sulit mengomunikasikan

informasi visual terutama dalam mengkomunikasikan sebuah lingkungan tiga

dimensi (misalnya, sebuah bangunan terbuat dari balok kecil) melalui alat dua

dimensi (misalnya kertas dan pensil) atau sebaliknya.

National Council Teachers Of Mathematics (2000: 60) melalui Principles

and Standard for School Mathematics,menempatkan komunikasi sebagai salah

satu bagian penting dalam matematika dan pendidikanmatematika (Wijaya, 2012:

72).Berkaitan dengan komunikasi matematis, menurut Sumarmo (dalam Zainab,

2011) memberikan indikator-indikator yang lebih rinci yaitu: 1)merefleksikan

benda–benda nyata, gambar, dan diagram ke dalam ide matematika;2) membuat

modelsituasi atau persoalan menggunakan metode lisan, tertulis, konkrit, grafik,

dan aljabar; 3) menyatakan peristiwa sehari-hari dalam bahasa dan simbol

matematika; 4) mendengarkan, berdiskusi, dan menulistentang matematika; 5)

membaca dengan pemahaman suatu presentasi matematik tertulis; 6)

membuatkonjektur, menyusun argument, merumuskan definisi, dan genneralisasi;

7) menjelaskan dan membuatpernyataan tentang matematika yang telah dipelajari.

Sejumlah pakar telah mendefenisikan pengertian, prinsip, dan

standarkomunikasi matematis. NCTM (1989:78) mengemukakan bahwa standar

kurikulum, matematika sebagai alat komunikasi (mathematics as communication)

untuk siswa kelas 5 – 8 (SMP) adalah dapat: (1) memodelkan situasi baik secara

lisan, tulisan, nyata, gambar, graphis, dan metode aljabar; (2) merefleksikan dan

mengklarifikasikan pemikiran mereka sendiri tentang ide-ide matematika

danhubungannya; (3) mengembangkan pemahaman dengan ide-ide matematika

kedalam aturan dan defenisi; (4) menggunakan kemampuan membaca,

mendengaruntuk menginterpretasikan dan mengevaluasi ide-ide matematika;

(5)mendiskusikan ide-ide matematika, membuat konjektur dan

meyakinkanargumen; (6) mengapresiasikan nilai, notasi matematika, dan

perannya dalammengembangkan ide-ide matematika.

Selain pengertian matematika sebagai alat komunikasi, ada juga

pengertiankomunikasi dalam matematika yakni berkaitan dengan kemampuan

Page 21: Contoh proposal ptk non daftar pustaka

keterampilansiswa dalam berkomunikasi. Standar evaluasi untuk mengukur

kemampuankomunikasi (NCTM, 1989:214) adalah: (1) kemampuan

mengekspresikan ide-idematematis melalui lisan, tulisan, dan

mendemonstrasikannya sertamenggambarkannya secara visual; (2) kemampuan

memahami,mengiterpretasikan, dan mengevaluasi ide-ide matematis baik secara

lisan, tulisan,maupun dalam bentuk visual lainnya; (3) kemampuan dalam

menggunakanistilah-istilah, notasi-notasi matematika dan struktur-strukturnya

untukmenyajikan ide-ide, menggambarkan hubungan-hubungan dengan model-

modelsituasi.

Menurut Baroody (1993:107) ada lima aspek komunikasi. Kelima aspekitu

adalah:

1) Representasi (representating) adalah: (a) bentuk baru sebagai hasil translasi

dari suatu masalah, atau ide, (b) translasi suatu diagram atau model fisik ke

dalam simbol atau kata-kata. Misalnya, representasi bentuk perkalian ke dalam

beberapa model konkret, dan representasi suatu diagram ke dalam bentuk

simbol atau kata-kata. Representasi dapat membantu anak menjelaskan konsep

atau ide, dan memudahkan anak mendapatkan strategi pemecahan. Selain itu,

penggunaan representasi dapat meningkatkan fleksibilitas dalam menjawab

soal-soal matematik.

2) Mendengar (listening) merupakan aspek penting dalam suatu diskusi. Siswa

tidak akan mampu berkomentar dengan baik apabila tidak mampu mengambil

inti sari dari topik diskusi. Siswa sebaiknya mendengar dengan hati-hati

manakala ada pertanyaan dan komentar dari temannya. Mendengar secara

hati-hati terhadap pertanyaan teman dalam suatu grup juga dapat membantu

siswa mengkontruksi lebih lengkap pengetahuan matematika dan mengatur

strategi jawaban yang lebih efektif. Pentingnya mendengar secara kritis juga

dapat mendorong siswa berpikir tentang jawaban pertanyaan sambil

mendengar.

3) Membaca (reading) adalah aktivitas membaca teks secara aktif untuk mencari

jawaban atas pertanyaan-pertanyaan yang telah disusun. Pembaca yang baik

terlibat aktif dengan teks bacaan dengan cara: (a) membangun pengetahuan

dalam pikiran mereka berdasarkan apa yang telah mereka ketahui, (b)

Page 22: Contoh proposal ptk non daftar pustaka

menggunakan strategi untuk memahami teks bacaan dan

mengorganisasikannya dalam bentuk visual berupa bagan, diagram, atau

outline, (c) memonitor, merencanakan dan mengatur pembentukan makna, (d)

membangun penafsiran atau pemahaman teks bacaan yang bermakna dalam

memori jangka pendek, dan (e) menggunakan strategi dan pengetahuan yang

sudah ada yang digali dalam memori jangka panjang.

4) Diskusi (discussing) merupakan sarana untuk mengungkapkan dan

merefleksikan pikiran siswa. Beberapa kelebihan dari diskusi kelas, yaitu

antara lain: (a) dapat mempercepat pemahaman materi pembelajaran dan

kemahiran menggunakan strategi, (b) membantu siswa mengkonstruk

pemahaman matematk, (c) menginformasikan bahwa, para ahli matematika

matematika biasanya tidak memecahkan masalah sendiri-sendiri, tetapi

membangun ide bersama pakar lainnya dalam suatu tim, dan (d) membantu

siswa menganalisis dan memecahkan masalah secara bijaksana.

5) Menulis (writing) adalah suatu kegiatan yang dilakukan dengan sadar untuk

mengungkapkan dan merefleksikan pikiran. Menulis adalah alat yang

bermanfaat dari berpikir karena melalui berpikir, siswa memperoleh

pengalaman matematika sebagai suatu aktivitas yang kreatif. Menulis dapat

meningkatkan taraf berpikir siswa ke arah yang lebih tinggi (higher-order-

thinking).

Untuk mengukur kemampuan komunikasi matematis diperlukan beberapa

indikator. Sumarmo (2010:6) menuliskan kegiatan yang tergolong pada

komunikasi matematis dan merupakan indikator untuk mengukur kemampuan

komunikasi matematis di antaranya adalah: (1) menyatakan suatu situasi, gambar,

diagram, atau benda nyata ke dalam bahasa, simbol, idea, atau model matematik;

(2) menjelaskan idea, situasi, dan relasi matematika secara lisan atau tulisan; (3)

mendengarkan, berdiskusi, dan menulis tentang matematika; (4) membaca dengan

pemahaman suatu representasi matematika tertulis; (5) mengungkapkan kembali

suatu uraian atau paragrap matematika dalam bahasa sendiri.

Komunikasi matematik merupakanserangkaian kegiatan-kegiatan

pembelajaran matematika yang dapat diukurmelalui indikator-indikator

komunikasi metematik, dalam hal ini Aryan (2007)menjelaskan bahwa indikator

Page 23: Contoh proposal ptk non daftar pustaka

komunikasi matematik dalam pembelajaranmatematika pada setiap jenjang

pendidikan adalah sebagai berikut:

1) Komunikasi matematik untuk siswa setingkat SD adalah a) menghubungkan

benda nyata, gambar, dan diagram ke dalam ide matematika, b) menjelaskan

ide, situasi dan relasi matematika, secara lisan atau tulisan, dengan benda

nyata, gambar, grafik, dan aljabar, c) menyatakan peristiwa sehari-hari dalam

bahasa atau simbol matematika, d) mendengarkan, berdiskusi, dan menulis

tentang matematika.

2) Komunikasi matematik untuk siswa setingkat SMP adalah a) menyatakan

masalah matematika dengan menggunakan benda-benda nyata, gambar ke

dalam bahasa atau simbol matematika, b) menginterpretasikan gambar ke

dalam model matematika, c) menuliskan informasi dari pernyataan ke dalam

bahasa matematika, dan d) mendiskusikan ide-ide, membuat

konjektur,menyusun argumen, merumuskan definisi, dan generalisasi,

3) Komunikasi matematik untuk siswa setingkat SMA adalah: a) menyusun

refleksi dan membuat klarifikasi tentang ide-ide matematika, b) menyusun

formulasi dari definisi-definisi matematika dan membuat generalisasi dari

temuan-temuan yang ada melalui investigasi, c) mengekspresikan ide-ide

matematika secara lisan dan tulisan, d) membaca dengan pemahaman suatu

presentasi matematika tertulis, e) menjelaskan dan membuat pertanyaan

tentang matematika yang telah dipelajari.

Kemampuan komunikasi matematis dalam penelitian ini diukur melalui

indikator-indikator berikut ini: (1) menyatakan masalah kehidupan sehari-hari

kedalam symbol atau bahasa matematis, (2) menginterpretasikan gambar ke dalam

model matematika, (3) menuliskan informasi dari pernyataan ke dalam bahasa

matematika.

2.3 Efektivitas Pembelajaran Matematika

Efektivitas dapat dijadikan barometer untuk mengukur keberhasilan

pendidikan. Efektivitas dapat dinyatakan sebagai tingkat keberhasilan dalam

mencapai tujuan atau sasarannya. Efektivitas sesungguhnya merupakan suatu

konsep yang lebih luas mencakup faktor di dalam maupun di luar diri seseorang.

Page 24: Contoh proposal ptk non daftar pustaka

Dengan demikian efektivitas merupakan suatu konsep yang sangat penting, karena

mampu memberikan gambaran mengenai keberhasilan seseorang dalam mencapai

sasaran. Dalam dunia pendidikan, efektivitas dapat ditinjau dari 2 segi yaitu dari

segi efektivitas menagajar guru dan segi efektivitas belajar murid.

Kriteria utama suatu proses pembelajaran dapat dikatakan berhasil adalah

dengan tercapainya tujuan yang telah ditetapkan sebelumnya. Proses untuk

mencapai tujuan tersebut harus memperhatikan beberapa faktor, salah satunya

adalah efektivitas dalam pembelajaran. Nana Sudjana (1995:59) menyatakan

bahwa efektif berkenaan dengan jalan, upaya, teknik, strategi yang digunakan

dalam mencapai tujuan secara tepat dan cepat.Sedangkan menurut Hartutik (2006:

8) ”Efektivitas berkaitan dengan terlaksananya semua tugas pokok, tercapainya

tujuan, ketepatan waktu, adanya partisipasi aktif dari anggota”. Pembelajaran

dikatakan efektif apabila dalam proses pembelajaran setiap elemen berfungsi

secara keseluruhan, peserta merasa senang, puas dengan hasil pembelajaran,

membawa kesan, sarana/fasilitas memadai, materi dan metode affordable, guru

profesional. Keefektifan program pembelajaran tidak hanya ditinjau dari segi

tingkat prestasi belajar, melainkan ditinjau dari segi proses dan sarana penunjang.

Aspek hasil meliputi tinjauan terhadap hasil belajar siswa setelah mengikuti

program pembelajaran yang mencakup kemampuan kognitif, afektif dan

psikomotorik.

Aspek proses meliputi pengamatan terhadap keterampilan siswa, motivasi,

respon, kerjasama, partisipasi aktif, tingkat kesulitan padapenggunaan media,

waktu serta teknik pemecahan masalah yang ditempuh siswa dalam menghadapi

kesulitan pada saat kegiatan belajar mengajar berlangsung. Aspek sarana

penunjang meliputi tinjauan-tinjauan terhadap fasilitas fisik dan bahan serta

sumber yang diperlukan siswa dalam proses belajar mengajar seperti ruang kelas,

laboratorium, media pembelajaran dan buku-buku teks. Menurut Nurgana(1985:

63) kriteria keefektifan mengacu pada:

1. Ketuntasan belajar, pembelajaran dapat dikatakan tuntas apabila sekurang-

kurangnya 75% dari jumlah siswa telah memperoleh nilai = 65 dalam

peningkatan prestasi belajar.

Page 25: Contoh proposal ptk non daftar pustaka

2. Model pembelajaran dikatakan efektif meningkatkan hasil belajar siswa

apabila hasil belajar siswa menunjukkan perbedaan yang signifikan antara

pemahaman awal dengan pemahaman setelah pembelajaran (gain yang

signifikan).

3. Model pembelajaran dikatakan efektif jika dapat meningkatkan minat dan

motivasi apabila setelah pembelajaran siswa menjadi lebih termotivasi untuk

belajar lebih giat dan memperoleh hasil belajar yang lebih baik. Serta siswa

belajar dalam keadaan yang menyenangkan.

Eggen dan Kauchak (dalam Fauzi, 2002) mengatakan bahwa, keefektifan

suatu pembelajaran dapat dilihat dari yang tidak hanya secara pasif menerima

informasi yang diberikan guru, tetapi siswa ikut terlibat dalam mengorganisasikan

hubungan-hubungan dari informasi yang diberikan. Slavin (1997) menyatakan

bahwa, keefektifan pembelajaran ditentukan oleh beberapa indikator antara lain :

a. Kualitas Pembelajaran

Kualitas pembelajaran adalah banyaknya informasi bantuan media

pembelajaran dapat diserap oleh siswa, yang nantinya dapat dilihat dari hasil

belajar siswa.

b. Kesesuaian Tingkat Pembelajaran

Kesesuaian tingkat pembelajaran adalah sejauh mana guru dapat memastikan

tingkat kesiapan siswa untuk mempelajari materi baru.

c. Intensif

Intensif adalah seberapa besar peran media dapat memotivasi siswa dalam

mempelajari materi yang diberikan.

d. Waktu

Waktu yaitu lamanya waktu yang disediakan cukup dan dapat dimanfaatkan

dalam proses pembelajaran dengan penggunaan media.

Sedangkan menurut Sinambela (2008:78),pembelajaran dikatakan efektif

apabila mencapai sasaran yang diinginkan, baik dari tujuan pembelajaran dan

prestasi siswa yang maksimal sehingga yang merupakan indikator kefektifan

pembelajaran berupa:

Page 26: Contoh proposal ptk non daftar pustaka

a. Ketercapaian keefektifan aktivitas siswa, yaitu pencapaian waktu ideal

yang digunakan siswa untuk melakukan setiap kegiatan dalam rencana

pembelajaran.

b. Ketercapaian kemampuan guru mengelola pembelajaran.

c. Respon siswa terhadap pembelajaran positif.

d. Ketercapaian ketuntasan belajar

Berdasarkan beberapa pendapat ahli tentang efektivitas pembelajaran

maupun indikator efektivitas dapat ditarik kesimpulan bahwa efektivitas

pembelajaran matematika merupakan suatu usaha atau strategi yang melibatkan

seluruh komponen pendidikan dalam mencapai tujuan pendidikan yang telah

ditetapkan sebelumnya secara tepat terutama pada pembelajaran matematika.

Efektivitas pembelajaran pada penelitian ini mengacu pada tiga indikator yaitu:

1. Ketuntasan belajar secara klasikal.

Menurut H. Erman (2003:11)Pembelajaran dapat dikatakan tuntas

apabila sekurang-kurangnya 85% dari jumlah siswa dikelas telah memperoleh

nilai 70 dalam peningkatan hasil belajar matematika. Jika ketuntasan belajar

suatu kelas belum mencapai 85% perlu diadakan diagnostik dan remidial

sebelum materi dilanjutkan.

2. Ketuntasan Tujuan Pembelajaran.

Dalam proses tercapainya tujuan pembelajaran ada hal penting yang

harus diperhatikan yaitu bagaiman orientasi proses pembelajaran di kelas.

Orientasi proses pembelajaran di kelas dapat dilihat dari bagaimana siswa

dapat memahami tujuan pembelajaran yang telah ditetapkan dan mampu

menyelesaikan permasalahan yang diberikan oleh guru. Dalam penelitian ini

ketuntasan tujuan pembelajaran siswa secara individu harus mencapai 75%.

3. Aktivitas Siswa dan Kemampuan Guru Mengelola Pembelajaran

Efektif atau tidaknya suatu pembelajaran di kelas juga dapat dilaht dari

aktivitas yang dilakukan oleh guru dan siswa selama pembelajaran

berlangsung. Aktivitas belajar matematika siswa yang dimaksud pada

penelitian ini adalah aktivitas yang dilakukan siswa secara individu atau

kelompok untuk menyelesaikan permasalahan matematika atau untuk

menemukan konsep matematika. Untuk mengamati aktivitas siswa selama

Page 27: Contoh proposal ptk non daftar pustaka

proses pembelajaran berlangsung maka dilakukan observasi. Aktivitas siswa

yang diobservasi ditentukan dalam indikator aktivitas.

Indikator yang menyatakan aktivitas siswa dalam proses belajar

mengajar menurut Diedrich yang dikutip Sardiman (2006:100) adalah :

a. Visual Activities seperti membaca, memperhatikan

gambar, demonstrasi, mengamati percobaan.

b. Oral Activities Seperti menyatakan, merumuskan,

bertanya, memberikan saran, mengeluarkan pendapat, mengadakan

wawancara,diskusi dan instrupsi.

c. Listening Activities Seperti mendengar uraian,

mendengar percakapan, mendengar diskusi dan mendengan pidato.

d. Writing Activities seperti menulis, membuat laporan,

mengisi angket, dan menyalin.

e. Drawing Activities seperti menggambar, membuat

grafik, membuat peta dan diagram.

f. Motor Activities seperti melakukan percobaan,

membuat konstruksi model, dan melakukan demonstrasi.

g. Mental Activities seperti menanggapi, mengingat,

memecahkan soal/masalah, menganalisa, melihat hubungan dan

mengambil keputusan.

h. Emosional Activities seperti menaruh minat, merasa

bosan, gembira, bersamangat, bergairah, berani, tengang, dan gugup.

Aktivitas yang akan peneliti amati selama dalam proses pembelajaran

adalah bentuk-bentuk aktivitas yang dikemukakan oleh Diedrich yang penulis

sesuaikan dengan tahap pelaksanaan Pendekatan Matematika Realistik.

4. Waktu

Efisien Waktu terhadap penerapan suatu model pembelajaran juga

perlu diperhatikan. Waktu yang digunakan dianggap efisien dalam suatu

proses pembelajaran jika dalam proses pelaksanaanya pemanfaat waktu yang

digunakan guru tepat dengan apa yang telah dirancang sebelumnya.

2.4 Respon Siswa

Page 28: Contoh proposal ptk non daftar pustaka

Respon berasal dari kata response, yang berarti balasan atau tanggapan

(reaction). Respon adalah istilah psikologi yang digunakan untuk menamakan

reaksi terhadap rangsang yang di terima oleh panca indra. Hal yang menunjang

dan melatarbelakangi ukuran sebuah respon adalah sikap, persepsi, dan

partisipasi. Respon pada prosesnya didahului sikap seseorang, karena sikap

merupakan kecendrungan atau kesediaan seseorang untuk bertingkah laku jika

menghadapi suatu rangsangan tertentu. Respon juga merupakan sebagai suatu

tingkah laku atau sikap yang berwujud baik sebelum pemahaman yang mendetail,

penelitian, pengaruh atau penolakan, suka atau tidak suka serta pemanfaatan pada

suatu fenomena tertentu (Sobur 2003:451).

Sambutan (responding) adalah suatu sikap terbuka ke arah sambutan.

Menurut Hamalik (2005:172), sambutan (respon) siswa terhadap pembelajaran

dapat dijadikan sebagai masukan bagi guru untuk menilai keberhasilan dan

kelemahan dari pengelolaan pembelajaran yang telah dilakukan.

Belajar merupakan proses yang aktif, apabila siswa tidak dilibatkan dalam

berbagai aktivitas pembelajaran sebagai respon siswa terhadap stimulus guru,

mustahil siswa dapat mencapai hasil belajar yang diharapkan. Respon siswa

terhadap stimulus guru dapat meliputi berbagai bentuk seperti perhatian, proses

internal terhadap informasi, tindakan nyata seperti memecahkan masalah, dan

mengerjakan tugas-tugas.Dalyono (2010:204) menyatakan bahwa apabila respon

siswa terhadap stimulus guru memuaskan kebutuhannya maka siswa cenderung

untuk mempelajari tingkah laku tersebut. Untuk memperkuat respon dapat

dilakukan dengan memberi nilai, penghargaan, ganjaran, hadiah, dan pengakuan

prestasi.

Mulyani (2007:35) berpendapat bahwa terdapat tiga faktor

yangmempengaruhi respon seseorang, yaitu : (1) Diri orang yang bersangkutan

yang melihat dan berusaha memberikan interpretasi tentang apa yang dilihatnya

itu, ia dipengaruhi oleh sikap, motif, kepentingan, dan harapannya, (2) Sasaran

respon tersebut, berupa orang, benda, atau peristiwa, dan (3) Faktor situasi,

respon dapat dilihat secara kontekstual yang berarti dalam situasi mana respon itu

timbul mendapat perhatian. Situasi turut berperan dalam pembentukan tanggapan

seseorang.

Page 29: Contoh proposal ptk non daftar pustaka

Respon yang muncul ke dalam kesadaran dapat memperoleh dukungan

atau rintangan. Dukungan terhadap respon akan menimbulkan rasa senang.

Sebaliknya respon yang mendapat rintangan akan menimbulkan rasa tidak senang.

Respon yang kecenderungan tindakannya menyukai, menyenangi, dan

mengharapkan suatu objek merupakan respon positif. Sedangkan kecenderungan

menjauhi dan menghindari objek tertentu merupakan respon negatif.

Berdasarkan uraian di atas dapat disimpulkan bahwa, respon siswa

terhadap pembelajaran adalah pendapat atau tanggapan siswa terhadap apa yang

diberikan guru kepadanya untuk mempelajari sesuatu dengan sikap senang dan

berminat. Respon siswa merupakan salah satu aspek yang ikut mempengaruhi

keberhasilan siswa dalam pembelajaran matematika.Respon positif terhadap

pembelajaran akan membuat siswa senang, tertarik dan berminat untuk belajar.

Respon negatif akan membuat siswa tidak tertarik dan tidak akan terlibat aktif

dalam pembelajaran. Respon siswa dalam penelitian ini meliputi respon terhadap

komponen pembelajaran seperti: pengalaman belajar siswa, kesan siswa setelah

menerapkan model pembelajaran, dan harapan kedepan siswa terhadap

pembelajaran matematika.

2.5 Pendekatan Matematika Realistik

Pendekatan matematika realistik adalah sebuah pendekatan belajar

matematika yang dikembangkan sejak tahun 1971 oleh sekelompok ahli

matematika dari Freudenthal Institute, Utrecht University di Negeri Belanda.

Pendekatan ini didasarkan pada anggapan Hans Freudenthal (1905 – 1990) bahwa

matematika adalah kegiatan manusia. Menurut pendekatan ini, kelas matematika

bukan tempat memindahkan matematika dari guru kepada siswa, melainkan

tempat siswa menemukan kembali ide dan konsep matematika melalui eksplorasi

masalah-masalah nyata.

Karena itu, siswa tidak dipandang sebagai penerima pasif, tetapi harus

diberi kesempatan untuk menemukan kembali ide dan konsep matematika di

bawah bimbingan guru. Proses penemuan kembali ini dikembangkan melalui

penjelajahan berbagai persoalan dunia nyata. Di sini dunia nyata diartikan sebagai

segala sesuatu yang berada di luar matematika, seperti kehidupan sehari-hari,

Page 30: Contoh proposal ptk non daftar pustaka

lingkungan sekitar, bahkan mata pelajaran lain pun dapat dianggap sebagai dunia

nyata. Dunia nyata digunakan sebagai titik awal pembelajaran matematika. Untuk

menekankan bahwa proses lebih penting daripada hasil, dalam pendekatan

matematika realistik digunakan istilah matematisasi, yaitu proses

mematematikakandunia nyata (Sudharta, 2004).

Zulkardi (2002), mendefinisikan pembelajaran matematika realsitik sebagai

berikut:

PMR adalah teori pembelajaran yang bertitik tolak dari hal-hal ’real’ bagi

siswa, menekankan ketrampilan ’process of doing mathematics’,

berdiskusi dan berkolaborasi, berargumentasi dengan teman sekelas

sehingga mereka dapat menemukan sendiri (’student inventing’ sebagai

kebalikan dari ’teacher telling’) dan pada akhirnya menggunakann

matematika itu untuk menyelesaikan masalah baik individual maupun

kelompok.

PMR berdasarkan ide bahwa mathematics as human activity dan

mathematics must be connected to reality, sehingga pembelajaran matematika

diharapkan bertolak dari masalah-masalah kontekstual. Teori ini telah diadopsi

dan diadaptasi oleh banyak negara maju seperti Inggris, Jerman, Denmark,

Spanyol, Portugal, Afrika Selatan, Brazil, USA dan Jepang. Salah satu hasil

positif yang dipcapai oleh Belanda dan negara-negara tersebut bahwa prestasi

siswa meningkat, baik secara nasional maupun internasional.

Dua pandangan penting Freudenthal (dalam Hartono) tentang PMR adalah:

a. mathematics as human activity, sehingga siswa harus diberi kesempatan untuk

belajar melakukan aktivitas matematisasi pada semua topik dalam

matematika,dan

b. mathematics must be connected to reality, sehingga matematika harus dekat

terhadap siswa dan harus dikaitkan dengan situasi kehidupan sehari-hari.

Konsep PMR sejalan dengan kebutuhan untuk memperbaiki pendidikan

matematika di Indonesia yang didominasi oleh persoalan bagaimana

meningkatkan pemahaman siswa tentang matematika dan mengembangkan daya

nalar. PMR mempunyai konsepsi tentang siswa sebagai berikut :

Page 31: Contoh proposal ptk non daftar pustaka

Siswa memiliki seperangkat konsep alternatif tentang ide-ide matematika yang

mempengaruhi belajar selanjutnya;

Siswa memperoleh pengetahuan baru dengan membentuk pengetahuan itu

untuk dirinya sendiri;

Pembentukan pengetahuan merupakan proses perubahan yang meliputi

penambahan, kreasi, modifikasi,penghalusan, penyusunan kembali, dan

penolakan;

Pengetahuan baru yang dibangun oleh siswa untuk dirinya sendiri berasal dari

seperangkat ragam pengalaman; setiap siswa tanpa memandang ras, budaya

dan jenis kelamin mampu memahami dan mengerjakan matematika.

Konsepsi tentang guru sebagai berikut:

Guru hanya sebagai fasilitator belajar;

Guru harus mampu membangun pengajaran yang interaktif;

Guru harus memberikan kesempatan kepada siswa untuk secara aktif

menyumbang pada proses belajar dirinya, dan secara aktif membantu siswa

dalam menafsirkan persoalan riil;

Guru tidak terpancang pada materi yang termaktub dalam kurikulum,

melainkan aktif mengaitkan kurikulum dengan dunia-riil, baik fisik maupun

sosial (Hartono).

Implementasi pembelajaran matematika realistik dalam pembelajaran di kelas

tidak dapat dilepaskan dari berbagai karakteristik dan prinsip-prinsip yang

mendasari model pembelajaran ini. Oleh karena itu, sebelum

mengimplementasikan pembelajaran matematika realistik, guru harus memahami

dengan sungguh-sungguh berbagai karakteristik dan prinsip-prinsip tersebut.

Prinsip utama dalam PMR adalah sebagai berikut (Gravemeijer, 1994:90):

1. Guided Reinvention dan progressive mathematization (Penemuan kembali

terbimbing dan matematisasi progresif)

Menurut prinsip reinvention bahwa dalam pembelajaran

matematika perlu diupayakan agar siswa mempunyai pengalaman dalam

menemukan sendiri berbagai konsep, prinsip atau prosedur, dengan

bimbingan guru. Seperti yangdikemukakan oleh Hans Freudenthal bahwa

matematika merupakan aktivitas insani dan harus dikaitkan dengan

Page 32: Contoh proposal ptk non daftar pustaka

realitas. Dengan demikian, ketika siswa melakukan kegiatan belajar

matematika maka dalam dirinya terjadi proses matematisasi. Terdapat

dua macam proses matematisasi, yaitu matematisasihorizontal dan

matematisasi vertikal. Matematisasi horizontal merupakan proses

penalaran dari dunia nyata ke dalam simbol-simbol

matematika.Sedangkan matematisasi vertikal merupakan proses penalaran

yang terjadi di dalam sistem matematika itu sendiri, misalnya :

penemuan cara penyelesaian soal, mengkaitkan antar konsep-konsep

matematis atau menerapkan rumus-rumus matematika.

2. Didactial phenomenology (Fenomenologi Didaktis)

Yang dimaksud fenomenologi didaktis adalah para siswa dalam

mempelajari konsep-konsep, prinsip-prinsip atau materi lain yang terkait

dengan matematika bertolak dari masalah-masalah kontekstual yang

mempunyai berbagai kemungkinan solusi, atau setidaknya dari masalah

masalah yang dapat dibayangkan siswa sebagai masalah nyata. Dalam hal ini

siswa mendapatkan gambaran matematika formal melalui proses generalisasi

dan formalisasi prosedur penyelesaian masalah pada suatu situasi.

Fenomenologi ini diharapkan dapat menemukan situasi masalah yang mana

pendekatan suatu situasi dapat digeneralisasi.Selain itu juga diharapkan dapat

menemukan situasi yang dapat menimbulkan paradigma prosedur

penyelesaian yang dapat diambil sebagai dasar bagi matematika formal.Oleh

karena itu, siswa perlu memulai dari masalah (fenomena) kontekstual yaitu

masalah kehidupan sehari-hari.

3. Self developed models (Mengembangkan model sendiri)

Yang dimaksud mengembangkan model adalah dalam mempelajari

konsep-konsep, prinsip-prinsip atau materi lain yang terkait dengan

matematika, dengan melalui masalah-masalah konteksual, siswa perlu

mengembangkan sendiri model-model atau cara-cara menyelesaikan

masalah tersebut. Model-model atau cara-cara tersebut dimaksudkan

sebagai wahana untuk mengembangkan proses berpikir siswa, dari proses

berpikir yang paling dikenal siswa, ke arah proses berpikir yang lebih

formal. Jadi dalam pembelajaran guru tidak memberikan informasi atau

Page 33: Contoh proposal ptk non daftar pustaka

menjelaskan tentang cara penyelesaian masalah, tetapi siswa sendiri yang

menemukan penyelesaian tersebut dengan cara mereka sendiri.

Sedangkan Van den Heuvel-Panhuizen (1996) merumuskan prinsip PMR

sebagai berikut:

a. Prinsip aktivitas, yaitu bahwa matematika adalah aktivitas manusia. Si

pebelajar harus aktif baik secara mental maupun fisik dalam pembelajaran

matematika. Si pebelajar bukan insane yang pasif menerima apa yang

disampaikan oleh guru, tetapi aktif baik secara fisik, teristimewa secara mental

mengolah dan menganalisis informasi, mengkonstruksi pengetahuan

matematika.

b. Prinsip realitas, yaitu pembelajaran seyogianya dimulai dengan masalah-

masalah yang realistic bagi siswa, yaitu dapat dibayangkan oleh siswa.

Masalah yang realistik lebih menarik bagi siswa dari masalah-masalah

matematis formal tanpa makna. Jika pembelajaran dimulai dengan masalah

yang bermakna bagi mereka, siswa akan tertarik untuk belajar. Secara gradual

siswa kemudian dibimbing ke masalah-masalah matematis formal.

c. Prinsip berjenjang, artinya dalam belajar matematia siswa melewati berbagai

jenjang pemahaman,yaitu dari mampu menemukan solusi suatu masalah

kontekstual atau realistik secara informal, melalui skematisasi memperoleh

insight tentang hal-hal yang mendasar sampai mampu menemukan solusi

suatu masalah matematis secara formal. Model bertindak sebagai jembatan

antara yang informal dan yang formal. Model yang semula merupakan model

suatu situasi berubah melalui abtraksi dan generalisasi menjadi model untuk

semua masalah lain yang ekuivalen.

d. Prinsip jalinan, artinya berbagai aspek atau topik dalam matematika jangan

dipandang dan dipelajari sebagai bagian-bagian yang terpisah, tetapi terjalin

satu sama lain sehingga siswa dapat melihat hubungan antara materi-materi itu

secaa lebih baik. Konsep matematika adalah relasi-relasi. Secara psikologis,

hal-hal yang berkaitan akan lebih mudah dipahami dan dipanggil kembali dari

ingatan jangka panjang daripada hal-hal yang terpisah tanpa kaitan satu sama

lain.

Page 34: Contoh proposal ptk non daftar pustaka

e. Prinsip interaksi, yaitu matematika dipandang sebagi aktifitas sosial. Kepada

siswa perlu dan harus diberikan kesempatan menyampaikan strateginya

menyelesai-kan suatu masalah kepada yang lain untuk ditanggapi, dan

menyimak apa yang ditemukan orang lain dan strateginya menemukan hal itu

serta menanggapinya. Melalui diskusi, pemahaman siswa tentang suatu

masalah atau konsep menjadi lebih mendalam dan siswa terdorong untuk

melakukan refleksi yang memungkinkan dia menemukan insight untuk

memperbaiki strateginya atau menemukan solusi suatu masalah.

f. Prinsip bimbingan, yaitu siswa perlu diberikan kesempatan untuk

“menemukan kembali (re-invent) ” pengetahuan matematika‘terbimbing’.

Guru menciptakan kondisi belajar yangmemungkinkan siswa mengkonstruk

pengetahuan matematika mereka.

Karakteristik PMR adalah menggunakan konteks ‘dunia nyata’ ,model-

model, produksi dan konstruksi siswa, interaktif dan keterkaitan (intertwinment).

(Treeffers dalam Sudharta, 2004).

1. Menggunakan konteks ‘dunia nyata’

Gambar berikut menunjukan dua proses matematisasi yang berupa siklus

di mana ‘dunia nyata’ tidak hanya sebagai sumber matematisasi, tetapi juga

sebagai tempat untuk mengaplikasikan kembali matematika.

Dunia Nyata

Matematisasi dalam aplikasi Matematisasi dan refleksi

Aplikasi dan Formalisasi

Gambar 1. Konsep Matematisasi (De Lange dalam Sudharta, 2004)

Dalam PMR, pembelajaran diawali dengan masalah konstekstual (‘dunia

nyata’), sehingga memungkinkan mereka menggunakan pengalaman sebelumnya

secara langsung. Proses penyaringan (inti) dari konsep yang sesuai dari situasi

nyata dinyatakan oleh De Lange (dalam Sudharta, 2004) sebagai matematisasi

konseptual.

Page 35: Contoh proposal ptk non daftar pustaka

Melalui abstraksi dan formalisasi siswa akan mengembangkan konsep yang

lebih komplit. Kemudian siswa dapat mengaplikasikan konsep-konsep matemika

ke bidang baru dari dunia nyata (applied mathematization). Oleh karena itu, untuk

menjembatani konsep-konsep matematika dengan pengalaman anak sehari-hari

perlu diperhatikan matematisi pengalaman sehari-hari (mathematization of

everyday experience) dan penerapan matematika dalam sehari-hari (Cinzia

Bonotto dalam Sudharta, 2004).

2. Menggunakan model-model (matematisasi)

Istilah model berkaitan dengan model situasi dan model matematik yang

dikembangkan oleh siswa sendiri (self developed models). Peran self developed

models merupakan jembatan bagi siswa dari situasi real ke situasi abstrak atau

dari matematika informal ke matematika formal. Artinya siswa membuat model

sendiri dalam menyelesaikan masalah. Pertama adalah model situasi yang dekat

dengan dunia nyata siswa. Generalisasi dan Formalisasi model tersebut akan

berubah menjadi model-of masalah tersebut. Melalui penalaran matematika

model-of akan bergeser menjadi model-for masalah yang sejenis. Pada akhirnya,

akan menjadi model matematik formal.

3. Menggunakan produksi dan konstruksi

Streefland (dalam Sudharta, 2004) menekankan bahwa dengan pembuatan

“produksi bebas” siswa terdorong untuk melakukan refleksi pada bagian yang

mereka anggap penting dalam proses belajar. Strategi-strategi informal siswa yang

berupa prosedur pemecahan masalah kontekstual merupakan sumber inspirasi

dalam pengembangan pembelajaran lebih lanjut yaitu untuk mengkonstruksi

pengetahuan matematika formal.

4. Menggunakan Interaktif

Interaksi antar siswa dengan guru merupakan hal yang mendasar dalam

PMR. Secara eksplisit bentuk-bentuk interaksi yang berupa negosiasi, penjelasan,

pembenaran, setuju, tidak setuju, pertanyaan atau refleksi digunakan untuk

mencapai bentuk formal dari bentuk-bentuk informal siswa.

5. Menggunakan Keterkaitan (intertwinment)

Dalam PMR pengintegrasian unit-unit matematika adalah esensial jika

dalam pembelajaran kita mengabaikan keterkaitan dengan bidang yang lain, maka

Page 36: Contoh proposal ptk non daftar pustaka

akan berpengaruh pada pemecahan masalah. Dalam mengaplikasikan matematika,

biasanya diperlukan pengetahuan yang lebih kompleks, dan tidak hanya

aritmatika, aljabar atau geometri tetapi juga bidang lain.

Kelima karakteristik tersebut akan dilihat pada aktivitas yang dilakukan oleh guru

maupun siswa. Secara umum implementasi pembelajaran matematika realistik di

kelas dilakukan dengan:

a. Memulai pembelajaran dengan masalah kontekstual yang diambil dari dunia

nyata. Masalah yang digunakan sebagai titik awal pembelajaran harus nyata

bagi siswa agar mereka dapat langsung terlibat dalam situasi yang sesuai

dengan pengalaman mereka.

b. Menjembatani dunia abstak dan nyata dengan model. Model harus sesuai

dengan tingkat abstraksi yang harus dipelajari siswa. Di sini model dapat

berupa keadaan atau situasi nyata kehidupan siswa, seperti cerita-cerita lokal

atau bangunanbangunan yang ada di tempat tinggal siswa. Model dapat pula

berupa alat peraga yang dibuat dari sekitar siswa.

c. Memberi keleluasaan siswa menggunakan strategi, bahasa, atau simbol

mereka sendiri dalam proses mematematikakan dunia mereka. Artinya, siswa

memiliki kebebasan mengekspresikan hasil kerja dalam menyelesaikan

masalah nyata yang diberikan guru.

d. Membangun proses pembelajaran yang interaktif. Interaksi baik antara guru

dan siswa maupun antara siswa dengan siswa merupakan elemen yang penting

dalam pembelajaran matematika. Di sini siswa dapat berdiskusi dan

bekerjasama dengan siswa lain, bertanya dan menanggapi pertanyaan, serta

mengevaluasi pekerjaan.

e. Menghubungkan bagian-bagian dalam matematika, dengan disiplin ilmu lain,

dan dengan masalah dari dunia nyata diperlukan sebagai satu kesatuan yang

saling kait mengait dalam penyelesaian masalah.

Dengan mencermati karakteristik PMR, pengertian PMR dibatasi

penentuan masalah kontekstual dan lingkungan yang pernah dialami siswa dalam

kehidupan sehari-hari agar siswa mudah memahami pelajaran matematika

sehingga mudah mencapai tujuan.

Page 37: Contoh proposal ptk non daftar pustaka

Menurut Sudharta (2004), dalam pengajaran matematika realistik,

dibutuhkan upaya:

1. Penemuan kembali terbimbing dan matematisasi progresif, artinya

pembelajaran matematika realistik harus diberikan kesempatan seluas-luasnya

kepada siswa untuk mengalami sendiri proses penemuan matematika.

2. Fenomena didaktik, artinya pembentukan situasi dalam pemecahan

masalah matematika realistic harus menetapkan aspek aplikasi dan

mempertimbangkan pengaruh proses dari matematisasi progresif.

3. Mengembangkan model-model sendiri, artinya pemecahan masalah

matematika realistic harus mampu dijembatani melalui pengembangan model-

model yang diciptakan sendiri oleh siswa dari yang konkrit menuju situasi

abstrak, atau model yang diciptakan sendiri oleh siswa untuk memecahkan

masalah, dapat menciptakan kreasi dalam kepribadian siswa melalui aktifitas

di bawah bimbingan guru.

Langkah-langkah pembelajaran matematika dengan PMR dapat digambarkan

sebagai berikut (Sudharta, 2004):

Berdasarkan gambar tersebut dapat dijelaskan bahwa pembelajaran

matematika realistik diawali dengan fenomena yang ada di dalam dunia nyata,

kemudian siswa dengan bantuan guru diberikan kesempatan menemukan kembali

dan mengkonstruksi dalam model matematika kemudian membuat jawaban atas

model matematika tersebut.Setelah itu diaplikasikan dalam masalah sehari-hari

atau dalam bidang lain.

Dalam pembelajaran, sebelum siswa masuk pada sistem formal, terlebih

dahulu siswa dibawa ke ‘situasi informal’, misalnya pembelajaran pecahan dapat

diawali dengan pembagian menjadi bagian yang sama (misalnya pembagian kue)

Dunia Nyata

Masalah Konkrit

Dunia

Model Matematika

Jawaban Atas Masalah Jawaban Model

Page 38: Contoh proposal ptk non daftar pustaka

sehingga tidak terjadi loncatan pengetahuan informal anak dengan konsep-konsep

matematika (pengetahuan matematika formal). Setelah siswa memahami

pembagian menjadi bagian yang sama, baru dikenalkan istilah pecahan. Ini sangat

berbeda dengan pembelajaran konvensional (bukan PMR) di mana siswa sejak

awal sudah dicekoki dengan istilah pecahan dan beberapa jenis pecahan.

Jadi, Pembelajaran matematika realistik diawali dengan fenomena,

kemudian siswa dengan bantuan guru diberikan kesempatan menemukan kembali

dan mengkonstruksi konsep sendiri. Setelah itu, diaplikasikan dalam masalah

sehari-hari atau dalam bidang lain. Jika digambarkan dalam bagan, sebagai

berikut:

Pembelajaran matematika realistis mempunyai beberapa kelebihan dan

kekurangan. Adapun kelebihan dan kekurangan PMR di antaranya adalah sebagai

berikut :

KelebihanPMR:

1. Pembelajaran matematika realistis memberikan pengertian yang jelas dan

operasional kepada siswa tentang keterkaitan antara matematika dengan

kehidupan sehari – hari dan kegunaan matematika pada umumnya.

2. Pembelajaran matematika reaslistis memberikan pengertian yang jelas dan

operasional kepada siswa bahwa matematika adalah suatu kajian yang

dikonstruksi dan dikembangkan oleh siswa .

Pengaplikasian Konsep

Penguasaan Konsep

Page 39: Contoh proposal ptk non daftar pustaka

3. Pembelajaran matematika realistis memberikan pengertian yang jelas dan

operasional kepada siswa bahwa cara penyelesaian masalah tidak harus

tunggal dan tidak harus sama antara satu siswa dengan siswa yang lainnya.

4. Pembelajaran matematika realistis memberikan pengertian yang jelas dan

operasional kepada siswa bahwa untuk menemukan suatu hasil dalam

matematika diperlukan suatu proses.

Kekurangan PMR:

1. Upaya penerapan Pembelajaran matematika realistik membutuhkan

perubahan yang sangat mendasar mengenai berbagai hal yang tidak mudah

untuk dipraktekan dan juga diperlukan waktu yang lama.

2. Pencarian soal – soal kontekstual yang memenuhi syarat – syarat yang

dituntut pembelajaran matematika realistik tidak selalu mudah untuk setiap

topik yang akan dipelajari , terlebih lagi soal – soal tersebut harus

diselesaikan dengan berbagai macam cara.

3. Upaya mendorong siswa untuk menyelesaikan masalah juga merupakan

salah satu kerugian pembelajaran matematika realistik.

4. Metode Pembelajaran matematika realistik memperlukan partisipasi siswa

secara aktif baik fisik maupun mental.

Berdasarkan hal tersebut, dapat dipahami bahwa PMR adalah suatu

pendekatan yang ditempuh dalam mengajarkan matematika dengan memadukan

proses matematisasi horizontal dan matematisasi vertikal. Dengan demikian,

dalam proses pembelajaran pendekatan ini memiliki karakteristik: memakai

konteks dunia riil, menggunakan model, mengoptimalkan kontribusi siswa,

interaktif, dan keterkaitan dengan materi atau bidang lain.

2.6 Teori Pendukung Pendekatan Pembelajaran Matematika Realistik

Beberapa teori yang mendukung atau sejalan dengan pendekatan

Pembelajaran Matematika Realistik diantaranya adalah:

2.6.1 Teori Bruner

Menurut J. Bruner belajar merupakan suatu proses aktif yang

memungkinkan manusia untuk menemukan hal-hal baru diluar informasi yang

Page 40: Contoh proposal ptk non daftar pustaka

diberikan kepada dirinya. Pengetahuan perlu dipelajari dalam tahap-tahap tertentu

agar pengetahuan itu dapat diinternalisasikan dalam pikiran (struktur kognitif)

yang mempelajarinya. Proses internalisasi akan terjadi secara sungguh-sungguh

(yang berarti proses terjadi secara optimal) jika pengetahuan tersebut dipelajari

dalam tahap-tahap sebagai berikut: (a) Tahap Enaktif : Suatu tahappembelajaran

dimana pengetahuan dipelajari secara aktif dengan menggunakanbenda-benda

konkret atau situasi yang nyata. (b) Tahap Ikonik : Suatu tahappembelajaran

dimana pengetahuan direpresentasikan (diwujudkan) dalam bentuk bayangan

visual, gambar atau diagram yang menggambarkan kegiatan konkret yang terdapat

pada tahap enaktif. (c) Tahap simbolik : Suatu tahap pembelajaran dimana

pengetahuan direpresentasikan dalam bentuk simbol-simbol, baik simbol verbal

(missal: huruf-huruf, kata-kata, kalimat-kalimat) lambang-lambang abstrak

lainnya.

Suatu proses belajar akan berlangsung secara optimal jika pembelajaran

diawali dengan tahap enaktif dan kemudian jika tahap belajar yang pertama ini

dirasa cukup, siwa beralih ketahap kedua yaitu tahap dengan menggunakan modus

reprensentasi ikonik. Selanjunya kegiatan belajar itu dilanjutkan pada tahap ketiga

yaitu tahap belajar dengan menggunakan modus representasi simbolik.

2.6.2 Teori Piaget

Piaget mengemukakan bahwa perkembangan intelektual suatu organisme

didasar pada dua fungsi yaitu fungsi organisasi dan adaptasi. Fungsi organisasi

memberikan organisme kemampuan untuk mensistematikakan mengorganisasikan

proses-proses fisik atau proses-proses psikologi menjadi sistem-sistem yang

teratur dan berhubungan yang disebut dengan strukturkognitif. Disamping itu

semua organisme lahir dengan kecenderungan untuk menyesuaikan diri

(beradaptasi)dengan lingkungan.

Adaptasi dilakukan dalam dua proses yaitu asimilasi dan akomodasi.

Asimilasi merupakan proses penggunaan struktur kognitif yang telah ada.

Akomodasi merupakan proses perubahan struktur kognitif. Dalam proses

asimilasi orang menggunakan struktur atau kemampuan yang sudah ada untuk

menanggapi masaah yang dihadapi oleh lingkungan. Dalam akomodasi orang

Page 41: Contoh proposal ptk non daftar pustaka

melakukan modifikasi struktur struktur yang sudah ada dalam menanggapi respon

terhadap masalah yang dihadapi dalam lingkungan.

Adaptasi merupakan suatu keseimbangan antara asimilasi dan

akomodasi.Jika dalam proses asimilasi orang tidak dapat melakukan adaptasi pada

lingkungan maka akan terjadi ketidaksimbangan yaitu ketidaksesuaian atau

ketidak cocokan antara pemahaman saat ini dengan pengalaman baru.

Pertumbunhan intelektual merupakan proses terus menerus tentang keadaan

ketidaksimbangan kembali, maka individu itu berada pada tingkat intelektual yang

lebih tinggi dari pada sebelumnya.

Teori Piaget tersebut yang mendasari teori konstruktivistik. Menurut teori

konstruktivistik, perkembangan intelektual adalah suatu proses dimana anak

secara aktiv membangun pemahamannya dari hasil pengalaman dan interaksi

dengan lingkungan. Anak secara aktif membangun pengetahuannya dengan terus-

menerus melakukan akomodasi dan asimilasi terhadap informasi yang diterima.

Implikasi dari teori piaget dalam pembelajaran adalah sebagai berikut:

a. Memusatkan perhatian pada proses berpikir siswa, bukan sekedar hasilnya.

b. Menekankan pada pentingnya peran siswa dalam berinisiatif sendiri

danketerlibatannya secara aktiv dalam pembelajaran. Dalam

pembelajarandikelas, pengetahuan diberikan tanpa adanya tekanan melainkan

anakdidorong menemukan sendiri melalui proses interaksi dengan

linkungannya.

c. Memaklumi adanya perbedaan individual dalam hal kemajuanperkembangan

sehingga guru harus melakukan upaya khusus untukmengatur kegiatan kelas

dalam bentuk individu-individu atau kelompokkelompok.

Berdasarkan teori Bruner dan teori Piaget, PMR cocok dalam kegiatan

pembelajaran, karena diawal pembelajaran sangat dimungkinkan siswa untuk

memanipulasi obyek-obyek yang ada kaitannya dengan masalah kontekstual yang

diberikan guru secara langsung. Kemudian pada matematisasi vertikal siswa

memanipulasi simbol-simbol.

2.7 Penelitian yang Relevan

Page 42: Contoh proposal ptk non daftar pustaka

Ada beberapa penelitian yang mendasari mengapa pendekatan matematika

realistik begitu tepat untuk diterapkan dalam pembelajaran. Pamekas (2011)

menyatakan bahwa pendekatan realistik pada pembelajaran matematika dapat

meningkatkan prestasi matematika siswa. Pernyataan tersebut didukung dengan

data ketuntasan belajar yang menunjukkan kemajuan prestasi belajar siswa yang

sangat signifikan, dimana ketuntasan belajar siswa meningkat dari 11 siswa

menjadi 21 siswa yang tuntas dalam belajar. Selain itu, pendekatan realistik pada

pelajaran matematika dapat meningkatkan keterlibatan aktif siswa. Peningktan

keterlibatan aktif siswa ditunjukkan dengan adanya peningktan keterlibatan aktif

siswa dari 24% masuk pada kategori cukup aktif menjadi 30,5% masuk kategori

aktif. Peningktan prestasi belajar tersebut terjadi secara bertahap tiap siklusnya.

Lasati (2005) mengemukakan bahwa efektivitas pembelajaran dengan

menggunakan pendekatan realistic mathematic education memenuhi kriteria

efektivitas pembelajaran. Hal tersebut dipaparkannya melalui hasil tes siswa yang

menggambarkan sekurang-kurangnya 85% siswa mendapatkan nilai minimal 75

dan minat siswa juga meningkat.

Rahmawati (2013) memaparkan bahwa peningkatan kemampuan

komunikasi matematis siswa yang mendapatkan pembelajaran matematika dengan

PMR berbeda secara signifikan dengan siswa yang mendapatkan pembelajaran

konvensional. Data tersebut didapatkan dengan membandingkan antara kelas

kontrol dan kelas eksperimen. Dimana kelas eksperimen yang mendapatkan

pembelajaran dengan pendekatan matematika realistik skor rata-ratanya adalah

71,97 dengan nilai tertinggi 89,5 dan nilai terendah 52,6. Sedangkan kelas kontrol

yang mendapatkan pembelajaran konvensional mengalami kenaikan skor rata-rata

kemampuan komunikasi matematis yaitu 63,41. Dengan demikian

disimpulkannya bahwa pembelajaran matematika dengan PMR sangat potensial

diterapkan dalam meningkatkan kemampuan komunikasi matematis.

Supardi (2012), dalam penelitiannya ditemukan bahwa, Pertama hasil

belajar siswa yang diajar dengan menggunakan RME lebih tinggi daripada hasil

belajar siswa yang diajar secara konvensional.Pernyataan tersebut terjadi karena

pembelajaran dengan pendekatan PMR menciptakan suasana belajar yang

menyenangkan bagi siswa. Hal tersebut ditunjukkan dari data hasil belajar yang

Page 43: Contoh proposal ptk non daftar pustaka

diperoleh, apabila mereka diajar melalui pendekatan PMR diperoleh skor hasil

belajar matematika mean 18,6; simpangan baku 3,9; skor tertinggi 24 dan skor

terendah 8, dari skor total 30. Sedangkan apabila mereka diajarkan dengan

pendekatan konvensional, diperoleh hasil belajar matematika: mean13,1;

modus 11; simpangan baku 4,0; skor tertinggi 19 serta skor terendah 6 dari

skor total 30. Dari data tersebut teruji kebenarannya bahwa hasil belajar siswa

yang diajar dengan pendekatan PMR lebih tinggi secara signifikan daripada

yang diajar dengan pendekatan konvensional (mekanistik). Kedua, terdapat efek

interaksi pendekatan pendidikan dan motivasi belajar terhadap hasil belajar.Hal

ini menunjukkan adanya pengaruh hubungan timbal balik antara pendekatan

pembelajaran matematika dan motivasi belajar dalam meningkatkan hasil belajar

siswa SD.

Dari beberapa penelitian diatas menunjukkan bahwa pembelajaran

matematika melalui Pendekatan Matematika Realistik mampu meningkatkan hasil

belajar dan prestasi belajar matematika siswa.Penelitian diatas memiliki

perbedaan dengan penelitian yang penulis lakukan.Pada penelitian ini penulis

menekankan pada peningkatan kemampuan pemecahan masalah dan kemampuan

komunikasi matematis siswa melalui pendekatan matematika realistic. Serta

mengamati perkembangan aktifitas siswa selama proses pembelajaran.

Perkembangan aktifitas siswa dilakukan setiap kali pertemuan dengan

menggunakan lembar observasi aktifitas siswa.

2.8 Kerangka Konseptual

Melalui proses belajar siswa dapat berinteraksi dengan lingkungannya,

memiliki keterampilan dan kecakapan hidup. Dalam setiap kegiatan belajar

mengusahakan siswa berpartisipasi aktif, baik aktif secara fisik maupun mental.

Sebagai seorang guru harus mampu menciptakan iklim pembelajaran yang

dapat meningkatkan keterampilan pemecahan masalah dan komunikasi dalam

belajar sehingga diperoleh hasil belajar yang diinginkan. Banyak strategi, metode,

Page 44: Contoh proposal ptk non daftar pustaka

model ataupun pendekatan pembelajaran yang dapat digunakan dalam proses

pembelajaran. Salah satunya dengan menggunakan pembelajaran pendekatan

Pembelajaran Matematika Realistik.

Pada Pembelajaran Matematika Realistik memungkinkan siswa bekerja

dalam kelompok di mana setiap anggota kelompok mempunyai peran masing-

masing sehingga tugas kelompok dapat selesai tepat waktu. Pembelajaran ini

memungkinkan siswa menyelesaikan masalah materi pelajaran yang berkaitan

dengan kegiatan sehari-hari. Pembelajaran ini juga memungkinkan siswa untuk

mandiri dalam menyelesaikan suatu permasalahan dengan cara mereka sendiri.

Selain itu, pembelajaran ini juga memberikan pemahaman kepada siswa

bahwa dalam suatu penyelesaian masalah harus melalui proses/ langkah

penyelesaian dan proses komunikasi secara utuh dan adil dalam kelas.

Pembelajaran yang terjadi cenderung membuat siswa lebih mengingat materi

pelajaran, mengurangi kebosanan dan menimbulkan minat belajar pada siswa.

Dengan menggunakan pembelajaran Pembelajaran Matematika Realistik

diharapkan dapat meningkatkan kemampuan pemecahan masalah dan kemampuan

komunikasi matematika siswa yang dengan sendirinya dapat meningkatkan hasil

belajar matematika siswa.

2.9 Hipotesis Tindakan

Berdasarkan kajian pustaka dan kerangka berfikir dapat diajukan hipotesis

sebagai berikut.

1. Penggunaan pendekatan Pembelajaran Matematika Realistik dapat

meningkatkan kemampuan pemecahan masalah matematika siswa.

2. Penggunaan pendekatan Pembelajaran Matematika Realistik dapat

meningkatkan komunikasi matematis siswa.

Page 45: Contoh proposal ptk non daftar pustaka

BAB III

METODE PENELITIAN

3.1 Tempat dan Waktu Penelitian

3.1.1 Tempat Penelitian

Penelitian ini dilaksanakan di SD Swasta Amalia Medan yang beralamat di

Jalan Raya Meneteng Gg. Benteng No. 7. Status sekolah yaitu sekolah swasta

Page 46: Contoh proposal ptk non daftar pustaka

dengan kualitas sarana dan prasarana yang memadai untuk proses belajar

mengajar. Sekolah tersebut hanya memiliki satu rombongan belajar untuk setiap

tingkatan. Lokasi sekolah berada diantara lingkungan masyarakat yang heterogen.

Walaupun berada di lingkungan masyarakat, namun lokasi sekolah masih tetap

memiliki suasana yang kondusif untuk proses belajar mengajar.

Adapun alasan peneliti memilih SD Swasta Amalia Medan sebagai tempat

penelitian adalah:(1) terdapat masalah belajar pada siswa terutama mengenai

kemampuan pemecahan masalah dan kemampuan komunikasi, (2) pembelajaran

matematika dikelas selama ini masih bersifat abstrak dan sulit dipahami oleh

siswa, (3) belum adanya penelitian tindakan kelas mengenai penggunaan

pendekatan pembelajaran matematika realistik, dan (4) memiliki jumlah siswa

yang representatif untuk dilakukannya penelitian ini.

3.1.2 Waktu Penelitian

Penelitian ini dilaksanakan pada semester ganjil. Penelitian berlangsung

dari bulan Oktober sampai dengan Desember 2015 Tahun Pelajaran 2015/2016.

Penentuan waktu penelitian mengacu pada kalender akademik sekolah, karena

penelitian ini memerlukan beberapa siklus yang membutuhkan proses

belajarmengajar yang efektif di kelas.

3.2 Subyek Penelitian

Subyek dalam penelitian ini adalah siswa kelas V SD Swasta Amalia

Medan. Tahun ajaran 2015/2016 yang berjumlah 23 siswa, terdiridari 13 siswa

laki-laki dan 10 siswa peremuan. Pemilihan dan penentuan subyek penelitian ini

berdasarkan pada purposive sampling (sampel bertujuan), dengan alasan bahwa

siswa kelas V SD telah memiliki kemampuan membaca dan berbahasa yang

memadai, memenuhi persyaratan operasi hitung dan sudah mampu diajak

berkomunikasi dan berdiskusi baik dengan guru maupun sesama temannya.

3.3 Partisipasi

Page 47: Contoh proposal ptk non daftar pustaka

Penelitian ini dibantu oleh Guru Kelas V SD Swasta Amalia Medan

sebagai mitra dalam melakukan penelitian. Peneliti bertindak sebagai pelaku

tindakan, sedang guru kelas bertindak sebagai observer untuk mengamati berbagai

kegiatan selama proses tindakan berlangsung.

3.4 Desain Penelitian

Penelitian ini adalah penelitian tindakan kelas (classroom action research)

yang bertujuan memperbaiki kualitas proses dan hasil pembelajaran matematika

terkait dengan peningkatan kemampuan pemecahan masalah dan kemampuan

komunikasi matematis, aktivitas belajar serta hasil belajar matematika siswa

melalui Pembelajaran Matematika Realistik.

Penelitian ini menggunakan siklus PTK yang dikemukakan oleh Kemmis

dan Mc Taggart dalam Arikunto (2008: 16) yang terdiri dari empat komponen

yaitu, rencana tindakan, pelaksanaan tindakan, observasi/ evaluasi, dan refleksi.

Tahapan siklus terlihat pada gambar 3.1 berikut.

Gambar 3.1. Siklus PTK Pembelajaran MatematikaRealistik

Model Spiral KemmisdanMc Taggart (DalamArikunto2008 :16)

a. Siklus 1Siklus Selanjutnya

Revisi Perencanaan

Pelaksanaan Tindakan

Refleksi

Observasi/ Evaluasi Siklus II

Perencanaan Tindakan

Pelaksanaan Tindakan

RefleksiObservasi/ Evaluasi

Siklus I

Page 48: Contoh proposal ptk non daftar pustaka

Kegiatan pada siklus 1 penelitian meliputi kegiatan perencanaan,

pelaksanaan, pengamatan dan refleksi.

1) Perencanaan

Pada kegiatan perencanaan setelah dimulai dari mengidentifikasi masalah

belajar dikelas dan menentukan tindakan perbaikan yang akan dilaksanakan

selanjutnya menyiapkan beberapa perangkat pembelajaran dan penelitian.

2) Pelaksanaan

Pelaksanaan kegiatan penelitian dilaksanakan dalam 4 kali pertemuan. Sesuai

jadwal pelajaran yang ditetapkan dikelas.

3) Observasi/Evaluasi

Observasi dilakukan pada setiap pertemuan kegiatan. Observasi ditujukan

untuk mengamati bagaimana proses dan hasil pembelajaran dengan penggunaan

strategi pembelajaran matematika realistik. Peneliti menggunakan lembar

observasi yang telah di sediakan. Hasil-hasil observasi dapat langsung diketahui

setelah pelaksanaan pembelajaran setiap pertemuan. Evaluasi dilaksanakan untuk

mengukur kemampuan pemecahan masalah dan kemampuan komunikasi

matematis siswa.

b. Siklus Selanjutnya

Hasil refleksi siklus sebelumnya menentukan pelaksanaan selanjutnya.

Hasil refleksi dikaitkan dengan kriteria/ indikator keberhasilan tindakan dalam

penelitian. Apa bila pada siklus I indikator keberhasilan tindakan belum tercapai

akan dilanjutkan pada siklus II, siklus berikutnya tidak diteruskan agar

pembelajaran dikelas tempat dilakukan penelitian tidak terganggu.

3.5 Indikator Keberhasilan Tindakan

Indikator kinerja yang digunakan dalam ukuran “keberhasilan” terhadap

tindakan yang dilakukan dalam satu siklus penelitian menggunakan dua indicator yaitu

sebagai berikut: indicator pertama, yang digunakan untuk menunjukkan keberhasilan

proses pembelajaran adalah suksesnya siswa dalam mengikuti kegiatan pembelajaran.

Indikator kedua, yang digunakan untuk menunjukkan suksesnya proses belajar mengajar

adalah hasil belajar siswa.

Page 49: Contoh proposal ptk non daftar pustaka

Tindakan dianggap berhasil atau dihentikan, jika sudah memenuhi criteria berikut

ini:

1. 85 % siswa sudah mencapai nilai KKM keatas yaitu 65.

2. Nilai rata-rata kelas sudah menunjukkan angka 65,00. Menunjukkan ada

peningkatan hasil belajar di setiap siklus.

3. Terjadinya peningkatan aktivitas belajar siswa sekurang-kurangnya 75% yang

ditandai dengan kreativitas siswa dalam menyelesaikan permasalahan

matematika, serta terjadinya interaksi antara siswa dan guru maupun sesamanya

dalam proses belajar mengajar.

3.6 InstrumenPenelitian

Instrumen yang digunakan adalah sebagai berikut:

a) Observasi

Observasi digunakan untuk memperoleh data yang dapat memperlihatkan

pengelolaan pembelajaran Matematika Realistik oleh guru dan partisipasi siswa

dikelompokkan, juga kerja kelompok secara keseluruhan. Lembar pengamatan ini

mengukur secara individu maupun kelas, keaktifan, dan sikap mereka dalam

belajar (berkomunikasi, bertanya, dan kerja kelompok).

b) Angket Respon Siswa

Instrumen untuk mengukur respon siswa terhadap pembelajaran matematika realistik

yang digunakan dalam penelitian ini adalah angket respon siswa, yang jawabannya

dikelompokkan menjadi empat peringkat jawaban dengan mengacu pada Skala Likert

sebagai berikut: SL = Selalu, SR = Sering, KD = Kadang, TP = Tidak Pernah.

c) Tes

Tes digunakan untuk mengukur hasil belajar siswa. Tes disusun berdasarkan

kompetensi dasar dan indikator. Bentuk tes yang digunakan adalah tes uraian.

3.7 Teknik Analisis Data

Teknik analisis data dalam penelitian ini dilakukan dengan menggunakan

metode alur. Dimana langkah-langkah yang harus dilalui dalam metode alur

meliputi pengumpulan data, penyajian data dan verifikasi data.

1. Proses Analisis Data

Proses analisis data dimulai dengan menelaah seluruh data yang tersedia dari

berbagai sumber. Setelah dikaji kemudian membuat rangkuman untuk setiap pertemuan

Page 50: Contoh proposal ptk non daftar pustaka

atau tindakan di kelas. Berdasarkan rangkuman yang dibuat kemudian peneliti

melaksanakan reduksi data yang kegiatan mencakup unsur-unsur sebagai berikut:

a. Memilih data atas dasar relevansi.

b. Menyusun data dalam satuan-satuan sejenis.

c. Memfokuskan penyederhanaan dan menstrasfer dari data kasar ke catatan

lapangan.

2. Penyajian Data

Pada langkah penelitian ini, peneliti berusaha menyusun data yang relevan sehingga

menjadi informasi yang dapat disimpulkan dan memiliki makna tertentu. Dengan cara

menampilkan data dan membuat hubungan antara variabel peneliti mengerti apa yang

terjadi dan apa yang perlu ditindaklanjuti untuk mencapai tujuan penelitian.

3. Verfikasi Data

Verifikasi data atau penarikan kesimpulan dilakukan secara bertahap untuk

memperoleh derajat kepercayaan tinggi. Dengan demikian analisis data dalam penelitian

ini dilakukan sejak tindakan dilaksanakan. Verifikasi data dilakukan pada setiap tindakan

yang pada akhirnya dipadukan menjadi kesimpulan.