bahan ajar baru d4 2014 terbaru

150
TINJAUAN MATA KULIAH 8. Jadwal Pembelajaran Pertemua n ke- Pokok Bahasan Bacaan 1 Penjelasan tentang kontrak pembelajaran, GBRP dan SAP mata kuliah Pendidikan Agama Islam 2 Agama dan Ruang Lingkupnya 3 Keimanan dan Implementasinya 4 Konsep Manusia Menurut Islam 5 Quis I 6 Hukum dan HAM dalam Islam 7 Akhlak, Moral dan Etika 8 Ujian Tengah Semester 9 Iptek dan Seni dalam Islam 10 Kerukunan Hidup Antar Umat Beragama 11 Quis II 12 Masyarakat madani dan Kesejahteraan Umat 13 Sistem Kebudayaan Islam 14 Sistem Politik Islam dan Demokrasi 15 Quis III/ Tutup pembelajaran BAB I A G A M A 1

Upload: andi-besse-cayyah

Post on 18-Nov-2015

35 views

Category:

Documents


3 download

DESCRIPTION

hmmm dari pak tang

TRANSCRIPT

TINJAUAN MATA KULIAH8. Jadwal Pembelajaran

Pertemuan ke-Pokok BahasanBacaan

1Penjelasan tentang kontrak pembelajaran, GBRP dan SAP mata kuliah Pendidikan Agama Islam

2Agama dan Ruang Lingkupnya

3Keimanan dan Implementasinya

4Konsep Manusia Menurut Islam

5Quis I

6Hukum dan HAM dalam Islam

7Akhlak, Moral dan Etika

8Ujian Tengah Semester

9Iptek dan Seni dalam Islam

10Kerukunan Hidup Antar Umat Beragama

11Quis II

12Masyarakat madani dan Kesejahteraan Umat

13Sistem Kebudayaan Islam

14Sistem Politik Islam dan Demokrasi

15Quis III/ Tutup pembelajaran

BAB I

A G A M A

Ajaran agama samawi yang telah diturunkan Allah melalui perantaraan rasul-Nya sangat dibutuhkan manusia sebagai pedoman hidupnya. Karena itu, sebagai mahasiswa perlu memahami ajaran agama yang dianutnya. Dalam bab pertama akan dibahas tentang: 1) Agama dan Raung Lingkupnya, 2) Pentingnya Agama Bagi Manusia, dan 3) Agama Islam dan Ruang lingkupnya. Untuk jelasnya, perhatikan uraian berikut ini.

1.1. Agama dan Ruang LingkupnyaMasyarakat Indonesia mengenal kata agama, religi, dan din. Gazalba (1975) dan Ali (2002) mengatakan: kata agama, berasal dari bahasa Sangsekerta yaitu: Gam, diawali dan diakhiri dengan huruf a sehingga dibaca a-gam-a (Bahasa Indoensia), kadang diawali dengan u diakhiri dengan a sehingga dibaca u-gam-a (Bahasa Jawa), kadang pula diawali dengan huruf i dan berakhiran dengan huruf yang sama, sehingga dibaca i-gam-a (Bahasa Melayu) yang kesemuanya berarti pergi, diwarisi turun temurun, tetap di tempat, tidak kacau. Disamping itu, kata agama bermakna Jalan, peraturan, tatacara, upacara. Kata Agama dalam Bahasa Arab dan dalam Al-quran disebut Din yang diulang 92 kali. Asal usul kata Din mengandung pengertian menguasai, ketaatan dan balasan.Dalam Kamus An English Readers Dictionary, A. S Homby dan Parnwell(1989) mengartikan Religi sebagai berikut:a. Belief in God as creatorand control, of the universe (Percaya kepada tuhan sebagai pencipta dan pengatur alam semesta).b. System of faith and worship based on such be life (Sistem iman dan penyembahan didasarkan atas kepercayaan tertentu).Pengertian agama dari segi istilah menurut Nasution (1978) adalah sebagai berikut:1. Pengakuan terhadap adanya hubungan manusia denga kekuatan gaib yang harus dipatuhi2. Pengakuan terhadap addanya kekuatan gaib yang mempengaruhi manusia.3. Mengikatkan diri pada suatu bentuk hidup yang mengandung pengakuan pada suatu sumber yang berada di luar diri manusi dan yang mempengaruhi perbuatan-perbuatan manusia.4. Kepercayaan pada suatu kekuatan gaib yng menimbulkan cara hidup tertentu5. Suatu sistem tingkah laku yang berasal dari suatu kekuatan gaib.6. Pemujaanan terhadap adanya kekuatan gaib yang timbul dari perasaan lemah dan perasaan takut terhada kekuatan miterius yang terdapat dalam alam sekitar manusia.7. Ajaran-ajaran yang diwahyukan Tuhan kepada manusia melalui seorang rasul.Dari beberapa pengertian agama di atas dapat disimpulkan bahwa ruang lingkup agama meliputi unsur kepercayaan atau keyakinan, tatacara peribadatan, dan mengatur nilai hubungan manusia dengan Tuhan secara verftikal dan hubungan manusia dengan manusia secara horisontal. Karena itu, manusia hidup bergama sangat penting agar hidup dan kehidupannya teratur dengan baik, aman dan damai serta sejahtera.Freud (dalam Tim Dosen Agama Islam Brawijaya, semarang, 2006: 1) memandang bahwa agama berasal dari ketidakmampuan manusia menghadapi kekuatan yang ada di luar dan di dalam diri dan harus menghadapi atau mengatur dengan bantuan kekuatan lain yang efektif. Sementara Carl Gustav Jung salah seorang murid Freud, dipandang sebagai orang yang memihak agama berpendapat bahwa hakekat dan pengalaman keagamaan adalah ketundukan kepada kekuatan yang lebih tinggi dari pada kekuatan sendiri.Agama dalam pandangan sosiolog misalanya mengatakan bahwa agama adalah sustu kesatuan sistem kepercayaan dan pengalaman terhadap sesuatu yang sakral. Lebih auh Auguste Comte selanjutnya ditulis Comte (1778-1857) melihat agama sebagai persoalan yang ada di kalangan masyarakat primitif yang kemudian meningkat kepada taraf positif artinya tingkatan ilmu pengetahuan (Sains) yang di dalamnya manusia tidak lagi suka memikirkan apa yang tidak dapat mereka cobakan, akan tetapi manusia membatasi dan mendasarkan pengetahuannya kepada apa yang dapat dilihat, diukur, dan dibuktikan. Jelasnya, Islam memberikan pengertian agama bahwa suatu ketentuan ketuhanan yang wajib diikuti dan diterapkan manusia dalam hidupnya untuk mendapatkan kebahagiaan hidup di dunia dan di akhirat kelak.Dilihat dari sifat dan sumbernya agama dapat dikelompokkan menjadi dua, yaitu agama samawi (Agama Islam) dan agama ardi (Kristen, Hindu dan Budha).

1.2 Pentingnya Agama Bagi ManusiaIslam memandang agama sebagai kebutuhan dasar bagi manusia sebagai makhluk ciptaan Allah dalam menjalankan tugas dan amanah yang diberikan Allah kepadanya (Syihab, 2007). Karena itu, manusia tidak dapat hidup dengan selamat, tentram, damai tanpa agama. Muhammad Daud Ali (2002) mengatakan bahwa agama, sangat perlu bagi manusia terutama bagi orang yang berilmu, apapun disiplin ilmunya. Muslimin Nurdin selanjutnya ditulis Nurdin dan kawan-kawan (1993) mengatakan bahwa agama bagi manusia merupakan kebutuhan alamiah, kebutuhan fitriah. Berbagai pemikiran mengenai kefitrian agama, misalnya Einstein mengatakan bahwa sifat sosial manusialah yang pada giliirannya merupakan salah satu faktor pendorong terwujudnya agama.Agama bagi manusia sangat penting, dalam buku Daras Pendidikan Agama Islam (Tim Dosen PAI Brawijaya Malang, 2006) disebutkan bahwa agama berfungsi sebagai: sumber moral, petunjuk kebernaran, sumber informasi tentang maslah metafisika dan bimbingan rohani baik dikala suka maupun duka. Perhatikan uraian berikut ini.

1. Agama sebagai Sumber MoralManusia memerlukan akhlak atau moral dalam kehidupannya agar mereka berbeda dengan binatang. Ketika manusia membinatang maka ketika itu sangat berbahaya terhadap lingkungannya, bahkan Alquran menyebutnya bahwa ketika manusia berperilaku kasar, kejam, memaksakan kehendak kepada orang lain, menzalimi orang lain adalah bintang bahkan lebih sesat daripada binatang.Tanpa moral kehidupan manusia akan kacau balau, baik kehidupan individu maupun kehidupan berbangsa, bernegara dan bermasyarakat. Karena itu manusia wajib bermoral yang baik dan terpuji. Rasulullah saw. Bersabda bahwa Sebaik-baik manusia ialah paling baik akhlaknya. Pepatah Arab mengatakan, yang artinya: Keberadaan suatu bangsa ditentukan oleh akhlak. Jika akhlak mereka lenyap, akan klenyap pulalah bangsa itu.Kebenaran ucapan Ahmad Syauqi ini telah berulang kali terbukti dalam sejarah. Karena hancurnya morallah, maka menjadi hancur berbagai umat di masa nabi-nabi dulu, seperti kaum Ad (umat Nabi Hud), kaum Tsamud (umat Nabi Shaleh), penduduk Sodom (umat Nabi Luth), penduduk Madyan (umat Nabi Syuaib) dan lain sebagainya.Dlam kehidupan seringkali moral melebihi peranan ilmu, sebab ilmu ada kalanya merugikan. Kemajuan ilmu dan teknologi mendorong manusia kepada kebiadaban, demikian dikatakan oleh Alexis Carrel, seorang sarjana Amerika penerima hadiah Nobel 1948 (Idris, 1979).Sekarang di mana moral yang sangat penting bagi manusia ini dapat diperoleh? Moral dapat digali dan diperoleh dalam agama, karena agama adalah sumber moral, bahkan moral paling tangguh. Nabi Muhammad SAW diutus tidak lain juga untuk membawa misi moral, yaitu untuk menyempurnakan akhlak yang mulia.W.M. Dixon, dalam The Human Situation menulis: Sekurang-kurangnya kita boleh percaya bahwa agama yang benar ataupun salah, dengan ajarannya percaya kepada Tuhan dan kehidupan akhirat yang akan datang, secara keseluruhannya kalau tidak satu-satunya, merupakan dasar yang paling kuat bagi moral.Dari tulisan Dixon di atas ini dapat dipahamii bahwa agama merupakan sumber dan dasar (paling kuat) bagi moral, karena agama mengajarkan kepercayaan kepada Tuhan dan kehidupan akhirat. Pendapat Dixon ini memang betul. Kalau seseorang percaya bahwa Tuhan itu ada, dan Tuhan yang ada itu Maha Mengatahui segala tingkah laku manusia yang kemudian memberikan balasan bagi tiap orang yang sesuai dengan amal yang dikerjakan, maka keimanan yang seperti ini merupakan sumber yang tidak kering-keringnya bagi moral. Itulah sebanya Rasulullah SAW menegaskan:Orang mukmin yang paling sempurna imannya ialah yang paling baik akhlaknya (H.R. Tirmidzi).Agama sebagai sumber moral tidak hanya karena agama mengajarkan iman kepada Tuhan dan kehidupan akhirat, melainkan juga karena adanya perintah dan adanya larangan dalam agama. Agama sesungguhnya adalah himpunan perintah dan larangan Tuhan. Adalah kewajiban manusia untuk taat terhadap semua perintah dan larangan Tuhan ini. Dari sinilah kemudian juga lahir moral. Sebab apa yang diperintahkan oleh Tuhan selalu yang baik-baik dan apa yang dilarang-Nya selalu yang buruk-buruk.Dapat disimpulkan, bahwa pentingnya agama dalam kehidupan disebabkan oleh sangat diperlukannya moral oleh manusia, padahal moral bersumber dari agama. Agama menjadi sumber moral, karena agama mengajarkan iman kepada Tuhan dan kehidupan akhirat, serta karena adanya perintah dan larangan dalam agama.

2. Agama sebagai Petunjuk KebenaranManusia adalah makhluk berakal, bahkan juga makhluk tukang bertanya. Apa saja dipertanyakan oleh manusia dengan akalnya, untuk diketahui. Dari akal lahirlah ilmu dan filsafat. Dengan ilmu dan filsafat ini makin besarlah keinginan manusia untuk mengetahui segala sesuatu dan makin besar kemampuannya untuk itu.Salah satu hal yang ingin diketahui oleh manusia adalah apa yang bernama kebenaran. Ini adalah masalah besar dan menjadi tanda tanya besar bagi manusia sejak zaman dahulu kala. Apa kebenaran itu, dan di mana dapat diperoleh? Manusia dengan akal, dengan ilmu dan filsafatnya ingin mengetahui dan mencapainya. Dan yang menjadi tujuan ilmu dan filsafat tidak lain adalah untuk mencari jawab atas tanda tanya besar ini, yaitu masalah kebenaran.Tetapi sayang, sebegitu jauh usaha ilmu dan filsafat untuk mencapai kebenaran tidak membawa hasil seperti yang diharapkan. Kemampuan ilmu dan filsafat hanyalah sampai kepada kebenaran relatif (nisbi), padahal kebenaran relatif (nisbi) bukanlah kebenaran yang sesungguhnya. Kebenaran yang sesungguhnya adalah kebenaran mutlak dan universal, yaitu kebenaran yang sungguh-sungguh benar, absolut, dan berlaku untuk semua orang. Kebenaran yang dimaksud ialah kebenaran mutlak.Tampaknya sampai kapan pun masalah kebenaran akan tetap menjadi misteri bagi manusia, kalau saja manusia hanya mengandalkan alat yang bernama akal, atau ilmu atau juga filsafat. Sebab, seperti yang dikatakan oleh Demokritos (460-360), Kebenaran itu dalam sekali letaknya, tidak terjangkau semuanya oleh manusia (Hatta, 1959).Penganut Sofisme, yaitu aliran baru dalam filsafat Yunani yang timbul pada pertengahan abad ke 5 menegaskan pula, Kebenaran yang sebenar-benarnya tidak tercapai oleh manusia (Hatta, 1957). Bertrand Russel, selanjutnya ditulis Russel seorang filosuf Inggris termasyhur juga berkata: Apa yang tidak sanggup dikerjakan oleh ahli ilmu pengetahuan ialah menentukan kebajikan (haq dan batil). Segala sesuatu yang berkenaan dengan nilai-nilai adalah di luar bidang ilmu pengetahuan (Fachruddin, 1966).Sekarang, bagaimana manusia mesti mencapai kebenaran? Sebagai jawaban atas pertanyaan ini Allah SWT telah mengutus para Nabi dan Rasul di berbagai masa dan tempat, sejak Nabi pertama yaitu Adam sampai dengan Nabi terakhir yaitu Nabi Muhammad SAW. Para Nabi dan Rasul ini diberi wahyu dan agama untuk disampaikan kepada manusia. Wahyu atau agama inilah agama Islam, dan ini pula sesungguhnya kebenaran yang dicari-cari oleh manusia sejak dulu kala, yaitu kebenaran yang mutlak dan universal. Tinggallah kewajiban manusia untuk beriman dan patuh terhadap agama kebenaran ini. Allah SWT berfirman (tulis ayatnya):Sesungguhnya telah kami turunkan Al-Kitab kepadamu dengan membawa kebenaran, agar kamu memberi kepastian hukum di antara manusia dengan apa yang telah ditunjukkan oleh Allah kepadamu (Al-Nisa: 105).Dan firmannya pula (tulis ayatnya):Kebenaran itu adalah dari Tuhanmu, maka janganlah sekali-kali kamu termasuk orang-orang yang ragu (Al-Baqarah: 147).Dapat disimpulkan, bahwa agama sangat penting dalam kehidupan karena kebenaran yang gagal dicari-cari oleh manusia sejak dulu kala dengan ilmu dan filsafatnya, ternyata apa yang dicarinya itu terdapat dalam agama. Agama adalah petunjuk kebenaran. Bahkan agama itulah kebenaran, yaitu kebenaran yang mutlak dan universal. Itulah agama Islam!

3.Agama sebagai Sumber Informasi MetafisikaTelah disebutkan di muka, bahwa manusia itu makhluk tukang bertanya. Apa saja dipertanyakan untuk diketahui. Arnold Toynbee, selanjutnya ditulis memperkuat pernyataan ini. Menurut ahli sejarah Inggris kenamaan ini, bahkan tabir rahasia alam semesta juga ingin disingkap oleh manusia. Dalam bukunya An historians approach to religion dia menulis, Tidak ada satu jiwa pun akan melalui hidup ini tanpa mendapat tantangan-rangsangan untuk memikirkan rahasia alam semesta.Lebih dari itu, bahkan rahasia metafisika juga termasuk hal yang ingin disingkap oleh manusia. Padahal masalah metafisika ialah masalah gaib seperti hidup sesudah mati (akhirat). Tuhan, surga, neraka, atau hal-hal lain yang di balik alam nyata ini. Misalnya persoalan, kalau nyawa bercerai dari badan, kemana gerangan sang nyawa itu pergi? Lelakon apa kira-kira yang bakal dialaminya? Bagaimana sebenarnya keadaan alam akhirat yang serba gaib itu? Masalah-masalah pelik penuh misteri ini ingin diketahui oleh manusia.Tetapi kenyataan menunjukkan, kalau manusia hanya mengandalkan akalnya (bahkan dengan ditambah ilmu dan filsafat sekalipun) semua persoalan metafisika tersebut tidak akan dapat diketahui. Manusia hanya bisa mengkhayal, atau paling tinggi menduga-duga dan tidak pernah mampu mengatahui perkara yang gaib tersebut dengan yakin. Soalnya, semua persoalan metafisika yang serba gaib itu, memang sudah bukan lagi wilayah kemampuan akal. Ilmu apa pun (hasil akal) menjadi lumpuh memasuki wilayah tersebut, sebab memang bukan lagi daerah wewenangnya. Firman Allah SWT (tulis ayatnya):Katakan: tidak ada seorang pun di langit dan di bumi yang mengetahui hal yang gaib, kecuali Allah (Al-Naml: 65).Ibnu Khaldun, dalam kitab Muqaddimahnya menulis, Akal adalah sebuah timbangan yang tepat, yang catatan-catatannya pasti dan bisa dipercaya. Tetapi mempergunakan akal untuk menimbang hakikat dari hal-hal yang berkaitan dengan keesaan Tuhan, atau hidup sesudah mati, atau sifat-sifat Tuhan, atau hal-hal lain yang di luar lingkungan akal, adalah laksana mencoba mempergunakan timbangan tukang emas untuk menimbang gunung. Ini tidak berarti bahwa timbangannya itu sendikit kurang tepat. Soalnya, akal mempunyai batas-batas yang membatasinya.Herbert Spencer, seorang filosuf (w. 1903), berkata: Ilmu alam memberitahu kepada kita, bahwa untuk kita ada batas yang ditentukan, yang tidak boleh kita lampaui dalam soal-soal ilmu. Kita tidak boleh melangkah melewati batas itu untuk mengenal sebab-sebab yang pertama (yang dimaksud ialah Tuhan) dan bagaimana hakikatnya.Sehubungan dengan itu persoalan yang menyangkut metafisika masih gelap bagi manusia dan belum mendapat penyelesaian. Semua tanda tanya tentang hal itu tidak terjawab oleh akal manusia, oleh ilmu dan filsafatnya. Padahal sejak dulu kala manusia telah tergoda untuk menyingkap dan mengetahuinya.Sesungguhnya persoalan metafisika sudah masuk wilayah agama atau iman, dan hanya Allah saja yang mengetahuinya. Dan Allah Yang Maha Mengetahui perkara yang gaib ini dalam batas-batas yang dipandang perlu telah menerangkan perkara yang gaib tersebut melalui wahyu atau agama-Nya. Dengan demikian agama adalah sumber informasi tentang metafisika, dan karena itu pula hanya dengan agama manusia dapat mengetahui persoalan metafisika. Dengan agamalah dapat diketahui hal-hal yang berkaitan dengan alam arwah, alam barzah, alam akhirat, surga dan neraka, Tuhan dan sifat-sifat-Nya, dan hal-hal gaib lainnya.Dapat disimpulkan bahwa agama sangat penting bagi manusia (dan karena itu sangat dibutuhkan), karena manusia dengan akal, dengan ilmu atau filsafatnya tidak sanggup menyingkap rahasia metafisika. Hal itu hanya dapat diketahui melalui agama.

4. Agama sebagai Pembimbing Rohani ManusiaHidup manusia di dunia yang fana ini kadang-kadang suka tetapi kadang-kadang juga duka. Ketahuilah, dunia bukanlah surga, tetapi juga bukan neraka. Jika dunia itu surga, tentulah hanya kegembiraan yang ada, dan jika dunia itu neraka tentulah hanya penderitaan yang terjadi. Kenyataan menunjukkan, bahwa kehidupan dunia adalah rangkaian dari suka dan duka yang silih berganti. Firman Allah SWT (tulis ayatnya):Setiap jiwa pasti akan merasakan kematian, dan Kami coba kalian dengan keburukan dan kebaikan sebagai suatu ujian... (Al-Anbiya: 35).Terjadinya suka atau duka yang mewarnai kehidupan dunia ini, sebabnya banyak dan bermacam-macam. Tetapi dalam garis besarnya menurut ayat di atas, karena manusia diberi cobaan Tuhan dengan keburukan dan kebaikan. Dan hal itu dimaksudkan sebagai ujian bagi manusia dalam menghadapi cobaan tersebut, yakni cobaan duka karena ditimpa sesuatu yang buruk atau cobaan suka karena memperoleh sesuat yang baik.Dalam masyarakat, seringkali terjadi orang salah mengambil sikap menghadapi cobaan suka dan duka ini. Misalnya di kala suka, orang mabuk kepayang dan lupa daratan. Bermacam karunia Tuhan yang ada padanya tidak mengantarkan dia kepada kebaikan tetapi malah membuat dia jahat. Qorun yang hidup di masa Nabi Musa adalah contoh orang yang seperti ini. Sewaktu miskin, dia patuh beragama, tetapi sewaktu kaya raya ia jahat dan memusuhi Nabi Musa. Salabah yang hidup di zaman Nabi Muhammad SAW juga bertingkah demikian. Sewaktu miskin ia rajin beribadah, tetapi setelah menjadi perternak besar ia tinggalkan ibadahnya bahkan ia juga menolak membayar zakat ternaknya.Sikap yang salah juga sering dilakukan orang sewaktu dirundung duka. Misalnya misalnya hanyut dalam himpitan kesedihan yang berkepanjangan. Padahal dari sikap yang keliru ini dapat timbul gangguan kejiwaan, yang disebut depresi yang gejala-gejalanya berupa murung, lesu, hilang gairah hidup, merasa tidak berguna dan putus asa. Menurut data yang dikumpulkan oleh WHO (World Health Organization), diperkirakan 100 juta penduduk dunia dewasa ini mengalami depresi. Dan konon, dari jumlah ini sekitar 800.000 penderita adalah orang-orang Indonesia. Depresi adalah penyebab utama tindakan bunuh diri, dan tindakan ini menempati urutan keenam dan penyebab utama kematian di Amerika Serikat (Kompas, 1 November 1988).Bagaimana sikap yang benar menghadapi suka dan duka? Jawaban atas pertanyaan ini terkandung dalam sabda Rasulullah SAW:Betapa menakjubkan keadaan orang yang beriman. Sesungguhnya keadaan orang yang beriman itu semuanya serba baik, dan yang demikian itu tidak terjadi kecuali hanya pada orang yang beriman. Yakni, jika ia memperoleh sesuatu yang menggembirakan dia bersyukur dan syukur adalah baik baginya. Dan jika ia ditimpa sesuatu yang menyedihkan dia bersabar dan sabar juga baik baginya. (H.R. Muslim).Dengan sabdanya ini, Nabi mengajarkan, hendaknya orang beriman bersyukur kepada Allah pada waktu memperoleh sesuatu yang menggembirakan. Dan tabah atau sabar pada waktu ditimpa sesuatu yang menyedihkan. Bersyukur di kala suka dan sabar di kala duka inilah sikap mental yang hendaknya selalu dimiliki oleh orang beriman. Dengan begitu hidup orang beriman selalu stabil, tidak ada goncangan-goncangan, bahkan tentram dna bahagia, inilah hal yang menakjubkan dari orang beriman seperti yang dikatakan oleh Nabi. Keadaan hidup seluruhnya serba baik.1.3. Agama Islam dan Ruang LingkupnyaIslam berasal dari kata aslama-yuslimu yang berarti menyerah, tunduk, dan damai. Secara bahasa, Islam mengandung makna umum, bukan hanya nama dari suatu agama. Ketundukan, ketaatan dan kepatuhan merupakan makna Islam. Ini berarti segala sesuatu yang tunduk dan patuh terhadap kehendak Allah adalah Islam. Menurut Al-Quran, Islam adalah agama yang ajaran-ajarannya diberikan Allah kepada masyarakat manusia melalui para Rasul-Nya. Jadi, Islam adalah agama Allah yang dibawa oleh para nabi pada setiap zamannya yang berakhir dengan kenabian Muhammad SAW. Penamaan agama Islam bagi para nabi didasarkan kepada firman Allah (tulis ayatnya):Katakanlah (hai orang-orang mumin): Kami beriman kepada Allah dan kepada apa yang diturunkan kepada kami dan yang diturunkan kepada Ibrahim, Ismail, Ishak, Yakub serta anak cucunya dan kepada apa yang telah diturunkan kepada Musa, Isa dan para Nabi dari Tuhan mereka dan kami hanya berserah diri kepada-Nya. (Al-Baqarah: 136).Dan pada ayat lain disebutkan tentang ucapan Nabi Nuh (tulis ayatnya):Jika kamu berpaling (dari peringatanku), aku tidak meminta upah sedikitpun dari padamu. Upahku tidak lain hanyalah dari Allah belaka, dan aku disuruh supaya aku termasuk golongan orang-orang yang berserah diri (kepada-Nya). (Yunus: 72).Mengenai Nabi Ibrahim, Allah SWT berfirman (tulis ayatnya):Ketika Tuhannya berfirman kepadanya: Tunduk patuhlah! Ibrahim menjawab: Aku tunduk patuh kepada Tuhan semesta alam. (Al-Baqarah: 131).Dan Allah berfirman dalam mengisahkna Yusuf (tulis ayatnya)Ya Tuhanku, sesungguhnya Engkau telah menganugerahkan kepadaku sebagian kerajaan dan telah mengajarkan kepadaku sebagian tabir mimpi. (Ya Tuhan) Pencipta langit dan bumi, Engkaulah Pelindungku di dunia dan di akhirat, wafatkanlah aku dalam keadaan Islam dan gabungkanlah aku dengan orang-orang yang saleh. (Yusuf: 101).Berkenaan dengan Nabi Musa Allah berfirman (tulis ayatnya):Dan Musa berkata: Hai Kaumku, jika kamu beriman kepada Allah, maka bertawakkallah kepadaNya saja, jika kamu benar-benar orang yang berserah diri;. (Yunus: 84).Tentang Nabi Isa Al-Quran mencatat (tulis ayatnya):Maka tatkala Isa mengetahui keingkaran dari mereka (Bani Israil) berkatalah dia: Siapakah yang akan menjadi penolong-penolongku untuk (menjalankan agama) Allah?. Para hawariyyin (sahabat-sahabat setia) menjawab: Kamilah penolong-penolong (agama) Allah. Kami beriman kepada Allah dan saksikanlah bahwa sesungguhnya kami adalah orang-orang yang berserah diri. (Ali Imran: 52).Allah mengutus Rasul penutup pembawa agama Islam, yaitu Nabi Muhammad SAW, sebagaimana firman-Nya (tulis ayatnya):Sesungguhnya Kami telah memberikan wahyu kepadamu sebagaimana Kami telah memberikan wahyu kepada Nuh dan nabi-nabi setelahnya, dan Kami telah memberikan wahyu (pula) kepada Ibrahim, Ismail, Ishak, Yakub, dan anak cucunya, Isa, Ayyub, Yunus, Harun dan Sulaiman. Dan Kami berikan Zabur kepada Daud. Dan (Kami telah mengutus) rasul-rasul yang sungguh telah Kami kisahkan tentang mereka kepadamu. Dan Allah telah berbicara kepada Musa dengan langsung. (Mereka Kami utus) selaku rasul-rasul pembawa berita gembira dan pemberi peringatan agar tidak ada alasan bagi manusia menbantah Allah sesudah diutusnya rasul-rasul itu. Dan adalah Allah Maha Perkasa lagi Maha Bijaksana. (Al-Nisa: 163-165).Dari rangkaian ayat di atas dipahami bahwa agama Islam adalah agama yang diturunkan Allah kepada manusia melalui Nabi Muhammad SAW. Jadi Islam dalam pengertian yang paling baru dan sempurna merupakan ajaran dan wahyu Allah yang diturunkan kepada Nabi Muhammad SAW.Ajaran Islam bersifat universal dan berlaku setiap zaman. Keabadian dan keaktualan Islam telah dibuktikan sepanjang sejarahnya, di mana setiap kurun waktu dan perkembangan peradaban manusia senantiasa dapat dijawab dengan tuntas oleh ajaran Islam melalui Al-Quran sebagai landasannya. Keuniversalan konsep Islam merupakan jawaban terhadap keterbatasan manusia dan pemikirannya yang temporal dan parsial. Karena keparsialan ini muncullah kekurangan dan dari ketemporalan lahirlah kegoyahan yang menuntut perubahan-perubahan. Keuniversalan Islam membebaskan Islam dari berbagai kekurangan dan kelemahan yang lebih membuktikan akan kebenarannya.Keuniversalan ajaran Islam pada hakekatnya terwujud dari hal yang paling mendasar dan pokok dari seluruh konsep Islam, yaitu keyakinan akan keesaan Allah atau tauhidullah. Konsep tauhidullah adalah konsep khas Islam dan menjadi azas yang paling esensial dalam seluruh sistem Islam yang dapat melahirkan jiwa kaum muslimin merdeka dari intervensi, penekanan, dan intimidasi manusia lain. Ia merupakan nilai dan etos yang membentuk sikap jiwa yang bebas dan kreatif dalam menunaikan tugas kemanusiaannya. Dalam pada itu tauhid melahirkan pula ketundukan, kepasrahan, dan ketaatan tanpa reserve terhadap undang-undang dan peraturan-peraturan Allah.Dari tauhidullah ini lahir pula konsep Islam selanjutnya berupa integralitas dan kesempurnaan. Dalam konsep ini berarti Islam tidak membutuhkan penyempurnaan atau penambahan dari luar, karena ia adalah ciptaan Allah sehingga akan sesuai dengannya apapun yang diciptakan Allah, termasuk di dalamnya manusia sebagai sasaran dari konsep Islam. Penolakan terhadap konsep Islam berarti pengingkaran terhadap nilai dan makna kemanusiaannya.Tauhidullah melahirkan prinsip keseimbangan dan harmoni, yaitu mencakup kehidupan hari ini dan hari esok (dunia dan akhirat), memberikan pemenuhan kebutuhan jasmani sekaligus kebutuhan rohani, memberi perhatian terhadap individu maupun sosial, dan mencakup hubungan manusia dengan Allah dan manusia dengan makhluk lainnya termasuk dengan lingkungannya. Aspek-aspek yang berkenaan dengan hidup dalam bentuk nilai dan norma Islam disebut syariat.Tujuan syariat Islam yang sangat menonjol adalah meneguhkan nilai-nilai kemanusiaan yang sehat, agar tercipta hak yang menjamin kebahagiaan di dunia dan akhirat. Dengan demikian tujuan yang dibimbing oleh syariat Islam bukan hanya tujuan yang bersifat sementara, tetapi suatu tujuan akhir (ultimate goal) berupa kebahagiaan yang abadi yang dipenuhi kebaikan di akhirat. Dengan dmeikian di dalam konsep Islam kematian adalah pembuka ke arah kebaikan dan bukan suatu tragedi yang perlu ditakutkan. Jadi kehidupan dalam Islam menyimpan optimisme menyambut masa depan dengan penuh harapan, karena tertanamnya keimanan.Syariat Islam yang datang dari Allah itu ditujukan kepada manusia, makhluk Allah. Karena sumber syariat adalah Allah, maka realisasi syariat Islam dalam kehidupan manusia telah terencana dengan sempurna sebagai perbuatan yang mampu dilakukan manusia, karena kapasitas kemanusiaannya telah disesuaikan dengan beban dan bobot syariat. Di sini Islam dapat lebih dipahami sebagai ajaran yang sesuai dengan atribut kemanusiaan. Karena itu, tidak heran jika syariat Islam sesuai dengan kodrat kemanusiaannya dan tidak ada satupun ajaran syariat Islam yang menafikan kodrat tersebut. Dengan demikian penolakan manusia terhadap syariat Islam merupakan penolakan manusia terhadap kodrat asasi dirinya sendiri sebagai manusia.Konsep Islam berhubungan dengan realitas-realitas nyata dan meyakinkan yang tidak terlepas hakekat Ilahi yang membekas dalam jejak-jejak nyata dan dapat dicerap secara indrawi. Islam menghendaki realitas kongkrit, bukan imaginatif. Karena itu dalam konsep Islam tidak dapat dipisahkan antara keimanan yang abstrak dengan realitas indrawi yang kongkrit berupa tingkah laku yang dikenal dengan istilah amal shaleh. Melalui kerealistisan inilah Islam menghadapi alam yang berwujud realistis yang menjelmakan dan mendorong munculnya sikap, aktivitas dan kreativitas kemanusiaan dalam alam nyata, yaitu kehidupan sehari-hari sebagai individu dan masyarakat di tengah-tangah lingkungan alamnya.Agama Islam adalah risalah (pesan-pesan) yang diturunkan Allah kepada para nabi dan rasul sebagai petunjuk dan pedoman yang mengandung hukum-hukum sempurna untuk dipergunakan dalam menyelenggarakan tata cara kehidupan manusia, yaitu mengatur hubungan manusia dengan manusia lainnya, hubungan manusia dengan alam dan hubungan manusia dengan Khaliknya. Karena itu, agama Islam mengandung tiga komponen pokok yang terstruktur dan tidak dapat dipisahkan antara satu dengan yang lainnya. Ketiga komponen tersebut adalah:1. Aqidah atau Iman, yaitu keyakinan akan adanya Allah dan para rasul yang diutus dan dipilih-Nya untuk menyampaikan risalah-Nya kepada umat melalui malaikat, yang dituangkan ke dalam kitab-kitab suci-Nya yang berisikan informasi tentang adanya hari akhir dan adanya suatu kehidupan sesudah mati, serta informasi tentang segala sesuatu yang telah direncanakan dan ditentukan Allah. Aqidah merupakan komponen pokok dalam Agama Islam yang di atasnya berdiri Syariat dan Akhlak Islam.2. Syariat, yaitu aturan atau undang-undang Allah tentang pelaksanaan dan penyerahan diri secara total melalui proses ibadah secara langsung kepada Allah dengan sesama makhluklainnya (muamalah), baik dengan sesama manusia maupun dengan alam sekitarnya. Oleh karena itu, secara garis besar, Syariat meliputi dua hal pokok, yaitu: ibadah dalam pengertian khusus atau ibadah madhlah dan ibadah dalam arti umum atau muamalah atau ibadah ghair mahdlah.3. Akhlak, yaitu pelaksanaan ibadah kepada Allah dan bermuamalah dengan sesama makhluk dengan penuh keikhlasan seakan-akan disaksikan langsung oleh Allah, meskipun dia tidak melihat Allah secara langsung.Tanpa agama manusia tidak dapat hidup dengan tertib, damai dan tenteram. Karena itu, melibatkan agama dalam kehidupan manusia sangat penting dalam semua aspek.

Tugas:Jawablah pertanyaan berikut ini dengan benar!1. Terangkan pengertian agama menurut bahasa, istilah dan ilmuan!2. Terangkan ruang lingkup agama secara umum!3. Terangkan pentingnya beragama dalam kehidupan manusia!4. Terangkan pengertian agama Islam menurut bahasa, istilah dan ilmuan!5. Terangkan ruang lingkup agam

BAB II

KEIMANAN DAN IMPLEMENTASINYA

Keimanan merupakan azas dalam beramal dan beraktifitas sekaligus sebagai penentu diterimanya sebagai ibadah bagi manusia setelah menetapkan tujuan. Karena itu, dibutuhkan pemhaman yang mendalam tentang hal tersebut yang meliputi: Penegrtian keimanan, prosesnya terbentuknya iman, cirri-ciri orang yang beriman dan tantangan orang yang beriman terhadap kehidupan modern.1.1 Pengertian Iman dan bagian-bagiannyaA. Pengertian Iman Iman yang benar dan lurus akan menerangi kehidupan masyarakat dengan pancaran cahayanya sekaligus memberikan pengaruh yang luar biasa terhadap dimensi kehidupan baik dalam pemikiran, pemahaman, perasaan, akhlak maupun aturan lainnya. Pada hakikatnya keimanan merupakan persoalan pokok bagi umat Islam. Apabila proses perbaikan masyarakat sampai tertunda atau tidak berjalan di atas relnya, dan umat Islam lebih terbelakang dari umat lainnya dalam sarana kehidupan, maka sesungguhnya semua itu berpulang pada keengganan mereka untuk memahami Islam dengan benar, serta dikarenakan rapuhnya nilai moral dan keimanan. Iman secara etimologis berasal dari kata aamana - yuminu berarti tasdiq yaitu membenarkan dan mempercayai. Dan menurut istilah Iman ialah Membenarkan dengan hati diucapkan dengan lisan dan dibuktikan dengan amal perbuatan. Imam Ahmad bin Hanbal mendefinisikannya dengan Qaulun wa amalun wa niyyatun wa tamassukun bis Sunnah. Yakni Ucapan diiringi dengan ketulusan niat dan dilandasi dengan berpegang teguh kepada Sunnah. Sahl bin Abdullah At-Tustari ketika ditanya tentang apakah sebenarnya iman itu beliau menjawab demikian Qaulun wa amalun wa niyyatun wa sunnatun. Artinya Ucapan yang disertai dengan perbuatan diiringi dengan ketulusan niat dan dilandasi dengan Sunnah. Kata beliau selanjutnya Sebab iman itu apabila hanya ucapan tanpa disertai perbuatan adalah kufur apabila hanya ucapan dan perbuatan tanpa diiringi ketulusan niat adalah nifaq sedang apabila hanya ucapan perbuatan dan ketulusan niat tanpa dilandasi dengan sunnah adalah bidah. Dengan demikian iman itu bukan sekedar pengertian dan keyakinan dalam hati; bukan sekedar ikrar dengan lisan dan bukan sekedar amal perbuatan saja tetapi hati dan jiwa kosong. Imam Hasan Basri mengatakan Iman itu bukanlah sekedar angan-angan dan bukan pula sekedar basa-basi dengan ucapan akan tetapi sesuatu keyakinan yang terpatri dalam hati dan dibuktikan dengan amal perbuatan.Iman yang berarti percaya yang menunjukkan sikap batin, dan iman itu terletak dalam hati. Lengkapnya iman adalah membenarkan (mempercayai) Allah dan segala apa yang datang dari pada-Nya sebagai wahyu melalui rasul-rasul-Nya dengan kalbu, mengikrarkan dengan lisan dan mengerjakan dengan perbuatan.Tak ada cara lain untuk memperbaiki kondisi dan harapan mereka kecuali dengan keimanan yang telah dijelaskan Allah swt dalam Kitab-Nya yang digariskan Rasulullah saw dalam sunnah-Nya. Iman yang merupakan kekuatan pendorong, penggerak, pembangun dan pemercepat alamiah bagi umat Islam untuk bekerja keras dan meraih prestasi yang cemerlang. Detailnya, keimanan yang dimaksud adalah sebagai berikut.

B. Rukun Imana. Iman kepada Allah swtRukun iman yang pertama ialah iman kepada Allah s.w.t. adalah yang paling pokok dan mendasari seluruh ajaran Islam, dan ia harus diyakinkan dengan ilmu yang pasti seperti ilmu yang terdapat dalam kalimat syahadat laa ilaaha illallaah. Ialah yang menjadi awal, inti dan akhir dari seluruh seruan Islam sebagaimana wasiat Rasulullah s.a.w. kepada sahabat Muadz ketika beliau mengutusnya ke negeri Yaman; Sesungguhnya engkau akan mendatangi suatu kaum dari Ahli kitab, maka hendaklah engkau mengawali dawahmu kepada mereka penyaksian bahwa tidak ada Tuhan melainkan Allah. kemudian jika mereka telah taat kepadamu, maka ajarkan lagi kepada mereka bahwa Allah mewajibkan atasnya shalat lima-waktu.Quran sebagai sumber pokok ajaran Islam telah memberikan pedoman kepada kita dalam mengenal Allah s.w.t. Demikian pula dikemukakannya bukti-bukti yang pasti tentang kekuasaan-Nya bersama seluruh sifat keagungan-Nya. Bahwa Allah s.w.t. adalah zat yang Maha Suci, suci dari pada sifat yang serupa dengan alam. Ia tak dapat diserupakan dalam bentuk apapun juga, maka anthropomorphisme tidak di kenal dalam Islam. Ia juga tidak bersatu dengan makhlukNya, sebab itu pantheisme bertentangan dengan ajaran Islam. Konsep ketuhanan menurut Quran berdasar atas firman Allah s.w.t. Surah al-Ikhlas ayat 1-4. dan Surah al-anam ayat 1-3.

b. Iman kepada MalaikatIman kepada malaikat adalah keyakinan yang kuat bahwa Allah memiliki malaikat-malaikat, yang diciptakan dari cahaya. Mereka, sebagaimana yang telah dijelaskan oleh Allah, adalah hamba-hamba Allah yang dimuliakan. Adapun yang diperintahkan kepada mereka, mereka laksanakan. Mereka bertasbih siang dan malam tanpa berhenti. Mereka melaksanakan tugas masing-masing sesuai dengan yang diperintahkan oleh Allah, sebagaimana disebutkan dalam riwayat-riwayat mutawatir dari nash-nash Al-Qur'an maupun As-Sunnah. Jadi, setiap gerakan di langit dan di bumi, berasal dari para malaikat yang ditugasi di sana, sebagai pelaksanaan perintah Allah Azza wa Jalla. Maka, wajib mengimani secara tafshil (terperinci), para malaikat yang namanya disebutkan oleh Allah, adapun yang belum disebutkan namanya, wajib mengimani mereka secara ijmal (global).

c. Iman kepada Kitab-Kitab-NyaMaksudnya adalah, meyakini dengan sebenarnya bahwa Allah memiliki kitab-kitab yang diturunkan-Nya kepada para nabi dan rasul-Nya, yang benar-benar merupakan firman-Nya. Ia adalah cahaya dan petunjuk. Apa yang dikandungnya adalah benar. Tidak ada yang mengetahui jumlahnya selain Allah. Wajib beriman secara ijmal, kecuali yang telah disebutkan namanya oleh Allah, maka wajib baginya mengimaninya secara tafshil, yaitu Taurat, Injil, Zabur, dan Al-Qur'an. Selain wajib mengimani bahwa Al-Qur'an diturunkan dari sisi Allah, wajib pula mengimani bahwa Allah telah mengucapkannya sebagaimana Dia telah mengucapkan seluruh kitab lain yang diturunkan. Wajib pula melaksanakan berbagai perintah dan kewajiban serta menjauhi berbagai larangan yang terdapat di dalamnya. Al-Qur'an merupakan tolok ukur kebenaran kitab-kitab terdahulu. Hanya Al-Qur'anlah yang dijaga oleh Allah dari pergantian dan perubahan. Al-Qur'an adalah Kalam Allah yang diturunkan, dan bukan makhluk, yang berasal dari-Nya dan akan kembali kepada-Nya.

d. Iman kepada Rasul-Rasul-NyaIman kepada rasul-rasul adalah keyakinan yang kuat bahwa Allah telah mengutus para rasul untuk mengeluarkan manusia dari kegelapan kepada cahaya. Kebijaksanaan-Nya telah menetapkan bahwa Dia mengutus para rasul itu kepada manusia untuk memberi kabar gembira dan ancaman kepada mereka. Maka, wajib beriman kepada semua rasul secara ijmal sebagaimana wajib pula beriman secara tafshil kepada siapa di antara mereka yang disebut namanya oleh Allah, yaitu 25 diantara mereka yang disebutkan oleh Allah dalam Al-Qur'an. Wajib pula beriman bahwa Allah telah mengutus rasul-rasul dan nabi-nabi selain mereka, yang jumlahnya tidak diketahui oleh selain Allah, dan tidak ada yang mengetahui nama-nama mereka selain Allah Yang Maha Mulia dan Maha Tinggi. Wajib pula beriman bahwa Muhammad saw adalah yang paling mulia dan penutup para nabi dan rasul, risalahnya meliputi bangsa jin dan manusia, serta tidak ada nabi setelahnya.

e. Iman kepada Hari AkhirIman kepada hari akhir adalah keyakinan yang kuat tentang adanya negeri akhirat. Di negeri itu Allah akan membalas kebaikan orang-orang yang berbuat baik dan kejahatan orang-orang yang berbuat jahat. Allah mengampuni dosa apapun selain syirik, jika Dia menghendaki. Pengertian alba'ts (kebangkitan) menurut syar'i adalah dipulihkannya badan dan dimasukkannya kembali nyawa ke dalamnya, sehingga manusia keluar dari kubur seperti belalang-belalang yang bertebaran dalam keadaan hidup dan bersegera mendatangi penyeru. Kita memohon ampunan dan kesejahteraan kepada Allah, baik di dunia maupun di akhirat.

f. Iman kepada Takdir Baik dan Takdir BurukIman kepada takdir adalah meyakini secara sungguh-sungguh bahwa segala kebaikan dan keburukan itu terjadi karena takdir Allah. Allah ta'ala telah mengetahui kadar dan waktu terjadinya segala sesuatu sejak zaman azali, sebelum menciptakan dan mengadakannya dengan kekuasaan dan kehendak-Nya, sesuai dengan apa yang telah diketahui-Nya itu. Allah telah menulisnya pula di dalam Lauh Mahfuzh sebelum menciptakannya.

1.2 Proses Terbentuknya ImanPada dasarnya, proses pembentukan iman. Diawali dengan proses perkenalan, mengenal ajaran Allah adalah langkah awal dalam mencapai iman kepada Allah. Jika seseorang tidak mengenal ajaran Allah maka orang tersebut tidak mungkin beriman kepada Allah. Akidah Islam dalam al-Quran disebut iman. Iman bukan hanya berarti percaya melainkan keyakinan yang mendorong seorang muslim untuk berbuat. Oleh karena itu lapangan iman sangat luas.Akidah Islam atau iman mengikat seorang muslim, sehingga ia terikat dengan aturan hukum yang datang dari Islam. Oleh karena itu menjadi seorang muslim berarti meyakini dan melaksanakan segala sesuatu yang diatur dalam ajaran Islam.Di samping proses pengenalan, proses pembiasaan juga perlu diperhatikan, karena tanpa pembiasaan, seseorang bisa saja seorang yang benci menjadi senang. Seorang anak harus dibiasakan terhadap apa yang diperintahkan Allah dan menjauhi larangan Allah agar kelak nanti terampil melaksanakan ajaran Allah. Keimanan pada ke-Esaan Allah yang dikenal dengan istilah tauhid dibagi menjadi dua yaitu tauhid teoritis dan tauhid praktis. Tauhid teoritis adalah tauhid yang membahas tentang ke-Esaan Zat, sifat dan Perbuatan Tuhan. Adapun tauhid praktis yang disebut juga tauhid ibadah berhubungan dengan amal dan ibadah manusia.Tauhid praktis merupakan penerapan dari tauhid teoritis. Seperti dengan kata lain, tidak ada yang disembah selain Allah, atau yang wajib disembah hanyalah Allah semata yang menjadikan-Nya tempat tumpuhan hati dan tujuan gerak langkah. Oleh karena itu seseorang baru dinyatakan beriman dan bertakwa, apabila sudah mengucapkan kalimat tahuid dan dengan mengamalkan semua perintah Allah dan menjahui larangannya.

1.3 Ciri-ciri Orang yang BerimanAgar terwujud kepribadian rabbani, seorang muslim harus bersungguh-sungguh mempercayai-Nya dengan segala kesempurnaan, keagungan, keperkasaan, dan keindahan perbuatan dan kebijaksanaan-Nya, nama-nama-Nya, sifat-sifat-Nya, serta Dzat-Nya kemudian pembuktian keimanan itu terimplementasi dalam perbuatan, sikap, perilaku, dan tindakannya dengan memelihara dan melaksanakan hak-hak yang sangat mutlak, yaitu meng Esakan-Nya, sebagaimana dalam (Qs: Ali-Imran; 102)Membaca kembali firman Allah dalam al-Quran, kita akan menemukan kembali lautan ilmu petunjuk yang Allah turunkan untuk kita menjalani hidup. Kali ini kita membaca dan mengambil intisari dari QS. Al-Mu`minun ayat 1-11, mengenai ciri orang beriman. 1. Sesungguhnya beruntunglah orang-orang yang beriman, 2. (yaitu) orang-orang yang khusyu dalam sembahyangnya, 3. dan orang-orang yang menjauhkan diri dari (perbuatan dan perkataan) yang tiada berguna, 4. dan orang-orang yang menunaikan zakat, 5. dan orang-orang yang menjaga kemaluannya, 6. kecuali terhadap isteri-isteri mereka atau budak yang mereka miliki; maka sesungguhnya mereka dalam hal ini tiada terceIa. 7. Barangsiapa mencari yang di balik itu maka mereka itulah orang-orang yang melampaui batas. 8. Dan orang-orang yang memelihara amanat-amanat (yang dipikulnya) dan janjinya. 9. dan orang-orang yang memelihara sembahyangnya. 10. Mereka itulah orang-orang yang akan mewarisi, 11. (yakni) yang akan mewarisi syurga Firdaus. Mereka kekal di dalamnya.Dari kesebelas ayat QS Al-Mu`minun di atas, ciri-ciri orang beriman itu adalah sebagai berikut: 1. Orang yang khusyu dalam shalatnya, 2. Menjauhkan diri dari perbuatan tak berguna, 3. Orang yang berzakat, 4. Menjaga diri dari zina, 5. Memelihara amanah dan janji, 6. Menjaga shalatnya. Sedangkan dalam surat al Imran ayat 17 dijelaskan bahwa lima identitas atau lima ciri orang yang yang sabar, orang yang jujur, orang yang patuh dan taat, orang yang suka menafkahkan hartanya di jalan Allah, dan orang yang suka mohon ampun di larut malam. Seseorang yang bertakwa kepada Tuhannya, maka di dalam pekerjaan pun ia akan selalu membawa identitas tersebut.1.4 Tantangan orang yang beriman dalam Kehidupan ModernPada dasarnya dalam kehidupan modern, kita sebagai manusia tidak bisa terlepas dari iman. Karena dengan beriman kita dapat mencegah dan menyelamatkan diri dari hal-hal yang menyesatkan atau dari segala sesuatu yang tidak baik. Selain itu, kita juga dapat menentukan apakah modernisasi tersebut dianggap sebagai suatu kemajuan atau tidak, dipandang bermanfaat atau tidak, diperlukan atau sebaliknya perlu dihindari.Sebelum membahas tentang pengaruh iman dalam kehidupan modern. Kami membahas terlebih dahulu bagaimana pengaruh Iman terhadap jiwa dalam kehidupan dalam Pustaka pengetahuan Alquran dijelaskan bahwa iman yang benar memiliki dampak yang baik, buah yang bermanfaat, dan pijakan yang jelas bagi manusia dan kehidupan. Berikut adalah hal-hal mendasar yang berkaitan dengan iman: (1) Iman merupakan landasan kebahagiaan. (2) Iman merupakan landasan bagi akhlak yang mulia (3) Iman merupakan basis bagi ketenangan jiwa dan hati (4) Iman membebaskan jiwa dari pengaruh kekuasaan orang lain (5) Iman menghidupkan jiwa keberanian, sikap pantang mundur, menganggap biasa kematian, dan kerinduan untuk mati demi kebenaran (mati Syahid) (6) Iman menumbuhkan keyakinan tentang rezeki (7) Iman memberikan kehidupan yang baik, sebuah kehidupan yang dipersembahkan Allah swt untuk orang-orang yang beriman di dunia ini, sebelum diberikan di akhirat.Peran iman terhadap kehidupan manusia sangat besar. Berikut beberapa pokok manfaat dan pengaruh iman pada kehidupan manusia. 1. Iman melenyapkan kepercayaan pada kekuasaan bendaOrang yang beriman hanya percaya pada kekuatan dan kekuasaan Allah. Kalau Allah hendak memberikan pertolongan, maka tidak ada satu kekuatanpun yang dapat mencegahnya. Sebaliknya, jika Allah hendak menimpakan bencana, maka tidak ada satu kekuatanpun yang sanggup menahan dan mencegahnya. Pegangan orang yang beriman adalah firman Allah surat al-Fatihah ayat 1-7.2. Iman menanamkan semangat berani menghadapi maut Takut menghadapi maut menyebabkan manusia menjadi pengecut. Pegangan orang beriman mengenai soal hidup dan mati adalah firman Allah dalam QS 4 (al-Nisa) : 78.3. Iman menanamkan sikap self help dalam kehidupanRezeki atau mata pencaharian memegang peranan penting dalam kehidupan manusia. Banyak orang yang melepaskan pendiriannya, karena kepentingan peghidupannya. Pegangan orang beriman dalam hal ini ialah firman Allah dalam QS 11 (Hud) : 6.4. Iman memberikan ketentraman jiwaOrang yang beriman mempunyai keseimbangan, hatinya tentram (mutmainnah), dan jiwanya tenang (sakinah), seperti dijelaskan firman Allah dalam QS 13 (al-Radu) : 28. Seorang yang beriman tidak pernah ragu pada keyakinanya terhadap qadha dan qadar.5. Iman mewujudkan kehidupan yang baik (hayatan tayyibah)Kehidupan manusia yang baik adalah kehidupan orang yang selalu melakukan kebaikan dan mengerjakan perbuatan yang baik. Hal ini dijelaskan Allah dalam QS 16 (al-Nahl) : 97.6. Iman melahirkan sikap ikhlas dan konsekuen Iman memberi pengaruh pada seseorang untuk selalu berbuat dengan ikhlas, tanpa pamrih, kecuali keridaan Allah. Ia senantiasa berpedoman pada firman Allah dalam QS. 6 (al-Anam) : 162.7. Iman memberikan keberuntunganOrang beriman selalu berjalan pada arah yang benar, Allah membimbing dan mengarahkan pada tujuan hidup yang hakiki. Dengan demikian orang yang beriman adalah orang yang beruntung dalam hidupnya. Hal ini sesuai dengan firman Allah dalam QS 2 (al-Baqarah): 5.

8. Iman mencegah penyakitAkhlak, tingkah laku, perbuatan fisik seseorang mukmin, atau fungsi biologis tubuh manusia mukmin dipengaruhi oleh iman. Hal itu karena semua gerak dan perbuatan manusia mukmin, baik yang dipengaruhi oleh kemauan, seperti makan, minum, berdiri, melihat, dan berpkir, maupun yang tidak dipengaruhi oleh kemauan, seperti gerak jantung, proses pencernaan, dan pembuatan darah, tidak lebih dari serangkaian proses atau reaksi kimia yang terjadi di dalam tubuh.Dari uraian pembahasan yang telah diutarakan, kiranya dapat diambil beberapa kesimpulan sebagai berikut;Pertama, peranan agama pada masa modern dirasakan masih sangat penting, bahkan menunjukkan gejala peningkatan. Fenomena kebangkitan agama di antaranya dapat diamati dari maraknya kegiatan-kegiatan keagamaan dan larisnya buku-buku agama. Fenomena ini setidaknya dipengaruhi oleh beberapa hal seperti adanya kesadaran providensi setiap individu, ketidakberhasilan modernisasi dan industrialisasi dalam mewujudkan kehidupan yang lebih bermakna (meaningfull). Di samping itu, kegagalan organized religions dalam mewujudkan agama yang bercorak humanistik, juga disinyalir turut mendorong praktik spiritualitas era modern.Kedua, agama tetap akan memegang peranan penting di masa mendatang, terutama dalam memberikan landasan moral bagi perkembangan sains dan teknologi. Dalam kaitan ini perlu ditekankan pentingnya usaha mengharmoniskan ilmu pengetahuan dan teknologi (Iptek) dengan agama (Imtaq). Iptek harus selalu dilandasi oleh nilai-nilai moral-agama agara tidak bersifat destruktif terhadap nilai-nilai kemanusiaan (dehumanisasi). Sedangkan ajaran agama harus didekatkan dengan konteks modernitas, sehingga dapat bersifat kompatibel dengan segala waktu dan tempat.

Tugas:Jawablah pertanyaan dibawah ini dengan benar!

1. Jelaskan pengertian iman dan bagian-bagiannya!2. Terangkan proses terbentuknya iman!3. Uraikan ciri-ciri orang yang beriman!4. Uraikan tantangan orang yang beriman dalam kehidupan modern!5. Terangkan pentingnya keimanan dalam kehidupan bermasyarakat!

BAB II

KONSEP MANUSIA DALAM ISLAM

Manusia dengan proses kejadiannya berjalan berdasarkan sunnatullah atau hukum alam. Sumber penciptaan dan proses kejadiannya perlu dipahami agar manusia hidup tidak sombong dan lupa diri dan memaksimalkan ibadahnya kepada Allah sebagai hamba dan khalifah-Nya di bumi. Dalam bab ini akan dibahas tentang: 1) Konsep manusia, 2) Terminologi dan Istilah manusia manurut ilmuwan dan Al-Quran, 3). Proses kejadian manusia, 4) Sifat-sifat manusia, martabat dan peranannya sebagai hamba Allah dan khalifah di bumi.1.1 Konsep ManusiaManusia sebagai ciptaan Allah yang diamanahkan kepadanya sebagai khalifah juga sebagai hamba-Nya. Poerwadarminta (1983) memberikan pengertian manusia, yaitu makhluk yang berakal budi (lawan dari pada binatang)..Berbeda pengertian manusia yang dikemukakan oleh Zakiyah Darajat dkk (1994) bahwa manusia dalam pandangan kebendaan hanyalah merupakan sekepal tanah di bumi. Dari bumi asal kejadiannya, di bumi dia berjalan, dari bumi dia makan dan ke dalam bumi pula dia kembali.Pengertian manusia kedua di atas menguraikan asal kejadian manusia, tempat dimana ia hidup dan ke mana berakhir hidupnya pula. Pendapat yang sama dikemukakan oleh Syahminan Zaini (1984) bahwa manusia adalah bagian dari alam besar yang ada di bumi, sebagian dari makhluk yang bernyawa.Demikian pula Abbas Mahmud al-Aqqad yang dikutip oleh Zaini bahwa manusia adalah orang yang bertanggungjawab, diciptakan dengan sifat-sifat ketuhanan.Dari beberapa pengertian manusia yang dikemukakan ilmuan di atas dapat disimpulkan bahwa manusia adalah:1. Makhluk yang diciptakan dari tanah kemudian berproses mengikuti sunnatullah (hukum alam);2. Makhluk yang bertanggungjawabatas tugas-tugas kekhalifahannya;3. Makhluk yang mempunyai sifat-sifat ketuhanan yang terbatas;4. Makhluk yang berakal, sedhingga akal manusialah yang membedakan dengan makhluk lain.1.2 Terminologi Manusia dan IstilahnyaNama lain daripada manusia menurut ilmuwan seperti yang dikutip oleh Syahminan Zaini (1984) dalam bukunya Mengenal Manusia Lewat Al-Quran dan Muhammad Daud Ali (1998) adalah sebagai berikut.1. Linneaus mengatakan: Manusia adalah Homo Sapiens = makhluk yang berbudi (berakal);2. Raves mengatakan bahwa manusia adalah Homo Loquen = makhluk yang pandai berbahasa dan menjelmakan pikiran dan perasaan dalam kata-kata yang tersusun;3. Bergson mengatakan bahwa manusia adalah Homo Faber = makhluk yang pandai membuat alat pertukangan;4. Aristoteles mengatakan manusia adalah Zoon Politicon = makhluk sosial;5. Huizinga mengatakan bahwa manusia adalah Homo Ludens = makhluk yang suka main.Menurut Quraisy Syihab (1996); Khaerul Umam (1986); Abdul Baqi (1986) istilah manusia menurut Al-Quran ada tiga, yaitu:1. Menggunakan kata yang terdiri atas huruf alif, nun, dan sin semacam insan, ins, nas, unas. Perhatikan : Q.S. al-Ashr: 2; Q.S. al-Zariyat: 56; dan Q.S. an-Nas: 1-3 sebagai berikut.

Artinya: Sesungguhnya manusia itu benar-benar dalam kerugian.

Artinya: Dan aku tidak menciptakan jin dan manusia melainkan supaya mereka mengabdi kepada-Ku.

Artinya: Katakanlah: "Aku berlidung kepada Tuhan (yang memelihara dan menguasai) manusia. Raja manusia. Sembahan manusia.2. Menggnakan kata basyar. Perhatikan: surat Al-Kahfi: 110:

Artinya: Katakanlah: Sesungguhnya aku ini manusia biasa seperti kamu, yang diwahyukan kepadaku: "Bahwa sesungguhnya Tuhan kamu itu adalah Tuhan yang Esa." Barangsiapa mengharap perjumpaan dengan Tuhannya, maka hendaklah ia mengerjakan amal yang saleh dan janganlah ia mempersekutukan seorangpun dalam beribadat kepada Tuhannya." 3. Menggunakan kata Bani Adam. Perhatikan Q.S. al-Isra: 70

Artinya: Dan sesungguhnya telah Kami muliakan anak-anak Adam, Kami angkut mereka di daratan dan di lautan. Kami beri mereka rezki dari yang baik-baik dan Kami lebihkan mereka dengan kelebihan yang sempurna atas kebanyakan makhluk yang telah Kami ciptakan.Alquran memandang manusia sebagai makhluk biologis, psikologis, dan sosial. Manusia sebagai basyar tunduk kepada takdir Allah sama dengan makhluk lain. Manusia sebagai insan atau annas bertalian dengan roh Ilahi, memiliki kekebabasan dalam memilih tunduk atau membangkang terhadap perintah Allah.Murtadha Mutahhari (dalam Hasanah, 2007) berpendapat bahwa manusia adalah makhluk serba dimensi, yaitu: 1) secara fisik hampir sama dengan hewan, membutuhkan makan, minum, istirahat, dan menikah supaya ia dapat hidup, tumbuh, dan berkembang; 2) manusia memiliki sejumlah emosi yang bersifat etis, yaitu ingin memperoleh keuntungan dan menghindari kerugian; 3) manusia mempunyai perhatian terhadap keindahan; 4) manusia memiliki dorongan untuk menyembah Allah; 5) manusia memiliki kemampuan dan kekuatan yang berlipat ganda, karena ia dikarunia akal, pikiran dan kehendak bebas, sehingga ia mampu menahan hawa nafsu dan dapat menciptakan keseimbangan dalam hidupnya; dan 6) manusia mampu mengenal dirinya sendiri. Jika manusia mengenal dirinya, ia akan mencari dan ingin mengetahui siapa penciptanya, mengapa ia diciptakan, dari apa ia diciptakan, bagaimana proses penciptaannya, dan untuk apa ia diciptakan.1.3 Proses Kejadian ManusiaKejadian manusia dalam pandangan Islam tidak terlepas dari figur Adam sebagai manusia pertama kata Quraisy Syihab (1996). Lebih lanjut Rifyal Kabah (1978:34) dalam Panji Masyarakat no 252, 1 Agustus 1978 mengatakan bahwa Al-Quran telah menyampaikan tentang proses kejadian manusia secara ilmiah dan terinci. Al-Quran menguraikannya dengan ungkapan yang simpel dan mudah dipahami serta dalam waktu yang sama juga cocok dengan penemuan baru. Quraisy Shihab (1996) tidak sependapat dengan Rifyal Kabah bahwa Al-Quran telah menguraikan manusia secara rinci. Kata Quraisy Shihab, Al-Quran hanya menyampaikan bahwa proses kejadian manusia dari segi bahan penciptaannya saja sebagai berikut:1. Bahan awal manusia adalah tanah;2. Bahan tersebut disempurnakan;3. Setelah proses penyempurnaannya selesai, ditiupkan kepada ruh Ilahi. Perhatikan: Q.S. al-Hijr: 28-29:

Artinya: Dan (ingatlah), ketika Tuhanmu berfirman kepada para malaikat: "Sesungguhnya Aku akan menciptakan seorang manusia dari tanah liat kering (yang berasal) dari lumpur hitam yang diberi bentuk.

Artinya: Maka apabila Aku telah menyempurnakan kejadiannya, dan telah meniupkan ruh (ciptaan)-Ku, maka tunduklah kamu kepadanya dengan bersujud.Q.S. Shad: 71-72:

Artinya: (Ingatlah) ketika Tuhanmu berfirman kepada malaikat: "Sesungguhnya Aku akan menciptakan manusia dari tanah."

Artinya: Maka apabila telah Kusempurnakan kejadiannya dan Kutiupkan kepadanya roh (ciptaan)Ku; maka hendaklah kamu tersungkur dengan bersujud kepadanya." Al-Quran menguraikan kejadian manusia dalam dua tahap. Tahap pertama adalah kejadian manusia dari tanah, Dan tahap kedua kejadian manusia keturunan Adam.a. Kejadian manusia pertamaKejadian manusia pertama, al-Quran menjelaskan sebagai berikut:1. Allah menjadikan seorang manusia, sesudah itu baru Allah menjadikan isterinya dari bahan yang sama. Dari kedua manusia inilah dikembang-biakkan Allah keturunannya yang banyak, seperti firman-Nya dalam Surat an-Nisaa ayat 1:

Artinya: Hai sekalian manusia, bertakwalah kepada Tuhan-mu yang telah menciptakan kamu dari seorang diri, dan dari padanya Allah menciptakan isterinya; dan dari pada keduanya Allah memperkembang-biakkan laki-laki dan perempuan yang banyak. Dan bertakwalah kepada Allah yang dengan (mempergunakan) nama-Nya kamu saling meminta satu sama lain dan (peliharalah) hubungan silaturrahim. Sesungguhnya Allah selalu menjaga dan mengawasi kamu.2. Penciptaan manusia pada awalnya adalah jasadnya yang dijadikan dari tanah, seperti firman-Nya dalam Surat as-Sajadah ayat 7 dan Surat al-Hijr ayat 28:

Artinya: Yang membuat segala sesuatu yang Dia ciptakan sebaik-baiknya dan Yang memulai penciptaan manusia dari tanah.

Artinya: Dan (ingatlah), ketika Tuhanmu berfirman kepada para malaikat: "Sesungguhnya Aku akan menciptakan seorang manusia dari tanah liat kering (yang berasal) dari lumpur hitam yang diberi bentuk.3. Setelah jasad manusia sempurna Allah meniupkan ruh ke dalam jasadnya, seperti firman-Nya dalam Surat al-Hijr ayat 29: Maka apabila Aku telah menyempurnakan kejadiannya, dan telah meniupkan ke dalam ruh (ciptaan)-Ku, maka tunduklah kamu kepadanya dengan sujud. Dalam sebuah hadis Qudsi Allah berfirman: Tatkala ditiupkan ruh ke dalam jasad Adam, bergerak dan terbanglah ruh itu kepada Adam, sehingga ia bersin dan mengucapkan al-Hamdu lillah = segala puji bagi Allah, lalu Allah menjawab: Allah memberi rahmat kepadamu (Hadis riwayat Ibnu Hibban, al-Hakim dan Addhia).Jelaslah bahwa ruh ditiupkan ke dalam jasmani setelah sempurna kejadiannya. Tetapi, dari apakah ruh dijadikan Tuhan?, manusia tidak mengetahuinya, karena masalah ruh urusan Allah. Perhatikan Surat al-Israa ayat 85:

Artinya: Dan mereka bertanya kepadamu tentang roh. Katakanlah: "Roh itu termasuk urusan Tuhan-ku, dan tidaklah kamu diberi pengetahuan melainkan sedikit." Karena itu, manusia tidak akan pernah dapat mengetahui sifat, keadaan dan unsur pokok ruh itu. Yang diketahui manusia dari ruh itu ialah bahwa dengan ruh itu manusia dapat menemukan, mengingat, berpikir, mengetahui, berkehendak, memilih, mencintai, membenci. (Sayyid Sabiq, 1984: 366).Pakar ilmu jiwa mengatakan bahwa yang dapat diketahui tentang ruh hanya gejala-gejalanya saja. Atas dasar itulah disusun Ilmu Jiwa. Jadi, Ilmu Jiwa bukanlah ilmu tentang hakikat ruh, melainkan ilmu yang mengetahui gejala-gejalanya saja.b. Kejadian manusia keturunan (dari manusia pertama).1) Keturunan manusia ini dijadikan oleh Allah dari air mani, seperti firman- Nya dalam surat as-Sajadah ayat 8:

Artinya: Dia menjadikan keturunanya dari saripati air yang hina (air mani).2) Tentang air mani. Al-Quran menjelaskan bahwa ia dari air yang memancar, seperti firman-Nya dalam Surat al-Qiyamah ayat 37:

Artinya: Bukankah dia dahulu setetes mani yang ditumpahkan (ke dalam rahim). Di ayat lain, surat al-insan ayat 2:

Artinya: Kami menjadikannya dari air mani yang bercampur.. Kata Sualalah dalam ayat di atas, dalam bahasa Arab berarti sesuatu yang dikeluarkan atau yang keluar dari yang lain atau suatu bagian yang terbaik.Penyebab sel telur yang mendatangkan kehamilan adalah sel-sel yang sangat kecil sekali, yang pangjangnya kira-kira 1,1000 mm. Dari jutaan sel-sel yang keluar dari pria yang normal hanya satu yang akan jadi bibit. Sel-sel yang tidak berhasil menerobos dari jalan mulut vagina melalui terowongan menuju ke rahim tinggal di perjalanan dan penuh. Hanya satu sel saja dari zat cair yang kompliket ini yang kemudian bisa menjadi anak manusia. Bagaimana kita tak akan takjub menyaksikan begitu cocoknya pengetahuan modern dengan uraian al-Quran (Panji Masyarakat, nomor 252, 1 Agustus 1978).3) Kemudian al-Quran menjelaskan, bahwa sel yang akan menjadi manusia itu di simpan dalam suatu tempat (qaraar). Tempat ini disekitar daerah kandungan ibu, seperti firman Allah dalam surat al-Mukminun ayat 12-14:

Artinya: Dan sesungguhnya Kami telah menciptakan manusia dari suatu saripati (berasal) dari tanah. Kemudian Kami jadikan saripati itu air mani (yang disimpan) dalam tempat yang kokoh (rahim). Kemudian air mani itu Kami jadikan segumpal darah, lalu segumpal darah itu Kami jadikan segumapal daging, dan segumpal daging itu Kami jadikan tulang belulang, lalu tulang belulang itu Kami bungkus dengan daging. Kemudian Kami jadikan duia makhluk yang (berbentuk) lain. Maka Maha Suci Allah, Pencipta yang paling baik.

4) Al-Quran menjelaskan pula bahwa Allah menjadikan manusia sejodoh, laki-laki dan perempuan, seperti firman-Nya dalam surat an-Najmi ayat 45:

Artinya: Dan bahwasanya Dialah yang menciptakan berpasang-pasangan laiki-laki dan perempuan.1.4 Peranan Manusia sebagai Hamba dan Khalifah Allah.Berbagai rumusan tentang manusia telah pula diberikan, salah satu di antaranya, berdasarkan studi isi Al-Quran dan Hadis berbunyi bahwa manusia adalah makhluk ciptaan Allah yang memiliki potensi untuk beriman kepada Allah, dengan mempergunakan akalnya mampu memahami dan mengamalkan wahyu serta mengamati gejala-gejala alam, bertanggungjawab atas segala perbuatannya dan berakhlak (Rasyid, 1983: 19) . Bertitik tolak dari rumusan tersebut, menurut ajaran Islam, manusia dibandingkan dengan makhluk lain, mempunyai berbagai ciri, antara lain ciri utamanya menurut Muhammad Daud Ali (1998: 11-19) adalah:1. Makhluk yang paling unik, dijadikan dalam bentuk yang baik, ciptaan Tuhan yang paling sempurna;2. Manusia memiliki potensi beriman kepada Allah;3. Manusia diciptakan Allah untuk mengabdi kepada-Nya;4. Manusia diciptakan Allah untuk menjadi khalifah-Nya;5. Di samping akal, manusia dilengkapi Allah dengan perasaan dan kemauan;6. Secara individual manusia bertanggungjawab atas segala perbuatannya;7. Berakhlak.Uraian masing-masing unsur di atas adalah sebagai berikut:1). Makhluk yang paling unik, dijadikan dalam bentuk yang baik, ciptaan Tuhan yang paling sempurna. Manusia sebagai makhluk yang paling unik di antara makhluk lainnya, seperti firman Allah dalam Q.S. at-Tin: 4):

Artinya: sesungguhnya Kami telah menjadikan manusia dalam bentuk yang sebaik-baiknya. Karena itu pula keunikannya dari makhluk ciptaan Tuhan yang lain dapat dilihat pada bentuk dan struktur tubuhnya, gejala-gejala yang ditimbulkan jiwanya, mekanisme yang terjadi pada setiap organ tubuhnya, proses pertumbuhannya melalui tahap-tahap tertentu. Hubungan timbal balik antara manusia dengan lingkungan hidupnya, ketergantungannya pada sesuatu, menunjukkan adanya kekuasaan yang berada di luar manusia itu sendiri. Manusia sebagai makhluk, karena itu seyogyanya menyadari kelemahannya. Kelemahan manusia berupa sifat yang melekat pada dirinya disebutkan Allah dalam Al-Quran, di antaranya adalah sebagai berikut.a. Melampaui batas. Perhatikan Q.S. Yunus ayat12:

Artinya: Dan apabila manusia ditimpa bahaya dia berdoa kepada Kami dalam keadaan berbaring, duduk atau berdiri, tetapi setelah Kami hilangkan bahaya itu daripadanya, dia (kembali) melalui (jalannya yang sesat), seolah-olah dia tidak pernah berdoa kepada Kami untuk (menghilangkan) bahaya yang telah menimpanya. Begitulah orang-orang yang melampaui batas itu memandang baik apa yang selalu mereka kerjakan.b. Zalim seperti firman Allah dalam Q.S.Ibrahim: 34

Artinya: Dan Dia telah memberikan kepadamu (keperluanmu) dan segala apa yang kamu mohonkan kepadanya. Dan jika kamu menghitung nikmat Allah, tidaklah dapat kamu menghinggakannya. Sesungguhnya manusia itu, sangat zalim dan sangat mengingkari (nikmat Allah).c. Tergesa-gesa seperti firman Allah dalam Q.S. Al-Isra: 11

Artinya: Dan manusia mendoa untuk kejahatan sebagaimana ia mendoa untuk kebaikan. Dan adalah manusia bersifat tergesa-gesa.d. Suka membatah seperti firman Allah dalam Q.S. al-Kahfi: 54

Artinya: Dan sesungguhnya Kami telah mengulang-ulangi bagi manusia dalam Al Quran ini bermacam-macam perumpamaan. Dan manusia adalah makhluk yang paling banyak membantah.e. Berkeluh kesah dan kikir seperti firman Allah dalam Q.S. al-Maarij: 19-21.

Artinya: Sesungguhnya manusia diciptakan bersifat keluh kesah lagi kikir. Apabila ia ditimpa kesusahan ia berkeluh kesah. dan apabila ia mendapat kebaikan ia amat kikir.f. Ingkar dan tidak berterima kasih seperti firman Allah dalam Q.S. Al-Adiyat: 6

Artinya: sesungguhnya manusia itu sangat ingkar, tidak berterima kasih kepada Tuhannya.Namun untuk kepentingan dirinya sendiri manusia harus senantiasa berhubungan dengan penciptannya, dengan sesama manusia, dengan dirinya sendiri, dan dengan alam sekitarnya. Oleh karena itu, manusia mempunyai beberapa potensi sebagai berikut.1) Manusia memiliki potensi (daya atau kemampuan yang mungkin dikembangkan) beriman kepada Allah. Sebab sebelum ruh (ciptaan) Allah dipertemukan jasad di rahim ibunya, ruh yang ada di alam gaib itu ditanyai Allah, apakah mereka mengakui Allah sebagai Tuhan mereka? = Alastu birabbikum. Ruh menjawab: Balaa syahidnaa artinya Engkau Tuhan kami. Dengan pengakuan seperti itu, sesungguhnya sejak awal, dari tempat asalnya manusia telah mengakui Tuhan, telah bertuhan, berketuhanan. Pengakuan dan penyaksian bahwa Allah adalah Tuhan ruh yang ditiupkan ke dalam rahim wanita yang sedang mengandung manusia itu berarti bahwa manusia mengakui pula kekuasaan Tuhan, termasuk kekuasaan Tuhan menciptakan agama untuk pedoman hidup manusia di dunia ini. Ini bermakna pula bahwa secara potensial manusia percaya atau beriman kepada ajaran agama yang diciptakan Allah Yang Maha Kuasa.2) Manusia diciptakan Allah untuk mengabdi kepada-Nya. Tugas manusia untuk mengabdi kepada Allah dengan tegas dinyatakan-Nya dalam al-Quran surat al-Zaariyaat ayat 56:

Artinya: Tidak Kujadikan jin dan manusia melainkan mengabdi kepada-Ku. Mengabdi kepada Allah dapat dilakukan manusia melalui dua jalur, jalur khusus dan jalur umum. Pengabdian melalui jalur khusus dilaksanakan dengan melakukan ibadah khusus yaitu segala upacara pengabdian langsung kepada Allah yang cara dan waktunya telah ditentukan oleh Allah sendiri. Sedang rinciannya dijelaskan oleh Rasul-Nya, seperti ibadah salat, zakat, shaum, dan haji. Pengabdian melalui jalur umum dapat diwujudkan dengan melakukan perbuatan-perbuatan yang bermanfaat bagi diri sendiri dan masyarakat, dengan niat yang ikhlas untuk mencari keridhaan Allah.3) Manusia diciptakan Tuhan untuk menjadi khalifah-Nya di bumi. Hal itu dinyatakan Allah dalam al-Quran surat al-Baqarah ayat 30:

Artinya: Ingatlah ketika Tuhanmu berfirman kepada para Malaikat: "Sesungguhnya Aku hendak menjadikan seorang khalifah di muka bumi." Mereka berkata: "Mengapa Engkau hendak menjadikan (khalifah) di bumi itu orang yang akan membuat kerusakan padanya dan menumpahkan darah, padahal kami senantiasa bertasbih dengan memuji Engkau dan mensucikan Engkau?" Tuhan berfirman: "Sesungguhnya Aku mengetahui apa yang tidak kamu ketahui."

Allah menciptakan manusia sebagai khalifah di bumi. Perkataan menjadi khalifah dalam ayat tersebut menurut H.M. Rasyidi (1972) mengandung makna bahwa Allah menjadikan manusia wakil atau pemegang kekuasaan-Nya mengurus dunia dengan jalan melaksanakan segala yang diridhai-Nya di muka bumi. Dalam mengurus dunia, sesungguhnya manusia diuji, apakah ia akan melaksanakan tugasnya dengan baik atau sebaliknya mereka malas. Mengurus dengan baik adalah mengurus kehidupan dunia ini sesuai dengan kehendak Allah, sesuai dengan pola yang telah ditentukan-Nya, agar kemanfaatan alam semesta dan segala isinya dapat dinikmati oleh manusia dan makhluk lainnya. Kalau sebaliknya, pengurusan itu tidak baik, artinya tidak sesuai dengan pola yang telah ditetapkan Allah. Malapetaka, sebagai akibat salah urus akan dirasakan oleh manusia, juga oleh lingkungan hidupnya. Untuk dapat melaksanakan tugasnya menjadi kuasa atau khalifah Allah, manusia diberi akal pikiran dan kalbu, yang tidak diberi kepada makhluk lain. Dengan akal pikirannya manusia mampu mengamati alam semesta, menghasilkan dan mengembangkan ilmu, yang benihnya telah disemaikan Allah sewaktu mengajarkan nama-nama (benda) kepada manusia (Adam) menjadi khalifah-Nya di bumi ini dahulu. Perhatikan firman Allah dalam Q.S. al-Baqarah ayat 31. Artinya: Dan Dia mengajarkan kepada Adam nama-nama (benda-benda) seluruhnya, kemudian mengemukakannya kepada para Malaikat lalu berfirman: "Sebutkanlah kepada-Ku nama benda-benda itu jika kamu mamang benar orang-orang yang benar!"Dengan akal dan pemikirannya yang melahirkan ilmu pengetahuan dan teknologi, manusia diharapkan mampu mengembangkan amanah sebagai khalifah-Nya di bumi. Manusia diharapkan akan dapat mencapai tujuan hidupnya memperoleh keridhaan Ilahi di dunia ini, sebagai bekal mendapatkan keridhaan Allah di akhitat nanti. 4) Di samping akal, manusia dilengkapi dengan perasaan dan kemauan. Dengan akal dan kehendaknya manusia akan tunduk dan patuh kepada Allah, menjadi muslim; tetapi dengan akal dan kehendaknya juga manusia tidak dapat dipercaya, tidak tunduk dan tidak patuh kepada kehendak Allah, bahkan mengingkari-Nya (kafir). Karena itu di dalam surat al-Kahfi ayat 29 Allah berfirman:

Artinya: Dan katakanlah: "Kebenaran itu datangnya dari Tuhanmu; maka barangsiapa yang ingin (beriman) hendaklah ia beriman, dan barangsiapa yang ingin (kafir) biarlah ia kafir." Sesungguhnya Kami telah sediakan bagi orang orang zalim itu neraka, yang gejolaknya mengepung mereka. Dan jika mereka meminta minum, niscaya mereka akan diberi minum dengan air seperti besi yang mendidih yang menghanguskan muka. Itulah minuman yang paling buruk dan tempat istirahat yang paling jelek. Di ayat lain Surat al-Insan ayat 3 Allah berfirman:

Artinya: Sesungguhnya Kami telah menunjukinya jalan yang lurus; ada (manusia) yang bersyukur tapi ada pula yang kafir.Allah telah menunjukkan jalan kepada manusia. Manusia dapat mengikuti jalan itu, dapat pula tidak mengikutinya. Memang, dengan kemauan atau kehendaknya yang bebas manusia dapat memilih jalan yang akan ditempuhnya. Namun tentang pilihannya itu, manusia wajib mempertanggungjawabkannya kelak di akhirat, pada hari perhitungan mengenai baik buruknya perbuatan manusia di dunia ini.5) Secara individual manusia bertanggungjawab atas segala perbauatannya. Ini dinyatakan Tuhan dalam firman-Nya yang kini dapat dibaca dalam Alquran surat Thur ujung ayat 21

Artinya: Dan orang-orang yang beriman, dan yang anak cucu mereka mengikuti mereka dalam keimanan, Kami hubungkan anak cucu mereka dengan mereka dan Kami tiada mengurangi sedikitpun dari pahala amal mereka. Tiap-tiap manusia terikat dengan apa yang dikerjakannya.6) Berakhlak. Berakhlak adalah ciri utama manusia dibandingkan dengan makhluk lain. Artinya, manusia adalah makhluk yang diberi Allah kemampuan untuk membedakan yang baik dengan yang buruk. Dalam Islam kedudukan akhlak sangat penting, menjadi komponen ketiga agama Islam. Kedudukan itu dapat dilihat dari Sunnah Nabi yang mengatakan bahwa beliau diutus untuk menyempurnakan akhlak manusia. Suri teladan yang diberikan Nabi semasa hayatnya merupakan contoh yang seyogyanya diikuti oleh umat Islam. Selain dari keteladanan beliau, butir-butir akhlak banyak sekali terdapat dalam al-Quran. Ajakan akhlak yang berasal dari al-Quran dan Hadis berlaku abadi, selama-lamanya. Perwujudannya kelihatan pada sikap yang dilanjutkan dengan perbuatan baik atau buruk.Manusia pertama (Nabi Adam) diciptakan dari tanah kemudian keturunannya berkembang dari keturunan Adam dan Hawa. Dari kedua manusia inilah, manusia berkembang biak mengikuti ketetapan Allah, dan ditugaskan Allah sebagai khalifah di bumi dengan berpedoman kepada hokum-hukum Allah dan rasul-Nya.

Tugas: Jawablah pertanyaan di bawah ini!1. Jelaskan pengertian manusia menurut bahasa, kamus, istilah dan ilmuwan!2. Tulis dan terjemahkan istilah manusia menurut ilmuwan dan Al-Quran3. Tulis dan terjemahkan ayat-ayat tentang istilah manusia dalam Al-Quran4. Terangkan proses kejadian manusia menurut ajaran Islam!5. Kemukakan peranan manusia sebagai khalifah Allah di bumi!

BAB IV

HUKUM DAN HAM DALAM ISLAMManusia hidup diatur oleh hukum dan manusia meninggal pun diatur oleh hukum. Tanpa hukum atau aturan hidup manusia hidup seperti binatang. Karena itu, hukum atau aturan sangat dibutuhkan dalam mengarungi kehidupannya sebagai hamba Allah Allah dan Khalifah-Nya. Untuk jelasnya diuraikan sebagai berikut.1.1 Hukum IslamA. Sumber Hukum IslamPada hakekatnya yang dimaksud dengan sumber hukum adalah tempat kita dapat menemukan dalil sebagai dasar menetapkan hukum. Kata sumber hukum sering digunakan dalam beberapa arti, yaitu: a. Sebagai asas hukum, sebagai sesuatu yang merupakan permulaan hukum (akal manusia, jiwa bangsa, dan kehendak Tuhan).b. Menunjukkan hukum terdahulu yang memberikan bahan-bahan kepada hukum yang sekarang.c. Sebagai sumber berlakunya, yang memberi kekuatan berlaku secara formal kepada peraturan hukum.d. Sebagai sumber dimana kita dapat mengenal hukum.e. Sebagai sumber terjadinya hukum. Diriwayatkan pada suatu ketika Nabi mengutus sahabatnya ke Yaman untuk menjadi Gubernur di sana. Sebelum berangkat Nabi menguji sahabatnya Muas bin Jabal dengan menanyakan sumber hukum yang akan dipergunakan kelak untuk memecahkan berbagai masalah dan sengketa yang dijumpai di daerah tersebut. Pertanyaan itu dijawab oleh Muas dengan mengatakan bahwa dia akan mempergunakan Quran, sedangkan jika tidak terdapat di Quran dia akan mempergunakan Hadist dan jika tidak ditemukan di hadist maka dia akan mempergunakan akal dan akan mengikuti pendapatnya itu. Berdasarkan Hadist Muas bin Jabal dapat disimpulkan bahwa sumber hukum Islam ada tiga, yaitu: Quran, Sunnah Rasul dan Akal pikiran manusia yang memenuhi syarat untuk berijtihad. Berdasarkan hadist tersebut juga bisa diambil kesimpulan, yaitu:1. Quran bukanlah kitab yang memuat kaidah-kaidah hukum secara lengkap terinci tetapi berisi kaidah-kaidah yang bersifat fundamental. 2. Sunnah Rasul sepanjang yang berkaitan dengan muamalah hanya mengandung kaidah-kaidah umum yang harus dirinci oleh orang yang memenuhi syarat untuk diterapkan pada kasus-kasus tertentu. 3. Hukum Islam perlu dikaji dan dirinci lebih lanjut. 4. Hakim tidak boleh menolak menyelesaikan perkara dengan alasan hukumnya tidak ada. Adapun sumber-sumber hukum Islam akan dijelaskan sebagai berikut:a. Al-QuranAl Quran berasal dari kata Qaraa yang artinya membaca, membaca dengan bersuara. Sehingga makna Al Quran berarti buku yang dibaca atau buku yang mestinya dibaca atau bila dihubungkan dengan kepercayaan Islam berarti buku yang selamanya akan tetap dibaca. Secara etimologis, Al Quran berasal dari kata qaraa, yaqrau, qiraaatan atau quraanan yang berarti mengumpulkan (al jamu) dan menghimpun (al dlammu) huruf-huruf serta kata-kata dari satu bagian kebagian lain secara teratur. Menurut istilah Quran berarti kumpulan wahyu Allah yang diterima oleh Nabi Muhammad SAW selama menjalankan kenabiannya melalui malaikat Jibril untuk disebarluaskan kepada umat manusia. Alquran adalah pembimbing menuju suatu kebahagiaan, di tengah kondisi yang terus berubah dengan cepat. Al-quran memberikan prinsip dasar yang dapat dijadikan pegangan untuk mencapai suatu keberhasilan dan kesejahteraan baik lahir dan bathin. Al-Quran memberikan peneguhan agar manusia memeliki kepercayaan diri yang sejati dan mampu memberikan motivasi yang kuat dan prinsip yang teguh.Adapun wahyu yang pertama turun ialah Surat Al Alaq, dan sebagai ayat terakhir ialah Surat Al Maidah ayat ke 3. Berdasarkan masa turunnya Al Quran dibedakan menjadi dua masa: a. Makiyah yaitu ayat-ayat yang turun selama Nabi Muhammad masih ada di kota Mekah. Ciri-ciri ayat Makiyah: 1) Ayatnya pendek-pendek 2) Ditujukan kepada seluruh umat manusia 3) Belum membicarakan secara khusus mengenai hukum 4) Berisi penanaman kepercayaan kepada Allah serta membongkar sisa-sisa kepercayaan syirik di masa jahiliyah b. Madaniyah yaitu ayat- ayat yang turun selama Nabi hijrah ke Medinah. Ciri-ciri ayat Madaniyah: 1) Ayatnya panjang-panjang 2) Ditujukan khusus kepada orang-orang yang telah beriman 3) Sudah membicarakan secara khusus mengenai hukum 4) Tidak saja berisi penanaman kepercayaan kepada Allah tetapi juga berisi hal-hal yang berhubungan dengan hubungan antara umat manusia dan alam sekitarnya.Menurut Mahmud Syaltut bahwa Al-Quran adalah sumber hukum bukanlah kitab hukum atau lebih tepatnya bukan kitab undang-undang dalam pengertian biasa. Sebagai sumber hukum ayat-ayat Al-Quran tidaklah menentukan syariat sampai pada bagian kecil yang mengatur muamalat. Muhammad Iqbal mengatakan bahwa maksud utama Al-Quran ialah menggugah kesadaran tinggi yang ada pada manusia tentang hubungannya yang serba serbi itu dengan Tuhan dan alam semesta. Dasar-dasar pembinaan Hukum Islam menurut Quran. Berlandaskan 3 hal, yaitu: a. Memberikan keringanan dinyatakan dalam firman Allah: Tuhan tidak memberatkan manusia melainkan sesuai kemampuannya. b. Berangsur-angsur. misalnya : larangan meminum minuman keras. c. Memelihara kemaslahatan tidak terdapat perbedaan pendapat dari semua ahli hukum Islam bahwa syariat Islam itu berdiri di atas ketentuan dan tujuan untuk memelihara kemaslahatan manusia dan memperbaiki tingkah laku serta kepentingan mereka di dunia dan akhirat. Nama lain dari al-Quran: 1. Al Kitab Artinya yang tertulis atau kumpulan beberapa ayat dan surat; 2. Al Furqan Artinya pembeda 3. Al Huda Artinya yang memimpin manusia untuk mencapai tujuan 4. Ad Dzikr Artinya peringatan 5. An Nur Artinya cahaya. Turunnya Al Quran itu secara berangsur-angsur sekitar 23 tahun, yang memiliki hikmah: 1. Agar mudah dimengerti dan dilaksanakan 2. Diantara ayat-ayat yang diturunkan ada yang nasikh dan ada yang mansukh (yang dihapus dan yang menghapus) 3. Turunnya sesuai dengan peristiwa yang terjadi 4. Memudahkan penghafalan. Walid bin Mughirah mengatakan: Salah seorang tokoh Quraisy di masa Rasulullah SAW, dia ahli syair yang tak tertandingi, yang menjadi musuh nabi pada awalnya kemudian berkata: Sesungguhnya di dalam Al-Quran itu terdapat sesuatu yang lezat, dan sesuatu yang indah, apabila di bawah menyuburkan dan apabila di atas menghasilkan buah. Dan manusia tidak akan mungkin mampu berucap seperti Al-Quran.Ciri-ciri khas pembentukan hukum dalam Al-Quran antara lain sebagai berikut: a. Ayat-ayat al-Quran lebih cenderung untuk memberi patokan-patokan umum daripada memasuki persoalan sampai detailnya, b. Ayat-ayat menunjukkan adanya (beban) kewajiban bagi manusia tidak pernah bersifat memberatkan. c. Sebagai patokan ditetapkan kaidah, d. Dugaan atau sangkaan tidak boleh dijadikan dasar penetapan hokum, e. Ayat-ayat yang berhubungan dengan penetapan hukum tidak pernah meninggalkan masyarakat sebagai bahan pertimbangan, f. Penerapan hukum khususnya hukum pidana dan yang bersifat perubahan hukum tidak mempunyai daya surut.b. Hadits atau sunnahHadist menurut logat berarti: kabar, berita atau hal yang diberikan turun-temurun. Hadist menurut istilah dalam agama berarti: berita turun-temurun tentang perkataan, perbuatan Nabi atau kebiasaan nabi ataupun hal-hal yang diketahuinya terjadi diantara sahabat tetapi dibiarkannya. Sunnah menurut logat berarti jalan atau tabiat atau kebiasaan. Sunnah menurut istilah ialah jalan yang ditempuh atau kebiasaan yang dipakai atau diperintahkan oleh Nabi. Sunnah ada tiga macam: 1. Sunnah Qauliyah Ialah berupa perkataan Nabi mengenai suruhan, larangan atau mengenai sesuatu keputusan, 2. Sunnah Filiyah ialah mengenai perbuatan, sikap atau tindakan Nabi, dan 3. Sunnah Taqririyah ialah perkataan atau perbuatan salah seorang sahabat dihadapan Nabi atau diketahui oleh Nabi tetapi dibiarkan. Penggunaan nas As-Sunnah untuk masalah aqidah haruslah nas yang bersifat qathI, karena tidak boleh adanya keraguan sedikitpun dalam masalah aqidah/Itiqadiyah. Sesangkan untuk masalah hukum/syariah masih dapat digunakan nas As-Sunnah yang mencapai derajat dzanni (perasangka kuat atas kebenarannya). Hal ini karena dalam masalah syariah, tidak diharuskan suatu keyakinan yang pasti terhadap hasil ijtihad yang akan dijadikan sumber amaliah tersebut.Perlu ditegaskan pula bahwa ada ucapan-ucapan Nabi yang bukan merupakan sunnah dan juga bukan merupakan bagian dari Quran yang disebut hadist Qudsi. Hadist Qudsi merupakan hadist suci yang isinya berasal dari Tuhan, disampaikan dengan kata-kata Nabi sendiri. Hadist ini merupakan dasar kehidupan spiritual Islam. Lawan dari sunnah ialah bidah, yaitu buatan baru, cara baru atau hal-hal yang menyimpang dari ajaran Nabi. Hadist dalam keadaan sempurna terdiri dari dua bagian. 1. Matan Bagian yang mengenai teks atau bunyi yang lengkap dari hadist dalam susunan kata tertentu. Matn adalah materi atau isi sunnah tersebut. 2. Sanad atau isnad adalah sandaran untuk mengetahui kualitas suatu hadist yang merupakan rangkaian orang-orang yang sambung menyambung menerima dan menyampaikan hadist itu secara lisan turun-temurun dari generasi ke generasi sampai sunnah itu dibukukan. Tingkatan-tingakatan Hadist 1. Hadist Sahih 2. Hadist Hasan 3. Hadist Dhoif tingkatan ini didasarkan kepada kualitas: 1. Para Perawinya 2. Ketelitiannya 3. Sanad (mata rantai yang menghubungkan) 4. Tidak adanya cacat5. Tidak adanya perbedaan bahkan pertentangan dengan para periwayat lainnya.Kedudukan hadist dalam pembinaan hukum: 1. Mentafsirkan ayat-ayat Quran dan menerangkan makna/artinya Contoh Surat Al Anam ayat 82:orang-orang yang beriman dan tidak mencampuri mereka dengan kedholiman. Arti kedholiman disini ialah sifat sirik. 2. Menjelaskan dan memberikan keterangan pada ayat-ayat yang MUJMAL atau yang belum terang. Contoh Surat Al Kausar ayat 2: Maka dirikanlah sembahyang sholat karena Tuhannmu 3. Mentakhshiskan atau mengkhususkan ayat-ayat bersifat umum. Misalnya ayat mengenai warisan. Hal ini kemudian dijelaskan dalam hadist bahwa warisan itu hanyalah dijalankan dengan syarat persesuaian agama, tidak terjadi pembunuhan dan perbudakan. 4. Mentaqyidkan atau memberi pembatasan bagi ayat-ayat yang mutlak Misalnya ayat mengenai pemotongan tangan bagi pencuri laki-laki dan perempuan. Kemudian nabi memberikan nisab atau minimal pencurian dan syarat-syarat pemotongan. 5. Menerangkan makna yang dimaksud dari suatu nas yang muktamil (menurut lahirnya boleh ditafsirkan dengan berbagai tafsiran) 6. Sunnah/hadist membuat berbagai macam hukum baru yang tidak disinggung Al-Quran. Contoh nabi menwajibkan saksi-saksi dalam suatu pernikahan. Dalam literatur islam dijumpai perkataan sunnah dengan makna yang berbeda-beda tergantung pada penggunaan kata itu dalam hubungan kalimat. 1. Sunnah dalam perkataan sunnatulah berarti hukum atau ketentuan-ketentuan Allah mengenai alam semesta (hukum alam). 2. Sunnah dalam istilah sunnah rasul. 3. Sunnah dalam kaitannya dengan al akham al khamsah. c. RoyuAdalah akal pikiran yang memenuhi syarat untuk berusaha, berpikir dengan seluruh kemampuan yang ada padanya memahami kaidah-kaidah hukum yang fundamental yang terdapat dalam Al-Quran maupun dalam Hadist dan merumuskan menjadi garis-garis hukum yang dapat dilaksanakan pada kasus tertentu. Yang berupa: 1. Qiyas Adalah menyamakan hukum suatu hal yang tidak terdapat ketentuannya di dalam al-Quran dan Sunnah dengan hal (lain) yang hukumnya disebut dalam Quran dan Sunnah karena persamaan illat (penyebabnya). Pendapat lain mengatakan bahwa qiyas ialah menetapkan suatu hukum dari masalah baru yang belum pernah disebutkan hukumnya dengan memperhatikan masalah lama yang sudah ada hukumnya yang mempunyai kesamaan pada segi alasan dari masalah baru tersebut. Dalam ilmu hukum qiyas disebut dengan analogi. Contoh: larangan meminum khamar dengan menetapkan bahwa semua minuman keras, apapun namanya, dilarang diminum dan diperjual belikan untuk umum.c. IjmaIjma dipandang sebagai sumber hukum di samping Al-Quran dan Sunnah, dalam pengertian bahwa jika para ulama atau faqih sepakat dengan satu pandangan, maka kita harus mengikuti pandangan itu, sekalipun kita tidak melihat adanya sesuatu dalam Al-Quran dan Sunah yang mendukung atau memperkuat pandangan itu. Sedangkan para ulama Syiah berpandangan bahwa jika sebuah norma hukum ada argumen kuatnya dalam Alquran atau Sunah, maka tidak perlu dilakukan Ijma.Ada juga berpendapat ijma adalah persetujuan atau kesesuaian pendapat antara para ahli mengenai suatu masalah pada suatu tempat di suatu masa. Pendapat lain mengatakan bahwa ijma ialah kebulatan pendapat para ulama besar pada suatu masa dalam merumuskan suatu yang baru sebagai hukum Islam. Konsesus Ijma ada dua yaitu: g. Ijma qauly kalau konsesus para ulama itu dilakukan secara aktif dengan lisan terhadap pendapat seseorang ulama atau sejumlah ulama tentang perumusan hukum baru yang telah diketahui umum. h. Ijma sukuti kalau konsensus terhadap hukum baru dilakukan secara diam (tidak memberi tanggapan). Perkataan ijma dan qiyas dapat dilihat dari berbagai sudut pandangan dalam proses pembentukan norma keislaman.

d. Marsalah al- MursalahAdalah cara menentukan hukum sesuatu hal yang tidak terdapat ketetuannya baik dalam Quran maupun Hadist, berdasarkan pertimbangan kemaslahatan masyarakat atau kepentingan umum. Misalnya pemungutan pajak penghasilan untuk dalam rangka untuk pemerataan pendapatan dan pemeliharaan fasilitas umum.e. IstihsanCara menentukan hukum dengan jalan menyimpang dari ketentuan yang ada demi keadilan dan kepentingan sosial. Contoh: pencabutan hak milik seseorang atas tanah untuk pelebaran jalan, pembuatan irigasi dalam rangka meningkatkan kesejahteraan sosial.f. Urf atau adat istiadatAdat istiadat ini tentu saja yang berkenaan dengan soal muamalat. Sepanjang adat istiadat itu tidak bertentang dengan ketentuan dalam Quran dan Hadist serta tidak melanggar asas-asas hukum Islam di bidang muamalat, maka menurut kaidah hukum Islam yang menyatakan adat dapat dikukuhkan menjadi hukum (al-adatu muhakkamah). Dasarnya: Dalam Quran: Apa yang dilihat oleh orang Islam baik, maka baik bagi Allah juga. Dalam Hadist: Nabi menyuruh mereka berbuat baik dan melarang berbuat mungkar. Syarat-syarat Urf sebagai sumber Hukum: a. Urf harus berlaku terus menerus atau kebanyakan berlaku b. Urf yang dijadikan sebagai sumber hukum bagi suatu tindakan harus terdapat pada waktu diadakannya tindakan tersebut. c. Tidak ada penegasan (nas) yang berlawanan denga urfd. Pemakaian urf tidak akan mengakibatkan dikesampingkannya nas yang pasti dari syariat. e. Hukum Adat baru boleh berlaku kalau kaidah-kaidahnya tidak ditentukkan dalam Al-Quran dan Sunnah Rasul, tetapi tidak bertentangan dengan keduanya, sehingga tidak memungkinkan timbulnya konflik antar sumber-sumber hukum itu.g. Kompilasi Hukum IslamDituangkan dalam Inpres No. 1 Tahun 1991 yang terdiri dari tiga buku yaitu: Buku I tentang Hukum Perkawinan, Buku II tentang Hukum Kewarisan dan Buku III tentang Perwakafan. Kompilasi hukum islam dibuat dalam rangka untuk memberikan pedoman bagi instansi pemerintah dan masyarakat yang memerlukan dalam menyelesaikan masalah-masalah di bidang tersebut. Peraturan ini selain berguna untuk kepastian hukum juga diperlukan dalam penegakan keadilan.Sumber-sumber hukum Islam (mashadir al-syariat) adalah dalil dalil syariat yang darinya hukum syariat digali. Sumber-sumber hukum islam dalam pengklasifikasiannya didasarkan pada dua sisi pandang. Pertama, didasarkan pada sisi pandang kesepakatan ulama atas ditetapkannya beberapa hal ini menjadi sumber hukum syariat. Pembagian ini menjadi tiga bagian :a. Sesuatu yang telah disepakati semua ulama islam sebagai sumber hukum syariat, yaitu al-Quran dan al-Sunah. b. Sesuatu yang disepakati mayoritas (jumhur) ulama sebagai sumber syariat,yaitu ijma dan qiyas. c. Sesuatu yang menjadi perdebatan para ulama, bahkan oleh mayoritasnya yaitu Urf (tradisi), istishhab (pemberian hukum berdasarkan keberadaannya pada masa lampau) maslahah mursalah (pencetusan hukum berdasarkan prinsip kemaslahatan secara bebas), syaru man qablana (syariat sebelum kita), dan madzhab shahabat.

1.2 Prinsip Hukum IslamSebagaimana hukum-hukum yang lain, hukum Islam memiliki prinsip-prinsip sebagai tiang pokok, kuat atau lemahnya sebuah undang-undang, mudah atau sukarnya, ditolak atau diterimanya oleh masyarakat, tergantung kepada prinsip-prinsip dan tiang pokoknya. Secara etimologi (tata bahasa) prinsip adalah dasar, permulaan, aturan pokok. Juhaya S. Praja memberikan pengertian prinsip sebagai berikut: permulaan; tempat pemberangkatan; itik tolak; atau al-mabda. Adapun secara terminologi Prinsip adalah kebeneran universal yang inheren didalam hukum Islam dan menjadi titik tolak pembinaannya; prinsip yang membentuk hukum dan setiap cabang-cabangnya. Prinsip hukum Islam meliputi prinsip umum dan prinsip umum. Prinsip umum ialah prinsip keseluruhan hukum Islam yang bersifat unuversal. Adapun prinsip-prinsip khusus ialah prinsip-prinsip setiap cabang hukum Islam. Prinsip-prinsip hukum Islam menurut Juhaya S. Praja sebagai berikut : 1. Prinsip Tauhid Tauhid adalah prinsip umum hukum Islam. Prinsip ini menyatakan bahwa semua manusia ada dibawah satu ketetapan yang sama, yaitu ketetapan tauhid yang dinyatakan dalam kalimat Lailaha Illa Allah (Tidak ada tuhan selain Allah). Prinsip ini ditarik dari firman Allah QS. Ali Imran Ayat 64. Berdasarkan atas prinsip tauhid ini, maka pelaksanaan hukum Islam merupakan ibadah. Dalam arti perhambaan manusia dan penyerahan dirinya kepada Allah sebagai manifestasi kesyukuran kepada-Nya.

2. Prinsip Keadilan Keadilan dalam bahasa Salaf adalah sinonim al-mizan (keseimbangan/ moderasi). Kata keadilan dalam al-Quran kadang diekuifalensikan dengan al-qist. Al-mizan yang berarti keadilan di dalam Al-Quran terdapat dalam QS. Al-Syura: 17 dan Al-Hadid: 25. Penggunaan term adil/keadilan dalam Al-Quran diantaranya sebagai berikut : a. QS. Al-Maidah : 8, b. QS. Al-Anam: 152; c. QS. An-Nisa : 128, d. QS. Al-Hujrat : 9, e. QS. Al-Anam: 52 .

3.Prinsip Amar Makruf Nahi Mungkar Hukum Islam digerakkan untuk merekayasa umat manusia untuk menuju tujuan yang baik dan benar yang dikehendaki dan ridhoi Allah dalam filsafat hukum Barat diartikan sebagai fungsi sosial engineering hukum. Prinsip Amar Makruf Nahi Mungkar didasarkan pada QS. Al-Imran : 110, pengkategorian Amar Makruf Nahi Mungkar dinyatakan berdasarkan wahyu dan akal.

4.Prinsip Kebebasan/Kemerdekaan.Prinsip kebebasan dalam hukum Islam menghendaki agar agama/hukum Islam disiarkan tidak berdasarkan paksaan, tetapi berdasarkan penjelasan, demontrasi, argumentasi. Kebebasan yang menjadi prinsip hukum Islam adalah kebebasan dl arti luasyg mencakup berbagai macamnya, baik kebebasan individu maupun kebebasan komunal. Keberagama dalam Islam dijamin berdasarkan prinsip tidak ada paksaan dalam beragama (QS. Al-Baqarah : 256 dan Al-Kafirun: 5).

5. Prinsip Persamaan/Egalite.Prinsip persamaan yang paling nyata terdapat dalam Konstitusi Madinah (al-Shahifah), yakni prinsip Islam menentang perbudakan dan penghisapan darah manusia atas manusia. Prinsip persamaan ini merupakan bagian penting dalam pembinaan dan pengembangan hukum Islam dalam menggerakkan dan mengontrol sosial, tapi bukan berarti tidak pula mengenal stratifikasi sosial seperti komunis.

6. Prinsip At-Taawun Prinsip ini memiliki makna saling membantu antar sesama manusia yang diarahkan sesuai prinsip tauhid, terutama dalam peningkatan kebaikan dan ketakwaan.

7. Prins