asma bronkial

62
BAB I PENDAHULUAN Asma adalah penyakit saluran napas kronik yang penting dan merupakan masalah kesehatan masyarakat yang serius di berbagai negara di seluruh dunia. Asma dapat bersifat ringan dan tidak menganggu aktiviti, akan tetapi dapat bersifat menetap dan menganggu aktiviti bahkan kegiatan harian. Produktiviti menurun akibat mangkir kerja atau sekolah, dan dapat menimbulkan disability (kecacatan), sehingga menambah penurunan produktiviti serta menurunkan kualitas hidup [1]. Survei menunjukkan bahwa meskipun telah disosialisasikan panduan pengobatan asma sejak 1991 secara menyeluruh di banyak negara, tetapi kenyataan menunjukkan hasilnya masih jauh dari harapan. 52% pasien asma mengatakan asma mengganggu aktivitas sehari-hari. Data di atas menunjukkan pengendalian asma yang rendah dan menyebabkan angka kesakitan yang tinggi, serta kualitas hidup pasien yang tidak baik. Sehingga diperlukan pendidikan berkesinambungan baik untuk pasien terlebih lagi untuk para dokter[1]. GINA (Global Initiative for Asthma) tahun 1995 menetapkan 6 strategi pengobatan asma seperti penyuluhan 1

Upload: agung-a-c-e

Post on 29-Oct-2015

71 views

Category:

Documents


8 download

DESCRIPTION

asd

TRANSCRIPT

Page 1: Asma Bronkial

BAB I

PENDAHULUAN

Asma adalah penyakit saluran napas kronik yang penting dan

merupakan masalah kesehatan masyarakat yang serius di berbagai negara

di seluruh dunia. Asma dapat bersifat ringan dan tidak menganggu aktiviti,

akan tetapi dapat bersifat menetap dan menganggu aktiviti bahkan kegiatan

harian. Produktiviti menurun akibat mangkir kerja atau sekolah, dan dapat

menimbulkan disability (kecacatan), sehingga menambah penurunan

produktiviti serta menurunkan kualitas hidup [1].

Survei menunjukkan bahwa meskipun telah disosialisasikan panduan

pengobatan asma sejak 1991 secara menyeluruh di banyak negara, tetapi

kenyataan menunjukkan hasilnya masih jauh dari harapan. 52% pasien asma

mengatakan asma mengganggu aktivitas sehari-hari. Data di atas

menunjukkan pengendalian asma yang rendah dan menyebabkan angka

kesakitan yang tinggi, serta kualitas hidup pasien yang tidak baik. Sehingga

diperlukan pendidikan berkesinambungan baik untuk pasien terlebih lagi

untuk para dokter[1].

GINA (Global Initiative for Asthma) tahun 1995 menetapkan 6 strategi

pengobatan asma seperti penyuluhan kepada pasien untuk membina

kerjasama dokter dengan pasien. Peniliaian dan pemantauan beratnya asma

dengan mengukur gejala asma dan fungsi paru menghindari faktor pencetus,

perencanaan pengobatan jangka panjang, penanganan eksaserbasi asma

dan kunjungan ke dokter secara teratur, masih belum mengalami

perubahan[2].

Meskipun panduan pengobatan asma telah dibuat, diperbaiki dan

disebarluaskan, terdapat kenyataan yang ada di masyarakat hasilnya belum

memadai, masih diperlukan penyuluhan baik untuk dokter dan pasien[1,2].

1

Page 2: Asma Bronkial

Dalam rangka untuk membantu menambah pengetahuan akan

penyakit ini maka referat ini disusun. Kiranya apa yang dicoba disampaikan

melalui referat ini dapat sedikit membantu dalam penanggulangan asma di

masa yang akan datang [2].

2

Page 3: Asma Bronkial

BAB II

PEMBAHASAN

I. Definisi

Asma adalah gangguan inflamasi kronik saluran napas yang

melibatkan banyak sel dan elemennya. Inflamasi kronik menyebabkan

peningkatan hiperesponsif jalan napas yang menimbulkan gejala episodic

berulang berupa mengi, sesak napas, dada terasa berat dan batuk-batuk

terutama malam atau dini hari. Episodik tersebut berhubungan dengan

obstruksi jalan napas yang luas, bervariasi dan seringkali bersifat reversible

dengan atau tanpa pengobatan[1].

II. Etiologi

Risiko berkembangnya asma merupakan interaksi antara faktor

pejamu (host factor) dan faktor lingkungan. Faktor penjamu disini termasuk

predisposisi genetic yang mempengaruhi untuk berkembangnya asma, yaitu

genetic asma, alergik (atopi), hiperaktiviti bronkus, jenis kelamin dan ras.

Faktor lingkungan mempengaruhi individu dan kecenderungan/predisposisi

asma untuk berkembangnya asma, yaitu genetik asma, alergik (atopi),

hiperaktiviti bronkus, jenis kelamin dan ras. Faktor lingkungan mempengaruhi

individu dengan kecenderungan/presisposisi asma untuk berkembang

menjadi asma, menyebabkan terjadinya eksaserbasi dan atau menyebabkan

gejala-gejala asma menetap. Termasuk dalam faktor lingkungan yaitu

allergen, sensitisasi lingkungan kerja, asap rokok, polusi udara, infeksi

pernafasan (virus), diet, status sosioekonomi dan besarnya keluarga.

Interkasi faktor genetik/pejamu dengan lingkungan dipikirkan melalui

kemungkinan [1,2]:

3

Page 4: Asma Bronkial

Pajanan lingkungan hanya meningkatkan risiko asma pada individu

dengan genetik asma.

Baik lingkungan maupun genetik masing-masing meningkatkan risiko

penyakit asma.

Faktor Risiko pada Asma [3,4,5]

Faktor Pejamu

Predisposisi genetik

Atopi

Hiperesponsif jalan nafas

Jenis kelamin

Ras/etnik

Faktor Lingkungan

Mempengaruhi berkembangnya asma pada individu dengan predisposisi lama

Alergen di dalam ruangan

Mite domestik

Alergen binatang

Alergen kecoa

Jamur (fungi, molds, yeasts)

Alergen di luar ruangan

Tepung sari bunga

Jamur (fungi, molds, yeasts)

Bahan di lingkungan kerja

Asap rokok

Perokok aktif

Perokok pasif

Polusi udara

Polusi udara di luar ruangan

Polusi udara di dalam ruangan

4

Page 5: Asma Bronkial

Infeksi pernafasan

Hipotesis hygiene

Infeksi parasit

Status sosioekonomi

Besar keluarga

Diet dan obat

Obesiti

Faktor Lingkungan

Mencetuskan eksaserbasi dan atau menyebabkan gejala-gejala asma menetap

Alergen di dalam di luar ruangan

Polusi udara di dalam dan di luar ruangan

Infeksi pernafasan

Exercise dan hiperventilasi

Perubahan cuaca

Sulfur dioksida

Makanan, aditif (pengawet, penyedap, pewarna makanan), obat-obatan

Ekspresi emosi yang berlebihan

Asap rokok

Iritan (a.l, parfum, bau-buan merangsang, household spray)

5

Page 6: Asma Bronkial

III. Epidemiologi

Asma merupakan sepuluh besar penyebab kematian kesakitan dan

kematian di Indonesia, hal itu tergambar dari data studi survei kesehatan

rumah tangga (SKRT) di berbagai propinsi di Indonesia. Survei kesehatan

rumah tangga (SKRT) 1986 menunjukkan asma menduduki urutan ke-5 dari

10 penyebab kesakitan (morbiditi) bersama-sama dengan bronchitis kronik

dan emfisema. Pada SKRT 1992, asma, bronchitis kronik dan emfisema

sebagai penyebab kematian (mortality) ke-4 di Indonesia atau sebesar 5,6%.

Tahun 1995, prevalensi asma di seluruh Indonesia sebesar 13/1000,

dibandingkan bronchitis kronik 11/1000 dan obstruksi paru 2/1000 [5].

Penyakit asma sangat umum dijumpai, diperkirakan 4-5% populasi di

Amerika Serikat menderita asma, hal serupa juga dijumpai di berbagai

negara. Asma bronkial dapat menyerang segala tingkat usia, tapi terutama

pada usia muda. Kira-kira 2/3 kasus menyerang pada usia < 10 tahun dan

sedangkan 1/3 nya sebelum usia 40 tahun. Pada masa anak-anak, ratio

wanita : laki-laki = 2 : 1 sedangkan menjadi seimbang pada usia 30[2].

Umumnya prevalensi asma anak lebih tinggi dari dewasa, lebih tinggi

dari anak. Angka ini juga berbeda-beda antara satu kota dengan kota yang

lain di negara yang sama. Di Indonesia prevalensi asma berkisar antara 5-

7% [5].

IV. Patofisiologi

Asma merupakan inflamasi kronik saluran napas. Berbagai sel

inflamasi berperan terutama sel mast, eosinofil, sel limfosit, makrofag,

neutrofil dan sel epitel. Faktor lingkungan dan berbagai faktor lain berperan

sebagai penyebab atau pencetus inflamasi saluran napas pada penderita

asma. Inflamasi terdapat pada berbagai derajat asma baik pada asma

intermiten maupun asma persisten. Inflmasi dapat ditemukan pada berbagai

6

Page 7: Asma Bronkial

bentuk asma seperti asma alergik, asma non alergik, asma kerja dan asma

yang dicetuskan aspirin [6,7].

1. Inflamasi Akut

Pencetus serangan asma dapat disebabkan oleh sejumlah faktor

antara lain allergen, virus, iritan yang dapat menginduksi respons

inflamasi akut yang terdiri atas reaksi asma tipe cepat dan pada sejumlah

kasus diikuti reaksi asma tipe lambat [6].

Reaksi Asma Tipe Cepat

Alergen akan terikat pada IgE yang menempel pada sel mast dan

terjadi degranulasi sel mast tersebut. Degranulasi tersebut mengeluarkan

preformed mediator seperti histamin, protease dan newly generated

mediator seperti leukotrin, prostaglandin dan PAF yang menyebabkan

kontraksi otot polos bronkus, sekresi mucus dan vasodilatasi [6].

Reaksi Fase Lambat

Reaksi ini timbul antara 6-9 jam setelah provokasi allergen dan

melibatkan pengerahan serta aktivitas eosinofil, sel T CD4+, neutrofil dan

makrofag [6].

2. Inflamasi Kronik

Berbagai sel terlibat dan teraktivasi pada inflamasi kronik. Sel tersebut

ialah limfosit T, eosinofil, makrofag, sel mast, sel epitel, fibroblast dan otot

polos bronkus [7].

Limfosit T

Limfosit T yang berperan pada asma ialah limfosit T-CD4+ subtipe

Th2). Limfosit T ini berperan sebagai orchestra inflamasi saluran napas

7

Page 8: Asma Bronkial

dengan mengeluarkan sitokin antara lain IL-3, IL-4, IL-5, IL-13 dan GM-

CSF. Interleukin-4 berperan dalam menginduksi sel limfosit B mensintesis

IgE. IL-3, IL-5 serta GM-CSF berperan pada maturasi, aktivasi serta

memperpanjang ketahanan hidup eosinofil [7].

Epitel

Sel epitel yang teraktivasi mengeluarkan a.l. 15-HETE, PGE2 pada

penderita asma. Sel epitel dapat mengekspresi membran markers seperti

molekul adhesi, endothelin, nitric oxide synthase, sitokin atau khemokin.

Epitel pada asma sebagian mengalami sheeding. Mekanisme

terjadinya masih diperdebatkan tetapi dapat disebabkan oleh eksudasi

plasma, eosinofphil granule protein, oxygen free-radical, TNF-alfa, mast-

cell proteolytic enzym dan metaloprotease sel epitel [2,6,7].

EOSINOFIL

Eosinofil jaringan (tissue eosinophil) karakteristik untuk asma tetapi

tidak spesifik. Eosinofil yang ditemukan pada saluran napas penderita

asma adalah dalam keadaan teraktivasi. Eosinofil berperan sebagai

efektor dan mensintesis sejumlah sitokin antara lain IL-3, IL-5, IL-6, GM-

CSF, TNF-alfa serta mediator lipid antara lain LTC4 dan PAF. Sebaliknya

IL-3, IL-5, dan GM-CSF meningkatkan maturasi, aktivasi dan

memperpanjang ketahanan hidup eosinofil. Eosinofil yang mengandung

granul protein ialah eosinophil cationic protein (ECP), major basic protein

(MBP), eosinophil peroxidase (EPO) dan eosinophil derived neurotoxin

(EDN) yang toksik terhadap epitel saluran napas [8,9].

Sel Mast

Sel mast mempunyai reseptor IgE dengan afiniti yang tinggi. Cross-

linking reseptor IgE dengan “factors” pada sel mast mengaktifkan sel

8

Page 9: Asma Bronkial

mast. Terjadi degranulasi sel mast yang mengeluarkan preformed

mediator seperti histamin dan protease serta newly generated mediators

antara lain prostaglandin D2 dan leukotrin. Sel mast juga mengeluarkan

sitokin antara lain TNF-alfa, IL-3, IL-4, IL-5 dan GM-CSF [9].

Makrofag

Merupakan sel terbanyak didapatkan pada organ pernapasan, baik

pada orang normal maupun penderita asma, didapatkan di alveoli dan

seluruh percabangan bronkus. Makrofag dapat menghasilkan berbagai

mediator antara lain leukotrin, PAF serta jumlah sitokin. Selain berperan

dalam proses inflamasi, makrofag juga berperan pada regulasi airway

remodeling. Peran tersebut melalui a.l sekresi growth promoting factors

untuk fibroblast, sitokin, PDGF dan TGF- [9].

3. Airway Remodeling

Proses inflamasi kronik pada asma akan menimbulkan kerusakan

jaringan yang secara fisiologis akan diikuti oleh proses penyembuhan

(healing process) yang menghasilkan perbaikan (repair) dan pergantian

sel-sel mati/rusak dengan sel-sel yang baru. Proses penyembuhan

tersebut melibatkan regenerasi/perbaikan jaringan yang rusak/injuri

dengan jenis sel parenkim yang sama dan pergantian jaringan yang

rusak/injuri dengan jaringan penyambung yang menghasilkan jaringan

skar. Pada asma, kedua proses tersebut berkontribusi dalam proses

penyembuhan dan inflamasi yang kemudian akan menghasilkan

perubahan struktur yang mempunyai mekanisme sangat kompleks dan

banyak belum diketahui dikenal dengan airway remodeling. Mekanisme

tersebut sangat heterogen dengan proses yang sangat dinamis dari

diferensiasi, migrasi, maturasi, dediferensiasi sel sebagaimana deposit

jaringan penyambung dengan diikuti oleh restitusi/pergantian atau

9

Page 10: Asma Bronkial

perubahan struktr dan fungsi yang dipahami sebagai fibrosis dan

peningkatan otot polos dan kelenjar mukus [10].

Pada asma terdapat saling ketergantungan antara proses inflmasi dan

remodeling. Infiltrasi sel-sel inflamasi terlibat dalam proses remodeling,

juga komponen lainnya seperti matriks ekstraselular, membran reticular

basal, matriks interstisial, fibrogenic growth factor, protease dan

inhibitornya, pembuluh darah, otot polos, kelenjar mukus [10].

Perubahan struktur yang terjadi [10] :

Hipertrofi dan hiperplasia otot polos jalan napas

Hipertrofi dan hiperplasia kelenjar mucus

Penebalan membran reticular basal

Pembuluh darah meningkat

Matriks ekstraselular fungsinya meningkat

Perubahan struktur parenkim

Peningkatan fibrogenic growth factor menjadikan fibrosis

Gambar. Perubahan struktur pada airway remodeling dan konsekuensi klinis [10]

10

Smooth muscle mass

increase

mucous glands

increase

Inflammatory cells

Persistence

Fibrogenic growth factor

release

Elastolysis

severe bronchospasm

during exacerbation

Ongoing Inflammation

Reducedelasticity of

airway wall

Important Mucous secretion

during exacerbation

collagendeposition on RBMand ECM

Page 11: Asma Bronkial

Dari uraian di atas, sejauh ini airway remodeling merupakan fenomena

sekunder dari inflamasi atau merupakan akibat inflamasi yang terus

menerus (longstanding inflammation) [10].

Konsekuensi klinis airway remodeling adalah peningkatan gejala dan

tanda asma seperti hiperaktiviti jalan napas, masalah distensibiliti/

regangan jalan napas dan obstruksi jalan napas. Sehingga pemahaman

airway remodeling bermanfaat dalam manajemen asma terutama

pencegahan dan pengobatan dari proses tersebut [10].

11

Page 12: Asma Bronkial

V. Gejala Klinis

Asma dicirikan dengan adanya wheezing episodik, kesulitan bernapas,

dada, sesak dan batuk. Frekuensi gejala asma sangat bervariasi. Beberapa

pasien mungkin hanya memiliki batuk kering kronis dan yang lain mengalami

batuk yang produktif. Beberapa pasien memiliki batuk yang tidak sering,

serangan asma mendadak dan lainnya dapat menderita gejala itu hampir

secara terus menerus. Gejala asma dapat terjadi secara spontan atau

mungkin dipercepat atau diperberat dengan banyak pemicu yang berbeda

seperti yang didiskusikan di atas. Frekuensi gejala asma mungkin semakin

buruk di malam hari; variasi sirkadian pada tonus bronkomotor dan reaktivitas

bronkhus mencapai titik terendah antara jam 3-4 pagi, meningkatkan gejala-

gejala bronkokonstriksi [5].

Beberapa penemuan pemeriksaan fisik meningkatkan kemungkinan

dugaan asma. Pembengkakan mukosa hidung, meningkatnya sekresi hidung,

dan polip hidung seringkali terlihat pada pasien dengan asma alergika.

Eksema, dermatitis atopi, atau manifestasi lainnya dari kelainan alergi kulit

juga dapat terlihat. Bahu yang membungkuk dan menggunakan otot

pernapasan tambahan mengarah pada meningkatnya kerja pernapasan.

Wheezing selama pernapasan normal atau suatu fase ekspirasi yang

diperpanjang sangat berhubungan dengan obstruksi saluran pernapasan.

Namun, wheezing selama ekpirasi buatan tidak berhubungan. Pemeriksaan

dada di antara periode serangan/eksaserbasi mungkin normal pada pasien

dengan asma ringan. Selama eksaserbasi asma berat, saluran pernapasan

terlalu terbatas untuk menghasilkan wheezing, sehingga petunjuk diagnosis

hanya didapat dengan auskultasi secara umum, yaitu penurunan suara

pernapasan dengan ekspirasi yang diperpanjang [5].

12

Page 13: Asma Bronkial

Paru-paru secara cepat menjadi hiperinflasi dan diameter

anteroposterior thorax membesar, jika serangan berat dan lama, suara nafas

menghilang dan mengi menjadi bernada tinggi. Lebih lanjut, otot-otot bantu

nafas menjadi aktif dan terjadi nadi paradiksus. Kedua tanda tadi

menunjukkan beratnya obstruksi. Jika pernafasan pasien bersifat dangkal,

tanda atau aktifitas otot-otot bantu nafas dapat tidak terlihat walau obstruksi

cukup berat [2,5].

Pada kondisi yang ekstrem, mengi mungkin tidak jelas bahkan

menghilang, batuk menjadi tidak produktif dan bernafa mengap-mengap. Hal

ini akibat sumbatan mukus dan mengancam jiwa pasien. Atelektasis akibat

sumbatan mukus dapat pula ditemui pada serangan asma. Pneumotoraks

spontan atau pneumo mediastinum dapat ditemukan walau jarang

terjadi[2,5].

Peringatan tanda-tanda serangan akut [4]Tanda-tanda Awal Tanda lanjut

- gangguan hidup - dispnoe saat istirahat - peningkatan beratgejala - takikardi- penurunan toleransi latihan - pulsus paradoxus - peningkatan hebat terapi

bronkodilator - peak flow < 100 1/menit

- penurunan efektifitas terhadap terapi bronkodilator

- astrup abnormal

- penurunan peak flow

13

Page 14: Asma Bronkial

VI. Pemeriksaan Penunjang

1. Faal Paru

Pengukuran faal paru digunakan untuk menilai [7]:

obstruksi jalan napas

reversibility kelainan faal paru

variability faal paru sebagai penilaian tidak langsung hiper-responsif

jalan nafas

Parameter standar untuk menilai faal paru [6,7]:

a. Spirometri

Pengukuran volume ekspirasi paksa detik pertama (VEP1) dan

kapasiti vital paksa (KVP) dilakukan dengan manuver ekspirasi paksa

melalui prosedur yang standar. Pemeriksaan itu sangat bergantung

kepada kemampuan penderita sehingga dibutuhkan instruksi operator

yang jelas dan kooperasi penderita. Untuk mendapatkan nilai yang

akurat, diambil nilai tertinggi dari 2-3 nilai yang reproducible dan

acceptable. Obstruksi jalan napas diketahui dari nilai rasio VEP1/KVP

< 75% atau VEP1 < 80% nilai prediksi.

Manfaat pemeriksaan spirometri dalam diagnosis asma :

obstruksi jalan napas diketahui dari nilai rasio VEP1/KVP< 75%

atau VEP1 < 80% nilai prediksi.

reversibility, yaitu perbaikan VEP1 > 15% secara spontan atau

setelah inhalasi bronkodilator (uji bronkodilator) atau setelah

pemberian bronkodilator oral 10-14 hari atau setelah pemberian

kortikosteroid (inhalasi/oral) 2 minggu. Reversibility ini dapat

membantu diagnosis asma.

Menilai derajat berat asma.

14

Page 15: Asma Bronkial

b. Arus puncak ekspirasi

Nilai APE dapat diperoleh melalui pemeriksaan spirometri atau

pemeriksaan yang lebih sederhana yaitu dengan alat peak expiratory

flow meter (PEF meter) yang relatif sangat murah, mudah dibawa,

terbuat dari plastik dan mungkin tersedia di berbagai tingkat layanan

kesehatan termasuk puskesmas ataupun instalasi gawat darurat. Alat

PEF meter relatif mudah digunakan/dipahami baik oleh dokter

maupun penderita, sebaiknya digunakan penderita di rumah sehari-

hari untuk memantau kondisi asmanya. Manuver pemeriksaan APE

dengan ekspirasi paksa membutuhkan koperasi penderita dan

instruksi yang jelas.

Manfaat APE dalam diagnosis asma [5,6,7] :

Reversibility, yaitu perbaikan nilai APE > 15% setelah inhalasi

bronkodilator (uji bronkodilator), atau bronkodilator oral 10-14 hari,

atau respons terapi kortikosteroid (inhalasi/oral, 2 minggu).

Variability, menilai variasi diurnal APE yang dikenal dengan

variability APE harian selama 1-2 minggu. Variabiliti juga dapat

digunakan menilai derajat berat penyakit (lihat klasifikasi).

Uji Provokasi Bronkus

Uji provokasi bronkus membantu menegakkan diagnosis asma.

Pada penderita dengan gejala asma dan faal paru normal

sebaiknya dilakukan uji provokasi bronkus. Pemeriksaan uji

provokasi bronkus mempunyai sensitivity yang tinggi tetapi

spesifisiti rendah, artinya hasil negatif dapat menyingkirkan

diagnosis asma persisten, tetapi hasil positif tidak selalu berarti

bahwa penderita tersebut asma. Hasil positif dapat terjadi pada

penyakit lain seperti rinitis alergik, berbagai gangguan dengan

penyempitan jalan napas seperti PPOK, bronkiektasis dan fibrosis

kistik.

15

Page 16: Asma Bronkial

Ada beberapa cara untuk melakukan uji provokasi bronkus seperti

uji provokasi dengan histamin, metakolin, kegiatan jasmani, udara

dingin, larutan garam, hipertonik, dan bahkan dengan aqua

destilata. Penurunan VEP1 sebesar 20% atau lebih dianggap

bermakna. Uji dengan kegiatan jasmani, dilakukan dengan

menyuruh pasien erlari cepat selama 6 menit sehingga mencapai

denyut jantung 80-90% dari maksimum. Dianggap bermakna bila

menunjukkan penurunan APE (Arus Puncak Ekspirasi) paling

sedikit 10%. Akan halnya uji provokasi dengan allergen, hanya

dilakukan pada pasien yang alergi terhadap allergen yang

diuji[5,6,7].

2. Pemeriksaan Sputum

Sputum eosinofil sangat karakteristik untuk asma, sedangkan neutrofil

sangat dominan pada bronchitis kronik. Selain untuk melihat adanya

eosinofil, kristal Charcot-Leyden, dan Spiral Curschmann, pemeriksaan

ini penting untuk melihat adanya miselium Aspergillus furmigatus [5,6,7].

3. Pemeriksaan Eosinofil Total

Jumlah eosonofil total dalam darah sering meningkat pada pasien

asma dan hal ini dapat membantu dalam membedakan asma dari

bronchitis kronik. Pemeriksaan ini juga dapat dipakai sebagai patokan

untuk menentukan cukup tidaknya dosis kortikosteroid yang dibutuhkan

pasien asma [9].

16

Page 17: Asma Bronkial

4. Uji Kulit

Tujuan uji kulit adalah untuk menunjukkan adanya antibodi IgE spesifik

dalam tubuh. Uji ini hanya menyokong anamnesis, karena uji allergen

yang positif tidak selalu merupakan penyebab asma, demikian pula

sebaliknya [9].

5. Pemeriksaan Kadar IgE Total dan IgE spesifik dalam Sputum

Kegunaan pemeriksaan IgE total hanya untuk menyokong adanya

atopi. Pemeriksaan IgE spesifik lebih bermakna dilakukan bila uji kulit

tidak dapat dilakukan atau hasilnya kurang dapat dipercaya [9].

6. Foto Dada

Pemeriksaan ini dilakukan untuk menyingkirkan penyebab lain

obstruksi saluran napas dan adanya kecurigaan terhadap proses

patologis di paru atau komplikasi asma seperti pneumotoraks,

pneumomediastinum, atelektasis, dan lain-lain [7].

Radiografi dada rutin hanya menunjukkanhiperinflasi. Temuan lainnya

meliputi penebalan dinding bronkial dan pengurangan bayangan vaskuler

paru perifer. Radiografi dada tidak diperlukan kecuali kalau ada

pneumonia, gangguan lain yang mirip asma, atau adanya komplikasi

seperti dugaan pneumothorak [7].

7. Analisis Gas Darah

Pemeriksaan ini hanya dilakukan pada asma yang berat. Pada fase

awal serangan terjadi hipoksemia dan hipokapnia (PaCO2 < 35 mmHg)

kemudian pada stadium yang lebih berat PaCO2 justru mendekati normal

sampai normokapnia. Selanjutnya pada asma yang sangat berat

terjadinya hiperkapnia (PaCO2 > 45 mmHg), hipoksemia, dan asidosis

respiratorik) [1,2,6].

17

Page 18: Asma Bronkial

VII. Diagnosis Banding dan Komplkasi Asma

A. Diagnosis Banding

1. Bronkitis Kronik

Bronkitis kronik ditandai dengan batuk kronik yang mengeluarkan

sputum 3 bulan dalam setahun untuk sedikitnya 2 tahun. Penyebab batuk

kronik seperti tuberculosis, bronchitis atau keganasan harus disingkirkan

dahulu. Gejala utama batuk disertai sputum biasanya didapatkan pada

pasien berumur lebih dari 35 tahun dan perokok berat. Gejalanya dimulai

dengan batuk pagi hari, lama kelamaan disertai mengi dan menurunnya

kemampuan kegiatan jasmani. Pada stadium lanjut ditemukan sianosis dan

tanda-tanda kor pulmonal [7].

2. Emfisema Paru

Sesak merupakan gejala utama emfisema, sedangkan batuk dan

mengi jarang menyertainya. Pasien biasanya kurus. Berbeda dengan asma,

pada emfisema tidak pernah ada masa remisi, pasien selalu sesak pada

kegiatan jasmani. Pada pameriksaan fisis ditemukan dada kembung,

peranjakan napas terbatas, hipersonor, pekak hati menurun, dan suara

napas sangat lemah. Pemeriksaan foto dada menunjukkan hiperinflasi [7].

3. Gagal jantung kiri akut

Dulu gagal jantung kiri akut dikenal dengan nama asma kardial, dan

bila timbul pada malam hari disebut paroxysmal nocturnal dyspnoe. Pasien

tiba-tiba terbangun pada malam hari karena sesak, tetapi sesak menghilang

atau berkurang bila duduk. Pada anamnesis dijumpai hal-hal yang

memperberat atau memperingan gejala pada gagal jantung. Disamping

ortopnea, pada pemeriksaan fisis ditemukan kardiomegali dan edema

paru[7].

18

Page 19: Asma Bronkial

4. Emboli Paru

Hal-hal yang dapat menimbulkan emboli antara lain adalah imobilisasi,

gagal jantung dan tromboflebitis. Di samping gejala sesak napas, pasien

batuk-batuk yang dapat disertai darah, nyeri pleura, keringat dingin, kejang

dan pingsan. Pada pemeriksaan fisis ditemukan adanya ortopnea, takikardia,

gagal jantung kanan, pleural friction, irama derap, sianosis dan hipertensi.

Pemeriksaan elektrokardiogram menunjukkan perubahan antara lain aksis

jantung ke kanan [7].

5. Penyakit lain yang jarang

Seperti sianosis trakea, karsinoma bronkus, poliarteritis nodosa [7].

B. Komplikasi Asma [7]

1. Pneumotoraks

2. Pneumodiastinum dan emfisema subkutis

3. Atelektasis

4. Aspergilosis bronkopulmoner alergik

5. Gagal napas

6. Bronchitis

7. Fraktur iga

Klasifikasi Asma

GNA (Global Initiative of Asthma) membuat klasifikasi asma menjadi 4

kelompok yaitu [5,6,7] :

1. Asma intermiten :

gejala < 1 x/minggu

serangan singkat, ringan

gejala malam < 2 x/bulan

19

Page 20: Asma Bronkial

di luar serangan tidak ada gejala

APE > 80% nilai terbaik

VEP1 > 80% nilai prediksi

Variabiliti APE < 20%

2. Asma persisten ringan :

gejala lebih 1 x/minggu, tetapi < 1 x/hari

serangan dapat menganggu aktivitas/tidur

gejala malam > 2 x/bulan

APE > 80% nilai terbaik

VEP1 > 80% nilai prediksi

Variabiliti APE < 20-30%

3. Asma persisten sedang

gejala tiap hari

serangan menganggu aktivitas/tidur

gejala malam lebih dari 1 kali/minggu

menggunakan obat tiap hari (bronkodilator)

APE 60-80% nilai terbaik

VEP1 60-80% nilai prediksi

APE variability > 30%

4. Asma persisten berat :

gejala terus menerus

serangan sering sekali timbul

gejala malam sering timbul

aktivitas terbatas

20

Page 21: Asma Bronkial

APE < 60% nilai terbaik

VEP1 < 60% nilai prediksi

APE variability > 30%

Klasifikasi berat serangan asma akut dibagi dalam 4 kelompok [5,6,7] :

Tabel. Klasifikasi berat serangan asma akut

Gejala dan Tanda Berat Serangan Akut Keadaan

Mengancam JiwaRingan Sedang Berat

Sesak napas Berjalan Berbicara Istirahat

Cara berbicara Satu kalimat Beberapa kata Kata demi kata

Kesadaran Mungkin gelisah Gelisah Gelisah Mengantuk, gelisah, kesadaran menurun

Frekuensi napas < 20 x/menit 20-30 x/menit > 30 x/menit

Nadi < 100 100 – 120 > 120 Bradikardia

Pulsus paradoksus

- +/ -10 – 20 + -

10 mmHg mmHg > 25 mmHg Kelelahan otot

Otot Bantu napas dan retraksi

- + + Torakoabdominal paradoksal

Suprasternal Mengi

Akhir ekspirasi paksa

Akhir ekspirasi Inspirasi dan ekspirasi

Silem Chest

APE > 80% 60-80% < 60%

PaO2 > 80 mmHg 80 – 60 mmHg < 60 mmHg

PaCO2 < 45 mmHg < 45 mmHg > 45 mmHg

SaO2 > 95% 91 – 95% < 90%

VIII. PENATALAKSANAAN ASMA

Tujuan utama penatalaksanaan asma adalah meningkatkan dan

mempertahankan kualiti hidup agar penderita asma dapat hidup normal tanpa

hambatan dan melakukan aktiviti sehari-hari [4,8].

21

Page 22: Asma Bronkial

Tujuan penatalaksanaan asma [4,8] :

1. Menghilangkan dan mengendalikan gejala asma

2. Mencegah eksaserbasi akut

3. Meningkatkan dan mempertahankan faal paru seoptimal mungkin

4. Mengupayakan aktiviti normal termasuk exercise

5. Menghindari efek samping obat

6. Mencegah terjadi keterbatasan aliran udara (airflow limitation) ireversibel

7. Mencegah kematian karena asma

Penatalaksanaan asma berguna untuk mengontrol penyakit. Asma dikatakan

terkontrol bila [4,8] :

1. Gejala minimal (sebaiknya tidak ada) termasuk gejala malam

2. Tidak ada keterbatasan aktiviti termasuk exercise

3. Kebutuhan bronkodilator (agonis 2 kerja singkat) minimal (idealnya tidak

diperlukan)

4. Variasi harian APE kurang dari 20%

5. Nilai APE normal atau mendekati normal

6. Efek samping obat minimal (tidak ada)

7. Tidak ada kunjungan ke unit gawt darurat

Program penatalaksanaan asma meliputi 7 komponen [4,8] :

1. Edukasi

2. Menilai dan monitor berat asma secara berkala

3. Identifikasi dan mengendalikan faktor pencetus

4. Merencanakan dan memberikan pengobatan jangka panjang

5. Menetapkan pengobatan pada serangan akut

6. Kontrol secara teratur

7. Pola hidup sehat

22

Page 23: Asma Bronkial

PERENCANAAN PENGOBATAN JANGKA PANJANG

Penatalaksanaan asma bertujuan untuk mengontrol penyakit, disebut

sebagai asma terkontrol. Asma terkontrol adalah kondisi stabil minimal dalam

waktu satu bulan (asma terkontrol, lihat program penatalaksanaan) [1,4,8].

Dalam menetapkan atau merencanakan pengobatan jangka panjang

untuk mencapai dan mempertahankan keadaan asma yang terkontrol,

terdapat 3 faktor yang perlu dipertimbangkan [1,4,8] :

Medikasi (obat-obatan)

Tahapan pengobatan

Penanganan asma mandiri (pelangi asma)

Medikasi Asma

Medikasi asma ditujukan untuk mengatasi dan mencegah gejala

obstruksi jalan napas, terdiri atas pengontrol dan pelega [1,4,8].

Pengontrol (Controllers)

Pengontrol adalah medikasi jangka panjang untuk mengontrol asma,

diberikan setiap hari untuk mencapai dan mempertahankan keadaan asma

terkontrol pada asma persisten. Pengontrol sering disebut pencegah, yang

termasuk obat pengontrol [1,4,8] :

Kortikosteroid inhalasi

Kortikosteroid sistemik

Sodium kromoglikat

Nedokromil sodium

Metilsantin

Agonis beta-2 kerja lama, inhalasi

Agonis beta-2 kerja lama, oral

Leukotrien modifiers

Antihistamin generasi kedua (antagonis H1)

Lain-lain

23

Page 24: Asma Bronkial

Pelega (Reliever)

Prinsipnya untuk dilatasi jalan napas melalui relaksasi otot polos

memperbaiki dan atau menghambat bronkostriksi yang berkaitan dengan

gejala akut seperti mengi, rasa berat di dada dan batuk, tidak memperbaiki

inflmasi jalan napas atau menurunkan hiperesponsif jalan napas [1,4,8].

Termasuk pelega adalah [1,4,8] :

Agonis beta2 kerja singkat.

Kortikosteroid sistemik (steroid sistemik digunakan sebagai obat pelega

bila penggunaan brokondilator yang lain sudah optimal tetapi hasil belum

tercapai, penggunaannya dikombinasikan dengan bronkodilator lain).

Antikolinergik.

Aminofillin.

Adrenalin.

Rute pemberian medikasi

Medikasi asma dapat diberikan melalui berbagai cara yaitu inhalasi,

oral dan parenteral (subkutan, intramuskular, intravena). Kelebihan

pemberian medikasi langsung ke jalan napas (inhalasi) adalah [1,4,8] :

Lebih efektif untuk dapat mencapai konsentrasi tinggi di jalan napas.

Efek sistemik minimal atau dihindarkan.

Beberapa obat hanya dapat diberikan melalui inhalasi, karena tidak

terabsorpsi pada pemberian oral (antikolinergik dan kromolin). Waktu kerja

bronkodilator adalah lebih cepat bila diberikan inhalasi pada oral.

Macam-macam cara pemberian obat inhalasi [1,4,8] :

Inhalasi dosis terukur (IDT)/metered-dose inhaler (MDI)

IDT dengan alat bantu (spacer)

Breat-actuated MDI

Dry powder inhaler (DPI)

Turbuhaler

Nebuliser

24

Page 25: Asma Bronkial

Pengobatan berdasarkan derajat berat asma [1,4,8]

Pengobatan sesuai berat asma

Semua tahapan : ditambahkan agonis beta-2 kerja singkat untuk pelega bila dibutuhkan, tidak melebihi 3-4 kali sehari

Berat Asma Medikasi pengontrol harian

Alternatif/pilihan lain Alternatif lain

Asma intermiten Tidak perlu ……… ………

Asma Persisten ringan

Glukokortkosteroid inhalasi (200-400 ug D/hari atau ekivalennya)

Teofilin lepas lambat

Kormolin

Leukotriene modifiers

………

Asma persisten sedang

Kombinasi inhalasi glukokortikosteroid (400-800 ug BD/hari atau ekivalennya) dan agonis beta-2 kerja lama

Glukokortikosteroid inhalasi (400-800 ug BD atau ekivalennya) ditambah teofilin lepas lambat atau

Glukokortikosteroid inhalasi (400-800 ug BD atau ekivalennya) ditambah agonis beta-2 kerja lama oral, atau

Glukokortikosteroid inhalasi dosis tinggi (> 800 ug BD atau ekivalennya) atau

Glukokortikosteroid inhalasi (400-800 ug BD atau ekivalennya) ditambah leukotriene modifiers

Ditambah agonis beta-2 kerja lama oral, atau

Ditambah teofilin lepas lambat

Asma persisten bereat

Kombinasi inhalasi glukokortikosteroid (> 800 ug BD atau ekivalennya) dan agonis beta-2 kerja lama, ditambah > di bawah ini :

- teofilin lepas lambat

- leukotriene modifiers

- glukokortikosteroid oral

Prednison/metilprednisolon oral selang sehari 10 mg ditambah agonis beta-2 kerja lama oral, ditambah teofilin lepas lambat

Semua tahapan : bila tercapai asma terkontrol, pertahankan terapi paling tidak 3 bulan, kemudian turunkan bertahap sampai mencapai terapi seminimal mungkin dengan kondisi asa tetap terkontrol

25

Page 26: Asma Bronkial

Tujuan Penatalaksanaan asma jangka panjang [1,4,8]

Tujuan : Asma yang terkontrol Tujuan : mencapai kondisi sebaik mungkin

Menghilangkan atau meminimalkan gejala kronik, termasuk gejala malam

Menghilangkan/meminimalkan serangan

Meniadakan kunjungan ke darurat gawat

Meminimalkan penggunaan bronkodilator

Aktiviti sehari-hari normal, termasuk latihan fisis (olahraga)

Meminimalkan/menghilangkan efek samping obat

Gejala seminimal mungkin

Membutuhkan bronkodilator seminimal mungkin

Keterbatasan aktiviti fisis minimal

Efek samping obat sedikit

Faal paru (mendekati) normal

Variasi diurnal APE < 20%

APE (mendekati) normal

Faal paru terbaik

Variasid diurnal APE minimal

APE sebaik mungkin

Penanganan Asma Mandiri [1,4,8]

Pelangi Asma

Pelangi Asma, monitoring keadaan asma secara mandiri

Hijau

Kondisi baik, asma terkontrol

Tidak ada/minimal gejala

APE 80-100% nilai dugaan/terbaik Pengobatan bergantung berat asma, prinsipnya pengobatan dilanjutkan. Bila tetap berada pada warna hijau minimal 3 bulan, maka pertimbangkan turunkan terapi

Kuning

Berarti hati-hati, asma tidak terkontrol, dapat terjadi serangan akut/eksaserbasi

Dengan gejala asma (asma malam, aktiviti terhambat, batuk, mengi, dada terasa berat baik saat aktiviti maupun istirahat) dan/atau APE 60-80% prediksi/nilai terbaik

Membutuhkan peningkatan dosis medikasi atau perubahan medikasi

Merah

Berbahaya

Gejala asma terus menerus dan membatasi aktiviti sehari-hari

APE < 60% nilai dugaan/terbaik Penderita membutuhkan pengobatan segera sebagai rencana pengobatan yang disepakati dokter-penderita secara tertulis. Bila tetap tidak ada respons, segera hubungi dokter atau ke rumah sakit

26

Page 27: Asma Bronkial

Sistem penanganan asma mandiri membantu penderita memahami

kondisi kronik dan bervariasinya keadaan penyakit asma. Mengajak penderita

memantau kondisinya sendiri, identifikasi perburukan asma sehari-hari,

mengontrol geala dan mengetahui kapan penderita membutuhkan bantuan

medis/dokter. Penderita diperkenalkan kepada 3 daerah (zona) yaitu merah,

kuning dan hijau dianalogkan sebagai kartu menuju sehat balita (KMS) atau

lampu lalu lintas untuk memudahkan pengertian dan diingat penderita. Zona

merah berarti berbahaya, kuning hati-hati dan hijau adalah baik tidak

masalah. Pembagian zona berdasarkan gejala dan pemeriksaan fal paru

(APE). Agar penderita nyaman dan tidak takut dengan pencatatan tersebut,

maka diberikan nama pelangi asma. Setiap penderita mendapat

nasehat/anjuran dokter yang bersifat individual bergantung kondisi asmanya,

tetapi aturan umum pelangi asma adalah seperti pada tabel di atas [1,4,8].

27

Page 28: Asma Bronkial

PENATALAKSANAAN SERANGAN ASMA DI RUMAH SAKIT [1,4,8]

28

Penilaian awal

Riwayat dan pemeriksaan fisis (auskultasi, otot Bantu napas, denyut jantung, frekuensi napas) dan bila

mungkin faal paru (APE atau VEP1 saturasi O2). AGDA dan pemeriksaan lain atas indikasi

Serangan Asma Ringan Serangan Asma Sedang/Berat Serangan Asma Mengancam Jiwa

Pengobatan Awal

Oksigenasi dengan kanul asam Inhalasi agonis beta-2 kerja singkat

(nebulisasi), setiap 20 menit dalam satu jam) atau agonis beta-2 injeksi (Terbutalin 0,5 ml subkutan atau Adrenalin 1/1000 0,3 ml subkutan)

Kortikosteroid sistemik : serangan asma berat

tidak ada respons segera dengan pengobatan bronkodilator

dalam kortikosteroid oral

Page 29: Asma Bronkial

Algoritme penatalaksanaan asma di rumah sakit [1,4,8]

29

Penilaian Ulang setelah 1 jam

Pemeriksaan fisis, saturasi O2 dan pemeriksaan lain atas indikasi

Respon baik Respons baik dan

stabil dalam 60 menit Pemeriksaan fisis

normal APE > 70% prediksi/nilai terbaik

Saturasi O2 > 90% (95% pada anak)

Respon tidak sempurna Risiko tinggi distress Pemeriksaan fisis :

gejala ringan – sedang APE > 50% tetapi <

70% Saturasi O2 tidak ada

perbaikan

Respon buruk dalam 1 jam Risiko tinggi distress Pemeriksaan fisis

berat, gelisah dan kesadaran menurun

APE < 30% PaCO2 > 45 mmHg PaO2 < 60 mmHg

Pulang Pengobatan

dilanjutkan dengan inhalasi agonis beta-2

Membutuhkan kortikosteroid oral

Edukasi penderita memakai obat yang benarikuti rencana pengobatan

selanjutnya

Dirawat di RS Inhalasi agonis beta-2

+ anti kolinergik Kortikosteroid sistemik Aminofiin drip Terapi oksigen

pertimbangkan kanul nasal atau maskter venturi

Pantau APE, Sat O2, nadi, kadar teofilin

Dirawat di ICU Inhalasi agonis beta-2

+ antikolinergik Kortikosteroid IV Pertimbangkan agonis

beta-2 injeksi SC/IM/IV Terapi oksigen

menggunakan masker venturi

Aminofilin drip Mungkin perlu intubasi

dan ventilasi mekanik

Tidak perbaikan Perbaikan

Pulang

Bila APE > 60% prediksi/terbaik. Tetap berikan pengobatan oral atau inhalasi

Dirawat di ICU

Bila tidak perbaikan dalam 6-12 jam

Page 30: Asma Bronkial

PENATALAKSANAAN SERANGAN ASMA DI RUMAH [1,4,8]

Penilaian berat seranganKlinis : gejala (batuk, sesak, mengi, dada terasa berat) yang bertambah

APE < 80% nilai terbaik/prediksi

Terapi AwalInhalasi agonis beta-2 kerja singkat

(setiap 20 menit, 3 kali dalam 1 jam), atau Bronkodilator oral

30

Respons baik

Gejala (batuk/berdahak/sesak/mengi) membaikPerbaikan dengan agonis beta-2 & bertahan selama 4 jam. APE > 80% prediksi/nilai terbaik

Lanjutkan agonis beta-2 inhalasi setiap 3-4 jam untuk 24 – 48 jam

Alternatif : bronkodilator oral setiap 6-8 jam

Steroid inhalasi diteruskan dengan dosis tinggi (bila sedang menggunakan steroid inhalasi) selama 2 mingu, kemudian kembali ke dosis sebelumnya

Respons buruk

Gejala menetap atau bertambah beratAPE < 60% prediksi/nilai terbaik Tambahkan kortikosteroid

oral Agonis beta 2 diulang

SegeraKe dokter / IGD/ RS

Hubungi dokter untuk Instruksi selanjutnya

Algoritme penatalaksanaan asma di rumah

Page 31: Asma Bronkial

Obat Asma [1,4,8]

A. Obat-obatan Pengawasan Jangka Panjang

Agen anti inflamasi, bronkodilator aksi lambat dan poligen leukotrien

merupakan obat-obatan penting pada kelompok ini. Jenis obat-obatan

tersebut dijelaskan sebagai berikut :

1. Kortikosteroid

Kortikosteroid adalah agen inflamasi yang paling potensial. Efeknya

secara umum adalah untuk mengurangi inlamasi akut maupun kronik,

menurunkan gejala asma, memperbaiki aliran udara, mengurangi

hiperresponsivitas saluran napas, mencegah eksaserbasi asma, dan

mengurangi remodeling saluran napas. Agen ini juga mempunyai

efek potensial terhadap gejala agonis beta-adrenergik.

Kortikosteroid inhalasi lebih dianjurkan untuk pengawasan asma

jangka panjang dan merupakan agen lini pertama bagi pasien asma

persisten. Untuk sebagian besar pasien, dosis 2 kali sehari

memberikan kontrol asma yang adekuat. Dosis 1 kali sehari mungkin

cukup bagi pasien dengan asma ringan persisten.

Kortikosteroid sistemik paling efektif diberikan untuk mencapai kontrol

segera pada asma selama keadaan eksaserbasi atau ketika memulai

terapi asma jangka panjang. Pengobatan selang sehari lebih baik

daripada pengobatan harian. Terapi sebaiknya diberikan bersama-

sama dengan suplemen kalsium dan vitamin D untuk mencegah

kehilangan mineral tulang diinduksi steroid dalam pemberian jangka

panjang.

31

Page 32: Asma Bronkial

2. Bronkodilator Jangka Panjang

a. Mediator Penghambat

Natrium kromoloin dan nedokromil merupakan obat untuk

pengontrolan jangka panjang yang dapat digunakan untuk

mencegah gejala asma dan meningkatkan fungsi saluran napas

pada pasien dengan asma ringan persisten atau asma yang

diinduksi oleh olahraga. Kedua agen ini merangsang pelepasan

mediator sel mast dan keterlibatan eosionofil dan menghambat

asmatik cepat maupun lambat terhadap paparan alergen dan

bronkospasme yang diinduksi oleh olahraga.

b. Agen Beta-adrenergik

Agonis , adrenergik aksi jangka panjang memberikan efek

brankodilatasi pada 12 jam sesudah pemberian dosis tunggal.

Salmeterol, satu-satunya agen di kelas ini yang tersedia di

Amerika Serikat, diindikasikan untuk pencegahan gejala asma

dalam jangka panjang khususnya gejala-gejala pada malam hari

(nokturnal) dan pencegahan bronkospasme yang diinduksi oleh

serangga.

c. Inhibitor Fosfodiesterase

Teofilin memberikan efek bronkodilatasi ringan pada asmatik. Obat

ini juga mempunyai sifat anti inflamasi penting dan meningkatkan

pembersihan mukosiliar dan kontraktilitas diafragma. Preparat

teofilin mengontrol asma nokturnal dan biasanya digunakan

sebagai terapi tambahan pada pasien asma persisten sedang atau

berat. Teofilin dapat juga digunakan sebagai alternatif terapi

pencegahan jangka panjang bagi pasien asma persisten ringan.

32

Page 33: Asma Bronkial

Obat-obatan Pemulih Cepat (Quick-Relief Medication)

Bronkodilator aksi singkat dan kortikosteroid sistemik merupakan obat-

obatan penting dalam kelompok ini.

1. Agen Beta Adrenergik

Agonis beta-adrenergik inhaler aksi singkat jelas merupakan

brankodilator yang paling efektif selama eksaserbasi dan digunakan

pada semua pasien untuk menangani gejala akut. Agen ini

merelaksasi otot halus saluran napas dan segera meningkatkan

aliran udara pernapasan dan mengurangi gejala-gejala.

Terapi agonis beta-adrenergik inhaler sama efektif dengan terapi oral

atau parenteral dalam relaksasi otot halus saluran napas dan

memperbaiki asma akut, serta menunjukkan beberapa keuntungan

dengan onset yang cepat (< 5 menit) dan efek samping sistemik yang

ringan. Sebagai tambahan, pemberian berulang menghasilkan

kenaikan bronkodilatasi.

2. Antikolinergik

Obat-obatan ini dapat mengurangi hipersekresi kelenjar mukus yang

dijumpai pada asma. Obat ini adalah obat pilihan bagi bronkospasme

karena pengobatan beta-bloker.

3. Glukokortikoid

Kortikoid sistemik terapi primer yang efektif untuk pasien dengan

eksaserbasi sedang sampai berat atau untuk pasien yang gagal

merespon secara cepat dan lengkap dengan terapi agonis , inhaler.

Obat ini merupakan lini utama pengobatan pasien dengan asma

berat dan juga berguna untuk pasien dengan eksaserbasi yang lebih

ringan. Obat ini mempercepat pemulihan obstruksi saluran napas dan

mengurangi tingkat kekambuhan.

33

Page 34: Asma Bronkial

Kortikosteroid lebih baik diberikan secara intravena untuk kasus

pasien kritis, dalam upaya mengurangi pengaruh absorbsi

gastrointestinal.

Tujuan utama terapi eksaserbasi asma adalah memperbaiki

hipoksemia, mengembalikan obstruksi aliran udara dan mengurangi

kemungkinan terjadinya obstruksi berulang. Penanganan yang

terpenting adalah mengoreksi hipoksemia dengan suplementasi

oksigen.

34

Page 35: Asma Bronkial

Rencana Pengobatan serangan asma berdasarkan berat serangan dan tempat pengobatan [1,4,8]

SERANGAN PENGOBATAN TEMPAT PENGOBATAN

RINGAN

Aktiviti relatif normal

Berbicara satu kalimat dalam satu napas

Nadi < 100

APE > 80%

Terbaik :

Inhalasi agonis beta-2

Alternatif :

Kombinasi oral agonis beta-2 dan teofilin

Di rumah

Di praktek dokter/klinik/ puskesmas

SEDANG

Jalan jarak jauh timbulkan gejala Berbicara beberapa kata dalam satu npas

Nadi 100-120

APE 60-80%

Terbaik

Nebulisasi agonis beta-2 tiap 4 jam

Alternatif :

- Agonis beta-2 subkutan

- Aminofilin IV

- Adrenalin 1/1000 0,3 ml SK

Oksigen bila mungkin Kortikosteroid

Darurat Gawat/RSKlinik Praktek Dokter Puskesmas

BERATSesak saat istirahatBerbicara kata perkata dalam satu napas Nadi > 120APE < 60% atau 100 1/dtk

Terbaik

Nebulisasi agonis beta-2 tiap 4 jam

Alternatif :

- Agonis beta-2 SK/IV

- Adrenalin 1/1000 0,3 ml SK

Aminofilin bolus dilanjutkan drip

Oksigen Kortikosteroid IV

MENGANCAM JIWAKesadaran berubah/menurun Gelisah Sianosis Gagal napas

Seperti serangan akut beratPertimbangkan intubasi danVentilasi mekanis

Darurat Gawat/RS ICU

35

Page 36: Asma Bronkial

Obat asma yang tersedia di Indonesia (tahun 2004) [1,4,8]

Jenis Obat Golongan Nama Generik Bentuk/Kemasan Obat

Pengontrol

Antiinflmasi Steroid inhalasi Flutikason propionat IDT

Budesonide IDT, Turbuhaler

Kromolin IDT

Sodium kromoglikat Nedokromil IDT

Nedokromil Zafirlukasi Oral (tablet)

Antileukotrin Metilprednisolon Oral, Injeksi

Kortikosteroid sistemik Prednisolon Oral

Agonis beta-2 kerja lama Prokaterol Oral

Bambuterol Oral

Formoterol Turbuhaler

Pelega Bronkodilator

Agonis beta-2 kerja singkat

Salbutamol Oral, IDT, rotacap, rotadisk, solutio

Terbutalin Oral, IDT, Turbuhaler, solutio

Ampul (injeksi)

Prokaterol IDT

Fenoterol IDT, solutio

Antikolinergik Ipratropium bromide IDT, solutio

Metilsantin Teofilin Oral

Aminofilin Oral, injeksi

Teofilin lepas lambat Oral

Agonis beta-2 kerja lama Formoterol Turbuhaler

Kortikosteroid sistemik Metilprednisolon Oral, injeksi

Prednison Oral

Keterangan tabel IDT : Inhalasi dosis terukur = Metered dose Inhaler/MDI, dapat digunakan bersama dengan spacerSolutio : larutan untuk penggunaan nebulisasi dengan nebulizer Oral : dapat berbentuk sirup, tablet Injeksi : dapat untuk penggunaan subkutan, im dan iv

36

Page 37: Asma Bronkial

Sediaan dan dosis obat pengontrol asma [1,4,8]

Medikasi Sediaan obat Dosis dewasa Dosis anak Keterangan

Kortikosteroid sistemik

Metilprednisolon Tablet 4, 8, 16 mg 4-40 mg/hari, dosis tunggal atau terbagi

0,25 – 2 mg/kgBB/ hari, dosis tunggal atau terbagi

Pemakaian jangka panjang dosis 4-5 mg/hari atau 8-10 mg selang sehari untuk mengontrol asma, atau sebagai pengganti steroid inhalasi pada kass yang tidak dapat/mampu menggunakan steroid inhalasi

Prednison Tablet 5 mg Short-course :

20-40 mg/hari dosis tunggal atau terbagi selama 3-10 hari

Short-course :

1-2 mg/kgBB/hari

Maks. 40 mg/hari, selama 3-10 hari

Kromolin & Sedokromil

Kromolin IDT

5 mg/semprot

1-2 semprot

3-4 x/hari

1 semprot

3-4 x/hari

Sebagai alternatif antiinflamasi

Sedokromil IDT

2 mg/semprot

2 semprot

2-4 x/hari

2 semprot

2-4 x/hari

Ssebelum exercise atau pajanan alerge, profilaksis efektif dalam 1-2 jam

Agonis beta-2 Kerja lama

Salmeterol IDT 25 mg/semprot rotadisk 50 mg

2-4 semprot, 2x/hari

1-2 semprot, 2x/hari

Digunakan bersama/ kombinasi dengan steroid inhalasi untuk mengontrol asma

Lambuterol Tablet 10 mg 1 x 10 mg/hari, malam

-

Rokaterol Tablet 25,50 meg

Sirup meg/ml

2 x 50 meg/hari

2 x 5 ml/hari

2 x 25 meg/hari

2 x 2,5 ml/hari

Tidak dianjurkan untuk mengatasi gejala pada eksaserbasi kecuali formeterol yang mempunyai onset kerjacepat dan berlangsung lama, sehingga dapat digunakan mengatasi gejala pada eksaserbasi

Normoterol IDT 4,5; 9 meg/semprot

4,5 – 9 meg 1-2 x/hari

2 x 1 semprot (> 12 tahun)

37

Page 38: Asma Bronkial

Medikasi Sediaan obat Dosis dewasa Dosis anak Keterangan

Mtilxantin

Aminofilin lepas lambat

Tablet 225 mg 2 x 1 tablet ½ tablet, 2x/hari (> 12 tahun)

Atur dosis sampai mencapai kadar obat dalam serum 5-15 meg/l

Teofilin lepas lambat

Tablet 125, 250, 300 mg-2 x/hari

2 x 125 – 300 mg 2 x 125 mg (> 6 tahun)

Sebaiknya monitoring kadar obat dalam serum dilakukan rutin, mengingat sangat bervariasinya metabolic clearance dari teofilin, sehingga mencegah efek samping

400 mg 200 – 400 mg 1 x/hari

2 semprot

2-4 x/hari

Antileukotrin

Zafirlukast Tablet 20 mg 2 x 20 mg/hari ------- Pemberian bersama makanan mengurangi biovailabiliti.

Sebaiknya diberikan 1 jam sebelum atau 2 jam setelah makan

Steroid inhalasi

Flutikason propionat

IDT 50, 125 meg/semprot

125 – 500 meg/hari 50-125 meg/hari Dosis bergantung kepada derajat berat sama

Budesonide IDT, Turbuhaler 100, 200, 400 meg

100 – 80 mg/hari 100-200 meg/hari Sebaiknya diberikan spacer

Beklometason depropionat

IDT, rotacap, rotahaler, rotadisk

100 – 800 meg/hari 100-200 meg/hari

38

Page 39: Asma Bronkial

Sediaan dan dosis obat pelega untuk mengatasi gejala asma [1,4,8]

Medikasi Sediaan obat Dosis dewasa Dosis anak Keterangan

Agonis beta-2 kerja singkat

Terbutalin IDT 0,25 mg/semprot

Turbuhaler 0,25 mg; 0,5 mg/hirup

Respule/solutio 5 mg/2 ml

Tablet 2,5 mg

Sirup 1,5 : 2,5 mg/5 ml

0,25 – 0,5 mg

3-4 hari

oral 1,5 – 2,5 mg

3 – 4 x/hari

Inhalasi 0,25 mg 3-4 x/hari (> 12 tahun)

Oral

0,05 mg/kgBb/x

3-4 x/hari

Penggunaan obat pelega sesuai kebutuhan bila perlu

Salbutamol IDT 100 meg/semprot

2,5 mg/2 ml, 5 mg/ml

Tablet 2 mg, 4 mg

Sirup 1 mg, 2 mg/ 5 ml

Inhalasi

200 meg 3-4 x/hari

oral 1-2 mg, 3-4 x/hari

100 meg, 3-4 x/hari

0,05 mg/kgBB/x

3-4 x/hari

Untuk mengatasi eksaserbasi, dosis pemeliharaan berkisar 3-4 x/hari

Fenoterol IDT 100, 200 meg/semprot

Solutio 100 meg/ml

200 mg 3-4 x/hari

10-20 meg

100 mg, 3-4 x/hari 10 meg

Prokaterol IDT 10 meg/semprot

Tablet 25,50 meg

Sirup 5 meg/ml

2-4 x/har

2 x 50 meg/hari

2 x 5 ml/hari

2 x/hari

2 x 25 meg/hari

2 x 2,5 ml/hari

Antikolinergik

Ipratropium hromid IDT 20 meg/semprot

40 meg

3-4 x/hari

20 meg,

3-4 x/hari

Diberikan kombinasi dengan agonis beta-2 kerja singkat untuk mengatasi serangan

Kombinasi dengan agonis beta-2 pada pengobatan jangka panjang, tidak ada manfaat tambahan

Solutio 0,25 mg/mi (0,025%)

(nebulisasi)

0,25 mg setiap 6 jam

0,25 – 0,5 mg tiap 6 jam

39

Page 40: Asma Bronkial

Medikasi Sediaan obat Dosis dewasa Dosis anak Keterangan

Kortikosteroid sistemik

Metilprednisolon Tablet 4, 8, 16 mg Short course :

24 – 40 mg/hari dosis tunggal atau terbagi selama 3-10 hari

Short course :

1-2 mg/kgBB/hari, maksimum 40 mg/hari selama 3-10 hari

Short-course efektif untuk mengontrol asma pada terapi awal sampai tercapai APE 80% terbaik atau gejala mereda, umumnya membutuhkan 3-10 hari

Metilsantin

Kombinasi teotilin faminotilin dengan agonis beta-2 kerja singkat (masing-masing dosis minimal). Meningkatkan efektiviti dengan efek samping minimal

Teofilin

Aminofilin

Tablet 130, 150 mg

Tablet 200 mg

3-5 mg/kgBB/kali 3,4 x/hari

3-5 mg/kgBB kali, 3-4 x/hari

40

Page 41: Asma Bronkial

BAB III

PENUTUP

Asma adalah penyakit yang ditandai dengan episode serangan yang

bervariasi, dari ringan sampai berat. Diluar serangan penderita dapat

menunjukkan gambaran seperti orang normal. Pengobatan pada penderita

asma bertujuan mengatasi serangan dan dan menghilangkan serangan

tersebut sesegera mungkin, karena serangan yang tidak ditanggaulangi

dengan adekuat dapat memperlama masa serangan serta menurunkan

fungsi paru. Usaha pencegahan dilakukan untuk menghindari atau

mengurangi asma. Dengan penatalaksanaan yang baik dan tepat serangan

asma dapat ditanggulangi bahkan dihilangkan sehingga penderita dapat

hidup sehat seperti orang normal lainnya.

41

Page 42: Asma Bronkial

DAFTAR PUSTAKA

1. Tierney LM, McPhee SJ dan Papadakis MA. Diagnosis dan Terapi Ilmu

Penyakit Dalam. ”Asma” Buku 1. Penerbit Salemba Medika. Jakarta;

2002 : 65-83.

2. Braunwald E, Fauci AS, Kasper DL dkk. Principles of Internal Medicine.

Harrison’s 15th edition. Asthma. Mc. Graw-Hill Medical Pusblishing

Divition. New York 2001 : Volume II : 1456-1463.

3. Danusantoso H. Buku Saku Ilmu Penyakit Paru. Hipokrates. Jakarta

1999: 195-249.

4. Clark T, Rees D. Practical Management of Asthma. 2nd edition. Kyodo

Printing. London, 1990 : 8.

5. Setiati S, Alwi I. Kasjmir YI, dkk. Prosiding Simposium. Current Diagnosis

and Treatment in Internal Medicine 2002. FKUI Jakarta 2002 : 199-204.

6. Perhimpunan Dokter Paru Indonesia; ASMA; Pedoman Diagnosis dan

Penatalaksanaan di Indonesia. Balai Penerbit FKUI, Jakarta, 2004.

7. Fishman A.P; Manual of Pulmonary Diseases and Disorders. University of

Pennsylvania School of Medicine Philadelphia, Pennsylvania, 2002.

8. Journal Watch Emergency Medicine; Long-Term Asthma Therapies

Reduce Exacerbations; September 15, 2004.

http://www.medscape.com

9. Asthma Journal Scan, 2005; Year in Review; Airway Immunopathology of

Asthma with Exercise-induced Bronchoconstriction

http://www.medscape.com.

10. Lazarus SC. Airway Remodeling in Asthma. American Academi of

Allergy, Asthma and Immunology 56th Annual Meeting, 2000. Available

from http://www.medscape.com.

42

Page 43: Asma Bronkial

KATA PENGANTAR

Puji syukur saya panjatkan ke hadirat Tuhan Yesus Kristus atas

rahmat dan berkatNya sehingga saya dapat menyelesaikan referat ini tepat

pada waktunya.

Referat ini disusun dalam rangka memenuhi salah satu tugas

Kepaniteraan Klinik Ilmu Penyakit Dalam Fakultas Kedokteran Universitas

Trisakti di RSUD Koja Jakarta.

Penyusun mengucapkan terima kasih kepada dr. Suzanna Ndraha,

Sp.PD, (K) GEH, selaku pembimbing dalam penyusunan referat ini dan

teman-teman yang telah memberikan bantuan dalam penyelesaian referat ini

sehingga dapat dikumpulkan tepat pada waktunya.

Penyusun berharap semoga referat ini dapat bermanfaat bagi

pembaca pada umumnya dan bagi penyusun sendiri khususnya.

Akhirnya penyusun mengharapkan kritik dan saran yang membangun

demi perbaikan dan kesempurnaan referat ini.

Jakarta, May 2010

Penyusun

43

Page 44: Asma Bronkial

44

i

Page 45: Asma Bronkial

777

45

Referat

ASMA BRONKIAL

Pembimbing :dr. Suzanna Ndraha, Sp.PD, (K) GEH

Disusun Oleh :

Yovita Sari Metkono

030.04.239

KEPANITERAAN KLINIK ILMU PENYAKIT DALAM RUMAH SAKIT UUMUM DAERAH KOJA

PERIODE 22 MARET – 29 MEI 2010FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS TRISAKTI

JAKARTA

Page 46: Asma Bronkial

DAFTAR ISI

Halaman

KATA PENGANTAR ...................................................................... i

DAFTAR ISI .................................................................................. ii

BAB I. PENDAHULUAN .......................................................... 1

BAB II. PEMBAHASAN ............................................................ 3

1. Definisi ................................................................... 3

2. Etiologi ................................................................... 3

3. Epidemiologi .......................................................... 6

4. Patofisiologi ............................................................ 6

5. Gejala Klinis ........................................................... 11

6. Pemeriksaan Penunjang ........................................ 13

7. Diagnosis Banding ................................................. 17

8. Penatalaksanaan ................................................... 20

BAB III. PENUTUP .................................................................... 40

DAFTAR PUSTAKA ...................................................................... 41

46ii