landasan teori - bina nusantara | library...

49
BAB 2 LANDASAN TEORI 2.1 Siklus Hidrologi Dalam SNI No. 1724-1989-F, hidrologi didefenisikan sebagai ilmu yang mempelajari sistem kejadian air di atas, pada permukaan dan di dalam tanah. Hidrologi merupakan ilmu yang penting dalam asesmen, pengembangan, utilisasi dana manajemen sumberdaya air yang dewasa ini semakin meningkat realisasinya di berbagai level. Siklus hidrologi adalah pergerakan air di bumi berupa cair, gas,dan padat baik proses di atmosfir, tanah dan badan-badan air yang tidak terputus melalui proses kondensasi (pengembunan), presipitasi (hujan), evaporasi dan transpirasi (penguapan). Pemanasan air samudera oleh sinar matahari merupakan kunci proses siklus hidrologi tersebut dapat berjalan secara kontinu (Mahmud, 2011). Menurut Sosrodarsono (2003), air menguap ke udara dari permukaan tanah dan laut, berubah menjadi awan sesudah melalui beberapa proses dan kemudian jatuh sebagai hujan atau salju ke permukaan laut atau daratan. Sebelum tiba ke permukaan bumi sebagian langsung menguap ke udara dan sebagian tiba ke permukaan bumi. Sebagian air hujan yang tiba ke permukaan tanah akan masuk ke dalam tanah (infiltrasi). Bagian-bagian lain yang merupakan kelebihan akan mengalir ke daerah-daerah yang rendah, memasuki sungai-sungai dan akhirnya ke laut. 5

Upload: hadung

Post on 16-Mar-2019

224 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

Page 1: LANDASAN TEORI - BINA NUSANTARA | Library ...library.binus.ac.id/eColls/eThesisdoc/Bab2DOC/2013-2... · Web viewDalam melakukan analisis hidrologi sering dihadapkan pada kejadian-kejadian

BAB 2

LANDASAN TEORI

2.1 Siklus Hidrologi

Dalam SNI No. 1724-1989-F, hidrologi didefenisikan sebagai ilmu yang

mempelajari sistem kejadian air di atas, pada permukaan dan di dalam tanah.

Hidrologi merupakan ilmu yang penting dalam asesmen, pengembangan, utilisasi

dana manajemen sumberdaya air yang dewasa ini semakin meningkat realisasinya di

berbagai level.

Siklus hidrologi adalah pergerakan air di bumi berupa cair, gas,dan padat baik

proses di atmosfir, tanah dan badan-badan air yang tidak terputus melalui proses

kondensasi (pengembunan), presipitasi (hujan), evaporasi dan transpirasi

(penguapan). Pemanasan air samudera oleh sinar matahari merupakan kunci proses

siklus hidrologi tersebut dapat berjalan secara kontinu (Mahmud, 2011).

Menurut Sosrodarsono (2003), air menguap ke udara dari permukaan tanah

dan laut, berubah menjadi awan sesudah melalui beberapa proses dan kemudian jatuh

sebagai hujan atau salju ke permukaan laut atau daratan. Sebelum tiba ke permukaan

bumi sebagian langsung menguap ke udara dan sebagian tiba ke permukaan bumi.

Sebagian air hujan yang tiba ke permukaan tanah akan masuk ke dalam tanah

(infiltrasi). Bagian-bagian lain yang merupakan kelebihan akan mengalir ke daerah-

daerah yang rendah, memasuki sungai-sungai dan akhirnya ke laut. Tidak semua

butir air yang mengalir kembali ke laut. Dalam perjalanannya ke laut sebagian akan

menguap dan kembali ke udara. Sebagian air yang masuk ke dalam tanah keluar

kembali segera ke sungai-sungai (disebut aliran intra = interflow). Tetapi sebagian

besar akan tersimpan sebagai air tanah (groundwater) yang akan keluar sedikit demi

sedikit dalam jangka waktu yang lama ke permukaan tanah di daerah-daerah yang

rendah (disebut groundwater runoff = limpasan air tanah).

Tetapi sirkulasi air ini tidak merata, karena perbedaan besar presipirasi dari

tahun ke tahu, dari musim ke musim yang berikut dan juga dari wilayah ke wilayah

yang lain. Sirkulasi hidrologi (air) ini dipengaruhi oleh kondisi meteorologi (suhu,

atmosfir, dan lain-lain) dan kondisi topografi. Seperti telah dikemukakan di atas,

5

Page 2: LANDASAN TEORI - BINA NUSANTARA | Library ...library.binus.ac.id/eColls/eThesisdoc/Bab2DOC/2013-2... · Web viewDalam melakukan analisis hidrologi sering dihadapkan pada kejadian-kejadian

6

sirkulasi yang kontinu antara air laut dan air daratan berlangsung terus. Sirkulasi air

ini disebut siklus hidrologi (hydrological cycle).

(sumber: www.uwsp.edu)Gambar 2. 1 Siklus Hidrologi

2.2 Analisis Hidrologi

Dalam melakukan analisis hidrologi sering dihadapkan pada kejadian-

kejadian ekstrim seperti banjir dan kekeringan. Menurut Triatmodjo (2008),

hidrologi adalah ilmu yang berkaitan dengan air di bumi, baik mengenai terjadinya,

peredaran dan penyebarannya, sifat-sifatnya dan hubungan dengan lingkungannya

terutama dengan makhluk hidup. Penerapan ilmu hidrologi dapat dijumpai dalam

beberapa kegiatan seperti perencanan dan operasi bangunan air, penyediaan air untuk

beberapa keperluan (air bersih, irigasi, perikanan, peternakan), pembangkit listrik

tenaga air, pengendalian banjir dan sedimentasi, transportasi air, drainase, air limbah,

dsb.

Dalam hidrologi sering dilakukan analisis data dalam jumlah yang sangat

banyak. Data tersebut diperoleh dari pengukuran di alam (seperti debit sungai, hujan,

dsb) yang dapat diukur hanya satu kali dan kemudian tidak akan terjadi lagi.

Misalnya, dalam pengukuran debit di suatu stasiun pengamatan, data debit yang

tercatat saar itu tidak akan terjadi lagi pada masa yang akan datang.

Page 3: LANDASAN TEORI - BINA NUSANTARA | Library ...library.binus.ac.id/eColls/eThesisdoc/Bab2DOC/2013-2... · Web viewDalam melakukan analisis hidrologi sering dihadapkan pada kejadian-kejadian

7

Data hidrologi adalah kumpulan keterangan atau fakta mengenai fenomena

hidrologi, seperti besarnya: curah hujan, debit sungai, tinggi muka air sungai,

kecepatan aliran, kosentrasi sedimen sungai dan lain-lain yang akan selalu berubah

terhadap waktu (Soewarno, 1995).

Analisis hidrologi diperlukan untuk memperoleh besarnya debit banjir

rencana suatu wilayah. Debit banjir rencana merupakan debit maksimum dengan

periode ulang tertentu yaitu besarnya debit maksimum yang rata-rata terjadi satu kali

dalam periode ulang yang ditinjau. Untuk mendapatkan debit banjir rencana dapat

dilakukan melalui dua cara yaitu melalui pengolahan data debit dan melalui

pengolahan data hujan. Data curah hujan didapatkan dari stasiun hujan yang tersebar

di daerah pengaliran sungai. Data yang tercatat merupakan data curah hujan harian,

yang kemudian akan diolah menjadi data curah hujan harian maksimum tahunan.

Salah satu hal penting dalam analisis hidrologi adalah menafsirkan

probabilitas suatu kejadian yang akan datang berdasar data hidrologi yang diperoleh

pada pencatatan yang telah lampau. Untuk maksud tersebut digunakan konsep

probabilitas dalam analisis data hidrologi.

2.2.1 Debit Aliran

Debit aliran sungai, diberi notasi Q, adalah jumlah air yang mengalir melalui

tampang lintang sungai tiap satu satuan waktu, yang biasanya dinyatakan dalarn

meter kubik per detik (m3/d). Debit sungai, dengan distribusinya dalam ruang dan

waktu, merupakan informasi penting yang diperlukan dalam perencanaan bangunan

air dan pemanfaatan sumber daya air (Triatmodjo, 2008).

Debit di suatu lokasi di sungai dapat diperkirakan dengan cara berikut:

1. Pengukuran di lapangan (di lokasi yang ditetapkan),

2. Berdasarkan data debit dari stasiun di dekatnya,

3. Berdasarkan data hujan,

4. Berdasarkan pembangkitan data debit.

Pengukuran debit di lapangan dapat dilakukan dengan membuat stasiun pengamatan

atau dengan mengukur debit di bangunan air seperti bendung. Pada pembuatan

stasiun pengamatan debit, parameter yang diukur adalah tampang lintang sungai,

tinggi muka air dan kecepatan aliran. Tinggi muka air (stage height, gauge height)

sungai adalah elevasi permukaan air (water level) pada suatu penampang melintang

sungai terhadap suatu titik tetap yang elevasinya telah diketahui. Tinggi muka air

Page 4: LANDASAN TEORI - BINA NUSANTARA | Library ...library.binus.ac.id/eColls/eThesisdoc/Bab2DOC/2013-2... · Web viewDalam melakukan analisis hidrologi sering dihadapkan pada kejadian-kejadian

8

biasanya dinyatakan dalam satuan meter (m) atau centimeter (cm). Fluktuasi

permukaan air sungai menunjukkan adanya perubahan kecepatan aliran dan debitnya.

Pengukuran tinggi muka air merupakan langkah awal dalam pengumpulan data aliran

sungai sebagai data dasar hidrologi.

Data tinggi muka air dapat digunakan secara langsung untuk berbagai

keperluan pembangunan, misalnya saja untuk perhitungan pengisian air pada waduk,

menentukan perubahan kedalaman aliran dari waktu ke waktu untuk keperluan

transportasi air, perencanaan pembangunan fisik di daerah dataran banjir dan untuk

keperluan lainnya.

Pengukuran tinggi muka air dapat dilaksanakan dengan cara manual

menggunakan alat duga air biasa (non recording gauges) dan atau cara otomatis

menggunakan alat duga air otomatik (recording gauges) yang dipasang pada suatu

pos duga air sungai.

Menurut Soewarno (1995), kekurangtelitian atau kesalahan (errors)

pengukuran dapat diartikan sebagai besarnya nilai perbedaan antara yang dihitung

berdasarkan pengukuran dengan yang sebenarnya. Kesalahan pengukuran debit

umumnya bersumber dari dua macam sebab yaitu :

a. Kesalahan petugas

b. Kesalahan peralatan

Selanjutnya, debit aliran dihitung dengan mengalikan luas tampang dan

kecepatan aliran. Untuk mendapatkan hasil yang teliti, lebar sungai dibagi menjadi

sejumlah pias, dan diukur kecepatan aliran pada vertikal di setiap pias. Apabila di

sungai terdapat bangunan air, misalnya bendung, debit sungai dapat dihitung dengan

mengukur tinggi muka air di atas puncak bendung; berdasar rumus peluapan yang

berlaku untuk bangunan tersebut.

Menurut Ridwan (2004), Dari hubungan ketinggian muka air yang tertentu,

maka besamya debit dapat ditetapkan berdasarkan dari setiap ketinggian muka air

sungai. Debit aliran (Q) diperoleh dengan mengalikan luas tampang aliran (A) dan

kecepatan aliran (V) seperti pada rumus berikut:

Q = A.V ....................................................................................................(2.1)

Kedua parameter tersebut dapat diukur pada suatu tampang lintang (stasiun)

di sungai. Luas tampang aliran diperoleh dengan mengukur elevasi permukaan air

dan dasar sungai. Kecepatan aliran diukur dengan menggunakan alat ukur kecepatan

seperti current meter, pelampung, atau peralatan lain. Apabila dasar dan tebing

Page 5: LANDASAN TEORI - BINA NUSANTARA | Library ...library.binus.ac.id/eColls/eThesisdoc/Bab2DOC/2013-2... · Web viewDalam melakukan analisis hidrologi sering dihadapkan pada kejadian-kejadian

9

sungai tidak berubah (tidak mengalami erosi atau sedimentasi) pengukuran elevasi

dasar sungai dilakukan hanya satu kali. Kemudian dengan mengukur elevasi muka

air untuk berbagai kondisi, mulai dari debit kecil sampai debit besar (banjir), dapat

dihitung luas tampang untuk berbagai elevasi muka air tersebut. Kecepatan aliran

juga dihitung bersamaan dengan pengukuran elevasi muka air. Dengan demikian

dapat dihitung debit untuk berbagai kondisi aliran. Selanjutnya dibuat kurva debit

(rating curve), yaitu hubungan antara elevasi muka air dan debit. Dengan telah

dibuatnya kurva debit, selanjutnya debit sungai dapat dihitung hanya dengan

mengukur elevasi muka air. Penggunaan kurva debit hanya dapat dilakukan apabila

sungai tidak dipengaruhi oleh pasang surut.

Pemilihan debit banjir rencana untuk bangunan air adalah suatu masalah yang

sangat bergantung pada analisis statistik dari urutan kejadian banjir baik berupa debit

air di sungai maupun hujan. Dalam pemilihan suatu teknik analisis penentuan banjir

rencana tergantung dari data - data yang tersedia dan macam dari bangunan air yang

akan dibangun.

2.2.2 Daerah Aliran Sungai

Menurut Triatmodjo (2008), Daerah Aliran Sungai (DAS) adalah daerah yang

dibatasi oleh punggung-punggung gunung atau pegunungan dimana air hujan yang

jatuh di daerah tersebut akan mengalir menuju sungai utama pada titik atau stasiun

yang ditinjau. DAS ditentukan dengan menggunakan peta topografi yang dilengkapi

dengan garis-garis kontur. Garis-garis kontur tersebut untuk menentukan arah

limpasan permukaan. Limpasan berasal dari titik-titik tertinggi dan bergerak menuju

titik-titik yang lebih rendah dalam arah tegak lurus dengan garis-garis kontur.

Daerah yang dibatasi oleh garis yang menghubungkan titik-titik tertinggi

tersebut adalah DAS. Gambar 2.2 menunjukkan contoh bentuk DAS, dimana garis

yang mengelilingi DAS tersebut merupakan titik-titik tertinggi. Air hujan yang jatuh

di dalam DAS akan mengalir menuju sungai utama yang ditinjau, sedang yang jatuh

di luar DAS akan mengalir ke sungai lain di sebelahnya.

Page 6: LANDASAN TEORI - BINA NUSANTARA | Library ...library.binus.ac.id/eColls/eThesisdoc/Bab2DOC/2013-2... · Web viewDalam melakukan analisis hidrologi sering dihadapkan pada kejadian-kejadian

10

(Sumber: Noor, 2010)

Gambar 2.2 Contoh Daerah Aliran Sungai

2.2.3 Curah Hujan Wilayah / Daerah

Besarnya curah hujan di suatu tempat sangat dipengaruhi oleh lokasi

geografis dan kondisi alam sekitarnya. Lautan adalah sumber dari curah hujan

tersebut. Penguapan terjadi dari lautan yang menguap akibat panas matahari dan uap

air terserap dalam arus udara yang bergerak melewati permukaan laut. Udara yang

mengandung uap air tersebut naik ke atmosfer lalu mendingin sampai di bawah suhu

titik embun pada waktu uap air itu tercurah sebagai hujan.

Curah hujan yang diperlukan dalam merencanakan pemanfaatan air dan

merancang pengendalian banjir adalah curah hujan rata-rata di seluruh daerah yang

bersangkutan, bukan hanya curah hujan pada suatu titik tertentu. Apabila pada suatu

daerah terdapat lebih dari satu stasiun penakar hujan yang ditempatkan secara

terpencar, hujan yang tercatat di masing-masing stasiun dapat tidak sama. Curah

hujan ini disebut curah hujan wilayah dan dinyatakan dalam kedalaman air (mm).

Dalarn analisis hidrologi diperlukan untuk menentukan hujan rerata pada

daerah tersebut, yang dapat dilakukan dengan tiga metode berikut yaitu metode

rerata aritmatik (aljabar), metode poligon Thiessen, dan metode Isohyet.

1. Metode Rerata Aritmatik (Aljabar)

Metode ini adalah yang paling sederhana untuk menghitung hujan rerata pada

suatu daerah. Pengukuran yang dilakukan di beberapa stasiun dalam waktu yang

bersamaan dijumlahkan dan kemudian dibagi dengan jumlah stasiun. Stasiun hujan

yang digunakan dalam hitungan biasanya adalah yang berada di dalam DAS; tetapi

stasiun di luar DAS yang masih berdekatan juga bisa diperhitungkan. Metode rerata

aljabar ini memberikan hasil yang baik apabila:

Page 7: LANDASAN TEORI - BINA NUSANTARA | Library ...library.binus.ac.id/eColls/eThesisdoc/Bab2DOC/2013-2... · Web viewDalam melakukan analisis hidrologi sering dihadapkan pada kejadian-kejadian

11

a. Stasiun hujan tersebar secara merata di DAS,

b. Distribusi hujan relatif merata pada seluruh DAS.

Nilai curah hujan daerah / wilayah ditentukan menggunakan rumus berikut :

p =p1+ p2 + p3 +…..…… + pn

n ..................................................................(2.2)

dengan :

p = besar curah hujan rerata daerah (mm )

p1… pn = besar hujan di tiap titik pengamatan ( mm )

n = jumlah titik pengamatan (stasiun hujan)

2. Metode Thiessen

Metode poligon Thiessen banyak digunakan untuk menghitung hujan rerata

kawasan. Metode ini memperhitungkan bobot dari masing-masing stasiun yang

mewakili luasan di sekitarnya. Pada suatu luasan di dalam DAS dianggap bahwa

hujan adalah sama dengan yang terjadi pada stasiun yang terdekat, sehingga hujan

yang tercatat pada suatu stasiun mewakili luasan tersebut, Metode ini digunakan

apabila penyebaran stasiun hujan di daerah yang ditinjau tidak merata. Hitungan

curah hujan rerata dilakukan dengan memperhitungkan daerah pengaruh dari tiap

stasiun. Pembentukan poligon Thiessen adalah sebagai berikut ini :

a. Stasiun pencatat hujan digambarkan pada peta DAS yang ditinjau, termasuk

stasiun hujan di luar DAS yang berdekatan, seperti dalam Gambar 2.2.

b. Stasiun-stasiun tersebut dihubungkan dengan garis lurus (garis terputus)

sehingga membentuk segitiga-segitiga, yang sebaiknya mempunyai sisi

dengan panjang yang kira-kira sama.

c. Dibuat garis berat pada sisi-sisi segitiga seperti ditunjukkan dengan garis

penuh seperti yang ditunjukkan pada Gambar 2.3.

d. Garis-garis berat tersebut membentuk poligon yang mengelilingi tiap stasiun,

yang mewakili luasan yang dibentuk oleh poligon. Untuk stasiun yang berada

di dekat batas DAS, garis batas DAS membentuk batas tertutup dari poligon.

e. Luas tiap poligon diukur dan kemudian dikalikan dengan kedalaman hujan di

stasiun yang berada di dalam poligon.

Page 8: LANDASAN TEORI - BINA NUSANTARA | Library ...library.binus.ac.id/eColls/eThesisdoc/Bab2DOC/2013-2... · Web viewDalam melakukan analisis hidrologi sering dihadapkan pada kejadian-kejadian

12

f. Jumlah dari hitungan pada butir e untuk semua stasiun dibagi dengan luas

daerah yang ditinjau menghasilkan hujan rerata daerah tersebut, yang dalam

bentuk matematik mempunyai bentuk berikut ini.

p =A1 p1 +A2 p2 + A3 p3+…..……+ An pn

A1 +A2 + A3 +…..……+A n .......................................................(2.3)

dengan :

p = besar curah hujan rerata daerah (mm )

p1…pn = besar hujan di tiap titik pengamatan (mm )

A1…A n = luas daerah yang mewakili tiap stasiun pengukuran ( km2 )

(Sumber: Triatmodjo, 2008)

Gambar 2.3 Poligon Thiessen

3. Metode Isohyet

Isohiet adalah garis yang menghubungkan titik-titik dengan kedalaman hujan

yang sama. Pada metode isohyet, dianggap bahwa hujan pada suatu daerah di antara

dua garis isohyet adalah merata dan sama dengan nilai rerata dari kedua garis isohyet

tersebut. Pembuatan garis isohyet dilakukan dengan prosedur berikut ini :

a. Lokasi stasiun hujan dan kedalaman hujan digambarkan pada peta daerah

yang ditinjau.

b. Dari nilai kedalaman hujan di stasiun yang berdampingan dibuat interpolasi

dengan pertambahan nilai yang ditetapkan.

c. Dibuat kurva yang menghubungkan titik-titik interpolasi yang mempunyai

kedalaman hujan yang sarna. Ketelitian tergantung pada pembuatan garis

isohyet dan intervalnya.

Page 9: LANDASAN TEORI - BINA NUSANTARA | Library ...library.binus.ac.id/eColls/eThesisdoc/Bab2DOC/2013-2... · Web viewDalam melakukan analisis hidrologi sering dihadapkan pada kejadian-kejadian

13

d. Diukur luas daerah antara dua isohyet yang berurutan dan kemudian

dikalikan dengan nilai rerata dari nilai kedua garis isohyet.

e. Jumlah dari hitungan pada butir d untuk seluruh garis isohyet dibagi dengan

luas daerah yang ditinjau menghasilkan kedalaman hujan rerata daerah

tersebut. Secara matematis hujan rerata tersebut dapat ditulis :

p = A1

I1+ I2

2 + A 2

I2+I3

2+…..……+ A n

In + In+1

2A1 + A2 +…..……+ An

.......................................(2.4)

atau

p = ∑i=1

n

A i

Ii + Ii+1

2

∑i=1

n

A i

..................................................................................(2.5)

dengan :

p = besar curah hujan rerata daerah ( mm )

A1, A2 ,…, An = luas bagian-bagian antara garis-garis isohyet ( km2 )

I1…In = besar curah hujan rata – rata pada bagian A1 , A2 ,…, An

Page 10: LANDASAN TEORI - BINA NUSANTARA | Library ...library.binus.ac.id/eColls/eThesisdoc/Bab2DOC/2013-2... · Web viewDalam melakukan analisis hidrologi sering dihadapkan pada kejadian-kejadian

14

(Sumber: Triatmodjo, 2008)

Gambar 2.4 Metode Isohyet

2.3 Penelitian Terdahulu mengenai Curah Hujan Rerata Derah

Dasar atau acuan yang berupa teori-teori atau temuan-temuan melalui hasil

berbagai penelitian sebelumnya merupakan hal yang sangat perlu dan dapat

dijadikan sebagai data pendukung. Salah satu data pendukung yang menurut peneliti

perlu dijadikan bagian tersendiri adalah penelitian terdahulu yang relevan dengan

permasalahan yang sedang dibahas dalam penelitian ini. Dalam hal ini, hasil

penelitian terdahulu yang dijadikan acuan adalah luas daerah pengaliran Bendung

Katulampa.

Penelitian yang dilakukan oleh Komeji (2012), dengan judul “Penentuan

Batas Ambang Curah Hujan Penyebab Banjir (Studi Kasus DAS Ciliwung Hulu)”

memaparkan bahwa berdasarkan data pada tahun 2004 yang diperoleh di PSDA

dapat diketahui luas DAS di Bendung Katulampa adalah 150,3 km2.

Penelitian diatas juga didukung oleh penelitian yang dilakukan oleh Gunawan

(2008), dengan judul “Analisis dan Perhitungan Debit Sungai Ciliwung di Bendung

Katulampa” menggunakan data pada tahun 2005 yang diperoleh dari

BAKOSURTANAL. Adapun hasil yang diperoleh adalah dengan menggunakan

Page 11: LANDASAN TEORI - BINA NUSANTARA | Library ...library.binus.ac.id/eColls/eThesisdoc/Bab2DOC/2013-2... · Web viewDalam melakukan analisis hidrologi sering dihadapkan pada kejadian-kejadian

15

Metode Thiessen, diperoleh luas wilayah yang dipengaruhi oleh masing-masing

stasiun hujan tersebut yakni :

Stasiun hujan Katulampa = 5,4 km2

Stasiun hujan Gadog = 54,86 km2

Stasiun hujan Gunung Mas = 90,04 km2

Luas total daerah pengaliran = 150,3 km2

Bila dijadikan kedalam bentuk persentase, maka :

Stasiun hujan Katulampa = 5,4150,3

x 100% = 3,59%

Stasiun hujan Gadog = 54,86150,3

x 100% = 36,50%

Stasiun hujan Gunung Mas = 90,04150,3

x 100% = 59,91%

Dari kedua penelitian tersebut dapat diambil kesimpulan bahwa luas daerah

pengaliran Bendung Katulampa adalah 150,3 km2 dengan luas daerah stasiun

Katulampa; Gadog; dan Gunung Mas masing-masing adalah 5,4 km2; 54,86 km2; dan

90,04 km2.

Page 12: LANDASAN TEORI - BINA NUSANTARA | Library ...library.binus.ac.id/eColls/eThesisdoc/Bab2DOC/2013-2... · Web viewDalam melakukan analisis hidrologi sering dihadapkan pada kejadian-kejadian

16

2.4 Limpasan

Limpasan permukaan (surface runoff) yang merupakan air hujan yang

rnengalir dalam bentuk lapisan tipis di atas permukaan lahan akan rnasuk ke parit-

parit dan selokan-selokan yang kemudian bergabung menjadi anak sungai dan

akhirnya menjadi aliran sungai. Di daerah pegunungan (bagian hulu DAS) limpasan

permukaan dapat masuk ke sungai dengan cepat, yang dapat rnenyebabkan debit

sungai meningkat. Apabila debit sungai lebih besar dari kapasitas sungai untuk

mengalirkan debit maka akan terjadi luapan pada tebing sungai sehingga terjadi

banjir. Di DAS bagian hulu di mana kemiringan lahan dan kemiringan sungai besar,

atau di suatu DAS kecil kenaikan debit banjir dapat terjadi dengan cepat, sementara

pada sungai-sungai besar kenaikan debit terjadi lebih lambat untuk mencapai debit

puncak.

Banjir yang terjadi setiap tahun di banyak sungai di Indonesia menyebabkan

kerugian yang sangat besar, baik berupa korban jiwa maupun rnateril. Beberapa

variabel yang ditinjau dalam analisis banjir adalah volume banjir, debit puncak,

tinggi genangan, lama genangan dan kecepatan aliran.

2.4.1 Intensitas Curah Hujan

Perhitungan debit banjir menggunakan metode rasional memerlukan data

curah hujan. Intensitas curah hujan adalah ketinggian curah hujan yang terjadi pada

kurun waktu dimana air tersebut terkonsentrasi. Intensitas curah hujan dinotasikan

dengan huruf I dengan satuan mm/jam (Loebis, 1992).

Intensitas hujan yang tinggi pada umumnya berlangsung dengan durasi

pendek dan meliputi daerah yang tidak begitu luas. Hujan yang meliputi daerah yang

luas, jarang sekali dengan intensitas yang tinggi tetapi dapat berlangsung dengan

durasi yang cukup panjang. Kombinasi dari intensitasi hujan yang tinggi dengan

durasi yang panjang jarang terjadi, tetapi apabila terjadi berarti sejumlah besar

volume air bagaikan ditumpahkan dari langit (Sudjarwadi, 1987).

Besarnya intensitas curah hujan tidak sama di semua tempat. Hal ini

dipengaruhi oleh topografi, durasi, dan frekuensi di tempat atau lokasi yang

bersangkutan. Ketiga hal ini dijadikan pertimbangan dalam membuat lengkung IDF

(Intensity – Duration - Frequency). Lengkung IDF ini digunakan dalam metode

rasional untuk menentukan intensitas curah hujan rata-rata dari waktu konsentrasi

yang dipilih.

Page 13: LANDASAN TEORI - BINA NUSANTARA | Library ...library.binus.ac.id/eColls/eThesisdoc/Bab2DOC/2013-2... · Web viewDalam melakukan analisis hidrologi sering dihadapkan pada kejadian-kejadian

17

Kurva frekuensi intensitas-lamanya adalah kurva yang menunjukkan

persamaan dimana t sebagai absis dan I sebagai ordinat. Kurva ini digunakan untuk

perhitungan limpasan (run off) dengan rumus rasional dan untuk perhitungan debit

puncak dengan menggunakan intensitas curah hujan (Sosrodarsono, 2003).

Intensitas hujan (mm/jam) dapat diturunkan dari data curah hujan harian

(mm) empiris menggunakan metode Mononobe, intensitas curah hujan (I) dalam

rumus rasional dapat dihitung berdasarkan rumus :

It = R24

24 (24t )

23 ..........................................................................................(2.6)

dengan:

It = intensitas curah hujan untuk lama hujan t (mm/jam),

t = lamanya curah hujan (jam),

R24 = curah hujan maksimum selama 24 jam (mm)

2.4.2 Waktu Konsentrasi

Waktu konsentrasi adalah waktu yang diperlukan oleh partikel air untuk

mengalir dari titik terjauh di dalam daerah tangkapan sampai titik yang ditinjau.

Apabila durasi hujan lebih kecil dari waktu konsentrasi, intensitas hujan akan lebih

tinggi; tetapi hanya sebagian dari daerah tangkapan yang memberikan sumbangan

pada aliran; sehingga bisa jadi debit aliran yang terjadi di stasiun yang ditinjau lebih

keeil dibanding kalau durasi hujan sama dengan waktu konsentrasi. Dengan

demikian debit aliran akan maksimum bila durasi hujan sama dengan waktu

konsentrasi (Triatmodjo, 2008).

Salah satu metode untuk menghitung waktu konsentrasi,adalah rumus metode

Kirpich yang ditulis sebagai berikut :

tc = 0.0195 (L√S

)0.77

..............................................................................(2.7)

dimana :

tc = waktu konsentrasi (menit)

L = panjang lintasan air (meter)

S = kemiringan lahan

Page 14: LANDASAN TEORI - BINA NUSANTARA | Library ...library.binus.ac.id/eColls/eThesisdoc/Bab2DOC/2013-2... · Web viewDalam melakukan analisis hidrologi sering dihadapkan pada kejadian-kejadian

18

2.4.3 Metode Rasional

Metode rasional banyak digunakan untuk memperkirakan debit puncak yang

ditirnbulkan olah hujan deras pada dacrah tangkapan (DAS). Pemakaian metode

rasional sangat sederhana, dan sering digunakan dalam perencanaan drainasi

perkotaan. Beberapa parameter hidrologi yang diperhitungkan adalah intensitas

hujan, durasi hujan, frekuensi hujan, luas DAS, abstraksi (kehilangan air akibat

evaporasi, intcrsepsi, infiltrasi, tampungan permukaan) dan konsentrasi aliran.

Metode rasional didasarkan pada persamaan berikut:

Q = K*C*I*A..............................................................................................(2.8)

dengan:

Q = debit puncak yang ditimbulkan oleh hujan dengan intensitas, durasi dan

frekuensi tertentu (m3/s)

K = konstanta : 0,2778

I = intensitas hujan (mm/jam)

A = luas daerah tangkapan (km2)

C = koesifien aliran yang tergantung pada jenis permukaan lahan, yang nilainya

diberikan dalam Tabel 2.1.

Arti rumus ini dapat segera diketahui yakni jika terjadi curah hujan selama 1

jam dengan intensitas 1 mm/jam dalam daerah seluas 1 km2, maka debit banjir

sebesar 0,2778 m3/s dan melimpas selama 1 jam (Sosrodarsono, 2003).

Tabel 2.1 Koefisien Aliran C

Tipe daerah aliran CRerumputanTanah pasir, sedang, 2-7% Tanah pasir, curam, 7% Tanah gemuk, datar, 2% Tanah gemuk, sedang, 2-7% Tanah gemuk, curam, 7%

0,10 – 0,150,15 – 0,200,13 – 0,170,18 – 0,220,25 – 0,35

PerdaganganDaerah kota lamaDaerah pinggiran

0,75 – 0,950,50 – 0,70

PerumahanDaerah single familyMulti unit terpisahMulti unit tertutupSuburbanDaerah apartemen

0,30 – 0,500,40 – 0,600,60 – 0,750,25 – 0,400,50 – 0,70

IndustriDaerah ringan 0,50 – 0,80

Page 15: LANDASAN TEORI - BINA NUSANTARA | Library ...library.binus.ac.id/eColls/eThesisdoc/Bab2DOC/2013-2... · Web viewDalam melakukan analisis hidrologi sering dihadapkan pada kejadian-kejadian

19

Dareah berat 0,60 – 0,90Taman, kuburan 0,10 – 0,25Tempat bermain 0,20 – 0,35Halaman kereta api 0,20 – 0,40Daerah tidak dikerjakan 0,10 – 0,30Atap 0,75 – 0,95

(Sumber: Triatmodjo, 2008)

2.4.4 Penelitian Terdahulu mengenai Koefisien Aliran

Dasar atau acuan yang berupa teori-teori atau temuan-temuan melalui hasil

berbagai penelitian sebelumnya merupakan hal yang sangat perlu dan dapat dijadikan

sebagai data pendukung. Dalam hal ini, hasil penelitian terdahulu yang dijadikan

acuan adalah koefisien aliran pada catchment area.

Penelitian yang dilakukan oleh Kunu (2008) yang berjudul “Efek Perubahan

Penggunaan Lahan di DAS Ciliwung Terhadap Aliran Permukaan”. Adapun

menurutnya bahwa selama periode 21 tahun (1950-1970)dan 33 tahun (1970-

2003) di DAS Ciliwung, seiring dengan pertambahan waktu terjadi peningkatan

proporsi luas lahan hutan lebat, hutan belukar, kebun campuran, semak, padang

rumput, tegalan/ladang, kolam air tawar, tanah kosong, kawasan permukiman,

perumahan dan industri sedangkan luas lahan lainnya mengalami penurunan.

Satu-satunya lahan yang tidak berubah luasannya adalah taman (kebun raya

Bogor). Adapun data koefisien aliran tahunan Katulampa pada penelitian tersebut

diperoleh dari Balai Hidrologi, Litbang Sumber Daya Air. Pada Tabel 2.2 terlampir

data koefisien aliran Katulampa pada tahun 1992-2003.

Tabel 2.2 Koefisien Aliran Permukaan ( C ) Catchment Area Katulampa

Tahun C1992 0.58171993 0.69001994 0.34481995 0.54141996 0.27501997 0.23471998 0.27761999 0.41602000 0.25422001 0.62892002 0.55282003 0.2757

Page 16: LANDASAN TEORI - BINA NUSANTARA | Library ...library.binus.ac.id/eColls/eThesisdoc/Bab2DOC/2013-2... · Web viewDalam melakukan analisis hidrologi sering dihadapkan pada kejadian-kejadian

20

Dari Tabel 2.2 dapat diperoleh rata-rata koefisien aliran dari tahun 1992-2003

sebesar 0,4226. Hasil dari koefisien aliran dapat digunakan dalam perhitungan debit

aliran pada Bendung Katulampa yang dalam penelitian ini akan dibandingkan juga

dengan koefisien terbaru.

2.5 Ukuran Akurasi Peramalan

Menurut Makridakis (1991), forecasting (peramalan) yaitu prediksi nilai-nilai

sebuah peubah berdasarkan kepada nilai yang diketahui dari peubah tersebut atau

peubah yang berhubungan. Menurut Subagyo (1986), peramalan bertujuan

mendapatkan ramalan yang dapat meminimumkan kesalahan meramal yang dapat

diukur dengan Mean Absolute Percent Error (MAPE).

Peramalan pada umumnya digunakan untuk memprediksi sesuatu yang

kemungkinan besar akan terjadi misalnya kondisi permintaan, banyaknya curah

hujan atau debit, kondisi ekonomi, dan lain-lain. Atas dasar logika, langkah dalam

metode peramalan secara umum adalah mengumpulkan data, menyeleksi dan

memilih data, memilih model peramalan, menggunakan model terpilih untuk

melakukan peramalan, evaluasi hasil akhir. Berdasarkan sifatnya, peramalan

dibedakan menjadi:

1. Peramalan Kualitatif

Peramalan yang didasarkan atas data kualitatif pada masa lalu. Hasil

peramalan kualitatif didasarkan pada pengamatan kejadian–kejadian di

masa sebelumnya digabung dengan pemikiran dari penyusunnya.

2. Peramalan Kuantitatif

Peramalan yang didasarkan atas data kuantitatif masa lalu yang

diperoleh dari pengamatan nilai–nilai sebelumnya. Hasil peramalan yang

dibuat tergantung pada metode yang digunakan, menggunakan metode

yang berbeda akan diperoleh hasil peramalan yang berbeda.

Beberapa kriteria untuk menguji ketepatan ramalan yaitu :

1. ME (Mean Error) / nilai tengah kesalahan :

ME=∑i=1

N e i

N

2. MSE (Mean Square Error) / nilai tengah kesalahan kuadrat

MS E=∑i=1

N ei2

N

Page 17: LANDASAN TEORI - BINA NUSANTARA | Library ...library.binus.ac.id/eColls/eThesisdoc/Bab2DOC/2013-2... · Web viewDalam melakukan analisis hidrologi sering dihadapkan pada kejadian-kejadian

21

3. MAE (Mean Absolut Error) / nilai tengah kesalahan absolut

M A E=∑i=1

N

¿e i∨¿

N¿

4. MAPE (Mean Absolut Percentage Error) / nilai tengah kesalahan persentase

absolut

M AP E=∑i=1

N

¿ PEi∨¿N

¿

Dimana:

e i = X t−Ft (kesalahan pada periode ke t)

X t = data aktual pada periode ke t

F t = nilai ramalan pada periode ke t

PEi = Xt - Ft

Xt.100% (kesalahan persentase pada periode ke t)

N = Banyaknya periode waktu

Verifikasi dari model yang dirancang bangun akan sangat tepat dalam

menggambarkan kondisi sesungguhnya bila nilai MAPE lebih kecil dari 5%. Untuk

selang MAPE antara 5% sampai dengan dengan 10%, model menunjukkan cukup

tepat dalam menggambarkan kondisi sesungguhnya, sedangkan bila MAPE lebih

besar dari 10%, maka model tidak tepat dalam menggambarkan kondisi

sesungguhnya sehingga memerlukan perbaikan dalam struktur maupun ekspresi

matematisnya (Lomauro Bakshi, 1985; dalam Somantri, 2005; dalam Somantri dan

Thahir, 2007).

2.6 Analisa Frekuensi

Analisa frekuensi adalah prosedur memperkirakan frekuensi suatu kejadian

pada masa lalu atau yang akan datang. Analisis frekuensi dapat dilakukan dengan

seri data yang diperoleh dari rekaman data baik data curah hujan maupun data debit.

Analisis ini sering dianggap cara analisis paling baik, karena dilakukan terhadap data

yang terukur langsung yang tidak melewati pengalih ragaman terlebih dahulu (Sri

Harto, 2003; dalam Machairiyah, 2007).

Tujuan dari analisis frekuensi data hidrologi adalah mencari hubungan antara

besarnya kejadian ekstrim terhadap frekuensi kejadian dengan menggunakan

distribusi probabilitas. Besarnya kejadian ekstrim mempunyai hubungan terbalik

dengan probabilitas kejadian, misalnya frekuensi kejadian debit banjir bandang

Page 18: LANDASAN TEORI - BINA NUSANTARA | Library ...library.binus.ac.id/eColls/eThesisdoc/Bab2DOC/2013-2... · Web viewDalam melakukan analisis hidrologi sering dihadapkan pada kejadian-kejadian

22

(sangat besar) adalah lebih kecil dibanding dengan debit-debit sedang atau kecil.

Dengan analisis frekuensi akan diperkirakan besamya banjir dengan interval kejadian

tertentu seperti 10 tahunan,100 tahunan atau 1000 tahunan, dan juga berapakah

frekuensi banjir dengan besar tertentu yang mungkin terjadi selama suatu periode

waktu, misalnya 100 tahun. Analisis frekuensi dapat diterapkan untuk data debit

sungai atau data hujan. Data yang digunakan adalah data debit atau hujan maksimum

tahunan, yaitu data terbesar yang terjadi selama satu tahun, yang terukur selama

beberapa tahun.

2.6.1 Statistik

Sebelum mempelajari beberapa prinsip statistik, berikut ini diberikan

beberapa istilah statistik yang akan banyak digunakan. Distribusi (distribution)

adalah data yang disusun menurut besarnya, misalnya data debit banjir, dimulai dari

debit banjir terbesar dan berakhir dengan debit banjir terkecil, atau sebaliknya.

Distribusi probabilitas (probability distribution) adalah jumlah kejadian dari

sebuah variat diskret dibagi dengan jumlah kejadian data. Jumlah total probabilitas

dari seluruh variat adalah 1. Probabilitas kumulatif adalah jumlah peluang dari variat

acak yang mempunyai sebuah nilai sama atau kurang (sama atau lebih) dari suatu

nilai tertentu.

Frekuensi (frequency) adalah jumlah kejadian dari sebuah variat dari variabel

diskret. Interval kelas (class intervals) adalah ukuran pembagian kelas dari suatu

variabel. Distribusi frekuensi (frequency distribution) adalah suatu distribusi atau

tabel frekuensi yang mengelompokkan data yang belum terkelompok menjadi data

kelompok. Dalam analisis data hidrologi diperlukan ukuran-ukuran numerik yang

menjadi ciri data tersebut. Sembarang nilai yang menjelaskan ciri susunan data

disebut parameter. Parameter yang digunakan dalam analisis susunan data dari suatu

variabel disebut dengan parameter statistik, seperti nilai rerata, deviasi, dsb.

Pengukuran parameter statistik yang sering digunakan dalam analisis data hidrologi

meliputi pengukuran tendensi sentral (central tendency) dan dispersi (dispersion).

(Sumber : Triatmodjo, 2008).

Page 19: LANDASAN TEORI - BINA NUSANTARA | Library ...library.binus.ac.id/eColls/eThesisdoc/Bab2DOC/2013-2... · Web viewDalam melakukan analisis hidrologi sering dihadapkan pada kejadian-kejadian

23

2.6.2 Tendensi Sentral

Nilai rerata (average) merupakan nilai yang cukup representatif dalam suatu

distribusi. Nilai rerata dapat digunakan untuk pengukuran suatu distribusi; dan

mempunyai bentuk berikut ini.

x = 1n ∑

i=1

n

x i ..............................................................................................(2.9)

dengan :

x = rerata

x i = variabel random

n = jumlah data

Median adalah nilai tengah dari suatu distribusi, atau dapat dikatakan variat

yang membagi distribusi frekuensi menjadi dua bagian yang sama. Probabilitas dari

median adalah 50%. Untuk data yang jumlahnya ganjil, median adalah data pada

urutan ke (n+ 1)/2 dengan n adalah jumlah data. Untuk data yang jumlahnya genap.

median adalah data yang terletak titik tengah urutan data ke n/2 dan (n+2)/2. Modus

adalah variat yang terjadi pada frekuensi paling banyak.

2.6.3 Dispersi

Tidak semua variat dari variabel hidrologi sama dengan nilai reratanya, tetapi

ada yang lebih besar atau lebih kecil. besarnya derajat sebaran variat di sekitar nilai

reratanya disebut varian (variance) atau penyebaran (dispersi, dispersion).

Penyebaran data dapat diukur dengan deviasi standar (standard deviation) dan

varian.

Varian dapat dihitung dengan menggunakan persamaan berikut :

s2 = 1n - 1 ∑

i=1

n

( x i - x)2 ...........................................................................(2.10)

dimana s2 adalah varian. Akar dari varian, s, adalah deviasi standar :

s = √1n - 1 ∑

i=1

n

(x i -x )2 ..............................................................................(2.11)

dengan :

s = standar deviasi

x = rerata

Page 20: LANDASAN TEORI - BINA NUSANTARA | Library ...library.binus.ac.id/eColls/eThesisdoc/Bab2DOC/2013-2... · Web viewDalam melakukan analisis hidrologi sering dihadapkan pada kejadian-kejadian

24

x i = variabel random

n = jumlah data

koefisien varian adalah nilai perbandingan antara deviasi standar dan nilai rerata,

yang mempunyai bentuk :

Cv = sx ......................................................................................................(2.12)

Deviasi standar dan koefisien varian dapat digunakan untuk mengetahui variabilitas

dari distribusi.

Kemencengan (skewness) dapat digunakan untuk mengetahui derajat ketidak-

simetrisan (asimetri, assimetry) dari suatu bentuk distribusi. Kemencengan diberikan

oleh bentuk berikut :

a = n(n - 1)(n - 2) ∑i=1

n

( x i- x )3 ................................................................(2.13)

Koefisien asimetri diberikan oleh bentuk berikut :

Cs = as3 = n

(n - 1) (n - 2) s3 ∑i=1

n

( x i - x )3..........................................(2.14)

Untuk distribusi simetris asimetri adalah a = 0 dan Cs = 0. Apabila distribusi

condong ke kanan (distribusi dengan ekor panjang ke kanan), Cs > 0; untuk bentuk

condong ke kiri (distribusi dengan ekor panjang ke kiri), Cs < 0; Koefisien kurtosis

diberikan oleh persamaan berikut :

Ck =n2

(n-1) (n-2 )(n-3) s4 ∑i=1

n

( x i - x )4 ....................................................(2.15)

2.6.4 Seri Data Hidrologi

Data debit banjir atau hujan yang digunakan untuk analisis frekuensi dipilih

dan seri data lengkap hasil observasi selama beberapa tahun. Penjelasan mengenai

seri data yang digunakan dalam analisis frekuensi diberikan dalam Gambar 2.5

(Chow et al., 1988). Gambar 2.5.a. menunjukkan seri data lengkap yang berisi

seluruh data sepanjang tahun pencatatan. Apabila data debit adalah harian, maka

dalam satu tahun terdapat 365 data debit. Data yang digunakan untuk analisis

frekuensi dapat dibedakan menjadi dua tipe berikut ini.

1. Partial Duration series

Page 21: LANDASAN TEORI - BINA NUSANTARA | Library ...library.binus.ac.id/eColls/eThesisdoc/Bab2DOC/2013-2... · Web viewDalam melakukan analisis hidrologi sering dihadapkan pada kejadian-kejadian

25

Metode ini digunakan apabila jumlah data kurang dari 10 tahun data runtut

waktu. Partial duration series yang juga disebut dengan (peaks over treshold,

POT) adalah rangkaian data debit banjir/hujan yang besarnya di atas suatu

nilai batas bawah tertentu. Dengan demikian dalam satu tahun bisa terdapat

lebih dan satu data yang digunakan dalam analisis. Dari setiap tahun data

dipilih 2 sampai 5 data tertinggi. Tipe data ini ditunjukkan dalam Gambar

2.5.b.

2. Annual Maximum Series

Metode ini digunakan apabila tersedia data debit atau hujan minimal 10 tahun

data runtut waktu. Tipe ini adalah dengan memilih satu data maksimum

setiap tahun. Dalam satu tahun hanya ada satu data, seperti ditunjukkan dalam

Gambar 2.5.c. Dengan cara ini, data terbesar kedua dalam suatu tahun yang

mungkin lebih besar dari data maksimum pada tahun yang lain tidak

diperhitungkan.

Page 22: LANDASAN TEORI - BINA NUSANTARA | Library ...library.binus.ac.id/eColls/eThesisdoc/Bab2DOC/2013-2... · Web viewDalam melakukan analisis hidrologi sering dihadapkan pada kejadian-kejadian

26

(Sumber : Chow, 1988)

Gambar 2.5 Seri Data Hidrologi

2.6.5 Periode Ulang

Periode ulang (return period) didefinisikan sebagai waktu hipotetik di mana

debit atau hujan dengan suatu besaran tertentu (xT) akan disamai atau dilampaui

sekali dalam jangka waktu tersebut. Berdasarkan data debit atau hujan untuk

beberapa tahun pengamatan dapat diperkirakan Debit/hujan yang diharapkan disamai

atau dilampaui satu kali dalam T tahun; dan debit/hujan tersebut dikenal sebagai

debit/hujan dengan periode ulang T tahun atau debit/hujan T tahunan.

bahwa suatu kejadian atau peristiwa akan terjadi dalam satu tahun mempunyai

bentuk berikut

P (Q ≥ QT ) = 1T ....................................................................................(2.16)

Probabilitas tidak terjadinya debit dengan periode ulang T tahun adalah :

F ( Q ≥ QT ) =1 - 1T ..............................................................................(2.17)

Probabilitas tidak terjadinya debit dengan periode ulang T tahun dalam n tahun yang

berurutan adalah:

F (Q ≥ QT )n = (1 - 1T

)n .....................................................................(2.18)

Resiko atau probabilitas bahwa debit Q akan terjadi paling tidak satu kali dalam n

tahun yang berurutan :

R = 1- F (Q )n = 1- (1 - 1T

)n ............................................................(2.19)

Page 23: LANDASAN TEORI - BINA NUSANTARA | Library ...library.binus.ac.id/eColls/eThesisdoc/Bab2DOC/2013-2... · Web viewDalam melakukan analisis hidrologi sering dihadapkan pada kejadian-kejadian

27

dengan menggunakan persamaan (2.16) akan dapat dihitung periode ulang dari debit

rencana untuk suatu bangunan dengan umur rencana n tahun, tingkat risiko yang

dikehendaki R dan probabilitas p.

2.6.6 Distribusi Probabilitas Kontinyu

Ada beberapa bentuk fungsi distribusi kontinyu (teoritis), yang sering

digunakan dalam analisis frekuensi untuk hidrologi menggunakan metode teoritis

yang ada. Beberapa jenis distribusi antara lain :

1. Distribusi Gumbel

2. Distribusi Normal

3. Distribusi Log Pearson III

2.6.7 Distribusi Gumbel

Menurut Gumbel (1941), persoalan tertua adalah berhubungan dengan nilai-

nilai ekstrem datang dari persoalan banjir. Tujuan teori statistik nilai-nilai ekstrem

adalah untuk menganalisis hasil pengamatan nilai-nilai ekstrem tersebut untuk

memperkirakan nilai-nilai ekstrem berikutnya. Menurut teori ini ada 2 parameter,

yaitu μ (nilai distribusi) dan α (ukuran dispersi). Berikut adalah rumus-rumus nya

(Chow, 2001) :

F ( x ) = exp [-exp (- ( x - μ )α )] ................................................................(2.20)

dimana:

μ = x - 0.5772α ................................................................................. (2.21)

α = √6 sπ

..................................................................................................(2.22)

jika y =((x - μ)α )...........................................................................................(2.23)

maka F ( x ) = exp (- exp ( -y )) ............................................................................(2.24)

dengan:

y : faktor reduksi Gumbel

u : modus dari distribusi (titik dari densitas prababilitas maksimum)

s : deviasi standar

Penyelesaian dari Persamaan (2.20) menghasilkan:

Page 24: LANDASAN TEORI - BINA NUSANTARA | Library ...library.binus.ac.id/eColls/eThesisdoc/Bab2DOC/2013-2... · Web viewDalam melakukan analisis hidrologi sering dihadapkan pada kejadian-kejadian

28

Yt=−ln [ ln 1F (x ) ] ....................................................................................(2.25)

Dari persamaan (2.11) :

P ( x ≥ xT ) =1T

1- P(x < xT ) =1T

1- F (xT ) =1T

sehingga :

F ( xT ) = T - 1T ...............................................................................(2.26)

Page 25: LANDASAN TEORI - BINA NUSANTARA | Library ...library.binus.ac.id/eColls/eThesisdoc/Bab2DOC/2013-2... · Web viewDalam melakukan analisis hidrologi sering dihadapkan pada kejadian-kejadian

29

Subtitusi persamaan (2.21) ke dalam persamaan (2.20) menghasilkan:

Yt=−ln [ ln T

T−1 ].....................................................................................(2.27)

Distribusi xT bergantung dari yT , dari persamaan (2.18) diperoleh:

xT = μ + α yT........................................................................................ (2.28)

atau dapat juga menjadi:

xT = x + KT s .......................................................................................(2.29)

Keterangan :

x = Nilai tengah (mean)

s/σ x = Standard deviasi

K = Faktor frekuensi

Faktor frekuensi K untuk nilai-nilai ekstrim Gumbel ditulis dengan rumus berikut ini,

Chow (1953) :

KT = - √6π {0.5772 + ln [ ln(T

T - 1 ) ]}..................................................... (2.30)

KT =¿ merupakan fungsi dari peluang atau yang digunakan periode ulang dan tipe

model matematik distribusi peluang yang digunakan untuk analisis peluang (Suripin,

2004; dalam Machairiyah, 2007).

Selain itu, variabel yang dibutuhkan dalam metode ini adalah Yn dan Sn. Yn

dan Sn masing-masing sendiri adalah nilai rerata dan deviasi standar dari variat

Gumbel, yang nilainya tergantung dari jumlah data.

Page 26: LANDASAN TEORI - BINA NUSANTARA | Library ...library.binus.ac.id/eColls/eThesisdoc/Bab2DOC/2013-2... · Web viewDalam melakukan analisis hidrologi sering dihadapkan pada kejadian-kejadian

30

Tabel 2.3 Nilai Yn dan Sn fungsi Jumlah Data

(Sumber : Limantara, Soetopo, 2009)

2.6.8 Distribusi Normal

Distribusi normal adalah simteris terhadap sumbu vertikal dan berbentuk

lonceng yang juda disebut dengan Distribusi Gauss. Distribusi normal mempunyai

dua parameter yaitu rerata μ dan deviasi standar σ dari populasi. Dalam praktek nilai

rerata x dan deviasi standar diturunkan Dari data sampel untuk menggantikan μ dan

σ.

Distribusi Normal (Distribusi Gauss), merupakan distribusi probabilitas yang

mempunyai probability density function sebagai berikut :

f ( x ) =1σ√2π

exp[ - (x-μ )2

2 σ2 ].........................................................................(2.31)

dengan X adalah variabel random dan p(X) adalah fungsi probabilitas kontinyu.

Apabila variabel X ditulis dalam bentuk berikut :

z = X - μσ ...............................................................................................(2.32)

8 0.4843 0.9043 24 0.5296 1.08649 0.4902 0.9288 25 0.5309 1.091510 0.4952 0.9497 26 0.5320 1.096111 0.4996 0.9676 27 0.5332 1.100412 0.5035 0.9833 28 0.5343 1.1047

Snn Yn Sn n Yn

13 0.5070 0.9972 29 0.5353 1.108614 0.5100 1.0095 30 0.5362 1.112415 0.5128 1.0205 31 0.5371 1.115916 0.5157 1.0316 32 0.5380 1.119317 0.5181 0.0411 33 0.5388 1.122618 0.5202 1.0493 34 0.5396 1.125519 0.5220 1.0566 35 0.5402 1.128520 0.5235 1.0628 36 0.5410 1.131321 0.5252 1.0696 37 0.5418 1.133922 0.5268 1.0754 38 0.5424 1.136323 0.5283 1.0811 39 0.5430 1.1388

Page 27: LANDASAN TEORI - BINA NUSANTARA | Library ...library.binus.ac.id/eColls/eThesisdoc/Bab2DOC/2013-2... · Web viewDalam melakukan analisis hidrologi sering dihadapkan pada kejadian-kejadian

31

nilai z sesuai dengan probabilitas terlampaui p (p = 1/T), dapat dihitung dengan

mencari nilai dari variabel menengah w :

w =[ ln(1p2 )]

12 .........................................................................................(2.33)

Keterangan :

f(x) = Fungsi densitas peluang normal (ordinat kurva normal)

x = Variabel acak kontinu

µ = Rata-rata nilai x

σ = Simpangan baku dari x

µ dan σ adalah parameter statistik, yang masing – masing adalah nilai rata–

rata dan standar deviasi dari variant. Analisa kurva normal cukup menggunakan

parameter statistik µ dan σ. Bentuk kurvanya simetris terhadap X = µ dan grafiknya

selalu di atas sumbu datar X, serta mendekati sumbu datar X, dan dimulai dari X = µ

+ 3σ dan X = µ - 3σ. Nilai mean = median = modus. Nilai X mempunyai batas -∞ <

x < +∞.

yang dapat didekati dengan :

xT = x + KT s .......................................................................................(2.34)

dengan nilai KTMenurut Abramowitz dan Stegun (1965) :

KT = z = w -2,515517 + 0 , 802853w + 0,010328 w2

1 + 1,432788w + 0,189269 w2 + 0,001308 w3 ....... (2.35)

Standar deviasi :

(s) = √∑i=1

n

(X1 - X)2

n-1.................................................................................(2.36)

Keterangan :

x = Perkiraan nilai yang diharapkan terjadi dengan periode ulang T-tahunan

x = Nilai rata-rata hitung sampel

s = Deviasi standar nilai sampel

KT = Faktor frekuensi

Adapun faktor frekuensi, KT juga dapat dilihat pada Tabel 2.3 berikut ini.:

Page 28: LANDASAN TEORI - BINA NUSANTARA | Library ...library.binus.ac.id/eColls/eThesisdoc/Bab2DOC/2013-2... · Web viewDalam melakukan analisis hidrologi sering dihadapkan pada kejadian-kejadian

32

Tabel 2.4 Nilai Variabel Reduksi Gauss

Periode Ulang Peluang

KTT (tahun)1,001 0,999 -3,05

1,005 0,995 -2,58

1,010 0,990 -2,33

1,050 0,950 -1,64

1,110 0,900 -1,28

1,250 0,800 -0,84

1,330 0,750 -0,67

1,430 0,700 -0,52

1,670 0,600 -0,25

2,000 0,500 0

2,500 0,400 0,25

3,330 0,300 0,52

4,000 0,250 0,67

5,000 0,200 0,84

10,000 0,100 1,28

20,000 0,050 1,64

50,000 0,200 2,05

100,000 0,010 2,33

200,000 0,005 2,58

500,000 0,002 2,88

1,000,000 0,001 3,09

(Sumber: Bonnier, 1980; dalam Soewarno, 1995)

2.6.9 Distribusi Log Pearson III

Menurut Triatmodjo (2008), Pearson telah mengembangkan banyak model

matematik fungsi distribusi untuk membuat persamaan empiris dari suatu distribusi.

Ada 12 tipe distribusi pearson, namun hanya distribusi log pearson III yang banyak

digunakan dalam hidrologi, terutama dalam analisis data maksimum, bentuk

distribusi log pearson III merupakan hasil transformasi dari distribusi pearson III

dengan transformasi variat menjadi nilai log. PDF dari distribusi log pearson III

mempunyai bentuk berikut :

Page 29: LANDASAN TEORI - BINA NUSANTARA | Library ...library.binus.ac.id/eColls/eThesisdoc/Bab2DOC/2013-2... · Web viewDalam melakukan analisis hidrologi sering dihadapkan pada kejadian-kejadian

33

p ( x ) = xy - 1 e -x / β

βγ Γ (γ) ...................................................................................(2.37)

dengan β dan γ adalah parameter.

Rerata dari distribusi gamma adalah βγ, varians adalah β2γ, dan kemencengan

adalah 2/(γ¿2. Persamaan CDF mempunyai bentuk :

Γ (γ) = ∫0

xγ-1 e-x/β ..................................................................................(2.38)

Bentuk kumulatif dari distribusi log pearson III dengan nilai variat X apabila

digambarkan pada kertas probabilitas logaritmik akan membentuk persamaan garis

lurus, persamaan tersebut mempunyai bentuk berikut :

y = x + KT s ..........................................................................................(2.39)

Nilai debit banjir xT adalah

xT = arc y ...............................................................................................(2.40)

Dalam pemakaian Log Pearson Type III, kita harus mengkonversi rangkaian

datanya menjadi logaritma. Langkah-langkah rumus untuk Log Pearson III sebagai

berikut:

x =∑i=1

n

l n x i

n ..............................................................................................(2.41)

Menghitung sx (standar deviasi) dan menentukan C s (koefisien kemencengan).

Sx =√∑i=1

n

(ln x1 - ln x )2

n - 1 .............................................................................(2.42)

dengan :

y = nilai logaritmik dari x dengan periode ulang T

x = nilai rerata dari xi

s = standar deviasi dari xi

KT = faktor frekuensi

Menurut Chow (2001), faktor frekuensi sama dengan standar normal variabel

z. Selain dari itu, maka KT disesuaikan oleh pendekatan Kite (1977) sebagai berikut :

KT = z + (z2 -1) k + 13

(z3- 6z ) k2- (z2- 1 ) k3+ zk4 + 13

k5 .................. (2.43)

Nilai k =Cs

6 ..............................................................................................(2.44)

Page 30: LANDASAN TEORI - BINA NUSANTARA | Library ...library.binus.ac.id/eColls/eThesisdoc/Bab2DOC/2013-2... · Web viewDalam melakukan analisis hidrologi sering dihadapkan pada kejadian-kejadian

34

Koefisien skewness :

Cs=n∑

i=1

n

(Log Y1 - Log Y r )3

( n-1) (n-2 ) S3 ..................................................................(2.45)

dengan Parameter Cs dan periode ulang Nilai KTjuga dapat dilihat pada Tabel 2.4

dibawah ini :

Tabel 2.5 Nilai KT Distribusi Log Pearson III

T (th) 1,0101 1,0526 1,1111 1,25 2 5 10 20 25 50 100 200 1000Cs:P(%) 99 95 90 80 50 20 10 5 4 2 1 0,5 0,1

0,0 -2,326 -1,645 -1,282 -0,842 0,000 0,842 1,282 1,595 1,751 2,045 2,376 2,576 3,0900,1 -2,252 -1,616 -1,270 -0,085 0,017 0,836 1,297 1,622 1,785 2,107 2,400 2,670 3,2300,2 -2,170 -1,538 -1,258 -0,850 0,033 0,830 1,301 1,646 1,818 2,159 2,472 2,763 3,3800,3 -2,130 -1,555 -1,245 -0,853 0,050 0,824 1,309 1,669 1,849 2,211 2,544 2,856 3,5200,4 -2,029 -1,524 -1,231 -0,855 0,066 0,816 1,317 1,692 1,880 2,261 2,615 2,947 3,6700,5 -1,955 -1,491 -1,216 -0,856 0,083 0,808 1,323 1,714 1,910 2,311 2,606 3,041 3,8100,6 -1,880 -1,458 -1,200 -0,857 0,079 0,800 1,328 1,735 1,939 2,359 2,755 3,132 3,9600,7 -1,806 -1,423 -1,183 -0,857 0,116 0,790 1,333 1,756 1,967 2,407 2,824 3,223 4,1000,8 -1,733 -1,388 -1,166 -0,856 0,132 0,780 1,336 1,774 1,993 2,453 2,891 3,312 4,2400,9 -1,660 -1,353 -1,147 -0,854 0,148 0,769 1,339 1,792 2,018 2,498 2,957 3,401 4,3901,0 -1,588 -1,317 -1,128 -0,852 0,164 0,758 1,340 1,809 2,043 2,542 3,022 3,489 4,5301,1 -1,518 -1,280 -1,107 -0,018 0,180 0,745 1,341 1,824 2,066 2,585 3,087 3,575 4,670

(Sumber : Soemarto, 1987)

2.6.10 Uji Kecocokan Distribusi

Uji kecocokan distribusi dilakukan untuk mengetahui jenis metode yang

paling sesuai dengan data debit atau hujan. Uji metode dilakukan dengan uji

keselarasan distribusi yang dimaksudkan untuk menentukan apakah persamaan

distribusi peluang yang telah dipilih, dapat mewakili dari distribusi statistik sampel

data yang dianalisis (Soewarno, 1995).

Ada dua jenis uji keselarasan yaitu uji Chi-Kuadrat (Chi-Square) dan

Smirnov Kolmogorof. Pada tes ini biasanya yang diamati adalah hasil perhitungan

yang diharapkan.

1. Uji Chi-Kuadrat

Prinsip pengujian dengan metode ini didasarkan pada jumlah pengamatan

yang diharapkan pada pembagian kelas, dan ditentukan terhadap jumlah data

Page 31: LANDASAN TEORI - BINA NUSANTARA | Library ...library.binus.ac.id/eColls/eThesisdoc/Bab2DOC/2013-2... · Web viewDalam melakukan analisis hidrologi sering dihadapkan pada kejadian-kejadian

35

pengamatan yang terbaca di dalam kelas tersebut, atau dengan membandingkan nilai

chi square (X2) dengan nilai chi square kritis (X2cr). Uji keselarasan chi kuadrat

menggunakan rumus (Soewarno, 1995) :

X2=∑t=1

N (Of - Ef )2

Ef ..................................................................................(2.46)

dengan:

X2 = nilai Chi-Square terhitung

Ef = frekuensi (banyak pengamatan) yang diharapkan sesuai dengan pembagian

kelasnya

Of = frekuensi yang terbaca pada kelas yang sama

N = jumlah sub-kelompok dalam satu grup

Suatu distribusi dikatakan selaras jika nilai X2 hitung diperoleh lebih kecil

dari nilai X2cr (Chi-Kuadrat kritik), untuk suatu derajat nyata tertentu, yang sering

diambil 5%. Derajat kebebasan dihitung dengan persamaan berikut :

DK = K - (α + 1) ................................................................................(2.47)

dengan :

DK = derajad kebebasan

K = banyaknya kelas

α = banyaknya keterikatan (banyaknya parameter), untuk uji Chi-Kuadrat

adalah 2.

Nilai X2cr , diperoleh dari Tabel 2.5 dibawah ini. Disarankan agar banyaknya

kelas tidak kurang dari 5 dan frekuensi absolut tiap kelas tidak kurang dari 5 pula.

Tabel 2.6 Nilai Chi Kuadrat Kritik

DKDistribusi X2

0.995 0.9 0.5 0.1 0.05 0.01

1 0 0.016 0.455 2.706 3.841 6.635

2 0.01 0.211 1.386 4.605 5.991 9.21

3 0.072 0.584 2.366 6.251 7.815 11.345

4 0.207 1.064 3.357 7.779 9.488 13.277

5 0.412 1.61 4.351 0.236 11.07 15.086

6 0.676 2.402 5.348 10.645 12.592 16.812

7 0.989 2.833 6.346 12.017 14.067 18.475

8 1.344 3.49 7.344 13.362 15.507 20.09

Page 32: LANDASAN TEORI - BINA NUSANTARA | Library ...library.binus.ac.id/eColls/eThesisdoc/Bab2DOC/2013-2... · Web viewDalam melakukan analisis hidrologi sering dihadapkan pada kejadian-kejadian

36

9 1.735 4.168 8.343 14.684 16.919 21.666

10 2.156 4.865 9.342 15.987 18.307 23.209

(Sumber: Soemarto, 1987)

2. Uji Smirnov Kolmogorof

Uji Smirnov Kolmogorof digunakan untuk menguji kesesuaian dari distribusi

secara horizontal dari data. Pengujian ini dilakukan dengan membandingkan

probabilitas tiap data antara sebaran empiris dan sebaran teoritis. Sebagai alternatif

untuk menguji kesesuaian distribusi (goodness of fit), dapat digunakan Uji Smirnov-

Kolmogorov. Caranya dengan mengurutkan data X dari kecil ke besar. Kemudian

menghitung simpangan maksimum D dengan rumus:

D = Max|Pt( x )− P

e( x )|

.........................................................................(2.48)

Dengan:

Pt (x) = posisi data X menurut garis sebaran teoritis.

Pe(x) = posisi data X menurut pengamatan, dalam hal ini dipakai posisi plotting

menurut Weibull

Untuk mendapatkan Sn(x)memakai posisi plotting dari Weibull, digunakan

rumus berikut.

Pe(x )= m

1+n .............................................................................................(2.49)

sedangkan Pt(x) adalah besarnya probabilitas dari sebaran yang diuji untuk data X.

Apabila diketahui besarnya Pr (probabilitas terjadi), maka :

Pt= 1/ Tr

...................................................................................................(2.50)

Yt = −ln [−ln Tr (Q )−1

Tr (Q) ].........................................................................(2.51)

dengan:

Pr = Probabilitas data X untuk disamai atau dilampaui

Simpangan maksimum D dari hasil perhitungan lalu dibandingkan dengan

nilai D kritis (Dcr) dari Tabel 2.6 berikut :

Page 33: LANDASAN TEORI - BINA NUSANTARA | Library ...library.binus.ac.id/eColls/eThesisdoc/Bab2DOC/2013-2... · Web viewDalam melakukan analisis hidrologi sering dihadapkan pada kejadian-kejadian

37

Tabel 2.7 Nilai D kritis (Dcr) Untuk Uji Smirnov Kolmogorov

20% 15% 10% 5% 1%1 0.900 0.925 0.950 0.975 0.9952 0.684 0.762 0.776 0.842 0.9293 0.565 0.597 0.642 0.708 0.8294 0.494 0.525 0.564 0.624 0.7345 0.446 0.747 0.510 0.563 0.669

6 0.410 0.436 0.470 0.521 0.6187 0.381 0.405 0.438 0.486 0.5778 0.358 0.381 0.411 0.457 0.5439 0.229 0.360 0.388 0.432 0.51410 0.322 0.342 0.368 0.409 0.468

Rumus Asimtotik 1,07 / (n)^1/2 1,14/ (n)^1/2 1,22/ (n)^1/2 1,36/ (n)^1/2 1,63/ (n)^1/2

Ukuran Sampel nDcr

Untuk Level of Significance α

(Sumber: Limantara, Soetopo, 2009)

2.7 Tingkat Risiko dan Reliabilitas

Dalam kaitannya dengan rencana pembuatan bangunan air, Analisis risiko

menjadi hal yang sangat penting. Analisis risiko didasarkan kepada konsep teori

probabilitas, secara hidrologis telah dikenal periode ulang (T) dalam rancangan

beban aliran yang digunakan dalam merancang bangunan air.

Probabilitas terjadinya suatu peristiwa (x≥ xT) setidaknya sekali selama n

tahun berturut-turut disebut risiko. Dengan demikian resiko dinyatakan dengan R = 1

– (kemungkinan tidak terjadinya peristiwa). Rumus yang digunakan sama dengan

rumus periode ulang (persamaan 2.19)

R = 1 - (1 - P )n

= 1- (1 - 1T

)n

dimana :

P = probabilitas

T = periode ulang

n = jaminan struktur (dinyatakan dalam tahun)

Page 34: LANDASAN TEORI - BINA NUSANTARA | Library ...library.binus.ac.id/eColls/eThesisdoc/Bab2DOC/2013-2... · Web viewDalam melakukan analisis hidrologi sering dihadapkan pada kejadian-kejadian

38

Reliabilitas atau keandalan (Re) dinyatakan sebagai :

R e = 1 - R=(1 - 1T

)n ............................................................................(2.52)

dapat dilihat bahwa periode ulang pada struktur harus dirancang tergantung pada

tingkat risiko yang dapat diterima. Dalam prakteknya, risiko yang dapat diterima

diatur dan dipertimbangkan sesuai aspek ekonomi dan kebijakan. Dalam buku

“Engineering Hydrology”, K. Subramanya menerangkan tingkat risiko yang dapat

diterima adalah sebesar 10%.