filsafat -...

26
Revitalisasi dan Koreksi Terhadap Filsafat Paripatetik Analisis Terhadap Konsep Shihâb al-Dîn al-Suhrawardî Oleh Suparman Syukur* Kata Kunci: al-Hikamah al-Isyraqiyyah, Kararis fi al-hikmah, Philosopia generalis, al-Hikmah al-‘Ammah, al-Hakim al-Muta’allih, Hikmah bahtsiah Hikmah dzawqiyyah, Daqiqah Isyraqiyyah, DhawabitIsyraqiyyah,al-Hudhurial-Isyraqi Pendahuluan Pada masa, ketika spirit sejarah Islam telah menjadi lebih dari sekedar manifestasi hilangnya spiritualitas ketimbang proses penyingkapannya, warisan Suhrawardî memberi suatu metode alternatif penyelidikan tentang hakekat sesuatu. Filsafat itu muncul pasca Ibn Rusyd. Formulasi awalnya, diakhir abad ke 12 H., filsafat iluminasi telah dipakai oleh banyak pemikir yang mempertanyakan paripatisme-sinkretik sebagai filsafat Islam asli. Maka, Suhrawardî datang dengan ide yang ingin mentransenden- tasikan filsafat paripatetik berdasarkan posisi epistimologis yang penting kepada wahyu, inspirasi personal dan visi mistis. Penamaan aliran ini diberikan berdasarkan karya utama sang penggagas, yaitu kitab al-Hikmah al-Isyrâqiyyah. Suhrawardî sendiri mendapat gelar Syaikh al-Isyrâq, yang artinya Guru Agung Filsafat Pencerahan. 1 Filsafat paripatetik yang dianggap paling unggul, oleh Suhrawardi dinilai mengandung banyak kekurangan. Secara Epistemologis, ia tidak bisa menggapai seluruh realitas wujud. Sedangkan secara ontologis, Suhrawardi tidak bisa menerima konsep paripatetik, antara lain dalam soal eksistensi- essensi. Baginya yang fundamental dari realitas adalah essensi, bukan eksistensi. Tujuan dasar filsafat illuminasi Suhrawardi disamping merumuskan jalan yang jelas menuju suatu kehidupan filosofis dan sebagai sarana yang secara ilmiah lebih valid untuk meneliti sifat dan hakikat sesuatu serta sarana untuk mencapai kebahagiaan, juga untuk meraih kebijaksanaan yang lebih praktis. Filsafat

Upload: ngothuan

Post on 30-Mar-2019

244 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

Page 1: Filsafat - library.walisongo.ac.idlibrary.walisongo.ac.id/digilib/files/disk1/21/jtptiain-gdl-jou...Revitalisasi dan Koreksi Terhadap Filsafat Paripatetik ... dilakukannya ketika merujuk

Revitalisasi dan KoreksiTerhadap Filsafat Paripatetik

Analisis Terhadap Konsep Shihâb al-Dîn al-Suhrawardî

Oleh Suparman Syukur*

Kata Kunci: al-Hikamah al-Isyraqiyyah, Kararis fi al-hikmah, Philosopiageneralis, al-Hikmah al-‘Ammah, al-Hakim al-Muta’allih,Hikmah bahtsiah Hikmah dzawqiyyah, Daqiqah Isyraqiyyah,Dhawabit Isyraqiyyah, al-Hudhuri al-Isyraqi

Pendahuluan

Pada masa, ketika spirit sejarah Islam telah menjadi lebih dari sekedarmanifestasi hilangnya spiritualitas ketimbang proses penyingkapannya,warisan Suhrawardî memberi suatu metode alternatif penyelidikantentang hakekat sesuatu. Filsafat itu muncul pasca Ibn Rusyd. Formulasiawalnya, diakhir abad ke 12 H., filsafat iluminasi telah dipakai oleh banyakpemikir yang mempertanyakan paripatisme-sinkretik sebagai filsafat Islamasli. Maka, Suhrawardî datang dengan ide yang ingin mentransenden-tasikan filsafat paripatetik berdasarkan posisi epistimologis yang pentingkepada wahyu, inspirasi personal dan visi mistis. Penamaan aliran inidiberikan berdasarkan karya utama sang penggagas, yaitu kitab al-Hikmahal-Isyrâqiyyah. Suhrawardî sendiri mendapat gelar Syaikh al-Isyrâq, yangartinya Guru Agung Filsafat Pencerahan.1

Filsafat paripatetik yang dianggap paling unggul,oleh Suhrawardi dinilai mengandung banyakkekurangan. Secara Epistemologis, ia tidak bisamenggapai seluruh realitas wujud. Sedangkansecara ontologis, Suhrawardi tidak bisa menerimakonsep paripatetik, antara lain dalam soal eksistensi-essensi. Baginya yang fundamental dari realitasadalah essensi, bukan eksistensi. Tujuan dasar filsafatilluminasi Suhrawardi disamping merumuskan jalanyang jelas menuju suatu kehidupan filosofis dansebagai sarana yang secara ilmiah lebih valid untukmeneliti sifat dan hakikat sesuatu serta sarana untukmencapai kebahagiaan, juga untuk meraihkebijaksanaan yang lebih praktis.

Filsafat

Page 2: Filsafat - library.walisongo.ac.idlibrary.walisongo.ac.id/digilib/files/disk1/21/jtptiain-gdl-jou...Revitalisasi dan Koreksi Terhadap Filsafat Paripatetik ... dilakukannya ketika merujuk

24

Revitalisasi dan Koreksi terhadap Filsafat Paripatetik... Suparman Syukur

Teologia, Volume 16, Nomor 1, Januari 2005

Pemikiran Illuninatif (Isyrâqiyyah) secara ontologis maupunepistimologis, lahir sebagi alternatif atas kelemahan-kelemahan yang adapada filsafat sebelumnya, khususnya paripatetik Aristotelian.2 MenurutSuhrawardî,3 filsafat paripatetik yang sampai saat itu dianggap palingunggul, ternyata mengandung bermacam kekurangan. Secaraepistimilogis, ia tidak bisa menggapai seluruh realitas wujud. Ada sesuatuyang tidak bisa dicapai oleh penalaran rasional, bahkan silogisme rasionalsendiri, pada saat tertentu, tidak bisa menjelaskan atau mendifinisikansesuatu yang diketahuinya.

Sementara itu, dari sisi ontologis, Suhrawardî tidak bisa menerimakonsep paripatetik, antara lain, dalam soal eksistensi-essensi. Baginya,yang fundamental dari realitas adalah essensi, bukan eksisitensi sepertidiklaim kaum paripatetik. Esensilah yang primer, sedangkan eksistensihanya sekunder, murupakan sifat dari essensi dan hanya ada dalampikiran.4 Ini sekaligus mengembalikan konsep Plato, bahwa eksistensihanyalah bayangan dari ide dalam pikiran.5

Tujuan dasar filsafat iluminasi Suhrawardî adalah merumuskan jalanyang jelas menuju suatu kehidupan filosofis sekaligus merupakan saranayang secara ilmiah lebih valid untuk meneliti sifat dan hakikat sesuatuserta sarana untuk mencapai kebahagiaan, dan juga jalan untuk meraihkebijaksanaan yang lebih praktis, yang dapat dan harus digunakan untukmengabdi kepada kekuasaan yang adil. Berangkat dari ide ini, Suhrawardîbanyak mengkritisi beberapa pemikiran Ibn Sina, seperti yangdilakukannya ketika merujuk kepada buku yang berjudul Karârîs fi al-Hikmah, yang dinisbahkan oleh Ibn Sina sebagai metode orang Timurdalam berfilsafat. Pertama-tama Suhrawardi menegaskan keraguan atasklaim Ibn Sina, bahwa Karârîs didasarkan atas prinsip-prinsip ketimuran.Kemudian ia melanjutkannya dengan menolak dengan penegasan IbnSina bahwa Karârîs merupakan filsafat Timur baru atas dasar sepasangargumen berikut.

Pertama, tidak ada filsafat Timur sebelum Suhrawardî menciptakanfilsafat iluminasi. Filasafat iluminasi tidak boleh dianggap Timur dalampengertian kultur ataupun geografis, tetapi lebih menekankanIluminasionis (isyrqî, agar tak terkacaukan dengan masyrîqî). Kedua,Suhrawardî bersikeras menunjukan bahwa Karârîs sesungguhnya disusunsemata-mata sesuai dengan kaidah-kaidah Paripatetik yang sudah mapan,yang terdiri dari masalah-masalah yang hanya dimasukan dalam apa yangolehnya dikhususkan sebagai philosophia generalis (al-hikmah al ‘ammah).Suhrawardî menyimpulkan bahwa modifikasi-modifikasi sederhana yangdilakukan Ibn Sina tidak menjadikan ia seorang filosof Timur.6

Secara umum, tujuan Suharawardî adalah menjelaskan pendapat-pendapatnya selaras dengan metode Paripatetik konvensional. Paripatetik

Page 3: Filsafat - library.walisongo.ac.idlibrary.walisongo.ac.id/digilib/files/disk1/21/jtptiain-gdl-jou...Revitalisasi dan Koreksi Terhadap Filsafat Paripatetik ... dilakukannya ketika merujuk

Teologia, Volume 16, Nomor 1, Januari 2005 25

Revitalisasi dan Koreksi terhadap Filsafat Paripatetik... Suparman Syukur

konvensional disebutnya sebagai “metode diskursif yang baik” namuntidak memadai untuk mencapai tujuan pencarian Tuhan (muta’allih) yangingin tiba pada tingkat “pengalaman kebijaksanaan ataupun hikmah”,atau bagi yang ingin memadukan metode diskursif dan pengalaman-batinsekaligus. Tugas inilah yang telah dituntaskannya dalam bukunya yangberjudul Hikmah Al-Isyrâq (Filsafat Iluminasi).7

Munculnya Suhrawardî, dengan mengusung Filsafat Iluminasimerupakan sebuah hal yang wajar (thabî’’î), karena berangkat dari sebuahfenomena yang sangat dinamis, di era kolaraborasi pemikiran filsafat daribanyak unsur; Filsafat Yunani, Persia, India, Kristen, dan Shâbi’iyyah.8

Untuk memahami lebih jauh, di bawah ini akan dikaji kandungan filsafatiluminasi tersebut.

Suhrawardî: Seketsa Biografis

Adalah Syihâb al-Dîn Yahyâ Ibn Habasy Ibn Amîrak Abû al-Futûh al-Suhrawardî, seorang filosof yang sangat fenomenal dalam catatan sejarahIslam, sebagai Guru Iluminasi (Syaikh al-Isyrâqi). Dia lahir di kota kecilSuhraward di Persia Barat Laut9 pada 549 H/1154 M. Ia menemukankematian tragis melalui eksekusi di Aleppo pada 587 H/1191 M, karenaitu, ia sering disebut dengan julukan Guru Yang Terbunuh (Al-SyaikhAl-Maqtûl), Julukan ini untuk membedakannya dengan dua tokohSuhrawardî yang lain.10 Umur Suhrâwardî relatif pendek dibandingdengan filosof yang lain, dia hanya hidup sekitar tiga puluh delapan tahunQomariah (tigapuluh enam tahun Syamsiyah), waktu yang sangat singkatbagi seorang filosof besar.

Suhrawardî belajar di Maraghah, kota yang nantinya sangat terkenalkarena menjadi lokasi aktivitas astronomi al-Thûsi, sekaligus tempatkelahirannya. Ia juga belajar di Isfahân, di mana ia menjadi teman sekelasFakhruddîn al-Râzî. Suhrawardî pertama kali belajar filsafat kepada MajîdJîlî, seorang mutakallim yang terpengaruh doktrin Masysyâ’iyah.11.Kemudian pergi ke Isfahân untuk memperdalam kajian filsafat kepadaFakhr al-Dîn al-Mardînî (w. 594 H/1198 M). Setelah itu, ia belajar kepadaZhâhir al-Dîn al-Qôri al-Farsî dan mengkaji kitab al-Bashâir al-Nâshiriyyahkarya Umar Ibn Sahlân al-Sâwî, yang juga dikenal sebagai komentatorRisâlah al-Thair karangan Ibn Sina, ahli logika terkenal sekaligus salahsatu pemikir Illuminasionis awal dalam Islam.12

Hal yang sangat sulit untuk mengkaji sejarah perjalanan Suhrawardîadalah, mengetahui secara pasti, kapan ia menyelesaikan studi atau kapanmulai mengajar dan menulis karya-karyanya. Hossein Ziai memberi asumsi-asumsi untuk memberi jawaban dengan mengatakan:

Page 4: Filsafat - library.walisongo.ac.idlibrary.walisongo.ac.id/digilib/files/disk1/21/jtptiain-gdl-jou...Revitalisasi dan Koreksi Terhadap Filsafat Paripatetik ... dilakukannya ketika merujuk

26

Revitalisasi dan Koreksi terhadap Filsafat Paripatetik... Suparman Syukur

Teologia, Volume 16, Nomor 1, Januari 2005

“Suhrawardî mungkin menyelesaikan studinya dengan al-Jîllî pada permulaanumur duapuluhan dan dengan al-Mardînî pada pertengahan umur duapuluhan.Mari kita asumsikan bahwa, setelah menyelesaikan studinya, sebuah periode antaratiga sampai lima tahun lewat sebelum masa ketika sekelompok murid atau siswayang sering disebut sebagai “saudara” atau “sahabat”, mendekatkan diri kepadanya.Untuk merekalah yang menuntutnya dengan keras ia menulis kebanyakankaryanya. Ini juga berarti bahwa, Suhrâwardî telah menyampaikan ajaran-ajarannya pada saat ia mengajar secara lisan, sebelum diturunkan dalam bentuktulisan. Tidak mungkin karya-karya Suhrâwardî yang penting itu ditulis sebelumakhir umur duapuluhan. Suhrâwardî paling banter mempunyai waktu sepuluhtahun untuk menyusun semua karya-karyanya yang penting, dan mungkinkebanyakan karya-karya lainya termasuk cerita-cerita alegoris.”13

Setelah pembelajaranya, ia banyak melawat ke Persia, Anatolia (asiakecil), Damaskus dan Syiria. Dalam pengembaraannya, Surhrawardîbanyak bergaul dengan kalangan sufi dan menjalani kehidupan zahid,sambil memperdalam ajaran tasawuf. Menurut Hussein Nasr, Suhrâwardîmemasuki putaran kehidupannya melalui jalan sufi dan cukup lamaberkhalwat untuk mempelajari dan memikirkanya, perjalanannya semakinlebar hingga mencapai Anatolia dan Syiria.14 Setelah banyak melawatbeberapa kawasan, akhirnya, ia menetapkan untuk pergi ke Aleppo.Segera setelah kedatangannya di Aleppo, Suhrawardî mulai mengabdipada pangeran al-Mâlik al-Zâhir Ghâzi, Gubernur Aleppo yang jugadikenal sebagai Mâlik Zâhir Syâh, putra Sultan Ayubiyyah Salâh al-Dîn,yang dikenal di Barat dengan sebutan Saladin, seorang pejuang besardan pemimpin dalam perang salib. Karena kepiawainnya, ia berhasilmembuat pangeran simpati hingga dijadikan pembimbingnya dan hidupdi istana. Dari sinilah Suhrawardî mulai mengenalkan filsafatnya kepadapangeran, ia berhasil memadukan metode diskursif dan pengalaman batinsekaligus untuk mencari dan memahami Tuhan. Menurutnya, filsafatParipatetik, gagal untuk tujuan tersebut yakni mencari Tuhan (muta’allih).Untuk mengilustrasikan hal ini , Mehdi Amin Razavi dalam bukunyaSuhrâwardî and The School of Illumination mengutip perkataan muridnyaShahrâzuri:

Malik liked the Syaikh and he liked him. The ‘ulamâ of Syiria gathered araoundthe Syaikh and heard his worlds. In discussions, he clarified the thoughts of hukamâand their validity and weakened the opinion of the opponents of the hukama.15

Keberhasilan Suhrawardî dikalangan Istana justru menimbulkan fitnah,kedengkian dan kecemburuan yang biasa terjadi di Abad Pertengahan.Sehingga, kalangan yang berada di sekitar istana seperti Hâkim, Wazîrdan Fuqohâ Aleppo kurang suka dengan keberadaan Suhrawardî. Pada

Page 5: Filsafat - library.walisongo.ac.idlibrary.walisongo.ac.id/digilib/files/disk1/21/jtptiain-gdl-jou...Revitalisasi dan Koreksi Terhadap Filsafat Paripatetik ... dilakukannya ketika merujuk

Teologia, Volume 16, Nomor 1, Januari 2005 27

Revitalisasi dan Koreksi terhadap Filsafat Paripatetik... Suparman Syukur

akhirnya, salah satu Hakim bernama Qôdhî al-Fâdhil mengirim suratkepada Saladin untuk mengeksekusi dan mengakhiri nasib Suhrawardî.Mereka menuduh sang Imam sebagai seorang zindiq (anti agama), perusakagama dan menyesatkan pangeran muda al-Mâlik al-Zâhir. Menurutbeberapa kalangan, tuduhan tersebut sangat kontroversial dan saratdengan nilai subyektivitas.16

Dugaan yang paling kuat seputar pembunuhannya, adalah masalahdoktrin politik sang filosof yang terungkap dalam karya-karyanya tentangfilsafat iluminasi, seperti yang diungkapkan oleh Hossein Ziai dalamtulisannya sebagai “doktrin politik Iluminasi. Di sisi lain, tahun eksekusitersebut bertepatan dengan gejolak konflik politik dan militer. Raja Inggris,Richard “Hati Singa”, mendarat di Ache dan pertempuran-pertempuranbesar berlangsung antara Muslim dan Kristen yang secara logika, Saladintentu lebih berkonsentrasi dengan hal tersebut daripada menghiraukaneksekusi sang Mistikus, pengembara yang tidak dianggap sebagai ancamannyata bagi keamanan politik.17

Satu hal yang sering terlupakan ketika membahas biografi Suhrawardî,menurut Dr. Mustofâ Ghâlib adalah aktifitas tersembunyi Sang Imam.Sebenarnya, Suhrawardî sangat aktif dalam gerakan underground (sirriyah)untuk mempropagandakan dakwah ajaran Ismâ’iliyyah18, dimana iamempunyi hubungan yang sangat erat (ittishâl qawiy) dengan perkumpulandakwah Âli Maut, yang mempunyai gerakan di Moghol (al-Anâdhul) danSyiria.19 Pemimpin gerakan yang diikuti Suhrawardî di Syiria adalahSannân Rasyîd al-Din, yang nantinya menyuruh Suhrawardî untuk tidakmelakukan perdebatan dengan ulama dan ahlu fiqh, yang akanmenghantarnya kepada eksekusi di tiang gantungan. Melihat fenomenayang ada, menurut Mustafâ Ghâlib, ulama yang ada pada masanyamemegang tradisi yang sangat kuat dan terkesan konservatif, ini berbedadengan pemikiran Suhrawardî yang yang cukup progresif, menggabungkan‘aql dengan naql.20 Di sinilah sebenarnya, salah satu perbedaan yangmencolok yang terjadi pada masa itu.

Karya-Karyanya

Suhrawardî merupakan penulis yang sangat produktif, khususnya dalambidang filsafat dan gnosis, baik itu dalam bahasa Arab maupun bahasaPersia. Walaupun keadaan sosio-politik waktu itu sangat tidakmendukung, di mana ia dituduh melakukan konspirasi (mu’âmaroh) untukmelawan pemerintah dan keluar agama, serta menyebarkan doktrinIsmâ’iliyyah seperti yang diterangkan di atas, ia masih menyempatkanuntuk menuangkan idenya dalam karya, walaupun nantinya karya-karyanya terabaikan.21 Melihat fenomena ini, para muridnya

Page 6: Filsafat - library.walisongo.ac.idlibrary.walisongo.ac.id/digilib/files/disk1/21/jtptiain-gdl-jou...Revitalisasi dan Koreksi Terhadap Filsafat Paripatetik ... dilakukannya ketika merujuk

28

Revitalisasi dan Koreksi terhadap Filsafat Paripatetik... Suparman Syukur

Teologia, Volume 16, Nomor 1, Januari 2005

mengumpulkan karya tersebut yang dapat dikelompokkan kedalam limabagian, seperti yang dipaparkan Sayyid Hossein Nasr.22

1. Berisi pengajaran dan kaedah filosofi yang merupakan penafsiran danmodifikasi terhadap Filasafat Paripatetik. Ada empat buku tentanghal ini yang ditulis dalam bahasa Arab, yaitu: Tahwîlât (The Book ofIntimations), Muqâwamât (The Book of Oppositions), Muthârahât (TheBook of Conversations) dan Hikmat al-Isyrâq (The Teosofi of the Orientof Light). Hikmat al-Isyrâq merupakan karya pamungkas, yang secaraseimbang menggunakan metode bahsiah dan dzauqiyyah, danmerupakan buku yang mewakili filsafatnya yang masyhur itu.

2. Karangan pendek tentang filsafat, ditulis dalam bahasa Arab dan Persiadengan gaya bahasa yang disederhanakan, yaitu: Hayâkil al-Nûr (TheTemple of Light), al-Alwâh al-Imâdiyyah (Tablets Dedicated toImaduddin), Partawnamah (Treatise on Ilumination), Fi I’tiqâd al-Hukamâ(Symbol of Faith of Philosofer), al- Lamahât (The Flases of Light), YazdanSyinakht (The Knowledge of God) dan Bustân al-Qulûb (The Gardenof The Heart).

3. Karangan pendek yang bermuatan dan berlambang mistis, padaumumnya ditulis dalam bahasa Persia, meliputi Aql-I Surrkh (The RedArchangel atau Literally Intelect), Awaz-i-Par-I Jibrail (The Chanof TheWing of Gabriel) al-Ghurbat al- Gharbiyyah (The Occidental Exile),Lughat-I Muram (The Language of Termites) Risalah fi al-Mi’râj (Treatiseon Nocturaol Journey) dan Syafir-I Simurgh (The Song of The Griffin)

4. Komentar dan terjemahan dari filsafat terdahulu dan ajaran-ajarankeagamaan, seperti Risâlah al-Thair (The Treatise of Birds) karya IbnSîna, diterjemahkan ke dalam bahasa Persia. Komentar terhadap kitabIsyârât karya Ibn Sîna, serta tulisan dalam Risâlah fi al-Haqîqot al-Isyrâqîyang terpusat pada Risâlah Ibn Sina Fi Isyrâqî; serta sejumlah tafsir Al-Qur’an dan Hadits Nabi.

5. Doa-doa yang lebih dikenal dengan al-Wâridât wa al-Taqdîsât (Doadan Penyucian).Banyak naskah yang memuat karangan Syeikh al-Isyrâq yang hilang

dan ada pula yang dimusnahkan. Naskah yang memuat karyanya sangatsedikit yang diterbitkan dan diterjemahkan ke bahasa Inggris dan bahasaorang muslim di luar bahasa Arab dan Persia. Kebanyakan manuskripyang memuat karya Suhrawardî disimpan di perpustakaan di Iran(Teheran), India, dan Turki.23

Pandangan Suhrawardî Tentang Filsafat

Sebagai seorang sarjana yang dianggap sebagai pembangkit bentuktertentu kebijaksanaan Iran yang dirancang dengan simbol Pahlêvi atau

Page 7: Filsafat - library.walisongo.ac.idlibrary.walisongo.ac.id/digilib/files/disk1/21/jtptiain-gdl-jou...Revitalisasi dan Koreksi Terhadap Filsafat Paripatetik ... dilakukannya ketika merujuk

Teologia, Volume 16, Nomor 1, Januari 2005 29

Revitalisasi dan Koreksi terhadap Filsafat Paripatetik... Suparman Syukur

Fahlavânî dan Kiyânî, salah satu aspek penting pandanganya terhadapfilsafat, adalah sikapnya terhadap Aristoteles dan filsafat dikursif.Suhrawardî secara eksplisit menegasan bahwa, filosof yang sempurnaadalah orang yang mengkombinasikan kemampuan intuitif denganmetodologi diskursif. Suhrawardî sendiri meyakini bahwa filsafatilluminasinya adalah suatu kombinasi yang sempurna semisal itu.

Plato diakui sebagi guru filsafat intuitif dan ia dikatakan sebagi bagiandari tradisi panjang yang menggabungkan cabang Yunani-Mesir dengancabang Iran, yang keduanya bersumber dari Hermes, “Bapak Para Filosof”.Sementara Aristoteles, diakui sebagai bapak filsafat diskursif. Suhrawardîmelalui filsafat illuminasinya, menganggap dirinya sebagai pemersatu yangsempurna atas kedua bentuk filsafat tersebut. Dalam pandangannya, peranfilosof dalam sejarah adalah sebagai orang bijak yang mengkombinasikanpengetahuan intuitif dengan metodologi diskursif yang ia sebut sebagaifilosof ilâhiyah (al-hâkim al-muta’allih) dalam posisinya sebagai pemilikkebijaksanaan. Orang bijaksana itu harus dianggap sebagai pemimpin(imâm) masyarakat. Kepemimpinan dalam dimensi aktual, temporal,esoterik dan spiritual. Kebijaksanaan dalam pengertian ini, adalah apayang membedakan perintah yang baik dari perintah yang zalim dan korup.Oleh karena itu, ajaran aristoteles dan filsafat paripatetik secara umum,harus tidak dianggap sebagai suatu sistem filsafat yang jelas-jelas terpisahdari filsafat iluminasi, juga harus tidak dianggap sebagai bentuk tertentuyang diyakini Suhrawardî pada masa muda, atau hanya dalam sejumlahkaryanya saja. Kombinasi filsafat diskursif (hikmah bahtsiah) dan filsafatintuitif (hikmah dzawqiyyah) kombinasi yang dikatakan sebagi filsafatilâhiyyah (hikmah muta’allih) adalah apa yang membedakan filsafatiluminasi baik dari teosofi mistisisme maupun filosofis.24

Pengertian Illuminasi dan Sumber-Sumbernya

Untuk mengetahui secara mendalam tentang filsafat ini, kita perlumemahami secara terminologis. Kata Isrâq mempunyai beberapa arti, bisaberarti terbit, berseri-seri, terang karena disinari, dan menerangi. Inibisa dipahami bahwa Isyrâqi digunakan sebagai lambang kekuatan,kebahagian, kesenangan dan hal lain yang membahagiakan. Antonimdarinya adalah kegelapan yang dijadikan sebagai lambang kesusahan,keburukan dan semua hal yang membuat manusia menderita.25 Sedangkata Illumination, dalam bahasa Inggris, yang dijadikan padanan kataisyrâq berarti cahaya atau penerangan.26

Kata isyrâq yang digunakan oleh Suhrawardî merujuk padapengetahuan atau kearifan yang diperoleh melalui pencerahan kalbu ataupenyingkapan batin (kasyf). Kalbu yang tercerahkan tidak sukar menerimapengetahuan yang diturunkan langsung dari Yang Ghaib. Seperti halnya

Page 8: Filsafat - library.walisongo.ac.idlibrary.walisongo.ac.id/digilib/files/disk1/21/jtptiain-gdl-jou...Revitalisasi dan Koreksi Terhadap Filsafat Paripatetik ... dilakukannya ketika merujuk

30

Revitalisasi dan Koreksi terhadap Filsafat Paripatetik... Suparman Syukur

Teologia, Volume 16, Nomor 1, Januari 2005

kata isyrâq, kata masyrîq yang berarti timut atau tempat terbitnya matahari,merujuk pada tempat sumber pengetahuan hakiki atau tempat sumberdatangnya pencerahan, yang kaidah pencapainnya berbeda denganpengetahuan diskursif.27

Salah satu alasan Suhrawardî memilih kata isyrâq ini sebenarnya telahtermaktub dalam buku Mantiq al-Masyrîqiyyah karya Ibn Sina. Di duniaini, katanya, sebenarnya wujud suatu bentuk hikmah yang bersifat sejagat(universal) dan abadi telah lama ada. Hikmah tersebut lebih ungguldibanding filsafat al-Masysyâ’iyyah yang bercorak Aristotelian, terutamadalam menjelaskan kebenaran tertinggi yang meliputi seluruh kehidupan.Ibn Sina menyebut hikmah tersebut sebagai hikmah masyrîqiyyah, karenaseluruh kandungannya dapat membawa semangat pencerahan danketuhann28

Menurut Sayyed Hussein Nasr, sumber-sumber pengetahuan yangmembentuk pemikiran Isyrâqî Suhrawardî terdiri atas lima aliran. Pertama,pemikiran-pemikiran Sufisme, khususnya karya-karya al-Hallâj (858-913H), yang mana keduanya bukan hanya sama-sama dieksekusi, tetapimempunyai kesamaan tentang api suci (define fire) yang berada dalamruh Suhrawardî (Suhrawardi’s soul).29 dan al-Ghazali (1058-1111M). Salahsatu karya al-Ghazali Misykat al-Anwar, yang menjelaskan hubunganantara al- nûr (cahaya) dengan iman, mempunyai pengaruh langsung padapemikiran Illuminasi Suhrawardî. Kedua, pemikiran filsafat paripatetikIslam, khususnya filsafat Ibn Sina. Meski Suhrawardî mengkritik sebagianidenya, tetapi ia memandangnya sebagai azas penting dalam memahamikeyakinan-keyakinan isyrâqî. Mencermati pengaruh Ibn Sina terhadapSuhrawardî, Dr Ibrâhim Hilâl mengatakan bahwa, walaupun Suhrawardîmempunyai ide yang indepenen, tetapi secara substansi tidak bisamelepaskan pengaruh yang ada dari Ibn Sina, seperti tentang difinisidan hakekat ruh (haqîqat al-nafs). Bahkan menurutnya, Suhrawardîbanyak menyitir terminologi yang digunakan oleh Ibn Sina.30

Ketiga, pemikiran filsafat sebelum Islam. Yakni aliran Pyitagoras (580-500 SM), Platonisme31 dan Hermenisme sebagaimana yang tumbuh diAlexandria, kemudian dipelihara dan disebarkan di Timur Dekat olehkaum Syabiah Harran, yang memandang kumpulan aliran Hermes sebagaikitab samawi mereka. Tentang Plato, dalam buku Hikmat al-Isyrâq, yangmenjadi mognum opusnya, Suhrawardî mengatakan bahwa ilmu cahayaakan sangat membantunya dan siapa saja yang akan mengetahui Tuhandan itu merupakan inti ajaranya, yang mucul dari perasaan Guru BesarFilsafat (Imâm al-Hikmah) yaitu Plato.32

Keempat, pemikiran-pemikiran Iran kuno. Di sini, Suhrawardîmencoba membangkitkan keyakinan-keyakinannya secara baru danmemandang para pemikir Iran kuno sebagai pewaris langsung hikayat

Page 9: Filsafat - library.walisongo.ac.idlibrary.walisongo.ac.id/digilib/files/disk1/21/jtptiain-gdl-jou...Revitalisasi dan Koreksi Terhadap Filsafat Paripatetik ... dilakukannya ketika merujuk

Teologia, Volume 16, Nomor 1, Januari 2005 31

Revitalisasi dan Koreksi terhadap Filsafat Paripatetik... Suparman Syukur

yang turun sebelum datangnya bencana taufan yang turun menimpa kaumNabi Idris.

Kelima, bersandar pada ajaran Zoroaster dalam menggunakanlambang-lambang cahaya dan kegelapan, khususnya dalam ilmu malaikat,yang kemudian ditambah dengan istilah-istilah sendiri.33Namun demikian,secara tegas Suhrawardî menyatakan bahwa dirinya bukan penganutdualisme dan tidak menuduh mazhab Zâhiriyah sebagai penganutZoroaster. Ia mengkaim dirinya sebagai anggota jamaah Hukamâ Iran,pemilik keyakinan-keyakinan kebatinan yang berdasarkan prinsipkesatuan ketuhanan dan pemilik sunnah yang tersembunyi di lubukmasyarkat Zoroaster.34

Sayeed Husein Nasr memberi garis besar silsilah pemikiran Suhrawardîseperti tampak dalam diagram di bawah ini.

H ermes/N abi Idris

A gathademon/N abi Syis

A scpelius Maharesi Zoroaster

Phytagoras Gayumarz

Empedocles Faridun

Plato Kay Khusraw

Plotinus/ Bayazid al-Bistami

N eo-platon isme

Zunnun Misri Mansur al-H allaj

A bu Sah l al-T ustari A bu H asan Karkon i

A l-Suhrawardî al Maqtul

Page 10: Filsafat - library.walisongo.ac.idlibrary.walisongo.ac.id/digilib/files/disk1/21/jtptiain-gdl-jou...Revitalisasi dan Koreksi Terhadap Filsafat Paripatetik ... dilakukannya ketika merujuk

32

Revitalisasi dan Koreksi terhadap Filsafat Paripatetik... Suparman Syukur

Teologia, Volume 16, Nomor 1, Januari 2005

Tentang Definisi

Menilik hubungan Filsafat Iluminasi dengan Filsafat Paripatetik, disana terdapat beberapa perbedaan pandangan di antara para sarjana.Dalam hal ini, tradisi orientalis yang lebih tua menganggap bahwa filsafatiluminasi bukanlah hal baru. Mereka menganggap bahwa catatan-catatansingkat dan pendek Ibn Sina mengenai filsafat timur (al-hikmah al-masyrîqiyyah) sebenarnya telah mendahuluinya. Mereka menganggapbahwa filsafat iluminasi tidak berbeda secara esensial dengan filsafatparipatetik dan kemudian menggeneralisasinya sebagai penerus filsafatIbn Sina. Di kalangan beberapa pemikir, pandangan tersebut dianggapkurang valid karena tidak menimbang teks-teks Arab dan Persia pascaIbn Sina, karena tidak dianggap mempunyai argumen filosofis yang barudan segar.35

Hossein Ziai dalam tulisannya mengatakan bahwa, Filsafat Iluminasimerupakan konstruksi sistematis dan filosofis khas yang dirancang untukmenghindari inkonsistensi-inkonsisitensi logis, epistemologis dan metafisisyang dirasakan oleh Suhrwardî dalam filsafat paripatetik. Maka dari itu,dalam buku al-Tahwîlât walaupun ditulis berdasarkan metode paripatetik,tetapi ia masih memasukan sesuatu yang tidak dan belum didefinisikanoleh ajaran Paripatetik yang sudah diakui umum, yang sebagian diterimaoleh Suhrawardî dan sebagian ditolak dan diperbaiki olehnya. Maka dariitu, di seluruh karyanya, Suhrawardî menggunakan istilah-istilah khususyang sangat berbeda. Seperti istilah “kaidah illuminasionis” (qô’idahisyrâqiyyah), “aturan-aturan iluminasionis” (dhawâbith isyrâqiyyah),“argumen-argumen dasar iluminasionis” (daqîqoh isyrâqiyyah). Definisiseperti itulah yang secara gamblang menjadi komponen-komponenesensial Filsafat Iluminasi dan membedakan dengan Filsafat Paripatetik.

Untuk bisa memahami inti filsafat Illuminasi, akan sedikit dipaparkanmaksud dari terminologi yang sering dipakai oleh Suhrawardî: Untukepistimologi atau teori ilmu pengetahun ia menurunkan istilah qa’idahal-isyrâqiyyah, dan terhadap kandungan filsafat ia menyebut daqîqah al-isyrâqiyyah. Melalui istilah ini, Suhrawardî merumuskan kembalipemikiran tentang logika, epistimologi, fisika dan metafisika, sehinggamenjadi filsafat baru bercorak religius.36

Istilah lain adalah musyâhadah al-isyrâqiyyah (penyaksian denganpencerahan) atau visi illuminasionis untuk menyebut tahap akhirpencapian pengetahuan hakiki, yang menerangkan cara “mengetahui”secara langsung,37berbeda dengan pengalaman mistikal atau kesufian.Ada juga hubungan iluminasionis (idhâfah isyrâqiyyah) atau kaitanpencerahan untuk menguraikan hubungan tak terduga yang timbul antarasubjek (maudhû’) dan asas logis teori pengetahuan.38 Muncul lagi al-hudhûri al-isyrâqî, yaitu pengetahuan yang dicapai filosof Isyrâqiyyah, suatu

Page 11: Filsafat - library.walisongo.ac.idlibrary.walisongo.ac.id/digilib/files/disk1/21/jtptiain-gdl-jou...Revitalisasi dan Koreksi Terhadap Filsafat Paripatetik ... dilakukannya ketika merujuk

Teologia, Volume 16, Nomor 1, Januari 2005 33

Revitalisasi dan Koreksi terhadap Filsafat Paripatetik... Suparman Syukur

jenis pengetahuan pencerahan karena kehadiran dan penyaksian langsungsang filosof atas objek pengetahunya. Untuk mengganti istilah wâjib al-wujûd yang digunakan al-Farâbi dan Ibn Sina ia menurunkan istilah nûral-anwâr (cahaya di atas segala cahaya). Adapun faculti akal terpisahdiganti dengan cahaya abstrak (al-nûr al-mujarrad). Cahaya ini digunakansebagai tamsil wujud, di samping sebagai tamsil pengetahuan yangsusunannya berperingkat dari atas ke bawah.39

Gradasi Essensi

Salah satu ajaran pokok yang terdapat dalam filsafat Illuminasi adalahgradasi essensi. Ajaran penting lain yang berkaitan dengan hal ini adalahteori kognisi, yang menekankan adanya kesadaran diri untuk meraihpersamaan dan kesatuan antara pikiran dan realitas. Teori ini sangatberkaitan erat dengan konsep Suhrawardî tentang pengetahuan. Daridua teori ini akan lahir teori “alam mitsal”, dimana struktur ontologisdari realitas spiritual atau ‘alam atas’ dianggap mempunyai kemiripamatau mengambil bentuk-bentuk gambar konkret dari alam materi atau‘alam bawah’.40

Menurut Suhrawardî, apa yang disebut eksistensi hanya ada dalampikiran, gagasan umum dan konsep sekunder yang tidak terdapat dalamrealitas, sedang yang benar-benar ada atau realitas yang sesungguhnyahanyalah essensi-essensi,41 yang tidak lain merupakan bentuk-bentukcahaya.42 Cahaya-cahaya itu adalah sesuatu yang nyata dengan dirinyasendiri karena ketiadaannya berarti kegelapan yang tidak dikenali, sebabitu, ia tidak membutuhkan difinisi, bahkan tidak ada yang lebih tidakmembutuhkan definisi kecuali cahaya, sebagai realita segala sesuatu, iamenembus setiap susunan entitas, fisik maupun non fisik sebagai komponenessensial dari cahaya.43

Simbolisme cahaya-cahaya dinilai cocok dan sesuai untukmenyampaikan prinsip ontologis wujud equivokal, karena lebih mudahdipahami bahwa cahaya mungkin mempunyai intensitas yang berbedameskipun esensinya sama. Di sisi lain, dengan ini, lebih mudah dan tepatuntuk mengilustrasikan kedekatan (al-qurb) dan kejauhan (al-bu’d) darisumber, sebagai indikasi akan derajat kesempurnaan ketika simbolismecahaya digunakan. Sebagaimana contoh semakain dekat suatu entitasdengan sumbernya, yaitu Cahaya Dari Segala Cahaya, semakin terangcahaya entitas tersebut (al-syai’ al-mustanîr)44

Cahaya tidak dapat didefinisikan, seperti yang telah disinggung diatas, karena merupakan realitas yang paling nyata, di sisi lain jugamerupakan realitas yang menampkkan (to manifest), sehingga segalasesuatu selain cahaya murni menurutnya terdiri atas zat yang

Page 12: Filsafat - library.walisongo.ac.idlibrary.walisongo.ac.id/digilib/files/disk1/21/jtptiain-gdl-jou...Revitalisasi dan Koreksi Terhadap Filsafat Paripatetik ... dilakukannya ketika merujuk

34

Revitalisasi dan Koreksi terhadap Filsafat Paripatetik... Suparman Syukur

Teologia, Volume 16, Nomor 1, Januari 2005

membutuhkan penyangga (bearer) yang disebutnya sebagai substansi gelapatau “bentuk” (form) substansi yang merupakan kegelapan itu sendiri.

Dalam hubungannya dengan yang lainnya, cahaya dapat dibedakankepada cahaya bagi dirinya dan cahaya yang menyinari hal-hal yang laindi luar dirinya. Selain itu, cahaya murni memiliki hirarki vertikal. Padapuncak skala cahaya murni, berdiri Cahaya Segala Cahaya, kepadanyatergantung seluruh rentetan cahaya yang ada dibawahnya. Sebagai asalatau sumber segala cahaya yang lain, cahaya ini harus ada secara niscaya.Rentetan cahaya itu haruslah berujung pada cahaya pertama atau niscaya,sebab tidak mungkin ada satu gerak mundur yang tidak terbatas. CahayaNiscaya ini disebut oleh Suhrawardî sebagai Cahaya Segala Cahaya,Cahaya Yang Mandiri, Cahaya Suci dan sebagainya. Selain bersifatmandiri, cahaya di atas Cahaya ini juga bersifat tunggal. Sifat CahayaSegala Cahaya ini adalah Esa. Sebagai yang benar-benar Esa, CahayaNiscaya ini menimbulkan, melalui suatu proses emanasi. Karena jikaberasumsi tentang adanya dua cahaya primer, kita akan terlibat dalamkontradiksi bahwa keduanya harus berasal dari cahaya ketiga yang mestibersifat tunggal. Di samping itu, dia juga bersifat mampu menerangi semuacahaya sekunder yang beremanasi dari-Nya. Yang pertama di antaracahaya-cahaya ini disebut oleh Suhrawardi dengan ‘cahaya pertama’.Cahaya pertama ini berbeda dengan sumbernya atau Cahaya di atas Cahayadalam hal derajat kesempurnaan dan kemurniannya.45 Dari cahayapertama beremanasi cahaya-cahaya sekunder, benda-benda langit, danunsur-unsur fisik. Inilah (unsur fisik) disebut dengan Barzakh yang bisadigambarkan sebagai bayangan atau penumbra dari Cahaya di atasCayata.46

Hubungan cahaya-cahaya yang lebih tinggi dengan yang lebih rendah,dirumuskan oleh Suhrawadî dalam istilah-istilah dominasi (qahr, yangdapat disamakan dengan eikos empedoclean), sedangkan hubungan cahayayang lebih rendah dengan yang lebih tinggi dirumuskan dalam istilahatraksi (menarik) atau cinta (isyaq: philia).47 Dalam Hikmat al IsyraqSuhrawardî mengatakan:

Al-nûr al-sâfil (cahaya yang lebih rendah) tidak meliputi cahaya yang lebih tinggi,melainkan cahaya yang lebih tinggi menguasai yang lebih rendah, tetapi yanglebih rendah tetap melihatnya (karena merupakan ciri cahaya mujarrad adalahmelihat semua cahaya yang lainnya karena antara keduanya tidak ada hijab,penghalang). Cahaya-cahaya apabila berubah menjadi banyak, maka yang tinggiakan menguasai yang rendah dan yang dibawah (al-safil) dalam hubungannyakepada yang tinggi, diatas (al-‘âlî) adalah rindu (syauq) dan cinta (‘isq). Nûr al-Anwâr menguasai selainnya dan yang lainya tidak mencintainya kecuali dia sendirikarena kesempurnaannya nyata dan merupaakan zat yang paling indah dansempurnya.48

Page 13: Filsafat - library.walisongo.ac.idlibrary.walisongo.ac.id/digilib/files/disk1/21/jtptiain-gdl-jou...Revitalisasi dan Koreksi Terhadap Filsafat Paripatetik ... dilakukannya ketika merujuk

Teologia, Volume 16, Nomor 1, Januari 2005 35

Revitalisasi dan Koreksi terhadap Filsafat Paripatetik... Suparman Syukur

Dua kekuatan, dominasi dan cinta inilah yang mengatur dunia. CahayaSegala Cahaya, yang tidak ada bandingannya, mendominasi segala sesuatuyang lainnya dan mencintai entitas yang paling tinggi dan paling indah,yaitu dirinya sendiri.49

Persoalannya, bagaimana realitas cahaya yang beragam tingkatintensitas penampakanya tersebut keluar dari Cahaya Segala Cahaya yangEsa dan kuat kebenderanganya, Menurut Hossein Ziai, proses itu padadasarnya tidak berbeda dengan teori emanasi pada umumnya (1) gerakmenurun dari yang lebih tinggi ke yang lebih rendah, yakni emanasi diriCahaya Segala Cahaya, (2) peniadaan penciptaan, yakni semesta tidakdiciptakan dari tiada, apakah dalam masa tertentu atau sekaligus, tidakada pembuat dan tidak ada kehendak Tuhan. (3) Keabadian semesta,(4) hubungan abadi antara wujud yang lebih tinggi dengan wujud yanglebih rendah.50

Teori emanasi yang ditawarkan oleh Suhrawardî berbeda dengan apayang ditawarkan tentang al-‘aql al-fu’âl, di mana emanasi menurutnyalebih luas dari yang digambarkan kaum paripatetik (al-masyâ’un) yangberkonsentrasi pada akal sepuluh51 da lebih berfariasi tingkatan dantahapnya .52

Suhrawardi mengkombinasikan dua proses sekaligus, dan inilah yangmembuat pemikiran dan idenya sangat berbeda. Pertama, adanya emanasidari masing-masing cahaya yang berbeda di bawah Nûr al-Anwâr. Cahayaini benar-benar ada dan diperoleh (yahsul) tetapi tidak berbeda denganNûr al-Anwâr kecuali pada tingkat intensitasnya yang menjadi ukurankesempurnaan.53 Cahaya-cahaya ini bercirikan, (1) ada sebagian cahayaabstrak (2) mempunyai gerak ganda, mencintai (yuhibbuh) seta melihat(yusyâhiduh) yang diatasnya, dan mengendalikan (yaqharu) sertamenyinari (asyraqah) apa yang ada dibawahnya. (3) mempunyai ataumengambil ’sandaran’, dimana sandaran itu mengimplikasikan sesuatuseperti zat yang disebut barzakh dan mempunyai kondisi (hay’ah); zatdan kondisi ini sama-sama berperan sebagai wadah bagi cahaya (4)mempunyai sesuatu semisal kualitas atau sifat, yakni kaya (ghanî) dalamhubungannya dengan cahaya dibawahnya dan miskin (fakîr) dalamkaitannya dengan cahaya diatas. Ketika cahaya pertama melihat Nur al-Anwâr dengan berlandaskan cinta dan keesaan, ia memperoleh cahayaabstrak yang lain. Sebaliknya, ketika cahaya-cahaya pertama melihatkemiskinannya, ia memperoleh zat dan kondisinya sendiri, Kondisi initerus berlanjut sehingga menjadi bola dan dunia dasar (elemental world)54

Kedua proses ganda, illuminasi dan visi (penglihatan), ketika cahayapertama muncul, ia mempunyai visi langsung pada Nûr al-Anwâr tanpadurasi dan pada momen tersendiri Nûr al-Anwâr menyinarinya sehinggamenyalakan cahaya kedua dan zat serta kondisi yang dihubungankan

Page 14: Filsafat - library.walisongo.ac.idlibrary.walisongo.ac.id/digilib/files/disk1/21/jtptiain-gdl-jou...Revitalisasi dan Koreksi Terhadap Filsafat Paripatetik ... dilakukannya ketika merujuk

36

Revitalisasi dan Koreksi terhadap Filsafat Paripatetik... Suparman Syukur

Teologia, Volume 16, Nomor 1, Januari 2005

dengan cahaya pertama. Cahaya kedua ini pada prosesnya menerima tigacahaya, dari Nûr al-Anwar secara langsung, dari cahaya pertama dandari Nur al-Anwâr yang tembus lewat cahaya pertama. Proses ini terusberlanjut dengan jumlah cahaya meningkat sesuai dengan urutan 2n-1dari cahaya pertama55

Epistemologi

Menurut prinsip dasar Filsafat Iluminasi, bahwa mengetahui sesuatuberarti memperoleh pengalaman tentangnya, serupa dengan intuisi primerterhadap determinan-determinan sesuatu. Filsafat Iluminasi, sepertitergambar dalam karya-karya Suhrawardî, terdiri atas tiga tahap yangmenggarap persoalan pengetahuan epistemologi, yang diikuti oleh tahapkeempat yang memaparkan pengalaman. Tahap pertama, ditandai dengankegiatan persiapan pada diri filosof; ia meninggalkan dunia agar mudahmenerima pengalaman. Tahap kedua, adalah tahap iluminasi(pencerahan), ketika filosof mencapai visi (melihat) cahaya ilahi (al-nûral-ilâhî). Tahap ketiga, atau tahap konstruksi, yang ditandai denganperolehan dan pencapaian pengetahuan tak terbatas, yaitu pegetahuaniluminasionis itu sendiri. Tahap keempat dan terakhir adalahpendokumentasian dalam tulisan-tulisan Suhrawardi, merupakan satu-satunya komponen filsafat iluminasi, seperti yang dipraktekkanSuhrawardî dan para muridnya.56

Awal tahap pertama ditandai dengan kegiatan-kegiatan sepertimelakukan ‘uzlah selama empat puluh hari, tidak makan daging danmempersiapkan diri untuk menerima ilham dan wahyu. Dalam praktikini agak mirip dengan prktek-praktek asketik dan mistik meskipuntentunya tidak sama persis dengan maqam-maqam dan ahwal yangdijalankan oleh tarekat sufi. Dalam hal ini, Suhrawardî mengatakanbahwa sebagian Cahaya Tuhan (al-barîq al-ilîhî) bersemayam pada dirifilosof yang memiliki daya intuitif, maka dengan menjalani aktivitastersebut memungkinkan bagi seorang filosof untuk menemukan kebenaranintuisinya sendiri melalui ilham dan penyingkapan diri. Tahap ini terdiriatas tiga hal: (1) suatu aktifitas tertentu (2) suatu kondisi dimanaseseorang menyadari kemampuan intuisinya sendiri sampai mendapatkankilatan ketuhanan (3) ilham.57

Tahap pertama membawa seseorang ke tahap kedua, yaitu CahayaIlahi memasuki wujud manusia. Melalui cahaya-cahaya itu, diperolehpengetahuan yang berfungsi sebagai pondasi ilmu-ilmu sejati (al-‘ulûmal- haqîqiyyah). Cahaya ini mengambil bentuk sebagai serangkaian ‘cahayapenyingkap’ (al-anwâr al-sânihah), dengan lewat cahaya-cahayapenyingkap tersebut, pengetahuan yang berperan sebagai pengetahuanyang sebenarnya dapat diperoleh.58

Page 15: Filsafat - library.walisongo.ac.idlibrary.walisongo.ac.id/digilib/files/disk1/21/jtptiain-gdl-jou...Revitalisasi dan Koreksi Terhadap Filsafat Paripatetik ... dilakukannya ketika merujuk

Teologia, Volume 16, Nomor 1, Januari 2005 37

Revitalisasi dan Koreksi terhadap Filsafat Paripatetik... Suparman Syukur

Tahap ketiga adalah tahap mengonstruksi suatu ilmu yang benar (al-‘ilmu al-sahîh). Dalam tahap ini, filosof menggunakan analisis diskursif.Kepastian yang sama yang diperoleh dengan bergerak dari data indrawi(pengamatan dan pembentukan konsep) ke demonstrasi berdasarkanakal, yang merupakan basis pengetahuan diskursif, dikatakan terjadiketika data visioner tempat filsafat Iluminasi bersandar didemonstrasikan.Ini dipenuhi melalui proses analisis dengan tujuan mendemonstrasikanpengalaman dan mengonstruksikan suatu sistem yang meletakkanpengalaman pada tempatnya, kemudian mengabsahkannya bahkansetelah pengalaman itu berakhir59.

Keempat, tahap pelukisan dan dokumentasi dalam bentuk tulisan ataspengetahuan atau struktur yang dibangun dari tahap-tahap sebelumnya,dan inilah yang bisa diakses oleh orang lain. Namun bagi pengikut jalanilluminatif, ia harus melalui dua tahap, pertama lewat pengalamn langsung,sebelum mendiskusikan dan menjelaskan fenomen-fenomena yangdiselidiki dan digambarkan.60

Dari pandangan ini, maka pengetahuan Iluminasionis yang secaraumum dikenal dengan “pengetahuan dengan kehadiran” (al-‘ilm al-hudhûri), tidak terbatas pada lingkaran-lingkaran filosofis dan lingkaranspesialis lainya, seperti logika iluminasionis. Status epistimologi yangdiberikan kepada pengetahuan intuitif telah mempengaruhi apa yangdisebut “mistisisme spekulatif” (‘irfan nadhari). Dengan melintas sepintasparadigma yang terkait dengan jalan yang dipakai oleh penyair filosof-mistikus untuk menangkap dan menggambarkan kebijaksanaan, hal iniakan terbukti.61

Dengan demikian, perolehan pengetahuan dalam isyrâqî, tidak hanyamengandalkan kekuatan intuitif melainkan juga kekuatan rasio. Iamenggabungkan keduanya, metode intuitif dan diskursif. Cara intuitifdigunakan untuk mencari segala sesuatu yang tidak tergapai olehkekuasaan rasio, sehingga hasilnya merupakan pengetahuan yang tertinggidan terpercaya.62

Berdasarkan perbedaan metode yang menghasilkan tingkat validitaskeilmuan ini, Suhrawardî membagi para pencari ilmu dalam empattingkatan (1) Para pencari ilmu yang mulai merasakan kehausan ma’rifat,yang pada putaran berikutnya memajukan diri untuk membahas filsafat.(2) Para pencari yang telah memperoleh ilmu secara formal dan telahsempurna mempelajari filsafat pembuktian (burhânî), tetapi masih asingdari pengetahuan yang sesungguhnya, Dalam pandangan Suhrawardî,al-Farâbi dan Ibn Sina termasuk dalam tingkatan ini. (3) Para pencariyang belum merasa puas dengan bentuk- bentuk ma’rifat secara mutlaktetapi telah membersihkan diri mereka sehingga mencapai derajatkesempurnaan akal dan iluminasi batin, seperti al-Hallâj, Yazid Bustami

Page 16: Filsafat - library.walisongo.ac.idlibrary.walisongo.ac.id/digilib/files/disk1/21/jtptiain-gdl-jou...Revitalisasi dan Koreksi Terhadap Filsafat Paripatetik ... dilakukannya ketika merujuk

38

Revitalisasi dan Koreksi terhadap Filsafat Paripatetik... Suparman Syukur

Teologia, Volume 16, Nomor 1, Januari 2005

dan Tustari. (4) Para pencari yang telah menamatkan filsafat pembuktiansebagai mana mereka mengetahui tahapan iluminasi atau pengetahuan.Pada tahap-tahap ini, individu meningkat pada apa yang dinamakan ‘AhliHikmah Ketuhanan’ seperti Pythagoras dan Plato, Suhrawardi sendirimasuk dalam tingkatan ini63

Kesadaran Diri

Dalam Filsafat Paripatetik, perolehan pengetahuan dapat dilakukandengan berbagai cara : (1) lewat difinisi, (2) lewat perantara predikat,seperti X adalah Y, (3) lewat konsepsi konsepsi (tashawwur). Ini terjadi,karena obyek yang diketahui bersifat independen dan keberadaanyaberada di luar eksistensi subyek. Di antara keduanya tidak ada kaitanlogis, ontologis atau bahkan epistimologis. Oleh sebab itu, pengetahuanini menuntut konfirmasi (tashdîq) untuk menentukan kriteria salah danbenar. Di katakan benar, jika ada kesesuaian antara konsepsi dalam pikiransubyek dengan kondisi obyektif eksternal objek, dianggap salah, jika tidakada kesesuaian antara keduanya64

Menurut pandangan Suhrawardî, metode tersebut mengandungbanyak kelemahan : (1) menunjuk pada sesuatu yang tidak hadir (al-syai’ al-ghâib) (2) terbatas, karena tidak semua objek bisa dikonsepsikanatau didefinisikan, (3) apa yang telah ada dalam konsep mental tidakmungkin pernah identik dengan realitas objektif yang ada di luar,sehingga tidak terjamin validitasnya, (4) terikat pada proses waktu.65

Sesuatu harus terlihat apa adanya (ka mâ huwa), agar sesuatu tersebutdapat diketahui, sehingga pengetahuan yang diperoleh tidakmembutuhkan difinisi. Misalnya warna hitam, warna hitam hanya bisadiketahi jika terlihat sepertai apa adanya, dan sama sekali tidak dapatdidefinisikan oleh dan untuk orang yaang tidak pernah melihat sebagaimana adanya (lâ yumkin ta’rîfuhu liman lâ yusyhiduhu ka mâ huwa). Darisini, Suhrawardî menuntut bahwa subjek yang mengetahui harus beradadan memahami objek secara langsung tanpa penghalang apapun. JenisHubungan Iluminasi (Idhâfah Isrâqiyyah) inilah merupakan ciri utamapandangan Suhrawardî mengenai dasar pengetahuan, dan konsep inimemberikan perubahan antara apa yang disebut pendekatan mentalterhadap pengetahuan dan pendekatan visi langsung terhadap objek yangmenegaskan kevalidan sebuah pengetahuan terjadi jika obyek-obyeknyadirasakan.66

Dengan demikian, dalam pandangan Suhrawardî, sebuahpengetahuan yang benar hanya bisa dicapai lewat hubungan langsung(al-idhâfah al-isyrâqiyyah) dan tanpa halangan antara subjek yangmengetahui dengan objek yang diketahui. Namun, hubungan itu sendiritidak bersifat pasif melainkan aktif, dimana subjek dan objek satu sama

Page 17: Filsafat - library.walisongo.ac.idlibrary.walisongo.ac.id/digilib/files/disk1/21/jtptiain-gdl-jou...Revitalisasi dan Koreksi Terhadap Filsafat Paripatetik ... dilakukannya ketika merujuk

Teologia, Volume 16, Nomor 1, Januari 2005 39

Revitalisasi dan Koreksi terhadap Filsafat Paripatetik... Suparman Syukur

lain hadir dan tampak pada essensinya sendiri dan diantara keduanyasaling bertemu tanpa penghalang.67

Timbul pertanyaan, di mana subjek harus menangkap essensisebenarnya dari objek dan juga sebaliknya, obyek mampu menghadirkanessensinya pada subjek. Untuk hal ini, Suhrawardî memahamkan denganapa yang disebut “kesadaran diri (idrâk al-anâniyyah) yaitu pengetahuanlangsung tentang dirinya sendiri (idrâk mâ huwa huwa) seperti kesadaranakan rasa sakit, akan bisa tertangkap dengan pengetahun akan sakitdialami sendiri. Catatan penting di sini bahwa Suhrawardî menjelaskan,kesadaran diri tidak boleh dimunculkan oleh ide tentang kesadaran diri,artinya, kesadaran diri tersebut tidak dilahirkan oleh ide tentangkesadaran, melainkan oleh kesadaran itu sendiri. Hal ini sangat penting,sebab jika kesadaran tersebut lahir dari ide tentang keadaran, maka,akan lahir dua hal yang berbeda, subyek yang menyadari dan objek yangdisadari, sehingga tidak diketahui essensi diri sendiri.68

Pengetahuan yang tidak dihasilkan lewat hubungan subjek-objek,tetapi oleh kesadaran dan perasaan yang dialami secara langsung sepertiini yang dikenal dengan ‘ilm hudhûri, (pengetahuan yang dihadirkan),karena obyeknya justru hadir dalam ‘kesadaran’ subjek yang mengetahui.Dalam hal ini, Hossein Ziai mengatakan:

“Kritik pertama atas filsafat paripatetik dituturkan melalui mulut tak kurang dariseorang otoritas seperti Aristoteles, yang menginformasikan kepada Suhrawardîbahwa pengetahuan yang benar hanya didasarkan atas pengetahuan akan dirisendiri dan diperoleh hanya melalui modus khusus yang disebut pengetahuanmelalui iluminasi dan kehadiran”.69

Kosmologi

Segala yang bukan cahaya disebut sebagai “Kualitas Mutlak” atau“Materi Mutlak”. Ini hanyalah aspek lain penegasan atas cahaya danbukan suatu prinsip mandiri sebagaimana yang secara salah dianggapoleh pengikut Aristoteles. Landasan mutlak semua benda dapat dibagimenjadi dua jenis:1. Yang diluar ruang -atom-atom- atau substansi tidak terang (esensi-

esensi menurut kaum Asy’ari)2. Yang mesti didalam ruang -bentuk-bentuk kegelapan-, misalnya: berat,

bau rasa dan lain sebagainya.Semua yang bukan cahaya dibagi menjadi:

1. Kekal abadi, misalnya: intelek, jiwa dan benda-benda angkasa, langit,unsur-unsur tunggal, waktu dan gerak.

2. Tergantung, misalnya: Senyawa-senyawa dari berbagai unsur. Geraklangit itu adalah abadi, dan membuat berbagai siklus alam semesta.

Page 18: Filsafat - library.walisongo.ac.idlibrary.walisongo.ac.id/digilib/files/disk1/21/jtptiain-gdl-jou...Revitalisasi dan Koreksi Terhadap Filsafat Paripatetik ... dilakukannya ketika merujuk

40

Revitalisasi dan Koreksi terhadap Filsafat Paripatetik... Suparman Syukur

Teologia, Volume 16, Nomor 1, Januari 2005

Ini disebabkan oleh kerinduan kuat jiwa langit untuk menerimapenerangan dari sumber segala cahaya.

Gerak hanyalah suatu aspek waktu. Perbedaan waktu lampau,sekarang dan akan datang, dibuat hanya untuk kemudahan, dan tidakada dalam hakikat waktu. Kita tidak dapat membayangkan permulaanwaktu, karena permulaan yang diduga, merupakan suatu ujung waktuitu sendiri. Karena itu, waktu dan gerak keduanya adalah kekal abadi.70

Semua fenomena alam, yaitu hujan, awan, halilintar, meteor, gunturadalah operasi langsung dan tidak langsung cahaya pertama atas segalasesuatu, yang satu sama lainya berbeda dalam kapasitas penerimaan banyaksedikitnya penerangan. Singkatnya, alam ini ialah suatu hasrat yangmembantu; suatu kristalisasi kerinduan kepada cahaya.71

Dari penjelasan di atas jelaslah bahwa pelimpahan dari Sumber Pertama(Tuhan) itu bersifat abadi, terus menerus, sebab pelakunya tidak berubah-ubah dan terus ada. Sebagai konsekuensinya, alam ini juga abadi sebagaiakibat dari pelimpahan-Nya. Dengan kata lain ada dua yang abadi, Tuhandan alam. Namun keduanya tetap berbeda. Alam semesta adalahmanifestasi kekuatan penerang yang membentuk pembawaan essensialCahaya Pertama. Karena itu, sejauh alam semesta merupakan suatumanifestasi, maka ia hanyalah suatu maujud yang tergantung, danakibatnya ia tidak abadi.

Psikologi

Suhrawardî menganggap penting menjelaskan masalah jiwa, karenafilsafat cahaya yang dibangunnya sangat erat kaitanya dengan kemampuanjiwa manusia menerima penerangan cahaya dari Nurul Anwar.

Dalam filsafat, terjadi diskursus yang hebat kaitanya denganpertanyaan, apakah penerangan abstrak individual yang kita namakanjiwa manusia itu ada atau tidak ada sebelum penyertaan fisiknya?Suhrawardî mengutip pemikiran Ibn Sina sehubungan dengan pertanyaanini, dan menggunakan argumentasi yang sama untuk menunjukan bahwajiwa individual tidak dapat dipandang sudah ada sebelum keberadaanfisiknya. Hubungan antara jiwa dan tubuh, bukanlah hubungan sebabakibat; ikatan kesatuan antara mereka ialah cinta. Tubuh yangmerindukan penerangan menerima penerangan melalui jiwa; dikarenakansifatnya tidak memungkinkan suatu komunikasi langsung antara SumberCahaya dan dirinya sendiri. Tetapi jiwa tidak dapat menyampaikan sinaryang diterima secara langsung itu kepada benda padat yang gelap karenamemang berbeda antara jiwa dan tubuh. Perbedaan itu bisa dibuktikan:Makanan yang dimasukkan ke dalam tubuh akan menyebabkanperkembangan tubuh menusia, misalnya dari kecil menjadi besar atau

Page 19: Filsafat - library.walisongo.ac.idlibrary.walisongo.ac.id/digilib/files/disk1/21/jtptiain-gdl-jou...Revitalisasi dan Koreksi Terhadap Filsafat Paripatetik ... dilakukannya ketika merujuk

Teologia, Volume 16, Nomor 1, Januari 2005 41

Revitalisasi dan Koreksi terhadap Filsafat Paripatetik... Suparman Syukur

dengan kata lain, akan terus berlangsung perubahan itu dalam tubuh,namun jiwa manusia tidak selalu menyadari adanya perubahan itu,kendatipun jiwa mampu menyerap makna-makna yang terlepas dari jasad.Karena itu, mestilah jiwa mempunyai karakter tersendiri yangmenyebabkan manusia eksis. Jadi, keberadaan manusia bukanlah karenabadannya masih utuh, tetapi karena jiwa masih menampakan kehidupan.

Agar terjadi hubungan satu sama lain, mereka itu memerlukan suatumedia. Sesuatu yang berdiri di tengah antara terang dan gelap. Mediainilah jiwa hewani, yaitu suatu asap yang trasparan, halus dan panasyang tempat utamanya di rongga kiri jantung, namun berada juga padasemua bagian tubuh. Karena itu, ideal manusia ialah meningkat teruslebih tinggi dalam skala maujud dan menerima semakain banyakpenerangan yang berangsur-angsur membawa kebebasan sempurna daridunia bentuk.72

Untuk mewujudkan ideal ini, dapat ditempuh dengan dua cara yaitupengetahuan dan tindakan.

1. PengetahuanMasalah paling orisinil dalam psikologi Suhrawardi mengenai inteleksi

(pengetahuan) ialah teorinya mengenai visi (penglihatan). Sinar yangdiduga keluar dari mata mestilah substansi atau kualitas. Jika kualitas,ia tidak dapat ditransmisikan dari satu substansi (mata) kepada substransilain (benda yang dapat dilihat). Karena itu, sorot cahaya tidak dapatdianggap sebagai keluar dari mata. Pada saat suatu benda berada dihadapan mata, suatu penerang terjadi, dan pikiran mengetahui obyekitu melalui penerangan tersebut.

2. TindakanManusia sebagai makhluk yang aktif, mempunyai kekuatan-kekuatan

penggerak berikut:a. Akal atau jiwa kemalaikatan, yaitu sumber intelegensi, pembedaan,

dan cinta pengetahuan.b. Jiwa binatang buas yang merupakan sumber amarah, keberanian,

domiansi dan ambisi.c. Jiwa hewani yang merupakan sumber nafsu, lapar dan nafsu seksual.73

Yang pertama membawa ke kebijaksanaan; yang kedua dan ketiga,jika dikendalikan oleh akal, masing-masing akan membawa kekeberaniandan kesucian. Penggunaan secara selaras semua itu menghasilkankeadilan. Oleh sebab itu, dengan menggabungkan pengetahuan dankebajikan, jiwa membebaskan dirinya dari dunia kegelapan. Bila semakinbanyak yang kita ketahui tentang hakikat segala maujud, semakin dekatkita kepada dunia cahaya, dan cinta kepada dunia itu menjadi semakinmendalam.

Page 20: Filsafat - library.walisongo.ac.idlibrary.walisongo.ac.id/digilib/files/disk1/21/jtptiain-gdl-jou...Revitalisasi dan Koreksi Terhadap Filsafat Paripatetik ... dilakukannya ketika merujuk

42

Revitalisasi dan Koreksi terhadap Filsafat Paripatetik... Suparman Syukur

Teologia, Volume 16, Nomor 1, Januari 2005

Penutup

Pemikiran Suhrawardî bukan merupakan sebuah teologi, ataupunteosofi. Ia sebaliknya, menggambarkan filsafat mistis yang sistematis.Mengabaikan sepenuhnya unsur-unsur logika dan epistemologi karya-karyanya, menjamin ketidaksempurnaan analisis dan tidak memuaskan.Pemikiran Suhrawardî dicirikan oleh ketiadaan dogmatisme dengandisposisi dimanis yang mengizinkan perubahan karena subjek berubah.Filsafat ini, menurut Hossein Ziai, pada dasarnya adalah filsafat yangbertujuan menyelidiki sesuatu, termasuk jawaban-jawaban yangditimbulkan pada manusia terhadapnya, serta berusaha mengekspresikansecara runtut dan sistematis hasil-hasil karyanya.

Pengaruh ide baru Suhrawardî, rekonstruksinya terhadap filsafat yanghampir seluruhnya Platonisme, sangat monumental. Pengaruh ini,misalnya dapat dilihat sampai sekarang pada sedikitnya karya kajianfilosof yahudi abad ke-13 dan ahli logika Sa’ad bin Mansûr binKammûnah, yang juga menjadi komentator besar karya-karya logikaSuhraawardî yang diberi judul al-Jadîd fi al-Hikmah

Paradigma berfikir Suhrawardî dalam filsafat illminasi juga banyakmempengaruhi perkembangan filsafat Islam. Pembagian metafisikaSuhrawardî dan upaya memperlithatkan keunggulan epistemologis moduspengetahuan eksperiensial (berdasarkan pengalaman) yangdiobjektifikasi, banyak digunakan oleh komentator dan sejarahwan untukmemberi tekanan pada perbedaan antara Paripatetik dan Iluminasionis.

Hal lain yang banyak berpengaruh juga adalah bidang semantik (‘ilmdalâlah al-alfâdh). Dalam logika formal, Suhrawardî banyak memberipengaruh pada generasi berikutnya: seperti dalam masalah modalitas yangdiulang-ulang, penciptaan proposisi- proposisi niscaya superafirmatif (al-qadhiyyah al-dhorûriyyah al-battatah), penyederhanaan terma-terma,modalitas-modalitas temporal (al-qadhâyâ al-muwajjahah) dan yang lainya.Wilayah penting pengaruh Suhrawardî lainnya adalah teorinya tentangkategori-kategori, yang menjadi acuan sebagian besar karya filsafatterkemudian yang dikenal sebagai al-hikmah al-muta’âliyah.

Secara umum, Filsafat Iluminasi -gagasan, bahasa dan metodenya-mempunyai dampak besar pada setiap pemikiran masa-masa berikutnyadalam Islam, yang meliputi wilayah-wilayah filsafat, mistik dan bahkanpoitik. Menurut Hossein Ziai, pengaruh sistem Filsafat Iluminasionis initelah menyebar sangat luas di Persia dan diikuti oleh India Muslim. Inijuga membantu mendefinisikan gagasan kebijaksanaan puitis dan filosofissebagai sarana pokok yang digunakan generasi-generais kaum Muslimuntuk mencari solusi atas persoalan-persoalan intelektual dan eksistensialyang penting.

Page 21: Filsafat - library.walisongo.ac.idlibrary.walisongo.ac.id/digilib/files/disk1/21/jtptiain-gdl-jou...Revitalisasi dan Koreksi Terhadap Filsafat Paripatetik ... dilakukannya ketika merujuk

Teologia, Volume 16, Nomor 1, Januari 2005 43

Revitalisasi dan Koreksi terhadap Filsafat Paripatetik... Suparman Syukur

Walaupun Umat Islam kurang cerdas menangkap bola ide yangdigulirkan Suhrawardî, setidaknya di sana banyak Sarjana yangmenafsirkan ajarannya dan sekaligus menjadi pengembang dan pelanjutFilsafat Illuminasi seperti: Syamsuddîn Muhammad Al-Sahrasuri (w.1288),Sa’ad bin Mansur bin Kammûnah (w. 1284), Qutubbuddîn Al-Syirâzi (w.1311), Nasîruddin Tûssi (w. 1274), Muhammad bin Zainuddîn bin IbrâhîmAhsa’I (w. 1479), Qâdi Jalâluddîn bin Sa’ad al-Dîn al-Dawâni (w.1501),Muhammad Syarîf Nizâmuddîn al-Harâwi (w. 1600), Muhammad Baqirbin Syamsuddîn Muhammad (w. 1631), serta yang lainnya. Sebuah sikapyang bijak bagi generasi berikutnya, adalah menangkap tongkat estafetyang telah disodorkan secara proporsial dan progresif dengan sebuahkesadaran bahwa bangunan keilmuan muncul dari tumpukan batu batasecara komunal dan memahami sebuah ungkapan “Human being is notperfect”.[]

Catatan Akhir:1Dewan Redaksi, Ensiklopedi Tematis Dunia Islam, (Jakarta; PT Ichtiar

Baru Van Hoeve, 1983), h. 2132A. Khudori Soleh, M.Ag, Wacana Baru Filsafat Islam, (Yogyakarta;

Pustaka Pelajar, 2004), h. 1163Mehdi Aminrazavi, Pendekatan Rasional Suhrawardi Terhadap Problem

Ilmu Pengetahuan, dalam jurnal Al-Hikmah , (Bandung; edisi 7 Desember1992), h. 71-72

Ini tidak berbeda dengan stetemen Osman Bakar, Menurutnya kritik-kritik yang diajukan para intelektual Islam yang lain terhadap burhani,bukan karena ia berusaha mengekspresikan segala sesuatu secara rasional,sejauh ini mungkin, tetapi karena ia berusaha merangkul seluruh realitaskedalam alam rasio, seakan rasio sesuai dengan prinsip segala sesuatudan begitu juga sebaliknya. Padahal kenyataan tidak demikian. Artinyapara intelektual Islam tidak melarang rasionalisme, tetapi tidak menyukaipemaksaan diri, karena ini berarti justru tidak rasional. Lihat A. KhudoriSoleh, M.Ag, Wacana Baru…,op.cit., h. 135. Lihat Juga Osman Bakar,Tauhid dan Sains, (Bandung; Pustaka Hidayah, 1994), h. 43

4 Hussein Nasr, Tiga Pemikir Islam, terj. Mujahid, (Bandung; Risalah,1986), h. 85

5 Menurut Ibn Sina, eksistensi mendahului essensi. Eksistensi bersifatprimer dan merupakan satu-satunya hakikat atau realitas yang dimilikiTuhan, sedang essensi dan sifat-sifatnya bersifat sekunder. Tidak bisadibayangkan essensi tanpa eksisitensi , tetapi tidak demikian sebaliknya.

Page 22: Filsafat - library.walisongo.ac.idlibrary.walisongo.ac.id/digilib/files/disk1/21/jtptiain-gdl-jou...Revitalisasi dan Koreksi Terhadap Filsafat Paripatetik ... dilakukannya ketika merujuk

44

Revitalisasi dan Koreksi terhadap Filsafat Paripatetik... Suparman Syukur

Teologia, Volume 16, Nomor 1, Januari 2005

Namun bagi Ibn Sina, eksistensi dan essensi ini keduanya sama-samamerupakan realitas yang nyata. Sejalan dengan itu menurut Ibn ‘Arabi,eksisitensi mendahului essensi. Eksisitensi adalah realitas yangsesungguhnya dan realitas itu hanya satu, yakni Tuhan, sedang essensitidak lain adalah bentuk-bentuk dalam pengetahun-Nya yang disebuta’yân al-tsâbitah

6Sayyed Hossein Nasr dan Oliver Leaman, Ensiklopedi Tematis FilsafatIslam terj. Tim Penerjemah Mizan dari History of Islamic Philosophy,(Bandung: Mizan, 2003) h. 552

7Majid Fakhry, Sejarah Filsafat Islam Sebuah Peta Kronologis, terj. ZaimulAm dari A Short Introduction to Islamic Philosophy, Theology and Mysticism,(Bandung: Mizan, 2001) h. 130

Pada salah satu bukunya, yaitu al-Tahwîlât. Ia menjelaskan bahwa kaumParipatetik pada zamannya telah gagal memahami maksud pendirinya,Aristoteles, Guru pertama dan Ahli al-Hikmah. Konon, Aristotelesmendatangi al-Suhrawardî dalam sebuah mimpi dan pada saat itu terlibatdiskusi dengannya mengenai watak pengetahuan, hubungan dankesatuan, ataupun kedudukan para Filosof Islam dan tokoh-tokoh sufiyang telah mencapai derajat “pengetahuan kongkrit dan pengetahuanvisual “. Mereka ini adalah para filosof sekaligus Guru Sejati.

8Dr. Ibrâhim Hilâl, Al-Tashawwuf Al-Islâmiy Baina al-Dîn Wa Al-Falsafah,(Cairo: Dâr al-Nahdhah al- ‘Arabiyyah, 1975), h. 102

9Beberapa Sarjana mengatakan, kelahirannya di desa kecil dekatZinjan di Iran Timur laut. Lihat Hossein Ziai, Suhrawardî dan FilsafatIlluminasi, terj. Dr Afif Muhammad dan Drs. Munir dari Knowladge andIllumination: A Study of Suhrawardî’s Hikmat al-Isyraq (Bandung; ZamanWacana Mulia, 1998), h. 23 Lihat juga A. Khudori Soleh M.Ag. WacanaBaru…,op.cit., h. 117

10Tokoh lain yang sama-sama bernama Suhrawardî adalah (1) ‘AbdQâdir Abû Najib Suhrawardî (w. 1168 M), pendiri tarekat Suhrawardiyah.Ia murid Ahmad al-Ghazali, adik kandung Imam Ghazali (2) Syihâb al-Dîn Abû Hafis ‘Umar Suhrawardî (1145-1234 M.), keponakan sekaligusmurid Suhrawardî yang pertama. Ia lebih berpengaruh daripada pamannyadan menjadi Maha Guru (Syaikh al-Syuyûkh) ajaran sufi di Baghdad padamasa khalifah al-Nasir. Tokoh ini adalah pengarang kitab ‘Awârif al-Ma’ârifyang terkenal dalam Sufisme, Lihat Annemarie Schimmel, MysticalDimension of Islam, (Chapel Hill; The University of North Carolina Press,1975), h. 244-5

11Dr. Mustafa Ghâlib, Al-Suhrawardî, (Beirut; ‘Izzudin, 1982), h. 1612Sayyed Hossein Nasr dan Oliver Leaman, Ensiklopedi

Tematis…,op.cit., h. 54513Hossein Ziai, op.cit., h. 23

Page 23: Filsafat - library.walisongo.ac.idlibrary.walisongo.ac.id/digilib/files/disk1/21/jtptiain-gdl-jou...Revitalisasi dan Koreksi Terhadap Filsafat Paripatetik ... dilakukannya ketika merujuk

Teologia, Volume 16, Nomor 1, Januari 2005 45

Revitalisasi dan Koreksi terhadap Filsafat Paripatetik... Suparman Syukur

14Hussein Nasr, Tiga Pemikir…,op.cit., h. 7115Mehdi Amin Razavi, Suhrawardî and the School of Illumination, (Surrey;

Curzon Press, 1997), h. 116Sayyed Hossein Nasr dan Oliver Leaman, Ensiklopedi Filsafat…,op.cit.,

h. 54617Ibid.18Salah satu pandangan Suhrawardî yang seiring dengan doktrin

Ismailiyyah adalah pandangannya tentang nubuwah, dimana dalampandangan Suhrawardî, kenabian itu semacam imamah, tidak mungkinberakhir sampai akhir zaman untuk menjaga kestabilan dunia dankemaslahatan semesta. Lihat Dr. Mustofa Ghôlib, al-Suhrawarî…,op.cit.,h. 27

19Ibid., h. 2220Ibid., h. 2421Ibid., h3722Hussein Nasr, op.cit. h. 72-7323Dewan Redaksi, op.cit., h. 21424Hossein Ziai, op.cit., h. 3825Lihat al-Munjid Fi al-Lughoh, (Beirut; Dar al-Masyriq, 1969), h. 38426John M Echols dan Hassan Shadily, Kamus Inggris Indonesia, (Jakarta:

Gramedia, 1979), h. 31127Dewan Redaksi, op. cit., h. 215. Namun salah seorang penulis biografi

dan komentatornya yang terkemuka, Syamsudin al-Sahrazuri, menyebutSuhrawardî sebagai pengarang yang menggabungkan dua kebijakan, yaknieksperensial (al-dzzauqiyah) dan yang diskursif (al-bahtsiah). Lihat MusaAsy’arie, Filasafat Islam Kajian Ontologis, Epistemologis, Aksiologis, Historis,Prospektis, (Yogyakarta: LESFI, 1992), h. 92-93

28Dewan Redaksi, op.cit., h. 21629Annemarie Schimmel, op.cit., h. 26130Dr. Ibrâhim Hilâl, op.cit., h. 11231Abdurrahman Badawî, al-Matsal al-’Aqliyyah al-Aflatûniyyah ‘Inda

al-Suhrawardî, (Beirut; Dâr al-Kutub, 1947), h. 1132SyihaBoddin Yahya Sohravardi, Oevres Philosophiques et Mystiques,

(Teheran: Academie Imperiale Irranienne de Philosopie, 1976), h 10.Dalam buku ini dicantumkan buku Hikmah al-Isyrâq sesuai teks aslimenggunakan bahasa Arab.

33 Zoroastrianisme adalah agama orang Iran kuno yang bersifat dualistik,berkembang pada abad 7 SM.. Penciptanya diduga nabi mistik Zarathustra(Zoroaster). Ajaran utamanaya adalah tentang pergumulan yang terusmenerus antara unsur yang berlawanan di dunia, yakni kebaikan (cahaya)dan kejahatan (kegelapan).

34A.Khudory Soleh, M.Ag, op.cit., h. 121

Page 24: Filsafat - library.walisongo.ac.idlibrary.walisongo.ac.id/digilib/files/disk1/21/jtptiain-gdl-jou...Revitalisasi dan Koreksi Terhadap Filsafat Paripatetik ... dilakukannya ketika merujuk

46

Revitalisasi dan Koreksi terhadap Filsafat Paripatetik... Suparman Syukur

Teologia, Volume 16, Nomor 1, Januari 2005

35Sayyed Hossein Nasr dan Oliver Leaman, op.cit., h. 55036Dewan Redaksi, op. cit., h. 21637Ibid., h. 21638Ibid., h. 21739Ibid., h. 21740A. Khudioory Sholeh M, Ag, op.cit. h. 124Ajaran ini dikembangkan Ibn ‘Arabi (1165-1240) menjadi ide dalam

alam semesta sebagai macro anthropos (al-insân al-akbar) atau macro-pesonal (al-syakhsy al-akbar). Semesta ini dipolakan sebagai manusia.Kemampuan-kemampuan kognitif manusia diproyeksikan kedalamstruktur ontologis realits yang tampak sebagai seorang, sehinggasebagaimana manusia, semesta ini mempunyai persepsi indrawi, imajenasi,pemikiran rasional dan intuisi spriritual. Lihat Fazlur Rahman, Islam,(Chicago-London; , University of Chicago Press, 1979), h. 124-125

41Mehdi Amin Razavi, Suhrawardi and The School…,op.cit., h. 3342A. Khudori Soleh, M.Ag, op.cit., h. 12443Madjid Fakhry, A History of Isalamic Philosophy, (Newyork dan

London; Colonbia University Press,, 1970), h. 331-244Sayyed Hossein Nasr dan Oliver Leaman, op.cit., h. 55845Ibid., h. 13146Ibid., h. 13247Suhrawardî, Hikmat…,op.cit., h. 13648Ibid., h. 13649Hasyimsyah Nasution, Filsafat Islam, (Jakarta: Gaya Media Pratama,

1999), h. 15050Hossein Ziai, op.cit., h. 14851Suhrrawardî, op.cit., h. 15552Dr. Ibrâhim Hilâl, op.cit. h. 10353A. Khudori Soleh, M.Ag, op.cit., h. 12554Hossein Ziai, op.cit., h. 14955Ibid., h. 15056Sayyed Hossein Nasr dan Oliver Leaman, op.cit., h.566-757Hossein Ziai, op.cit., h. 3658A.Khudori Soleh, M.Ag, op.cit., h. 13159Sayyid Hussein Nasr dan Oliver Leaman, op.cit., h. 56860Hossein Ziai, op.cit., h. 3761Sayyid Hussein Nasr dan Oliver Leaman, op.cit., h. 56862Ibid., h. 45263Husein Nasr, op.cit., h 8064Hossein Ziai, op.cit., h. 13165Hossein Ziai, Suhrawardî dan Filsafat Illuminasi…, ibid., h. 13566Ibid., h. 130

Page 25: Filsafat - library.walisongo.ac.idlibrary.walisongo.ac.id/digilib/files/disk1/21/jtptiain-gdl-jou...Revitalisasi dan Koreksi Terhadap Filsafat Paripatetik ... dilakukannya ketika merujuk

Teologia, Volume 16, Nomor 1, Januari 2005 47

Revitalisasi dan Koreksi terhadap Filsafat Paripatetik... Suparman Syukur

67A.Khudori Soleh, M.Ag, op.cit., h 128. Lihat juga Ilmu Hudhuri karyaMehdi Hairi Yazdi, h. 211

68Hossein Ziai, op.cit., h. 3669Sayyid Hussein Nasr dan Oliver Leaman, op.cit., h. 55970Hasyimsyah Nasution, op.cit., h 16071Ibid., h. 16072Ibid., h 16273Ibid., h. 165

DAFTAR PUSTAKA

Aminrazavi, Mehdi, Pendekatan Rasional Suhrawardi Terhadap Problem IlmuPengetahuan, dalam jurnal al-Hikmah, (Bandung: edisi 7 Desember1992)

_____, Suhrawardi and the School of Illumination, (Surrey: Curzon Press,1997)

Asy’arie, Musa, Filasafat Islam Kajian Ontologis, Epistimologis, Aksiologis,Historis,

Prospektis, ( Yogyakarta: LESFI, 1992)

Badawi, Abdurrahaman, al-Matsal al-‘Aqliyyah al-Aflâthûniyyah ‘Inda al-Suhrawardî, (Beirut: Dar al Kutub, 1947)

Bakar, Osman, Tauhid dan Sains (Bandung: Pustaka Hidayah, 1994)

Fakhry, Madjid, Sejarah Filsafat Islam Sebuah Peta Kronologis, terj. ZainulAm dari AShort Introduction to Islamic Philosophy, Theology angMysticism, (Bandung: Mizan, 2001)

Hilâl, Ibrâhîm, al-Tasawwuf al-Islâmî Baina al-Dîn wa al-Falsafah, (Cairo:Dar al-Nahdhah al- ‘Arabiyyah, 1975)

Khudori Soleh, Ahmad, MAg, Wacana Baru Filsafat Islam, (Yogyakarta:Pustaka Pelajar, 2004)

Leaman, Oliver dan Hossen Nasr, Sayyad, Ensiklopedi Tematis Filsafat Islamterj. Tim Penerjemah Mizan dari History of Islamic Philosophy,(Bandung: Mizan,2003)

Page 26: Filsafat - library.walisongo.ac.idlibrary.walisongo.ac.id/digilib/files/disk1/21/jtptiain-gdl-jou...Revitalisasi dan Koreksi Terhadap Filsafat Paripatetik ... dilakukannya ketika merujuk

48

Revitalisasi dan Koreksi terhadap Filsafat Paripatetik... Suparman Syukur

Teologia, Volume 16, Nomor 1, Januari 2005

Nasr, Sayyid Hussein, Tiga pemikir Islam (Bandung: Risalah, 1986)

Nasution, Hasyimsyah, Filsafat Islam, (Jakarta: Gaya Media Pratama. 1999)

Pakar, Dewan, Al-munjid fi al-Lughoh, (Beirut: Dar al-Msyriq, 1969)

Schimmel, Annemarie, Mystical Dimension of Islam, (Chapel Hill: TheUniversity of North Carolina Press, 1975)

Shadily, Hasan dan Echols, M, Kamus Inggris Indonesia, (Jakarta: Gramedia,1979)

Yahya Suhravardi, ShihaBoddin, Oevres Philosophiques et Mystiques,(Teheran: Academic Imperiale Irraniene de Philosopie, 1976)

Ziai, Hossein, Suhrawardi dan Filsafat Iluminasi, terj. Dr Afif Muhammaddan Drs. Munir dari Knowladge and Illumination: A Studi ofSuhrawardi’s Hikmat al-Isyraq. (Bandung: Zaman Wacana Mulia,1998)