asma 2 fix

26
MAKALAH KELOMPOK FARMAKOTERAPI TERAPAN “ASMA” Disusun oleh: KELOMPOK IV 1. Shinta Devi Arumsari (2015000115) 2. Siti Nur Fatimah (2015000116) 3. Situ Nurhabibah (2015000117) 4. Siti Raisyah Rani (2015000118) 5. Thea Agrippina (2015000119) 6. Tiara Purnamasari (2015000120) 7. Tina Melati (2015000121) 8. Tri Ratna Aji (2015000122) 9. Suci Rahmayanti (2015000177) 10. Suraya Chairunisa (2015000178) FAKULTAS FARMASI 1

Upload: katarina-thealuffy-agrippina

Post on 09-Feb-2016

246 views

Category:

Documents


1 download

DESCRIPTION

asma

TRANSCRIPT

Page 1: ASMA 2 fix

MAKALAH KELOMPOK

FARMAKOTERAPI TERAPAN“ASMA”

Disusun oleh:

KELOMPOK IV

1. Shinta Devi Arumsari (2015000115)

2. Siti Nur Fatimah (2015000116)

3. Situ Nurhabibah (2015000117)

4. Siti Raisyah Rani (2015000118)

5. Thea Agrippina (2015000119)

6. Tiara Purnamasari (2015000120)

7. Tina Melati (2015000121)

8. Tri Ratna Aji (2015000122)

9. Suci Rahmayanti (2015000177)

10. Suraya Chairunisa (2015000178)

FAKULTAS FARMASI

UNIVERSITAS PANCASILA

JAKARTA

2015

1

Page 2: ASMA 2 fix

BAB I

PENDAHULUAN

Asma adalah suatu penyakit inflamasi kronis di saluran pernapasan, dimana pada

saluran tersebut terdapat banyak sel dan komponennya. Pada individu yang rentan,

inflamasi dapat menyebabkan gejala berulang seperti mengi, sesak napas, sempit dada, dan

batuk. Episode ini biasanya terkait dengan obstruksi jalan udara yang sering reversible baik

secara spontan maupun setelah pemberian penanganan. Inflamasi juga menyebabkan hiper-

responsifitas bronkus terhadap berbagai stimulus.

Serangan asma mendadak disebabkan faktor yang tidak diketahui maupun yang

diketahui seperti paparan terhadap alergen, virus, atau polutan dalam maupun luar rumah,

dan masing-masing faktor ini menginduksi respon inflamasi. Alergen yang terhirup

menyebabkan reaksi alergi fase awal ditandai dengan aktivasi sel yang menghasilkan

antibody IgE yang spesifik alergen. Terdapat aktivasi yang cepat dari sel mast dan

makrofag pada jalan udara, yang membebaskan mediator pro-inflamasi seperti histamine

dan eikosanoid yang menginduksi kontraksi otot polos jalan udara, sekresi mukus,

vasodilatasi, dan eksudasi plasma pada jalan udara. Kebocoran plasma protein menginduksi

penebalan dan pembengkakan dinding jalan udara serta penyempitan lumennya disertai

dengan sulitnya pengeluaran mukus.

Asma dibagi menjadi 2, yaitu asma kronik dan asma akut. Asma kronik ditandai

dengan dispnea yang disertai dengan mengi/bengek, tapi gambaran klinis asma beragam.

Pasien asma kronik dapat mengeluhkan sepit dada, batuk (terutama pada malam hari), atau

bunyi saat bernapas (pemeriksaan auskultasi). Hal ini sering terjadi saat latihan fisik tetapi

dapat terjadi secara spontan atau berhubungan dengan alergen. Keparahan ditentukan oleh

fungsi paru-paru dan gejala sebelum terapi disamping jumlah obat yang diperlukan untuk

mengontrol gejala. Pasien dapat menunjukkan gejala berselang ringan yang tidak

memerlukan pengobatan atau hanya penggunaan sewaktu-waktu agonis beta inhalasi kerja

cepat. Asma yang tidak terkontrol dapat berlanjut menjadi asma akut dimana terjadi

inflamasi, edema jalan udara, akumulasi mukus berlebihan, bronkospasmus parah yang

menyebabkan penyempitan jalan udara yang serius yang tidak responsif terhadap

2

Page 3: ASMA 2 fix

bronkodilator biasa. Pasien asma akut mengalami kecemasan dan mengeluhkan dispnea

parah, nafas pendek, dan sempit dada. Pasien hanya dapat mengatakan beberapa kata dalam

satu kali nafas. Gejala tersebut tidak responsive terhadap penanganan yang biasa.

Penyakit asma ditandai dengan adanya inflamasi jalan napas, hiper-responsivitas, dan

bronkospasme reversible. Oleh Karena itu, terapi standar untuk asma terdiri dari obat-

obatan antiinflamasi untuk menekan inflamasi jalan napas dan bronkodilator yang berkerja

untuk meringankan bronkospasme. Sebagian besar obat-obatan asma diberikan melalui

inhalasi. Terapi inhalasi merupakan pemberian obat yang diberikan secara inhalasi

(dihirup) ke dalam saluran pernapasan. Terapi inhalasi yang dikenal ada tiga yaitu:

nebulizer, dry powder inhaler (DPI), dan metered dose inhaler (MDI).

3

Page 4: ASMA 2 fix

BAB II

URAIAN KASUS

1. KASUSDA, wanita Afrika Amerika datang ke klinik untuk kontrol setelah sebelumnya

masuk unit gawat darurat karena serangan asma akut.

A. Data Pasien

1. Nama : Ny. DA

2. Jenis kelamn : Perempuan

3. Tanggal lahir : -

4. Umur : -

5. BB/TB : 82 kg/165 cm

6. Tanggal MRS : -

7. Tanggal KRS : -

8. Riwayat penyakit:

Asma (di diagnosa pada usia 5 tahun, tapi sembuh sejak usia 12 tahun),

rhinitis alergi selama 20 tahun, dan hipertensi selama 3 tahun

9. Riwayat keluarga:

Kedua orangtua menderita hipertensi, ayah dan saudara perempuan

menderita asma dan rhinitis alergi.

10. Riwayat sosial:

Ibu tunggal 3 anak, tidak punya hewan peliharaan. Bekerja sebagai kasir di

toko, tapi juga punya usaha laundry milik sendiri. Tidak merokok dan

minum alkohol.

11. Riwayat alergi:

Alergi terhadap kucing dan polen, alergi berupa ruam terhadap obat

sulfametoksazol/trimetoprim

12. Riwayat pengobatan :

a. prednison 20 mg/hari selama 1 minggu ketika serangan asma akut

4

Page 5: ASMA 2 fix

b. albuterol HFA 90 mcg 1-2 puff/4-6 jam bila perlu

c. loratadine 10 mg/hari

d. propranolol extended release 120 mg/hari

13. Diagnosa awal: asma, rhinitis alergi dan hipertensi

14. Diagnosa akhir: -

2. ANALISA SOAP (Subjektif, Objektif, Assesment, Plan)

Subjektif Objektif Assesment Plan Sesak nafas

berkurang setelah menggunakan obat

Batuk (+) Bersin (+)

kadang-kadang Rasa aneh di

dada (+) Serangan sesak

di malam hari (-) Sesak nafas saat

berlari (+) Sesak saat

istirahat (+) Sesak saat

berada dekat kucing dan berkebun (+)

Beberapa kali sakit dada dalam seminggu

TD 142/90 mmHg Pulse 65 bpm RR 20 Suhu 37°C BB 82 kg TB 165 cm Spirometri

(pretreatment) : FEV1 82% FVC 98% FEV1/FVC

0,84

Hipertensi stage 1faktor genetik, obesitas kelas 1 (BMI tdk ideal)

Rinitis alergifaktor genetik, alergen bulu hewan & serbuk bunga

Pasien mengidap asma golongan intermitten hingga persisten ringan

Diberikan obat antihipertensi yang sesuai dan Terapi non farmakologi

Terapi farmakologi (antihistamin & kortikosteroid intranasal) dan non farmakologi (pengendalian paparan alergen)

Terapi intermitten dengan agonis β2 kerja cepat dan pengendalian faktor pencetus

3. HASIL PEMERIKSAAN PASIEN

Parameter Nilai normal Data pemeriksaanSuhu (°C) 36-37 37

5

Page 6: ASMA 2 fix

Pulse (bpm) 60-100 65Respiration rate < 40 20Tekanan darah (mmHg)

120/80 142/90

Spirometri: Pretreatment (albuterol)

Postreatment (albuerol)

FEV1(%predicted)FVC(% predicted)FEV1/FVC

80 -12080 -120

0,70-0,85

8298

0,84

961090,88

4. ANALISIS TERAPI OBAT1. Kesesuaian indikasi, dosis dan interaksi obat

Nama obat

Indikasi Efek samping Dosis Interaksi obat

Kontra-indikasi

Keterangan

Prednison 20 mg/hari selama 1 minggu ketika serangan asma akut

Asma akut, kondisi alergi

Pemberian jangka panjang : gangguan keseimbangan elektrolit hiperglikemia dan glukosuria, tukak peptik, sindrom Cushing, retensi Na dan cairan, alkalosis hipokalemi, hipertensi, gagal jantung kongestif, gangguan muskulus skeletal, gangguan kulit, neurologi, mata, dan metabolik, serta reaksi anafilaksis

Asma akut: 40-60 mg/hari PO dosis tunggal maupun terbagi, selama 3-10 hari

loratadin Ulkus peptikum, TBC, osteoporosis, gangguan saraf, gangguan ginjal, gangguan jantung, infeksi jamur sistemik, herpes simplex okuler

Indikasisesuai

Dosis pasien < dosis lazim

Interaksi dengan loratadin

Albuterol HFA 90 mcg 1-2 puff/4-6 jam bila

Bronkos-pasme akut dan parah, asma

Tremor, mual, sakit kepala, demam, dan lelah

MDI: 180 mcg (2 puffs) inhalasi PO

propranolol - Indikasisesuai

Dosis pasiensesuai

6

Page 7: ASMA 2 fix

perlu bronkial kronis

tiap 4-6 jam dosis lazimInteraksi dengan

loratadinLoratadine 10 mg/hari

Rinitis alergi

Sakit kepala, vertigo, tinitus, lelah, penat, gelisah, mual dan nyeri abdomen

10 mg/hari PO atau 5 mg 2x sehari PO. Tidak lebih dari 10 mg/hari

Prednison Bayi premature dan bayi baru lahir, asma akut, kehamilan, dan menyusui

indikasisesuai

dosis pasiensesuai dosis laziminteraksi dengan prednison

Propranolol extended release 120 mg/hari

Hipertensi Bronkospasme, bradikardia, hipotensi, lelah dan gangguan elektrolit

Awal: 80 mg/hari POMaintance: 120-160 mg/hari PO.Tidak lebih dari 640 mg/hari

albuterol Asma, gagal jantung yang tak terkendali, bradikardi yang nyata, hipotensi, sindom penyakit sinus, blok AV derajat dua atau tiga, syok kardiogenik, feokromositoma

indikasisesuai

dosis pasiensesuai dosis lazim

interaksi dengan albuterol

7

Page 8: ASMA 2 fix

2. Analisis Drug-Related Problem (DRP) berdasarkan Pharmaceutical Care Practice (CIPOLLE)

Drug therapy problem

Keterangan Action Monitor

Membutuhkan terapi tambahan

- - -

Pengobatan tanpa indikasi

- - -

Pengobatan tidak tepat

- - -

Dosis terlalu tinggi - - -Adverse drug reaction

Propranolol menimbulkan ADR bronkospasme (kontraindikasi pasien asma)

Prednison jangka panjang hiperglikemia, gangguan elektrolit

Menginformasikan pada dokter untuk mengganti obat propranolol dengan gol.antihipertensi lain

Hati-hati penggunaan prednison frekuensi terlalu sering, mengedukasi pasien agar tidak konsumsi melebihi aturan pakai.

Monitoring tekanan darah

Monitor kadar glukosa darah, dan pemeriksaan elektrolit

Dosis terlalu rendah

Prednison < dosis lazim

Menginformasikan dan menyarankan pada dokter untuk menaikkan regimen dosis ketika terjadi serangan asma

Monitoring perubahan kondisi klinik yang dialami pasien berupa keluhan dan spirometri

Interaksi obat Albuterol >< propranolol (antagonis

Menyarankan dokter untuk mengganti

Monitoring tekanan darah dan spirometri

8

Page 9: ASMA 2 fix

farmakodinamik, efek saling meniadakan)

Loratadin >< prednison (interaksi farmakokinetik, prednison mempercepat metabolisme loratadin di hati sehingga efek loratadin menurun)

propranolol dengan β bloker selekif atau antihipertensi gol.lain seperti diuretik tiazidt atau kalsium channel bloker

Menginformasikan pasien agar prednison dan loratadin tidak di minum bersamaan, penggunaan loratadin apabila timbul kemunculan gejala alergi lagi saat telah tuntas minum prednison

pasien Monitoring

perubahan keluhan pasien terhadap alergi

Kepatuhan - - -

9

Page 10: ASMA 2 fix

BAB III

PEMBAHASAN

A. Kondisi Pasien

Pasien atas nama Ibu DA memiliki riwayat asma pada usia 5 tahun dan dinyatakan

sembuh pada usia 12 tahun, tetapi mendapat serangan asma akut lagi yang tidak

sembuh-sembuh sehingga menjadi kronis. Berdasarkan hasil FEC/FVC yang masih di

atas 80% menunjukkan fungsi paru-paru pasien masih normal, sehingga dapat diduga

tidak ada kelainan dalam bentuk obstruksi ataupun retriksi pada paru. Pasien memiliki

riwayat alergi terhadap kucing dan pollen yang dapat memicu terjadinya asma. Setelah

prednisonnya habis, sesak napasnya mulai berkurang, tetapi Ibu DA mengeluarkan

batuk sejak 6 bulan yang lalu. Terkadang bersin dan sering mengalami nyeri di dada

sampai ibu DA merasa tidak sanggup berlari karena sesak yang dialaminya. Dari gejala-

gejala yang dialami oleh pasien, derajat keparahan asma yang dialami pasien adalah

intermitten ringan karena Ibu DA tidak pernah merasakan sesak di malam hari, fungsi

paru masih terbilang normal, dan asmanya tidak sampai mengganggu aktivitas sehari-

hari, hanya membuat tidak sanggup berlari.

Pasien memiliki riwayat hipertensi selama 3 tahun. Faktor resiko diperkuat dari

riwayat keluarga, yaitu hipertensi dari kedua orangtua, asma dan rhinitis alergi dari

ayah dan saudara perempuan, memperkuat kemungkinan terjadinya penyakit yang

diderita oleh Ibu DA. Dari hasil pemeriksaan tekanan darah pasien 142/90 mmHg yang

berdasarkan klasifikasi dari JNC 7 masuk kedalam hipertensi tingkat 1.

B. Terapi Pengobatan

Tujuan terapi penanganan asma kronik yaitu mempertahankan tingkat aktivitas normal

(termasuk latihan fisik), mempertahankan fungsi paru-paru (mendekati) normal,

mencegah gejala kronis dan yang mengganggu (contoh : batuk, atau kesulitan bernafas

pada malam hari, pada pagi hari atau setelah latihan berat), mencegah memburuknya

asma secara berulang dan meminimalisasi kebutuhan untuk masuk ICU atau rawat inap,

10

Page 11: ASMA 2 fix

menyediakan farmakoterapi optimum dengan tidak ada atau sedikit efek samping dan

memenuhi keinginan pelayanan terhadap pasien dan keluarga.

Resiko berkembangnya asma merupakan interaksi antara faktor pejamu (host

factor) dan faktor lingkungan. Faktor pejamu termasuk predisposisi genetic yang

mempengaruhi untuk berkembangnya asma yaitu genetic asma, alergi,

hiperaktivibronkus, jenis kelamin dan ras. Faktor lingkungan mempengaruhi individu

dengan kecenderungan/ predisposisi asma untuk berkembang menjadi asma,

menyebabkan terjadinya eksaserbasi dan atau menyebabkan gejala-gejala asma

menetap. Termasuk dalam faktor lingkungan yaitu allergen, sensitisasi lingkungan

kerja, asap rokok, polusi udara, infeksi pernapasan (virus), diet, status sosioekonomi

dan besarnya keluarga.

Penderita asma harus menghindari faktor pencetus akan terjadinya asma dengan

cara: menghindari allergen-allergen yang dapat memicu terjadinya penyakit, hindari

faktor-faktor lingkungan yang dapat memicu seperti serbuk bunga, debu, bulu binatang,

dan lain-lain. Gunakan alat penyaring udara atau penyejuk ruangan agar lebih bersih

dan aman, saat membersihkan ruangan, gunakan masker, begitupun saat bekerja di

laundry. Pada saat timbul serangan, pasien sebaiknya langsung beristirahat dan

menggunakan obat asma. Jika saat itu serangan semakin berat, segera hubungi dokter.

Gunakan obat secara teratur karena asma bersifat kronis dan pemakaian obat tidak

teratur akan berpengaruh pada tingkat kesembuhan. Aktivitas fisik harus dilakukan

seperti olahraga, jalan kaki, dan berenang, sekurang-kurangnya 30 menit sehari, dan

jangan berolahraga pada udara dingin, serta kenakan masker saat berolahraga untuk

menghangatkan udara yang akan dihirup. Pola makan harus sehat dan teratur.

Pasien DA memiliki klasifikasi keparahan asma intermitten ringan sehingga tidak

dibutuhkan pengobatan harian. Eksaserbasi akan terjadi dalam waktu lama dengan

fungsi paru normal dan tidak ada gejala. Direkomendasikan kortikosteroid sistemik.

Jika penyakit asma kambuh, penanganan cepat yang perlu dilakukan adalah dengan

memberikan bronkodilator kerja pendek yaitu ingalasi β2 agonis kerja pendek 2—4

hirupan. Pada kasus ini pasien dapat menggunakan albuterol HFA 90 mcg 1-2 puff/4-6

jam jika diperlukan. Dari riwayat kesehatan pasien alergi terhadap kucing dan pollen

11

Page 12: ASMA 2 fix

sehingga harus menghindari faktor-faktor pencetus tersebut, karena faktor pencetus

tersebut dapat juga memicu terjadinya asma. Jika pasien tidak dapat menghindari faktor

pencetus tersebut dapat diberikan loratadine 10mg oral/ hari untuk mengobati alergi.

Dari riwayat penyakit dan hasil pemeriksaan tekanan darah, pasien diketahui

menderita hipertensi tingkat 1 sehingga umumnya obat yang diberikan diuretik thiazida

dan dapat dipertimbangkan obat golongan inhibitor ACE, ARB, β-bloker, CCB/

kombinasi. Dari riwayat pengobatan, pasien diberikan propranolol extended release 120

mg/hari, obat tersebut merupakan golongan β-bloker yang dapat menyebabkan

eksaserbasi dari bronkhospasmus pada penderita asma sehingga kontradiksi dengan

pasien asma. Oleh karena itu penggunaan obat β-bloker harus dihindari, dan diganti

dengan obat anti hipertensi golongan lainnya. Selain itu pasien dianjurkan untuk

melakukan terapi non farmakologi dengan cara memodifikasi gaya hidup termasuk

menurunkan berat badan karena dengan berat badan 82 kg dan tinggi badan 165 cm,

jika dihitung Body Mass Index (BMI) didapatkan BMI sebesar 30,11 kg/m2 yang

termasuk dalam golongan obesitas kelas I, melakukan diet makanan, mengurangi

asupan Natrium hingga lebih kecil sama dengan 2,4 g/hari (6 g/hari NaCl), melakukan

aktivitas fisik seperti aerobik, serta mengurangi konsumsi alkohol dan rokok.

Evaluasi dan monitoring perlu dilakukan, seperti evaluasi teknik inhalasi yang

dilakukan oleh pasien, menilai kepatuhan pasien dalam mengkonsumsi obat,

mengevaluasi terjadinya perubahan lingkungan yang dapat memperburuk penyakit

asma serta adanya konkomittan penyakit saluran napas seperti sinusitis, bronchitis dan

sebagainya. Pemeriksaa faal paru juga penting dilakukan untuk memonitor keadaan

asma dan menilai respon pengobatan.

D. Derajat Keparahan dan Gejala Asma

Asma dapat diklasifikasikan berdasarkan etiologi, berat penyakit dan pola keterbatasan

aliran udara. Klasifikasi asma berdasarkan berat penyakit penting bagi pengobatan dan

perencanaan penatalaksanaan jangka panjang, semakin berat asma semakin tinggi

tingkat pengobatan. Berat penyakit asma diklasifikasikan berdasarkan gambaran klinis

dapat dilihat pada tabel berikut:

12

Page 13: ASMA 2 fix

Derajat Keparahan Asma

Gejala-gejala Faal Paru Pengobatan Sehari-hari

Asma Intermiten Ringan

Serangan asma kurang dari 1x seminggu

Serangan asma malam ≤ 2x sebulan

Tidak ada gejala di antara serangan (fungsi paru normal)

VEF1 ≥ 80% nilai prediksi FVC ≥ 80% nilai terbaik Variabiliti FVC < 20%

Tidak dibutuhkan pengobatan harianEksaserbasi akan terjadi dalam waktu lama

dengan fungsi paru normal dan tidak ada gejala. Direkomendasikan kortikosteroid sistemik

Asma persisten ringan Serangan asma lebih dari 1x seminggu, tetapi tidak muncul setiap hari

Serangan asma malam lebih dari 2 kali sebulan

Serangan asma mengganggu aktivitas

VEF1 ≥ 80% nilai prediksi

FVC ≥ 80% nilai terbaik Variabiliti FVC 20-30%

Pengobatan Utama: Dosis rendah inhalasi kortikosteroid

Alternatif Pengobatan Kromolin, leukotrion, nedocromil, atau

sustained release teofilin dengan konsentrasi 5-15 mcg/mL

Asma persisten sedang

Gejala timbul setiap hari Serangan asma malam terjadi

lebih dari 1 kali dalam seminggu Serangan asma yang lebih berat

terjadi sekurang-kurangnya 2 kali seminggu dan berlangsung selama berhari – hari

Serangan membutuhkan pengobatan setiap hari

Serangan asma menggagu aktivitas sehari-hari

VEF1 60-80% nilai prediksi

FVC 60-80% nilai terbaik Variabiliti FVC > 30%

Pengobatan Utama: Dosis rendah-menengah inhalasi

kortikosteroid dan inhalasi β2 agonis kerja panjang

Alternatif Pengobatan Meningkatkan inhalasi kortikosteroid

dengan range dosis sedang, atau Dosis rendah sampai tinggi inhalasi

kortikosteroid dan salah satu modifikasi leukotrien atau teofilin

Asma persisten berat Gejala asma berlangsung terus menerus dan timbul setiap hari

Serangan berat sering terjadi Serangan asma malam sering

terjadi Aktivitas fisik terbatas

VEF1 ≤ 60% nilai prediksi

FVC ≤ 60% nilai terbaik Variabiliti FVC > 30%

Pengobatan Utama: Dosis tinggi inhalasi kortikosteroid,dan Inhalasi β2 agonis kerja panjang jika perlu Kortikosteroid tablet atau sirup

(2mg/kg/hari, tidak boleh melebihi 60 mg/hari)

13

Page 14: ASMA 2 fix

Pertanyaan :

1. Bagaimana anda mengklasifikasikan tingkat keparahan asma pasien ini?

Asma dapat diklasifikasikan etiologi, berat penyakit dan pola keterbatasan aliran udara.

Klasifikasi asma berdasarkan berat penyakit penting bagi pengobatan dan perencanaan

penatalaksanaan jangka panjang, semakin berat asma semakin tinggi tingkat

pengobatan. Pada pasien ini dapat dilihat dari gejala klinis yaitu tidak pernah merasakan

sesak di malam hari, fungsi paru masih terbilang normal dari hasil pemeriksaan

VEF1sebelum pengobatan yang masih di atas 80% menunjukkan fungsi paru-paru

pasien masih normal, dan asmanya tidak sampai mengganggu aktivitas sehari-hari,

hanya membuat tidak sanggup berlari.

2. Mengapa inhalasi kortikosteroid sesuai untuk semua tingkat keparahan pada asma

persisten?

Kortikosteroid inhalasi merupakan terapi kontrol jangka panjang paling efektif untuk

asma persisten,tanpa memperhitungkan tingkat keparahan dan merupakan satu-satunya

terapi yang menunjukkan penurunan resiko kematian yang disebabkan asma meski

dalam dosis yang relative kecil. Selain itu toksisitas sistemik pada dosis inhalasi rendah

hingga sedang hampir tidak ada. Efek samping local termasuk kandidiasis orofaringeal

yang tergantung dosis dan dysphonia bisa dikurangi dengan penggunaan alat spacer.

3. Apa penyakit dan pengobatan yang dapat memperparah kondisi asma?

Penyakit yang dapat memperparah asma adalah alergi terhadap bulu hewan, serbuk

sari/bunga, tungau, sebu, serangga, infeksi pernapasan (seperti flu), iritasi saluran

pernapasan, Gastroedophageal reflux disease (GERD) kondisi dimana asam perut naik

ke tenggorokan.

Obat-obat yang dapat memperparah asma adalah β-bloker karena mekanisme kerja obat

adalah memblok seluruh reseptor β yang terdapat pada otot polos. Penghambatan pada

reseptor β khususnya β2 pada bronkus dapat menghasilkan bronkokontriksi.

Aspirin dan obat nonsteroidal anti inflammatory lainnya karena mekanisme kerja obat

adalah menghambat COX, metabolisme jalur lipooksigenase menjadi meningkat dan

produksi leukotrien meningkat. Leukotrien dapat menyebabkan bronkokonstriksi.

14

Page 15: ASMA 2 fix

4. Apa efek samping inhalasi kortilosteroid yang perlu disampaikan pada pasien?

dosis inhalasi yang lebih tinggi selama periode yang panjang dapat memicu

supresi adrenal, sehingga pada pasien yang menggunakan dosis tinggi harus

dimonitor secara ketat penggunaan kortikosteroidnya terutama pada kondisi yang

menyebabkan stress (misal operasi).

kepadatan tulang menurun pada pengguanaan inhalasi dosis tinggi jangka lama,

yang menyebabkan pasien mengalami osteoporosis

pengobatan dengan kortikosteroid inhalasi dapat dihentikan setelah eksaserbasi

ringan selama pasien mengetahui bahwa jika serangan asma memburuk atau feak

flow turun, terapi perlu diberikan kembali.

penggunaan inhalasi kortikosteroid dosis besar jangka panjang dapat

meningkatkan resiko glaukoma dan katarak, suara serak dan kandidiasis di mulut

atau tenggorokan.

5. Jelaskan teknik menggunakan metered dose inhaler (MDI) yang tepat!

Teknik menggunakan inhaler MDI, yaitu:

Membuka tutup inhaler

Memegang inhaler tegak lurus dan mengocok tabung inhaler

Bernafas dengan pelan

Meletakan mouthpiece diantara gigi tanpa menutupnya dan tanpa menutup bibir

hingga mouthpiece tertutup rapat

Mulai inhalasi pelan melalui mulut dan tekan canister

Melanjutkan inhalasi dan menahan napas hingga 10 detik

Ketika menahan napas, keluarkan inhaler dari mulut

Ekshalasi dengan pelan dari mulut

Menutup kembali inhaler

Berkumur-kumur setelah menggunakan inhaler

15

Page 16: ASMA 2 fix

Keterangan gambar:

1. Pegang MDI sambil di kocok  kearah atas bawah

2. MDI dipegang sehinga corong berada di bagian bawah, buka mulut anda  dan

masukan MDI 4-5 cm (2-3 lebar jari) di depan mulut anda. Hembuskan napas

keluar. 

3. Tekan MDI, sehingga melepaskan semprotan obat ke dalam mulut anda, saat anda

bernapas perlahan. Lanjutkan bernapas perlahan dan sedalam mungkin. 

4. Tahan napas 10 detik atau anda sudah merasa nyaman. Hembuskan napas anda

secara perlahan.

6. Empat minggu kemudian pasien datang lagi untuk control. Batuk sudah hilang, tapi ia

masih menggunakan albuterol 3-4 kali sehari. Bagaimana anda mengevaluasi

pengobatan pasien ini?

Asma pada pasien diketahui akan kambuh jika terpajan oleh alergen (bulu kucing dan

pollen), gejala asma seperti batuk pada pasien juga sudah hilang, sehingga pasien

tersebut tidak perlu menggunakan albuterol secara terus menerus, karena dikhawatirkan

penggunaan secara terus-menerus akan memicu timbulnya efek samping obat pada

16

Page 17: ASMA 2 fix

pasien. Pemberian albuterol sebaiknya hanya digunakan ketika pasien tersebut terserang

asma.

17