bab ii kajian pustaka 2.1 definisi tanah

32
5 Institut Teknologi Nasional BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Definisi Tanah Menurut Braja M. Das (1988) tanah merupakan material yang terdiri atas mineral-mineral padat yang tidak terikat secara kimia satu sama lain. Tanah berasal dari bahan organic yang telah melapuk disertai dengan zat cair dan gas yang mengisi rongga diantara partikel-partikel tersebut. Menurut Sutanto (2005) komponen tanah yang terdiri atas mineral, organik, air, dan udara tersusun antara satu dan yang lain membentuk tubuh tanah. Bermacam-macam jenis tanah yang terbentuk merupakan pengaruh kondisi lingkungan yang berbeda-beda. Tanah terbentuk di bawah pengaruh faktor lingkungan yang bekerja dalam masa yang sangat panjang meliputi iklim, organisme, bahan induk, topografi, dan waktu. Menurut Bowles (1989) setiap jenis tanah memiliki karakteristik dan sifat yang berbeda-beda. Untuk memberikan karakteristik dan sifat tanah diperlukan sistem klasifikasi dengan mengelompokkan sesuai dengan perilaku tanah tersebut. Sistem klasifikasi tanah bertujuan agar penggunaan tanah dapat dikelola dengan baik dan sesuai potensi yang ada. Sistem klasifikasi digunakan untuk menjelaskan secara singkat mengenai sifat-sifat umum tanah dari suatu daerah. Adapun tanah adalah campuran dari partikel-partikel yang terdiri dari salah satu atau seluruh jenis berikut: 1. Berangkal (boulders) merupakan potongan batu yang besar, biasanya lebih besar dari 250 mm sampai dengan 300 mm. Untuk kisaran antara 150 mm sampai dengan 250 mm, fragmen batuan ini disebut kerakal (cobbles). 2. Kerikil (gravel) merupakan partikel batuan yang berukuran 5 mm sampai dengan 150 mm. 3. Pasir (sand) merupakan partikel batuan berukuran 0,002 mm sampai dengan 0,074 mm. Lanau dan lempung dalam jumlah besar ditemukan dalam deposit yang disedimentasikan ke dalam danau atau di dekat garis pantai pada muara sungai.

Upload: others

Post on 02-Oct-2021

9 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

Page 1: BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Definisi Tanah

5 Institut Teknologi Nasional

BAB II

KAJIAN PUSTAKA

2.1 Definisi Tanah

Menurut Braja M. Das (1988) tanah merupakan material yang terdiri atas

mineral-mineral padat yang tidak terikat secara kimia satu sama lain. Tanah berasal

dari bahan organic yang telah melapuk disertai dengan zat cair dan gas yang

mengisi rongga diantara partikel-partikel tersebut.

Menurut Sutanto (2005) komponen tanah yang terdiri atas mineral, organik,

air, dan udara tersusun antara satu dan yang lain membentuk tubuh tanah.

Bermacam-macam jenis tanah yang terbentuk merupakan pengaruh kondisi

lingkungan yang berbeda-beda. Tanah terbentuk di bawah pengaruh faktor

lingkungan yang bekerja dalam masa yang sangat panjang meliputi iklim,

organisme, bahan induk, topografi, dan waktu.

Menurut Bowles (1989) setiap jenis tanah memiliki karakteristik dan sifat

yang berbeda-beda. Untuk memberikan karakteristik dan sifat tanah diperlukan

sistem klasifikasi dengan mengelompokkan sesuai dengan perilaku tanah tersebut.

Sistem klasifikasi tanah bertujuan agar penggunaan tanah dapat dikelola dengan

baik dan sesuai potensi yang ada. Sistem klasifikasi digunakan untuk menjelaskan

secara singkat mengenai sifat-sifat umum tanah dari suatu daerah. Adapun tanah

adalah campuran dari partikel-partikel yang terdiri dari salah satu atau seluruh jenis

berikut:

1. Berangkal (boulders) merupakan potongan batu yang besar, biasanya lebih

besar dari 250 mm sampai dengan 300 mm. Untuk kisaran antara 150 mm

sampai dengan 250 mm, fragmen batuan ini disebut kerakal (cobbles).

2. Kerikil (gravel) merupakan partikel batuan yang berukuran 5 mm sampai

dengan 150 mm.

3. Pasir (sand) merupakan partikel batuan berukuran 0,002 mm sampai

dengan 0,074 mm. Lanau dan lempung dalam jumlah besar ditemukan

dalam deposit yang disedimentasikan ke dalam danau atau di dekat garis

pantai pada muara sungai.

Page 2: BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Definisi Tanah

6

Institut Teknologi Nasional

4. Lempung (clay) merupakan partikel berukuran lebih kecil dari 0,002 mm.

Partikel-partikel ini merupakan sumber utama dari kohesi pada tanah yang

kohesif.

5. Koloid (colloids) merupakan yang berukuran lebih kecil dari 0,001 mm.

Komposisi tanah yang terdiri atas udara, air, dan butiran padat ditunjukan

pada Gambar 2.1.

Gambar 2.1 Elemen Tanah yang Menunjukkan Hubungan antara Massa dan

Volume

(Sumber: Braja M. Das, 1988)

2.2 Klasifikasi Tanah

Klasifikasi tanah secara umum adalah pengelompokkan berbagai jenis tanah

ke dalam kelompok yang sesuai dengan sifat teknik dan karakteristiknya. Sistem

klasifikasi tanah adalah suatu sistem pengatur jenis-jenis tanah yang berbeda-beda,

tetapi mempunyai sifat -sifat yang serupa kedalam kelompok-kelompok dan

subkelompok berdasarkan pemaiakainnya. Dengan adanya sistem klasifikasi ini

akan menjelaskan secara singkat sifat-sifat umum tanah yang bervariasi tanpa

penjelasan yang rinci. Klasifikasi ini pada umumnya didasarkan sifat-sifat indeks

tanah yang sederhana seperti distribusi ukuran butiran dan plastisitas, Namun

semuanya tidak memberikan penjelasan yang tegas tentang kemungkinan

Page 3: BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Definisi Tanah

7

Institut Teknologi Nasional

pemakaiannya. Klasifikasi Berdasarkan Tekstur oleh Departemen Pertanian

Amerika Serikat (USDA) ditunjukan pada Gambar 2.2.

Gambar 2.2 Klasifikasi Berdasarkan Tekstur oleh Departemen Pertanian Amerika

Serikat (USDA)

(Sumber: Braja M. Das, 1988)

Klasifikasi yang umum digunakan ada dua, yaitu:

1. Klasifikasi berdasarkan Unfined Soil Classification System (USCS)

Sistem klasifikasi USCS digunakan oleh American Society for Testing dan

Materials (ASTM) sebagai metode standar dalam mengklasifikasikan

tanah. USCS membagi tanah menjadi dua kategori, yaitu:

a. Tanah berbutir kasar (coarse grained soil), yaitu tanah yang terdiri atas

kerikil dan pasir kurang dari 50% tanah yang lolos saringan No. 200.

b. Tanah berbutir halus (fine grained soil), yaitu tanah yang terdiri atas

kerikil dan pasir lebih dari 50% tanah yang lolos saringan No. 200.

2. Klasifikasi berdasarkan American Association of State Highway dana

Transportation Officials (AASHTO)

Page 4: BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Definisi Tanah

8

Institut Teknologi Nasional

Sistem klasifikasi ini umumnya digunakan untuk mengklasifikasikan

kualitas tanah timbunan jalan, subbase, dan subgrade.

Tabel 2.1 Batasan-batasan Ukuran Golongan Tanah

Ukuran butiran (mm)

Nama Golongan Kerikil Pasir Lanau Lempung

Massachusetts Institute

of Technology (MIT) > 2 2 - 0,06 0,06 - 0,002 < 0,002

U.S. Departement of

Agriculture (USDA) > 2 2 - 0,05 0,05 - 0,002 < 0,002

American Association of

State Highway dan

Transportation

(AASHTO)

76,2 - 2 2 - 0,075 0,075 - 0,002 < 0,002

Unified Soil

Classification System

(U.S. Army Corps of

Engineers, U.S. Bureau

of Reclamation)

76,2 - 4,75 4,75 - 0,075

Halus (yaitu lanau dan

lempung)

< 0,0075

(Sumber: Braja M. Das, 1988)

2.3 Tanah Pasir

Pasir (sdan) sebagian besar terdi ri dari mineral quartz dan feldspar. Butiran

dari mineral yang lain mungkin juga masih ada pada golongan ini. Tanah pasir

adalah tanah dengan partikel berukuran besar. Tanah ini terbentuk dari batuan-

batuan beku serta batuan sedimen yang memiliki butiran besar dan kasar atau yang

sering disebut dnegan kerikil. Tanah pasir memiliki kapasitas serat air yang rendah

karena sebagian besar tersusun atas partikel berukuran 0,02 sampai 2 mm.

Tanah pasir memiliki rongga yang besar sehingga pertukaran udara dapat

berjalan dengan lancar. Tanah pasir memiliki tekstur yang kasar. Terdapat ruang

Page 5: BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Definisi Tanah

9

Institut Teknologi Nasional

pori-pori yang besar diantara butiran-butirannya sehingga kondisi tanah ini menjadi

struktur yang lepas dan gembur. Dengan kondisi seperti itu menjadikan tanah pasir

ini memiliki kemampuan yang rendah untuk dapat mengikat air.

Jenis tanah yang rentan terhadap likuefaksi adalah tanah pasir lepas sampai

medium yang jenuh. Tsuchida, 1970, meringkas hasil analisis saringan pada

sejumlah tanah yang diketahui telah terlikuefaksi dan yang tidak terlikuefaksi dan

tidak ditunjukan pada Gambar 2.3.

Gambar 2.3 Kurva Distribusi Ukuran Butir yang Rentan Terhadap Likuefaksi

(Tsuchida, 1970)

(Sumber: Geotechnical Engineering Beureau, 2015)

Ruang yang berisi partikel tersebut dapat mengurangi porositas sehingga

menurunkan kapasitas serap air pada pasir (Fetter, 1994). Kondisi ini menyebabkan

tanah memiliki struktur yang gembur dan lepas. Pada umumnya, menurut Freeze

dan Cherry (1979) tanah pasir mempunyai porositas antara 30% sampai 50%.

Tekstur butir, ukuran butir, dan tempat terbentuknya butiran dapat mempengaruhi

besar kecilnya porositas pada tanah pasir.

Menurut Goodman (1993) pasir memiliki ukuran butir berdiameter 0,06 mm

sampai 2 mm. Saat proses pengendapan pada tanah pasir, partikel halus pada

sedimen cenderung mengisi ruang antar butir yang seragam. Berdasarkan ukuran

butir, tanah pasir dapat dibedakan menjadi beberapa jenis seperti pada Tabel 2.2.

Page 6: BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Definisi Tanah

10

Institut Teknologi Nasional

Tabel 2.2 Ukuran Pratikel Tanah

Fraksi Ukuran

Lempung (clay) < 0,002 mm

Lanau (silt) 0,002 - 0,05 mm

Pasir sangat halus (very fine sdan) 0,05 - 0,10 mm

Pasir halus (fine sdan) 0,10 - 0,25 mm

Pasir sedang (medium sdan) 0,25 - 0,50 mm

Pasir kasar (coarse sdan) 0,50 - 1,00 mm

Pasir sangat kasar (very coarse sdan) 1,00 - 2,00 mm

(Sumber: United States of Agriculture, 1975)

2.4 Gempa Bumi

Gempa bumi adalah suatu peristiwa alam dimana terjadi getaran pada

permukaan bumi akibat adanya pelepasan energi secara tiba-tiba dari pusat gempa.

Energi yang dilepaskan tersebut merambat melalui tanah dalam bentuk gelombang

getaran. Gelombang getaran yang sampai ke permukaan bumi disebut gempa bumi.

Menurut Sunarjo (2010) mengemukakkan bahwa gempa bumi adalah

peristiwa terjadinya getaran atau guncangan bumi secara tiba-tiba karena adanya

pergeseran lapisan batuan pada kulit bumi akibat pergerakan lempeng tektonik.

Energi yang dipancarkan akibat pergerakan dari lapisan batuan di dalam bumi

berupa gelombang gempa bumi atau seismik. Gempa bumi selalu datang secara

mendadak tanpa didahului dengan tdana atau gejala yang muncul sebelum kejadian.

Hal ini mengakibatkan guncangan yang terjadi menimbulkan kepanikan umum dan

merusak segala sesuatu di permukaan bumi. Indonesia menjadi salah satu negara

yang rawan gempa bumi karena termasuk ke dalam daerah kegempaan aktif. Letak

Indonesia berada di pertemuan 3 lempeng utama dunia, yaitu lempeng Australia,

Eurasia, dan Pasifik seperti pada Gambar 2.4.

Page 7: BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Definisi Tanah

11

Institut Teknologi Nasional

Gambar 2.4 Lempeng Tektonik Indonesia

2.5 Penyebab Terjadinya Gempa Bumi

Banyak teori yang telah dikemukan mengenai penyebab terjadinya gempa

bumi. Menurut pendapat para ahli, sebab-sebab terjadinya gempa adalah sebagai

berikut:

1. Runtuhnya gua-gua besar yang berada di bawah permukaan tanah. Namun,

kenyataannya keruntuhan yng menyebabkan terjadinya gempa bumi tidak

pernah terjadi.

2. Tabrakan meteor pada permukaan bumi. Bumi merupakan salah satu

planet yang ada dalam susunan tata surya. Dalam tata surya kita terdapat

ribuan meteor atau batuan yang bertebaran mengelilingi orbit bumi.

Sewaktu-waktu meteor tersebut jatuh ke atmosfir bumi dan kadang-

kadang sampai ke permukaan bumi. Meteor yang jatuh ini akan

menimbulkan getaran bumi jika massa meteor cukup besar. Getaran ini

disebut gempa jatuhan, namun gempa ini jarang sekali terjadi. Kejadian ini

sangat jarang terjadi dan pengaruhnya juga tidak terlalu besar. Letusan

gunung berapi. Gempa bumi ini terjadi akibat adanya aktivitas magma,

yang biasa terjadi sebelum gunung api meletus. Gempa bumi jenis ini

disebut gempa vulkanik dan jarang terjadi bila dibdaningkan dengan

gempa tektonik. Ketika gunung berapi meletus maka getaran dan

Page 8: BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Definisi Tanah

12

Institut Teknologi Nasional

goncangan letusannya bisa terasa sampai dengan sejauh 20 mil. Sejarah

mencatat, di Indonesia pernah terjadi letusan gunung berapi yang sangat

dahsyat pada tahun 1883 yaitu meletusnya Gunung Krakatau yang berada

di Jawa barat. Letusan ini menyebabkan goncangan dan bunyi yang

terdengar sampai sejauh 5000 Km. Letusan tersebut juga menyebabkan

adanya gelombang pasang “Tsunami” setinggi 36 meter dilautan dan

letusan ini memakan korban jiwa sekitar 36.000 orang. Gempa ini

merupakan gempa mikro sampai menengah, gempa ini umumnya

berkekuatan kurang dari 4 skala Richter.

3. Kegiatan tektonik. Semua gempa bumi yang memiliki efek yang cukup

besar berasal dari kegiatan tektonik. Gaya-gaya tektonik biasa disebabkan

oleh proses pembentukan gunung, pembentukan patahan, gerakan-gerakan

patahan lempeng bumi, dan tarikan atau tekanan bagian-bagian benua

yang besar. Gempa ini merupakan gempa yang umumnya berkekuatan

lebih dari 5 skala Richter. Dari berbagai teori yang telah dikemukan, maka

teori lempeng tektonik inilah yang dianggap paling tepat. Teori ini

menyatakan bahwa bumi diselimuti oleh beberapa lempeng kaku keras

(lapisan litosfer) yang berada di atas lapisan yang lebih lunak dari litosfer

dan lempemg-lempeng tersebut terus bergerak dengan kecepatan 8 km per

tahun sampai 12 km per tahun. Pergerakan lempengan-lempengan tektonik

ini menyebabkan terjadinya penimbunan energi secara perlahan-lahan.

Gempa tektonik kemudian terjadi karena adanya pelepasan energi yang

telah lama tertimbun tersebut. Daerah yang paling rawan gempa umumnya

berada pada pertemuan lempeng-lempeng tersebut. Pertemuan dua buah

lempeng tektonik akan menyebabkan pergeseran relatif pada batas

lempeng tersebut, yaitu:

a. Subduction, yaitu peristiwa dimana salah satu lempeng mengalah dan

dipaksa turun ke bawah. Peristiwa inilah yang paling banyak

menyebabkan gempa bumi.

b. Extrusion, yaitu penarikan satu lempeng terhadap lempeng yang lain.

Page 9: BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Definisi Tanah

13

Institut Teknologi Nasional

c. Transcursion, yaitu terjadi gerakan vertikal satu lempeng terhadap yang

lainnya.

d. Accretion, yaitu tabrakan lambat yang terjadi antara lempeng lautan dan

lempeng benua.

2.6 Intensitas Gempa

Menurut Day (2001) intensitas gempa merupakan pengukuran berdasarkan

pengamatan struktur yang rusak dan adanya efek sekunder, seperti tanah longsor

akibat gempa, likuefaksi, dan tanah retak. Intensitas gempa juga didasarkan pada

sejauh mana gempa dirasakan oleh individu. Skala yang paling umum digunakan

untuk menentukan gempa adalah skala Modified Mercalli Intensity (MMI).

Efek sekunder yang didefinisikan sebagai proses-proses non tektonik di

permukaan yang berhubungan dengan gempa. Contoh dari efek sekunder

diantaranya adalah likuefaksi, kegagalan lereng, dan longsor akibat gempa,

tsunami, dan seiche (gelombang tegak).

2.7 Parameter Gempa

Menurut Kramer (1996) parameter gempa yang menyababkan gerakan tanah

sangat penting untuk menggambarkan karakteristik gempa yang terjadi. Ada

beberapa parameter yang mempengaruhi kekuatan gempa, diantaranya:

1. Amplitudi

Kekuatan gempa dapat digambarkan dalam bentuk gelombang. Parameter

gelombang yang tercatat dapat berupa hubungan antara waktu dengan

percepatan, kecepatan, atau perpindahan.

2. Waktu Kejadian Gempa Bumi (Origin Time)

Waktu kejadian gempa bumi atau origin time adalah waktu pada saat

terlepasnya akumulasi tegangan berupa gelombang gempa yang

dinyatakan dalam hari, tanggal, bulan, tahun, jam, menit, dan detik dalam

satuan UTC (Universal Time Coordinated).

Page 10: BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Definisi Tanah

14

Institut Teknologi Nasional

3. Durasi

Durasi guncangan berkaitan dengan waktu yang diperlukan untuk

melepaskan energi yang terakumulasi oleh guncangan di sepanjang

patahan. Lamanya durasi guncangan yang besar dapat memberikan

pengaruh besar terhadap kerusakan akibat gempa bumi. Guncangan yang

berdurasi pendek memiliki kemungkinan tidak cukup merusak struktur

meskipun mempunyai amplitudo yang tinggi.

4. Hiposenter

Hiposenter merupakan titik pusat terjadinya gempa bumi. Menurut Howell

(1969) terdapat beberapa jenis gempa bumi berdasarkan kedalaman

hiposentrumnya, diantaranya:

a. Gempa bumi dangkal dengan pusat kedalaman < 70 km

b. Gempa bumi sedang dengan pusat kedalaman 70 – 300 km

c. Gempa bumi dalam dengan pusat kedalaman 300 – 700 km

5. Episenter

Episenter merupakan lokasi di permukaan tanah yang tegak lurus dengan

hiposenter atau titik awal terjadinya gempa.

6. Kekuatan gempa bumi atau magnitudo

Besarnya energi yang dilepaskan saat gempa terjadi disebut dengan

kekuatan gempa atau magnitudo gempa. Untuk dapat menggambarkan

besarnya gempa bumi digunakan alat yang disebut seismograf. Saat gempa

bumi terjadi, seismograf memantau kekuatan gempa bumi kemudian

dicatat dalam seismogram.

Skala gempa, yaitu suatu ukuran kekuatan gempa yang dapat diukur dengan

secara kuantitatif dan kualitatif. Pengukuran kekuatan gempa secara kuantitatif

dilakukan pengukuran dengan skala Richter yang umumnya dikenal sebagai

pengukuran magnitudo gempa bumi. Magnitudo gempa bumi adalah ukuran mutlak

yang dikeluarkan oleh pusat gempa. Pendapat ini pertama kali dikemukakan oleh

Richter dengan besar antara 0 sampai 9. Selama ini gempa terbesar tercatat sebesar

8,9 skala Richter terjadi di Columbia tahun 1906. Pengukuran kekuatan gempa

secara kualitatif yaitu dengan melihat besarnya kerusakan yang diakibatkan oleh

Page 11: BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Definisi Tanah

15

Institut Teknologi Nasional

gempa. Kerusakan tersebut dapat dikatakan sebagai intensitas gempa bumi. Di

Indonesia digunakan skala intensitas MMI (Modified Mercalli Intensity) versi tahun

1931.

Skala Mercalli adalah satuan untuk mengukur kekuatan gempa bumi. Satuan

ini diciptakan oleh seoran vulkanologis dari Italia yang bernama Giuseppe Mercalli

pada tahun 1902. Skala Mercalli terbagi menjadi 12 pecahan berdasarkan informasi

dari orang-orang yang selamat dari gempa tersebut dan juga dengan melihat serta

membdaningkan tingkat kerusakan akibat gempa bumi tersebut. Oleh karena itu

skala Mercalli adalah metode yang sangat subjektif dan kurang tepat disbdaning

dengan perhitungan magnitude gempa yang lain.

Oleh karena itu, saat ini penggunaan Skala Richter lebih luas digunakan untuk

mengukur kekuatan gempa bumi. Skala Mercalli yang dimodifikasi pada tahun

1930 oleh ahli seismologi Harry Wood dan Frank Neumann masih sering digunakan

terutama apabila tidak terdapat seismometer yang dapat mengukur kekuatan gempa

bumi di tempat kejadian.

Skala intensitas gempa disajikan pada Tabel 2.3 Skala Intensitas Gempa

MMI (Modified Mercalli Intensity) dan Tabel 2.4 Skala Intensitas Gempa Bumi

BMKG.

Tabel 2.3 Skala Intensitas Gempa MMI (Modified Mercalli Intensity)

Skala MMI Deskripsi

I Getaran tidak dirasakan kecuali dalam keadaan luarbiasa oleh

beberapa orang

II Getaran dirasakan oleh beberapa orang, benda-benda ringan yang

digantung bergoyang.

III Getaran dirasakan nyata dalam rumah. Terasa getaran seakan-

akan ada truk berlalu.

IV

Pada siang hari dirasakan oleh orang banyak dalam rumah, di luar

oleh beberapa orang, gerabah pecah, jendela/pintu berderik dan

dinding berbunyi.

Page 12: BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Definisi Tanah

16

Institut Teknologi Nasional

Skala MMI Deskripsi

V

Getaran dirasakan oleh hampir semua penduduk, orang banyak

terbangun, gerabah pecah, barang-barang terpelanting, tiang-tiang

dan barang besar tampak bergoyang, bdanul lonceng dapat

berhenti.

VI

Getaran dirasakan oleh semua penduduk. Kebanyakan semua

terkejut dan lari keluar, plester dinding jatuh dan cerobong asap

pada pabrik rusak, kerusakan ringan.

VII

Tiap-tiap orang keluar rumah. Kerusakan ringan pada rumah-

rumah dengan bangunan dan konstruksi yang baik. Sedangkan

pada bangunan yang konstruksinya kurang baik terjadi retak-retak

VIII

Kerusakan ringan pada bangunan dengan konstruksi yang kuat.

Retak-retak pada bangunan degan konstruksi kurang baik, dinding

dapat lepas dari rangka rumah, cerobong asap pabrik dan

monumen-monumen roboh, air menjadi keruh.

IX

Kerusakan pada bangunan yang kuat, rangka-rangka rumah

menjadi tidak lurus, banyak retak. Rumah tampak agak berpindah

dari pondamennya. Pipa-pipa dalam rumah putus.

X

Bangunan dari kayu yang kuat rusak,rangka rumah lepas dari

pondamennya, tanah terbelah rel melengkung, tanah longsor di

tiap-tiap sungai dan di tanah-tanah yang curam.

XI

Bangunan-bangunan hanya sedikit yang tetap berdiri. Jembatan

rusak, terjadi lembah. Pipa dalam tanah tidak dapat dipakai sama

sekali, tanah terbelah, rel melengkung sekali.

XII Hancur sama sekali, Gelombang tampak pada permukaan tanah.

Pemdanangan menjadi gelap. Benda-benda terlempar ke udara.

(Sumber: Badan Meteorologi, Klimatologi dan Geofisika)

Page 13: BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Definisi Tanah

17

Institut Teknologi Nasional

Tabel 2.4 Skala Intensitas Gempa Bumi BMKG

Skala

SIG

BMKG

Warna Deskripsi

Sederhana Deskrispsi Rinci

Skala

MMI

PGA

(gal)

I Putih

Tidak

Dirasakan

(Not Felt)

Tidak dirasakan atau

dirasakan hanya oleh

beberapa orang tetapi

terekam oleh alat.

I

s/d

II

< 2.9

II Hijau Dirasakan

(Felt)

Dirasakan oleh orang banyak

tetapi tidak menimbulkan

kerusakan. Benda-benda

ringan yang digantung

bergoyang dan jendela kaca

bergetar.

III

s/d

V

2.9

s/d

88

III Kuning

Kerusakan

Ringan

(Slight

Damage)

Bagian non struktur

bangunan mengalami

kerusakan ringan, seperti

retak rambut pada dinding,

genteng bergeser ke bawah

dan sebagian berjatuhan.

VI

89

s/d

167

IV Jingga

Kerusakan

Sedang

(Moderate

Damage)

Banyak Retakan terjadi pada

dinding bangunan sederhana,

sebagian roboh, kaca pecah.

Sebagian plester dinding

lepas. Hampir sebagian besar

genteng bergeser ke bawah

atau jatuh. Struktur

bangunan mengalami

kerusakan ringan sampai

sedang.

VII

s/d

VIII

168

s/d

564

V Merah

Kerusakan

Berat

(Heavy

Damage)

Sebagian besar dinding

bangunan permanen roboh.

Struktur bangunan

mengalami kerusakan berat.

Rel kereta api melengkung.

IX

s/d

XII

>

564

(Sumber: Badan Meteorologi, Klimatologi dan Geofisika)

Page 14: BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Definisi Tanah

18

Institut Teknologi Nasional

2.8 Definisi Likuefaksi

Umumnya, jenis tanah yang berada di bawah permukaan yang rentan

terhadap likuefaksi adalah pasir lepas yang baru ditimbun dan diletakkan di suatu

lokasi yang muka air tanahnya tidak jauh dari permukaan.

Pencairan tanah atau likuefaksi tanah (soil liquefaction) adalah fenomena

yang terjadi ketika tanah yang jenuh atau agak jenuh kehilangan kekuatan dan

kekakuan akibat adanya tegangan, misalnya getaran gempa bumi atau perubahan

ketegangan lain secara mendadak, sehingga tanah yang padat berubah wujud

menjadi cairan atau air berat.

Saat terjadi gempa, penyebaran dari gelombang geser menyebabkan kontraksi

antar partikel pasir, sehingga terjadi peningkatan tekanan air pori. Getaran seismik

terjadi dengan singkat sehingga tanah non kohesif terkena beban undrained.

Peningkatan nilai tekanan air pori menyebabkan aliran air bergerak ke atas menuju

permukaan dalam bentuk semburan lumpur. Peningkatan nilai air pori yang

diakibatkan oleh getaran permukaan dan pergerakan aliran air ke atas ini

menyebabkan tanah pasir berada pada kondisi cair, yang disebut juga sebagai

likuefaksi. Menurut Ishira (1985) pada keadaan likuefaksi ini, nilai tekanan efektif

sama dengan nol dan tiap-tiap partikel tanah menjadi lepas, seakan partikel-partikel

ini mengapung di atas air. Karena likuefaksi ini umumnya terjadi pada kondisi

muka air tanah yang dekat dengan permukaan, maka efeknya biasa diamati di

daerah dataran rendah atau daerah sungai, danau, teluk, dan lautan.

Pasir dengan kepadatan lepas sampai sedang dan pasir berlumpur yang jenuh

air cenderung bereaksi dengan beban siklik sehingga tanah kehilangan kuat geser

akibat menurunnya tegangan efektif tanah seiring dengan meningkatnya tegangan

air pori. Kondisi tanah pada saat terjadi likuefaksi dapat dinyatakan dalam

Persamaan 2.1.

σ′ = σ − u … … … … … … … … … … … . … … … … … … … … … … … … … … (2.1)

Keterangan:

σ′ = tegangan efektif bawah tanah (t/m2)

σ = tegangan total (t/m2)

u = tekanan air pori (t/m2)

Page 15: BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Definisi Tanah

19

Institut Teknologi Nasional

Menurut Das (1993) tegangan total dapat dihitung dengan Persamaan 2.1.

σ = (H. γd) + (H − HA). γsat … … … … … … … … … … … … … … … … … … (2.1)

Keterangan:

σ = tegangan total (t/m2)

H = tinggi muka air diukur dari permukaan tanah (m)

HA = jarak titik A dengan muka air (m)

γd = berat volume tanah kering (t/m3)

γsat = berat volume tanah jenuh air (t/m3)

Sedangkan nilai rasio tekanan air pori tanah dihitung dengan menggunakan

Persamaan 2.3.

u = HA. γw … … … … … … . … … … … … … … … … … … … … … … … … … … (2.3)

Keterangan:

u = tekanan air pori (t/m2)

HA = jarak titik A dengan muka air (m)

γw = berat volume air (t/m3)

Menurut Seed (1970) peningkatan tekanan air pori menyebabkan aliran air

naik ke permukaan tanah dalam bentuk semburan lumpur atau pasir. Untuk keadaan

likuefaksi ini, tegangan efektif tanah menjadi sama dengan nol dan partikel tanah

saling melepaskan seolah-olah mengambang di air. Struktur yang berada di atas

endapan tanah pasir yang terlikuefaksi saat gempa bumi akan tenggalam atau jatuh

dan saluran yang terkubur akan mengapung ke permukaan.

2.9 Metode Evaluasi Likuefaksi

Langkah pertama dalam mengevaluasi likuefaksi adalah menentukan apakah

tanah memiliki kemampuan untuk mencair (liquefable) saat diberikan getaran.

Sebagian besar tanah yang rentan terhadap likuefaksi adalah tanah nonkohesi.

Metoode analisis yang paling umum digunakan untuk menentukan potensi

likuefaksi adalah dengan menggunakan uji penetrasi stdanar (SPT) seperti yang

dikemukakan oleh Seed et al. (1985). Metode tersebut diusulkan oleh Seed dan

Idriss (1971) dan disebut dengan simplified procedure.

Page 16: BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Definisi Tanah

20

Institut Teknologi Nasional

Likuefaksi yang terjadi pada tanah pasir jenuh dapat disebabkan oleh seismic

stress ratio (SSR) atau biasa disebut Cyclic Stress Ratio (CSR) yang diakibatkan

oleh gempa bumi. Besarnya CSR dipengaruhi oleh percepatan gempa maksimum,

percepatan bumi, tegangan tanah total, tegangan tanah efektif, dan reduksi faktor

kedalaman. Nilai CSR dapat dihitung menggunakan persamaan 2.4.

Ketahanan tanah terhadap likuefaksi atau Cyclic Resistance Ratio (CRR)

dapat ditentukan berdasarkan data hasil uji Stdanard Penetration Test (SPT).

Menurut Idriss dan Boulanger (2008) emampuan tanah untuk menahan likuefaksi

atau Cyclic Resistance Ratio (CRR) dapat ditentukan berdasarkan data hasil uji.

Nilai CRR bergantung dari data hasil uji seperti hasil uji CPT atau SPT karena pada

umumnya berkorelasi dengan parameter in situ, seperti nilai penetrasi resisten CPT,

jumlah pukulan SPT, atau kecepatan gelombang geser, Vs.

Jika nilai tahanan tanah terhadap likuefaksi atau Cyclic Resistance Ratio

(CRR) lebih besar dari pembebanan yang terjadi atau Cyclic Stress Ratio (CSR)

maka tanah aman dari likuefaksi. Namun apabila nilai CRR lebih kecil dari CSR

maka tanah tidak aman dari likuefaksi.

CSR =τav

σ′v= 0,65

τmax

σ′v= 0,65 (

amax

g) (

σv

σ′v) rd … … … … … … … … … . (2.4)

Keterangan:

CSR = tegangan siklik yang menyebabkan likuefaksi atau cyclic stress ratio

σ′v = tegangan overburden vertikal efektif (t/m2)

σv = tegangan overburden vertikal total (t/m2)

amax = percepatan permukaan tanah maksimum arah horizontal (m/s2)

τmax = tegangan geser siklik

rd = koefisien reduksi kedalaman

g = percepatan gravitasi 9,81 (m/s2)

Liao dan Whitman (1986) mengembangkan persamaan untuk mengestimasi

koefisien reduksi tegangan. Besarnya koefisien reduksi tegangan dapat dihitung

berdasarkaan persamaan 2.5a sampai 2.5d atau menggunakan grafik hubungan

antara koefisien reduksi tegangan dengan kedalaman seperti pada Gambar 2.5.

Page 17: BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Definisi Tanah

21

Institut Teknologi Nasional

Metode analisis potensi likuefaksi berdasarkan data SPT dapat dikakukan

dengan beberapa metode, diantaranya:

rd = 1,0 − 0,00765z untuk z ≤ 9,15 m … … … … … … … … … … . … (2.5a)

rd = 1,174 − 0,0267z untuk 9,15 m < z ≤ z 23 m … … … … … . . … (2.5b)

rd = 0,774 − 0,08z untuk 23m < z ≤ 9,15 m … … … … … … … . . (2.5c)

rd = 0,5 untuk z ≥ 30 m … … … … … … … … … … . … . . (2.5d)

Gambar 2.5 Faktor Reduksi Tegangan dan Kedalaman

Langkah terakhir dalam menganalisis potensi likuefaksi adalah

memperhitungkan faktor keamanan. Untuk mengetahui faktor keamanan terhadap

likuefaksi dapat menggunakan persamaan 2.6.

Fs =CRR

CSR… … … … … … … … … … … … … … … … … … … … … … … … … … (2.6)

Martin dan Lew (1999) mengusulkan nilai faktor keamanan terhadap potensi

likuefaksi sebesar 1,3. Kondisi tanah dengan nilai faktor keamanan kurang dari 1,3

akan memiliki kemungkinan terjadi likuefaksi, apabila tanah memiliki faktor

keamanan sama dengan 1,3 maka kondisi tanah berada di kondisi kritis, dan tanah

dengan faktor keamanan lebih dari 1,3 akan aman dari likuefaksi.

Page 18: BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Definisi Tanah

22

Institut Teknologi Nasional

2.10 Analisis Potensi Likuefaksi Berdasarkan Data SPT

Nilai N-SPT yang diukur dapat dipengaruhi oleh jenis tanah, seperti tanah

jenuh yang didominasi oleh pasir. Lanau atau pasir kelempungan dapat memberikan

nilai N tinggi jika memiliki kecenderungan untuk melebar dan memberikan nilai N

rendah jika cenderung bereaksi selama kondisi undrained shear. Metode untuk

menentukan rasio stres siklik (CSR) sebagai suatu fungsi N dalam SPT diusulkan

oleh Seed et al (1982) atas dasar kinerja endapan pasir selama gempa bumi.

2.10.1 Metode Seed (1985)

Hubungan yang diperoleh adalah nilai koreksi SPT (N1)60 terhadap

CSR pada gempa dengan magnitudo M = 7,5. Nilai koreksi SPT terhadap

60% energi efektif dihitung menggunakan persamaan 2.7.

(N1)60 = Nm. CN. η = Nm.2,2

1,2 +σv′Pa

. 60% … … … … … … … … … . … … (2.7)

Keterangan:

N60 = uji penetrasi stdanar nilai N dikoreksi untuk prosedur pengujian

lapangan.

Nm = N-SPT yang diperoleh dari hasil uji di lapangan.

CN = koreksi faktor tegangan overburden.

Menurut penelitian yang telah dilakukan oleh Seed et al. (1985),

disimpulkan bahwa potensi kerusakan dapat diidentifikasi berdasarkan N-

SPT yang tercantum pada Tabel 2.5.

Tabel 2.5 Potensi Likuefaksi Berdasarkan Nilai N-SPT

(N1) 60 Potensi Kerusakan

0-20 Tinggi

20-30 Sedang

>30 Kerusakan tidak signifikan

Untuk mendapatkan nilai CRR diperlukan nilai koreksi SPT (N1)60

yang akan diplot ke dalam grafik hubungan antara CRR dengan (N1)60

seperti pada Gambar 2.6.

Page 19: BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Definisi Tanah

23

Institut Teknologi Nasional

Gambar 2.6 Grafik Hubungan Antara (N1)60 dengan Nilai CRR

(Sumber: Kramer 1996)

Bagan alir tahapan pengerjaan analisis potensi likuefaksi dengan

metode Seed (1985) ditunjukkan pada Gambar 2.7.

Gambar 2.7 Bagan Alir Pengerjaan Analisis Potensi Likuefaksi Menggunakan Metode

Seed (1985)

Page 20: BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Definisi Tanah

24

Institut Teknologi Nasional

2.10.2 Metode Youd dan Idriss (2001)

Selama 25 tahun terakhir metode yang dikenal dengan “simplified

procedure” telah digunakan sebagai stdanar untuk mengevaluasi ketahanan

tanah terhadap likuefaksi. Sejak saat itu, “simplefied procedure” yang

diusulkan oleh Seed dan Idriss (1971) mengalami modifikasi dan perbaikan

secara berkala. Pada tahun 1996, T. L. Youd dan I. M. Idriss mengadakan

workshop yang terdiri dari 20 ahli untuk memperbaharui simplified

procedure dan menambahkan penelitian yang ditemukan dari dekade

sebelumnya.

Ruang lingkup workshop dibatasi pada prosedur untuk mengevaluasi

ketahanan likuefaksi di bawah permukaan tanah yang ldanai. Youd dan Idriss

(2001) mengusulkan metode analisis likuefaksi dengan memperhitungkan

nilai cyclic stress ratio, faktor reduksi kedalaman, dan cyclic resistance ratio

menggunakan nilai SPT yang telah dikoreksi (N1)60 berdasarkan fines

content.

Dalam menentukan nilai CSR, Youd dan Idriss (2001) menghitung

berdasarkan rumus 2.3 sama seperti yang digunakan oleh Seed et al. (1985).

Perhitungan pada nilai SPT yang dikoreksi dipengaruhi oleh panjang rod,

energi hammer, detail sampel, ukuran lubang bor, dan tekanan overburden

effective. Untuk mendapatkan nilai SPT yang terkoreksi digunakan

persamaan 2.8.

(N1)60 = CN. CE. CR. CB. CS. Nm … … … … … … … … . … … … … . … . . … … (2.8)

Keterangan:

CN = faktor normalisasi Nm terhadap tegangan overburden

CE = faktor koreksi rasio energy hammer (ER)

CR = faktor koreksi panjang batang

CB = faktor koreksi diameter lubang bor

CS = faktor koreksi sampel

Nm = N-SPT yang diperoleh dari hasil uji di lapangan

Berdasarkan Seed dan Idriss (1982), diperlukannya faktor koreksi

untuk menghitung tegangan overburden yang diakibatkan karena adanya

Page 21: BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Definisi Tanah

25

Institut Teknologi Nasional

peningkatan nilai N-SPT yang dihitung berdasarkan persamaan 2.9 (1 Pa=1

atm = 101,35 kN/m).

(CN) =2,2

(1,2 +σ′voPa )

… … … … … … … … … . … … … … … … … . . … (2.9)

Robertson dan Wride (1998) menguraikan nilai faktor koreksi

terhadap SPT yang telah dimodifikasi dari Skempton (1986) pada Tabel 2.6.

Tabel 2.6 Faktor Koreksi N-SPT

Factor Equipment Variable Term Correction

Overvurden pαressure - CN

Overvurden pressure - CN

Energy ratio Donut hammer CE 0,5 - 1,0

Energy ratio Safety hammer CE 0,7 - 1,2

Energy ratio Automatic-trip Donut

type hammer CE 0,8 - 1,3

Borehole diameter 65 - 115 mm CB 1

Borehole diameter 150 mm CB 1,05

Borehole diameter 200 mm CB 1,15

Rod length < 3 mm CR 0,75

Rod length 3 - 4 mm CR 0,8

Rod length 4 - 6 mm CR 0,85

Rod length 6 - 10 mm CR 0,95

Rod length 10 - 30 mm CR 1,0

Sampling method Stdanard sampler Cs 1,0

Sampling method Sampler without liners Cs 1,1 - 1,3

(Sumber: Workshop on Evaluation of Liquefaction Resistance of Soils, 2001)

Youd dan Idriss (2001) meneruskan prosedur yang telah dikerjakan

oleh Seed et al. (1985) dengan memperkirakan koreksi terhadap fines content

(FC) untuk nilai koreksi (N1)60 agar ekuivalen dengan pasir bersih dengan

menggunakan persamaan 2.10.

(N1)60cs = α + βN1(N1)60 … … … … … … … … … … … … … … … (2.10)

Dengan α dan β merupakan koefisien yang dapat ditentukan dengan

persamaan di bawah.

α = 0, β = 1 FC ≥ 5% … … … … … … … … (2.11a)

Page 22: BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Definisi Tanah

26

Institut Teknologi Nasional

α = exp [1,76 − (190/F𝐶2)] 5% < FC < 35% … … … . . (2.11b)

β = [0,99 − (FC1,5/1000)]] 5% < FC < 35% … … … . . . (2.11c)

α = 5, β = 1,2 FC ≥ 35% … … … … … … . . (2.11d)

Korelasi nilai CRR dengan nilai SPT yang telah dikoreksi dan gempa

bumi dengan magnitudo M = 7,5 dapat dihitung menggunakan rumus 2.12.

CRR7,5 =1

34 − (N1)60cs+

(N1)60cs

135+

50

[10 × (N1)60cs + 45]2−

1

200… … . (2.12)

Persamaan yang diusulkan oleh Youd dan Idriss (2001) berlaku untuk

gempa bumi dengan dengan kekuatan 7,5 SR. Semakin tinggi magnitudo

gempa, semakin lama durasi guncangan tanah. Dengan demikian semakin

besarnya magnitudo maka jumlah siklik yang dihasilkan akan lebih besar.

Untuk menyesuaikan dengan magnitudo yang lebih besar atau lebih kecil,

Seed dan Idriss (1982) memperkenalkan faktor penskalan besaran atau yang

disebut magnitude scale factor (MSF) seperti pada persamaan 2.13.

MSF =102,24

Mw2,56… … … … … … … … … … … … … … … … … … … … … … . … (2.13)

Keterangan:

MSF = Magnitude Scale Factor

Mw = Kekuatan gempa bumi ≠ 7,5 SR

Page 23: BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Definisi Tanah

27

Institut Teknologi Nasional

Bagan alir tahapan pengerjaan analisis potensi likuefaksi dengan

Youd dan Idriss (2001) ditunjukkan pada Gambar 2.8.

Gambar 2.8 Bagan Alir Pengerjaan Analisis Potensi Likuefaksi Menggunakan Metode

Youd dan Idriss (2001)

2.10.3 Metode Idriss dan Boulanger (2008)

Idriss dan Boulanger (2008) mengusulkan metode analisis semi

empiris likuefaksi akibat gempa. Metode ini menggunakan FC dan SPT

terkoreksi. Bagan alir metode ini dapat dilihat pada Gambar 2.10.

Faktor Reduksi Tegangan (𝑟𝑑)

rd = exp (α(z) + β(z). M) … … … … … … … … … … … … … … . . . (2.14)

𝛼(z) = −1.012 − 1.126. sin (z

11.73+ 5.133) … … … … … . . . . (2.15)

β(z) = 0.106 − 0.118 . sin (z

11.28+ 5.142) . Mw … … … … . . (2.16)

Kσ = 1 − Cσ ln (σ′

VC

Pa) ≤ 1.1 … … … … … … … … … … … … … . . (2.17)

Cσ =1

18.9 − 2.55√(N1)60

≤ 0.3 … … … … … … . … … … … … … (2.18)

N60 = N (ER

60) … … … … … … … … … … . … … … … … … … … … … (2.19)

Page 24: BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Definisi Tanah

28

Institut Teknologi Nasional

CN = (Pa

σ′v)

0.784−0.0768∗√(N1)60

≤ 1.7 … … … … … … … … … … . . (2.20)

(N1)60 = CN. N60 … … … … … … … … … … … … … … … … … . . … . (2.21)

∆(N1)60 = exp (1.63 +9.7

FC + 0.01− (

15.7

fc + 0.01)2) … … … … (2.22)

(N1)60cs = (N1)60 + ∆(N1)60 … … … … … … … … … … … … . … . (2.23)

MSF = 6.9 . exp (−Mw

4) − 0.058 … … … … … … … … … . (2.24)

CSR = 0.65. rd.𝑎max∗ σ′v

g. σ′v.

1

MSF.

1

Kσ… … … … … … … … … … . . (2.25)

CRR

= exp (((N1)60cs)

14.1+ (

(N1)60cs

126)

2

− ((N1)60cs

23.6)

3

+ ((N1)60cs

25.4)

4

) −2.8 … (2.26)

Bagan alir tahapan pengerjaan analisis potensi likuefaksi dengan

Metode Idriss dan Boulanger (2008) ditunjukkan pada Gambar 2.10

Gambar 2.9 Bagan Alir Pengerjaan Analisis Potensi Likuefaksi Menggunakan Metode

Idriss dan Boulanger (2008)

2.10.4 Tokimatsu Yoshimi

Tokimatsu dan Yoshimi (1983) mengususulkan metode analisis

potensi likuifaksi yang mirip dengan Metode Seed. Metode ini

Page 25: BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Definisi Tanah

29

Institut Teknologi Nasional

mempertimbangkan level kerentananan likuifaksi yang dinyatakan

sebagai koefisien Cs. Menurut Chang dkk. (2011), nilai Cs yang

digunakan umumnya berada dalam rentang 80-90. Nilai Cs=75

digunakan untuk kejadian likuifaksi berat. Bagan alir metode ini dapat

dilihat pada Gambar 2.11.

Gambar 2.10 Bagan Alir Pengerjaan Analisis Potensi Likuefaksi Menggunakan Metode

Tokimatsu-Yoshimi (1983)

2.10.5 JRA (Japan Rail Association)

Pada metode JRA (1996) nilai CRR dianalisis dengan menggunakan

faktor cw yang diperoleh berdasarkan mekanisme gempa yang terjadi, yakini

gempa (EQ) tipe I atau tipe II. Tipe I khusus gempa akibat aktifitas subduksi,

sedangkan Tipe II untuk intraplat benua. Tahapan analisis menggunakan

metode ini dapat dilihat pada Gambar 2.12.

Kondisi tanah yang dianalisis menggunakan metode JRA ini memiliki

kriteria tanah sebagai berikut:

1. Kedalaman muka air tanah ≤ 10 m, dengan lokasi pasir jenuh ≤

10 m di bawah permukaan tanah

2. Fines Content (FC) ≤ 35% dan PI ≤ 15%

3. Ukuran butir efektif D50 ≤ 10 mm dan D10 < 1 mm.

Page 26: BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Definisi Tanah

30

Institut Teknologi Nasional

Bagan alir tahapan pengerjaan analisis potensi likuefaksi dengan

Metode JRA (1996) ditunjukkan pada Gambar 2.12.

Gambar 2.11 Bagan Alir Pengerjaan Analisis Potensi Likuefaksi Menggunakan Metode

JRA (1996)

2.12 Kondisi Geologi Regional Probolinggo

Letak Kota Probolinggo berada pada 7° 43′ 41" sampai dengan 7° 49′ 04"

Lintang Selatan dan 113° 10′ sampai dengan 113° 15′ Bujur Timur dengan luas

wilayah 56,667 km². Disamping itu Kota Probolinggo merupakan daerah transit

yang menghubungkan kota-kota (sebelah timur Kota): Banyuwangi, Jember,

Bondowoso, Situbondo, Lumajang, dengan kota-kota (sebelah barat Kota):

Pasuruan, Malang, Surabaya.

Luas wilayah Kota Probolinggo tercatat sebesar 56.667 Km. Secara

administrasi pemerintahan Kota Probolinggo terbagi dalam 5 (lima) Kecamatan dan

29 Kelurahan yang terdiri dari Kecamatan Mayangan terdapat 5 Kelurahan,

Kecamatan Kademangan terdapat 6 Kelurahan, Kecamatan Wonoasih terdapat 6

Page 27: BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Definisi Tanah

31

Institut Teknologi Nasional

Kelurahan, Kecamatan Kedopok terdapat 6 Kelurahan, dan Kecamatan Kanigaran

terdapat 6 Kelurahan.

Wilayah Kota Probolinggo terletak pada ketinggian 0 sampai kurang dari 50

meter dia atas permukaan air laut. Apabila ketinggian tersebut dikelompokkan atas;

ketinggian 0 -10 meter, ketinggian 10 -25 meter, ketinggian 25 -50 meter. Semakin

ke wilayah selatan, ketinggian dari permukaan laut semakin besar. Namun seluruh

wilayah Kota Probolinggo relatif berlereng (0 – 2%). Hal ini mengakibatkan

masalah erosi tanah dan genangan cenderung terjadi di daerah ini.

Jenis tanah penting diketahui terutama dalam usaha pengembangan pertanian.

Jenis tanah di wilayah Kota Probolinggo terdiri dari Alluvial, Mediteran, dan

Regosol. Jenis tanah alluvial regosol terdapat pada daerah paling utara yaitu daerah

pantai. Alluvial kelabu tua pada bagian tengah ke utara. Jenis tanah yang terluas di

wilayah Kota Probolinggo adalah alluvial coklat keabuan, yaitu dari bagian tengah

hingga selatan kota. Jenis tanah regosol coklat terdapat sebagian kecil di bagian

timur kota, sedangkan kompleks grumosol hitam dan litosol pada bagian barat daya

kota. Jenis tanah aluvial (63.98%) merupakan tanah yang sangat baik untuk usaha

pertanian, karena tersedia cukup mineral yang diperlukan untuk tumbuh-tumbuhan.

Demikian pula jika digunakan untuk bangunan, jenis tanah ini mempunyai daya

tahan yang kuat karena merupakan endapan tanah liat yang bercampur pasir halus.

Jenis tanah grumosol (4.82%) sifat tanahnya mudah longsor dan memiliki drainase

buruk. Dengan demikian, tentunya jenis tanah ini kurang baik guna didirikan

bangunan karena selalu terancam bahaya. Jenis tanah Mediteran (31.20%)

merupakan jenis tanah yang memiliki karakteristik tahan menahan.

Kemampuan tanah suatu wilayah perlu ditinjau mengenai kedalaman efektif

tanah, tesktur tanah, drainase, dan faktor pembatasnya, diantaranya:

1. Kedalaman efektif merupakan kedalaman tanah di mana perakaran

tanaman masih bisa tumbuh denga baik. Kedalaman tanah di wilayah Kota

Probolinggo adalah lebih dari 90 cm.

2. Tesktur tanah adalah perbdaningan partikel liat, debu dan pasir yang

terdapat pada suatu gumpalan tanah. Data mengenai tekstur tanah yang

diperoleh adalah tekstur tanah pada kedalaman 20 cm. Tekstur tanah

Page 28: BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Definisi Tanah

32

Institut Teknologi Nasional

secara umum diklasifikasikan dalam 3 kelas, yaitu halus, sedang dan kasar.

Tekstur tanah di Kota Probolinggo terdiri dari tekstur halus dan sedang.

Tanah bertekstur halus terdapat di wilayah bagian Utara, sedangkan tanah

bertekstur sedang terdapat di bagian wilayah lainnya. Luas tanah

bertekstur halus ialah 3.816 Ha (67,35% dari luas wilayah), sedang tanah

bertekstur sedang ialah 1.849,93 Ha (32,65% luas wilayah). Tanah

pertanian, tanah bertekstur sedang merupakan tanah yang paling mudah

pengolahannya.

4. Drainase yang dimaksud adalah kemampuan permukaan tanah untuk

merembeskan air secara alami. Keadaan drainase tanah dikelompokkan

atas 3 kelas, yaitu drainase baik/tidak pernah tergenang, tergenang

periodik, dan drainase tergenang terus-menerus. Sebagian besar wilayah

Kota Probolinggo berdrainse cukup baik/tidak pernah tergenang. Drainase

tergenang periodik terdapat di dekat pantai dan beberapa kawasan di

daerah tengah. Areal persawahan dan tambak dimasukkan pada tanah

berdrainase baik. Berdasarkan tabel 2.4, hanya 52,5 Ha (0.93%) tanah

berdrainase tergenang periodik dan terus-menerus. Tanah tergenang

periodik tersebut diakibatkan oleh keadaan pasang surut air laut. Keadaan

tanah yang sebagian besar berdrainase baik, tentunya menguntungkan

dalam pengembangan fisik kota.

Page 29: BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Definisi Tanah

33

Institut Teknologi Nasional

Gambar 2.12 Peta Geologi Lembar Probolinggo, Jawa Timur

(Sumber: Pusat Penelitian dan Pengembangan Geologi)

Page 30: BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Definisi Tanah

34

Institut Teknologi Nasional

Peta kerentanan likuefaksi di Probolinggo ditunjukan pada Gambar 2.13.

Gambar 2.13 Peta Kerentatan Likuefaksi Probolinggi

(Sumber: Badan Geologi Pusat Air Tanah dan Tata Lingkungan)

Page 31: BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Definisi Tanah

35

Institut Teknologi Nasional

Berdasarkan peta kerentanan likuefaksi, Probolinggo memiliki nilai

kerentanan likuefaksi sedang. Hal ini mengakibatkan beberapa peristiwa yang

terjadi pada lokasi, diantaranya; likuefaksi menyebabkan pergeseran lateral yang

pada umumnya kurang dari 0,3 m dan dengan kemirinan landau kurang dari 8%,

menyebabkan penurunan tanah yang pada umunya kurang dari 0,1 m dan terjadi

semburan pasir secara tidak merata dalam satu kawasan.

Gambar 2.14 Peta Sesar Aktif di Pulau Jawa

(Sumber: Tim Revisi Peta Gempa Bumi Nasional, PusGeN, 2017)

Berdaskan Wikipedia, mekanisme sesar terjadi karena gesekan dan

kekakuan batuan, batuan tidak bisa meluncur atau mengalir melewati satu sama lain

dengan mudah dan kadang-kadang semua gerakan berhenti. Ketika ini terjadi, stres

menumpuk di bebatuan dan saat mencapai tingkat yang melebihi ambang

ketegangan, energi potensial akumulasi didisipasikan oleh pelepasan ketegangan,

yang difokuskan ke sebuah bidang sepanjang di mana gerakan relatif tersebut

ditampung Sesar. Tegangan terjadi secara akumulatif atau instan, tergantung

pada reologi dari batuan; kerak bawah dan mantel yang ductile mengakumulasi

deformasi secara bertahap melalui gaya geser, sedangkan kerak atas yang brittle

bereaksi dengan fraktur lepasan tegangan seketika, menyebabkan gerakan

sepanjang sesar. Sebuah sesar dalam batuan ductile juga dapat lepas seketika ketika

Page 32: BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Definisi Tanah

36

Institut Teknologi Nasional

laju regangan terlalu besar. Energi yang dilepaskan oleh lepasan tegangan-seketika

menyebabkan gempa bumi, fenomena umum di sepanjang batas transformasi.

2.13 Studi Litelatur

Mase (2018) melakukan penelitian kehandalan metode analisis likuefaksi

dengan menggunakan SPT. Penelitian ini menggunakan lima metode untuk

kemudian dibandingkan dengan hasil akhir adalah kehandalan paling tinggi dari

semua metode analisis yang dihitung. Hasil penelitian tersebut menunjukan bahwa

metode Idriss dan Boulanger adalah metode yang paling mendekati dengan

kejadian likuefaksi di lapangan.

Nurbani (2019) melakukan penelitian analisis potensi likuefaksi pada tanah

pasir dengan metode Youd-Idris (2001) dan metode Seed-Alba (1985). Data ukur

tanah yang digunakan adalah data hasil pengujuan CPT dan SPT. Hasil dari

penelitian tersebut menunjukan nilai CSR tidak mempunyai perbedaan yang jauh

dari dua metode yang digunakan, sedangkan nilai CRR memiliku perbedaan dengan

nilai dari SPT, nilai CRR dari data CPT lebih kecil daripada SPT.