askep alzheimer

29
PANDUAN MAHASISWA KEPERAWATAN 2012 Kumpulan Asuhan Keperawatan (Askep Alzheimer) WWW . SAKTYAIRLANGGA . WORDPRESS . COM

Upload: melda

Post on 27-Oct-2015

125 views

Category:

Documents


2 download

DESCRIPTION

alzheimer

TRANSCRIPT

Page 1: Askep Alzheimer

PANDUAN MAHASISWA KEPERAWATAN

2012

Kumpulan Asuhan

Keperawatan

(Askep Alzheimer)

W W W . S A K T Y A I R L A N G G A . W O R D P R E S S . C O M

Page 2: Askep Alzheimer

Kumpulan Asuhan Keperawatan Page 2

Definisi

Penyakit Alzheimer adalah Penyakit yang progresif, degenerative yang

nenyerang sel saraf di otak yang mengakibatkan hilangnya memori, dan perubahan

pada kemampuan berbicara, berfikir dan berperilaku.

Alzheimer merupakan penyakit kronik, progresif, dan merupakan gangguandegeneratif

otak dan diketahui mempengaruhi memori, kognitif dan kemampuanuntuk merawat diri.( Suddart,

& Brunner, 2002 ).

Alzheimer merupakan penyakit degeneratif yang ditandai dengan penurunan daya ingat,

intelektual, dan kepribadian. Tidak dapat disembuhkan, pengobatanditujukan untuk menghentikan

progresivitas penyakit dan meningkatkankemandirian penderita. (Dr. Sofi Kumala Dewi, dkk,

2008). Alzheimer adalah penyakit yang merusak dan menimbulkan kelumpuhan, yang terutama

menyerang orang berusia 65 tahun keatas (patofisiologi : konsep klinis proses- proses penyakit,

juga merupakan penyakit dengan gangguan degeneratif yang mengenai sel-sel otak dan

menyebabkan gangguan fungsi intelektual, penyakit ini timbul pada pria dan wanita dan menurut

dokumen terjadi pada orang tertentu pada usia 40 tahun. (Perawatan Medikal Bedah : jilid 1 hal

1003)

Etiologi

1. Dimensia

Demensia sering disebabkan oleh beberapa penyakit sebagai berikut:

a. Penyakit Alzheimer

Proses penyakit ini tidak terlihat atau tersembunyi. Biasanya penyakit ini

menyerang memori terlebih dahulu selanjutnya menyerang pada kemampuan

berbicara dan kemampuan spasial. Setelah beberapa tahun penyakit ini akan

memberikan dampak ke segala aspek untuk fungsi intelektual akan terkena

dampak dari penyakit ini yaitu lemah dan mudah goyah dalam pengambilan

keptusan.

b. Demensia dengan lewy bodies

Page 3: Askep Alzheimer

Kumpulan Asuhan Keperawatan Page 3

Terdapat kesamaan dengan AD untuk gejala intelektual namun penyakit

ini memiliki arah perkembangan mirip Parkinson, halusinasi visual dan

episode kebingungan. Pada penyakit ini neuron yang terkena akan mmbentuk

lewy body

c. Vascular Dementia

Kebanyakan disebabkan oleh Hipertensi, diabetes, penyakit pembuluh

darah kecil di otak. Pasien ini ditandai dengan kegagalan dalam menentukan

dan menjelaskan suatu hal diikuti dengan lemahnya daya ingat penurunan

kemampuan berbicara lalu gangguan cara berjalan serta emosi yang labil.

d. Tumor lobus frontal dan temporal ada kalanya bisa cukup membesar dan

mampu menyebabkan kelemahan intelektual secara signifikan.

e. Pasien dengan subdural hematom kronik

Biasanya adalah pasien lansia, pecandu alcohol, dan terdapat

antikoagulan. Pasien dengan subdural hematom kronik memiliki gejala klinis

berupa, mudah mengantuk, mudah lupa disebabkan adanya timbunan darah di

bagian luar di otak.

f. CJD (Creutzfeldt-Jakob Disease)

CJD menyebabkan demensia yang progressif dan merusak serta

dibarengi dengan ataxia. Kesehatan pasien rata-rata memburuk hari demi hari

dan kebanyakan tidak bisa ditolong lagi. Segala proses yg menyebabkan

hidrosepalus perlahan - lahan bisa membuat penderita kehilangan

kemampuan mengingat, gangguan berperilaku, mengantuk, lambat berfikir,

dan sering kali dijumpai pasien CJD dengan gangguan cara berjalan,

inkontinensia urin dan sakit kpala.

g. Severe multiple sclerosis bisa menyebabkan demensia, sering kali dijumpai

juga adanya emosi yg labil.

Page 4: Askep Alzheimer

Kumpulan Asuhan Keperawatan Page 4

h. HIV & AIDS bisa menyebabkan demensia, baik itu lewat penyakit HIV

encephalitis atau komplikasi dari imunodefisiensi saraf pusat seperti

toxoplasm, meningitis dan limpoma

2. Alzheimer

Penyebab penyakit Alzheimer sampai saat ini masih belum pasti, tetapi ada

beberapa faktor yang diperkirakan dan berdasarkan hasil penelitian menunjukkan

bukti yang sejalan, yaitu:

a. Usia

Bertambahnya usia memang menjadi salah satu faktor resiko paling penting

seseorang menderita penyakit Alzheimer. Walaupun begitu penyakit Alzheimer ini

dapat diderita oleh semua orang pada semua usia. Namun 96% diderita oleh

individu yang berusia 40 tahun keatas (Dr. Iskandar Japardi, 2002). Semakin

bertambahnya usia seorang manusia, banyaknya plak beta amiloid yang

dipunyainya, prevalensi terbesar terdapat pada umur 85 keatas namun ada juga

yang di mulai ketika umur 65.

b. Genetik

Faktor genetik merupakan faktor resiko penting kedua setelah faktor usia.

Individu yang memiliki hubungan keluarga yang dekat dengan penderita beresiko

dua kali lipat untuk terkena Alzheimer. Pada penderita early onset umumnya

disebabkan oleh faktor turunan. Tetapi secara keseluruhan kasus ini mungkin

kurang dari 5% dari semua kasus Alzheimer. Sebagian besar penderita Down’s

Syndrome memiliki tanda-tanda neuropatholigic Alzheimer pada usia 40 tahun.

c. Jenis Kelamin

Berdasarkan jenis kelamin, maka prevalensi wanita yang menderita

Alzheimer lebih banyak tiga kali lipat dibandingkan pria. Hal ini mungkin

disebabkan karena usia harapan hidup wanita lebih lama dibandingkan dengan

pria (Dr. Iskandar Japardi, 2002).

Page 5: Askep Alzheimer

Kumpulan Asuhan Keperawatan Page 5

d. Trauma Kepala

Beberapa penelitian menunjukkan adanya hubungan antara penyakit

Alzheimer dengan trauma kepala. Hal ini dihubungkan dengan petinju yang

menderita demensia pugilistik, dimana pada otopsinya ditemukan banyak

neurofibrillary tangles (Dr. Iskandar Japardi, 2002). Terdapat kesamaan formasi

NFT yang ada pada DP dengan AD dan sulit untuk dibedakan. Mekanisme formasi

NFT yg terjadi stelah terjadi trauma kepala atau akhir tingkatan DP dengan

mekanisme formasi yang ada pada AD bisa jadi memiliki kesamaan pula. ditandai

Dengan adanya plak amiloid menyebabkan munculnya NFT pada kedua penyakit

tersebut. Namun NFT yg muncul pada daerah trtentu di otak justru lebih mengarah

ke DP karena terdapat trauma pada daerah tersebut.

Pada otak yang sehat ukuran cortex dan hippokampus adalah normal dan

serat-serat saraf masih berfungsi dengan baik. Namun pada otak penderita

Page 6: Askep Alzheimer

Kumpulan Asuhan Keperawatan Page 6

Alzheimer terdapat atropi kortikal dan hippokampus serta perbesaran ventricle.

Hal ini disebabkan karena terdapatnya plak amyloid dan kusutnya serabutt-

serabutt saraf (neurofibrilallry tangles) yang mengakibatkan protein tau berubah

lilitannya menjadi kusut (tangles). Ketika hal ini terjadi, microtubules mengalami

ketidak mampuannya dalam berfungsi dengan baik dan mengalami hal seperti

kehancuran. Akibatnya adalah melemahnya komunikasi antar cell saraf dan bisa

mengakibatkan kematian sel.

Patofisiologi

Secara makroskopik, perubahan otak pada Alzheimer Disease melibatkan

kerusakan berat neuron korteks dan hipokampus, serta penimbunan amiloid dalam

pembuluh darah intrakranial. Secara mikroskopik, terdapat perubahan morfologis

(struktural) dan biokimia pada neuron-neuron. Perubahan morfologis terdiri dari dua

ciri khas lesi yang pada akhirnya berkembang menjadi degenerasi soma (badan)

dan/atau akson dan dendrit neuron. Satu tanda lesi pada Alzheimer Disease adalah

kekusutan neurofibrilaris, yaitu struktur intraselular yang berisi serat kusut,

melintir, yang sebagian besar terdiri dari protein yang disebut protein tau. Dalam

sistem saraf pusat (SSP), protein tau sebagian besar telah dipelajari sebagai

penghambat pembentuk struktural yang terikat dan menstabilkan mikrotubulus, dan

merupakan komponen penting dari sitoskleton (kerangka penyangga interna) sel

neuronal. Di dalam neuron-neuron, mikrotubulus membentuk struktur yang

membawa zat-zat makanan dan molekul lain dari badan sel menuju ujung akson,

sehingga terbentuk jembatan penghubung dengan neuron lain. Pada neuron

seseorang yang terserang Alzheimer Disease, terjadi fosforilasi abnormal dari

protein tau, secara kimia menyebabkan perubahan pada protein tau sehingga tidak

dapat terikat pada mikrotubulus secara bersama-sama. protein tau yang abnormal

terpuntir masuk kefilamen heliks ganda yang sekelilingnya masing-masing terluka.

Dengan kolapsnya sistem transpor internal, hubungan interselular adalah yang

Page 7: Askep Alzheimer

Kumpulan Asuhan Keperawatan Page 7

pertama kali tidak berfungsi, dan akhirnya diikuti oleh kematian sel. Pembentukan

neuron yang kusut dan rusaknya neuron berkembang bersamaan dengan

berkembangnya Alzheimer Disease. (Ishihara dkk, 1999)

Lesi khas lain adalah plak senilis, terutama terdiri dari beta amiloid (A-beta)

yang terbentuk dalam cairan jaringan disekeliling neuron bukan dalam sel neuronal.

A-beta adalah fragmen protein besar disebut protein prosekusor amiloid (APP),

yang dalam keadaan normal melekat pada membran neuronal dan berperan dalam

pertumbuhan dan pertahanan neuron. APP terbagi menjadi fragmen-fragmen oleh

protease, dan salah satu fragmennya adalah A-beta “lengket” yang berkembang

menjadi gumpalan yang dapat terlarut. Gumpalan tersebut akhirnya tercampur

dengan bagian dari neuron dan sel-sel glia (khususnya mikroglia dan astrosit).

Setelah beberapa waktu, campuran A-beta membeku menjadi fibril-fibril yang

membentuk plak yang matang, padat, tidak dapat larut,dan diyakini beracun bagi

neuron yang utuh. (Medscape, 2000)

Protein utama dalam plak neuritik adalah amyloid β-peptide (Aβ, peptida

amiloid β) yang secara proteilitis berasal dari suatu protein membran, protein

prekursor amiloid-β (β-amyloid precursor protein, APP). Dalam biakan neuron,

APP berinteraksi dengan matriks ekstrasel dan mendorrong pertumbuhan neurit.

Bukti genetik menunjukan peran Aβ dalam patogenesis penyakit Alzheimer.

Hampir semua pasien dengan trisomi 21 (Sindrom Down) mengalami perubahan

patologis yang tidak dapat dibedakan dari perubahan yang ditemukan pada penyakit

alzheimer, yang menunjukkan bahwa kepemilikan salinan tambahan gen APP

meningkatkan metabolisme APP menjadi Aβ. Sekitar 10% kasus penyakit alzheimer

bersifat familial, dengan awitan dini (usia dibawah 65 tahun) dan pewarisan

autosominal dominan.(Stephen J, 2011)

Mutasi APP menyebabkan peningkatan produksi semua bentuk Aβ yang

dapat membentuk agregat sendiri dan mendorong pembentukan plak. Aβ bersifat

toksik bagi biakan neuron dan merangsang pembentukan sitokin dari sel mikroglia.

Page 8: Askep Alzheimer

Kumpulan Asuhan Keperawatan Page 8

Aβ juga memicu pelepasan glutamat dari sel glia yang dapat mencederai neuron

melalui eksitotoksisitas. Bukti ini mengaitkan peningkatan pembentukan Aβ dengan

penyakit alzheimer dan mengisyaratkan bahwa Aβ menyebabkan neurodegenerasi.

(Stephen J, 2011)

Page 9: Askep Alzheimer

Kumpulan Asuhan Keperawatan Page 9

WOC

Benturan langsung/tidak

dikepala

Gangguan PD otak, ex:

stroke

Hilangnya kemampuan selektif sel

dikorteks serebral

Proses degeneratif

↓ proses metabolisme

↓ fungsi di otak tersebut

Penumpukan di frontal korteks

dan hipokampus

Neuritic plague

(bercak penuaan)

Lesi pada jaringan otak

Gangguan fungsi kognitif ex:

kemampuan berbahasa dan orientasi

↓produksi neurotransmi=er

asetilkolin

Hilangnya sel cholinergik

ALZHEIMER

Timbul massa

fibrosa disel saraf

Neurofibrillary

tangles

Page 10: Askep Alzheimer

Kumpulan Asuhan Keperawatan Page 10

Manifestasi Klinik

Manifestasi klinis pada pasien Alzheimer dibagi menjadi tiga tingkatan :

1. Tingkatan I (masa 1-3 tahun)

a. Gangguan memori jangka pendek, tetapi kemungkinan memori jangka

panjang masih baik. Memori sesaat (meningat setelah beberapa detik),

memori jangka pendek (beberapa menit sampai beberapa jam), memori jangka

panjang (mengingat beberapa tahun)

b. Ketidaksabaran

c. Ketidakmampuan mempertimbangkan sesuatu

d. Perubahan kepribadian dan perilaku

e. Gangguan penerimaan informasi baru

2. Tingkatan II (masa 2-10 tahun)

a. Kebingungan

b. Kehilangan memori

c. Kerusakan kognitif (anomia, agnosia, apraxia, aphasia)

d. Kesulitan dalam pengambilan keputusan

e. Kesulitan berbahasa

3. Tingkatan III (masa 8-12 tahun)

a. Kerusakan beberapa fungsi kognitif (kerusakan intelektual, komplit

disorientasi waktu, tempat dan kejadian)

b. Kerusakan fisik karena gangguan neurologik seperti kejang, tremor, ataxia

c. Ketidakmampuan melakukan perawatan diri

d. Ketidakmampuan dalam berkomunikasi. (Tarwoto, dkk. 2007)

Pemeriksaan Diagnostik

1. CT Scan

Kriteria awal untuk diagnosis CT scan pada penyakit Alzheimer adalah

cerebral atrofi difus dengan pembesaran sulci kortikal dan ukuran ventrikel yang

meningkat. Sejumlah studi menunjukkan bahwa atrofi otak secara signifikan lebih

Page 11: Askep Alzheimer

Kumpulan Asuhan Keperawatan Page 11

besar pada pasien dengan penyakit Alzheimer dibandingkan pada pasien yang

menua tanpa penyakit Alzheimer. Luasnya atrofi serebral ditentukan dengan

menggunakan pengukuran linier, khususnya diameter dari bifrontal dan bicaudate

dan diameter dari ventrikel ketiga dan lateral.

Terjadi perubahan struktur otak yakni cerebral atrofi difus dengan sulci melebar dan

dilatasi ventrikel lateral. Atrofi yang tidak proporsional dari lobus medial temporal,

terutama dari volume formasi hippocampal (<50%) dapat dilihat. Penggunaan skala

penilaian nonquantitative menunjukkan sensitivitas 81% dan spesifisitas 67% dalam

membedakan 21 pasien dengan penyakit Alzheimer dengan demensia moderat dari

21 subyek kontrol usia yang sama dan volume hippocampus dalam sampel yang

berukuran sama.

2. MRI

Magnetic Resonance Imaging (MRI) dapat dianggap sebagai pemeriksaan

neuroimaging yang lebih disukai untuk penyakit Alzheimer karena pengukuran yang

akurat dari volume 3-dimensi (3D) struktur otak, terutama ukuran hippocampus dan

daerah terkait.

Banyak penelitian telah menunjukkan bahwa atrofi otak secara signifikan

lebih besar pada pasien dengan penyakit Alzheimer dibandingkan pada orang tanpa

itu. Namun, variabilitas atrofi dalam proses penuaan normal membuatnya sulit untuk

menggunakan MRI sebagai teknik diagnostik definitif. Hasil pemeriksaan dengan

MRI Axial T2 scan otak menunjukkan perubahan atrofi di lobus temporal, celah

Sylvian melebar akibat berdekatan dengan kortikal yang atrofi terutama di sisi kanan.

MRI Axial T1 scan menunjukkan celah Sylvian membesar disebabkan oleh atrofi

korteks yang berdekatan, atrofi korteks bilateral dengan sulci kortikal.

Fungsional MRI (fMRI) adalah teknik yang digunakan untuk mengukur

perfusi serebral. Kerentanan kontras dinamis (DSC) MRI terdiri dari perjalanan bolus

terkonsentrasi agen kontras paramagnetik yang cukup mendistorsi medan magnet

lokal yang akan menyebabkan kehilangan transien sinyal, terutama T2. Bagian dari

Page 12: Askep Alzheimer

Kumpulan Asuhan Keperawatan Page 12

bahan kontras dicitrakan dari waktu ke waktu oleh pencitraan cepat berurutan dari

bagian yang sama. Teknik-teknik yang cukup sensitif dan spesifik dalam

membedakan penyakit Alzheimer dari perubahan akibat penuaan normal dan studi

dengan konfirmasi patologis menunjukkan sensitivitas dan spesifisitas yang baik

dalam membedakan penyakit Alzheimer dari demensia lainnya. Teknik ini juga dapat

digunakan untuk mendeteksi kelainan pada individu asimtomatik atau

presymptomatic dan mereka dapat membantu dalam memprediksi penurunan untuk

demensia.

3. SPECT Scanning

Single-photon emisi computed tomography (SPECT) scanning

menggunakan foton-emitting isotop bukan radioisotop. Isotop SPECT memiliki rata-

rata paruh 6-12 jam. Instrumentasi SPECT sangat bervariasi, karena itu penggunaan

scanner SPECT dengan resolusi yang buruk dapat menghasilkan kinerja klinis yang

buruk.. Pencitraan SPECT ini paling sering digunakan untuk pengukuran aliran

darah.

Penurunan aliran darah dan penggunaan oksigen dapat ditemukan di

neokorteks temporal dan parietal pada pasien dengan penyakit Alzheimer sedang

sampai gejala berat. SPECT scan tidak umum digunakan untuk menilai penyakit

Alzheimer. SPECT scan berguna dalam penilaian diagnostik penyakit Alzheimer jika

teknik standar dan semikuantitatif digunakan pula. Dibandingkan dengan subyek

kontrol sehat, pasien dengan penyakit Alzheimer memiliki CBF relatif rendah di

parietal dan korteks prefrontal. Holman et al menemukan bahwa hipoperfusi

temporoparietal bilateral memiliki nilai prediksi positif 82% untuk penyakit

Alzheimer. Penggunakan xenon-133 (133 Xe) hirup dan penyuntikkan teknesium-

99m [99m Tc] hexamethylpropyleneamine oxime, dilaporkan memiliki sensitivitas

dari 76 % dan spesifisitas 73%. Studi ini dapat membantu dalam diagnosis awal dan

akhir dari penyakit Alzheimer dan dengan diagnosis banding demensia.

Page 13: Askep Alzheimer

Kumpulan Asuhan Keperawatan Page 13

4. PET Scanning

PET scan adalah teknik pencitraan yang kuat untuk kuantifikasi noninvasif

aliran darah otak, metabolisme, dan pengikatan reseptor. Positron-emission

tomography (PET) scanning menggunakan pelacak yang mengukur daerah

metabolisme glukosa. PET scan membantu dalam memahami patogenesis penyakit,

membuat diagnosis yang benar, dan memantau perkembangan penyakit dan respon

terhadap pengobatan.

PET scanning melibatkan pengenalan pelacak radioaktif ke dalam tubuh

manusia, biasanya dengan suntikan intravena. Pelacak pada dasarnya adalah senyawa

biologis bunga yang diberi label dengan isotop pemancar positron, seperti karbon-11

(11 C), fluor-18 (18 F), atau oksigen-15 (15 O). Isotop ini digunakan karena mereka

memiliki waktu paruh yang relatif singkat (dari menit sampai kurang dari 2 jam) yang

memungkinkan pelacak untuk mencapai keseimbangan dalam tubuh tanpa

memaparkan subyek terhadap radiasi yang berkepanjangan. Meskipun perbedaan

teknis, hasil dari PET dan SPECT scan sebanding. Data menunjukkan bahwa PET

scan lebih sensitif dibandingkan SPECT scan. Pada PET atau SPECT scan, penyakit

Alzheimer ringan mungkin lebih sulit untuk dideteksi dari penyakit sedang atau berat.

(Ramachandran, 2012)

Penatalaksanaan

Penanganan simptomatik dan suportif diperlukan untuk memberikan rasa

nyaman, puas pada pasien dan keluarga. Penatalaksanaan medis pada penyakit

Alzheimer berupa pemberian obat-obatan. Obat tersebut diantaranya:

1. Cholinesterase inhibitor

Obat ini membantu penyampaian informasi di otak, yang termasuk golongan

obat ini ialah Donepezil, Rivastigmine, dan Dalantamine yang bekerja dengan

meningkatkan kadar neurotransmitter di otak. Donepezil telah disetujui oleh Food

and Drug Administration untuk pengobatan Alzheimer tingkat ringan, sedang, dan

Page 14: Askep Alzheimer

Kumpulan Asuhan Keperawatan Page 14

parah. Donepezil bekerja selektif menghambat enzim asetilkolinesterase dan bersifat

reversible (Wibowo, 1999). Tacrinedan donepezil (aricept) mampu memperlambat

perkembangan Alzheimer dan memberikan peningkatan kemampuan ingatan

dankognitif padatingkat ringan hingga berat. Cara kerjanya dengan menghambat

fungsi asetilkolinesterase, kemudian mengurainya sehingga membuat

neurotransmitter bertahan lebih lama selama proses transmisi di otak.

2. Ginkgo biloba

Ginkgo biloba mengandung senyawa flavonoid atau terpenoid yang bertindak

sebagai antioksidan. Konsumsi ginkgo biloba diyakini dapat meningkatkan sirkulasi

darah mikrovaskuler, menangkal radikal bebas, dan membantu memperbaiki

konsentrasi serta memori. Dibuat dalam bentuk ekstrak yang mengandung beberapa

senyawa berpengaruh positif untuk sel otak. Bars (1997) dalam Journal of The

American Medical Association melaporakan perbaikan kognisi, aktivitas sehari-hari,

dan perilaku social pasien yang menggunakan ginko biloba. Beberapa efek

sampingnya ialah penurunan kemampuan pembekuan darah yang dapat menimbulkan

perdarahan internal.

3. Golongan Obat-Obat yang Bekerja pada Reseptor Kanal Ion

Contohnya adalah Memantine yang bekerja sebagai antagonis lemah dan

bekerja dengan cara memodulasi kanal ion Ca2+ pada reseptor NMDA (N-methyl D

Aspartate) serta tidak memblokade secara penuh, sehingga memungkinkan aliran Ca2+

yang secara normal masih dibutuhkan sel, yang akhirnya juga akan mengurangi efek

samping yang mungkin timbul jika aliran Ca2+ yang melalui reseptor NMDA sama

sekali dihambat (Lipton, 2002).

4. Golongan Obat-Obat yang Bekerja pada GPCR (G-protein couple reseptors)

Agonis lain yang sedang dikembangkan adalah Xanomelin dan Talsaklidin

untuk pengobatan penyakit Alzheimer. Diketahui, penyakit Alzheimer ditandai

dengan kemunduran kognisi dan memori yang disebabkan karena defisiensi

asetilkolin di otak. Karena itu, salah satu terapinya adalah dengan mengaktifkan

Page 15: Askep Alzheimer

Kumpulan Asuhan Keperawatan Page 15

reseptor asetilkolin yang terkait (M1) dengan suatu agonis. Xanomeline merupakan

agonis reseptor M1 yang mempunyai afinitas tinggi pada reseptor M1 dan tidak terlalu

tinggi atau kurang pada subtype reseptor muskarinik lainnya. Berdasarkan penelitian

pada “cynomolgus monkeys” diketahui bahwa senyawa tersebut dapat melintasi sawar

darah otak dan secara khusus mengikat striatum dan neokorteks (Lilly, 2006).

Penatalaksanaan keperawatan yang dapat dilakukan:

1. Mendukung kemampuan pasien dalam hal mengganti kemampuan yang hilang.

2. Melakukan komunikasi efektif dengan pasien maupun keluarga untuk membantu

mereka menyesuaikan diri dengan kemampuan kognitif pasien yang berubah.

3. Menyediakan lingkungan yang aman bagi pasien.

4. Mendorong pasien untuk tetap berolah raga untuk mempertahankan mobilitasnya.

Komplikasi

Komplikasi Alzheimer erat kaitannya dengan gangguan immobilisasi seperti :

a. Pneumonia

Pneumonia adalah salah satu infeksi paling umum pada orang dengan

penyakit Alzheimer. Saat ini kondisi sedang dalam stadium lanjut, mungkin sulit

bagi orang untuk menelan dengan benar, karena otot-otot di tenggorokan mereka

tidak dapat berfungsi dengan baik. Karena cacat ini, itu berarti mereka dapat

menghirup sebagian kecil dari makanan atau minum mereka sedang makan dan ini

dapat menyebabkan infeksi pneumonia. Sangat sering orang dengan penyakit

Alzheimer meninggal dari infeksi radang paru-paru ketika mereka berada di tahap

akhir dari penyakit, karena tubuh mereka tidak dapat mengatasi jenis infeksi

b. Infeksi Saluran Kemih (ISK)

Inkontinensia adalah gejala umum dari tengah dan penyakit tahap akhir

Alzheimer. Pada saat seseorang mengalami penurunan fungsi kandung kemih,

kateter urin kadang-kadang digunakan. Kateter yang terlalu lama akan

menimbulkan bakteri di dalam tubuh menyebabkan infeksi saluran kemih (ISK).

Page 16: Askep Alzheimer

Kumpulan Asuhan Keperawatan Page 16

Gejala ISK termasuk urin gelap berwarna kuning, bau yang kuat dari urin,

sedimen dalam urin dan penurunan buang air kecil. Pasien Alzheimer tidak dapat

mengkomunikasikan rasa sakit atau ketidaknyamanannya terkait dengan Infeksi

Saluran Kemih. Tanda pasien Alzheimer mengalami Infeksi Saluran Kemih

menurut Dr Monika Karlekar dari Vanderbilt University diantaranya

kebingungan, lesu dan gelisah.

c. Cidera karena jatuh

Orang yang kemudian tahap penyakit Alzheimer sering jatuh saat mereka

mulai kehilangan kendali atas fungsi tubuh dan / atau menjadi mudah mengalami

disorientasi. Falls adalah penyebab umum dari cedera kepala serius, patah tulang

pinggul dan lengan atau cedera kaki. Niagara juga dapat menyebabkan perdarahan

di otak (jika cukup serius)

d. Dekubitus (Tarwoto, 2007)

Prognosis

Pemeriksaan klinis pada 42 orang yang diduga mengidap penyakit

Alzheimer menunjukkan bahwa nilai prognostic penyakit tersebut bergantung pada

tiga faktor, yaitu:

1. Derajat keparahan penyakit

2. Variasi gambaran klinis

3. Perbedaan antar individu, seperti factor usia, keturunan, dan jenis kelamin

Ketiga factor ini diuji secara statistic, dan ternyata faktor pertama paling mempengaruhi

prognosis penyakit. Psien memiliki angka harapan hidup rerata 4-10 tahun sesudah

diagnose dan biasanya meninggal dunia akibat infeksi sekunder. (Agoes, 2008)

Page 17: Askep Alzheimer

Kumpulan Asuhan Keperawatan Page 17

ASUHAN KEPERAWATAN

Kasus

Tuan K, usia 69 tahun masuk RS dengan keluhan penurunan fungsi kognitif dan

rasa cemas yang berlebihan. Dari hasil diagnose didapatkan Alzheimer tahap 3 dan

Dimensia. Tuan K dapat obat donepezil 1x10 mg, 1x sehari ekstrak gingko bloba.

Pengkajian

1. Anamnesa

Nama : Tn. K

Alamat : Surabaya

Jenis kelamin : Laki-laki

Usia : 69 tahun

2. Keluhan Utama : Penurunan fungsi kognitif dan rasa cemas berlebih

3. Riwayat kesehatan

a. Riwayat kesehatan keluarga dengan gejala yang sama dengan pasien.

b. Riwayat penggunaan obat-obatan dan terpapar lingkungan polusi.

c. Riwayat trauma kepala.

d. Riwayat penyakit karena virus.

e. Riwayat kejadian, lamanya, tandadan gejala.

4. Pemeriksaan fisik

Perubahan kognitif, kemampuan dalam :

- Perhatian dan konsentrasi.

- Penganbilan keputusan dan persepsi.

- Belajar dan mengingat.

- Komunikasi dan bahasa.

- Kecepatan menerima informasi.

a. Perubahan kepribadian dan perilaku

- Tingkah laku agresif.

- Perubahan koping, cepat marah, takut.

Page 18: Askep Alzheimer

Kumpulan Asuhan Keperawatan Page 18

- Depresi.

b. Perubahan dalam merawat diri

- Menurunnya kemampuan dalam merawat diri.

- Kurang perhatian dalam menjaga penampilan.

- Ketidakmampuan mengontrol bowel dan bladder.

- Menurunnya nafsu makan.

c. Kemampuan pergerakan

- Menurunnya aktivitas dan pergerakan.

- Perubahan cara jalan.

Analisa Data

Data Etiologi Masalah

DS:

- Ketidaksesuaian kognitif

- Keluarga mengatakan

interpretasi lingkungan

tidak akurat

DO:

- Distraktibilitas

- Egosentris

- Kewaspadaan kurang

- Defisit/masalah memori

Alzheimer

Kehilangan kemampuan

menyelesaikan masalah

Perubahan mengawasi keadaan

yang kompleks dan berpikir

abstrak

Perubahan proses pikir

Perubahan proses pikir

Page 19: Askep Alzheimer

Kumpulan Asuhan Keperawatan Page 19

DS:

- Keluarga mengatakan klien

pelupa

DO:

- Klien bingung

- Tingkah laku aneh dan

kacau

Alzheimer

Disorientasi

Resiko tinggi cidera

Resiko tinggi cidera

DS:

- Klien mengatakan

mengungkapkan perhatian

keluhannya pada keluarga.

DO:

- Keluarga tidak bisa

memberikan bantuan atau

dukungan.

Alzheimer

Pelupa

Membantu dan memberikan

dukungan ke klien

Kurang pengetahuan

Ketidakefektifan koping

keluarga

Ketidakefektifan koping

keluarga

Page 20: Askep Alzheimer

Kumpulan Asuhan Keperawatan Page 20

DS :

- Keluarga mengatakan

klien tidak mampu

berkomunikasi

DO :

- Klien tidak dapat berbicara

- Ketika berbicara pelo

Alzheimer

Kerusakan intelektual

Tidak dapat mengingat kata-

kata sedrhana

Gangguan komunikasi verbal

Gangguan komunikasi

verbal

DS:

- Pasien mengatakan tidak

mandi, sikat gigi

- Pasien mengatakan tidak

bisa makan sendiri

DO:

- Ketidakmampuan untuk

membersihkan tubuh atau

anggota tubuh

Alzheimer

Pelupa

Tidak bisa merawat diri sendiri

Defisit perawatan diri

Defisit perawatan diri

Diagnosa dan Intervensi

1. Gangguan proses pikir berhubungan dengan defisit kognitif, gangguan sensori dan

kehilangan memori.

Data pendukung :

1. Kehilangan memori

2. Menurunnya kosentrasi

3. Kebinguangan

Page 21: Askep Alzheimer

Kumpulan Asuhan Keperawatan Page 21

4. Disorientasi

5. Menurunnya kemampuan memecahkan masalah

6. Gelisah

Kriteria hasil :

Pasien dapat menunjukkan kemampuan meningkatkan memori, orientasi dan

berkurangnya gelisah

Intervensi Rasional

1. Jelaskan pada pasien dan keluarga

karakteristik gangguan ini dan

jelaskan bahwa hal ini progresif

2. Bicara dengan irama lembut

3. Pertahankan suasana tenang dan

hindari sikap terburu – buru

4. Gunakan konsistensi dan

pengulangan pada pasien

5. Berikan instruksi tunggal dan

sederhana

Orientasi :

1. Perkenalkan namanya

2. Buat jadwal kegiatan

3. Pajang foto keluarga, teman, rumah

4. Pengunjung dibuatkan papan nama

5. Catat rencana kunjungan keluarga dan

1. Keluarga dan pasien mampu secara

mandiri mengamati perkembangan dari

pasien

2. Memudahkan pasien untuk memahami

pembicaraan

3. Membuat pasien lebih rileks dan tidak

membuat pasien menjadi bingung

4. Memudahkan pasien untuk memahami

perkataan dari pasien

5. Tidak membingungkan pasien untuk

mencerna perkataan

1. Membantu mengingatkan hal yang

penting atau mendasar

2. Pasien dapat mengingat kegiatan dan

waktu

3. Untuk memudahkan memori dan

mengingat diri dan keluarga

4. Mencoba mengidentifiksi orang

5. Mencoba mengingatkan kembali

Page 22: Askep Alzheimer

Kumpulan Asuhan Keperawatan Page 22

nama dalam kalender

6. Lakukan latihan memori yang

sederhana

7. Dokumentasikan kemampuan memori

pasien

Kaji orientasi :

1. Kaji orientasi pasien

2. Panggil pasien dengan namanya

3. Perkenalkan semua pemberi

perawatan dengan menggunakan

nama setiap waktu, ulangi secara

teratur

4. Orientasikan pasien pada hari, jam

dan lokasi dengan sering

5. Pemberi perawatan sebaiknya orang

yang sama

6. Lakukan pekerjaan yang mudah

secara rutin

7. Buatkan kalender dengan ukuran

besar dan jam besar agar dapat dilihat

rencana kunjungan keluarga

6. Mencoba mengingatkan memori pasien

7. Mengetahui perkembangan memori

1. Mengidentifikasi kemampuan orientasi

pasien

2. Mengingat namanya sendiri

3. Pasien mungkin tidak ingat kembali

4. Mengingatkan dan mengorientasikan

waktu kepada pasien

5. Mudah mengingat dan lebih kooperatif

6. Melatih orientasi pasien

7. Mengorientasikan waktu

2. Resiko cidera berhubungan dengan kemunduran fungsi fisiologis dan kognitif,

kehilangan memori, orientasi, agitasi, kerusakan motorik, kerusakan komunikasi,

resiko kejang.

Data pendukung :

Page 23: Askep Alzheimer

Kumpulan Asuhan Keperawatan Page 23

1. Pasien mengatakan kesulitan begrerak, tremor

2. Kerusakan memori, orientasi

3. Gangguan komunikasi

4. Kesulitan keseimbangan

5. Hasil CT Scan atau test diagnosa lainnya

Kriteria hasil :

1. Cidera dapat dicegah

2. Tidak terjadi cidera

3. Bebas cidera

4. Menunjukkan tidak ada tanda cidera fisik

Intervensi Rasional

1. Monitor fungsi motorik dan

keseimbangan berjalan

2. Bantu ambulasi sesuai kebutuhan dan

temani pasien selama tindakan dan

prosedur

3. Lakukan tindak keselamatan

4. Berikan alat bantu tongkat, walkers,

kursi roda sesuai kebutuhan

5. Jelaskan pada pasien untuk merubah

posisi dengan pelan – pelan

6. Jelaskan pada pasien untuk bangun tidur

tidak langsung melakukan pergerakan

7. Gunakan kursi, kamar mandi yang ada

pegangannya

8. Penerangan yang cukup dan lantai tidak

1. Menetapkan kemungkinan jatuh

2. Mencegah resiko jatuh

3. Untuk meminimalkan resiko jatuh

dan cidera

4. Membantu melakukan pergerakan

dan mengurangi resiko jatuh

5. Postural hipotensi kemungkinan

terjadi sehingga dapat

mengakibatkan pasien jatuh

6. Menghindari resiko jatuh

7. Mengurangi resiko jatuh

8. Menghindari terjadinya cidera

Page 24: Askep Alzheimer

Kumpulan Asuhan Keperawatan Page 24

licin serta pemakaian alas kaki tidak

licin

9. Letakkan benda – benda pada tempat

semula dan hindari merubah – rubah

tempat

9. Tidak membingungkan pasien dan

meningkatkan daya ingat

3. Ketidakefektifan koping keluarga berhubungan dengan efek kemunduran proses

penyakit jangka panjang

Data pendukung :

Kriteria hasil :

1. Keluarga dan orang terdekat mempunyai koping yang efektif dalam hal

manajemen rumah tangga dan menggunakan sumber daya yang tepat untuk

memenuhi kebutuhan perawatan pasien, konseling, dan bantuan finansial.

Intervensi Rasional

1. Berikan dukungan emosi

2. Rujuk keluarga pada kelompok

pendukung

3. Rujuk pada pelayanan sosial untuk

masalah finansial dan potensial

penempatan

4. Rujuk pada pelayanan perawatan

dirumah

5. Pastikan kebutuhan perawatan diri

pemberi perawatan utama terpenuhi

6. Pastikan keluarga dan orang terdekat

mendapat informasi tentang proses

penyakit dan instruksi dokter tentang

perawatan pendukung

1. Untuk meminimalkan ansietas dan stress

2. Meningkatkan semangat pasien

3. Membantu dalam menyelesaikan

masalah finansial dan potensial

penempatana

4. Untuk memperoleh bantuan

pemeliharaan dan manajemen keluarga

5. Membantu dalam pemenuhan perawatan

diri

6. Mampu secara mandiri melakukan

perawatan pendukung bagi pasien

Page 25: Askep Alzheimer

Kumpulan Asuhan Keperawatan Page 25

4. Hambatan komunikasi verbal berhubungan dengan kerusakan funfgsi kognitif

Data pendukung :

1. Tidak atau tidak dapat berbicara

2. Kesulitan dalam berbicara atau mengungkapkan dengan kata – kata

3. Bicara gagap

4. Bicara pelo

Kriteria hasil :

1. Mampu mengkomunikasikan kebutuhan untuk staf dan keluarga dengan frustasi

minimal

Intervensi Rasional

1. Libatkan pasien dan keluarga dalam

mengembangkan rencana komunikasi

2. Gunakan penerjemah keluarga atau

orang penting atau dari rumah sakit,

sesuai kebutuhan

3. Berikan perawatan dalam sikap yang

rileks, tidak terburu – buru, dan tidak

dihakimi

4. Mengulangi beberapa kali pertanyaan

yang dilontarkan ke pasien

1. Pasien dan keluarga mampu

meningkatkan perawatan pasien secara

mandiri

2. Memahami secara mudah perkataan yang

dilontarkan oleh pasien yang tidak terlalu

jelas.

3. Memberikan perasaan rileks dan pasien

tidak merasakan kebingungan

4. Memudahkan pasien untuk memahami

pertanyaan yang diajukan kepada pasien

5. Defisit perawatan diri: higiene, nutrisi dan atau eleminasi berhubungan dengan

ketergantungan psikologis dan atau fisiologis, kerusakan kognitif, sensori persepsi,

kehilangan memori, gangguan keseimbangan dan koordinasi, paresis, menurunnya

tonus otot

Data pendukung :

Page 26: Askep Alzheimer

Kumpulan Asuhan Keperawatan Page 26

1. Ketidakmampuan melakukan ADL

2. Ketidakmampuan mandi, makan, keramas, sikat gigi

3. Kerusakan memori

4. Gangguan pergerakan

5. Kerusakan kognitif

6. Gangguan keseimbangan

Kriteria hasil :

1. Kebutuhan ADL terpenuhi

2. Keadaan pasien bersih dan rapi

3. Asupan nutrisi adekuat

4. Kebutuhan eliminasi terpenuhi

Intervensi Rasional

1. Kaji derajat kebutuhan perawatan diri

2. Sediakan kebutuhan higiene fisik :

mandi, keramas, perawatan kulit, dan

mulut.

3. Beri kesempatan pasien untuk

melakukan perawatan dirinya jika

mungkin

4. Bekerja sama dengan fisioterapi dan

occupational terapi untuk menentukan

metode terbaik dalam melakukan

aktivitas

5. Latih pasien untuk melakukan ADL

dari yang paling ringan sampai ke

tahap komplek

6. Bantu pasien seminimal mungkin

1. Untuk menetapkan bantuan dasar dari

pemberi perawatan

2. Memenuhi kebutuhan pasien

3. Melatih bersikap mandiri dalam

perawatannya dirinya

4. Bekerja tim untuk melatih kemampuan

pasien dan teknik adaptasi

5. Melatih secara bertahap kemampuan

ADL

6. Terpenuhinya kebutuhan sehari – hari

Page 27: Askep Alzheimer

Kumpulan Asuhan Keperawatan Page 27

untuk memenuhi kebutuhan sehari –

hari

7. Berikan diet seimbang yang tepat dan

sesuai program

8. Bantu pasien memotong makanan

sesuai kebutuhan

9. Tetapkan kebiasaan defekasi reguler

10. Tentukan pola defekasi normal pasien

dan dorong defekasi sesuai jadwal

11. Kenali tanda impaksi dan diskusikan

tindakan untuk impaksi : laksatif,

supo-situria, enama

12. Tetapkan tindakan untuk berkemih

secara rutin

13. Catat perkembangan kemampuan

pasien dalam melakukan ADL

pasien

7. Untuk mempertahankan status nutri

yang adekuat

8. Untuk memudahkan asupan diet yang

adekuat

9. Untuk meminimalkan kemungkinan

konstipasi atau diare

10. Untuk membantu menentukan waktu

defekasi

11. Untuk mencegah obstruksi usus

12. Untuk meminimalkan kemungkinan

inkontinensia noktural

13. Mengetahui kemajuan pasien

Page 28: Askep Alzheimer

Kumpulan Asuhan Keperawatan Page 28

PENUTUP

Kesimpulan

Demensia merupakan sekumpulan sindrom yang disebabkan oleh matinya sel-sel

otak secara berangsur-angsur. Hilngnya kemampuan kognitif akbat penyakit ini adalah

melemahnya daya ingat, berbicara, berperilaku. Penyakit Alzhaimer adalah penyakit

degenerasi neuron kolinergik yang merusak dan menimbulkan kelumpuhan, yang terutama

menyerang orang berusia 65 tahun keatas. Penyakit Alzhaimer ditandai oleh hilangnya

ingatan dan fungsi kognitif secara progresif. Salah satu etiologi dari dimensia dalah

Alzheimer.

Penyakit Alzheimer ini penyebabanya belum diketahui secara pasti, tetapi ada

beberapa faktor yang diperkirakan dan berdasarkan hasil penelitian menunjukkan bukti

yang sejalan, yaitu : Usia, genetik, jenis kelamin, trauma kepala.

Saran

Kita sebagai perawat dalam melakukan perencanaan tindakan keperawatan pada

pasien dengan Alzheimer harus disesuaikan dengan apa yang dibutuhkan pasien serta

mampu dalam melakukan tindakan keperawatan yang tepat dan maksimal bagi pasien, agar

tidak terjadi komplikasi selanjutnya.

Page 29: Askep Alzheimer

Kumpulan Asuhan Keperawatan Page 29

DAFTAR PUSTAKA

Agoes, Azwar. 2008. Penyakit di Usia Tua. Jakarta:EGC

Corwin.J.Elisabet.2004. Patofisiologi untuk Perawat. EGC,Jakarta

Doenges. E. Marylin Dkk, 2008. Rencana Asuhan Keperawatan Edisi 3. EGC : Jakarta

Martyn dan Gale. 2002. Seri kesehatan bimbingan dokter pada pikun dan pelupa.

Palembang:dian rakyat

McPhee, Stephen J., dkk. 2011. Pathophysiology of disease : An introduction tp clinical

medicine 5th edition. McGraw-Hill Companies.Inc:California

Muttaqin, Arief. 2008. Asuhan Keperawatan pada Klien dengan Gangguan Sistem

Persarafan. Jakarta:Salemba Medika

Nugroho, Wahjudi. 2008. Keperawatan Gerontik & Geriatrik. Jakarta: EGC

Price, Sylvia A, dkk. 2006. Patofisiologi Konsep Klinis dan Proses-Proses Penyakit Edisi 6

Volume 2. EGC : Jakarta

Pangkalan Ide. 2008. Tune up: Gaya HidupPenghambat Alzheimer. Jakarta: PT. Gramedia.

Ramachandran, Tarakad S.2012. Alzheimer Disease Imaging. Diakses pada 25 mei 2012

melalui Medscape reference web site: http://emedicine.medscape.com/article/336281-

overview.

Suzanne C.Smeltzer & Brenda G.Bare.2001. KMB vol 3. Hal.2194 BAB 60 UNIT

15.EGC.Jakarta.

Tarwoto, dkk. 2007. Keperawatan Medikal Bedah Gangguan Sistem Persyarafan. Jakarta:

sugeng seto

Tucker, susan martin. 2008. Volume 2 Standart Perawatan Pasien Perencanaan

Kolaboratif & Intervensi Keperawatan Edisi 7. Jakarta: EGC