kk 4b alzheimer kel 3

62
BAB 1. PENDAHULUAN 1.1 Latar belakang Perkembangan zaman terus diikuti oleh berkembangnya banyak hal di dunia ini, tidak dapat dipungkiri juga dalam dunia kesehatan dan juga masalah kesehatan atau yang biasa disebut dengan penyakit. Menurut Dr. Beate Jacob, penyakit adalah suatu penyimpangan dari keadaan tubuh yang normal atau ketidakharmonisan jiwa. Demikian menurut Dr. Eko Dudiarto penyakit adalah jegagalan mekanisme adaptasi suatu organisme untuk bereaksi secara tepat terhadap rangsangan atau tekanan sehingga timbul gangguan pada fungsi atau struktur organ atau sistem tubuh. Beberapa dekade ini dunia kesehatan agak direpotkan dengan berkembangnya penyakit yang berhubungan dengan sistem persarafan seperti Alzheimer dan Parkinson yang tidak hanya menyerang orang tua namun juga anak dan mungkin juga bayi. Usia secara jelas mendefinisikan karakteristik yang memisahkan anak-anak dari orang dewasa. Namun, mendefinisikan anak-anak dari segi usia dapat menjadi permasalahan besar karena penggunaan definisi yang berbeda oleh beragam negara dan lembaga internasional.Department of Child and Adolescent Health and Development, mendefinisikan anak-anak sebagai orang yang berusia di bawah 20 tahun. Sedangkan The

Upload: radityaputrayuwana

Post on 17-Dec-2015

250 views

Category:

Documents


1 download

DESCRIPTION

Makalah Alzheimer

TRANSCRIPT

26

BAB 1. PENDAHULUAN

1.1 Latar belakangPerkembangan zaman terus diikuti oleh berkembangnya banyak hal di dunia ini, tidak dapat dipungkiri juga dalam dunia kesehatan dan juga masalah kesehatan atau yang biasa disebut dengan penyakit. Menurut Dr. Beate Jacob, penyakit adalah suatu penyimpangan dari keadaan tubuh yang normal atau ketidakharmonisan jiwa. Demikian menurut Dr. Eko Dudiarto penyakit adalah jegagalan mekanisme adaptasi suatu organisme untuk bereaksi secara tepat terhadap rangsangan atau tekanan sehingga timbul gangguan pada fungsi atau struktur organ atau sistem tubuh. Beberapa dekade ini dunia kesehatan agak direpotkan dengan berkembangnya penyakit yang berhubungan dengan sistem persarafan seperti Alzheimer dan Parkinson yang tidak hanya menyerang orang tua namun juga anak dan mungkin juga bayi.Usia secara jelas mendefinisikan karakteristik yang memisahkan anak-anak dari orang dewasa. Namun, mendefinisikan anak-anak dari segi usia dapat menjadi permasalahan besar karena penggunaan definisi yang berbeda oleh beragam negara dan lembaga internasional.Department of Child and Adolescent Health and Development, mendefinisikan anak-anak sebagai orang yang berusia di bawah 20 tahun. Sedangkan The Convention on the Rights of the Child mendefinisikan anak-anak sebagai orang yang berusia di bawah 18 tahun. WHO (2003), mendefinisikan anak-anak antara usia014 tahun karena di usia inilah risiko cenderung menjadi besar.Penyakit alzheimer ditemukan pertama kali pada tahun 1907 oleh seorang ahli Psikiatri dan neuropatologi yang bernama Alois Alzheimer. Ia mengobservasi seorang wanita berumur 51 tahun, yang mengalami gangguan intelektual dan memori serta tidak mengetahui kembali ketempat tinggalnya, sedangkan wanita itu tidak mengalami gangguan anggota gerak, koordinasi dan reflek. Pada autopsi tampak bagian otak mengalami atropi yang difus dan simetri, dan secara nikroskopik tampak bagian kortikal otak mengalami neuritis plaque dan degenerasi neurofibrillary.Alzheimer merupakan penyakit kronik, progresif, dan merupakan gangguan degeneratif otak dan diketahui mempengaruhi memori, kognitif dan kemampuan untuk merawat diri. (Brunner &,Suddart, 2002 ). Alzheimer merupakan penyakit degeneratif yang ditandai dengan penurunan daya ingat, intelektual, dan kepribadian. Tidak dapat disembuhkan, pengobatan ditujukan untuk menghentikan progresivitas penyakit dan meningkatkan kemandirian penderita. (Dr. Sofi Kumala Dewi, dkk, 2008).Istilah demensia digunakan untuk menggambarkan sindroma klinis dengan gejala menurunnya daya ingat dan hilangnya fungsi intelek lainnya. Defenisi demensia menurut Unit Neurobehavior pada Boston Veterans Administration Medical Center (BVAMC) adalah kelainan fungsi intelek yang didapat dan bersifat menetap, dengan adanya gangguan paling sedikit 3 dari 5 komponen fungsi luhur yaitu gangguan bahasa, memori, visuospasial, emosi dan kognisi. Penyebab pertama penderita demensia adalah penyakit alzheimer (50-60%) dan kedua oleh cerebrovaskuler (20%). Di Amerika, sekitar 4 juta orang menderita penyakit ini. Angka prevalansi berhubungan erat dengan usia. Sekitar 10% populasi diatas 65 tahun menderita penyakit ini. Bagi individu berusia diatas 85 tahun, angka ini meningkat sampai 47,2%. Dengan meningkatnya populasi lansia, maka penyakit alzheimer menjadi penyakit yang semakin bertambah banyak. Insiden kasus alzheimer meningkat pesat sehingga menjadi epidemi di Amerika dengan insiden alzheimer sebanyak 187 : 100.000 per tahun dan penderita alzheimer 123 : 100.000 per tahun. Maka dari itu dalam makalah ini akan dipaparkan secara luas mengenai penyakit alzheimer tersebut utamanya pada pasien anak, mulai dari definisi hingga asuhan keperawatan yang seharusnya dilakukan oleh seorang perawat.

1.2 Tujuan1.2.1 Untuk mengetahui pengertian Alzheimer;1.2.2 Untuk mengetahui epidemiologi Alzheimer;1.2.3 Untuk mengetahui penyebab Alzheimer;1.2.4 Untuk mengetahui tanda dan gejala Alzheimer;1.2.5 Untuk mengetahui patofisiologi Alzheimer;1.2.6 Untuk mengetahui komplikasi dan prognosis Alzheimer;1.2.7 Untuk mengetahui pengobatan Alzheimer;1.2.8 Untuk mengetahui pengobatan pada pasien Alzheimer;1.2.9 Untuk mengetahui asuhan keperawatan pada pasien Alzheimer.

1.3 Implikasi KeperawatanSecara epidemiologi dengan semakin meningkatnya usia harapan hidup pada berbagai populasi, maka jumlah orang berusia lanjut akan semakin meningkat. Dilain pihak akan menimbulkan masalah serius dalam bidang sosial ekonomi dan kesehatan, sehingga akan semakin banyak yang berkonsultasi dengan seorang neurolog karena orang tua tersebut yang tadinya sehat, akan mulai kehilangan kemampuannya secara efektif sebagai pekerja atau sebagai anggota keluarga. Hal ini menunjukkan munculnya penyakit degeneratif otak, tumor, multiple stroke, subdural hematoma atau penyakit depresi, yang merupakan penyebab utama demensia. Tidak cukup sampai disitu, karena penyakit terkadang tidak hanya menyerang mereka yang sudah tua dan manula, namun juga para remaja dan juga anak. Maka dari itu, perlu pengkajian lebih lanjut mengenai penyakit alzheimer yang hingga saat ini belum ditemukan penyebabnya dan telah menjadi penyebab terbesar angka terjadinya demensia.Oleh karena itu, dunia kesehatan khususnya bidang keperawatan perlu meningkatkan kinerjanya dalam pemberian asuhan keperawatn kepada pasien utamanya pasien anak. Dalam hal ini para perawat haruslah bertambah cekatan dan tanggap terhadap lingkungan mereka, dan tidak lupa untuk instansi keperawatan juga harus melahirkan generasi penerus yang berkualitas dan mempunyai body of knowledge yang tinggi.BAB 2. TINJAUAN TEORI

2.1 PengertianAlzheimer merupakan penyakit kronik, progresif, dan merupakan gangguan degeneratif otak dan diketahui mempengaruhi memori, kognitif dan kemampuan untuk merawat diri. (Brunner &,Suddart, 2002 ). Alzheimer merupakan penyakit degeneratif yang ditandai dengan penurunan daya ingat, intelektual, dan kepribadian. Tidak dapat disembuhkan, pengobatan ditujukan untuk menghentikan progresivitas penyakit dan meningkatkan kemandirian penderita. (Dr. Sofi Kumala Dewi, dkk, 2008) Alzheimer adalah penyakit yang merusak dan menimbulkan kelumpuhan, yang terutama menyerang orang berusia 65 tahun keatas (patofisiologi : konsep klinis proses- proses penyakit, juga merupakan penyakit dengan gangguan degeneratif yang mengenai sel-sel otak dan menyebabkan gangguan fungsi intelektual, penyakit ini timbul pada pria dan wanita dan menurut dokumen terjadi pada orang tertentu pada usia 40 tahun. (Perawatan Medikal Bedah : jilid 1 hal 1003) Sehingga dengan demikian Alzheimer adalah penyakit kronik, degeneratif yang ditandai dengan penurunan daya ingat, intelektual, kepribadian yang dapat mengakibatkan berkurangnya kemampuan merawat diri. akibat dari Alzheimer adalah terjadinya kerusakan otak sehingga menurunkan daya berpikir, daya ingat dan juga daya berbahasa dari para penderita, sehingga penyakit ini dapat mengganggu aktifitas yang dilakukan sehari-hari.2.2 EpidemiologiPenyakit alzheimer merupakan penyakit neurodegeneratif yang secara epidemiologi terbagi 2 kelompok yaitu kelompok yang menderita pada usia kurang 65 tahun disebut sebagai early onset sedangkan kelompok yang menderita pada usia lebihdari 65 tahun disebut sebagai lateonset. Penyakit alzheimer dapat timbul pada semua umur, 96% kasusdijumpai setelahberusia 40 tahun keatas. Schoenburg dan Coleangus (1987) melaporkan insidensiberdasarkan umur: 4,4/1000.000 pada usia 30-50 tahun, 95,8/100.000 pada usia > 80tahun. Angka prevalensi penyakit ini per 100.000 populasi sekitar 300 pada kelompokusia 60-69 tahun, 3200 pada kelompok usia 70-79tahun, dan 10.800 pada usia 80tahun.Diperkirakan pada tahun 2000 terdapat 2 juta penduduk penderita penyakit alzheimer.Sedangkan di Indonesia diperkirakan jumlah usia lanjt berkisar, 18,5 juta orang denganangka insidensi dan prevalensi penyakit alzheimer belum diketahui dengan pasti. 2.3 EtiologiPenyebab penyakit Alzheimer yang pasti pada saat ini belum diketahui. Sedangkan, Usia dan riwayat keluarga adalah faktor resiko yang sudah terbukti untuk penyakit Alzheimer. Bila anggota keluarga ada yang menderita penyakit ini, maka diklasifikasikan sebagai familiar atau Alzheimer Disease Familial (FAD). Penyakit Alzheimer yang timbul tanpa diketahui ada riwayat familiarnya disebut sporadic atau Alzheimer Disease Sporadic (ADS). AD juga digambarkan sebagai:1. awitan dini (gejala pertama muncul sebelum usia 65 tahun, yaitu dalam kisaran 30-60 tahun).AD awitan dini ini jarang terjadi yaitu angka kejadiannya sekitar 5% sampai 10%. AD awitan dini ini cenderung terjadi dalam keluarga, yang dipercayai sebagai penyebab sebenarnya adalah karena adanya mutasi gen yang diwasirkan secara autosomal. Sejauh ini, tiga gen awitan dini mutasi penyebab AD telah diidentifikasi pada tiga kromosom yang berbeda. Yaitu kromosom nomer 21, 14, dan 1. 2. awitan lambat (gejala pertama muncul pada usia lebih dari 65 tahun). Para ahli mengemukakan bahwa lebih dari satu gen yang terlibat dalam meningkatkan risiko seseorang untuk terkena AD awitan lambat. Penyakit Alzheimer dipengaruhi oleh faktor-faktor berikut:2.3.1. Faktor geneticBeberapa peneliti mengungkapkan 50% prevalensi kasus alzheimer ini diturunkan melalui gen autosomal dominant. Individu keturunan garis pertama pada keluarga penderita alzheimer mempunyai resiko menderita demensia 6 kali lebih besar dibandingkan kelompok kontrol normal. Pemeriksaan genetika DNA pada penderita alzheimer dengan familial early onset terdapat kelainan lokus pada kromosom 21 diregio proximal log arm, sedangkan pada familial late onset didapatkan kelainan lokus pada kromosom 19. Begitu pula pada penderita down syndrome mempunyai kelainan gen kromosom 21, setelah berumur 40 tahun terdapat neurofibrillary tangles (NFT), senile plaque dan penurunan marker kolinergik pada jaringan otaknya yang menggambarkan kelainan histopatologi pada penderita alzheimer. Hasil penelitian penyakit alzheimer terhadap anak kembar menunjukkan 40-50% adalah monozygote dan 50% adalah dizygote. Keadaan ini mendukung bahwa faktor genetik berperan dalam penyaki alzheimer. Pada sporadik non familial (50-70%), beberapa penderitanya ditemukan kelainan lokus kromosom 6, keadaan ini menunjukkan bahwa kemungkinan faktor lingkungan menentukan ekspresi genetika pada alzheimer.2.3.2 Faktor infeksiAda hipotesa menunjukkan penyebab infeksi virus pada keluarga penderita alzheimer yang dilakukan secara immuno blot analisis, ternyata diketemukan adanya antibodi reaktif. Infeksi virus tersebut menyebabkan infeksi pada susunan saraf pusat yang bersipat lambat, kronik dan remisi. Beberapa penyakit infeksi seperti Creutzfeldt-Jacob disease dan kuru, diduga berhubungan dengan penyakit alzheimer. Hipotesa tersebut mempunyai beberapa persamaan antara lain:1) manifestasi klinik yang sama2) Tidak adanya respon imun yang spesifik3) Adanya plak amyloid pada susunan saraf pusat4) Timbulnya gejala mioklonus5) Adanya gambaran spongioform2.3.3 Faktor lingkunganFaktor lingkungan juga dapat berperan dalam patogenesa penyakit alzheimer. Faktor lingkungan antar lain, aluminium, silicon, mercury, zinc. Aluminium merupakan neurotoksik potensial pada susunan saraf pusat yang ditemukan neurofibrillary tangles (NFT) dan senile plaque (SPINALIS). Hal tersebut diatas belum dapat dijelaskan secara pasti, apakah keberadaan aluminum adalah penyebab degenerasi neurosal primer atau sesuatu hal yang tumpang tindih. Pada penderita alzheimer, juga ditemukan keadan ketidak seimbangan merkuri, nitrogen, fosfor, sodium, dengan patogenesa yang belum jelas. Ada dugaan bahwa asam amino glutamat akan menyebabkan depolarisasi melalui reseptor N-methy D-aspartat sehingga kalsium akan masuk ke intraseluler (Cairan-influks) danmenyebabkan kerusakan metabolisma energi seluler dengan akibat kerusakan dan kematian neuron.2.3.4 Faktor imunologis60% pasien yang menderita alzheimer didapatkan kelainan serum protein seperti penurunan albumin dan peningkatan alpha protein, anti trypsin alphamarcoglobuli dan haptoglobuli. Terdapat hubungan bermakna dan meningkat dari penderita alzheimer dengan penderita tiroid. Tiroid Hashimoto merupakan penyakit inflamasi kronik yang sering didapatkan pada wanita muda karena peranan faktor immunitas.2.3.5 Faktor traumaBeberapa penelitian menunjukkan adanya hubungan penyakit alzheimer dengan trauma kepala. Hal ini dihubungkan dengan petinju yang menderita demensia pugilistik, dimana pada otopsinya ditemukan banyak neurofibrillary tangles.2.3.6 Faktor neurotransmiterPerubahan neurotransmitter pada jaringan otak penderita alzheimer mempunyai peranan yang sangat penting seperti:1) AsetilkolinPenelitian terhadap aktivitas spesifik neurotransmiter dengan cara biopsi sterotaktik dan otopsi jaringan otak pada penderita alzheimer didapatkan penurunan aktivitas kolinasetil transferase, asetikolinesterase dan transport kolin serta penurunan biosintesa asetilkolin. Adanya defisit presinaptik dan postsynaptik kolinergik ini bersifat simetris pada korteks frontalis, temporallis superior, nukleus basalis, hipokampus. Kelainan neurottansmiter asetilkoline merupakan kelainan yang selalu ada dibandingkan jenis neurottansmiter lainnya pada penyakit alzheimer, dimana pada jaringan otak/biopsinya selalu didapatkan kehilangan cholinergik Marker. Pada penelitian dengan pemberian scopolamin pada orang normal, akan menyebabkan berkurang atau hilangnya daya ingat. Hal ini sangat mendukung hipotesa kolinergik sebagai patogenesa penyakit alzheimer.2) NoradrenalinKadar metabolisma norepinefrin dan dopimin didapatkan menurun pada jaringan otak penderita alzheimer. Hilangnya neuron bagian dorsal lokus seruleus yang merupakan tempat yang utama noradrenalin pada korteks serebri, berkorelasi dengan defisit kortikal noradrenergik. Hasil biopsi dan otopsi jaringan otak penderita alzheimer menunjukkan adanya defisit noradrenalin pada presinaptik neokorteks. Konsentrasi noradrenalin menurun baik pada post dan ante-mortem penderita alzheimer.3) DopaminPengukuran terhadap aktivitas neurottansmiter regio hipothalamus, dimana tidak adanya gangguan perubahan aktivitas dopamin pada penderita alzheimer. Hasil ini masih kontroversial, kemungkinan disebabkan karena potongan histopatologi regio hipothalamus setia penelitian berbeda-beda.4) SerotoninDidapatkan penurunan kadar serotonin dan hasil metabolisme 5 hidroxi-indolacetil acid pada biopsi korteks serebri penderita alzheimer. Penurunan juga didapatkan pada nukleus basalis dari meynert. Penurunan serotonin pada subregio hipotalamus sangat bervariasi, pengurangan maksimal pada anterior hipotalamus sedangkan pada posterior peraventrikuler hipotalamus berkurang sangat minimal. Perubahan kortikal serotonergik ini berhubungan dengan hilangnya neuron-neuron dan diisi oleh formasi NFT pada nukleus rephe dorsalis.5) MAO (Monoamine Oksidase)Enzim mitokondria MAO akan mengoksidasi transmitter mono amine. Aktivitas normal MAO terbagi 2 kelompok yaitu MAO A untuk deaminasi serotonin, norepineprin dan sebagian kecil dopamin, sedangkan MAO B untuk deaminasi terutama dopamin. Pada penderita alzheimer, didapatkan peningkatan MAO A pada hipothalamus dan frontais sedangkan MAO B meningkat pada daerah temporal danmenurun pada nukleus basalis dari meynert.

2.4 Tanda dan GejalaKejanggalan awal biasanya dirasakan oleh penderita sendiri, mereka sulit mengingat nama atau lupa meletakkan suatu barang. Mereka juga sering kali menutup-nutupi hal itu dan meyakinkan diri sendiri bahwa itu adalah hal yang biasa pada usia mereka. Kejanggalan biasanya akan dirasakan oleh orang-orang di sekitar mereka yang mulai khawatir akan penurunan daya ingat. Mereka awalnya belum mencurigai adanya problem besar di balik kepikunan yang dialami pasien, tetapi kemudian tersadar bahwa kondisinya sudah parah. Gejala klinis pada penyakit Alzheimer dapat terlihat sebagai berikut :2.4.1 Kehilangan daya ingat/memoriPada orang tua normal, dia tidak ingat nama tetangganya, tetapi dia tahu orang itu adalah tetangganya. Pada penderita Alzheimer, dia bukan saja lupa nama tetangganya tetapi juga lupa bahwa orang itu adalah tetangganya.2.4.2 Kesulitan melakukan aktivitas rutin yang biasaSeperti tidak tahu bagaimana cara membuka baju atau tidak tahu urutan-urutan makan.2.4.3 Kesulitan berbahasa.Umumnya pada usia lanjut didapat kesulitan untuk menemukan kata yang tepat, tetapi penderita Alzheimer lupa akan kata-kata yang sederhana atau menggantikan suatu kata dengan kata yang tidak biasa.

2.4.4 Disorientasi waktu dan tempat.Kita terkadang lupa kemana kita akan pergi atau hari apa saat ini, tetapi penderita Alzheimer dapat tersesat pada tempat yang sudah familiar untuknya, lupa di mana dia saat ini, tidak tahu bagaimana cara dia sampai di tempat ini, termasuk juga apakah saat ini malam atau siang.2.4.5 Penurunan dalam memutuskan sesuatu atau fungsi eksekutifMisalnya tidak dapat memutuskan menggunakan baju hangat untuk cuaca dingin atau sebaliknya.2.4.6 Salah menempatkan barang.Seseorang secara temporer dapat salah menempatkan dompet atau kunci. Penderita Alzheimer dapat meletakkan sesuatu pada tempat yang tidak biasa, misal jam tangan pada kotak gula.2.4.7 Perubahan tingkah laku.Seseorang dapat menjadi sedih atau senang dari waktu ke waktu. Penderita Alzheimer dapat berubah mood atau emosi secara tidak biasa tanpa alasan yang dapat diterima.2.4.8 Perubahan perilakuPenderita Alzheimer akan terlihat berbeda dari biasanya, ia akan menjadi mudah curiga, mudah tersinggung, depresi, apatis atau mudah mengamuk, terutama saat problem memori menyebabkan dia kesulitan melakukan sesuatu.2.4.9 Kehilangan inisiatifDuduk di depan TV berjam-jam, tidur lebih lama dari biasanya atau tidak menunjukan minat pada hobi yang selama ini ditekuninya.Awitan dari perubahan mental penderita alzheimer sangat perlahanlahan, sehingga pasien dan keluarganya tidak mengetahui secara pasti kapan penyakit ini mulai muncul. Terdapat beberapa stadium perkembangan penyakit alzheimer yaitu:a. Stadium I (lama penyakit 1-3 tahun)Memori: ingatan terganggu Kepribadian: ketidakpedulian, lekas marah sesekali Motor sistem: normalEEG: normalCT/MRI: normalPET: hipometabolisme posterior bilateralb. Stadium II (lama penyakit 3-10 tahun)Memori: ingatan terakhir sangat terganggu Kepribadian: ketidakpedulian, lekas marah sesekali Motor sistem: gelisah, mondar-mandirEEG: latar belakang irama lambatCT/MRI: normalPET: hipometabolisme frontal dan parietal bilateral c. Stadium III (lama penyakit 8-12 tahun)Fungsi intelektual: sangat memburukMotor sistem: anggota tubuh kaku dan postur fleksiEEG: difus lambatPET: hipometabolisme frontal dan parietal bilateral

2.5 PatofisiologiSecara patologis, pasien dengan penyakit alzheimer mengalami beberapa perubahan khas biokimia dan neuropatologi. Diantaranya yaitu terdapat kekusutan pada serabut neuron (massa kusut neuron yang tidak berfungsi) dan plak senil atau neuritis (deposit protein beta-amiloid, bagian dari suatu protein besar, protein prekursor amiloid). Kerusakan pada neuron tersebut dapat terjadi secara primer pada kortek serebri dan mengakibatkan rusaknya ukuran otak. Secara makroskopik, perubahan otak pada Alzheimer melibatkan kerusakan berat neuron korteks dan hippocampus, serta penimbunan amiloid dalam pembuluh darah intracranial. Secara mikroskopik, terdapat perubahan morfologik (structural) dan biokimia pada neuron- neuron. Perubahan morfologis terdiri dari 2 ciri khas lesi yang pada akhirnya berkembang menjadi degenarasi soma dan atau akson dan atau dendrit. Satu tanda lesi pada AD adalah kekusutan neurofibrilaris yaitu struktur intracelular yang berisi serat kusut dan sebagian besar terdiri dari protein tau. Dalam SSP, protein tau sebagian besar sebagai penghambat pembentuk structural yang terikat dan menstabilkan mikrotubulus dan merupakan komponen penting dari sitokleton sel neuron. Pada neuron AD terjadi fosforilasi abnormal dari protein tau, secara kimia menyebabkan perubahan pada tau sehingga tidak dapat terikat pada mikrotubulus secara bersama-sama. Tau yang abnormal terpuntir masuk ke filament heliks ganda yang sekelilingnya masing-masing terluka. Dengan kolapsnya sistema transport internal, hubungan interseluler adalah yang pertama kali tidak berfungsi dan akhirnya diikuti kematian sel. Pembentukan neuron yang kusut dan berkembangnya neuron yang rusak menyebabkan Alzheimer.Lesi khas lain adalah plak senilis, terutama terdiri dari beta amiloid (A-beta) yang terbentuk dalam cairan jaringan di sekeliling neuron bukan dalam sel neuronal. A-beta adalah fragmen protein prekusor amiloid (APP) yang pada keadaan normal melekat pada membran neuronal yang berperan dalam pertumbuhan dan pertahanan neuron. APP terbagi menjadi fragmen-fragmen oleh protease, salah satunya A-beta, fragmen lengket yang berkembang menjadi gumpalan yang bisa larut. Gumpalan tersebut akhirnya bercampur dengan sel-sel gila yang akhirnya membentuk fibril-fibril plak yang membeku, padat, matang, tidak dapat larut, dan di yakini beracun bagi neuron yang utuh. Kemungkinan lain adalah A-beta menghasilkan radikal bebas sehingga mengakibatkan makin rentannya neuron terhadap stressor. Selain karena lesi, perubahan biokimia dalam SSP juga berpengaruh pada AD.secara neurokimia kelainan pada otak.

2.6 Komplikasi dan PrognosisKomplikasi yang mungkin muncul pada pasien penyakit Alzheimer diantaranya:a. Infeksib. Malnutrisic. kematian

Dari pemeriksaan klinis penderita Alzheimer menunjukkan bahwa nilai prognostik tergantung pada 3 faktor yaitu derajat beratnya penyakit, variabilitas gambaran klinis, dan perbedaan individual seperti usia, keluarga demensia dan jenis kelamin. Ketiga faktor ini diuji secara statistik, ternyata derajat beratnya penyakit yang paling mempengaruhi prognostik penderita alzheimer.Pasien dengan penyakit Alzheimer mempunyai angka harapan hidup rata-rata 4-10 tahun sesudah diagnosis.

2.7 PengobatanPenyakit Alzheimer tidak dapat diobati sehingga penanganan yang dapat diberikan adalah penanganan yang sifatnya simptomatis. Yaitu dengan cara memelihara fungsi mental pasien, menangani behavioral symptoms, dan memperlambat progresivitas penyakit. Adapun penangan yang dapat diberikan kepada pasien Alzheimer ada tiga bentuk penangan yaitu sebagai berikut:1. FarmakologiAda beberapa obat yang dapat memelihara kemampuan berpikir, kemampuan berbicara dan ingatan pasien Alzheimer. Obat-obat tersebut yaitua. Inhibitor kolinesteraseTujuan:Untuk mencegah penurunan kadar asetilkolin dapat digunakan anti kolinesterase yang bekerja secara sentral. Pemberian obat ini dapat memperbaiki memori dan apraksia selama pemberian berlangsung.Contoh:Fisostigmin, THA (tetrahydroaminoacridine), donepezil (Aricept), galantamin (Razadyne), dan rivastigminESO: memperburuk penampilan intelektual pada orang normal dan penderita Alzheimer, mual & muntah, bradikardi, HCl, dan nafsu makan.b. ThiaminTujuan:memperbaiki fungsi kognisi dibandingkan placebo selama periode yang sama.Contoh: thiamin hydrochloride, dosis 3 gr/hari selama 3 bulan c. Nootropik (obat psikotropik)Tujuan:memperbaiki fungsi kognisi dan proses belajar. d. KlonidinTujuan:kurang memuaskan untuk memperbaiki fungsi kognitifContoh:klonidin (catapres) yang merupakan noradrenergik alfa 2 reseptor agonis. Dosis maksimal 1,2 mg peroral selama 4 minggu

e. HaloperiodolPada penderita alzheimer, sering kali terjadi gangguan psikosis (delusi, halusinasi) dan tingkah laku, pemberian obat oral Haloperiodol 1-5 mg/hari selama 4 minggu akan memperbaiki gejala tersebut. Bila penderita Alzheimer menderita depresi maka berikan obat tricyclic anti depresant (amitryptiline 25-100 mg/hari)f. Acetyl L-Carnitine (ALC)Merupakan suatu substrat endogen yang disintesa didalam mitokondria dengan bantuan enzym ALC transferase. Tujuan pemberian obat ini untuk meningkatkan aktivitas asetil kolinesterase, kolin asetiltransferase. Efek dari obat ini yaitu memperbaiki atau menghambat progresifitas kerusakan fungsi kognitif. Obat ini dapat diberikan dengan dosis:1-2 gr/hari/peroral selama 1 tahun dalam pengobatan.2. Psychosocial interventionTerapi ini bertujuan agar penderita Alzheimer menjadi lebih mengenal, lebih siap menghadapi penyakitnya, dan lebih dapat memanage dirinya sendiri. Intervensi psikososial dapat dilakukan dengan beberapa pendekatan yaitu :a. Pendekatan prilaku yaitu dengan mengidentifikasi dan menurunkan masalah prilaku pasien seperti mengompol dan wandering.b. Pendekatan emosi meliputi reminiscence therapy (bermanfaat untuk kognitif dan mood pasien), validation therapy, supportive psychotherapy, sensory integration disebut juga snoezelen, dan simulated presence therapy.c. Pendekatan kognitif yaitu dengan melatih kemampuan berpikir pasien, mengenal lingkungan pasien, dan berusaha mengingatnya.d. Pendekatan stimulasi orientasi yaitu dengan terapi kesenian, terapi musik, terapi binatang peliharaan, beraktifitas, dan rekreasi.3. CaregivingCaregiving diperlukan ketika pasien telah mengalami kesulitan dalam beraktifitas setiap hari seperti sulit menelan dan bergerak. Hal ini bertujuan untuk mengurangi progresivitas penyakit dan menghindari penyakit penyerta lainnya (malnutrisi dan infeksi).

2.8 PencegahanPara ilmuwan berhasil mendeteksi beberapa faktor resiko penyebab Alzheimer, yaitu usia lebih dari 65 tahun, faktor keturunan, lingkungan yang terkontaminasi dengan logam berat, rokok, pestisida, gelombang elektromagnetic, riwayat trauma kepala yang berat dan penggunaan terapi sulih hormon pada wanita. Dengan mengetahui faktor resiko di atas dan hasil penelitian yang lain, beberapa cara yang dianjurkan untuk mencegah penyakit Alzheimer, di antaranya yaitu :1. Gaya hidup sehat, misalnya dengan rutin berolahraga, tidak merokok maupun mengkonsumsi alkohol. 2. Mengkonsumsi sayur dan buah segar. Hal ini penting karena sayur dan buah segar mengandung antioksidan yang berfungsi untuk mengikat radikal bebas.3. Menjaga kebugaran mental (mental fitness). Cara menjaga kebugaran mental adalah dengan tetap aktif membaca dan memperkaya diri dengan berbagai pengetahuan.

2.9 Pemeriksaan PenunjangUntuk kepastian diagnosisnya, maka diperlukan pemeriksaan penunjang sebagai berikut: 2.9.1 CT Scan dan MRIMerupakan metode non invasif yang beresolusi tinggi untuk melihat kwantifikasi perubahan volume jaringan otak pada penderita Alzheimer antemortem. CT Scan dilakukan untuk Menyingkirkan kemungkinan adanya penyebab demensia lainnya selain alzheimer seperti multiinfark dan tumor serebri. Atropi kortikal menyeluruh dan pembesaran ventrikel keduanya merupakan gambaran marker dominan yang sangat spesifik pada penyakit ini. Dan mengetahui adanya Penipisan substansia alba serebri dan pembesaran ventrikel berkorelasi dengan beratnya gejala klinik dan hasil pemeriksaan status mini mental.MRI dilakukan untuk menhgetahui peningkatan intensitas pada daerah kortikal dan periventrikuler (Capping anterior horn pada ventrikel lateral). Capping ini merupakan predileksi untuk demensia awal. Selain didapatkan kelainan di kortikal, gambaran atropi juga terlihat pada daerah subkortikal seperti adanya atropi hipokampus, amigdala, serta pembesaran sisterna basalis dan fissura sylvii. MRI lebih sensitif untuk membedakan demensia dari penyakit alzheimer dengan penyebab lain, dengan memperhatikan ukuran (atropi) dari hipokampus.

2.9.2 EEGBerguna untuk mengidentifikasi aktifitas bangkitan yang suklinis. Sedang pada penyakit alzheimer didapatka perubahan gelombang lambat pada lobus frontalis yang non spesifik. 2.9.3 PET (Positron Emission Tomography)Pada penderita alzheimer, hasil PET ditemukan, penuruan aliran darah, metabolisme O2, glukosa didaerah serebral. 2.9.4 SPECT (Single Photon Emission Computed Tomography)Kelainan ini berkolerasi dengan tingkat kerusakan fungsional dan defisit kogitif. Kedua pemeriksaan ini (SPECT dan PET) tidak digunakan secara rutin.

BAB 3. PATHWAYSneurotransmitertrauma, imunologislingkungan, infeksi, geneticFactor predisposisiprotein Tau abnormalAPP ( amyloid Perkosor Protein)

Perubahan Biokimiatidak dapat mengikat terbagi menjadiSSPmikrotubulusfragmen-fragmen

Kerusakan padaterjadi kekusutanA-Beta (lengket)Bag. Korteks dan hipokampusneurofibrilasioverproduction

Penurunan produksi membentuk Tau menjadi gumpalan Asetilkolinagregasi (masa, gumpalan)terlarut

Bercampur dengan bagian neuron

Alzheimer DiseaseA-beta membeku

Plak senilis (beracun)(matang, padat, tidak dpt larut)

Perubahan persepsi sensori

Perubahan kemampuan Kehilangan kemampuantingkah laku anehMerawat diri sendiri Menyelesaikan masalahcenderungMengembara

Defisit perawatan diri perubahan mengawasi keadaanmemiliki dorongan Yang kompleks dan berfikir abstrakMelakukan kekerasan

Risiko perubahan nutrisi emosi labil, pelupa, apatisRisiko cidera

Perubahan pola tidurSindrom stress relokasi - Perubahan proses berpikir - hambatan interkasi social - hambatan komunikasi verbal - Koping individu inefektif

BAB 4. ASUHAN KEPERAWATAN

4.1 Pengkajiana. IdentitasIdentitas Klien : Alzheimer adalah penyakit kronik, degeneratif yang ditandai dengan penurunan daya ingat, intelektual, kepribadian yang dapat mengakibatkan berkurangnya kemampuan merawat diri. Sehingga apabila Alzheimer terjadi pada anak maka pertumbuhan kognitifnya akan terhambat.

b. Keluhan UtamaMerupakan keluhan yang membawa pasien dan keluarga datang ke rumah sakit. Biasanya yang tersering adalah penurunan daya ingat, perubahan kognitif, dan keluhan gerak ekstrimitas.

c. Riwayat Penyakit SekarangAnak dengan Alzheimer akan mengalami penurunan daya ingat, apatis, kesulitan aktivitas dan berbahasa, disorientasi waktu dan tempat, sampai perubahan perilaku. Kejanggalan awal biasanya dirasakan oleh penderita sendiri, anak mengatakan sulit mengingat nama atau lupa meletakkan suatu barang. Kejanggalan biasanya akan dirasakan oleh orang-orang di sekitar mereka misalnya orangtua yang mulai khawatir akan penurunan daya ingat anaknya.

d. Riwayat Penyakit DahuluApakah ada dari keluarga yang memiliki penyakit yang sama, atau mungkin penyakit yang masih berhubungan dengan Alzheimer seperti hipertensi dan DM.Riwayat Imunisasi: imunisasi yang biasa diberikan yaitu BCG, DPT, Hepatitis, dan Polio.

e. Riwayat Perinatal1) Antenatal: pada anak dengan alzheimer, biasanya ibu sang anak pernah menderita penyakit misalnya DM, atau karena pernah mengalami trauma pada saat hamil dan lain lain.2) Intra natal:Riwayat persalinan yang dialami anak apakah pernah mengalami masalah misalnya trauma saat proses persalinan dan lain lain.3) Post natal:pada anak dengan alzheimer biasanya orang tua kurang tanggap dengan gejala-gejala yang muncul pada anak atau anak pernah mengalami cidera pada saat bayi.

f. Riwayat Kesehatan KeluargaAnak dengan alzheimer biasanya dalam keluarganya, khususnya pada ibu pernah menderita penyakit Alzheimer karena penyakit Alzheimer ini adalah penyakit keturunan.

g. Pemeriksaan Tingkat PerkembanganPemeriksaan tingkat perkembangan terdiri dari adaptasi sosial, motorik kasar, motorik halus, dan bahasa. Tingkat perkembangan pada pasien alzheimer dapat dikaji melalui tingkah laku pasien maupun informasi dari keluarga. Telihat jelas bagaimana bedanya anak yang menderita penyakit ini dengan anak yang normal. Selain itu, pada anak dengan alzheimer, kebutuhan kasih sayang dan perhatian orang tua sangat penting karena penyakit ini menyerang kemampuan berfikir pasien.

h. Pola Fungsi Kesehatan1) Pola persepsi dan tata laksana kesehatan: anak dengan penyakit Alzheimer memerlukan bantuan/tergntung pada orang lain. Mereka tidak mampu mempertahankan penampilan, kebiasaan personal yang kurang, kebiasaan pembersihan buruk. Lupa untuk pergi ke kamar mandi, lupa langkah-langkah yang perlu dilakukan untuk buang air atau tidak dapat menemukan kamar mandi.Kurang berminat atau lupa tentang bermain, waktu makan, dan lain lain.2) Pola nutrisi dan metabolisme: anak dengan penyakit alzheimermengalami perubahan dalam pengecapan, nafsu makan, mengingkari terhadap rasa lapar/kebutuhan untuk makan, kehilangan berat badan, kehilangan kemampuan untuk mengunyah dan tampak semakin kurus ( tahap lanjut ).3) Pola eliminasi: anak tidak mampu melakukan eliminasi seperti biasanya karena lupa bagaimana langkah-langkah dalam melakukan eliminasi di kamar mandi. Anak akan cenderung melakukan eliminasi di sembarang tempat.4) Pola aktivitas/bermain: anak akan cenderung tidak tertarik terhadap aktivitas bermain yang seharusnya pada usianya anak sedang senang-senangnya bermain.5) Pola istirahat dan tidur: anak sering merasa lelah, siang malam gelisah, tidak berdaya, gangguan pola tidur dan letargi.6) Pola kognitif dan persepsi sensori: anak mengalami pengingkaran terhadap gejala yang ada terutam perubahan kognitif, dan atau gambaran yang kabur, diare, pusing atau kadang-kadang sakit kepala. Adanya keluhan dalam penurunan kognitif, mengambil keputusan, mengingat yang baru berlalu, penurunan tingkah laku.Kerusakan komunikasi: afasia dan disfasia; kesuliatan dalam menemukan kata-kata yang benar ( terutam kata benda ); bertanya berulang-ulang atau percakapan dengan subtansi kata yang tidak memiliki arti; terpenggal-penggal, atau bicaranya tidak terdengar.7) Pola konsep diri: anak merasa takut terhadap situasi atau orang khayalan.Emosi labil seperti mudah menangis, tertawa tidak pada tempatnya; perubahan alam perasaan (apatis, letargi, gelisah, lapang pandang sempit, peka rangsang).8) Pola hubungan-peran: biasanyaperan orang tua sangat dibutuhkan dalam merawat anak dengan Alzheimer ini karena faktor psikis anak harus diperbaiki.9) Pola seksual-seksualitas: apakah selama sakit terdapat gangguan atau tidak yang berhubungan dengan reproduksi sosial. Pada anak yang menderita alzheimer/trush biasanya tidak ada gangguan dalam reproduksi. 10) Pola mekanisme koping: keluarga perlu memeberikan dukungan dan semangatsembuhbagi anak.11) Pola nilai dan kepercayaan: orang tuaharus selalu optimis dan berdoa agar penyakitpada anaknyadapat disembuhkan atau paling tidak diminimalkan.

i. Pemeriksaan Fisik1) Keadaan UmumKlien dengan penyakit Alzheimer umumnya mengalami penurunan kesadaran sesuai dengan degenerasi neuron kolinergik dan proses senilisme. Adanya perubahan pada tanda-tanda vital, meliputi bradikardi, hipotensi, dan penurunan frekuensi pernafasan. Pemeriksaan dengan B6B1 (Breathing) Gangguan fungsi pernafasan : Berkaitan dengan hipoventilasi inaktifitas, aspirasi makanan atau saliva dan berkurangnya fungsi pembersihan saluran nafas.a. Inspeksi:didapatkan klien batuk atau penurunan kemampuan untuk batuk efektif, peningkatan produksi sputum, sesak nafas, dan penggunaan otot bantu nafas.b. Palpasi : Taktil premitus seimbang kanan dan kiric. Perkusi : adanya suara resonan pada seluruh lapangan paru d. Auskultasi : bunyi nafas tambahan seperti nafas berbunyi, stridor, ronkhi, pada klien dengan peningkatan produksi sekret dan kemampuan batuk yang menurun yang sering didapatkan pada klien dengan inaktivitas. B2 (Blood) Hipotensi postural : berkaitan dengan efek samping pemberian obat dan juga gangguan pada pengaturan tekanan darah oleh sistem persarafan otonom.

B3 (Brain) Pengkajian B3 merupakan pemeriksaan fokus dan lebih lengkap dibandingkan dengan pengkajian pada sistem lainnya. Inspeksi umum, didapatkan berbagai manifestasi akibat perubahan tingkah laku. B4 (Bladder) Pada tahap lanjut, beberapa pasien sering mengalami inkontinensia urin biasanya dengan penurunan status kognitif dari pasien Alzeimer.Penurunan refleks kandung kemih yang bersifat progresif dan pasien mungkin mengalami inkontinensia urin, ketidakmampuan mengkomunikasikan kebutuhan, dan ketidakmampuan untuk menggunakan urinal karena kerusakan kontrol motorik dan postural.B5 (Bowel) Pemenuhan nutrisi berkurang berhubungan dengan intake nutrisi yang kurang karena kelemahan fisik umum dan perubahan status kognitif. Penurunan aktivitas umum klien sering mengalami konstipasi.B6 (Bone) Adanya gangguan keseimbangan dan koordinasi dalam melakukan pergerakan karena perubahan pada gaya berjalan dan kaku pada seluruh gerakan memberikan resiko pada trauma fisik jika melakukan aktivitas.2) Pengkajian Tingkat Kesadaran: Tingkat kesadaran klien biasanya apatis dan juga bergantung pada perubahan status kognitif klien. 3) Pengkajian fungsi serebral: Status mental : biasanya status mental klien mengalami perubahan yang berhubungan dengan penurunan status kognitif, penurunan persepsi, dan penurunan memori, baik jangka pendek maupun jangka panjang.4) Pengkajian Saraf kranial. Pengkajian saraf ini meliputi pengkajian saraf kranial I-XII : a. Saraf I. Biasanya pada klien penyakit alzherimer tidak ada kelaianan fungsi penciuman b. Saraf II. Tes ketajaman penglihatan mengalami perubahan, yaitu sesuai dengan keadaan usia lanjut biasanya klien dengan alzheimer mengalami keturunan ketajaman penglihatan c. Saraf III, IV dan VI. Biasanya tidak ditemukan adanya kelainan pada saraf ini d. Saraf V. Wajah simetris dan tidak ada kelainan pada saraf ini. e. Saraf VII. Persepsi pengecapan dalam batas normal f. Saraf VIII. Adanya tuli konduktif dan tuli persepsi berhubungan proses senilis serta penurunan aliran darah regional g. Saraf IX dan X. Kesulitan dalam menelan makanan yang berhubungan dengan perubahan status kognitif h. Saraf XI. Tidak atrofi otot strenokleidomastoideus dan trapezius. i. Saraf XII. Lidah simetris, tidak ada deviasi pada satu sisi dan tidak ada vasikulasi dan indera pengecapan normal 5) Pengkajian sistem Motorik Inspeksi umum pada tahap lanjut klien akan mengalami perubahan dan penurunan pada fungsi motorik secara umum. Tonus otot didapatkan meningkat. Keseimbangan dan koordinasi didapatkan mengalami gangguan karena adanya perubahan status kognitif dan ketidakkooperatifan klien dengan metode pemeriksaan. 6) Pengkajian Refleks Pada tahap lanjut penyakit alzheimer sering mengalami kehilangan refleks postural, apabila klien mencoba untuk berdiri dengan kepala cenderung ke depan dan berjalan dengan gaya berjalan seperti didorong. Kesulitan dalam berputar dan hilangnya keseimbangan (salah satunya ke depan atau ke belakang) dapat menyebabkan klien sering jatuh. 7) Pengkajian Sistem sensorikSesuai barlanjutnya usia, klien dengan penyakit alzheimer mengalami penurunan terhadap sensasi sensorik secara progresif. Penurunan sensori yang ada merupakan hasil dari neuropati perifer yang dihubungkan dengan disfungsi kognitif dan persepsi klien secara umum.

4.2 Analisa DataNo.DataEtiologiMasalah

1.DS: keluarga mengatakan bahwa pasien sering tidak memahami hal-hal yang sekiranya bahaya

DO:terdapat luka dan edema pada kaki pasien akibat tersandungAlzheimer disease

Ketidakmampuan untuk mengenali bahaya Resiko cideraRisiko cidera

2.DS: keluarga mengatakan bahwa pasien jarang makan karena lupa dan terjadi perubahan fisik.

DO: pasien terlihat lebih kurus dari sebelumnya.Penurunan BB sebanyak 5kg

Alzheimer disease

Perubahan sensori, mudah lupa Resiko perubahan nutrisi

Resiko perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh

3.DS: keluarga mengatakan bahwa pasien tidak dapat mandi sendiri.

DO: pasien lupa cara mandi yang benar.

Perubahan kemampuan merawat diri sendiri

Penurunan kognitif, keterbatasan fisik Deficit perawatan diri

Deficit perawatan diri

4.DS: keluarga mengatakan bahwa pasien sering marah-marah jika dingatkan mengenai hal-hal yang telah dilupakan

DO: pasien tampak terlihat bingung

Emosi labil, pelupa, apatis

Perubahan intelektual (pikun,disorientasi) Hambatan komunikasi verbal

Hambatan komunikasi verbal

5.DS: keluarga mengatakan bahwa pasien sering jalan-jalan pada waktu jam tidur

DO: pasien terliahat lemah, mata pandangnya terlihat jelas Alzheimer disease

Perubahan pada sensori Perubahan pola tidurPerubahan pola tidur

6.DS: keluaraga pasien mengatakan bahwa pasien salah menafsirkan pendapat orang lain

DO:pasien terlihat bingung pada saat menjawab pertanyaanAlzheimer disease

Perubahan resepsi, transmisi/integrasi Perubahan persepsi sensoriPerubahan persepsi sensori

7.DS: keluarga mengatakan bahwa pasien tidak bisa menghitung padahal mudah

DO: pasien terlihat bingung pada saat menghitungEmosi labil, pelupa, apatis

degenerasi neuron irreversible

perubahan proses pikir

Perubahan proses pikir

8.DS: keluarga mengatakan bahwa pasien stress dengan kondisinya sekarang.

DO: pasien sering terlihat berteriak-teriakAlzheimer disease

gangguan sensori, penurunan fungsi otak

sindrom stress relokasi

Sindrom stress relokasi

9.DS: keluarga mengatakan bahwa pasien selalu menghindar ketika mendapat masalah

DO: pasien tidak mau menyelesaikan masalahEmosi labil, pelupa

Ketidakmampuan menyelesaikan masalah, perubahan intelektual Koping individu tidak efektifKoping individu tidak efektif

10.DS: keluarga pasien mengatakan pasien sulit diajak interaksi sama tetangga

DO: pasien selalu mengindar setiap berinteraksi sam orang lainEmosi labil, pelupa

Perubahan emosi Hambatan interaksi socialHambatan interaksi sosial

4.3 Diagnosa1. Risiko cidera berhubungan dengan resiko kelemahan, ketidakmampuan untuk mengenali/ mengidentifikasi bahaya dalam lingkungan.2. Risiko perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan perubahan sensori, mudah lupa 3. Perubahan proses pikir berhubungan dengan degenerasi neuron irreversible4. Hambatan interaksi sosial berhubungan dengan perubahan emosi (cepat marah, mudah tersinggung, kurang percaya diri)5. Hambatan komunikasi verbal berhubungan dengan perubahan intelektual (pikun, disorientasi, penurunan kemampuan mengatasi masalah)6. Koping individu tidak efektif berhubungan dengan ketidakmampuan menyelesaikan masalah, perubahan intelektual7. Defisit perawatan diri berhubungan dengan penurunan kognitif, keterbatasan fisik 8. Perubahan pola tidur berhubungan dengan perubahan pada sensori.9. Perubahan persepsi sensori berhubungan dengan perubahan resepsi, transmisi, dan/atau integrasi10. Sindrom stress relokasi berhubungan dengan gangguan sensori, penurunan fungsi fisik

1

4.4 Perencanaan NODiagnosaTujuanKriteria hasil Intervensi Rasional

1Risiko cidera berhubungan dengan resiko kelemahan, ketidakmampuan untuk mengenali/ mengidentifikasi bahaya dalam lingkungan.

Pasien tidak mengalami traumaKeluarga mengenali resiko potensial di lingkungan dan mengidentifikasi tahap-tahap untuk memperbaikinya.1. Kaji derajat kemampuan munculnya tingkah laku yang membahayakan2. Hilangkan atau minimalkan sumber bahaya dalam lingkungan3. Alihkan perhatian pasien ketika perilaku teragitasi atau berbahaya4. Kenakan pakaian sesuai lingkungan fisik atau kebutuhan individu5. Lakukan pemantauan terhadap efek samping obat ,misalnya seperti tanda hipotensi ortostatik, gangguan penglihatan, gangguan gastrointestinal.6. Hindari penggunan restrain secara terus menerus. 7. Berikan kesempatan orang terdekat tinggal bersama pasien selama periode agitasi akut1. Mengidentifikasi risiko potensial di lingkungan yang membahayakan2. bertanggung jawab terhadap kebutuhan keamanan yang dasar 3. Mempertahankan keamanan dengan menghindari konfrontasi yang dapat meningkatkan perilaku/meningkatkan risiko terjadinya trauma.4. Perlambatan proses metabolisme secara umum mengakibatkan penurunan suhu tubuh. Hipotalamus dipengaruhi oleh proses penyakit yang menyebabkan seseorang merasa kedinginan. 5. Pasien mungkin tidak melaporkan tanda/gejala dan obat dapat dengan mudah menimbulkan kadar toksisitas. Ukuran dosis/penggantian obat mungkin diperlukan untuk mengurangi gangguan.6. Membahayan individu untuk melepaskan restrain tersebut secara parsial. 7. Dapat menurunkan agitasi pasien.

2Risiko perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan perubahan sensori, mudah lupaPasien diharapkan tidak terjadi perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan1. Klien mendapat diet nutrisi yang seimbang2. Mempertahankan/ mendapat kembali BB yang sesuai3. Klien dapat mengubah pola asupan yang benar1. Kaji pengetahuan klien/keluarga mengenai kebutuhan makan2. Usahakan/ berikan bantuan dalam memilih menu3. Berikan makanan kecil setiap jam sesuai kebutuhan4. Hindari makanan yang terlalu panas1. Identifikasi kebutuhan untuk membantu perencanaan pendidikan

2. Klien tidak mampu menentukan pilihan kebutuhan nutrisi

3. Makan makanan kecil meningkatkan masukan yang sesuai

4. Makan panas mengakibatkan mulut terbakar atau menolak untuk makan

3Perubahan proses pikir berhubungan dengan degenerasi neuron irreversiblegangguan proses pikir pasien tidak bertambah burukKlien mampu mengenali perubahan dalam berpikir / tingkah laku dan factor-faktor penyebab jika memungkinkan

1. Kaji derajat gangguan kognitif, seperti perubahan orientasi terhadap orang, tempat waktu, rentang perhatian dan kemampuan berpikir2. Pertahankan lingkungan yang menyenangkan dan tenang3. Lakukan pendekatan dengan cara perlahan dan tenang4. Tatap wajah ketika bercakap-cakap dengan pasien5. Gunakan kata-kata yang pendek dan kalimat yang sederhana dan berikan instruksi sederhana. Ulangi instruksi tersebut sesuai dengan kebutuhan.1. Memberikan dasar untuk evaluasi/perbandingan yang akan datang dan mempengaruhi pilihan terhadap intervensi.

2. Keramaian biasanya merupakan sensori yang berlebihan yang meningkatkan gangguan neuron3. Pendekatan yang terburu-buru dapat mengancam pasien bingung yang mengalami kesalahan persepsi.4. Menimbulkan perhatian, terutama pada orang-orang dengan gangguan perceptual5. Sesuai dengan berkembangnya penyakit, pusat komunikasi dalam otak mungkin saja terganggu.

4Hambatan interaksi sosial berhubungan dengan perubahan emosi (cepat marah, mudah tersinggung, kurang percaya diri)

diharapkan klien mampu melakukan interaksi socialklien mampu berinteraksi dengan orang disekitarnya dengan baik1. Beri individu hubungan suportif.2. Bantu mengidentifikasi alternative tindakan.3. Bantu menganalisis pendekatan yang berfungsi paling baik.4. Bantu anggota keluarga dalam memahami dan memberi dukungan.1. individu terstimulasi untuk melakukan interaksi social.2. klien mampu mengidentifikasi tindakan yang baik.3. klien mampu melakukan interaksi dengan orang lain dengan baik.

4. Dukungan keluarga sangat membantu dalam melakukan interaksi social.

5Hambatan komunikasi verbal berhubungan dengan perubahan intelektual (pikun, disorientasi, penurunan kemampuan mengatasi masalah)diharapkan klien tidak mengalami hambatan komunikasi verbal dengan kriteria hasilPasien mampu Membuat teknik/metode komunikasi yang dapat dimengerti sesuai kebutuhan dan meningkatkan kemampuan berkomunikasi1. Kaji kemampuan klien untuk berkomunikasi.2. Gunakan kertas dan pensil/bolpoint, gambar, atau papan tulis; bahasa isyarat, penjelas arti dari komunikasi yang disampaikan.

1. Untuk menentukan tingkat kemampuan klien dalam berkomunikasi.2. Untuk membantu proses berkomunikasi dengan klien, dan agar tidak terjadi miskomunikasi.

6Koping individu tidak efektif berhubungan dengan ketidakmampuan menyelesaikan masalah, perubahan intelektual

Pasien diharapkan mampu melakukan koping individu menjadi efektifPasien Mampu menyatakan atau mengkomunikasikan dengan orang terdekat tentang situasi dan perubahan yang sedang terjadi

1. Kaji perubahan dari gangguan persepsi dan hubungan dengan derajat ketidakmampuan2. Dukung kemampuan koping3. Beri dukungan psikologis secara menyeluruh4. Anjurkan orang yang terdekat untuk mengizinkan klien melakukan hal-hal untuk dirinya semaksimal mungkin5. Dukung perilaku atau usaha seperti peningkatan minat atau partisipasi dalam aktivitas rehabilitasi1. Menentukan bantuan individual dalam menyusun rencana perawatan atau pemilihan intervensi

2. Kepatuhan terhadap program latihan dan berjalan membantu memperlambat kemajuan penyakit. 3. Klien Alzheimer sering merasa malu, apatis, tidak adekuat, bosan dan merasa sendiri. Klien dibantu dan didukung untuk mencapai tujuan yang ditetapkan (seperti meningkatnya mobilitas)4. Menghidupkan kembali perasaan kemandirian dan membantu perkembangan harga diri serta mempengaruhi proses rehabilitasi.5. Klien dapat beradaptasi terhadap perubahan dan pengertian tentang peran individu masa mendatang.

7Defisit perawatan diri berhubungan dengan penurunan kognitif, keterbatasan fisikDiharapkanpasien akan mendapat perilaku peningkatan pemenuhan perawatan diri klien tampak bersih dan segar.1. Identifikasi kesulitan berpakaian/perawatan diri, seperti keterbatasan fisik; apatis/depresi atau temperatur ruangan.2. Identifikasi kebutuhan akan kebersihan diri dan berikan bantuan sesuai kebutuhan dengan perawatan rambut/kuku/kulit, bersihkan kacamata dan gosok gigi.3. Kaji kemampuan dan tingkat penurunan kemampuan ADL dalam skala 0 4.4. Rencanakan tindakan untuk defisit motorik seperti tempatkan makanan dan peralatan di dekat klien agar mampu sendiri mengambilnya.5. Kaji kemampuan komnikasi untuk BAK. Kemampuan menggunakan urinal pispot. Antarkan ke kamar mandi bila kondisi memungkinkan.6. Identifikasi kebiasaan BAB . anjurkan minum dan meningkatkan aktivitas.1. Memahami penyebab yang mempengaruhi pilihan intervensi/ strategi

2. Sesuai dengan perkembangan penyakit, kebutuhan akan kebersihan dasar mungkin dilupakan.

3. Membantu dalam mengantisipasi dan merencanakan pertemuan kebutuhan individual.

4. Klien akan mampu melakukan aktivitas sendiri untuk memenuhi perawatan dirinya.

5. Ketidakmampuan berkomunikasi dengan perawat dapat menimbulkan masalah pengososngan kandung kemih oleh karena masalah neurogenik.

6. Meningkatkan latihan dan menolong mencegah konstipasi

4.5 Pelaksanaan dan EvaluasiPelaksanaan dapat dituliskan sesuai dengan intervensi yang ada. Dan memastikan intevensi telah atau belum dilaksanakan. Evaluasi yang munkin perlu diperhatikan antara lain:1. Mempertahankan fungsi ingatan yang optimal2. Memperlihatkan penurunan dalam perilaku yang bingung3. Dapat bergerak bebas dan mandiri disekitar rumah4. Mengungkapkan rasa keamanan dan terlindung5. Mengungkapkan perasaan ketenangan dan kepuasan diri6. Menunjukan peningkatan kemempuan untuk memahami pesan7. Menunjukkan kemampuan untuk mengekpresikan diri secara verbal8. Dapat melakukan aktivitas kehidupan sehari-hari pada tingkat yang diperkirakan.9. Mengunngkapkan kesadaran tentang maartabat dan otonomi10. Tetapkan pola tidur dan istirahat pada jadwal teratur11. Mengurangi perilaku melamun pada malam hari12. Menetapkan pola aktivitas pada jadwal yang ditetapkan

BAB 5. PENUTUP

5.1 KesimpulanAlzheimer adalah jenis kepikunan yang dapat melumpuhkan pikiran dan kecerdasan seseorang. Keadaan ini ditunjukkan dengan kemunduran fungsi intelektual dan emosional secara progresif dan perlahan sehingga mengganggu kegiatan sosial sehari-hari. Menurut dr. Samino, SpS (K), Ketua Umum Asosiasi Alzheimer Indonesia (AAzI), alzheimer timbul akibat terjadinya proses degenerasi sel-sel neuron otak di area temporo-parietal dan frontalis. Demensia Alzheimer juga merupakan penyakit pembunuh otak karena mematikan fungsi sel-sel otak. Penyebab yang pasti belum diketahui. Beberapa alternatif penyebab yang telah dihipotesa adalah intoksikasi logam, gangguan fungsi imunitas, infeksi virus, polusi udara/industri, trauma, neurotransmiter, defisit formasi sel-sel filament, presdiposisi heriditer. Dasar kelainan patologi penyakit alzheimer terdiri dari degenerasi neuronal, kematian daerah spesifik jaringan otak yang mengakibatkan gangguan fungsi kognitif dengan penurunan daya ingat secara progresif. Kejanggalan awal biasanya dirasakan oleh penderita sendiri, mereka sulit mengingat nama atau lupa meletakkan suatu barang. Cara pencegahan penyakit alzheimer yaitu dengan tetap menerapkan gaya hidup sehat misalnya berolahraga rutin, tidak merokok dan tidak mengonsumsi alkohol, mengonsumsi sayur dan buah segar karena ini mengandung antioksidan yang berfungsi mengikat radikal bebas yang akan mampu merusak sel-sel tubuh. Menjaga kebugaran mental dengan tetap aktif membaca dan memperkaya diri dengan berbagai pengetahuan juga merupakan salah satu bentuk pencegahan penyakit alzheimer.5.2 SaranDiharapkan kepada mahasiswa, khususnya mahasiswa keperawatan agar dapat mengerti, memahami dan dapat menjelaskan tentang penyakit alzheimer yang pada akhirnya mampu melakukan segala bentuk pencegahan demi menekan angka insidensi penyakit alzheimer ini. Selain itu, mahasiswa juga diharapkan lebih banyak menggali kembali informasi tentang hal yang terkait dengan itu untuk mengetahui dan memperoleh informasi yang lebih dalam lagi.

DAFTAR PUSTAKA

Albert, Marilynn. 2010. Keep Your Brain Young. Yogyakarta: MedPress.Carpenito, L.J. 2007. Buku Saku Diagnosis Keperawatan. Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran EGC.Craft-Rosernberg, Martha dan Smith, Kelly. 2010. Nanda Diagnosa Keperawatan Definisi dan klasifikasi. Yogyakarta: Digna Pustaka.Doenges, Marilynn E. 2000. Rencana Asuhan Keperawatan. Jakarta : EGCEngram, Barbara. 1999. Rencana Asuhan Keperawatan Medikal Bedah Volume 3. Jakarta: EGCLumbantobing. 2006. Kecerdasan Pada Usia Lanjut dan Demensia. Jakarta : FKUIMuttaqin, Arif. 2008. Buku Ajar Asuhan Keperawatan Klien dengan Gangguan Sistem Persarafan. Salemba Medika: JakartaPangkalan Ide. 2011. Health Secret of Tumeric (Kunyit). Jakarta: Alex Media Komputindo.Price, Sylvia A, dan Wilson, Lorraine M. 2006. Patofisiologi Konsep klinis Proses-Proses penyakit. Jakarta: EGCPriharjo, Robert. 2007. Pengkajian Fisik Keperawatan. Jakarta: EGC.Potter, dan Perry. 2005. Buku ajar Fundamental Keperawatan konsep proses dan Praktik, Vol. 2. Jakarta: EGCSaunders, WB. 1998. Kamus Saku Kedokteran Dorland. Jakarta: EGCSharon, Fish. 1994. Penyakit Alzheimer: Bagaimana Menjaga Diri Anda dan Orang yang Anda Kaihi. Jakarta: Gunung Mulia.Stanley, Mickey & Patricia Gauntlett Beare. 2006. Buku Ajar Keperawatan Gerontik Edisi 2. Jakarta : EGC.Yatim, Faisal. 2003. Pikun (Dimensia), Penyakit Alzheimer, dan Sejenisnya. Jakarta: Pustaka Populer Obor.