bab ii tinjauan pustaka a. konsep kecemasanrepository.unimus.ac.id/2015/4/bab 2 - tinjauan...
TRANSCRIPT
8
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A. Konsep Kecemasan
1. Pengertian Kecemasan
Kecemasan adalah rasa takut yang tidak jelas disertai dengan
perasaan ketidakpastian, ketidakberdayaan, isolasi dan ketidaknyamanan
(Stuart,2013). Kecemasan adalah suatu perasaan takut yang tidak
menyenangkan dan tidak dapat dibenarkan yang disertai gejala fisiologis,
sedangkan pada gangguan kecemasan terkandung unsur penderitaan yang
bermakna dan gangguan fungsi yang disebabkan oleh kecemasan tersebut
(David A Tomb,1993 dalam Direja,2011). Kecemasan adalah emosi tanpa
objek yang spesifik, penyebabnya tidak diketahui dan didahului oleh
pengalaman baru. Takut mempunyai sumber yang jelas dan objektifnya
dapat didefinisikan. Takut merupakan penilaian intelektual terhadap
stimulus yang mengancam dan cemas merupakan respons emosi terhadap
penilaian tersebut (Nursalam,2015).
Beberapa pendapat ahli mengenai pengertian kecemasan dapat
ditarik kesimpulan bahwa kecemasan adalah rasa takut yang tidak jelas
dan tidak menyenangkan disertai perasaan ketidakpastian,
ketidakberdayaan, isolasi dan ketidaknyaman yang tidak diketahui
penyebabnya dan didahului oleh pengalaman baru.
2. Faktor Penyebab
Stuart & Laraia (2005) menyatakan ada beberapa teori yang telah
dikembangkan untuk menjelaskan faktor-faktor yang mempengaruhi
kecemasan, diantaranya faktor predisposisi dan presipitasi :
a. Faktor Predisposisi
1) Pandangan psikoanalitis
Kecemasan adalah konflik emosional yang terjadi antara dua
elemen kepribadian -id dan super ego. Id mewakili dorongan
http://repository.unimus.ac.id
9
insting dan impuls primitif, sedangkan superego mencerminkan
hati nurani seseorang dan dikendalikan oleh norma-norma
budaya seseorang. Ego atau aku berfungsi menengahi tuntutan
dari dua elemen yang bertentangan dan fungsi ansietas adalah
mengingatkan ego bahwa ada bahaya.
2) Pandangan interpersonal
Kecemasan timbul dari perasaan takut terhadap tidak adanya
penerimaan dan penolakan interpersonal. Kecemasan juga
berhubungan dengan perkembangan trauma, seperti perpisahan
dan kehilangan, yang menimbulkan kelemahan spesifik. Orang
yang mengalami harga diri rendah terutama mudah mengalami
perkembangan kecemasan yang berat.
3) Pandangan perilaku
Kecemasan merupakan produk frustasi yaitu segala sesuatu yang
mengganggu kemampuan seseorang untuk mencapai tujuan
yang diinginkan. Pakar perilaku menganggap sebagai dorongan
belajar berdasarkan keinginan dari dalam untuk menghindari
kepedihan. Individu yang terbiasa dengan kehidupan dini
dihadapkan pada ketakutan berlebihan lebih sering menunjukan
kecemasan dalam kehidupan selanjutnya. Kecemasan ini
disebabkan hanya oleh persepsi mereka tentang kemampuan
mereka, yang mencerminkan konsep diri mereka. Mereka
mungkin siap untuk pemeriksaan, namun tingkat kecemasan
menurunkan lapang persepsi mereka secara signifikan. Mereka
mungkin mengabaikan, salah menafsirkan, atau mendistorsi arti
dari item tes. Mereka bahkan dapat memblokir semua hasil
belajar mereka sebelumnya. Hasilnya adalah nilai yang buruk,
yang memperkuat persepsi buruk diri mereka.
http://repository.unimus.ac.id
10
4) Kajian keluarga
Kecemasan merupakan hal yang biasa ditemui dalam keluarga.
ada tumpang tindih dalam gangguan ansietas dan antara
gangguan kecemasan dengan depresi.
5) Kajian biologis
Otak mengandung reseptor khusus untuk benzodiazepine.
Reseptor ini membantu mengatur kecemasan. Penghambat
GABA juga berperan utama dalam mekanisme biologis
berhubungan dengan kecemasan sebagaimana halnya dengan
endorfin. Kecemasan mungkin disertai dengan gangguan fisik
dan selanjutnya menurunkan kapasitas seseorang untuk
mengatasi stressor.
b. Faktor Presipitasi
Menurut Stuart & Laraia (2005) faktor presipitasi dibedakan menjadi
dua yaitu :
1) Faktor Eksternal
a) Ancaman terhadap integritas seseorang meliputi
ketidakmampuan fisiologis yang akan datang atau
menurunnya kapasitas untuk melakukan aktivitas hidup
sehari-hari. Penyakit adalah salah satu faktor yang
menyebabkan kecemasan. Seseorang yang sedang
menderita suatu penyakit akan lebih banyak stresor dan
koping yang tidak adekuat dibanding orang yang sehat
jasmani.
b) Ancaman terhadap sistem diri seseorang dapat
membahayakan identitas, harga diri dan fungsi sosial yang
terintegrasi seseorang. Ketika mengalami kecemasan,
individu akan menggunakan mekanisme koping untuk
mengatasi kecemasan secara konstruktif menyebabkan
terjadinya perilaku patologis.
http://repository.unimus.ac.id
11
2) Faktor Internal
a) Usia
Usia mempengaruhi psikologis seseorang. Semakin
bertambah usia seseorang semakin siap pula dalam
menerima cobaan berbagai masalah. Seseorang yang
mempunyai usia lebih muda ternyata lebih mudah
mengalami gangguan akibat kecemasan daripada seseorang
yang lebih tua usianya. Umur dipandang sebagai suatu
keadaan yang menjadi dasar kematangan dan perkembangan
seseorang (Lutfa, 2008). Walau umur sukar ditentukan
karena sebagian besar pasien melaporkan bahwa mereka
mengalami kecemsan selama yang dapat mereka ingat. Tapi
seringkali kecemasan terjadi pada usia 20-40 tahun
(Hawari,2008).
b) Jenis kelamin
Berkaitan dengan kecemasan wanita lebih rentan
dibandingkan dengan laki-laki, karena laki-laki lebih aktif
dan eksploratif dalam merespon kecemasannya, sedangkan
wanita lebih sensitif dan memilih memendam semua
perasaanya, wanita merasa tabu untuk bercerita akan stresor
sehingga lebih cenderung berkoping mal adaptif, laki-laki
sering berinteraksi dengan dunia luar sedangkan wanita
lebih banyak diam ditempat/dirumah. Sebagian besar pasien
mengalami kecemasan baik akut maupun kronik dengan
hasil rentang 3-8% dari jumlah penduduk dengan
perbandingan wanita dan laki-laki 1:2 (Kaplan,2007).
c) Tingkat pengetahuan
Pengetahuan seseorang dipengaruhi oleh pengalaman hidup,
tingkat pendidikan, kesehatan fisik terutama panca indera,
usia berhubungan dengan daya tangkap dan ingatan
terhadap suatu materi, media atau buku
http://repository.unimus.ac.id
12
(Notoatmodjo,2009). Pengetahuan yang dimiliki seseorang,
akan dapat menurunkan perasaan cemas yang dialami dalam
mempersepsikan suatu hal. Pengetahuan ini sendiri biasanya
diperoleh dari informasi yang didapat dan pengalaman yang
pernah dilewati. Pengetahuan yang bertambah akan
mempengaruhi terjadinya pola perilaku dan cara berfikir
seseorang sehingga dapat mempengaruhi kecemasan (Stuart
&Sundeen,1998). Tidak semua responden yang memiliki
pengetahuan baik tidak mengalami kecemasan begitu juga
responden yang memiliki pengetahuan kurang akan
mengalami kecemasan berat. Hal ini mungkin tergantung
terhadap persepsi atau penerimaan responden itu sendiri
terhadap waktu tunggu yang diberikan dan juga penyakit
yang diderita pasien, mekanisme pertahanan diri dan
mekanisme koping yang digunakan (Kuraesin,2009).
d) Tipe kepribadian
Orang yang berkepribadian A lebih mudah mengalami
gangguan kecemasan daripada orang dengan kepribadian B.
Adapun ciri-ciri orang dengan kepribadian A adalah tidak
sabar, kompetitif, ambisius dan ingin serba sempurna.
Orang yang berkepribadian A lebih mudah mengalami
gangguan stress daripada orang yang memiliki kepribadian
B. Orang-orang pada tipe A dianggap lebih memiliki
kecenderungan untuk mengalami tingkat stress yang lebih
tinggi, sebab mereka menempatkan diri mereka sendiri pada
suatu tekanan waktu dengan menciptakan suatu batas waktu
tertentu untuk kehidupan mereka.
e) Lingkungan dan situasi
Seseorang yang berada di lingkungan asing ternyata lebih
mudah mengalami kecemasan dibanding bila dia berada di
lingkungan yang biasa dia tempati. Kecemasan juga dapat
http://repository.unimus.ac.id
13
dipengaruhi oleh pengalaman pasien untuk melakukan
pemeriksaan di rumah sakit. Hal ini didukung hasil
penelitian yang menunjukan sebagian besar responden baru
pertama kali masuk Rumah Sakit mengalami kecemasan
berat (48,1%) (Furwanti,2014). Dukungan sosial dan
lingkungan sekitar dapat mempengaruhi cara berpikir
seseorang tentang diri sendiri dan orang lain. Hal ini
disebabkan oleh pengalaman seseorang dengan keluarga,
sahabat, rekan kerja dan lain-lain. Kecemasan akan timbul
jika seseorang merasa tidak aman terhadap lingkungan.
Selain itu Dukungan keluarga merupakan unsur terpenting
dalam membantu individu menyelesaikan masalah. Apabila
ada dukungan, rasa percaya diri akan bertambah dan
motivasi untuk menghadapi masalah yang terjadi akan
meningkat (Aspiani,2014).
3. Respon Individu Terhadap Kecemasan
Seseorang yang mengalami kecemasan akan mempengaruhi perubahan
dalam fungsi organ tubuhnya. Adapun perubahannya menurut Riyadi
(2009) adalah sebagai berikut :
a. Respon fisiologis terhadap kecemasan
1) Kardiovaskuler : Terjadi palpitasi, jantung berdebar, tekanan
darah meningkat, denyut nadi meningkat
dan terkadang terjadi pingsan
2) Pernafasan : Nafas cepat, pembengkakan pada
tenggorokan, sensasi tercekik, nafas
dangkal, tekanan pada dada
3) Neuromuskulaer : Reflek meningkat, reaksi terkejut, mata
berkedib-kedib, insomnia, gelisah, wajah
tegang, kelemahan umum, gerakan yang
janggal, tremor
http://repository.unimus.ac.id
14
4) Gastrointestinal : kehilangan nafsu makan, rasa tidak nyaman
pada abdomen, menolak makan, nyeri
abdomen, mual, nyeri ulu hati, diare.
5) Saluran perkemihan: sering berkemih, tidak dapat menahan
kencing
6) Kulit : wajah kemerahan, telapak tangan
berkeringat, berkeringat seluruh badan,
gatal, rasa panas dan dingin, wajah pucat.
b. Respon perilaku
Gelisah, ketegangan fisik, reaksi terkejut, bicara cepat, kurang
koordinasi, cenderung mengalami cedera, menarik diri dari
hubungan interpersonal, inhibisi,melarikan diri dari masalah,
menghindar, hiperventilasi, sangat waspada.
c. Respon kognitif
Perhatian terganggu, konsentrasi buruk, pelupa, salah dalam
memberikan penilaian, preokupasi, hambatan berpikir, lapang
persepsi menurun, bingung, sangat waspada, kesadaran diri,
kehilangan obyektivitas, takut kehilangan kendali, takut pada
gambaran visual, takut cedera atau kematian, mimpi buruk.
d. Respon afektif
Mudah terganggu, tidak sabar, tegang, gugup, ketakutan, waspada.
Hawari (2008), Tanda dan gejala kecemasan yang ditunjukan atau
dikemukakan oleh seseorang bervariasi, tergantung dari beratnya atau
tingkatan yang dirasakan oleh individu tersebut. Keluhan yang sering
dikemukan oleh seseorang saat mengalami kecemasan secara umum antara
lain yaitu :
a. Gejala psikologi : pernyataan cemas/khawatir, firasat buruk, takut
akan pikirannya sendiri, mudah tersinggung, merasa tegang, tidak
tenang, gelisah, mudah terkejut.
b. Gangguan pola tidur, mimpi-mimpi yang menegangkan
c. Gangguan konsentrasi daya ingat
http://repository.unimus.ac.id
15
d. Gejala somatik : rasa sakit pada otot dan tulang, berdebar-debar,
sesak nafas, gangguan pencernaan, sakit kepala, gangguan
perkemihan, tangan terasa dingin dan lembab, dan lain sebagainya.
4. Tingkatan Kecemasan
Pieter dan Janiwarti (2011), tingkatan kecemasan dibagi menjadi empat
yaitu :
a. Kecemasan ringan
Kecemasan ringan berhubungan dengan ketegangan dalam
kehidupan sehari-hari. Kecemasan pada tingkat ini menyebabkan
seseorang menjadi waspada dan meningkatkan lahan presepsinya.
Kecemasan ini dapat memotivasi belajar dan menghasilkan
pertumbuhan dan kreativitas.
b. Kecemasan sedang
Kecemasan sedang memungkinkan seseorang untuk memusatkan
pada hal yang penting dan mengesampingkan yang lain. Sehingga
seseorang mengalami tidak perhatian yang selektif namun dapat
melakukan sesuatu lebih banyak jika diberi arahan.
c. Kecemasan berat
Kecemasan berat sangat mengurangi lahan persepsi seseorang.
Individu cenderung lebih berfokus pada sesuatu yang terincidan
spesifik serta tidak dapat berfikir tentang yang lain. Semua perilaku
ditujukan untuk mengurangi ketegangan. Individu tersebut
memerlukan banyak pengarahan untuk dapat berfokus pada suatu
area lain.
d. Panik
Panik berhubungan dengan terperangah, ketakutan dan teror. Karena
mengalami kehilangan kendali, individu yang mengalami panik
tidak mampu melakukan sesuatu walaupun dengan pengarahan.
Panik melibatkan disorganisasi kepribadian dan terjadi peningkatan
aktivitas motorik, menurunnya kemampuan berhubungan dengan
http://repository.unimus.ac.id
16
orang lain, persepsi yang menyimpang dan kehilangan pemikiran
yang rasional.
RENTANG RESPON KECEMASAN
Gambar 2.1 : Rentang respon kecemasan (Peplau, 1952 dalam
Riyadi 2009).
Kecemasan menjadi sebuah masalah yang sering muncul di pusat
pelayanan kesehatan atau rumah sakit. Kecemasan merupakan reaksi
pertama yang muncul atau dirasakan pasien dan keluarganya disaat pasien
harus dirawat mendadak atau tanpa terencana begitu akan masuk rumah
sakit (Nursalam,2015). Salah satu bagian rumah sakit yang memberikan
pelayanan berupa tindakan medis dan juga keperawatan kepada pasien
adalah Poliklinik Rawat Jalan.
5. Alat Ukur Kecemasan Hamilton Anxiety Rating Scale (HARS)
Kecemasan dapat diukur dengan alat ukur kecemasan yang disebut
HARS (Hamilton Anxiety Rating Scale). Skala HARS merupakan skala
pengukuran kecemasan yang didasarkan pada munculnya tanda dan gejala
pada individu yang mengalami kecemasan. Setiap item yang diobservasi
diberi 5 tingkatan skor antara 0 sampai dengan 4. Skala HARS pertama
kali digunakan pada tahun 1959 yang diperkenalkan oleh Max Hamilton
dan sekarang telah menjadi standar dalam pengukuran kecemasan terutama
pada penelitian trial clinic. Skala HARS telah dibuktikan memiliki
validitas dan reliabilitas cukup tinggi untuk melakukan pengukuran
kecemasan pada penelitian trial clinic yaitu 0,93 dan 0,97. Kondisi ini
Respon Adaptif Respon Maladaptife
Antisipasi Ringan Sedang Berat Panik
http://repository.unimus.ac.id
17
menunjukan bahwa pengukuran kecemasan dengan menggunakan skala
HARS akan diperoleh hasil yang valid dan reliable.
Skala HARS dalam penilaian kecemasan terdiri dari 14 item, meliputi:
a. Perasaan cemas firasat buruk, takut akan fikiran sendiri, mudah
tersinggung.
b. Merasa tegang, gelisah, gemetar, mudah terganggu dan lesu
c. Ketakutan : takut terhadap gelap, terhadap orang asing, bila tinggal
sendiri dan takut pada binatang besar
d. Gangguan tidur, sukar memulai tidur, terbangun pada malam hari,
tidur tidak pulas dan mimpi buruk
e. Gangguan kecerdasan : penurunan daya ingat, mudah lupa dan sulit
konsentrasi
f. Perasaan depresi : hilangnya minat, berkurangnya kesenangan pada
hobi, sedih,perasaan tidak menyenangkan sepanjang hari
g. Gejala somatik : nyeri pada otot-otot dan kaku, gertakan gigi, suara
tidak stabil dan gertakan otot
h. Gejala sensorik : perasaan ditusuk-tusuk, penglihatan kabur, muka
merah dan pucat, serta merasa lemah
i. Gejala kardiovaskuler : takikardi, nyeri dada, denyut nadi mengeras
dan detak jantung hilang sekejap
j. Gejala pernafasan : rasa tertekan di dada, perasaan tercekik, sering
menarik nafas panjang dan merasa nafas pendek
k. Gejala gastrointestinal : sulit menelan, konstipasi, berat badan
menurun, mual dan muntah, nyeri lambung sebelum dan sesudah
makan, perasaan panas perut
l. Gejala urogenital : sering kencing, tidak dapat menahan kencing,
aminorea, ereksi lemah atau impotensi
m. Gejala vegetatif : mulut kering, mudah berkeringat, muka merah, bulu
roma berdiri, pusing atau sakit kepala
http://repository.unimus.ac.id
18
n. Perilaku sewaktu wawancara : gelisah, jari-jari gemetar,
mengkerutkan dahi atau kening, muka tegang, tonus otot meningkat
dan napas pendek dan cepat.
Menurut Nursalam (2015), Cara penilaian kecemasan adalah dengan
memberikan nilai dengan kategori:
0 = tidak ada gejala sama sekali
1 = satu dari gejala yang ada
2 = sedang/separuh dari gejala yang ada
3 = berat/lebih dari ½ gejala yang ada
4 = sangat berat semua gejala ada
Penentuan derajat kecemasan dengan cara menjumlah nilai skor dan item
1-14 dengan hasil:
a. Skor kurang dari 6 = tidak ada kecemasan
b. Skor 7-14 = kecemasan ringan
c. Skor 15-27 = kecemasan sedang
d. Skor 28-36 = kecemasan berat
e. Skor >36 = kecemasan berat sekali/panik
B. Pasien Rawat Jalan
1. Pengertian pasien rawat jalan
Pasien adalah seseorang yang memerlukan suatu pengobatan baik
di rumah sakit maupun di balai pengobatan lainnya. Berdasarkan
PERMENKES RI No.69 Tahun 2014 Tentang Kewajiban Rumah Sakit
Dan Kewajiban Pasien, yang dimaksud dengan pasien adalah setiap orang
yang melakukan konsultasi masalah kesehatan untuk memperoleh
pelayanan kesehatan yang diperlukan, baik secara langsung maupun tidak
langsung di Rumah Sakit. Rawat jalan adalah lembaga pelayanan
kesehatan yang bertujuan memberikan pelayanan pada tingkat pelaksanaan
diagnosis dan pengobatan pada penyakit yang akut atau mendadak dan
kronis yang dimungkinkan tidak rawat inap. Lembaga ini dapat
http://repository.unimus.ac.id
19
dilaksanakan pada klinik-klinik kesehatan seperti klinik dokter spesialis,
klinik perawatan spesialis dan lain-lain (Hidayat,2007).
Berdasarkan penjelasan dari unsur-unsur rawat jalan dan dikaitkan
dengan pasien, maka dapat disimpulkan bahwa pasien rawat jalan adalah
seseorang yang melakukan konsultasi atau pelayanan kesehatan yang
diperlukan untuk mendapatkan pelayanan pada tingkat pelaksanaan
diagnosis dan pengobatan pada penyakit akut maupun kronis yang
dimungkinkan tidak rawat inap.
2. Hak Pasien
Menurut UU RI No.44 Tahun 2009 Tentang Rumah Sakit, setiap pasien
mempunyai hak yaitu sebagai berikut:
a. Memperoleh informasi mengenai tata tertib dan peraturan yang
berlaku di Rumah Sakit
b. Memperoleh informasi tentang hak dan kewajiban pasien
c. Memperoleh layanan yang manusiawi, adil, jujur dan tanpa
diskriminasi
d. Memperoleh layanan yang bermutu sesuai dengan standar profesi dan
standar prosedur operasional
e. Memperoleh layanan yang efektif dan efisien sehingga pasien
terhindar dari kerugian fisik dan materi
f. Mengajukan pengaduan atas kualitas pelayanan yang didapatkan
g. Memilih dokter dan kelas perawatan sesuai dengan keinginanya dan
peraturan yang berlaku di Rumah Sakit
h. Meminta konsultasi tentang penyakit yang dideritanya kepada dokter
lain yang mempunyai Surat Izin Praktik (SIP) baik di dalam maupun
di luar Rumah Sakit
i. Mendapatkan privasi dan kerahasiaan penyakit yang diderita termasuk
data-data medisnya
j. Mendapatkan informasi yang meliputi diagnosis dan tata cara tindakan
medis, tujuan tindakan medis, alternatif tindakan, risiko dan
http://repository.unimus.ac.id
20
komplikasi yang mungkin terjadi dan prognosis terhadap tindakan
yang dilakukan serta perkiraan biaya pengobatan
k. Memberikan persetujuan atau menolak atas tindakan yang akan
dilakukan oleh tenaga kesehatan terhadap penyakit yang dideritanya
l. Didampingi keluarganya dalam keadaan kritis
m. Menjalankan ibadah sesuai agama atau kepercayaan yang dianutnya
selama hal itu tidak menganggu pasien lainnya
n. Memperoleh keamanan dan keselamatan dirinya selama dalam
perawatan di Rumah Sakit.
o. Mengajukan usul, saran perbaikan atas perlakuan Rumah Sakit
terhadap dirina
p. Menolak pelayanan bimbingan rohani yang tidak sesuai dengan agama
dan kepercayaan yang dianutnya
q. Menggugat dan /atau menuntut Rumah Sakit apabila Rumah Sakit
diduga memberikan pelayanan yang tidak sesuai dengan standar baik
secara perdata ataupun pidana, dan
r. Mengeluhkan pelayanan Rumah Sakit yang tidak sesuai dengan
standar pelayanan melalui media cetak dan elektronik sesuai dengan
ketentuan peraturan perundang-undangan.
3. Kewajiban Pasien
Kewajiban pasien menurut PERMENKES RI No.69 Tahun 2014
Tentang Kewajiban Rumah Sakit Dan Kewajiban Pasien, adalah sebagai
berikut:
a. Mematuhi peraturan yang berlaku di Rumah Sakit
b. Menggunakan fasilitas rumah sakit secara bertanggungjawab
c. Menghormati hak-hak pasien lain, pengunjung dan hak tenaga
kesehatan serta pertugas lainnya yang bekerja di rumah sakit
d. Memberikan informasi yang jujur, lengkap dan akurat sesuai
kemampuan dan pengetahuannya tentang masalah kesehatannya
http://repository.unimus.ac.id
21
e. Memberikan informasi mengenai kemampuan finansial dan jaminan
kesehatan yang dimilikinya
f. Mematuhi rencana terapi yang direkomendasikan oleh tenaga
kesehatan di rumah sakit dan disetujui oleh pasien yang bersangkutan
setelah mendapatkan penjelasan sesuai ketentuan peraturan
perundang-undangan
g. Menerima segala konsekuensi atas keputusan pribadinya untuk
menolak rencana terapi yang direkomendasikan oleh tenaga kesehatan
dan /atau tidak mematuhi petunjuk yang diberikan oleh tenaga
kesehatan dalam rangka penyembuhan penyakit atau masalah
kesehatannya, dan
h. Memberikan imbalan jasa atas pelayanan yang diterima.
4. Alur Pelayanan Pasien Rawat Jalan
Pasien datang Registrasi/Pendaftaran
(Loket Pendaftran
Skrening
R.Jalan(Tanda2
kegawatan?) Pelayanan IGD
Ya
Tidak
Pemeriksaan/Tindakan Pemeriksaan penujang
Radiologi
Laboratorium
Pelayanan penunjang
(IBS)
R.Jalan/R.Inap? TPPRI
R. INAP
Resep
?
R.JALAN
Loket 1
Farmasi R.Jalan
(Verifikasi Resep)
Ya
http://repository.unimus.ac.id
22
Gambar 2.2 Alur Pelayanan Pasien Rawat Jalan RS. Roemani Muhammadiyah
Semarang
Pasien rawat jalan dapat mengalami kecemasan di karenakan
persepsi yang keliru tentang penyakitnya.
C. Persepsi Pasien Tentang Penyakitnya
1. Pengertian persepsi
Persepsi adalah pengalaman tentang objek, peristiwa, atau
hubungan-hubungan yang diperoleh dengan menyimpulkan informasi dan
melampirkan pesan (Rakhmat,2008). Menurut Widayatun (2009) persepsi
atau tanggapan adalah proses mental yang terjadi pada diri manusia yang
akan menunjukan bagaimana kita melihat, mendengar, merasakan,
memberi, serta meraba (kerja indra) disekitar kita. Chilcot (2010)
mengemukakan bahwa persepsi terhadap penyakit adalah interpretasi yang
dilakukan seseorang berkaitan dengan penyakit yang dideritanya.
Definisi diatas menunjukan bahwa persepsi bukan hanya berasal
dari penginderaan, tetapi merupakan hasil pengalaman dari penginderaan
itu. Dengan demikian persepsi menunjuk pada proses psikologi yang
memperantarai proses penginderaan dan timbulnya tingkah laku. Persepsi
merupakan suatu proses yang terjadi pada organisasi untuk
mengorganisasikan, menafsirkan, dan mendiskriminasikan data sensori
Tidak
Loket 2
Administrasi keuangan
Loket 3
Kasir/Bank
SELESAI
Farmasi R.Jalan
(penyerahan obat)
http://repository.unimus.ac.id
23
karena persepsi dipengaruhi oleh data hasil pengalaman, maka objek yang
sama dapat dipersepsikan secara berbeda oleh individu yang lain.
Jadi dapat disimpulkan bahwa persepsi pasien terhadap penyakit
yang dideritanya adalah interpretasi yang dilakukan seseorang dengan cara
melihat, mendengar, merasakan, memberi dan meraba lalu menyimpulkan
informasi dan menginterpretasikan apa yang dirasakan.
2. Faktor-faktor yang mempengaruhi Illnes Perception
Ketika individu didiagnosis terhdap suatu penyakit, mereka
umumnya mengembangkan pola terorganisir mengenai keyakinan mereka
tentang kondisi mereka yang akan mengarahkan mereka pada perilaku
untuk mengelola penyakit mereka. Namun tidak semua individu
menanggapi penyakit dengan cara yang sama.
Menurut Moss-Morris R (2002), Illness Perception dipengaruhi
oleh beberapa faktor, yaitu:
a. Faktor demografi dan faktor pribadi, seperti usia, jenis kelamin,
pendidikan dan agama
b. Faktor fisik, seperti penerimaan dari lingkungan fisik (misalnya rumah
sakit dapat menjadi membosankan dan menyedihkan)
c. Faktor sosial, seperti dukungan sosial. Individu-individu yang
kemudian menemukan dukungan sosial akan lebih sehat kondisinya
ketimbang yang tidak mendapatkan dukungan sosial.
d. Illness-related factor, seperti rasa sakit yang dihasilkan, cacat atau
stigma.
3. Dimensi Illness Perception
Illnes perception adalah keyakinan yang dimiliki pasien yang
berasal dari semua pemahaman dasar yang dimiliki pasien tentang
penyakit yang ideritanya. Illness Perception terdiri dari 9 dimensi
(Broadbent E, et.al.,2006). Sembilan dimensi yang mendasari gambaran
kognitif terhadap penyakit adalah sebagai berikut:
http://repository.unimus.ac.id
24
a. Consequences (Konsekuensi)
Dimensi konsekuensi termasuk dalam dimensi yang
menggambarkan representasi kognitif terhadap penyakit yang diderita.
Dimensi ini menggambarkan keyakinan-keyakinan individu tentang
beratnya penyakit dan kemungkinan besar berdampak pada
pemfungsian fisik, sosial dan psikologis atau hasil dari gejala-gejala
dan pengobatan. Sebaik tingkatan dimana seseorang meyakini bahwa
penyakit memiliki pengaruh terhadap kehidupannya.
b. Timeline (Waktu)
Dimensi waktu adalah persepsi mengenai berapa lama
penyakit yang dideritanya akan berakhir, dapat dikategorikan menjadi
akut atau jangka pendek, kronis dan siklus atau episodik. Persepsi
subjek mengenai rentang dan siklus waktu penting karena
berhubungan dengan pengobatan yang diambil subjek. Dimensi waktu
termasuk dalam dimensi yang menggambarkan representasi kognitif
terhadap penyakit yang diderita. Dimensi timeline terbagi menjadi :
1) Timeline acute (Durasi Akut)
Penyakit yang diyakini akan bertahan dalam waktu singkat
dapat dikategorikan sebagai penyakit akut. Penyakit akut ini
diyakini disebabkan oleh virus dan bakteri dan berlangsung
dalam waktu yang singkat serta tidak memiliki konsekuensi
dalam jangka waktu panjang. Contohnya adalah penyakit flu
2) Timeline chronic (Durasi Kronik)
Penyakit ini diyakini disebabkan oleh banyak faktor (termasuk
kebiasaan kesehatan), berlangsung dalam jangka panjang dan
seringkali disertai dengan konsekuensi yang berat disebut
dengan penyakit kronis. Contohnya adalah penyakit jantung.
http://repository.unimus.ac.id
25
3) Timeline cyclical (Durasi siklik)
Penyakit yang diyakini dengan periode waktu yang berganti-
ganti dimana kadangkala tidak ditandai dengan gejala-gejala
atau malah dengan banyak sekali gejala disebut dengan
penyakit siklus. Contohnya adalah penyakit herpes.
c. Personal Control (Kontrol personal)
Merupakan keyakinan (belief) tentang bagaimana diri
sendiri mampu untuk mengontrol gejala-gejala dari penyakit yang
diderita. Personal control juga diartikan sebagai perasaan dimana
mereka dapat membuat keputusan dan mengambil tindakan yang
efektif untuk menghasilkan outcomes yang menyenangkan dan
menghindari hal yang tidak menyenangkan. Dimensi ini termasuk
dalam dimensi yang menggambarkan representasi kognitif terhadap
penyakit yang diderita. Personal control mungkin menggambarkan
keyakinan-keyakinan tentang internal locus control. Dimana individu
yang memiliki kontrol terhadap kesuksesan dan kegagalan. Individu
yang menyakini bahwa sangat mungkin mengontrol penyakitnya akan
memperlihatkan penyesuaian diri yang lebih baik, kemungkinan besar
untuk menghadapi rehabilitasi, dan lebih patuh pada pengobatan.
d. Treatment control (Kontrol perawatan)
Treatment control adalah bagaimana pasien
mempresentasikan penyakitnya dengan percaya bahwa penyakit akan
bertambah parah atau membaik dan hal itu dapat dikontrol dari diri
sendiri atau orang lain yang lebih memahami penyakit. Kontrol
perawatan terdiri dari dua macam yaitu kontrol personal dan kontrol
treatment.
Kontrol personal yaitu suatu kemampuan untuk menyusun,
membimbing, mengatur dan mengarahkan bentuk perilaku yang dapat
membawa individu ke arah konsekuensi positif. Kontrol treatment
adalah faktor-faktor yang mempengaruhi kontrol dan kepatuhan dalam
pengobatan.
http://repository.unimus.ac.id
26
e. Identity (Identitas)
Identitas adalah label yang diberikan untuk suatu penyakit
atau diagnosis medik dan pengalaman symptom. Komponen penting
dari skor identitas yaitu subjek biasanya menginterpretasikan simptom
yang berhubungan dengan penyakit berbeda dengan interpretasi
medis. Dimensi ini termasuk dalam dimensi yang menggambarkan
representasi kognitif terhadap penyakit yang diderita. Dimensi
identitas dapat diartikan sebagai ide pasien tentang nama, kondisi
mereka pada dasarnya (gejala-gejala yang berhubungan), dan
hubungan-hubungan diantara keduanya. Selain itu, dimensi identitas
juga dapat didefinisikan sebagai label untuk sebuah penyakit adalah
namanya.
f. Concern (Perhatian terhadap penyakitnya)
Dimensi concern dapat diartikan sebagai keyakinan pasien
bahwa dirinya sangat memberikan perhatian terhadap penyakit yang
diderita. Dimensi ini merupakan dimensi illness perception yang
dikembangkan pada alat ukur The Brief Illness Perception
Questionaire (BIPQ). Dimensi ini termasuk dalam dimensi yang
menggambarkan representasi emosi terhadap penyakit yang diderita.
Studi pada pasien rawat inap penderita infark miokard menghasilkan
bahwa mereka memiliki concern yang lebih tinggi dibandingkan
dengan pasien penyakit lainnya. Namun mereka kemungkinan besar
akan lebih lambat untuk kembali bekerja. Disamping itu pula, dimensi
concern diyakini berhubungan hampir konsisten dengan pemfungsian
mental dan fisik pada 3 bulan follow up setelah keluar dari rumah
sakit.
g. Illness comprehensibility (Penyesuaian penyakit)
Dimensi Illness comprehensibility didefinisikan sebagai
sebuah tipe metakognisi yang menggambarkan arah dimana pasien
mengevaluasi kelogisan atau manfaat dari illness representation
http://repository.unimus.ac.id
27
mereka. Selain itu juga didefinisikan sebagai pemikiran seseorang
tentang ancaman dalam arah yang masuk akal. Dimensi Illness
comprehensibility memberikan gambaran mengenai bagaimana
gambaran penyakit dapat dipahami sebagai sebuah konsep
keseluruhan bagi diri pasien dan memainkan peranan penting dalam
penyesuaian diri jangka panjang dan berespon terhadap penyakit.
Studi pada pasien rawat inap penderita infark miokard menghasilkan
bahwa mereka memiliki Illness comprehensibility berhubungan
hampir konsisten dengan pemfungsian mental dan fisik pada 3 bulan
follow up setelah keluar dari rumah sakit.
h. Emotions (Reaksi Emosional)
Dimensi Emosional merupakan keyakinan-keyakinan
tentang reaksi-reaksi emosi seseorang terhadap penyakit yang
dideritanya. Dimensi emosional terdiri dari reaksi-reaksi emosi
negatif, seperti takut, marah dan distres. Dimensi emosional
merupakan dimensi illness perception yang dikembangkan oleh Moss-
Morris et,al.,(2002). Dimana item-itemnya menjadi sensitif pada
perbedaan-perbedaan dalam illness perception dan memprediksi
respon-respon yang berhubungan dengan kesehatan seperti mencari
perawatan kesehatan. Dimensi emosional merupakan dimensi yang
menggambarkan representasi emosi terhadap penyakit yang diderita.
i. Clausa representation (Sebab)
Dimensi sebab merupakan dimensi yang menggambarkan
representasi emosi terhadap penyakit yang diderita. Dalam hal ini,
setiap pasien mungkin merepresentasi penyakit mereka dengan reflek
yang bervariasi dalam casual models yang berbeda. Dimensi Causal
representation merupakan faktor-faktor yang diyakini menyebarkan
berkembangnya penyakit oleh seseorang, seperti faktor lingkungan,
faktor tingkah laku. Selain itu juga dapat diartikan sebagai pandangan
pasien mengenai apa saja yang mungkin menjadi penyebab dari
penyakit mereka, seperti faktor gen, diet yang buruk dan sebagainya.
http://repository.unimus.ac.id
28
Terdapat empat macam sebab secara umum yaitu :
1) Atribusi psikologis (Psychological Attribution)
Yaitu proses mempersepsi sifat-sifat disposisional (menetap)
yang terjadi ketika individu dihadapkan ada sejumlah sumber
informasi seperti penyakit kanker serviks. Keyakinan (belief)
mengenai Psychological Attribution, meliputi:
- Internal attribution, merujuk pada keadaan dari situasi
lingkungan saat mengalami penyakit seperti stres, cemas,
mental attitude, kepribadian dan emotional state.
- External attribution, merujuk pada keadaan dari situasi
lingkungan saat menghadapi penyakit, seperti
permasalahan keluarga atau mengkhawatirkan penyebab
penyakit yang diderita dan bekerja terlalu keras.
2) Faktor-faktor sistem imun (Immune system factors)
Mengandung keyakinan (belief) mengenai imunitas atau
kekebalan tubuh menjadi penyebab dari penyakit yang diderita
(misalnya penyakit kanker serviks), seperti kuman atau virus,
polusi lingkungan dan imunitas yang berubah.
3) Faktor-faktor risiko (Risk factor)
Mengandung keyakinan (belief) mengenai faktor-faktor risiko
dari penyakit yang diderita (misalnya penyakit kanker serviks),
seperti usia, hubungan seksual pada usia muda, pernikahan
pada usia muda, berganti-ganti pasangan seksual, faktor
genetik, kebiasaan merokok, defisiensi zat gizi (vitamin A,C,
dan E), Multiparitas, status sosial ekonomi rendah, metode
kontrasepsi, vaksinasi HPV.
4) Faktor-faktor kesempatan (Change factors)
Mengandung keyakinan (belief) mengenai kecelakaan atau
nasib buruk yang menjadi penyebab dari penyakit yang
diderita (misalnya penyakit kanker serviks), seperti
kesempatan atau nasib buruk dan kecelakaan atau terluka.
http://repository.unimus.ac.id
29
Penyakit kronis kebanyakan dirasakan memiliki penyebab
yang beraneka ragam, seperti faktor keturunan dan faktor-
faktor gaya hidup yang mengikuti permulaan dari penyakit.
Usia pengalaman dengan pengobatan juga akan mempengaruhi
casual belief individu terhadap penyakit yang diderita.
4. Proses terjadinya persepsi
Pertama terjadinya persepsi adalah karena adanya objek/stimulus
yang merangsang untuk ditangkap oleh panca indra (obyek tersebut
menjadi perhatian panca indra), stimulus/obyek perhatian tadi dibawa ke
otak, kemudian otak mendapat adanya “kesan” atau jawaban (response)
adanya stimulus, berupa kesan atau response dibalikkan ke indra kembali
berupa “tanggapan” atau persepsi atau hasil kerja indra berupa pengalaman
hasil pengolahan otak (Widayatun,2009).
Walgito (2010), individu menganali suatu objek dari dunia luar dan
ditangkap melalui inderanya. Bagaimana individu menyadari, mengerti
apa yang diindera ini merupakan suatu proses terjadinya persepsi. Proses
terjadinya persepsi dapat dijelaskan sebagai berikut:
a. Proses fisik atau kealaman
Tanggapan tersebut dimulai dengan objek yang menimbulkan
stimulus dan akhirnya stimulus itu mengenai alat indera atau reseptor.
b. Proses fisiologis
Proses fisiologis yaitu stilumus yang diterima oleh alat indera
kemudian dilanjutkan oleh syaraf sensorik ke otak.
c. Proses psikologis
Proses psikologis adalah proses yang terjadi dalam otak sehingga
seseorang dapat menyadari apa yang diterima dengan reseptor itu
sebagai suatu akibat dari stimulus yang diterimanya. Jadi proses
terjadinya persepsi berawal dari objek yang menimbulkan stimulus,
lalu muncullah stimulus yang mengenai alat indera, kemudian
dilanjutkan oleh syaraf sensorik ke otak, dalam otak stimulus itu di
http://repository.unimus.ac.id
30
proses sehingga seseorang dapat menyadari apa yang diterima dengan
reseptor itu.
Skema 2.1 Proses Terjadinya Persepsi ( Widayatun (2009) dan Walgito
(2010).
5. Jenis-Jenis Persepsi
Setelah individu melakukan interaksi dengan obyek-obyek yang
dipersepsikan maka hasil persepsi dapat dibagi menjadi dua yaitu:
a. Persepsi positif, persepsi yang menggambarkan segala pengetahuan
(tahu tidaknya atau kenal tidaknya) dan tanggapan yang diteruskan.
Sedangkan menurut Robbins (2002) persepsi positif merupakan
penilaian individu terhadap suatu objek atau informasi dengan
pandangan yang positif atau sesuai dengan yang diharapkan dari objek
yang dipersepsikan atau dari aturan yang ada. Penyebab munculnya
persepsi positif seseorang karena adanya kepuasaan individu terhadap
objek yang menjadi sumber persepsinya, adanya pengetahuan
individu, serta adanya pengalaman individu terhadap objek yang
dipersepsikan.
b. Persepsi negatif merupakan persepsi individu terhadap objek atau
informasi tertentu dengan pandangan yang negatif, berlawanan dengan
Obyek/
stimulus
Diterima oleh
reseptor/ alat
indera
Syaraf
sensoris
(Nervus
I,II,V,VII,VII,
IX,X)
Otak (pusat
syaraf)
Berupa persepsi rangsangan
pengalaman/respon oleh
syarat motorik (Nervus
III,IV,V,VI,VII,IX,X,XI,XII)
http://repository.unimus.ac.id
31
yang diharapkan dari objek yang dipersepsikan atau dari aturan yang
ada. Penyebab munculnya persepsi negatif seseorang dapat muncul
karena adanya ketidakpuasan individu terhadap objek yang menjadi
sumber persepsinya, adnya ketidaktahuan individu serta tidak adanya
pengalaman individu terhadap objek yang dipersepsikan
(Robbins,2002)
6. Alat Ukur Persepsi Pasien Tentang Penyakitnya (Brief Illness Perception
Questionnaire (B-IPQ))
Kuesioner Brief Illness Perception Questionnaire (B-IPQ)
yang dikembangkan oleh Elizabeth Broadbent tahun 2006 digunakan
untuk mengukur persepsi pasien terhadap penyakit yang sedang
dialaminya. B-IPQ adalah sejenis instrumen yang digunakan untuk
mengetahui persepsi pasien akan penyakit yang diderita karena pasien
akan diminta untuk menjawab pertanyaan tentang ancaman (rasa sakit)
kesehatan yang dirasakannya. Instrumen B-IPQ berasal dari london, UK
dan telah digunakan untuk menggambakan ancaman rasa sakit pada lima
penyakit berbeda, antara lain asma, diabetes melitus (DM) tipe 2,
miokardial, ginjal, dan diagnosis awal stres serta sudah melewati uji
validitas instrumen (Broadbent E, et al, 2006). Kuesioner ini sudah
diterjemahkan kedalam bahasa indonesia oleh Erliyani Sartono, Dicky L,
Tahapary,Magdalena Halim,Ad Kaptein pada tahun 2014. Kuesioner ini
menggunakan tipe skala interval dengan rentang nilai 0-10 dengan
deskriptor endpoint (keterangan di ujung kiri dan kanan butir pertanyaan)
dan 1 pertanyaan berbentuk essai. Total skor maksimal pada kuesioner
adalah 80 dan skor minimal adalah 0. Interpretasi skor skala persepsi
tentang penyakit dipaparkan melalui skala kategorisasi ordinal. Estimasi
luas interval yang mencakup setiap kategorisasi mengacu pada besaran
mean dan standar deviasi (SD) populasi. Setiap item pertanyaan
menggambarkan dimensi dari CSM, yaitu cognitive representation
http://repository.unimus.ac.id
32
sebanyak lima item pertanyaan dan emotional representation sebanyak
tiga item pertanyaan. Item pertanyaan meliputi :
a. Pertanyaan 1 : consequences (kepercayaan pasien mengenai
seberapa kuat pengaruh penyakit terhadap kehidupan sehari-hari).
b. Pertanyaan 2 : timeline (kepercayaan pasien mengenai rentang
waktu kronis penyakit)
c. Pertanyaan 3 : personal control (kepercayaan pasien mengenai
kemampuan diri dalam mengontrol penyakit
d. Pertanyaan 4 : treatment control (kepercayaan pasien mengenai
pengendalian penyakit dengan obat-obatan)
e. Pertanyaan 5 :identity (menyangkut tentang pengalaman
mengenai gejala yang timbul sebagai akibat dari perkembangan
penyakit).
f. Pertanyaan 6 : concern (mengenai perasaan khawatir/keprihatinan
pasien mengenai penyakitnya)
g. Pertanyaan 7 : comprehensilibity (gambaran pemahaman pasien
mengenai penyakitnya
h. Pertanyaan 8 : emotional response (respon emotional pasien
terkait penyakitnya)).
Tabel 2.1
Kisi-kisi Kuesioner B-IPQ
Variabel Sub Variabel Nomor
pertanyaan
Jenis
pernyataan
Persepsi
terhadap
penyakit
1. Consequances 1 Unfavorable
2. Timeline 2 Unfavorable
3. Personal control 3 Favorable
4. Treatment control 4 Favorable
5. Identity 5 Unfavorable
6. Concern 6 Unfavorable
http://repository.unimus.ac.id
33
7. Coherence 7 Favorable
8. Emotional
representation
8 Unfavorable
9. Causal 9 Essay
Jumlah pertanyaan 9
D. Hubungan persepsi pasien tentang penyakitnya dengan tingkat kecemasan
Kecemasan merupakan suatu kondisi yang menandakan suatu keadaan yang
mengancam keutuhan serta keberadaan dirinya dan dimanifestasikan dalam
bentuk perilaku seperti rasa tidak berdaya, rasa tidak mampu, rasa takut dan
fobio tertentu (Nursalam,2015). Kecemasan mengacu pada perasaan tidak
nyaman dan ketakutan (otot yang menegang), denyut jantung yang bertambah
cepat, nafas memburu, mulut kering, perut begah, bergetar dan gemetar
(Froggat,2007). Faktor-faktor yang dapat menyebabkan kecemasan antara lain
adalah usia, jenis kelamin, pengetahuan, pengalaman, akses informasi dan
proses adaptasi. Selain itu faktor yang dapat mempengaruhi tingkat kecemasan
pasien adalah persepsi pasien terhadap penyakit itu sendiri.
Persepsi penyakit dapat mempengaruhi kondisi psikologis dan perilaku.
Persepsi dibagi menjadi 2 yaitu persepsi positif dan persepsi negatif. Persepsi
negatif seseorang terhadap penyakit yang diderita dapat menimbulkan
ketidakbahagiaan, sehingga menyebabkan seseorang tersebut enggan untuk
menjalani perawatan dan pengobatan. Begitu pula sebaliknya, persepsi positif
seseorang terhadap penyakit yang diderita akan membuat seseorang menjalani
perawatan dan pengobatan secara teratur.
http://repository.unimus.ac.id
34
E. Kerangka Teori
Skema 2.2 Kerangka Teori
Sumber: (Stuart & laraia, 2005); (Pieter & Janiwarti,2011); (Moss-
Morris,2002)
Faktor Predisposisi
- Pandangan psikoanalitis
- Pandangan interpersonal
- Pandangan perilaku
- Kajian keluarga
- Kajian biologis
Faktor presipitasi
- Ekternal
Ancaman terhadap integritas fisik
Ancaman terhadap sistem diri
seseorang
- internal
Usia
Jenis Kelamin
Tingkat Pengetahuan
Tipe Kepribadian
Lingkungan Dan Situasi
Kecemasan
- Ringan
- Sedang
- Berat
- Panik
Persepsi tentang penyakit
- Konsekuensi
- Waktu
- Kontrol personal
- Kontrol perawatan
- Identitas
- Perhatian terhadap
penyakitnya
- Penyesuaian
penyakit
- Reaksi Emosional
- Sebab
Faktor-faktor yang
mempengaruhi kecemasan
http://repository.unimus.ac.id
35
F. Kerangka Konsep
Skema 2.3 Kerangka Konsep
G. Variabel penelitian
Variabel penelitian adalah objek penelitian atau apa yang menjadi titik
perhatian suatu penelitian (Susila & Suyanto. 2014). Variabel-variabel yang
diteliti meliputi :
1. Variabel Independent (Bebas)
Variabel Independen (Variabel stimulus / prediktor / antecendent /
eksogen / bebas) adalah variabel yang mempengaruhi atau yang menjadi
sebab perubahan atau timbulnya variabel dependen (terikat)
(Sugiyono,2009). Variabel Independent dalam penelitian ini adalah
persepsi pasien tentang penyakitnya.
2. Variabel Dependen (Terikat)
Variabel dependen (variabel output/kriteria/konsekuen/endogen/terikat)
adalah variabel yang dipengaruhi atau yang menjadi akibat karena
adanya variabel bebas (Sugiyono,2009). Variabel depeden pada
penelitian ini adalah tingkat kecemasan pasien.
Persepsi tentang
penyakit
- Konsekuensi
- Waktu
- Kontrol
personal
- Kontrol
perawatan
- Identitas
- Perhatian
terhadap
penyakitnya
- Penyesuaian
penyakit
- Reaksi
Emosional
- Sebab
Tingkat kecemasan
- Ringan
- Sedang
- Berat
- Panik
http://repository.unimus.ac.id
36
H. Hipotesis
Ho : Ada Hubungan Persepsi Pasien Tentang Penyakitnya Dengan Tingkat
Kecemasan Di Poliklinik Rawat Jalan Rumah Sakit Roemani
Muhammadiyah Semarang
H1 : Tidak Ada Hubungan Persepsi Pasien Tentang Penyakitnya Dengan
Tingkat Kecemasan Di Poliklinik Rawat Jalan Rumah Sakit Roemani
Muhammadiyah Semarang
http://repository.unimus.ac.id