bab ii tatalaksana point

13
BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Embriologi Pada manusia, Perkembangan sturktur cranial dan wajah terjadi pada minggu ke-12 kehamilan dengan koana berkembang antara minggu ke-4 sampai ke-11. Pada minggu ke-4 dari kehamilan hidung mulai berkembang dengan di awali pembentukan lubang hidung. Lubang hidung melipat kedalam mesenkim untuk membentuk kantung hidung yang di pisahkan rongga mulut oleh membran oronasal. Pada minggu ke-8 kehamilan, membran ini pecah dan membentuk ronnga hidung dan koana yang terletak di persimpangan dari gigi, hidung, dan nasofaring dilanjutkan dengan pengembangan rongga hidung diikuti oleh proliferasi bertahap sel pial neural yang berkontribusi pada pembentukan dasar tengkorak dan kubah hidung. Pada akhir minggu ke-10 septum hidung mengembang sekeliling palatum dan koana mengalami perubahan letak dan terdorong ke posterior. Pada bayi normal koana akan terbentuk dan memungkinkan udara masuk dari anterior sampai ke nasopharing. 2 2.2 Anatomi Hidung Hidung dari luar berbentuk seperti pyramid dengan bagian-bagiannya berupa pangkal hidung (bridge), batang hidung (dorsum nasi), puncak hidung (hip), ala nasi, kolumela 2

Upload: sukrok

Post on 15-Dec-2015

49 views

Category:

Documents


0 download

DESCRIPTION

ss

TRANSCRIPT

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Embriologi

Pada manusia, Perkembangan sturktur cranial dan wajah terjadi pada minggu

ke-12 kehamilan dengan koana berkembang antara minggu ke-4 sampai ke-11.

Pada minggu ke-4 dari kehamilan hidung mulai berkembang dengan di awali

pembentukan lubang hidung. Lubang hidung melipat kedalam mesenkim untuk

membentuk kantung hidung yang di pisahkan rongga mulut oleh membran

oronasal. Pada minggu ke-8 kehamilan, membran ini pecah dan membentuk

ronnga hidung dan koana yang terletak di persimpangan dari gigi, hidung, dan

nasofaring dilanjutkan dengan pengembangan rongga hidung diikuti oleh

proliferasi bertahap sel pial neural yang berkontribusi pada pembentukan dasar

tengkorak dan kubah hidung. Pada akhir minggu ke-10 septum hidung

mengembang sekeliling palatum dan koana mengalami perubahan letak dan

terdorong ke posterior. Pada bayi normal koana akan terbentuk dan

memungkinkan udara masuk dari anterior sampai ke nasopharing.2

2.2 Anatomi Hidung

Hidung dari luar berbentuk seperti pyramid dengan bagian-bagiannya berupa

pangkal hidung (bridge), batang hidung (dorsum nasi), puncak hidung (hip), ala

nasi, kolumela dan lubang hidung (nares anterior). Bagian hidung terdiri dari

bagian luar dan bagian dalam. Hidung bagian luar dibentuk oleh kerangka tulang

dan tulang rawan yang dilapisi kulit, jaringan ikat, dan beberapa otot kecil yang

berfungsi untuk melebarkan dan menyempitkan lubang hidung. Kerangka tulang

terdiri atas ostium nasalis, prosesus frontalis ostium maksila dan prosesus nasalis

ostium frontal. Sedangkan tulang rawan terdiri atas sepasang kartilago nalasis

lateralis superior, sepasang kartilago nasalis lateralis inferior dan terakhir tepi

anterior kartilago septum. Kavum nasi berbentuk terowongan dari depan hingga

ke belakang yang dipisahkan oleh septum nasi dibagian tengah yang membagi

antara kavum nasi kanan dan kiri. Dengan pintu masuk yang dibagi atas dua

bagian yaitu nares anterior dan nares posterior yang disebut juga dengan koana.

2

3

Gambar 1. Susunan Tulang pada Hidung5

Gambar 2. Bagian-bagian hidung dalam pemotongan lateral5

Pendarahan hidung dibagi atas pendarahan bagian atas, bawah, depan dan

pada bagian septum. Pada bagian atas rongga hidung mendapat pendarahan dari

4

arteri etmoid anterior dan posterior yang merupakan cabang dari arteri oftalmika

dari arteri karotis interna.

Bagian bawah mendapat pendarahan dari cabang arteri maksilaris interna,

diantaranya ialah ujung arteri palatine mayor dan arteri sfenopalatina yang keluar

dari foramen sfenopalatina bersama nervus sfenopalatina dan memasuki rongga

hidung dibelakang ujung posterior konka media. Bagian depan hidung diperdarahi

oleh cabang-cabang dari arteri facialis.

Pada bagian depan septum terdapat anastomosis dari cabang-cabang arteri

sfenopalatina, arteri etmoid anterior, arteri labialis superior dan arteri palatine

mayor yang disebut pleksus kiesselbach (little’s area). Pleksus Kiesselbach

letakanya superficial dan mudah cedera oleh trauma, sehingga sering menjadi

sumber epistaksis (perdarahan hidung), terutama pada anak.

Bagian depan dan atas rongga hidung mendapat persarafan sensoris dari

nervus etmoidalis anterior, yang merupakan cabang dari nervus nasosiliaris yang

berasal dari nervus oftalmikus. Fungsi penghidu berasal dari nervus olfaktorius

saraf ini turun melalui lamina kribrsa dari permukaan bawah bulbus olfaktorius

dan kemudian berakhir pada sel-sel reseptor penghidu pada mukosa olfaktorius

didaerah sepertiga atas hidung.

Rongga hidung dilapisi oleh mukosa yang secara histologik dan fungsional

dibagi atas mukosa pernapasan (mukosa respiratori) dan mukosa penghidu

(mukosa olfaktorius). Mukosa pernapasan terdapat pada sebagian besar rongga

hidung dan permukaannya dilapisi oleh epitel torak berlapis semu yang

mempunyai silia (cilliated pseudostratified collumner epithelium) dan diantaranya

terdapat sel-sel goblet. Mukosa penghidu terdapat pada atap rongga hidung, konka

superior dan sepertiga atas septum. Mukosa dilapisi oelh epitel torak berlapis

semu tidak bersilia (pseudostratified collumner non cilliated epithelium).

Epitelnya dibentuk oleh tiga macam sel, yaitu sel penunjang, sel basal dan sel

reseptor penghidu. Daerah mukosa penghidu berwarna coklat kekuningan. Dalam

keadaan normal mukosa respiratori berwarna merah muda dan selalu basah karena

diliputi oleh palut lendir (mucous blanket) pada permukaannya. Dibawah epitel

terdapat tunika propia yang banyak mengandung pembuluh darah, kelenjar

mukosa dan jaringan limfoid.1

5

2.3 Definisi

Atresia koana adalah suatu kelainan kongenital yang ditandai dengan

kegagalan perkembangan rongga hidung untuk berhubungan dengan nasofaring.

Atresia tersebut dapat terjadi pada membranous maupun pada bony, dan pada

kebanyakan kasus terlihat kombinasi keduanya.3 Atresia koana sering dikaitkan

dengan kelainan CHARGE (C=Coloboma, H=Heart Disease, A= atresia

choanae, R= retarded growth and development, G= genital hipoplasia, E=ear

deformities or deafness).5

2.4 Epidemiologi

Pada 5000 sampai 8000 kelahiran hanya seorang bayi yang didapatkan

memliki kelainan kongenital seperti atresia koana.4 Menurut hasil penelitian

Kancerla 2010, dijumpai pada 0,46 kasus per 10.000 individu pada semua ras.2

Pada anak perempuan terdapat resiko dua kali dari laki-laki terjadinya atresia

koana. Tewfik 2012 melaporkan bahwa atresia koana lebih sering terjadi di sisi

sebelah kanan dan terdapat Rasio atresia koana unilateral dan bilateral 2:1. Pada

anak kembar juga meningkatkan resiko terjadinya atresia koana. Anomali

kromosom juga di temukan pada 6% kasus atresia koana.7 Pada Atresia koana bisa

terjadi pada kelainan kongenital lain hampir mencapai 50%. Sebagian besar

terjadi kelainan kongenital lain seperti coloboma, kelainan jantung kongenital,

atresia koana, retardasi tumbuh dan kembang, hipoplasia genital dan deformitas

telinga dan ketulian CHARGE.3

2.5 Etiologi

Penyebab pasti dari atresia koana masih belum diketahui, namun banyak

dugaan dari pada ahli yang berteori tentang terjadinya atresia koana. Yakni pada

masa embriologi dalam pembentukan hidung, pada dua lapisan membran yang

terdiri atas nasal dan oral epitel terjadi ruptur dan merubah bentuk koana yang

kemudian menjadi atresia koana. Penyebab lain yang menjadi dugaan antara lain

adanya keterlibatan kromosom 22q11.2 yang berada di lengan panjang kromosom

22.6 Pada penelitian lainnya disebutkan bahwa terjadi mutasi pada lengan panjang

kromosom 8q12.160 yang menyebabkan kesalahan sintesis sehingga terjadi

atresia koana.2

6

2.6 Patofisiologi

Banyak teori yang berpendapat tentang terjadinya atresia koana, namun belum ada

teori pasti tentang kelainan ini. Teori tersebut antara lain:

- Membran buccopharyngeal yang persisten

- Kegagalan membran buccopharyngeal dari hochstetter yang ruptur

- Bagian medial yang tumbuh keluar dari vertikal dan horizontal tulang palatine

- Abnormal mesodermal yang adhesi pada area koana, dan

- Misdirection dari aliran mesodermal akibat faktor local.4

Membran buccopharyngeal dari Hoschstetter yang persisten yang normalnya pada

minggu ke-5 sampai ke-6 membran tersebut pecah. Kegagalan pecahnya membran

tersebut menyebabkan atresia koana. Teori lain juga menyebutkan persisten dari

mesoderm juga menyebabkan adesi pada daerah koana. Selain itu juga terjadi

missdirection aliran dari sel mesodermal akibat faktor lokal. Namun saat ini hanya

teori misdrirection aliran mesodermal dan abnormal mesodermal adhhesi lah

yang memliki bukti terkuat pada saat embriogenesis.2

2.7 Gejala Klinis

Normalnya bayi baru lahir bernafas melalui hidung, namun pada bayi yang

menderita atresia koana terjadi distress respirasi sampai dengan obstruksi jalan

nafas. Atresia koana dibagi menjadi dua yaitu atresia koana unilateral dan

bilateral.

Atresia koana unilateral jarang sekali diketahui secara langsung kelainan pada

bayi baru lahir karena tidak menunjukkan adanya manifestasi klinis yang khas.

Biasanya pasien datang dengan keluhan hidung tersumbat dan mengeluarkan

cairan dari hidung serta kesulitan makan pada usia 18 bulan.8

Atresia koana bilateral dapat terlihat sesaat setelah bayi lahir yang

menunjukkan gejala distres pernafasan sampai siklik sianosis dan menghilang saat

menangis dikarenakan udara masuk melalu mulut pada saat menangis. Gejala lain

terlihat pada saat bayi tidur dengan mulut tertutup akan mengeluarkan bunyi

stridor dan pada saat bayi mengangis sehingga mulut terbuka suara tersebut

7

menghilang. Pasien dengan atresia koana bilateral sulit diberikan susu karena pada

saat diberikan akan tersedak dan mulai timbul tanda-tanda sianosis sehingga

menyebabkan bayi terlihat lemah dan mengalami gangguan perkembangan.4

2.8 Diagnosis

Dari anamnesis didapatkan pasien datang biasanya dengan keluhan kesulitan

bernafas serta bayi menjadi biru ketika diberikan susu dan menghilang setelah

menangis. Pada atresia koana unilateral biasanya dengan keluhan hidung

tersumbat dan keluar cairan dari hidung. Dari rhinoskopi anterior biasanya

didapatkan hasil yang normal disertai sekret.

Ada beberapa cara menegakkan diagnosis pada atresia koana, metode paling

mudah dapat dengan mengunakan Nasogastric tube (NGT) yang dimasukkan ke

dalam hidung dan dilihat apakah selang melewati oropharing. Dengan

menggunakan endoskopi dapat dilihat adanya cairan yang mukoid dan terlihat

adanya atresia koana.4

CT scan adalah prosedur radiografi pilihan dalam mengevaluasi atresia

koana. Persiapan perlu dilakukan untuk mendapatkan hasil yang baik dengan cara

membersihkan cairan yang berlebihan dari rongga hidung. CT scan bertujuan

untuk:

1. Memastikan diagnosis atresia koana baik unilateral maupun bilateral.

2. Mengevaluasi atresia koana ( lebar tulang vomer dan jarak wilayah

udara pada koana).

3. Menyingkirkan kemungkinan obstruksi karena faktor lain.

4. Menentukan tipe dari atresia baik dari bony, membranous dan

kombinasi keduanya.8

8

Gambar 2. CT scan Atresia koana Unilateral4

Gambar 3. CT scan Atresia koana bilateral.8

2.9 Diagnosis Banding

1. Ensepalokokel

2. Kista saluran nasolacrimal

3. Penyakit mukosa dengan Hipertropi konka9

2.10 Penatalaksanaan

9

Penatalaksanaan bervariasi dam tergantung dari umur, tipe dari atresia dan

keadaan umum dari pasien. Karena pada bayi harus bernapas dari hidung,

sedangkan pada atresia koana yang bilateral keadaan ini tidak dapat terjadi,

sehingga butuh penanganan segera, sebelum menjadi asfiksia berat dan kematian

segera setelah lahir.4 Pada atresia koana yang bersifat unilateral jarang terjadi

keadaan emergensi.4

Oleh karena itu dapat dilakukan tindakan:

1. Obeservasi pasien sampai berusia 1 tahun.

2. Melakukan tindakan pembedahan dengan teknik transnasal dan

transplantal.9

Pada bayi dengan atresia koana bilateral dapat dilakukan tindakan:

1. Pemasangan Mc Govern nipple yang berbentuk seperti ujung botol

dengan lubang yang cukup besar dan dapat digunakan sebagai

pemberian makanan.

2. Melakukan pembedahan dengan teknik transnasal atau transplantal.10

Pendekatan transnasal adalah dengan menggunakan teleskop lensa-pancing

dan metode ini merupakan pilihan karena biasanya sukses dilakukan pada infant

dan cocok pada membrane atau tulang atresia yang masih tipis. Sedangkan

metode transpalatal menunjukkan kesuksesan lebih besar dari pada metode

transnasal karena dapat melihat dengan jelas serta mengurangi kemungkinan

komplikasi pada intrakranial.4

Gambar 4. Pemasangan Mc Govern Nipple10

10

Gambar 5. Pembedahan dengan teknik transplantal pada atresia koana11

Gambar 6. Pembedahan dengan teknik transnasal pada atresia koana12

2.11 Komplikasi

Komplikasi yang mungkin terjadi adalah:

1. Aspirasi ketika minum susu

2. Respiratory arrest

3. Infeksi pasca pembedahan13

2.12 Prognosis

Pada umumnya prognosis baik dengan penatalaksaan cepat dan sesuai tipe

dari atresia koana.13