Download - Bab II Kajian Pustaka (Recovered)
BAB II
KAJIAN PUSTAKA
A. Kajian Teori
1. Pengertian Belajar dan Prinsip Belajar
a. Belajar
Menurut Suyono dan Hariyanto (2011:9) “Belajar adalah suatu aktivitas
atau suatu proses untuk memperoleh pengetahuan, meningkatkan keterampilan,
memperbaiki perilaku, sikap, dan mengokohkan kepribadian”. Selain itu
Witherington dalam Suyono dan Hariyanto (2011:11-12) “Menyatakan bahwa
belajar merupakan perubahan dalam kepribadian, yang dimanifestasikan sebagai
pola-pola respon yang baru yang berbentuk keterampilan, sikap, kebiasaan,
pengetahuan, dan kecakapan”. Pendapat yang hampir sama dinyatakan oleh Crow
and Crow dalam Suyono dan Hariyanto (2011:12) “Belajar merupakan
diperolehnya kebiasaan-kebiasaan, pengetahuan dan sikap baru”. Menurut Hilgard
dalam Suyono dan Hariyanto (2011:12) “Belajar adalah suatu proses dimana suatu
perilaku muncul dan berubah karena adanya respon terhadap suatu situasi”.
Selain itu Gagne dalam Suyono dan Hariyanto (2011:12) “Mendefinisikan
belajar adalah suatu proses dimana suatu organism berubah perilakunya sebagai
akibat dari pengalaman”. Oxford Advanced Learner’s Dictionary dalam Suyono
dan Hariyanto (2011:12) “Mendefinisikan belajar sebagai kegiatan memperole
pengetahuan atau keterampilan melalui studi, pengalaman, atau karena diajar”.
Gagne dalam Suyono dan Hariyanto (2011:12) “Menyatakan bahwa belajar adalah
8
9
sebuah proses perubahan tingkah laku yang meliputi perubahan kecenderungan
manusia, seperti sikap, atau nilai belajar dan perubahan kemampuannya, yaitu
peningkatan kemampuan untuk melakukan berbagai jenis kinerja”. Definisi mirip
laiinnya yaitu Driver and Bell dalam Suyono dan Hariyanto (2011:13)
“Mendefinisikan belajar adalah suatu proses aktif menyusun makna melalui setiap
interaksi dengan lingkungan, dengan membangun hubungan antara konsepsi yang
telah dimiliki dengan fenomena yang sedang dipelajari”.
Berkaitan dengan itu Sadiman dkk. dalam Warsita (2008:62) “Belajar
(learning) adalah suatu proses yang kompleks yang terjadipada semua orang dan
berlangsung seumur hidup, sejak ia masih bayi sampai ke liang lahat nanti”.
Pendapat mirip lainnya yaitu menurut Suyono dan Hariyanto (2011:1). “Belajar
adalah suatu proses dan aktivitas yang selalu dilakukan dan dialami manusia sejak
manusia dalam kandungan, buaian, tumbuh berkembang dari anak-anak, remaja
sehingga menjadi dewasa, sampai ke liang lahat, sesuai dengan prinsip
pembelajaran sepanjang hayat”.
Menruu teori behaviorisme dalam Wasita (2008:66) “Belajar adalah proses
perubahan tingkah laku yang terjadi karena adanya stimulasi dan respon yang
dapat diamati”. Selain itu teori kofnitif dalam Warsita (2008:69) mengatakan
“Belajar adalah perubahan persepsi dan pemahaman yang tidak selalu dapat
dilihat sebagai tingkah laku”. Teori ini menekankan pada gagasan bahwa bagian-
bagian suatu situasi yang berhubungan dalam konteks situasi secara keseluruhan.
Dengan demikian, belajar melibatkan proses berfikir yang kompleks dan
mementingkan proses belajar. Menurut Piaget di teori kofnitif dalam Suyono dan
10
Hariyanto (2011:86) “Belajar akan berhasil jika disesuaikan dengan tahap
perkembangan kognitif peserta didik”. Peserta didik hendaknya diberi kesempatan
untuk melakukan eksperimen objek fisik yang ditunjang oleh interaksi dengan
teman sebaya dan dibantu oleh pertanyaan tilikan dari guru. Guru hendaknya
banyak memberikan rangsangan kepada peserta didik agar mau berinteraksi
dengan lingkungan secara aktif, mencari, mengamati dan menemukan, memungut
berbagai hal dari lingkungan.
Belajar menurut teori konstuktivisme dalam Warsita (2008:78) “Belajar
adalah suatu proses pembentukan pengetahuan”. Pembentukan ini dilakukan oleh
peserta didik sendiri. Maka peserta didik harus aktif melakukan kegiatan, aktif
berfikir, menyusun konsep dan memberi makna sesuatu yang dipelajarinya. Maka
para guru, perancang pembelajaran, dan pengembang program-program
pembelajaran ini berperan untuk menciptakan lingkungan yang memunginkan
terjadinya belajar. Artinya mereka perlu mengatur lingkungan agar peserta didik
termotivasi untuk belajar.
Dari beberapa pendapat, definisi, dan teori tentang belajar, dapat dipahami
bahwa belajar merupakan suatu proses yang dialami manusia dalam memperoleh
ilmu dan pengetahuan yang berlangsung seumur hidup. Dengan demikian dapat
disimpulkan bahwa belajar adalah serangkaian aktivitas kegiatan dalam
memperoleh pengetahuan dan perubahan tingkah laku manusia yang berlangsung
seumur hidup sejak masih bayi sampai keliang lahat nanti.
11
b. Prinsip Belajar
Ada beberapa prinsip-prinsip belajar yang relatif berlaku umum yang
dapat dijadikan dasar atau acuand alam kegiatan belajar dan pembelajaran.
Menurut Dimyati dan Mujiono dalam Warsita (2008:64) “Prinsip-prinsip belajar
yang mendidik itu berkaitan dengan : (1) perhatian dan motivasi belajar peserta
didik; (2) keaktifan belajar dan keterlibatan langsung/pengalaman dalam belajar;
(3) pengulangan belajar; (4) tantangan semangat belajar; (5) pemberian balikan
dan pengutan belajar; serta (6) adanya perbedaan indiidual dalam perilaku
belajar”.
Selain itu Sukmadinata dalam Suyono dan Hariyanto (2011:128-129)
menyampaikan, prinsip umum belajar (sedikit dikembangkan) sebagai berikut:
1) Belajar merupakan bagian dari perkembangan. Belajar dan berkembang merupakan dua hal yang berberda, tetapi erat hubungannya. Dalam perkembangan dituntut belajar, sedangkan melalui belajar terjadi perkembangan individu yang pesat.
2) Belajar berlangsung seumur hidup. Hal ini sesuai dengan prinsip pembelajaran sepanjang hayat (lifelong leraning).
3) Keberhasilan belajar dipengaruhi oleh faktor-faktor bawaan, lingkungan, kematangan, serta usaha dari individu secara aktif.
4) Belajar mencakup semua aspek kehidupan. Oleh sebab itu belajar harus mengembangkan aspek kognitif, efektif, dan psikomotor dan keterampilan hidup (life skill). Menurut Ki Hajar Dewantara belajar harus mengembangkan cipta (kognitif), rasa (efektif), karsa (motivasi), dan karya (psikomotor).
5) Kegiatan belajar berlangsung di sembarang tempat dan waktu. Berlangsung di sekolah (kelas dan halaman sekolah), di rumah, dimasyarakat, di tempat rekreasi, di alam sekitar, dalam bengkel kerja, di dunia industry, dan sebagainya.
6) Belajar berlangsung baik dengan guru maupun tanpa guru. Berlangsung dalam situasi formal, informal, dan nonformal.
7) Belajar yang terencana dan disengaja menuntut motivasi yang tinggi. Biasanya terkait dengan pemenuhan tujuan yang kompleks, diarahkan kepada penguasaan, pemecahan masalah atau pencapaian sesuatu yang bernilai tinggi. Ini harus terencana, memerlukan waktu dan upaya yang sungguh-sungguh.
12
8) Perbuatan belajar bervariasi dari yang paling sederhana sampai dengan yang amat kompleks.
9) Dalam belajar dapat terjadi hambatan-hambatan. Hambatan dapat terjadi karena belum adanya penyesuaian individu dengan tugasnya, adanya hambatan dari lingkungan, kurangnya motivasi, kelelahan atau kejenuhan belajar.
10) Dalam hal tertentu belajar memerlukan adanya bantuan dan bimbingan dari orang lain. Orang lain itu dapat guru, orang tua, teman sebaya yang kompeten dan lainnya. Ingant prinsip scaffolding dan ZPD.
Dari penjelasan uraian mengenai prinsip belajar dapat kita pahami bahwa
dalam belajar tersebut siswa dituntut untuk berperan aktif, sehingga interaksi dan
motivasi yang terjadi pada saat belajar dapat berjalan dengan lancar.
2. Proses Pembelajaran
Menurut Ahmadi, dkk (2011:4) “Dalam proses pembelajarna, dikenal
beberapa istilah yang memiliki kemiripan makna sehingga sering kali
membingungkan orang dalam membedakannya”. Istilah-istilah terserbut adalah
pendekatan pembelajaran, strategi pembelajaran, metode pembelajaran, teknik
pembelajaran, taktik pembelajaran, dan model pembelajaran.
Menurut Rusman (2011:144) “Pembelajaran pada hakikatnya merupakan
suatu proses interaksi antara guru dengan siswa, baik interaksi secara langsung
seperti kegiatan tatap muka maupun secara tidak langsung, yaitu dengan
menggunakan berbagai media”. Selain itu Suyono dan Hariyanto (2011:207)
“Pembelajaran dikondisikan agar mampu mendorong kreativitas anak secara
keseluruhan, membuat siswa aktif, mencapaitujuan pembelajaran secara efektif
dan berlangsung dalam kondisi menyenangkan”.
Warsita (2008:85) “Pembelajaran (instruction) adalah suatuusaha untuk
membuat peserta didik belajar atau suatu kegiatan untuk membelajarkan peserta
13
didik”. Miarso dalam Warsita (2008:85) “Pembelajaran disebut juga kegiatan
pembelajaran (instruksional) adalah usaha mengelola lingkungan dengan sengaja
agar seseorang membentuk diri secara positif dalam kondisi tertentu”. Dalam
pengertian lain Sadiman dkk. Dalam Warsita (2008:266) “Pembelajaran adalah
usaha-usaha yang t erencana dalam memanipulasi sumber-sumber belajar agar
terjadi prses belajar dalam diri peserta didik”. Pendapat mirip lainnya yaitu
menurut Gagne dan Birggs dalam Warsita (2008:266) “Pembelajaran adalah suatu
sistem yang bertujuan untuk membantu proses belajar peserta didik, yang berisi
serangkaian peristiwa yang dirancang, disusun sedemikian rupa untuk
mempengaruhi dan mendukung terjadinya proses belajar peserta didk yang
bersifat internal”.
Dalam UU No. 20 Tahun 2003 tentang Sisdiknas Pasal 1 Ayat 20 yang
dikutip Warsita (2008:85) “Pembelajaran adalah proses interaks peserta didik
dengan pendidik dan sumber belajar pada lingkungan belajar”. Oleh karena itu
Miarso dalam Warsita (2008:85) menjelaskan, ada lima jenis interaksi yang dapat
berlangsung dalam proses belajar dan pembelajaran, yaitu:
(1) interaksi antara pendidik dengan peserta didik; (2) interaksi antarsesama peserta didik atau antar sejawat; (3) interaksi peserta didik dengan narasumber; (4) interaksi peserta didik bersama pendidik dengan sumber belajar yang sengaja dikembangkan; dan (5) interaksi peserta didik bersama pendidik dengan lingkungan social dan alam.
Setiap ahli pendidikan sesuai dengan aliran teori belajar yang dianutnya
memberikan eksentuasi sendiri tentang hal-hal apa yang penting dipahami dan
dilakukan agar belajar benar-benar belajar. Cronbach sebagai penganut aliran
14
behaviorisme menyatakan dalam Suyono dan Haroiyanto (2011:126) ada tujuh
unsur utama dalam proses belajar, yang meliputi:
a. Tujuan, belajar dimulai karena adanya suatu tujuan yang ingin dicapai. Tujuan ini muncul karena adanya sesuatu kebutuhan. Perbuatan belajar atau pengalaman belajar akan efektif bila diarahkan kepada tujuan yang jelas dan bermakna bagi individu.
b. Kesiapan. Agar mampu melaksanakan perbuatan belajar dengan baik, anak perlu memiliki kesiapan, baik kesiapan fisik, psikis, maupun kesiapan yang berupa kematangan untuk melakukan sesuatu yang terkait dengan pengalaman belajar.
c. Situati. Kegiatan belajar berlangsung dalam situasi belajar. Adapun yang dimaksud situasi belajar disini adalah tempat, lingkungan sekitar, alat dan bahan yang dipelajari, guru, kepala sekolah, pegawai administrasi, dan seluruh warga sekolah yang lain.
d. Interpretasi. Disini anak melakukan interpretasi yaitu melihat hubungan di antara komponen-komponen situasi belajar, melihat makna dari hubungan tersebut dan menghubungkannya dengan kemungkinan pencapaian tujuan.
e. Respon. Berdasarkan asil interpretasi tentang kemungkinannya dalam mencapai tujuan belajar, maka anak membuat respon. Respon ini dapat berupa usaha yang terencana dan sistematis, baik juga berupa usaha coba-coba, (trial and error).
f. Konsekuensi. Berupa hasil, dapat hasil positif (keberhasilan) maupun hasil negative (kegagalan) sebagai konsekuensi respon yang dipilih siswa.
g. Reaksi terhadap kegagalan. Kegagalan dapat menurunkan semangat, motivasi, memperkecil usaha-usaha belajar selanjutnya. Namun dapat juga membangkitkan siswa karena dia mau belajar dari kegagalannya.
Sehubungan dengan uraian di atas dapat dipahami bahwa, proses
pembelajaran merupakan suatu kegiatan yang terjadi pada saat belajar, dan juga
proses interaksi antara peserta didik dengan pendidik sehingga terjadi suasana
yang menyenangkan dalam lingkungan belajar tersebut.
15
3. Penilaian Hasil Belajar
a. Hasil Belajar
Menurut Djamarah dan Zain (2010:107) “Setiap proses belajar mengajar
selalu menghasilkan hasil belajar. Suyono dan Hariyanto (2011:9) “Belajar adalah
suatu aktivitas atau suatu proses untuk memperoleh pengetahuan, meningkatkan
keterampilan, memperbaiki perilaku, sikap, dan mengokohkan kepribadian”.
Djamarah dan Zain (2010:107) mengatakan “Masalah yang dihadapi adalah
sampai tingkat mana prestasi (hasil) belajar yang telah dicapai”. Sehubungan
dengan hal inilah keberhasilan proses belajar mengajar itu dibagi atas beberapa
tingkatan atau taraf. Menurut Djamarah dan Zain (2010:107) tingkatan
keberhasilkan tersebut adalah sebagai berikut:
1) Istimewa/maksimal, apabila seluruh bahan pelajaran yang diajarkan itu dapat dikuasai oleh siswa.
2) Baik sekali/optimal, apabila sebagian besar (76% s.d 99%) bahan pelajaran yang dapat dikuasai oleh siswa.
3) Baik/minimal, apabila bahan pelajaran yang diajarkan hanya 60% s.d 75% saja dikuasai oleh siswa.
4) Kurang, apabila bahan pelajaran yang diajarkan kurang dari 60% dikuasai oleh siswa.
Sementara itu Sudjana (2004:45) mengatakan “Setiap proses belajar
mengajar-mengajar keberhasilannya diukur dari seberapa jauh hasil belajar yang
dicapai siswa, di samping diukur dari segi prosesnya. Artinya, seberapa jauh tipe
hasil belajar dimiliki siswa”. Sehubungan dengan itu Howard Kingsley dalam
Sudjana (2004:45) “Membagai tiga macam hasil belajar, yakni keterampilan dan
kebiasaan, pengetahuan dan pengertian, sikap dan cita-cita, yang masing-masing
digolongkan dapat diisi dengan bahan yang ditetapkan dalam kurikulum sekolah”.
16
Gagne dalam Sudjana (2004:45) “Mengemukakan lima kategori tipe hasil
belajar, yakni verbal informaton, intelektual skill, cognitive strategy, attitude, dan
motor skill”. Selain itu Benyamin Bloom dalam Sudjana (2004:46) “Berpendapat
bahwa tujuan pendidikan yang hendak ita capai digolongkan atau dibedakan
(bukan dipisahkan) menjadi tiga bidang, yakni bidang kogntif, bidang efektif, dan
bidang psikomotor”.
Dari uraian pendapat di atas dapat disimpulkan bahwa hasil belajar
merupakan keberhasilan siswa dalam mengikuti proses pembelajaran, sehingga
tercapainya tujuan pendidikan itu yang meliputi bidang kognitif, bidang efektif,
dan bidang psikomotor.
b. Evaluasi (Penilaian)
Arikunto (2005:3) “Di dalam istilah asingnya, pengukuran adalah
measurement, sedang penilaian adalah evaluation. Dari kata evaluation inilah
diperoleh kata Indonesia evaluasi yang berarti menilai (tetapi dilakukan dengan
mengukur terlebih dahulu)”. Rusman, (2011:197) “Penilaian adalah proses
pengumpulan berbagai data dan informasi yang bisa memberikan gambaran atau
petunjuk terhadap pengalama belajar siswa”. Sementara itu menurut Arifin
(2011:261) dalam melaksanakan penilaian, sebaiknya guru perlu:
(1) memandang penilaian dan kegiatan belajar-mengajar secara terpadu; (2) mengembangkan strategi yang mendorong dan memperkuat penilaian sebagai cermin diri; (3) melakukan berbagai strategi penilaian di dalam program pembelajaran untuk menyediakan berbagai jenis informasi tentang hasil belajar peserta didik; (4) mempertimbangkan berbagai kebutuhan khusus peserta didik; (5) mengembangkan dan menyediakan sistem pencatatan yang bervariasi dalam pengamatan kegiatan belajar peserta didik; (6) menggunakan cara dan alat penilaian yang bervariasi. Agar penialai objektif, guru harus berupaya secara optimal untuk:
17
(1) memanfaatkan berbagai bukti hasil kerja peserta didik dan tingkah laku dari sejumlah penilaian; dan (2) membuat keputusan yang adil tentang penguasaan kompetensi peserta didik dengan mempertimbangkan hasil kerja (karya).
Berdasarkan uraian dan penjelasan di atas dapat dipahami bahwa, evaluasi
atau penilaian merupakan suatu cara atau strategi yang dilakukan oleh guru
terhadap hasil belajar peserta didik selama dalam proses pembelajaran
berlangsung.
c. Tujuan atau Fungsi Penilaian
Dalam evaluasi atau penilaian terdapat juga tujuan dan fungsi dari
penialaian tersebut. Menurut Arikunto (2005:10-11) tujuan atau fungsi penialaian
ada beberapa hal:
1) Penilaian berfungsi selektifDengan cara mengadakan penilaian guru mempunyai cara untuk mengadakan seleksi atau penilaian terhadap siswanya. Penilaian itu sendiri mempunyai berbagai tujuan, antara lain:a) Untuk memilih siswa yang dapat diterima di sekolah tertentu.b) Untuk memilih siswa yang dapat naik ke kelas atau tingkat
berikutnya.c) Untuk memilih siswa yang seharusnya mendapat beasiswa.d) Untuk memilih siswa yang sudah berhak meninggalkan
sekolah, dan sebagainya. 2) Penilaian berfungsi diagnostik
Apabila alat yang digunakan dalam penilaian cukup memenuhi persyaratan, maka dengan melihat hasilnya, guru akan mengetahui kelemahan siswa. Di samping itu, diketahui pula sebab-musabab kelemahan itu. Jadi dengan mengadakan penilaian, sebenarnya guru mengadakan diagnosis kepada siswa tentang kebaikan dan kelemahannya. Dengan diketahuinya sebab-sebab kelemahan ini, akan lebih mudah dicari cara untuk mengatasi.
3) Penilaian berfungsi sebagai penempatan.Sistem baru yang kini banyak dipopulerkan Negara barat, adalah sistem belajar sendiri. Belajar sendiri dapat dilakukan dengan cara mempelajari paket sebuah belajar, baik itu berbentuk modul maupun paket belajar yang lain. Sebagai alasan dari timbulnya sistem ini adalah adanya pengakuan yang besar terhadap
18
kemampuan individual. Setiap siswa sejak lahinya telah membawa bakat sendiri-sendiri sehingga pelajarana kan lebih efektif apabila disesuaikan dengan pembawaan yang ada. Akan tetapi disebabkan karena keterbatasan sarana dan tenaga, pendidikan yang bersifat individual kadang-kadang sukar sekali dilaksanakan. Pendekatan yang lebih bersifat melayani perbedaan kemampuan, adalah pengajaran secara kelompok.untuk dapat menentukan dengna pasti di kelompok mana seorang siswa harus ditempatkan, digunakan suatu penilaian. Sekelompok siswa yang mempunyai hasil penilaian yang sama, akan berada dalam kelompok yang sama dalam belajar.
4) Penialai berfungsi sebagai pengukur keberhasilan.Fungsi keempat dari penilaian ini dimaksudkan untuk mengetahui sejauh mana suatu program berhasil diterapkan. Keberhasilan program ditentukan oleh beberapa faktor yaitu faktor guru, metode mengajar, kurikulum, sarana, dan sistem administrasi.
Selain itu Sudjana (2004:111) penilaian yang dilakukan terhadap proses
belajar-mengajar berfungsi sebagai berikut:
1) Untuk mengetahui tercapai tidaknya tujuan pengajaran, dalam hal ini adalah tujuan instruksional khusus. Dengan fungsi ini dapat diketahui tingkat penguasaan bahan pelajaran yang seharusnya dikuasai oleh para siswa. Dengan perkataan lain dapat diketahui hasil belajar yang dicapai para siswa.
2) Untuk mengetahui keefektifan proses belajar mengajar yang telah dilakukan guru. Dengan fungsi ini guru dapat mengetahui berhasil tidaknya ia mengajar. Rendahnya hasil belajar yang dicapai siswa tidak semta-mata disebabkan kemampuan siswa tetapi juga bisa disebabkan kurang berhasilnya guru mengajar. Melalui penilaian, berarti menilai kemampuan guru itu sendiri dan hasilnya dapat dijadikan bahan dalam memperbaiki usahanya, yakni tindakan mengajar berikutnya.
Dari penjelasan di atas dapat disimpulkan bahwa, dalam tujuan dan fungsi
penilaian terdapat beberapa hal yang meliputi penilaian berfungsi selektif,
diagnostic, sebagai penempatan, dan sebagai pengukur keberhasilan. Dengan
demikian fungsi penilaian itu dalam proses belajar-mengajar bermanfaat ganda,
yakni bagi siswa dan guru.
19
4. Ulangan Formatif dan Sumatif
a. Ulangan Formatif
Ulangan formatif (tes formatif), menurut Daryanto (2001:13) “Tes
formatif umumnya mengacu pada kriteria”. Karena itu disebut tes acuan kritera,
atau dalam bahasa inggris criterion referenced test. Dalam tes yang mengacu
kepada kriteria dibuatkan tugas-tugas berupa tujuan instruksional yang harus
dicapai siswa untuk dapat dikatakan berhasil dalam belajarnya. Tugas-tugas itu
merupakan kriteria yang dipakai untuk menilai apakah siswa berhasil atau tidak
dalam pelajarannya. Arikunto (2005:39) “Dalam pengalaman di sekolah, tes
formatif dapat disamakan dengan ulangan harian”.
Arikunto (2005:36) “Dari arti kata form yang merupakan dasar istilah
formatif maka evaluasi formatif dimaksud untuk mengetahui sejauh mana siswa
telah terbentuk setelah mengikuti suatu program tertentu”. Dalam kedudukannya
seperti ini tes formatif dapat juga dipandang sebagai tes diagnostik pada akhir
pelajaran. Selain itu juga Arikunto (2005:36) mengatakan “Evaluasi formatif atau
tes formatif diberikan pada akhir program”. Test ini merupakan post-test atau test
akhir proses.
Pre-test Post-test(test awal) (test akhir)
(Arikunto, 2005:36)
Program
20
Menurut Arikunto (2005:36-38) evaluasi formatif mempunyai manfaat,
baik bagi siswa, guru, maupun program itu sendiri.
1) Manfaat bagi siswaa) Digunakan untuk mengatahui apakah siswa sudah menguasai
bahan program secara menyeluruh.b) Merupakan penguatan (reinforcement) bagi siswa. Dengan
mengetahui bahwa tes yang dikerjakan sudah menghasilkan skor yang tinggi sesuai dengan yang diharapkan maka siswa merasa mendapat “anggukan kepala” dari guru, dan ini merupakan suatu tanda bahwa apa yang sudah dimiliki merupakan pengetahuan yang sudah benar. Dengan demikian maka pengetahuan akan bertambah membekas diingatan. Di samping itu, tanda keberhasilkan suatu pelajaran akan memperbesar motivasi siswa untuk belajar lebih giat, agar dapat mempertahankan nilai yang sudah baik itu atau memperoleh lebih baik lagi.
c) Usaha perbaikan. Dengan umpan balik (feed back) yang diperoleh setelah melakukan tes, siswa mengetahui kelemahan-kelemahannya. Bahkan dengan teliti siswa mengetahui bab atau bagian dari bahan yang mana yang belum dikuasainya. Dengan demikian, akan ada motivasi untuk meningkatkan penguasaan.
d) Sebagai diagnosis. Bahan yang sedang dipelajari oleh siswa merupakan serangkaian pengetahuan, keterampilan, atau konsep. Dengan mengetahui tes formatif, siswa dengan jelas dapat mengetahui bagian mana dari bahan pelajaran yang masih dirasakan sulit.
2) Manfaat bagi guruDengan telah mengetahui hasil tes formatif yang diadakan, maka guru:a). Mengetahui sampai sejauh mana bahan yang diajarkan sudah
dapat diterima oleh siswa. Hal ini menentukan pula apakah guru itu harus mengganti cara menerangkan (strategi mengajar) atau tetap dapat menggunakan cara (strategi) yang lama.
b). Mengetahui bagian-bagian mana dari bahan pelajaran yang belum menjadi milik siswa. Apabila bagian yang belum dikuasai kebetulan merupakan bahan persyaratan bagi bagian pelajaran yang lain, maka bagian itu harus diterangkan lagi, dan barang kali memerlukan cara atau media lain untuk memperjelas. Apabila bahan ini tidak diulangi, maka mengganggu kelancaran pemberian bahan pelajaran selanjutnya, dan siswa akn semakin tidak dapat menguasainya.
ProgramProgramProgramProgramProgram
21
c). Dapat meramalkan sukses atau tidaknya seluruh program yang akan diberikan.
3) Manfaat bagi programSetelah diadakan tes formatif maka diperoleh hasil. Dari hasil tersebut dapat diketahui:a). Apakah program yang telah diberikan merupakan program
yang tepat dalam arti sesuai dengan kecakapan anak.b). Apakah program tersebut membutuhkan pengetahuan-
pengetahuan prasyarat yang belum diperhitungkan. c). Apakah diperlukan alat, sarana, dan prasarana untuk
mempertinggi hasil yang akan dicapai.d). Apakah metode, pendekatan, dan alat evaluasi yang
digunakan sudah tepat.
Berdasarkan dari uraian di atas dapat disimpulkan dan dipahami bahwa,
ulangan formatif atau tes formatif merupakan suatu program yang bertujuan untuk
mengetahui sejauh mana perkembangan peserta didik tersebut. Ulangan sumatif
atau tes formatif di sekolah dapat disamakan dengan ulangan harian.
b. Ulangan Sumatif
Ulangan sumatif (tes sumatif), menurut Arikunto (2005:38-39) “Tes
sumarif dilaksanakan setelah berakhirnya pemberian sekelompok program atau
sebuah program yang lebih besar. Dalam pengalaman di sekolah, tes sumatif dapat
disamakan dengan ulangan umum yang biasanya dilaksanakan pada tiap akhir
caturwulan atau akhir semester”. Secara diagramis maka hubungan antara tes
formatif dengan tes sumatif ini tergambar sebagai berikut:
F F F F F
Keterangan: F = tes formatif S = tes sumatif
(Arikunto, 2005:39)
S
22
Selain itu juga Arikunto (2005:39) mengatakan “Apabila dilihat dalam
kaitannya dengan kurikulum tahun 1975 (baik SD, SMP, maupun SMA), maka tes
formatif adalah tes yang dilaksanakan sesudah berakhirnya proses belajar-
mengajar tiap-tiap subpokok tes sumatif diadakan pada:
1) Akhir caturwulan : untuk SD
2) Akhir semester : untuk SMP dan SMA
Menurut Arikunto (2005:39-41) ada beberapa manfaat tes sumatif, dan 3
diantaranya yang terpenting adalah:
1) Untuk menentukan nilai. Apabila tes formatif terutama digunakan untuk memberikan informasi demi perbaikan penyampaian, dan tidak digunakan untuk memberikan nilai atau tidak digunakan untuk penentuan kedudukan seorang anak di antara teman-temannya (grading), maka nilai dari tes sumatif ini digunakan untuk menentukan kedudukan anak. Dalam penentuan nilai ini setiap anak dibandingkan dengan anak-anak lainnya.
2) Untuk menentukan seseroang anak dapat atau tidaknya mengikuti kelompok dalam menerima program berikutnya. Dalam kepentingan seperti ini maka tes sumatif berfungsi sebagai tes prediksi.
3) Untuk mengisi catatan kemajuan belajar siswa yang akan berguna bagi:a). Orang tua siswab). Pihak bimbingan dan penyuluh di sekolah.c). Pihak-pihak lain apabila siswa tersebut akan pindah ke
sekolah lain, akan melanjutkan belajar atau akan memasuki lapangan kerja.
Catatan kemajuan belajar ini dikenal dengan nama rapor dan ijazah (yang saat ini disebut surat tanda tamat belajar disingkat STTB).
Berdasarkan dari penjelasan di atas dapat dipahami bahwa ulangan sumatif
atau tes sumatif merupakan akhir dari suatu program pembelajar yang lebih besar
atau dilaksanakan pada akhir semester. Dengan demikian dapat disimpilkan
bahwa, ulangan sumatif atau tes sumatif merupakan akhir dari sekelompok
23
program atau program yang lebih besar, dan biasa dilaksanakan pada tiap akhir
caturwulan, akhir semester atau yang biasa kita kenal dengan ulangan semester.
c. Perbandingan Antara Tes Formatif dan Sumatif (Ulangan Formatif dan
Sumatif)
Untuk memperoleh gambaran tentang tes formatif dan sumatif secara lebih
mendalam, berikut ini akan disajikan perbandingan antara keduanya, agar dapat
diketahui tiap-tiap persamaan dan perbedaannya. Dayanto (2001:47-52) dalam
membandingkan, akan ditinjau dari 9 aspek, yaitu: fungsi, waktu, titik berat atau
tekanannya, alat evaluasi, cara memilih tujuan yang dievaluasi, tingkat kesulitan
soal-soal tes, cara menyekor tingkat pencapaian dan metode menuliskan hasil tes.
1) Ditinjau dari fungsinyaa) Tes formatif
Sebagai umpanbalik bagi siswa, guru, maupun program untuk menilai pelaksanaan satu unit program.
b) Tes sumatifUntuk memberikan tanda kepada siswa bahwa telah mengikuti suatu program, serta menentukan posisi kemampuan siswa dibandingkan dengan kawannya dalam kelompok.
2) Ditinjau dari waktua) Tes formatif
Selama pelajaran berlangsung untuk mengetahui kekurangan agar pelajaran dapat berlangsung sebaik-baiknya.
b) Tes sumatifPada caturwulan, semester akhir tahun atau akhir pendidikan.
3) Ditinjau dari titik berat penilaian.a) Tes formatif
Menekankan pada tingkah laku.b) Tes sumatif
Pada umumnya menekankan pada tingkah laku kofnitif, tetapi ada kalanya pada tingkah psikomotor dan kadang-kadang pada efektif. Akan tetapi walaupun menekankan pada tingkah laku kofnitif, yang diukur adalah tingkatan yang lebih tinggi (bukan sekedar ingatan atau hapalan saja).
24
4) Ditinjau dari segi alat evaluasia) Tes formatif
Tes prestasi belajar yang tersusun secara baik.b) Tes sumatif
Tes ujian akhir5) Ditinjau dari cara memilih tujuan yang dievaluasi
a) Tes formatifMengukur semua tujuan instruksional khusus.
b) Tes sumatifMengukur tujuan instruksional umum.
6) Ditinjau dari tingkat kesulitan tesa) Tes formatif
Belum dapat ditentukanb) Tes sumatif
Rata-rata mempunyai tingkat kesulitan (indeks kesukaran) antara 0,35 sampai 0,70. ditambah beberapa soal yang sangat mudah dan beberapa lagi yang sangat sukar.
7) Ditinjau dari skoring (cara menyekor)a) Tes formatif
Menggunakan standar mutlak (criterion-referenced)b) Tes sumatif
Kebanyakan menggunakan standar relatif (norm-referenced), tetapi dapat pula dipakai standar mutlak (criterion-referenced).
8) Ditinjau dari tingkat pencapaianYang dimaksud tingkat pencapaian adalah skor yang harus dicapai dalam setiap tes. Tingkat pencapaian ini tidaklah sama. Tetapi rendahnya tuntutan terhadap tingkat pencapaan tergantung dari fungsi dan tujuan masing-masing tes. a) Tes formatif
Ditinjau dari tujuan, tes formatif digunakan untuk mengetahui apakah siswa sudah mencapai tujuan instruksional umum yang diuraikan menjadi tujuan instruksional khusus. Dalam sistem pendidikan yang lama, tidak ada tuntutan terhadap pencapaian TIK namun dalam tahun 1975, dengan keluarannya kurikulum tahun 1975 dan modul, tingkat pencapaian untuk tes formatif adalah 75%. Siswa yang belum mencapai skor 75% dari skor yang diharapkan, diwajibkan menempuh kegiatan perbaikan (renudial program) sampai siswa yang bersangkutan lulus dalam tes yang berarti bahwa siswa tersebut telah mencapai skor 75% dan skor maksimal yang diharapkan.
b) Tes sumatifSesuai dengan fungsinya tes sumatif yaitu memberikan tanda kepada sswa mereka telah mengikuti suatu program dan untuk menentukan posisi kesemua siswa dibandingkan
25
Dengan kawan dalam kelompoknya, maka tidak diperlukan sesuatu tuntutan harus berapa tingkat penguasaan yang dicapai. Namun demikian tidak berarti bahwa tes sumatif tidak penting. Perlu diingin bahwa tes sumatif ini dilaksanakan pada akhir program, berarti nilainya digunakan untuk menentukan kenaikan kelas atau kelulusan. Secara terpisah, tidak ditentukan tingkat pencapaiannya tetapi secara keseluruhan akan dikenakan suatu norma tertentu yaitu norma kenaikan kelas atau norma kelulusan.
9) Ditinjau dari cara pencatatan hasila) Tes formatif
Prestasi tiap siswa dilaporkan dalam bentuk catatan berhasil atau gagal menguasai sesuatu tugas.
b) Tes sumatifKeseluruhan skor atau sebagian skor dari tujuan-tujuan yang dicapai.
Scawia B. Anderson dalam Daryanto (2001:52-54) membedakan tes
menurut dimensi-dimensi seperti dibawah ini :
1) Tes ditinjau dari unsur suatu kegiatan dapat dibedakan atas tes pengukur proses dan tes pengukur hasil.
2) Tes ditinjau dari tujuan penggunaan hasil, dibedakan atas tes formatif, tes subsumatif, dan tes sumatif.
3) Tes ditinjau dari konstruksi yang diukur, dibedakan atas tes kepribadian, tes bakat, tes kemampuan, tes minat, perhatian, sikap.
4) Tes ditinjau dari isi atau bidang studi dibedakan atas tes matematik, sejarah, IPA, olah raga, keterampilan dan sebagainya.
5) Tes ditinjau dari lingkup materi yang diungkap, dibedakan atas tes pencapaian dan tes penelusuran dikenakan pada sebagian kecil bahan agar tester dapat lebih cermat mengamati sesuatu.
6) Tes ditinjau keragaman butir atau tugas dibedakan atas tes homogen dan tes heterogen. Tes yang digunakan untuk mengukur sesuatu aspek misalnya faktor minat, maka tesnya terdiri dari butir-butir yang seragam (homogen). Tes terstandar biasanya terdiri dari butir-butir yang heterogen.
7) Tes ditinjau dari tester memberikan respons, dibedakan atas tes tertulis, tes lisan, tes penampilan, tes pengenalan (benar-salah, pilihan ganda, menjodohkan dan sebagainya.
8) Tes ditinjau dari skoring dibedakan atas tes objektif (dikenal dengan “check-point”) dan tes subjektif (tes yang memerlukan pertimbangan subjektifitas penilai).
26
9) Tes ditinjau dari standar dalam menentukan jawaban yakni tes yang menuntut adanya kebenaran mutlak (mengenal benar-salah) dan tes yang dimaksudkan untuk sekedar mengetahui keadaan seseorang misalnya tes untuk sikap atau pendapat seseorang.
10) Tes ditinjau dari cara pengadministrasian dibedakan atas pre test (tes awal) yang dilakukan sebelum diberikannya perlakuan, dan post test (tes akhir) yang dilakukan sesudah adanya perlakuan.
11) Tes ditinjau dari tekanan aspek yang diukur, dibedakan atas “speed test”, yakni tes yang digunakan untuk mengukut kecepatan testee bekerja dan “power test” yakni tes yang digunakan untuk mengukur kemampuan testee. Pembedaan atas tes berdasarkan aspek ini dijumpai pada tes psikologi seperti halnya mengukur tes kemampuan umum (TKU).
12) Tes ditinjau dari banyaknya testee yang dites, dibedakan atas individual dan tes kelompok. Tes pengukuran intelegensi yang sifatnya klinis, merupakan contoh tes individual sedangkan tes-tes yang berhubungan dengan pencapaian dilapangan pendidikan, industry atau militer, pada umumnya merupakan tes kelompok.
13) Tes ditinjau dari penyusunan, dibedakan atas tes buatan guru dan tes yang diperdagangkan, yang dikenal dengan tes terstandar.
Berdasarkan dari uraian di atas dapat dipahami bahwa, dalam tes sumatif
dan formatif terdapat 9 aspek yang ditinjau dari fungsi, waktu, tiitk berat atau
tekanannya, alat evaluasi, cara memilih tujuan yang dievaluasi, tingkat kesulitan
soal-soal tes, cara menyekor tingkat pencapaian dan metode menuliskan hasil tes,
serta tes juga dapat menurut dimensi-dimensinya.
Proses Pembelajaran TeknologiInformasi dan Komunikasi
Semester Ganjil
Nilai Ulangan Formatif Nilai Ulangan Formatif
Apakah terdapat Pengaruh antara nilai ulangan formati danSumatif siswa pada mata pelajaran Teknologi Informasi
Dan Komunikasi kelas X di SMA Negeri 1 OKUTSemester ganjil tahun ajaran 2012/2013
27
B. Kerangka Konseptual
Berdasarkan rumusan masalah dan tujuan penelitian, maka aspek yang
diteliti dalam penelitian ini secara sistematis dapat dilihat pada bagan 2.1 berikut:
Bagan 2.1 Kerangka konseptual pengaruh antara nilai ulangan formatif dan sumatif siswa pada mata pelajaran Teknologi Informasi dan Komunikasi kelas X di SMA Negeri 1 OKUT semester ganjil tahun ajaran 2012/2013.
Keterangan Bagan:
1. Proses pembelajaran Teknologi Informasi dan Komunikasi semester ganjil
disini maksudnya adalah proses terjadinya interksi antara guru dengan siswa
pada saat proses kegiatan belajar mengajar.
2. Nilai ulangan formatif siswa maksudnya adalah nilai yang diperoleh siswa
ketika guru memberikan ulangan harian setelah sswa tersebut telah
menyelesaikan satu kompetensi dasar.
28
3. Nilai ulangan sumatif siswa adalah nilai yang diperoleh siswa pada saat
ulangan semester.
4. Apakah terdapat korelasi antara nilai ulangan formatif dan sumatif siswa pada
mata pelajaran Teknologi Informasi dan Komunikasi kelas X di SMA Negeri
1 OKUT semester ganjil tahun ajaran 2012/2013 maksudnya adalah mencari
hubungan kedua nilai tersebut yaitu nilai ulangan formatif dan sumatif.
29
BAB III
METODOLOGI PENELITIAN
A. Lokasi Penelitian
Adapun yang menjadi objek pada penelitian ini adalah lembaga pendidikan SMA
Negeri 1 OKUT. SMA Negeri 1 OKUT adalah salah atu jalur pendidikan formal
yang terletak di kota baru jalan lintas oku timur lokasinya ada di perumahan
daerah kotabaru pasar martapura OKU Timur.
B. Jenis Penelitian
Jenis penelitian ini adalah penelitian kuantitatif yang bersifat ex post facto.
Menurut Sudjana dan Ibrahim (2009:56) “ex post facto artinya sesudah fakta”.
Ex post facto sebagai metode penelitian menunjukkan kepada perlakuan atau
manipulasi variabel bebas X telah terjadi sebelumnya sehingga peneliti tidak perlu
memberikan perlakuan lagi, tinggal melihat efeknya pada variabel terikat. Metode
ex post facto dapat dilakukan apabila peneliti telah yakin bahwa perlakuan
variabel bebas telah terjadi sebelumnya.
Dari penjelasan di atas dapat disimpulkan, bahwa penelitian ex post facto
dapat mengkaji hubungan dua variabel bebas atau lebih dalam waktu yang
bersamaan untuk menentukan efek variabel bebas tersebut pada variabel terikat.
29
30
C. Desain Penelitian
Menurut Suryabrata (1998:72) “Variabel diartikan sebagai segala sesuatu
yang akan menjadi obyek pengamatan penelian”. Sedangkan, menurut Margono
(1996:133) “Variabel dapat juga diartikan sebagai pengelompokan yang logis dari
dua atribut atau lebih”. Selain itu Sudjana dan Ibrahim (2009:57) “Dalam
penelitian ex post facto peneliti tinggal memilih subjek/individu yang telah
mendapat perlakuan atau manipulasi variabel bebas X sebelumnya, kemudian
mengukur efek variabel bebas tersebut apda variabel terikat tertentu.
Sehubungan dengan itu, maka dalam penelitian ini terdapat dua variabel,
yaitu variabel bebas (X) dan variabel terikat (Y). variabel bebas (X) dalam
penelitian ini adalah nilai ulangan formatif siswa, sedangkan variabel terikat (Y)
adalah nilai ulangan sumatif siswa pada mata pelajaran Teknologi Informasi dan
Komunikasi kelas X di SMA Negeri 1 OKUT semester ganjil tahun ajaran
2012/2013.
Tabel 3.1 Desain Penelitian
Variabel bebas (X) Variabel terikat (Y)
Nilai ulangna formatif siswa Nilai ulangan sumatif siswa
D. Populasi dan Sampel
1. Populasi
Menurut Prasetyo dan Jannah (2011:119) “Populasi adalah keseluruhan
gejala/satuan yang ingin diteliti”. Sedangkan menurut Sudjana dan Ibrahim
(2009:84) “Populasi, maknyanya berkaitan dengan elemen, yakni unit tempat
diperlehnya informasi”. Selain itu, Margono (1996:118) “Populasi adalah seluruh
31
data yang menjadi perhatian kita dalam suatu ruang lingkup dan watu yang kita
tentukan”. Berdasarkan pendapat tersebut, penulis menyimpulkan bahwa populasi
adalah keseluruhan dari yang ingin diteliti.
Populasi dalah penelitian ini adalah seluruh siswa kelas X di SMA Negeri
1 OKUT semester ganjil tahun ajaran 2012/2013 yang berjumlah 159 siswa,
terdiri dari lima kelas yaitu VII A, VII B, VII C, VII D, dan VII E.
2. Sampel
Prasetyo dan Jannah (2011:119) “Sampel merupakan bagian dari populasi
yang ingin diteliti”. Sedangkan menurut Sudjana dan Ibrahim (2009:85) “Sampel
adalah sebagian dari populasi terjangkau yang memiliki sifat yang sama dengan
populasi”. Sampel dalam penelitian ini mengambil seluruh populasi yang ada
yaitu seluruh siswa yang ada di kelas X SMA Negeri 1 OKUT yang berjumlah
159 siswa. Berikut rincian data populasi dan sampel pada penelitian ini.
Tabel 3.2 Populasi dan Sampel
No Kelas Populasi Sampel (100%)
1 VII A 32 32
2 VII B 29 29
3 VII C 33 33
4 VII D 32 32
5 VII E 33 33
Jumlah 159 159
Sumber: Staf Tata Usaha SMA Negeri 1 OKU 2012
32
E. Teknik dan Alat Pengumpulan Data
1. Teknik Pengumpulan data
Dalam penelitian ini pengambilan datanya melalui teknik/metode
dokumentasi, menurut Arikunto (2010:274) “Metode dokumentasi, yaitu mencari
data mengenai hal-hal atau variabel yang berupa catatan, transkrip, buku, surat
kabar, majalan, prasasti, notulen rapat, lengger, agenda, dan sebagainya”.
Berdasarkan hal tersebut peneliti melakukan dengan cara sebagai berikut:
a. Mendata nilai ulangan formatif siswa pada mamta pelajaran Teknologi
Informasi dan Komunikasi (TIK) yang telah diambil oleh guru saat ulangan
harian.
b. Mendata berkas nilai ulangan sumatif siswa pada mata pelajaran Teknologi
Informasi dan Komunikasi (TIK) yang telah diambil oleh guru saat ulangan
semester ganjil 2012/2013.
2. Alat Pengumpulan Data
Adapun alat yang digunakan penelitian ini berupa format lembaran isian
data nilai ulangan formatif dan sumatif siswa yang telah diambil guru selama
proses pembelajaran pada mata pelajaran Teknologi Informasi dan Komunikasi
(TIK) di kelas X SMA Negeri 1 OKUT Semester ganjil tahun ajaran 2012/2013.
F. Teknik Analisis Data
Setelah data terkumpul, maka teknik analisis data yang digunakan adalah
menggunakan teknik analisis korelasi. Menurut Sudijono (2005:179) “Dalam ilmu
statistik istilah korelasi diberi pengertian sebagai hubungan antardua variabel atau
lebih”. Data penelitian ini terdapat dua variabel X dan Y, sehingga teknik analisis
33
Menggunakan korelasi product moment. Sudijono (2005:190) “Product moment
correlation atau product of the moment correlation adalah salah satu teknik untuk
mencari korelasi antardua variabel yang kerap kali digunakan”.
Selain itu Sudijono (2005:220) mengatakan “Apabila N=30 atau lebih dari
30, seyogyanya perhitungan dilakuan dengan menggunakan alat bantu berupa peta
korelasi atau diagram korelasi atau dikenal dengan nama scatter diagram”.
Adapun rumus yang dipergunakan ialah:
r xy=
∑ x' y '
N−(C X ' ) (C y ' )
(SD x ' ) (SD y ' )(Sudijono, 2005:224)
Keterangan:
∑ x ' y '= Jumlah hasil perkalian silang (product of the moment) antara:
Frekuensi sel (f) dengan x’ dan y’
N = Number of cases.
Cx’ = Nilai korelasi untuk variabel X, dalam arti interval class sebagai
unit, dimana:
Cx'=∑ fx'
NCy’ = Nilai korelasi untuk variabel Y, dalam arti interval class sebagai
unit, dimana:
Cy'=∑ fy'
NSDx’ = Deviasi standar dari variabel X, dalam arti interval class sebagai
unit, dengan demikian di sini i = 1.
SDy’ = Deviasi standar dari variabel Y, dalam arti interval class sebagai
unit, dengan demikian disini i = 1
34
langkah yang perlu ditempuh adalah:
a. Merumuskan Hipotesis alternatif (Ha) dan Hipotesis nolnya (H0).
b. Melakukan perhitungan untuk mengetahui besarnya Angka Indeks Korelasi
“r” Product Moment, dengan langkah sebagai berikut:
1) Menyiapkan peta korelasinya, berikut perhitungannya, sehingga diperoleh:
∑fx’, ∑fx’2, ∑fy’, ∑fy’2, dan ∑x’y’.
2) Mencari Cx’ dengan rumus:
∑ fx’
N
3) Mencari Cy’ dengan rumus:
∑ fy’
N
4) Mencari SDx’ dengan rumus:
SDx'=i√∑ fx'2
N−(∑ fx'
N )2
(di mana i = 1)
5) Mencari SDy’ dengan rumus:
SDy'=i√∑ fy'2
N−(∑ fy'
N )2
(di mana i = 1)
6) Mencari rxy dengan rumus:
r xy=
∑ x'y'
N−(Cx' ) (Cy')
(SDx' ) (SDy')
c. Memberikan interpretasi terhadap rxy dapat dilakukan dengan secara
sederahana (tanpa mengunakan Tabel Nilai “r” Product Moment) atau dengan
35
menggunakan Tabel Nilai “r” Product Moment, kemudian menarik
kesimpulannya.
G. Prosedur Penelitian
Menrurut Sudjana dan Ibrahim (2009:60) “Penelitian ex post facto dimulai
dengan mendeskripsikan situasi sekarang yang diasumsikan sebagai akibat dari
faktor-faktor yang telah terjadia tau bereaksi sebelumnya”. Dengan demikian
peneliti harus menoleh ke belakang untuk menentukan faktor-faktor yang
diasumsikan penyebab, yang telah beroperasi pada masa lalu. Sudjana dan
Ibrahim (2009:63) mengatakan “lebih lanjut tentu saja sesuai dengan langkah dan
prosedur penelitian, telaah pustaka dan kerangka pemikiran untuk menyusun
hipotesis, verifikasi data (metode dan instrumen sampel, teknik analisis data)
menguji hipotesis, menarik kesimpulan penelitian”.
Sehubungan dengan penejelasan di atas, maka tahap dalam penelitian ini
adalah sebagai berikut:
1. Tahap persiapan dan pendahuluan yang meliputi observasi awal penelitian dan
identifikasi masalah, studi documenter, penyusunan proposal skripsi dengan
bimbingan dosen.
2. Tahap pengumpulan data meliputi instrumen dan pengambilan data penelitian
dilapangan.
3. Tahap pelaksanaan analisis data berdasarkan perolehan data yang
dikumpulkan.
36
4. Tahap penyusunan laporan hasil penelitian dalam bentuk skripsi melalui
proses bimbingan dengan dosen pembimbing I dan dosem pembimbing II.
5. Tahap pertanggung jawaban hasil penelitian yaitu berupa skripsi melalui ujian
di hadapan panitia penguji ujian skripsi FKIP Universitas Baturaja.
Bagan 3.1 Prosedur Kegiatan Penelitian
Identifikasi Masalah
Penyusunan Proposal
Perizinan
Pengumpulan Data
Analisis Data
Penyusunan LaporanSkripsi
Ujian Skripsi
37
H. Jadwal Penelitian
Kegiatan penelitian ini diperkirakan dilaksanakan dari bulan April 2012
sampai dengan Juli 2013. adapun perincian jadwal penelitian dapat dilihat pada
tabel 3.3 di bawah ini:
Tabel 3.3 Jadwal Penelitian
No Tahap KegiatanTahun 2012 Tahun 2013
Apr Mei Jun Jul Agt Sep Okt Nov Des Jan Feb Mar Apr Mei Jun Jul
1 Pengajuan Judul
2Persiapan dan Penyu-
sunan Proposal
3 Bimbingan Proposal
4 Seminar Proposal
5 Revisi Proposal
6 Pengumpulan Data
7Pengolahan Data dan
Penyusunan Laporan
8 Bimbingan Skripsi
9 Ujian Skripsi