kajian pustaka jalan

Upload: wahyu-wicaksono

Post on 07-Jul-2018

225 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

  • 8/18/2019 KAJIAN PUSTAKA JALAN

    1/26

    9

    BAB II

    KAJIAN PUSTAKA

    1. 

    Kriteria Konstruksi Perkerasan Lentur

     Jalan harus memberikan rasa aman dan nyaman kepada

    si pemakai jalan, untuk itu konstruksi perkerasan jalan

    haruslah memenuhi syarat-syarat tertentu yang dapat

    dikelompokkan menjadi dua (Sukirman. S, 1999) yaitu :

    a. 

    Dari segi keamanan dan kenyamanan berlalu lintas,harus memenuhi syarat-syarat sebagai berikut :

    1) 

    Permukaan yang rata, tidak bergelombang, tidak

    melendut dan tidak berlubang.

    2) 

    Permukaan cukup kaku, sehingga tidak mudah

    berubah bentuk akibat beban yang bekerja diatasnya.

    3) 

    Permukaan cukup kesat, memberikan gesekan yang

    baik antara ban dengan permukaan jalan sehingga

    tidak mudah selip.

    4) 

    Permukaan tidak mudah mengkilap, tidak silau jika

    terkena sinar matahari.

    b. 

    Dari segi kemampuan memikul dan menyebarkan beban,

    haris memenuhi syarat-syarat :

    1) 

    Ketebalan yang cukup sehingga mampu menyebarkan

    beban/muatan lalu lintas ketanah dasar.

    2) 

    Kedap terhadap air, sehingga air tidak mudah

    merembes ke lapisan dibawahnya.

    3) 

    Permukaan mudah mengalirkan air, sehingga air

    hujan yang jatuh diatasnya dapat dengan cepat

    dialirkan.

    4) 

    Kekakuan untuk memikul beban yang bekerja tanpa

    menimbulkan deformasi yang berarti.

  • 8/18/2019 KAJIAN PUSTAKA JALAN

    2/26

    10

    2. 

     Jenis dan Fungsi lapisan Perkerasan

    Konstruksi perkersan lentur terdiri dari lapisan-lapisan

    yang diletakkan ditanah dasar yang telah dipadatkan.Lapisan-lapisan tersebut berfungsi untuk menerima beban

    lalu lintas dan menyebarkan kelapisan dibawahnya

    (Pedoman perkerasan Lentur Jalan Raya, 1987).

    Menurut standar Bina Marga (1987) konstruksi

    perkerasan terdiri dari :

    a. 

    Lapisan Permukaan (Surface course)

    b. 

    Lapisan pondasi atas (base course)c.

     

    Lapisan pondasi bawah (sub base course)

    d. 

    Lapisan tanah dasar (subgrade)

    Seperti pada gambar berikut :

    Gambar 2.1 Lapisan Perkerasan Lentur

    Gambar 2.1 Susunan Lapis Perkerasan Jalan

    1) 

    Lapis permukaan (Surfacae Course)

    Lapisan permukaan adalah lapisan yang terletak

    paling atas pada perkrasan lentur (Pedoman PerkerasanLentur Jalan Raya, 1987) yang mempunyai fungsi sebagai

    berikut :

    a) 

    Lapisan yang mempunyai stabilitas yang tinggi,

    penahan beban roda selama masa pelayanan.

    b) 

    Sebagai lapisan rapat air untuk melindungi badan

     jalan dari kerusakan akibat cuaca.

    c) 

    Sebagai Lapisan Aus (Wearing Course).

  • 8/18/2019 KAJIAN PUSTAKA JALAN

    3/26

    11

    Menurut Sukirman. S (1999), lapisan permukaan

    terbagi dua yaitu :

    1. 

    Lapisan nonstruktural/lapisan yang tidakmempunyai nilai konstruksi tetap berfungsi sebagai

    lapisan aus dan kedap air, terdiri atas :

    a. 

    Burtu (Laburan aspal satu lapis), terdiri dari aspal

    yang taburi dengan satu lapis agregat bergradasi

    seragam dengan tebal maksimum 2 cm.

    b. 

    Burda (Laburan aspal dua lapis), terdiri dari

    lapisan aspal ditaburi agregat yang dikerjakan duakali secara berurutan dengan tebal padat

    maksimum 3,5 cm.

    c. 

    Latasir (Lapisan tipis aspal pasir), terdiri dari

    lapisan aspal dan pasir alam bergradasi meneris

    dicampur, dihampar dan dipadatkan pada suhu

    tertentu dengan tebal padat 1-2 cm.

    d. 

    Buras (Laburan aspal), terdiri dari lapisan aspal

    taburan pasir dengan ukuran butir maksimum 3/8

    inchi.

    e. 

    Latasbun (Lapis tipis asbuton murni), terdiri dari

    campuran asbuton dan bahan pelunak dengan

    perbandingan tertentu yang dicampur dalam

    keadaan dingin dengan tebal padat maksimum 1

    cm.

    f. 

    Lataston (Lapis tipis aspal beton), terdiri daricampuran agrergat bergradasi timpang, mineral

    pengisi ( filter ) dan aspal keras dengan

    perbandingan tertentu yang dicampur, dihampar

    dan dioadatkan dalam keadaan panas dengan tebal

    maksimum 2,5-3 cm.

    2. 

    Lapisan struktural / lapisan yang mempunyai nilai

    konstruksi, yang berfungsi dan sebagai lapisan

  • 8/18/2019 KAJIAN PUSTAKA JALAN

    4/26

    12

    aus, lapisan kedap air dan lapisan yang menahan

    serta menyebarkan beban roda, yang terdiri dari :

    a. 

    Lapen (Penetrasi Macadam), terdiri dari agregatpokok dan agregat pengunci bergradasi terbuka

    dan seragam yang diikat oleh aspal dengan cara

    disemprotkan diatasnya dan dipadatkan lapis

    demi lapis yang tebal satu lapisnya antara 4-10

    cm.

    b. 

    Lasbutag (Lapisan asbuton agregat), terdiri dari

    campuran antar agregat, asbuton, dan bahanpelunak yang dicampur,dihampar dan

    dipadatkan secara dingin dengan ketebalan tiap

    lapisan antara 3-5 cm.

    c.  Laston (Lapisan aspal beton), terdiri dari

    campuran aspal keras dengan agregat yang

    mempunyai gradasi menerus, dicampur,

    dihampar, dan dipadatkan pada suhu tertentu.

    2) 

    Lapis pondasi Atas (Base Course)

    Lapisan pondasi atas terletak diantara lapisan

    permukaan dan lapisan pondasi bawah dengan CBR

    ≥50% dan plastisitas Indeks (PI) < 4% (pedoman

    Perencanaan Perkerasan Lentur Jalan Raya, 1987) yang

    mempunyai fungsi sebagai berikut :

    a) 

    Bagian perkerasan yang menahan gaya lintang dari

    beban roda dan menyebarkan beban kelapisanpondasi bawah.

    b) 

    Lapisan peresapan untuk lapisan pondasi bawah.

    c) 

    Bantalan untuk lapisan permukaan.

     Jenis lapis pondasi atas yang umum digunakan di

    indonesia (Sukirman .S 1999) antara lain :

    1. 

    Agregat bergradasi baik dapat dibagi atas :

    a. 

    Batu pecah kelas A

  • 8/18/2019 KAJIAN PUSTAKA JALAN

    5/26

    13

    b. 

    Batu pecah kelas B

    c. 

    Batu pecah kelas C

    2. 

    Pondasi macadam3.

     

    Pondasi telfrod

    4. 

    Lapen

    5. 

    Aspal beton pondasi (asphalt treated base)

    Stabilisasi yang terdiri dari :

    a. 

    Stabilisasi agregat dengan semen (cement treated

    base).

    b. 

    Stabilisasi agregat dengan kapur (lime treade base).c.

     

    Stabilisasai agregat dengan aspal (asphalt treated

    base).

    3) 

    Lapis pondasi bawah (subbase course)

    Lapisan pondasi bawah terletak antara lapisan

    pondasi atas dan tanah dasar dengan nilai CBR 

    dan

    plastisitas indeks (PI) (Pedoman Perencanaan Perkerasan

    Lentur Jalan Raya,1987) yang mempunyai fungsi , antar

    lain :

    a) 

    Sebagai konstruksi perkerasan yang menyebarkan

    beban roda ketanah dasar.

    b) 

    Untuk mencegah tanah dasar masuk kedalam

    lapisan pondasi.

    c) 

    Mencapai efisiensi penggunnaanmaterial yang relatif

    murah agar lapisan di atasnya dapat dikurangi

    ketebalanya.d)

     

    Sebagai lapisan pertama agar pelaksanaan dapat

    berjalan lancar.

     Jenis lapis pondasi bawah yang umum digunakan di

    indonesia (Sukirman. S,1999) antara lain :

    1. 

    Agregat bergradasi baik, dibedakan atas :

    a. 

    sirtu / pitrun kelas A

    b. 

    sirtu / pitrun kelas B

  • 8/18/2019 KAJIAN PUSTAKA JALAN

    6/26

    14

    c. 

    sirtu / pitrun kelas C

    2. 

    Stabilisasi

    a. 

    stabilisasi agregat dengan semen (cement treatedsubbase)

    b. 

    stbilisasi agregat dengan kapur (lime treated

    subbase)

    c. 

    stabilisasi tanah dengan semen (soil cement

    stabilization)

    d. 

    stabilisasi tanah dengan kapur (soil lime

    stabilization)4)

     

    Lapisan tanah dasar (subgrade)

    Lapisan tanah dasar adalah lapisan tanah setebal 5-10

    cm yang diatasnya akan diletakkan lapisan pondasi

    bawah yang berfungsi sebagai penyalur semua gaya yang

    ditimbulkan oleh semua beban di atasnya (Sukirman.S,

    1999). Lapisan tanah dasar dapat berupa tanah asli yang

    dipadatkan jika tanah aslinya baik, tanah yang

    didatangkan dari tempat lain lalu dipadatkan dan tanah

    distabilisasikan dengan kapur atau bahan lainnya.

    Masalah-masalah yang sering ditemui menyangkut

    tanah dasar (Pedoman Perencanaan Perkerasan Lentur

     Jalan Raya, 1987) adalah :

    a) 

    Perubahan bentuk tetap dari jenis tanah dasar tertentu

    akibat beban lalu lintas .

    b) 

    Sifat mengembang dan menyusut dari tanah tertentuakibat perubahan air.

    c) 

    Daya dukung tanah dasar yang tidak merata pada

    daerah dengan macam tanah yang sangat berbeda

    sifat dan kedudukannya

    d) 

    daya dukung yang tidak merata akibat pelaksanaan

    yang kurang baik.

  • 8/18/2019 KAJIAN PUSTAKA JALAN

    7/26

    15

    e) 

    lendutan-lendutan balik selama dan sesudah

    pembebanan lalu lintas dari macamtanah tertentu.

    f) 

    perbedaan penurunan (differential settlement) akibatterdapatnya lapisan-lapisan lunak dibawah tanah

    dasar akan mengakibatkan terjadinya perubahan

    bentuk tetap.

    Menurut Sukirman. S (1999) jenis dasar dilihat dari

    muka tanah aslinya dibedakan atas:

    1. 

    Lapisan tanah dasar, tanah galian

    2. 

    Lapisan tanah dasar, tanah timbunan3.

     

    Lapisan tanah dasar, tanah asli

    3. 

    Penggolongan Kendaraan

    Adapun pembagian / pengklasifikasian jenis moda

    didasarkan pada metode Bina Marga, yang terdiri dari :

      Golongan I : sepeda motor dan roda tiga

     

    Golongan II : sedan, jeep

     

    Golongan III : oplet, pick up

      Golongan IV : mikro truck

      Golongan Va : bus kecil

     

    Golongan Vb : bus besar

      Golongan VIa : truk ringan 2 sumbu

      Golongan VIb : truk sedang 2 sumbu

     

    Golongan VIIa : truk 3 sumbu

     

    Golongan VIIb : truk gandengan 

    Golongan VIIc : truk semi trailler

      Golongan VIII : kendaraan tak bermotor

    4. 

    Volume Lalu-Lintas Rencana

    Volume Lalu-lintas Rencana untuk perencanaan perkerasan

    Kekuatan perkerasan jalan ditetapkan (pada umumnya)

    berdasarkan jumlah kumulatif lintasan kendaraan standar

    (CESA, cummulative equivalent standar axle) yang

  • 8/18/2019 KAJIAN PUSTAKA JALAN

    8/26

    16

    diperkirakan akan melalui perkerasan tersebut,

    diperhitungkan dari mulai perkerasan tersebut dibuat dan

    dipakai umum sampai dengan perkerasan tersebut dikata-gorikan rusak (habis nilai pelayanannya). Untuk

    menghitung lintasan rencana dilakukan prosedur sebagai

    berikut:

      Menghitung Volume Lalu-lintas  Harian Rata-rata

    Tahunan (LHRT, atau biasa disebut Average Annual

    Dailly Traffic, AADT). LHRT secara definisi adalah

     jumlah lalu-lintas selama satu tahun penuh (365 hari)dibagi jumlah harinya dalam tahun tersebut. LHRT

    ditetapkan dalam unit Satuan Mobil Penumpang (smp)

    per hari atau dalam satuan komposisi kendaraan per hari.

    Untuk keperluan perencanaan, LHRT sangat jarang

    didasarkan atas informasi data lalu-lintas selama satu

    tahun penuh, sehingga sering diprediksi dari data survey

    yang pendek, misalnya 7 hari. TRL (Howe, 1989)

    menyarankan, untuk keperluan LHRT, data yang efektif

    dikumpulkan adalah selama 7x24 jam dengan catatan

    pengurangan waktu pengumpulan data cenderung

    menyebabkan deviasi perkiraan LHRT yang lebih tinggi,

    sementara penambahan waktu survey tidak menurunkan

    deviasi secara efisien, sedikit penambahan akurasi untuk

    usaha pengumpulan data yang banyak. Penelitian TRL

    tersebut menjelaskan bahwa hal tersebut berkaitandengan pola kegiatan rutin pelaku perjalanan yang

    terpola mingguan.

    Prosedur untuk digunakan dalam perencanaan PenetapanLHRT; Karena LHRT praktis tidak efisien ditetapkan daridata survey selama 365 hari, maka LHRT diperkirakan dariLHR hari-hari sampel. Dengan demikian, nilainya akanberada dalam suatu kisaran perkiraan dengan nilai

    kemungkinan tertentu. Untuk mendapatkan nilai-nilai

  • 8/18/2019 KAJIAN PUSTAKA JALAN

    9/26

    17

    perkiraan tersebut, diperlukan data time seriesyang menjadidasar untuk menurunkan variasi musiman yang bisa

    dinyatakan dengan angka, sehingga bisa dipakai sebagaiparameter untuk memperkirakan LHRT.

    Tabel 2.1 Konversi arus kend/jam kedalam smp/jam

    Type kendaraan

    No. Konversi

    arus

    kendaraa

    n

    G

    ol

    1

    G

    o

    l

    2

    G

    o

    l

    3

    G

    ol

    4

    G

    ol

    5a

    G

    ol

    5b

    G

    ol

    6

    G

    ol

    7a

    G

    ol

    7b

    G

    ol

    7c

    G

    ol

    8

    1. Ekivalens

    i mobil

    penumpa

    ng (smp)

    0,7 1 1 1,2 1,2 1,2 1,6 1,6 1,6 1,6 0.5

    Sumber : MKJI 1997

    Untuk menentukan volume lalu lintas untuk rencana

    ditentukan dulu LHR selama 7 hari sebagai perwakilan data

    lalu lintas tahunan, dari data lalu lintas harian rata-rata

    kemudian ditentukan Lalu lintas Mingguan Rata-rata nya

    dengan rumus berikut: 

    LMR= Q x 100/Faktor koreksi

    Dimana :LMR = Lalu lintas Mingguan Rata-rataQ =Volume lalu lintasFaktor koreksi = persentase jam survey dari 24 jam

  • 8/18/2019 KAJIAN PUSTAKA JALAN

    10/26

    18

    Dengan mengetahui persentase arus lalu lintas bulanan ratarata (LBR), berikutnya dapat dihitung arus lalu lintas harian

    rata rata tahunan (LHRT). Namun apabila LBRsuatu kawasan tidak diketahui, data persentase lalu lintasbulanan dalam setahun suatu daerah atau negara sepertiterdapat pada tabel 2.2 bisa digunakan.Tabel 2.2 Persentase Lalu Lintas Bulanan dalam Setahun

    (Warpani,S. 1985)

    Sehingga dapat ditentukan LHRT nya dengan rumusberikut:LHRT= LMR/7 x 100/persentase lalu lintas bulananDimana:

    LHRT = Lalu lintas harian tahunanLMR = lalu lintas mingguan rata-rata

    5. 

    Faktor Pertumbuhan Lalu Lintas (i) Minimum untuk Desain

    Faktor pertumbuhan lalu lintas didasarkan pada data-data

    pertumbuhan historis atau formulasi korelasi dengan faktor

    pertumbuhan lain yang valid tidak ada maka pada table 2.1

    digunakan sebagai nilai minimum.

  • 8/18/2019 KAJIAN PUSTAKA JALAN

    11/26

    19

    Tabel 2.3 Faktor Pertumbuhan Lalu Lintas (i) Minimum

    untuk Desain

    2011 – 2015 2021 - 2035Arteri dan Perkotaan (%) 5 4

    Kolektor Rural (%) 3,5 2,5

     Jalan Desa (%) 1 1

    Untuk menghitung pertumbuhan lalu lintas selama umurrencana dihitung sebagai berikut

    ( )

     

    Dimana:R = Faktor pengali pertumbuhan lalu lintasi = Tingkat pertumbuhan tahunan (%)UR = Umur Rencana (tahun)Faktor pengali pertumbuhan lalu lintas didasarkan padadata-data pertumbuhan historis atau formulasi korelasidengan faktor pertumbuhan lain yang valid tidak ada, makaditunjukkan pada tabel 2.4 berikut ini :

    Tabel 2.4 Faktor Pengali Pertumbuhan Lalu Lintas (R)

  • 8/18/2019 KAJIAN PUSTAKA JALAN

    12/26

    20

    6. 

    Metode Analisa Komponen, Bina Marga (1987)

    Dalam perancangan jalan menggunakan perkerasan lentur,

    Indonesia menggunakan Metode Analisa Komponen, Bina

    Marga. Penentuan tebal perkerasan dengan metode ini

    hanya berlaku untuk konstruksi perkerasan yang

    menggunakan material berbutir seperti granular material,

  • 8/18/2019 KAJIAN PUSTAKA JALAN

    13/26

    21

    batu pecah, dll. Dalam metode Bina Marga ini ada beberapa

    istilah dan parameter yang digunakan untuk merencanakan

    tebal tiap lapis perkerasan lentur. Istilah dan parameter yangdipakai antara lain

    a. 

     Jumlah Jalur dan Koefisien Distribusi Kendaraan (C)

    Salah satu jalur yang menampung lalu lintas tersebut.

     Jika tidak memiliki tanda batas jalur, maka jumlah jalur

    ditentukan dari lebar perkerasan menurut tabel 2.5 di

    bawah ini.

    Tabel 2.5 Jumlah Jalur Berdasarkan Lebar Perkerasan

    Sedangkan untuk koefisien distribusi kendaraan (C)

    kendaraan ringan dan berat dapat dilihat pada tabel 2.6

    berikut.

    Tabel 2.6 Koefisien Distribusi Kendaraan (C)

    b. 

    Umur Rencana (UR)

  • 8/18/2019 KAJIAN PUSTAKA JALAN

    14/26

    22

     Jumlah waktu dalam tahun yang dihitung dari mulai

     jalan tersebut digunakan sampai diperlukan perbaikan

     jalan atau pelapisan ulang.c.

     

    Indeks Permukaan (IP)

    Suatu angka yang menunjukan tingkat pelayanan

    berdasarkan kerataan/kehalusan serta kekokohan

    permukaan jalan.

    d. 

    Angka Ekivalen (E)

    Beban sumbu kendaraan, angka perbandingan tingkat

    kerusakan akibat beban sumbu tunggal terhadap bebanstandar sumbu tunggal 8,16 ton.

    Perhitungan Angka Ekivalen (E) masing masing

    golongan beban sumbu (tiap kendaraan) ditentukan

    menurut rumus di bawah ini:

     Angka Ekivalen Sumbu Tunggal

     Angka Ekivalen Sumbu Ganda

  • 8/18/2019 KAJIAN PUSTAKA JALAN

    15/26

    23

    Gambar 2.2 Distribusi Pembebanan Masing-Masing

    Kendaraan

  • 8/18/2019 KAJIAN PUSTAKA JALAN

    16/26

    24

    Tabel 2.7 Angka Ekivalen Beban Sumbu

    e. 

    Lalu Lintas Harian Rerata (LHR)

     Jumlah rata - rata lalu lintas kendaraan bermotor roda 4

    atau lebih selama 24 jam. Lalu lintas harian rata-rata

    (LHR) setiap jenis kendaraan ditentukan pada awal umur

    rencana, yang dihitung untuk dua arah pada jalan tanpa

    median atau masing-masing arah pada jalan dengan

    median.

    Lalu lintas harian rata-rata permulaan (LHRP)

  • 8/18/2019 KAJIAN PUSTAKA JALAN

    17/26

    25

    (LHRP) = LHRS x (1+i1)n1 

    Lalu lintas harian rata-rata akhir (LHRA)

    (LHRA) = LHRP x (1+i2)n2

    f. 

    Lintas Ekivalen Permulaan (LEP)

     Jumlah lintas ekivalen harian rata –  rata sumbu tunggal

    8,16 ton pada jalur rencana yang diduga terjadi pada

    awal tahun umur rencana.

    Rumus yang digunakan :

    LEP = ∑ LHR * Cj * Ej

    Dimana :LEP: Lintas Ekivalem Permulaan

    Cj : Koefisien Distribusi kendaraan pada jalur

    rencana

    Ej : Angka ekivalen beban sumbu untuk jenis

    kendaraan.

    g.  Lintas Ekivalen Akhir (LEA)

     Jumlah lintas ekivalen harian rata - rata sumbu tunggal

    pada jalur rencana yang diduga terjadi pada akhir tahun

    umur rencana.

    Rumus yang digunakan :

    LEA = ∑ LHRi (1 + i)UR * Cj * Ej

    Dimana :

    LEA = Lintas Ekivalen Akhir

    I = Perkembangan Lalu Lintas

    UR = Umur RencanaCj = Koefisien distribusi

    kendaraan pada jalur rencana

    Ej = Angka Ekivalen sumbu untuk

    satu jenis kendaraan.

    h. 

    Lintas Ekivalen Tengah (LET)

  • 8/18/2019 KAJIAN PUSTAKA JALAN

    18/26

    26

     Jumlah lintas ekivalen harian rata - rata sumbu tunggal

    pada jalur rencana yang diduga terjadi pada tengah

    tahun umur rencana. Menggunakan rumus sebagaiberikut :

    LET = (LEP+LEA) / 2

    i. 

    Lintas Ekivalen Rencana (LER)

    Besaran dalam nomogram penetapan tebal perkerasan

    untuk menyatakan jumlah lintas ekivalen sumbu

    tunggal. Menggunakan rumus sebagai berikut :

    LER = LET x FP

     

     j. 

    Tanah Dasar

    Sebagai dasar perletakan bagian perkerasan, bisa

    merupakan tanah asli, tanah galian atau tanah timbunan.

    k. 

    Lapis Pondasi Bawah

    Lapis perkerasan yang terletak antara lapis pondasi dan

    tanah dasar.l. 

    Lapis Pondasi

    Lapis perkerasan yang terletak antara lapis permukaan

    dan lapis pondasi bawah atau tanah dasar jika tidak ada

    lapis pondasi bawah.

    m. 

    Lapis Permukaan

    Lapisan teratas dalam perkerasan.

    n. 

    Daya Dukung Tanah (DDT)Skala untuk menyatakan kekuatan tanah dasar, yang

    didapat dari nomogram penetapan tebal perkerasan.

    Berikut ini adalah nomogram korelasi antara CBR dan

    DDT

  • 8/18/2019 KAJIAN PUSTAKA JALAN

    19/26

    27

    Gambar 2.3 Korelasi CBR-DDT sumber (SNI 1732–1989-F)

    o. 

    Faktor Regional (FR)Faktor setempat yang berhubungan dengan iklim,

    keadaan lapangan, daya dukung tanah dasar, dll.

    Tabel 2.8 Faktor Regional

    p. 

    Indeks Tebal Perkerasan (ITP)

    IPo, dan IPt untuk menentukan penggunaan grafik

    nomogram dapat ditentukan dengan tabel-tabel berrikut :

  • 8/18/2019 KAJIAN PUSTAKA JALAN

    20/26

    28

    Tabel 2.9 Indeks Permukaan Akhir Umur Rencana (IP)

    Tabel 2.10 Indeks Permukaan Awal Umur Rencana (IPo)

    ITP diperoleh dengan menggunakan LER selama umur

    rencana. Selanjutnya menentukan jenis lapis perkerasan

    yang akan dipakai dan menentukan nilai ITP dengan

    menggunakan nomogram.

  • 8/18/2019 KAJIAN PUSTAKA JALAN

    21/26

    29

    Gambar 2.4 Nomogram 1 untuk IPt = 2,5 dan IPo ≥ 4 

    Gambar 2.5 Nomogram 2 untuk IPt = 2,5 dan IPo = 3,9-3,5

  • 8/18/2019 KAJIAN PUSTAKA JALAN

    22/26

    30

    Gambar 2.6 Nomogram 3 untuk IPt = 2 dan IPo ≥ 4 

    Gambar 2.7 Nomogram 4 untuk IPt = 2 dan IPo = 3,9-3,5

  • 8/18/2019 KAJIAN PUSTAKA JALAN

    23/26

    31

    Gambar 2.8 Nomogram 5 untuk IPt = 1,5 dan IPo = 3,9-3,5

    Gambar 2.9 Nomogram 6 untuk IPt = 1,5 dan IPo = 3,4-3,0

  • 8/18/2019 KAJIAN PUSTAKA JALAN

    24/26

    32

    Gambar 2.10 Nomogram 7 untuk IPt = 1,5 dan IPo=2,9-2,5

    Gambar 2.11 Nomogram 8 untuk IPt = 1dan IPo = 2,9-2,5

  • 8/18/2019 KAJIAN PUSTAKA JALAN

    25/26

    33

    Gambar 2.12 Nomogram 9 untuk IPt = 1 dan IPo ≤ 2,4 

    Menentukan tebal masing – masing lapisan dengan

    menggunakan rumus ITP adalah sebagai berikut :ITP = a1 x D1 + a2 x D2 + a3 x D3 

    Dimana dengan:

    a = koefisien relatif bahan

    D = tebal lapisan (cm)

    Tabel 2.11 Tebal Minimum Lapisan Permukaan

  • 8/18/2019 KAJIAN PUSTAKA JALAN

    26/26

    34

    Tabel 2.12 Tebal Minimum Lapisan Pondasi

    Catatan : Untuk setiap nilai ITP bila digunakan pondasi

    bawah, tebal minimum adalah 10 cm

    Tabel 2.13 Koefisien Relatif Bahan