case epilepsi (1)

85
BAB I PENDAHULUAN Di Indonesia, banyak istilah yang digunakan dalam menggambarkan kejang seperti step atau ayan. Tenaga medis juga seringkali mengalami kesulitan ketika melakukan wawancara kepada pasien atau keluarga mengenai deskripsi tubuh yang bergetar atau gerakan-gerakan otot yang berkontraksi sebagai bangkitan kejang, gangguan pergerakan (movement disorder) atau badan menggigil. Anamnesis yang akurat sangat menentukan arah diagnosis yang tepat. Dalam terminologi kedokteran, Epilepsi adalah kelainan otak yang ditandai dengan kecenderungan untuk menimbulkan bangkitan epileptik yang terus menerus, dengan konsekuensi neurobiologis, kognitif, psikologis, dan sosial, dengan syarat terjadinya minimal 1 kali bangkitan epileptik. Bangkitan epileptik adalah kondisi dimana terjadi tanda/gejala yang bersifat sesaat akibat aktivitas neuronal yang abnormal dan berlebihan di otak 1 . Di negara sedang berkembang, prevalensi epilepsi ditemukan lebih tinggi daripada negara maju. Dilaporkan prevalensi di negara maju berkisar antara 4-7 per 1000 orang dan 5-74 per 1000 orang di negara sedang berkembang. Prevalensi epilepsi 1

Upload: septyan-putra-yusandy

Post on 04-Sep-2015

252 views

Category:

Documents


9 download

DESCRIPTION

laporan kasus epilepsi

TRANSCRIPT

BAB IPENDAHULUANDi Indonesia, banyak istilah yang digunakan dalam menggambarkan kejang seperti step atau ayan. Tenaga medis juga seringkali mengalami kesulitan ketika melakukan wawancara kepada pasien atau keluarga mengenai deskripsi tubuh yang bergetar atau gerakan-gerakan otot yang berkontraksi sebagai bangkitan kejang, gangguan pergerakan (movement disorder) atau badan menggigil. Anamnesis yang akurat sangat menentukan arah diagnosis yang tepat. Dalamterminologi kedokteran, Epilepsi adalah kelainan otak yang ditandai dengan kecenderungan untuk menimbulkan bangkitan epileptik yang terus menerus, dengan konsekuensi neurobiologis, kognitif, psikologis, dan sosial, dengan syarat terjadinya minimal 1 kali bangkitan epileptik. Bangkitan epileptik adalah kondisi dimana terjadi tanda/gejala yang bersifat sesaat akibat aktivitas neuronal yang abnormal dan berlebihan di otak1.Di negara sedang berkembang, prevalensi epilepsi ditemukan lebih tinggi daripada negara maju. Dilaporkan prevalensi di negara maju berkisar antara 4-7 per 1000 orang dan 5-74 per 1000 orang di negara sedang berkembang. Prevalensi epilepsi pada usia lanjut (>65 tahun) di negara maju diperkirakan sekitar >0,9%, lebih tinggi dari dekade 1 dan 2 kehidupan. Pada usia >75 tahun prevalensi meningkat 1,5%. Sebaliknya prevalensi epilepsi di negara berkembang lebih tinggi pada usia dekade 1-2 dibandingkan pada usia lanjut. Hal ini disebabkan insiden yang rendah dan angka harapan hidup rata-rata di negara maju lebih tinggi. Prevalensi lebih tinggi berdasarkan jenis kelamin di negara Asia, dilaporkan laki-laki sedikit lebih tinggi daripada wanita1.Salah satu masalah dalam penanggulangan epilepsi ialah menentukan dengan pasti diagnosis epilepsi. Diagnosis dan pengobatan epilepsi tidak dapat dipisahkan sebab pengobatan yang sesuai dan tepat hanya dapat dilakukan dengan diagnosis epilepsi yang tepat pula. Diagnosis epilepsi berdasarkan atas gejala dan tanda klinis yang karakteristik. Membuat diagnosis tidak hanya berdasarkan dengan beberapa hasil pemeriksaan penunjang diagnostik saja, informasi yang diperoleh sesudah melakukan wawancara yang lengkap dengan pasien maupun saksi mata yang mengetahui serangan kejang tersebut terjadi juga penting untuk mendukung diagnosis yang tepat. Pemeriksaan penunjang juga penting untuk dilakukan untuk memastikan diagnosis dan mencari penyebabnya, lesi otak yang mendasari, jenis serangan kejang dan sindrom epilepsi3.

BAB IISTATUS PENDERITA NEUROLOGI

I. IDENTIFIKASINama: Ny. JNTUmur: 37 tahunJenis Kelamin: PerempuanAlamat: OKU SelatanAgama: IslamTanggal MRS: 26 Juni 2015 pukul 08.50 WIBNo. RM: 899875

II. ANAMNESIS (Autoanamnesis dan alloanamnesis, 26 Juni 2015 Pukul 10.30 WIB)Penderita berobat ke poli saraf RSMH karena mengalami kejang yang semakin sering dan semakin lama yang terjadi 5 hari sebelum berobat ke RSMH. 4 tahun yang lalu penderita mengalami kejang pertama kali setelah pulang dari berkerja selama 15 menit. Tangan penderita seperti ingin mencengkeram, mata penderita melirik ke atas terus-menerus, lengan dan tungkai ekstensi serta kaku, lalu diikuti dengan bergetarnya seluruh tubuh, keluar busa dari mulut (-), keluarnya urin dan feses saat kejang (-), lidah tergigit (-). Sebelum kejang penderita merasa pandangannya berputar. Setelah kejang penderita langsung sadar namun mengalami sakit kepala dan pusing. Setelah itu penderita berobat ke mantri dan beri obat makan. Sakit kepala agak berkurang, namun kejangnya masih kambuh jika penderita merasa kelelahan dan terlambat makan. Dalam setahun penderita sama sekali tidak kejang, namun rentang waktu antara kejang dengan kejang yang lainnya paling cepat adalah satu bulan. 7 hari sebelum berobat ke RSMH penderita mengalami kejang setelah penderita pulang dari bekerja. Pola kejangnya sama seperti sebelumnya. Namun, keesokannya 2 hari berturut-turut penderita mengalami kejang kembali. 5 hari sebelum berobat ke RSMH, pada malam hari pasien terbangun dari tidur, penderita merasa kepalanya pusing berputar lalu penderita tiba-tiba kejang-kejang seluruh tubuh selama 30 menit. Tangan penderita seperti ingin mencengkeram, mata penderita melirik ke atas terus-menerus, lengan dan tungkai ekstensi serta kaku, lalu diikuti dengan kondisi tubuh gemetar, mulut penderita tampak mengot saat kejang, penderita menggigit lidahnya, disertai keluarnya busa pada mulut, dan keluarnya urine serta feses. Penderita sadar setelah 1 jam berikutnya dan merasa sakit kepala yang sangat hebat dan pusing berputar. Penderita masih dapat mengingat apa yang terjadi sebelum dan sesudah kejang. Penderita berobat ke dokter dirujuk ke RS Palembang. Penderita berobat ke RS BARI diberi obat tablet berwarna putih yang dimakan langsung 3 tablet dalam sehari dan obat kapsul berwarna merah yang dimakan 2 kali sehari. Setelah itu sakit kepala penderita agak berkurang. Penderita dirujuk ke RSMH untuk pemeriksaan EEG dan CT-Scan.Riwayat kejang ada, sejak 4 tahun yang lalu namun penderita tidak meminum obat anti epilepsi. Penderita dilahirkan secara normal. Riwayat kejang demam saat masih kecil tidak ada. Riwayat kejang pada keluarga tidak ada. Riwayat trauma kepala tidak ada. Penderita tidak minum obat-obat terlarang. Penderita mengalami sakit kepala dan pusing berputar secara terus-menerus setelah kejang dan mempunyai riwayat sakit maag. Penderita menggunakan KB suntik dan tidak mengalami gangguan menstruasi.Penyakit seperti ini diderita untuk yang kesekian kalinya.

III. PEMERIKSAANStatus Internus (Pemeriksaan Fisik, 26 Juni 2015 Pukul 10.40 WIB)Kesadaran: E4M6V5Tekanan Darah: 120/80 mmHgNadi: 90 kali/menit, reguler, isi dan tegangan cukup.Suhu Badan: 36,7 CPernapasan: 22 kali/menitJantung: HR = 86 kali/menit, murmur (-), gallop (-)Paru-paru: Vesikuler (+/+) normal, ronkhi (-/-), wheezing (-/-)Abdomen: Datar, hepar dan lien sulit dinilai, BU (+) normal.Anggota Gerak: Tidak ada kelainanBerat badan: 59 KgTinggi badan: 158 cmIMT: Normoweight (23,63)Genitalia: Tidak diperiksa

Status PsikiatrikusSikap: kooperatifPerhatian: adaEkspresi Muka: wajarKontak Psikik: ada

Status NeurologikusKEPALABentuk: NormocephaliDeformitas: (-)Ukuran : normalFraktur: (-)Simetris: simetrisNyeri fraktur: (-)Hematom: (-)Pembuluh darah: tidak ada pelebaranTumor: (-)Pulsasi: (-)

LEHERSikap: BaikDeformitas: (-)Torticolis: (-)Tumor: (-)Kaku kuduk: (-)Pembuluh darah: tidak ada pelebaran

PEMERIKSAAN NERVI CRANIALESN. OlfaktoriusKananKiri

PenciumanAnosmiaHiposmiaParosmia Tidak ada kelainan--- Tidak ada kelainan---

N. OptikusKananKiri

VisusCampus visi

AnopsiaHemianopsiaFundus Oculi Papil edema Papil atrofi Perdarahan retina6/6V.O.D

--

---6/6V.O.S

--

---

N. Occulomotorius, Trochlearis, & AbducensKananKiri

DiplopiaCelah mataPtosisSikap bola mata Strabismus(-) Exophtalmus(-) Enophtalmus(-) Deviation conjugaeGerakan bola mata

Pupil Bentuk Diameter Isokor/anisokor Midriasis/miosis Refleks cahaya Langsung Konsensuil Akomodasi Argyl Robertson---

----Baik ke segala arah

Bulat 3 mmIsokor++++----

----Baik ke segala arah

Bulat 3 mmIsokor++++-

N. TrigeminusKananKiri

Motorik Menggigit Trismus Refleks korneaSensorik Dahi Pipi DaguTidak ada kelainan(-)Tidak ada kelainan

Tidak ada kelainanTidak ada kelainanTidak ada kelainanTidak ada kelainan(-)Tidak ada kelainan

Tidak ada kelainanTidak ada kelainanTidak ada kelainan

N. FasialisKananKiri

Motorik Mengerutkan dahi Menutup mata Menunjukkan gigi Lipatan nasolabialis Bentuk muka

Sensorik 2/3 depan lidah Otonom Salivasi Lakrimasi Chvosteks signSimetris

SimetrisTidak ada kelainanTidak ada kelainanTidak ada kelainanTidak ada kelainanTidak ada kelainan

Simetris

Tidak ada kelainanTidak ada kelainanTidak ada kelainanTidak ada kelainan

SimetrisTidak ada kelainan

Tidak ada kelainanTidak ada kelainanTidak ada kelainanTidak ada kelainan

N. CochlearisKananKiri

Suara bisikanDetik arlojiTes WeberTes RinneTidak ada kelainan---

N. VestibularisKananKiri

NistagmusVertigo----

N. Glossopharingeus dan N. Vagus Kanan Kiri

Arcus pharingeusUvulaGangguan menelanSuara serak/sengauDenyut jantung

Refleks Muntah Batuk Okulokardiak Sinus karotikusSensorik 1/3 belakang lidahSimetrisDitengah--Tidak ada kelainan

Tidak ada kelainanTidak ada kelainanTidak ada kelainanTidak ada kelainan

Tidak ada kelainan

N. AccessoriusKananKiri

Mengangkat bahuMemutar kepala Tidak ada kelainanTidak ada kelainan

N. HypoglossusSimetrisKananKiri

Menjulurkan lidahFasikulasiAtrofi papilDisatria -

--

--

MOTORIKLENGANKananKiri

GerakanKekuatan TonusRefleks fisiologis Biceps Triceps Radius Ulna Refleks patologis Hoffman Tromner Leri Meyer Cukup5Normal

NormalNormalNormalNormal

Tidak ada kelainanTidak ada kelainanTidak ada kelainan

Cukup5Normal

NormalNormalNormalNormal

Tidak ada kelainanTidak ada kelainanTidak ada kelainan

TUNGKAIKananKiri

GerakanKekuatan TonusKlonus Paha KakiRefleks fisiologis KPR APRRefleks patologis Babinsky Chaddock Oppenheim Gordon Schaeffer RossolimoCukup5Normal

(-)(-)

NormalNormal

------

Cukup5Normal

(-)(-)

NormalNormal

------

SENSORIK: tidak ada kelainan

FUNGSI VEGETATIFMiksi: tidak ada kelainanDefekasi: tidak ada kelainan

KOLUMNA VERTEBRALISKyphosis: tidak adaLordosis: tidak adaGibbus: tidak adaDeformitas: tidak adaTumor: tidak adaMeningocele: tidak adaHematoma: tidak adaNyeri ketok: tidak ada

GEJALA RANGSANG MENINGEALKaku kuduk: tidak adaKerniq: tidak adaLasseque: tidak adaBrudzinsky Neck: tidak ada Cheek: tidak ada Symphisis: tidak ada Leg I: tidak ada Leg II: tidak ada

GAIT DAN KESEIMBANGANGaitKeseimbangan dan KoordinasiAtaxia: b.d.dRomberg: b.d.dHemiplegic: b.d.dDysmetri: tidak ada kelainanScissor: b.d.d- jari-jari: tidak ada kelainanPropulsion: b.d.d- jari hidung: tidak ada kelainanHisteric: b.d.d- tumit-tumit: tidak ada kelainanLimping: b.d.dRebound phenomen: tidak ada kelainanSteppage: b.d.dDysdiadochokinesis: tidak ada kelainanAstasia-Abasia: b.d.dTrunk Ataxia: tidak ada kelainanLimb Ataxia: tidak ada kelainan

GERAKAN ABNORMALTremor: tidak adaChorea: tidak adaAthetosis: tidak adaBallismus: tidak adaDystoni: tidak adaMyocloni: tidak ada

FUNGSI LUHURAfasia motorik: tidak adaAfasia sensorik: tidak adaApraksia: tidak adaAgrafia: tidak adaAlexia: tidak adaAfasia nominal: tidak ada

LABORATORIUMDARAHTidak diperiksaURINETidak diperiksa

FESESTidak diperiksa

LIQUOR CEREBROSPINALISTidak diperiksa

PEMERIKSAAN KHUSUSRontgen Thoraks PA: tidak diperiksaRontgen Columna Vertebralis: tidak diperiksaCT Scan Kepala: tidak diperiksaElektroencephalografi: tidak diperiksaElectroneuromyografy: tidak diperiksaArteriografi: tidak diperiksaPneumografi: tidak diperiksa

IV. DIAGNOSISDiagnosis Klinik: Epilepsi umum tonik-klonikDiagnosis Topik: Korteks SerebriDiagnosis Etiologi: Idiopatik

V. PENATALAKSANAANA. Norfarmakologis Edukasi Makan makanan bergizi dan teratur dengan disilangkan dengan diet ketogenik Istirahat yang cukup Kontrol kembali ke poli saraf tanggal 13 Juli 2015 Rencana pemeriksaan EEG dan CT-Scan

B. Farmakologis-Lamotrigine tab 2x25mg-Kalium diklofenak kap 2x50 mg-Betahistin tab 3x6mg-Omeprazole kap 2x20mg

VI. PROGNOSISQuo ad vitam: BonamQuo ad functionam: Dubia ad Bonam

BAB IIITINJAUAN PUSTAKA

2.1 Definisi2.1.1 Definisi konseptual1Epilepsi adalah kelainan otak yang ditandai dengan kecenderungan untuk menimbulkan bangkitan epileptik yang terus menerus, dengan konsekuensi neurobiologis, kognitif, psikologis, dan sosial, dengan syarat terjadinya minimal 1 kali bangkitan epileptik.Bangkitan epileptik adalah kondisi dimana terjadi tanda/gejala yang bersifat sesaat akibat aktivitas neuronal yang abnormal dan berlebihan di otak.2.1.2 Definisi operasional/praktis1Epilepsi adalah suatu penyakit otak yang ditandai dengan kondisi/gejala berikut: Minimal terdapat 2 bangkitan tanpa provokasi atau 2 bangkitan refleks dengan jarak waktu antar bangkitan pertama dan kedua lebih dari 24 jam. Satu bangkitan tanpa provokasi atau 1 bangkitan refleks dengan kemungkinan terjadinya bangkitan berulang dalam 10 tahun kedepan sama dengan (minimal 60%) bila terdapat 2 bangkitan tanpa provokasi/bangkitan refleks. Sudah ditegakkan diagnosis sindrom epilepsi.Bangkitan refleks adalah bangkitan yang muncul akibat induksi oleh faktor pencetus spesifik, seperti stimulasi visual, auditori, somatosensitif, dan somatomotor.

2.2 EpidemiologiHingga 1% dari populasi umum menderita epilepsi aktif, dengan 20-50 pasien baru yang terdiagnosis per 100.000 per tahunnya. Perkiraan angka kematian pertahun akibat epilepsi adalah 2 per 100.000. Kematian dapat berhubungan langsung dengan kejang, misalnya ketika terjadi serangkaian kejang yang tidak terkontrol, dan diantara serangan pasien tidak sadar, atau jika terjadi cedera akibat trauma. Fenomena kematian mendadak yang terjadi pada penderita epilepsi (sudden unexplained death in epilepsy) diasumsikan berhubungan dengan aktivitas kejang dan kemungkinan besar karena disfungsi kardiorespirasi2.Prevalensi di negara sedang berkembang ditemukan lebih tinggi daripada negara maju. Dilaporkan prevalensi di negara maju berkisar antara 4-7 per 1000 orang dan 5-74 per 1000 orang di negara sedang berkembang. Prevalensi epilepsi pada usia lanjut (>65 tahun) di negara maju diperkirakan sekitar >0,9%, lebih tinggi dari dekade 1 dan 2 kehidupan. Pada usia >75 tahun prevalensi meningkat 1,5%. Sebaliknya prevalensi epilepsi di negara berkembang lebih tinggi pada usia dekade 1-2 dibandingkan pada usia lanjut. Hal ini disebabkan insiden yang rendah dan angka harapan hidup rata-rata di negara maju lebih tinggi. Prevalensi lebih tinggi berdasarkan jenis kelamin di negara Asia, dilaporkan laki-laki sedikit lebih tinggi daripada wanita3.Seorang anak dapat mewarisi epilepsi dari kedua orang tua. Risiko terkena epilepsi pada anak lebih tinggi jika ibu yang terkena epilepsi (2,9 8,7%) dibanding ayah yang terkena (1-3,6%). Risiko anak terkena epilepsi dari orang tua dengan epilepsi idiopatik yang terjadi sebelum usia 20 tahun yaitu sekitar 4%, dibandingkan dengan 0,5% pada populasi umum. Jika ada satu saudara yang menderita epilepsi sebelum usia 10, risiko meningkat menjadi 6%, jika salah satu orang tua dan saudara menderita epilepsi risiko sekitar 10%, dan jika salah satu orang tua memiliki epilepsi dan ada keluarga lain yang terkena epilepsi, risiko sekitar 15%. Waktu pertama kali orang tua terkena epilepsi juga mempengaruhi penurunan epilepsi pada anak. Jika orang tua terdiagnosis epilepsi sebelum usia 20 tahun maka risiko epilepsi pada anak sebesar 2,3-6%, sementara jika terkena diatas usia 20 tahun risiko sebesar 1-3,6%4.Beberapa jenis hormon dapat mempengaruhi serangan epilepsi seperti hormon estrogen, hormon tiroid (hipotiroid dan hipertiroid) meningkatkan kepekaan terjadinya serangan epilepsi, sebaliknya hormon progesteron, ACTH, kortikosteroid dan testosteron dapat menurunkan kepekaan terjadinya serangan epilepsi5,6,7.

2.3 EtiologiEtiologi epilepsi dibagi menjadi tiga kategori sebagai berikut8:1. IdiopatikTidak terdapat lesi struktural di otak atau defisit neurologis. Diperkirakan mempunyai predisposisi genetik dan umumnya berhubungan dengan usia.2. KriptogenikDianggap simtomatis dengan penyebab yang belum diketahui. Gambaran klinis sesuai dengan ensefalopati difus.3. SimtomatisBangkitan epilepsi disebabkan oleh kelainan/lesi struktural pada otak, misalnya cedera kepala, infeksi sistem saraf pusat, kelainan kongenital, lesi desak ruang, gangguan peredaran darah otak, toksik (alkohol, obat), metabolik, kelainan neurodegeneratif.

2.4. Faktor Resiko81. Faktor resiko untuk epilepsy meliputi:a. Bayi yang lahir kurang bulan.b. Bayi yang mengalami kejang pada satu bulan pertama setelah dilahirkan.c. Bayi yang lahir dengan struktur otak yang abnormal.d. Perdarahan didalam otak.e. Pembuluh darah abnormal didalam otak.f. Tumor otak.g. Infeksi pada otak, abses meningitis atau ensefalitis.h. Serebral palsy.2. Faktor yang dapat memicu terjadinya kejang yaitu:a. Lupa minum obatb. Kurang tidurc. Sakit (dengan atau tanpa demam)d. Stress psikologi yang berate. Penggunaan alcohol yang beratf. Penggunaan kokain atau ekstasig. Kurangnya nutrisi seperti vitamin dan mineralh. Siklus menstruasi

2.5. PatofisiologiOtak terdiri dari sekian biliun sel neuron yang satu dengan lainnya saling berhubungan. Hubungan antar neuron tersebut terjalin melalui impuls listrik dengan bahan perantara kimiawi yang dikenal sebagai neurotransmiter. Dalam keadaan normal, lalu-lintas impuls antar neuron berlangsung dengan baik dan lancar. Apabila mekanisme yang mengatur lalu-lintas antar neuron menjadi kacau dikarenakan breaking system pada otak terganggu maka neuron-neuron akan bereaksi secara abnormal. Neurotransmiter yang berperan dalam mekanisme pengaturan ini adalah: 1. Glutamat, yang merupakan brains excitatory neurotransmitter2. GABA (Gamma Aminobutyric Acid), yang bersifat sebagai brains inhibitory neurotransmitter.Golongan neurotransmiter lain yang bersifat eksitatorik adalah aspartat dan asetil kolin, sedangkan yang bersifat inhibitorik lainnya adalah noradrenalin, dopamine, serotonin (5HT) dan peptida. Neurotransmiter ini hubungannya dengan epilepsi belum jelas dan masih perlu penelitian lebih lanjut9,10.Epileptic seizure apapun jenisnya selalu disebabkan oleh transmisi impuls di area otak yang tidak mengikuti pola yang normal, sehingga terjadilah apa yang disebut sinkronisasi dari impuls. Sinkronisasi ini dapat mengenai pada sekelompok kecil neuron atau kelompok neuron yang lebih besar atau bahkan meliputi seluruh neuron di otak secara serentak. Lokasi yang berbeda dari kelompok neuron yang ikut terkena dalam proses sinkronisasi inilah yang secara klinik menimbulkan manifestasi yang berbeda dari jenis - jenis serangan epilepsi. Secara teoritis faktor yang menyebabkan hal ini yaitu:1. Keadaaan dimana fungsi neuron penghambat (inhibitorik) kerjanya kurang optimal sehingga terjadi pelepasan impuls epileptik secara berlebihan, disebabkan konsentrasi GABA yang kurang. Pada penderita epilepsi ternyata memang mengandung konsentrasi GABA yang rendah di otaknya (lobus oksipitalis)11,12. Hambatan oleh GABA ini dalam bentuk inhibisi potensial post sinaptik. 2. Keadaan dimana fungsi neuron eksitatorik berlebihan sehingga terjadi pelepasan impuls epileptik yang berlebihan. Disini fungsi neuron penghambat normal tapi sistem pencetus impuls (eksitatorik) yang terlalu kuat. Keadaan ini ditimbulkan oleh meningkatnya konsentrasi glutamat di otak. Pada penderita epilepsi didapatkan peningkatan kadar glutamat pada berbagai tempat di otak9,10.3. Pada dasarnya otak yang normal itu sendiri juga mempunyai potensi untuk mengadakan pelepasan abnormal impuls epileptik. Sehingga dapat disimpulkan bahwa untuk timbulnya kejang sebenarnya ada tiga kejadian yang saling terkait : 1. Perlu adanya pacemaker cells yaitu kemampuan intrinsic dari sel untuk menimbulkan bangkitan.2. Hilangnya postsynaptic inhibitory controle sel neuron. 3. Perlunya sinkronisasi dari epileptic discharge yang timbul9,10.Area di otak dimana ditemukan sekelompok sel neuron yang abnormal, bermuatan listrik berlebihan dan hipersinkron dikenal sebagai fokus epileptogenesis (fokus pembangkit serangan kejang). Fokus epileptogenesis dari sekelompok neuron akan mempengaruhi neuron sekitarnya untuk bersama dan serentak dalam waktu sesaat menimbulkan serangan kejang. Berbagai macam kelainan atau penyakit di otak (lesi serebral, trauma otak, stroke, kelainan herediter dan lain-lain) sebagai fokus epileptogenesis dapat terganggu fungsi neuronnya (eksitasi berlebihan dan inhibisi yang kurang) dan akan menimbulkan kejang bila ada rangsangan pencetus seperti hipertermia, hipoksia, hipoglikemia, hiponatremia, stimulus sensorik dan lain-lain. Serangan epilepsi dimulai dengan meluasnya depolarisasi impuls dari fokus epileptogenesis, mula-mula ke neuron sekitarnya lalu ke hemisfer sebelahnya, subkortek, thalamus, batang otak dan seterusnya. Kemudian untuk bersama-sama dan serentak dalam waktu sesaat menimbulkan serangan kejang. Setelah meluasnya eksitasi selesai dimulailah proses inhibisi di korteks serebri, thalamus dan ganglia basalis yang secara intermiten menghambat discharge epileptiknya. Pada gambaran EEG dapat terlihat sebagai perubahan dari polyspike menjadi spike and wave yang makin lama makin lambat dan akhirnya berhenti. Dulu dianggap berhentinya serangan sebagai akibat terjadinya exhaustion neuron. (karena kehabisan glukosa dan tertimbunnya asam laktat). Namun ternyata serangan epilepsi bisa terhenti tanpa terjadinya neuronal exhaustion. Pada keadaan tertentu (hipoglikemia otak, hipoksia otak, asidosis metabolik) depolarisasi impuls dapat berlanjut terus sehingga menimbulkan aktivitas serangan yang berkepanjangan disebut status epileptikus13.

Gambar 1. Patofisiologi Epilepsi

2.6. PatologiGejala-gejala serangan epilepsi sebagian timbul sesudah otak mengalami gangguan, sedangkan beratnya serangan epilepsi tergantung dari lokasi dan keadaan patologi. Lesi pada otak tengah, talamus, dan korteks serebri kemungkinan besar bersifat epileptogenik, sedangkan lesi pada serebelum dan batang otak biasanya tidak mengakibatkan serangan epilepsi.Pada tingkat membran sel, neuron epileptik ditandai oleh fenomena biokimia tertentu, yaitu:1. Ketidakstabilan membran sel saraf sehingga sel lebih mudah diaktifkan.2. Neuron hipersensitif dengan ambang yang menurun, sehingga mudah terangsang secara berturut-turut.3. Mungkin terjadi polarisasi yang abnormal (polarisasi berlebihan, hiperpolarisasi atau terhentinya polarisasi).4. Ketidakseimbangan ion yang mengubah lingkungan kimia dari neuron. Pada waktu terjadi serangan keseimbangan elektrolit pada tingkat neuronal mengalami perubahan. Ketidakseimbangan ini akan menyebabkan neuron mengalami depolarisasi.Perubahan-perubahan metabolisme terjadi selama serangan dan segera sesudah serangan. Perubahan ini disebabkan oleh peningkatan kebutuhan energi akibat hiperaktivitas neuron. Kebutuhan metabolisme juga meningkat secara drastis selama serangan kejang. Aliran elektris yang dikeluarkan oleh sel-sel saraf motoris dapat meningkat sampai 1000 per detik. Aliran darah serebral meningkat, demikian juga pernapasan dan glikolisis jaringan. Selama dan sesudah serangan cairan serebrospinal mengandung asetilkolin, sedangkan kadar asam glutamat mungkin menurun selama serangan. Bukti histopatologis mendukung hipotesis bahwa lesi sesungguhnya bersifat neurokimia, bukan struktural. Tidak ada satu faktor patologis tetap yang ditemukan14.

2.6. KlasifikasiAda dua klasifikasi epilepsi yang direkomendasikan oleh ILAE yaitu pada tahun 1981 dan tahun 1989.International League Against Epilepsy (ILAE) pada tahun 1981 menetapkan klasifikasi epilepsi berdasarkan jenis bangkitan (tipe serangan epilepsi):15 1. Bangkitan parsial/fokal a. Bangkitan parsial sederhana (kesadaran baik) - Dengan gejala motorik - Dengan gejala sensorik - Dengan gejala otonom - Dengan gejala psikis b. Bangkitan parsial kompleks (kesadaran terganggu) - Bangkitan parsial sederhana diikuti dengan gangguan kesadaran -Bangkitan parsial yang disertai gangguan kesadaran sejak awal bangkitan c. Bangkitan parsial yang menjadi umum sekunder1) Parsial sederhana yang menjadi umum2) Parsial kompleks menjadi umum3) Parsial sederhana menjadi parsial kompleks lalu menjadi umum 2. Bangkitan umum a. Absence (Lena)1) Tipikal lena2) Atipikal lena b. Mioklonik c. Klonik d. Tonik e. Atonik (Astatik) f. Tonik-klonik 3. Serangan yang tidak terklasifikasi (sehubungan dengan data yang kurang lengkap).

Klasifikasi ILAE tahun 1981 di atas ini lebih mudah digunakan untuk para klinisi karena hanya ada dua kategori utama, yaitu 1. Serangan fokal yaitu bangkitan epileptik yang dimulai dari fokus yang terlokalisir di otak.2. Serangan umum yaitu bangkitan epileptik terjadi pada daerah yang lebih luas pada kedua belahan otak. Klasifikasi menurut sindroma epilepsi yang dikeluarkan ILAE tahun 1989 adalah :16 1. Fokal/partial (localized related) a. Idiopatik (berhubungan dengan usia awitan)1) Epilepsi benigna dengan gelombang paku di daerah sentrotemporal (childhood epilepsy with centrotemporal spikes)2) Epilepsi benigna dengan gelombang paroksisimal pada daerah oksipital3) Epilepsi primer saat membaca ( primary reading epilepsy) b. Simptomatik1) Epilepsi partial kontinu yang kronis progrsif pada anak-anak (Kojenikows Syndrome)2) Sindrom dengan bangkitan yang dipresipitasi oleh suatu rangsangan (kurang tidur, alkohol, obat-obatan, hiperventilasi, refleks epilepsi, stimulasi fungsi kortikal tinggi, membaca)a) Epilepsi lobus temporalb) Epilepsi lobus frontalc) Epilepsi lobus paritald) Epilepsi lobus oksipital2. Epilepsi Umum a. Idiopatik (sindrom epilepsi berurutan sesuai usia awitan)1) Kejang neonatus familial benigna2) Kejang neonatus benigna3) Kejang epilepsi mioklonik pada bayi4) Epilepsi lena pada anak5) Epilepsi lena pada remaja6) Epilepsi mioklonik pada remaja7) Epilepsi dengan bangkitan umum tonik-klonik pada saat terjaga8) Epilepsi umum idiopatik lain yang tidak termasuk salah satu di atas9) Epilepsi tonik klonik yang dipresipitasi dengan aktivasi yang spesifik b. Simptomatik atau kriptogenikn(berurutan sesuai dengan peningkatan usia)1) Sindroma West (spasme infantil dan spasme salam)2) Sindroma Lennox Gastaut3) Epilepsi mioklonik astatik4) Epilepsi mioklonik lenac. Simtomatis1) Etiologi non spesifika) Ensefalopati mioklonik dinib) Ensefalopati pada infantil dini dengan burst supressionc) Epilepsi simtomatis umum lainnya yang tidak termasuk di atas1) Sindrom spesifik2) Bangkitan epilepsi sebagai komplikasi penyakit lain 3. Epilepsi dan sindrom yang tak dapat ditentukan fokal atau umuma. Bangkitan neonatalb. Epilepsi mioklonik berat pada bayic. Epilepsi dengan gelombang paku kontinu selama tidur dalamd. Epilepsi afasia yang didapat (Sindrom Landau-Kleffner)e. Epilepsi yang tidak termasuk dalam klasifikasi di atas 4. Sindrom khususa. Bangkitan yang berkaitan dengan situasi tertentu1) Kejang demam2) Bangkitan kejang/status epileptikus yang timbul hanya sekali isolated3) Bangkitan yang hanya terjadi bila terdapat kejadian metabolik akut, atau toksik, alkohol, obat-obatan, eklamsia, hiperglikemia nonketotik4) Bangkitan berkaitan dengan pencetus spesifik (epilepsi reflektorik) Diagnosis pasti epilepsi adalah dengan menyaksikan secara langsung terjadinya serangan, namun serangan epilepsi jarang bisa disaksikan langsung oleh dokter, sehingga diagnosis epilepsi hampir selalu dibuat berdasarkan alloanamnesis. Satu-satunya pemeriksaan yang dapat membantu menegakkan diagnosis penderita epilepsi adalah rekaman elektroensefalografi (EEG).

2.7. Manifestasi Klinis17,18,191. Bangkitan Umuma. Grand mal (Perancis = penyakit besar) atau bangkitan Tonik-klonik generalizedKejang ini merupakan bentuk kejang yang paling banyak terjadi. Bercirikan kejang kaku bersamaan dengan kejutan-kejutan ritmis dari anggota badan dan hilangnya untuk sementara kesadaran dan tonus. Terdiri atas 3 fase; fase tonik, fase klonik dan fase pasca kejang. Fase tonis ini berlangsung kira-kira 1 menit untuk kemudian disusul oleh fase klonis dengan kejang-kejang dari kaki-tangan, rahang dan muka. Lamanya serangan berkisar antara 1 dan 2 menit yang disusul dengan keadaan pingsan selama beberapa menit dan kemudian sadar kembali dengan perasaan kacau serta depresi.

Gambar2. Manifestasi Klinis Tonik-Klonikb. Bangkitan lena (petit mal/absence)Kejang ini termasuk jenis yang jarang. Bangkitan lena terjadi secara mendadak dan juga menghilang secara mendadak (10-45 detik). Berupa kesadaran menurun sementara, namun kendali atas postur tubuh masih baik (penderita tidak jatuh); biasanya disertai automatisme (gerakan-gerakan berulang), keadaan termangu-mangu (pikiran kosong), mendadak berhenti bergerak. Terjadi pada masa kanak-kanak (4-8 tahun). Remisi spontan 60-70% pasien pada masa remaja.

Gambar 3. Manifestasi Bangkitan Lena

c. Bangkitan lena yang tidak khas (bangkitan lena atipikal)Manifestasi klinisnya berupa perubahan postural terjadi lebih lambat dan lebih lama, biasanya disertai retardasi mental.d. Bangkitan mioklonik (bangkitan klonik)Berupa kontraksi otot sebagian/seluruh tubuh yang terjadi secara cepat dan mendadak. Bercirikan kontraksi otot-otot simetris dan sinkron yang tak ritmis dari terutama bahu dan tangan (tidak dari muka). Adakalanya berlangsung dengan jangka waktu singkat sekali, kurang dari satu detik.e. Bangkitan atonik Tiba-tiba kehilangan tonus otot postural sehingga seringkali jatuh tiba-tiba. Sering terjadi pada anak-anak.2. Bangkitan parsial/fokala. Bangkitan parsial sederhana Dapat menyebabkan gejala-gejala motorik, sensorik, otonom dan psikis tergantung korteks serebri yang teraktivasi, namun kesadaran tidak terganggu; penyebaran cetusan listrik abnormal minimal, penderita masih sadar.b. Bangkitan parsial kompleks (epilepsi lobus temporalis)Penyebaran cetusan listrik yang abnormal lebih banyak.Biasanya terjadi dari lobus temporal karena lobus ini rentan terhadap hipoksia/infeksi.Cirinya ada tanda peringatan/aura yang disertai oleh perubahan kesadaran; diikuti oleh automatisme, yakni gerakan otomatis yang tidak disadari seperti menjilat bibir, menelan, menggaruk, berjalan, yang biasanya berlangsung selama 30-120 detik. Kemudian, biasanya pasien kembali normal yang disertai kelelahan selama beberapa jam.c. Bangkitan parsial yang berkembang menjadi bangkitan umumBiasanya terjadi pada bangkitan parsial sederhana.3. Bangkitan lainnyaa. Kejang demamb. Status epileptikus

2.8. Diagnosis Banding20Tabel 1. Diagnosis BandingKejang epileptikSyncopeNon epileptik disorderAritmia cardiacSerangan panik

Riwayat penyakit dahulu:Trauma kepala, alkohol, ketergantungan obat, kejang demam yang berkepanjangan, meningitis, encephalitis, stroke, riwayat keluarga (+)Menggunakan obat antihipertensi atau antidepresanWanita (3:1)Ada ketergantungan seksual dan fisikPenyakit jantung kongenitalAnsietas

Faktor Pencetus saat serangan:Kurang tidurPutus alkoholStimulasi fotikPerubahan posisiProsedur medisBerdiri lamaGerakan leher (carotis baroreseptor)StressDistress sosialOlahragaSituasi sosial

Karakteristik klinis menjelang serangan:Streotipi, paroksismal (detik), bisa disertai auraLightheadednessGejala visualGelap, kaburGejala awal tidak khasPalpitasiKetakutanPerasaan tidak realistisSulit bernafas, kesemutan

Karakteristik klinis pada saat serangan:Gerakan: tonuk diikuti dengan gerakan jerking yang ritmisGerakan otomatismCyanosisBisa terjadi dimanapun dan kapanpunPucatBisa disertai kaku dan menghentak-hentak sebentarMirip dengan kejang epileptik, tetapi gerakan lengan tidak beraturan, pengangkatan pelvis, kadang tidak bergerak sama sekali.PucatBisa disertai kaku dan menghentak-hentak sebentarAgitasiNafas cepatKaku pada tangan (carpopedal spasm)

Gejala sisa setelah serangan:MengantukLidah tergigitNyeri anggota gerakDefisit neurologis fokal (todds paralisis)LesuLesu

2.4 DIAGNOSIS2.4.1 Anamnesis21Langkah awal adalah menentukan apakah ini serangan kejang atau bukan dengan melakukan wawancara baik dengan pasien, orangtua atau orang yang merawat dan saksi mata saat serangan kejang itu terjadi. Beberapa pertanyaan perlu diajukan untuk menggambarkan kejadian sebelum, selama, dan sesudah serangan kejang itu berlangsung adalah sebagai berikut:1. Kapan pasien mengalami serangan kejang yang pertama kali selama ini?Usia serangan dapat memberikan gambaran klasifikasi dan penyebab kejang. Serangan kejang yang dimulai pada neonatus biasanya disebabkan oleh gangguan pada masa perinatal, kelainan metabolik, dan malformasi kongenital. Serangan kejang umum cenderung muncul pada usia anak-anak dan remaja. Serangan kejang pada usia sekitar 70 tahun keatas biasanya disebabkan karena kelainan patologis di otak seperti stroke atau tumor otak.2. Apakah pasien mengalami semacam peringatan atau perasaan tidak enak pada waktu serangan atau sebelum serangan kejang terjadi?Gejala peringatan yang dirasakan pasien menjelang serangan kejang muncul disebut dengan aura. Sebagian aura dapat membantu dimana letak lokasi serangan kejang di otak. Pasien dengan epilepsi lobus temporalis dilaporkan adanya dj vu. Adanya gangguan penglihatan sementara mungkin dialami oleh pasien dengan epilepsi lobus oksipitalis. Pada serangan kejang umum bisa tidak didahului dengan aura. Hal ini disebabkan karena adanya gangguan pada kedua hemisfer. Jika aura dilaporkan oleh pasien sebelum serangan kejang umum, sebaiknya dicari sumber fokus yang patologis.3. Apa yang terjadi selama serangan kejang berlangsung?Bila pasien bukan dengan serangan kejang sederhana yang kesadaran masih baik tentu pasien tidak dapat menjawab pertanyaan ini, oleh karena itu wawancara dilakukan dengan saksi mata yang mengetahui serangan kejang berlangsung. Apakah ada deviasi mata dan kepala kesatu sisi? Apakah pada awal serangan kejang terdapat gejala aktivitas motorik yang dimulai dari satu sisi tubuh? Apakah pasien dapat berbicara selama serangan kejang berlangsung? Apakah mata berkedip berlebihan pada serangan kejang terjadi? Apakah ada gerakan automatism pada satu sisi? Apakah ada sikap tertentu pada anggota gerak tubuh? Apakah lidah tergigit? Apakah pasien mengompol? Serangan kejang yang berasal dari lobus frontalis mungkin dapat menyebabkan kepala dan mata deviasi kearah kontralateral lesi. Serangan kejang yang berasal dari lobus temporalis sering tampak gerakan mengecapkan bibir dan atau gerakan mengunyah. Pada serangan kejang dari lobus oksipitalis dapat menimbulkan gerakan mata berkedip yang berlebihan dan gangguan penglihatan. Lidah tergigit dan inkontinensia urin kebanyakan dijumpai dengan serangan kejang umum meskipun dapat dijumpai pada serangan kejang parsial kompleks.4. Apakah yang terjadi segera sesudah serangan kejang berlangsung?Periode sesudah serangan kejang berlangsung dikenal dengan istilah post ictal period. Setelah mengalami serangan kejang umum tonik klonik pasien biasanya tertidur. Periode disorientasi dan kesadaran yang menurun terhadap sekelilingnya biasanya sesudah mengalami serangan kejang parsial kompleks. Hemiparese atau hemiplegi sesudah serangan kejang disebut Todds Paralysis yang menggambarkan adanya fokus patologis di otak. Afasia tanpa disertai gangguan kesadaran menggambarkan adanya gangguan berbahasa di hemisfer dominan. Pada absence khas tidak ada gangguan disorientasi setelah serangan kejang.5. Kapan kejang berlangsung selama siklus 24 jam sehari?Serangan kejang tonik klonik dan mioklonik banyak dijumpai biasanya pada waktu terjaga dan pagi hari. Serangan kejang lobus temporalis dapat terjadi setiap waktu, sedangkan serangan kejang lobus frontalis biasanya muncul pada waktu malam hari.6. Apakah ada faktor pencetus?Serangan kejang dapat dicetuskan oleh karena kurang tidur, cahaya yang berkedip, menstruasi, faktor makan dan minum yang tidak teratur, konsumsi alkohol, ketidakpatuhan minum obat, stress emosional, panas, kelelahan fisik dan mental, suara suara tertentu, drug abuse, reading & eating epilepsy.7. Bagaimana frekuensi serangan kejang?Mengetahui frekuensi serangan kejang dapat membantu mengetahui respon pengobatan bila sudah mendapat obat-obatan anti kejang .8. Apakah ada periode bebas kejang sejak awal serangan kejang?Pertanyaan ini untuk mengetahui apakah sebelumnya pasien sudah mendapat obat anti kejang atau belum dan menentukan apakah obat tersebut yang sedang digunakan sudah efektif?9. Apakah ada jenis serangan kejang lebih dari satu macam?Pertanyaain ini diharapkan dapat menggambarkan setiap jenis serangan kejang secara lengkap.10. Apakah pasien mengalami luka ditubuh sehubungan dengan serangan kejang?Pertanyaan ini penting mengingat pasien yang mengalami luka ditubuh akibat serangan kejang ada yang diawali dengan aura tetapi tidak ada cukup waktu untuk mencegah supaya tidak menimbulkan luka ditubuh akibat serangan kejang atau mungkin ada aura, sehingga dalam hal ini informasi tersebut dapat dipersiapkan untuk mengurangi bahaya terjadinya luka.11. Apakah sebelumnya pasien pernah datang ke unit gawat darurat?Dengan mengetahui gambaran pasien yang pernah datang ke unit gawat darurat dapat mengidentifikasi derajat beratnya serangan kejang yang mungkin disebabkan oleh karena kurangnya perawatan pasien, ketidakpatuhan minum obat, ada perubahan minum obat, dan penyakit lain yang menyertai.a. Riwayat medik dahuluRiwayat medik dahulu dapat memberikan informasi yang berguna dalam menentukan etiologinya, lokasi yang berkaitan dengan serangan kejang, dan pengetahuan tentang lesi yang mendasari dapat membantu untuk pengobatan selanjutnya.1) Apakah pasien lahir normal dengan kehamilan genap bulan maupun proses persalinannya? 2) Apakah pasien setelah lahir mengalami asfiksia atau respiratory distress?3) Apakah tumbuh kembangnya normal sesuai usia?4) Apakah ada riwayat kejang demam? Risiko terjadinya epilepsi sesudah serangan kejang demam sederhana sekitar 2 % dan serangan kejang demam kompleks 13 %.5) Apakah ada riwayat infeksi susunan saraf pusat seperti meningitis, ensefalitis, atau penyakit infeksi lainnya seperti sepsis, pneumonia yang disertai serangan kejang?6) Apakah ada riwayat trauma kepala seperti fraktur depresi kepala, perdarahan intra serebral, kesadaran menurun dan amnesia yang lama?7) Apakah ada riwayat tumor otak?8) Apakah ada riwayat stroke?b. Riwayat sosialAda beberapa aspek sosial yang langsung dapat mempengaruhi pasien epilepsi yang dapat diketahui melalui pertanyaan berikut:1) Apa latar belakang pendidikan pasien?2) Tingkat pendidikan pasien epilepsi mungkin dapat menggambarkan bagaimana sebaiknya pasien tersebut dikelola dengan baik dan dapat membantu mengetahui tingkat dukungan masyarakat terhadap pasien.3) Apakah pasien bekerja dan apa jenis pekerjaannya?4) Pasien epilepsi yang serangan kejangnya terkendali dengan baik dapat hidup secara normal dan produktif. Kebanyakan pasien dapat bekerja paruh waktu atau penuh waktu. Tetapi bila serangan kejangnya tidak terkendali dengan baik untuk memperoleh dan menjalankan pekerjaan adalah merupakan suatu tantangan tersendiri.5) Apakah pasien mengemudikan kendaraan bermotor?6) Pasien dengan epilepsi yang serangan kejangnya tidak terkontrol serta ada gangguan kesadaran sebaiknya tidak mengemudikan kendaraan bermotor.7) Apakah pasien menggunakan kontrasepsi oral dan merencanakan kehamilan pada waktu yang akan datang?8) Pasien epilepsi sebaiknya diberi penyuluhan terlebih dahulu tentang efek teratogenik obat-obat anti epilepsi. Bagi pasien yang sedang hamil diperlukan obat tambahan seperti asam folat untuk mengurangi risiko terjadinya neural tube defects pada bayinya. 9) Apakah pasien peminum alkohol?10) Alkohol merupakan faktor risiko terjadinya serangan kejang umum dan dapat menimbulkan ekstraserbasi serangan kejang khususnya sesudah minum alkohol .c. Riwayat keluargaMengetahui riwayat keluarga dapat menentukan apakah ada sindrom epilepsi yang spesifik atau kelainan neurologi yang ada kaitannya dengan faktor genetik dengan manifestasinya berupa serangan kejang. Sebagai contoh Juvenile myoclonic epilepsy (JME), familial neonatal convulsion, benign rolandic epilepsy, dan sindrom serangan kejang umum tonik klonik disertai kejang demam plus.d. Riwayat alergiBila pasien sebelumnya sudah minum obat-obatan seperti antiepilepsi, perlu dibedakan apakah ini suatu efek samping dari gastrointestinal atau efek reaksi hipersensitif. Bila terdapat semacam rash perlu dibedakan apakah disebabkan karena efek fotosensitif karena eksposur dari sinar matahari atau karena efek hipersensitif yang sifatnya lebih luas.e. Riwayat pengobatanApabila pasien sebelumnya sudah minum obat-obatan antiepilepsi, perlu ditanyakan bagaimana kemanjuran obat tersebut, berapa kali diminum sehari, dan berapa lama sudah diminum selama ini, berapa dosisnya, ada atau tidak efek sampingnya.f. Riwayat pemeriksaan penunjang lainUntuk mengetahui apakah pasien pernah melakukan pemeriksaan penunjang seperti elektroensefalografi, CT Scan kepala atau MRI.2.4.2 Pemeriksaan Fisik221. Pemeriksaan fisik umum Untuk mencari tanda-tanda gangguan yang berkaitan dengan epilepsi, misalnya:a. Trauma kepala b. Tanda-tanda infeksi c. Kelainan congenital d. Kecanduan alcohol atau napza e. Kelainan pada kulit (neurofakomatosis) f. Tanda-tanda keganasan.

2. Pemeriksaan neurologis Untuk mencari tanda-tanda defisit neurologis fokal atau difus yang dapat berhubungan dengan epilepsi. Jika dilakukan dalam beberapa menit setelah bangkitan, maka akan tampak pascabangkitan terutama tanda fokal yang tidak jarang dapat menjadi petunjuk lokalisasi, seperti: a. Paresis Todd b. Gangguan kesadaran pasca iktal c. Afasia pasca iktal

2.4.3. Pemeriksaan PenunjangPemeriksaan pasien dengan kecurigaan epilepsi bertujuan untuk mengkonfirmasi atau mendukung diagnosis klinis, mengklasifikasi sindrom epilepsi, dan menetapkan penyebab. Dua tujuan pertama didapatkan dengan pemeriksaan elektroensefalografi (EEG), terutama pada anak. Akan tetapi sering terjadi positif palsu dan negatif palsu pada EEG sehingga kelainan minor terdapat pada populasi normal dan banyak pasien epilepsi menunjukkan rekaman EEG normal pada rekaman EEG interiktal. Ketepatan EEG dapat dipertajam dengan memperpanjang waktu perekaman, terutama saat setelah pasien kurang tidur.Untuk mencari penyebab, dilakukan pemeriksaan darah rutin, misalnya glukosa serum dan kalsium. Pemeriksaan yang lebih penting adalah pencitraan otak. Pencitraan ini dilakukan terutama pada epilepsi onset lambat (usia lanjut), serangan parsial, dengan atau tanpa kelainan neurologis fokal dan kelainan EEG, dengan menggunakan CT atau MRI.23

2.5 PENATALAKSANAAN24Sebelum menentukan terapi obat antiepilepsi (OAE) perlu diperhatikan berapa besar kemungkinan terjadi bangkitan berulang, konsekuensi psikososial, masalah pekerjaan, atau keadaan fisik akibat selanjutnya dan pertimbangan untung rugi antara pengobatan dan efek samping yang ditimbulkan. Tujuan terapi epilepsi adalah mengupayakan penyandang epilepsi dapat hidup normal dan tercapainya kualitas hidup optimal yang sesuai dengan perjalanan penyakit dan disabilitas fisik maupun mental yang dimilikinya. Untuk itu, perlu dilakukan beberapa upaya yaitu menghentikan bangkitan, mengurangi frekuensi bangkitan tanpa efek samping/efek samping yang minimal, menurunkan angka kesakitan dan kematian2.2.5.1 Terapi farmakologisTerapi dimulai dengan monoterapi dengan OAE pilihan yang sesuai dengan jenis bangkitan dan jenis sindrom epilepsi. Pemberian obat dimulai dari dosis rendah dan dinaikkan bertahap sampai dosis efektif tercapai atau timbul efek samping. Pemilihan OAE didasarkan atas jenis bangkitan epilepsi, jenis sindrom epilepsi, dosis OAE, efek samping OAE, profil farmakologis, interaksi antar OAE.Prinsip terapi farmakologi: 1. OAE mulai diberikan bila:a. Diagnosis epilepsi telah ditentukanb. Setelah pasien atau keluarganya menerima penjelasan tujuan pengobatanc. Pasien dan keluarganya telah diberitahu tentang kemungkinan efek samping yang timbul1. Terapi dimulai dengan monoterapi, menggunakan OAE pilihan sesuai dengan jenis bangkitan dan sindrom epilepsi.2. Pemberian obat dimulai dengan dosis rendah dan dinaikkan bertahap sampai dosis efektif tercapai atau timbul efek samping, kadar obat plasma ditentukan bila bangkitan tidak terkontrol dengan dosis efektif.3. Bila dengan penggunaan dosis maksimum obat pertama tidak dapat mengontrol bangkitan, maka perlu ditambahkan OAE kedua. Bila OAE telah mencapai kadar terapi, maka OAE pertama diturunkan bertahap perlahan-lahan4. Penambahan obat ketiga baru dilakukan setelah terbukti bangkitan tidak dapat diatasi dengan penggunaan dosis maksimal kedua OAE pertama.Pemilihan OAE didasarkan atas jenis bangkitan epilepsi, efek samping OAE, interaksi antarobat epilepsi. Tabel 2. Pemilihan OAE berdasarkan jenis bangkitanJenis BangkitanOAE Lini PertamaOAE Lini KeduaOAE Lain yang dapat dipertimbangkanOAE yang sebaiknya dihindari

Bangkitan umum tonik klonikSodium ValproateLamotrigineTopiramateCarbamazepineClobazamLevetiracetamOxcarbazepineClonazepamPhenobarbitalPhenytoinAcetazolamide

Bangkitan lenaSodium ValproateLamotrigineClobazamTopiramateCarbamazepineGabapentinOxcarbazepine

Bangkitan mioklonikSodium ValproateTopiramateClobazamTopiramateLevetiracetamLamotriginePiracetamCarbamazepineGabapentinOxcarbazepine

Bangkitan tonikSodium ValproateLamotrigineClobazamLevetiracetamTopiramatePhenobarbitalPhenytoinCarbamazepineOxcarbazepine

Bangkitan atonikSodium ValproateLamotrigineClobazamLevetiracetamTopiramatePhenobarbitalAcetazolamideCarbamazepineOxcarbazepinePhenytoin

Bangkitan fokal dengan/tanpa umum sekunderCarbamazepineOxcarbazepineSodium ValproateTopiramateLamotrigineClobazamGabapentinLevetiracetamPhenytoinTiagabineClonazepamPhenobarbitalAcetazolamide

Tabel.3 Dosis obat anti epilepsi untuk orang dewasa2ObatDosis Awal (mg/hari)Dosis Rumatan (mg/hari)Jumlah Dosis Per HariWaktu Paruh Plasma (Jam)Waktu Tercapainy Steady State (Hari)

Carbamazepine400-600400-16002-3x15-352-7

Phenytoin200-300200-4001-2x10-803-15

Asam valproat500-1000500-25002-3x12-182-4

Phenobarbital50-10050-200150-170

Clonazepam141 atau 220-602-10

Clobazam1010-302-3x10-302-6

Oxcarbazepine600-900600-30002-3x8-15

Levatiracetam1000-20001000-30002x6-82

Topiramate100100-4002x20-302-5

Gabapentin900-1800900-36002-3x5-72

Lamotrigine50-10020-2001-2x15-352-6

Tabel.4 Efek samping obat anti epilepsi klasik: 2ObatEfek SampingTerkait Dosis Idiosinkrasi

CarbamazepineDiplopia, dizziness, nyeri kepala, mual, mengantuk, netropenia, hiponatremiaRuam morbiliform, agranulositosis, anemia aplastik, hepatotoksik, SSJ, teratogenik

PhenytoinNistagmus, ataksia, mual, muntah, hipertropi gusi, depresi, mengantuk, paradoxical increase in seizure, anemia megaloblastikJerawat, coarse facies, hirsutism, lupus like syndrome, ruam, SSJ, Dupuytrens contracture, hepatotoksik, teratogenik

Asam valproatTremor, berat badan naik, dyspepsia, mual, muntah, kebotakan, teratogenikPankreatitis akut, hepatotoksik, trombositopenia, ensefalopati, udem perifer

PhenobarbitalKelelahan, restlegless, depresi, insomnia (anak), distracatibility (anak), hiperkinesia (anak), irritability (anak)Ruam makulopapular, eksfoliasi, NET, hepatotoksik, arthritic changes, Dupuytrens contracture, teratogenik

ClonazepamKelelahan, sedasi, mengantuk, dizziness, agresi (anak), hiperkinesia (anak)Ruam, trombositopenia

Tabel.5 Keefektifan OAE sebagai monoterapiOAEBangkitan fokalBangkitan umum sekunderBangkitan tonik-klonikBangkitan lenaBangkitan mioklonik

PhenytoinAAC--

CarbamazepineAAC--

Valproic acidBBCAD

PhenobarbitalCCC

GabapentinCCD?

LamotrigineCCCA

TopiramateCCCD?

ZonisamideAA

LevetiracetamAAD?

OxcarbazepineCCC--

ClonazepamD----

Keterangan:A: Efektif sebagai monoterapiB: Sangat mungkin efektif sebagai monoterapiC: Mungkin efektif sebagai monoterapiD: Berpotensi untuk efektif sebagai monoterapi

Untuk menghentikan pemberian OAE pada penderita yang sudah lama mengkonsumsi OAE ada beberapa syarat yang harus dipenuhi.21. Syarat umum untuk menghentikan pemberian OAE adalah sebagai berikut:a. Penghentian OAE dapat didiskusikan dengan pasien atau keluarganya setelah bebas bangkitan selama minimal 2 tahunb. Gambaran EEG normalc. Harus dilakukan secara bertahap, umumnya 25% dosis semula, setiap bulan dalam jangka waktu 3-6 bulan.d. Penghentian dimulai dari satu OAE yang bukan utama.2. Kekambuhan setelah penghentian OAE lebih besar kemungkinannya pada keadaan sebagai berikut:a. Semakin tua usiab. Epilepsi simtomatikc. Gambaran EEG abnormald. Semakin lama adanya bangkitan sebelum dapat dikendalikane. Tergantung bentuk sindrom epilepsi yang diderita f. Penggunaan lebih dari satu OAEg. Masih mendapatkan satu atau lebih bangkitan setelah memulai terapih. Mendapat terapi 10 tahun atau lebih

3. Kemungkinan untuk kambuh lebih kecil pada pasien yang telah bebas dari bangkitan selama 3-5 tahun, atau lebih dari 5 tahun. Bila bangkitan timbul kembali maka gunakan dosis efektif terakhir (sebelum pengurangan dosis OAE), kemudian dievaluasi kembali.

2.5.2 Terapi non-farmakologisBeberapa terapi non-farmakologis yang dapat digunakan oleh penyandang epilepsi adalah sebagai berikut:1. Stimulasi N. VagusTerapi ajuvan untuk mengurangi frekuensi bangkitan pada penyandang epilepsi refrakter usia dewasa dan anak-anak yang tidak memenuhi syarat operasi. Terapi ini dapat digunakan pada bangkitan parsial dan bangkitan umum.2. Deep Brain Stimulation3. Diet Ketogenik4. Intervensi PsikologiRelaksasi, behavioral cognitive therapy, dan biofeedback.

2.6 PROGNOSISEnam tahun setelah ditegakkan diagnosis, 40% pasien akan telah mengalami keadaan bebas kejang selama 5 tahun. Prognosis yang relatif buruk dikaitkan dengan kombinasi antara grand mal dengan jenis kejang yang lain, epilepsi traumatika, kumpulan episode, tanda-tanda fisik, dan retardasi mental. Upaya menghentikan pengobatan pada pasien yang bebas gejala harus dipertimbangkan secara individual25.

BAB IVANALISIS KASUS

Penderita datang dengan keluhan utama mengalami kejang yang semakin sering dan semakin lama. Ada beberapa gerakan atau kondisi yang menyerupai kejang epileptic, seperti pingsan (Syncope), non epileptik attack disorder, aritmia cardiac, dan serangan panik. Untuk membedakan dari penyakit tersebut kita lihat pada tabel dibawah ini.Tabel.6 Perbandingan kondisi pasien dan beberapa diagnosis bandingKondisi PasienKejang epileptikSyncopeNon epileptik disorderAritmia cardiacSerangan panik

Riwayat penyakit dahulu:Riwayat kejang 4 tahun yang lalu, wanita.Trauma kepala, alkohol, ketergantungan obat, kejang demam yang berkepanjangan, meningitis, encephalitis, stroke, riwayat keluarga (+)Menggunakan obat antihipertensi atau antidepresanWanita (3:1)Ada ketergantungan seksual dan fisikPenyakit jantung kongenitalAnsietas

Faktor Pencetus saat serangan:Penderita kelelahan atau ketika penderita terlambat makanKurang tidurPutus alkoholStimulasi fotikPerubahan posisiProsedur medisBerdiri lamaGerakan leher (carotis baroreseptor)StressDistress sosialOlahragaSituasi sosial

Karakteristik klinis menjelang serangan:Penderita merasa pusing berputarStreotipi, paroksismal (detik), bisa disertai auraLightheadednessGejala visualGelap, kaburGejala awal tidak khasPalpitasiKetakutanPerasaan tidak realistisSulit bernafas, kesemutan

Karakteristik klinis pada saat serangan:Tangan penderita seperti ingin mencengkeram, mata penderita melirik ke atas terus-menerus, lengan dan tungkai ekstensi serta kaku, mulut penderita tampak mengot saat kejang, penderita menggigit lidahnya, disertai keluarnya busa pada mulut, dan keluarnya urine serta feses.Gerakan: tonuk diikuti dengan gerakan jerking yang ritmisGerakan otomatismCyanosisBisa terjadi dimanapun dan kapanpunPucatBisa disertai kaku dan menghentak-hentak sebentarMirip dengan kejang epileptik, tetapi gerakan lengan tidak beraturan, pengangkatan pelvis, kadang tidak bergerak sama sekali.PucatBisa disertai kaku dan menghentak-hentak sebentarAgitasiNafas cepatKaku pada tangan (carpopedal spasm)

Gejala sisa setelah serangan:Sakit kepalaPusingLidah tergigitMengantukLidah tergigitNyeri anggota gerakDefisit neurologis fokal (Todds paralysis)LesuLesu

Dari tabel diatas dapat disingkirkan segala diagnosis banding dari epilepsi. Langkah berikutnya adalah menentukan tipe bangkitan berdasarkan klasifikasi ILAE 1981, dari anamnesis didapatkan adanya gerakan tonik seperti tangan penderita seperti ingin mencengkeram, mata penderita melirik ke atas terus-menerus, lengan dan tungkai ekstensi serta kaku; setelah itu diikuti dengan kondisi tubuh gemetar, mulut penderita tampak mengot saat kejang, penderita menggigit lidahnya, disertai keluarnya busa pada mulut, dan keluarnya urine serta feses yang menandai fase klonik. Jadi, jenis bangkitan epilepsi menurut ILAE 1981 adalah bangkitan umum tonik-klonik. Langkah berikutnya menentukan sindrom epilepsi berdasarkan ILAE 1989, dari anamnesis etiologinya belum diketahui secara jelas dan tipe bangkitannya adalah tipe bangkitan umum tonik-klonik jadi tipenya adalah epilepsi umum idiopatik tonik klonik pada saat terjaga. Idiopatik dipilih karena etiologi dari pasien ini belum jelas. Pasien tidak mempunyai riwayat hipertensi, stroke, DM, penyakit autoimun, infeksi sebelum terjadinya kejang pertama kali, trauma, kelainan kongenital, atau sedang dalam kondisi mengonsumsi obat jangka panjang.Pada pemeriksaan fisik baik generalis maupun neurologis tidak ditemukan kelainan, hal ini sering terjadi pada penderita epilepsi yang sedang tidak kejang.Tujuan terapi untuk epilepsi ini adalah mengupayakan penyandang epilepsi dapat hidup normal dan tercapai kualitas hidup optimal untuk penyandang mental yang dimilikinya. Prinsip terapinya adalah monoterapi dahulu dengan dosis rendah terlebih dahulu lalu perlahan-lahan dinaikkan sampai dosis efektif atau timbul efek samping. Terapi Non farmakologisnya kami anjurkan pasien untuk istirahat yang cukup, menghindari stres, dan makan makanan yang bergizi yang diselingi diet ketogenik. Diet ketogenik merupakan diet untuk pengobatan pada epilepsi namun mengingat deit ketogenik dapat menurunkan berat badan pasien jadi diet dilakukan dengan anjuran dalam seminggu hanya 2hari. Untuk terapi farmakologisnya kami pilih Lamotrigine dengan dosis rendah dan perlahan nanti ditingkatkan sebagai antiepilepsinya. Lamotrigine dipiih karena efek sampingnya paling ringan dan tidak memperberat gejala sakit kepala dan mual muntah yang sering dialami pasien. Selain itu kami juga memberikan OAINS berupa Kalium diklofenak untuk mengatasi sakit kepala dan betahistin untuk keluhan pusing berputar yang dialami penderita. Omeprazole ditambahkan untuk meminimalisir efek OAINS yang diberikan kepada penderita karena penderita mengaku mempunyai riwayat maag.

DAFTAR PUSTAKA1. Kurnia Kusumastuti dan Mudjiani Basuki. Definisi, Klasifikasi, dan Etiologi Epilepsi. Pedoman Tatalaksana Epilepsi. Cetakan Pertama. Airlangga University Press. Surabaya; 2014; 1-10.2. Lionel Ginsberg. Epilepsi. Lecture Notes Neurology. Edisi Kedelapan. Penerbit Erlangga. Jakarta; 2008; 79, 83.3. Li SC, Schoenberg BS, Wang CC, Cheng XM, Zhou SS, Bolis CL. Epidemiology of epilepsy in urban areas of the peoples republic China. Epilepsia.2010; 26(5):391-4.4. M D OBrien,S K Gilmour-White. Management of epilepsy in women. Medical journal. 2005; 81:955; p 278-2855. Alberto V, Claudia D, Sergio A, Carla V, Piero P. Diagnosis and management of catamenial seizures: a review. International Journal of Womens Health 2012:4 5355416. Alberto V, Claudia D, Angelika M, Giangennaro C, Pasquale P, and Francesco C. Antiepileptic drugs, sex hormones, and PCOS. Epilepsia, 52(2):199211, 20117. Martha J.M. Epilepsy in Women. Am Fam Physician.2002Oct15;66(8):1489-1495.8. Panayiotopoulos CP. The Epilepsies Seizure, Syndromes and Management. Blandom Medical Publishing, UK;2005;1-26.9. Bernard S. Chang, M.D., and Daniel H. Lowenstein, M.D. Epilepsy. New england journal medicine. 2003; 349;13; p 1257-126610. Wong, M. Too Much Inhibition Leads to Excitation in Absence Epilepsy. Epilepsy Curr. 2010 Sep; 10(5): 13113211. Martha J.M. Epilepsy in Women. Am Fam Physician.2002Oct15;66(8):1489-1495.12. Cartlidge NEF. Medical disorders during pregnancy In: neurologic disorders. Philadelphia: 529-53313. Konrad J. W. Weakness and focal sensory deficits in the postictal state. Epilepsy & Behavior 19. 2010; 13813914. Marie Trava King dan Mary Carter Lombardo. Epilepsi dalam Price, S.A dan Wilson, L.M (Ed). Patofisiologi Konsep Klinik Proses-proses Penyakit. Edisi 6. Volume 2. EGC Penerbit Buku Kedokteran. Jakarta; 2006; 212, 213.15. Commission on Classification and Terminology of the International League Againts Epilepsy. Proposal for Revised Clinical and Electroencephalographic Classification of Epileptic Seizure, Epilepsia 1981;22:489-501.16. Commission on Classification and Terminology of the International League Againts Epilepsy. Proposal for Revised Clinical and Electroencephalographic Classification of Epileptic Seizure, Epilepsia 1989;30(4):389-399.17. Goodman and Gilman. Dasar Farmaklogi dan Terapi. Edisi 10. Jakarta: EGC, 2008. Hal 506-53118. Price, Sylvia A. Wilson, Lorraine M. PATOFISIOLOGI: Konsep Klinis Proses-Proses Penyakit. Edisi 6. Jakarta: EGC, 2006. Hal 1157-1166 19. Arif, A. Bahan Kuliah Antiepilepsi. Farmakologi. FK UNCEN. Jayapura, 2011.20. Scottish Intercollegiate Guidelines Network. Diagnosis and Mangement of Epilepsy in Adults A national Clinical Guideline. SIGN. 2003.21. Utoyo Sunaryo. Diagnosis Epilepsi. Jurnal Ilmiah Kedokteran Wijaya Kusuma. Vol. 1. No. 1. Fakultas Kedokteran Universitas Wijaya Kusuma. Surabaya; 2007; 40-43.22. Engel J. Fejerman N, Berg AT, Wolf P.Classification of Epilepsy. In Engel J, Pedley TA. Epilepsy A Comprehensive Textbook 2ndEd.Vol one. Lippincott Williams & Wilkins, 2008, pp: 783-784.23. Lionel Ginsberg. Epilepsi. Lecture Notes Neurology. Edisi Kedelapan. Penerbit Erlangga. Jakarta; 2008; 79, 83.24. Suryani Gunadharma, Endang Kustiowati, Machlusil Husna. Terapi. Pedoman Tatalaksana Epilepsi. Cetakan Pertama. Airlangga University Press. Surabaya; 2014; 22-35.25. David Rubenstein, David Wayne, John Bradley. Neurologi. Lecture Notes: Kedokteran Klinis. Edisi Keenam. Penerbit Erlangga. Jakarta; 2007; 109.

Penderita berobat ke poli saraf RSMH karena mengalami kejang yang semakin sering dan semakin lama yang terjadi 5 hari sebelum berobat ke RSMH. 4 tahun yang lalu penderita mengalami kejang pertama kali setelah pulang dari berkerja selama 15 menit. Saat kejang penderita tidak sadar, tangan penderita mengepal, mata penderita melirik ke atas terus-menerus, lengan dan tungkai ekstensi serta kaku, lalu diikuti dengan bergetarnya seluruh tubuh, keluar busa dari mulut (-), keluarnya urin dan feses saat kejang (-), lidah tergigit (-). Sebelum kejang penderita merasa pusing dan biasanya kejang terjadi jika penderita mengalami kelelahan dan terlambat makan. Frekuensi kejang biasanya 1 kali sebulan, interval terpanjang antar bangkitan adalah 1 tahun. Setelah kejang penderita langsung sadar namun mengalami sakit kepala dan pusing. Penderita berobat ke mantri dan diberi obat makan. Sakit kepala agak berkurang, namun kejangnya masih kambuh. 7 hari sebelum berobat ke RSMH penderita mengalami kejang setelah penderita pulang dari bekerja. Pola kejangnya sama seperti sebelumnya. Keesokannya 2 hari berturut-turut penderita mengalami kejang kembali. 5 hari sebelum berobat ke RSMH, pada malam hari pasien terbangun dari tidur, penderita merasa kepalanya pusing berputar lalu penderita tiba-tiba kejang-kejang seluruh tubuh selama 30 menit. Saat kejang penderita tidak sadar, tangan penderita mengepal, mata penderita melirik ke atas terus-menerus, lengan dan tungkai ekstensi serta kaku, lalu diikuti dengan kondisi tubuh gemetar, mulut penderita tampak mengot saat kejang, penderita menggigit lidahnya, disertai keluarnya busa pada mulut, dan keluarnya urine serta feses. Penderita sadar setelah 1 jam berikutnya dan merasa sakit kepala yang sangat hebat dan pusing berputar. Penderita masih dapat mengingat apa yang terjadi sebelum dan sesudah kejang. Penderita berobat ke dokter dirujuk ke RS Palembang. Penderita berobat ke RS BARI, sakit kepala penderita berkurang dan penderita tidak kejang lagi setelah diberi obat tablet berwarna putih yang dimakan langsung 3 tablet dalam sehari dan obat kapsul berwarna merah yang dimakan 2 kali sehari.Riwayat kejang ada, sejak 4 tahun yang lalu namun penderita tidak meminum obat anti epilepsi. Penderita dilahirkan secara normal. Riwayat kejang demam saat masih kecil disangkal. Riwayat kejang pada keluarga disangkal. Riwayat trauma kepala disangkal. Riwayat penyakit jantung disangkal. Penderita menyangkal mengalami kecemasan atau ketakutan. Penderita tidak minum obat-obat terlarang, obat antihipertensi, dan antidepresan. Riwayat hipertensi, DM, dan stroke disangkal. Penderita mempunyai riwayat sakit maag. Penderita menggunakan KB suntik dan tidak mengalami gangguan menstruasi.Penyakit seperti ini diderita untuk yang kesekian kalinya.

Apa yang dimaksud dengan diet ketogenik?Diet Ketogenik adalah pola diet tinggi lemak dan sedang protein, serta kandungan karbohidrat sangat rendah yang diberikan untuk mengobati penderita epilepsi dan penyakit lainnya, mulai dari anak-anak, remaja, hingga dewasa. Nama ketogenik mengacu pada peningkatan produksi keton di dalam tubuh sebagai hasil dari diet khusus ini. Keton adalah tiga senyawa yang terbentuk saat metabolisme lemak dan biasanya dikeluarkan melalui urine. Kadar keton tinggi yang tidak normal disebut ketosis, dan kondisi ini adalah tujuan dari diet ketogenik. Ketosis diyakini dapat membantu mengontrol frekuensi dan tingkat keparahan serangan epilepsi, meskipun alasannya belum sepenuhnya dipahami.Apa saja manfaatnya? Manfaat dari diet ketogenik adalah meningkatkan kontrol terhadap serangan epilepsi tanpa membutuhkan obat antikonvulsan dalam dosis tinggi dengan efek samping terkait. Pasien yang merespons diet ketogenik dengan baik dapat menjalani kehidupan yang hampir normal. Perawatan secara eksperimental dengan diet ketogenik dapat memperlambat perkembangan penyakit, bahkan ketika penyembuhan sudah tidak mungkin diharapkan pada pasien pengidap ALS (amyotrophic lateral sclerosis) atau gangguan lainnya.Adakah risiko dan bagaimana pencegahannya? Penting untuk dicatat bahwa diet ketogenik bukanlah pengaturan nutrisi yang dapat dilakukan sendiri. Diet ketogenik adalah terapi yang membutuhkan pengawasan medis secara hati-hati dan pengawasan orang tua. Pasien diet ketogenik harus diawasi oleh tim berpengalaman dalam ilmu pengobatan, yang biasanya berbasis pada pusat perawatan khusus epilepsi. Meskipun diet ketogenik terlihat seperti cara yang lebih alami untuk mengontrol serangan epilepsi dibandingkan dengan obat-obatan, namun dasar dari diet ketogenik adalah pilihan makanan yang sangat tidak natural dan memaksakan tubuh untuk mendapatkan energi yang dibutuhkan dengan cara yang tidak biasa. Anak di bawah umur harus dicegah menelan secara tidak disengaja gula yang terkandung dalam obat-obatan yang mudah dibeli bebas, pasta gigi, obat kumur, atau produk serupa lainnya. Tidak semua pasien dapat merespons diet ketogenik. Menurut pusat pengobatan Johns Hopkins, hampir separuh dari anak-anak yang memulai diet ketogenik klasik setidaknya mengalami penurunan serangan epilepsi hingga 50% dalam waktu kurang lebih enam bulan. Separuh dari kelompok tersebut akan menunjukkan peningkatan lebih dari 90%, dan sekitar 15% sembuh total dari serangan epilepsi. Banyak keluarga dapat mengurangi atau sepenuhnya menghentikan penggunaan obat antikonvulsan. Tidak ada cara untuk memprediksi apakah anak akan merespons terhadap diet ini. Sebaiknya anak mengikuti diet selama periode enam bulan sebelum memutuskan bahwa diet ketogenik ini tidak berhasil. Program John Hopkins melaporkan bahwa hampir separuh dari anak-anak yang memulai diet ketogenik di pusat pengobatan masih menggunakannya setahun kemudian.Efek sampingKarena diet ketogenik adalah cara yang tidak alami untuk mendapatkan nutrisi, diet ini berpotensi memiliki efek samping. Efek samping yang dilaporkan terjadi pada pasien yang menerapkan diet ketogenik klasik, mencakup: terhambatnya pertumbuhan yang disebabkan oleh kekurangan protein kekurangan vitamin dan mineral mual, muntah, atau sembelit tingkat lemak darah yang tinggi dan tidak normal setelah menghentikan diet ketogenik batu ginjal atau batu empedu infeksi yang lebih sering terjadi akibat sistem daya tahan tubuh melemah radang pankreas dehidrasi penurunan kepadatan tulang menstruasi tidak teratur (pada remaja perempuan dan wanita dewasa)Bagaimana caranya?Diet ketogenik klasik (protokol Johns Hopkins) Diet ketogenik yang diterapkan Pusat Epilepsi Pediatrik Johns Hopkins umumnya dianggap sebagai bentuk standar atau klasik dari diet ini. Protokol umum untuk anak-anak berusia antara 3 hingga 12 tahun memberikan rasio 4 bagian lemak terhadap 1 bagian protein dan karbohidrat secara bersamaan. Bayi, balita, dan remaja biasanya memulai dengan rasio 3:1. Setiap pasien mungkin memerlukan rasio dimulai dari 2,5:1 hingga 5:1; rasio ini dapat berubah sesuai kebutuhan setelah diet dimulai. Kunjungan dokter satu kali dalam tiga bulan untuk kebanyakan anak, meskipun bayi dapat berkunjung satu kali dalam sebulan. Selama menjalani diet ketogenik, anak-anak harus mengkonsumsi multivitamin dan suplemen mineral (terutama kalsium). Konsumsi obat antikonvulsan biasanya masih diteruskan dalam bulan-bulan pertama dimulainya diet, namun dosis yang diberikan lebih rendah jika pasien merespons dietnya dengan baik, bahkan dapat dihentikan sepenuhnya.PERSIAPAN Aspek paling penting dari persiapan untuk diet ketogenik adalah mengambil keputusan apakah diet ini akan bermanafaat bagi anak. Kebanyakan dokter lebih memilih untuk tidak menggunakan diet ketogenik jika pengobatan lain dapat dengan efektif mengontrol serangan epilepsi tanpa memberikan efek samping yang parah. Sebaliknya, jika pasien telah mencoba dua antikonvulsan atau lebih tanpa menunjukkan hasil, atau mendapatkan efek samping yang serius dari obat-obatan, diet ketogenik menawarkan kehidupan yang lebih normal. Pasien harus mampu mengontrol diri sendiri, karena dengan hanya mengkonsumsi sedikit remah-remah kue atau apa pun yang mengandung gula (termasuk pasta gigi dan produk perawatan mulut lainnya) dapat menghancurkan efek diet dan memungkinkan terjadinya serangan epilepsi. Aspek penting lainnya dari persiapan adalah komitmen dari seluruh keluarga, karena membutuhkan waktu dan perhatian yang cukup untuk mengukur porsi makanan, mengawasi efek samping yang mungkin terjadi (termasuk melakukan tes urine anak), dan menjaga keseimbangan antara makanan yang dibutuhkan oleh pasien dan makanan yang lebih disukai oleh anggota keluarga lainnya. Makanan pesta dan hari libur mungkin memerlukan beberapa saran dari ahli gizi sehingga pasien dapat memperoleh makanan favorit tanpa harus merusak program diet dan membiarkannya menikmati makanan atau pestanya bersama teman-teman maupun anggota keluarga lainnya.PUASA AWAL Sebelum memulai diet ketogenik klasik, anak harus menjalani puasa selama 24 hingga 48 jam diikuti beberapa hari rawat inap di rumah sakit, agar jumlah cairan tubuh anak dapat diukur dan efek samping yang mungkin terjadi dapat dimonitor. Sebelum datang ke rumah sakit, makanan anak selama tiga hari sebelumnya harus dicatat agar dokter dapat mengetahui asupan kalori harian rata-rata untuk menyesuaikan diet sesuai kebutuhan pertumbuhan anak. Tujuannya adalah untuk menjaga indeks massa tubuh anak pada persentil ke-50. Jumlah protein dalam menu diet diatur berdasarkan umur anak, fungsi ginjal, dan faktor tekanan mental. Selama anak di rumah sakit, orang tua diberikan program empat hari untuk membantu mereka memahami diet anak dan latihan menyiapkan makanan, serta pengawasan anak.Berikut adalah jadwal tetap rumah sakit Johns Hopkins untuk anak-anak: Minggu (malam sebelum pendaftaran): Pasien memulai puasa di rumah, dimulai pada malam hari. Hari pertama (Senin): Pasien dibawa ke rumah sakit. Puasa masih berjalan, asupan cairan dibatasi, dan gula darah diawasi setiap enam jam sekali. Hari kedua (Selasa): Pasien diberikan minuman eggnog untuk makan malam (1/3 dari jatah kalori yang diperlukan untuk makan malam); pengawasan gula darah dihentikan. Orang tua diminta untuk mulai memeriksa tingkat ketone pada urine anak. Tingkat ketone harus berada antara 80 hingga 160 mg/dL jika diet berjalan dengan baik. Hari ketiga (Rabu): Eggnog diberikan untuk sarapan dan makan siang (1/3 dari jatah kalori yang diperlukan untuk sarapan dan makan siang); makan malam (eggnog lagi) bertambah menjadi 2/3 dari porsi yang dibutuhkan. Hari keempat (Kamis): Sarapan dan makan siang diberikan dalam 2/3 dari porsi yang dibutuhkan; makan malam ketogenik yang sepenuhnya (bukan eggnog) diberikan untuk pertama kalinya kepada pasien. Hari kelima (Jumat): Setelah sarapan ketogenik lengkap, resep kebutuhan pasien ditinjau, pertemuan berikutnya ditentukan, dan pasien dapat meninggalkan rumah sakit.RANGKUMAN DAN PENUTUP Diet ketogenik adalah diet jangka panjang tapi bukan untuk penggunaan tidak terbatas pada anak-anak. Kebanyakan pasien yang merespons diet dengan positif akan tetap menjalankan diet kurang lebih selama dua tahun. Diet tidak boleh dihentikan secara mendadak. Kebanyakan dokter merekomendasikan orang tua untuk memberikan makanan biasa kepada pasien secara perlahan dan melihat apakah serangan epilepsinya masih terkontrol.Diet Rumah Sakit Sanggye Paik Diet Rumah Sakit Sanggye Paik adalah versi lain diet ketogenik di Korea Selatan untuk pengobatan anak-anak Asia dengan pola makan mengandung kadar lemak jauh lebih sedikit dibandingkan pola makan anak-anak Barat. Protokol Sanggye Paik tidak mengharuskan puasa sebelum diet dimulai dan memberikan makanan berlemak tinggi secara bertahap kepada pasien, meskipun tetap menggunakan rasio lemak dan protein 4:1 seperti protokol John Hopkins. Menurut berita, diet rumah sakit Sanggye Paik memiliki data keberhasilan pasien yang sama seperti diet ketogenik rumah sakit Johns Hopkins.Diet Atkins yang dimodifikasi Pada tahun 2002, rumah sakit John Hopkins melakukan percobaan pada enam pasien anak-anak dan dewasa menggunakan diet Atkins yang dimodifikasi (bukan diet ketogenik 4:1 klasik) untuk mengontrol serangan epilepsi. Para pasien tersebut tidak dibawa ke rumah sakit; tidak harus berpuasa sebelum memulai diet; tidak dibatasi asupan kalori, protein, atau cairan tubuhnya; karbohidrat dibatasi hanya 10 gram per hari; dan dianjurkan untuk mengkonsumsi makanan berlemak tinggi. Dari 20 pasien, dua per tiga menunjukkan penurunan serangan epilepsi secara tajam, 9 orang mampu mengurangi dosis obat-obatan, dan tidak ada pertumbuhan batu ginjal.Berdasarkan keberhasilan awal ini, dokter di Johns Hopkins merancang protokol Diet Atkins yang dimodifikasi untuk 20 anak-anak, sebagai berikut: Panduan perhitungan karbohidrat diberikan kepada keluarga pasien. Asupan karbohidrat dibatasi hanya 10 gram per hari untuk bulan pertama. Asupan lemak yang cukup dalam bentuk mayones, mentega, minyak, krim, dll. sangat dianjurkan, meskipun jumlah persisnya tidak didefinisikan. Cairan bening bebas kalori dan karbohidrat tidak dibatasi. Pasien diberikan multivitamin rendah karbohidrat dan suplemen kalsium. Kadar ketone pada urine diperiksa dua kali seminggu dan ditimbang sekali seminggu. Jajanan rendah karbohidrat yang dibeli di toko (shake, snack bar, dll.) tidak disarankan, setidaknya pada bulan pertama. Setiap tiga bulan, dilakukan pemeriksaan darah dan metabolisme menyeluruh pada pasien.Apa saja yang terdapat dalam makanannya?Berikut adalah menu sehari-hari untuk anak-anak dengan diet standar 4:1 yang membolehkan 1.500 kalori per hari: Sarapan: telur dan bacon, dibuat dengan krim kocok dan mentega, ditambah sebuah apel Camilan: selai kacang dicampur mentega Makan siang: salad tuna yang dibuat dengan seledri, mayones, dan krim kocok pekat, disajikan dengan daun selada Camilan: yogurt keto (dibuat dengan krim kocok), sour cream, stroberi, dan pemanis buatan Makan malam: burger keju dengan daun selada dan buncis Camilan: keto custard (krim kocok pekat, telur, dan perasa vanila asli tanpa pemanis)Apa pendapat para ahli? Diet ketogenik telah lama menjadi bahan sejumlah penelitian ilmiah, dan pada umumnya hasil penelitian mendukung penggunaan diet ketogenik untuk mencegah serangan epilepsi pada pasien. Penelitian lebih lanjut masih terus berjalan, dan para ilmuwan berharap dapat secepatnya memformulasikan obat yang memiliki keefektifan sama seperti diet ini tanpa menimbulkan efek samping. Penelitian terbaru dari bidang lain menguji penggunaan diet ketogenik untuk penyembuhan penyakit lainnya. Hasilnya menunjukkan bahwa diet ketogenik berkhasiat menyembuhkan pasien yang menderita gangguan pengangkut glukosa (penyakit yang diturunkan secara genetik karena glukosa dalam darah tidak dapat menembus penghalang darah otak) dan beberapa orang yang memiliki gangguan metabolisme sejak lahir. Pada tahun 2006, sekelompok peneliti di sekolah kedokteran Mount Sinai di New York melaporkan bahwa penggunaan diet ini memberikan harapan pada penurunan perkembangan ALS, penyakit fatal yang berkembang dengan cepat dan menyerang sel-sel syaraf yang mengatur pergerakan tubuh.Untuk informasi lebih lanjut, buka halaman informasi tentang diet ketogenik Epilepsy FoundationsDiet ketogenik, apakah itu sebenarnya? Diet yang juga biasa disebut diet keto ini adalah sebuah pola diet yang menggunakan lemak tubuh (body fat) sebagai sebagai sumber energi. Fungsi karbohidrat sebagai sumber energi digantikan oleh lemak. Sejauh ini diet keto lumayan populer sebagai metode diet menurunkan berat badan.

Untuk membuat tubuh anda memasuki kondisi ketogenik anda harus melakukan diet lemak tinggi dan rendah protein dengan asupan karbohidrat sangat rendah atau tanpa karbohidrat sama sekali. Ini menjadi panduan diet anda dalam 2 hari pertama. Setelah anda dalam kondisi ketogenik, anda harus meningkatkan asupan protein tinggi dan rendah lemak. Rasionya sekitar 65% lemak, 30% protein, dan 5% karbohidrat. Protein ditingkatkan sebagai cadangan untuk jaringan otot. Rendahnya karbohidrat membuat insulin tidak akan menyimpan kelebihan kalori sebagai lemak. Ini yang anda mau, bukan?

Sekarang tubuh anda tidak memiliki karbohidrat dan tubuh anda harus mencari sumber tenaga yang lain, yaitu lemak. Ini situasi yang sangat bagus jika anda ingin mengurangi jumlah lemak tubuh. Tubuh akan memecah lemak dan menggunakannya sebagai sumber energi. Kondisi ini disebut ketosis. Kondisi ini memungkinkan anda mengurangi kadar lemak dalam tubuh sekaligus menjaga kondisi otot.

Kemudian anda harus mengasup setidaknya 1 gram protein untuk setiap pon (sekitar 0,5 kg) berat tubuh anda. Ingatlah rasio 65% lemak, 30% protein, dan 5% karbohidrat. Jika berat anda 150 pon (sekitar 75 kg), maka anda memerlukan 150 gram protein per hari. Kemudian kalikan dengan 4 (jumlah kalori per gram protein) yang berarti 600 kalori per hari harus anda dapatkan dari protein. Sisa kalori yang anda butuhkan bisa didapatkan dari lemak.

Diet ketogenik tidak harus dilakukan setiap hari, cukup dilakukan setiap Senin sampai Jumat. Pada saat weekend, anda bebas makan apa saja yang berkarbohidrat tinggi. Tambahan karbohidrat cair seperti whey amat disarankan setelah anda berkeringat di gym. Bebas makan pada saat weekend bertujuan sebagai recharge untuk tubuh anda dan sekaligus untuk memenuhi kebutuhan gizi anda.

Jadi diet ketogenik bisa disimpulkan seperti ini: Harus mencapai kondisi ketosis dengan mengurangi atau bahkan menghilangkan karbohidrat dari menu diet sekaligus mengkonsumsi lemak tinggi dan protein rendah/sedang. Harus mengkonsumsi banyak serat. Perhatikan jumlah protein yang masuk setelah dalam kondisi ketosis

58