bab ii landasan teori 1.1 geologi regional
TRANSCRIPT
6
BAB II
LANDASAN TEORI
1.1 Geologi Regional
Gunung lamongan diketahui sebagai gunung api yang mempunyai
karakteristik dekat dengan maar yang tidak sedikit, seperti maar kering (dry maar)
ataupun yang telah berisi air dan menjadi danau (watr-filled maar). Gunung
Lamongan atau dikenal dengan Lamongan Volcanic Field (LVF), mempunyai
sekitar 61 kerucut sinder dan 29 maar (Carn, 2000). Ranu Segaran merupakan satu
dari beberapa maar yang terdapat pada LVF. Terbentuknya gunungapi maar
diperkirakan berhubungan dengan keadaan litologi batuan dasar, airtanah dan
pengaruh dari struktur rekahan. Ranu Segaran dan beberapa danau kecil lainnya di
sekitar Gunung Lamongan adalah bukti bahwa terdapat perkembangan maar yang
menunjukkan adanya kontak air dengan magma dan aktivitas magmatik.
Dari data geologi diinformasikan bahwasannya produk Gunung Lamongan
dapat dibagi menjadi beberapa produk, yaitu hasil erupsi samping Lamongan Muda
(Lamongan Sekarang), erupsi pusat Gunung Tarub (Lamongan Tua), erupsi freatik,
erupsi eksentrik serta endapan skunder (Sukhyar dkk, 1980). Dari hasil erupsi
kawah pusat sebagian besar terdiri atas jatuhan piroklastik dan lava, erupsi
eksentrik tersusun oleh lava saja atau piroklastik dan kombinasi lava serta
piroklastik, sedangkan hasil erupsi samping biasanya berupa aliran lava. Proses
skunder biasanya menghasilkan produk berupa lahar dan endapan fluviatil. Satuan
batuan produk Gunung Lamongan adalah sebagai berikut:
Lava lamongan tua (Llt) teridiri dari lava basalt olivin.
Lava erupsi samping tua (List) teridiri dari tua basalt olivin.
Lava muda lamongan (Llm) teridiri dari lava basalt olivin.
Lava parang (Pl) teridiri dari lava basalt piroksima.
7
Lava erupsi samping muda gunung lamongan (Llsm) teridiri dari olivin,
mikrokristalin dan piroksin dalam masa dasar kaca gunungapi dan basalt.
Endapan piroklastik pandan (PDP) teridiri dari piroklastik, pasir lapili
sampai bom skoria.
Endapan piroklastik geni (GP) teridiri dari basaltik , skoria dan piroklastika
lepas.
Endapan Lahar Muda (Elm) terdiri dari bongkah lava basalt, teridiri dari
endapan lahar tergabung lemah sampai kuat, masa dasar pasir lanau tufaan.
Endapan piroklastik lamongan (Lp) tersusun dari bahan piroklastika
tersusun oleh basalt skoria dan andesit basltik terubah yang lepas sampai
tergabung lemah.
Daerah panasbumi tiris teridiri dari batuan gunungapi dan batuan trobosan
serta batuan sedimen. Daerah panasbumi Tiris memiliki singkapan formasi dari
gunung kuarter serta sumber gunung Argopuro dan gunung Lamongan yang terdiri
dari breksi gunungapi, lava andesit basalt dan tuff pada batuan gunung Argopuro,
sedangkan terdiri dari tuf, lahar, breksi gunungapi dan lava pada gunungapi
Lamongan. Pada Tuf memiliki warna kuning-kelabu kecoklatan, sedikit padu,
banyak batu apung juga mineral terang gunungapi sisipan dalam breksi. Dimana
umumnya diprediksi berumur plistosen akhir, lava Andesit-Basalt memiliki warna
kelabu kehitaman, piroksen dan porifiritik dengan fenokris plagioklas, Breksi
gunung api memiliki warna kuning-kelabu agak kecoklatan kompak, memiliki butir
berukuran 3 hingga 25 cm, dengan tuf mendasar, Lava berwarna cokelat-kelabu
kehitaman, berstruktur aliran, porifiritik dengan piroksen, plgioklas dan mineral
mafik yang terdapat masadasar mikolit plagiokas dan kaca di dalamnya. Lava
keluar melalui kaki gunung lamongan atau melalui kerucut parasit pada lereng
membentuk tebing kawah.
Maar terbentuk di berbagai tempat, tebing yang curam miring dan landai,
maar ada yang terisi air dan ada pula yang kering. Maar-maar ini merupakan
karakteristik dari gunung Lamongan. Lava terdiri dari basalt, andesitt, obsidian dan
batu apung. Struktur aliran dan bentuk perbukitan di lereng gunung Lamongan.
8
Secara struktur geologi gunung Lamongan dikelilingi oleh beberapa kerucut parasit
atau kerucut eksentrik yang sangat aktif di wilayah berarah barat-timur sepanjang
37 kilometer dan berarah selatan-utara sepanjang 18 kilometer. Pegunungan
Lamongan dan kerucut epigones terletak di cekungan daerah antiklin pulau Jawa,
sistem celah antar barat-baratdaya (WSW) dan timur-timur laut (ENE) terbuka pada
jarak 4 kilometer antar wilayah wilayah puncak Lamongan dan Krakah dan disertai
dengan gempa bumi lokal (Bemmelen, 1949). Akibatnya, sering terjadi gempa
bumi di pegunungan Lamongan yang mengarah pada masa lampau yang mungkin
berhubungan erat dengan pola struktur perkembangan wilayah gunung Lamongan.
Oleh karena itu, bisa saja proses yang sama terjadi pada waktu yang bersamaan.
Gambar 2 1 Peta geologi Gunung Lamongan (PVMBG)
9
1.2 Geologi Daerah Penelitian
Berdasarkan stratigrafi wilayah Probolinggo dan Lumajang, stratigrafi
wilayah survei terdiri dari beberapa satuan. Satuan batuan Gunungapi Tengger
(Qvt), Satuan Tuf Argopuro (Qvat), Satuan Breksi Argopuro (Qvab), Satuan
Gunungapi Lamongan (Qvl), dan Satuan Lava Lamongan (Qvll).
Gambar 2 2 Peta Geologi daerah penelitian (Buku Potensi Panas Bumi Jilid 1)
1.3 Teori mengenai Metode
2.3.1 Konsep Dasar Gayaberat
Metode gayaberat adalah metode geofisika yang biasa dipakai dalam
memprediksi keadaan bawah permukaan dengan melihat variasi dari sifat fisis
batuan, yaitu rapat masa atau densistas dimana variasi densitas dari batuan tersebut
dapat menghasilkan perbedaan percepatan gravitasi pada permukaan bumi. Konsep
dasar fisika yang berhubungan dengan gaya percepatan dan potensial gravitasi yang
mendasari metode gayaberat ini.
10
a) Hukum Newton
Prinsip dasar fisika yang mendasari metode gayaberat yaitu hukum Newton tentang
gaya tarik menarik antar partikel dituliskan dengan persamaan:
F = - G πβπβ
πΒ² (2.1)
Dimana: F = gaya tarik menarik antar dua benda (Newton)
G = konstanta gravitasi (6.67 x 10β11 N.mΒ²/ kgΒ²)
m1 = masssa bumi (kg)
m2 = massa benda dipermukaan bumi (kg)
r = jarak antara titik pusat massa (m)
Gambar 2 3 gaya tarik menarik antar dua buah massa benda Hukum Newton
(Blakely, R. J. 1996).
b) Percepatan gravitasi
Pada pengukuran gravity yang di ukur adalah percepatan yang disebakan oleh
gravitasi g. Hukum kedua Newton menjelaskan hubungan keduanya, yang
menyebutkan bahwa gaya adalah hasil kali massa dan percepatan. Adapun interaksi
antara bumi (m 1) dan benda permukaan (m 2) dengan jarak r dari pusat keduanya
memenuhi hukum tersebut, dan persamaannya adalah :
οΏ½Μ οΏ½= πΉ
πβ = -G
πβ
πΒ² (2.2)
Dengan satuan percepatan adalah (m/sΒ²).
11
c) Potensial Gravitasi
Energi yang dibutuhkan untuk mengangkut suatu massa dari satu tempat ke
tempat tertentu merupakan potensial gravitasi. Benda dengan massa tertentu pada
ststem ruang akan menghasilkan medan potensial di dekatnya. Medan potensial
memiliki sifat konservensional yang berarti usaha yang dihasilkan dalam medan
gravitasi tidak tergantung dengan lintasan yang dilaluinya, tetapi tergantung pada
posisi awal dan terakhir (Rosid S, 2005).
d) Pengukuran Gayaberat
Pengukuran gayaberat terbagi menjadi dua jenis yaitu:
a. Pengukuran Relative
Pengukuran relative adalah pengukuran yang biasa dan mudah dilakukan dalam
survey gayaberat dilakukan dengan membandingkan nilai pengukuran titik yang
sudah diketahui yang telah diikat pada titik-titik referensi dengan titik yang tidak
diketahui nilai gayaberatnya (Postdam, IGSN dsb).
b. Pengukuran Absolut
Pengukuran absolut pada umumnya dilaksanakan di laboratorium. Pengukuran
absolut jarang dilaksanakan karena melibatkan beberapa faktor ataupun alat dan
juga banyak kendala yang sangat mempengaruhi hasil. Pengukuran absolut
dilakukan menggunakan berbagai komponen dan cara seperti, gravimeter,
pendulum jatuh bebas.
2.3.2 Koreksi-Koreksi Gayaberat
Jika bumi dianggap bulat, tidak berputar dan homogen, maka gaya gravitasi
di setiap permukaan bumi akan sama. Yang mana kenyataannya adalah bumi lebih
mendekati dengan ketidakrataan dan bentuk elipsoid, dengan kerapatan lateral yang
tidak rata (ketidakrataan), dan berputar di sekitar porosnya. Dalam pengukuran
gayaberat, terdapat perbedaan nilai g dari satu tempat ke tempat lain. Hasil
pengukuran gaya berat yang diharapkan adalah nilai massa jenis berat benda dengan
target yang abnormal dan nilai sebaran nilai densitas. Namun, nilai terukur pada
gravimeter juga dipengaruhi oleh berbagai faktor. Beberapa faktor tersebut dapat
12
ditampis dengan melakukan berbagai macam koreksi, termasuk koreksi lintang,
koreksi pasang surut (tide correction), koreksi apungan (drift correction), koreksi
udara bebas (free air correction), koreksi medan (terrain correction), dan koreksi
bouguer. Anomali gravitasi Bouger dapat diturunkan dari persamaan berikut:
π anomali = π obs β πΟ + FAC β BC + TC (2.3)
a) Koreksi Lintang
Koreksi lintang diperlukan karena adanya variasi gaya sentrifugal yang
dihasilkan dari rotasi bumi, jarak ke bumi dengan garis lintang bervariasi (sheriff,
2002). Untuk melakukan koreksi lintang digunakan rumus sebagai berikut:
πΟ = 978,031846 (1 + 0.002885 sin2Ρ + 0.00023462 sin4 Ρ) mGal (2.4)
Yang mana Ρ merupakan posisi derajat/lintang stasiun pengukuran.
b) Koreksi Pasang Surut (Tide Correction)
Koreksi pasang surut (tide correction) yaitu koreksi yang digunakan karena
adanya efek dari massa tarikan benda langit, yang mana benda langit yang paling
berperan adalah matahari dan bulan karena jarak yang relative dekat dengan bumi
dan massanya relative besar. Efek dari gayaberat pada titik p di bumi permukaan
bumi dapat di dilihat pada skema berikut (Longman, 1959).
Gambar 2 4 Skema efek gaya berat pada titik P pada permukaan (Kadir, 2000)
13
Untuk menghilangkan efek yang mempengaruhi bacaan anomali gravitasi di
permukaan bumi akibat gaya tarik terhadap bumi akibat bulan dan matahari
digunakan persamaan sebagai berikut :
Up= πΎ(r)[(π
π )
3
(πππ 2ππ + 1
3) +
1
6
π
π(
π
π )
4
(5 πππ 2ππ + 3πππ 2ππ] (2.5)
Dimana : ππ = posisi lintang
Up = potensial titik p akibat pengaruh benda langit
r = jari-jari bumi ke titik p
R = jarak dari pusat bumi ke benda langit
c = jarak rata-rata ke bulan
Bm = bumi
Bl = bulan
c) Koreksi Apungan (Drift Correction)
Gambar 2 5 Skema free air correction (Reynold, 1997)
Koreksi apungan adalah koreksi yang digunakan karena terdapat perbedaan
dari bacaan nilai gayaberat dengan waktu yang berbeda dari stasiun yang sama,
disebabkan karena pada saat pengukuran dari satu stasiun ke stasiun lainnya
terdapat guncangan pada pegas alat gravimeter. Komponen pada alat gravimeter
dirancang dengan sistem keseimbangan pegas yang memiliki elastisitas yang tidak
sempurna yang dapat mengembang dan menyusut perlahan dilengkapi dengan
14
massa beban yang tergantung diujung alat. Pengambilan data didesain dalam suatu
sistem rangkaian tertutup (looping), yang memiliki tujuan agar diketahui besar
perbedaan pembacaan yang di asumsikan linier dengan perbedaan waktu tertentu.
Secara matematis, koreksi apungan dilakukan dengan persamaan sebagai berikut:
πππππ‘ = ππππβππ β ππππ€ππ
π‘ππβππβπ‘ππ€ππ(π‘π π‘ππ ππ’π β π‘ππ€ππ) (2.8)
Dimana : drift = koreksi drift (mGal)
ππ = tidal + gread (mGal)
ππππβππ = nilai gN titik terakhir
ππππ€ππ = nilai gN titik awal dalam satu looping
π‘ππ€ππ = waktu titik awal dalam satu looping
π‘ππβππ = waktu titik akhir dalam satu looping
π‘π π‘ππ ππ’π = waktu titik ke-n, dengan n = 1, 2, 3... dst
d) Koreksi Udara Bebas (Free Air Correction)
Koreksi udara bebas digunakan untuk menghilangkan perbedaan percepatan
gravitasi bumi yang terjadi karena perbedaan elevasi dari tiap titik pengukuran, tiap
titik pengukuran ditarik ke bidang geoid tidak memperdulikan massa yang ada di
antara titik pengukuran dan bidang geoid. Dituliskan dalam persmaan berikut:
FAC = 0.3085 β (2.6)
Dari hasil koreksi diatas kemudian diperoleh FAA dengan persamaan berikut:
FAA = π obs β πΟ + FAC (2.7)
Dimana : FAC = koreksi udara bebas
FAA = anomali bebas
15
h = ketinggian permukaan dari datum (meter)
πΟ = nilai percepatan gravitasi teoritik pada posisi titik amat
π obs = nilai percepatan gravitasi hasil pengukuran
e) Koreksi Medan (Terrain Correction)
Koreksi medan dilakukan karena dalam pengukuran tidak semua ketinggian
sama karena terdapat bukit atau lembah di sekitar titik pengukuran. Diasumsikan
jika titik pengukuran di lokasi penelitian berada di suatu bidang datar yang sangat
lebar sedangkan pada koreksi medan menghilangkan pengaruh dari ketinggian
disekitar titik pengukuran tersebut.
Gambar 2 6 titik pengukuran berada dekat dengan gunung (Reynolds, 1997)
Apabila titik pengukuran terdapat dekat dengan pegunungan, maka pada
gravimeter akan muncul gaya ke atas yang menarik pegas, sehingga akan
mengurangi nilai bacaan gravitasi. Jika stasiun pengukuran dekat dengan daerah
lembah, maka pada gravimeter akan ada gaya ke bawah yang hilang sehingga pegas
tertarik ke atas. Hal tersebut akan menyebabkan pembacaan nilai gravitasi
berkurang.
16
Gambar 2 7 titik pengukuran berada dekat dengan lembah (Reynolds, 1997).
Adapun persamaan koreksi medan sebagai berikut :
ππΆ = 2ππΎπ
π (πL β πD) + (βππΏ2 + π§2 ) β (βππ·2 + π§2) (2.9)
Dimana : Ο = densitas batuan rata-rata.
n = banyak segmen dalam zona.
z = perbedaan ketinggian rata-rata titik pengukuran.
πL = radius luar kompartemen.
πD = radius dalam kompartemen.
f) Koreksi Bouguer
Koreksi ini digunakan untuk mempertimbangkan massa batuan yang ada di
antara stasiun pengukuran dengan bidang geoid. Koreksi ini dilakukan dengan
memperhitungkan efek tarikan gravitasi yang diakibatkan oleh batuan yang
memiliki densitas rata-rata Ο dari massa batuan dan ketebalan h.
Gambar 2 8 Koreksi Bouguer (Wellenhof and Moritz, 2005)
Persmaan koreksi bouguer dapat ditulis sebagai berikut:
BC = 0.04193.Ο.h (2.10)
Dimana : BC = koreksi bouger (mGal)
17
Ξ‘ = massa jenis (gr/cc)
h = elevasi (meter)
2.3.3 Complete Bouger Anomaly (CBA)
Complete Bouger Anomaly (CBA) adalah nilai anomali yang dihasilkan oleh
variasi densitas bumi secara lateral pada batuan di kerak bumi yang telah berada
pada bidang geoid atau bidang referensi. Persamaan yang digunakan adalah sebagai
berikut :
CBA r f= gobs β gΞ¦ + FAC - BC + TC (2.11)
atau
CBA = FAA - BC + TC (2.12)
Data anomali Bouguer yang diperoleh tanpa melakukan koreksi medan ke
dalam perhitungan nilai anomali biasa disebut Simple Bouguer Anomaly (SBA)
dan anomali Bouguer biasa disebut dengan Complete Bouguer Anomaly (CBA).
Kemudian ada Free Air Anomaly (FAA) yaitu nilai anomali gayaberat yang sudah
terkoreksi hingga koreksi udara bebas dan belum mempertimbangkan efek massa
batuan sehingga perlu menambahkan nilai bouguer kedalam perhitungan..
2.3.4 Analisis Spektral
Analisis spektral dilakukan untuk memperkirakan lebar jendela serta
meperkirakan kedalaman anomali gayaberat. Analisis spektral dilakukan dengan
mentransformasi fourier lintasan yang telah di tentukan pada peta Complete Bouger
Anomaly (CBA), suatu transformasi fourier menderetkan suatu gelombang
sembarang ke gelombang sinus dengan frekuensi bervariasi dan hasil dari
penjumlahan tersebut berbentuk sinyal asli. Dalam metode gaya berat spektrum
diturunkan dari potensial gayaberat yang didapat pada suatu bidang horizontal,
transformasi Fouriernya adalah sebagai berikut (Blakely, R. J, 1996):
F (gz) = 2πGme|k|(z0-
z1
) , z1 > z0
A = C e|k|(z0-
z1
)
18
lnA = ln2πGme|k|(z0-
z1
)
lnA = (z1 - z0 ) |k| + lnC (2.13)
persamaan diatas dianalogikan dalam persamaan garis lurus :
y = mx + c (2.14)
Dimana : lnA = sebagai sumbu y
|k| = sebagai sumbu x
(z1 - z0 ) = kemiringan garis (gradien)
Maka dari itu kemiringan garis merupakan kedalam bidang dalam dan dangkal, |k|
didefinisikan sebagai bilangan gelombang pada sumbu x.
Estimasi lebar jendela digunakan untuk pemisahan anomali residual dan
regional. Dimana spektral amplitudo yang telah didapatkan dari transformasi
Fourier dilogaritme untuk mendapatkan grafik yang linier antara LnA dengan k,
kemudian dari regresi linier diperoleh batas dari anomali regional dan residual.
Nilai k di batas tersebut digunakan sebagai penentuan lebar jendela.
π = 2Ο
k βx (2.15)
Keterangan: N = lebar window.
k = bilangan gelombang.
Ξx = spasi grid.
Ξ» = panjang gelombang.
19
2.3.5 Anomali Gayaberat Regional dan Residual
Anomali gaya berat yang didapatkan dalam pengukuran di permukaan adalah
anomali campuran dari macam-macam sumber dan kedalaman anomali yang
terdapat di bawah permukaan yang salah satunya mewakili target event. Jika target
event merupakan anomali residual, adapun event lainnya adalah noise dan regional.
Pada saat interpretasi target event harus sudah dipisahkan dari event lainnya.
Adapun teknik filtering yang dapat dipakai untuk pemisahan anomali residual dan
regional adalah filter moving average dan Second Vertical Deritative (SVD).
Ukuran kedalaman massa anomali dapat diperoleh dari pemisahan anomali
secara horizontal yang mewakili panjang gelombangnya (wave length) dimana
anomali besar dan nilai ditandai dengan panjang gelombang yang panjang yang
mengidentifikasikan kedalaman yang dangkal, sedangkan anomali kecil mewakili
paanjang gelombang yang pendek yang mengidentifikasikan kedalaman yang
dalam.
2.3.6 Moving Average
Nilai anomali gayaberat yang diperoleh pada permukaan adalah jumlah dari
bebagai macam struktur dan nilai anomali dari permukaan bumi hingga inti bumi,
sehingga anomali bouguer yang didapat adalah gabungan dari beberapa sumber
anomali dan struktur. Pemisahan anomali ini dapat dilakukan dengan filter moving
avarage.
Moving average adalah teknik merata-ratakan nilai anomali yang hasilnya
merupakan anomali regional. Kemudian dilakukan pengurangan nilai dari hasil
pengukuran gayaberat dengan anomali regional untuk mendapatkan anomali
residual, anomali residual mewakili target event yang lebih dangkal (Purnomo, J.,
Koesuma, S., & Yunianto, M, 2013). Untuk satu dimensi persamaan moving
average sebagai berikut:
Ξgπππ = (π+1
2,
π+1
2) = β β
βπ(π,π)
π2ππ=1
ππ=1 (2.16)
π = πβ1
2 , dan N harus bilangan ganjil
20
Setelah diperoleh Ξgreg, maka nilai Ξgresidual dapat dihitung menggunakan
persamaan sebagai berikut:
Ξπresidual = Ξπ - Ξπreg (2.17)
Dimana: Ξπ = nilai anomali bouguer (mGal)
Ξπres = nilai anomali residual (mGal)
Ξπreg = nilai anomali regional (mGal)
Nilai anomali regional di suatu titik penelitian bergantung pada nilai anomali
yang ada di sekitar titik penelitian. Sehingga hasil rata-rata dari nilai anomali
disekitar daerah penelitian merupakan nilai anomali regional pada sebuah titik
penelitian (Purnomo, J., Koesuma, S., & Yunianto, M, 2013).
2.3.7 Second Vertical Derivative (SVD)
Second Vertical Derivative (SVD) merupakan teknik filtering untuk
menampakkan efek dangkal dari pengaruh regionalnya dan untuk menentukan batas
struktur yang terdapat di daerah penelitian. Secara teoritis bahwa metode ini
didapatkan dari hasil penurunan persamaan Laplaceβs (Teleford, 1976). Pada
metode Second Vertical Derivative dilakukankan untuk melihat anomali yang
bersifat dangkal untuk mengidentifikasi diskontinuitas dari suatu struktur bawah
permukaan sehingga biasanya dicirikan dengan anomali residual pada metode
moving average. Metode ini diturunkan dari persamaan Laplace sebagai berikut :
β2 = 0 (2.18)
Pada metode gayaberat:
β2β(π₯,π¦,π§) = 0 (2.19)
πΏ2βπ(π₯,π¦,π§)
πΏπ₯2 + πΏ2βπ(π₯,π¦,π§)
πΏπ¦2 + πΏ2βπ(π₯,π¦,π§)
πΏπ§2 = 0 (2.20)
Pada SVD, persamaan diatas menjadi:
πΏ2βπ(π₯,π¦,π§)
πΏπ§2= β (
πΏ2βπ(π₯,π¦,π§)
πΏπ₯2+
πΏ2βπ(π₯,π¦,π§)
πΏπ¦2) (2.21)
Data penampang, dimana y mempunyai nilai konstan maka persamaannya adalah:
πΏ2βπ(π₯,π¦,π§)
πΏπ§2 = β (πΏ2βπ(π₯,π¦,π§)
πΏπ₯2 ) (2.22)
21
Sehingga didapat bahwa Second Vertical Derivative adalah turunan ke dua
horizontal dari suatu anomali gayaberat permukaan sama dengan negatif. Adapun
operator koefisien filter SVD dapat dilihat pada Gambar 2.9
Handerson & Ziets (1984)
0.0000 0.0000 -0.0838 0.0000 0.0000
0.0000 +1.0000 -2.6667 +1.0000 0.0000
-0.0838 -2.6667 +17.000 -2.6667 -0.0838
0.0000 +1.0000 -2.6667 +1.0000 0.0000
0.0000 0.0000 -0.0838 0.0000 0.0000
Elkins (1951)
0.0000 -0.0833 0.0000 -0.0833 0.0000
-0.0833 -0.0667 -0.7500 -0.0667 -0.0883
0.0000 -0.0334 +1.0668 -0.0334 0.0000
-0.0833 -0.0667 -0.7500 -0.0667 -0.0883
0.0000 -0.0833 0.0000 -0.0833 0.0000
Rosenbach (1953)
0.0000 +0.0416 0.0000 +0.0416 0.0000
+0.0416 -0.3332 -0.7500 -0.3332 +0.0416
0.0000 -0.7500 +4.0000 -0.7500 0.0000
+0.0416 -0.3332 -0.7500 -0.3332 +0.0416
0.0000 +0.0416 0.0000 +0.0416 0.0000
Gambar 2 9 Berbagai Koefisien Filter SVD
2.3.8 Pemodelan Data Gayaberat
Dengan dilakukan pemodelan ke depan (Forward modeling) dan pemodelan
inversi (inverse modeling) dapat menggambarkan persebaran densitas bawah
permukaan. Cara yang dilakukan pada forward modeling yaitu dengan menghitung
dan membuat model pertama yang berdasar dengan pendekatan geofisika dan
geologi yang kemudian dibandingkannya dengan anomali yang diperoleh dari
pengukuran sehingga kedua anomali tersebut memiliki kemiripan. Pada pemodelan
22
inversi, parameter fisis yaitu densitas dapat langsung dihitung dari anomali hasil
pengukuran melalui metode numerik (Blakely, R. J. (1996).
a) Forward Modeling
Forward modeling digunakan untuk meghitung efek gayaberat dari model
benda di bawah permukaan mengunakan penampang berbentuk abstrak. Forward
modeling melalui proses iterasi, yang mana gaya tarik akibat model dibuat dihitung
dan dibandingkan dengan anomali gayaberat yang terukur. Jika nilai anomali model
belum cocok dengan anomali yang terukur, maka prosedur pemodelan diulang
kembali sampai menghasilkan nilai yang sesuai. Nilai densitas yang digunakan
untuk pembuatan model bawah permukaan pada forward modeling adalah
berdasarkan referensi dari (Teleford et al., 1990). Forward modelling dilakukan
untuk mendapatkan kedalaman dan geometri benda yang menyebabkan adanya
anomali bawah permukaan
b) Pemodelan Inversi
Inverse Modelling sering juga disebut data fitting atau pencocokan data
karena proses didalamnya dicari parameter model yang menghasilkan respon yang
cocok dengan data pengamatan, pemodelan kebalikan dengan forward modelling.
Pemodelan inversi adalah metode interpretasi tanpa perantara dengan parameter
model diperoleh dari data anomali gaya berat dengan menerapkan beberapa syarat
batas berupa perkiraan model untuk memperoleh solusi data gayaberat pengamatan.
Pemodelan inversi dilakukan dengan input parameter pembuatan, yaitu data
anomali residual dan mesh, sehingga dihasilkan output berupa model 3D daerah
penelitian yang mendekati keadaan sebenarnya.
23
2.4 Penelitian yang sudah pernah dilakukan
Tika Yulia, 1 Sukir Maryanto, 2 Siswo Purnomo (2013) telah melakukan
penelitian geofisika dengan menggunakan metode gravitasi di daerah sumber
panasbumi Tiris, Kabupaten Probolinggo, Propinsi Jawa Timur. Penelitian ini
bertujuan untuk mengetahui jenis batuan di daerah sekitar panasbumi Tiris
berdasarkan analisis data gravitasi. Luas daerah penelitian adalah 2 kmΒ² dengan
jumlah titik amat 70 titik. Pengolahan data dilakukan hingga diperoleh anomali
bouguer, anomali lokal dan pendugaan jenis batuan. Hasil dari pemodelan diketahui
bahwa daerah penelitian diperkirakan tersusun atas batuan shale, breksi gunungapi,
lava, dan basalt.