bab ii landasan teori 1.1 geologi regional

18
6 BAB II LANDASAN TEORI 1.1 Geologi Regional Gunung lamongan diketahui sebagai gunung api yang mempunyai karakteristik dekat dengan maar yang tidak sedikit, seperti maar kering (dry maar) ataupun yang telah berisi air dan menjadi danau (watr-filled maar). Gunung Lamongan atau dikenal dengan Lamongan Volcanic Field (LVF), mempunyai sekitar 61 kerucut sinder dan 29 maar (Carn, 2000). Ranu Segaran merupakan satu dari beberapa maar yang terdapat pada LVF. Terbentuknya gunungapi maar diperkirakan berhubungan dengan keadaan litologi batuan dasar, airtanah dan pengaruh dari struktur rekahan. Ranu Segaran dan beberapa danau kecil lainnya di sekitar Gunung Lamongan adalah bukti bahwa terdapat perkembangan maar yang menunjukkan adanya kontak air dengan magma dan aktivitas magmatik. Dari data geologi diinformasikan bahwasannya produk Gunung Lamongan dapat dibagi menjadi beberapa produk, yaitu hasil erupsi samping Lamongan Muda (Lamongan Sekarang), erupsi pusat Gunung Tarub (Lamongan Tua), erupsi freatik, erupsi eksentrik serta endapan skunder (Sukhyar dkk, 1980). Dari hasil erupsi kawah pusat sebagian besar terdiri atas jatuhan piroklastik dan lava, erupsi eksentrik tersusun oleh lava saja atau piroklastik dan kombinasi lava serta piroklastik, sedangkan hasil erupsi samping biasanya berupa aliran lava. Proses skunder biasanya menghasilkan produk berupa lahar dan endapan fluviatil. Satuan batuan produk Gunung Lamongan adalah sebagai berikut: Lava lamongan tua (Llt) teridiri dari lava basalt olivin. Lava erupsi samping tua (List) teridiri dari tua basalt olivin. Lava muda lamongan (Llm) teridiri dari lava basalt olivin. Lava parang (Pl) teridiri dari lava basalt piroksima.

Upload: others

Post on 03-Oct-2021

3 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

Page 1: BAB II LANDASAN TEORI 1.1 Geologi Regional

6

BAB II

LANDASAN TEORI

1.1 Geologi Regional

Gunung lamongan diketahui sebagai gunung api yang mempunyai

karakteristik dekat dengan maar yang tidak sedikit, seperti maar kering (dry maar)

ataupun yang telah berisi air dan menjadi danau (watr-filled maar). Gunung

Lamongan atau dikenal dengan Lamongan Volcanic Field (LVF), mempunyai

sekitar 61 kerucut sinder dan 29 maar (Carn, 2000). Ranu Segaran merupakan satu

dari beberapa maar yang terdapat pada LVF. Terbentuknya gunungapi maar

diperkirakan berhubungan dengan keadaan litologi batuan dasar, airtanah dan

pengaruh dari struktur rekahan. Ranu Segaran dan beberapa danau kecil lainnya di

sekitar Gunung Lamongan adalah bukti bahwa terdapat perkembangan maar yang

menunjukkan adanya kontak air dengan magma dan aktivitas magmatik.

Dari data geologi diinformasikan bahwasannya produk Gunung Lamongan

dapat dibagi menjadi beberapa produk, yaitu hasil erupsi samping Lamongan Muda

(Lamongan Sekarang), erupsi pusat Gunung Tarub (Lamongan Tua), erupsi freatik,

erupsi eksentrik serta endapan skunder (Sukhyar dkk, 1980). Dari hasil erupsi

kawah pusat sebagian besar terdiri atas jatuhan piroklastik dan lava, erupsi

eksentrik tersusun oleh lava saja atau piroklastik dan kombinasi lava serta

piroklastik, sedangkan hasil erupsi samping biasanya berupa aliran lava. Proses

skunder biasanya menghasilkan produk berupa lahar dan endapan fluviatil. Satuan

batuan produk Gunung Lamongan adalah sebagai berikut:

Lava lamongan tua (Llt) teridiri dari lava basalt olivin.

Lava erupsi samping tua (List) teridiri dari tua basalt olivin.

Lava muda lamongan (Llm) teridiri dari lava basalt olivin.

Lava parang (Pl) teridiri dari lava basalt piroksima.

Page 2: BAB II LANDASAN TEORI 1.1 Geologi Regional

7

Lava erupsi samping muda gunung lamongan (Llsm) teridiri dari olivin,

mikrokristalin dan piroksin dalam masa dasar kaca gunungapi dan basalt.

Endapan piroklastik pandan (PDP) teridiri dari piroklastik, pasir lapili

sampai bom skoria.

Endapan piroklastik geni (GP) teridiri dari basaltik , skoria dan piroklastika

lepas.

Endapan Lahar Muda (Elm) terdiri dari bongkah lava basalt, teridiri dari

endapan lahar tergabung lemah sampai kuat, masa dasar pasir lanau tufaan.

Endapan piroklastik lamongan (Lp) tersusun dari bahan piroklastika

tersusun oleh basalt skoria dan andesit basltik terubah yang lepas sampai

tergabung lemah.

Daerah panasbumi tiris teridiri dari batuan gunungapi dan batuan trobosan

serta batuan sedimen. Daerah panasbumi Tiris memiliki singkapan formasi dari

gunung kuarter serta sumber gunung Argopuro dan gunung Lamongan yang terdiri

dari breksi gunungapi, lava andesit basalt dan tuff pada batuan gunung Argopuro,

sedangkan terdiri dari tuf, lahar, breksi gunungapi dan lava pada gunungapi

Lamongan. Pada Tuf memiliki warna kuning-kelabu kecoklatan, sedikit padu,

banyak batu apung juga mineral terang gunungapi sisipan dalam breksi. Dimana

umumnya diprediksi berumur plistosen akhir, lava Andesit-Basalt memiliki warna

kelabu kehitaman, piroksen dan porifiritik dengan fenokris plagioklas, Breksi

gunung api memiliki warna kuning-kelabu agak kecoklatan kompak, memiliki butir

berukuran 3 hingga 25 cm, dengan tuf mendasar, Lava berwarna cokelat-kelabu

kehitaman, berstruktur aliran, porifiritik dengan piroksen, plgioklas dan mineral

mafik yang terdapat masadasar mikolit plagiokas dan kaca di dalamnya. Lava

keluar melalui kaki gunung lamongan atau melalui kerucut parasit pada lereng

membentuk tebing kawah.

Maar terbentuk di berbagai tempat, tebing yang curam miring dan landai,

maar ada yang terisi air dan ada pula yang kering. Maar-maar ini merupakan

karakteristik dari gunung Lamongan. Lava terdiri dari basalt, andesitt, obsidian dan

batu apung. Struktur aliran dan bentuk perbukitan di lereng gunung Lamongan.

Page 3: BAB II LANDASAN TEORI 1.1 Geologi Regional

8

Secara struktur geologi gunung Lamongan dikelilingi oleh beberapa kerucut parasit

atau kerucut eksentrik yang sangat aktif di wilayah berarah barat-timur sepanjang

37 kilometer dan berarah selatan-utara sepanjang 18 kilometer. Pegunungan

Lamongan dan kerucut epigones terletak di cekungan daerah antiklin pulau Jawa,

sistem celah antar barat-baratdaya (WSW) dan timur-timur laut (ENE) terbuka pada

jarak 4 kilometer antar wilayah wilayah puncak Lamongan dan Krakah dan disertai

dengan gempa bumi lokal (Bemmelen, 1949). Akibatnya, sering terjadi gempa

bumi di pegunungan Lamongan yang mengarah pada masa lampau yang mungkin

berhubungan erat dengan pola struktur perkembangan wilayah gunung Lamongan.

Oleh karena itu, bisa saja proses yang sama terjadi pada waktu yang bersamaan.

Gambar 2 1 Peta geologi Gunung Lamongan (PVMBG)

Page 4: BAB II LANDASAN TEORI 1.1 Geologi Regional

9

1.2 Geologi Daerah Penelitian

Berdasarkan stratigrafi wilayah Probolinggo dan Lumajang, stratigrafi

wilayah survei terdiri dari beberapa satuan. Satuan batuan Gunungapi Tengger

(Qvt), Satuan Tuf Argopuro (Qvat), Satuan Breksi Argopuro (Qvab), Satuan

Gunungapi Lamongan (Qvl), dan Satuan Lava Lamongan (Qvll).

Gambar 2 2 Peta Geologi daerah penelitian (Buku Potensi Panas Bumi Jilid 1)

1.3 Teori mengenai Metode

2.3.1 Konsep Dasar Gayaberat

Metode gayaberat adalah metode geofisika yang biasa dipakai dalam

memprediksi keadaan bawah permukaan dengan melihat variasi dari sifat fisis

batuan, yaitu rapat masa atau densistas dimana variasi densitas dari batuan tersebut

dapat menghasilkan perbedaan percepatan gravitasi pada permukaan bumi. Konsep

dasar fisika yang berhubungan dengan gaya percepatan dan potensial gravitasi yang

mendasari metode gayaberat ini.

Page 5: BAB II LANDASAN TEORI 1.1 Geologi Regional

10

a) Hukum Newton

Prinsip dasar fisika yang mendasari metode gayaberat yaitu hukum Newton tentang

gaya tarik menarik antar partikel dituliskan dengan persamaan:

F = - G π‘šβ‚π‘šβ‚‚

π‘ŸΒ² (2.1)

Dimana: F = gaya tarik menarik antar dua benda (Newton)

G = konstanta gravitasi (6.67 x 10βˆ’11 N.mΒ²/ kgΒ²)

m1 = masssa bumi (kg)

m2 = massa benda dipermukaan bumi (kg)

r = jarak antara titik pusat massa (m)

Gambar 2 3 gaya tarik menarik antar dua buah massa benda Hukum Newton

(Blakely, R. J. 1996).

b) Percepatan gravitasi

Pada pengukuran gravity yang di ukur adalah percepatan yang disebakan oleh

gravitasi g. Hukum kedua Newton menjelaskan hubungan keduanya, yang

menyebutkan bahwa gaya adalah hasil kali massa dan percepatan. Adapun interaksi

antara bumi (m 1) dan benda permukaan (m 2) dengan jarak r dari pusat keduanya

memenuhi hukum tersebut, dan persamaannya adalah :

οΏ½Μ…οΏ½= 𝐹

π‘šβ‚‚ = -G

π‘šβ‚

π‘ŸΒ² (2.2)

Dengan satuan percepatan adalah (m/sΒ²).

Page 6: BAB II LANDASAN TEORI 1.1 Geologi Regional

11

c) Potensial Gravitasi

Energi yang dibutuhkan untuk mengangkut suatu massa dari satu tempat ke

tempat tertentu merupakan potensial gravitasi. Benda dengan massa tertentu pada

ststem ruang akan menghasilkan medan potensial di dekatnya. Medan potensial

memiliki sifat konservensional yang berarti usaha yang dihasilkan dalam medan

gravitasi tidak tergantung dengan lintasan yang dilaluinya, tetapi tergantung pada

posisi awal dan terakhir (Rosid S, 2005).

d) Pengukuran Gayaberat

Pengukuran gayaberat terbagi menjadi dua jenis yaitu:

a. Pengukuran Relative

Pengukuran relative adalah pengukuran yang biasa dan mudah dilakukan dalam

survey gayaberat dilakukan dengan membandingkan nilai pengukuran titik yang

sudah diketahui yang telah diikat pada titik-titik referensi dengan titik yang tidak

diketahui nilai gayaberatnya (Postdam, IGSN dsb).

b. Pengukuran Absolut

Pengukuran absolut pada umumnya dilaksanakan di laboratorium. Pengukuran

absolut jarang dilaksanakan karena melibatkan beberapa faktor ataupun alat dan

juga banyak kendala yang sangat mempengaruhi hasil. Pengukuran absolut

dilakukan menggunakan berbagai komponen dan cara seperti, gravimeter,

pendulum jatuh bebas.

2.3.2 Koreksi-Koreksi Gayaberat

Jika bumi dianggap bulat, tidak berputar dan homogen, maka gaya gravitasi

di setiap permukaan bumi akan sama. Yang mana kenyataannya adalah bumi lebih

mendekati dengan ketidakrataan dan bentuk elipsoid, dengan kerapatan lateral yang

tidak rata (ketidakrataan), dan berputar di sekitar porosnya. Dalam pengukuran

gayaberat, terdapat perbedaan nilai g dari satu tempat ke tempat lain. Hasil

pengukuran gaya berat yang diharapkan adalah nilai massa jenis berat benda dengan

target yang abnormal dan nilai sebaran nilai densitas. Namun, nilai terukur pada

gravimeter juga dipengaruhi oleh berbagai faktor. Beberapa faktor tersebut dapat

Page 7: BAB II LANDASAN TEORI 1.1 Geologi Regional

12

ditampis dengan melakukan berbagai macam koreksi, termasuk koreksi lintang,

koreksi pasang surut (tide correction), koreksi apungan (drift correction), koreksi

udara bebas (free air correction), koreksi medan (terrain correction), dan koreksi

bouguer. Anomali gravitasi Bouger dapat diturunkan dari persamaan berikut:

𝑔 anomali = 𝑔 obs – 𝑔ϕ + FAC – BC + TC (2.3)

a) Koreksi Lintang

Koreksi lintang diperlukan karena adanya variasi gaya sentrifugal yang

dihasilkan dari rotasi bumi, jarak ke bumi dengan garis lintang bervariasi (sheriff,

2002). Untuk melakukan koreksi lintang digunakan rumus sebagai berikut:

𝑔ϕ = 978,031846 (1 + 0.002885 sin2Ρ„ + 0.00023462 sin4 Ρ„) mGal (2.4)

Yang mana Ρ„ merupakan posisi derajat/lintang stasiun pengukuran.

b) Koreksi Pasang Surut (Tide Correction)

Koreksi pasang surut (tide correction) yaitu koreksi yang digunakan karena

adanya efek dari massa tarikan benda langit, yang mana benda langit yang paling

berperan adalah matahari dan bulan karena jarak yang relative dekat dengan bumi

dan massanya relative besar. Efek dari gayaberat pada titik p di bumi permukaan

bumi dapat di dilihat pada skema berikut (Longman, 1959).

Gambar 2 4 Skema efek gaya berat pada titik P pada permukaan (Kadir, 2000)

Page 8: BAB II LANDASAN TEORI 1.1 Geologi Regional

13

Untuk menghilangkan efek yang mempengaruhi bacaan anomali gravitasi di

permukaan bumi akibat gaya tarik terhadap bumi akibat bulan dan matahari

digunakan persamaan sebagai berikut :

Up= 𝛾(r)[(𝑐

𝑅)

3

(π‘π‘œπ‘  2πœƒπ‘š + 1

3) +

1

6

π‘Ÿ

𝑐(

𝑐

𝑅)

4

(5 π‘π‘œπ‘  2πœƒπ‘š + 3π‘π‘œπ‘ 2πœƒπ‘š] (2.5)

Dimana : πœƒπ‘š = posisi lintang

Up = potensial titik p akibat pengaruh benda langit

r = jari-jari bumi ke titik p

R = jarak dari pusat bumi ke benda langit

c = jarak rata-rata ke bulan

Bm = bumi

Bl = bulan

c) Koreksi Apungan (Drift Correction)

Gambar 2 5 Skema free air correction (Reynold, 1997)

Koreksi apungan adalah koreksi yang digunakan karena terdapat perbedaan

dari bacaan nilai gayaberat dengan waktu yang berbeda dari stasiun yang sama,

disebabkan karena pada saat pengukuran dari satu stasiun ke stasiun lainnya

terdapat guncangan pada pegas alat gravimeter. Komponen pada alat gravimeter

dirancang dengan sistem keseimbangan pegas yang memiliki elastisitas yang tidak

sempurna yang dapat mengembang dan menyusut perlahan dilengkapi dengan

Page 9: BAB II LANDASAN TEORI 1.1 Geologi Regional

14

massa beban yang tergantung diujung alat. Pengambilan data didesain dalam suatu

sistem rangkaian tertutup (looping), yang memiliki tujuan agar diketahui besar

perbedaan pembacaan yang di asumsikan linier dengan perbedaan waktu tertentu.

Secara matematis, koreksi apungan dilakukan dengan persamaan sebagai berikut:

π‘‘π‘Ÿπ‘–π‘“π‘‘ = π‘”π‘π‘Žπ‘˜β„Žπ‘–π‘Ÿ βˆ’ π‘”π‘π‘Žπ‘€π‘Žπ‘™

π‘‘π‘Žπ‘˜β„Žπ‘–π‘Ÿβˆ’π‘‘π‘Žπ‘€π‘Žπ‘™(π‘‘π‘ π‘‘π‘Žπ‘ π‘–π‘’π‘› βˆ’ π‘‘π‘Žπ‘€π‘Žπ‘™) (2.8)

Dimana : drift = koreksi drift (mGal)

𝑔𝑁 = tidal + gread (mGal)

π‘”π‘π‘Žπ‘˜β„Žπ‘–π‘Ÿ = nilai gN titik terakhir

π‘”π‘π‘Žπ‘€π‘Žπ‘™ = nilai gN titik awal dalam satu looping

π‘‘π‘Žπ‘€π‘Žπ‘™ = waktu titik awal dalam satu looping

π‘‘π‘Žπ‘˜β„Žπ‘–π‘Ÿ = waktu titik akhir dalam satu looping

π‘‘π‘ π‘‘π‘Žπ‘ π‘–π‘’π‘› = waktu titik ke-n, dengan n = 1, 2, 3... dst

d) Koreksi Udara Bebas (Free Air Correction)

Koreksi udara bebas digunakan untuk menghilangkan perbedaan percepatan

gravitasi bumi yang terjadi karena perbedaan elevasi dari tiap titik pengukuran, tiap

titik pengukuran ditarik ke bidang geoid tidak memperdulikan massa yang ada di

antara titik pengukuran dan bidang geoid. Dituliskan dalam persmaan berikut:

FAC = 0.3085 β„Ž (2.6)

Dari hasil koreksi diatas kemudian diperoleh FAA dengan persamaan berikut:

FAA = 𝑔 obs – 𝑔ϕ + FAC (2.7)

Dimana : FAC = koreksi udara bebas

FAA = anomali bebas

Page 10: BAB II LANDASAN TEORI 1.1 Geologi Regional

15

h = ketinggian permukaan dari datum (meter)

𝑔ϕ = nilai percepatan gravitasi teoritik pada posisi titik amat

𝑔 obs = nilai percepatan gravitasi hasil pengukuran

e) Koreksi Medan (Terrain Correction)

Koreksi medan dilakukan karena dalam pengukuran tidak semua ketinggian

sama karena terdapat bukit atau lembah di sekitar titik pengukuran. Diasumsikan

jika titik pengukuran di lokasi penelitian berada di suatu bidang datar yang sangat

lebar sedangkan pada koreksi medan menghilangkan pengaruh dari ketinggian

disekitar titik pengukuran tersebut.

Gambar 2 6 titik pengukuran berada dekat dengan gunung (Reynolds, 1997)

Apabila titik pengukuran terdapat dekat dengan pegunungan, maka pada

gravimeter akan muncul gaya ke atas yang menarik pegas, sehingga akan

mengurangi nilai bacaan gravitasi. Jika stasiun pengukuran dekat dengan daerah

lembah, maka pada gravimeter akan ada gaya ke bawah yang hilang sehingga pegas

tertarik ke atas. Hal tersebut akan menyebabkan pembacaan nilai gravitasi

berkurang.

Page 11: BAB II LANDASAN TEORI 1.1 Geologi Regional

16

Gambar 2 7 titik pengukuran berada dekat dengan lembah (Reynolds, 1997).

Adapun persamaan koreksi medan sebagai berikut :

𝑇𝐢 = 2πœ‹π›ΎπœŒ

𝑛 (π‘ŸL – π‘ŸD) + (βˆšπ‘ŸπΏ2 + 𝑧2 ) βˆ’ (βˆšπ‘Ÿπ·2 + 𝑧2) (2.9)

Dimana : ρ = densitas batuan rata-rata.

n = banyak segmen dalam zona.

z = perbedaan ketinggian rata-rata titik pengukuran.

π‘ŸL = radius luar kompartemen.

π‘ŸD = radius dalam kompartemen.

f) Koreksi Bouguer

Koreksi ini digunakan untuk mempertimbangkan massa batuan yang ada di

antara stasiun pengukuran dengan bidang geoid. Koreksi ini dilakukan dengan

memperhitungkan efek tarikan gravitasi yang diakibatkan oleh batuan yang

memiliki densitas rata-rata ρ dari massa batuan dan ketebalan h.

Gambar 2 8 Koreksi Bouguer (Wellenhof and Moritz, 2005)

Persmaan koreksi bouguer dapat ditulis sebagai berikut:

BC = 0.04193.ρ.h (2.10)

Dimana : BC = koreksi bouger (mGal)

Page 12: BAB II LANDASAN TEORI 1.1 Geologi Regional

17

Ξ‘ = massa jenis (gr/cc)

h = elevasi (meter)

2.3.3 Complete Bouger Anomaly (CBA)

Complete Bouger Anomaly (CBA) adalah nilai anomali yang dihasilkan oleh

variasi densitas bumi secara lateral pada batuan di kerak bumi yang telah berada

pada bidang geoid atau bidang referensi. Persamaan yang digunakan adalah sebagai

berikut :

CBA r f= gobs – gΞ¦ + FAC - BC + TC (2.11)

atau

CBA = FAA - BC + TC (2.12)

Data anomali Bouguer yang diperoleh tanpa melakukan koreksi medan ke

dalam perhitungan nilai anomali biasa disebut Simple Bouguer Anomaly (SBA)

dan anomali Bouguer biasa disebut dengan Complete Bouguer Anomaly (CBA).

Kemudian ada Free Air Anomaly (FAA) yaitu nilai anomali gayaberat yang sudah

terkoreksi hingga koreksi udara bebas dan belum mempertimbangkan efek massa

batuan sehingga perlu menambahkan nilai bouguer kedalam perhitungan..

2.3.4 Analisis Spektral

Analisis spektral dilakukan untuk memperkirakan lebar jendela serta

meperkirakan kedalaman anomali gayaberat. Analisis spektral dilakukan dengan

mentransformasi fourier lintasan yang telah di tentukan pada peta Complete Bouger

Anomaly (CBA), suatu transformasi fourier menderetkan suatu gelombang

sembarang ke gelombang sinus dengan frekuensi bervariasi dan hasil dari

penjumlahan tersebut berbentuk sinyal asli. Dalam metode gaya berat spektrum

diturunkan dari potensial gayaberat yang didapat pada suatu bidang horizontal,

transformasi Fouriernya adalah sebagai berikut (Blakely, R. J, 1996):

F (gz) = 2πœ‹Gme|k|(z0-

z1

) , z1 > z0

A = C e|k|(z0-

z1

)

Page 13: BAB II LANDASAN TEORI 1.1 Geologi Regional

18

lnA = ln2πœ‹Gme|k|(z0-

z1

)

lnA = (z1 - z0 ) |k| + lnC (2.13)

persamaan diatas dianalogikan dalam persamaan garis lurus :

y = mx + c (2.14)

Dimana : lnA = sebagai sumbu y

|k| = sebagai sumbu x

(z1 - z0 ) = kemiringan garis (gradien)

Maka dari itu kemiringan garis merupakan kedalam bidang dalam dan dangkal, |k|

didefinisikan sebagai bilangan gelombang pada sumbu x.

Estimasi lebar jendela digunakan untuk pemisahan anomali residual dan

regional. Dimana spektral amplitudo yang telah didapatkan dari transformasi

Fourier dilogaritme untuk mendapatkan grafik yang linier antara LnA dengan k,

kemudian dari regresi linier diperoleh batas dari anomali regional dan residual.

Nilai k di batas tersebut digunakan sebagai penentuan lebar jendela.

𝑁 = 2Ο€

k βˆ†x (2.15)

Keterangan: N = lebar window.

k = bilangan gelombang.

Ξ”x = spasi grid.

Ξ» = panjang gelombang.

Page 14: BAB II LANDASAN TEORI 1.1 Geologi Regional

19

2.3.5 Anomali Gayaberat Regional dan Residual

Anomali gaya berat yang didapatkan dalam pengukuran di permukaan adalah

anomali campuran dari macam-macam sumber dan kedalaman anomali yang

terdapat di bawah permukaan yang salah satunya mewakili target event. Jika target

event merupakan anomali residual, adapun event lainnya adalah noise dan regional.

Pada saat interpretasi target event harus sudah dipisahkan dari event lainnya.

Adapun teknik filtering yang dapat dipakai untuk pemisahan anomali residual dan

regional adalah filter moving average dan Second Vertical Deritative (SVD).

Ukuran kedalaman massa anomali dapat diperoleh dari pemisahan anomali

secara horizontal yang mewakili panjang gelombangnya (wave length) dimana

anomali besar dan nilai ditandai dengan panjang gelombang yang panjang yang

mengidentifikasikan kedalaman yang dangkal, sedangkan anomali kecil mewakili

paanjang gelombang yang pendek yang mengidentifikasikan kedalaman yang

dalam.

2.3.6 Moving Average

Nilai anomali gayaberat yang diperoleh pada permukaan adalah jumlah dari

bebagai macam struktur dan nilai anomali dari permukaan bumi hingga inti bumi,

sehingga anomali bouguer yang didapat adalah gabungan dari beberapa sumber

anomali dan struktur. Pemisahan anomali ini dapat dilakukan dengan filter moving

avarage.

Moving average adalah teknik merata-ratakan nilai anomali yang hasilnya

merupakan anomali regional. Kemudian dilakukan pengurangan nilai dari hasil

pengukuran gayaberat dengan anomali regional untuk mendapatkan anomali

residual, anomali residual mewakili target event yang lebih dangkal (Purnomo, J.,

Koesuma, S., & Yunianto, M, 2013). Untuk satu dimensi persamaan moving

average sebagai berikut:

Ξ”gπ‘Ÿπ‘’π‘” = (𝑁+1

2,

𝑁+1

2) = βˆ‘ βˆ‘

βˆ†π‘”(𝑖,𝑗)

𝑁2𝑁𝑗=1

𝑁𝑖=1 (2.16)

𝑁 = π‘βˆ’1

2 , dan N harus bilangan ganjil

Page 15: BAB II LANDASAN TEORI 1.1 Geologi Regional

20

Setelah diperoleh Ξ”greg, maka nilai Ξ”gresidual dapat dihitung menggunakan

persamaan sebagai berikut:

Δ𝑔residual = Δ𝑔 - Δ𝑔reg (2.17)

Dimana: Δ𝑔 = nilai anomali bouguer (mGal)

Δ𝑔res = nilai anomali residual (mGal)

Δ𝑔reg = nilai anomali regional (mGal)

Nilai anomali regional di suatu titik penelitian bergantung pada nilai anomali

yang ada di sekitar titik penelitian. Sehingga hasil rata-rata dari nilai anomali

disekitar daerah penelitian merupakan nilai anomali regional pada sebuah titik

penelitian (Purnomo, J., Koesuma, S., & Yunianto, M, 2013).

2.3.7 Second Vertical Derivative (SVD)

Second Vertical Derivative (SVD) merupakan teknik filtering untuk

menampakkan efek dangkal dari pengaruh regionalnya dan untuk menentukan batas

struktur yang terdapat di daerah penelitian. Secara teoritis bahwa metode ini

didapatkan dari hasil penurunan persamaan Laplace’s (Teleford, 1976). Pada

metode Second Vertical Derivative dilakukankan untuk melihat anomali yang

bersifat dangkal untuk mengidentifikasi diskontinuitas dari suatu struktur bawah

permukaan sehingga biasanya dicirikan dengan anomali residual pada metode

moving average. Metode ini diturunkan dari persamaan Laplace sebagai berikut :

βˆ‡2 = 0 (2.18)

Pada metode gayaberat:

βˆ‡2βˆ†(π‘₯,𝑦,𝑧) = 0 (2.19)

𝛿2βˆ†π‘”(π‘₯,𝑦,𝑧)

𝛿π‘₯2 + 𝛿2βˆ†π‘”(π‘₯,𝑦,𝑧)

𝛿𝑦2 + 𝛿2βˆ†π‘”(π‘₯,𝑦,𝑧)

𝛿𝑧2 = 0 (2.20)

Pada SVD, persamaan diatas menjadi:

𝛿2βˆ†π‘”(π‘₯,𝑦,𝑧)

𝛿𝑧2= βˆ’ (

𝛿2βˆ†π‘”(π‘₯,𝑦,𝑧)

𝛿π‘₯2+

𝛿2βˆ†π‘”(π‘₯,𝑦,𝑧)

𝛿𝑦2) (2.21)

Data penampang, dimana y mempunyai nilai konstan maka persamaannya adalah:

𝛿2βˆ†π‘”(π‘₯,𝑦,𝑧)

𝛿𝑧2 = βˆ’ (𝛿2βˆ†π‘”(π‘₯,𝑦,𝑧)

𝛿π‘₯2 ) (2.22)

Page 16: BAB II LANDASAN TEORI 1.1 Geologi Regional

21

Sehingga didapat bahwa Second Vertical Derivative adalah turunan ke dua

horizontal dari suatu anomali gayaberat permukaan sama dengan negatif. Adapun

operator koefisien filter SVD dapat dilihat pada Gambar 2.9

Handerson & Ziets (1984)

0.0000 0.0000 -0.0838 0.0000 0.0000

0.0000 +1.0000 -2.6667 +1.0000 0.0000

-0.0838 -2.6667 +17.000 -2.6667 -0.0838

0.0000 +1.0000 -2.6667 +1.0000 0.0000

0.0000 0.0000 -0.0838 0.0000 0.0000

Elkins (1951)

0.0000 -0.0833 0.0000 -0.0833 0.0000

-0.0833 -0.0667 -0.7500 -0.0667 -0.0883

0.0000 -0.0334 +1.0668 -0.0334 0.0000

-0.0833 -0.0667 -0.7500 -0.0667 -0.0883

0.0000 -0.0833 0.0000 -0.0833 0.0000

Rosenbach (1953)

0.0000 +0.0416 0.0000 +0.0416 0.0000

+0.0416 -0.3332 -0.7500 -0.3332 +0.0416

0.0000 -0.7500 +4.0000 -0.7500 0.0000

+0.0416 -0.3332 -0.7500 -0.3332 +0.0416

0.0000 +0.0416 0.0000 +0.0416 0.0000

Gambar 2 9 Berbagai Koefisien Filter SVD

2.3.8 Pemodelan Data Gayaberat

Dengan dilakukan pemodelan ke depan (Forward modeling) dan pemodelan

inversi (inverse modeling) dapat menggambarkan persebaran densitas bawah

permukaan. Cara yang dilakukan pada forward modeling yaitu dengan menghitung

dan membuat model pertama yang berdasar dengan pendekatan geofisika dan

geologi yang kemudian dibandingkannya dengan anomali yang diperoleh dari

pengukuran sehingga kedua anomali tersebut memiliki kemiripan. Pada pemodelan

Page 17: BAB II LANDASAN TEORI 1.1 Geologi Regional

22

inversi, parameter fisis yaitu densitas dapat langsung dihitung dari anomali hasil

pengukuran melalui metode numerik (Blakely, R. J. (1996).

a) Forward Modeling

Forward modeling digunakan untuk meghitung efek gayaberat dari model

benda di bawah permukaan mengunakan penampang berbentuk abstrak. Forward

modeling melalui proses iterasi, yang mana gaya tarik akibat model dibuat dihitung

dan dibandingkan dengan anomali gayaberat yang terukur. Jika nilai anomali model

belum cocok dengan anomali yang terukur, maka prosedur pemodelan diulang

kembali sampai menghasilkan nilai yang sesuai. Nilai densitas yang digunakan

untuk pembuatan model bawah permukaan pada forward modeling adalah

berdasarkan referensi dari (Teleford et al., 1990). Forward modelling dilakukan

untuk mendapatkan kedalaman dan geometri benda yang menyebabkan adanya

anomali bawah permukaan

b) Pemodelan Inversi

Inverse Modelling sering juga disebut data fitting atau pencocokan data

karena proses didalamnya dicari parameter model yang menghasilkan respon yang

cocok dengan data pengamatan, pemodelan kebalikan dengan forward modelling.

Pemodelan inversi adalah metode interpretasi tanpa perantara dengan parameter

model diperoleh dari data anomali gaya berat dengan menerapkan beberapa syarat

batas berupa perkiraan model untuk memperoleh solusi data gayaberat pengamatan.

Pemodelan inversi dilakukan dengan input parameter pembuatan, yaitu data

anomali residual dan mesh, sehingga dihasilkan output berupa model 3D daerah

penelitian yang mendekati keadaan sebenarnya.

Page 18: BAB II LANDASAN TEORI 1.1 Geologi Regional

23

2.4 Penelitian yang sudah pernah dilakukan

Tika Yulia, 1 Sukir Maryanto, 2 Siswo Purnomo (2013) telah melakukan

penelitian geofisika dengan menggunakan metode gravitasi di daerah sumber

panasbumi Tiris, Kabupaten Probolinggo, Propinsi Jawa Timur. Penelitian ini

bertujuan untuk mengetahui jenis batuan di daerah sekitar panasbumi Tiris

berdasarkan analisis data gravitasi. Luas daerah penelitian adalah 2 kmΒ² dengan

jumlah titik amat 70 titik. Pengolahan data dilakukan hingga diperoleh anomali

bouguer, anomali lokal dan pendugaan jenis batuan. Hasil dari pemodelan diketahui

bahwa daerah penelitian diperkirakan tersusun atas batuan shale, breksi gunungapi,

lava, dan basalt.