Piaget menyatakan, perkembangan kanak-kanak dan remaja mempunyai dua peringkat:

i. Peringkat heteronomus (umur 4 hingga 7 tahun).

Pada peringkat ini, beliau menganggap kanak-kanak memandang perundangan sebagai tidak dapat diubah.

ii. Peringkat kedua adalah autonomus (10 tahun ke atas)

Pada peringkat ini, mereka sedar peraturan yang dikenakan ke atas mereka dikuatkuasakan oleh manusia juga.

Piaget (1965) telah memberi tumpuan kepada Perkembangan Kognitif kanak-kanak yakni dengan memberi penekanan mengenai bagaimana manusia berfikir dan memahami. Dengan melihat kepada anak-anaknya sendiri beliau cuba memahami bukan sahaja apa yang mereka fahami tetapi juga bagaimana mereka memberi makna kepada dunia. Pemerhatian secara teliti menunjukkan kanak-kanak menjadi matang secara biologi dan juga melalui pengalaman sosial. Menurut Piaget setiap manusia melalui empat tahap perkembangan kognitif iaitu tahap deria motor, tahap praoperasi, tahap operasi konkrit dan tahap operasi formal (Sakhilah Shahkat Ali, 2009).

Perkembangan moral pula ditentukan dalam tiga tahap. Tahap pertama adalah tahap pramoral. Pada tahap ini kanak-kanak berminat dengan diri sendiri sahaja dan mengutamakan pandangan sendiri. Pada peringkat kedua iaitu peringkat heteronomous, kanak-kanak lebih berhati-hati dan berminat pada orang lain. Pada peringkat ini perasaan hormat kepada pihak yang berkuasa serta berupaya menerima peraturan. Kanak-kanak juga berupaya membuat pertimbangan moral iaitu menentukan baik buruk atau betul salah melakukan sesuatu perkara. Peneguhan dalam bentuk ganjaran dan hukuman diambil kira dalam peringkat ini (Sakhilah Shahkat Ali, 2009).

Peringkat yang terakhir pula ialah kemoralan autonomous. Pada peringkat ini kanak-kanak mengambil berat tentang kebajikan dan minat masing-masing. Perasaan hormat pada orang lain juga mula dititikberatkan. Piaget menjelaskan pada peringkat ini kanak-kanak menganggap peraturan boleh berubah-ubah berdasarkan kerjasama dan rasa hormat pada orang lain. Keputusan moral tidak lagi pada kehendak undang-undang autoritarian tetapi segala aspek boleh diambil kira. Keupayaan melihat sesuatu perkara daripada pelbagai sudut bertambah, ini meningkatkan keupayaan seseorang menkonseptualisasi dilema moral (Kurtines & Greif, 1974, Shaffer, 1993).

Sumbangan Piaget terhadap perkembangan moral telah dikembangkan oleh Kohlberg (1963, 1964, 1969, 1976,1981, 1984). Pada kali ini kajian-kajian oleh Kohlberg telah mengambil kira semua peringkat umur dari golongan kanak-kanak sehinggalah golongan dewasa.

2.2.TEORI PERKEMBANGAN MORAL2.2.1  Pengertian Moral

Secara kebahasaan perkataan moral berasal dari ungkapan bahasa latin yaitu mores yang merupakan bentuk jamak dari perkataan mos yang berarti adat kebiasaan. Dalam kamus umum bahasa Indonesia dikatakan bahwa moral adalah penentuan baik buruk terhadap perbuatan dan kelakuan. Istilah moral biasanya dipergunakan untuk menentukan batas-batas suatu perbuatan, kelakuan, sifat dan perangai yang dinyatakan benar, salah, baik, buruk, layak atau tidak layak, patut maupun tidak patut. Moral dalam istilah dipahami juga sebagai:

      prinsip hidup yang berkenaan dengan benar dan salah, baik dan buruk.      kemampuan untuk memahami perbedaan benar dan salah.      ajaran atau gambaran tentang tingkah laku yang baik.

Moral ialah tingkah laku yang telah ditentukan oleh etika. Moral terbagi menjadi dua yaitu:

  Baik; segala tingkah laku yang dikenal pasti oleh etika sebagai baik.  Buruk; tingkah laku yang dikenal pasti oleh etika sebagai buruk.

Perkembangan moral adalah perubahan penalaran, perasaan, dan perilaku tentang standar mengenai benar dan salah. Perkembangan moral memiliki dimensi intrapersonal, yang mengatur aktifitas seseorang ketika dia terlibat dalam interaksi sosial dan dimensi interpersonal yang mengatur interaksi sosial dan penyelesaian konflik. (Santrock, 2007 ;Gibbs,2003 ; Power,2004 ; Walker &Pitts,1998). Perkembangan moral berkaitan dengan aturan-atuaran dan ketentuan tentang apa yang seharusnya dilakukan oleh seseorang dalam berinteraksi dengan orang lain.

2.2.2        Teori Perkembangan Moral PiagetJean Piaget (1896-1980) menyusun teori perkembangan moralnya yang

dikenal sebagai teori struktural-kognitif.  Teori ini melihat perkembangan moral sebagai suatu hasil interaksi antara  pelaksana  aturan,  pengikut  atau  pembuatnya  secara  individual  dengan  kerangka jalinan aturan yang bersangkutan yang menunjukkan esensi moralitas itu. Fokus teori ini ada pada sikap, perasaan (afeksi), serta kognisi dari individu terhadap perangkat aturan yang bersangkutan (Kurtines, 1992: 513).

Piaget melakukan penelitiannya yang menunjukkan adanya kontradiksi yang jelas antara perubahan persepsi yang  berkaitan  dengan  usia  dan  ketaatan  terhadap  aturan.  Kontradiksi  yang  dimaksud diselesaikan dengan jalan mengklasifikasikan penalaran moral dan anak-anak  yang agak kecil dan yang  agak  besar  (Burton,  1992:  323-324).  Berdasarkan  penelitian  itu  dirumuskan  dua buah  urutan  perkembangan  yang  paralel:  satu  rumusan  urutan  perkembangan  berkenaan dengan pelaksanaan aturan, sedang rumusan lainnya berkenaan dengan kesadaran akan peraturan. Masing-masing urutan perkembangan melukiskan adanya peralihan dari orientasi yang  bersifat  eksternal,  egosentris  dan  heteronom,  ke  arah  orientasi  yang  menunjukkan adanya keinginan untuk

bekerjasama dan berpegang pada aturan itu sebagai hasil perjanjian bersama (Turiel dan Smetana, 1992:459). Pengamatan  Piaget tersebut dapat diringkaskan sebagai berikut :

Pada Level IPada  anak  sekitar  usia  1  sampai  2  tahun,  pelaksanaan  peraturan 

masih  bersiifat  motor acitivity,  belum  ada  kesadaran  akan  adanya  peraturan.  Semua  geraknya  masih  belum dibimbing oleh pikiran tentang adanya peraturan yang harus ditaatinya.Pada Level II

Pada  usia  sekitar  2  sampai  6  tahun,  sudah  mulai  ada  kesadaran  akan  adanya  peraturan, namun menganggap peraturan itu bersifat suci, tidak boleh diganggu gugat oleh siapapun, merubah peraturan  merupakan kesalahan besar. Dalam pelaksanaan  peraturan  mereka  ini masih bersifat egosentrik, berpusat pada dirinya.Pada Level  III

Pada usia sekitar 7 sampai 10 tahun pelaksanaan peraturan sudah  mulai  bersifat  sebagai aktivitas sosial, sifat egosentrik sudah mulai ditinggalkan. Dalam tahap ini sudah ada keinginan yang kuat untuk memahami  peraturan, dan setia mengikuti peraturan tersebut.   Sifat heteronomi mulai bergeser pada sifat otonomi.Pada Tahap IV

Pada usia sekitar 11 sampai 12 tahun kemampuan berpikir anak sudah mulai berkembang. Pada tahap ini sudah ada kemampuan untuk berpikir abstrak, sudah ada kesadaran bahwa peraturan merupakan hasil kesepakatan bersama. Tahap ini merupakan tahap kodifikasi atau tahap pemantapan peraturan (Soenarjati dan Cholisin, 1989: 34-35).

Dari  skema  di  atas  tampak  bahwa  keputusan  moral  anak  berubah  seiring  dengan pertumbuhan   usianya   (Conn,   1982:   378).   Dengan   demikian   dapat   dikatakan   bahwa perkembangan moral terdapat pergeseran yang sifatnya alami, yang terjadi secara bersamaan dengan  atau  segera  setelah  peralihan  kognitif  dari   pemikiran  pra-operasional  ke  arah pemikiran   operasional, di sekitar   usia   tujuh   tahun.   Pergeseran   tersebut berlangsung sedemikian, sehingga anak yang bersangkutan untuk pertamakalinya mulai menyadari maksudnya sendiri serta memanfaatkan informasi ini dalam mengadakan pertimbangan moral yang menyangkut orang lain (Liebert, 1992: 291).

Pada bagian lain, pertimbangan moral berkembang sejalan dengan prinsip-prinsip dasar Piaget  tentang  konflik  moral-kognitif  dengan  organisasi  tahapan  urutan.  Tahapan perkembangan  pertimbangan moral  Piaget  mengandung  suatu  proses  berjalur  tunggal. Artinya, pertimbangan moral tidak timbul dari tindakan moral itu sendiri. Suatu tahapan dari pertimbangan moral mungkin mengandung suatu perilaku baru, demikian pula halnya suatu tindakan yang mengandung konflik dan pilihan mungkin membawa orang untuk menata suatu tahapan baru dari pertimbangan moral.

. FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI PERKEMBANGAN MORAL

a. Orangtua/guru sebagai model

Menurut Freud (dalam Elida Prayitno: 1992), bail pria maupun wanita meniru tingkah

laku orangtua (yang sejenis) adalah karena keinginan untuk menjadi seperti orangtua.

b. Disiplin yang diberikan orangtua

Menurut Hoffman dan Saltztein (dalam Elida Prayitno: 1992), orangtua yang

mempergunakan teknik disiplin induksi (memberikan alasan mengapa seseorang boleh

atau tidak boleh bertingkah laku tertentu) cenderung menyebabkan perkembangan

moral remaja sangat baik, sedangkan penggunaan disiplin berkuasa dan otoriter

cenderung menyebabkan perkembangan moral yang rendah.

c. Induksi dengan teman sebaya

Interaksi dengan teman sebaya dan kemampuan bermain peran terjadi karena telah

dikuasainyakemampuan “role taking”, yaitu kemampuan memahami sesuatu atau

peristiwa dari sudut pandangan orang lain. Dengan meningkatnya interaksi dengan

teman sebaya, maka kemampuan “role taking” pun makin mahir dan sempurna dan ini

merupakan jalan bagi perkembangan moral.

6. USAHA GURU DAN ORANGTUA DALAM MENGEMBANGKAN MORAL PESERTA

DIDIK

Wilcox (dalam Elida Prayitno: 1992) mengemukakan pendekatan-pendekatan yang

dapat digunakan guru di sekolah untuk membantu pengembangan moral remaja, yaitu;

1. Pendekatan klarifikasi nilai

Penggunaan pendekatan ini dapat memberikan pengalaman belajar kepada siswa

melalui proses menganalisis secara mendalam dan hati-hati nilai-nilai yang dipilih

dalam klarifikasi. Siswa akan tumbuh menjadi probadi yang lebih positif, memiliki

tujuan, dan menerapkan nilai-nilai dalam menjalani kehidupannya. Dalam pendekatan

ini individu bebas menemukan nilai-nilai dan berpikir analisis yang mengarah pada

pemilihan nilai-nilai yang sesuai dengan kehidupan, dapat menginternalisasikan nilai

serta menunjukkan komitmen menjalankan nilai yang dipilih dalam kehidupan.

2. Pendekatan dilema moral

Kohlberg dan pengikutnya menemukan bahwa dilema berguna dalam pendidikan

moral. Siswa tidak hanya belajar dilema untuk belajar, tetapi juga belajar dilema nyata

dari kehidupan sehari-hari. Diskusi-diskusi dilema moral dapat mendorong siswa pada

perkembangan moral yang lebih tinggi.

Dalam memberikan pendidikan moral, Duska&Whelen ((dalam Elida Prayitno: 1992)

menemukan pedoman praktis yang dapat digunakan oleh guru, yaitu sebagai berikut:

a. Menciptakan kelas sebagai lingkungan yang membuat siswa dapat hidup dan belajar

bersama dalam suasana hormat-menghormati dan suasana aman.

b. Beri siswa kesempatan untuk mengemukakan pendapat dalam menentukan aturan-

aturan kelas.

c. Pilihlah hukuman yang ada hukumannya dengan pelanggaran.

d. Bedakan antara kritik terhadap pekerjaan yang berhubungan dengan pelajaran dan

kritik terhadap tindak tanduk, antara aturan tata tertib sekolah dengan aturan-aturan

tentang keadilan dan hubungan antar manusia.

e. Beri kesempatansiswa bekerja dalam kelompok.

f. Dalam bercerita dan berdiskusi tentang pengalaman sehari-hari, bantulah anak-anak

memikirkan perasaan orang lain, baik yang benar-benar terjadi maupun yang fiktif.

g. Buatlah permainan peran (role playing) dari kehidupan sehari-hari ataua kejadian-

kejadian yang membuat siswa dapat melihatnya dari perspektif mereka.

h. Adakan kesempatan untuk mendengarkan jawaban tiap siswa tentang pertimbangan

moral, diskusi dengan menggunakan bahan bacaan, film, dan pengalaman sehari-hari.

i. Janganlah memberi penilaian terhadap perkembangan moral atas dasar tingkah laku

setiap orang.

SUMBER:

Persekitaran sekolahBilangan pelajar yang ramai secara langsung mewujudkan suasana yang membenarkanberlakunya masalah disiplin. Keadaan ini merumitkan tugas guru bagi mengawal disiplinmereka. Di samping itu terdapat pelajar yang tidak mendapat layanan guru. Golonganitu akan berasa kecewa dan seterusnya berusaha untuk mendapat p[erhatian guru.Mereka tidak menghiraukan tindakan yang diambil.4.7KeluargaIbu bapa perlu memainkan peranan dalam membentuk sikap anak-anak. Tingkah lakupelajar dipengaruhi juga oleh faktor keluarga. Didikan dan asuhan yang bermula dirumah merupakan asas atau acuan untuk membentuk sikap anak-anak. Kegagalan ibubapa untuk menunaikan tanggungjawab yang diperlukan kanak-kanak, bolehmendatangkan maslah disiplin ketika melangkah ke alam persekolahan. Seterusnyamenimbulkan masalah kepada pihak sekolah dan guru.4.8Rakan sebayaSikap rakan sebaya mempengaruhi tingkah laku dan perwatakan pelajar tersebut.Rakan sebaya yang baik boleh membantu seseorang pelajar menjadi insan yangmempunyai sifat-sifat sosial yang positif.

Sebagai kesimpulan, harus kita ingat bahawa apa jua intervensi yang digunakanhendaklah setimpal dengan situasi yang berkenaan serta selaras dengan falsafah gurutersebut. Satu-satu intervensi mungkin tidak sesuai bagi semua guru dan tidak ada satupun yang boleh dikatakan sebagai yang paling baik atau terbaik. Oleh itu, pelbagaiintervensi yang dicadangkan oleh ahli teoris harus digunakan oleh guru dalammengawal disiplin bilik darjah. Sehubungan itu, intervensi disiplin senantiasadiperkembangkan serta dipertingkatkan bagi memenuhi kehendak dak keperluanpelbagai jenis murid. Intervensi yang terbaik ialah intervensi yang berlandaskanpelbagai pendekatan.Kebanyakan masalah disiplin dan tingkah laku bermasalah yang berlaku dalambilik darjah bersifat pelbagai dimensi dan merupakan simptom-simptom masalah yangdihadapi oleh murid-murid pada pelbagai aras. Sebagai seorang guru, kita harus bolehbezakan bila sesuatu tingkah laku ditakrifkan sebagai yang bermasalah atau bukanbermasalah. Jika bermasalah pun, tingkah laku atau disiplin tersebut mempunyai

darjatkeseriusannya. Yang tidak kurang penting juga kita ketahui puncanya, kesan danimplikasi tingkah laku bermasalah dalam bilik darjah agar kita lebih memahami muridyang menimbulkan masalah disiplin, seterusnya bertindak ke arah mengawasi situasibilik darjah agar tidak bertambah lagi teruk sehingga mengganggu proses pengajarandan pembelajaran

FAKTOR KELUARGA

2.1.Hubungan keluarga dan anak.

Suasana rumah yang mesra dan harmonis adalah menggalakkan ketenteraman tingkahlaku terkawal. Perhubungan ibu bapa yang baik akan menjamin suasana rumah yangtenteram yang amat diperlukan untuk kestabilan emosi. Kasih sayang, layanan, asuhandan perhatian yang diberi oleh ibu bapa akan secara langsung membantu perkembanganemosi.Sebaliknya, ibu bapa yang tidak pengasih boleh menyebabkan salah laku, anaknyamelawan, kurang bercakap dan berasa iri hati.Misalnya ibu bapa yang mewujudkan perasaan tegang dalam keluarga menyebabkan anak-anak tidak diterima, rasa tersingkir dan kurang selesa.

2.2. Pengaruh ibu bapa.

Ibu bapa akan menjadi ikutan oleh kanak-kanak, segala perlakuan atau geraklaku ibu bapa sama ada yang positif atau negatif akan menjadi ikutan.

2.3. Sikap keluarga tentang disiplin.

Peraturan-peraturan hendaklah sederhana atau pun mengikut keperluan semasa. Ibu bapa janganlah mengenakan tindakan disiplin terlalu ketat atau sebaliknya terlalu longgar.Kajian Kes 1, Jammy, anak kedua dalam keluarga. Kesemua pakaian yang dipakaiJammy adalah kepunyaan abangnya. Abangnya seorang murid yang cerdik manakalaJammy seorang murid yang tidak pandai. Ibu bapa Jammy selalu memuji abangnyasebaliknya Jammy selalu dimarahi dan dipukul. Ibu bapa seringkali memaksa Jammy belajar, ini mengakibatkan Jammy bersikap negative terhadap pelajaran.

Keadaan Emosi dan Moral dalam Keluarga

Keadaan emosi dan moral dalam rumah tempat pelajar itu tinggal juga mempunyai pengaruh penting kepada salah laku kanak-kanak. Jika kehidupan harian di rumahdicirikan oleh emosi kebimbangan atau ketakutan, perbalahan yang kerap berlaku,ketiadaan jaminan keselamatan, sikap ibu bapa yang terlalu kasar, garang dan dominanataupun terlalu mengongkong dan memanjakan, atau gangguan neurotik, mereka akanmembesar dalam suasana emosi dan sosial yang tidak dapat mengembangkan kualitikebebasan dan keyakinan diri yang penting untuk mencapai kemajuan dalam persekolahan. Kanak-kanak terlalu dimanjakan dari masa dia lahir sehingga dia tidak pernah berpeluang untuk berusaha sendiri akan mengembangkan sikap bergantungkepada orang lain dan tidak mempunyai inisiatif untuk memajukan diri. Mereka telahdikenakan disiplin yang terlalu

ketat dan menjalani kehidupan dengan mengikut arahanmungkin arahan mungkin hilang keinginan untuk berusaha sendiri. Akibatnya, kanak-kanak dari keluarga seperti itu mempunyai perkembangan ego yang lemah, mereka tidak mempunyai motif yang lebih tinggi untuk bekerja keras, mereka segera berubah menjadimalas dan lembap. Ini dimudahkan lagi jika suasana biasa dalam keluarga dirosakkanoleh sikap ibu bapa yang sambil lewa, tidak peduli, tidak menepati waktu danmengelakkan tanggungjawab. Sikap seperti itu akan menggalakkan kanak-kanak menjaditidak berdisiplin, tidak tahu mengurus diri, tidak mempunyai peraturan, sanggup menipudan tidak jujur dalam kerja-kerja sekolah, sehingga mengibatkan kemunduran akademik

Banyak kajian menunjukkan bahawa masalah salah laku sering dialami oleh kanak-kanak apabila berlaku penceraian dikalangan ibu bapa mereka. Corak tingkah laku berbeza diantara kanak-kanak dan ia berhubungkait dengan perkara-perkara seperti jantina danusia. Kanak-kanak yang terganggu emosinya lebih sering mengeluh sakit seperti demam,sakit tekak, sakit perut dan sebagainya.Seseorang akan merasa marah terhadap ibu bapanya kerana bercerai dan dia melepaskan perasaan marahnya itu melalui perubahan sikap mendadak. Dia menjadi degil, bersikap panas baran, bertumbuk dengan budak-budak lain, mencuri, ponteng sekolah, bercampur dengan kumpulan budak-budak nakal dan menghisap rokok. Dia menjadi penyedih dantidak suka bergaul, asyik menyendiri, menangis seorang diri, tidak tidur lena malam dankelihatan malas.Kajian Kes, Ahmad seseorang kank-kanak melayu berusia empat tahun yang memangcerdik. Dia sering menangis terutamanya pada waktu malam. Ibu bapanya telah berceraisebulan yang lalu dan pada setiap hari minggu ayahnya akan dating mengunjungi danmembawa keluar bersiar-siar. Ahmad memang mesra dan rapat dengan ayahnya sejak

FAKTOR BUDAYA

Kebudayaan yang berbeza memang mempunyai norma dan nilai yang bebeza. Penekananterhadap sesuatu nilai dalam satu-satu kebudayaan tentu akan mempengaruhi pembentukan tingkah laku. Contohnya, kalau ibu bapa memberi penekanan kepada unsur agama maka kanak-kanak yang dibesarkan dengan kebudayaan ini akan mempunyaitingkah laku yang stabil.Persekitaran akan mempeengaruhi sikap ibu bapa dan juga kank-kanak. Nilai dan taraf tingkah laku masyarakat mempengaruhi kanak-kanak melalui contoh, kanak-kanak mudah dan cepat tepengaruh dengan perkara-perkara negatif.Pendedahan kepada media massa yang sihat adalah penting untuk menjamin perkembangan personaliti yang sihat. Jika kanak-kanak sentiasa didedahkan kepadatayangan video atau filem yang berunsurkan pergaduhan, kezaliman dan keganasan,mereka akan cenderung untuk memperolehi tingksh laku yang agresif

FAKTOR SEKOLAH

Murid-murid menghabiskan hampir separuh masa di sekolah. Pengaruh sekolah adalahkedua penting berbanding dengan pengaruh keluarga. Jenis kepimpinan dan suasanasekolah mempengaruhi tingkah laku kanak-kanak. Contohnya, pengetua yang tegasmelaksanakan disiplin adalah penting bagi menjamin kejayaan perlaksanaan satu-

satutugas. Sekiranya sebaliknya, menyebabkan kanak-kanak pasif, menarik diri, takutmengambil bahagian dan lain-lain lagi.Tindakan pihak sekolah memberi perhatian hanya kepada murid-murid yang bersalahsahaja, manakala murid-murid yang tidak menjadi masalah tidak diberi perhatian. Inimenyebabkan murid tidak bermasalah akan menunjukkan tingkah laku yang menjadi perhatian pihak sekolah.Peranan guru juga amat penting. Sikap guru yang tidak menyenangkan akan menjejaskantingkah laku kanak-kanak itu. Banyak perkara yang guru itu lakukan tanpa disedari boleh

mengubah tingkah laku yang tidak menyenangkan. Mereka akan mula bosan, malas dannakal apabila berhadapan dengan kegagalan.Masalah pengamatan juga melibatkan perubahan tingkah laku. Kanak-kanak ini akanmerasa gelisah berada di bilik darjah dan selalu melakukan kesilapan dan kesalahandalam pelajarannya.Guru kurang memberi perhatian dan sering sibuk dengan tugasan akan menyebabkanmurid merasa diri mereka tidak dihiraukan dan menyebabkan mereka bertindak mengikutkehendak mereka.

5. FAKTOR EKONOMI

Faktor ekonomi memainkan peranan penting dalam pembentukan tingkah laku kanak-kanak. Kepada ibu bapa yang mempunyai anak ramai, ekonomi adalah perkara utamayang perlu difikirkan. Rendahnya taraf ekonomi kepada keluarga yang besar, ini akanmenimbulkan ketegangan. Dalam keadaan begini anaklah yang menjadi mangsa. Anak-anak dalam keluarga ini akan menempuh satu suasana yang tidak stabil, serbakekurangan dan dengan sendiri menimbulkan masalah tingkah laku mereka.Golongan yang rendah seringkali dikaitkan dengan kemiskinan. Golongan yang tinggal dikawasan setinggan umpamanya mempunyai masalah kewangan. Apabila mereka berdepan dengan masalah ini, mereka mempunyai masalah untuk memberikan pendedahan kepada anak-anak kepada pendidikan. Kanak-kanak yang terdiri daripadagolongan ini mempunyai masalah untuk mempelajari sesuatu kerana mereka tidak diberikan pendedahan awal.

6. FAKTOR FIZIKAL

Kanak-kanak yang kurang bertenaga disebabkan penyakit akan berasa malu, bersifat pendiam, mudah marah dan menarik diri. Akibatnya kanak-kanak berkenaan tidak dapatmembina hubungan yang baik dengan kanak-kanak lain. Dengan itu dia akan berasasedih dan mengalami kesunyian.Anak-anak mempunyai cacat anggota seperti tempang, sumbing, kudung kaki, tangan danlain-lain kecacatan akan menunjukkan tingkah laku yang berbeza dengan kanak-kanak normal.Kesimpulannya, mengikut Balson (1993), setiap individu secara semula jadi mahukandirinya diperlukan dan dimiliki. Keadaan ini dapat dirasai sekiranya mereka mendapattempat dalam keluarga dan sekolah melalui kerjasama, penglibatan, sumbangan dan rasadihargai. Sekiranya mereka tidak dapat merasakan keadaan ini mereka akan berusahaseberapa daya untuk prestige, kedudukan istimewa dan lebih tinggi untuk mengatasi rasakekurangan dan rendah diri yang ada padanya.Mengikut Dreikurs (1968), murid-murid yang melakukan salah laku mempunyaimatlamat yang tertentu iaitu menarik perhatian, menunjuk kuasa dan membalas dendam.Kanak-kanak akan berkelakuan menunjuk-

nunjuk, mengganggu dan menjerit untuk mendapat perhatian daripada ibu bapa, guru atau sesiapa sahaja

KESAN TINGKAH LAKU MURID TERHADAP PEMBELAJARAN1. PENCAPAIAN AKADEMIK MEROSOT

Ukuran rendah dan tingginya pencapaian akademik seseorang kanak-kanak dalamsesuatu pelajaran adalah berdasarkan tahap pencapaian yang ditetapkan oleh pihak sekolah atau Jabatan Pendidikan melalui sistem penilaian yang diadakan. Ibu bapa danguru akan berasa kecewa ataupun tidak puas hati sekiranya kanak-kanak tidak dapatmenunjukkan prestasi pencapaian akademik yang dikehendaki. Sesetengah kanak-kanak menunjukkan kemajuan pelajaran yang baik pada masa berada dalam tahun Satu atauDua tetapi merosot apabila meningkat ke tahun yang lebih tinggi.Lazimnya, kanak-kanak yang lemah dan merosot dalam pelajaran disebabkan oleh pelajaran bertambah banyak dan semakin susah, mereka akan merasa bosan dan tidak dapat mengikuti pengajaran yang disampaikan oleh guru. Kanak-kanak tidak berminatdalam pelajaran tertentu seperti Matematik, mereka tidak faham apa yang diajar menyebabkan mereka bosan dan mengganggu rakan-rakan mereka di dalam kelassewaktu pengajaran dan pembelajaran dijalankan. Suasana di rumah juga tidak menjadi pendorong murid untuk belajar, mereka lebih leka bermain kerana kadangkala terdapatibu bapa yang tidak memberi perhatian kepada mereka. Galakan dan dorongan daripadaibu bapa dan guru juga penting, murid ini memerlukan galakan dan dorongan untuk meningkatkan usaha mereka. Murid ini merasakan diri mereka tidak disayangi akanmenyebabkan mereka memberontak dan seterusnya langsung tidak mempedulikan pelajaran. Kanak-kanak ini juga mempunyai daya kecerdasan yang rendah, merekakurang berfikir untuk membuat latihan dan lebih suka dengan permainan.Penguasaan bahasa yang terhad juga menyebabkan berlakunya salah laku murid, muridmenunjukkan kegelisahan semasa guru menerangkan sesuatu, mereka tidak memberikan perhatian terhadap apa yang disampaikan oleh guru.Kanak-kanak ini juga kadangkala diletakkan dalam kumpulan kanak-kanak yang cerdik.Apabila mereka diletakkan dalam kumpulan kanak-kanak yang cerdik, mereka tidak dapat menyesuaikan diri mereka dengan tahap murid-murid tersebut. Mereka lebih suka bermain dari memberikan tumpuan dan membuat kerja yang diberikan oleh guru.

2. TIDAK BERMINAT DALAM PELAJARAN

Tidak berminat dalam pelajaran dapat dikaitkan dengan tidak memahami pelajaran yangdiajar. Oleh itu kanak-kanak atau murid-murid yang berkenaan biasanya bersikap negatif terhadap guru seperti tidak suka menerima nasihat daripada guru, nakal dan pencapaianakademik mereka rendah daripada kawan-kawan lain.K a n a k -k a n a k y a n g ti d a k s u k a b e l a j a r i n i d i s e b a b k a n o l e h f a k t o r b i o l o g i , i a i t u merangkumi faktor baka dan penyakit-penyakit yang menjejaskan fungi otak dan uratsaraf, mereka lemah dan tidak dapat memahami dan mengikuti setiap pengajaran yangd i s a m p a i k a n o l e h g u r u . H a l i n i m e n y e b a b k a n k a n a k - k a n a k i n i ti d a k m e m b e r i k a n perhatian pada setiap pengajaran yang disampaikan oleh guru. Minat belajar murid ini j u g a k u r a n g a k i b a t i b u b a p a ti d a k m e m o ti v a s i k a n a n a k - a n a k n y a u n t u k b e l a j a r b e r s u n g g u h - s u n g g u h . M u r i d s e b e g i n i j u g a s e r i n g k a l i

c e p a t b o s a n d e n g a n t e k n i k penyampaian pelajaran oleh guru-guru yang tidak membangkitkan minat murid untuk

belajar. Kanak-kanak ini juga mudah terpengaruh dengan rakan sebaya dan persekitaranyang tidak sihat ditambah pula dengan sikap sambil lewa mereka dalam pelajaran.Murid juga menjadi tidak berminat untuk belajar apabila peraturan dan disiplin sekolahyang ketat dan berbeza dengan kawalan di rumah. Jika di rumah mereka bebasmelakukan apa sahaja yang mereka suka tanpa disiplin yang ketat. Mereka akanmemberontak dan tidak mahu dan tidak berminat untuk belajar.Mereka juga tidak boleh membaca dengan betul dan mengalami kekekokan semasamenulis pada peringkat sekolah rendah. Keadaan ini secara tidak langsung akanmenyebabkan murid ini tidak berminat belajar dan ketinggalan dalam pelajaran. Merekalebih suka membuat bising di dalam kelas untuk mendapatkan perhatian daripada gurudan tidak mahu membuat kerja yang diberikan oleh guru kerana tidak faham.Murid sebegini juga kurang keyakinan diri. Mereka akan cuba menolak diri daripadamelakukan aktiviti yang dijalankan di dalam kelas. Hal ini berlak kerana mereka merasadiri mereka sangat lemah dan tidak mampu untuk melakukan setiap aktiviti yang dibuatdi dalam kelas. Mereka lebih suka bermain dan mengganggu rakan di dalam kelas.

3. TAKUT DENGAN PEPERIKSAAN

Semasa kanak-kanak berada diperingkat sekolah rendah, mereka biasanya takutmenghadapi peperiksaan. Apabila mereka meningkat ke sekolah menengah, perasaantersebut makin berkurangan oleh sebab mereka sudah biasa dengan peperiksaan.Ketakutan ini timbul disebabkan kanak-kanak tidak berasa yakin kepada diri sendiri.Oleh itu, mereka tidak dapat menjawab soalan-soalan dalam peperiksaan dengan baik.Ketakutan ini akan bertambah lagi sekiranya guru memberi markah yang rendah setiapkali ujian diadakan dan mereka akan berasa malu dengan keupayaan yang ditunjukkanitu. Keadaan ini menyebabkan kanak-kanak akan membina sikap negatif terhadap sesuatuujian dan peperiksaan. Mereka menganggap peperiksaan bukannya membantu merekadalam pelajaran sebaliknya menjejaskan kemajuan mereka. Kanak-kanak yang takutmenghadapi peperiksaan biasanya disebabkan olen tidak tahu apa yang hendak diulangkaji, ini kerana tahap mereka begitu lemah dan tidak memahami pelajaran.Mereka juga lemah dalam kebanyakan pelajaran kerana seringkali tidak memberikan perhatian terhadap apa yang diajar oleh guru.

4. PENYESUAIAN DIRI SEWAKTU DI DALAM KELAS

Murid-murid ini selalunya tidak dapat menyesuaikan diri di dalam kelas. Mereka tidak yakin untuk melibatkan diri dengan aktiviti yang dilakukan di dalam kelas. Merekalambat untuk memahami setiap arahan yang diberikan oleh guru.Definisi penyesuaian oleh Mustafa Haji Musa dan rakan-rakan (1991,hal.53) ialah bermaksud melawan atau menentang sesuatu keadaan. Sekiranya seseorang

telah dapatmenyesuaikan diri dengan sesuatu keadaan, ini bermakna mereka telah dapat menentangkeadaan tersebut dengan jayanya. Murid-murid sebegini selalunya menunjukkan sifat-sifat runsing seperti termenung, menangis, sedih dan tidak aktif. Mereka tidak dapatmemberikan respon yang baik pada setiap pengajaran yang disampaikan oleh guru.Mereka sering takut apabila mengahadapi rakan sebaya dan guru-guru kerana tidak yakindengan diri sendiri kerana menganggap bahawa setiap apa yang mereka lakukan adalah

salah. Mereka juga selalu melakukan perbuatan salah dengan melanggar peraturan yangtelah ditetapkan oleh pihak sekolah kerana mereka tidaka faham dengan arahan-arahanyang diberikan. Sewaktu di dalam kelas pula, mereka tidak dapat membuat latihandengan baik seperti yang diberikan oleh guru-guru. Mereka tidak dapat memahami apayamg perlu mereka lakukan dan tidak faham arahan yang diberikan oleh guru. Murid-murid ini juga mudah menarik diri daripada interaksi sosial. Mereka tidak banyak bergauldengan rakan-rakan dan guru, mereka tidak dapat menyesuaikan diri mereka apabilamereka berada di kalangan rakan-rakan dan guru-guru. Keadaan ini menyebabkanmereka tidak mendapat banyak pendedahan dan pengalaman. Mereka lebih suka pontengsekolah daripada mengahdiri sekolah kerana tidak dapat menyesuaikan diri di dalamkelas.

5. SUSAH MENGINGAT PELAJARAN YANG LEPAS

Kanak-kanak yang susah mengingati pelajaran yang telah diajar oleh guru biasanyadikaitkan dengan lupa dan tidak faham apa yang telah diterima. Boleh dikatakan semuamanusia tidak kira cerdik atau lemah mengalami gangguan ingatan atau lupa kepada apayang sudah diterima atau diingat sebelum itu.Kanak-kanak yang mengalami masalah ini selalunya disebabkan oleh perkara yangdipelajari terlampau lama menjadikan kanak-kanak ini bosan dan tidak mahu mendengar pengajaran guru. Terdapat juga murid yang mempunyai perasaan takut atau menghadapikecemasan. Terdapat juga penindihan ke atas penyimpana di mana murid terpaksamengingat banyak perkara sehingga mereka tidak mahu mengingat apa-apa lagi.Mereka juga lemah kemahiran mengdengar, mereka tidak apat menyimpan apa yang telahmereka pelajari dan menyebabkan mereka menganggap sia-sia sahaja mendengar pengajaran oleh guru dan lebih berminat melakukan perkara-perkara lain seperti bermaindan mengusik rakan-rakan.Kanak-kanak ini juga tidak faham tentang apa yang dipelajari, maka pelajaran yang telahdipelajari tidak dapat disimpan dalam kotak fikiran mereka. Mereka seringkalidiselubungi oleh perasaan negatif. Mereka sentiasa memikirkan bahawa apa yang mereka pelajari amat sukar sehingga tidak mahu mengingat semua pengajaran. Mereka lebih suka bermain di dalam kelas, mengganggu rakan, bising di dalam kelas, tidak memberikan perhatian yang menjadi penyebab utama mereka sukar mengingat pelajaran yang lepas