bab ii kajian pustaka · 2016. 8. 12. · bab ii kajian pustaka 2.1 sekolah menurut reimer dalam...

36
9 BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Sekolah Menurut Reimer dalam (Saiful Sagala, 2009: 70) mengemukakan bahwa sekolah adalah lembaga yang menghendaki kehadiran penuh kelompok-kelompok umur tertentu dalam ruang-ruang kelas yang dipimpin guru untuk mempelajari kurikulum-kurikulum yang bertingkat. Nanang Fattah dalam (Saiful Sagala, 2009: 70) mengemukakan sekolah merupakan wadah tempat proses pendidikan dilakukan, memiliki sistem yang kompleks dan dinamis. Dalam kegiatannya, sekolah bukan hanya tempat berkumpulnya guru dan murid, melainkan berada dalam suatu tatanan sistem yang rumit dan saling berkaitan. Sementara itu Saiful Sagala (2009: 71) mengemukakan sekolah merupakan suatu organisasi yang membutuhkan pengelolaan oleh orang-orang profesional. Sekolah memiliki kegiatan inti organisasi yaitu mengelola Sumber Daya Manusia (SDM) yang diharapkan menghasilkan lulusan yang berkualitas sesuai dengan tuntutan kebutuhan masyarakat, lulusan sekolah diharapkan dapat memberikan kontribusi yang signifikan kepada pembangunan bangsa. Pendapat tersebut di dukung oleh Abdul Aziz Wahab (2008: 112) sekolah merupakan organisasi pendidikan yang melaksanakan kegiatan yang dikelola secara efektif-efisien dalam upaya mencapai tujuan yang hendak dicapainya, sekolah juga memiliki hubungan-hubungan fungsional dengan pusat kekuasaan yaitu pemerintah pusat. Berdasarkan pemaparan para ahli tersebut dapat dikemukakan kembali bahwa sekolah merupakan lembaga pendidikan yang dikelola secara efektif dan efisien oleh tenaga profesional dengan kegiatan intinya adalah mengelola SDM agar mampu memberikan kotribusi signifikan bagi masyarakat. Sebagai suatu lembaga pendidikan, sekolah tentunya memiliki fungsi. Fungsi sekolah menurut Saiful Salaga (2009: 75) adalah meneruskan, mempertahankan dan mengembangkan kebudayaan masyarakat melalui pembentukan kepribadian peserta didik dengan memberikan ilmu pengetahuan dan penanaman nilai-nilai yang mendukungnya.

Upload: others

Post on 07-Mar-2021

5 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

Page 1: BAB II KAJIAN PUSTAKA · 2016. 8. 12. · BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Sekolah Menurut Reimer dalam (Saiful Sagala, 2009: 70) mengemukakan bahwa sekolah adalah lembaga yang menghendaki

9

BAB II

KAJIAN PUSTAKA

2.1 Sekolah

Menurut Reimer dalam (Saiful Sagala, 2009: 70) mengemukakan bahwa

sekolah adalah lembaga yang menghendaki kehadiran penuh kelompok-kelompok

umur tertentu dalam ruang-ruang kelas yang dipimpin guru untuk mempelajari

kurikulum-kurikulum yang bertingkat. Nanang Fattah dalam (Saiful Sagala, 2009:

70) mengemukakan sekolah merupakan wadah tempat proses pendidikan

dilakukan, memiliki sistem yang kompleks dan dinamis. Dalam kegiatannya,

sekolah bukan hanya tempat berkumpulnya guru dan murid, melainkan berada

dalam suatu tatanan sistem yang rumit dan saling berkaitan. Sementara itu Saiful

Sagala (2009: 71) mengemukakan sekolah merupakan suatu organisasi yang

membutuhkan pengelolaan oleh orang-orang profesional. Sekolah memiliki

kegiatan inti organisasi yaitu mengelola Sumber Daya Manusia (SDM) yang

diharapkan menghasilkan lulusan yang berkualitas sesuai dengan tuntutan

kebutuhan masyarakat, lulusan sekolah diharapkan dapat memberikan kontribusi

yang signifikan kepada pembangunan bangsa. Pendapat tersebut di dukung oleh

Abdul Aziz Wahab (2008: 112) sekolah merupakan organisasi pendidikan yang

melaksanakan kegiatan yang dikelola secara efektif-efisien dalam upaya mencapai

tujuan yang hendak dicapainya, sekolah juga memiliki hubungan-hubungan

fungsional dengan pusat kekuasaan yaitu pemerintah pusat.

Berdasarkan pemaparan para ahli tersebut dapat dikemukakan kembali

bahwa sekolah merupakan lembaga pendidikan yang dikelola secara efektif dan

efisien oleh tenaga profesional dengan kegiatan intinya adalah mengelola SDM

agar mampu memberikan kotribusi signifikan bagi masyarakat.

Sebagai suatu lembaga pendidikan, sekolah tentunya memiliki fungsi.

Fungsi sekolah menurut Saiful Salaga (2009: 75) adalah meneruskan,

mempertahankan dan mengembangkan kebudayaan masyarakat melalui

pembentukan kepribadian peserta didik dengan memberikan ilmu pengetahuan

dan penanaman nilai-nilai yang mendukungnya.

Page 2: BAB II KAJIAN PUSTAKA · 2016. 8. 12. · BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Sekolah Menurut Reimer dalam (Saiful Sagala, 2009: 70) mengemukakan bahwa sekolah adalah lembaga yang menghendaki

10

Cheng dalam (Umaedi, dkk. 2007: 36-40) lebih memperinci mejelaskan

fungsi sekolah antara lain:

1. Fungsi Teknis/ Ekonomi

Fungsi teknis/ ekonomi merujuk pada sejauh mana sekolah di dalam

pembangunan ekonomi bagi individu, institusi dan masyarakat. Pada

tingkat individu, sekolah membantu siswa memperoleh pengetahuan dan

ketrampilan untuk bekal hidup. Sebagai instusi, sekolah merupakan

organisasi layanan yang menyediakan produk jasa layanan yang bermutu

bagi klien (pengguna jasa pendidikan), tempat bekerja bagi karyawan dan

pengelola. Pada tingkat masyarakat baik lokal maupun nasional, sekolah

turut mewarnai sistem dan gerak ekonomi dengan menyediakan tenaga

yang diperlukan dan sesuai perkembangan ekonomi masyarakat.

2. Fungsi Manusiawi/ Sosial

Fungsi manusiawi/ sosial berkaitan dengan sumbangan sekolah

terhadap perkembangan manusia sebagai pribadi dan dalam hubungan

sosial dengan orang lain. Bagi individu, sekolah membantu pengembangan

diri secara psikologis, fisik, sikap dan ketrampilan sosial, dengan

mengembangkan potensi setiap anak dengan optimal. Bagi tingkat

institusi, sekolah merupakan unit masyarakat kecil yang mempunyai

sistem sosial yang diharapkan ideal yaitu sesuai dengan nilai dan norma

tatanan yang dianggap baik sehingga menjadi model hubungan antar

pribadi yang harmonis di antara warga sekolah maupun warga sekolah

dengan masyarakat.

3. Fungsi Politik

Fungsi politik mengacu pada kontribusi sekolah kepada

pengembangan politik pada setiap tingkat atau tataran masyarakat. Pada

tataran individual, sekolah membantu siswa mengembangkan sikap

kewarganegaraan yang baik, serta pengembangan pengetahuan dan

keterampilan merealisasikan hak dan kewajiban sebagai warga negara.

Pada tataran institusi, sekolah menjadi tempat pelaksanaan model

pemerintahan yang sejalan dengan tatanan kenegaraan dan pemerintah

Page 3: BAB II KAJIAN PUSTAKA · 2016. 8. 12. · BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Sekolah Menurut Reimer dalam (Saiful Sagala, 2009: 70) mengemukakan bahwa sekolah adalah lembaga yang menghendaki

11

Indonesia, utamanya di dalam organisasi sekolah seperti komite sekolah

dan dewan guru sebagai contoh penerapan lembaga yang demokratis. Pada

tataran masyarakat, sekolah turut memberikan kontribusi terhadap

kesadaran berdemokrasi, menjaga kestabilan pemerintah yang sah dan

menyumbangkan tenaga (termasuk lulusan) yang memiliki etika politik

terpuji.

4. Fungsi Budaya

Fungsi budaya/ kultural merujuk pada kontribusi sekolah dalam

bentuk pembekalan sikap, kesadaran, sosialisasi, dan praktik hidup

berbudaya baik bagi individu, institusi maupun masyarakat. Pada tataran

individu, sekolah membantu siswa mengembangkan sikap perilaku yang

berbudaya, memelihara dan mempertahankan tradisi yang positif dan

mengembangkannya, baik dalam bentuk tradisi perilaku maupun berbagai

ragam kesenian. Dalam tataran institusi sekolah menjadi pusat alih budaya

secara sistematis kepada generasi penerus, pegenalan budaya baru yang

lebih dinamis serta pemolesan budaya lama dengan meninggalkan unsur-

unsur yang tidak relevan lagi dengan perkembangan masyarakat. Pada

tataran masyarakat, sekolah sering dipandang sebagai model yang

merefleksikan harapan masyarakat, penghasil manusia yang berbudaya,

serta calon budayawan sehingga secara keseluruhan sekolah-sekolah

mewarnai ragam budaya bangsa.

5. Fungsi Pendidikan

Faktor pendidikan merujuk pada sumbangan sekolah untuk lembaga

persekolahan dalam memelihara, mempertahankan, dan mengembangkan

sistem pendidikan dan apresiasi serta komitmen akan pentingnya

pendidikan baik bagi individu, lembaga, masyarakat, bangsa dan antar

bangsa. Bagi individu, sekolah membantu siswa belajar bagaimana belajar,

kesadaran akan pentingnya belajar sepanjang hayat. Bagi institusi, sekolah

merupakan tempat bersama-sama belajar secara sistematis bukan hanya

bagi siswa tetapi juga guru, tenaga kependidikan lainnya, tempat

eksperimentasi dan pembaruan model belajar. Bagi masyarakat, sekolah

Page 4: BAB II KAJIAN PUSTAKA · 2016. 8. 12. · BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Sekolah Menurut Reimer dalam (Saiful Sagala, 2009: 70) mengemukakan bahwa sekolah adalah lembaga yang menghendaki

12

merupakan institusi yang penting bagi masyarakat modern yang harus ada

dan memenuhi kebutuhan masyarakat akan berbagai ragam pendidikan.

6. Fungsi spiritual

Fungsi spiritual merujuk pada kontribusi sekolah bagi kehidupan

pribadi, kepentingan institusi, dan kehidupan masyarakat. Bagi pribadi,

sekolah membantu pengembangan spiritual anak untuk memahami nilai

luhur dan norma-norma hidup yang bersumber dari agama yang dianut

serta pengertian dan pemahaman mengenai perbedaan dalam hal agama

dan kepercayaan terhadap Tuhan Yang Maha Esa dengan sikap yang

positif untuk dihayati dan diamalkan sehingga pribadi akan dapat menjalin

kehidupan secara lebih bermakna dan utuh. Bagi institusi, sekolah

merupakan tempat masyarakat kecil beragama yang plural dan harmonis.

Pada tataran masyarakat, sekolah berperan memenuhi hasrat spiritual yang

mungkin masih kurang ditangani oleh lembaga keagamaan maupun orang

tua.

Dalam bukunya Sudarwan Danim (2006: 1 – 4) menyebutkan sekolah

memiliki 3 (tiga) pilar fungsi sekolah yaitu:

1. Fungsi Penyadaran

Fungsi penyadaran disebut juga fungsi konservatif bermakna bahwa

sekolah memiliki tangungjawab untuk mempertahankan nilai-nilai budaya

masyarakat dan membentuk kesejatian diri sebagai manusia. Sekolah

berfungsi untuk membangun kesadaran untuk tetap berada pada tataran

sopan santun, beradap, dan bermoral dimana hal tersebut menjadi tugas

semua orang.

Orang tua, guru dan dosen harus mampu harus mampu membebaskan

anak-anak dari aneka belenggu, bukan malah menindasnya dengan cara

menetapkan norma tunggal. Mereka perlu membangun kesadaran bagi

lahirnya proses dialogis yang mengantarkan individu-individu secara

bersama-sama untuk memecahkan masalah eksistensial mereka.

Page 5: BAB II KAJIAN PUSTAKA · 2016. 8. 12. · BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Sekolah Menurut Reimer dalam (Saiful Sagala, 2009: 70) mengemukakan bahwa sekolah adalah lembaga yang menghendaki

13

2. Fungsi Reproduksi

Fungsi ini disebut juga fungsi progresif merujuk pada eksistensi

sekolah sebagai pembaharu atau pengubah kondisi masyarakat kekinian ke

sosok yang lebih maju. Fungsi ini juga berperan sebagai wahana

pengembangan, reproduksi, dan desimilasi ilmu pengetahuan dan

teknologi.

3. Fungsi Mediasi

Sekolah sebagai lembaga pendidikan memiliki fungsi mediasi yang

menjembatani fungsi konservatif dan fungsi progresif. Hal yang termasuk

kerangka fungsi mediasi adalah kehadiran institusi pendidikan sebagai

wahana sosialisasi, pembawa bendera moralitas, wahana proses

pemanusiaan dan kemusiaan umum, serta pembinaan idealisme sebagai

manusia terpelajar.

Berdasarkan beberapa pemaparan fungsi sekolah oleh para ahli, dapat

dikemukakakan bahwa sekolah berfungsi sebagai wahana untuk mengembangkan

individu dalam berbagai aspek sehingga sadar dan mampu mengaplikasikan

berbagai pengetahuan dan ketrampilan yang dimiliki dalam kehidupan

masyarakat.

Fungsi sekolah ini perlu dipahami oleh warga sekolah dalam rangka usaha

untuk mencapai tujuan sekolah yang tidak terlepas dari tujuan nasional pendidikan

karena sekolah dalam sistem pendidikan nasional merupakan satuan pendidikan

jalur formal yang peran utamanya adalah merealisasikan tujuan nasional

pendidikan yaitu “...untuk mengembangkan potensi peserta didik agar menjadi

manusia yang beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak

mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri, dan menjadi warga negara yang

demokratis serta bertanggung jawab.”1

1 Indonesia, Undang-Undang RI nomor 20 tahun 2003 pasal 3, Sistem Pendidikan Nasional.

Page 6: BAB II KAJIAN PUSTAKA · 2016. 8. 12. · BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Sekolah Menurut Reimer dalam (Saiful Sagala, 2009: 70) mengemukakan bahwa sekolah adalah lembaga yang menghendaki

14

2.1.1 Sekolah Dasar

Pada Undang-Undang Sistem Pendidikan Nasional (UUSPN) nomor 20

tahun 2003 pasal 34 dijelaskan bahwa setiap warga negara berusia 6 tahun dapat

mengukuti program wajib belajar dan pemerintah menjamin terselanggaranya

wajib belajar tersebut melalui pendidikan dasar yang tanpa memungut biaya.

Sementara pada UUSPN nomor 20 tahun 2003 pasal 17 dijelaskan bahwa

pendidikan dasar merupakan jenjang pendidikan yang melandasi jenjang

pendidikan menengah. Pendidikan dasar tersebut berbentuk Sekolah Dasar (SD)

atau bentuk lain yang sederajat dan Sekolah Menengah Pertama (SMP) atau yang

sederajat.

Dalam Peraturan Pemerintah (PP) nomor 17 tahun 2010 tentang

Pengelolaan dan Penyelenggaraan Pendidikan menjelaskan “Sekolah Dasar

selanjutnya SD adalah salah satu bentuk satuan pendidikan formal yang

menyelenggaran pendidikan umum pada jenjang pendidikan dasar.” Sementara

menurut Suharjo dalam (Agung Pramono, 2013: 1) sekolah dasar merupakan

lembaga pendidikan yang menyelenggarakan program pendidikan enam tahun

bagi anak-anak usia 6 – 12 tahun. Sejalan dengan hal tersebut, Fuad Ihsan (2008:

26) menjelaskan bahwa sekolah dasar merupakan bentuk satu kesatuan

pendidikan yang dilaksanakan dalam masa program belajar 6 tahun.

Berdasarkan beberapa pernyataan tersebut dapat dikemukakan bahwa

sekolah dasar adalah suatu lembaga formal pada jenjang pendidikan dasar yang

menjadi landasan untuk melanjutkann ke jenjang pendidikan menengah dengan

menyelesaikan program belajar 6 tahun.

Sebagai suatu lembaga pendidikan sekolah memiliki tujuan yang

diselaraskan dengan tujuan pendidikan nasional. Menurut Suharjo (2006: 8)

tujuan pendidikan sekolah dasar sebagai berikut:

1. Menuntun pertumbuhan dan perkembangan jasmani dan rohani, bakat

dan minat siswa.

2. Memberikan bekal pengetahuan, ketrampilan dan sikap dasar yang

bermanfaat bagi siswa.

3. Membentuk warga negara yang baik.

Page 7: BAB II KAJIAN PUSTAKA · 2016. 8. 12. · BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Sekolah Menurut Reimer dalam (Saiful Sagala, 2009: 70) mengemukakan bahwa sekolah adalah lembaga yang menghendaki

15

4. Melanjutkan pendidikan ke jenjang pendidikan di SMP.

5. Memiliki pengetahuan, ketrampilan dan sikap dasar bekerja di

masyarakat.

6. Terampil untuk hidup di masayarakat dan dapat mengembangkan diri

sesuai dengan asas pendidikan seumur hidup.

Menurut Eka Ihsanudin dalam (Wa, Rosidah, 2012: 19) pendidikan

sekolah dasar memiliki tujuan yaitu:

1. Memberikan bekal kemampuan membaca, menulis dan berhitung.

2. Memberikan pengetahuan dan keterampilan dasar yang bermanfaat

bagi siswa sesuai dengan tingkat perkembangannya.

3. Mempersiapkan siswa untuk mengikuti pendidikan di SMP.

Berdasarkan pemaparan oleh para ahli dapat dikemukakan kembali bahwa

sekolah dasar memiliki tujuan untuk memberikan bekal pengetahuan, ketrampilan

dan sikap dasar yang bermanfaat bagi siswa sesuai dengan tingkat

perkembangannya dan dapat digunakan untuk melanjutkan ke jenjang pendidikan

menengah pertama.

2.2 Manajemen Sekolah

Istilah manajemen memiliki beragam definisi sesuai dengan para ahli yang

mengemukakan. Dari para ahli yang berpendapat mengenai manajemen antara

lain,

1. Menurut The Liang Gie, manajemen adalah segenap proses penyelenggaraan dalam setiap usaha kerjasama sekelompok manusia untuk mencapai tujuan tertentu.

2. Menurut Sondang Palan Siagian, manajemen adalah keseluruhan proses kerjasama antara dua orang atau lebih yang didasarkan rasionalitas tertentu untuk mencapai tujuan yang ditentukan sebelumnya.

3. Menurut Pariata Westra, manajemen adalah segenap rangkaian perbuatan penyelenggaraan dalam setiap usaha kerjasama sekelompok manusia untuk mecapai tujuan tertentu.2

2 Arikunto dan Lia ,2003, Manajemen Pendidikan, Aditya Media, Yogyakarta, h.2-3.

Page 8: BAB II KAJIAN PUSTAKA · 2016. 8. 12. · BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Sekolah Menurut Reimer dalam (Saiful Sagala, 2009: 70) mengemukakan bahwa sekolah adalah lembaga yang menghendaki

16

Berdasarkan pendapat tiga ahli tersebut dapat dikemukakan bahwa

manajemen adalah suatu kegiatan yang berupa proses kerjasama yang dilakukan

dua orang atau lebih dalam usaha untuk mencapai tujuan yang sudah ditetapkan.

Menurut Tim Dosen Adminisrasi Pendidikan UPI (2010: 85) ilmu

manajemen apabila dipelajari secara komprehensif dan diterapkan dengan

konsisten akan memberikan arah yang jelas, langkah yang teratur sehingga

keberhasilan dan kegagalan dapat dengan mudah dievaluasi dengan benar, akurat

dan lengkap yang dapat dijadikan bahan pembelajaran bagi tindakan selanjutnya.

Hal tersebut juga berlaku dalam dunia pendidikan. Menurut Gaffar dalam (E,

Mulyasa, 2009: 19) manajemen pendidikan adalah suatu proses kerjasama yang

berkenaan dengan pengelolaan proses pendidikan dalam rangka mewujudkan

tujuan pendidikan nasional. Sejalan dengan Gaffar, Muljani A. Nurhadi dalam

(Suharsimi, Arikunto dan Lia, 2012: 3) menjelaskan bahawa manajemen

pendidikan adalah suatu kegiatan atau rangkaian kegiatan yang berupa proses

pengelolaan usaha kerjasama sekelompok manusia yang tergabung dalam

organisasi pendidikan, untuk mencapai tujuan pendidikan yang telah ditetapkan

sebelumnya, agar efektif dan efisien.

Berdasarkan pernyataan para ahli tersebut terdapat beberapa kesamaan

dalam memberikan definisi mengenai manajemen pendidikan yaitu terdapat suatu

proses yang di dalamnya terdapat kerjasama dalam mengelola hal-hal yang

berkaitan pendidikan untuk mencapai tujuan pendidikan yang sudah ditetapkan

bersama.

“Manajemen atau pengelolaan merupakan komponen integral yang tidak dapat dipisahkan dari proses pendidikan secara keseluruhan, karena tanpa manajemen maka tidak mungkin tujuan pendidikan dapat diwujudkan secara optimal, efektif dan efisien.”3 Sekolah merupakan suatu lembaga pendidikan yang dalam pengelolaannya

seharusnya menjalankan ilmu manajemen untuk mencapai tujuan sekolah secara

efektif dan efisien. Berdasarkan pendapat para ahli mengenai manajemen dan

sekolah maka dapat dikemukakan bahwa manajemen sekolah adalah suatu

3 E, Mulyasa, op. cit., hal.20.

Page 9: BAB II KAJIAN PUSTAKA · 2016. 8. 12. · BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Sekolah Menurut Reimer dalam (Saiful Sagala, 2009: 70) mengemukakan bahwa sekolah adalah lembaga yang menghendaki

17

kegiatan yang berupa proses kerjasama dalam bidang pendidikan yang dilakukan

dua orang atau lebih dalam usaha untuk mencapai tujuan pendidikan dan tujuan

sekolah yang sudah ditetapkan. Hal tersebut sejalan dengan pendapat Syaiful

Sagala (2009: 55) yang menyatakan manajemen sekolah adalah proses dan

instansi yang memimpin dan membimbing penyelenggaraan pekerjaan sekolah

sebagai suatu organisasi dalam mewujudkan tujuan pendidikan dan tujuan sekolah

yang telah ditetapkan.

Dalam UUSPN nomor 20 tahun 2003 pasal 51 ayat (1) dijelaskan bahwa

“Pengelolaan satuan pendidikan anak usia dini, pendidikan dasar, dan pendidikan

menengah dilaksanakan berdasarkan standar pelayanan minimal dengan prinsip

manajemen berbasis sekolah.” Berdasarkan UUSPN tesebut maka pendidikan

pada tingkat Sekolah Dasar sampai Sekolah Menengah Atas atau Kejuruan

seharusnya menerapkan Manajemen Berbasis Sekolah.

2.3 Manajemen Berbasis Sekolah

2.3.1 Pengertian Manajemen Berbasis Sekolah

Salah satu model desentralisasi pendidikan yang diterapkan pada

pengelolaan sekolah adalah manajemen berbasis sekolah. Menurut Peraturan

Pemerintah Republik Indonesia nomor 19 tahun 2005 tentang Standar Nasional

Pendidikan pasal 49 ayat (1) “Pengelolaan satuan pendidikan pada jenjang

pendidikan dasar dan menengah menerapkan manajemen berbasis sekolah yang

ditunjukkan dengan kemandirian, kemitraan, partisipasi, keterbukaan, dan

akuntabilitas.” Berdasarkan Peraturan Pemerintah tersebut, maka sekolah sebagai

satuan pendidikan jalur formal dari jenjang sekolah dasar sampai sekolah

menengah seharusnya menerapkan manajemen berbasis sekolah. Pada penjelasan

atas Undang-undang Republik Indonesia Nomor 20 tahun 2003 tentang Sistem

Pendidikan Nasional pasal 51, ayat (1) menyebut bahwa “yang dimaksud dengan

manajemen berbasis sekolah/madrasah adalah bentuk otonomi manajemen

pendidikan pada satuan pendidikan, yang dalam hal ini kepala sekolah/madrasah

dan guru dibantu oleh komite sekolah/ madrasah dalam mengelola kegiatan

pendidikan.”

Page 10: BAB II KAJIAN PUSTAKA · 2016. 8. 12. · BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Sekolah Menurut Reimer dalam (Saiful Sagala, 2009: 70) mengemukakan bahwa sekolah adalah lembaga yang menghendaki

18

Secara lesikal, Manajemen Berbasis Sekolah (MBS) berasal dari tiga kata,

yaitu manajemen, berbasis, dan sekolah. Manajemen adalah proses menggunakan

sumber daya secara efektif untuk mencapai sasaran. Berbasis memiliki kata dasar

basis yang berarti dasar atau asas. Sekolah adalah lembaga untuk belajar dan

mengajar serta tempat menerima dan memberikan pelajaran. Berdasarkan makna

lesikal tersebut maka MBS dapat diartikan sebagai penggunaan sumber daya yang

berasaskan pada sekolah itu sendiri dalam proses pengajaran atau pembelajaran .4

Menurut Sudarwan Danim (2006: 34) MBS dapat didefinisikan suatu proses kerja

komunitas sekolah dengan cara menerapkan kaidah-kaidah otonomi, akuntabilitas,

partisipasi, dan sustainabilitas (ketahanan) untuk mencapai tujuan pendidikan dan

pembelajaran secara bermutu. Sementara menurut Syamsudin dalam (Engkoswara

dan Aan Komariah, 2010: 293) menjelaskan bahwa MBS merupakan salah satu

alternatif pengelolaan sekolah dalam kerangka desentralisasi dalam bidang

pendidikan yang memungkinkan adanya otonomi yang luas di tingkat sekolah,

partisipasi masyarakat yang tinggi agar sekolah lebih leluasa dalam mengelola

sumber daya dan mengalokasikannya sesuai dengan prioritas, kebutuhan, dan

potensi daerah setempat. Departemen Pendidikan Nasional (Depdiknas) Republik

Indonesia menyebut MBS dengan Manajemen Peningkatan Mutu Berbasis

Sekolah (MPMBS). Secara Umum MPMBS diartikan sebagai model manajemen

yang memberi otonomi lebih besar pada sekolah dan mendorong pengambilan

keputusan peritisipatif yang melibatkan mutu sekolah berdasarkan kebijakan

pendidikan nasional.5

Berdasarkan pendapat para ahli tersebut dapat dikemukakan kembali

bahwa MBS merupakan suatu model desentralisasi dalam pengelolaan pendidikan

oleh kepala sekolah, guru dan dibantu komite sekolah pada satuan pendidikan

dasar dan menengah yang menerapkan kaidah otonomi, akuntabiilitas, serta

partisipasi untuk mencapai tujuan pendidikan dan pembelajaran yang bermutu.

4 Nurkolis, op. cit., h.1. 5 Nurkolis, loc. cit., h.9.

Page 11: BAB II KAJIAN PUSTAKA · 2016. 8. 12. · BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Sekolah Menurut Reimer dalam (Saiful Sagala, 2009: 70) mengemukakan bahwa sekolah adalah lembaga yang menghendaki

19

2.3.2 Karakter Manajemen Berbasis Sekolah

Sebagai salah satu model pengelolaan pendidikan, MBS memiliki karakter

yang sudah seharusnya dipahami oleh sekolah yang akan menerapkannya.

Menurut Bailey (1991) dalam (Sudarwan Danim, 2006: 29), terdapat 9

karakterisitik ideal manajemen berbasis sekolah dan karakteristik ideal sekolah

sekolah untuk abad ke-21 (School for the twenty-firt characteristics), seperiti

berikut ini.

1. Adanya keragaman dalam Pola Penggajian Guru

Istilah populernya adalah pendekatan prestasi dalam hal penggajian

dan pemberian aneka bentuk kesejahteraan material lainnya. Caranya

dapat dilakukan dengan penetapan kebijakan melalui pengiriman langsung

gaji guru ke rekening sekolah, kemudian kepala sekolah mengalokasikan

gaji guru per bulan tersebut sesuai dengan prestasinya.

2. Otonomi Manajemen Sekolah

Sekolah menjadi sentral utama manajemen pada tingkat strategi dan

oprasional dalam kerangka penyelenggaraan program pendidikan dan

pembelajaran. Sementara, kebijakan internal lain menjadi penyertanya.

3. Pemberdayaan Guru secara Optimal

Dikarenakan sekolah harus berkompetisi membangun mutu dan

membentuk citra di masyarakat, guru-guru harus diberdayakan dan

memberdayakan diri secara optimal bagi terselenggaranya proses

pembelajaran yang bermakna.

4. Pengelolaan Sekolah secara Partisipatif

Kepala sekolah harus mampu bekerja dengan dan melalui komunitas

sekolah agara masing-masing dapat menjalankan tugas pokok dan fungsi

secara baik dan terjadi transparansi pengelolaan sekolah.

5. Sistem yang Didesentralisasikan

Dibidang penganggaran misalnya, pelaksanaan MBS mendorong

sekolah-sekolah siap berkompetisi untuk mendapatkan dana dari

masyarakat atau dari pemerintah secara kompetitif dan mengelola dana itu

dengan baik.

Page 12: BAB II KAJIAN PUSTAKA · 2016. 8. 12. · BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Sekolah Menurut Reimer dalam (Saiful Sagala, 2009: 70) mengemukakan bahwa sekolah adalah lembaga yang menghendaki

20

6. Sekolah dengan pilihan atau Otonomi Sekolah dalam Menentukan

Aneka Pilihan

Program akademik dan non akademik dapat dikreasi oleh sekolah

sesuai dengan kapasitasnya dan sesuai dengan kebutuhan masyarakat

lokal, nasional, atau global.

7. Hubungan Kemitraan antara Dunia Bisnis dan Dunia Pendidikan

Hubungan kemitraan itu dapat dilakukan secara langsung atau melalui

Komite Sekolah. Hubungan kemitraan ini bukan hanya untuk keperluan

pendanaan, malainkan juga untuk kegiatan praktik kerja dan program

pembinaan dan pengembangan lainnya.

8. Akses terbuka bagi Sekolah untuk Tumbuh Relatif Mandiri

Perlunya kewenangan yang diberikan kepada sekolah, memberi ruang

gerak baginya untuk membuat keputusan inovatif dan mengkreasi

program demi peningkatan mutu sekolah.

9. “Pemasaran” Sekolah secara Kompetitif

Tugas pokok dan fungsi sekolah adalah menawarkan produk unggulan

atau jasa. Jika sekolah sudah mampu membangun citra mutu dan

keunggulan, lembanga tersebut akan mampu beradu tawar dengan

masyarakat, misalnya berkaitan dengan jumlah dana yang akan ditanggung

oleh penerima jasa layanan.

“Karakteristik MBS dapat diketahui antara lain dari bagaimana sekolah mampu mengoptimalkan kinerjanya, proses pembelajaran pengelolaan sumber belajar, profesionalisme tenaga kependidikan, serta sistem administrasi secara keseluruhan.”6 Sejalan dengan itu, Saud dalam (E. Mulyasa, 2005: 36-38) berdasarkan

pelaksanaan di negara maju mengemukaan bahwa karakteristik dasar MBS adalah

pemberian otonomi yang luas kepada sekolah, partisipasi masyarakat dan orang

tua, kepemimpinan yang demokratis dan profesional, serta adanya team work

yang kompak dan transparan.

6 E. Mulyasa, 2005, Menjadi Kepala Sekolah Profesional, Rosda, Jakarta h.37-38

Page 13: BAB II KAJIAN PUSTAKA · 2016. 8. 12. · BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Sekolah Menurut Reimer dalam (Saiful Sagala, 2009: 70) mengemukakan bahwa sekolah adalah lembaga yang menghendaki

21

1. Pemberian Otonomi kepada Sekolah

MBS memberikan otonomi yang luas kepada sekolah, disertai

seperangkat tanggung jawab. Dengan adanya otonomi yang memberikan

tanggung jawab pengelolaan sumber daya dan pengembangan strategi

sesuai dengan kondisi setempat, sekolah dapat lebih memberdayakan

tenaga kependidikan guru agar lebih berkonsentrasi pada tugas utama

mengajar. Sekolah sebagai lembaga pendidikan diberikan kekuasaan dan

kewenangan yang luas untuk mengembangkan program-program

kurikulum dan pembelajaran sesuai dengan kondisi dan kebutuhan perseta

didik serta tuntutan masyarakat. Sekolah juga diberikan kewenangan dan

kekuasaan untuk menggali dan mengelola sumber daya yang tersedia di

masyarakat dan di lingkungan sekitar, menggali dan mengelola sumber

dana sesuai dengan prioritas kebutuhan.

2. Paritisipasi Masyarakat dan Orang Tua

Dalam MBS, pelaksanaan program-program sekolah didukung oleh

partisipasi masyarakat dan orang tua peserta didik yang tinggi. Orang tua

peserta didik dan masyarakat tidak hanya mendukung sekolah melalui

bantuan keuangan, tetapi melalui komite sekolah dan dewan pendidikan

merumuskan serta mengembangkan program-program yang dapat

meningkatkan kualitas sekolah. Masyarakat dan orang tua menjalin

kerjasama untuk membantu sekolah sebagai nara sumber berbagai

kegiatan sekolah untuk meningkatkan kualitas pembelajaran.

3. Kepemimpinan yang Demokratis dan Profesional

Dalam MBS, pelaksanaan program-program sekolah didukung oleh

adanya kepemimpinan sekolah yang demokratis dan profesional. Kepala

sekolah dan guru-guru sebagai tenaga pelaksana inti program sekolah

merupakan orang-orang yang memiliki kemampuan dan integritas

profesional. Kepala sekolah adalah manajer pendidikan profesional yang

direkrut komite sekolah untuk mengelola segala kegiatan sekolah

berdasarkan kebijakan yang ditetapkan. Guru-guru yang direkrut oleh

sekolah adalah pendidik yang profesional dalam bidangnya masing-

Page 14: BAB II KAJIAN PUSTAKA · 2016. 8. 12. · BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Sekolah Menurut Reimer dalam (Saiful Sagala, 2009: 70) mengemukakan bahwa sekolah adalah lembaga yang menghendaki

22

masing, sehingga mereka bekerja berdasarkan pola kinerja profesional

yang disepakati beersama untuk memberikan kemudahan dan mendukung

keberhasilan pembelajran peserta didik. Dalam pengambilan keputusan,

kepala sekolah mengimplementasikan proses “Bottom-up” secara

demokratis, sehingga semua pihak memiliki tanggung jawab terhadap

keputusan yang diambil beserta pelaksanaannya.

4. Team Work yang Kompak dan Transparan

Dalam MBS keberhasilan program-program sekolah didukung oleh

kinerja team work yang kompak dan transparan dari berbagai pihak yang

terlibat dalam pendidikan di sekolah. Dalam dewan pendidikan dan komite

sekolah misalnya, pihak-pihak yang terlibat bekerja sama secara harmonis

sesuai dengan posisinya masing-masing untuk mewujudkan “sekolah yang

dapat dibanggakan” oleh semua pihak. Mereka tidak saling menunjukkan

kuasa atau paling berjasa, tetapi masing-masing memberi kontribusi

terhadap upaya peningkatan mutu dan kinerja sekolah secara kaffah.

Dalam pelaksanaan program misalnya, pihak-pihak terkait bekerja sama

secara profesional untuk mencapai tujuan-tujuan atau target yang

disepakati bersama. Dengan demikian keberhasilan MBS merupakan hasil

sinergi dari kolaborasi tim yang kompak dan transparan.

Berdasarkan pemaparan para ahli, maka dapat dikemukakan bahwa

karakteristik MBS meruapakan ciri-ciri khas yang dimiliki MBS sebagai betuk

pengelolaan pendidikan dasar sampai menengah yang perlu dipahami oleh para

pelaku MBS untuk mengoptimalkan kinerjanya dalam menerapkan MBS.

2.3.3 Tujuan Manajemen Berbasis Sekolah

Tujuan utama Manajemen Berbasis Sekolah adalah meningkatkan

efisiensi, mutu, dan pemerataan pendidikan. Peningkatan efisiensi diperoleh

melalui keleluasaan mengelola sumber daya yang ada, partisipasi masyarakat, dan

penyederhanaan birokrasi. Peningkatan mutu diperoleh melalui partisipasi orang

tua, kelenturan pengelolaan sekolah, peningkatan profesionalisme guru, adanya

Page 15: BAB II KAJIAN PUSTAKA · 2016. 8. 12. · BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Sekolah Menurut Reimer dalam (Saiful Sagala, 2009: 70) mengemukakan bahwa sekolah adalah lembaga yang menghendaki

23

hadiah dan hukuman sebagai kontrol, serta hal lain yang dapat menumbuh

kembangkan suasana yang kondusif.7

Menurut Depdiknas dalam (Anon, 2001: 4) tujuan Manajemen Berbasis

Sekolah dengan Model MPMBS adalah pertama, meningkatkan mutu pendidikan

melalui kemandirian dan inisiatif sekolah dalam mengelola dan memberdayakan

sumber daya yang tersedia. Kedua, meningkatkan kepedulian warga sekolah dan

masyarakat dalam penyelenggaraan pendidikan melalui pengambilan keputusan

bersama. Ketiga, meningkatkan tanggung jawab sekolah kepada sekolahnya.

Keempat, meningkatkan kompetisi yang sehat antar sekolah tentang mutu

pendidikan yang akan dicapai. Sementara Dinas Pendidikan Provinsi Jawa Barat

(2001) mengidentifikasi tujuan melaksanakan MBS antara lain:

1. Meningkatakan mutu pendidikan melalui kemandirian dan inisiatif

sekolah dalam mengeloladan memberdayakan sumberdaya yang

tersedia.

2. Meningkatkan kepedulian warga sekolah dan masyarakat dalam

penyelenggaraan pendidikan melalui pengambilan keputusan secara

kooperatif.

3. Meningkatkan tanggungjawab sekolah kepada orang tua, masyarakat,

dan pemerintah tentang mutu pendidikan di sekolah.

4. Meningkatkan kompetisi yang sehat antara sekolah untuk pencapaian

mutu pendidikan yang diharapkan. (Engkoswara dan Aan Komariah,

2010: 295)

Berdasarkan pemaparan para ahli, maka dapat dikemukakan bahwa tujuan

MBS adalah untuk meningkatkan mutu pendidikan dengan mengoptimalkan peran

serta warga sekolah dan masyarakat dalam bidang pendidikan.

7 E. Mulyasa, op. cit.,h. 13

Page 16: BAB II KAJIAN PUSTAKA · 2016. 8. 12. · BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Sekolah Menurut Reimer dalam (Saiful Sagala, 2009: 70) mengemukakan bahwa sekolah adalah lembaga yang menghendaki

24

2.3.4 Prinsip-Prinsip Manajemen Berbasis Sekolah

Nurkolis (2003: 52-55) menyatakan teori yang digunakan MBS untuk

mengelola sekolah didasarkan pada empat prinsip yaitu:

1. Prinsip Ekuifinalitas (Principle of Equifinality)

Prinsip ini didasarkan pada teori manajemen modern yang berasumsi

bahwa terdapat beberapa cara yang berbeda untuk mencapai satu tujuan.

MBS menekankan fleksibilitas sehingga sekolah harus dikelola oleh warga

sekolah menurut kondisi mereka masing-masing. Karena kompleksnya

pekerjaan sekolah saat ini dan adanya perbedaan yang besar antara sekolah

yang satu dengan sekolah yang lain, misalnya perbedaan tingkat akademik

siswa dan situas komunitasnya, sekolah tidak dapat dijalankan dengan

struktur yang standar di seluruh kota, provinsi, bahkan negara.

Sekolah harus mampu memecahkan masalah berbagai permasalahan

yang dihadapinya dengan cara yang paling tepat dan sesuai dengan situasi

dan kondisinya. Walaupun sekolah yang berbeda memiliki masalah yang

sama, cara penanganannya akan berlainan antara sekolahs satu dengan

sekolah yang lain.

2. Prinsip Desentralisasi (Principle of Decetralization)

Prinsip desentralisasi ini konsisten dengan prinsip ekuifinalitas. Prinsip

desentralisasi dilandasi oleh teori dasar bahwa pengelolaan sekolah dan

aktivitas pengajaran tidak dapat dielakkan dari kesulitan dan

permasalahan. Pendidikan memiliki masalah yang kompleks sehingga

memerlukan desentralisasi dalam pelakasanaannya.

Prinsip ekuifinalitas yang dikemukakan sebelumnya mendorong

adanya desentralisasi kekuasaan dengan mempersilahkan sekolah memiliki

ruang yang lebih luas untuk bergerak, berkembang dan bekerja menurut

strategi-strategi unik mereka untuk menjalani dan mengelola sekolahnya

secara efektif.

Oleh karena itu, sekolah harus diberikan kekuasaan dan tanggung

jawab untuk memecahkan masalahnya secara efektif dan secepat mungkin

ketika masalah itu muncul.

Page 17: BAB II KAJIAN PUSTAKA · 2016. 8. 12. · BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Sekolah Menurut Reimer dalam (Saiful Sagala, 2009: 70) mengemukakan bahwa sekolah adalah lembaga yang menghendaki

25

3. Prinsip Sistem Pengelolaan Mandiri (Principle of Self-Managing

System)

MBS tidak mengingkari bahwa sekolah perlu mencapai tujuan-tujuan

berdasarkan suatu kebijakan yang telah ditetapkan, tetapi terdapat berbagai

cara yang berbeda-beda untuk mencapainya. MBS juga menyadari

pentingnya untuk mempersilahkan sekolah menjadi sistem pengelolaan

secara mandiri dibawah kebijakannya sendiri. Sekolah memiliki otonomi

tertentu untuk mengembangkan tujuan pengajaran, strategi manajemen,

distribusi sumber daya manusia dan sumber daya lainnya, memecahkan

masalah, dan mencapai tujuan berdasarkan kondisi mereka masing-

masing. Karena sekolah dikelola secara mandiri maka mereka lebih

memiliki inisiatif dan tanggung jawab.

Prinsip ini terikat dengan prinsip sebelumnya yaitu prinsip

ekuifinalitas dan prinsip desentralisasi. Ketika sekolah menghadapi

permasalahan maka harus diselesaikan dengan caranya sendiri. Sekolah

dapat menyelesaikan masalahnya bila telah terjadi pelimpahan wewenang

dari birokrasi di atasnya ke tingkat sekolah. Dengan adanya kewenangan

di tingkat sekolah itulah maka sekolah dapat melakukan sistem

pengelolaan mandiri.

4. Prinsip Inisiatif Manusia (Principle of Human Initiative)

Sejalan dengan perkembangan pergerakan hubungan antar manusia

dan pergerakan ilmu perilaku pada manajemen modern, orang mulai

menaruh perhatian serius pada pengaruh penting faktor manusia pada

efektivitas organisasi manusia. perspektif sumber daya manusia

menekankan bahwa orang adalah sumber daya berharga di dalam

organisasi sehingga poin utama dalam manajemen adalah

mengembangkan sumber daya manusia di dalam sekolah untuk

berinisiatif. Berdasarkan perspektif ini maka MBS bertujuan untuk

membangun lingkungan yang sesuai untuk warga sekolah agar dapat

bekerja dengan baik dan mengembangkan potensinya. Oleh karena itu,

Page 18: BAB II KAJIAN PUSTAKA · 2016. 8. 12. · BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Sekolah Menurut Reimer dalam (Saiful Sagala, 2009: 70) mengemukakan bahwa sekolah adalah lembaga yang menghendaki

26

peningkatan kualitas pendidikan dapat diukur dari perkembangan aspek

sumber daya manusianya.

Prinsip ini mengakui bahwa manusia bukanya sumber daya yang

dimanis. Oleh karena itu, potensi sumber daya manusia harus selalu digali,

ditemukan, dan kemudian dikembangkan. Sekolah dan lembaga

pendidikan yang lebih luas tidak dapat lagi menggunakan istilah staffing

yang nantinya hanya mengelola manusia sebagai barang yang statis.

Lembaga pendidikan harus menggunakan pendekatan Human resource

development yang memiliki konotasi yang dinamis dan menganggap serta

memperlakukan manusia di sekolah sebagai aset yang sangat penting dan

memiliki potensi untuk selalu dikembangkan.

Engkoswara dan Aan Komariah (2010: 295) menjelaskan bahwa

pelaksanaan MBS harus disarkan pada prinsip-prinsip MBS antara lain:

1. Partisipasi,

partisipasi dari para stakeholder penting untuk meningkatkan rasa

memiliki yang nantinya akan meningkatkan tanggung jawab sehingga

dedikasi/ kontribusi mereka akan meningkat juga. Partisipasi yang

dimaksud adalah proses dimana stakeholder terlibat aktif baik dalam

pengambilan keputusan, pembuatan kebijakan, perencanaan,

pelaksanaan, dan pengawasan/ pengevaluasian pendidikan di sekolah.

2. Transparansi,

manajemen sekolah yang dilaksanakan secara transparan, mudah

diakses anggota, memberikan laporan secara kontinu kepada

stakeholder untuk dapat mengetahui proses dari hasil pengambilan

keputusan dan kebijakan sekolah, hal tersebut akan menumbuhkan

kepercayaan dan keyakinan stakeholder terhadap kewibawaan dan

citra sekolah yang good goverment dan clean goverment.

3. Akuntabilitas,

Sekolah harus mempertanggungjawabkan aktifitas penyelenggaraan

pendidikan di sekolah yang dimandatkan stakeholder dengan

melakukan manajemen sebaik mungkin.

Page 19: BAB II KAJIAN PUSTAKA · 2016. 8. 12. · BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Sekolah Menurut Reimer dalam (Saiful Sagala, 2009: 70) mengemukakan bahwa sekolah adalah lembaga yang menghendaki

27

4. Profesionalisme,

mencapai kemandirian dengan tingkat prakarsa dan kreatifitas yang

tinggi memerlukan profesionalisme dari semua komponen personil,

baik jajaran manajemen, pendidik dan tenaga kependidikan lainnya,

maupun komite sekolah.

5. Memiliki wawasan ke depan,

wawasan kedepan ini berupa visi, misi, dan strategi ke arah pencapaian

mutu pendidikan.

6. Sharing Audithory dalam implementasi manajemen sehingga tidak ada

one man show tetapi berpijak pada kekuatan kerja tim yang solid.

Berdasarkan pemaparan para ahli, maka dapat dikemukakan bahwa

prinsip-prinsip MBS merupakan dasar dalam melaksanakan MBS oleh para

pelaku MBS seperti partisipasi, kemandirian, dan akuntabilitas.

2.3.5 Implementasi Manajemen Berbasis Sekolah

Manajemen Berbasis Sekolah (MBS) yang oleh Departemen Pendidikan

Nasional (Depdiknas) Republik diseebut dengan Manajemen Peningkatan Mutu

Berbasis Sekolah (MPMBS) mulai diterapkan dalam pengelolaan pendidikan di

Indonesia sejak tahun 2001 setelah berlakunya UU nomor 22 tahun 1999 tentang

Pemerintah Daerah.

“Implementasi MBS akan berlangsung secara efektif dan efisien apabila didukung oleh sumber daya manusia yang profesional untuk mengoprasikan sekolah, dana yang cukup agar sekolah mampu mengaji staf sesuai dengan fungsinya, sarana prasarana yang memadahi untuk mendukung proses belajar-mengajar, serta dukungan masyarakat (orang tua murid) yang tinggi.”8 Menurut Nurkolis (2003: 132-134) pada dasarnya, tidak ada satu strategi

khusus yang jitu dan bisa menjamin keberhasilan implementasi MBS di semua

tempat dan kondisi. Oleh karena itu strategi Implementasi MBS di suatu negara

dengan negara lain bisa berlainan, antara satu daerah dengan daerah lain bisa

berbeda, bahkan antar sekolah dalam satu daerahpun bisa berlainan strateginya.

8 E. Mulyasa, op. cit., h. 58

Page 20: BAB II KAJIAN PUSTAKA · 2016. 8. 12. · BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Sekolah Menurut Reimer dalam (Saiful Sagala, 2009: 70) mengemukakan bahwa sekolah adalah lembaga yang menghendaki

28

Namun, secara umum dapat disimpulkan bahwa implementasi MBS akan behasil

melalui strategi- strategi berikut ini.

Pertama, sekolah harus memiliki otonomi terhadap empat hal, yaitu

dimilikinya otonomi dalam kekuasaan dan kewenangan, pengembangan

pengetahuan dan keterampilan secara berkesinambungan, akses informasi ke

segala bagian dan pemberian penghargaan kepada setiap pihak yang berhasil.

Kedua, adanya peran serta masyarakat secara aktif, dalam hal pembiayaan,

proses pengambian keputusan terhadap kurikulum. Sekolah harus lebih banyak

mengajak lingkungan dalam mengelola sekolah karena bagaimanapun sekolah

adalah bagian dari masyarakat luas.

Ketiga, kepala sekolah harus menjadi sumber inspirasi atas pembangunan

dan pengembangan sekolah secara umum. Kepala sekolah dalam MBS berperan

sebagai designer, motivator, fasilitator. Bagaimanapun kepala sekolah adalah

pimpinan yang memiliki kekuatan untuk itu. Oleh karena itu, pengangkatan

kepala sekolah harus didasarkan atas kemampuan manajerial dan kepemimpinan

dan bukan lagi didasarkan atas jenjang kepangkatan.

Keempat, adanya proses pengambilan keputusan yang demokratis dalam

kehidupan dewan sekolah yang aktif. Dalam pengambilan keputusan kepala

sekolah harus mengembangkan iklim demokratis dan memperhatikan aspirasi dari

bawah. Konsumen yang harus dilayani kepala sekolah adalah murid dan orang

tuanya, masyarakat dan para guru. Kepala sekolah jangan selalu menengok ke atas

sehingga hanya menyenangkan pimpinannya namun mengorbankan masyarakat

pendidikan yang utama.

Kelima, semua pihak harus memahami peran dan tanggung jawabnya

secara bersungguhsungguh. Untuk bisa memahami peran dan tanggung jawabnya

masing-masing harus ada sosialisasi terhadap konsep MBS itu sendiri. Siapa

kebagian peran apa dan melakukan apa, sampai batas-batas nyata perlu dijelaskan

secara nyata.

Keenam, adanya guidlines dari departemen pendidikan terkait sehingga

mampu mendorong proses pendidikan di sekolah secara efisien dan efektif.

Guidelines itu jangan sampai berupa peraturan-peraturan yang mengekang dan

Page 21: BAB II KAJIAN PUSTAKA · 2016. 8. 12. · BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Sekolah Menurut Reimer dalam (Saiful Sagala, 2009: 70) mengemukakan bahwa sekolah adalah lembaga yang menghendaki

29

membelenggu sekolah. Artinya, tidak perlu lagi petunjuk pelaksanaan dan

petunjuk teknis dalam pelaksanaan MBS, yang diperlukan adalah rambu-rambu

yang membimbing.

Ketujuh, sekolah harus memiliki transparansi dan akuntabilitas yang

minimal diwujudkan dalam laporan pertanggung jawabannya setiap tahunnya.

Akuntabilitas sebagai bentuk pertanggung jawaban sekolah terhadap semua

stakeholder. Untuk itu, sekolah harus dijalankan secara transparan, demokratis,

dan terbuka terhadap segala bidang yang dijalankan dan kepada setiap pihak

terkait.

Kedelapan, Penerapan MBS harus diarahkan untuk pencapaian kinerja

sekolah dan lebih khusus lagi adalah meningkatkan pencapaian belajar siswa.

Perlu dikemukakan lagi bahwa MBS tidak bisa langsung meningkatkan kinerja

belajar siswa namun berpotensi untuk itu. Oleh karena itu, usaha MBS harus lebih

terfokus pada pencapaian prestasi belajar siswa.

Kesembilan, implementasi diawali dengan sosialsasi dari konsep MBS,

identifikasi peran masing-masing pembangunan kelembagaan capacity building

mengadakan pelatihan pelatihan terhadap peran barunya, implementasi pada

proses pembelajaran, evaluasi atas pelaksanaan dilapangan dan dilakukan

perbaikan-perbaikan.

Sementara menurut Umaedi (2007: 3-25) setidaknya ada 6 (enam) langkah

pokok yang harus dilakukan dalam implementasi manajemen berbasis sekolah

yaitu:

1. Evaluasi Diri

Evaluasi diri merupakan langkah awal bagi sekolah yang ingin atau

akan melaksanaan MBS. Kegiatan ini biasanya dimulai dengan curahan

pendapat (brainstorming) yang diikuti oleh kepala sekolah, guru dan

seluruh staf serta diikutkan juga komite sekolah. Tujuan dilakukan

evaluasi diri ini adalah

a. Mengetahui segala aspek sekolah berkaitan dengan kemajuan yang

telah dicapai maupun masalah-masalah yang dihadapi.

Page 22: BAB II KAJIAN PUSTAKA · 2016. 8. 12. · BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Sekolah Menurut Reimer dalam (Saiful Sagala, 2009: 70) mengemukakan bahwa sekolah adalah lembaga yang menghendaki

30

b. Refleksi diri untuk membangkitkann kedadaran/ keprihatinan akan

penting dan perlunya pendidikan yang bermutu sehingga timbul

komitmen bersama untuk meningkatkan mutu.

c. Merumuskan titik tolak (point of departure) bagi sekolah dalam

mengembangkan diri terutama dalam hal mutu. Titik awal ini

penting karena sekolah yang sudah berjalan untuk meningktkan

mutu mereka tidak berangkat dari nol, melainkan dari kondisi yang

dimiliki.

2. Perumusan Visi, Misi, dan Tujuan

Rumusan visi sekolah bukan hanya mimpi yang diidamkan, tetapi

nantinya akan mengkomunikasi tujuan akhir, nilai yang dianut, sikap

pendirian yang dianut oleh suatu sekolah. Rumusan visi ini hendaknya

singkat, langsung dan menggambarkan tujuan akhir sekolah. Visi yang

sudah dibuat akan dijabarkan menjadi komponen-komponen pokok yang

harus direalisasikan untuk mencapi visi. Komponen-komponen pokok

yang menjadi tugas pokok untuk merealisasikan visi tersebut dinamakan

misi. Selanjutnya sekolah perlu merumuskan tujuan sekolah yang

merupakan suatu rangkaian penting dalam langkah strategi manajemen

mutu pendidikan sesudah visi dan misi. Tujuan tersebut dibagi menjadi

tiga yaitu tujuan jangka pendek yang dapat dicapai dalam waktu satu

tahun, tujuan jangka menengah yang dapat dicapai dalam waktu 3 – 5

tahun kedepan dan tujuan jangka panjang yang dapat dicapai dalam jangka

waktu 25 – 30 tahun.

Bagi sekolah yang baru didirikan, perumusan visi dan misi serta tujuan

sekolah merupakan langkah awal yang harus dilakukan untuk menjelaskan

ke mana arah pendidikan yang ingin dituju oleh para pendiri/

penyelenggara pendidikan. Apabila sekolah tersebut merupakan sekolah

swasta hal ini cukup jelas, bahkan mungkin sudah tercantum dalam akte

pendirian oleh yayasan. Namun apabila sekolah negeri kepala sekolah dan

guru yang mewakili pemerintah pusat atau pemerintah kabupaten/ kota

sebagai penyelenggara pendidikan bersama dengan komite sekolah

Page 23: BAB II KAJIAN PUSTAKA · 2016. 8. 12. · BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Sekolah Menurut Reimer dalam (Saiful Sagala, 2009: 70) mengemukakan bahwa sekolah adalah lembaga yang menghendaki

31

maupun tokoh masyarakat dan orang tua siswa merumuskan ke mana

sekolah ini akan dibawa sejauh tidak bertentangan dengan UU nomor 20

tahun 2003 tentang Sisdiknas.

Bagi sekolah yang sudah berjalan, perumusan visi, misi dan tujuan

merupakan langkah lanjutan setelah evaluasi diri terutama bagi sekolah

yang belum memiliki rumusan yang jelas. Sekolah yang sudah memiliki

visi, misi dan tujuan dan telah melakukan evaluasi diri selanjutnya

memutuskan untuk perlu atau tidaknya melakukan revisi terhadap visi,

misi dan tujuan.

3. Perencanaan

Perencanaan pada tingkat sekolah adalah kegiatan menetapkan terlebih

dulu tentang kegiatan yang harus dilakukan, prosedurnya serta metode

pelaksanaannya untuk mencapai suatu tujuan organisasi. Sekolah

seharusnya membuat rencana kerja jangka menengah untuk

menggambarkan tujuan yang akan dicapai dalam waktu 3 – 5 tahun.

Perencanaan sekolahn jangka mengenah ini selanjutya akan dibuat lebih

terperinci, lengkap dengan perhitungan anggarannya untuk satu tahun

disebut Rencana Kegiatan dan Anggaran Sekolah (RKAS) yang menjadi

dasar pengelolaan sekolah.

4. Pelaksanaan

Tahap pelaksanaan pada dasarnya menjawab bagaimana semua fungsi

manajemen sebagai suatu proses untuk mencapai tujuan sekolah yang

telah ditetapkan melalui kerjasama dengan orang lain dan dengan sumber

daya yang ada agar dapat berjalan secara efektif dan efisien. Perencanaan

yang efektif dan efisien dapat terlaksana dengan bantuan pedoman

pengelolaan sekolah yang dibuat pihak sekolah dengan

mempertimbangkan visi, misi dan tujuan sekolah. Pedoman tersebut dalam

lampiran Permendiknas nomor 19 tahun 2007 mengenai Standar

Pengelolaan Pendidikan oleh Satuan Pendidikan Dasar dan Menengah

adalah sebagai berikut:

a. Kurikulum tingkat satuan pendidikan (KTSP),

Page 24: BAB II KAJIAN PUSTAKA · 2016. 8. 12. · BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Sekolah Menurut Reimer dalam (Saiful Sagala, 2009: 70) mengemukakan bahwa sekolah adalah lembaga yang menghendaki

32

b. Kalender akademik,

c. Struktur organisasi sekolah,

d. Pembagian tugas di antara guru,

e. Pembagian tugas di antara tenaga kependidikan,

f. Peratutan akademik,

g. Tata tertib sekolah,

h. Kode etik sekolah,

i. Biaya operasional sekolah.

Pedoman pengelolaan sekolah ini berfungsi sebagai petunjuk pelaksanaan

operasional sekolah.

5. Evaluasi

Evaluasi pada tahap ini adalah evaluasi secara menyeluruh

menyengkut pengelolaan semua bidang dalam satuan pendidikan, yaitu

bidang teknis edukatif (pelaksanaan kurikulum/ proses pembelajaran

dengan segala aspeknya), bidang ketenagaan, bidang keuangan, bidang

sarana prasarana, dan administrasi ketatalaksanaan sekolah.

Temuan-temuan dan rumusan hasil dari evaluasi sekolah secara

menyeluruh, digunakan untuk hal-hal berikut.

a. Pemberian penghargaan kepada berbagai pihak yang dianggap

berhasil, baik sebagai individu atau kelompok sehingga memberi

motivasi kepada semua pihak untuk terlibat di dalam proses

pendidikan.

b. Sebagai masukan bagi tindakan koreksi dan perbaikan atau

penyempurnaan bagi program kerja tahun berikutnya, serta

penyempurnaan kebijakan pengelolaan satuan pendidikan yang

bersangkutan.

c. Menilai sendiri status sekolah yang dikelola apakah mengalami

kemajuan atau kemunduran.

d. Sebagai bahan pertanggungjawaban kepada semua stakeholder,

terutama orang tua siswa dan komite sekolah.

Page 25: BAB II KAJIAN PUSTAKA · 2016. 8. 12. · BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Sekolah Menurut Reimer dalam (Saiful Sagala, 2009: 70) mengemukakan bahwa sekolah adalah lembaga yang menghendaki

33

Evaluasi sebagai salah satu fungsi manajemen merupakan

tanggung jawab kepala sekolah. Dalam pelaksanaannya, kepala

sekolah dapat menujuk guru untuk membuat tim kecil untuk

mengumpulkan berbagai bahan yang diperlukan dan menyusunnya

untuk dibahas dalam forum yang menyertakan komite sekolah.

6. Pelaporan

Kegiatan pelaporan merupakan kelanjutan dari kegiatan evaluasi dalam

bentuk mengkomunikasikan hasil evaluasi secara resmi kepada berbagi

pihak sebagai pertanggungjawaban mengenai kegiatan yang telah

dikerjakan oleh sekolah beserta hasil-hasilnya. Pelaporan yang

disampaikan tidak semua hasil evaluasi, karena ada hasil evaluasi yang

bersifat internal dan ada pula yang bersifat eksternal, bahkan masing-

masing-masing stakeholder mungkin memerlukan laporan yang berbeda

fokusnya.

Berbagai strategi maupun langkah-langkah telah dipaparkan oleh para ahli

tersebut merupakan bentuk usaha dalam penerapan MBS yang ideal untuk

mecapai tujuan dari MBS.

2.4 Komite Sekolah

2.4.1 Konsep Komite Sekolah

Undang-Undang (UU) No 20 tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan

Nasional menyebutkan bahwa:

“Masyarakat berperan dalam peningkatan mutu pelayanan pendidikan yang meliputi perencanaan, pengawasan, dan evaluasi program pendidikan melalui dewan pendidikan dan komite sekolah/madrasah.”9 “Peran serta masyarakat dalam pendidikan meliputi peran serta perseorangan, kelompok, keluarga, organisasi, profesi, pengusaha, dan organisasi kemasyarakatan dalam penyelenggaraan pendidikan dan pengendalian mutu pelayanan pendidikan.”10

9 Indonesia, Undang-Undang RI nomor 20 tahun 2003 pasal 56 ayat 1(satu), Sistem Pendidikan Nasional. 10 Indonesia, Undang-Undang RI nomor 20 tahun 2003 pasal 54 ayat 1(satu), Sistem Pendidikan Nasional.

Page 26: BAB II KAJIAN PUSTAKA · 2016. 8. 12. · BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Sekolah Menurut Reimer dalam (Saiful Sagala, 2009: 70) mengemukakan bahwa sekolah adalah lembaga yang menghendaki

34

Berdasarkan UU tersebut, pemerintah Republik Indonesia memberikan

ruang yang sangat luas bagi masyarakat untuk terjun dalam pengelolaan

pendidikan dasar sampai menengah menggunakan model MBS sebagai mitra

kerja bagi sekolah dalam mewujudkan tujuan sekolah maupun tujuan pendidikan

nasional. Peran masyarakat ini kemudian diwadahi dalam bentuk lembaga mendiri

yang tidak berhubungan secara hierarkis dengan pemerintah yang kemudian biasa

disebut dengan Dewan Pendidikan di tingkat kabupaten/ kota dan Komite Sekolah

pada tingkat lebih kecil yaitu satuan pendidikan sesuai dengan Keputusan Menteri

Pendidikan Nasional (Kepmendiknas) Republik Indonesia nomor 044/ U/ 2002

tentang Dewan Pendidikan dan Komite Sekolah.

Dalam UUSPN nomor 20 tahun 2003 pasal 56 ayat (3) dijelaskan bahwa

“Komite sekolah adalah lembaga mandiri, dibentuk dan berperan dalam

peningkatan mutu pelayanan dengan memberikan pertimbangan, arahan dan

dukungan tenga, sarana dan prasarana, serta pengawasan pendidikan pada tingkat

satuan pendidikan. Hal tersebut dijelaskan kembali pada Lampiran II

Kepmendiknas nomor nomor 044/ U/ 2002, komite sekolah didefinisikan sebagai

“...badan mandiri yang mewadahi peran serta masyarakat dalam rangka

meningkatkan mutu, pemerataan, efisiensi pengelolaan pendidikan di satuan

pendidikan, baik pada pendidikan pra sekolah, jalur pendidikan sekolah maupun

jalur pendidikan luar sekolah.” Sedangkan menurut Engkoswara dan Aan

Komariah (2010: 297), komite sekolah adalah lembaga/ badan khusus yang

dibentuk berdasarkan musyawarah yang demokratis oleh para stakeholder

pendidikan di tingkat sekolah sebagai representasi dari berbagi unsur yang

bertanggungjawab terhadap peningkatan mutu di sekolah. Komite sekolah ini

terdiri dari berbagai unsur yaitu, wakil orang tua siswa, tokoh masyarakat, tokoh

pendidikan, dunia usaha, organisasi profesi, wakil alumni dan wakil peserta didik.

Berdasarkan pemaparan mengenai komite sekolah, maka dapat

dikemukakan kembali bahwa komite sekolah adalah lembaga mandiri yang

dibentuk berdasarkan musyawarah oleh para pemangku kepentingan pendidikan

yang dibentuk untuk meningkatkan mutu pendidikan dari berbagai jalur, jenjang

dan jenis pendidikan.

Page 27: BAB II KAJIAN PUSTAKA · 2016. 8. 12. · BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Sekolah Menurut Reimer dalam (Saiful Sagala, 2009: 70) mengemukakan bahwa sekolah adalah lembaga yang menghendaki

35

Menurut Lampiran II Kepmendiknas nomor nomor 044/ U/ 2002, komite

sekolah sebagai sebuah organisasi memiliki ketentuan sebagai berikut.

1. Keanggotaan Komite Sekolah terdiri atas:

a. Unsur masyarakat dapat berasal dari, orang tua/wali peserta didik,

tokoh masyarakat, tokoh pendidikan, dunia usaha/industri,

organisasi profesi tenaga kependidikan, wakil alumni, wakil

peserta didik.

b. Unsur dewan guru, yayasan/lembaga penyelenggara pendidikan,

Badan Pertimbangan Desa dapat dilibatkann sebagai anggota

komite sekolah (maksimal 3 orang).

Anggota komite sekolah sekurang-kurangnya berjumlah 9

(sembilan) orang dan jumlahnya gasal.

2. Kepengurusan Komite Sekolah

a. Pengurus sekurang-kurangnya terdiri atas Ketua, Sekretaris, dan

Bendahara.

b. Pengurus dipilih dari dan oleh anggota.

c. Ketua bukan berasal dari kepala sekolah.

3. Anggaran Dasar (AD) dan Angaran Rumah Tangga (ART)

a. Komite sekolah wajib memiliki AD dan ART.

b. Anggaran Dasar sebagaimana yang dimaksud, sekurang-kurangnya

memuat: Nama dan tempat kedudukan; Dasar, tujuan dan

kegiatan; Keanggotaan dan kepengurusan; Hak dan Kewajiban

Anggota dan pengurus; Mekanisme kerja dan rapat-rapat;

Perubahan AD dan ART, serta pembubaran organisasi.

Komite sekolah sebagai sebuah organisasi maka yang pertama kali harus

dilakukan adalah pembentukan kepengurusan komite sekolah. Pembentukan

kepengurusan komite sekolah ini juga sudah diatur dalam Kepmendiknas nomor

nomor 044/ U/ 2002 yang harus memegang prinsip pembentukan yang transparan,

akuntabel, demokratis, dan prinsip bahawa komite sekolah merupakan mitra

satuan pendidikan. Dalam Kepmendiknas tersebut juga dijabarkan mengenai

mekanisme pembentukan komite sebagai berikut.

Page 28: BAB II KAJIAN PUSTAKA · 2016. 8. 12. · BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Sekolah Menurut Reimer dalam (Saiful Sagala, 2009: 70) mengemukakan bahwa sekolah adalah lembaga yang menghendaki

36

1. Pembentukan Panitia Persiapan

a. Masyarakat dan/atau sekolah membentuk panitia persiapan.

Panitia persiapan berjumlah sekurang-kurangnya 5 (lima) orang

yang terdiri atas kalangan praktisi pendidikan (seperti guru, kepala

sekolah, penyelenggara pendidikan), pemerhati pendidikan (LSM

peduli pendidikan, tokoh masyarakat, tokoh agama, dunia usaha

dan industri), dan orangtua peserta didik.

b. Panitia persiapan bertugas mempersiapkan pembentukan Komite

Sekolah dengan langkah-langkah sebagai berikut:

1) Mengadakan forum sosialisasi kepada masyarakat (termasuk

pengurus/ anggota BP3, Majelis Sekolah, dan Komite Sekolah

yang sudah ada) tentang Komite Sekolah menurut Keputusan

ini.

2) Menyusun kriteria dan mengindentifikasi calon anggota

berdasarkan usulan dari masyarakat.

3) Menyeleksi calon anggota berdasarkan usulan dari masyarakat.

4) Mengumumkan nama-nama calon anggota kepada masyarakat.

5) Menyusun nama-nama anggota terpilih.

6) Memfasilitasi pemilihan pengurus dan anggota komite sekolah.

7) Menyampaikan nama pengurus dan anggota kepada kepala

sekolah.

2. Penetapan Pembentukan Komite Sekolah

Komite Sekolah ditetapkan untuk pertama kali dengan Surat

Keputusan kepala sekolah, dan selanjutnya diatur dalam AD dan ART.

Sementara E. Mulyasa (2012: 132) juga menjelaskan proses pembentukan

komite sekolah sebagai berikut.

1. Tahap Persiapan

Pada tahap persiapan, kepala sekolah dibantu oleh staf sekolah

pengurus komite sekolah yang telah ada membentuk panitia persiapan

pembentukan komite sekolah. Tugas pokok dari panitia persiapan

pembentukan komite sekolah adalah:

Page 29: BAB II KAJIAN PUSTAKA · 2016. 8. 12. · BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Sekolah Menurut Reimer dalam (Saiful Sagala, 2009: 70) mengemukakan bahwa sekolah adalah lembaga yang menghendaki

37

a. Mengadakan survey mengenai potensi wilayah sekolah setempat.

b. Melakukan analisis posisi sekolah.

c. Mengedakan sosialisasi dan penyebarluasan informasi tentang

perlunya komite sekolah kepada para stagehorlder pendidikan di

lingkungan sekolah setempat.

d. Menyusun paduan tata cara pemilihan anggota komite sekolah dan

menyebarluaskan kepada semua pihak yang terkait.

e. Mengirimkan surat permintaan kesediaan calon sebagai unsur

anggota komite sekolah.

f. Memuat daftar calon anggota komite sekolah yang bersedia untuk

dipilih dan menyebarkannya kepada para pemilih (para stakeholder

sekolah).

2. Proses Pemilihan Anggota dan Pengurus Komite Sekolah

Pemilihan anggota dan pengurus komite sekolah dilakukan secara

demokratis melalui musyawarah. Jika dipandang perlu pemilihan anggota

dan pengurus dapat dilakukan melalui pemungutan suara.

3. Penetapan Anggota dan Pengurus Kominte Sekolah

Calon anggota komite sekolah yang disepakati dalam musyawarah atau

mendapat dukungan suara terbanyak melalui pemungutan suara secara

langsung menjadi anggota komite sekolah sesuai dengan jumlah anggota

yang disepakati dari masing-masing unsur. Pengesahan anggota komite

sekolah dilakukan oleh musyawarah lengkap anggota.

2.4.2 Tujuan Komite Sekolah

Sebagai sebuah lembaga maka komite sekolah tentunya memiliki tujuan.

Tujuan pembentukan komite sekolah menurut Peraturan Pemerintah Nomor 17

Tahun 2010 Tentang Penyelenggaraan Pendidikan adalah meningkatkan mutu

pendidikan melalui perannya meliputi perencanaan, pengawasan, dan evaluasi

program pendidikan. Pada Lampiran II Kepmendiknas nomor nomor 044/ U/

2002 dijelaskan bahwa komite sekolah dibentuk dengan tujuan :

Page 30: BAB II KAJIAN PUSTAKA · 2016. 8. 12. · BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Sekolah Menurut Reimer dalam (Saiful Sagala, 2009: 70) mengemukakan bahwa sekolah adalah lembaga yang menghendaki

38

a. Mewadahi dan menyalurkan aspirasi dan prakarsa masyarakat dalam

melahirkan kebijakan operasional dan program pendidikan di satuan

pendidikan.

b. Meningkatkan tanggung jawab dan peran masyarakat dalam

penyelenggaraan pendidikan di satuan pendidikan.

c. Menciptakan suasana dan kondisi transparan, akuntabel, dan

demokratis dalam penyelenggaraan pendidikan yang bermutu di

satuan pendidikan

Sementara menurut Aan Komarian dan Engkoswara (2010: 298) format

kelembagaan komite sekolah diarahkan untuk dapat mencapai tujuan yaitu:

1. Mewadahi dan meningkatkan peranserta para stakeholders pendidikan

di tingkat sekolah dalam merumuskan dan menetapkan berbagai

kebijakan pengelolaan sekolah, pengembangan program sekolah,

monitoring pelaksanaan kegiatan pendidikan sekolah, dan pertanggung

jawaban mutu pedidikan sekolah secara demokratis dan transparan.

2. Mewadahi dan meningkatkan peranserta para stakeholders pendidikan

di tingkat sekolah dalam memecahkan masalah-masalah pendidikan

yang dihadapi sekolah, dan membantu pemerintah memonitoring

pengelolaan pendidikan di sekolah.

3. Memfasilitasi upaya peningkatan kinerja dan profesionalisme kepala

sekolah, guru, dan staf yang terlibat dalam proses pendidikan anak

sekolah sesuai dengan visi, misi, dan tujuan yang hendak dicapai oleh

sekolah.

4. Menyediakan berbagai fasilitas yang dibutuhkan sekolah dalam upaya

meningkatkan proses belajar mengajar, pengadaan dan pemeliharaan

fasilitas sekolah yang baik, dan peningkatan kualitas staf yang sesuai

dengan kebutuhan sekolah.

5. Mengembangkan dan menetapkan program kurikulum efektif yang

sesuai dengan kebutuhan anak dan masyarakat, kebutuhan dan tuntutan

global, serta berbagai inovasi yang mendukung peningkatan kualitas

pendidikan di sekolah.

Page 31: BAB II KAJIAN PUSTAKA · 2016. 8. 12. · BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Sekolah Menurut Reimer dalam (Saiful Sagala, 2009: 70) mengemukakan bahwa sekolah adalah lembaga yang menghendaki

39

6. Memfasilitasi dan mengontrol penerapan sistem manajemen sekolah

yang transparan dan demokratis dalam pendayagunaan berbagai

sumber daya yang tersedia sesuai dengan prioritas kebutuhan

pelakasanaan program sekolah dalam mencapai tujuan sekolah yang

ditetapkan.

Berdasarkan pemaparan tujuan komite tersebut dapat dikemukakan bahwa

tujuan dari komite sekolah adalah sebagai berikut. Pertama, mewadahi dan

menyalurkan aspirasi masyarakat terkait dengan peningkatan mutu pendidikan.

Kedua, meningkatkan partisipasi dan tanggungjawab masyarakat terkait dengan

pelaksanaan dan pengawasan berbagai program pendidikan pada satuan

pendidikan sehingga penyelenggaran pendidikan dapat lebih transparan,

akuntabel, dan demokratis.

2.4.3 Peran dan Fungsi Komite Sekolah

Dalam usaha mencapai tujuan, komite sekolah harus memahami peran dan

fungsi mereka. Peran komite sekolah diatur dalam Kepmendiknas nomor

044/U/2002 Tentang Dewan Pendidikan dan Komite Sekolah yaitu sebagai

berikut:

1. Pemberi pertimbangan (advisory agency) dalam penentuan dan

pelaksanaan kebijakan pendidikan di satuan pendidikan.

2. Pendukung (supporting agency), baik yang berwujud finansial,

pemikiran maupun tenaga dalam penyelenggaraan pendidikan di

satuan pendidikan.

3. Pengontrol (controlling agency) dalam rangka transparansi dan

akuntabilitas penyelenggaraan dan keluaran pendidikan di satuan

pendidikan.

4. Mediator antara pemerintah (eksekutif) dengan masyarakat di satuan

pendidikan.

Setelah memahami perannya, maka komite sekolah dapat menjalankan

fungsinya sebagai mitra kerja bagi sekolah. Fungsi komite sekolah sekolah sesuai

Page 32: BAB II KAJIAN PUSTAKA · 2016. 8. 12. · BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Sekolah Menurut Reimer dalam (Saiful Sagala, 2009: 70) mengemukakan bahwa sekolah adalah lembaga yang menghendaki

40

dengan Kepmendiknas nomor 044/U/2002 Tentang Dewan Pendidikan dan

Komite Sekolah yaitu sebagai berikut:

1. Mendorong tumbuhnya perhatian dan komitmen masyarakat terhadap

penyelenggaraan pendidikan yang bermutu.

2. Melakukan kerjasama dengan masyarakat (perorangan/ organisasi/

dunia usaha/ dunia industri) dan pemerintah berkenaan dengan

penyelenggaraan pendidikan yang bermutu.

3. Menampung dan menganalisis aspirasi, ide, tuntutan, dan berbagai

kebutuhan pendidikan yang diajukan oleh masyarakat.

4. Memberikan masukan, pertimbangan, dan rekomendasi kepada satuan

pendidikan mengenai:

a. Kebijakan dan program pendidikan.

b. Rencana Anggaran Pendidikan dan Belanja Sekolah (RAPBS).

c. Kriteria kinerja satuan pendidikan.

d. Kriteria tenaga kependidikan.

e. Kriteria fasilitas pendidikan.

f. Hal-hal lain yang terkait dengan pendidikan.

5. Mendorong orangtua dan masyarakat berpartisipasi dalam pendidikan

guna mendukung peningkatan mutu dan pemerataan pendidikan.

6. Menggalang dana masyarakat dalam rangka pembiayaan

penyelenggaraan pendidikan disatuan pendidikan.

7. Melakukan evaluasi dan pengawasan terhadap kebijakan, program,

penyelenggaraan, dan keluaran pendidikan di satuan pendidikan.

Page 33: BAB II KAJIAN PUSTAKA · 2016. 8. 12. · BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Sekolah Menurut Reimer dalam (Saiful Sagala, 2009: 70) mengemukakan bahwa sekolah adalah lembaga yang menghendaki

41

Secara rinci Tim Pengembangan Dewan Pendidikan dan Komite Sekolah

Ditjen Dikdasmen Depdiknas dalam (Engkoswara dan Aan Komariah, 2010: 293-

303) mengemukakan peran komite sekolah sebagai berikut.

Tabel 2.1 Indikator Kinerja Komite

Peran Komite Sekolah Fungsi Manajemen Pendidikan Indikator Kinerja Badan Pertim-bangan (Advisory Agency)

Perencanaan sekolah Identifikasi sumber daya pendidikan dalam masyarakat. Memberikan masukan untuk penyusunan RAPBS. Menyelenggarakan rapat RAPBS (sekolah, orang tua siswa, masyarakat). Memberikan pertimbangan perubahan RAPBS Ikut mengesahkan RAPBS bersama kepala sekolah.

Pelaksanaan Program a. Kurikulum b. PBM c. Penilaian

Memberikan masukan terhadap proses pengelolaan pendidikan di sekolah. Memberikan masukan terhadap proses pembelajaran kepada para guru.

Pengelolaan Sumber daya Pendidikan a. SDM b. S/P c. Anggaran

Identifikasi potensi sumber daya pendidikan dalam masyarakat. Memberikan pertimbangan tentang tenaga kependidikan yang dapat diperbantukan di sekolah. Memberikan pertimbangan tentang sarana dan prasarana yang dapat diperbantukan di sekolah. Memberikan pertimbangan tentang anggaran yang dapat dimanfaatkan di sekolah.

Badan Pendukung (Supportinng Agency)

Pengelolaan Sumber Daya Memantau kondisi ketenagaan pendidikan di sekolah. Mobilisasi guru sukarelawan untuk menanggulangi kekurangan guru di sekolah. Mobilisasi tenaga kependidikan non guru untuk mengisi kekurangan di sekolah.

Pengelolaan Sarana dan Prasarana

Memantau kondisi sarana dan prasarana yang ada di sekolah. Mobilisasi bantuan sarana dan parasarana sekolah. Mengkoordinasi dukungan sarana dan parasarana sekolah. Mengevaluasi pelaksanaan dukungan sarana dan prasarana

Page 34: BAB II KAJIAN PUSTAKA · 2016. 8. 12. · BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Sekolah Menurut Reimer dalam (Saiful Sagala, 2009: 70) mengemukakan bahwa sekolah adalah lembaga yang menghendaki

42

sekolah. Pengelolaan Anggaran Memantau kondisi anggaran

pendidikan di sekolah. Memobilisasi dukungan terhadap anggaran pendidikan di sekolah. Mengkoordinasikan dukungan terhadap anggaran pendidikan di sekolah. Mengevaluasi pelaksanaan dukungan anggaran di sekolah.

Badan Pengontrol (Controlling Agency)

Mengontrol perencanaan pendidikan di sekolah

Mengontrol proses pengambilan keputusan di sekolah.

Mengontrol kualitas kebijakan di sekolah. Mengontrol proses perencanaan pendidikan di sekolah Pengawasan terhadap kualitas perencanaan sekolah Pengawasan terhadap kualitas program sekolah.

Memantau pelaksanaan program sekolah

Memantau organisasi sekolah Memantau penjadwalan program sekolah Memantaua alokasi anggaran untuk pelaksanaan program sekolah. Memantau sumber daya pelaksana program sekolah. Memantau partisipasi stake-holder pendidikan dalam pelaksanaan program sekolah.

Memantau out put pendidikan Memantau hasil ujian akhir. Memanatau angka partisipasi sekolah Memantau angka mengulang sekolah Memantau angka bertahan di sekolah.

Badan Penghubung (Mediator Agency)

Perencanaan Menjadi penghubung antara Komite Sekolah dengan masyarakat, Komite Sekolah dengan sekolah, dan Komite Sekolah dengan Dewan Pendidikan. Mengidentifikasi aspirasi masyarakat untuk perencanaan pendidikan. Membuat usulan kebijakan dan program pendidikan kepada sekolah

Pelaksanaan program Mensosialisasikan kebijakan dan program sekolah kepada masyarakat

Page 35: BAB II KAJIAN PUSTAKA · 2016. 8. 12. · BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Sekolah Menurut Reimer dalam (Saiful Sagala, 2009: 70) mengemukakan bahwa sekolah adalah lembaga yang menghendaki

43

Memfasilitasi berbagai masukan kebijakan program terhadap sekolah Menampung pengaduan dan keluhan terhadap kebijakan dan program sekolah Mengkomunikasikan pengaduan dan keluhan masyarakat terhadap sekolah

Pengelolaan Sumber Daya pendidikan

Mengindentifikasi kondisi sumber daya di sekolah Mengidentifikasi sumber-sumber daya masyarakat Memobilisasi bantuan masyarakat untuk pendidikan di sekolah Mengkoordinasikan bantuan masyarakat

2.5 Kajian Hasil Penelitian yang Relevan

Penelitian sebelumnya yang berhubungan dengan peran komite sekolah

yang dilakukan oleh peneliti sebelumnya antara lain:

1. Siti Lestari (2013) dalam penelitiannya berjudul “Peran Komite

Sekolah dalam Manajemen Berbasis Sekolah di Sekolah dasar Gugus

P Diponegoro Kecamatan Dempet” yang menyimpulkan bahwa peran

komite sekolah di Sekolah Dasar (SD) gugus P Diponegoro kecamatan

Dempet baik sebagai badan pertimbangan, badan pendukung, badan

pengontrol maupun badan mediator sudah dilaksanakan. Namun

diantara empat peran komite sekolah tersebut, peran sebagai mediator

merupakan peran yang paling kurang optimal terlihat dari pasifnya

komite sekolah dalam segala kegiatan dikarenakan ketidakpahaman

akan peran mereka yang seharusnya sebagai mediator.

2. Bodi Kurniawan (2011) dalam penelitiannya yang berjudul “Peran

Komite Sekolah dalam Meningkatkan Mutu Pendidikan di Madrasah

Pembangunan UIN Jakarta” yang menyimpulkan bahwa komite

sekolah Madrasah Pembangunan UIN Jakarta sudah melaksanakan

peran mereka sebagai pertimbangan, pendukung, pengontrol, dan

penghubung, walaupun secara keseluruhan belum maksimal. Akan

tetapi telah banyak kontribusi yang telah diberikan komite sekolah

Page 36: BAB II KAJIAN PUSTAKA · 2016. 8. 12. · BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Sekolah Menurut Reimer dalam (Saiful Sagala, 2009: 70) mengemukakan bahwa sekolah adalah lembaga yang menghendaki

44

dalam hal membantu sekolah baik secara finansial maupun secara

sumbang ide ataupun tenaga.

2.6 Kerangka Berfikir

Tujuan pendidikan akan tercapai melalui pengelolaan pendidikan yang

memberi kesempatan kepada sekolah untuk mengelola pendidikan yang sesaui

dengan situasi dan kondinsi di masing-masing daerah. Salah satu pengelolaan

sekolah yang saat ini diterapkan di pendidikan dasar dan menengah adalah

manajemen berbasis sekolah. Manajemen berbasis sekolah akan dapat terlaksana

dengan baik apabila semua komponennya bekerja dengan baik, salah satunya

adalah partisipasi masyarakat. Partisipasi masyarakat dalam satuan pendidikan

dapat disalurkan melalui badan mandiri yang disebut komite sekolah. Komite

sekolah sebagai mitra kerja sekolah memiliki tujuan untuk meningkatkan mutu,

pemerataan, efisiensi pengelolaan pendidikan di satuan pendidikan. Untuk

mencapai tujuan tersebut maka komite sekolah perlu memahami peran agar dapat

menjalankan fungsinya dengan baik.

Berdasarkan uraian tersebut, maka perlu diketahui bagaimana peran

komite sekolah dalam implementasi manajemen berbasis sekolah.

Gambar 2.1 Kerangka Berfikir

Manajemeen Berbasis Sekolah

Peran Komite

Pemberi Pertimbangan

Pendukung

Mediator

Pengontrol