bab ii tinjauan pustaka a. resiliensi 1. pengertian...

23
10 BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Resiliensi 1. Pengertian Resiliensi Istilah resiliensi diintrodusir oleh Redl pada tahun 1969 dan digunakan untuk menggambarkan bagian positif dari perbedaan masing-masing individu dalam merespon stres dan keadaan yang merugikan (adversity) lainnya (Smet, 1994). Tetapi, hingga tahun 1980-an, istilah resiliensi belum digunakan secara konsisten (Grotberg, dalam Desmita, 2017). Menurut Henderson & Milstein (2003) istilah resiliensi diadopsi sebagai ganti dari istilah-istilah yang sebelumnya telah digunakan oleh para peneliti untuk menggambarkan fenomena, seperti: invulnerable” (kekebalan), “invincible” (ketangguhan), dan “hady” (kekuatan), karena dalam proses menjadi resilien tercakup pengenalan perasaan sakit, perjuangan dan penderitaan (dalam Desmita, 2017). Resiliensi adalah kekuatan dasar atau pondasi dari karakter-karakter positif dalam membangun kekuatan emosional dan psikologis. Resiliensi dapat membuat individu mengubah kondisi yang tidak menyenangkan menjadi suatu tantangan (Desmita, 2017). Block & Block (dalam Purnomo, 2014) resiliensi secara psikologi dapat diartikan sebagai kemampuan merespon secara fleksibel untuk mengubah kebutuhan situasional dan kemampuan untuk bangkit dari pengalaman emosional yang negatif. Sedangkan Jackson & Watkin (dalam Mufidah, 2017) menyatakan bahwa resiliensi adalah suatu konsep yang menunjukkan kemampuan seseorang untuk mengatasi dan beradaptasi, serta dapat bertahan terhadap masa-masa sulit

Upload: others

Post on 03-Nov-2020

4 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

Page 1: BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Resiliensi 1. Pengertian Resiliensieprints.mercubuana-yogya.ac.id/5256/3/BAB II.pdfResiliensi bukan hanya kemampuan untuk mengatasi kemalangan dan bangkit

10

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. Resiliensi

1. Pengertian Resiliensi

Istilah resiliensi diintrodusir oleh Redl pada tahun 1969 dan digunakan

untuk menggambarkan bagian positif dari perbedaan masing-masing individu

dalam merespon stres dan keadaan yang merugikan (adversity) lainnya (Smet,

1994). Tetapi, hingga tahun 1980-an, istilah resiliensi belum digunakan secara

konsisten (Grotberg, dalam Desmita, 2017). Menurut Henderson & Milstein (2003)

istilah resiliensi diadopsi sebagai ganti dari istilah-istilah yang sebelumnya telah

digunakan oleh para peneliti untuk menggambarkan fenomena, seperti:

“invulnerable” (kekebalan), “invincible” (ketangguhan), dan “hady” (kekuatan),

karena dalam proses menjadi resilien tercakup pengenalan perasaan sakit,

perjuangan dan penderitaan (dalam Desmita, 2017). Resiliensi adalah kekuatan

dasar atau pondasi dari karakter-karakter positif dalam membangun kekuatan

emosional dan psikologis. Resiliensi dapat membuat individu mengubah kondisi

yang tidak menyenangkan menjadi suatu tantangan (Desmita, 2017).

Block & Block (dalam Purnomo, 2014) resiliensi secara psikologi dapat

diartikan sebagai kemampuan merespon secara fleksibel untuk mengubah

kebutuhan situasional dan kemampuan untuk bangkit dari pengalaman emosional

yang negatif. Sedangkan Jackson & Watkin (dalam Mufidah, 2017) menyatakan

bahwa resiliensi adalah suatu konsep yang menunjukkan kemampuan seseorang

untuk mengatasi dan beradaptasi, serta dapat bertahan terhadap masa-masa sulit

Page 2: BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Resiliensi 1. Pengertian Resiliensieprints.mercubuana-yogya.ac.id/5256/3/BAB II.pdfResiliensi bukan hanya kemampuan untuk mengatasi kemalangan dan bangkit

11

yang dihadapi. Resiliensi diri seseorang juga menentukan keberhasilan atau

kegagalan dalam kehidupannya.

Menurut Reivich & Shatte (dalam Widuri, 2012) resiliensi merupakan

kemampuan seseorang untuk bertahan, bangkit, dan menyesuaikan dengan kondisi

yang sulit. Resiliensi berarti kemampuan untuk pulih kembali dari suatu keadaan,

kembali ke bentuk semula setelah dibengkokkan, ditekan, atau diregangkan.

Sedangkan menurut Connor dan Davidson (dalam Cahyani & Akmal, 2017)

resiliensi adalah kemampuan individu untuk bisa bertahan, mengatasi, dan bahkan

berkembang di tengah kesulitan.

Berdasarkan beberapa teori diatas, dapat disimpulkan bahwa resiliensi

adalah kemampuan merespon secara fleksibel sebagai kekuatan dasar atau pondasi

dari karakter-karakter positif dalam membangun kekuatan emosional dan

psikologis guna mengubah kebutuhan situasional dan kemampuan untuk bangkit

dari pengalaman yang negatif.

2. Aspek-aspek Resiliensi

Menurut Reivich & Shatte (dalam Septiani & Fitria, 2016) Aspek-aspek

resiliensi :

a. Regulasi emosi

Regulasi emosi adalah kemampuan untuk tetap tenang di bawah kondisi yang

menekan. Regulasi emosi menekankan pada bagaimana dan mengapa emosi

itu sendiri mampu mengatur dan memfasilitasi proses-proses psikologis,

seperti memusatkan perhatian, pemecahan masalah, dan dukungan sosial.

Reivich dan Shatte (2002), mengungkapkan dua hal keterampilan yang dapat

Page 3: BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Resiliensi 1. Pengertian Resiliensieprints.mercubuana-yogya.ac.id/5256/3/BAB II.pdfResiliensi bukan hanya kemampuan untuk mengatasi kemalangan dan bangkit

12

memudahkan individu untuk melakukan regulasi emosi, yaitu tenang dan

fokus. Dua keterampilan ini akan membantu individu untuk mengontrol

emosi yang tidak terkendali, menjaga fokus pikiran individu ketika banyak

hal-hal yang mengganggu, serta mengurangi stres yang dialami oleh individu.

b. Pengendalian impuls

Pengendalian impuls adalah kemampuan individu untuk mengendalikan

keinginan, dorongan, kesukaan, serta tekanan yang muncul dari dalam diri.

Individu dapat mengendalikan impulsivitas dengan mencegah terjadinya

kesalahan pemikiran, sehingga dapat memberikan respon yang tepat pada

permasalahan yang ada.

c. Optimisme

Optimisme adalah kepercayaan pada diri sendiri akan masa depannya, dan

percaya bahwa dirinya memiliki kemampuan untuk mengatasi kemalangan

yang mungkin terjadi di masa depan. Ketika mengalami kegagalan, orang

optimis cenderung menyikapinya dengan respon yang aktif dan tidak putus

harapan, merencanakan suatu tindakan, atau berusaha mencari pertolongan

dan nasihat.

d. Analisis masalah

Analisis masalah merujuk pada kemampuan individu untuk

mengidentifikasikan secara akurat penyebab dari permasalahan yang mereka

hadapi. Individu yang tidak mampu mengidentifikasikan penyebab dari

permasalahan yang mereka hadapi secara tepat, akan terus menerus berbuat

kesalahan yang sama.

Page 4: BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Resiliensi 1. Pengertian Resiliensieprints.mercubuana-yogya.ac.id/5256/3/BAB II.pdfResiliensi bukan hanya kemampuan untuk mengatasi kemalangan dan bangkit

13

e. Empati

Empati adalah kemampuan individu dalam menjalin hubungan sosial yang

positif. Empati membantu individu mengetahui dan memahami serta berbagi

perasaan/emosi orang lain. Kemampuan untuk memahami status seseorang

dalam kelompok (sosioempatis) penting bagi penyesuaian individu, karena

menentukan bagaimana individu berperilaku dalam suatu situasi sosial.

f. Efikasi Diri

Efikasi diri adalah hasil dari keberhasilan dalam pemecahan masalah yang

dihadapi. Efikasi diri merepresentasikan sebuah keyakinan bahwa kita

individu memecahkan masalah yang kita alami dan mencapai kesuksesan.

g. Pencapaian

Resiliensi bukan hanya kemampuan untuk mengatasi kemalangan dan

bangkit dari keterpurukan, namun kemampuan individu meraih aspek positif

dari kehidupan setelah kemalangan yang menimpa.

Menurut Bernard (dalam Desmita, 2017) seorang yang resilien biasanya

memiliki empat sifat-sifat umum, yaitu :

1. Social competence (kompetensi sosial) : kemampuan untuk memunculkan

respon yang positif dari orang lain, dalam artian mengadakan hubungan-

hubungan yang positif dengan orang dewasa dan teman sebaya.

2. Problem-solving kills/metacognition (keterampilan pemecahan masalah/

metakognitif) : perencanaan yang memudahkan untuk mengendalikan diri

sendiri dan memanfaatkan akal sehatnya untuk mencari bantuan dari orang

lain.

Page 5: BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Resiliensi 1. Pengertian Resiliensieprints.mercubuana-yogya.ac.id/5256/3/BAB II.pdfResiliensi bukan hanya kemampuan untuk mengatasi kemalangan dan bangkit

14

3. Autonomy (otonomi) : suatu kesadaran tentang identitas diri sendiri dan

kemampuan untuk bertindak secara independen serta melakukan pengontrolan

terhadap lingkungan.

4. A sense of purpose and future (Kesadaran akan tujuan dan masa depan):

kesadaran akan tujuan-tujuan, aspirasi pendidikan, ketekunan (persistence),

pengharapan dan kesadaran akan suatu masa depan yang cemerlang (bright).

Berdasarkan teori-teori yang telah dipaparkan sebelumnya, dapat

disimpulkan bahwa resiliensi memiliki berbagai aspek. Aspek-aspek tersebut

adalah pengaturan emosi, kontrol terhadap impuls, optimisme, kemampuan

menganalisis masalah, empati, efikasi diri, pencapaian, kompetensi sosial,

keterampilan pemecahan masalah/metakognitif, otonomi, dan kesadaran akan

tujuan dan masa depan. Dalam hal ini, peneliti memilih aspek Reivich & Shatte

yaitu meliputi : pengaturan emosi, kontrol terhadap impuls, optimisme, kemampuan

menganalisis masalah, empati, efikasi diri dan pencapaian. Peneliti memilih aspek

menurut Reivich & Shatte karena aspek tersebut lebih lengkap dan jelas sehingga

memudahkan peneliti dalam membuat skala psikologis.

3. Karakteristik Individu yang Resilien

Menurut Grotberg (dalam Desmita, 2017) ada beberapa sumber dari resiliensi

yaitu sebagai berikut :

a. I Have (Aku punya)

Merupakan karekteristik resiliensi yang bersumber dari pemaknaan individu

terhadap besarnya dukungan dan sumber daya yang diberikan oleh

lingkungan sosial. I Have meliputi hubungan saling percaya, akses untuk

Page 6: BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Resiliensi 1. Pengertian Resiliensieprints.mercubuana-yogya.ac.id/5256/3/BAB II.pdfResiliensi bukan hanya kemampuan untuk mengatasi kemalangan dan bangkit

15

kesehatan, pendidikan, kesejahteraan dan layanan keamanan, dukungan

emosional di luar keluarga, struktur dan aturan di rumah, dorongan semangat

orang tua, lingkungan rumah yang stabil, model peran, organisasi keagamaan

(moralitas).

b. I Am (Aku ini)

I Am merupakan karakteristik resiliensi yang bersumber dari kekuatan

pribadi (personal strengths) yang dimiliki oleh induvidu. I Am meliputi rasa

disukai, otonomi, berorientasi pada pencapaian, harga diri, harapan, iman,

keyakinan pada Tuhan, moralitas, kepercayaan, empati dan altruisme, locus

of control

c. I Can (Aku dapat)

I Can adalah karakteristik resiliensi yang bersumber dari apa saja yang dapat

dilakukan oleh individu yang berhubungan dengan keterampilan-

keterampilan sosial dan interpersonal (social, interpersonal skills).

Keterampilan ini meliputi kreativitas, ketekunan, humor, komunikasi,

pemecahan masalah, kontrol impuls, mencari hubungan saling percaya,

keterampilan sosial, keterampilan intelektual.

Berdasarkan teori-teori yang telah dipaparkan, dapat disimpulkan bahwa

orang yang resilien dapat dilihat dari 3 karakteristik yaitu ada I AM, I CAN, dan

juga I HAVE. Resiliensi merupakan hasil kombinasi dari 3 karakteristik tersebut.

Untuk menjadi seorang yang resilien, tidak cukup hanya memiliki satu karakteristik

saja, melainkan harus didukung oleh karakteristik lainnya.

Page 7: BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Resiliensi 1. Pengertian Resiliensieprints.mercubuana-yogya.ac.id/5256/3/BAB II.pdfResiliensi bukan hanya kemampuan untuk mengatasi kemalangan dan bangkit

16

4. Resiliensi pada mahasiswa yang sedang menyusun skripsi

Dalam menjalani kehidupan perkuliahan, mahasiswa akan dihadapkan

dengan tekanan atau tuntutan yang berbeda di setiap semester ataupun tingkatan

perkuliahan. Mahasiswa yang berada di tingkat akhir diperkirakan menghadapi

tekanan yang lebih berat karena mereka harus menyelesaikan tugas akhir atau

skripsi. Para mahasiswa tingkat akhir harus menyelesaikan skripsi secara individu,

sehingga tuntutan untuk belajar secara mandiri lebih besar (Gunawati, dalam

Cahyani & Akmal, 2017). Skripsi bagi mahasiswa adalah suatu kewajiban yang

harus diselesaikan dalam jangka waktu yang sesingkat mungkin. Semakin cepat

menyelesaikan skripsi dan diwisuda, semakin besar pula peluang untuk segera

mencari pekerjaan. Mahasiswa tingkat akhir yang mengerjakan skripsi dituntut

untuk memiliki rasa optimis, semangat hidup yang tinggi, mencapai prestasi

optimal dan berperan aktif dalam menyelesaikan masalah, baik masalah akademis

maupun non-akademis (Yesamine dalam Roellyana & Listiyandini, 2016).

Berdasarkan uraian di atas, dapat disimpulkan bahwa resiliensi pada

mahasiswa merupakan kemampuan untuk bertahan dalam situasi sulit guna

mengahadapi kesulitan-kesulitan yang dialami mahasiswa selama proses

penyusunan skripsi.

5. Faktor-faktor yang Mempengaruhi Resiliensi

Menurut Grotberg (dalam Aziz & Noviekayati) Ada beberapa faktor yang

mempengaruhi resiliensi yaitu :

Page 8: BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Resiliensi 1. Pengertian Resiliensieprints.mercubuana-yogya.ac.id/5256/3/BAB II.pdfResiliensi bukan hanya kemampuan untuk mengatasi kemalangan dan bangkit

17

a. Usia

Usia kronologis adalah jumlah tahun yang telah dilewati seseorang sejak ia

dilahirkan. Akan tetapi konsepsi mengenai usia tidak hanya dibatasi sebagai

usia kronologis namun juga usia biologis, usia psikologis, dan usia sosial

(Hooyer & Roodin dalam Santrock 2012). Individu yang lebih tua memiliki

tingkat kepuasan dan kebahagiaan yang lebih tinggi meskipun mereka didera

masalah fisik dan kemunduran lainnya namun mereka memiliki hubungan

yang lebih baik dengan orang-orang yang berarti untuk mereka, tidak terlalu

tertekan dengan pencapaian, lebih banyak waktu melakukan kegiatan yang

disukai, dan memiliki banyak pengalaman yang membantu mereka

beradaptasi dengan lingkungan secara bijaksana dibandingkan orang-orang

yang lebih muda (Cornwell, Schumm, & Laumann dalam Santrock 2012).

Artinya, tingkat usia seseorang juga menjadi penentu bagaimana individu

tersebut menyikapi kesulitan yang ada dengan kemampuan resiliensi yang

dimilikinya.

b. Dukungan sosial

Dukungan sosial menurut Sarafino & Smith (2011), adalah suatu

kenyamanan, kepedulian, penghargaan, atau bantuan yang didapatkan

individu dari individu lain atau kelompok. Dukungan sosial dapat berasal dari

orang tua, pasangan atau kekasih, saudara, kontak sosial atau masyarakat atau

bahkan dari hewan peliharaan setia. Taylor (2015), mengatakan bahwa

individu dengan dukungan sosial yang tinggi mempunyai tingkat stres yang

rendah, lebih berhasil mengatasi kesulitan dan mengalami hal-hal positif

Page 9: BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Resiliensi 1. Pengertian Resiliensieprints.mercubuana-yogya.ac.id/5256/3/BAB II.pdfResiliensi bukan hanya kemampuan untuk mengatasi kemalangan dan bangkit

18

dalam hidup (dalam Raisa & Ediati, 2016). Penelitian Nur & Shanti (2011),

menyatakan bahwa dukungan sosial yang didapatkan oleh individu dari

lingkungan sekitar baik keluarga ataupun lingkungan sekitarnya, akan

mempengaruhi cara individu menghadapi stressor dan kecemasan dalam

menjalani kehidupan. Hal tersebut akan membantu individu untuk tenang,

menumbuhkan rasa percaya diri, dan merasa dicintai (dalam Raisa & Ediati,

2016).

c. Kontrol diri

Setiap individu memiliki suatu mekanisme yang dapat membantu mengatur

dan mengarahkan perilaku, yaitu kontrol diri. Menurut Goldfried dan

Marbaum (dalam Muhid, 2009) kontrol diri diartikan sebagai kemampuan

untuk menyusun, membimbing, mengatur dan mengarahkan bentuk perilaku

yang dapat membawa ke arah konsekuensi positif. Sebagai salah satu sifat

kepribadian, kontrol diri pada satu individu dengan individu yang lain

tidaklah sama. Ada individu yang memiliki kontrol diri yang tinggi dan ada

individu yang memilikki kontrol diri yang rendah. Individu yang memiliki

kontrol diri yang tinggi mampu mengubah kejadian dan menjadi agen utama

dalam mengarahkan dan mengatur perilaku utama yang membawa pada

konsekuensi positif (dalam Aini & Mahardayani, 2011).

d. Kompetensi

Kompetensi merupakan kemampuan individu dalam melaksanakan sesuatu

yang diperoleh melalui pendidikan dan latihan. Kompetensi juga dapat

diartikan sebagai pengetahuan keterampilan dan nilai-nilai dasar yang

Page 10: BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Resiliensi 1. Pengertian Resiliensieprints.mercubuana-yogya.ac.id/5256/3/BAB II.pdfResiliensi bukan hanya kemampuan untuk mengatasi kemalangan dan bangkit

19

direfleksikan dalam kebiasaan berpikir dan bertindak (Sahertian & Sahertian

dalam Susilowati dkk, 2013). Adam (dalam Maitimu, 2015) mengungkapkan

bahwa seseorang yang memiliki kompetensi yang tinggi mampu menghadapi

kondisi-kondisi yang penuh dengan ketegangan dan mampu menarik serta

mempertahankan dukungan sosialnya terhadap orang lain. Hal ini dapat

dikatakan bahwa saat individu mampu mengembangkan kompetensinya

maka resiliensinya semakin kuat.

e. Penghargaan terhadap diri (self-esteem)

Self-esteem merupakan evaluasi diri yang dibuat oleh setiap individu atau

sikap seseorang terhadap dirinya sendiri dalam rentang dimensi positif-

negatif (Baron & Byrne, 2004). Orang dengan self-esteem tinggi lebih merasa

bahagia dan lebih efektif dalam memenuhi tuntutan lingkungan

(Coopersmith, dalam Aunillah & Adiyanti, 2015). Ungar (dalam Rahmasari,

dkk 2014) menyatakan individu yang resilien memiliki self-esteem dan

kepercayaan diri yang kokoh.

f. Watak (temperament)

Temperamen merupakan karakteristik individu yang menentukan afektif

seseorang serta memerankan peran dalam interaksi dan fungsi sosial (Calkins

dalam Ramadhianti & Alfiasari, 2017). Beberapa individu memiliki

kecenderungan genetik yang memberi sumbangan bagi resiliensinya, seperti

watak sosial, sifat ramah, dan kecantikan fisik, namun kebanyakan dari

karakteristik yang dihubungkan dengan resiliensi dapat dipelajari (Higgins,

Werner & Smith, dalam Desmita 2009).

Page 11: BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Resiliensi 1. Pengertian Resiliensieprints.mercubuana-yogya.ac.id/5256/3/BAB II.pdfResiliensi bukan hanya kemampuan untuk mengatasi kemalangan dan bangkit

20

g. Kematangan sosial (social maturity)

Kematangan sosial adalah salah satu aspek perkembangan sosial yang terlihat

dari adanya penilaian diri, serta adanya kemampuan untuk membawakan diri

dengan baik dalam kelompok atau lingkungan sosialnya, dimana individu

mampu menempatkan diri dalam berbagai lingkungan sosial yang berbeda

(Hassan dalam Rahmawati, 2013). Dan Doll (dalam Rahmawati, 2013)

menyebutkan bahwa kematangan sosial tampak dalam perilaku seseorang,

dimana perilaku tersebut menunjukkan kemampuan individu dalam

mengurus dirinya sendiri dan partisipasinya dalam berbagai aktivitas yang

akhirnya mengarah pada kemandirian layaknya orang dewasa. Individu

dikatakan memiliki tingkat kematangan sosial yang tinggi apabila

mempunyai hubungan keluarga yang baik, mempunyai pandangan yang

praktis dalam menghargai atau menilai orang lain, mempunyai rasa aman

terhadap teman sebaya disamping mampu membuat hubungan dengan orang

lain yang lebih tua dan orang yang lebih muda, menempatkan seks dalam

pandangan yang sopan, dan menerapkan kebiasaan serta peraturan-peraturan

masyarakat secara praktis (Ringness, dalam Rahmawati, 2013).

h. Motivasi berprestasi (need for achievement)

Murray mendefinisikan motivasi berprestasi sebagai kebutuhan untuk

menyelesaikan sesuatu yang sulit, menguasai sesuatu dengan cepat dan

mandiri, menyelesaikan permasalahan dan mencapai standar yang tinggi,

menantang diri sendiri, bersaing dan mengungguli orang lain,

mengembangkan penguasaan atas objek fisik, kemanusiaan, dan ide, serta

Page 12: BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Resiliensi 1. Pengertian Resiliensieprints.mercubuana-yogya.ac.id/5256/3/BAB II.pdfResiliensi bukan hanya kemampuan untuk mengatasi kemalangan dan bangkit

21

melakukan semua hal tersebut sebagai kebanggaan, dengan latihan-latihan

yang baik (Haryani & Tairas, 2014). Motivasi berprestasi memberikan

pengaruh yang besar terhadap pencapian yang diperoleh seseorang.

Seseorang yang memiliki motivasi berprestasi tinggi akan selalu bersemangat

dan berambisi tinggi, melakukan tugas yang diberikan padanya dengan sebaik

mungkin, belajar dengan lebih cepat, dan memiliki prestasi dalam bidang

yang menjadi keahlian mereka (Santrock, dalam Haryani & Tairas, 2014).

i. Kemampuan untuk mengatasi peristiwa masa lalu (past coping ability)

Compas (dalam Baron, & Byrne, 2005) mengemukakan bahwa coping adalah

suatu proses yang terdiri dari dua tingkat. Tingkat pertama adalah coping

yang berpusat pada emosi dan tingkat kedua adalah coping yang berpusat

pada masalah. Coping yang berhasil adalah yang melibatkan pengendalian

kontrol, proses-proses yang memungkinkan individu untuk mengarahkan

aktivitasnya di berbagai waktu dan situasi. Kumpfer (dalam Pratiwi &

Hirmaningsih, 2016) mengatakan coping memiliki peran yang signifikan

dalam proses mengembangkan resiliensi. Sehingga dapat dikatakan bahwa

coping mempengaruhi resiliensi seseorang. Li (dalam Pratiwi &

Hirmaningsih, 2016) mengatakan bahwa resiliensi merupakan hasil dari

penggunaan active coping seperti mencari bantuan dan menyelesaikan

masalah.

Menurut Holaday & Phearson (dalam Purnomo, 2014), ada tiga faktor yang

dapat mempengaruhi resiliensi, yaitu :

Page 13: BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Resiliensi 1. Pengertian Resiliensieprints.mercubuana-yogya.ac.id/5256/3/BAB II.pdfResiliensi bukan hanya kemampuan untuk mengatasi kemalangan dan bangkit

22

1. Sumber daya psikologis termasuk di dalamnya locus of control internal,

empati dan rasa ingin tahu, cenderung mencari hikmah dari setiap

pengalaman, dan selalu fleksibel dalam menghadapi situasi

2. Dukungan sosial

Dukungan sosial adalah kenyamanan secara fisik dan psikologis yang

diberikan oleh orang lain (Sarason, Sarason, & Pierce dalam Baron, & Byrne,

2005). Dukungan sosial merupakan informasi dan umpan balik (feedback)

dari orang lain yang menunjukkan bahwa diri mereka dicintai dan

dipedulikan, berharga serta dihormati dan juga dianggap sebagai bagian dari

suatu kelompok yang saling berkomunikasi. Dukungan sosial memiliki tiga

jenis manfaat: bantuan yang sifatnya nyata (tangible assistance), penyediaan

informasi (information), dan dukungan emosional (emotional support) (King,

2017). Dukungan sosial menjadi sangat bermanfaat tatkala individu

mengalami stres, dan sesuatu yang sangat efektif terlepas dari strategi mana

yang dignakan untuk mengatasi stres (Frazier, dkk dalam Baron, & Byrne,

2005). Dukungan sosial termasuk di dalamnya pengaruh budaya, dukungan

komunitas, individu, keluarga.

3. Kemampuan kognitif

Otak manusia menjadi rumah bagi “pikiran” yaitu proses mental yang

membantu kita untuk mengingat, membuat keputusan, membuat

perencanaan, menentukan tujuan serta menjadi kreatif. Dalam sudut pandang

kognitif, proses mental individu sepenuhnya mengontrol perilaku melalui

proses memori, persepsi, pembentukan gambaran mental, serta proses

Page 14: BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Resiliensi 1. Pengertian Resiliensieprints.mercubuana-yogya.ac.id/5256/3/BAB II.pdfResiliensi bukan hanya kemampuan untuk mengatasi kemalangan dan bangkit

23

berpikir (King, 2016). Kemampuan kognisi seseorang juga dipengaruhi oleh

gender. Menurut Hyde (dalam King, 2017) perbedaan antargender memang

ada, namun kecil, dimana anak perempuan memiliki skor lebih tinggi pada

beberapa aspek kemampuan verbal, sedangkan anak laki-laki memiliki skor

lebih tinggi pada kecerdasan spasial. Kemampuan kognisi termasuk di

dalamnya intelegensi, gaya coping, kemampuan untuk menghindarkan dari

menyalahkan diri sendiri, kontrol personal, dan spritualitas.

Kesimpulan dari pendapat ahli di atas menyatakan bahwa faktor yang

mempengaruhi resiliensi adalah faktor usia, dukungan sosial, kontrol diri,

kompetensi, penghargaan terhadap diri, watak, kedewasaan sosial, kebutuhan untuk

berprestasi, dan kemampuan untuk mengatasi peristiwa masa lalu, sumber daya

psikologis, dukungan sosial, dan kemampuan kognitif.

Peneliti memilih locus of control Internal yang merupakan bagian dari

faktor sumber daya psikologis sebagai variabel bebas, sebab berdasarkan penelitin

Anderson (dalam Mufidah, 2017) menyebutkan bahwa individu yang resilien

merupakan individu dengan locus of control internal tinggi.

B. Locus of Control Internal

1. Pengertian Locus of Control Internal

Menurut Rotter (dalam Susanti, 2016) locus of control adalah konsep yang

menjelaskan apakah seseorang mampu menyadari bahwa pengendalian hidupnya

berada dalam penguasaan dirinya sendiri (locus of control internal) ataukah berada

pada kekuasaan orang lain (locus of control eksternal). Locus of control internal

Page 15: BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Resiliensi 1. Pengertian Resiliensieprints.mercubuana-yogya.ac.id/5256/3/BAB II.pdfResiliensi bukan hanya kemampuan untuk mengatasi kemalangan dan bangkit

24

adalah keyakinan individu bahwa kesuksesan dan kegagalan yang terjadi pada

dirinya bergantung pada dirinya sendiri (Sarafino & Smith, 2011).

Menurut Kreitner & Kinicki (2009) individu yang memiliki kecenderungan

locus of control internal adalah individu yang memiliki keyakinan untuk dapat

mengendalikan segala peristiwa dan konsekuensi yang memberikan dampak pada

hidupnya sendiri. Sedangkan menurut Rotter (dalam Sarafino & Smith, 2011) locus

of control internal adalah individu yang percaya bahwa mereka memiliki kontrol

atas keberhasilan dan kegagalan dalam hidup mereka. Artinya, kendali atas

peristiwa-peristiwa ini terletak di dalam diri mereka sendiri dan mereka

bertanggung jawab akan hal tersebut. Lalu menurut Lefcourt (dalam Budiwati, &

Muslimin, 2016) locus of control internal adalah keyakinan individu mengenai

peristiwa-peristiwa yang berpengaruh dalam kehidupannya merupakan akibat dari

tingkah lakunya sehingga dapat dikontrol.

Berdasarkan definisi-definisi dari para ahli, maka dapat disimpulkan bahwa

locus of control internal adalah keyakinan yang dimiliki individu mengenai hasil

yang akan diperolehnya bergantung pada usaha yang dilakukan oleh individu itu

sendiri dan kepercayaan seseorang akan kemampuan dirinya untuk mengontrol

kehidupannya sendiri.

2. Aspek-aspek Locus of Control Internal

Aspek-aspek locus of Control internal menurut Sarafino (dalam Budiwati,

& Muslimin, 2016) sebagai berikut :

a. Kontrol

Page 16: BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Resiliensi 1. Pengertian Resiliensieprints.mercubuana-yogya.ac.id/5256/3/BAB II.pdfResiliensi bukan hanya kemampuan untuk mengatasi kemalangan dan bangkit

25

Kontrol adalah keyakinan bahwa individu memiliki kemampuan untuk

mengendalikan (mengontrol) peristiwa yang terjadi berkaitan dengan hasil

yang diinginkan dalam kehidupan, bukan dikontrol oleh nasib atau

keberuntungan. Kontrol diri diasosiasikan dengan usaha membangun hidup

yang panjang dan sehat (Baumeister & Alquist dalam King, 2017). Individu

yang memiliki kontrol diri memiliki tingkat stres yang lebih rendah dan dapat

mengembangkan strategi pemecahan masalah untuk digunakan mengatasi

masa-masa sulit (Taylor & Thompson dalam King, 2017).

b. Mandiri

Mandiri yaitu mengenai bagaimana individu dalam usahanya untuk

mencapai suatu tujuan atau hasil, percaya dengan kemampuan dan

ketrampilannya sendiri. Sehingga individu memiliki keyakinan bahwa hidup

terasa lebih mudah (memandang kehidupan itu tidak sulit).

c. Tanggung jawab

Tanggung jawab artinya, individu memiliki kesedian untuk menerima

segala sesuatu sebagai akibat dari sikap atau tingkah lakunya sendiri,

serta berusaha memperbaiki sikap atau tingkah lakunya agar mencapai

hasil yang lebih baik lagi.

d. Ekspektansi

Ekspektansi dalam hal ini, artinya individu mempunyai penilaian subyektif

atau keyakinan bahwa konsekuensi positif (reward) akan diperoleh pada

situasi tertentu sebagai imbalan tingkah lakunya. Sehingga individu

memilki keyakinan bahwa apa yang dilakukannya tidak sia-sia.

Page 17: BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Resiliensi 1. Pengertian Resiliensieprints.mercubuana-yogya.ac.id/5256/3/BAB II.pdfResiliensi bukan hanya kemampuan untuk mengatasi kemalangan dan bangkit

26

Sedangkan Wood dkk (dalam Meliana, 2018) mengungkapkan ada 6 aspek

dari locus of control internal adalah sebagai berikut:

a. Pemrosesan informasi

Pemrosesan informasi yaitu usaha dalam memperoleh informasi dan

melakukan sesuatu yang lebih baik dalam memanfaatkan informasi tersebut

sehingga diperoleh kepuasan dalam diri seseorang tersebut.

b. Kepuasan dalam bekerja

Kepuasan yang dirasakan dalam melakukan tugas pekerjaannya, tidak

mengasingkan diri dalam lingkungan kerja, memiliki pengalaman yang lebih

menyenangkan dalam bekerja atau berinteraksi dengan orang lain.

c. Prestasi

Prestasi artinya melakukan sesuatu hal yang lebih baik dalam proses belajar

dan menyelesaikan yang diberikan.

d. Kontrol diri

Menunjukkan sifat lebih berhati-hati dalam beraktifitas dan berperilaki,

memiliki resiko lebih kecil dan memiliki kecemasan yang rendah.

e. Motivasi harapan dan hasil

Menunjukan motivasi harapan dan hasil, yaitu menunjukan motivasi yang

baik, keinginan untuk mengembangkan diri, memiliki harapan bahwa dengan

bekerja keras/berusaha semaksimal mungkin dapat meraih hasil yang terbaik,

dan merasa lebih bisa mengontrol waktu.

f. Tanggapan terhadap hal-hal lain yaitu perasaan

Page 18: BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Resiliensi 1. Pengertian Resiliensieprints.mercubuana-yogya.ac.id/5256/3/BAB II.pdfResiliensi bukan hanya kemampuan untuk mengatasi kemalangan dan bangkit

27

Tanggapan terhadap hal-hal lain yaitu perasaan artinya, tidak bergantung

pada orang lain, percaya dan konsisten pada pendapat sendiri dan tidak rentan

terhadap pengaruh dari orang lain, lebih menerima informasi sebagai

manfaat.

Berdasarkan teori di atas, dapat disimpulkan bahwa aspek dari locus of

control internal adalah mampu mengontol dirinya sendiri, mandiri, bertanggung

jawab, ekspentasi, pemrosesan informasi, kepuasan dalam bekerja, prestasi, kontrol

diri, motivasi harapan dan hasil, serta tanggapan terhadap hal-hal lain yaitu

perasaan. Dari teori-teori yang telah dipaparkan sebelumnya, peneliti memilih

aspek locus of Control internal menurut Sarafino & Smith (2011) yaitu : kontrol,

mandiri, tanggung jawab dan ekspektansi.

C. Hubungan antara Locus of Control Internal dengan Resiliensi

Menurut Sarafino & Smith (2011) locus of control internal adalah keyakinan

individu bahwa kesuksesan dan kegagalan yang terjadi pada dirinya bergantung

pada dirinya sendiri. Locus of Control internal terdiri dari 4 aspek yaitu: (1) Kontrol.

(2) Mandiri. (3) Tanggung jawab. dan (4) Ekspektansi (Sarafino & Smith, dalam

Budiwati, & Muslimin, 2016).

Kontrol adalah keyakinan bahwa individu memiliki kemampuan untuk

mengendalikan (mengontrol) peristiwa yang terjadi berkaitan dengan hasil yang

diinginkan dalam kehidupannya, bukan dikontrol oleh nasib atau keberuntungan

(Sarafino & Smith, 2011). Banyak individu yang sering mengalami stres,

kecemasan, depresi, permusuhan, dan pesimisme. Akan tetapi sebagian individu

mampu mengubah dan mengontrol keadaan tersebut menjadi emosi yang relatif

Page 19: BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Resiliensi 1. Pengertian Resiliensieprints.mercubuana-yogya.ac.id/5256/3/BAB II.pdfResiliensi bukan hanya kemampuan untuk mengatasi kemalangan dan bangkit

28

positif. Pandangan mereka lebih optimis daripada pesimis, lebih penuh harapan

daripada putus asa. Individu yang melakukan hal ini cenderung lebih cepat pulih

dari kedaan terpuruk (Scheier & Carver; Smith & Gallo, dalam Sarafino & Smith,

2011). Suatu penelitian telah menunjukkan bahwa orang yang pesimis dan putus

asa memiliki sedikit kontrol, memiliki kebiasaan hidup sehat yang buruk, lebih

sering merasa sakit dan cenderung tidak mengambil langkah aktif untuk mengobati

penyakit mereka daripada orang-orang dengan kontrol yang lebih besar. Artinya,

seseorang yang memiliki kontrol yang besar cenderung memiliki tingkat optimis

yang lebih besar pula (Kamen dkk, dalam Sarafino & Smith, 2011). Individu yang

resilien adalah individu yang optimis. Mereka memiliki harapan di masa depan dan

percaya bahwa mereka dapat mengontrol arah hidupnya (Mayasari, 2014). Selain

optimis, individu yang memiliki efikasi diri yang tinggi akan sangat mudah dalam

menghadapi tantangan. Individu tidak merasa ragu karena ia memiliki kepercayaan

yang penuh dengan kemampuan dirinya. Individu ini menurut Bandura akan cepat

menghadapi masalah dan mampu bangkit dari kegagalan yang ia alami dan menjadi

individu yang resilien (Bandura dalam Mayasari, 2014). Individu dengan efikasi

diri yang kuat cenderung melakukan usaha yang lebih sedikit karena mereka tahu

mereka bisa mengelola tuntutan situasi dengan lebih mudah. Oleh karena itu,

mereka umumnya menunjukkan lebih sedikit tekanan psikologis dan fisiologis

karena mampu mengontrol tekanan-tekanan tersebut daripada mereka yang

memiliki efikasi diri yang lebih lemah (Bandura dkk, dalam Sarafino & Smith,

2011).

Page 20: BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Resiliensi 1. Pengertian Resiliensieprints.mercubuana-yogya.ac.id/5256/3/BAB II.pdfResiliensi bukan hanya kemampuan untuk mengatasi kemalangan dan bangkit

29

Mandiri adalah sikap bagaimana individu dalam usahanya untuk mencapai

suatu tujuan atau hasil, percaya dengan kemampuan dan keterampilannya sendiri.

Sehingga individu memiliki keyakinan bahwa hidup terasa lebih mudah

(memandang kehidupan itu tidak sulit) (Sarafino & Smith, 2011). Menurut Erikson

(dalam Desmita, 2017) kemandirian biasanya ditandai dengan kemampuan

menentukan nasib sendiri, kreatif dan inisiatif, mengatur tingkah laku, bertanggung

jawab, mampu menahan diri, membuat keputusan-keputusan sendiri, serta mampu

menghadapi masalah tanpa ada pengaruh dari orang lain. Witherington (dalam

Sa’diyah, 2017) mengemukakan bahwa perilaku kemandirian ditunjukkan dengan

adanya kemampuan untuk mengambil inisiatif, kemampuan mengatasi masalah

serta keinginan untuk mengerjakan sesuatu tanpa bantuan orang lain. Hal ini

menunjukkan bahwa individu yang mandiri akan mampu memecahkan masalah

yang mereka hadapi dan memiliki kemampuan untuk mengambil inisiatif. Selain

itu, penelitian Wollin mengatakan bahwa karakteristik individu yang memiliki

resiliensi yaitu individu yang mempunyai kemandirian, yakni kemampuan untuk

mengambil jarak secara emosional maupun dari sumber masalah dalam hidup

seseorang. Kemandirian melibatkan kemampuan untuk menjaga keseimbangan

antara jujur pada diri sendiri dengan peduli pada orang lain. Orang yang mandiri

tidak bersikap ambigu dan memilliki optimistik pada masa depan (Amelia dkk,

2014).

Tanggung jawab artinya individu memiliki kesediaan untuk menerima segala

sesuatu sebagai akibat dari sikap atau tingkah lakunya sendiri, serta berusaha

memperbaiki sikap atau tingkah lakunya agar mencapai hasil yang lebih baik lagi

Page 21: BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Resiliensi 1. Pengertian Resiliensieprints.mercubuana-yogya.ac.id/5256/3/BAB II.pdfResiliensi bukan hanya kemampuan untuk mengatasi kemalangan dan bangkit

30

(Sarafino & Smith, 2011). Rotter (dalam Mufidah, 2017) menjelaskan bahwa setiap

individu sangat berbeda dalam meletakkan tanggung jawab atau pengendali atas

apa yang terjadi pada mereka. Menurut Agus (dalam Widyastuti, 2015), orang yang

bertanggung jawab akan melakukan kontrol internal pada dirinya dan memiliki

keyakinan bahwa kesuksesan yang dicapai adalah hasil dari usahanya. Mustari

(2011) ciri-ciri orang yang bertanggung jawab salah satunya adalah selalu

mengembangkan diri, memilih jalan yang lurus, selalu waspada, mengakui semua

perbuatannya, menjalankan tugas dengan baik dan memiliki komitmen. Menurut

Wolin & Wolin (dalam Kartika, 2012) Resiliensi seseorang dipengaruhi oleh

inisiatif yang melibatkan keinginan yang kuat untuk bertanggung jawab atas

kehidupan sendiri atau masalah yang dihadapi. Individu yang resilien bersikap

proaktif bukan reaktif bertanggung jawab dalam pemecahan masalah, selalu

berusaha memparbaiki diri ataupun situasi yang dapat diubah serta meningkatkan

kemampuan untuk menghadapi hal-hal yang tidak dapat diubah. Selain itu, menurut

Desmita (2017) salah satu sumber resiliensi seseorang berkaitan dengan kekuatan

pribadi seperti bertanggung jawab terhadap perilaku sendiri dan menerima

konsekuensinya.

Ekspektansi artinya individu mempunyai penilaian subyektif atau

keyakinan bahwa konsekuensi positif (reward) akan diperoleh pada situasi

tertentu sebagai imbalan tingkah lakunya. Sehingga individu memiliki keyakinan

bahwa apa yang dilakukannya tidak sia-sia (Sarafino & Smith, 2011). Konsep

utama ekspektansi adalah sebuah rasa keyakinan atau keraguan terhadap

pencapaian sebuah tujuan. Hanya dengan kepercayaan diri yang cukup individu

Page 22: BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Resiliensi 1. Pengertian Resiliensieprints.mercubuana-yogya.ac.id/5256/3/BAB II.pdfResiliensi bukan hanya kemampuan untuk mengatasi kemalangan dan bangkit

31

akan berusaha mencapai tujuan. Ketika individu yakin akan hasil akhir yang

diharapkan, mereka akan terus berusaha meskipun menghadapi berbagai rintangan

(Susilowati, 2012). Carr (dalam Susilowati, 2012) menyebutkan bahwa optimisme

merupakan sebuah ekspektansi menyeluruh bahwa akan ada lebih banyak hal yang

baik daripada hal yang buruk terjadi pada masa yang akan datang. Hal ini

menunjukkan bagaimana tingkat optimis seseorang dipengaruhi oleh ekspektansi

atau pandangan subyektif. Individu yang pesimis percaya bahwa peristiwa buruk

hasil dari internal, sedangkan peristiwa baik hasil dari faktor eksternal (Kamen &

Seligman, dalam Sarafino & Smith, 2011). Hal ini menunjukkan bahwa orang yang

optimis percaya peristiwa baik berasal dari internal. Individu yang optimis juga

cenderung memiliki kebiasaan kesehatan yang lebih baik, kesehatan mental dan

fisik yang lebih baik, dan pemulihan lebih cepat ketika mereka sakit (Ouellette &

DiPlacido, dalam Sarafino & Smith, 2011). Kemudian menurut Seligman (dalam

Mayasari, 2014), individu yang paling resilien adalah individu yang memiliki

fleksibilitas kognisi dan dapat mengidentifikasi seluruh penyebab yang signifikan

dalam permasalahan yang mereka hadapi tanpa terperangkap dalam explanatory

style (kepercayaan pada seseorang ditentukan pada pengalaman masa lampau)

tertentu. Artinya individu yang resilien akan memahami permasalahan yang

dihadapi dan menganggap bahwa konsekuensi positif (reward) akan diperoleh

pada situasi tertentu sebagai imbalan tingkah lakunya. Sebagaimana teori yang

telah dipaparkan sebelumnya, hal ini sesuai dengan hasil penelitian yang dilakukan

oleh Humaidah (2011) dimana hasil penelitiannya menyebutkan bahwa semakin

Page 23: BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Resiliensi 1. Pengertian Resiliensieprints.mercubuana-yogya.ac.id/5256/3/BAB II.pdfResiliensi bukan hanya kemampuan untuk mengatasi kemalangan dan bangkit

32

remaja memiliki kecenderungan pada arah internal locus of control, maka semakin

menunjukkan tingginya resiliensi yang dimiliki.

Berdasarkan pernyataan para ahli dan didukung oleh penelitian tersebut,

dapat disimpulkan bahwa locus of control internal memiliki hubungan dengan

resiliensi. Artinya semakin tinggi locus of control internal maka semakin tinggi pula

resiliensi mahasiswa. Mahasiswa dengan kontrol internal yang baik akan

mempengaruhi bagaimana mereka mengatasi kesulitan-kesulitan selama proses

penyusunan skripsi dan membuat mereka menjadi individu yang resilien.

D. Hipotesis

Pada penelitian ini, peneliti mengajukan sebuah hipotesis yaitu ada hubungan

positif antara locus of control internal dengan resiliensi pada mahasiswa yang

sedang menyusun skripsi. Semakin tinggi locus of control internal yang dimiliki

maka semakin tinggi pula resiliensi pada mahasiswa yang sedang menyusun skripsi.

Sebaliknya, Semakin rendah locus of control internal yang dimiliki maka semakin

rendah pula resiliensi pada mahasiswa yang sedang menyusun skripsi.