bab 2 landasan teori 2.1 pengertian...
TRANSCRIPT
BAB 2
LANDASAN TEORI
2.1 Pengertian Internet
Menurut Laudon (2003, p119), internet adalah jaringan yang terdiri dari
ribuan jaringan dan jutaan komputer (disebut Hosts) yang menghubungkan
bisnis, institusi pendidikan, organisasi pemerintahan dan individual. Kata internet
sendiri sebenarnya berasal dari kata internetwork atau koneksi antara dua atau
lebih jaringan komputer.
Menurut Williams (2005, p6) internet adalah jaringan komputer dunia
yang menghubungkan ribuan dari jaringan-jaringan yang lebih kecil.
2.1.1 Pengertian Internet yang Mendukung Bisnis
Menurut O’Brien (2003, p263) penggunaan bisnis dari internet telah
meluas dari pertukaran informasi secara elektronik ke aplikasi strategi bisnis.
Aplikasi seperti kerja sama antara mitra bisnis, penyediaan dukungan pelanggan
dan supplier, serta e-commerce telah menjadi penggunaan bisnis utama dari
internet. Perusahaan menggunakan teknologi internet untuk pemasaran,
penjualan, dan aplikasi manajemen hubungan pelanggan, serta aplikasi bisnis
lintas fungsi, dan aplikasi dalam bidang teknik, manufaktur, sumber daya, dan
akuntansi.
2.1.2 Pengertian Electronic Business
Menurut O’Brien (2003, p32), e-Business merupakan penggunaan
teknologi internet antar jaringan, serta memperluas proses bisnis, e-commerce,
8
komunikasi antar perusahaan dan kolaborasi dengan suatu perusahaan dengan
pelanggannya dan suppliernya.
2.1.3 Peramalan (Forecasting)
Menurut Smith (2002, p22), peramalan dibutuhkan untuk
memprediksikan kebutuhan akan datang dan menyediakan sumber daya yang
cukup untuk memuaskan kebutuhan ketika datang.
Menurut Said (2006, p81), salah satu acuan yang dipergunakan dalam
peramalan ini adalah data sebelumnya (historical data), data aktivitas pemasaran
dan pesaing.
2.2 Supply Chain Management (SCM)
Pada subbab ini akan dibahas teori-teori yang berkaitan dengan supply
chain management.
2.2.1 Pengertian Supply Chain
Dikutip dari Ross (2003, p14), Menurut Handfield dan Nichols, supply
chain merupakan semua aktivitas yang diasosiasikan dengan aliran dan
transformasi barang dari bahan baku hingga ke pemakai akhir beserta dengan
aliran informasinya.
Menurut Kalakota (2001, p274), supply chain mengacu pada jaringan
komplek yang digunakan untuk memelihara hubungan antara organisasi dengan
para partnernya untuk sourcing, manufaktur, dan pengiriman produk.
Menurut Turban (2003, p320), supply chain mengacu pada aliran
material, informasi, pembayaran, dan layanan dari pemasok, melalui pabrik dan
gudang, hingga ke pelanggan akhir.
9
Menurut Pujawan (2005, p5), supply chain adalah jaringan perusahaan-
perusahaan yang secara bersama-sama bekerja untuk menciptakan dan
menghantarkan suatu produk ke tangan pemakai akhir.
2.2.2 Komponen Dari Supply Chain
Menurut Turban (2003, p320), supply chain terdiri dari tiga segmen
utama, antara lain :
a. Upstream supply chain segment
Merupakan supply chain dari sisi supplier dan organisasinya, aktivitas
utamanya adalah purchasing dan pengiriman.
b. Internal supply chain segment
Segmen ini meliputi keseluruhan proses yang dilakukan organisasi dalam
transformasi dari bahan baku yang dikirim supplier ke barang jadi, dari
ketika bahan baku masuk ke organisasi sampai bahan baku tersebut selesai
diproduksi dan didistribusikan ke luar organisasi. Aktivitas utama mencakup
penanganan material, manajemen persediaan, manufacturing dan quality
control.
c. Downstream supply chain segment
Segmen ini meliputi seluruh proses yang melibatkan distribusi dan
pengiriman produk ke pelanggan akhir. Aktivitas ini mencakup packaging,
warehousing, dan shipping.
10
2.2.3 Pengertian Manajemen
Menurut Robbins (2005, p7), manajemen adalah proses koordinasi
aktivitas-aktivitas kerja sehingga aktivitas-aktivitas tersebut dapat diselesaikan
secara efektif dan efisien dengan dan melalui orang lain
2.2.4 Pengertian Supply Chain Management
Dikutip dari Ross (2003, p14), Menurut Handfield dan Nichols, supply
chain management merupakan integrasi dari seluruh aktivitas dalam supply chain
melalui hubungan supply chain yang erat untuk mencapai keuntungan
kompetitif.
Menurut Kalakota (2001, p275), supply chain management adalah
koordinasi dari aliran material, informasi dan keuangan di antara semua
perusahaan yang berpartisipasi dalam transaksi bisnis.
Menurut Pujawan (2005, p22), supply chain management adalah metode
atau pendekatan terintegrasi untuk mengelola aliran produk, informasi dan uang
secara terintegrasi yang melibatkan pihak-pihak mulai dari hulu ke hilir yang
terdiri dari supplier, pabrik, jaringan distribusi maupun jasa-jasa logistik.
2.2.5 Tujuan Strategis dari SCM
Menurut Kalakota (2001, p279), SCM memiliki beberapa tujuan strategis,
antara lain :
a. Koordinasi interenteprise dari manufaktur dan proses bisnis.
b. Distribusi efektif dan channel partnership.
c. Customer responsiveness dan accountability.
11
2.2.6 Proses Supply Chain Management
Menurut Kalakota (2001, p274), supply chain sebuah perusahaan
mencakup fasilitas dimana bahan mentah, produk setengah jadi dan barang jadi
diperoleh, dipindahkan, disimpan dan dijual.
Gambar 2.1 Proses Supply Chain
Sumber : Kalakota ,2001, p274
2.2.7 Supply Chain Planning dan Supply Chain Execution
Menurut Kalakota (2001, p283), SCM merupakan kerangka kerja bisnis
yang terdiri dari banyak aplikasi yang dapat dibagi ke dalam dua kelompok
aplikasi, antara lain:
1. Aplikasi supply chain planning (SCP) mengintegrasikan fungsi perencanaan
seperti peramalan permintaan, simulasi persediaan, distribusi, transportasi,
12
dan perencanaan serta penjadwalan produksi. Modul SCP dapat digunakan
untuk membantu proses pengambilan keputusan.
Gambar 2.2 Elemen dari Supply Chain Planning
Sumber : Kalakota ,2001, p284
a. Order Commitment
Order Commitment memungkinkan vendor secara tepat menentukan
tanggal pengiriman ke pelanggan dengan menyediakan visibilitas yang
real-time dan rinci pada keseluruhan siklus fulfillment, dimulai dari
ketersediaan bahan baku dan inventory, status produksi dan pengaturan
prioritas. Order commitment dihubungkan dengan modul perencanaan
yang interaktif untuk menyediakan ketepatan order-promise yang lebih
tinggi.
13
b. Advanced Scheduling and Manufacturing Planning
Menyediakan koordinasi yang rinci dari usaha manufaktur dan
penyediaan pasokan berdasarkan pesanan pelanggan. Scheduling adalah
proses yang execution oriented dan menghasilkan jadwal produksi.
c. Demand Planning Modules
Menghasilkan dan mengkonsolidasi demand forecasts dari semua
unit bisnis dalam perusahaan. Modul demand planning mendukung
perhitungan statistik dan teknik forecasting bisnis.
d. Distribution-Planning Functions
Menghasilkan perencanaan operasi untuk manajer logistik
perusahaan. Perencanaan distribusi diintegrasikan dengan modul
perencanaan permintaan dan manufaktur sehingga menyediakan model
lengkap dari suatu supply chain dan perencanaan operasi untuk order
fulfillment.
e. Transportation Planning
Menfasilitasi alokasi dan eksekusi sumber daya untuk memastikan
bahan baku dan barang jadi dikirim pada waktu yang tepat, lokasi yang
tepat dengan biaya yang seminimal mungkin. Hal ini mencakup
pergerakan material dan produk outbound inbound, dan intra-inter
perusahaan.
2. Aplikasi supply chain execution (SCE) mengintegrasikan fungsi eksekusi,
seperti procurement, manufacturing, dan distribusi produk melalui rantai
nilai. Aplikasi SCE mengatur aliran produk melalui pusat distribusi dan
14
gudang serta membantu memastikan bahwa produk dikirim ke lokasi yang
benar, menggunakan alternatif transportasi terbaik yang disediakan.
Gambar 2.3 Siklus Supply Chain Execution
Sumber : Kalakota ,2001, p287
a. Order Planning
Dengan bertambahnya harapan pelanggan terhadap waktu
fulfillment yang pendek, perencanaan eksekusi dari supply chain yang
efektif sangat diperlukan. Tujuannya adalah untuk memilih rencana yang
paling cocok dengan keinginan pelanggan dengan mempertimbangkan
limitasi pada transportasi dan manufaktur. Untuk menghasilkan suatu
15
perencanaan yang layak, perencanaan fulfillment harus
mempertimbangkan semua limitasi yang ada di keseluruhan supply chain,
termasuk batasan transportasi, seperti kapasitas truk, dan lain-lain.
b. Production
Dengan adanya model produksi modular, fungsi produksi semakin
banyak dilakukan pada dedicated warehouse dimana pekerja melakukan
proses produksi secara berurutan dan di tempat yang berbeda. Waktu dari
perakitan barang jadi mendorong adanya perencanaan produksi untuk
produk subassembly. Dimulai jadwal produksi barang jadi dan sumber
daya yang dibutuhkan dalam manufaktur, kemudian jadwal produksi
dikembangkan lebih rinci mencakup kapan, dimana dan jumlah yang
dikerjakan setiap subassembly.
c. Replenishment
Produksi juga terdiri dari strategi component-replenishment untuk
meminimalisasi jumlah inventory yang ada di gudang dan
mengkoordinasi pemindahan produk antar pihak yang terkait (supplier,
perusahaan, pelanggan). Replenishment pada waktu yang tepat sangat
penting karena pelanggan tidak dapat mentolerir situasi out-of-stocks.
d. Distribution Management
Distribution management mencakup keseluruhan proses
transportasi barang dari manufaktur, distributor sampai ke pelanggan.
Inovasi terbaru dari distribusi management dilakukan dengan
mengintegrasikan transportation planning dan scheduling.
Transportation planning mengkoordinasi pergerakan produk sepanjang
16
life-cycle pengiriman dan memungkinkan pelanggan untuk melacak paket
produknya.
e. Reverse Distribution atau Reverse Logistics
Adanya pemberian garansi telah menimbulkan trend pelanggan
melakukan retur produk. Reverse logistics dikarenakan ketidakpuasaan
pelanggan, sehingga barang harus dikirim dan dikembalikan kepada
manufaktur. Reverse logistics tidak hanya terdiri dari barang yang rusak
dan dikembalikan tetapi juga mencakup produk untuk diproduksi
kembali, bahan baku yang jelek dan packaging yang bisa didaur ulang.
2.3 Mengelola SCM Secara Produktif dan Efisien
Menurut Said (2006, p11), terdapat empat strategi SCM yang utama yaitu:
Tabel 2.1 Strategi Bisnis dan Strategi SCM
Strategi Utama Sumber Keunggulan
Dasar Bersaing Peran Utama SCM
Inovasi Produk dan keunikan teknologi
Inovasi produk Kecepatan waktu dan volume ke pasar
Biaya Efisiensi Operasi
Harga murah
Infrastruktur yang efisien dan murah
Pelayanan Pelayanan
terbaik Sesuai kebutuhan khusus konsumen
Efisiensi produk awal, dan fleksibilitas produk akhir. Sistem komunikasi.
Mutu Kehandalan dan keamanan produk
Produk yang terkenal kehandalannya
Pengendalian mutu dan keamanan di sepanjang SCM
(Said, 2006, p25)
17
2.4 Peran Teknologi Internet bagi SCM
Menurut Pujawan (2005, p19), keberhasilan berbagai supply chain dalam
meningkatkan kinerja mereka tidak bisa dilepaskan dari teknologi internet.
Internet membuat kata-kata kolaborasi, koordinasi dan integrasi menjadi berarti
dan bisa terlaksana dalam praktek di lapangan. Dengan adanya internet, pihak-
pihak pada supply chain bisa membagi informasi serta melakukan transaksi
dengan lebih cepat, murah dan akurat. Informasi tingkat persediaan, kapasitas
produksi, konfigurasi produk dan sebagainya bisa dengan mudah dibagi lewat
infrastruktur internet.
2.5 Pengertian Electronic Supply Chain Management (E-SCM)
Menurut Ross (2003, p18), e-SCM merupakan sebuah filosofi
manajemen taktis dan strategis yang mencari jaringan dari sekumpulan kapasitas
dan sumber daya produktif dari supply channel system yang saling bersilangan
melalui aplikasi dari teknologi internet dalam mencari solusi yang inovatif dan
sinkronisasi dari kemampuan channel yang didedikasikan untuk menciptakan
nilai pelanggan yang unik dan terpersonalisasi.
Menurut Indrajit dan Djokopranoto (2003, p169) e-Supply Chain
Management adalah suatu konsep manajemen dimana perusahaan berusaha
memanfaatkan teknologi internet untuk mengintegrasikan seluruh mitra kerja
perusahaan, terutama yang berhubungan dengan sistem pemasokan bahan baku
atau sumber daya yang dibutuhkan dalam proses produksi.
e-SCM menggunakan konsep e-business dan teknologi web untuk
mengatur perusahaan baik upstream dan downstream. Pendekatan strategis ini
18
menyatukan semua tahap dalam siklus bisnis, mulai dari merancang produk dan
pengadaan bahan baku, pengiriman, distribusi, dan penyimpanan, hingga
akhirnya produk dikirim ke pelanggan.
2.6 Internet dan SCM
Menurut Pujawan (2005, p19-21), Keberhasilan berbagai supply chain
dalam meningkatkan kinerja mereka tidak bisa dilepaskan dari teknologi internet.
Dengan adanya internet, pihak-pihak pada supply chain bisa membagi informasi
serta melakukan transaksi dengan lebih cepat, murah dan akurat. Informasi
tingkat persediaan, kapasitas produksi, konfigurasi produk dan sebagainya bisa
dengan mudah dibagi lewat infrastruktur internet.
2.7 Initial e-SCM Strategy Steps
Menurut Ross(2003, p131) ada lima tahap yang harus di kerjakan ketika
akan melakukan analisis supply chain management pada perusahaan yang
dikenal dengan preliminary step. Tujuan dari preliminary step adalah berfokus
pada perusahaan atas dampak e-business bagi setiap orang baik didalam
organisasi maupun rekan kerja dalam jaringan supply channel. Kelima tahap
tersebut antara lain :
19
Gambar 2.4 Strategy steps
Sumber : Ross, 2003, p131
1. Energize the organization
Persiapan organisasi untuk e-SCM membutuhkan dua inisatif sumber
daya manusia, yaitu mendapat dukungan manajemen puncak dan
mengintegrasikan orang-orang dalam perusahaan ke dalam teknologi e-SCM.
Langkah-langkah yang harus dilakukan untuk menginformasikan dan
mengaktivasi tim manajemen puncak, antara lain :
a. SCM dan pendidikan tentang e-business
b. Bertindak sebagai sponsor
c. Mengembangkan sebuah strategi SCM
d. Mengembangkan sumber daya manusia perusahaan
e. Investasi dalam peningkatan supply chain
Menurut Manheim, ada 6 faktor pendorong yang digunakan untuk
mengintegrasikan e-SCM dan orang. Faktor pendorong pertama berperan
sebagai fondasi dari strategi bisnis. 5 berikutnya merupakan faktor
pendukung yang menguatkan faktor pertama.
20
a. Faktor pertama : meningkatkan cara orang bekerja
b. Faktor kedua : membangun proses multienteprise yang kuat dengan
dukungan IT yang cukup.
c. Faktor ketiga : menyeimbangkan peran antara orang dan teknologi
d. Faktor keempat : mengatur proses multienteprise secara fleksibel dan
dinamis
e. Faktor kelima : mengatur pengetahuan strategis
f. Faktor keenam : mengembangkan efektivitas individual.
2. Enterprise Vision
Menurut Ross (2003, p133), visi perusahaan mendefinisikan perilaku
dari kemampuan persaingan yang dimiliki dalam infrastruktur yang sekarang
dan dijaringan supply chain. Tujuan dari proses ini adalah untuk
memperdalam tingkat kesadaran, akan pentingnya e-bisnis bagi perusahaan.
Langkah-langkah yang diperlukan untuk membangun e-SCM yang efektif
dan bagaimana menterjemahkannya ke dalam proses yang lebih spesifik yang
didasarkan pada internet.
Dalam mendefinisikan visi perusahaan, tim eksekutif perlu
memikirkan beberapa faktor, seperti :
a. Historical nature dari perusahaan
b. Pendekatan tradisional terhadap pangsa pasar
c. Proses yang memberikan nilai tambah bagi pelanggan
d. Pertumbuhan hubungan dengan supplier
e. Bentuk organisasi internal
21
f. Kekuatan dan kelemahan dari mitra bisnis
g. Kemampuan yang paling penting dalam menciptakan dan mendukung
keunggulan kompetitif
3. Supply Chain Value Assessment (SCVA)
Metode yang paling efektif untuk memulai penyesuaian antara
inisiatif penggunaan internet, proses bisnis, dan pembentukan visi yang
strategis adalah dengan melakukan SCVA.
Objek dari aktivitas ini adalah untuk mengidentifikasikan dan
kemudian memprioritaskan inisiatif e-business mana yang harus dilakukan
agar perusahaan dan mitra bisnisnya mendapatkan manfaat yang besar.
4. Opportunity Identification
SCVA harus menyediakan tim e-business kolaboratif dengan peta
pilihan untuk aplikasi strategi internet yang memungkinkan. Aktivitas
pertama pada tahap ini adalah memprioritaskan alternatif-alternatif e-
business. Tahap ini memungkinkan perusahaan untuk menentukan jenis
implementasi e-SCM yang mereka harapkan, melihat serangkaian peluang
kompetitif yang tersedia dan memperkirakan biaya rata-rata yang dikeluarkan
perusahaan dan rekan kerjanya dalam supply chain.
22
5. Strategy Decision
Setelah pemetaan peluang e-SCM selesai, eksekutif perusahaan dapat
memulai proses perencanaan. Keputusan ini haruslah berfokus pada
keuntungan yang diharapkan.
2.8 Rancangan Electronic Supply Chain Management (e-SCM)
Menurut Ross (2003, p138), ada 5 tahap yang dilakukan dalam
melakukan perancangan electronic supply chain management (e-SCM). Tahap –
tahap tersebut yaitu :
1. Developing e-SCM Strategy
Menurut Ross (2003, p138), terdapat tahapan-tahapan dalam
pengembangan strategi e-SCM antara lain :
Gambar 2.5 Structuring the e-SCM business architecture strategy
Sumber : Ross, 2003, p139
23
a. Constructing the Business Value Preposition
Dalam mendefinisikan e-SCM value proporsition, perencana pada
dasarnya berfokus pada kinerja dari dua aktivitas utama, yaitu segmen
pelanggan yang dilayani oleh inisiatif e-business yang diidentifikasikan dan
menjamin bahwa teknologi yang diimplementasikan akan memberikan
layanan sesuai dengan harapan pelanggan.
Menurut Bovet dan Martha, perencanaan nilai yang efektif harus
dapat merespon tiga kemungkinan nilai service dibawah ini:
1) Super Service
Kemampuan untuk menyediakan layanan yang handal akan
meningkatkan nilai dari gabungan produk/jasa ke pelanggan dan
diferensiasi kompetitif penyedia. Dua atribut utama yang diberikan oleh
super service adalah kecepatan dan pengiriman yang dapat diandalkan.
2) Product/services solution
Produk dan jasa yang merupakan komoditas dari alam
mempunyai nilai yang mudah diidentifikasikan seperti kepemilikan,
ketersediaan, biaya rendah, convenience of acquisition, dan pengenalan
level dari kualitas.
Sebaliknya, produk yang bukan komoditas dilingkupi oleh nilai
pelanggan yang lebih komplek, seperti barang hak milik, penyelesaian
kinerja layanan, atau kombinasi layanan informasi produk yang unik
yang mengijinkan pelanggan memperkaya strategi kompetitif mereka
sendiri.
24
3) Customization
Saat ini terjadi beberapa peningkatan sebagai atribut utama dari
strategi kompetitif, antara lain peningkatan solusi pelanggan terhadap
barang dan jasa, peningkatan kemampuan provider untuk menawarkan
configurable, dan peningkatan kustomisasi pilihan-pilihan yang tepat
untuk kebutuhan pelanggan yang meningkat sebagai atribut utama dari
strategi kompetitif.
b. Defining the Value Portfolio
Untuk menciptakan kemampuan internet, perusahaan harus dengan
teliti menyesuaikan strategi e-SCM mereka dengan kemampuan operasi
untuk secara berkelanjutan menyediakan barang/jasa yang akan memuaskan
kebutuhan unik dari pelanggan.
Pengembangan proses harus terstruktur untuk mendukung business
value proporsition secara efektif.
1) Rancangan
Barang dan jasa secara dramatis telah dipengaruhi oleh
penyusutan daur hidup dan percepatan pengenalan barang/jasa baru
secara terus menerus.
2) Biaya
Manajemen efektivitas biaya tidak hanya mengharuskan
perusahaan untuk merancang produk/jasa dengan penawaran terhadap
peningkatan proses yang terus-menerus dan pengurangan biaya, tetapi
25
juga memungkinkan penekanan waktu yang diambil dari ide konsep
untuk menjual.
3) Layanan
Pelanggan saat ini, khususnya yang menggunakan teknologi
berbasis web, mengharapkan produk-produk mereka dapat disertai
dengan matriks dari layanan nilai tambah. Untuk beberapa produk,
layanan packaging sering lebih penting untuk pelanggan daripada produk
itu sendiri.
4) Kualitas
Saat ini pelanggan mengharapkan supplier mempunyai
kemampuan untuk membantu mereka dalam memilih kombinasi yang
tepat untuk produk dan/atau menawarkan layanan.
c. Structuring the Scope of Collaboration
Bagian-bagian dibawah ini akan menjelaskan bagaimana menentukan
cakupan kolaborasi ketika membangun arsitektur strategi jaringan nilai e-
SCM :
1) Determining the collaboration dimension
Menurut Sawhney dan Zabin, para pembuat strategi dapat melihat
bahwa kolaborasi mempunyai dimensi vertikal dan horisontal. Dimensi
vertikal terdiri dari matriks partner jaringan yang membantu dalam
pengadaan masukan bisnis (supplier) dan pengiriman hasil (saluran
perantara). Dimensi kolaboratif horisontal terdiri dari channel partners
26
yang mempertinggi atau memperkuat nilai portofolio perusahaan dan
hubungan dengan pelanggan.
2) Collaborative intensity
Menurut Prahalad dan Ramaswamy, ada 4 level intensitas
kolaboratif yang dapat diikuti oleh tim perancang strategis, yaitu:
• Hubungan Arms-length
Secara umum, ini adalah level kolaborasi yang diikuti oleh
perusahaan untuk menggerakkan market-based transaction melewati
batasan jaringan.
• Pertukaran informasi
Level kolaborasi ini diikuti oleh trading partner untuk berbagi
berbagai jenis informasi, mulai dari data pesanan dan penjualan
sampai ke peramalan dan level stocking.
• Pertukaran dan penciptaan pengetahuan
Dalam level kolaborasi ini, para pembuat strategi
menggunakan dan mengintegrasi kemampuan partner jaringan dalam
perencanaan nilai dan/atau pengembangan nilai portofolio.
• Pertukaran dan penciptaan wawasan baru
Dalam level tertinggi kolaborasi ini, trading partner jaringan
bertukar perencanaan nilai bisnis umum dan berkeinginan untuk
bersama-sama dalam mengelola kompetensi dan sumber daya.
27
3) Technical level
Menurut Treachy dan Dobrin, ada 4 kemungkinan respon teknikal
untuk menemukan konektivitas yang dibutuhkan dalam mendukung
strategi kolaborasi, antara lain :
• Teknologi Non-Internet
Banyak perusahaan menggunakan perlengkapan teknologi
dasar untuk berhubungan dengan trading partner mereka.
Perlengkapan seperti EDI, fax, dan telepon ditemui dalam area ini.
• Visibility
Strategi teknis ini dicari untuk menyediakan pendekatan open
systems, seperti jadwal, peramalan, atau pesanan yang disebarkan ke
saluran jaringan atau ke trading partner yang disediakan dengan
kemampuan mengakses data sistem.
• Server-to-server
Solusi teknis ini digunakan oleh trading partner yang
menginginkan data secara fisik berada dalam sistem mereka untuk
mendukung transmisi informasi berskala besar.
• Process Management
Ini merupakan level konektivitas teknis yang paling
menantang dan merupakan fokus dari saluran jaringan untuk
mengintegrasikan proses intercompany pada level aplikasi. Tujuannya
adalah untuk mengkonfigurasi solusi Web yang menyediakan
pertukaran arus kerja yang real-time.
28
d. Ensuring Effective Resource Management
Sumber daya perusahaan terdiri dari aset dan kompetensi inti. Secara
umum, sumber daya ini dapat dibagi ke dalam 3 area utama yaitu :
1) Human knowledge
Dalam lingkungan persaingan yang sangat ketat, bisnis-bisnis
telah beralih dari bagian-bagian yang berfokus pada sumber daya
manusia menjadi jauh lebih strategis dan lebih luas yang berfokus pada
Human Capital Management (HCM).
HCM dapat didefinisikan sebagai gudang pengetahuan manusia
dan ketrampilan-ketrampilan yang ditemukan dalam organisasi yang
merupakan hasil dari penciptaan produk, teknologi, sistem, proses dan
hubungan.
2) Physical assets
Aset fisik bisnis mengharapkan kemudahan dalam pemahaman
dan manipulasi. Gudang, kantor, sistem informasi, perlengkapan produksi
dan transportasi, paten, dan persediaan merupakan contoh dari aset yang
nyata. Aset fisik menyediakan mekanisme dimana perusahaan mengubah
nilai portfolio menjadi kompetitif barang dan jasa. Perencana-perencana
badan hukum harus menguji rantai nilai dalam upaya untuk mencapai
nilai proses dibawah ini:
• Replacing physical assets with real-time information
Informasi disini mengacu pada pengumpulan permintaan
pelanggan yang akurat dan memungkinkan visibilitas terhadap
persediaan dan aset lainnya.
29
• Reducing process complexity
Tujuan utama dari proses adalah untuk memuaskan kebutuhan
pelanggan. Proses yang komplek akan memakan banyak biaya dan
waktu. Dengan mengeliminasi kompleksitas maka memungkinkan
partner untuk menghilangkan kelebihan aset yang hanya
menambahkan sedikit nilai dalam pelayanan pelanggan.
3) Business Network Resource Management
Trading partner jaringan memberikan kontribusi keunggulan
kompetitif dengan menyediakan dua sumber daya penting yaitu aset
fisikal seperti persediaan, dan kompetensi inti seperti ketrampilan proses
dan perancangan.
e. Pursuing Growth Management
Untuk menyempurnakan komponen akhir dari proses strategis
jaringan nilai e-SCM, para pembuat strategi di perusahaan harus
mempertimbangkan 3 area dibawah ini:
1) Fokus pada biaya-biaya Supply Chain
2) Fokus pada nilai Supply Chain
3) Merancang program pengukuran kinerja yang efektif
2. Customer and Service Management
CRM dapat dibagi menjadi 3 fungsi, yaitu: marketing, sales, dan
service. Tujuan dan misi dari ketiga fungsi ini adalah untuk
menginformasikan kepada perusahaan mengenai siapa itu pelanggan,
30
bagaimana cara kita mengenal lebih jauh apa yang dibutuhkan dan
diinginkan oleh pelanggan, produk dan layanan apa yang akan digabungkan
untuk dipasarkan ke dalam pasaran, dan bagaimana menghasilkan layanan
dan nilai yang dapat menghasilkan keuntungan dan memperluas hubungan.
a. CRM and Internet Sales
Beberapa fungsi aplikasi dasar yang tersedia dalam penjualan
online, antara lain :
1) Online catalog
Menyediakan pelanggan kesempatan untuk mencari dan
membandingkan sejumlah produk, harga, dan layanan yang
ditawarkan oleh perusahaan.
2) Online order processing
Menyediakan prospek dan pelanggan akses online terhadap
informasi produk perusahaan, harga, dan kemampuan pemenuhan.
3) On-line order configurability
Memungkinkan pelanggan untuk merancang produk dan jasa
mereka melalui kemampuan konfigurasi khusus.
4) Lead capture and profiling
Menyediakan penyimpanan rinci dari penjualan pelanggan
dan informasi profil untuk personalisasi website.
b. Sales Force Automation (SFA)
Beberapa fungsi yang ada di dalam sales force automation antara
lain :
31
1) Contact management
Fungsi dasar dari software ini adalah memungkinkan
organisasi dan manajemen dari data pelanggan seperti nama, alamat,
nomor telepon, gelar dan lain-lain.
2) Account Management
Aplikasi ini dirancang untuk menyediakan informasi rinci
mengenai laporan data dan aktivitas penjualan yang dapat diakses
sesuai permintaan.
3) Opportunity Management
Merupakan aspek SFA yang berfokus pada aplikasi yang
membantu dalam mengubah petunjuk menjadi penjualan.
c. Customer Service Management
Manajemen yang sedang berjalan pada pelanggan yang telah
selesai melakukan pembelian, dimana terdapat fungsi-fungsi layanan
konsumen. Fungsi-fungsinya sebagai berikut:
1) Meningkatkan pelayanan kepada pelanggan dan mengurangi biaya.
2) Menghasilkan pelayanan terhadap diri sendiri dan mendukung
solution-centered.
3) Membagikan kebiasaan pelanggan secara one to one dan
membedakan barang-barang dan layanan.
4) Mendapatkan kesetiaan dari pelanggan sehingga mendapatkan bisnis
yang bersifat seumur hidup.
32
3. Manufacturing and Supply Chain Planning
Aplikasi-aplikasi manufacturing dan supply chain planning yang
tersedia antara lain :
a. Manufacturing Planning
Kemampuan untuk perencanaan, penjadwalan, komunikasi yang
efektif dan mengatur interaksi-interaksi antara departemen merupakan
komponen utama aplikasi yang dibutuhkan saat ini.
Salah satu fungsi dalam perencanaan manufaktur adalah
Advanced production and scheduling system yang bertugas untuk
menunjuk batasan plant-floor dan memungkinkan optimisasi,
sinkronisasi, sequencing, dan penjadwalan dari permintaan perusahaan
dengan kapasitas individu perusahaan dan yang paling penting adalah
total semua kapasitas supply chain.
b. Production and Process Management
Tujuan utama dari aplikasi-aplikasi di dalam proses ini adalah
bagaimana secara bersama-sama mengoptimisasi produktivitas dari suatu
perusahaan, menjaga agar harga tetap minimum, mengurangi cycle time
dan pengurangan persediaan, perencanaan dan penggunaan kapasitas
yang efektif, dan menjadi lebih responsif kepada pelanggan.
c. Product Design and Reengineering
Perkembangan teknologi menimbulkan penciptaan peralatan
komputerisasi baru untuk membantu perancangan, pengembangan, dan
pembentukan produk baru.
33
d. Plant Maintenance and Quality Management
Salah satu manfaat paling penting dari sistem pabrik terintegrasi
adalah peningkatan kapasitas untuk plant maintenance, kualitas, dan
keamanan. Pengendalian proses manufaktur menyediakan kebutuhan data
yang real-time untuk sistem manajemen pabrik untuk secara efektif
menentukan status dari peralatan dan kualitas proses.
4. Supplier Relationship Management (SRM)
Beberapa fungsi dalam electronic supplier relationship management,
antara lain :
a. Backbone Functions
Peranan penting dalam area ini adalah untuk mengumpulkan dan
menyediakan tempat penyimpanan untuk database informasi internal
agar dapat menjadi panduan dalam proses pembelian. Berikut ini adalah
fungsi-fungsi penting di dalam area ini :
1) Procurement history
Pengumpulan informasi pengadaan merupakan hal penting di
dalam SRM. Data di dalam area ini diberi jarak berdasarkan catatan
statis, seperti transaksi pada masa lampau, sampai dengan informasi
dinamis, seperti pembukaan status PO dan mengaktivasi file dari
supplier dan sourcing. Kelengkapan dan keakuratan informasi ini
dapat dijadikan fondasi untuk semua internal dan jaringan aktifivas
pengadaan.
34
2) Accounting
Penyelesaian dari proses pesanan pembelian diarahkan secara
langsung ke backbone perusahaan untuk penyesuaian harga,
memasukkan faktur dan pembayaran, manajemen kredit, dan
rekonsiliasi finansial lain.
3) Purchasing Planning
Setiap total permintaan diproses melalui prosesor Material
Requirement Planning (MRP), jadwal dari pesanan pembelian yang
direncanakan dapat dihasilkan. Tergantung dari tingkat teknologi
komunikasi dan hubungan kolaboratif, pernyataan mengenai
perencanaan pemesanan dapat digunakan untuk menggerakkan
maintenance, repair, and operating (MRO), material tidak langsung,
bahan baku produksi dan komponen akuisisi melalui jaringan supply
chain.
4) Performance Measurement
Seiring dengan penyusunan catatan penerimaan dan
pembayaran, perusahaan memiliki kemampuan untuk menghasilkan
laporan yang berarti dan pengukuran kinerja yang mengindikasikan
nilai dari hubungan dengan supplier dan tingkat kesuksesan dari
inisiatif pengembangan yang berkelanjutan.
35
b. Services Functions
Beberapa fungsi layanan yang ada dalam electronic supplier
relationship management antara lain :
1) Supplier search
Pasar virtual business to business, menawarkan komunitas
besar dari pembeli maupun penjual ke saluran baru agar dapat saling
menjangkau satu sama lain dengan mode interaktif dua arah.
2) Product search
Sesuai dengan hoque, maka fungsionalitas katalog
dideskripsikan seperti dapat menjarakkan sebuah kata kunci yang
sederhana untuk mencari klasifikasi kategori dari produk.
c. Processing
Tujuan dari aplikasi e-SRM adalah untuk mengefektifkan proses
pengadaan produk dan jasa yang dibutuhkan untuk memproduksi produk
dan menjalankan perusahaan. Komponen-komponen dalam area ini dapat
dideskripsikan sebagai berikut :
1) Purchase Order Generation and Tracking
Purchase order (PO) diciptakan menggunakan fungsionalitas
entreprise business system (EBS) dan kemudian dikirimkan ke
supplier melalui kertas pesanan atau secara elektronik dengan fax,
EDI, atau internet. Perkembangan PO kemudian dapat dilacak dan
digunakan untuk menyediakan informasi status penting yang
dibutuhkan oleh manufaktur atau perencana distribusi.
36
2) Logistics
Partner logistik memiliki kemampuan untuk menawarkan
peningkatan layanan internet, seperti pelacakan inventory.
Penyedia layanan logistik dapat menawarkan fungsi-fungsi, seperti
perencanaan jaringan, sourcing yang dinamis, dan reverse logistics
yang mengintegrasikan pembeli dengan kemampuan e-fulfillment
supplier, penundaan perakitan, dan pencampuran muatan untuk
mengoptimalkan pengiriman.
5. Logistics Resource Management
Electronic logistics resource mangement (e-LRM) adalah proses pada
manufaktur, distributor, dan supplier yang menggerakkan produk dan jasa
kepada pelanggannya dengan menggunakan internet. e-LRM memungkinkan
semua proses supply chain untuk membuat suatu keputusan yang lebih baik,
menyeimbangkan harga dan meningkatkan efisiensi logistik, serta
membentuk hubungan kolaboratif yang efektif antara semua saluran supply
trading partner. e-LRM dibagi menjadi :
a. Warehouse management
Warehouse management system (WMS) menghasilkan suatu
fungsi logistik dengan suatu peralatan yang baru dalam mengatur dan
mengoptimisasi pergerakan persediaan.
b. Transportation management
Partner dan penyedia layanan logistik seharusnya dapat
terhubung secara real-time ke dalam suatu jaringan web logistik,
37
sehingga perusahaan dapat dengan mudah menerima layanan dan
informasi kontak untuk menentukan pengangkutnya, waktu pengiriman
dan hal-hal mengenai pemenuhan seperti hal sertifikat origin, custom
invoice, penyelesaian pembayaran muatan dan billing, pengalokasian
biaya transportasi sesuai dengan tagihan sebenarnya.
2.9 Pengertian Graphical User Interface (GUI)
Menurut Shneiderman (2005, p96), GUI telah menggantikan bahasa
perintah, sintaks rumit yang memberikan cara untuk memanipulasi langsung
representasi visual dari object dan actions secara relatif. Penekanannya adalah
pada tampilan visual dari user task object dan actions.
2.10 Delapan Aturan Emas Untuk Merancang Interface
Menurut Shneiderman (2005, p74), delapan peraturan emas ini adalah
prinsip-prinsip mendasar untuk merancang interface. Berikut ini adalah delapan
peraturan emas tersebut:
1. Berusaha untuk konsisten. Konsisten yang dimaksud adalah konsisten dalam
aksi-aksi dalam situasi tertentu, konsisten menu, warna, layout, font, dan
sebagainya.
2. Memungkinkan adanya shortcut. Bagi user yang sudah ahli dalam
menggunakan sistem, ia membutuhkan suatu jumlah interaksi yang lebih
singkat ini dapat diperoleh dengan shortcut.
38
3. Feedback yang informatif. Untuk setiap aksi yang dilakukan user terhadap
sistem, sistem harus memiliki feedback. Respon sistem terhadap user harus
sopan dan jelas.
4. Merancang dialog yang memberikan penutupan. Maksudnya adalah program
tersebut memiliki dialogbox yang akan keluar ketika program selesai
dijalankan.
5. Menyediakan pencegahan error dan penanganan error yang sederhana.
Sedapat mungkin, sistem dibuat agar user tidak dapat membuat kesalahan.
Jika user membuat kesalahan, sistem harus dapat mendeteksinya dan
memberikan instruksi sederhana dan membangun untuk recovery.
6. Mengijinkan pembalikan aksi. Sedapat mungkin semua aksi dapat dibalik.
Fitur ini mengurangi kekhawatiran karena user mengetahui bahwa error
dapat diabaikan. Bagian pembalikan ini dapat berupa aksi tunggal, data entri
atau suatu kelompok aksi yang lengkap.
7. Support internal Locus of Control. User yang sudah berpengalaman
menginginkan suatu perasaan bahwa mereka menguasai sistem dan sistem
harus merespon semua keinginan mereka.
8. Mengurangi beban ingatan jangka pendek. Terbatasnya kemampuan manusia
untuk ingatan jangka pendek membutuhkan perhatian yang cukup. Untuk
mengatasi hal ini dapat dilakukan dengan mengurangi frekuensi dan
pergerakan window dan dengan waktu pelatihan yang cukup.