laporan pk kelompok d4 - glukosa

34
LAPORAN PRAKTIKUM PATOLOGI KLINIK BLOK ENDOKRIN DAN METABOLISME PEMERIKSAAN GLUKOSA DARAH DAN URIN Oleh : Kelompok D.4 1. Rizka Putri Pratiwi G1A012011 2. Dzicky Rifqi Fuady G1A012040 3. S. Liyaturrihana Putri G1A012124 4. Mutia Radella G1A012148 5. Jelita Numa Nadiya G1A012152 6. Agung Maulana Rahman G1A012027 7. Bayu Aji Pamungkas G1A011071 8. Agustin Nurul Fahmawati G1A012022 9. Gilang Ananda G1A011082 Asisten Yefta G1A011066 1

Upload: rizki-maulana-tsani

Post on 21-Feb-2016

254 views

Category:

Documents


26 download

DESCRIPTION

BAB IDASAR TEORIA. Prinsip pemeriksaan metode finger prick testPrinsip pemeriksaan finger prick test adalah melakukan pembacaan glukosa darah kapiler dengan alat glukometer. Tetes darah diambil dari bagian ventral ujung jari tangan. Alat glukometer ini seiring dengan berjalannya waktu semakin beragam, semakin kecil, canggih, bahkan diatur dengan komputer sehingga pembacaan secara langsung dapat dilakukan dari angka yang didapat dari layar digital glukometer (Tandra, 2008).B. Prinsip pemeriksaan metode benedictPemeriksaan metode benedict menggunakan prinsip pemanasan pada suasana alkalis dapat menyebabkan glukosa bisa merubah cupri sulfat yang terdapat dalam larutan benedict menjadi cupri hidroksida dengan bermacam-macam warna sehingga dapat diamati kadar glukosanya di urin secara semi-kuantitatif. Pemeriksaan metode ini mirip dengan metode Fehling, akan tetapi metode Benedict lebih baik dalam segi pembacaan. Hal ini disebabkan karena pada metode benedict, bisa didapatkan hasil positif dalam beberapa derajat berbeda dengan warna yang berbeda, yaitu positif satu (+), positif dua (++), dan seterusnya. Dalam metode Fehling, tidak ada kadar positif dalam berbagai derajat. Jika menggunakan metode fehling, saat warna tetap biru, diinterpretasikan sebagai hasil negatif (-). Jika warna berubah menjadi hijau, kuning atau jingga, diinterpretasikan sebagai positif (+) tanpa adanya penderajatan (Nigam, 2008).

TRANSCRIPT

Page 1: Laporan Pk Kelompok d4 - Glukosa

LAPORAN PRAKTIKUM PATOLOGI KLINIKBLOK ENDOKRIN DAN METABOLISME

PEMERIKSAAN GLUKOSA DARAH DAN URIN

Oleh :

Kelompok D.4

1. Rizka Putri Pratiwi G1A012011

2. Dzicky Rifqi Fuady G1A012040

3. S. Liyaturrihana Putri G1A012124

4. Mutia Radella G1A012148

5. Jelita Numa Nadiya G1A012152

6. Agung Maulana Rahman G1A012027

7. Bayu Aji Pamungkas G1A011071

8. Agustin Nurul Fahmawati G1A012022

9. Gilang Ananda G1A011082

Asisten

Yefta

G1A011066

KEMENTERIAN PENDIDIKAN DAN KEBUDAYAANUNIVERSITAS JENDERAL SOEDIRMAN

FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU-ILMU KESEHATANJURUSAN KEDOKTERAN

2013

1

Page 2: Laporan Pk Kelompok d4 - Glukosa

LEMBAR PENGESAHANPRAKTIKUM PATOLOGI KLINIK

BLOK ENDOKRIN DAN METABOLISMEPEMERIKSAAN GLUKOSA DARAH DAN URIN

Oleh :

Kelompok D.4

1. Rizka Putri Pratiwi G1A012011

2. Dzicky Rifqi Fuady G1A012040

3. S. Liyaturrihana Putri G1A012124

4. Mutia Radella G1A012148

5. Jelita Numa Nadiya G1A012152

6. Agung Maulana Rahman G1A012027

7. Bayu Aji Pamungkas G1A011071

8. Agustin Nurul Fahmawati G1A012022

9. Gilang Ananda G1A011082

Disusun untuk memenuhi persyaratan mengikuti ujian praktikum Patologi Klinik

blok Endokrin dan Metabolisme pada Jurusan Kedokteran Fakultas Kedokteran dan

Ilmu-Ilmu Kesehatan Universitas Jenderal Soedirman Purwokerto

Diterima dan disahkan

Purwokerto, 12 Oktober 2012

Asisten,

YeftaNIM G1A011066

2

Page 3: Laporan Pk Kelompok d4 - Glukosa

BAB I

DASAR TEORI

A. Prinsip pemeriksaan metode finger prick test

Prinsip pemeriksaan finger prick test adalah melakukan pembacaan

glukosa darah kapiler dengan alat glukometer. Tetes darah diambil dari bagian

ventral ujung jari tangan. Alat glukometer ini seiring dengan berjalannya

waktu semakin beragam, semakin kecil, canggih, bahkan diatur dengan

komputer sehingga pembacaan secara langsung dapat dilakukan dari angka

yang didapat dari layar digital glukometer (Tandra, 2008).

B. Prinsip pemeriksaan metode benedict

Pemeriksaan metode benedict menggunakan prinsip pemanasan pada

suasana alkalis dapat menyebabkan glukosa bisa merubah cupri sulfat yang

terdapat dalam larutan benedict menjadi cupri hidroksida dengan bermacam-

macam warna sehingga dapat diamati kadar glukosanya di urin secara semi-

kuantitatif. Pemeriksaan metode ini mirip dengan metode Fehling, akan tetapi

metode Benedict lebih baik dalam segi pembacaan. Hal ini disebabkan karena

pada metode benedict, bisa didapatkan hasil positif dalam beberapa derajat

berbeda dengan warna yang berbeda, yaitu positif satu (+), positif dua (++),

dan seterusnya. Dalam metode Fehling, tidak ada kadar positif dalam berbagai

derajat. Jika menggunakan metode fehling, saat warna tetap biru,

diinterpretasikan sebagai hasil negatif (-). Jika warna berubah menjadi hijau,

kuning atau jingga, diinterpretasikan sebagai positif (+) tanpa adanya

penderajatan (Nigam, 2008).

C. Definisi Glukosa

Glukosa, suatu gula monosakarida, adalah salah satu karbohidrat

terpenting yang digunakan sebagai sumber tenaga utama dalam tubuh.

Glukosa merupakan prekursor untuk sintesis semua karbohidrat lain di dalam

3

Page 4: Laporan Pk Kelompok d4 - Glukosa

tubuh seperti glikogen, ribosa dan deoxiribosa dalam asam nukleat, galaktosa

dalam laktosa susu, dalam glikolipid, dan dalam glikoprotein dan proteoglikan

(Murray et al., 2009).

Glukosa merupakan produk akhir metabolisme karbohidrat dan

merupakan sumber energi utama pada organisme hidup, penggunaannya

dikendalikan oleh insulin. Kelebihan glukosa disimpan dalam hati menjadi

glikogen serta disimpan dalam otot untuk digunakan bila diperlukan dan di

samping itu diubah menjadi lemak dan disimpan sebagai jaringan adiposa

(Dorland, 2011).

D. Jalur Oksidasi Karbohidrat

Jalur utama oksidasi karbohidrat adalah glikolisis, oksidasi asam lemak,

oksidasi benda keton, siklus asam sitrat (siklus trikarboksilat), jalur pentosa

fosfat, dan jalur masing-masing untuk setiap asam amino. Dalam semua jalur

tersebut oksidasi glukosa terjadi melalui pemberian elektron kepada NAD+,

NADP+, dan FAD. Sintesis ATP dari jalur-jalur ini bergantung pada energi

yang dibebaskan oleh pemindahan elektron pembawa yang tereduksi ke O2

dan pada fosforilisasi oksidatif. Seluruh jalur tersebut adalah jalur aerobik

sehingga jalur-jalur tersebut menggunakan hampir seluruh oksigen yang kita

hirup (Dawn, Allan & Colleen, 2012).

E. Glikolisis

Glikolisis adalah suatu urutan reaksi-reaksi yang mengkonversi glukosa

menjadi piruvat bersamaan dengan produksi sejumlah ATP yang relatif kecil.

Pada organisme aerob, glikolisis adalah pendahuluan siklus asam sitrat dan

rantai transport elektron yang bersama-sama membebaskan sebagian energi

yang tersimpan dalam mitokondria, tempat piruvat dioksidasi lengkap menjadi

CO2 dan H2O (Stryer, 2000).

Sepuluh reaksi glikolisis terjadi dalam sitosol, pada tahap pertama

glukosa dikonversi menjadi fruktosa 1,6 bisfosfat melalui reaksi fosforilasi,

4

Page 5: Laporan Pk Kelompok d4 - Glukosa

isomerisasi, dan fosforilasi kedua. Dua molekul ATP dipakai per molekul

glukosa pada reaksi-reaksi ini. Pada tahap kedua, fruktosa 1,6 bisfosfat

dipecah oleh aldolase membentuk dihidroksiaseton fosfat dan gliseraldehida

3-fosfat, yang dengan mudah mengalami interkonversi. Gliseraldehida 3-

fosfat kemudian mengalami oksidasi dan fosforilasi membentuk 1,3

bisfosfogliserat, suatu asil fosfat dengan potensi transfer fosforil yang tinggi.

3-fosfogliserat kemudian terbentuk dan ATP dihasilkan. Pada tahap akhir

glikolisis, fosfoenolpiruvat dikonversi menjadi piruvat. Terdapat keuntungan

bersih dari dua molekul ATP pada pembentukan dua molekul piruvat dari satu

molekul glukosa (Stryer, 2000).

Pada keadaan redoks jaringan kini menentukan jalur mana dari dua jalur

(aerob dan anaerob) yang diikuti. Pada kondisi anaerob, NADH tidak dapat

direoksidasi melalui rantai respiratorik menjadi oksigen. Piruvat direduksi

oleh NADH menjadi laktat yang dikatalisis oleh laktat dehidrogenase.

Terdapat berbagai isoenzim laktat dehidrogenase spesifik-jaringan yang

penting secara klinis. Reoksidasi NADH melalui pembentukan laktat

memungkinkan glikolisis berlangsung tanpa oksigen dengan menghasilkan

cukup NAD+ untuk siklus berikutnya dari reaksi yang dikatalisis oleh

gliseraldehida 3 - fosfat dehidrogenase (Murray et al., 2009).

F. Kadar glukosa darah

Kadar glukosa darah adalah istilah yang mengacu kepada tingkat

glukosa di dalam darah. Konsentrasi gula darah, atau tingkat glukosa serum,

diatur dengan ketat di dalam tubuh. Umumnya tingkat gula darah bertahan

pada batas-batas yang sempit sepanjang hari (70-150 mg/dl). Tingkat ini

meningkat setelah makan dan biasanya berada pada level terendah pada pagi

hari, sebelum orang makan (Henrikson et al., 2009).

Ada beberapa tipe pemeriksaan glukosa darah. Pemeriksaan gula darah

puasa mengukur kadar glukosa darah selepas tidak makan setidaknya 8 jam.

Pemeriksaan gula darah postprandial 2 jam mengukur kadar glukosa darah

5

Page 6: Laporan Pk Kelompok d4 - Glukosa

tepat selepas 2 jam makan. Pemeriksaan gula darah ad random mengukur

kadar glukosa darah tanpa mengambil kira waktu makan terakhir (Henrikson

et al., 2009).

G. Mekanisme Keseimbangan Glukosa dalam darah

Pankreas adalah suatu organ yang terdiri dari jaringan eksokrin dan

endokrin. Bagian eksokrin mengeluarkan enzim-enzim pencernaan sedangkan

bagian endokrin mengeluarkan hormon-hormon yang dihasilkan oleh sel-sel

pada pulau Langerhans (Islets Langerhans). Bagian ini tersusun dari sel-sel

endokrin yaitu, sel α yang menghasilkan glukagon yang berfungsi untuk

mengubah glikogen menjadi glukosa melalui proses glikogenolisis dan

glikoneogenesis sehingga mengakibatkan glukosa dalam darah naik. Selain sel

α ada juga sel β yang menghasilkan insulin dan berfungsi untuk menurunkan

kadar glukosa darah dengan cara meningkatkan proses glikogenesis sehingga

glukosa dalam darah diubah menjadi glikogen yang nantinya disimpan di

hepar dan otot. Walaupun jarang, adapula sel δ yang menghasilkan

somatostatin dan juga sel F yang menghasilkan polypeptide pankreas

(Sherwood, 2011).

6

Page 7: Laporan Pk Kelompok d4 - Glukosa

Gambar 1. Keseimbangan Pengaturan kadar glukosa dalam darah (www.forumsains.com)

Insulin dan glukagon memainkan peran yang sangat penting dalam

regulasi kadar glukosa dalam darah agar tetap homeostasis. Apabila kadar

glukosa dalam darah turun, misalnya saat berpuasa, maka sel α akan

menyekresikan produknya yaitu glukagon yang berefek pada peningkatan

glikogenolisis dan glikoneogenesis yang terjadi pada hepar, dan otot skelet

serta jaringan adiposa sehingga mengakibatkan kadar gula dalam darah

kembali normal, keadaan normal glukosa darah ini mengakibatkan pelepasan

glukagon mulai berkurang sampai akhirnya berhenti. Sebaliknya, jika kadar

gula darah tinggi misalnya setelah makan makanan berkarbohidrat tinggi,

maka disinilah peran sel β yang mensekresikan insulin dan mengakibatkan

efek pada peningkatan proses glikogenesis dan pemakaian glukosa oleh sel-sel

tubuh dipercepat sehingga kadar glukosa darah kembali normal, dan sekresi

insulin pun dihentikan (Sherwood, 2011).

7

Page 8: Laporan Pk Kelompok d4 - Glukosa

BAB II

METODE PRAKTIKUM

A. Alat dan Bahan

1. Metode finger prick

a. Alat

1) Larutan alkohol

2) Lanset

3) Jarum lanset

4) Glukometer

b. Bahan

1) Kapas steril

2) Darah kapiler

2. Metode benedict

a. Alat

1) Tabung reaksi

2) Lampu spiritus

3) Pipet tetes

4) Penjepit tabung

b. Bahan

1) Urin patologis

8

Page 9: Laporan Pk Kelompok d4 - Glukosa

Gambar 2. Urin patologis

c. Reagen

1) Larutan Benedict berisi Cupri Sulfat, Trisodium Sulfat dan

Sodium Karbonat

B. Cara Pemeriksaan

1. Metode finger prick

a. Praktikan yang melakukan pengambilan darah kapiler mencuci tangan

b. Memijat ujung distal jari tangan probandus dari proksimal ke distal

sehingga tampak ujung distal jari kemerahan penuh darah

Gambar 3. Melakukan pemijatan ujung jari

c. Mempersiapkan kapas alkohol

d. Melakukan desinfeksi bagian ujung jari yang akan ditusuk dengan

kapas alcohol

e. Menusukkan lokasi yang telah didesinfeksi secara cepat dengan jarum

steril, darah yang keluar segera diteteskan ke alat glukometer

f. Menekan lokasi penusukkan jarum dengan kapas alkohol steril

g. Memastikan darah probandus berhenti keluar

h. Membaca hasil kadar glukosa darah dengan alat glukometer

2. Metode benedict

a. Memasukkan 5 ml reagen benedict ke dalam tabung reaksi

9

Page 10: Laporan Pk Kelompok d4 - Glukosa

b. Meneteskan sebanyak 5-8 tetes utin ke dalam tabung reaksi

c. Memanaskan tabung reaksi selama 2-5 menit

Gambar 4. Memanaskan tabung reaksi selama 2-5 menit

d. Mengangkat tabung dan mengocok-ngocok isinya

e. Membaca hasil reduksi

Gambar 5. Membaca hasil reduksi

10

Page 11: Laporan Pk Kelompok d4 - Glukosa

BAB II

HASIL DAN PEMBAHASAN

A. Data Pemeriksaan

Hari, Tanggal : Rabu, 9 Oktober 2013

Tempat : Laboratorium PK Jurusan Kedokteran FKIK UNSOED

Waktu : 15.00 – 16.15

B. Identitas Probandus Urin Normal

Nama                   : Agung Maulana Rahman

Umur                   : 19 tahun

Jenis Kelamin : Laki-laki

C. Identitas Probandus Urin Patologis

Nama : Tidak diketahui

Umur : Tidak diketahui

Jenis Kelamin : Tidak diketahui

Sumber : RS. Margono Soekardjo

D. Identitas Probandus Darah Kapiler

Nama : Agustin Nurul Fahmawati

Umur : 19 tahun

Jenis Kelamin : Perempuan

E. Hasil Pemeriksaan Glukosa Darah

1. Metode finger prick

Darah probandus diambil dari probandus dengan menggunakan

lanset lalu darah tersebut diteteskan pada alat glukometer. Hasil yang

didapatkan praktikan setelah melakukan pemeriksaan tersebut adalah

kadar glukosa darah terbaca 85 mg/dl. Pemeriksaan glukosa ini termasuk

11

Page 12: Laporan Pk Kelompok d4 - Glukosa

dalam pemeriksaan gula darah sewaktu dan masuk kriteria normal, karena

normalnya kadar glukosa darah berada dalam rentang di bawah 200 mg/dl.

Gambar 6. Hasil pemeriksaan glukosa metode finger prick test

2. Metode benedict

Proses pencampuran antara larutan benedict sebanyak 5 ml dengan

5-8 tetes urin patologis menghasilkan suatu perubahan warna menjadi

warna hijau kekuning-kuningan. Hasil warna yang didapat

diinterpretasikan sebagai hasil positif satu (+), dengan arti urin probandus

patologis ini mengandung 0,5 – 1 % glukosa.

12

Page 13: Laporan Pk Kelompok d4 - Glukosa

Gambar 7. Hasil pemeriksaan glukosa metode benedict

F. Pembahasan

1. Pemeriksaan glukosa metode finger prick test

Pemeriksaan metode finger prick test ini merupakan metode

pemeriksaan yang sangat berguna untuk menentukan glukosa darah

dengan menggunakan suatu alat yang disebut glukometer. Tes ini bisa

dilakukan untuk melakukan pemeriksaan glukosa darah puasa (GDP), 2

jam post prandial atau gula darah sewaktu (GDS), seperti yang dilakukan

pada pemeriksaan ini (Tandra, 2007).. Hasil pemeriksaan akan didapatkan

dalam waktu singkat dan sering digunakan sebagai pemeriksaan

penunjang penyakit tertentu, seperti diabetes mellitus (Wahyu, 2009).

Walaupun pemeriksaan ini menggunakan alat dan metode

pemeriksaannya pun sederhana, akan tetapi tetap saja bisa terjadi

kesalahan dalam metode ini. Beberapa kesalahan antara lain adalah faktor

lingkungan yang dapat mempengaruhi pembacaan oleh alat glukometer,

seperti suhu, kelembaban, ketinggian, dan sebagainya (Lee, 2009). Selain

itu, kesalahan juga bisa terjadi dari tempat penusukkan jari tangan.

13

Page 14: Laporan Pk Kelompok d4 - Glukosa

Adapun daerah-daerah yang menjadi tempat pengambilan darah kapiler

untuk pemeriksaan ini antara lain adalah sebagai berikut.

Gambar 8. Daerah pengambilan darah yang dianjurkan (Timby, 2009)

2. Pemeriksaan glukosa metode benedict

Pemeriksaan metode benedict sangat berguna untuk menentukan

apakah ada glukosa dalam urin atau tidak. Normalnya, di urin memiliki

kandungan glukosa (glikosuria). Pada keadaan karbohidrat tubuh sangat

banyak yang disebabkan oleh konsumsi yang berlebihan, glikosuria dapat

terjadi. Glikosuria pun menjadi tanda khas yang terdapat pada pasien

Diabetes Mellitus. Kondisi lain yang dapat menyebabkan hasil menjadi

positif adalah kehamilan, konsumsi buah-buahan yang banyak, serta

pengaruh obat-obatan. Karena itu, pemeriksaan metode benedict ini lebih

baik daripada metode fehling (Nigam, 2008).

Pemeriksaan yang dilakukan oleh praktikan tidak sepenuhnya valid.

Bagaimanapun, pemeriksaan yang dilakukan oleh praktikan jauh berbeda

kualitasnya dengan pemeriksaan yang dilakukan oleh pakar laboratorium.

Beberapa kesalahan yang dilakukan praktikan dan dapat mempengaruhi

hasil pemeriksaan diantaranya adalah sebagai berikut.

1. Pengambilan reagen yang tidak tepat 5 ml

2. Penetesan urin patologis kurang dari 3 tetes atau lebih dari 8 tetes

3. Proses pemanasan inadekuat atau terlalu lama

4. Pengocokkan larutan hasil pemanasan tidak adekuat

5. Kesalahan interpretasi warna.

14

Page 15: Laporan Pk Kelompok d4 - Glukosa

BAB IV

APLIKASI KLINIS

1. Diabetes Melitus

Diabetes melitus merupakan suatu kelompok kelainan heterogen yang

ditandai oleh kenaikan kadar glukosa dalam darah atau hiperglikemia.

Glukosa secara normal bersirkulasi dalam jumlah tertentu dalam darah.

Glukosa dibentuk di hati dari makanan yang dikonsumsi (Waly, 2010).

Hiperglikemia ini adalah akibat dari defek sekresi insulin, kerja insulin,

atau karena faktor keduanya. Dalam jangka waktu yang lama, hiperglikemia

kronik juga dapat menyebabkan kerusakan jangka panjang, disfungsi, dan

kegagalan berbagai organ, khusunya mata, ginjal, saraf, jantung, dan

pembuluh darah (ADA, 2004).

Kadar gula darah normal dalam keadaan puasa berkisar 60-80 mg/dl dan

setelah makan berkisar 120-160 mg/dl (Tobing, 2008).

Berdasarkan kebutuhan insulin pada diabetes melitus, diabetes melitus

tebagi menjadi empat jenis, yaitu sebagai berikut (Tobing, 2008):

a. DM tipe I (Insulin Dependent Diabetes Mellitus/IDDM)

DM tipe I merupakan penyakit multisistemik dengan kelainan

biokimia dan anatomi. Metabolisme karbohidrat, lemak, dan protein

terganggu pada penderita dengan adanya defisiensi insulin. Hal ini

disebabkan oleh adanya inabilitas pankreas untuk mensekresikan insulin

akibat penghancuran autoimun sel beta pankreas (Philippe et al., 2011).

Kelompok tipe ini adalah penderita penyakit DM yang sangat

tergantung pada suntikan insulin. Kebanyakan penderitanya masih muda

dan tidak gemuk. Gejala biasanya timbul pada masa anak-anak dan

puncaknya pada usia akil baligh. Tipe ini disebabkan karena rusaknya sel

beta pankreas sehingga terjadi kekurangan insulin absolut. DM tipe I

umumnya diderita oleh orang-orang dibawah usia 30 tahun, dan gejalanya

mulai tampak pada usia 10-13 tahun. Penyebab DM tipe I belum begitu

15

Page 16: Laporan Pk Kelompok d4 - Glukosa

jelas, tetapi diduga kuat disebabkan oleh infeksi virus yang menimbulkan

autoimun yang berlebihan untuk menumpas virus. Faktor keturunan juga

menjadi faktor penyebab (Tobing, 2008).

b. DM tipe II (Non-Insulin Dependent Diabetes Mellitus/NIDDM)

Kelompok DM tipe II tidak tergantung insulin. Kebanyakan timbul

pada penderita usia di atas 40 tahun. Penderita DM tipe II ini yang

terbanyak di Indonesia. Pengobatannya diutamakan dengan perencanaan

menu makanan yang baik dan latihan jasmani secara teratur. Pankreas

relatif cukup menghasilkan insulin, tetapi insulin yang ada bekerja kurang

sempurna karena adanya resistensi insulin akibat kegemukan. Penyakit

DM tipe II biadanya dapat terkendali dengan menurunkan berat badan

(obesitas), Obat semacam oral hipoglikemik dan suntikan insulin kadang

menjadi kebutuhan bagi penderita (Tobing, 2008).

Pada pasien DM tipe II yang tidak menderita obesitas, insulin yang

dihasilkan memang kurang mencukupi untuk mempertahankan kadar

glukosa darah dalam batas-batas normal. Bagi penderita yang sudah

kronis, penurunan kadar gula darah harus dibantu dengan injeksi insulin.

Secara medis dapat dikatakan DM tipe II disebabkan oleh gangguan

sekresi insulin yang progresif karena resistensi insulin. DM tipe II diduga

disebabkan oleh faktor genetik dan dipicu oleh pola hidup yang tidak sehat

(Tobing, 2008).

c. DM Gestasional

1) Klas I (Diabetes Gestasional), yaitu diabetes yang timbul pada waktu

hamil dan menghilang setelah melahirkan.

2) Klas II (Diabetes Pregestasional), yaitu diabetes yang dimulai sejak

sebelum hamil dan berlanjut setelah hamil.

3) Klas III (Diabetes Pregestasional dengan komplikasi), yaitu diabetes

pregestasional yang disertai dengan komplikasi penyakit pembuluh

darah seperti retinopati, nefropati, penyakit pembuluh darah panggul

dan pembuluh darah perifer.

16

Page 17: Laporan Pk Kelompok d4 - Glukosa

Wanita hamil yang menderita diabetes 90% termasuk ke dalam

kategori DM gestasional (Klas II) dan DM yang tergantung pada

insulin (DM tipe I). Terjadi pada wanita yang tidak menderita diabetes

sebelum kehamilannya. Hiperglikemia terjadi selama kehamilan akibat

sekresi hormon-hormon plasenta. Sesudah melahirkan bayi, kadar

glukosa darah pada wanita yang menderita diabetes gestasional akan

kembali normal. (Waly, 2010).

d. DM tipe lain (ADA, 2004):

1) Defek fungsi sel B

2) Defek fungsi kerja insulin

3) Penyakit exocrine pankreas

4) Endokrinopati

5) Obat-obatan

6) Infeksi

Adapun menurut Suyono, (2007), Tanda dan gejala diabetes melitus

antara lain adalah sebagai berikut

a. Tiga gejala klasik Diabetes Mellitus :

1) Poliuria = banyak kencing

2) Polidipsi = banyak minum (sering haus)

3) Polifagia = banyak makan (merasa lapar terus menerus)

b. Gejala lain :

1) BB turun

2) Penglihatan kabur

3) Kesemutan

4) Cepat lelah

5) Gatal pada kulit

6) Impoten, dll.

Diagnosis diabetes mellitus dapat ditegakkan diabetes melitus (Suyono,

2007):

17

Page 18: Laporan Pk Kelompok d4 - Glukosa

a) 3 gejala klasik + Kadar glukosa darah puasa ≥ 126mg/dL

b) 3 gejala klasik + Kadar glukosa darah sewaktu ≥200mg/dL

c) 3 gejala klasik + Pemeriksaaan TTGO ≥200mg/dL

Diabtes mellitus (DM) dapat terjadi karena beberapa proses patofisiologi yang

dibedakan berdasarkan tipenya. Patofisiologi diabetes melitus adalah sebagai

berikut (Suyono, 2007):

1) DM Tipe 1

Etiologi DM tipe 1 adalah autoimunotas yang menyebabkan kerusakan

sel beta. Faktor-faktor yang dapat menyebabkan adanya autoimunitas

penyebab DM tipe 1 adalah kerentanan genetic dan adanya faktor pemicu dari

lingkungan, diantaranya yang paling diyakini sebagai pemicu adalah virus. Di

samping itu, agen-agen non-infeksius juga dapat terlibat (Suyono, 2007).

2) DM Tipe 2

Pasien DM tipe 2 memiliki dua efek fisiologis, yaitu sekresi insulin abnormal

dan resistensi terhadap kerja insulin pada jaringan sasaran (Suyono, 2007).

Beberapa mekanisme formalitas yang bisa terjadi antara lain adalah, pertama,

glukosa darah teteap normal walaupun terlihat adanya resistensi karena kadar

insulin meningkat. Kedua, resistensi insulin cenderung tampak intoleransi

glukosa bentuk hiperglikemia. Pada DM tipe 2 jumlah insulin yang ada dalam

sirkulasi dalam kadar normal, bahkan tinggi, tetapi jumlah reseptor

permukaan terhadap insulin pun berkurang.

2. Insulinoma

Insulinoma adalah tumor endokrin pankreas yang langka yaitu

endokrin tumor yang biasanya sporadis, soliter, dan kurang dari 2 cm

diameter. Kurang dari 5% dari insulinomas lebih besar dari 3 cm. Sembilan

puluh persen atau lebih dari semua insulinomas jinak. Tumor yang lebih

besar lebih mungkin menjadi ganas (Mittendorf et al., 2005).

18

Page 19: Laporan Pk Kelompok d4 - Glukosa

Insulinoma menyebabkan kelebihan produksi insulin. Tumor

neuroendokrin ini akan mensekresikan hormon insulin lebih dari batas

normal disertai sekresi hormon lain seperti gastrin, 5-hydroxyindolic acid,

ACTH, HCG, dan somatostatin (Dadan et al., 2008). Tingkat insulin yang

tinggi menyebabkan kadar gula darah rendah. Bentuknya tunggal dan jarang

ditemukan pada anak-anak. Sebagian besar anak dengan hiperinsulinisme

memiliki beberapa bidang sel yang mensekresi insulin terlalu aktif di

pankreas, daripada tumor tunggal. Kebanyakan insulinomas jinak hanya 5

sampai 10 persen adalah kanker (Robins, 2008).

Batas normal sekresi insulin yaitu untuk keseluruhan selama 24 jam

adalah 45,4 U, disekresi sebagai 10,6 U saat sarapan, 13,4 U saat makan

siang, dan 13,8 U saat makan malam. Sisanya 7,6 U yang dikeluarkan pada

malam hari pada tingkat 0,85 U/h (Dadan et al., 2008).

Keluhan dan gejala insulinoma meliputi kebingunan yang

ditimbulkan oleh hipoglikemia, stupor dan kehilangan kesadaran. Gejala

khas yang sering dikeluhkan pasien tentang terkait dengan rendahnya gula

darah dan termasuk kelelahan, kelemahan, gemetar dan kelaparan.

Rendahnya tingkat gula dalam darah bahkan dapat menyebabkan kejang dan

koma (Robins, 2008).

Biasanya, insulinoma berasal dari sel B pada pulau Langerhans yang

ganas. Pertama, tumor bermetastasis ke kelenjar getah bening regional,

kemudian ke hati dan kurang umum ke paru-paru. Hal ini juga dapat secara

langsung menyerang sekitar organ viseral seperti duodenum, lambung, dan

usus besar, atau dapat bermetastasis ke permukaan dalam rongga perut

melalui penyebaran peritoneal. Ascites bisa terjadi. Kanker pankreas dapat

menyebar ke kulit sebagai metastasis nodular yang menyakitkan. Metastasis

ke tulang ini jarang terjadi (Dragovich, 2013).

3. Hipoglikemia

19

Page 20: Laporan Pk Kelompok d4 - Glukosa

Hipoglikemia ditandai dengan penurunan konsentrasi glukosa plasma

ke tingkat yang dapat menyebabkan gejala atau tanda-tanda seperti perubahan

status mental dan/atau stimulasi sistem saraf simpatik (Hamdy, 2013).

Dalam keadaan ini hipoglikemia ditegakkan bila kadar glukosa <50

mg% (2.8 mmol/L) atau bahkan <40 mg% (2,2 mmol/L). Walaupun demikian

berbagai studi fisiologis menunjukkan bahwa gangguan fungsi otak sudah

dapat terjadi pada kadar glukosa darah 55mg% (3 mmol/L) (Hull, 2008).

Hipoglikemia ini biasanya muncul dari kelainan pada mekanisme yang

terlibat dalam homeostasis glukosa. Penyebab paling umum dari hipoglikemia

pada pasien diabetes adalah suntikan insulin dan melewatkan makan atau

overdosis insulin (Hamdy, 2013). Adapun gejala pada sistem saraf pusat

biasanya antara lain sebagai berikut (Hamdy, 2013):

a. Sakit kepala

b. kebingungan

c. perubahan kepribadian

d. Asupan etanol dan kekurangan gizi

e. Penurunan berat badan mual dan muntah

f. Kelelahan , mengantuk

Gejala neurogenik atau neuroglikopenik hipoglikemia dapat

dikategorikan sebagai berikut (Hamdy, 2013):

a. Neurogenik (adrenergik)

b. Aktivasi sympathoadrenal

Berkeringat, kegoyahan, takikardia, kecemasan, dan rasa lapar.

c. Gejala Neuroglikopenik :

Kelemahan, kelelahan, atau pusing, perilaku yang tidak pantas (kadang-

kadang keliru untuk mabuk), sulit konsentrasi, kebingungan, penglihatan

kabur, dan dalam kasus yang ekstrim dapat menimbulkan koma dan

kematian.

Patofisiologi hipoglikemia terkait dengan aktivasi simpatik dan

disfungsi otak sekunder untuk penurunan tingkat glukosa. Stimulasi sistem

20

Page 21: Laporan Pk Kelompok d4 - Glukosa

saraf sympathoadrenal menyebabkan berkeringat, jantung berdebar,

tremulousness, kecemasan, dan kelaparan. Pengurangan ketersediaan glukosa

otak (neuroglikopenia) dapat bermanifestasi sebagai kebingungan, kesulitan

berkonsentrasi, iritabilitas, halusinasi, gangguan fokal (misalnya, hemiplegia),

dan akhirnya koma dan kematian (Hamdy, 2013).

Gejala adrenergik sering mendahului gejala neuroglikopeni dan

dengan demikian memberikan sistem peringatan dini bagi pasien. Penelitian

telah menunjukkan bahwa stimulus utama untuk rilis katekolamin adalah

tingkat absolut glukosa plasma, tingkat penurunan glukosa kurang penting.

Sebelumnya kadar gula darah dapat mempengaruhi respons seseorang ke

tingkat tertentu gula darah. Namun, penting untuk dicatat bahwa pasien

dengan hipoglikemia berulang dapat memiliki hampir tidak ada gejala

(ketidaksadaran hipoglikemik). Ambang di mana pasien merasa gejala

hipoglikemik menurun dengan episode berulang dari hipoglikemia (Hamdy,

2013).

21

Page 22: Laporan Pk Kelompok d4 - Glukosa

DAFTAR PUSTAKA

American Diabetes Association. 2004. Diagnosis and Classification of Diabetes

Mellitus. Journal of Diabetes Care vol.27, suplement I. Available at:

http://care.diabetesjournals.org/content/27/suppl_1/s5.full.pdf+html.

Diakses 9 Oktober 2013.

Dadan, J; P. Wojskowicz dan A. Wojskowicz. 2008. Neuroendocrine Tumors of the

Pancreas. Wiad Lek, Vol. 61(1-3) pp:43-7. Available at:

http://www.ncbi.nlm.nih.gov/pubmed/18717042. Diakses 9 Oktober 2013.

Dragovich, T. 2013. Pancreatic Cancer. Available at:

http://emedicine.medscape.com/article/280605overview#aw2aab6b2b6aa.

Diakses 9 Oktober 2013.

Hamdy, Osama. 2013. Hypoglycemia. Available at:

http://emedicine.medscape.com/article/122122-overview . Diakses 9 Oktober

2013.

Hull, D., & Johnston, D. I. 2008. Dasar-Dasar Pediatri Ed.3. Jakarta: EGC

Lee, M. 2009. Basic Skills in Interpreting Laboratory Data. Bethesda: ASHP

Mittendorf, et al. 2005. Giant Insulinoma: Case Report and Review of the Literature.

Journal of Clinical Endocrin and Metabolism Vol 90(1) pp: 575-580.

Available at:

22

Page 23: Laporan Pk Kelompok d4 - Glukosa

http://jcem.endojournals.org/content/90/1/575.full.pdf+html. Diakses 9

Oktober 2013.

Murray, et al. 2009. Biokimia Harper. Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran EGC

Nigam, A. 2008. Lab Manual in Biochemistry: Immunology and Biotechnology. New

Delhi: McGraw-Hill.

Philippe, M.F.; S. Benabadji; L. Barbot-Trystram; et al. 2011. Pancreatic volume and

endocrine and exocrine functions in patients with diabetes. 40(3): 359-363.

Robbins, C. 2008. Buku Saku Dasar Patologis Penyakit. Jakarta: EGC.

Sherwood, L. 2011. Fisiologi Manusia : dari Sel ke Sistem. Ed 6 Jakarta: Penerbit

Buku Kedokteran EGC.

Suyono, Slamet. 2010. Diabetes Melitus di Indonesia dalam Buku Ajar Ilmu Penyakit

Dalam. Jakarta: Internal Publishing.

Tandra, H. 2007. Segala Sesuatu yg Hak Tentang: Diabetes. Jakarta: Gramedia

Tandra, H. 2008. Diabetes: Tanya Jawab Lengkap dengan Ahlinya. Jakarta:

Gramedia

Timby, B. K. 2009. Fundamental Nursing Skills and Concepts. Philadelphia:

Lippincott Wilson & Wilkins

Tobing, A. 2008. Care Your Self: Diabetes Melitus. Jakarta: Penebar Plus

Wahyu, G.G. 2009. Obesitas Pada Anak. Jakarta: Bentang Pustaka

23

Page 24: Laporan Pk Kelompok d4 - Glukosa

Waly, T, M. 2010. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam. Jakarta: Internal Publishing.

24