hubungan antara regulasi emosi dengan resiliensi …psychologyforum.umm.ac.id/files/file/prosiding...

7
Naskah Prosiding Temilnas XI IPPI (Malang, 20-21 September 2019) ISBN : 978-60274420-7-8 47 HUBUNGAN ANTARA REGULASI EMOSI DENGAN RESILIENSI PADA REMAJA BINAAN LEMBAGA PEMBINAAN KHUSUS ANAK KELAS 1A BLITAR Ana Lailatul Magfiroh, Dwi Sarwindah Sukiatni, Rahma Kusumandari [email protected], [email protected], [email protected] Fakultas Psikologi, Universitas 17 Agustus 1945 Surabaya A B S T R A K Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui apakah terdapat hubungan antara regulasi emosi dengan resiliensi pada remaja binaan Lembaga Pembinaan Khusus Anak di Blitar. Subyek dalam penelitian ini sebanyak 78 remaja binaan Lembaga Pembinaan Khusus Anak yang diperoleh dengan menggunakan teknik Random Sampling. Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah penelitian kuantitatif. Instrumen penilitian dalam penelitian ini menggunakan skala regulasi emosi dan skala resiliensi dengan model skala Likert yang telah dimodifikasi. Analisis data dalam penelitian ini menggunakan teknik korelasi Product Moment Pearson dengan bantuan SPSS versi 16.0 IBM for Windows. Berdasarkan hasil pengujian menggunakan analisis korelasi Product Moment Pearson diperoleh hasil koefisien korelasi sebesar r = 0, 650 dengan p = 0,000 (p < 0,05). Artinya ada hubungan positif yang signifikan antara regulasi emosi dengan resiliensi. Kata Kunci : Regulasi Emosi, Resiliensi, Remaja Binaan Lapas L A T A R B E L A K A N G Di Indonesia banyak terjadi pelanggaran norma hukum yang terjadi tidak hanya melibatkan orang dewasa sebagai pelakunya, namun juga dilakukan oleh remaja. Pelanggaran norma hukum yang dilakukan oleh remaja antara lain seperti pencurian, pencabulan, pelecehan seksual, narkoba, dan perundungan atau bullying yang berakhir dengan melukai korban. Remaja yang menjadi pelaku pelanggaran norma hukum harus mempertanggung jawabkan perbuatannya sesuai dengan ketentuan hukum sesuai dengan peraturan dalam Undang-undang No. 11 Tahun 2012 dimana remaja dibawah usia 21 tahun yang terbukti melakukan tindak pidana akan dikenakan sanksi yang diputuskan melalui peradilan anak yang berada dibawah peradilan umum. Remaja yang terbukti melakukan pelanggaran hukum akan ditempatkan ke Lembaga Pembinaan Khusus Anak (LPKA) untuk mendapatkan pengawasan dan pembinaan. Remaja yang berada di dalam Lembaga Pembinaan Khusus Anak (LPKA) tentunya memiliki beberapa kesulitan yang dirasakan. Setelah melakukan observasi dan wawancara di LPKA Klas IA Blitar, peneliti menemukan beberapa permasalahan atau kesulitan yang dialami oleh remaja binaan di LPKA Blitar diantaranya harus menghadapi perubahan seperti berpisah dengan keluarga dan teman – teman terdekat yang membuat remaja binaan merasakan kesedihan. Remaja binaan LPKA Blitar harus kehilangan kebebasan sementara waktu untuk berinteraksi secara fisik dengan masyarakat luas. Disamping itu, remaja binaan harus menjalani kegiatan rutin yang terbatas secara fisik yang memungkinkan remaja merasa bosan dan jenuh. Remaja binaan secara tidak langsung juga diminta untuk mampu menyesuaikan diri serta harus mentaati aturan – aturan yang berada di lingkungan lembaga pembinaan. Hal-hal inilah yang membuat remaja merasa takut dan tertekan.

Upload: others

Post on 12-Jul-2020

12 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

Page 1: HUBUNGAN ANTARA REGULASI EMOSI DENGAN RESILIENSI …psychologyforum.umm.ac.id/files/file/Prosiding IPPI 2019/6_ Ana... · Ana Lailatul Magfiroh, Dwi Sarwindah Sukiatni, Rahma Kusumandari

Naskah Prosiding Temilnas XI IPPI (Malang, 20-21 September 2019) ISBN : 978-60274420-7-8

47

HUBUNGAN ANTARA REGULASI EMOSI DENGAN RESILIENSI

PADA REMAJA BINAAN LEMBAGA PEMBINAAN KHUSUS ANAK

KELAS 1A BLITAR

Ana Lailatul Magfiroh, Dwi Sarwindah Sukiatni, Rahma Kusumandari

[email protected], [email protected], [email protected]

Fakultas Psikologi, Universitas 17 Agustus 1945 Surabaya

A B S T R A K

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui apakah terdapat hubungan antara regulasi emosi dengan

resiliensi pada remaja binaan Lembaga Pembinaan Khusus Anak di Blitar. Subyek dalam penelitian ini

sebanyak 78 remaja binaan Lembaga Pembinaan Khusus Anak yang diperoleh dengan menggunakan

teknik Random Sampling. Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah penelitian kuantitatif.

Instrumen penilitian dalam penelitian ini menggunakan skala regulasi emosi dan skala resiliensi dengan

model skala Likert yang telah dimodifikasi. Analisis data dalam penelitian ini menggunakan teknik

korelasi Product Moment Pearson dengan bantuan SPSS versi 16.0 IBM for Windows. Berdasarkan hasil

pengujian menggunakan analisis korelasi Product Moment Pearson diperoleh hasil koefisien korelasi

sebesar r = 0, 650 dengan p = 0,000 (p < 0,05). Artinya ada hubungan positif yang signifikan antara

regulasi emosi dengan resiliensi.

Kata Kunci : Regulasi Emosi, Resiliensi, Remaja Binaan Lapas

L A T A R B E L A K A N G

Di Indonesia banyak terjadi pelanggaran norma hukum yang terjadi tidak hanya melibatkan orang dewasa

sebagai pelakunya, namun juga dilakukan oleh remaja. Pelanggaran norma hukum yang dilakukan oleh

remaja antara lain seperti pencurian, pencabulan, pelecehan seksual, narkoba, dan perundungan atau

bullying yang berakhir dengan melukai korban. Remaja yang menjadi pelaku pelanggaran norma hukum

harus mempertanggung jawabkan perbuatannya sesuai dengan ketentuan hukum sesuai dengan

peraturan dalam Undang-undang No. 11 Tahun 2012 dimana remaja dibawah usia 21 tahun yang

terbukti melakukan tindak pidana akan dikenakan sanksi yang diputuskan melalui peradilan anak yang

berada dibawah peradilan umum. Remaja yang terbukti melakukan pelanggaran hukum akan

ditempatkan ke Lembaga Pembinaan Khusus Anak (LPKA) untuk mendapatkan pengawasan dan

pembinaan.

Remaja yang berada di dalam Lembaga Pembinaan Khusus Anak (LPKA) tentunya memiliki beberapa

kesulitan yang dirasakan. Setelah melakukan observasi dan wawancara di LPKA Klas IA Blitar, peneliti

menemukan beberapa permasalahan atau kesulitan yang dialami oleh remaja binaan di LPKA Blitar

diantaranya harus menghadapi perubahan seperti berpisah dengan keluarga dan teman – teman terdekat

yang membuat remaja binaan merasakan kesedihan. Remaja binaan LPKA Blitar harus kehilangan

kebebasan sementara waktu untuk berinteraksi secara fisik dengan masyarakat luas.

Disamping itu, remaja binaan harus menjalani kegiatan rutin yang terbatas secara fisik yang

memungkinkan remaja merasa bosan dan jenuh. Remaja binaan secara tidak langsung juga diminta untuk

mampu menyesuaikan diri serta harus mentaati aturan – aturan yang berada di lingkungan lembaga

pembinaan. Hal-hal inilah yang membuat remaja merasa takut dan tertekan.

Page 2: HUBUNGAN ANTARA REGULASI EMOSI DENGAN RESILIENSI …psychologyforum.umm.ac.id/files/file/Prosiding IPPI 2019/6_ Ana... · Ana Lailatul Magfiroh, Dwi Sarwindah Sukiatni, Rahma Kusumandari

Naskah Prosiding Temilnas XI IPPI (Malang, 20-21 September 2019) ISBN : 978-60274420-7-8

48

Menurut Whitehead dan Steptoe (dalam Sholichatun, 2011) pengalaman kehidupan dalam lembaga

pembinaan merupakan pengalaman yang penuh dengan tekanan dibandingkan dengan semua kejadian

hidup yang bersifat negatif lainnya. Hal ini disebabkan adanya kombinasi yang tidak sesuai dan

ketidaknyamanan antara keadaan psikologis individu dan lingkungan serta kondisi lingkungan yang tidak

jarang menakutkan dan mengkhawatirkan, oleh karena itu remaja yang sedang menjalani pembinaan

membutuhkan resiliensi yang tinggi untuk menjalani tekanan hidup dalam lembaga pembinaan.

Reivich & Shatte (dalam Desmita, 2009) mengatakan bahwa resiliensi merupakan kemampuan seseorang

untuk bertahan, bangkit dan menyesuaikan diri dengan kondisi yang sulit. Kemampuan individu untuk

dapat bangkit dan bertahan serta menyesuaikan dengan kondisi sulit dapat melindungi individu dari efek

negatif yang ditimbulkan dari permasalahan. Resiliensi bukan merupakan faktor bawaan diri individu

sejak lahir. Untuk menjadikan seorang individu tersebut menjadi individu yang resilien, perlu adanya

proses pembentukan resiliensi. Resiliensi yang sudah terbentuk dalam diri individu bukanlah sebuah hasil

akhir yang akan bertahan dan menetap selamanya dalam diri individu. Resiliensi yang dimiliki oleh remaja

binaan dapat digunakan untuk menghadapi dan mengatasi tekanan dan situasi sulit, mempertahankan

serta meningkatkan kualitas hidupnya dalam lembaga pembinaan.

Sejalan dengan diperlukannya resiliensi pada remaja binaan penghuni LPKA, terdapat beberapa faktor

pendukung yang juga dibutuhkan dalam menumbuhkan resiliensi tersebut. Salah satu faktor yang

berpengaruh dan dibutuhkan oleh individu untuk menumbuhkan resiliensi adalah keterampilan

mengatur emosi (regulasi emosi). Gross (dalam jurnal Widuri, 2012) bahwa regulasi emosi adalah

kemampuan untuk tetap tenang dibawah tekanan, dimana regulasi emosi yang dimaksudkan lebih kepada

kemampuan individu untuk mengatur dan mengekspresikan emosi serta perasaan dalam kehidupan

sehari-hari. Individu yang tidak mampu mengelola emosinya dengan baik dapat dikatakan bahwa individu

tersebut gagal mencapai tujuan emosinya. Apabila individu tersebut gagal mencapai tujuan emosinya

maka akan mengalami tekanan psikologis dan memilih serta menunjukkan reaksi emosi yang sesuai

dengan kondisi tersebut.

Regulasi emosi yang dimiliki mengajarkan individu cara mengidentifikasi dan menggambarkan emosi,

mengurangi kerentanan terhadap emosi negatif dan meningkatkan emosi positif. Individu yang mampu

meregulasi emosinya dapat dikatakan bahwa individu tersebut mampu memodifikasi emosi negatif akibat

dari pengalaman buruk dan mendapatkan emosi yang positif untuk meraih keseimbangan di dalam emosi,

sehingga individu yang memiliki kemampuan regulasi emosi mampu mengendalikan dirinya apabila

sedang kesal, mampu mengatasi rasa cemas, sedih, atau marah serta mampu dengan cepat

menyelesaikan suatu permasalahan.

M E T O D E P E N E L I T I A N

Penelitian ini menggunakan dua variabel yaitu Resiliensi sebagai variabel terikat (Y) dan Regulasi Emosi

sebagai variabel bebas (X). Metode pengumpulan data yang digunakan dalam penelitian ini adalah

metode kuantitatif. Alat ukur yang digunakan pada penelitian ini terdiri dari dua skala yaitu skala

resiliensi yang dimodifikasi berdasarkan aspek-aspek yang dikemukakan oleh Connor & Davidson (2003)

dan skala regulasi emosi yang disusun berdasarkan aspek-aspek yang dikemukakan oleh Thompson

(1994). Pernyataan dalam skala menggunakan model adaptasi LIkert dengan empat pilihan jawaban.

Pengambilan data dilakukan dengan menggunakan kuesioner. Subyek dalam penelitian ini adalah remaja

binaan lembaga pembinaan anak Blitar sejumlah 78. Teknik pengumpulan data yang digunakan adalah

analisis Korelasi Product Moment Pearson dengan software pengolah data SPSS 16.0.

Page 3: HUBUNGAN ANTARA REGULASI EMOSI DENGAN RESILIENSI …psychologyforum.umm.ac.id/files/file/Prosiding IPPI 2019/6_ Ana... · Ana Lailatul Magfiroh, Dwi Sarwindah Sukiatni, Rahma Kusumandari

Naskah Prosiding Temilnas XI IPPI (Malang, 20-21 September 2019) ISBN : 978-60274420-7-8

49

HASIL D A N P E M B A H A S A A N

Penelitian ini memiliki hipotesis ada hubungan positif antara regulasi emosi dengan resiliensi

pada remaja binaan LPKA Blitar. Uji coba dilakukan pada subyek yang memiliki kriteria sama

dengan remaja binaan. Skala resiliensi didapatkan 32 aitem valid dengan koefisien reliabilitas

sebesar 0,881. Sedangkan skala regulasi emsoi didapatkan item valid sebayak 17 aitem denagn

koefisien reliabilitas sebesar 0,878.

Hasil analisis data deskriptif pada data penelitian menunjukkan bahwa rata-rata skor resiliensi

pada remaja binaan LPKA didapatkan sebesar 80. Hasil lebih lanjut menunjukkan bahwa

sebanyak 39 remaja binaan atau 50% subyek memiliki resiliensi yang sedang, dan 39 remaja

binaan atau 50% lainnya tergolong tinggi. Dari hasil analisa data deskriptif resiliensi

menunjukkan bahwa tidak ada subyek yang memiliki resiliensi yang rendah. Persentase dan

jumlah subyek dari hasil kategorisasi resiliensi dapat dilihat pada tabel 1.

Hasil kategorisasi skor skala regulasi emosi yang dimiliki remaja binaan LPKA memiliki nilai

rata- rata 42,5. Sebanyak 1 remaja binaan atau 1,3% dari sbuyek penelitian memiliki kemampuan

regulasi emosi rendah, kemudian 58 remaja binaan atau 74,7% memiliki kemampuan regulasi

emosi sedang, dan sisanya 19 remaja binaan atau 24,4% memiliki kemampuan regulasi emosi

tinggi. Dari hasil analisis data deskriptif regulasi emosi diatas dapat disimpulkan bahwa rata-rata

regulasi emosi remaja binaan LPKA berada pada kategori sedang. Persentase dan jumlah subyek

dari hasil kategorisasi regulasi emosi dapat dilihat pada tabel 2.

Berdasarkan uji prasyarat yang dilakukan yang meliputi uji normlaitas dan uji linieritas dapat

disimpulkan bahwa data dalam penelitian ini berdistribusi normal dan memiliki hubungan yang

linier antara variabel bebas dan vatiabel terikatnya. Hal ini dibuktikan dengan angka pada

sebaran data skala resiliensi yang memiliki koefisien signifikansi sebesar 0,416. Adanya

hubungan linier dibuktikan dengan nilai F sebesar 1,220 dan deviation from linearity sebasar p

= 0,268 (p > 0,05). Berdasarkan hasil pengujian menggunakan analisis korelasi Product Moment

Pearson diperoleh hasil koefisien korelasi sebesar r = 0, 650 dengan p = 0,000 (p < 0,05).

Artinya ada hubungan positif yang signifikan antara regulasi emosi dengan resiliensi.

Tabel 1. Kategorisasi Resiliensi

Variabel Rentang Nilai Kategori Jumlah Persentase

Resiliensi

X < 64 Rendah 0 0%

64 ≤ x < 96 Sedang 39 50%

X ≥ 96 Tinggi 39 50%

Jumlah 78 100%

Page 4: HUBUNGAN ANTARA REGULASI EMOSI DENGAN RESILIENSI …psychologyforum.umm.ac.id/files/file/Prosiding IPPI 2019/6_ Ana... · Ana Lailatul Magfiroh, Dwi Sarwindah Sukiatni, Rahma Kusumandari

Naskah Prosiding Temilnas XI IPPI (Malang, 20-21 September 2019) ISBN : 978-60274420-7-8

50

Tabel 2. Kategorisasi Regulasi Emosi

Variabel Rentang Nilai Kategori Jumlah Persentase

Regulasi

Emosi

X < 34 Rendah 1 1,3%

34 ≤ x < 51 Sedang 58 74,4%

X ≥ 51 Tinggi 19 24,4%

Jumlah 78 100%

Pembahasan

Hasil dari penelitian diketahui bahwa korelasi antara regulasi emosi dengan resiliensi pada remaja binaan

lembaga pembinaan khusus anak bernilai positif atau signifikan. Hal ini menunjukkan bahwa resiliensi

individu dapat dipengaruhi oleh beberapa faktor, salah satunya adalah regulasi emosi. Hasil penelitian ini

sesuai dengan teori-teori yang dikemukakan sebelumnya oleh Reivich dan Shatte (2002) yang

mengatakan bahwa salah satu faktor yang mempengaruhi resiliensi adalah regulasi emosi. Hasil penelitian

ini juga mendukung penelitian-penelitian sebelumnya, seperti penelitian yang dilakukan oleh

Sukmaningpraja dan Santhoso (2016). Dalam jurnal Sukmaningpraja dan Santhoso (2016) yang

melakukan penelitian tentang resiliensi pada siswa sekolah berasrama berbasis semi militer dapat

diketahui bahwa regulasi emosi yang dimiliki oleh siswa berperan penting dalam menumbuhkan resiliensi

siswa. Dalam penelitiannya, siswa yang resilien dapat diketahui dengan melihat karakteristik resiliensi

menurut Reivich dan Shatte (2002) yang mengatakan bahwa orang yang resilien mampu

untukmengendalikan emosi mereka terutama dalam menghadapi tantangan atau kesulitan untuk tetap

fokus pada tujuan.

Setiap remaja memiliki kemampuan untuk bertahan dan bangkit dari tekanan dan kesulitan yang

dihadapi, tidak terkecuali remaja binaan di Lembaga Pembinaan Khusus Anak. Tekanan dan kesulitan

yang dihadapi oleh remaja binaan membuat remaja binaan mengalami peristiwa – peristiwa emosional

yang menjadikan remaja binaan kurang mampu untuk mengendalikan emosi, mudah terpancing

emosinya, dan melakukan tindakan yang seharusnya tidak dilakukan seperti mengucapkan kata-kata

kasar dan melakukan tindakan adu fisik, sehingga perlu memiliki kemampuan meregulasi emosi yang

baik. Remaja binaan yang memiliki kemampuan regulasi emosi yang baik akan mampu untuk mengatur

emosinya dan tetap tenang ketika dihadapkan pada permasalahan. Regulasi emosi menurut Thompson

(2007) dapat diartikan sebagai kemampuan mengontrol atau mengatur status emosi dan perilaku sebagai

cara mengekspresikan emosi agar sesuai dengan lingkungan di sekitarnya.

Thompson (dalam, Wibowo 2012) mengatakan bahwa ada tiga komponen yang dapat mengukur regulasi

emosi. Pertama, kemampuan memonitor emosi dimana individu mampu untuk menyadari dan

memahami keseluruhan proses yang terjadi dalam dirinya, perasaannya, pikirannya, dan latar belakang

dari tindakannya. Kedua, kemampuan mengevaluasi emosi, dimana individu mampu mengelola emosi

khususnya negatif seperti kemarahan, kesedihan, kecewa, dendam sehingga individu tidak terbawa dan

terpengaruh secara mendalam yang dapat mengakibatkan individu tidak dapat berpikir secara rasional.

Ketiga, kemampuan memodifikasi emosi, dimana individu mampu untuk merubah emosi dan memotivasi

diri sehingga menjadikan individu yang mampu bertahan ketika menghadapi masalah.

Menurut Widuri (2012) dalam penelitiannya tentang regulasi emosi dan resiliensi pada mahasiswa tahun

pertama Universitas Ahmad Dahlan mengatakan bahwa antara regulasi emosi dengan resiliensi memiliki

hubungan positif yang signifikan, dimana apabila regulasi emosi mahasiswa baik, maka resiliensi

mahasiswa akan tinggi. Individu yang memiliki kemampuan regulasi emosi akan mampu mencapai

Page 5: HUBUNGAN ANTARA REGULASI EMOSI DENGAN RESILIENSI …psychologyforum.umm.ac.id/files/file/Prosiding IPPI 2019/6_ Ana... · Ana Lailatul Magfiroh, Dwi Sarwindah Sukiatni, Rahma Kusumandari

Naskah Prosiding Temilnas XI IPPI (Malang, 20-21 September 2019) ISBN : 978-60274420-7-8

51

keseimbangan emosional baik dalam sikap dan perilakunya, sehingga individu tersebut akan merasa

bahwa dirinya mampu menjalankan fungsinya dalam lingkungan (Gross, dalam jurnal Widuri 2012).

Ketika remaja binaan memiliki aspek – aspek regulasi emosi yang disebutkan, remaja binaan akan

memiliki kemampuan regulasi emosi yang baik sehingga resiliensi yang dimiliki juga akan tinggi.

Remaja binaan yang memiliki resiliensi yang tinggi akan mampu mengatasi peristiwa – peristiwa

emosional yang pernah dialaminya, seperti perpisahan dengan orangtua, menjalani kehidupan dengan

peraturan dan dibatasi, adanya konflik dengan sesama penghuni lembaga pembinaan, dan lain sebagainya.

Smith et. al (2008, dalam Rizkina, 2008) mengemukakan bahwa resiliensi merupakan kemampuan yang

dibutuhkan dalam kehidupan seseorang karena kehidupan manusia tidak terlepas dari kondisi yang tidak

menyenangkan. Reivich dan Shatte (dalam Nasution, 2011) mengatakan bahwa resiliensi merupakan

pola pikir yang memungkinkan manusia mencari berbagai pengalaman dan memandang hidupnya sebagai

suatu kegiatan yang sedang berjalan. Ciri-ciri individu yang resilien adalah memiliki keyakinan untuk

dapat mengatasi masalah, memiliki cara pandang yang positif dalam menghadapi masalah, menerima dan

memahami risiko yang terjadi serta menemukan makna dan tujuandalam hidup (Reivich dan Shatte,

2002).

Dengan adanya resiliensi pada diri individu, akan menjadikan individu mampu untuk mengatasi setiap

kesulitan dan tekanan yang dihadapi, mampu melihat kegagalan sebagai kesempatan untuk menjadi lebih

baik, dan menerima setiap kegagalan yang dialami sebagai sebuah pelajaran. Individu yang resilien juga

tidak akan merasa malu ketika mereka mengalami kegagalan, dan mampu memahami bahwa kegagalan

bukanlah akhir dari segalanya. Individu yang memiliki resiliensi tinggi akan menerima dan menjadikan

kegagalan tersebut motivasi untuk menjadi lebih baik.

S I M P U L A N

Berdasarkan hasil analisis data penelitian dengan menggunakan teknik korelasi Product Moment Pearson

menunjukkan bahwa terdapat hubungan positif antara regulasi emosi dengan resiliensi pada remaja

binaan Lembaga Pembinaan Khusus Anak Klas 1A Blitar, sehingga hipotesis yang menyatakan bahwa

“Ada hubungan positif antara regulasi emosi dengan resiliensi pada remaja binaan Lembaga Pembinaan

Khusus Anak Klas 1A Blitar” diterima. Artinya, semakin baik regulasi emosinya,maka semakin tinggi

resiliensi yang dimiliki remaja binaan dan juga sebaliknya. Jadi hipotesis yang diajukan dalam penelitian

ini diterima.

Saran

Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan yang telah diuraikan sebelumnya, maka beberapa saran

yang dapat diberikan oleh peneliti antara lain :

Bagi peneliti selanjutnya, disarankan untuk meneliti variabel lainnya seperti dukungan sosial atau kontrol

terhadap impuls yang dapat mempengaruhi resiliensi dan belum diungkap dalam penelitian ini agar

memperoleh gambaran resiliensi yang lengkap, serta menggunakan subyek atau populasi yang lebih

variatif agar hasil penelitian dapat digeneralisasikan secara lebih luas. Disamping itu, peneliti selanjutnya

juga dapat memberikan pelatihan tentang regulasi emosi sebagai langkah atau cara untuk membantu

remaja binaan dalam mengatur emosinya ketika berada dalam keadaan tertekan.

Bagi subyek penelitian, dari hasil penelitian menunjukkan bahwa regulasi emosi memiliki hubungan yang

positif dengan resiliensi pada remaja binaan lembaga pembinaan khusus anak. Hasil dari penelitian ini

diharapkan dapat digunakan acuan bagi remaja binaan agar mampu mengontrol emosi yang dikeluarkan

dengan cara mengalihkan pada kegiatan lain seperti menulis, atau menggambar sehingga remaja binaan

Page 6: HUBUNGAN ANTARA REGULASI EMOSI DENGAN RESILIENSI …psychologyforum.umm.ac.id/files/file/Prosiding IPPI 2019/6_ Ana... · Ana Lailatul Magfiroh, Dwi Sarwindah Sukiatni, Rahma Kusumandari

Naskah Prosiding Temilnas XI IPPI (Malang, 20-21 September 2019) ISBN : 978-60274420-7-8

52

tidak selalu melamun, berkata kasar atau melakukan adu fisik serta mampu bertahan dalam keadaan sulit

ketika dihadapkan pada permasalahan.

D A F T A R P U S T A K A

Amelia, R.6 & Savira, S. I. (2018). Hubungan Antara Regulasi Emosi dengan Sikap Terhadap Kenakalan

Remaja pada Siswa MTS Swasta “X” Surabaya. Jurnal Psikologi, No. 02. Arikunto. (2010).

Prosedur penelitian : Suatu Pendekatan Praktek. Jakarta: Rineka Cipta Azwar, S. (2012).

Penyusunan Skala Psikologi. Yogyakarta: Pustaka Pelajar.

Connor, K. M. dan Davidson, J.R.T. (2003). Development of A Resilience Scale: The Connor - Davidson

Resilience Scale (CD-RISC). Depression and Anxiety. 18, 76-82.

Desmita. 2009. Psikologi Perkembangan. Bandung: PT. Remaja Rosdakarya

Echols, John M. & Hassan Shadily. (2003). Kamus Inggris Indonesia :An English – Indonesian Dictionary

ed.3

(direvisi dan diedit oleh John U. Wolff dan James T. Collins). Jakarta: PT Gramedia.

Gross, J. J. & Thompson, R. A. (2007). Emotion Regulation: Conceptual Foundations dalam James J.

Gross (as editor)., Handbook of Emotion Regulation, 3-24. New York: The Guilford Press.

Gross, J. J. dan John O.P. (2003). Individual Differences in Two Emotion Regulation Divergent

Consequences for Experience, Expression and Physiology. Journal of Personality and Social

Psychology. 74 (1), 224-237.

Gross, J., J. (2002). Emotion Regulation: Affective, Cognitive, and Social Consequence.

Psychophysiology Journal, 39: 281-291.

Hadi, Sutrisno. (2004). Metodologi Research II. Yogyakarta: Andi Offset Hadi, Sutrisno. (2015).

Metodologi Research. Yogyakarta: Pustaka Pelajar

Issacson, B. (2002). Characteristics And Enhancement Of Resiliency In Young People. A Research

Paper.

The Graduate School, University of Wisconsin-Stout.

Maslihah, S. (2017). Faktor Yang Mempengaruhi Kesejahteraan Subyektif Anak Didik Lembaga

Pembinaan Khusus Anak. Jurnal Psikologi Insight, 1(1), 82-94

Mawardah, M. & Adiyanti, M. G. (2014). Regulasi Emosi dan Kelompok Teman Sebaya. Jurnal Psikologi,

41(1), 60-73

Nasution, S. M. (2011). Resiliensi: Daya Pegas Menghadapi Trauma Kehidupan. Medan: USU Press

Nisfiannoor & Yuni, K. (2004). Hubungan antara Regulasi Emosi dan Penerimaan Kelompok

Teman

Sebaya pada Remaja. Jurnal Psikologi. 2 (2) 165-166

Pasudewi, C.Y. & Undarwati, A. (2014). Resiliensi pada Remaja Binaan Bapas Ditinjau dari Coping Stress.

Jurnal Ilmiah Psikologi, No. 6 (2)

Reivich & Shatte A. (2002). The Resiliency Factor : 7 Essential Skills for Overcoming Life’s Inevitable

Obstacles.

New York: Random House, inc

Rizki, B. M. (2010). Hubungan antara Strategi Regulasi Emosi dan Faktor Demografi dengan Resiliensi

pada Perempuan Narapidana. Yogyakarta: Universitas Gadjah Mada.

Rizkina, S. (2008). Pengaruh Dukungan Sosial dan Harapan Terhadap Resiliensi Anak Didik Lapas Kelas

IIA Salemba. Jurnal Psikologi. No. 02

Sholichatun, Y. (2011). Stress dan Strategi Coping pada Anak Didik di Lembaga Pemasyarakatan Anak.

Psikoislamika, Jurnal Psikologi Islam (JPI). No. 123-42

Sugiyono. (2014). Metode Penelitian Kuantitatif, Kualitatif dan Kombinasi (Mixed Methods). Bandung:

Alfabeta

Page 7: HUBUNGAN ANTARA REGULASI EMOSI DENGAN RESILIENSI …psychologyforum.umm.ac.id/files/file/Prosiding IPPI 2019/6_ Ana... · Ana Lailatul Magfiroh, Dwi Sarwindah Sukiatni, Rahma Kusumandari

Naskah Prosiding Temilnas XI IPPI (Malang, 20-21 September 2019) ISBN : 978-60274420-7-8

53

Sugiyono. (2017). Metode Penelitian Kuantitatif, Kualitatif dan R&D. Bandung: Alfabeta

Sukmaningpraja, A. & Santhoso, F. H., (2016). Peran Regulasi Emosi Terhadap Resiliensi pada Siswa

Sekolah Berasrama Berbasis Semi Militer. Jurnal Psikologi, No. 3, 164-191

Thompson, G. (1994). Emotion Regulation : A Theme in Search of Definition. New York: ohn Willey

sons Inc.

Undang-undang No. 11 Tahun 2012. Sistem Peradilan Anak. Undang-undang No. 23 Tahun 2002.

Perlindungan Anak.

Wibowo, I. T. (2017). Hubungan Antara Regulasi Emosi dengan Kecenderungan Prokrastinasi pada

Mahasiswa Tingkat Semester Akhir Universitas 17 Agustus 1945 Surabaya. Skripsi Psikologi

UNTAG Surabaya, No. 83

Widuri, E. L. (2012). Regulasi Emosi dan Resiliensi pada Mahasiswa Tahun Pertama. Jurnal Psikologi,

No.

2

Wismayanti, Y.F. (2007). Permasalahan dan Kebutuhan Anak yang Berkonflik dengan Hukum di Lapas

Anak Blitar. Jurnal Penelitian dan Pengembangan Kesejahteraan Sosial, No. 1, 64-73