kajian pustaka jalan
TRANSCRIPT
-
8/18/2019 KAJIAN PUSTAKA JALAN
1/26
9
BAB II
KAJIAN PUSTAKA
1.
Kriteria Konstruksi Perkerasan Lentur
Jalan harus memberikan rasa aman dan nyaman kepada
si pemakai jalan, untuk itu konstruksi perkerasan jalan
haruslah memenuhi syarat-syarat tertentu yang dapat
dikelompokkan menjadi dua (Sukirman. S, 1999) yaitu :
a.
Dari segi keamanan dan kenyamanan berlalu lintas,harus memenuhi syarat-syarat sebagai berikut :
1)
Permukaan yang rata, tidak bergelombang, tidak
melendut dan tidak berlubang.
2)
Permukaan cukup kaku, sehingga tidak mudah
berubah bentuk akibat beban yang bekerja diatasnya.
3)
Permukaan cukup kesat, memberikan gesekan yang
baik antara ban dengan permukaan jalan sehingga
tidak mudah selip.
4)
Permukaan tidak mudah mengkilap, tidak silau jika
terkena sinar matahari.
b.
Dari segi kemampuan memikul dan menyebarkan beban,
haris memenuhi syarat-syarat :
1)
Ketebalan yang cukup sehingga mampu menyebarkan
beban/muatan lalu lintas ketanah dasar.
2)
Kedap terhadap air, sehingga air tidak mudah
merembes ke lapisan dibawahnya.
3)
Permukaan mudah mengalirkan air, sehingga air
hujan yang jatuh diatasnya dapat dengan cepat
dialirkan.
4)
Kekakuan untuk memikul beban yang bekerja tanpa
menimbulkan deformasi yang berarti.
-
8/18/2019 KAJIAN PUSTAKA JALAN
2/26
10
2.
Jenis dan Fungsi lapisan Perkerasan
Konstruksi perkersan lentur terdiri dari lapisan-lapisan
yang diletakkan ditanah dasar yang telah dipadatkan.Lapisan-lapisan tersebut berfungsi untuk menerima beban
lalu lintas dan menyebarkan kelapisan dibawahnya
(Pedoman perkerasan Lentur Jalan Raya, 1987).
Menurut standar Bina Marga (1987) konstruksi
perkerasan terdiri dari :
a.
Lapisan Permukaan (Surface course)
b.
Lapisan pondasi atas (base course)c.
Lapisan pondasi bawah (sub base course)
d.
Lapisan tanah dasar (subgrade)
Seperti pada gambar berikut :
Gambar 2.1 Lapisan Perkerasan Lentur
Gambar 2.1 Susunan Lapis Perkerasan Jalan
1)
Lapis permukaan (Surfacae Course)
Lapisan permukaan adalah lapisan yang terletak
paling atas pada perkrasan lentur (Pedoman PerkerasanLentur Jalan Raya, 1987) yang mempunyai fungsi sebagai
berikut :
a)
Lapisan yang mempunyai stabilitas yang tinggi,
penahan beban roda selama masa pelayanan.
b)
Sebagai lapisan rapat air untuk melindungi badan
jalan dari kerusakan akibat cuaca.
c)
Sebagai Lapisan Aus (Wearing Course).
-
8/18/2019 KAJIAN PUSTAKA JALAN
3/26
11
Menurut Sukirman. S (1999), lapisan permukaan
terbagi dua yaitu :
1.
Lapisan nonstruktural/lapisan yang tidakmempunyai nilai konstruksi tetap berfungsi sebagai
lapisan aus dan kedap air, terdiri atas :
a.
Burtu (Laburan aspal satu lapis), terdiri dari aspal
yang taburi dengan satu lapis agregat bergradasi
seragam dengan tebal maksimum 2 cm.
b.
Burda (Laburan aspal dua lapis), terdiri dari
lapisan aspal ditaburi agregat yang dikerjakan duakali secara berurutan dengan tebal padat
maksimum 3,5 cm.
c.
Latasir (Lapisan tipis aspal pasir), terdiri dari
lapisan aspal dan pasir alam bergradasi meneris
dicampur, dihampar dan dipadatkan pada suhu
tertentu dengan tebal padat 1-2 cm.
d.
Buras (Laburan aspal), terdiri dari lapisan aspal
taburan pasir dengan ukuran butir maksimum 3/8
inchi.
e.
Latasbun (Lapis tipis asbuton murni), terdiri dari
campuran asbuton dan bahan pelunak dengan
perbandingan tertentu yang dicampur dalam
keadaan dingin dengan tebal padat maksimum 1
cm.
f.
Lataston (Lapis tipis aspal beton), terdiri daricampuran agrergat bergradasi timpang, mineral
pengisi ( filter ) dan aspal keras dengan
perbandingan tertentu yang dicampur, dihampar
dan dioadatkan dalam keadaan panas dengan tebal
maksimum 2,5-3 cm.
2.
Lapisan struktural / lapisan yang mempunyai nilai
konstruksi, yang berfungsi dan sebagai lapisan
-
8/18/2019 KAJIAN PUSTAKA JALAN
4/26
12
aus, lapisan kedap air dan lapisan yang menahan
serta menyebarkan beban roda, yang terdiri dari :
a.
Lapen (Penetrasi Macadam), terdiri dari agregatpokok dan agregat pengunci bergradasi terbuka
dan seragam yang diikat oleh aspal dengan cara
disemprotkan diatasnya dan dipadatkan lapis
demi lapis yang tebal satu lapisnya antara 4-10
cm.
b.
Lasbutag (Lapisan asbuton agregat), terdiri dari
campuran antar agregat, asbuton, dan bahanpelunak yang dicampur,dihampar dan
dipadatkan secara dingin dengan ketebalan tiap
lapisan antara 3-5 cm.
c. Laston (Lapisan aspal beton), terdiri dari
campuran aspal keras dengan agregat yang
mempunyai gradasi menerus, dicampur,
dihampar, dan dipadatkan pada suhu tertentu.
2)
Lapis pondasi Atas (Base Course)
Lapisan pondasi atas terletak diantara lapisan
permukaan dan lapisan pondasi bawah dengan CBR
≥50% dan plastisitas Indeks (PI) < 4% (pedoman
Perencanaan Perkerasan Lentur Jalan Raya, 1987) yang
mempunyai fungsi sebagai berikut :
a)
Bagian perkerasan yang menahan gaya lintang dari
beban roda dan menyebarkan beban kelapisanpondasi bawah.
b)
Lapisan peresapan untuk lapisan pondasi bawah.
c)
Bantalan untuk lapisan permukaan.
Jenis lapis pondasi atas yang umum digunakan di
indonesia (Sukirman .S 1999) antara lain :
1.
Agregat bergradasi baik dapat dibagi atas :
a.
Batu pecah kelas A
-
8/18/2019 KAJIAN PUSTAKA JALAN
5/26
13
b.
Batu pecah kelas B
c.
Batu pecah kelas C
2.
Pondasi macadam3.
Pondasi telfrod
4.
Lapen
5.
Aspal beton pondasi (asphalt treated base)
Stabilisasi yang terdiri dari :
a.
Stabilisasi agregat dengan semen (cement treated
base).
b.
Stabilisasi agregat dengan kapur (lime treade base).c.
Stabilisasai agregat dengan aspal (asphalt treated
base).
3)
Lapis pondasi bawah (subbase course)
Lapisan pondasi bawah terletak antara lapisan
pondasi atas dan tanah dasar dengan nilai CBR
dan
plastisitas indeks (PI) (Pedoman Perencanaan Perkerasan
Lentur Jalan Raya,1987) yang mempunyai fungsi , antar
lain :
a)
Sebagai konstruksi perkerasan yang menyebarkan
beban roda ketanah dasar.
b)
Untuk mencegah tanah dasar masuk kedalam
lapisan pondasi.
c)
Mencapai efisiensi penggunnaanmaterial yang relatif
murah agar lapisan di atasnya dapat dikurangi
ketebalanya.d)
Sebagai lapisan pertama agar pelaksanaan dapat
berjalan lancar.
Jenis lapis pondasi bawah yang umum digunakan di
indonesia (Sukirman. S,1999) antara lain :
1.
Agregat bergradasi baik, dibedakan atas :
a.
sirtu / pitrun kelas A
b.
sirtu / pitrun kelas B
-
8/18/2019 KAJIAN PUSTAKA JALAN
6/26
14
c.
sirtu / pitrun kelas C
2.
Stabilisasi
a.
stabilisasi agregat dengan semen (cement treatedsubbase)
b.
stbilisasi agregat dengan kapur (lime treated
subbase)
c.
stabilisasi tanah dengan semen (soil cement
stabilization)
d.
stabilisasi tanah dengan kapur (soil lime
stabilization)4)
Lapisan tanah dasar (subgrade)
Lapisan tanah dasar adalah lapisan tanah setebal 5-10
cm yang diatasnya akan diletakkan lapisan pondasi
bawah yang berfungsi sebagai penyalur semua gaya yang
ditimbulkan oleh semua beban di atasnya (Sukirman.S,
1999). Lapisan tanah dasar dapat berupa tanah asli yang
dipadatkan jika tanah aslinya baik, tanah yang
didatangkan dari tempat lain lalu dipadatkan dan tanah
distabilisasikan dengan kapur atau bahan lainnya.
Masalah-masalah yang sering ditemui menyangkut
tanah dasar (Pedoman Perencanaan Perkerasan Lentur
Jalan Raya, 1987) adalah :
a)
Perubahan bentuk tetap dari jenis tanah dasar tertentu
akibat beban lalu lintas .
b)
Sifat mengembang dan menyusut dari tanah tertentuakibat perubahan air.
c)
Daya dukung tanah dasar yang tidak merata pada
daerah dengan macam tanah yang sangat berbeda
sifat dan kedudukannya
d)
daya dukung yang tidak merata akibat pelaksanaan
yang kurang baik.
-
8/18/2019 KAJIAN PUSTAKA JALAN
7/26
15
e)
lendutan-lendutan balik selama dan sesudah
pembebanan lalu lintas dari macamtanah tertentu.
f)
perbedaan penurunan (differential settlement) akibatterdapatnya lapisan-lapisan lunak dibawah tanah
dasar akan mengakibatkan terjadinya perubahan
bentuk tetap.
Menurut Sukirman. S (1999) jenis dasar dilihat dari
muka tanah aslinya dibedakan atas:
1.
Lapisan tanah dasar, tanah galian
2.
Lapisan tanah dasar, tanah timbunan3.
Lapisan tanah dasar, tanah asli
3.
Penggolongan Kendaraan
Adapun pembagian / pengklasifikasian jenis moda
didasarkan pada metode Bina Marga, yang terdiri dari :
Golongan I : sepeda motor dan roda tiga
Golongan II : sedan, jeep
Golongan III : oplet, pick up
Golongan IV : mikro truck
Golongan Va : bus kecil
Golongan Vb : bus besar
Golongan VIa : truk ringan 2 sumbu
Golongan VIb : truk sedang 2 sumbu
Golongan VIIa : truk 3 sumbu
Golongan VIIb : truk gandengan
Golongan VIIc : truk semi trailler
Golongan VIII : kendaraan tak bermotor
4.
Volume Lalu-Lintas Rencana
Volume Lalu-lintas Rencana untuk perencanaan perkerasan
Kekuatan perkerasan jalan ditetapkan (pada umumnya)
berdasarkan jumlah kumulatif lintasan kendaraan standar
(CESA, cummulative equivalent standar axle) yang
-
8/18/2019 KAJIAN PUSTAKA JALAN
8/26
16
diperkirakan akan melalui perkerasan tersebut,
diperhitungkan dari mulai perkerasan tersebut dibuat dan
dipakai umum sampai dengan perkerasan tersebut dikata-gorikan rusak (habis nilai pelayanannya). Untuk
menghitung lintasan rencana dilakukan prosedur sebagai
berikut:
Menghitung Volume Lalu-lintas Harian Rata-rata
Tahunan (LHRT, atau biasa disebut Average Annual
Dailly Traffic, AADT). LHRT secara definisi adalah
jumlah lalu-lintas selama satu tahun penuh (365 hari)dibagi jumlah harinya dalam tahun tersebut. LHRT
ditetapkan dalam unit Satuan Mobil Penumpang (smp)
per hari atau dalam satuan komposisi kendaraan per hari.
Untuk keperluan perencanaan, LHRT sangat jarang
didasarkan atas informasi data lalu-lintas selama satu
tahun penuh, sehingga sering diprediksi dari data survey
yang pendek, misalnya 7 hari. TRL (Howe, 1989)
menyarankan, untuk keperluan LHRT, data yang efektif
dikumpulkan adalah selama 7x24 jam dengan catatan
pengurangan waktu pengumpulan data cenderung
menyebabkan deviasi perkiraan LHRT yang lebih tinggi,
sementara penambahan waktu survey tidak menurunkan
deviasi secara efisien, sedikit penambahan akurasi untuk
usaha pengumpulan data yang banyak. Penelitian TRL
tersebut menjelaskan bahwa hal tersebut berkaitandengan pola kegiatan rutin pelaku perjalanan yang
terpola mingguan.
Prosedur untuk digunakan dalam perencanaan PenetapanLHRT; Karena LHRT praktis tidak efisien ditetapkan daridata survey selama 365 hari, maka LHRT diperkirakan dariLHR hari-hari sampel. Dengan demikian, nilainya akanberada dalam suatu kisaran perkiraan dengan nilai
kemungkinan tertentu. Untuk mendapatkan nilai-nilai
-
8/18/2019 KAJIAN PUSTAKA JALAN
9/26
17
perkiraan tersebut, diperlukan data time seriesyang menjadidasar untuk menurunkan variasi musiman yang bisa
dinyatakan dengan angka, sehingga bisa dipakai sebagaiparameter untuk memperkirakan LHRT.
Tabel 2.1 Konversi arus kend/jam kedalam smp/jam
Type kendaraan
No. Konversi
arus
kendaraa
n
G
ol
1
G
o
l
2
G
o
l
3
G
ol
4
G
ol
5a
G
ol
5b
G
ol
6
G
ol
7a
G
ol
7b
G
ol
7c
G
ol
8
1. Ekivalens
i mobil
penumpa
ng (smp)
0,7 1 1 1,2 1,2 1,2 1,6 1,6 1,6 1,6 0.5
Sumber : MKJI 1997
Untuk menentukan volume lalu lintas untuk rencana
ditentukan dulu LHR selama 7 hari sebagai perwakilan data
lalu lintas tahunan, dari data lalu lintas harian rata-rata
kemudian ditentukan Lalu lintas Mingguan Rata-rata nya
dengan rumus berikut:
LMR= Q x 100/Faktor koreksi
Dimana :LMR = Lalu lintas Mingguan Rata-rataQ =Volume lalu lintasFaktor koreksi = persentase jam survey dari 24 jam
-
8/18/2019 KAJIAN PUSTAKA JALAN
10/26
18
Dengan mengetahui persentase arus lalu lintas bulanan ratarata (LBR), berikutnya dapat dihitung arus lalu lintas harian
rata rata tahunan (LHRT). Namun apabila LBRsuatu kawasan tidak diketahui, data persentase lalu lintasbulanan dalam setahun suatu daerah atau negara sepertiterdapat pada tabel 2.2 bisa digunakan.Tabel 2.2 Persentase Lalu Lintas Bulanan dalam Setahun
(Warpani,S. 1985)
Sehingga dapat ditentukan LHRT nya dengan rumusberikut:LHRT= LMR/7 x 100/persentase lalu lintas bulananDimana:
LHRT = Lalu lintas harian tahunanLMR = lalu lintas mingguan rata-rata
5.
Faktor Pertumbuhan Lalu Lintas (i) Minimum untuk Desain
Faktor pertumbuhan lalu lintas didasarkan pada data-data
pertumbuhan historis atau formulasi korelasi dengan faktor
pertumbuhan lain yang valid tidak ada maka pada table 2.1
digunakan sebagai nilai minimum.
-
8/18/2019 KAJIAN PUSTAKA JALAN
11/26
19
Tabel 2.3 Faktor Pertumbuhan Lalu Lintas (i) Minimum
untuk Desain
2011 – 2015 2021 - 2035Arteri dan Perkotaan (%) 5 4
Kolektor Rural (%) 3,5 2,5
Jalan Desa (%) 1 1
Untuk menghitung pertumbuhan lalu lintas selama umurrencana dihitung sebagai berikut
( )
Dimana:R = Faktor pengali pertumbuhan lalu lintasi = Tingkat pertumbuhan tahunan (%)UR = Umur Rencana (tahun)Faktor pengali pertumbuhan lalu lintas didasarkan padadata-data pertumbuhan historis atau formulasi korelasidengan faktor pertumbuhan lain yang valid tidak ada, makaditunjukkan pada tabel 2.4 berikut ini :
Tabel 2.4 Faktor Pengali Pertumbuhan Lalu Lintas (R)
-
8/18/2019 KAJIAN PUSTAKA JALAN
12/26
20
6.
Metode Analisa Komponen, Bina Marga (1987)
Dalam perancangan jalan menggunakan perkerasan lentur,
Indonesia menggunakan Metode Analisa Komponen, Bina
Marga. Penentuan tebal perkerasan dengan metode ini
hanya berlaku untuk konstruksi perkerasan yang
menggunakan material berbutir seperti granular material,
-
8/18/2019 KAJIAN PUSTAKA JALAN
13/26
21
batu pecah, dll. Dalam metode Bina Marga ini ada beberapa
istilah dan parameter yang digunakan untuk merencanakan
tebal tiap lapis perkerasan lentur. Istilah dan parameter yangdipakai antara lain
a.
Jumlah Jalur dan Koefisien Distribusi Kendaraan (C)
Salah satu jalur yang menampung lalu lintas tersebut.
Jika tidak memiliki tanda batas jalur, maka jumlah jalur
ditentukan dari lebar perkerasan menurut tabel 2.5 di
bawah ini.
Tabel 2.5 Jumlah Jalur Berdasarkan Lebar Perkerasan
Sedangkan untuk koefisien distribusi kendaraan (C)
kendaraan ringan dan berat dapat dilihat pada tabel 2.6
berikut.
Tabel 2.6 Koefisien Distribusi Kendaraan (C)
b.
Umur Rencana (UR)
-
8/18/2019 KAJIAN PUSTAKA JALAN
14/26
22
Jumlah waktu dalam tahun yang dihitung dari mulai
jalan tersebut digunakan sampai diperlukan perbaikan
jalan atau pelapisan ulang.c.
Indeks Permukaan (IP)
Suatu angka yang menunjukan tingkat pelayanan
berdasarkan kerataan/kehalusan serta kekokohan
permukaan jalan.
d.
Angka Ekivalen (E)
Beban sumbu kendaraan, angka perbandingan tingkat
kerusakan akibat beban sumbu tunggal terhadap bebanstandar sumbu tunggal 8,16 ton.
Perhitungan Angka Ekivalen (E) masing masing
golongan beban sumbu (tiap kendaraan) ditentukan
menurut rumus di bawah ini:
Angka Ekivalen Sumbu Tunggal
Angka Ekivalen Sumbu Ganda
-
8/18/2019 KAJIAN PUSTAKA JALAN
15/26
23
Gambar 2.2 Distribusi Pembebanan Masing-Masing
Kendaraan
-
8/18/2019 KAJIAN PUSTAKA JALAN
16/26
24
Tabel 2.7 Angka Ekivalen Beban Sumbu
e.
Lalu Lintas Harian Rerata (LHR)
Jumlah rata - rata lalu lintas kendaraan bermotor roda 4
atau lebih selama 24 jam. Lalu lintas harian rata-rata
(LHR) setiap jenis kendaraan ditentukan pada awal umur
rencana, yang dihitung untuk dua arah pada jalan tanpa
median atau masing-masing arah pada jalan dengan
median.
-
Lalu lintas harian rata-rata permulaan (LHRP)
-
8/18/2019 KAJIAN PUSTAKA JALAN
17/26
25
(LHRP) = LHRS x (1+i1)n1
-
Lalu lintas harian rata-rata akhir (LHRA)
(LHRA) = LHRP x (1+i2)n2
f.
Lintas Ekivalen Permulaan (LEP)
Jumlah lintas ekivalen harian rata – rata sumbu tunggal
8,16 ton pada jalur rencana yang diduga terjadi pada
awal tahun umur rencana.
Rumus yang digunakan :
LEP = ∑ LHR * Cj * Ej
Dimana :LEP: Lintas Ekivalem Permulaan
Cj : Koefisien Distribusi kendaraan pada jalur
rencana
Ej : Angka ekivalen beban sumbu untuk jenis
kendaraan.
g. Lintas Ekivalen Akhir (LEA)
Jumlah lintas ekivalen harian rata - rata sumbu tunggal
pada jalur rencana yang diduga terjadi pada akhir tahun
umur rencana.
Rumus yang digunakan :
LEA = ∑ LHRi (1 + i)UR * Cj * Ej
Dimana :
LEA = Lintas Ekivalen Akhir
I = Perkembangan Lalu Lintas
UR = Umur RencanaCj = Koefisien distribusi
kendaraan pada jalur rencana
Ej = Angka Ekivalen sumbu untuk
satu jenis kendaraan.
h.
Lintas Ekivalen Tengah (LET)
-
8/18/2019 KAJIAN PUSTAKA JALAN
18/26
26
Jumlah lintas ekivalen harian rata - rata sumbu tunggal
pada jalur rencana yang diduga terjadi pada tengah
tahun umur rencana. Menggunakan rumus sebagaiberikut :
LET = (LEP+LEA) / 2
i.
Lintas Ekivalen Rencana (LER)
Besaran dalam nomogram penetapan tebal perkerasan
untuk menyatakan jumlah lintas ekivalen sumbu
tunggal. Menggunakan rumus sebagai berikut :
LER = LET x FP
j.
Tanah Dasar
Sebagai dasar perletakan bagian perkerasan, bisa
merupakan tanah asli, tanah galian atau tanah timbunan.
k.
Lapis Pondasi Bawah
Lapis perkerasan yang terletak antara lapis pondasi dan
tanah dasar.l.
Lapis Pondasi
Lapis perkerasan yang terletak antara lapis permukaan
dan lapis pondasi bawah atau tanah dasar jika tidak ada
lapis pondasi bawah.
m.
Lapis Permukaan
Lapisan teratas dalam perkerasan.
n.
Daya Dukung Tanah (DDT)Skala untuk menyatakan kekuatan tanah dasar, yang
didapat dari nomogram penetapan tebal perkerasan.
Berikut ini adalah nomogram korelasi antara CBR dan
DDT
-
8/18/2019 KAJIAN PUSTAKA JALAN
19/26
27
Gambar 2.3 Korelasi CBR-DDT sumber (SNI 1732–1989-F)
o.
Faktor Regional (FR)Faktor setempat yang berhubungan dengan iklim,
keadaan lapangan, daya dukung tanah dasar, dll.
Tabel 2.8 Faktor Regional
p.
Indeks Tebal Perkerasan (ITP)
IPo, dan IPt untuk menentukan penggunaan grafik
nomogram dapat ditentukan dengan tabel-tabel berrikut :
-
8/18/2019 KAJIAN PUSTAKA JALAN
20/26
28
Tabel 2.9 Indeks Permukaan Akhir Umur Rencana (IP)
Tabel 2.10 Indeks Permukaan Awal Umur Rencana (IPo)
ITP diperoleh dengan menggunakan LER selama umur
rencana. Selanjutnya menentukan jenis lapis perkerasan
yang akan dipakai dan menentukan nilai ITP dengan
menggunakan nomogram.
-
8/18/2019 KAJIAN PUSTAKA JALAN
21/26
29
Gambar 2.4 Nomogram 1 untuk IPt = 2,5 dan IPo ≥ 4
Gambar 2.5 Nomogram 2 untuk IPt = 2,5 dan IPo = 3,9-3,5
-
8/18/2019 KAJIAN PUSTAKA JALAN
22/26
30
Gambar 2.6 Nomogram 3 untuk IPt = 2 dan IPo ≥ 4
Gambar 2.7 Nomogram 4 untuk IPt = 2 dan IPo = 3,9-3,5
-
8/18/2019 KAJIAN PUSTAKA JALAN
23/26
31
Gambar 2.8 Nomogram 5 untuk IPt = 1,5 dan IPo = 3,9-3,5
Gambar 2.9 Nomogram 6 untuk IPt = 1,5 dan IPo = 3,4-3,0
-
8/18/2019 KAJIAN PUSTAKA JALAN
24/26
32
Gambar 2.10 Nomogram 7 untuk IPt = 1,5 dan IPo=2,9-2,5
Gambar 2.11 Nomogram 8 untuk IPt = 1dan IPo = 2,9-2,5
-
8/18/2019 KAJIAN PUSTAKA JALAN
25/26
33
Gambar 2.12 Nomogram 9 untuk IPt = 1 dan IPo ≤ 2,4
Menentukan tebal masing – masing lapisan dengan
menggunakan rumus ITP adalah sebagai berikut :ITP = a1 x D1 + a2 x D2 + a3 x D3
Dimana dengan:
a = koefisien relatif bahan
D = tebal lapisan (cm)
Tabel 2.11 Tebal Minimum Lapisan Permukaan
-
8/18/2019 KAJIAN PUSTAKA JALAN
26/26
34
Tabel 2.12 Tebal Minimum Lapisan Pondasi
Catatan : Untuk setiap nilai ITP bila digunakan pondasi
bawah, tebal minimum adalah 10 cm
Tabel 2.13 Koefisien Relatif Bahan