asma bronkial

28
Tinjauan Pustaka Pendahuluan Asma bronkial merupakan salah satu penyakit kronis yang menyerang saluran nafas bagian atas dan sering kali di jumpai pada anak-anak. Penyakit ini cukup mendapat perhatian serius karena prevalensinya yang cukup tinggi di berbagai negara berkembang. Hampir separuh dari seluruh pasien asma pernah di rawat di rumah sakit dan melakukan kunjungan ke bagian gawat darurat setiap tahun nya. Hal tersebut disebabkan manajemen dan pengobatan asma yang masih jauh dari pedoman yang di rekomendasikan Global Initiative for Asthma (GINA). Adapun beberapa hal yang diduga menjadi penyebab meningkatnya prevalensi asma maupun meningkatnya penyakit alergi di antaranya yaitu tingginya tingkat polusi udara, baik di dalam ruangan (indoor) maupun diluar ruangan (outdoor). Polusi udara yang terjadi di dalam ruangan seperti debu ruangan yang jarang dibersihkan dan juga kadang-kadang asap rokok. Sedangkan polusi yang terjadi diluar ruangan seperti asap yang disebabkan oleh kendraan bermotor, pabrik maupun rokok. Polutan-polutan tersebut akan berefek pada peningkatan hiperesponsifitas bronkus yang akan menimbulkan gejala klinis berupa sesak nafas. Oleh sebab itulah, faktor lingkungan sangat memegang peranan penting dalam menentukan manifestasi penyakit ini. Pada penyakit ini, akan dijumpai peningkatan kepekaan saluran nafas yang memicu terjadinya periode mengi yang berulang, sesak nafas dan batuk yang seringkali terjadi pada waktu malam hari. Gejala-gejala ini berhubungan dengan luasnya

Upload: rima-putri-hastri

Post on 02-Oct-2015

21 views

Category:

Documents


10 download

DESCRIPTION

literatur

TRANSCRIPT

Tinjauan PustakaPendahuluanAsma bronkial merupakan salah satu penyakit kronis yang menyerang saluran nafas bagian atas dan sering kali di jumpai pada anak-anak. Penyakit ini cukup mendapat perhatian serius karena prevalensinya yang cukup tinggi di berbagai negara berkembang. Hampir separuh dari seluruh pasien asma pernah di rawat di rumah sakit dan melakukan kunjungan ke bagian gawat darurat setiap tahun nya. Hal tersebut disebabkan manajemen dan pengobatan asma yang masih jauh dari pedoman yang di rekomendasikan Global Initiative for Asthma (GINA).Adapun beberapa hal yang diduga menjadi penyebab meningkatnya prevalensi asma maupun meningkatnya penyakit alergi di antaranya yaitu tingginya tingkat polusi udara, baik di dalam ruangan (indoor) maupun diluar ruangan (outdoor). Polusi udara yang terjadi di dalam ruangan seperti debu ruangan yang jarang dibersihkan dan juga kadang-kadang asap rokok. Sedangkan polusi yang terjadi diluar ruangan seperti asap yang disebabkan oleh kendraan bermotor, pabrik maupun rokok. Polutan-polutan tersebut akan berefek pada peningkatan hiperesponsifitas bronkus yang akan menimbulkan gejala klinis berupa sesak nafas. Oleh sebab itulah, faktor lingkungan sangat memegang peranan penting dalam menentukan manifestasi penyakit ini.Pada penyakit ini, akan dijumpai peningkatan kepekaan saluran nafas yang memicu terjadinya periode mengi yang berulang, sesak nafas dan batuk yang seringkali terjadi pada waktu malam hari. Gejala-gejala ini berhubungan dengan luasnya inflamasi, hal ini bisa menyebabkan obstruksi saluran nafas dengan derajat yang bervariasi dan bersifat reversible, baik secara spontan maupun dengan pengobatan. Hal tersebut bisa diperberat jika ditemukan adanya infeksi.

Defenisi asmaDefenisi asma secara lengkap yang menggambarkan konsep inflamasi sebagai dasar mekanisme terjadinya asma dikeluarkan oleh GINA (Global Initiative National Asthma). Asma di defenisikan sebagai gangguan inflamasi kronik saluran respiratorik dengan banyak sel yang berperan, khususnya sel mast, eosinophil, dan limfosit T. Pada orang yang rentan, inflamasi ini menyebabkan episode wheezing yang berulang, sesak nafas, rasa dada tertekan, dan batuk, khususnya pada malam hari atau dini hari. Gejala ini biasanya berhubungan dengan penyempitan saluran respiratorik yang luas namun bervariasi, yang paling tidak sebagian bersifat reversible baik secara spontan maupun dengan pengobatan. Inflamasi ini juga berhubungan dengan hiperaktivitas saluran respiratorik terhadap berbagai rangsangan.Pedoman Nasional Asma Anak juga mengemukakan defenisi yang praktis dalam bentuk defenisi operasional yaitu wheezing dan / atau batuk dengan karakteristik sebagai berikut : Timbul secara episodik dan / atau kronik Cenderung pada malam / dini hari (nocturnal) Musiman Adanya factor pencetus, diantaranya aktivitas fisik Bersifat reversible baik secara spontan maupun dengan pengobatan Adanya riwayat asma atau atopi lain pada pasien / keluarganyaAsma selalu dihubungkan dengan gangguan pada mediator otot polos di saluran nafas dan kelainan struktur anatomi mukosa saluran nafas. Dalam beberapa tahun terakhir, telah dikemukakan bahwa pada sistem mediator imun, seperti halnya leukotriene, prostaglandin, faktor pengaktivasi platelet serta beberapa faktor seperti histamine dan bronkokonstriktor lainnya juga mampu meningkatkan kepekaan sistem mediator imun pada saluran nafas, sehingga menimbulkan kontraksi otot polos pada bronkus. Meskipun begitu, penyebab-penyebab terjadinya penyakit asma dikategorikan menjadi penyebab alergi dan non-alergi, tetapi tidak menutup kemungkinan bisa disebabkan oleh kedua factor tersebut.Pada kasus ini di jumpai tanda-tanda atau keluhan pasien berupa sesak nafas. Setelah dilakukan pemeriksaan fisik, ditemukan adanya suara nafas tambahan berupa wheezing pada saat ekspirasi yang berulang. Sesak yang terjadi pada kasus ini terjadi pada mulanya saat malam hari. Tanda-tanda tersebut telah memenuhi kriteria asma bronkial berdasarkan landasan teori yang telah dikemukakan di atas.

EpidemiologiAsma merupakan masalah kesehatan dunia. Diperkirakan sebanyak 300 juta orang menderita asma, dengan prevalensi sebesar 1-18%, bervariasi pada berbagai negara. Kejadian asma dipengaruhi factor genetik, lingkungan, umur dan gender dan terdapat kecendrungan peningkatan insidennya terutama didaerah perkotaan dan industry akibat adanya polusi udara. Prevalensi di Indonesia adalah sebesar 5-7%. PBB memperkirakan disability adjusted life years ( DALYs) sebanyak 15 juta setiap tahun karena asma, yang merupakan 1% dari beban global akibat penyakit. Mortalitas sebesar 250.000/tahun yang tidak proporsional dengan prevalensi penyakit. Polusi menyebabkan peningkatan asma diseluruh dunia.Berdasarkan data Organisasi Kesehatan Dunia (WHO), hingga saat ini jumlah penderita asma di dunia memperkirakan mencapai 300 juta orang dan diperkirakan angka ini akan terus meningkat hingga 400 juta penderita pada tahun 2025.

Faktor ResikoSecara umum faktor resiko asma dipengaruhi atas faktor genetik dan faktor lingkungan.A. Faktor Genetik Atopi / alergi : Hal yang diturunkan adalah bakat alerginya, meskipun belum diketahui bagaimana cara penurunannya. Penderita dengan penyakit alergi biasanya mempunyai keluarga dekat yang juga alergi. Dengan adanya bakat alergi ini, penderita sangat mudah terkena penyakit asma bronkial jika terpajan dengan factor pencetus. Hipereaktivitas bronkus : saluran nafas sensitive terhadap berbagai rangsangan allergen maupun iritan. Jenis kelamin : Pria merupakan resiko untuk asma pada anak. Sebelum usia 14 tahun, prevalensi asma pada anak laki-laki adalah 1,5-2 kali di banding anak perempuan. Tetapi menjelang dewasa perbandingan tersebut lebih kurang sama dan pada masa menopause perempuan lebih banyak. Ras / etnik Obesitas : peningkatan Body Mass Index (BMI), merupakan factor resiko asma. Mediator tertentu seperti leptin dapat mempengaruhi fungsi saluran nafas dan meningkatkan kemungkinan terjadinya asma. Meskipun mekanisme nya belum jelas, penurunan berat badan penderita obesitas dengan asma, dapat memperbaiki gejala fungsi paru, morbiditas, dan status kesehatan.B. Faktor Lingkungan Allergen dalam rumah : Tungau debu rumah, allergen pada hewan, allergen kecoa, jamur Allergen luar (serbuk sari dan spora jamur)

C. Faktor lain Alergen makanan, contoh : susu, udang, telur, kepiting, kiwi, ikan laut, kacang tanah, bahan penyedap pengawet dan pewarna makanan. Allergen obat-obat tertentu Bahan yang mengiritasi, contoh : parfum Ekspresi emosi berlebih Asap rokok bagi Perokok aktif dan perokok pasif Polusi udara dari luar dan dalam serangan Exercise Induced Asthma. Pada penderita yang kambuh asmanya ketika melakukan aktivitas / olahraga tertentu. Sebagian besar penderita asma akan mendapat serangan jika melakukan aktivitas jasmani atau olahraga yang berat. Lari cepat paling mudah menimbulkan serangan asma. Serangan asma karena aktivitas biasanya terjadi setelah selesai aktivitas tersebut. Perubahan cuaca. Cuaca lembab dan hawa pegunungan yang dingin sering mempengaruhi asma. Atmosfer yang mendadak dingin merupakan factor pemicu terjadinya serangan asma. Serangan kadang-kadang berhubungan dengan musim, seperti musim hujan, musim kemarau, musim bunga. Status ekonomi

PatogenesisGenetik. Penelitian menunjukkan banyak gen yang terlibat pada patogenesis asma dan gen yang berbeda terdapat pada etnik yang berkelainan. Diketahui 4 kelompok pengaruh gen yang utama yang berkaitan dengan predisposisi asma yaitu terhadap produksi IgE spesifik (atopi), ekspresi hiperresponsif, produksi mediator inflamasi seperti sitokin, kemokin, growth factor, dan penentu rasio antara respon imun Th1 dan Th2 (menurut teori hipotesis higienis). Analisa keluarga asma mendapat adanya daerah kromosom yang terkait dengankepekaan asma misalnya kecendrungan peningkatan kadar IgE total dengan hiperresponsif bronkus yang terletak dekat dengan lokus mayor yang mengatur kadar total IgE pada kromosom 5q. Penelitian saat ini masih terus berlanjut.Terdapat pula gen yang terkait dengan respon terhadap terapi asma. Misalnya variasi gen yang mengkode adrenoreceptor terkait dengan respon yang berbeda terhadap 2 agonis. Terdapat pula gen lain yang bersifat responsive terhadap kortikosteroid dan penghambat leukotriene.

Mekanisme AsmaImunopatogenesis. Akibat adanya factor perangsangan dan pencetus ini terjadi reaksi imun tipe I, II, III, dan IV yang diikuti reaksi mediator, inflamasi, kerusakan jaringan dan gejala klinik. Disebutkan bahwa pada 85% pasien inflamasi dimulai oleh IgE (asma alergi) dan sisanya oleh proses independen terhadap IgE (asma non alergi). Pada atopi paparan awal terhadap antigen menimbulkan sensitisasi. Antigen presenting cell (APC) seperti makrofag menelan antigen dan mempresentasikannya kepada sel T (Th0) yang kemudian mengalami diferensiasi menjadi Th1 dan Th2. Th2 mengeluarkan sitokin antara lain IL 4 dan IL13 yang menyebabkan sel B memproduksi IgE yang spesifik untuk antigen tersebut.Pada respon dini akibat adanya paparan selanjutnya menimbulkan reaksi antigen antibody pada permukaan sel mastosit, yang diikuti aktivasi dari sel dan pelepasan berbagai mediator (histamine dan heparin) serta mediator lain (prostaglandin, leukotriene, factor aktivasi trombosit-PAF dan bradikinin). Terjadi efek langsung berupa bronkokonstriksi dan peningkatan hiperresponsif bronkus. Pelepasan sitokin seperti IL-3, IL-4, IL-5 dan IL-6 mengaktivasi limfosit T dan B, yang merangsang sel mastosit dan menarik eosinophil, sehingga meningkatkan proses inflamasi.Respon lambat terjadi 4-12 jam setelah paparan antigen, berupa dilatasi vaskuler dan peningkatan permeabilitas kapiler, pembentukan edema dan akumulasi sel radang. Akibat adanya aktivasi, sel eosinophil melepaskan berbagai mediator (eosinophilic cation protein ECP, leukotriene, prostaglandin, histamine) yang menimbulkan bronkokontriksi dan perpanjangan hiperresponsif bronkus. Sekresi sitokin seperti IL-3, IL-4 dan IL-5 lebih lanjut menimbulkan inflamasi yang berkelanjutan. Dengan demikian proses inflamasi kronik yang kompleks pada asma yang ditandai oleh adanya sel radang dan elemen seluler, perubahan struktur saluran nafas dan peningkatan mediator.Reaksi inflamasi pada saluran nafas menimbulkan penyempitan yang ireversibel pada saluran nafas (airway remodeling) akibat fibrosis subepitelial, hipertrofi otot polos saluran nafas, penebalan pembuluh darah dan hipersekresi mucus. Hal ini merupakan langkah terakhir terjadinya gejala dan perubahan fisiologik saluran nafas pada asma, yaitu berupa kontraksi otot polos, edema, penebalan dinding dan hipersekresi mucus. Hiperresponsif ini bersifat responsive secara parsil terhadap obat.

DiagnosisDiagnosis ditegakkan berdasarkan :1. Anamnesa Batuk, mengi, sulit bernafas, atau berat di dada yang memburuk pada malam hari atau secara musiman Riwayat asma sebelumnya Manifestasi atopic misalnya rhinitis alergika, yang bisa juga ada pada keluarga Keluhan timbul atau memburuk oleh infeksi pernafasan, rangsangan bulu binatang, serbuk sari, asap, bahan kimia, perubahan suhu, debu rumah, obat-obatan (aspirin, penghambat beta), olahraga, stress. Keluhan berkurang dengan pemberian obat asma

2. Pemeriksaan fisikDapat dijumpai adanya sesak nafas, pernafasan mengi dan perpanjangan ekspirasi tanda emfisema pada asma yang berat.a) Vital sign : Umumnya selama serangan akut tingkat pernafasan cepat (sering 25 sampai 40 nafas per menit), pada anak anak umumnya tingkat pernafasan >20 x/menit, takikardia dan pulsus paradoksus.b) Pemeriksaan thorakPemeriksaan dapat mengungkapkan bahwa pasien yang mengalami serangan asma dapat dijumpai : Inspeksi : sesak nafas (nafas cepat, retraksi sela iga, retraksi epigastrium, retraksi suprasternal) Palpasi : Biasanya tidak ditemukan kelainan, pada serangan berat dapat terjadi pulsus paradoksus Perkusi : biasanya tidak ditemukan kelainan Auskultasi : ekspirasi memanjang, wheezing.

3. Pemeriksaan penunjang Spirometri : alat pengukur faal paru, selain penting untuk menegakkan diagnosis juga untuk menilai beratnya obstruksi dan efek pengobatan. Volume Ekspirasi Paksa 1 detik / VEP1 < 70% dari nilai prediksi menunjukkan adanya obstruksi jalan nafas Tes reversibilitas : peningkatan VEP1 12% dan 200 ml menunjukkan reversibilitas yang menyokong diagnosis asma Peak Flow Meter / PFM.Peak flow Meter merupakan alat pengukur faal paru sederhana, alat tersebut digunakan untuk mengukur jumlah udara yang berasal dari paru. Oleh karena pemeriksaan jasmani dapat normal, dalam menegakkan diagnosis asma diperlukan pemeriksaan obyektif (spirometer / FEV1 atau PFM). Spirometer lebih diutamakan dibanding PFM, oleh karena PFM tidak begitu sensitive dibanding FEV untuk diagnosis obstruksi saluran nafas. PFM mengukur terutama saluran nafas besar, PFM dibuat untuk pemantauan dan bukan alat diagnostic. APE dapat digunakan dalam diagnosis untuk penderita yang tidak dapat melakukan pemeriksaan FEV1. Arus Puncak Ekspirasi Reversibilitas. Peningkatan 60 L/menit (atau 20%) dengan pemberian bronkodilator (misalnya 200 400 gr salbutamol), atau variasi diurnal dari APE 20% (dengan bacaan 2x sehari 10%) menyokong diagnosis asma. Variabilitas. Merujuk pada perbaikan atau pemburukan gejala atau fungsi paru dalam periode tertentu, misal 1 hari (variabilitas diurnal) atau bulanan Pengukuran status alergiUntuk mengidentifikasi komponen alergi pada asma dapat dilakukan pemeriksaan uji kulit atau pengukuran IgE spesifik serum dan eosinophil. Uji ini dapat membantu mengidentifikasi factor pencetus sehingga dapat dilakukan pencegahan terarah. Umumnya dilakukan skin prick test. Namun, uji ini dapat menghasilkan positif palsu maupun negative palsu. Sehingga konfirmasi pajanan allergen dengan timbulnya gejala harus selalu dilakukan.

Analisa gas darahPemeriksaan ini hanya dilakukan pada asma yang berat. Pada fase awal serangan, terjadi hipoksemia dan hipokapnea (PaCO2 < 35 mmHg) kemudian pada stadium yang lebih berat pada PaCO2 justru mendekati normal sampai normokapnea. Selanjutnya pada asma yang sangat berat terjadi hiperkapnea (PaCO2 45 mmHg), hipoksemia dan asidosis respiratorik. Foto thoraksPemeriksaan foto thoraks dilakukan untuk menyingkirkan penyakit lain yang memberikan gejala serupa seperti gagal jantung kiri, obstruksi saluran nafas, pneumothoraks, pneumomediastinum. Pada serangan asma yang ringan, gambaran radiologic paru biasanya tidak memperlihatkan adanya kelainan.

Penilaian Derajat Serangan Asma pada AnakParameter Klinis, Fungsi Paru, LaboratoriumRinganSedangBerat

Tanpa ancaman henti nafasAncaman henti nafas

Sesak (Breathless)BerjalanBayi : menangis kerasBerbicaraBayi : Tangis pendek Kesulitan menyusu / makanIstirahatBayi : tidak mau minum / makan

PosisiBisa berbaringLebih suka dudukDuduk bertopang lengan

BicaraKalimatPenggal KalimatKata-kata

KesadaranMungkin irritableBiasanya irritableKebingungan

SianosisTidak adaTidak adaAdaNyata

MengiSedang, sering hanya pada akhir ekspirasiNyaring, sepanjang inspirasi ekspirasiSangat nyaring, terdengar tanpa stetoskop sepanjang ekspirasi dan inspirasiSulit / tidak terdengar

Penggunaan otot bantu pernafasanBiasanya tidakBiasanya yaYaGerakan paradoks torako abdominal

RetraksiDangkal, retraksi intercostalSedang, ditambah retraksi suprasternalDalam, ditambah napas cuping hidungDangkal / hilang

Frekuensi NafasTakipneaTakipneaTakipneaBradipnea

Frekuensi NadiNormalTakikardiTakikardiBradikardi

Pulsus paradoksusTidak ada< 10 mmHgAda10 20 mmHgAda>20 mmHgTidak adaTanda kelelahan otot nafas

PEFR atau FEV 1 (% nilai prediksi / % nilai terbaik) Pra-bonkodilator Pasca-bronkodilator

>60%

>80%

40% - 60%

60% - 80%

60 mmHg 15%Variabilitas > 30%Variabilitas > 50%

*Jika fasilitas tersedia

Diagnosis BandingBeberapa diagnosis banding terhadap penyakit asma bronkial diantaranya yaitu Bronkiolitis : Ditemukan adanya demam, batuk serta wheezing atau mengi sedangkan pada auskultasi akan ditemukan suara ronkhi. Hal ini mirip dengan asma bronkial namun pada asma wheezing akan timbul secara periodic atau episodic. Selain itu, asma dicetuskan oleh adanya allergen baik dari lingkungan maupun yang nonspesifik sedangkan pada bronkiolitis tidak demikian dan umumnya pada anak umur < 2 tahun serta respon kurang / tidak ada respon dengan bronkodilator. Pneumonia :Pada pneumonia, adanya batuk dengan nafas yang cepat, tarikan dinding dada bagian bawah ke dalam, demam, terdapat adanya crackles / rhonki, pernafasan cuping hidung dan merintih / grunting.

Tatalaksana Serangan AsmaSerangan asma adalah episode peningkatan yang progresif (perburukan) dari gejala-gejala batuk, sesak nafas, wheezing, rasa dada tertekan atau berbagai kombinasi dari gejala tersebut. Serangan asma biasanya mencerminkan gagalnya tatalaksana asma jangka panjang, atau adanya pajanan dengan pencetus. Derajat serangan asma bisa mulai dari serangan ringan hingga serangan berat yang dapat mengancam nyawa.

Tujuan tatalaksana serangan asma Meredakan penyempitan saluran respiratorik secepat mungkin Mengurangi hipoksemia Mengembalikan fungsi paru ke keadaan normal secepatnya Rencana re-evaluasi tatalaksana jangka panjang untuk mencegah kekambuhan

Patofisiologi Serangan Asma

Pencetus

Bronkokonstriksi, udem mukosa, sekresi berlebihan

Obstruksi saluran respiratorik

Hiperinflasi paruVentilasi tidak seragam

Hiperinflasi paruGangguancompliance

GangguancomplianceVentilasi perfusitidak padu padan

Atelektasis

Penurunan SurfaktanPeningkatan kerja nafasHipoventilasi alveolar

PaCO2 PaCO2Asidosis

VasokontriksiPulmonal

Alur Tatalaksana Serangan Asma pada Anak

Serangan Berat (bila telah nebulisasi 3x, respon buruk)Sejak awal berikan O2Pasang jalur parenteralNilai ulang keadaan klinis, jika sesuai dengan serangan berat, rawat di ruang rawat inapFoto rontgen thoraxSerangan Sedang(nebulisasi 2x, respon parsial)Berikan O2Nilai kembali derajat serangan, jika sesuai dengan serangan sedang, observasi di ruang rawat sehariBerikan steroid oralSerangan Ringan(nebulisasi 1x, respon baik)Observasi 1 2 jamJika efek bertahan, boleh pulangJika gejala timbul lagi, perlakukan sebagai serangan sedangBoleh pulangBekali dengan obat agonis hirup / oralJika sudah ada obat pengendali, teruskanJika pencetusnya adalah infeksi virus, dapat diberikan steroid oralDalam 24-48 jam kontrol ke klinik rawat jalan untuk reevaluasi.Ruang rawat inapTeruskan O2Atasi dehidrasi dan asidosis jika adaSteroid IV tiap 6 8 jamNebulisasi tiap 1 2 jamAminofilin IV awal, lanjutkan rumatanJika membaik dalam 4 6x nebulisasi, interval jadi 4 6 jamJika dalam 24 jam perbaikan klinis stabil, boleh pulangJika dengan steroid dan aminofilin parenteral tidak membaik, bahkan timbul ancaman henti nafas, alih rawat ke ruang rawat intensifRuang rawat sehariTeruskan pemberian O2Lanjutkan steroid oralNebulisasi setiap 2 jamBila dalam 12 jam perbaikan klinis stabil, boleh pulang, tetapi jika klinis tetap belum membaik atau memburuk, alih rawat ke ruang rawat inapTatalaksana AwalNebulisasi agonis 1-2 x selang 20 menitNebulasi kedua + antikolinergikJika serangan sedang / berat, nebulisasi langsung dengan agonis + antikolinergikNilai Derajat Serangan Asma

Catatan :Jika dari penilaian serangannya sedang / berat, nebulisasi pertama kali langsung dengan agonis + antikolinergik.Bila terdapat tanda ancaman henti nafas segera ke ruang rawat intensifJika alat nebulisasi tidak tersedia, nebulisasi dapat di ganti dengan adrenalin subkutan 0,01 ml/kgBB/kali, maksimal 0,3 ml/kaliUntuk serangan sedang dan terutama berat, O2 2 4 L/menit diberikan sejak awal, terutama pada saat nebulisasi

PenatalaksanaanGINA membagi tatalaksana serangan asma menjadi dua, tatalaksana di rumah dan di rumah sakit. Tatalaksana di rumah dilakukan oleh pasien (orang tuanya) sendiri di rumah. Hal ini dapat dilakukan oleh pasien yang sebelumnya telah menjalani terapi dengan teratur, dan mempunyai pendidikan yang cukup. Pada panduan pengobatan di rumah, terapi awal berupa inhalasi -agonis kerja pendek hingga tiga kali dalam satu jam. Kemudian pasien atau keluarganya diminta melakukan respon untuk penentuan derajat serangan yang kemudian di tindak lanjuti sesuai derajatnya. Namun, untuk kondisi di Negara kita, pemberian terapi awal di rumah seperti di atas cukup riskan, dan kemampuan melakukan penilaian juga masih dipertanyakan. Dengan alas an demikian, maka apabila dilakukan inhalasi satu kali tidak mempunyai respon yang baik, maka di anjurkan mencari pertolongan dokter.

Tata laksana di Klinik atau Unit Gawat DaruratPasien asma yang datang dalam keadaan serangan di Unit Gawat Darurat, langsung dinilai derajat serangannya menurut klasifikasi diatas sesuai dengan fasilitas yang tersedia. Dalam panduan GINA ditekankan bahwa pemeriksaan uji fungsi paru (spirometer atau peak flow meter) merupakan bagian integral penilaian tatalaksana serangan asma, bukan hanya evaluasi klinis. Namun di Indonesia, penggunaan alat tersebut belum memasyarakat.Tatalaksana awal terhadap pasien adalah pemberian -agonis dengan penambahan garam fisiologis secara nebulisasi. Nebulisasi serupa dapat diulang dengan selang 20 menit. Pada pemberian ketiga nebulisasi dapat ditambahkan obat antikolinergik. Tatalaksana awal ini sekaligus dapat berfungsi sebagai penapis yaitu untuk penentuan derajat serangan, karena penilaian derajat secara klinis tidak selalu dapat dilakukan dengan cepat dan jelas.Jika menurut penilaian awal pasien datang jelas dalam serangan berat, langsung berikan nebulisasi -agonis dikombinasikan dengan antikolinergik. Pasien dengan serangan berat yang disertai dengan dehidrasi dan asidosis metabolic, mungkin akan mengalami takifilaksis atau refrakter yaitu respons yang kurang baik terhadap nebulisasi agonis. Pasien ini cukup sekali di nebulisasi kemudian secepatnya di rawat untuk mendapat obat intravena selain di atasi masalah dehidrasi dan asidosisnya.

Serangan Asma RinganJika dengan sekali nebulisasi pasienmenunjukkan respons yang baik (complete response), berarti derajat serangannya ringan. Pasien di observasi selama 1 jam, jika tetap baik, pasien dapat dipulangkan. Pasien di bekali obat -agonis (hirupan atau oral) yang diberikan tiap 4 6 jam. Jika pencetus serangannya adalah virus, dapat ditambahkan steroid oral, namun hanya diberikan untuk jangka pendek (3-5 hari). Pasien kemudian di anjurkan control ke Klinik Rawat Jalan dalam waktu 24 48 jam untuk reevaluasi tatalaksananya. Selain itu jika sebelum serangan pasien sudah mendapat obat pengendali, obat tersebut diteruskan hingga reevaluasi di Klinik Rawat Jalan.Sebagian besar pasien tetap dalam keadaan baik setelah ditatalaksana sebagai Serangan AsmaRingan, namun pada sebagian, gejala timbul kembali. Jika dalam observasi 1 jam gejala timbul kembali, pasien ditatalaksana sebagai Serangan Asma Sedang.

Serangan Asma SedangJika dengan pemberian nebulisasi dua kali, pasien hanya menunjukkan respons parsial (incomplete response), kemungkinan derajat serangannya sedang. Untuk itu perlu dinilai ulang derajat serangannya sesuai pedoman diatas. Jika serangannya memang termasuk serangan sedang, pasien perlu di observasi dan ditangani di Ruang Rawat Sehari (RRS). Pada Serangan Asma Sedang diberikan steroid sistemik (oral) metilprednisolon dengan dosis 0,5 1 mg/kgBB/hari selama 3 5 hari. Steroid lain yang diberikan selain metilprednisolon adalah prednisone. Ada yang berpendapat steroid nebulisasi dapat digunakan untuk serangan asma, namun perlu dosis yang sangat tinggi (1600 ug), meskipun belum banyak pustaka yang mendukung. Steroid nebulisasi dosis rendah tidak bermanfaat untuk serangan asma.Walaupun mungkin tidak diperlukan, namun untuk persiapan keadaan darurat, maka sejak di UGD pasien akan di observasi di RRS sebaiknya langsung dipasangi jalur parenteral.

Serangan Asma BeratBila dengan nebulisasi tiga kali berturut-turut pasien tidak menunjukkan respons (poor response) yaitu gejala dan tanda serangan masih ada (penilaian ulang sesuai pedoman) maka pasien harus dirawat di Ruang Rawat Inap. Bila sejak awal dinilai sebagai serangan berat, maka nebulisasi pertama kali langsung -agonis dengan penambahan antikolinergik. Oksigen 2 4 L/menit diberikan sejak awal termasuk saat nebulisasi. Pasang jalur parenteral dan dilakukan foto thoraks.Sedangkan bila pasien menunjukkan gejala dan tanda ancaman henti nafas, pasien harus langsung di rawat di Ruang Rawat Intensif. Untuk pasien dengan serangan berat dan ancaman henti nafas, langsung dibuat foto thoraks guna mendeteksi komplikasi pneumothoraks dan atau pneumomediastinum.

Tatalaksana di Ruang Rawat SehariPemberian oksigen sejak dari UGD dilanjutkan. Setelah di UGD menjalani nebulisasi 2 kali dalam 1 jam dengan respon parsial, di RRS di teruskan dengan nebulisasi -agonis + antikolinergik tiap 2 jam. Kemudian berikan steroid sistemik oral berupa metilprednisolon atau prednisone. Pemberian steroid ini di lanjutkan sampai 3 5 hari. Jika dalam 12 jam klinis tetap baik, maka pasien dapat dipulangkan dan dibekali obat seperti pasien serangan ringan yang dipulangkan dari klinik / UGD. Bila dalam 12 jam responsnya tetap tidak baik, maka pasien di alih rawat ke Ruang Rawat Inap dengan tatalaksana Serangan Asma Berat.

Tatalaksana di Ruang Rawat Inap Pemberian Oksigen diteruskan Jika ada dehidrasi dan asidosis maka diatasi dengan pemberian cairan intravena dan dikoreksi asidosisnya Steroid intravena diberikan secara bolus, tiap 6 8 jam. Dosis steroid intravena 0,5 1 mg/kgBB/hari Nebulisasi -agonis + antikolinergik dengan oksigen dilanjutkan tiap 1 2 jam, jika dalam 4 6 kali pemberian mulai terjadi perbaikan klinis, jarak pemberian dapat diperlebar menjadi tiap 4 6 jam. Aminofilin diberikan secara intravena dengan dosis : Bila pasien belum mendapat aminofilin sebelumnya, diberi aminofilin dosis awal (inisial) sebesar 6 8 mg/kgBB dilarutkan dalam dekstrose atau garam fisiologis sebanyak 20 ml, diberikan dalam 20 30 menit. Jika pasien telah mendapat aminofilin (kurang dari 8 jam), dosis diberikan separuhnya Sebaiknya kadar aminofilin diukur dan dipertahankan 10 20 mcg/ml Selanjutnya aminofilin dosis rumatan diberikan sebesar 0,5 1 mg/kgBB/hari Bila telah terjadi perbaikan klinis, nebulisasi diteruskan tiap 6 jam hingga 24 jam dan steroid serta aminofilin diganti pemberian peroral Jika dalam 24 jam pasien tetap stabil, pasien dapat dipulangkan dengan dibekali obat -agonis (hirupan atau oral) yang diberikan tiap 4 6 jam selama 24 48 jam. Selain itu, steroid oral dilanjutkan hingga pasien control ke Klinik Rawat Jalan dalam 24 48 jam untuk reevaluasi tatalaksana.

Kriteria Rawat di Ruang Rawat IntensifPasien yang sejak awal masuk ke UGD sudah memperlihatkan tanda-tanda ancaman henti nafas, langsung di rawat di Ruang Rawat Intensif (ICU). Kriteria pasien yang memerlukan ICU adalah : Tidak ada respons sama sekali terhadap tatalaksana awal di UGD dan atau perburukan asma yang cepat Adanya kebingungan, disorientasi dan tanda lain ancaman henti nafas atau hilangnya kesadaran Tidak ada perbaikan dengan tatalaksana baku di Ruang Rawat Inap Ancaman henti nafas : hipoksemia tetap terjadi walaupun sudah diberi oksigen (kadar PaO2 < 60 mmHg dan / atau PaCO2 > 45 mmHg, walaupun tentu saja gagal nafas dapat terjadi dalam kadar PaCO2 yang lebih tinggi atau lebih rendah).

Prevensi dan Intervensi DiniPencegahan dan tindakan dini harus menjadi tujuan utama dokter, khususnya spesialis anak dalam menangani asma anak. Pengendalian lingkungan, pemberian ASI eksklusif minimal 4 bulan, penghindaran makanan berpotensi alergenik, pengurangan pajanan terhadap tungau debu rumah dan rontokan bulu binatang, telah terbukti mengurangi manifestasi alergi makanan dan khususnya dermatitis atopic pada bayi. Manfaatnya untuk prevalens asma jangka panjang diduga ada tetapi masih dalam penelitian.Penggunaan antihistamin non sedative seperti ketotifen dan setirizin jangka panjanh dilaporkan dapat mencegah terjadinya asma pada anak dengan dermatitis atopic. Obat-obat diatas tidak bermanfaat sebagai obat pengendali asma (controller). Tindakan dini pada asma anak berdasarkan pendapat bahwa keterlambatan pemberian obat pengendali akan berakibat penyempitan jalan nafas yang ireversibel (airway remodeling). Namun, dari buktiyang ada resiko tersebut tidak terjadi pada asma episodic jarang. Karena itu pemberian steroid hirupan sejak awal untuk asma episodic jarang tidak dianjurkan.

Penatalaksanaan Asma bertujuan :1. Menghilangkan dan mengendalikan gejala asma, agar kualitas hidup meningkat2. Mencegah eksaserbasi akut3. Meningkatkan dan mempertahankan faal paru seoptimal mungkin4. Mempertahankan aktivitas normal termasuk latihan jasmani dan aktivitas lainnya.5. Menghindari efek samping obat6. Mencegah terjadinya keterbatasan aliran udara ireversibel7. Meminimalkan kunjungan kegawatdaruratan

Komunikasi yang baik dan terbuka antara dokter dan pasien adalah hal yang penting sebagai dasar penatalaksanaan. Diharapkan agar dokter selalu bersedia mendengarkan keluhan pasien, itu merupakan kunci keberhasilan pengobatan. Komponen yang dapat diterapkan dalam penatalaksanaan asma, yaitu mengembangkan hubungan dokter pasien, identifikasi dan menurunkan pajanan terhadap factor resiko, penilaian, pengobatan dan monitor asma serta penatalaksanaan asma eksaserbasi akut. Salah satu cara yang dapat dilakukan dengan Komunikasi, Informasi dan Edukasi yang meliputi :1. Penyuluhan bagi pasien dan keluarga tentang pencegahan dan penanggulangan asma2. Meningkatkan pengetahuan, motivasi dan partisipasi pasien dalam pengendalian asma3. Untuk merubah sikap dan perilaku pasien dalam pengendalian asma4. Meningkatkan kemandirian pasien dalam keterampilan penggunaan obat / alat inhalasi

Daftar Obat Asma yang ada di Indonesia

FungsiNama GenerikNama DagangSediaanKeterangan

Obat Pereda (reliever)Golongan -agonis (kerja pendek)

Terbutalin

Bricasma

Nairet

ForasmaSirup, Tablet, TurbuhalerSirup, Tablet, AmpulSirup, Tablet0,05-0,1 mg/kgBB/kali

Salbutamol

Ventolin

Sirup, Tablet, MDI0,05-0,1 mg/kgBB/kali

Orsiprenalin

Alupent

Sirup, Tablet, MDI

HeksoprenalinTablet

FenoterolBerotecMDI

Golongan Santin

TeofilinSirup, Tablet

Obat Pengendali (Profilaksis)Golongan Anti-Inflamasi Non-Steroid

KromoglikatNedokromilMDIMDITidak tersedia Tidak tersedia

Golongan Anti-Inflamasi Steroid

Budesonid

FlutikasoneBeklometasonePulmicortInflammideFlixotideBecotideMDIturbuhalerMDIMDI

Tidak tersedia

Golongan -agonis kerja panjang

ProkaterolBambuterolSalmeterolKlenbuterolMeptinBambecSereventSpiropentSirup,Tablet,MDITabletMDISirup, Tablet

Golongan Obat Lepas Lambat / lepas terkendali

TerbutalinSalbutamolTeofilinVolmax

KapsulTabletTablet salut

Golongan antileukotrien

ZafirlukasMontelukasAccolateTabletAdaBelum ada

Golongan Kombinasi Steroid + LABA

Budesonid + formeterolFlutikason + salmeterolSymbicort

SeretideTurbuhaler

MDI

Daftar Obat untuk NebulisasiNama GenerikNama DagangSediaanDosis Nebulisasi

Golongan -agonis

FenoterolBerotecSolution 0,1%5 10 tetes

SalbutamolVentolinNebule 2,5 mg1 nebule

TerbutalinBricasmaRespule 2,5 mg1 respule

Golongan Antikolinergik

Ipatropium bromideAtroventSolution 0,025%>6 tahun : 8 20 tetes6 tahun : 4 10 tetes

Golongan Steroid

BudesonidePulmicortRespules

FluticasoneFlixotideNebules

Golongan -agonis + antikolinergik

Salbutamol + ipratropiumCombivent UDVUnit Dose Vial - 1 vial