bab ii tinjauan pustaka 2.1 tinjauan infeksi 2.1.1 ...eprints.umm.ac.id/63116/3/bab ii.pdf8 tabel...

32
6 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Tinjauan Infeksi 2.1.1 Definisi Infeksi Penyakitminfeksi merupakanmsalahmsatumpenyebabmtingginyamangka kesakitanj(mordibity) dankangka kematian (mortality) hingga resiko penyebaran penyakit, terutama padamnegara-negara berkembang sepertikIndonesia.jPenyakit infeksi merupakanjpenyakit yang dapat disebabkan oleh agenjbiologi seperti virus, bakteri,jparasit, dan jamur,jpenyakit infeksiktidak disebabkan oleh faktor fisik sepertijlukajbakar atau kimiaj(keracunan) (KPRA RSUD Dr. Saiful Anwar Malang, 2016). Penyebabmpenyakit infeksi salah satunya adalahkbakteri. Bakterilyang dapat menyebabkanlterjadiya infeksilseperti Escherichia coli danlBacillus subtilis (Rahmaningsih dkk., 2012). BakterinEscherichia coli merupakan bakteri gram negatif yang hidup berkoloni dalam saluran pencernaan (usus) mamaliamsebagai flora normal dan dapat menyebabkan penyakit sertakbersifat pathogen apabila jumlahnya menjadi sangatkbanyak (Figler & Dudley, 2016).kBeberapampenyakit infeksikyang disebabkan karenakEscherichia coli seperti infeksijsistem salurankkencing dan diare.kTandajdan gejala ISKnbagiankbawah termasuk disuria,kurgensi,kfrekuensi, nokturia,jdan beratksuprapubik,sedangkan ISKlbagian atas melibatkanjgejala yang lebihjsistemik seperti demam,kmual,jmuntah, danknyeri pinggangk(Dipiro et al., 2017).kBakteri lainkyang dapat menyebabkan penyakit infeksi adalahjBacillus subtilis,jjumlahnya yangkbanyak dijdalamjusus mampujmenyebabkan diarejyang ditularkanmmelalui kontaminasijmakanan (Rahmaningsih dkk., 2012). 2.1.2 Epidemiologi Asiammerupakan wilayahkterpadat di dunia denganktingkat prevalensi tertinggikdari Staphylococcuslaureus yang keballterhadaplperawatan kesehatan. Sebagian besar rumah sakit di Asia, endemik untuk S. aureus (MRSA) yang resistan

Upload: others

Post on 24-Jan-2021

9 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

  • 6

    BAB II

    TINJAUAN PUSTAKA

    2.1 Tinjauan Infeksi

    2.1.1 Definisi Infeksi

    Penyakitminfeksi merupakanmsalahmsatumpenyebabmtingginyamangka

    kesakitanj(mordibity) dankangka kematian (mortality) hingga resiko penyebaran

    penyakit, terutama padamnegara-negara berkembang sepertikIndonesia.jPenyakit

    infeksi merupakanjpenyakit yang dapat disebabkan oleh agenjbiologi seperti virus,

    bakteri,jparasit, dan jamur,jpenyakit infeksiktidak disebabkan oleh faktor fisik

    sepertijlukajbakar atau kimiaj(keracunan) (KPRA RSUD Dr. Saiful Anwar Malang,

    2016). Penyebabmpenyakit infeksi salah satunya adalahkbakteri. Bakterilyang

    dapat menyebabkanlterjadiya infeksilseperti Escherichia coli danlBacillus subtilis

    (Rahmaningsih dkk., 2012).

    BakterinEscherichia coli merupakan bakteri gram negatif yang hidup

    berkoloni dalam saluran pencernaan (usus) mamaliamsebagai flora normal dan

    dapat menyebabkan penyakit sertakbersifat pathogen apabila jumlahnya menjadi

    sangatkbanyak (Figler & Dudley, 2016).kBeberapampenyakit infeksikyang

    disebabkan karenakEscherichia coli seperti infeksijsistem salurankkencing dan

    diare.kTandajdan gejala ISKnbagiankbawah termasuk disuria,kurgensi,kfrekuensi,

    nokturia,jdan beratksuprapubik,sedangkan ISKlbagian atas melibatkanjgejala yang

    lebihjsistemik seperti demam,kmual,jmuntah, danknyeri pinggangk(Dipiro et al.,

    2017).kBakteri lainkyang dapat menyebabkan penyakit infeksi adalahjBacillus

    subtilis,jjumlahnya yangkbanyak dijdalamjusus mampujmenyebabkan diarejyang

    ditularkanmmelalui kontaminasijmakanan (Rahmaningsih dkk., 2012).

    2.1.2 Epidemiologi

    Asiammerupakan wilayahkterpadat di dunia denganktingkat prevalensi

    tertinggikdari Staphylococcuslaureus yang keballterhadaplperawatan kesehatan.

    Sebagian besar rumah sakit di Asia, endemik untuk S. aureus (MRSA) yang resistan

  • 7

    terhadap multi-obat-resisten,jdengan proporsi yang diperkirakan daril28% (di

    Hong Kong dan Indonesia)khingga> 70%k(di Korea) (Chen & Huang, 2014).

    Sebanyak 63% infeksi terjadi pada pasien di Rumah Sakit Oman,kdiantaranya yaitu

    infeksi saluran kemih, infeksi luka, infeksi pernafasanj(Pneumoniae), serta infeksi

    kulit dan jaringan (selulitis)m(Al-Yamani et al., 2016).

    Indonesiamsebagai negara tropis, dengan pengaruh geografis menjadi

    potensi berkembangnya penyakitlinfeksi hingga kematian penderita.kSalah satunya

    adalah penyakit ISPA sebagai polakpenyakit peringkat pertama yang menjalani

    rawat inap di RS,lkemudian infeksi pneumonia dengan prevalensi kasus padaklaki-

    laki sebesark53,95%kdan padajperempuan 46,05%.kPada tahun 2013 prevalensi

    infeksi pneumoniajdi Indonesia sebesar 4,5%j(Kemenkes RI, 2013).jSelainkISPA

    dan pneumonia infeksi tuberkulosis juga merupakan masalah penyakit infeksi

    terbanyak,kIndonesia merupakah negara tertinggi kedua setelah India dengan

    prevalensi kasus baru mencapaij395 kasus/100.000jpenduduk serta angka kematian

    akibat tuberculosisjsebesarj40/100.000kpenduduk (Kemenkes RI, 2017)

    2.1.3 Etiologi

    Beberapakinfeksi tidak menunjukkan gejala klinis tetapi masih memiliki

    konsekuensi yang signifikan bagiamanusia.lDalam beberapa kasus,kkonsekuensi

    ini mewakili peningkatan risiko pengembangan penyakit yang signifikan secara

    klinis di kemudian hari,acontohnya infeksi yangkdisebabkan oleh M. tuberculosis

    dankTreponema. Selain itu, infeksi juga dapatmmenimbulkan gejala yang tampak

    secara klinis,kberbeda dengan infeksi persisten tanpakgejalamklinis. Lebih dari

    50% pasien di rumah sakit terinfeksi oleh perangkat medis terkontaminasi seperti

    penggunaan cateter vena central (CVC) dapat menimbulkan reaksi yang nyeri pada

    pasien (Grant & Hung, 2013).

    Dalam beberapa kasus, infeksi persisten simptomatik dikaitkan dengan

    infeksi akut. Dalam sebuah penelitian, 30% wanita mengalami setidaknya satu

    kultur yang dikonfirmasi kambuh dalam waktu enam bulan sejak infeksi awal.

    Contoh-contoh lain dari infeksi persisten simptomatik, termasuk endocarditis,

    osteomielitis, sinusitis kronis, dan otitis media seperti yang tertera pada tabel II.1

    (Grant & Hung, 2013).

  • 8

    Tabel II. 1 Patogen yang terkait dengan infeksi bakteri (Grant & Hung, 2013)

    Kategori Infeksi Patogen Penyakit Mekanisme Biologi

    Infeksi

    Tanpa Gejala

    Mycobacterium tuberculosis Laten Tuberkulosis Pertumbuhan intraseluler,

    persisten

    Helicobacter pylori Gastritis, gastric cancer Pertumbuhan intraseluler

    Salmonella Typhi Penyakit kronis, karsinoma

    kandung empedu

    Pertumbuhan intraseluler,

    pembentukan biofilm

    Treponema pallidum Laten syphilis Pertumbuhan intraseluler

    Infeksi dengan

    Gejala

    Pseudomonas aeruginosa Bronkiektasis/ pneumonia

    pada pasien CF

    Biofilm, varian koloni kecil,

    bertahan lama

    Escherichia coli Infeksi saluran kemih Pertumbuhan intraseluler,

    biofilm

    Staphylococcus aureus Bronkiektasis/ pneumonia

    pada pasien CF

    Biofilm, varian koloni kecil

    Hemophilus influenza Otitis Media biofilm

    Mycobacterium leprae Lepra / Kusta Pertumbuhan intraseluler

    2.2 Tinjauan Antibiotik

    2.2.1 Sejarah Antibiotik

    Penemuanmantibiotikkdiinisiasi oleh PaulmEhrlich,kyang pertamajkali

    menemukankapa yangkdisebutldengan “magic bullet”, dan dirancangkuntuk

    menanganikinfeksi yang disebabkan oleh mikroba.mPada tahun 1910,kEhrlich

    menemukanjantibiotikalpertama,ksalvarsan yang kemudianMdigunakankuntuk

    melawanksyphilis.kPada tahun 1928,kEhrlichkkemudiankdiikuti olehkAlexander

    Flemingmsecara tidakmsengaja menemukankpenisilin. Tujuhktahunlsetelahnya,

    GerhardmDomagk menemukanksulfa,lyang membuka jalan sebagai penemuan

    obat antimTB,jisoniazid.kPada tahun 1943,kSelkman Wakzman dan Albert Schatz

    menemukan obat anti TB pertama, yaitu streptomycin.kSelain itu, Wakzman juga

    orang pertamabyang memperkenalkanbterminologi antibiotik.bSejak saat itu

    antibiotika ramaikdigunakan sebagai klinisikuntuk menangani berbagaikpenyakit,

    terutama penyakit yangkdisebabkankolehkinfeksi (Utami, 2011).

    Setelahlpenisilin,kberbagai antibiotic lain mulai ditemukan seperti

    kloramfenikolkdan kelompokksefalosforin,jtetrasiklin, aminoglikosida,lmakrolida,

    polipeptida,klinkomisin danmrifampisin.kSelain sulfonamidaMdikembangkan

  • 9

    kemoterapeutikamsintesis, seperti senyawa nirofuran padaktahunk1944, asam

    nalidiksatkpada tahunx1962, serta turunannyaxflurokuinolon pada tahunx1985,

    obat-obatan TBC (PAS,mINH) dan obatxprotozoax(klorokuin, proguanil,

    metronidazol,xdll).mDewasaMinikbanyak obat antimikroba baru dan telah

    dikembangkanxyang mampu menyembuhkanxhampir semuakinfeksixantimikroba

    (Tjay & Rahardja, 2010).

    Seiringmberjalannyakwaktu, telah ditemukankbeberapa bakteri yangxmulai

    resistenjterhadap pemberianlbeberapajantibiotik.lPada tahun 1950-anltelah muncul

    jenisjbakteri barujyang sudah resisten denganxpenislin. Namunxilmuanxterus

    menerus melakukan berbagaispenelitian, sehinggakantibiotik-antibiotikxbaru terus

    ditemukan.jAntaraxtahunx1950 sampaix1960-anjjenis bakteri yangxresisten masih

    belummmenghawatirkan, karena penemuan antibiotik baru masih dapat

    mengatasinya.lPadajtahun 1999kilmuanjberhasil mengembangkanlantibiotik baru,

    namun semakinkbanyak juganbakteri yangxtelah resistenxterhadapkantibiotik

    (Borong, 2012).

    2.2.2 Definisi

    Antimikrobahmerupakanxsalahxsatuxobatxyangxdigunakan untuk dapat

    menghilangkan atau memberantaslinfeksi yang disebabkan oleh agen mikroba yang

    terjadi pada manusia.mSedangkanmantibiotik merupakan senyawa kimia yang

    dihasilkankolehkmikroorganisme, khususnyakdihasilkan oleh fungixatau dapat

    juga dihasilkanxdengan cara sintetikxyang dapatmmembunuh atauxmenghambat

    perkembanganxbakteri dan organismexlain padakmakhlukkhidup (Utami, 2011).

    2.2.3 Klasifikasi Antibiotik

    Terdapatkbeberapamcara untuk mengklasifikasikan antibiotik,xnamun

    klasifikasi yangkpaling umum didasarkan pada spektrumlaktivitas, mekanisme atau

    cara kerja, dan struktur molekulnya darikantibiotik (Ebimieowei & Ibemologi,

    2016).mKlasifikasiklainnya termasuk rutexpemberian (injeksi,joral danxtopikal).

    Antibiotikmdalam kelassstruktural yangxsama umumnyaxakan menunjukkanxpola

    efektivitas,xtoksisitas, dankefekxsamping alergixpotensial yangxserupa.kBeberapa

    kelas umumkantibiotik berdasarkanxstruktur kimia atau molekulxtermasuk Beta-

  • 10

    laktam,mMakrolida,klTetrasiklin,kKuinolon,kAminoglikosida,mSulphonamides,

    Glikopeptida dankOxazolidinon (Ebimieowei & Ibemologi, 2016).

    A. Berdasarkan luas spektrum kerja

    Berdasarkankluas spektrum kerja, antibiotik dibagi menjadi 2, yaitu antibiotik

    yang bekerja dengan carakmenghambat pertumbuhan atau membunuh banyak

    spesies bakterikdisebut antibiotik dengan spektrum luas atau broad spectrum

    antibiotik, sedangkan antibiotik yang hanya dapat membunuh beberapa spesies

    bakteri disebutmantibiotik spektrum sempit ataumnarrow spectrumkantibiotik

    (Oliphant, 2016).

    B. Berdasarkan Mekanisme atau Cara Keja

    MenurutmKementrian Kesehatan RI,kberdasarkan mekanisme kerjanya,

    antibiotik dapat diklasifikasikan sebagaimberikut (Kemenkes RI, 2011b) :

    1. Merusakldinding atau menghambat sintesis selmbakteri, sepertikantibiotik

    beta-laktamk(penisilin,ksefalosporin, monobaktam, karbapenem,kinhibitor

    beta-laktamase),kantibiotikkbasitrasin, danlvankomisin.

    2. Memodifikasilsintesis proteinlseperti antibiotiklaminoglikosid, kloramfenikol,

    tetrasiklin,kmakrolidak(eritromisin,kazitromisin,lklaritromisin), klindamisin,

    mupirosin,kdankspektinomisin.

    3. Menghambatlenzim-enzimlesensialldi dalam metabolisme folat seperti

    trimetoprimkdanksulfonamid.

    4. Mempengaruhilmetabolisme asamlnukleat seperti kuinolon dan

    nitrofurantoin.

    C. Berdasarkan Struktur Kimia

    ‒ AntibiotiklBeta-Laktam

    Antibiotiklbeta-laktamkterdiri dari berbagailgolongan obat yang dicirikan

    pada struktir cincinlbeta-laktam yangldimiliki (Beauduy & Winston, 2018).lObat-

    obatkantibiotik beta-laktamkumumnya bersifatkbakterisid,kdan sebagiankbesar

    efektif terhadapkorganisme Gram-positif danknegatif (Kemenkes RI, 2011b).

    Antibiotik beta laktam bekerja dengan mekanisme penghambatan reaksi enzim

  • 11

    transpeptidase yang berfugsi untuk membentuk dinding selkbakteri (Gumbo,

    2011).kAnggota antibiotik beta-laktam dapat mengikat diri dengan enzim PBP

    (Penicillin binding protein), ldanldalamlprosesnya, mereka mengganggu sintesis

    peptidoglikan yang menghasilkanklisis dankkematian sel.kBeberapa antibiotik

    yang memilikikcincin beta-laktam yaitukpenisilin, sefalosporin,kmonobaktam,

    karbapenem, danlinhibitorlbeta-laktamase (Ebimieowei & Ibemologi, 2016).

    1. Penisillin

    Penisillinmmerupakan salah satu golongan antibiotika pertama yang

    ditemukan pada tahun 1928koleh Alexander Fleming. Mekanismekantibiotik

    golongan penisilin, bekerja dengan mekanisme seperti antibiotik golongan beta

    lactam lainnya, yaitu mengganggulpertumbuhan bakteri dengankmenghambat

    sintesis dinding sel darilbakteri, dinding sel bakteri terdiri dari peptidoglikanlyang

    akan membuatldinding sel mempunyai struktur yang stabil.mSedangkan untuk

    antibiotikkβ-laktam menghambat proseskterakhir dalam sintesis peptidoglikan

    dengan mengalkilasi transpeptidase melalui pembelahanlikatan CO-N dari cincin

    β-laktam.kTarget pada antibiotik β-laktam disebutmPBP (Penicillin binding

    protein) sehingga akan menghentikan proses sintesismdan membuat sel menjadi

    lisis (MacDougall, 2018). Penisilinkdapat diklasifikasikan menjadi beberapa

    kelompok yaitu :

    a) Natural Penisillin (Penisillin G, V)

    Benzil penisilinm(Penisilin G)mdan Fenoksimetilmpenisilin (PenisilinmV),

    merupakanlantibiotik yanglefektif untuk mengatasi infeksilstreptokokus(termasuk

    pneumokokus),linfeksikmeningokokus,lantraks, difteri,lgangren gas,lleptospirosis

    dan penyakitlLyme padakanak-anak. Namun,kpenicillin Vkmempunyai efektivitas

    yang lebih lemah dari penicillin G.kPenicillin G tidak rentang terhadap asam

    lambung dan absorpsinyakrendah dalam usus oleh sebab itukobat ini diberikan

    secarakparenteral.kSedangkan penisilinlV lebih tahan terhadap asam lambung dan

    absorpsinya rendah dalamlusus oleh sebab itu obat ini dapat diberikan secaraloral

    sesuai (Badan POM RI, 2014).

    Naturalkpenisilin memiliki waktu paruh yang sangat singkat sesuai dengan

    tertera pada tabel II.2 sehingga diberikan dengan frekuensi pemberianlyang sering

  • 12

    atau diberikan injeksi secarakkontinyu. Naturalkpenisilinlumumnya digunakan

    untuk indikasi sifilis, terutama neurosifilis. Selain itu, dapatkdigunakan pada pasien

    yang rentankterhadap infeksi streptococcus seperti faringitis ataueendokarditis

    (Gallagher & MacDougall, 2018).

    b) Penisilin resisten enzim beta-laktamase stafilokokus

    Penisilinagolongan ini resisten terhadap β-laktamase staphylococcal sehingga

    aktif terhadapkstafilokokus dan streptokokus tetapi resisten pada bakteri

    enterokokus,jbakteri anaerob,kdan bakteri Gram-negatifkberbentuk kokus dan

    batang.jContoh dari penisilin ini yaitu penisilin isoksazolilmseperti metisilin,

    nafsilin dan penisilin isoksazolil. Penisilin isoksazolil umumnyakmempunyai

    bioavaibilitasjcukup baik dan stabil pada kondisi asam lambung, tetapi makanan

    dapat mengganggu abosrbsinya sehingga dapat diberikan 1 jam sebelum atau

    sesudah makan.lSedangkan oksasilin dan nafsilin diberikan secara intravena untuk

    mengatasi infeksi stafilokokusjsepertijendokarditis (Beauduy & Winston, 2018).

    c) Aminopenisilin

    Antibiotikmyangmmasuk dalam golongan ini diantaranya amoksisilin dan

    ampisilin. Obat ini memiliki aktifitas lebih besar daripada penisilin G terhadap

    bakteri gram negatif karena kemampuannya menembus membran luar bakteri Gram

    negatif,ktetapi sama-sama rentan diinaktifkan oleh enzimkbeta-laktamase. Pada

    aminopenisilin, keduanya memiliki aktivitas sama namun amoksisilin lebih mudah

    diabsorbsi jika diberikan perloral (Gallagher & MacDougall, 2018).

    Amoksisilinkdapat diberikan untuk mengobatilinfeksi saluran kemih,lsinusitis,

    otitis,ldanlinfeksi saluran napaskbawah.kSedangkan,kantibiotik ampisilin tidak

    dapat digunakan sebagai terapi empirislpada infeksi saluranlkemih, meningitis,jdan

    demam tifoid, karena banyaknya spesies gram negatif yang menghasilkan beta-

    lactamase dan resisten (B. Katzung, 2012).

    d) Pseudopenisilin

    Penisilinkgolongan ini termasuk karbenisilin, tikarsilin, dan piperasilin yang

    dapat melawan aktivitas bakterikPseudomonas aeruginosa, sebagai penyebab

    infeksi nosokomial yangttelah resisten terhadap beberapajantibiotik.kGolongan

    pseudopenisilin peka dengan enzim betalaktamase, sehingga pemberiannya

    dilakukan secara intravena. Meski peka terhadap enzim beta-laktamase, golongan

  • 13

    ini mempunyai aktivitas terhadap bakteri streptokokusjdanjenterokokus (Gallagher

    & MacDougall, 2018).

    Meskipun aminopenisilinkdan antipseudomonaskpenisilin memiliki aktivitas

    yang intrinsikkterhadap bakteri gram negatif, kedua golongan ini tetap rentan

    terhadap enzim beta-laktamase.jOleh karena itu,hpenisilin yang rentan terhadap

    beta-laktamase dapat dikombinasikan dengan agen penghambat enzim beta-

    laktamase.kKombinasi dengan bahan penghambat enzim betalaktamase seperti

    asam klavulanat, sulbaktam dapat meningkatkan aktifitaskpenisilin sehingga dapat

    membunuh bakteri contohnya ampisilin-sulbaktam (Gallagher & MacDougall,

    2018; William A. Petri, 2011).

    Tabel II. 2 Parameter-parameter Farmakokinetik untuk Beberapa Penicillin (KPRA RSUD Dr.

    Saiful Anwar Malang, 2016)

    Obat Cara Pemberian Waktu Paruh (jam) Eksresi di

    Ginjal (%)

    Penyesuaian Dosis

    Pada Gagal Ginjal

    Natural Penicillin

    Penisilin G im, iv 0,5 79-85 Ya

    Penisilin V per oral 0,5 20-40 Ya

    Penicillin Anti-staphylococcus (resisten penicillinase)

    Nafisilin im, iv 0,8-1,2 31-38 Tidak

    Oxasilin im, iv 0,4-0,7 39-66 Tidak

    Kloxasilin per oral 0,5-0,6 49-70 Tidak

    Dikloxasilin per oral 0,6-0,8 35-90 Tidak

    Ampisilin per oral, im, iv 1,1-1,5 40-92 Ya

    Amoksisilin per oral 1,4-2,0 86 Ya

    Nafisilin im, iv 0,8-1,2 31-38 Tidak

    Penicillin Anti-pseudomonas

    Karbenisilin per oral 0,8-1,2 85 Ya

    Mezlosilin im, iv 0,9-1,7 61-69 Ya

    Piperasilin im, iv 0,8-1,1 74-89 Ya

    Tikarsilin im, iv 1,0-1,4 95 Ya

  • 14

    e) Pseudopenisilin

    Penisilinkgolongan ini termasuk karbenisilin, tikarsilin, dan piperasilin yang

    dapat melawan aktivitas bakterikPseudomonas aeruginosa, sebagai penyebab

    infeksi nosokomial yangttelah resisten terhadap beberapajantibiotik.kGolongan

    pseudopenisilin peka dengan enzim betalaktamase, sehingga pemberiannya

    dilakukan secara intravena. Meski peka terhadap enzim beta-laktamase, golongan

    ini mempunyai aktivitas terhadap bakteri streptokokusjdanjenterokokus (William

    A. Petri, 2011).

    Meskipun aminopenisilinkdan antipseudomonaskpenisilin memiliki aktivitas

    yang intrinsikkterhadap bakteri gram negatif, kedua golongan ini tetap rentan

    terhadap enzim beta-laktamase.jOleh karena itu,hpenisilin yang rentan terhadap

    beta-laktamase dapat dikombinasikan dengan agen penghambat enzim beta-

    laktamase.kKombinasi dengan bahan penghambat enzim betalaktamase seperti

    asam klavulanat, sulbaktam dapat meningkatkan aktifitaskpenisilin sehingga dapat

    membunuh bakteri contohnya ampisilin-sulbaktam (Gallagher & MacDougall,

    2018).

    2. GolongankSefalosporin

    Golonganmsefalosporin merupakanlantibiotik yangjserupa dengan penisilin,

    dengan mekanismekkerja menghambatksintesis dinding selkbakteri.kNamun,

    mayoritasnyakdibandingkan dengan penisilin, golongan sefalosporin lebihlstabil

    terhadaplenzimlbeta-laktamase sehinggalmemiliki spectrum aktivitas yang lebih

    luasl(Beauduy & Winston, 2018).mBerdasarkan sistem generasi dan spektrum

    aktivitas antimikroba,kgolongan sefalosporin dibagi menjadi 4kgenerasi (Gallagher

    & MacDougall, 2018).

    a) Sefalosporin Generasi Pertama

    Antibiotikkgolongan sefalosporin generasimpertama diantaranya sefazolin,

    sefadroxil, sefalexin, sefalotin, sefapirin, dan sefradin.gSpektrum antibakteri

    sefalosporin generasi pertama ini lebih sempitldibandingkan generasi berikutnya,

    namun memiliki aktivitas baik pada bakteri gram-positif.jKebanyakan bakteri gram

    positiflterutama aktif terhadap cocci (pneumokokus,lstreptokokus,lstafilokokus)

    kecuali enterococci, MRSAldan S. Epidermis.kSefaleksin memiliki efek samping

    pada saluran pencernaan, sehingga disarankan diberikan bersama makanan, disis

  • 15

    lain sefaleksin memiliki adsorbsikyang baik sehingga cocok diberikan secara oral.

    Saat ini,ksefazolin merupakan satu-satunyamsefalosporin parenteral generasi

    pertama yang masih digunakan secara umum.kSelain Penggunaanya bisa melalui

    intravena maupun intramuskular.mPada pasien gangguan fungsi ginjal harus

    diperhatikan penyesuaian dosisnya karena semua golongan obat ini di ekskresi

    melalui urin melaluikfiltrasi golemurulus dan sekresiktubulus. Contoh lainnya ialah

    sefadroksil (Beauduy & Winston, 2018; William A. Petri, 2011).

    b) Sefalosporin Generasi Kedua

    Sefalosporinmgenerasi kedua diantaranya sefaklor, sefamandol, sefonisid,

    sefuroksim,ksefprozil, lorakarbasef, seforanid, serta sefamisin. Sefalosporin

    generasi ini lebih tahan terhadap enzim beta-laktamase dan memiliki aktivitaskyang

    lebih baikkpada bakterikgram negatifkkhususnya bacteri anaerob. Waktu paruh

    elimasinya hampir sama seperti generasijpertama tetapikkemampuanlmenembus

    cairankserebospinal lebihkbaik (Gallagher & MacDougall, 2018). Sefamandol,

    sefuroksin,ksefonisid,kseforanid,kdan sefaklor aktif terhadapmH.minfluenzae,

    sebaliknya sefoksitin,lsefmetazol, danlsefotetan aktif terhadap B.lfragilis. Seperti

    generasi pertama,lsefalosporinlgenerasi kedua kurang aktifLterhadapkenterokokus

    ataulP. auroginosa (Katzung, 2012)

    Umumnya sebagaian besar sefalosporin generasi kedua, diberikan secara infus

    intravena 1g,ldan sebaiknya tidak diberikan secara intramuscular karena dapat

    menimbulkan nyeri.kPenyesuaian dosis diperlukan pada orang yang mengalami

    gangguan ginjal. Sefaklor, sefuroksim aksetil, sefprozil, dan lokarbasefldapat

    diberikan secaraloral. Dosis lazimmuntuk dewasa adalahl10-15mg/kg/hari dalam

    dua ataukempat kalildosis.kSedangkan untuk anak peru diberil20-40 mg/kg/hari

    hinggalmaksimalk1g/hari (Katzung, 2012).kSefalosporin generasi kedua banyak

    digunakan untuk mengatasi infeksi saluran pernafasan bagian bawah, sinusitis,

    otitis, pneumonia, infeksi anaerobik campuran seperti peritonitis,cdiverticulitis, dan

    penyakit radangkpanggul (Deck & Winston, 2015).

    c) Sefalosporin Generasi Ketiga

    Antibiotikmsefalosporin generasikketiga mencakup sefoperazon,ksefotaksim,

    seftazidim, seftizoksim, seftriakson, sefiksim,lsefpodoksimlproksetil,ksefditoren

    pivoksil,lseftibuten, dankmoksalaktam.kBilakdibandingkan dengan sefalosporin

  • 16

    generasi kedua,lgenerasi ketiga ini lebih memiliki aktivitas yeng lebihkluas

    terhadap bakterikgram-negatif.mSefalosporin generasi ketiga mampu menembus

    sawar darah di otak dan lebih tahan terhadap enzimmbeta-lactamase (Beauduy &

    Winston, 2018).fSefalosporinkgenerasi ketiga dapat menembus cairan tubuh dan

    jaringan dengan baik, sehingga hampir semuanya diberikan secara intravena

    dengan pengecualian sefoperazon.kHampir semua obat dieliminasi melalui urin

    kecuali sefoperazon dan seftriakson yang diekskresi melalui empedu sehingga

    untuk kedua obat ini tidak perlu penyesuaiankdosis pada pasienlgangguan ginjal

    (Deck & Winston, 2015).

    Sefalosporinkgenerasi ini dapat digunakan untukkmengobati berbagaikmacam

    infeksilserius oleh organisme yangkresisten terhadapkobat lain. Ceftazidimeldan

    cefoperazone merupakan golongan sefalosporin yang memiliki aktivitas melawan

    bakteri Pseudomonas aeruginosa, sehingga bisa digunakan untuk penyakit Infeksi

    saluran pernafasan bawah, infeksi nosokomial dan pyelonepritis. Seftriaksonldan

    sefotaksimladalah sefalosporin yang paling aktifkterhadap pneumokokuskyang

    rentan terhadap penisilinbsehingga di anjurkan untuk terapilempiris infeksilserius.

    Selain itu, seftriakson dan sefotaksim telah disetujui untuk pengobatan meningitis

    akibat penumokokus, meningokokus, H. influenza, maupun bakteri gram-negatif

    yang rentan. Waktu paruh obat ini sangatlbervariasi, misalnya seftriaksonlwaktu

    paruh 7-8ljam dengan dosis 15-50mg/kg/hari disuntikkan setiap 24jam. Dosis 2g

    setiap 12 jam dianjurkan untuk mengobati meningitis, sediaan seftriakson di RSUD

    Dr. Iskak tersedia dalam bentuk 1 gram serbuk injeksi yang dapat dilihat pada tabel

    II.3 (Katzung, 2012). Dalam studi yang dilakukan di RSUD Prof. Dr. Margono

    Soekarjo Purwokerto menunjukkan sebanyak 52,29% penggunaan antibiotik

    seftriakson, sedangkan sefotaksim dengan persentase yang lebih sedikit

    dibandingkan dengan seftriakson, yaitu 8,15% digunakan dalam IPD karena

    memiliki efektivitas yang lebih luas dibandingkan dengan generasi sebelumnya

    terutama pada Gram negatif (Lestari dkk., 2018). Penyakit lain yang dapat diatasi

    oleh golongan ini yaitu gonorea, dan penyakit lyme. Bentuk sediaan serta dosis

    terapi yang tersedia untuk golongan sefalosporin di RSUD Dr. Iskak Tulungagung

    dapat dilihat pada tabel II.3 (Gallagher & MacDougall, 2018; Komite Farmasi dan

    Terapi RSUD Dr. Iskak Tulungagung, 2019).

  • 17

    Tabel II. 3 Penggunaan Antibakteri Golongan Beta-laktam Berdasarkan Pola Peta Kuman di RSUD

    Dr.Iskak Tulungagung (Komite Farmasi dan Terapi RSUD Dr. Iskak Tulungagung, 2019; World

    Health Organization, 2018a)

    Antibiotik Kode ATC Rute DDD Dosis Terapi dewasa

    Penisilin

    Penisilin G J01CE01 im 3.6g Benzatin benzil penisilin (1,2 juta

    UI/mL; 2,4 juta UI/mL)

    Penisilin V J01CE02 Per oral 2g 0,125g; 0,25g; 0,5 g

    Kloksasilin J01CF02 Per oral 2g 0,5 g

    Amoksisilin J01CA04 Per oral 3g 0,25-0,5 g tiga kali sehari

    Amoksisilin/Klavulanat

    J01CR02 Per oral 1.5g 500/125 mg

    J01CR02 iv 3g 1g/200 mg

    Sefalosporin Generasi I

    Sefadroksil J01DB05 Per oral 2 g 0,25-0,5 g

    Sefaleksin J01DB01 Per oral 2g 0,25-0,5 g

    Sefazolin J01DB04 iv 3g Ser. Inj 1 g/vial

    Sefalosporin Generasi II

    Sefuroksim

    J01DC02 Per oral 0.5g 0,25 g; 0,5 g

    J01DC02 iv 3g Serb. Inj 0,75-1g

    Sefalosporin Generasi III dan IV

    Sefotaksim J01DD01 iv 4g 0,5 – 1 g

    Seftazidim J01DD02 iv 4g 1 g

    Seftriakson J01DD04 iv 2g 1 g serb. inj

    Sefiksim J01DD08 Per oral 0.4g 100-200 mg

    Sefepim J01DE01 iv 4g 100mg serb. Inj.

    Sefpirom J01DE02 iv 4g serb. Inj 1.000 mg

    Karbapenem

    Meropenem J01DH02

    iv 3g Serb. Inj. 0,5-1 g (Untuk terapi lini

    ketiga infeksi yang disebabkan

    kuman penghasil ESBL)

    d) Sefalosporin Generasi Keempat

    Sefepimmmerupakanksalah satu contoh antibiotik sefalosporin generasi empat

    yang tersedia dan memilikilspektrum paling luas sehingga dapatlmelawan bakteri

    gramknegatif, gram positifltermasukmPseudomonas.lSefepim dapat menembus

    cairan serebrospinalkdengan baik, serta memiliki aktivitas yang baik terhadap

  • 18

    Pseudomonaskaeruginosa,lEnterebacteriaceae, S.aureus, dan S. penumoniae.

    Sefepim digunakan terutama untuk infeksi nosokomial.jMeskipun dinyatakan

    untuk mengatasi Infeksi saluran pernafasan bawah dankinfeksi saluran kemih,

    sefepim mampu membunuh infeksi di berbagai tempat (Gallagher & MacDougall,

    2018).kSefepim dieliminasi di ginjal dengan waktu paruh 1 – 2 jamk(Pottinger,

    Reller, & Ryan, 2014).

    3. Golongan Karbapenem

    Golongan karbapenem,ksecara struktural mirip dengan antibiotika beta-laktam

    dan memiliki spectrum yang luas dengan aktivitas yang baik terhadap P.

    aeruginosa, organisme gram-positif, dan anaerob. Golongan ini meliputi

    doripenem, ertapenem, imipenem, dan meropenem. Mekanime kerja sama seperti

    golongan betalaktam yang lain tetapi dilihat dari strukturnya unik dan berbeda

    dengan golongan penisilin dan sefalosporin. Antibiotik golongan ini resisten

    terhadap kebanyakan beta-laktamase, namun tidak terhadap karbapenase atau

    metalo-beta-laktamase (Gallagher & MacDougall, 2018).

    4. Golongan Monobaktam

    Aztreonammmeruapakan satu-satunya monobaktam yang tersedia yang

    memiliki cincin betalaktam monosiklik.kAktivitasnya terbatas padakbakteri gram

    negatifkdan tidaklmempunyaihaktivitas padaxbakteri gramxpositif maupunlbakteri

    anaerob. Pada pasien yang memilikilalergi terhadaplbeta-laktam, aztreonam bisa

    dijakanlpilihankterapi (Beauduy & Winston, 2018; Gallagher & MacDougall,

    2018)

    5. Golongan Inhibitor Enzim beta-laktamase

    Penghambatkbetalaktamase yang mirip dengan molekul beta-laktam, namun

    efek antibakterinya sangat lemah, seperti asam klavulanat, sulbaktam,ltazobaktam.

    Golongankini mampu melindungi inaktivasi penisilin yang terhidrolisis dari enzim

    betalaktamase.jSediaankyang teredia di pasaran hanya sediaan kombinasi antara

    golongan penghambat enzim betalaktamase dengan penisilin dan atauksefalosporin

    (Beauduy & Winston, 2018b).

  • 19

    - Antibiotik Glikopeptida dan Lipopeptida

    Contohmantibiotikkgolongan glikopeptida adalah vankomisin dan teikoplanin.

    Vankomisin dihasilkan dari bakteri Streptococcus orientalis dan Amycolatopsis

    orientalis yang dapat melawanibakteri gram posirif menghambat sintesis dinding sel

    dengan berikatan di rantaiiterminal d-Alanin-d-Alanin pada peptidoglikan yang baru

    terbentuk.kKejadian ini akan menghambat transglikosilase dan mencegah elongasi

    dan cross-linking darikpeptidoglikan.lPemberian secara parenteral yaitu intravena

    dan buruk pada pemberian oral karena kurang dapat diserap dari saluran

    cerna.jTeicoplanin memiliki mekanismekyang sama tetapi pemberiannya secara

    intramuskular. Dalbavansin dan oritavansin merupakan contoh dari lipoglikopeptida

    turunan teikoplanin. Keduanya memilikimwaktu paruh yang panjang karena

    eliminasinya yang lama.mDaptopmisin merupakan antibiotik golongan lipopeptida

    yang spektrum aktivitasnya serupa dengan vankomisin dan digunakan untuk infeksi

    kulit dan jaringan lunak, endokarditisjdanjbakterimia (Beauduy & Winston, 2018b;

    Gallagher & MacDougall, 2018).

    - Antibiotik Tetrasklin

    Tetrasiklindmerupakan turunan semisintetik dari klortetrasiklin yang merupakan

    antibiotikkbakteriostatik yang memiliki aktivitas spektrum yang luas dengan

    mekanisme menghambat sintesis proteinjdarijbakteri. Antibiotik tetrasiklin masuk

    ke dalam mikroorganisme dengan mekanisme difusi pasif dan transort aktif. Setelah

    berada di dalam sel bakteri, tetrasiklin tersebut mengikat secara reversible subunit

    30s ribosom sehingga memblokir pengikatan aminoasil-tRNA ke situs akseptor

    pada kompleks mRNA-ribosom dan mencegah asam amino bertambah di peptida.

    Tetrasiklin dikenal sebagai antibiotik spektrum luas karena aktif melawan bakteri

    Gram positif, Gram negatif, bakteri anaerob serta aerob sehingga bisa dijadikan

    pilihan terapi untuk mengatasi penyakit lyme dan riketsia. Antibiotik yang masuk

    dalam golongan ini ialah tetrasiklin, klortetrasiklin, oksitetrasiklin, doksisiklin,

    minosiklin, dan tigesiklin. Mayoritas Antibiotik dari golongan ini diberikan secara

    peroral. Doksisiklin dan minosiklin memiliki bioavaibilitas hampir 100% seperti

    yang ditunjukkan pada tabel II.4. (Beauduy & Winston, 2018; Gallagher &

    MacDougall, 2018).

  • 20

    Tabel II. 4 Beberapa Sifat Tetrasiklin dan Obat-obat Segolongan (KPRA RSUD Dr. Saiful Anwar

    Malang, 2016)

    Obat Rute yang dipilih Waktu Paruh

    Serum (jam) Ikatan Protein Serum ((%)

    Tetracycline HCl Per oral, i.v. 8 25-60

    Chlortetracycline HCl Per oral, i.v. 6 40-70

    Oxytetracycline HCl Per oral, i.v. 9 20-35

    Demeclocycline HC Per oral 12 40-90

    Methacycline HCl Per oral 13 75-90

    Doxycyclin Per oral, i.v. 18 25-90

    - Antibiotik Makrolida

    Anti bakteri dari eritromisinjdan makrolida lainnya sering digunakan pada

    pasien untuk mengobatijbakteri patogen terutama pada organ respiratori karena

    spektrumnya yang luas.jAntibiotik ini dapat menghambatan pertumbuhan bakteri

    atau efek bakteriostatik, tetapi dapat berubah menjadi bakterisidal jika digunakan

    pada kadar yang tinggi pada organisme yang rentan. Penghambatan sintesis protein

    terjadi melalui pengikatan secara reversibel pada RNA sub unit ribosom 50S.

    Eritromisin aktif terhadap bakteri aerob gram positif bentuk coccus dan basil.

    Golongan antibiotik makrolida antara lain eritromisin, azitromisin, clarithromisin

    dan telithromisin (Brunton, et al., 2011).

    Basis eritromisin dihancurkan oleh asam lambung sehingga harus diberikan

    dengan lapisan enterik. Makanan mengganggu penyerapan. Penyesuaian untuk

    gagal ginjal tidak diperlukan karena sejumlah besar dosis yang diberikan

    diekskresikan melalui empedu dan hilang dalam kotoran, dan hanya 5% yang

    diekskresikan melalui urin. Obat terserap didistribusikan secara luas kecuali ke otak

    dan cairan serebrospinal. Eritromisin dapat menembus sawar darah plasenta dan

    mencapai janin. Resistensi makrolida di antara S. pneumoniae sering berdampingan

    dengan resistensi penisilin. Stafilokokus tidak sensitif terhadap eritromisin, terutama

    strain yang resistenkmetisilin. Eritromisin digunakankuntuk indikasi infeksiksaluran

    pernafasan,lpneumonia,lfaringitis, infeksilkulit dan jaringanllunak, dan profilaksis

    endokarditis (Deck & Winston, 2015).

  • 21

    - Antibiotik Linkosamida

    Contoh antibiotik dari golongan ini adalah klindamisin. Antibiotik ini memiliki

    mekanisme kerja yang menyerupai antibiotik golongan makrolida yaitu dapat

    menghambatxsintesis proteinxdengan cara berikatanxdengan ribosomxsubunit 50s.

    Klindamisinxdiindikasikan untuk mengatasi infeksi pada kulit dan jaringan yang

    disebabkan oleh streptokokus dan stafilokokus. Selain itu, klindamisin

    direkomendasikan untuk profilaksis pada pasien endokarditis dengan penyakit

    katup jantung dan memiliki sejarah resisten penisilin (Beauduy & Winston, 2018;

    Brunton et al., 2011).

    - Antibiotik Kloramfenikol

    Antibiotikgolongan kloramfenikol dapat menghambatxsintesis proteinldengan

    mengikatxsubunit ribosom 50S dari bakteri secara reversible. Kloramfenikol

    bersifat bakteriostatikxberspektrum luas yangxaktif melawan bakteri baiklaerobik

    maupunlanaerobik serta gramlpositif danlgramlnegatif. Pemberiannya secara oral

    dan akan terdistribusi luas hampir ke semua jaringan dan cairan tubuh bahkan

    cairanlserebrospinal. Sebagiankbesar obatldieliminasi melaluixginjal dan sebagian

    kecil obat aktif diekskresikan melalui empedu dan feses. Pemberian pada bayi dan

    balita harus berhati-hati karena dapat menyebabkan sindrom abu-abu atau gray

    baby syndrome. Kloramfenikoljbisa dijadikan terapi alternatif setelah beta-laktam

    untuk mengatasi meningitis (Beauduy & Winston, 2018). Kloramfenikol dapat

    digunakan untuk indikasi tifus, meningitis bakteri yang terjadi pada pasien yang

    memiliki reaksi hipersensitif besar terhadap penisilin.kSelain itu, kloramfenikol

    juga digunakan secara topikal untuk infeksi mata karena spektrumnya yang luas

    dan penetrasi baik ke dalam jaringan okular danmaqueousnhumor (Deck &

    Winston, 2015).

    - Antibiotik Oxazolidinon

    Mekanisme dari Antibiotik ini yaitu mencegah sinstesis protein bakteri dengan

    berikatan pada ribosom RNA 23S dan 50S dan bekerja secara bakteriostatis

    terhadap beberapa bakteri. Linezolida merupakan contoh dari Antibiotik golongan

    ini. Linezolid dipercaya dapat mengatasi resistensi vankomisin dan pencegahan

  • 22

    pneumonia. Selain itu, juga sebagai terapi pada resistensi beberapa antibiotik

    untuk Tuberkulosis dan infeksi Nocardia (Beauduy & Winston, 2018).

    - Antibiotik Aminoglikosida

    Antibiotik ini diantaranya streptomisin, neomisin, kanamisin, amikasin,

    gentamisin,ltobramisin, sisomisin,lnetilmisin, dan lain-lain. Umumnya antibiotik

    ini dikombinasikan denganjantibiotik golongan beta-laktam pada pasien dengan

    infeksi serius oleh bakteri Gram-negatif.jAntibiotik ini berikatan pada ribosom

    bakteri sehingga menyebabkan kesalahan dalam pemacaanmkode protein,

    kesalahan pembentukankformasi protein dan penghambatan sintesis protein. Hasil

    penghambatannya bersifat irreversible (MacDougall & Chambers, 2011).

    Gentamisin dan tobramisin adalahlobat yangxpaling banyakxdigunakan dari

    golonganlini. Sedangkan amikasin umumnya digunakan untuk bakteri yang sudah

    resisten terhadap gentamisin dan tobramisin. Streptomisin memiliki kegunaan

    yang terbatas yaitu hanya spesifik ke bakteri Enterococcus, dan tuberculosis.

    Aminoglikosida tidak dapat menembus Blood Brain Barrier (BBB) sehingga

    berada di tulang dan cairan sinovial. (Beauduy & Winston, 2018; Gallagher &

    MacDougall, 2018).

    - Antibiotik Sulfonamida

    Antibiotik golonganmsulfonamide memiliki mekanisme kerja dengan

    menghambat dihidropteroat sintase yang merupakanxsalah satu enzim yang

    dibutuhkanluntuk mensintesis purin dan menghambat produksi folat (sebagai obat

    antifolat). Sulfonamid peka terhadapxbakteri gramxpositif dan gramxnegatif, dan

    beberapalprotozoa, akan tetapi aktivitasnya buruk terhadap anaerob. Pseudomonas

    aeruginosa secara intrinsik resisten terhadap antibiotik golongan sulfonamid.

    Sulfonamid diabsorbsi dan didistribusikanxsecara luaslkeljaringan dan cairan tubuh

    (termasuk sistem sarafxpusat dan cairanxserebrospinal), plasenta, danxjanin.

    Pengikatan protein bervariasi dari 20% hingga lebih dari 90%. Sulfonamida

    diekskresikan ke dalam urin, terutama oleh filtrasi glomerulus sehingga perlu

    penyesuaian dosis untuk pasien yang mengalami gangguan ginjal (William A. Petri,

    2011).

  • 23

    Sulfonamid dibagi menjadi tiga kelompok utama, yaitu (1) oral, dapat diserap

    seperti sulfisoksazol, sulfametoksazol, sulfadiazine, dan sulfadoksin; (2) oral, tidak

    dapat diserap seperti sulfasalazine yang digunakan secara luas pada colitis

    ulserativa, enteritis, dan penyakit usus lainnya; dan (3) topikal seperti larutan atau

    salep mata natrium sulfasetamid yang efektif untuk konjungtivitas bakteri.

    Golongan sulfonamid jarang diberikan sebagai agen tunggal dan biasanya

    dikombinasi dengan trimetoprim untuk meningkatkan aktivitasnya dan biasanya

    kombinasi ini digunakan untuk pilihan terapi infeksi seperti Pneumocystis jiroveci,

    pneumonia, toksoplasmosis, nokardiosis, dan infeksi bakteri lainnya (Deck &

    Winston, 2015).

    - Antibiotik Trimetoprim

    Trimetoprim atau trimetoksibenzilpirimidin merupakan antibiotik yang dapat

    menghambat secarajselektif enzim dihidrofolicjacid reductase pada bakteri yang

    berfungsipmerubah asam dihidrofolat menjadi asam tetrahidrofolat sehingga

    pembentukan purin terganggu dan berpengaruh padalDNA. Trimetropin biasanya

    diberikan secara oral secara tunggal (100 mg dua kali sehari) atau dengan

    dikombinasikanmbersama sulfametoksazol. Kombinasi trimetoprim dan

    sulfametoksazol bersifat bakterisidal sehingga meningkatkan terapi apabila

    dibandingkan dengan penggunaan sulfametoksazol sendiri. Kombinasi ini dapat

    diberikan secara intravena yang efektif untuk berbagai jenis infeksi seperti

    pneumonia, P. jiroveci, shigelois, infeksi salmonella sistemik, infeksi saluran

    kemih, prostatis dan beberapa infeksi non-tuberkulosa lain (Beauduy & Winston,

    2018b; Deck & Winston, 2015).

    - Antibiotik Kuinolon

    Kuinolon merupakan analog dari asam nalidiksat yang bekerja menghambat

    sintesis asam nukleat dengan hambatan pada enzim topoisomerase II (DNA girase)

    sehingga bisa digolongan mempunyai efek bakterisidal. Selain itu, kuinolon bekerja

    pula menghambat topoimerase IV sehingga terjadi pemisahan DNA kromosom

    yang di replikasi ke dalam sel anak selama pembelahan sel. Aktivitas dari kuinolon

    luas dan beberapa seyawa golongan ini adalah norfloksasin,jsiprofloksasin,

    levofloksasin dan ofloksasin. Siprofloksasin adalah Antibiotik golongan kuinolon

  • 24

    yang aktif terhadap gram negatif terutama pada P. aeruginosa.jNorfloksasin

    merupakan golongan kuinolon yang paling sedikit aktif melawan bakteri gram

    positif dan negatif. Sedangkan levofloksasin dan oflofoksasin aktivitasnya paling

    kuat terhadap bakteri gram positif. Golongan ini terabsorbsi baik pada pemberian

    oral, bioavaibilitasnya 80-95%. Siprofloksasin dan levofloxacin sudah disetujui

    oleh FD untuk bisa dijadikan terapi pilihan untuk profilaksis dan terapi antraks

    (Beauduy & Winston, 2018; Brunton et al., 2011).

    2.3 Prinsip Penggunaan Antibiotik

    Prinsipmpenentuan penggunaan antibiotik pada penyakit infeksi harus

    dengan mengetahui lokasi infeksi, kondisi immunokompromijseperti lanjut usia,

    diabetes dan melakukan uji mikrobiologi seperti kultur untuk memastikan bakteri

    apa yang menyebabkan terjadinya infeksi. Secara umum penggunaan antibiotik

    berfungsi untuk mengatasi infeksi yang disebabkan oleh bakteri. Oleh karena itu,

    pemilihan untuk penanganan infeksi tersebut adalah mempertimbangkankfaktor

    pasien dan faktor diluar pasienk(Leekha et al., 2011).

    a) Faktor pasien

    Faktorkyang dimaksudkan adalah kondisi ginjal dan hati, umur pasien, kondisi

    kehamilan dan menyusui, riwayat antibiotik yang sedang digunakan dan riwayat

    alergi. Ginjal dan hati merupakanforgan utama yang berfungsi untuk mengeliminasi

    obat dari tubuh, apabila terjadi kerusakan pada organ tersebut, proses eliminasi obat

    akan mengalami penurunan, sehingga perlu dilakukan penyesuaian dosis untuk

    menghindari akumulasi dan toksisitas pada organ tersebut.jBegitu pula dengan

    umur, dosis obat memerlukan luas permukaan tubuh dan fungsi ginjal.jPada pasien

    geriatri, kadar kreatinin serum tidak selalu menunjukkan fungsi ginjal oleh karena

    itu dibutuhkanmumur dan beratmbadan pasienmuntuk menunjukkanmklirens

    kreatininnya (Leekha et al., 2011).

    b) Faktor luar dari pasien

    Faktor yang harus diperhatikan adalah farmakokinetik dan farmakodinamik

    obat, spektrum aktivitas dan efek pada flora normal, dosis, potensi efek samping

    yang ditimbulkan, interaksi, hingga harga obat. Sifat farmakokinetika obat

  • 25

    menentukan regimen antimikroba karena sifat farmakokinetika menggambarkan

    absorbsi, distribusi, metabolisme, dan eliminasi obat. Dengan mengetahui

    antibiotik yang memiliki bioavaibilitas baik misalnya antibiotika beta laktam,

    pemilihan rute pemakaian oral obat akan bergantung pada penyakit dan lokasi

    infeksinya. Berbeda dengan kondisi infeksi pada organ konsentrasi sistemik yang

    tinggi, antibiotik harus segera menuju ke lokasi terinfeksi (meningitis) atau pada

    antibiotik dengan bioavaibilitas yang rendah, rute intravena harus dipilih (Oliphant

    & Madaras-Kelly, 2013). Secaraxumum terdapatxdua kelompok antibiotika

    berdasarkanxsifatlfarmakokinetiknya, yaitul(KPRA RSUD Dr. Saiful Anwar

    Malang, 2016) ;

    ‒ Timeldependentlkilling. Yaitualamanya antibiotikalberada dalam darah dalam

    kadarpdiatas KHM sangat penting untuk memperkirakan outcome klinik

    ataupunjkesembuhan.jPada kelompok inilkadar antibiotikaldalam darahldi atas

    KHMxpaling tidakxselama 50%xinterval dosis.kContohxantibiotika yang

    tergolongxtimexdependent killingkantara lain penicillin,xcephalosporin,xdan

    macrolide.

    ‒ Concentrationldependent. Yaituksemakinktinggi kadarlantibiotika dalam darah

    melampauilKHM makalsemakin tinggilpula daya bunuhnyalterhadaplbakteri.

    Pada kelompokiini diperlukanirasio KHMzsekitar 10.xArtinya bahwalrejimen

    dosislyang dipilihlharuslah memilikilkadarldalam serumiatau jaringani10lkali

    lebih tinggildari KHM.kJikalgagallmencapai kadarlini diltempatiinfeksiiatau

    jaringanxakan mengakibatkanxkegagalan terapi, sehingga inilahiyangkkadang

    menyebabkanlantibiotiklmenjadilresistensi.

    2.3.1 Prinsip Penggunaan Antibiotika Bijak

    Dewasamini pemerintah telah mengeluarkan aturan dalam menggunakan

    antibiotik secara bijak. Diantaranya sebagai berikut (Kemenkes RI, 2011b):

    a) Penggunaanaantibiotik bijak, yaitulpenggunaankantibiotikkdenganlspektrum

    sempit, pada indikasilyang ketatidengan dosislyangladekuat, interval danilama

    pemberianxyangxtepat.

    b) Kebijakankpenggunaan antibiotik ditandai dengankpembatasanxpenggunaan

    antibiotikldan mengutamakanlpenggunaanlantibiotik linilpertama.

  • 26

    c) Pembatasanmpenggunaan antibiotikxdapat dilakukanxdengan menerapkan

    pedomanxpenggunaan antibiotik,xpenerapanxpenggunaan antibiotikxsecara

    terbatas danxpenerapanxkewenangan dalamxpenggunaanxantibiotikxtertentu.

    d) Indikasixketatxpenggunaanxantibiotikxdimulaildengan

    menegakkanxdiagnosis penyakitxinfeksi,amenggunakanxinformasi klinis dan

    hasil darilpemeriksaan laboratoriumnmeliputi ujinmikrobiologi, serologi,ndan

    penunjang lainnya. Antibiotikxtidakxdiberikan padalpenyakit

    infeksiiyangidisebabkan olehlvirus atau penyakitlyang dapat sembuhlsendiri

    (selfllimited).

    e) Pemilihan antibiotikxharus berdasarxpada:

    - Informasi mengenaixspektrumxkuman penyebablindeksi dan polalkepekaan

    terhadapkantibiotik.

    - Hasilkpemeriksaankmikrobiologilataukperkiraan kumanxpenyebabkinfeksi.

    - Profilkfarmakokinetikxdan farmakodinamikxantibiotik.

    - Melakukanxde-eskalasi setelahxmempertimbangkanlhasil mikrobiologildan

    keadaan klinislpasien sertaxketersediaanxobat.

    - Obat dipilihxataskdasarkpaling costkeffective danxaman.

    - Prinsip 5B1W (benar pasien, benar obat, benar dosis, benar waktu dan cara

    pemberian, waspada efek samping serta resistensi obat).

    f) Meningkatkan pemahamanmtenaga keseharan terhadap penggunaan antibiotik

    sehingga menjamin ketersediaanmtenaga kesehatan yang kompeten,

    meningkatkanxketersediaanxdan mutuxfasilitas penunjang,xmengembangkan

    sistem penanganan penyakitdinfeksi secarasbersamaan, membentuk tim

    pengendalijdanlpemantau penggunaanxantibiotiklsecarakbijak, intensif dan

    berkesinambungan adalah langkah yang diambilluntuk mewujudkan penerapan

    penggunaanlantibiotiklsecaralbijak.

    2.3.2 Prinsip Penggunaan Antibiotika untuk Terapi Empiris dan Definitif

    Berdasarkanspenggunaannya, Antibiotik dapat dibagi menjadi dua yaitu

    antibiotikmprofilaksis dankantibiotik terapi. Pada pasien penyakit dalam,

    antibiotikayang digunakan adalah antibiotik terapi dan penggunaannya dapat

    bersifat empiris ataukdefinitif (Pranata et al., 2014).

  • 27

    a. Antibiotik Empiris

    Antibiotikxempiris merupakanmantibiotik yang digunakan padaxkasus

    infeksi bakteri atauxdiduga bahwaiinfeksiibakterial yang belumldiketahuiijenis

    bakteri penyebabxdan kepekanaannya (SPO RSUD Dr. Iskak Tulungagung,

    2019a). Antibiotik empiris diberikan pada pasien yang sudah terinfeksi namun,

    bakteri penyebab infeksinya belum diketahui (Gallagher & MacDougall, 2018).

    Tujuan pemberian antibiotika untuklterapi ini dimaksudkan untuk menghambat

    pertumbuhanlbakteri yangididuga menjadi penyebab infeksi, sebelum diperoleh

    hasilipemeriksaanimikrobiologi. Waktu dimulainya atau inisiasi pemberian

    antibiotik empiris berdasarkan dari kedaduratan situasi pasien. Pada kondisi

    kritis atau darurat seperti pada pasien septik syok, pasien neutropenia febril, dan

    pasien dengan meningitis bakteri, terapi empiris harus segera dimulai setelah

    atau bersamaan dengan koleksi diagnostik spesimen atau kultur kuman. Pada

    umumnya, pemberian antibiotik ini menggunakan antibiotik berspektrum luas

    yangidapat membunuh banyak spesies bakteri. Untuklinfeksilberat yangididuga

    disebabkanmoleh polimikroba, dapat digunakan antibiotikaMkombinasi.

    Pertimbangan yang harus dipikirkan dalam memberikan antibiotik empiris ialah

    lokasi dan jenis terjadinya penyebab infeksi, pola resistensi pada fasilitas

    kesehatan dan history penggunaan antibiotik pada pasien tersebut. antibiotika

    oral digunakan sebagailpilihan pertama untuklterapi infeksiiringan. Pada

    infeksiosedang sampailberatidapat dipertimbangkan menggunakan antibiotika

    parenterali(KPRA RSUD Dr. Saiful Anwar Malang, 2016; Leekha et al., 2011).

    Contoh antibiotikxyang palingxbanyakxdigunakan sebagaixterapi empiris yaitu

    golonganksefalosporin, seperti seftriakson karena antibiotik golongan

    sefalosforin memiliki mekanisme kerja spektrum luas, sehingga dapat

    digunakan sebagai terapixempiris padaxpenyakit infeksixyang belumidiketahui

    penyebabkbakterikinfeksinya (Lestari dkk., 2018).

    Prosedur pemberian antibiotik empiris berdasarkan SPO RSUD Dr. Iskak

    Tulungagung adalah (SPO RSUD Dr. Iskak Tulungagung, 2019a) :

  • 28

    ‒ Dokter mengidentifikasi pasien secara klinis yang mengalami infeksi

    bakteri.

    ‒ Dokter memberikan antibiotik empiris berdasarkan pola peta kuman pada

    RSUD Dr. Iskak Tulungangung, pemberian antibiotik empiris sampai 72

    jam.

    ‒ Dokter menulis permintaan pada Kartu Permintaan Obat (KPO).

    ‒ Apoteker atau TTK melakukan telaah terhadap KPO, kemudian petugas

    depo melayani dan menyiaapkan sesuai KPO yang telah ditelaah.

    ‒ APJP melakukan monitoring atau pemantauan terhadap penggunaan

    antibiotika.

    ‒ Jika antibiotik empiric sudah dilakukan selama 72 jam, maka harus

    dilakukan kultur dan konsultasi pada Dokter Spesialis Mikrobiologi Klinik.

    ‒ DPJP dan Dokter Spesialis Mikrobiologi Klinik berkoordinasi untuk

    pemberian antibiotik selanjutnya.

    b. AntibiotikxDefinitif

    Antibiotik definitifladalahipenggunaanlantibiotika pada kasus infeksi yang

    sudahxdilakukan proses kultur bakterixdan hasil mikrobiologi telah selesai

    sehingga penggunaannya pada kasuslinfeksilyang sudahldiketahuiljenis bakteri

    penyebabxdan polakresistensi atauikepekaannyai(KPRA RSUD Dr. Saiful

    Anwar Malang, 2016; SPO RSUD Dr. Iskak Tulungagung, 2019b). Tujuan

    pemberian antibiotika untuk terapi definitifkuntukxmenghambat pertumbuhan

    bakterixyang menjadi penyebab infeksi, berdasarkan pemeriksaan mikrobiologi

    yang telahqdilakukan. Pemilihan antibiotik akan aman, efektif, berspektrum

    sempit dan tidak membutuhkan banyak biaya sehingga toksisitas dan kegagalan

    terapi bisa dihindari. Agen antimikroba dengan spektrum yang lebih sempit

    harus diarahkan pada kemungkinan terjadinya infeksi paling besar selama masa

    terapi untuk infeksi seperti pneumonia atau selulitis yang dialami masyarakat

    pada pengobatan rawat jalan karena tes mikrobiologi spesifik tidak khas

    dilakukan (KPRA RSUD Dr. Saiful Anwar Malang, 2016; Leekha et al., 2011).

    Prosedur pemberian antibiotik definitif berdasarkan SPO RSUD Dr. Iskak

    Tulungagung adalah (SPO RSUD Dr. Iskak Tulungagung, 2019b) :

  • 29

    ‒ Dokter memberikan antibiotik definitif setelah pemeriksaan hasil kultur

    telah keluar.

    ‒ Dokter memilih antibiotik terapi mengacu pada 5B1W (benaripasien, benar

    obat,ibenaridosis, benar waktu danicara pemberianiobat, sertaiwaspada efek

    samping dan resistensi); prinsip eskalasi de-eskalasi; dan lama pemberian

    terapi sesuai Panduan Praktek Klinik.

    ‒ Dokter menuliskan permintaan antibiotik terapi pada KPO.

    ‒ Apoteker atauTTK menelaah KPO.

    ‒ Petugas depo farmasi melayani KPO yang sudah ditelaah.

    ‒ APJP melakukan monitoring terhadap penggunaan antibiotika.

    2.4 ResistensikAntibiotik

    Antibiotikkadalah obatlyanglbiasa digunakanxuntuk menghilangkan suatu

    infeksi penyakit dengan aman tetapi juga bisa berbahaya. Resistensi Antibiotik

    terjadi saat mikroorganisme mengalami perubahan yang menyebabkan obat yang

    diberikan untuk mengatasi bakteri tidak efektif. Kondisi ini terjadi pada saat

    organisme tidak dapat dihambat meskipun konsentrasi efektif telah tercapai. Setiap

    spesies bakteri memiliki kemampuan transfer DNA yang berbeda antara lain, yaitu

    melalui tiga tahap, transformasi, transduksi danet konjugasi (Pottinger et al., 2014).

    Mekanisme resistensi antibiotik terjadi pada tahap yang berurutan mulai dari

    obat masuk kedalam tubuh, terakumulasi, mengikat target hingga menimbulkan

    toksisitas. Mekanisme ini dipengaruhi oleh perubahan kode gen karena mutasi (US

    Department of Health and Human Service, 2019). Gen yang mengalami mutasi

    akan berpindah menuju sel lainnya melalui elemen seperti plasmid, transposon, dan

    bakteriofage sehingga mengakibatkan populasi yang resisten. Perpindahan

    kromosom akan mengakibatkan muncunya resistensi silang (Archer & Polk, 2010).

    Terjadinya resistensi antibiotik hanya memerlukan waktu yang singkat karena

    dilihat dari waktu pembelahan suatu bakteri dengan cepat dan kemampuan bakteri

    untuk menerima DNA dari bakteri yang lain sehingga kebanyakan waktu antara

    penemuan Antibiotik dan resisteni cukup singkat) (Finberg & Guharoy, 2012).

    Hasil penelitiandAntimicrobialxResistant inxIndonesiam(AMRIN-Study),

    memperlihatkanxbahwai43% Escherichiaxcoli resisten terhadapxberbagaiijenis

  • 30

    antibiotic,idiantaranya: ampisilini(34%), kotrimoksazoli(29%) dan lkloramfenikol

    (25%). Selain itu, sebanyaki781 pasien yang dirawat di rumah sakit didapatkan

    81% Escherichia coli resisteniterhadapIberbagai jenis antibiotik, yaitu ampisilin

    (73%), kotrimoksazol (56%), kloramfenikoli(43%), siprofloksasinI(22%), dan

    gentamisin (18%)i(Kementrian Kesehatan RI, 2015).

    Terdapat lima mekanisme resistensi antibiotik, resistensi antibiotik dapat

    berkembang melalui satu tahap atau beberapa tahap saat antibiotik tersebut menuju

    targetnya (Gumbo, 2011):

    a. Resistensi yang terjadi karena aktivitas efflux obat. Bakteri dapat

    meningkatkan aktivitas efflux dengan ekspresi yang berlebihan sehingga

    pengeluaran antibiotik akan di tahan atau memberikan efek inhibisi.

    Terdapat lima sistem yang menyebaban terjadinya efflux pump pada bakteri

    yatuimultidrugiand toxicicompound extruderi(MATE), majorifacilitator

    superfarmilyitransporter (MFS),ismall multidrugiresistance system (SMR),

    resistanceinodulation divisionlexporters (RND)ldan ATPiBindingicassete

    transporterI(ABC).

    b. Resistensi yang terjadi karena bakteri mengeluarkan enzim untuk

    menghancurkan antibiotik

    c. Resistensi dengan merubah protein mikroba yang akan menyebabkan

    transformasi prodrug menjadi bentuk yang efektif

    d. Resistensi dengan memproduksi target lain

    e. Resistensi dengan mengurangi masuknya antibiotik kedalam bakteri karena

    adanya hambatan penetrasi yang disebabkan oleh perubahan permeabilitas

    membran.

    2.4.1 Faktor Berkembangnya Resistensi

    Beberapa faktor yang dapa menyebabkan semakin berkembangnya

    resistensi antibiotik adalah (Leekha et al., 2011).

    a. Pemberian Antibiotik empiris secara terus menerus tanpa mengetahui bukti

    penyebab infeksi

    b. Perawatan klinis pasien dengan kultur yang positif tanpa mengetahui

    penyakitnya

  • 31

    c. Kegagalan terapi Antibiotik spektrum sempit saat sudah diketahui penyebab

    bakterinya.

    d. Penggunaan Antibiotik profilaksis yang diperpanjang

    e. Penggunaan antibitika yangiberlebihan

    f. PenggunaaniAntibiotikldalam jangkalwaktulyangllama

    2.4.2 Upaya Pencegahan Resistensi Antibiotik

    Pendekatan yang dianjurkan untuk meminimalkan perkembangan resistensi

    antibiotik (Gumbo, 2011) yaitu antara lain:

    1. Tidakmmenggunakan antibiotik tanpa indikasi klinis.

    2. Menggunakanmantibiotik dalam waktu yang sesingkat mungkin dan sesuai

    masa terapi yang diperlukan untuk membunuhmbakteri.

    3. Menggunakan antibiotik dengan dosis obat yang cukup untuk membunuh

    semua bakteri atau dosis dalam rentang terapetik dan tidak dibawah dosis

    MIC.

    4. Penggunaan antibiotik empiris dan profilaksis harus dipantau secara hati-

    hati dan hanya digunakan ketika ada indikasi yang jelas.

    2.5 Tinjauan Evaluasi Antibiotik

    Evaluasimpenggunaan antibiotik bertujuan untuk mengetahui kualitas dari

    penggunaan antibiotik.mSelain itu, juga bisa dijakan dasar dalam membuat dasar

    penggunaanlantibiotikidi rumahisakit secaraiterstandaridan sistematik serta sebagai

    indikatorkkualitasilayananirumahisakit.kBentuk evaluasiiyang dilakukanxdengan

    mempertimbangkanmberbagai aspek yaitu indikasi, regimen dosis, gejala klinis

    dari hasil pemeriksaan laboratorium, keamanan dan harga. Pedoman dalam

    melakukan evaluasi tercantum melalui PermenkeskNo. 2406/ MENKES/ PER/XII/

    2011, menjelaskan terdapat dua metode untuk melakukan evaluasi yaitu secara

    kuantitatif dan kualitatif (Kemenkes RI, 2011b).

    2.5.1 Evaluasi secara Kuantitatif dengan Metode ATC/DDD

    Metode ATC/DDD pertama kalinya diperkenalkan oleh WHO pada tahun

    1960-an muntuk menyoroti perlunya sistem klasifikasi yang diterima secara

    internasional untuk studi pemanfaatan obat-obatan terutama antibiotik. Beberapa

  • 32

    dekade pengalaman menggunakan metodologi ATC / DDD telah menunjukkan

    kesesuaiannya dalamkpemantauan dan penelitian pemanfaatan obat. Peningkatan

    jumlah pengguna menunjukkan keberhasilan dalam menggunakan metode ini

    (World Health Organization, 2018b).

    Untukmmengetahui tingkat penggunaan obat, diperlukan sistem klasifikasi

    dan unit pengukurannya. Oleh karena itu, evaluasi secara kuantitatif dapat

    menggunakan ATC sebagai sistem klasifikasi dan DDD sebagai unit

    pengukurannya.mTujuan dari sistem ini adalah untuk melakukan perbandingan

    dalam mengkonsumsi obat dalam ruang lingkup internasional (WHO, 2016). DDD

    (DefinedxDailyiDose)madalah dosiskrata-rataiper hari untukiindikasi tertentu pada

    orangxdewasa. Penelitian secara retrospektif apabila melihat penggunaan antibiotik

    melalui rekam medis sehingga evaluasi dosis dilihat dariiperesepanxdokterldan

    catatan perawatiuntuk mengetahuiidosislobat sebenarnya yang diterima pasien, dan

    secara prospektif apabila dilakukan wawancara kepadakpasien (Hadi et al., 2008).

    Pada sistemsklasifikasisATC, obatxdiklasifikasikan menjadix5xtingkat

    kelompokxyang berbedaxsesuai denganisistem atau organ tempatxobatxbekerja,

    strukturikimia, ruteopemberian, efekkfarmakologi, danxaktivitasxterapi/indikasi.

    Perbedaan kode ATC obat akan menyebabkan perbedaan pula pada nilai DDD.

    Beberapa kode-kode utama pada system ATC/DDD diantaranya KodeoA yaitu

    Alimentarltract andimetabolism, Biyaitu Bloodiand bloodiforming organs, Ciyaitu

    Cardiovascularisystem, D yaituiDermatologics,iG yaitu Genitourinaryisystem and

    sexlhormone, Hlyaitu Systemicihormonallpreparations, Jiyaitu Antiinfectivesifor

    systemic,xL yaituxAntineoplasmic andlimmunomodelating, Mxyaitu Musculo-

    sceletalisystem, Niyaitu Nervousisystem, Piyaitu Antiparasitic product, insecticides

    andirepellend, R yaitu Respiratoryisystem, S yaitu Sensoryiorgans, dan Viuntuk

    Variousx(World Health Organization, 2018b).

    Kelompok J, terdiri dari antibakteri untuk penggunaan sistemik, kecuali

    antimikobakteri, yang diklasifikasikan dalam J04. Antibakteri diklasifikasikan

    menurut cara kerjanya dan sifat kimianya. Klasifikasi kode-kode antibakteri pada

    penggunaan antibiotik sistemik dapat dilihat pada tabel II.5 (World Health

    Organization, 2018b).

  • 33

    Tabel II. 5 Kode-Kode Antibakteri untuk penggunaan sistemik pada sistem ATC/DDD (WHO,

    2018b)

    Kode Antibakterial (J01) Makna

    A Tetrasiklin

    B Ampenikol

    C Antibakteri beta-laktam, penisilin

    D Antibakteri beta-laktam lainnya

    E Sulfonamida dan trimetroprim

    F Makrolida, linkosamida dan streptogramin

    G Antibakteri aminoglikosida

    M Antibakteri kuinolon

    R Antibakteri kombinasi

    X Antibakteri lainnya

    DefinednDaily Dosesxadalahxasumsi dosisxrata-rata per harixpenggunaan

    antibiotik untuk suatu indikasijtertentuxpada pasienxdewasa. DDD hanya bisa

    dihitung untukxobatiyang memilikiikodeiATC. Penilaianipenggunaan antibiotik di

    rumahisakitidengan satuaniDDD/100 hariirawat, danidi komunitasidenganisatuan

    DDD/1000ipenduduk (Kemenkes RI, 2011). Dosis terapeutik untuk masing-masing

    pasien bisa berbeda dari DDD karena beberapa faktor yaitu salah satunya

    karakteristikxindividuxseperti usia,xberatcbadan, perbedaanxras dan etnis,ljenis

    penyakit,xdan lain-lain (World Health Organization, 2018b).

    DDD untuk antiinfeksi adalah sebagai aturan utama berdasarkan penggunaan

    pada infeksi dengan tingkat keparahan sedang. Namun, beberapa antiinfeksi hanya

    digunakan pada infeksi berat dan DDD yang diberikan sesuai. DDD yang

    ditugaskan didasarkan pada perawatan harian. Pada metode ini durasi periode

    perawatan tidak dipertimbangkan. Untuk antiinfeksi yang diberikan dalam dosis

    awal yang tinggi diikuti dengan dosis "pemeliharaan" harian yang lebih rendah,

    DDD didasarkan pada dosis "pemeliharaan" jika total durasi kursus pengobatan

    lebih dari satu minggu. Namun, jika perjalanan pengobatan adalah 7 hari atau

    kurang, DDD diberikan sesuai dengan dosis harian rata-rata yaitu dosis total kursus

    dibagi dengan jumlah hari pengobatan (mis. Azitromisin) (World Health

    Organization, 2018b).

  • 34

    Tabel II. 6 Makna contoh kode J01CA01 pada klasifikasi ATC (World Health Organization, 2018b)

    Kode Keterangan

    J Antiinfeksi untukxpenggunaan sistemik

    (Tingkat pertama, kelompokkanatomi)

    J01 Antibakteriiuntuk penggunaanisistemik

    (Tingkat kedua, subkelompokiterapi/farmakologi)

    J01C Beta-lactamiantibacterial, penicillins

    (Tingkat ketiga,isubkelompok farmakologi)

    J01C A Penisiliniberspektrumlluas

    (Tingkat keempat,ksubkelompok kimiawiiobat)

    J01C A01 Ampisilin

    (Tingkat kelima, substansi kimiawi obat)

    Cara perhitungan DDD di rumah sakit yang dinyatakanpdalamxDDDl100

    patient-days:

    1) Mengumpulkan dataxsemuaxpasien yangxmenerimaxterapixantibiotik.

    2) Mengumpulkan lamanyaxwaktu perawatankpasien rawatiinap (totalllengthiof

    stay) semuakpasienldanlmenghitung jumlahkdosislantibiotik (gram) selama

    pasienldirawat

    3) Menghitunglkonsumsi antibiotikidikrumahisakitiyangkdinyatakan dalamiDDD

    /100ipatient-days dengan rumus:

    DDD/100ipatient-days = (𝐽𝑢𝑚𝑙𝑎ℎ 𝑔𝑟𝑎𝑚 𝐴𝐵 𝑦𝑎𝑛𝑔 𝑑𝑖𝑔𝑢𝑛𝑎𝑘𝑎𝑛 𝑜𝑙𝑒ℎ 𝑝𝑎𝑠𝑖𝑒𝑛)𝑥 100

    𝑠𝑡𝑎𝑛𝑑𝑎𝑟 𝐷𝐷𝐷 𝑊𝐻𝑂 𝑑𝑎𝑙𝑎𝑚 𝑔𝑟𝑎𝑚 𝑥 (𝑡𝑜𝑡𝑎𝑙𝐿𝑂𝑆)

    Tabel II. 7 Contoh Perhitungan ATC/DDD di Rumah Sakit Universitas Airlangga Surabaya (Andila, 2017)

    No. Nama

    Antibiotika

    DDD standar

    WHO (gram)

    Total DDD

    pasien di RS

    (gram)

    LOS

    Pasien DDD/100 patient-days

    1. Seftriakson 2 1476

    1737

    1476 𝑔

    2 𝑔 𝑥

    100

    1737 ℎ𝑎𝑟𝑖= 42,49

    2. Amoksisilin 1 251,5 251,5 𝑔

    1 𝑔 𝑥

    100

    1737 ℎ𝑎𝑟𝑖= 14,48

    3. Tetrasiklin 1 58,5 58,5 𝑔

    1 𝑔 𝑥

    100

    1737 ℎ𝑎𝑟𝑖= 3,37

    Total DDD/100 patient-days 60,34

  • 35

    2.5.2 Evaluasi secara Kualitatif dengan Metode Gyssens

    Penggunaan antibiotik yang rasional berdasar pada pengetahuan dan

    pemahaman dari penyakit infeksi dan antibiotik. Dalamkmelakukan evaluasi

    kualitas,lpenilaian dinilai denganimenggunakanirekamlpemberianiobat khususnya

    antibiotik, catatan medislpasien dankkondisiiklinisnya. Denganlmenggunakan alur

    penilaian metodelGyssens bisa didapatkan hasil secara kualitatif (Kemenkes RI,

    2011b). MetodeiGyssens berbentukidiagram alir yang dapat mengevaluasi seluruh

    aspekxperesepan dari antibiotiklseperti: penilaianiperespan (data pasien), alternatif

    yang lebihiefektif, lebihitidakitoksik, lebihlmurah, spektrumllebih sempit. Selain

    itu juga dievaluasillama pengobatanldan dosis, intervalidan rute pemberian serta

    waktulpemberian. Denganialur ini,iterapi empirisidapatldinilai. Begituipula bila

    ada terapiidefinitif setelahihasil pemeriksaan mikrobiologi diketahuil(Gyssens,

    2005).

    Gambar 2.1 Bagan Alur Metode Gyssens (Gyssens, 2005)

  • 36

    Dengan menggunakan diagram alur ini, evaluasi akan dilakukan secara

    lengkap, pertanyaan harus berada pada urutan yang tetap sehingga tidak ada

    parameter yang ditinggalkan. Pembacaannya dimulai dari atas ke bawah atau dari

    kategori VI sampai kategori 0 secara bertahap dalam rangka mengevaluasi

    keseluruhan proses penggunaan antibiotika.

    1. Bila data tidak lengkap, berhenti di kategori VI.

    Data tidak lengkap merupakan data yang tidak sesuai atau tidak lengkap yang

    tertera pada rekam medis, contonya jika tidak ada data pasien, data klinis dan

    laboratorium (parameter SIRS), diagnosis kerja, atau halaman rekam medis hilang

    sehingga tidak dapat di evaluasi. Apabila data dalam RM pasien lengkap, dapat

    dilanjutkan ke tahap selanjutnya yaitu tahap V.

    2. Bila tidak ada indikasi pemberian Antibiotik, berhenti di kategori V.

    Adanya indikasi infeksi pada pasien ditunjukkan dengan sindrom klinis yang

    mengarah pada keterlibatan bakteri. Awal mula infeksi dapat ditandai dengan

    demam, namun demam tidak selalu diakibatkan oleh infeksi, oleh karena itu

    pengetahuan tentang penyakit infeksi, dilihat dari parameter klinis lainnya sehingga

    dapat menentukan apakah pasien membutuhkan antibiotik atau tidak. Apabila

    terindikasikan penggunaan antibiotik pada pasien, lanjutkan ke tahap VIA.

    3. Bila ada pilihan Antibiotik lain yang lebih efektif, berhenti di kategori IVA.

    Awal pemberian antibiotik dimulai dalam situasi ketidakpastian bakteri penyebab

    dari infeksi, oleh karena itu diberikan terapi empiris. Bila infeksi yang dialami

    berat, dapat dilakukan kombinasi. Pilihan Antibiotik yang lebih efektif didasarkan

    pada hasil pemerksaan mikrobiologi lalu diberikan terapi Antibiotik yang berlaku.

    Apabila tidak ada, dilanjutkan ke tahap VIB.

    4. Bila ada pilihan antibiotik alternatif yang kurang toksik, berhenti di kategori IVB.

    Penyesuaian toksisitas disesuaikan dengan kondisi pasien masingmasing misalnya

    kelainan pada ginjal untuk itu, untuk menghindari hal tersebut peresepan dilakukan

    penyesuaian (Gyssens, 2005). Apabila tidak toksik apakah ada alternatif lain lebih

    murah (tahap IVC).

  • 37

    5. Bila ada antibiotik yang lebih murah daripada yang diberikan, berhenti di kategori

    IVC.

    Perhitungan berdasarkan harga yang ada di rumah sakit dan dianggap sebagai obat

    generik. Bila tidak ada, lanjutkan pada tahap IVD.

    6. Bila ada antibiotik lain dengan spektrum lebih sempit, berhenti di kategori IVD.

    Apabila tidak ada alternatif lain yang spektrum aktivitasnya lebih sempit,

    dilanjutkan dengan tahap selanjutnya yaitu tahap III.

    7. Lama pemberian antibiotik dinilai sesuai pedoman yang ada. Apabila durasi

    pemberian Antibiotik terlalu panjang, berhenti di kategori IIIa. Namun bila durasi

    pemberian Antibiotik terlalu singkat, berhenti di kategori IIIb. Apabila tidak

    dilanjutkan pada tahap II.

    8. Bila dosis pemberian Antibiotik tidak tepat, berhenti di kategori IIA.

    Dosis pemberian Antibiotik harus diatas MIC (Minimum Inhibitory Concentration)

    dapat dikatakan optimal. Bila dosisnya sudah tepat, dilanjutkan pada evaluasi pada

    tahap IIB.

    9. Bila interval pemberian tidak tepat, berhenti di kategori IIB

    Penentuan interval dapat dilihat dari waktu paruh dan mekanisme aksi dari obat.

    Bila interval pemberian antibiotik sudah tepat, dilanjutkan ke tahap IIC.

    10. Bila rute pemberian antibiotik tidak tepat, berhenti di kategori IIc.

    Pemberian secara intravena dapat digunakan pada pasien dengan masalah yang

    berat. Apabila rute pemberian sudah tepat, dilanjutkan ke tahap I.

    11. Bila waktu pemberian tidak tepat, berhenti di kategori I.

    Pemberian antibiotik profilaksis optimal adalah 30 menit – 60 menit sebelum

    dimualainya pembedahan dengan durasi pemberian selama 24 jam. Diluar 24 jam

    dianggap tidak memberikan hasil yang efektif (Steinberg et al, 2009)

    12. Bila antibiotik tidak termasuk kategori I sampai dengan VI, Antibiotik tersebut

    merupakan katagori 0 atau sesuai.