pengalaman keluarga dengan anak yang menderita penyakit kronis

48
Pengalaman Keluarga dengan Anak yang Menderita Penyakit Kronis

Upload: king-don

Post on 08-Nov-2015

28 views

Category:

Documents


6 download

TRANSCRIPT

Pengalaman Keluarga dengan Anak yang Menderita Penyakit Kronis

DAFTAR ISI LEMBAR PENGESAHAN ........................................................................ i ABSTRAK ................................................................................................... ii UCAPAN TERIMAKASIH ........................................................................ iii DAFTAR ISI ............................................................................................... v BAB I PENDAHULUAN 1. Latar Belakang ............................................................................. 1 2. Tujuan Penelitian ........................................................................... 4 3. Pertanyaan Penelitian ..................................................................... 4 4. Manfaat Penelitian ......................................................................... 4 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 1. Konsep Keluarga .......................................................................... 6 1.1 Defenisi Keluarga ........................................................................ 6 1.2 Karaktersitik Keluarga ................................................................. 7 1.3 Tipe Keluarga .............................................................................. 7 1.4 Fungsi Keluarga........................................................................... 8 1.5 Tugas Kesehatan Keluarga ........................................................... 9 2. Anak yang Menderita Penyakit Kronis ........................................... 10 2.1 Defenisi Anak yang Menderita Penyakit Kronis ........................... 10 2.2 Keadaan Sakit Kronis dan Perkembangan Anak ........................... 11 2.3 Reaksi Anak terhadap Hospitalisasi ............................................. 13 3. Keluarga dengan Anak yang Menderita Penyakit Kronis ............... 13 BAB III METODOLOGI PENELITIAN 1. Desain Penelitian ........................................................................... 17 2. Populasi dan Sampel ...................................................................... 17 2.1 Populasi ....................................................................................... 17 2.2 Sampel......................................................................................... 18 3. Lokasi dan Waktu Penelitian ......................................................... 19 4. Pertimbangan Etik ......................................................................... 20 5. Pengumpulan Data ......................................................................... 20 6. Analisa Data .................................................................................. 21 7. Tingkat Kepercayaan Data ............................................................. 22 BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN 1. Hasil Penelitian.............................................................................. 24 1.1 Karakteristik Responden .............................................................. 24 1.2 Hasil Wawancara ......................................................................... 26 1.3 Pembahasan ................................................................................. 41 BAB V KESIMPULAN DAN SARAN 1. Kesimpulan .................................................................................. 70 2. Saran ............................................................................................ 71 DAFTAR PUSTAKA .................................................................................. 73 LAMPIRAN : 1. Lembar Persetujuan Menjadi Responden 2. Kuesioner Data Demografi 3. Panduan Wawancara 4. Transkip data Surat Izin Penelitian 6. Curriculum Vitae

BAB 1 PENDAHULUAN 1. Latar Belakang Penyakit kronis merupakan suatu kondisi yang mempengaruhi fungsi sehari-hari selama lebih dari 3 bulan dalam setahun, yang menyebabkan hospitalisasi lebih dari 1 bulan dalam setahun, atau ( pada saat didiagnosis) cenderung melakukan hospitalisasi (Wong, 2004). Penyakit kronis juga didefenisikan sebagai keadaan sakit yang berlangsung selama 12 bulan atau lebih yang membutuhkan perawatan intensif di rumah sakit ataupun di rumah dan beberapa di antaranya dapat menimbulkan keterbatasan dan ketidakmampuan pada penderita (JAMA, 2008). Anak-anak dapat menderita penyakit kronis dalam berbagai bentuk penyakit. Penyakit kronis yang diderita di antaranya: asthma, diabetes, kelainan jantung bawaan, kanker, epilepsy, HIV/AIDS, sickle cell anemia, obesitas, penyakit mental dan penyakit yang berhubungan dengan ketidakmampuan seperti autis, hiperaktif, dan kecacatan (Boyse,2007). Penyakit kronis diderita oleh lebih dari 10 % populasi anak-anak di dunia dan 1-2% di antaranya dalam kondisi yang sangat serius (Eiser, 2008). Berdasarkan penelitian University Of Michigan, ada sekitar 15-18% anakanak di Amerika Serikat menderita penyakit kronis. Di Indonesia sendiri belum ada data pasti jumlah penderita penyakit kronis. Namun, berdasarkan data Departemen Kesehatan Indonesia, penyakit kardiovaskuler menempati urutan kedua sebagai penyakit yang banyak diderita anak-anak setelah penyakit saluran pernafasan. Hasil SKRT tahun 1995, gangguan perinatal dan penyakit syaraf yang cenderung berakhir menjadi penyakit kronis menempati urutan kedua dan ketiga sebagai penyebab kematian pada anak-anak. Sementara itu, HIV/AIDS, anemia dan obesitas meningkat setiap tahunnya (Andra dalam farmacia, 2007). Dari pra penelitian yang Peneliti lakukan di Rumah Sakit Haji Adam Malik Medan di Rindu B4 pada tanggal 13 September 2008, diketahui bahwa pada bulan Januari-Juni 2008, persentase pasien baru dengan penyakit thalasemia 44,33%, hemophilia 22,66%, penyakit jantung bawaan 3%, meningitis 6,8%, enchepalitis 3,16%, ephilepsy 6%, dan asma sebesar 3,16 %. Ini menunjukkan bahwa insidensi anak-anak yang harus menjalani perawatan dan hospitalisasi karena penyakit kronis cukup besar. Menurut Boyse tahun 2008, meskipun jenis penyakitnya berbeda-beda, namun kondisi yang dirasakan anak-anak dengan penyakit kronis pada umumnya sama. Mereka akan hidup dengan ketergantungan pada keluarga, teman dan lingkungan akibat dari keterbatasan dan ketidakmampuan sebagai respon dari rasa sakit dan trauma. Penyakit kronis akan menimbulkan stress pada anak dan keluarga (Mussatto, 2006). Banyak hal yang mempengaruhi kondisi kesehatan dan psikologis anakanak yang menderita penyakit kronis. Terkadang anak akan merasa bersalah kepada keluarga, namun di satu sisi anak akan menuntut perhatian lebih karena merasa tidak berdaya (Boyse, 2008). Perasaan bersaing dengan saudara sekandung dapat memperburuk kesehatan anak karena merasa tidak berguna dan tidak diperlukan dibandingkan dengan saudaranya yang sehat. Oleh karena itu, peran serta seluruh anggota keluarga sangat diperlukan dalam perawatan anak yang menderita penyakit kronis (AAP,2002) Keluarga telah lama diketahui sebagai sumber utama pola prilaku sehat. Banyak studi yang telah menguji peran keluarga dalam bebagai prilaku yang berhubungan dengan kesehatan, seperti aktivitas fisik, pola-pola nutrisi, dan penggunaan substansi, dimana masing-masing prilaku tersebut memiliki hubungan yang kuat dengan perkembangan dan pemeliharaan penyakit kronis (Andra dalam Farmacia 2008). Namun, anak yang menderita penyakit kronis sangat membutuhkan perhatian yang serius, komitmen dan perjuangan yang berat bagi anggota keluarga untuk merawatnya. Tidak semua anggota keluarga dapat menerima dan menyesuaikan diri dengan cepat. Keluarga mungkin akan merasa bersalah, marah, lelah dan stress menghadapi kondisi tersebut. Oleh karena itu, penyakit kronis yang diderita anak juga memberi dampak pada kehidupan keluarga dalam hal psikologis, ekonomi, emosi dan sosial sehingga membutuhkan penyesuaian (Mussatto, 2006). Dari pra penelitian yang peneliti lakukan, rata-rata orang tua akan mengalami stress dan emosional yang tinggi dalam menghadapi dan merawat anak mereka yang terkena penyakit kronis. Mereka kesulitan untuk memahami perasaan dan kondisi yang dialami karena ketidaktahuan kebutuhan dan perawatan. Keadaan finansial keluarga dan kehidupan sosial juga mempengaruhi psikologis dan fisik orang tua. Berdasarkan penelitian dan literature yang berasal dari luar negeri khususnya China dan Amerika, terdapat banyak penjelasan dan keterangan yang menyatakan adanya stress dan ketegangan psikologis dan sosial pada keluarga dengan anak yang menderita penyakit kronis. Oleh karena itu, Peneliti tertarik untuk meneliti tentang pengalaman keluarga dengan anak yang menderita penyakit kronis di Indonesia. Selain itu, issue atau pokok masalah yang dialami keluarga belum banyak dibahas dengan mendalam khususnya di Indonesia dan literature yang berhubungan dengan pengalaman orang tua yang memiliki anak dengan penyakit kronis di Indonesia sangat terbatas. 2. Tujuan Penelitian Mengeksplorasi pengalaman keluarga dengan anak yang menderita penyakit kronis. 3. Pertanyaan Penelitian Bagaimana pengalaman keluarga dengan anak yang menderita penyakit kronis? 4. Manfaat Penelitian 4.1. Pendidikan Keperawatan Penelitian ini diharapkan menjadi sumber informasi dalam ilmu keperawatan khususnya bidang keperawatan keluarga tentang pengalaman keluarga dengan anak yang menderita penyakit kronis. 4.2. Praktik Pelayanan Keperawatan Hasil penelitian yang diperoleh diharapkan menjadi sumber pengetahuan dan strategi bagi perawat dalam memberikan asuhan keperawatan yang lebih komprehensif pada keluarga yang memiliki anak dengan penyakit kronis. 4.3. Penelitian Keperawatan Penelitian ini diharapkan dapat memberikan pengetahuan yang berharga bagi peneliti selanjutnya, dan sebagai data tambahan untuk memperkaya pengetahuan khususnya mengenai asuhan keperawatan keluarga dengan anak yang menderita penyakit kronis. BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 1. Konsep Keluarga 1.1. Defenisi Keluarga Pengertian keluarga akan berbeda tergantung pada orientasi yang digunakan dan orang yang mendefenisikannya. Menurut Friedman 1998, keluarga adalah kumpulan dua orang atau lebih yang hidup bersama, dengan keterikatan aturan dan emosional dari individu yang mempunyai peran masing-masing yang merupakan bagian dari keluarga. Menurut Departemen Kesehatan (1980) dalam Sudiharto (2005), keluarga adalah unit terkecil dari masyarakat yang terdiri dari kepala keluarga serta beberapa orang yang berkumpul dan tinggal dalam satu atap dalam keadaan saling ketergantungan. Menurut UU No.10 tahun 1992 tentang Perkembangan Kependudukan dan Pembangunan Keluarga Sejahtera, keluarga adalah unit terkecil dari masyarakat yang terdiri dari suami-istri, atau suami-istri dan anaknya, atau ayah dan anaknya, atau ibu dan anaknya. Dalam bidang kesehatan, keluarga dalam berbagai defenisi menurut para peneliti, adalah unit pelayanan kesehatan terdepan dalam meningkatkan kesehatan komunitas. Sehingga, apabila setiap keluarga sehat, akan tercipta komunitas yang sehat. Hal ini dikarenakan masalah kesehatan yang dialami oleh salah satu anggota keluarga dapat mempengaruhi anggota keluarga yang lain. Masalah yang dihadapi anggota keluarga dapat mempengaruhi sistem keluarga tersebut dan komunitas setempat (Sudiharto,2005). 1.2. Karakteristik Keluarga Keluarga terdiri dari orang-orang yang disatukan oleh ikatan perkawinan, darah dan ikatan adopsi dimana anggota sebuah keluarga biasanya hidup bersamasama dalam satu rumah tangga, atau jika mereka hidup secara terpisah, mereka tetap menganggap rumah tangga tersebut sebagai rumah mereka. Anggota keluarga berinteraksi dan berkomunikasi satu sama lain dalam peran-peran sosial keluarga seperti suami-istri, ayah dan ibu, anak laki-laki dan anak perempuan , saudara, saudara dan saudari. Selain itu, keluarga sama-sama menggunakan kultur yang sama, yaitu kultur yang diambil dari masyarakat dengan beberapa ciri unik tersendiri (Friedman, 1998). 1.3. Tipe Keluarga Menurut Sudiharto (2005), pembagian tipe keluarga tergantung pada konteks keilmuan dan orang yang mengelompokkan. Secara tradisional keluarga dikelompokkan menjadi dua yaitu, keluarga inti (nuckear family) dan keluarga besar (extended family). Keluarga inti adalah keluarga yang hanya terdiri dari ayah, ibu dan anak yang diperoleh dari keturunannya atau adopsi atau keduanya. Sedangkan keluarga besar adalah keluarga inti ditambah keluarga lain yang masih mempunyai hubungan darah. Namun, dengan berkembangnya peran individu dan meningkatnya rasa individualisme menyebabkan defenisi keluarga telah meluas. Pengelompokan tipe keluarga berkembang menjadi 6 kelompok yaitu, keluarga bentukan kembali (dyadic family) yaitu keluarga baru yang terbentuk dari pasangan yang telah cerai atau karena kehilangan pasangannya, orang tua tunggal (single parents family) dengan anaknya, ibu remaja dengan anak tanpa perkawinan (the unmarriage teenage mother), orang dewasa (laki-laki atau perempuan) yang tinggal sendiri tanpa menikah (the single adult living alone), keluarga dengan anak tanpa pernikahan, dan keluarga yang dibentuk oleh pasangan berjenis kelamin sama (gay or lesbian family). 1.4. Fungsi Keluarga Keluarga memiliki beberapa fungsi yang harus dijalankan untuk mempertahankan dan meningkatkan kesejahteraan keluarga. Friedman (1998) mengidentifikasikan lima fungsi dasar keluarga yaitu: fungsi afektif, fungsi sosialisasi, fungsi reproduksi, fungsi ekonomi dan fungsi perawatan/pemeliharaan kesehatan. Fungsi Afektif (The Affective Function) berhubungan erat dengan fungsi internal keluarga, yang merupakan basis kekuatan keluarga. Fungsi afektif berguna untuk pemenuhan kebutuhan psikososial yang meliputi: saling mengasuh, saling menghargai, dan hidup dalam ikatan yang dapat diidentifikasi. Fungsi sosialisasi dan tempat bersosialisasi (Socialisation and social placement function) adalah fungsi mengembangkan dan tempat melatih anak untuk berkehidupan sosial sebelum meninggalkan rumah untuk berhubungan dengan orang lain di luar rumah. Fungsi reproduksi yaitu untuk meneruskan kelangsungan keturunan dan menambah sumber daya manusia. Fungsi ekonomi merupakan fungsi keluarga untuk memenuhi kebutuhan seluruh anggota keluarga, seperti kebutuhan makanan, pakaian, dan tempat berlindung (rumah). Dan terakhir, fungsi perawatan kesehatan adalah fungsi untuk melaksanakan praktik asuhan kesehatan, yaitu untuk mencegah terjadinya gangguan kesehatan dan atau merawat anggota keluarga yang sakit (Friedman, 1998) Keluarga juga berfungsi untuk memenuhi kebutuhan anggota-anggota keluarga sesuai dengan tahap perkembangannya. Bagi pasangan suami-istri atau anggota keluarga yang dewasa , keluarga berfungsi menstabilkan kehidupan mereka yaitu memenuhi kebutuhan kasih sayang, sosial ekonomi, dan kebutuhan seksual. Bagi anak-anak, keluarga memberikan perawatan fisik dan perhatian emosional, dan seiring dengan itu, keluarga juga mengarahkan perkembangan kepribadian (Friedman, 1998). 1.5. Tugas Kesehatan Keluarga Menurut Sudihartos (2005), keluarga memiliki polanya tersendiri dalam membina hubungan dengan anggota keluarga, antara lain: pola komunikasi, mengambil keputusan, sikap dan nilai dalam keluarga serta kebudayaan, dan gaya hidup. Kemandirian anggota keluarga sangat bergantung pada pola-pola yang diaktualisasikan keluarga, tingkat maturitas dan perkembangan individu, pendidikan, kesehatan dan budaya komunikasi setempat. Pola-pola terbut juga mempengaruhi kemampuan keluarga dalam menjalankan tugas kesehatan keluarga. Setiap keluarga memiliki cara yang unik dalam melaksanakan tugas kesehatan keluarga khususnya dalam menyelesaikan masalah kesehatan anggota keluarga. Keluarga memiliki budaya yang unik yang diaktualisasikan dalam mengatasi permasalahan kesehatan walaupun memiliki garis keturunan yang sama. Masih ada budaya yang dipertahankan keluarga untuk mengatasi masalah kesehatan keluarga, meskipun telah ratusan tahun berselang. (Sudiharto, 2005). Ada lima tugas kesehatan keluarga yaitu: mengenal gangguan perkembangan kesehatan setiap anggota keluarga, mengambil keputusan untuk tindakan kesehatan yang tepat, memberikan perawatan kepada anggota keluarga yang sakit (yang tidak dapat membantu diri karena cacat atau usianya terlalu muda), memodifikasi lingkungan keluarga untuk menjamin kesehatan keluarga, dan memanfaatkan fasilitas pelayanan kesehatan di sekitarnya bagi keluarga. Kelima hal di atas menunjukkan adanya hubungan yang kuat antara keluarga dan status kesehatan anggotanya, bahwa peran dari keluarga dalam menyelesaikan masalah kesehatan sangat penting bagi setiap aspek perawatan kesehatan anggota keluarga secara individu, mulai dari strategi-strategi hingga rehabilitasi (Friedman, 1999). 2. Anak yang Menderita Penyakit Kronis 2.1. Defenisi Anak yang Menderita Penyakit Kronis Menurut Vickers (2008), penyakit kronis didefenisikan sebagai suatu keadaan sakit, atau ketidakmampuan baik itu psikis, kognitif dan emosi, dan berlangsung minimal 6 bulan yang memerlukan intervensi medis terus-menerus untuk merawat episode akut atau masalah kesehatan yang timbul berulang. Penyakit kronis menurut Boyse (2008) adalah masalah kesehatan yang berlangsung selama lebih dari tiga bulan, yang mempengaruhi aktivitas normal anak, sering mengalami hospitalisasi, dan memerlukan tindakan medis yang lebih luas serta membutuhkan perawatan di rumah. Penyakit kronis merupakan suatu penyakit yang penuh dengan ketidakpastian. Meskipun banyak intervensi medis yang diberikan, kemungkinan sakit ataupun sembuh tidak dapat diprediksi dan dipastikan. Kekambuhan bisa terjadi kapan saja dan bila hal itu tiba, anak-anak yang menderita penyakit kronis cenderung memerlukan perwatan segera dan cepat. Contoh penyakit kronis diantaranya adalah: asthma, hemophilia, celebral palsy, ephilepsy, kelainan jantung, kanker, HIV/AIDS, keadaan dan kondisi sakit bawaan sejak dilahirkan yang membutuhkan perawatan lama dan terus menerus, dalan lain-lain (Martini, 2008). 2.2. Keadaan Sakit Kronis dan Perkembangan Anak Penyakit kronis sangat mempengaruhi kualitas hidup dan perkembangan anak. Berdasarkan laporan Boyse (2008), anak dengan penyakit kronis akan lebih sering mengalami hosptalisasi, pengobatan, dan kunjungan untuk pemeriksaan kesehatan dengan paramedis. Keadaan sakit kronis dan disabilitas fisik dapat membawa tantangan berbeda pada anak dan keluarga tergantung pada stadium perkembangan anak. Keadaan sakit kronis pada masa bayi, bersamaan dengan ketidaknyamanan fisik yang menyertai serta rutinitas, dapat menganggu kekonsistenan serta kemampuan lingkungan bayi dan anak-anak untuk dapat dipercaya, juga menghambat perkembangan kepercayaan dasar. Keadaan sakit juga dapat membawa tantangan serius kepada kesadaran akan kompetensi serta percaya diri orangtua dalam peran mereka yang baru sebagai orang tua (Rudolph1999). Beberapa perawatan akan membuat anak-anak takut atau merasa kesakitan sehingga menimbulkan trauma pada dirinya. Oleh karena itu, diperlukan perhatian lebih besar dari keluarga untuk mengatasinya (Boyse, 2008). Namun, dalam perkembangan stadium yang lebih lanjut, keterlibatan orangtua dalam mengelola keadaan sakit anak dapat menganggu kebutuhan anak untuk belajar berjalan atau anak yang lebih besar untuk mencapai tingkat kemandirian yang lebih tinggi dan menghambat kesadaran akan kontrol diri serta otonominya. Anak usia sekolah dan remaja juga dapat merasa khawatir karena pembatasan, kebutuhan pengobatan dan disabilitas yang terlihat nyata yang berhubungan dengan kondisi mereka dapat membuat mereka berbeda dari teman sebayanya ( dan karenanya tidak sempurna) serta mengganggu penerimaan mereka di dalam lingkungan teman sebaya. Keterbatasan yang dibawa oleh kondisi kronis tersebut dapat bertentangan dengan kebutuhan meningkatkan kemandirian selama masa remaja, dan hal ini dapat mengganggu hubungan dengan teman sebaya serta kemunculan identitas fisik dan seksual yang aman (Rudolph, 1999). Kesulitan penyesuaian dan prilaku di antara anak yang menderita keadaan sakit kronis adalah sekitar dua kali lebih sering dibandingkan yang terdapat pada anak sehat pada semua usia. Berdasarkan penelitian yang ada Anak dengan kondisi kronis adalah yang paling mungkin menunjukkan keadaan rendah diri, ansietas, depresi serta penarikan diri secara sosial. Meskipun prevalensi dan tipe masalah penyesuaian mungkin sebagiannnya bergantung pada ciri khas setiap kondisi spesifik, kebanyakan kesulitan yang dihadapi anak serta keluarga mereka terjadi akibat tantangan yang lazim ada pada spektrum luas dari keadaan sakit (Rudolph, 1999). 2.3. Reaksi Anak terhadap Hospitalisasi Seringkali sulit untuk memisahkan stress akibat hospitalisasi dan stress akibat keadaan sakit itu sendiri serta pengobatannya. Bahkan pada kenyataannya, dampak tersebut dapat sinergistik dan tidak sekedar bersifat aditif. Hospitalisasi hampir secara universal mengakibatkan stress karena berbagai faktor yang berkaitan dengan stress perpisahan, perubahan rutinitas, kondisi tidak familiar dengan orang dan lingkungan sekitar, dan ketakutan serta nyeri yang berhubungan dengan keadaan sakit serta pengobatannya. Perpisahan dari orangtua dan anggota keluarga bermakna lain merupakan masalah yang terutama menyakitkan untuk anak antara yang berusia 6 bulan sampai 4 tahun karena immaturitas fisik, sosial, serta kognitif yang dan hubungan dekat serta bergantung dengan orang tua mereka. Hospitalisasi dapat menjadi tempat yang menakutkan dan menimbulkan rasa kesepian pada dirinya (Boyse, 2008). Penting untuk meminimalkan perumah sakitan dengan memanfaatkan pemanfaatan perawatan-berbasis rumah atau unit bedah-harian, serta untuk membatasi penggunaan prosedur invasif atau nyeri pada situasi yang sudah tidak memiliki alternatif. Kontrol optimal untuk setiap nyeri yang berhubungan dengan keadaan sakit atau pengobatannya harus merupakan tujuan utama pada perawatan pediatrik (Rudolph, 1999) 3. Keluarga dengan Anak yang Menderita Penyakit Kronis Setiap orang dengan penyakit kronis tumbuh dan berkembang dalam suatu lingkungan keluarga dan budaya yang unik / spesifik, juga dengan berbagai variasi kebutuhan, ketakutan, perhatian dan harapan yang berbeda-beda. Setiap kasus mempunyai permasalahan yang berbeda, akibat dari adanya perbedaan latar belakang budaya, agama ataupun etnik, juga system penanggulangan kesehatan yang tidak sama dalam setiap keluarga (Widyawati, 2002). National Jewish Health (2008) menyatakan bahwa setiap keluarga dengan atau tanpa anak yang menderita penyakit kronis selalu memiliki masalah yang biasanya muncul dalam keluarga. Masalah itu antara lain: financial, persaingan antar saudara sekandung, perhatian terhadap anak-anak, proses menjadi orang tua dan tekanan dalam pernikahan, kemampuan untuk mengatasi periode penting dalam perkembangan anak, dan sekaligus keluarga dituntut untuk mempertahankan kehidupan sosialnya. Ketika anak menderita penyakit kronis , tugas dan tanggungjawab yang secara normal dihadapi keluarga akan bertambah dan kemungkinan akan menyulitkan anggota keluarga untuk menghadapinya dengan normal. Oleh karena adanya perubahan kondisi, maka keluarga sebagai manusia, harus mampu menyesuaikan diri dengan kehidupan yang berubah-ubah dalam keluarganya sebagaimana interaksi antara jasmani, rohani dan lingkungannya (Sunaryo, 2004). Penyakit kronis tidak hanya merupakan masalah medis atau biologis semata, namun juga mempunyai dampak psikososial yang dalam bagi anak dengan penyakit kronis maupun keluarganya. Masalah psikososial ini harus ditangani dengan hati-hati. Sebaiknya keluarga tidak hanya memperhatikan pengaruh dari anak dengan kondisi kesehatan kronis dari segi masalah fisiologinya saja ataupun pencegahan timbulnya disabilitas fisik, tetapi juga diharapkan mempunyai perhatian pada berbagai gangguan alam perasaannya, rasa tidak amannya, rasa terisolasi dan masalah keluarga terdekatnya (orangtua, istri, anak dan saudara kandung). Mengontrol masalah kesehatan fisik dan keadaan yang mengancam jiwa anak adalah hal yang terpenting dalam kehidupan seorang anak , namun anak juga berhak menjalani kehidupan yang manis dan menyenangkan layaknya anak-anak lain seusianya. Kini kita mengetahui semakin banyak data yang menunjukkan bahwa faktor-faktor psikologis tidak hanya mempunyai efek pada kualitas hidup seseorang tetapi juga dapat mempengaruhi berbagai fungsi biologisnya (Widyawati, 2002). Apabila seseorang mengalami hambatan atau kesulitan dalam beradaptasi , baik berupa tekanan, perubahan, maupun ketegangan emosi dapat menimbulkan stress (Sunaryo, 2004). Demikian juga halnya dengan keluarga dari anak yang menderita sakit kronis. Mereka sangat beresiko pada keadaan yang memberatkan emosi dan ketidakmampuan dalam penyesuaian diri yang sangat penting dalam merawat anak dengan kondisi penyakit kronis (Farmer, 2004). Timbulnya suatu penyakit yang kronis dalam suatu keluarga memberikan tekanan pada system keluarga tersebut dan menuntut adanya penyesuaian antara si penderita sakit dan anggota keluarga yang lain. Penderita sakit ini sering kali harus mengalami hilangnya otonomi diri, peningkatan kerentanan terhadap sakit, beban karena harus berobat dalam jangka waktu lama. Sedangkan anggota keluarga yang lain juga harus mengalami hilangnya orang yang mereka kenal sebelum menderita sakit (berbeda dengan kondisi sekarang setelah orang tersebut sakit), dan kini (biasanya) mereka mempunyai tanggungjawab pengasuhan (Widyawati, 2002).. Kondisi anak dengan penyakit kronis sangat beresiko menimbulkan stress dan depresi pada anggota keluarga yang lain. Sebagai contoh, Madden dan kawan-kawan meneliti respon emosi ibu yang menpunya anak hemofilia, dikatakan bahwa respon ibu bervariasi dari sikap menerima sampai mengalami distres psikologis yang berat. Rasa takut akan akibat pengobatan yang bakal diterima anaknya, seperti kesakitan, handicap, bahkan kemungkinan meninggal, menjadi masalah utama bagi para ibu ini. Sikap ibu yang bisa menerima kondisi anak sepenuhnya akan dapat berpengaruh positif pada menyesuaian disi si anak tersebut( Widyawati, 2002). Banyak stressor yang mempengaruhi peningkatan resiko stress dan depressi pada keluarga dengan anak yang menderita penyakit kronis. Adanya perasaan bingung karena ketidakpastian kondisi sakit dan hasil pengobatan, konflik sehari-hari dengan peraturan medis, isolasi sosial, aturan-aturan yang membatasi, dan tekanan financial adalah stressor yang selalu dijumpai (King, 2001).Hal ini akan menambah beban psikologis pada anak dan keluarga, menurunkan kemampuan keluarga untuk meningkatkan kesehatan anak-anak, dan berdampak dalam mencari dan pemanfaatan pelayanan medis secara berlebihan (Farmer, 2004). Selain itu keluarga juga sering mengalami masalah dalam memberikan perawatan dan menyediakan kebutuhan medis dengan sistem yang kompleks, kesehatan mental, pendidikan dan kebutuhan sosial (King, 2001). Aldridge (2001) mengatakan bahwa penyakit yang kronis ini juga dapat berpengaruh pada stabilitas ekonomi keluarga, yang akan berdampak pada kelanjutan pengobatan (misalnya putus obat, tidak teratur mendapatkan terapi), dan dapat menimbulkan berbagai masalah kejiwaan seperti rasa pustus asa, cemas, depresi dan lain-lain. BAB 3 METODOLOGI PENELITIAN 1. Desain Penelitian Desain penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah deskriptif eksploratif dengan menggunakan metode kualitatif fenomenologi yang bertujuan untuk mengidentifikasi pengalaman keluarga dengan anak yang menderita penyakit kronis. Penelitian kualitatif adalah penelitian yang bermaksud untuk memahami fenomena tentang hal yang dapat dialami subjek penelitian. Fenomenologi yang diteliti adalah pengalaman manusia melalui deskripsi dari orang yang menjadi partisipan penelitian, sehingga peneliti dapat memahami pengalaman hidup partisipan (Cresswell, 1994). Dengan penelitian kualitatif, penelitian lebih ditekankan pada pengunaan diri peneliti sebagai alat. Peneliti harus mampu mengungkapkan gejala sosial yang terdapat di lapangan dengan mengerahkan segenap fungsi inderawinya. Dengan demikian, peneliti harus dapat diterima oleh responden dan lingkungannya agar mampu mengungkap bahasa tutur , bahasa prilaku maupun ungkapan-ungkapan yang berkembang dalam diri dan lingkungan responden (Moleong, 2002). 2. Populasi dan Sampel 2.1. Populasi Populasi pada penelitian ini adalah anggota keluarga dari anak yang menderita penyakit kronis yang bertempat tinggal di Medan, Sumatera Utara. Anggota keluarga yang dimaksudkan dalam penelitian ini adalah anggota keluarga inti yang memiliki hubungan darah yaitu: ayah, ibu, kakak dan adik. Penyakit kronis menurut Vickers (2008), penyakit kronis didefenisikan sebagai suatu keadaan sakit, atau ketidakmampuan baik itu psikis, kognitif dan emosi, dan berlangsung minimal 6 bulan yang memerlukan intervensi medis terus-menerus untuk merawat episode akut atau masalah kesehatan yang timbul berulang. Mengingat banyaknya jenis penyakit kronis, peneliti membatasinya pada penyakit-penyakit yang bersifat hematologis seperti haemofili, leukemia, thallasemia, penyakit jantung kongenital, dan lain-lain. 2.2. Sampel Pada penelitian ini jumlah sampel direncanakan 7 orang dengan harapan terjadi saturasi data dengan jumlah sampel tersebut. Saturasi data maksudnya, kekhususan makna dari informasi yang diberikan oleh responden telah ditemukan. Pengambilan sampel ditentukan dengan teknik purposive sampling, yaitu menentukan sampel dengan pertimbangan tertentu yang dipandang dapat memberikan data secara maksimal ( Arikunto, 2006) . Peneliti melakukan kontak yang informal dengan keluarga, berbincang-bincang dan menggunakan teknik snowball yaitu peneliti memilih responden secara berantai dalam mencari responden berikutny(Arikunto, 2006). Jika pengumpulan data dari responden ke-1 sudah selesai, peneliti meminta agar responden tersebut memberikan rekomendasi untuk responden ke-2, dan begitu untuk seterusnya. Adapun kriteria sampel dalam penelitian ini adalah sebagai berikut: 1. Keluarga yang memiliki anggota keluarga yang menderita penyakit kronis dan pernah mengalami perawatan di rumah sakit 2. Bertempat tinggal di Medan, Sumatera Utara. 3. Merupakan anggota keluarga yang bertanggungjawab secara langsung dalam perawatan penderita 4. Bersedia menjadi responden Penelitian ini juga mengikutsertakan beberapa anak yang menjalani perawatan di rumah sakit di Medan. Usia anak dalam penelitian ini dibatasi dari 118 tahun. Sedangkan usia orang tua dibatasi dari 22-50 tahun. Anggota keluarga yang bertanggungjawab secara langsung dengan si penderita dianggap sebagai data utama, namun tidak menutup kemungkinan untuk memasukkan responden yang merupakan anggota keluarga inti tetapi tidak bertanggungjwab secara langsung seperti adik, kakak atau abang sebagai data tambahan. 3. Lokasi dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilakukan di Medan, Sumatera Utara. Adapun alasan pemilihan lokasi adalah berdasarkan data di Rumah Sakit Adam Malik, insidensi anak dengan penyakit kronis pada daerah ini sering ditemukan. Selain itu, karakteristik keluarga di daerah ini sangat beragam sehingga diharapkan penelitian ini dapat mewakili pengalaman keluarga dengan anak yang menderita penyakit kronis dengan latar belakang budaya, agama, suku dan kehidupan sosial yang berbeda. Penelitian ini akan dilakukan pada tanggal 10 November sampai 20 Desember 2008. 4. Pertimbangan Etik Dalam penelitian ini dilakukan pertimbangan etik, yaitu memberi penjelasan kepada calon responden penelitian tentang tujuan penelitian dan prosedur pelaksanaan penelitian. Apabila calon responden bersedia berpartisipasi dalam penelitian, maka responden dipersilahkan untuk menandatangani informed Consent. Jika responden menolak untuk diteliti, maka peneliti tidak akan memaksa dan menghormati hak-haknya. Penelitian ini tidak menimbulkan resiko bagi individu yang menjadi responden, baik resiko fisik maupun psikis. Kerahasiaan catatan mengenai data responden dijaga dengan cara tidak menuliskan nama responden pada instrument, tetapi hanya menggunakan inisial saja. Dan seluruh data-data yang diperoleh dari responden juga hanya digunakan untuk kepentingan penelitian. 5. Pengumpulan Data Pengumpulan data dilakukan dengan langkah-langkah sebagai berikut: 1. Setelah mendapatkan izin Ketua Program Studi Ilmu Keperawatan Universitas Sumatera Utara, peneliti akan mengajukan surat penelitian kepada puskesmas atau camat di daerah responden berdomisili bila sampel terbut berada diambil dari masyarakat. Kemudian, mengadakan pendekatan kepada calon resonden untuk mendapatkan peretujuan menjadi sampel penelitian. Khusus responden yang menjalani perawatan di rumah sakit, peneliti terlebih dahulu mendapatkan izin dari Rumah Sakit tersebut untuk selanjutnya mendapatkan persetujuan dari responden. 2. Pengumpulan data dalam penelitian ini dilakukan dengan cara menggunakan kuosioner data demografi sebagai data dasar, dan depth interview yaitu wawancara mendalam dengan menggunakan tape recorder dan catatan lapangan. Wawancara dilakukan sekitar 60 menit dan dua kali pertemuan dengan satu responden. Untuk responden lainnya didapat dengan cara snow ball. Setelah mencapai saturasi data maka pengumpulan dapat dihentikan. 6. Analisa Data Analisis data bertujuan untuk menyusun data dalam cara yang bermakna sehingga dapat dipahami. Analisis dilakukan terhadap data berdasarkan logika induktif. Analisis akan bergerak dari sesuatu hal yang khusus atau spesifik, yaitu yang diperoleh di lapangan, ke arah suatu temuan yang bersifat umum, yang akan muncul lewat analisis data berdasarkan teori yang digunakan (Creswell, 1994).. Proses analisa data meliputi: 1. Membaca semua deskripsi untuk mendapatkan perasaan partisipan. Dalam hal ini, peneliti membaca semua deskripsi dan mendengarkan tape recorder beberapa waktu untuk mendapatkan rasa keakraban terhadap makna ekspresi partisipan dan untuk kepekaan peneliti terhadap cara setiap partisipan berbicara. 2. Mengutip frase atau kalimat yang secara langsung menyinggung fenomena. Dalam langkah ini, frase dan kalimat signifikan yang menyinggung tentang pengalaman keluarga dengan anak yang menderita penyakit kronis. Pernyataan signifikan diformulasikan ke dalam bentuk yang lebih umum atau yang dinyatakan kembali untuk mentransformasikan bahasa konkrit partisipan ke dalam bahasa ilmiah. 3. Formulasikan arti dari setiap pernyataan yang signifikan. Dalam hal ini, pernyataan yang signifikan dipelajari untuk diambil dan direkam pengertiannya. 4. Mengorganisasikan kumpulan makna formulasi tersebut ke dalam kelompok tema. Dalam langkah ini, peneliti mengidentifikasi tema dari makna yang diformulasikan ke dalam kelompok dan kategori untuk mendapatkan tema yang umum pada deskripsi semua partisipan. 5. Menyilangkan hasil deskripsi yang lengkap. Dalam analisis ini, deskripsi mendalam tentang pengalaman keluarga dengan anak yang menderita penyakit kronis yang diperoleh, yaitu integrasi narasi dari semua tema, kelompok tema dan kategori tema. 6. Formula deskripsi mendalam dengan pernyataan tegas dari struktur penting fenomena tersebut. Dalam langkah ini peneliti mengembangkan deskripsi mendalam untuk memperoleh pengetahuan dalam struktur pengalaman hidup. Peneliti memformulasikan struktur esensial dari pengalaman keluarga dengan anak yang menderita penyakit kronis. 7. Tingkat Kepercayaan Data Tingkat kepercayaan data diperiksa dengan cara member checking. Cara ini merupakan suatu teknik untuk mempertahankan kepercayaan data, dengan cara ini partisipan memverifikasi dan menguraikan data yang telah diperoleh. Jadi dengan cara ini peneliti mengklarifikasi dan menguraikan data yang telah diperoleh. Kemudian peneliti mengklarifikasi kembali data yang telah diperoleh kepada partisipan untuk mengetahui kesesuaiannya. Proses member checking dilakukan saat peneliti bertemu dengan partisipan, memberi fotokopi transkrip, untuk kemudian mendiskusikan kembali dengan partisipan.

DAFTAR PUSTAKA Aldridge, Michael.D. (2001). How Do Families Adjust to Having a Child with Chronic Kidney Failure? A Systematic Review. Nephrology Nursing Journal Vol. 35, No. 2 American Academy of Pediatrics. (2002). Policy statement: The medical home. Pediatrics, 110, 184186. Andra. 2007. Peran Keluarga pada Bayi Risiko Tinggi Atopi. Farmacia. Volume 6 No. 8 Arikunto, S. (2003). Prosedur Penelitian Suatu Pendekatan Praktik. Jakarta: Rineka Cipta. Boyse , dkk (2008). Children with Chronic Conditions. Dibuka pada tanggal 12 September 2008 dari http://pediatrics.aapublications.org./cgi/content/abstract/87/6/884, Bungin, Burhan .(2003). Analisis Penelitian Kualitatif Pemahaman dan Metodologis ke Arah Penguasaan Model Aplikasi . Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada. Cadman, dkk. (1991). Children with Chronic Illness: Family and Parents Demographic Characteristic and Psychosocial Adjustment. Pediatrics. Vol 87 , No.6: 884-889 Creswell, J. W. 1994. Research Design : Quantitative And Qualitative Approach. London : Sage Publication . Cummins R. 2001. The Subjective well-being of people caring for family member with a severe disability at home: a review. J Intellect Dev Dissabil, 26:83100. Farmer, dkk. (2004). Primary Care Supports for Children with Chronic Health Conditions: Identifying and Predicting Unmet Family Needs. Journal of Pediatrics Psychology. 29(5) pp. 355367 Friedman, Marilyn.M. (1995). Keperawatan Keluarga: Teori dan Praktik. Jakarta: EGC George, dkk. (2008). Working and caring for a child with chronic illness: Barriers in achieving workfamily balance. Journal of Management and Organization. 14: 5972 Goddard, dkk. (2008). People with Intelectual Dissability in the Discourse of Chronic and Complex Condition : an Invisible Group? Australian Health Review. 32,3:pg.405 Hamama, dkk. Self Control, Self-Efficacy, Role Overload, and Stress: Responses Among Sibling of Children with Cancer. Health and Social Work. Vol 3, Iss 2: pg. 121 Harvard Health Publications. 10 steps for coping with a chronic condition. Dibuka pada tanggal 23 Agustus 2008 dari http://www.health.harvard.edu/newsweek/10_steps_for_coping_with_a_chronic_condition.htm Hughes, Haley. (2008). Family Connections Offers Help to the Parents of Children with Special Needs. Mc.Clatchy-Tribune Bussiness News Kaffen, Carol.J. (2006). School Reentry for Students with a Chronic Illness:: A Role for Professional School Counselors. Professional School Counselling. 9:223 Kobblenzer, S. Caroline. (2005). The Emotional Impact of Chronic and Dissabling Skin Disease: A Psychoanalitic Perspective. Dermatology Clinics. Volume 23, pg:619-627 King, G., Cathers, T., King, S., & Rosenbaum, P. (2001). Major elements of parents satisfaction and dissatisfaction with pediatric rehabilitation services. Childrens Health Care, 30, 111134. Martin, dkk. (2007). Anxiety-Sensitivity, Fear of Pain-Related Dissability in Children and Adolesents with Chronic Pain. The Journal of The Cannadian Pain Society. 12: 267 Martison, dkk. 1997. The experience of the family of children with chronic illness at home in China. Dibuka pada tanggal 12 September 2008 dari http://findarticles.com/p/articles/mi_m0FSZ/is_n4_v23/ai_n18607482 Miller, dkk. (2004). Responding to the Needs Of Children with Chronic Health Conditions in an Era of Health Service Reform. Journal of Cannadian Medical Assosiation Vol 11: 171 Mussatto, K. 2006. Adaptation of the child and family to life with a chronic illness. Cambridge Journal. Volume 16 Phipps, Sean. (2002). Repressive Adaptive Style in Children With Chronic Illness Psychosomatic Medicine 64:34-42 Sunaryo. (2004). Psikologi untuk Keperawatan. Jakarta: EGC Vickers, dkk. (2008). Working and Caring for a Child eith Chronic Illness: Barriers in Achieving Work-Family Balance. Journal of Management and Organization. pg:59-72 Walsh, F. (2002). A family resilience framework: Innovative practice applications. Family Relations, 51, 130-137. Wong , D.L.(1996). Pedoman Klinis Keperawatan Pediatrik. Jakarta: EGC. Sudiharto. (2005). Asuhan Keperawatan Keluarga dengan Pendekatan Keluarga Transkultural. Jakarta: EGCKUESIONER PENELITIAN PENGALAMAN KELUARGA DENGAN ANAK YANG MENDERITA PENYAKIT KRONIS KUESIONER DEMOGRAFI Petunjuk Pengisian: 1. Isilah pertanyaan pada tempat yang tersedia. 2. Untuk soal nomor 3-6 berilah tanda check list () pada tempat yang tersedia. 3. Setiap pertanyaan dijawab hanya satu jawaban yang sesuai. Contoh menjawab soal: Pekerjaan Saudara/i sekarang: [footnoteRef:1]. ( ) PNS [1: . Nama : ]

[footnoteRef:2]. ( ) Pegawai Swasta [2: . Usia : tahun ]

[footnoteRef:3]. [footnoteRef:4][footnoteRef:5]() Wiraswasta [3: . Agama : 1. ( ) Islam 4. ( ) Budha ] [4: . ( ) Protestan 5. ( ) Hindu ] [5: . ( ) Katolik 6. ( ) Lain-lain, sebutkan......................... ]

[footnoteRef:6]. ( ) Pelajar/Mahasiswa [6: . Suku : ]

[footnoteRef:7]. ( ) Pengangguran [7: . Hubungan keluarga dengan penderita: ]

[footnoteRef:8]. lain[footnoteRef:9][footnoteRef:10]-lain, sebutkan.................. [8: . Pekerjaan : 1. ( ) PNS 4. ( ) Pelajar/mahasiswa ] [9: . ( ) Pegawai swasta 5. ( ) Pengangguran ] [10: . ( ) Wiraswasta 6. Lain-lain, sebutkan......................... ]

7. Penghasilan : 1. ( ) Tidak ada 2. ( ) < Rp.800.000 3. ( ) Rp. 800.000 Rp. 1.000.000 4. ( ) Rp.1.000.000 Rp. 2.000.000 5. ( ) >Rp.2.000.000 8. Pendidikan Terakhir: 1. ( ) Tidak Sekolah 2. ( ) SD 3. ( ) SMP 4. ( ) SMU 5. ( ) Diploma/Sarjana 9. Jenis penyakit kronis yang diderita:

Agama : 1. ( ) Islam 4. ( ) Budha . ( ) Protestan 5. ( ) Hindu . ( ) Katolik 6. ( ) Lain-lain, sebutkan......................... . Suku : . Hubungan keluarga dengan penderita: . Pekerjaan : 1. ( ) PNS 4. ( ) Pelajar/mahasiswa . ( ) Pegawai swasta 5. ( ) Pengangguran . ( ) Wiraswasta 6. Lain-lain, sebutkan.........................