bab ii tinjauan pustaka 2.1 tinjauan infeksi 2.1.1 ...eprints.umm.ac.id/63116/3/bab ii.pdf8 tabel...
TRANSCRIPT
-
6
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Tinjauan Infeksi
2.1.1 Definisi Infeksi
Penyakitminfeksi merupakanmsalahmsatumpenyebabmtingginyamangka
kesakitanj(mordibity) dankangka kematian (mortality) hingga resiko penyebaran
penyakit, terutama padamnegara-negara berkembang sepertikIndonesia.jPenyakit
infeksi merupakanjpenyakit yang dapat disebabkan oleh agenjbiologi seperti virus,
bakteri,jparasit, dan jamur,jpenyakit infeksiktidak disebabkan oleh faktor fisik
sepertijlukajbakar atau kimiaj(keracunan) (KPRA RSUD Dr. Saiful Anwar Malang,
2016). Penyebabmpenyakit infeksi salah satunya adalahkbakteri. Bakterilyang
dapat menyebabkanlterjadiya infeksilseperti Escherichia coli danlBacillus subtilis
(Rahmaningsih dkk., 2012).
BakterinEscherichia coli merupakan bakteri gram negatif yang hidup
berkoloni dalam saluran pencernaan (usus) mamaliamsebagai flora normal dan
dapat menyebabkan penyakit sertakbersifat pathogen apabila jumlahnya menjadi
sangatkbanyak (Figler & Dudley, 2016).kBeberapampenyakit infeksikyang
disebabkan karenakEscherichia coli seperti infeksijsistem salurankkencing dan
diare.kTandajdan gejala ISKnbagiankbawah termasuk disuria,kurgensi,kfrekuensi,
nokturia,jdan beratksuprapubik,sedangkan ISKlbagian atas melibatkanjgejala yang
lebihjsistemik seperti demam,kmual,jmuntah, danknyeri pinggangk(Dipiro et al.,
2017).kBakteri lainkyang dapat menyebabkan penyakit infeksi adalahjBacillus
subtilis,jjumlahnya yangkbanyak dijdalamjusus mampujmenyebabkan diarejyang
ditularkanmmelalui kontaminasijmakanan (Rahmaningsih dkk., 2012).
2.1.2 Epidemiologi
Asiammerupakan wilayahkterpadat di dunia denganktingkat prevalensi
tertinggikdari Staphylococcuslaureus yang keballterhadaplperawatan kesehatan.
Sebagian besar rumah sakit di Asia, endemik untuk S. aureus (MRSA) yang resistan
-
7
terhadap multi-obat-resisten,jdengan proporsi yang diperkirakan daril28% (di
Hong Kong dan Indonesia)khingga> 70%k(di Korea) (Chen & Huang, 2014).
Sebanyak 63% infeksi terjadi pada pasien di Rumah Sakit Oman,kdiantaranya yaitu
infeksi saluran kemih, infeksi luka, infeksi pernafasanj(Pneumoniae), serta infeksi
kulit dan jaringan (selulitis)m(Al-Yamani et al., 2016).
Indonesiamsebagai negara tropis, dengan pengaruh geografis menjadi
potensi berkembangnya penyakitlinfeksi hingga kematian penderita.kSalah satunya
adalah penyakit ISPA sebagai polakpenyakit peringkat pertama yang menjalani
rawat inap di RS,lkemudian infeksi pneumonia dengan prevalensi kasus padaklaki-
laki sebesark53,95%kdan padajperempuan 46,05%.kPada tahun 2013 prevalensi
infeksi pneumoniajdi Indonesia sebesar 4,5%j(Kemenkes RI, 2013).jSelainkISPA
dan pneumonia infeksi tuberkulosis juga merupakan masalah penyakit infeksi
terbanyak,kIndonesia merupakah negara tertinggi kedua setelah India dengan
prevalensi kasus baru mencapaij395 kasus/100.000jpenduduk serta angka kematian
akibat tuberculosisjsebesarj40/100.000kpenduduk (Kemenkes RI, 2017)
2.1.3 Etiologi
Beberapakinfeksi tidak menunjukkan gejala klinis tetapi masih memiliki
konsekuensi yang signifikan bagiamanusia.lDalam beberapa kasus,kkonsekuensi
ini mewakili peningkatan risiko pengembangan penyakit yang signifikan secara
klinis di kemudian hari,acontohnya infeksi yangkdisebabkan oleh M. tuberculosis
dankTreponema. Selain itu, infeksi juga dapatmmenimbulkan gejala yang tampak
secara klinis,kberbeda dengan infeksi persisten tanpakgejalamklinis. Lebih dari
50% pasien di rumah sakit terinfeksi oleh perangkat medis terkontaminasi seperti
penggunaan cateter vena central (CVC) dapat menimbulkan reaksi yang nyeri pada
pasien (Grant & Hung, 2013).
Dalam beberapa kasus, infeksi persisten simptomatik dikaitkan dengan
infeksi akut. Dalam sebuah penelitian, 30% wanita mengalami setidaknya satu
kultur yang dikonfirmasi kambuh dalam waktu enam bulan sejak infeksi awal.
Contoh-contoh lain dari infeksi persisten simptomatik, termasuk endocarditis,
osteomielitis, sinusitis kronis, dan otitis media seperti yang tertera pada tabel II.1
(Grant & Hung, 2013).
-
8
Tabel II. 1 Patogen yang terkait dengan infeksi bakteri (Grant & Hung, 2013)
Kategori Infeksi Patogen Penyakit Mekanisme Biologi
Infeksi
Tanpa Gejala
Mycobacterium tuberculosis Laten Tuberkulosis Pertumbuhan intraseluler,
persisten
Helicobacter pylori Gastritis, gastric cancer Pertumbuhan intraseluler
Salmonella Typhi Penyakit kronis, karsinoma
kandung empedu
Pertumbuhan intraseluler,
pembentukan biofilm
Treponema pallidum Laten syphilis Pertumbuhan intraseluler
Infeksi dengan
Gejala
Pseudomonas aeruginosa Bronkiektasis/ pneumonia
pada pasien CF
Biofilm, varian koloni kecil,
bertahan lama
Escherichia coli Infeksi saluran kemih Pertumbuhan intraseluler,
biofilm
Staphylococcus aureus Bronkiektasis/ pneumonia
pada pasien CF
Biofilm, varian koloni kecil
Hemophilus influenza Otitis Media biofilm
Mycobacterium leprae Lepra / Kusta Pertumbuhan intraseluler
2.2 Tinjauan Antibiotik
2.2.1 Sejarah Antibiotik
Penemuanmantibiotikkdiinisiasi oleh PaulmEhrlich,kyang pertamajkali
menemukankapa yangkdisebutldengan “magic bullet”, dan dirancangkuntuk
menanganikinfeksi yang disebabkan oleh mikroba.mPada tahun 1910,kEhrlich
menemukanjantibiotikalpertama,ksalvarsan yang kemudianMdigunakankuntuk
melawanksyphilis.kPada tahun 1928,kEhrlichkkemudiankdiikuti olehkAlexander
Flemingmsecara tidakmsengaja menemukankpenisilin. Tujuhktahunlsetelahnya,
GerhardmDomagk menemukanksulfa,lyang membuka jalan sebagai penemuan
obat antimTB,jisoniazid.kPada tahun 1943,kSelkman Wakzman dan Albert Schatz
menemukan obat anti TB pertama, yaitu streptomycin.kSelain itu, Wakzman juga
orang pertamabyang memperkenalkanbterminologi antibiotik.bSejak saat itu
antibiotika ramaikdigunakan sebagai klinisikuntuk menangani berbagaikpenyakit,
terutama penyakit yangkdisebabkankolehkinfeksi (Utami, 2011).
Setelahlpenisilin,kberbagai antibiotic lain mulai ditemukan seperti
kloramfenikolkdan kelompokksefalosforin,jtetrasiklin, aminoglikosida,lmakrolida,
polipeptida,klinkomisin danmrifampisin.kSelain sulfonamidaMdikembangkan
-
9
kemoterapeutikamsintesis, seperti senyawa nirofuran padaktahunk1944, asam
nalidiksatkpada tahunx1962, serta turunannyaxflurokuinolon pada tahunx1985,
obat-obatan TBC (PAS,mINH) dan obatxprotozoax(klorokuin, proguanil,
metronidazol,xdll).mDewasaMinikbanyak obat antimikroba baru dan telah
dikembangkanxyang mampu menyembuhkanxhampir semuakinfeksixantimikroba
(Tjay & Rahardja, 2010).
Seiringmberjalannyakwaktu, telah ditemukankbeberapa bakteri yangxmulai
resistenjterhadap pemberianlbeberapajantibiotik.lPada tahun 1950-anltelah muncul
jenisjbakteri barujyang sudah resisten denganxpenislin. Namunxilmuanxterus
menerus melakukan berbagaispenelitian, sehinggakantibiotik-antibiotikxbaru terus
ditemukan.jAntaraxtahunx1950 sampaix1960-anjjenis bakteri yangxresisten masih
belummmenghawatirkan, karena penemuan antibiotik baru masih dapat
mengatasinya.lPadajtahun 1999kilmuanjberhasil mengembangkanlantibiotik baru,
namun semakinkbanyak juganbakteri yangxtelah resistenxterhadapkantibiotik
(Borong, 2012).
2.2.2 Definisi
Antimikrobahmerupakanxsalahxsatuxobatxyangxdigunakan untuk dapat
menghilangkan atau memberantaslinfeksi yang disebabkan oleh agen mikroba yang
terjadi pada manusia.mSedangkanmantibiotik merupakan senyawa kimia yang
dihasilkankolehkmikroorganisme, khususnyakdihasilkan oleh fungixatau dapat
juga dihasilkanxdengan cara sintetikxyang dapatmmembunuh atauxmenghambat
perkembanganxbakteri dan organismexlain padakmakhlukkhidup (Utami, 2011).
2.2.3 Klasifikasi Antibiotik
Terdapatkbeberapamcara untuk mengklasifikasikan antibiotik,xnamun
klasifikasi yangkpaling umum didasarkan pada spektrumlaktivitas, mekanisme atau
cara kerja, dan struktur molekulnya darikantibiotik (Ebimieowei & Ibemologi,
2016).mKlasifikasiklainnya termasuk rutexpemberian (injeksi,joral danxtopikal).
Antibiotikmdalam kelassstruktural yangxsama umumnyaxakan menunjukkanxpola
efektivitas,xtoksisitas, dankefekxsamping alergixpotensial yangxserupa.kBeberapa
kelas umumkantibiotik berdasarkanxstruktur kimia atau molekulxtermasuk Beta-
-
10
laktam,mMakrolida,klTetrasiklin,kKuinolon,kAminoglikosida,mSulphonamides,
Glikopeptida dankOxazolidinon (Ebimieowei & Ibemologi, 2016).
A. Berdasarkan luas spektrum kerja
Berdasarkankluas spektrum kerja, antibiotik dibagi menjadi 2, yaitu antibiotik
yang bekerja dengan carakmenghambat pertumbuhan atau membunuh banyak
spesies bakterikdisebut antibiotik dengan spektrum luas atau broad spectrum
antibiotik, sedangkan antibiotik yang hanya dapat membunuh beberapa spesies
bakteri disebutmantibiotik spektrum sempit ataumnarrow spectrumkantibiotik
(Oliphant, 2016).
B. Berdasarkan Mekanisme atau Cara Keja
MenurutmKementrian Kesehatan RI,kberdasarkan mekanisme kerjanya,
antibiotik dapat diklasifikasikan sebagaimberikut (Kemenkes RI, 2011b) :
1. Merusakldinding atau menghambat sintesis selmbakteri, sepertikantibiotik
beta-laktamk(penisilin,ksefalosporin, monobaktam, karbapenem,kinhibitor
beta-laktamase),kantibiotikkbasitrasin, danlvankomisin.
2. Memodifikasilsintesis proteinlseperti antibiotiklaminoglikosid, kloramfenikol,
tetrasiklin,kmakrolidak(eritromisin,kazitromisin,lklaritromisin), klindamisin,
mupirosin,kdankspektinomisin.
3. Menghambatlenzim-enzimlesensialldi dalam metabolisme folat seperti
trimetoprimkdanksulfonamid.
4. Mempengaruhilmetabolisme asamlnukleat seperti kuinolon dan
nitrofurantoin.
C. Berdasarkan Struktur Kimia
‒ AntibiotiklBeta-Laktam
Antibiotiklbeta-laktamkterdiri dari berbagailgolongan obat yang dicirikan
pada struktir cincinlbeta-laktam yangldimiliki (Beauduy & Winston, 2018).lObat-
obatkantibiotik beta-laktamkumumnya bersifatkbakterisid,kdan sebagiankbesar
efektif terhadapkorganisme Gram-positif danknegatif (Kemenkes RI, 2011b).
Antibiotik beta laktam bekerja dengan mekanisme penghambatan reaksi enzim
-
11
transpeptidase yang berfugsi untuk membentuk dinding selkbakteri (Gumbo,
2011).kAnggota antibiotik beta-laktam dapat mengikat diri dengan enzim PBP
(Penicillin binding protein), ldanldalamlprosesnya, mereka mengganggu sintesis
peptidoglikan yang menghasilkanklisis dankkematian sel.kBeberapa antibiotik
yang memilikikcincin beta-laktam yaitukpenisilin, sefalosporin,kmonobaktam,
karbapenem, danlinhibitorlbeta-laktamase (Ebimieowei & Ibemologi, 2016).
1. Penisillin
Penisillinmmerupakan salah satu golongan antibiotika pertama yang
ditemukan pada tahun 1928koleh Alexander Fleming. Mekanismekantibiotik
golongan penisilin, bekerja dengan mekanisme seperti antibiotik golongan beta
lactam lainnya, yaitu mengganggulpertumbuhan bakteri dengankmenghambat
sintesis dinding sel darilbakteri, dinding sel bakteri terdiri dari peptidoglikanlyang
akan membuatldinding sel mempunyai struktur yang stabil.mSedangkan untuk
antibiotikkβ-laktam menghambat proseskterakhir dalam sintesis peptidoglikan
dengan mengalkilasi transpeptidase melalui pembelahanlikatan CO-N dari cincin
β-laktam.kTarget pada antibiotik β-laktam disebutmPBP (Penicillin binding
protein) sehingga akan menghentikan proses sintesismdan membuat sel menjadi
lisis (MacDougall, 2018). Penisilinkdapat diklasifikasikan menjadi beberapa
kelompok yaitu :
a) Natural Penisillin (Penisillin G, V)
Benzil penisilinm(Penisilin G)mdan Fenoksimetilmpenisilin (PenisilinmV),
merupakanlantibiotik yanglefektif untuk mengatasi infeksilstreptokokus(termasuk
pneumokokus),linfeksikmeningokokus,lantraks, difteri,lgangren gas,lleptospirosis
dan penyakitlLyme padakanak-anak. Namun,kpenicillin Vkmempunyai efektivitas
yang lebih lemah dari penicillin G.kPenicillin G tidak rentang terhadap asam
lambung dan absorpsinyakrendah dalam usus oleh sebab itukobat ini diberikan
secarakparenteral.kSedangkan penisilinlV lebih tahan terhadap asam lambung dan
absorpsinya rendah dalamlusus oleh sebab itu obat ini dapat diberikan secaraloral
sesuai (Badan POM RI, 2014).
Naturalkpenisilin memiliki waktu paruh yang sangat singkat sesuai dengan
tertera pada tabel II.2 sehingga diberikan dengan frekuensi pemberianlyang sering
-
12
atau diberikan injeksi secarakkontinyu. Naturalkpenisilinlumumnya digunakan
untuk indikasi sifilis, terutama neurosifilis. Selain itu, dapatkdigunakan pada pasien
yang rentankterhadap infeksi streptococcus seperti faringitis ataueendokarditis
(Gallagher & MacDougall, 2018).
b) Penisilin resisten enzim beta-laktamase stafilokokus
Penisilinagolongan ini resisten terhadap β-laktamase staphylococcal sehingga
aktif terhadapkstafilokokus dan streptokokus tetapi resisten pada bakteri
enterokokus,jbakteri anaerob,kdan bakteri Gram-negatifkberbentuk kokus dan
batang.jContoh dari penisilin ini yaitu penisilin isoksazolilmseperti metisilin,
nafsilin dan penisilin isoksazolil. Penisilin isoksazolil umumnyakmempunyai
bioavaibilitasjcukup baik dan stabil pada kondisi asam lambung, tetapi makanan
dapat mengganggu abosrbsinya sehingga dapat diberikan 1 jam sebelum atau
sesudah makan.lSedangkan oksasilin dan nafsilin diberikan secara intravena untuk
mengatasi infeksi stafilokokusjsepertijendokarditis (Beauduy & Winston, 2018).
c) Aminopenisilin
Antibiotikmyangmmasuk dalam golongan ini diantaranya amoksisilin dan
ampisilin. Obat ini memiliki aktifitas lebih besar daripada penisilin G terhadap
bakteri gram negatif karena kemampuannya menembus membran luar bakteri Gram
negatif,ktetapi sama-sama rentan diinaktifkan oleh enzimkbeta-laktamase. Pada
aminopenisilin, keduanya memiliki aktivitas sama namun amoksisilin lebih mudah
diabsorbsi jika diberikan perloral (Gallagher & MacDougall, 2018).
Amoksisilinkdapat diberikan untuk mengobatilinfeksi saluran kemih,lsinusitis,
otitis,ldanlinfeksi saluran napaskbawah.kSedangkan,kantibiotik ampisilin tidak
dapat digunakan sebagai terapi empirislpada infeksi saluranlkemih, meningitis,jdan
demam tifoid, karena banyaknya spesies gram negatif yang menghasilkan beta-
lactamase dan resisten (B. Katzung, 2012).
d) Pseudopenisilin
Penisilinkgolongan ini termasuk karbenisilin, tikarsilin, dan piperasilin yang
dapat melawan aktivitas bakterikPseudomonas aeruginosa, sebagai penyebab
infeksi nosokomial yangttelah resisten terhadap beberapajantibiotik.kGolongan
pseudopenisilin peka dengan enzim betalaktamase, sehingga pemberiannya
dilakukan secara intravena. Meski peka terhadap enzim beta-laktamase, golongan
-
13
ini mempunyai aktivitas terhadap bakteri streptokokusjdanjenterokokus (Gallagher
& MacDougall, 2018).
Meskipun aminopenisilinkdan antipseudomonaskpenisilin memiliki aktivitas
yang intrinsikkterhadap bakteri gram negatif, kedua golongan ini tetap rentan
terhadap enzim beta-laktamase.jOleh karena itu,hpenisilin yang rentan terhadap
beta-laktamase dapat dikombinasikan dengan agen penghambat enzim beta-
laktamase.kKombinasi dengan bahan penghambat enzim betalaktamase seperti
asam klavulanat, sulbaktam dapat meningkatkan aktifitaskpenisilin sehingga dapat
membunuh bakteri contohnya ampisilin-sulbaktam (Gallagher & MacDougall,
2018; William A. Petri, 2011).
Tabel II. 2 Parameter-parameter Farmakokinetik untuk Beberapa Penicillin (KPRA RSUD Dr.
Saiful Anwar Malang, 2016)
Obat Cara Pemberian Waktu Paruh (jam) Eksresi di
Ginjal (%)
Penyesuaian Dosis
Pada Gagal Ginjal
Natural Penicillin
Penisilin G im, iv 0,5 79-85 Ya
Penisilin V per oral 0,5 20-40 Ya
Penicillin Anti-staphylococcus (resisten penicillinase)
Nafisilin im, iv 0,8-1,2 31-38 Tidak
Oxasilin im, iv 0,4-0,7 39-66 Tidak
Kloxasilin per oral 0,5-0,6 49-70 Tidak
Dikloxasilin per oral 0,6-0,8 35-90 Tidak
Ampisilin per oral, im, iv 1,1-1,5 40-92 Ya
Amoksisilin per oral 1,4-2,0 86 Ya
Nafisilin im, iv 0,8-1,2 31-38 Tidak
Penicillin Anti-pseudomonas
Karbenisilin per oral 0,8-1,2 85 Ya
Mezlosilin im, iv 0,9-1,7 61-69 Ya
Piperasilin im, iv 0,8-1,1 74-89 Ya
Tikarsilin im, iv 1,0-1,4 95 Ya
-
14
e) Pseudopenisilin
Penisilinkgolongan ini termasuk karbenisilin, tikarsilin, dan piperasilin yang
dapat melawan aktivitas bakterikPseudomonas aeruginosa, sebagai penyebab
infeksi nosokomial yangttelah resisten terhadap beberapajantibiotik.kGolongan
pseudopenisilin peka dengan enzim betalaktamase, sehingga pemberiannya
dilakukan secara intravena. Meski peka terhadap enzim beta-laktamase, golongan
ini mempunyai aktivitas terhadap bakteri streptokokusjdanjenterokokus (William
A. Petri, 2011).
Meskipun aminopenisilinkdan antipseudomonaskpenisilin memiliki aktivitas
yang intrinsikkterhadap bakteri gram negatif, kedua golongan ini tetap rentan
terhadap enzim beta-laktamase.jOleh karena itu,hpenisilin yang rentan terhadap
beta-laktamase dapat dikombinasikan dengan agen penghambat enzim beta-
laktamase.kKombinasi dengan bahan penghambat enzim betalaktamase seperti
asam klavulanat, sulbaktam dapat meningkatkan aktifitaskpenisilin sehingga dapat
membunuh bakteri contohnya ampisilin-sulbaktam (Gallagher & MacDougall,
2018).
2. GolongankSefalosporin
Golonganmsefalosporin merupakanlantibiotik yangjserupa dengan penisilin,
dengan mekanismekkerja menghambatksintesis dinding selkbakteri.kNamun,
mayoritasnyakdibandingkan dengan penisilin, golongan sefalosporin lebihlstabil
terhadaplenzimlbeta-laktamase sehinggalmemiliki spectrum aktivitas yang lebih
luasl(Beauduy & Winston, 2018).mBerdasarkan sistem generasi dan spektrum
aktivitas antimikroba,kgolongan sefalosporin dibagi menjadi 4kgenerasi (Gallagher
& MacDougall, 2018).
a) Sefalosporin Generasi Pertama
Antibiotikkgolongan sefalosporin generasimpertama diantaranya sefazolin,
sefadroxil, sefalexin, sefalotin, sefapirin, dan sefradin.gSpektrum antibakteri
sefalosporin generasi pertama ini lebih sempitldibandingkan generasi berikutnya,
namun memiliki aktivitas baik pada bakteri gram-positif.jKebanyakan bakteri gram
positiflterutama aktif terhadap cocci (pneumokokus,lstreptokokus,lstafilokokus)
kecuali enterococci, MRSAldan S. Epidermis.kSefaleksin memiliki efek samping
pada saluran pencernaan, sehingga disarankan diberikan bersama makanan, disis
-
15
lain sefaleksin memiliki adsorbsikyang baik sehingga cocok diberikan secara oral.
Saat ini,ksefazolin merupakan satu-satunyamsefalosporin parenteral generasi
pertama yang masih digunakan secara umum.kSelain Penggunaanya bisa melalui
intravena maupun intramuskular.mPada pasien gangguan fungsi ginjal harus
diperhatikan penyesuaian dosisnya karena semua golongan obat ini di ekskresi
melalui urin melaluikfiltrasi golemurulus dan sekresiktubulus. Contoh lainnya ialah
sefadroksil (Beauduy & Winston, 2018; William A. Petri, 2011).
b) Sefalosporin Generasi Kedua
Sefalosporinmgenerasi kedua diantaranya sefaklor, sefamandol, sefonisid,
sefuroksim,ksefprozil, lorakarbasef, seforanid, serta sefamisin. Sefalosporin
generasi ini lebih tahan terhadap enzim beta-laktamase dan memiliki aktivitaskyang
lebih baikkpada bakterikgram negatifkkhususnya bacteri anaerob. Waktu paruh
elimasinya hampir sama seperti generasijpertama tetapikkemampuanlmenembus
cairankserebospinal lebihkbaik (Gallagher & MacDougall, 2018). Sefamandol,
sefuroksin,ksefonisid,kseforanid,kdan sefaklor aktif terhadapmH.minfluenzae,
sebaliknya sefoksitin,lsefmetazol, danlsefotetan aktif terhadap B.lfragilis. Seperti
generasi pertama,lsefalosporinlgenerasi kedua kurang aktifLterhadapkenterokokus
ataulP. auroginosa (Katzung, 2012)
Umumnya sebagaian besar sefalosporin generasi kedua, diberikan secara infus
intravena 1g,ldan sebaiknya tidak diberikan secara intramuscular karena dapat
menimbulkan nyeri.kPenyesuaian dosis diperlukan pada orang yang mengalami
gangguan ginjal. Sefaklor, sefuroksim aksetil, sefprozil, dan lokarbasefldapat
diberikan secaraloral. Dosis lazimmuntuk dewasa adalahl10-15mg/kg/hari dalam
dua ataukempat kalildosis.kSedangkan untuk anak peru diberil20-40 mg/kg/hari
hinggalmaksimalk1g/hari (Katzung, 2012).kSefalosporin generasi kedua banyak
digunakan untuk mengatasi infeksi saluran pernafasan bagian bawah, sinusitis,
otitis, pneumonia, infeksi anaerobik campuran seperti peritonitis,cdiverticulitis, dan
penyakit radangkpanggul (Deck & Winston, 2015).
c) Sefalosporin Generasi Ketiga
Antibiotikmsefalosporin generasikketiga mencakup sefoperazon,ksefotaksim,
seftazidim, seftizoksim, seftriakson, sefiksim,lsefpodoksimlproksetil,ksefditoren
pivoksil,lseftibuten, dankmoksalaktam.kBilakdibandingkan dengan sefalosporin
-
16
generasi kedua,lgenerasi ketiga ini lebih memiliki aktivitas yeng lebihkluas
terhadap bakterikgram-negatif.mSefalosporin generasi ketiga mampu menembus
sawar darah di otak dan lebih tahan terhadap enzimmbeta-lactamase (Beauduy &
Winston, 2018).fSefalosporinkgenerasi ketiga dapat menembus cairan tubuh dan
jaringan dengan baik, sehingga hampir semuanya diberikan secara intravena
dengan pengecualian sefoperazon.kHampir semua obat dieliminasi melalui urin
kecuali sefoperazon dan seftriakson yang diekskresi melalui empedu sehingga
untuk kedua obat ini tidak perlu penyesuaiankdosis pada pasienlgangguan ginjal
(Deck & Winston, 2015).
Sefalosporinkgenerasi ini dapat digunakan untukkmengobati berbagaikmacam
infeksilserius oleh organisme yangkresisten terhadapkobat lain. Ceftazidimeldan
cefoperazone merupakan golongan sefalosporin yang memiliki aktivitas melawan
bakteri Pseudomonas aeruginosa, sehingga bisa digunakan untuk penyakit Infeksi
saluran pernafasan bawah, infeksi nosokomial dan pyelonepritis. Seftriaksonldan
sefotaksimladalah sefalosporin yang paling aktifkterhadap pneumokokuskyang
rentan terhadap penisilinbsehingga di anjurkan untuk terapilempiris infeksilserius.
Selain itu, seftriakson dan sefotaksim telah disetujui untuk pengobatan meningitis
akibat penumokokus, meningokokus, H. influenza, maupun bakteri gram-negatif
yang rentan. Waktu paruh obat ini sangatlbervariasi, misalnya seftriaksonlwaktu
paruh 7-8ljam dengan dosis 15-50mg/kg/hari disuntikkan setiap 24jam. Dosis 2g
setiap 12 jam dianjurkan untuk mengobati meningitis, sediaan seftriakson di RSUD
Dr. Iskak tersedia dalam bentuk 1 gram serbuk injeksi yang dapat dilihat pada tabel
II.3 (Katzung, 2012). Dalam studi yang dilakukan di RSUD Prof. Dr. Margono
Soekarjo Purwokerto menunjukkan sebanyak 52,29% penggunaan antibiotik
seftriakson, sedangkan sefotaksim dengan persentase yang lebih sedikit
dibandingkan dengan seftriakson, yaitu 8,15% digunakan dalam IPD karena
memiliki efektivitas yang lebih luas dibandingkan dengan generasi sebelumnya
terutama pada Gram negatif (Lestari dkk., 2018). Penyakit lain yang dapat diatasi
oleh golongan ini yaitu gonorea, dan penyakit lyme. Bentuk sediaan serta dosis
terapi yang tersedia untuk golongan sefalosporin di RSUD Dr. Iskak Tulungagung
dapat dilihat pada tabel II.3 (Gallagher & MacDougall, 2018; Komite Farmasi dan
Terapi RSUD Dr. Iskak Tulungagung, 2019).
-
17
Tabel II. 3 Penggunaan Antibakteri Golongan Beta-laktam Berdasarkan Pola Peta Kuman di RSUD
Dr.Iskak Tulungagung (Komite Farmasi dan Terapi RSUD Dr. Iskak Tulungagung, 2019; World
Health Organization, 2018a)
Antibiotik Kode ATC Rute DDD Dosis Terapi dewasa
Penisilin
Penisilin G J01CE01 im 3.6g Benzatin benzil penisilin (1,2 juta
UI/mL; 2,4 juta UI/mL)
Penisilin V J01CE02 Per oral 2g 0,125g; 0,25g; 0,5 g
Kloksasilin J01CF02 Per oral 2g 0,5 g
Amoksisilin J01CA04 Per oral 3g 0,25-0,5 g tiga kali sehari
Amoksisilin/Klavulanat
J01CR02 Per oral 1.5g 500/125 mg
J01CR02 iv 3g 1g/200 mg
Sefalosporin Generasi I
Sefadroksil J01DB05 Per oral 2 g 0,25-0,5 g
Sefaleksin J01DB01 Per oral 2g 0,25-0,5 g
Sefazolin J01DB04 iv 3g Ser. Inj 1 g/vial
Sefalosporin Generasi II
Sefuroksim
J01DC02 Per oral 0.5g 0,25 g; 0,5 g
J01DC02 iv 3g Serb. Inj 0,75-1g
Sefalosporin Generasi III dan IV
Sefotaksim J01DD01 iv 4g 0,5 – 1 g
Seftazidim J01DD02 iv 4g 1 g
Seftriakson J01DD04 iv 2g 1 g serb. inj
Sefiksim J01DD08 Per oral 0.4g 100-200 mg
Sefepim J01DE01 iv 4g 100mg serb. Inj.
Sefpirom J01DE02 iv 4g serb. Inj 1.000 mg
Karbapenem
Meropenem J01DH02
iv 3g Serb. Inj. 0,5-1 g (Untuk terapi lini
ketiga infeksi yang disebabkan
kuman penghasil ESBL)
d) Sefalosporin Generasi Keempat
Sefepimmmerupakanksalah satu contoh antibiotik sefalosporin generasi empat
yang tersedia dan memilikilspektrum paling luas sehingga dapatlmelawan bakteri
gramknegatif, gram positifltermasukmPseudomonas.lSefepim dapat menembus
cairan serebrospinalkdengan baik, serta memiliki aktivitas yang baik terhadap
-
18
Pseudomonaskaeruginosa,lEnterebacteriaceae, S.aureus, dan S. penumoniae.
Sefepim digunakan terutama untuk infeksi nosokomial.jMeskipun dinyatakan
untuk mengatasi Infeksi saluran pernafasan bawah dankinfeksi saluran kemih,
sefepim mampu membunuh infeksi di berbagai tempat (Gallagher & MacDougall,
2018).kSefepim dieliminasi di ginjal dengan waktu paruh 1 – 2 jamk(Pottinger,
Reller, & Ryan, 2014).
3. Golongan Karbapenem
Golongan karbapenem,ksecara struktural mirip dengan antibiotika beta-laktam
dan memiliki spectrum yang luas dengan aktivitas yang baik terhadap P.
aeruginosa, organisme gram-positif, dan anaerob. Golongan ini meliputi
doripenem, ertapenem, imipenem, dan meropenem. Mekanime kerja sama seperti
golongan betalaktam yang lain tetapi dilihat dari strukturnya unik dan berbeda
dengan golongan penisilin dan sefalosporin. Antibiotik golongan ini resisten
terhadap kebanyakan beta-laktamase, namun tidak terhadap karbapenase atau
metalo-beta-laktamase (Gallagher & MacDougall, 2018).
4. Golongan Monobaktam
Aztreonammmeruapakan satu-satunya monobaktam yang tersedia yang
memiliki cincin betalaktam monosiklik.kAktivitasnya terbatas padakbakteri gram
negatifkdan tidaklmempunyaihaktivitas padaxbakteri gramxpositif maupunlbakteri
anaerob. Pada pasien yang memilikilalergi terhadaplbeta-laktam, aztreonam bisa
dijakanlpilihankterapi (Beauduy & Winston, 2018; Gallagher & MacDougall,
2018)
5. Golongan Inhibitor Enzim beta-laktamase
Penghambatkbetalaktamase yang mirip dengan molekul beta-laktam, namun
efek antibakterinya sangat lemah, seperti asam klavulanat, sulbaktam,ltazobaktam.
Golongankini mampu melindungi inaktivasi penisilin yang terhidrolisis dari enzim
betalaktamase.jSediaankyang teredia di pasaran hanya sediaan kombinasi antara
golongan penghambat enzim betalaktamase dengan penisilin dan atauksefalosporin
(Beauduy & Winston, 2018b).
-
19
- Antibiotik Glikopeptida dan Lipopeptida
Contohmantibiotikkgolongan glikopeptida adalah vankomisin dan teikoplanin.
Vankomisin dihasilkan dari bakteri Streptococcus orientalis dan Amycolatopsis
orientalis yang dapat melawanibakteri gram posirif menghambat sintesis dinding sel
dengan berikatan di rantaiiterminal d-Alanin-d-Alanin pada peptidoglikan yang baru
terbentuk.kKejadian ini akan menghambat transglikosilase dan mencegah elongasi
dan cross-linking darikpeptidoglikan.lPemberian secara parenteral yaitu intravena
dan buruk pada pemberian oral karena kurang dapat diserap dari saluran
cerna.jTeicoplanin memiliki mekanismekyang sama tetapi pemberiannya secara
intramuskular. Dalbavansin dan oritavansin merupakan contoh dari lipoglikopeptida
turunan teikoplanin. Keduanya memilikimwaktu paruh yang panjang karena
eliminasinya yang lama.mDaptopmisin merupakan antibiotik golongan lipopeptida
yang spektrum aktivitasnya serupa dengan vankomisin dan digunakan untuk infeksi
kulit dan jaringan lunak, endokarditisjdanjbakterimia (Beauduy & Winston, 2018b;
Gallagher & MacDougall, 2018).
- Antibiotik Tetrasklin
Tetrasiklindmerupakan turunan semisintetik dari klortetrasiklin yang merupakan
antibiotikkbakteriostatik yang memiliki aktivitas spektrum yang luas dengan
mekanisme menghambat sintesis proteinjdarijbakteri. Antibiotik tetrasiklin masuk
ke dalam mikroorganisme dengan mekanisme difusi pasif dan transort aktif. Setelah
berada di dalam sel bakteri, tetrasiklin tersebut mengikat secara reversible subunit
30s ribosom sehingga memblokir pengikatan aminoasil-tRNA ke situs akseptor
pada kompleks mRNA-ribosom dan mencegah asam amino bertambah di peptida.
Tetrasiklin dikenal sebagai antibiotik spektrum luas karena aktif melawan bakteri
Gram positif, Gram negatif, bakteri anaerob serta aerob sehingga bisa dijadikan
pilihan terapi untuk mengatasi penyakit lyme dan riketsia. Antibiotik yang masuk
dalam golongan ini ialah tetrasiklin, klortetrasiklin, oksitetrasiklin, doksisiklin,
minosiklin, dan tigesiklin. Mayoritas Antibiotik dari golongan ini diberikan secara
peroral. Doksisiklin dan minosiklin memiliki bioavaibilitas hampir 100% seperti
yang ditunjukkan pada tabel II.4. (Beauduy & Winston, 2018; Gallagher &
MacDougall, 2018).
-
20
Tabel II. 4 Beberapa Sifat Tetrasiklin dan Obat-obat Segolongan (KPRA RSUD Dr. Saiful Anwar
Malang, 2016)
Obat Rute yang dipilih Waktu Paruh
Serum (jam) Ikatan Protein Serum ((%)
Tetracycline HCl Per oral, i.v. 8 25-60
Chlortetracycline HCl Per oral, i.v. 6 40-70
Oxytetracycline HCl Per oral, i.v. 9 20-35
Demeclocycline HC Per oral 12 40-90
Methacycline HCl Per oral 13 75-90
Doxycyclin Per oral, i.v. 18 25-90
- Antibiotik Makrolida
Anti bakteri dari eritromisinjdan makrolida lainnya sering digunakan pada
pasien untuk mengobatijbakteri patogen terutama pada organ respiratori karena
spektrumnya yang luas.jAntibiotik ini dapat menghambatan pertumbuhan bakteri
atau efek bakteriostatik, tetapi dapat berubah menjadi bakterisidal jika digunakan
pada kadar yang tinggi pada organisme yang rentan. Penghambatan sintesis protein
terjadi melalui pengikatan secara reversibel pada RNA sub unit ribosom 50S.
Eritromisin aktif terhadap bakteri aerob gram positif bentuk coccus dan basil.
Golongan antibiotik makrolida antara lain eritromisin, azitromisin, clarithromisin
dan telithromisin (Brunton, et al., 2011).
Basis eritromisin dihancurkan oleh asam lambung sehingga harus diberikan
dengan lapisan enterik. Makanan mengganggu penyerapan. Penyesuaian untuk
gagal ginjal tidak diperlukan karena sejumlah besar dosis yang diberikan
diekskresikan melalui empedu dan hilang dalam kotoran, dan hanya 5% yang
diekskresikan melalui urin. Obat terserap didistribusikan secara luas kecuali ke otak
dan cairan serebrospinal. Eritromisin dapat menembus sawar darah plasenta dan
mencapai janin. Resistensi makrolida di antara S. pneumoniae sering berdampingan
dengan resistensi penisilin. Stafilokokus tidak sensitif terhadap eritromisin, terutama
strain yang resistenkmetisilin. Eritromisin digunakankuntuk indikasi infeksiksaluran
pernafasan,lpneumonia,lfaringitis, infeksilkulit dan jaringanllunak, dan profilaksis
endokarditis (Deck & Winston, 2015).
-
21
- Antibiotik Linkosamida
Contoh antibiotik dari golongan ini adalah klindamisin. Antibiotik ini memiliki
mekanisme kerja yang menyerupai antibiotik golongan makrolida yaitu dapat
menghambatxsintesis proteinxdengan cara berikatanxdengan ribosomxsubunit 50s.
Klindamisinxdiindikasikan untuk mengatasi infeksi pada kulit dan jaringan yang
disebabkan oleh streptokokus dan stafilokokus. Selain itu, klindamisin
direkomendasikan untuk profilaksis pada pasien endokarditis dengan penyakit
katup jantung dan memiliki sejarah resisten penisilin (Beauduy & Winston, 2018;
Brunton et al., 2011).
- Antibiotik Kloramfenikol
Antibiotikgolongan kloramfenikol dapat menghambatxsintesis proteinldengan
mengikatxsubunit ribosom 50S dari bakteri secara reversible. Kloramfenikol
bersifat bakteriostatikxberspektrum luas yangxaktif melawan bakteri baiklaerobik
maupunlanaerobik serta gramlpositif danlgramlnegatif. Pemberiannya secara oral
dan akan terdistribusi luas hampir ke semua jaringan dan cairan tubuh bahkan
cairanlserebrospinal. Sebagiankbesar obatldieliminasi melaluixginjal dan sebagian
kecil obat aktif diekskresikan melalui empedu dan feses. Pemberian pada bayi dan
balita harus berhati-hati karena dapat menyebabkan sindrom abu-abu atau gray
baby syndrome. Kloramfenikoljbisa dijadikan terapi alternatif setelah beta-laktam
untuk mengatasi meningitis (Beauduy & Winston, 2018). Kloramfenikol dapat
digunakan untuk indikasi tifus, meningitis bakteri yang terjadi pada pasien yang
memiliki reaksi hipersensitif besar terhadap penisilin.kSelain itu, kloramfenikol
juga digunakan secara topikal untuk infeksi mata karena spektrumnya yang luas
dan penetrasi baik ke dalam jaringan okular danmaqueousnhumor (Deck &
Winston, 2015).
- Antibiotik Oxazolidinon
Mekanisme dari Antibiotik ini yaitu mencegah sinstesis protein bakteri dengan
berikatan pada ribosom RNA 23S dan 50S dan bekerja secara bakteriostatis
terhadap beberapa bakteri. Linezolida merupakan contoh dari Antibiotik golongan
ini. Linezolid dipercaya dapat mengatasi resistensi vankomisin dan pencegahan
-
22
pneumonia. Selain itu, juga sebagai terapi pada resistensi beberapa antibiotik
untuk Tuberkulosis dan infeksi Nocardia (Beauduy & Winston, 2018).
- Antibiotik Aminoglikosida
Antibiotik ini diantaranya streptomisin, neomisin, kanamisin, amikasin,
gentamisin,ltobramisin, sisomisin,lnetilmisin, dan lain-lain. Umumnya antibiotik
ini dikombinasikan denganjantibiotik golongan beta-laktam pada pasien dengan
infeksi serius oleh bakteri Gram-negatif.jAntibiotik ini berikatan pada ribosom
bakteri sehingga menyebabkan kesalahan dalam pemacaanmkode protein,
kesalahan pembentukankformasi protein dan penghambatan sintesis protein. Hasil
penghambatannya bersifat irreversible (MacDougall & Chambers, 2011).
Gentamisin dan tobramisin adalahlobat yangxpaling banyakxdigunakan dari
golonganlini. Sedangkan amikasin umumnya digunakan untuk bakteri yang sudah
resisten terhadap gentamisin dan tobramisin. Streptomisin memiliki kegunaan
yang terbatas yaitu hanya spesifik ke bakteri Enterococcus, dan tuberculosis.
Aminoglikosida tidak dapat menembus Blood Brain Barrier (BBB) sehingga
berada di tulang dan cairan sinovial. (Beauduy & Winston, 2018; Gallagher &
MacDougall, 2018).
- Antibiotik Sulfonamida
Antibiotik golonganmsulfonamide memiliki mekanisme kerja dengan
menghambat dihidropteroat sintase yang merupakanxsalah satu enzim yang
dibutuhkanluntuk mensintesis purin dan menghambat produksi folat (sebagai obat
antifolat). Sulfonamid peka terhadapxbakteri gramxpositif dan gramxnegatif, dan
beberapalprotozoa, akan tetapi aktivitasnya buruk terhadap anaerob. Pseudomonas
aeruginosa secara intrinsik resisten terhadap antibiotik golongan sulfonamid.
Sulfonamid diabsorbsi dan didistribusikanxsecara luaslkeljaringan dan cairan tubuh
(termasuk sistem sarafxpusat dan cairanxserebrospinal), plasenta, danxjanin.
Pengikatan protein bervariasi dari 20% hingga lebih dari 90%. Sulfonamida
diekskresikan ke dalam urin, terutama oleh filtrasi glomerulus sehingga perlu
penyesuaian dosis untuk pasien yang mengalami gangguan ginjal (William A. Petri,
2011).
-
23
Sulfonamid dibagi menjadi tiga kelompok utama, yaitu (1) oral, dapat diserap
seperti sulfisoksazol, sulfametoksazol, sulfadiazine, dan sulfadoksin; (2) oral, tidak
dapat diserap seperti sulfasalazine yang digunakan secara luas pada colitis
ulserativa, enteritis, dan penyakit usus lainnya; dan (3) topikal seperti larutan atau
salep mata natrium sulfasetamid yang efektif untuk konjungtivitas bakteri.
Golongan sulfonamid jarang diberikan sebagai agen tunggal dan biasanya
dikombinasi dengan trimetoprim untuk meningkatkan aktivitasnya dan biasanya
kombinasi ini digunakan untuk pilihan terapi infeksi seperti Pneumocystis jiroveci,
pneumonia, toksoplasmosis, nokardiosis, dan infeksi bakteri lainnya (Deck &
Winston, 2015).
- Antibiotik Trimetoprim
Trimetoprim atau trimetoksibenzilpirimidin merupakan antibiotik yang dapat
menghambat secarajselektif enzim dihidrofolicjacid reductase pada bakteri yang
berfungsipmerubah asam dihidrofolat menjadi asam tetrahidrofolat sehingga
pembentukan purin terganggu dan berpengaruh padalDNA. Trimetropin biasanya
diberikan secara oral secara tunggal (100 mg dua kali sehari) atau dengan
dikombinasikanmbersama sulfametoksazol. Kombinasi trimetoprim dan
sulfametoksazol bersifat bakterisidal sehingga meningkatkan terapi apabila
dibandingkan dengan penggunaan sulfametoksazol sendiri. Kombinasi ini dapat
diberikan secara intravena yang efektif untuk berbagai jenis infeksi seperti
pneumonia, P. jiroveci, shigelois, infeksi salmonella sistemik, infeksi saluran
kemih, prostatis dan beberapa infeksi non-tuberkulosa lain (Beauduy & Winston,
2018b; Deck & Winston, 2015).
- Antibiotik Kuinolon
Kuinolon merupakan analog dari asam nalidiksat yang bekerja menghambat
sintesis asam nukleat dengan hambatan pada enzim topoisomerase II (DNA girase)
sehingga bisa digolongan mempunyai efek bakterisidal. Selain itu, kuinolon bekerja
pula menghambat topoimerase IV sehingga terjadi pemisahan DNA kromosom
yang di replikasi ke dalam sel anak selama pembelahan sel. Aktivitas dari kuinolon
luas dan beberapa seyawa golongan ini adalah norfloksasin,jsiprofloksasin,
levofloksasin dan ofloksasin. Siprofloksasin adalah Antibiotik golongan kuinolon
-
24
yang aktif terhadap gram negatif terutama pada P. aeruginosa.jNorfloksasin
merupakan golongan kuinolon yang paling sedikit aktif melawan bakteri gram
positif dan negatif. Sedangkan levofloksasin dan oflofoksasin aktivitasnya paling
kuat terhadap bakteri gram positif. Golongan ini terabsorbsi baik pada pemberian
oral, bioavaibilitasnya 80-95%. Siprofloksasin dan levofloxacin sudah disetujui
oleh FD untuk bisa dijadikan terapi pilihan untuk profilaksis dan terapi antraks
(Beauduy & Winston, 2018; Brunton et al., 2011).
2.3 Prinsip Penggunaan Antibiotik
Prinsipmpenentuan penggunaan antibiotik pada penyakit infeksi harus
dengan mengetahui lokasi infeksi, kondisi immunokompromijseperti lanjut usia,
diabetes dan melakukan uji mikrobiologi seperti kultur untuk memastikan bakteri
apa yang menyebabkan terjadinya infeksi. Secara umum penggunaan antibiotik
berfungsi untuk mengatasi infeksi yang disebabkan oleh bakteri. Oleh karena itu,
pemilihan untuk penanganan infeksi tersebut adalah mempertimbangkankfaktor
pasien dan faktor diluar pasienk(Leekha et al., 2011).
a) Faktor pasien
Faktorkyang dimaksudkan adalah kondisi ginjal dan hati, umur pasien, kondisi
kehamilan dan menyusui, riwayat antibiotik yang sedang digunakan dan riwayat
alergi. Ginjal dan hati merupakanforgan utama yang berfungsi untuk mengeliminasi
obat dari tubuh, apabila terjadi kerusakan pada organ tersebut, proses eliminasi obat
akan mengalami penurunan, sehingga perlu dilakukan penyesuaian dosis untuk
menghindari akumulasi dan toksisitas pada organ tersebut.jBegitu pula dengan
umur, dosis obat memerlukan luas permukaan tubuh dan fungsi ginjal.jPada pasien
geriatri, kadar kreatinin serum tidak selalu menunjukkan fungsi ginjal oleh karena
itu dibutuhkanmumur dan beratmbadan pasienmuntuk menunjukkanmklirens
kreatininnya (Leekha et al., 2011).
b) Faktor luar dari pasien
Faktor yang harus diperhatikan adalah farmakokinetik dan farmakodinamik
obat, spektrum aktivitas dan efek pada flora normal, dosis, potensi efek samping
yang ditimbulkan, interaksi, hingga harga obat. Sifat farmakokinetika obat
-
25
menentukan regimen antimikroba karena sifat farmakokinetika menggambarkan
absorbsi, distribusi, metabolisme, dan eliminasi obat. Dengan mengetahui
antibiotik yang memiliki bioavaibilitas baik misalnya antibiotika beta laktam,
pemilihan rute pemakaian oral obat akan bergantung pada penyakit dan lokasi
infeksinya. Berbeda dengan kondisi infeksi pada organ konsentrasi sistemik yang
tinggi, antibiotik harus segera menuju ke lokasi terinfeksi (meningitis) atau pada
antibiotik dengan bioavaibilitas yang rendah, rute intravena harus dipilih (Oliphant
& Madaras-Kelly, 2013). Secaraxumum terdapatxdua kelompok antibiotika
berdasarkanxsifatlfarmakokinetiknya, yaitul(KPRA RSUD Dr. Saiful Anwar
Malang, 2016) ;
‒ Timeldependentlkilling. Yaitualamanya antibiotikalberada dalam darah dalam
kadarpdiatas KHM sangat penting untuk memperkirakan outcome klinik
ataupunjkesembuhan.jPada kelompok inilkadar antibiotikaldalam darahldi atas
KHMxpaling tidakxselama 50%xinterval dosis.kContohxantibiotika yang
tergolongxtimexdependent killingkantara lain penicillin,xcephalosporin,xdan
macrolide.
‒ Concentrationldependent. Yaituksemakinktinggi kadarlantibiotika dalam darah
melampauilKHM makalsemakin tinggilpula daya bunuhnyalterhadaplbakteri.
Pada kelompokiini diperlukanirasio KHMzsekitar 10.xArtinya bahwalrejimen
dosislyang dipilihlharuslah memilikilkadarldalam serumiatau jaringani10lkali
lebih tinggildari KHM.kJikalgagallmencapai kadarlini diltempatiinfeksiiatau
jaringanxakan mengakibatkanxkegagalan terapi, sehingga inilahiyangkkadang
menyebabkanlantibiotiklmenjadilresistensi.
2.3.1 Prinsip Penggunaan Antibiotika Bijak
Dewasamini pemerintah telah mengeluarkan aturan dalam menggunakan
antibiotik secara bijak. Diantaranya sebagai berikut (Kemenkes RI, 2011b):
a) Penggunaanaantibiotik bijak, yaitulpenggunaankantibiotikkdenganlspektrum
sempit, pada indikasilyang ketatidengan dosislyangladekuat, interval danilama
pemberianxyangxtepat.
b) Kebijakankpenggunaan antibiotik ditandai dengankpembatasanxpenggunaan
antibiotikldan mengutamakanlpenggunaanlantibiotik linilpertama.
-
26
c) Pembatasanmpenggunaan antibiotikxdapat dilakukanxdengan menerapkan
pedomanxpenggunaan antibiotik,xpenerapanxpenggunaan antibiotikxsecara
terbatas danxpenerapanxkewenangan dalamxpenggunaanxantibiotikxtertentu.
d) Indikasixketatxpenggunaanxantibiotikxdimulaildengan
menegakkanxdiagnosis penyakitxinfeksi,amenggunakanxinformasi klinis dan
hasil darilpemeriksaan laboratoriumnmeliputi ujinmikrobiologi, serologi,ndan
penunjang lainnya. Antibiotikxtidakxdiberikan padalpenyakit
infeksiiyangidisebabkan olehlvirus atau penyakitlyang dapat sembuhlsendiri
(selfllimited).
e) Pemilihan antibiotikxharus berdasarxpada:
- Informasi mengenaixspektrumxkuman penyebablindeksi dan polalkepekaan
terhadapkantibiotik.
- Hasilkpemeriksaankmikrobiologilataukperkiraan kumanxpenyebabkinfeksi.
- Profilkfarmakokinetikxdan farmakodinamikxantibiotik.
- Melakukanxde-eskalasi setelahxmempertimbangkanlhasil mikrobiologildan
keadaan klinislpasien sertaxketersediaanxobat.
- Obat dipilihxataskdasarkpaling costkeffective danxaman.
- Prinsip 5B1W (benar pasien, benar obat, benar dosis, benar waktu dan cara
pemberian, waspada efek samping serta resistensi obat).
f) Meningkatkan pemahamanmtenaga keseharan terhadap penggunaan antibiotik
sehingga menjamin ketersediaanmtenaga kesehatan yang kompeten,
meningkatkanxketersediaanxdan mutuxfasilitas penunjang,xmengembangkan
sistem penanganan penyakitdinfeksi secarasbersamaan, membentuk tim
pengendalijdanlpemantau penggunaanxantibiotiklsecarakbijak, intensif dan
berkesinambungan adalah langkah yang diambilluntuk mewujudkan penerapan
penggunaanlantibiotiklsecaralbijak.
2.3.2 Prinsip Penggunaan Antibiotika untuk Terapi Empiris dan Definitif
Berdasarkanspenggunaannya, Antibiotik dapat dibagi menjadi dua yaitu
antibiotikmprofilaksis dankantibiotik terapi. Pada pasien penyakit dalam,
antibiotikayang digunakan adalah antibiotik terapi dan penggunaannya dapat
bersifat empiris ataukdefinitif (Pranata et al., 2014).
-
27
a. Antibiotik Empiris
Antibiotikxempiris merupakanmantibiotik yang digunakan padaxkasus
infeksi bakteri atauxdiduga bahwaiinfeksiibakterial yang belumldiketahuiijenis
bakteri penyebabxdan kepekanaannya (SPO RSUD Dr. Iskak Tulungagung,
2019a). Antibiotik empiris diberikan pada pasien yang sudah terinfeksi namun,
bakteri penyebab infeksinya belum diketahui (Gallagher & MacDougall, 2018).
Tujuan pemberian antibiotika untuklterapi ini dimaksudkan untuk menghambat
pertumbuhanlbakteri yangididuga menjadi penyebab infeksi, sebelum diperoleh
hasilipemeriksaanimikrobiologi. Waktu dimulainya atau inisiasi pemberian
antibiotik empiris berdasarkan dari kedaduratan situasi pasien. Pada kondisi
kritis atau darurat seperti pada pasien septik syok, pasien neutropenia febril, dan
pasien dengan meningitis bakteri, terapi empiris harus segera dimulai setelah
atau bersamaan dengan koleksi diagnostik spesimen atau kultur kuman. Pada
umumnya, pemberian antibiotik ini menggunakan antibiotik berspektrum luas
yangidapat membunuh banyak spesies bakteri. Untuklinfeksilberat yangididuga
disebabkanmoleh polimikroba, dapat digunakan antibiotikaMkombinasi.
Pertimbangan yang harus dipikirkan dalam memberikan antibiotik empiris ialah
lokasi dan jenis terjadinya penyebab infeksi, pola resistensi pada fasilitas
kesehatan dan history penggunaan antibiotik pada pasien tersebut. antibiotika
oral digunakan sebagailpilihan pertama untuklterapi infeksiiringan. Pada
infeksiosedang sampailberatidapat dipertimbangkan menggunakan antibiotika
parenterali(KPRA RSUD Dr. Saiful Anwar Malang, 2016; Leekha et al., 2011).
Contoh antibiotikxyang palingxbanyakxdigunakan sebagaixterapi empiris yaitu
golonganksefalosporin, seperti seftriakson karena antibiotik golongan
sefalosforin memiliki mekanisme kerja spektrum luas, sehingga dapat
digunakan sebagai terapixempiris padaxpenyakit infeksixyang belumidiketahui
penyebabkbakterikinfeksinya (Lestari dkk., 2018).
Prosedur pemberian antibiotik empiris berdasarkan SPO RSUD Dr. Iskak
Tulungagung adalah (SPO RSUD Dr. Iskak Tulungagung, 2019a) :
-
28
‒ Dokter mengidentifikasi pasien secara klinis yang mengalami infeksi
bakteri.
‒ Dokter memberikan antibiotik empiris berdasarkan pola peta kuman pada
RSUD Dr. Iskak Tulungangung, pemberian antibiotik empiris sampai 72
jam.
‒ Dokter menulis permintaan pada Kartu Permintaan Obat (KPO).
‒ Apoteker atau TTK melakukan telaah terhadap KPO, kemudian petugas
depo melayani dan menyiaapkan sesuai KPO yang telah ditelaah.
‒ APJP melakukan monitoring atau pemantauan terhadap penggunaan
antibiotika.
‒ Jika antibiotik empiric sudah dilakukan selama 72 jam, maka harus
dilakukan kultur dan konsultasi pada Dokter Spesialis Mikrobiologi Klinik.
‒ DPJP dan Dokter Spesialis Mikrobiologi Klinik berkoordinasi untuk
pemberian antibiotik selanjutnya.
b. AntibiotikxDefinitif
Antibiotik definitifladalahipenggunaanlantibiotika pada kasus infeksi yang
sudahxdilakukan proses kultur bakterixdan hasil mikrobiologi telah selesai
sehingga penggunaannya pada kasuslinfeksilyang sudahldiketahuiljenis bakteri
penyebabxdan polakresistensi atauikepekaannyai(KPRA RSUD Dr. Saiful
Anwar Malang, 2016; SPO RSUD Dr. Iskak Tulungagung, 2019b). Tujuan
pemberian antibiotika untuk terapi definitifkuntukxmenghambat pertumbuhan
bakterixyang menjadi penyebab infeksi, berdasarkan pemeriksaan mikrobiologi
yang telahqdilakukan. Pemilihan antibiotik akan aman, efektif, berspektrum
sempit dan tidak membutuhkan banyak biaya sehingga toksisitas dan kegagalan
terapi bisa dihindari. Agen antimikroba dengan spektrum yang lebih sempit
harus diarahkan pada kemungkinan terjadinya infeksi paling besar selama masa
terapi untuk infeksi seperti pneumonia atau selulitis yang dialami masyarakat
pada pengobatan rawat jalan karena tes mikrobiologi spesifik tidak khas
dilakukan (KPRA RSUD Dr. Saiful Anwar Malang, 2016; Leekha et al., 2011).
Prosedur pemberian antibiotik definitif berdasarkan SPO RSUD Dr. Iskak
Tulungagung adalah (SPO RSUD Dr. Iskak Tulungagung, 2019b) :
-
29
‒ Dokter memberikan antibiotik definitif setelah pemeriksaan hasil kultur
telah keluar.
‒ Dokter memilih antibiotik terapi mengacu pada 5B1W (benaripasien, benar
obat,ibenaridosis, benar waktu danicara pemberianiobat, sertaiwaspada efek
samping dan resistensi); prinsip eskalasi de-eskalasi; dan lama pemberian
terapi sesuai Panduan Praktek Klinik.
‒ Dokter menuliskan permintaan antibiotik terapi pada KPO.
‒ Apoteker atauTTK menelaah KPO.
‒ Petugas depo farmasi melayani KPO yang sudah ditelaah.
‒ APJP melakukan monitoring terhadap penggunaan antibiotika.
2.4 ResistensikAntibiotik
Antibiotikkadalah obatlyanglbiasa digunakanxuntuk menghilangkan suatu
infeksi penyakit dengan aman tetapi juga bisa berbahaya. Resistensi Antibiotik
terjadi saat mikroorganisme mengalami perubahan yang menyebabkan obat yang
diberikan untuk mengatasi bakteri tidak efektif. Kondisi ini terjadi pada saat
organisme tidak dapat dihambat meskipun konsentrasi efektif telah tercapai. Setiap
spesies bakteri memiliki kemampuan transfer DNA yang berbeda antara lain, yaitu
melalui tiga tahap, transformasi, transduksi danet konjugasi (Pottinger et al., 2014).
Mekanisme resistensi antibiotik terjadi pada tahap yang berurutan mulai dari
obat masuk kedalam tubuh, terakumulasi, mengikat target hingga menimbulkan
toksisitas. Mekanisme ini dipengaruhi oleh perubahan kode gen karena mutasi (US
Department of Health and Human Service, 2019). Gen yang mengalami mutasi
akan berpindah menuju sel lainnya melalui elemen seperti plasmid, transposon, dan
bakteriofage sehingga mengakibatkan populasi yang resisten. Perpindahan
kromosom akan mengakibatkan muncunya resistensi silang (Archer & Polk, 2010).
Terjadinya resistensi antibiotik hanya memerlukan waktu yang singkat karena
dilihat dari waktu pembelahan suatu bakteri dengan cepat dan kemampuan bakteri
untuk menerima DNA dari bakteri yang lain sehingga kebanyakan waktu antara
penemuan Antibiotik dan resisteni cukup singkat) (Finberg & Guharoy, 2012).
Hasil penelitiandAntimicrobialxResistant inxIndonesiam(AMRIN-Study),
memperlihatkanxbahwai43% Escherichiaxcoli resisten terhadapxberbagaiijenis
-
30
antibiotic,idiantaranya: ampisilini(34%), kotrimoksazoli(29%) dan lkloramfenikol
(25%). Selain itu, sebanyaki781 pasien yang dirawat di rumah sakit didapatkan
81% Escherichia coli resisteniterhadapIberbagai jenis antibiotik, yaitu ampisilin
(73%), kotrimoksazol (56%), kloramfenikoli(43%), siprofloksasinI(22%), dan
gentamisin (18%)i(Kementrian Kesehatan RI, 2015).
Terdapat lima mekanisme resistensi antibiotik, resistensi antibiotik dapat
berkembang melalui satu tahap atau beberapa tahap saat antibiotik tersebut menuju
targetnya (Gumbo, 2011):
a. Resistensi yang terjadi karena aktivitas efflux obat. Bakteri dapat
meningkatkan aktivitas efflux dengan ekspresi yang berlebihan sehingga
pengeluaran antibiotik akan di tahan atau memberikan efek inhibisi.
Terdapat lima sistem yang menyebaban terjadinya efflux pump pada bakteri
yatuimultidrugiand toxicicompound extruderi(MATE), majorifacilitator
superfarmilyitransporter (MFS),ismall multidrugiresistance system (SMR),
resistanceinodulation divisionlexporters (RND)ldan ATPiBindingicassete
transporterI(ABC).
b. Resistensi yang terjadi karena bakteri mengeluarkan enzim untuk
menghancurkan antibiotik
c. Resistensi dengan merubah protein mikroba yang akan menyebabkan
transformasi prodrug menjadi bentuk yang efektif
d. Resistensi dengan memproduksi target lain
e. Resistensi dengan mengurangi masuknya antibiotik kedalam bakteri karena
adanya hambatan penetrasi yang disebabkan oleh perubahan permeabilitas
membran.
2.4.1 Faktor Berkembangnya Resistensi
Beberapa faktor yang dapa menyebabkan semakin berkembangnya
resistensi antibiotik adalah (Leekha et al., 2011).
a. Pemberian Antibiotik empiris secara terus menerus tanpa mengetahui bukti
penyebab infeksi
b. Perawatan klinis pasien dengan kultur yang positif tanpa mengetahui
penyakitnya
-
31
c. Kegagalan terapi Antibiotik spektrum sempit saat sudah diketahui penyebab
bakterinya.
d. Penggunaan Antibiotik profilaksis yang diperpanjang
e. Penggunaan antibitika yangiberlebihan
f. PenggunaaniAntibiotikldalam jangkalwaktulyangllama
2.4.2 Upaya Pencegahan Resistensi Antibiotik
Pendekatan yang dianjurkan untuk meminimalkan perkembangan resistensi
antibiotik (Gumbo, 2011) yaitu antara lain:
1. Tidakmmenggunakan antibiotik tanpa indikasi klinis.
2. Menggunakanmantibiotik dalam waktu yang sesingkat mungkin dan sesuai
masa terapi yang diperlukan untuk membunuhmbakteri.
3. Menggunakan antibiotik dengan dosis obat yang cukup untuk membunuh
semua bakteri atau dosis dalam rentang terapetik dan tidak dibawah dosis
MIC.
4. Penggunaan antibiotik empiris dan profilaksis harus dipantau secara hati-
hati dan hanya digunakan ketika ada indikasi yang jelas.
2.5 Tinjauan Evaluasi Antibiotik
Evaluasimpenggunaan antibiotik bertujuan untuk mengetahui kualitas dari
penggunaan antibiotik.mSelain itu, juga bisa dijakan dasar dalam membuat dasar
penggunaanlantibiotikidi rumahisakit secaraiterstandaridan sistematik serta sebagai
indikatorkkualitasilayananirumahisakit.kBentuk evaluasiiyang dilakukanxdengan
mempertimbangkanmberbagai aspek yaitu indikasi, regimen dosis, gejala klinis
dari hasil pemeriksaan laboratorium, keamanan dan harga. Pedoman dalam
melakukan evaluasi tercantum melalui PermenkeskNo. 2406/ MENKES/ PER/XII/
2011, menjelaskan terdapat dua metode untuk melakukan evaluasi yaitu secara
kuantitatif dan kualitatif (Kemenkes RI, 2011b).
2.5.1 Evaluasi secara Kuantitatif dengan Metode ATC/DDD
Metode ATC/DDD pertama kalinya diperkenalkan oleh WHO pada tahun
1960-an muntuk menyoroti perlunya sistem klasifikasi yang diterima secara
internasional untuk studi pemanfaatan obat-obatan terutama antibiotik. Beberapa
-
32
dekade pengalaman menggunakan metodologi ATC / DDD telah menunjukkan
kesesuaiannya dalamkpemantauan dan penelitian pemanfaatan obat. Peningkatan
jumlah pengguna menunjukkan keberhasilan dalam menggunakan metode ini
(World Health Organization, 2018b).
Untukmmengetahui tingkat penggunaan obat, diperlukan sistem klasifikasi
dan unit pengukurannya. Oleh karena itu, evaluasi secara kuantitatif dapat
menggunakan ATC sebagai sistem klasifikasi dan DDD sebagai unit
pengukurannya.mTujuan dari sistem ini adalah untuk melakukan perbandingan
dalam mengkonsumsi obat dalam ruang lingkup internasional (WHO, 2016). DDD
(DefinedxDailyiDose)madalah dosiskrata-rataiper hari untukiindikasi tertentu pada
orangxdewasa. Penelitian secara retrospektif apabila melihat penggunaan antibiotik
melalui rekam medis sehingga evaluasi dosis dilihat dariiperesepanxdokterldan
catatan perawatiuntuk mengetahuiidosislobat sebenarnya yang diterima pasien, dan
secara prospektif apabila dilakukan wawancara kepadakpasien (Hadi et al., 2008).
Pada sistemsklasifikasisATC, obatxdiklasifikasikan menjadix5xtingkat
kelompokxyang berbedaxsesuai denganisistem atau organ tempatxobatxbekerja,
strukturikimia, ruteopemberian, efekkfarmakologi, danxaktivitasxterapi/indikasi.
Perbedaan kode ATC obat akan menyebabkan perbedaan pula pada nilai DDD.
Beberapa kode-kode utama pada system ATC/DDD diantaranya KodeoA yaitu
Alimentarltract andimetabolism, Biyaitu Bloodiand bloodiforming organs, Ciyaitu
Cardiovascularisystem, D yaituiDermatologics,iG yaitu Genitourinaryisystem and
sexlhormone, Hlyaitu Systemicihormonallpreparations, Jiyaitu Antiinfectivesifor
systemic,xL yaituxAntineoplasmic andlimmunomodelating, Mxyaitu Musculo-
sceletalisystem, Niyaitu Nervousisystem, Piyaitu Antiparasitic product, insecticides
andirepellend, R yaitu Respiratoryisystem, S yaitu Sensoryiorgans, dan Viuntuk
Variousx(World Health Organization, 2018b).
Kelompok J, terdiri dari antibakteri untuk penggunaan sistemik, kecuali
antimikobakteri, yang diklasifikasikan dalam J04. Antibakteri diklasifikasikan
menurut cara kerjanya dan sifat kimianya. Klasifikasi kode-kode antibakteri pada
penggunaan antibiotik sistemik dapat dilihat pada tabel II.5 (World Health
Organization, 2018b).
-
33
Tabel II. 5 Kode-Kode Antibakteri untuk penggunaan sistemik pada sistem ATC/DDD (WHO,
2018b)
Kode Antibakterial (J01) Makna
A Tetrasiklin
B Ampenikol
C Antibakteri beta-laktam, penisilin
D Antibakteri beta-laktam lainnya
E Sulfonamida dan trimetroprim
F Makrolida, linkosamida dan streptogramin
G Antibakteri aminoglikosida
M Antibakteri kuinolon
R Antibakteri kombinasi
X Antibakteri lainnya
DefinednDaily Dosesxadalahxasumsi dosisxrata-rata per harixpenggunaan
antibiotik untuk suatu indikasijtertentuxpada pasienxdewasa. DDD hanya bisa
dihitung untukxobatiyang memilikiikodeiATC. Penilaianipenggunaan antibiotik di
rumahisakitidengan satuaniDDD/100 hariirawat, danidi komunitasidenganisatuan
DDD/1000ipenduduk (Kemenkes RI, 2011). Dosis terapeutik untuk masing-masing
pasien bisa berbeda dari DDD karena beberapa faktor yaitu salah satunya
karakteristikxindividuxseperti usia,xberatcbadan, perbedaanxras dan etnis,ljenis
penyakit,xdan lain-lain (World Health Organization, 2018b).
DDD untuk antiinfeksi adalah sebagai aturan utama berdasarkan penggunaan
pada infeksi dengan tingkat keparahan sedang. Namun, beberapa antiinfeksi hanya
digunakan pada infeksi berat dan DDD yang diberikan sesuai. DDD yang
ditugaskan didasarkan pada perawatan harian. Pada metode ini durasi periode
perawatan tidak dipertimbangkan. Untuk antiinfeksi yang diberikan dalam dosis
awal yang tinggi diikuti dengan dosis "pemeliharaan" harian yang lebih rendah,
DDD didasarkan pada dosis "pemeliharaan" jika total durasi kursus pengobatan
lebih dari satu minggu. Namun, jika perjalanan pengobatan adalah 7 hari atau
kurang, DDD diberikan sesuai dengan dosis harian rata-rata yaitu dosis total kursus
dibagi dengan jumlah hari pengobatan (mis. Azitromisin) (World Health
Organization, 2018b).
-
34
Tabel II. 6 Makna contoh kode J01CA01 pada klasifikasi ATC (World Health Organization, 2018b)
Kode Keterangan
J Antiinfeksi untukxpenggunaan sistemik
(Tingkat pertama, kelompokkanatomi)
J01 Antibakteriiuntuk penggunaanisistemik
(Tingkat kedua, subkelompokiterapi/farmakologi)
J01C Beta-lactamiantibacterial, penicillins
(Tingkat ketiga,isubkelompok farmakologi)
J01C A Penisiliniberspektrumlluas
(Tingkat keempat,ksubkelompok kimiawiiobat)
J01C A01 Ampisilin
(Tingkat kelima, substansi kimiawi obat)
Cara perhitungan DDD di rumah sakit yang dinyatakanpdalamxDDDl100
patient-days:
1) Mengumpulkan dataxsemuaxpasien yangxmenerimaxterapixantibiotik.
2) Mengumpulkan lamanyaxwaktu perawatankpasien rawatiinap (totalllengthiof
stay) semuakpasienldanlmenghitung jumlahkdosislantibiotik (gram) selama
pasienldirawat
3) Menghitunglkonsumsi antibiotikidikrumahisakitiyangkdinyatakan dalamiDDD
/100ipatient-days dengan rumus:
DDD/100ipatient-days = (𝐽𝑢𝑚𝑙𝑎ℎ 𝑔𝑟𝑎𝑚 𝐴𝐵 𝑦𝑎𝑛𝑔 𝑑𝑖𝑔𝑢𝑛𝑎𝑘𝑎𝑛 𝑜𝑙𝑒ℎ 𝑝𝑎𝑠𝑖𝑒𝑛)𝑥 100
𝑠𝑡𝑎𝑛𝑑𝑎𝑟 𝐷𝐷𝐷 𝑊𝐻𝑂 𝑑𝑎𝑙𝑎𝑚 𝑔𝑟𝑎𝑚 𝑥 (𝑡𝑜𝑡𝑎𝑙𝐿𝑂𝑆)
Tabel II. 7 Contoh Perhitungan ATC/DDD di Rumah Sakit Universitas Airlangga Surabaya (Andila, 2017)
No. Nama
Antibiotika
DDD standar
WHO (gram)
Total DDD
pasien di RS
(gram)
LOS
Pasien DDD/100 patient-days
1. Seftriakson 2 1476
1737
1476 𝑔
2 𝑔 𝑥
100
1737 ℎ𝑎𝑟𝑖= 42,49
2. Amoksisilin 1 251,5 251,5 𝑔
1 𝑔 𝑥
100
1737 ℎ𝑎𝑟𝑖= 14,48
3. Tetrasiklin 1 58,5 58,5 𝑔
1 𝑔 𝑥
100
1737 ℎ𝑎𝑟𝑖= 3,37
Total DDD/100 patient-days 60,34
-
35
2.5.2 Evaluasi secara Kualitatif dengan Metode Gyssens
Penggunaan antibiotik yang rasional berdasar pada pengetahuan dan
pemahaman dari penyakit infeksi dan antibiotik. Dalamkmelakukan evaluasi
kualitas,lpenilaian dinilai denganimenggunakanirekamlpemberianiobat khususnya
antibiotik, catatan medislpasien dankkondisiiklinisnya. Denganlmenggunakan alur
penilaian metodelGyssens bisa didapatkan hasil secara kualitatif (Kemenkes RI,
2011b). MetodeiGyssens berbentukidiagram alir yang dapat mengevaluasi seluruh
aspekxperesepan dari antibiotiklseperti: penilaianiperespan (data pasien), alternatif
yang lebihiefektif, lebihitidakitoksik, lebihlmurah, spektrumllebih sempit. Selain
itu juga dievaluasillama pengobatanldan dosis, intervalidan rute pemberian serta
waktulpemberian. Denganialur ini,iterapi empirisidapatldinilai. Begituipula bila
ada terapiidefinitif setelahihasil pemeriksaan mikrobiologi diketahuil(Gyssens,
2005).
Gambar 2.1 Bagan Alur Metode Gyssens (Gyssens, 2005)
-
36
Dengan menggunakan diagram alur ini, evaluasi akan dilakukan secara
lengkap, pertanyaan harus berada pada urutan yang tetap sehingga tidak ada
parameter yang ditinggalkan. Pembacaannya dimulai dari atas ke bawah atau dari
kategori VI sampai kategori 0 secara bertahap dalam rangka mengevaluasi
keseluruhan proses penggunaan antibiotika.
1. Bila data tidak lengkap, berhenti di kategori VI.
Data tidak lengkap merupakan data yang tidak sesuai atau tidak lengkap yang
tertera pada rekam medis, contonya jika tidak ada data pasien, data klinis dan
laboratorium (parameter SIRS), diagnosis kerja, atau halaman rekam medis hilang
sehingga tidak dapat di evaluasi. Apabila data dalam RM pasien lengkap, dapat
dilanjutkan ke tahap selanjutnya yaitu tahap V.
2. Bila tidak ada indikasi pemberian Antibiotik, berhenti di kategori V.
Adanya indikasi infeksi pada pasien ditunjukkan dengan sindrom klinis yang
mengarah pada keterlibatan bakteri. Awal mula infeksi dapat ditandai dengan
demam, namun demam tidak selalu diakibatkan oleh infeksi, oleh karena itu
pengetahuan tentang penyakit infeksi, dilihat dari parameter klinis lainnya sehingga
dapat menentukan apakah pasien membutuhkan antibiotik atau tidak. Apabila
terindikasikan penggunaan antibiotik pada pasien, lanjutkan ke tahap VIA.
3. Bila ada pilihan Antibiotik lain yang lebih efektif, berhenti di kategori IVA.
Awal pemberian antibiotik dimulai dalam situasi ketidakpastian bakteri penyebab
dari infeksi, oleh karena itu diberikan terapi empiris. Bila infeksi yang dialami
berat, dapat dilakukan kombinasi. Pilihan Antibiotik yang lebih efektif didasarkan
pada hasil pemerksaan mikrobiologi lalu diberikan terapi Antibiotik yang berlaku.
Apabila tidak ada, dilanjutkan ke tahap VIB.
4. Bila ada pilihan antibiotik alternatif yang kurang toksik, berhenti di kategori IVB.
Penyesuaian toksisitas disesuaikan dengan kondisi pasien masingmasing misalnya
kelainan pada ginjal untuk itu, untuk menghindari hal tersebut peresepan dilakukan
penyesuaian (Gyssens, 2005). Apabila tidak toksik apakah ada alternatif lain lebih
murah (tahap IVC).
-
37
5. Bila ada antibiotik yang lebih murah daripada yang diberikan, berhenti di kategori
IVC.
Perhitungan berdasarkan harga yang ada di rumah sakit dan dianggap sebagai obat
generik. Bila tidak ada, lanjutkan pada tahap IVD.
6. Bila ada antibiotik lain dengan spektrum lebih sempit, berhenti di kategori IVD.
Apabila tidak ada alternatif lain yang spektrum aktivitasnya lebih sempit,
dilanjutkan dengan tahap selanjutnya yaitu tahap III.
7. Lama pemberian antibiotik dinilai sesuai pedoman yang ada. Apabila durasi
pemberian Antibiotik terlalu panjang, berhenti di kategori IIIa. Namun bila durasi
pemberian Antibiotik terlalu singkat, berhenti di kategori IIIb. Apabila tidak
dilanjutkan pada tahap II.
8. Bila dosis pemberian Antibiotik tidak tepat, berhenti di kategori IIA.
Dosis pemberian Antibiotik harus diatas MIC (Minimum Inhibitory Concentration)
dapat dikatakan optimal. Bila dosisnya sudah tepat, dilanjutkan pada evaluasi pada
tahap IIB.
9. Bila interval pemberian tidak tepat, berhenti di kategori IIB
Penentuan interval dapat dilihat dari waktu paruh dan mekanisme aksi dari obat.
Bila interval pemberian antibiotik sudah tepat, dilanjutkan ke tahap IIC.
10. Bila rute pemberian antibiotik tidak tepat, berhenti di kategori IIc.
Pemberian secara intravena dapat digunakan pada pasien dengan masalah yang
berat. Apabila rute pemberian sudah tepat, dilanjutkan ke tahap I.
11. Bila waktu pemberian tidak tepat, berhenti di kategori I.
Pemberian antibiotik profilaksis optimal adalah 30 menit – 60 menit sebelum
dimualainya pembedahan dengan durasi pemberian selama 24 jam. Diluar 24 jam
dianggap tidak memberikan hasil yang efektif (Steinberg et al, 2009)
12. Bila antibiotik tidak termasuk kategori I sampai dengan VI, Antibiotik tersebut
merupakan katagori 0 atau sesuai.